BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Alam semesta pada awal kelahirannya sesaat setelah big bang didominasi oleh radiasi. Pada era radiasi, suhu alam semesta sangat tinggi dan partikel-partikel elementer berada dalam keadaan relativistik. Partikel-antipartikel pada era ini berada dalam kesetimbangan termal yaitu laju annihilasi sama dengan laju kreasi partikel dan antipartikel. Fase alam semesta pada saat itu adalah berupa plasma [lihat misalnya, Gorbunov dan Rubakov (2011): 20-21]. Suhu alam semesta akan turun sejalan dengan ekspansinya [Gorbunov dan Rubakov (2011), hal. 374]. Ketika suhunya T 100 GeV terjadi transisi elektrolemah [Bertone dkk. (2008); Gorbunov dan Rubakov (2011): 65] dan partikel Higgs memperoleh nilai harap vakum (vacuum expectation value - vev) yang selanjutnya membangkitkan massa partikel-partikel elementer. Laju interaksi akan menurun seiring dengan ekspansi alam semesta. Ekspansi alam semesta mengalami percepatan sedangkan laju interaksi menurun, oleh karena itu, suatu saat laju interaksi lebih kecil dibandingkan laju ekspansi alam semesta. Keadaan ini akan menyebabkan partikelpartikel elementer keluar dari kesetimbangan termal (freeze out) sehingga partikelpartikel tersebut tidak berinteraksi lagi (decoupled) [lihat misalnya Kolb dan Turner (1990)]. Proses produksi foton berhenti pada interaksi tersebut ketika proses anihilasi partikel-antipartikel freeze out. Dari keadaan yang lepas dari kesetimbangan termal, maka akan tersisa dua kelompok entitas fisis, yaitu partikel dan antipartikel. Entitas-entitas fisis tersebut akan membentuk materi dan antimateri dasar yang akan membentuk struktur yang lebih besar dan kompleks misalnya: atom, galaksi, antiatom dan antigalaksi [Kolb dkk. (1985)]. Berdasarkan hasil observasi dan eksperimen menunjukkan bahwa alam semesta saat ini didominasi oleh materi [Ade dkk. (2015)]. Galaksi, tata surya, planet, tersusun dari materi bukan antimateri. Sampai saat ini para fisikawan belum menemukan antimateri dalam jumlah yang banyak di alam semesta ini (misalnya antiatom) yang seharusnya dapat dideteksi keberadaannya dengan mudah berdasarkan teori medan kuantum relativistik yang mengharuskan jumlah partikel dan antipartikel sama (kelestarian muatan). Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa terdapat 1

2 kontradiksi antara hasil observasi dengan teori medan kuantum. Teori ekspansi alam semesta menduga bahwa materi di awal alam semesta sangat padat dan panas, dengan suhu T M Pl [Gorbunov dan Rubakov (2011):23]. Selama proses ekspansi, suhu alam semesta menurun. Selain berdampak pada penurunan suhu, ekspansi alam semesta diduga berperan dalam produksi asimetri-partikel 1 dari keadaan awal alam semesta yang simetri-partikel. Konsekuensi pengembangan alam semesta terhadap simetri-partikel 2 pertama kali dikaji oleh Sakharov (1967). Sakharov (1967) mengasumsikan bahwa tidak ada obyek antimateri di alam (dominasi materi terhadap antimateri). Asumsi tersebut didasarkan pada teori yang sudah mapan yaitu mengenai peluruhanσ + danσ yang ditunjukkan Okubo (1958). Sakharov (1967) mengklaim bahwa di alam semesta yang mengembang, asimetri cacah partikel dapat dibangkitkan secara dinamis jika pada suatu proses interaksi terjadi pelanggaran bilangan barion, pelanggaran C dan CP, serta proses tersebut lepas dari kesetimbangan termal. Ketiga syarat tersebut kemudian dikenal dengan syarat Sakharov dan mekanisme untuk menghasilkan asimetri cacah barion dikenal dengan bariogenesis. Para fisikawan mengusulkan sejumlah skenario pembangkitan asimetri cacah barion. Salah satunya adalah pembangkitan asimetri cacah barion pada suhu di skala teori penyatuan agung (Grand Unified Theory - GUT). Meskipun teori GUT dapat menunjukkan rasio antara barion dan rapat entropi alam semesta sesuai dengan hasil observasi CMB, B [lih. mis. Gorbunov dan Rubakov (2011)], akan tetapi asimetri cacah barion yang telah dibangkitkan akan diencerkan oleh suatu faktor yang besar (faktor pengencer-dilution) akibat produksi partikel dan antipartikel dalam jumlah yang sangat besar pada skala energi reheating 3. thooft (1976) mengusulkan efek instanton dapat melanggar bilangan barion di suku anomali dari teori Weinberg-Salam yang dapat membangkitkan asimetri cacah barion, akan tetapi efek tersebut akan diredam secara termodinamik (Boltzmann suppressed) dengan faktor yang besar. Efek instanton ini tidak teredam secara termodinamik dan cukup efisien pada suhu di atas skala energi Weinberg-Salam, [Kuzmin dkk. (1985)]. Proses ini melestarikan B-L, akan tetapi menghapus asimetri yang sudah dibangkitkan di awal alam semesta dengan proses yang menjaga B-L tetap lestari seperti di skala energi GUT. Dengan demikian asimetri cacah barion di skala GUT akan lenyap dan tidak 1 asimetri-partikel maksudnya adalah dominasi partikel terhadap antipartikel 2 simetri-partikel maksudnya adalah tidak ada dominasi partikel terhadap antipartikel atau sebaliknya. 3 Reheating adalah akhir dari proses inflasi alam semesta. 2

3 ada barion yang tersisa. Bilangan barion akan tersisa jika produksi barion (asimetri cacah barion) terjadi pada suhu rendah T O (100 GeV ), misalnya setelah reheating [Fukugita dan Rubakov (1986)]. Akan tetapi pada suhu tersebut, asimetri cacah barion tidak dapat diproduksi [Kuzmin dkk. (1985)]. Kemudian masalah ini berusaha dipecahkan dengan membangun mekanisme pembangkitan asimetri cacah partikel di bawah skala energi GUT. Fukugita dan Yanagida (1986) memperkenalkan mekanisme baru pembangkitan asimetri cacah barion tanpa GUT. Fukugita dan Yanagida (1986) mengembangkan konsep pengubahan asimetri cacah lepton yang berasal dari suku Majorana ditransformasi menjadi asimetri cacah barion melalui proses elektrolemah pada suhu tinggi. Mekanisme asimetri cacah barion yang berasal dari pembangkitan bilangan lepton dikenal dengan mekanisme leptogenesis. Pembangkitan asimetri cacah barion via asimetri cacah lepton (leptogenesis) berkembang dengan pesat. Banyak mekanisme leptogenesis yang diusulkan untuk membangkitkan asimetri cacah lepton yang selanjutnya akan diubah menjadi asimetri cacah barion (lihat misalnya telaah ulang leptogenesis, Pilaftsis (2009). Pada umumnya, asimetri cacah lepton dibangkitkan melalui proses peluruhan neutrino Majorana singlet masif yang diproduksi secara termal 4. Asimetri cacah lepton via proses peluruhan neutrino Majorana singlet masif 5 tidak dapat terjadi jika suhu reheating lebih kecil daripada massa partikel singlet tersebut [Giudice dkk. (1999)]. Karena itu bila massa neutrino Majorana singlet lebih besar dari suhu reheating, harus ada mekanisme lain untuk dapat membangkitkan asimetri cacah lepton. Asimetri cacah lepton ternyata masih dapat dibangkitkan pada kasus terakhir ini melalui proses hamburan [Bento dan Berezhiani (2001)]. Di sisi lain, dari observasi Bullet cluster dan keanehan kurva rotasi galaksi [Clowe dkk. (2006); Olive dkk. (2014)], muncul dugaan adanya materi penyusun alam semesta yang tidak tampak, yang kemudian dinamai sebagai materi gelap. Hasil observasi terkini kemudian menunjukkan bahwa rapat energi alam semester tersusun dari 4% materi tampak, 20% materi gelap, dan sisanya adalah energi gelap [Ade dkk. (2015)]. Fakta ini menunjukkan bahwa rapat energi barion (sektor tampak 6 ) dan rapat energi materi gelap (sektor gelap) sebanding, yaituω mg 5Ω b. Fenomena ini tidak dapat dijelaskan oleh model materi gelap tipe WIMP (weakly interactive mas- 4 partikel yang tidak berada dalam kesetimbangan dengan medium sekitarnya, tetapi partikel ini diproduksi dari proses peluruhan dan hamburan partikel-partikel yang berasal dari medium tersebut. 5 neutrino Majorana singlet masif off-shell sebelum reheating. 6 Frase "Sektor tampak" mengacu pada model standar. Sementara frase "Sektor nyata" mengacu pada model cermin 3

4 sive particles), tetapi dapat dijelaskan oleh model materi gelap asimetri [untuk detail bisa dilihat ulasan oleh Petraki dan Volkas (2013)]. Dalam model materi gelap asimetri, partikel gelap yang ada saat ini adalah sisa materi gelap karena adanya asimetri cacah partikel gelap. Maka fenomenaω mg 5Ω b terkait dengan proses pembangkitan asimetri cacah barion atau asimetri cacah lepton di kedua sektor. Terlebih lagi di sektor tampak rapat energi barion ditentukan oleh massa barion yang pembentukannnya terkait dengan proses hadronisasi (Quantum Chromodynamic-QCD). Hal ini mengindikasikan bahwa proses yang sama juga mungkin dapat terjadi di sektor gelap. Di antara model materi gelap asimetri, model cermin Foot dan Volkas (2007) merupakan model yang dapat menjelaskan secara natural fenomena di atas. Berdasarkan hasil observasi dan hasil riset yang telah disebutkan sebelumnya, serta hasil eksperimen yang mengkonfirmasi adanya osilasi 7 neutrino [Ahmad dkk. (2002) Ashie dkk. (2005)] memastikan bahwa neutrino bermassa, sehingga besar kemungkinan ada partikel neutrino Majorana yang masif. Karena itu asimetri cacah partikel di materi gelap mungkin terkait dengan leptogenesis yang mirip dengan sektor tampak, sehingga leptogenesis yang menggunakan mekanisme hamburan mungkin dapat menjelaskan perbedaan asimetri cacah partikel antara sektor tampak dan sektor gelap. Karena simetri cermin yang eksak, model cermin Foot dan Volkas (2007) cenderung kepada skenario pada mana kedua sektor setelah masa reheating memiliki suhu yang sama, sehingga leptogenesis akibat peluruhan neutrino Majorana masif di kedua sektor akan cenderung menghasilkan asimetri yang sama. Sehingga model cermin dengan simetri cermin yang eksak tidak akan dapat menjelaskan perbedaan asimetri cacah partikel-antipartikel di kedua sektor. Ada model cermin yang mengandung perusakan simetri cermin sehingga memungkinkan suhu di sektor cermin tidak sama dengan suhu di sektor nyata secara alami, yaitu model cermin termodifikasi Satriawan (2013), Dalam model cermin termodifikasi (MCT) terdapat foton cermin masif 8 yang pembangkitan massanya memerlukan adanya partikel skalar singlet dengan nilai harap vakum yang cukup besar di atas orde TeV [Satriawan (2013)]. Pembangkitan asimetri cacah lepton di MCT melalui proses hamburan dapat menjadi sumber perbedaan asimetri cacah partikel di sektor cermin dan sektor nyata. Hal ini akan menjadi kajian dalam tesis ini. 7 fenomena osilasi neutrino menunjukkan bahwa neutrino memiliki massa sehingga neutrino merupakan partikel Majorana 8 Foton cermin bermassa berdampak pada waktu decoupled sektor cermin lebih cepat dibandingkan dengan di sektor nyata. 4

5 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut dapat dirumuskan beberapa masalah yang menarik untuk dikaji, yaitu: 1. Pembangkitan asimetri cacah barion cermin dan barion nyata via leptogenesis dengan interaksi hamburan. 2. Rasio antara rapat energi barion cermin dan rapat energi barion nyata. 1.3 Batasan Masalah Agar penelitian ini fokus pada satu topik, maka perlu diberikan batasan masalah, yaitu: 1. Model yang ditinjau adalah model cermin termodifikasi yang dikembangkan oleh Satriawan (2013) sebagai salah satu bentuk perluasan model standar. 2. Perbedaan asimetri cacah partikel di sektor cermin dan sektor nyata diasumsikan muncul sebagai konsekuensi mekanisme leptogenesis melalui interaksi hamburan. 3. Skenario leptogenesis dibangun pada era post-reheating, diasumsikan awalnya suhu post-reheating di sektor nyata (T R ) sama dengan suhu sektor cermin (T R ), T R T R. 1.4 Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang, rumusan dan batasan masalah di atas, dirumuskan beberapa tujuan penelitian. 1. Menghitung asimetri cacah barion di sektor cermin ( B ) dan sektor nyata ( B ). 2. Menentukan rasio rapat energi barion di sektor cermin (Ω B ) dan sektor nyata (Ω B ) dan membandingkannya dengan hasil observasi terkini. 1.5 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini akan bermanfaat bagi perkembangan fisika partikel, astrofisika, dan kosmologi. Adapun manfaat penelitian ini di antaranya: 5

6 1. Menjadi salah satu skenario alternatif pembangkitan asimetri cacah partikelantipartikel di alam semesta. 2. Memperkuat keberadaan sektor gelap yang memiliki kemiripan dengan sektor nyata dalam hal pembangkitan asimetri cacah partikel. 3. Sebagai referensi dalam pengkajian perilaku partikel-partikel di sektor gelap. 1.6 Metode Penelitian Penelitian dilakukan dengan studi pustaka (literatur) yang terdiri atas jurnal ilmiah, buku, dan sumber-sumber internet dari website yang terpercaya. Tahapan yang dilalui dalam mengerjakan penilitian ini adalah 1. Mempelajari model standar fisika partikel. 2. Mempelajari model cermin paritas yang termasuk di dalamnya adalah model simeteri kiri-kanan dan model cermin termodifikasi. 3. Mempelajari skenario bariogenesis (pembangkitan bilangan barion). 4. Mempelajari skenario leptogenesis via peluruhan neutrino singlet. 5. Mempelajari skenario leptogenesis via interaksi hamburan partikel. 6. Mempelajari teori tentang lepton terutama terkait dengan neutrino. 7. Mempelajari konsep transisi elektrolemah dan konsekuensinya terhadap pengkonversian lepton menjadi barion. 1.7 Tinjauan Pustaka Sakharov (1967) berusaha menjelaskan secara kuantitatif dominasi materi terhadap antimateri. Berdasarkan teori pengembangan alam semesta yang menduga keadaan awal alam semesta sangat padat dan panas, Sakharov (1967) meyakini bahwa pemisahan materi dari antimateri tidak terjadi pada tingkat makroskopis (atom) melainkan muncul pada level partikel dasar pembentuk utama materi (barion). Oleh karena itu, Sakharov (1967) mengusulkan dominasi materi terhadap antimateri dibangun berdasarkan dominasi barion terhadap antibarion (asimetri cacah barion). Ada 6

7 tiga syarat yang harus dipenuhi supaya asimetri cacah barion dapat terjadi yaitu: terjadi pelanggaran bilangan barion, pelanggaran CP dan lepas dari kesetimbangan termal. Ketiga syarat ini kemudian dikenal dengan syarat Sakharov dan skenario untuk menghasilkan asimetri cacah barion dikenal dengan bariogenesis. Walaupun belum mampu menunjukkan bahwa asimetri C untuk neutrino, ( ν ν)/( ν+ν) , akan tetapi, gagasan Sakharov (1967) terkait produksi asimetri cacah barion sangat menarik bagi para fisikawan. Berbagai hipotesis dan penjelasan-penjelasan terkait mekanisme bariogenesis bermunculan yang berlandaskan pada syarat Sakharov. Wheeler dkk. (1973) menduga bahwa kelestarian bilangan barion tidak berlaku di lubang hitam, karena bilangan barion di lubang hitam tidak terdefinisi dengan benar (no well-define). Akan tetatpi, dugaan tersebut tidak benar untuk lubang hitam statis, karena lubang hitam tidak dapat berinteraksi dengan dunia luar melalui meson virtual, seperti, π, dan ρ [Bekenstein (1972)]. thooft (1976) mengusulkan bahwa efek mirip intstanton dapat melanggar bilangan barion melalui suku anomali dari teori Weinberg-Salam, meskipun efek tersebut direduksi oleh faktor yang sangat besar. Nanopoulos dan Weinberg (1979) memperkenalkan mekanisme bariogenesis dengan pendekatan numerik, mereka mengusulkan produksi asimetri cacah barion berasal dari peluruhan boson skalar masif atau boson vektor masif. Hasil perhitungan numerik asimetri cacah barion oleh Nanopoulos dan Weinberg (1979) cukup relevan dengan hasil observasi. Selang beberapa tahun, Kuzmin dkk. (1985) menunjukkan bahwa efek mirip instanton yang diusulkan oleh thooft (1976) tidak tereduksi dan cukup efisien di atas skala energi Weinberg-Salam. Tetapi efek mirip instanton menghapus asimetri cacah barion yang sudah dibangkitkan di skala energi Grand unified theory (GUT). Dengan demikian, asimetri cacah barion yang dihasilkan oleh Nanopoulos dan Weinberg (1979) yang dibangun di skala energi GUT dihapus oleh efek mirip instanton. Affleck dan Dine (1985) menyatakan bahwa asimetri cacah barion tidak lenyap jika diproduksi pada skala energi transisi elektrolemah, T 100 GeV. Didasarkan pada pernyataan tersebut, Fukugita dan Rubakov (1986) meramalkan bahwa asimetri cacah barion kosmologis yang benar dihasilkan dari kombinasi skenario bariogenesis dengan pelanggaran bilangan barion elektrolemah pada suhu tertentu. Tetapi, proses produksi asimetri cacah barion tidak dapat terjadi pada skala energi tersebut [Kuzmin dkk. (1985)]. Fukugita dan Yanagida (1986) mengusulkan mekanisme pembangkitan bilangan barion kosmologi tanpa teori GUT. Mereka mengklaim bahwa jumlah lep- 7

8 ton sisa yang berasal dari suku massa Majorana bertransformasi menjadi jumlah barion yang tersisa melalui pelanggaran bilangan barion taktereduksi dari proses-proses elektrolemah pada energi tinggi. Mekanisme pembangkitan asimetri cacah barion via asimetri cacah lepton kemudian dikenal dengan leptogenesis. Luty (1992) mengemukakan bahwa jika neutrino Majorana takkidal ditambahkan ke model standar, maka pelanggaran bilangan lepton yang berasal dari peluruhan neutrino takkidal masif yang lepas dari kesetimbangan termal dikombinasikan dengan proses anomali elektrolemah dapat menghasilkan asimetri cacah barion alam semesta. Didasarkan pada asumsi terkait struktur matriks massa neutrino, skenario tersebut berlaku untuk neutrino Majorana takkidal dengan massa GeV. Covi dkk. (1996) menghitung pelanggaran CP dari peluruhan neutrino singlet masif elektrolemah yang timbul dari koreksi verteks. Mereka memperluas perhitungan untuk model supersimmetri dan membahas implikasinya pada pembangkitan asimetri cacah lepton yang berasal dari peluruhan neutrino singlet masif elektrolemah di alam semesta awal (s)neutrino, yang selanjutnya diolah kembali oleh anomali elektrolemah menjadi cacah asimetri barion. Akhmedov dkk. (1998) mengusulkan mekanisme baru leptogenesis dengan asimetri cacah lepton diproduksi melalui osilasi neutrino steril yang disertai pelanggaran CP. Asimetri tersebut berasal dari osilasi neutrino singlet dengan neutrino aktif melalui kopling Yukawa. Asimetri cacah lepton kemudian diproses kembali menjadi asimetri cacah barion oleh sphaleron elektrolemah. Mereka menunjukkan bahwa hasil observasi asimetri cacah barion dapat dibangkitkan dengan mekanisme tersebut. Asaka dkk. (1999) mengkaji skenario leptogenesis melalui peluruhan neutrino Majorana masif yang diproduksi secara nontermal melalui peluruhan inflaton. Mereka menunjukkan bahwa jika massa neutrino Majorana masif (M) sekitar GeV maka suhu reheating (T R ) sekitar 10 8 GeV, sementara untuk M maka T R GeV. Untuk menghindari masalah produksi berlebihan dari gravitino kosmologi, mereka membangun skenarion dengan suhu reheating sekitar 10 8 GeV [Ellis dkk. (1984)]. Bento dan Berezhiani (2001) mengusulkan mekanisme leptobariogenesis yaitu suatu mekanisme yang mengubah partikel nyata (diasumsikan sebagai partikelpartikel dalam model standar) menjadi partikel taknyata 9 (diasumsikan sebagai partikelpartikel di sektor gelap) melalui proses hamburan yang diperantarai oleh neutrino Majorana masif. Di sini, partikel taknyata dalam model cermin diasumsikan sebagai 9 Partikel taknyata ekuivalen dengan partikel cermin. 8

9 partikel-partikel di sektor gelap. Mereka menunjukkan bahwa mekanisme leptobariogenesis efektif meskipun suhu reheating (T) suhu di sektor nyat dan T (suhu di sektor cermin) jauh lebih kecil daripada massa neutrino masif (M), T,T < M GeV. Mereka mengasumsikan bahwa T < T sehingga partikel mengalir dari sektor nyat ke sektor cermin (dianggap sebagai sektor gelap). Dengan adanya aliran partikel tersebut, diharapkan ada relasi antara rapat energi sektor model standar (MS) dan sektor gelap. Tetapi, mekanisme leptobariogenesis belum dapat menunjukkan bahwaω mg 5 Ω b. Berezhiani (2003) menelaah ulang konsep dunia cermin paralel (parallel mirror world) yang dihuni oleh partikel-partikel yang sama seperti partikel-partikel di dunia nyata dan saling berinteraksi melalui interaksi gravitasi atau gaya interaksi lemah lainnya. Berezhiani (2003) meyakini perbedaan suhu anatara dunia cermin dan dunia nyata terjadi pada era krusial seperti bariogenesis, nucleosynthesis dan lainlain. Lebih jauh, ditunjukkan bahwa barion cermin secara alami menjadi komponen dominan materi gelap alam semesta. Foot dan Volkas (2003) mengusulkan bahwa rapat energi materi gelap berasal dari kontribusi partikel nonbarionik. Kecilnya perbedaan antara kelimpahan barionbiasa dan nonbarion materi gelap mengisyaratkan bahwa sifat fundamental dari partikel MS dan partikel materi gelap tidak jauh berbeda. Misalnya, pembangkitan asimetri cacah barion-biasa diduga mirip atau bahkan terkait dengan pembangkitan asimetri cacah nonbarion materi gelap. Mereka mengusulkan mekanisme pembangkitan asimetri tertentu untuk menunjukkan bahwaω b /Ω mg Mekanisme tersebut bergantung pada mekanisme pembangkitan asimetri cacah barion awal dan mensyaratkan bahwa dalam mekanisme pembangkitan asimetri diasumsikan T > T, berbeda dengan mekanisme leptobariogenesis yang diusulkan oleh Bento dan Berezhiani (2001) yang mengasumsikan T < T. Berdasarkan hasil perhitungan teoritis mengenai perbandingan kelimpahan barion dan non-barion yaitu:ω barion /Ω materigelap 0.20, Foot dan Volkas (2004) mengklaim bahwa partikel cermin sebagai kandidat materi gelap. Berezhiani (2006) mengemukakan bahwa fraksi materi tampak dan materi gelap dapat dibangkitkan secara serentak dengan jumlah kelimpahan yang tidak jauh beda satu sama lain. Oleh karena itu, jika sektor tampak diisi oleh barion nyata dan sektor gelap diisi oleh barion dunia cermin, maka sifat-sifat fisis dari sektor nyata akan sama dengan sektor taknyata. Satriawan (2013) memperkenalkan skalar singlet dalam MCT untuk merusak simetri cermin dan membangkitkan massa foton cermin. Berbeda dari skalar singlet, skalar dublet cermin dan nyata memiliki nilai harap vakum yang sama, sehingga mas- 9

10 sa quark cermin sama dengan massa quark nyata. Sebagai konsekuensi dari foton bermassa, Satriawan (2013) memprediksi bahwa rapat energi materi sektor gelap sebagai cold-warm dark matter berasal dari barion cermin dan elektron cermin. 10

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Telah banyak model fisika partikel yang dikembangkan oleh fisikawan untuk mencoba menjelaskan keberadaan partikel-partikel elementer serta interaksi yang menyertainya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Fisika partikel dibangun dari mekanika kuantum relativistik yang kemudian dikembangkan menjadi teori medan kuantum (Quantum Field Theory) disertai

Lebih terperinci

Model Korespondensi Spinor-Skalar

Model Korespondensi Spinor-Skalar Albertus H. Panuluh, dkk / Model Korespondensi Spinor-Skalar 119 Model Korespondensi Spinor-Skalar Albertus H. Panuluh, Istikomah, Fika Fauzi, Mirza Satriawan Jurusan Fisika Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah Pada salah satu cabang ilmu fisika yaitu kosmologi merupakan hal yang menarik untuk dikaji. Kosmologi merupakan ilmu yang mengulas alam semesta beserta dinamikanya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akibat dari interaksi di antara penyusun inti tersebut. Penyusun inti meliputi

BAB I PENDAHULUAN. akibat dari interaksi di antara penyusun inti tersebut. Penyusun inti meliputi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem inti dapat dipelajari melalui kesatuan sistem penyusun inti sebagai akibat dari interaksi di antara penyusun inti tersebut. Penyusun inti meliputi proton

Lebih terperinci

BAB III. Proses Fisis Penyebab Fluktuasi Temperatur CMB

BAB III. Proses Fisis Penyebab Fluktuasi Temperatur CMB BAB III Proses Fisis Penyebab Fluktuasi Temperatur CMB III.1 Penyebab Fluktuasi Struktur di alam semesta berasal dari fluktuasi kuantum di awal alam semesta. Akibat pengembangan alam semesta, fluktuasi

Lebih terperinci

KAJIAN BAURAN NEUTRINO TRI-BIMAKSIMAL- CABIBBO (TBC)

KAJIAN BAURAN NEUTRINO TRI-BIMAKSIMAL- CABIBBO (TBC) KAJIAN BAURAN NEUTRINO TRI-BIMAKSIMAL- CABIBBO (TBC) Muhammad Taufiqi Dosen Pembimbing Agus Purwanto, D.Sc JURUSAN FISIKA Laboratorium Fisika Teori dan Filsafat Alam (LaFTiFA) Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

Lembar Pengesahan JURNAL. Telaah Fundamental Weak Interaction dan Nambu-Goldstone. ( Suatu Penelitian Teori Berupa Studi Pustaka )

Lembar Pengesahan JURNAL. Telaah Fundamental Weak Interaction dan Nambu-Goldstone. ( Suatu Penelitian Teori Berupa Studi Pustaka ) Lembar Pengesahan JURNAL Telaah Fundamental Weak Interaction dan Nambu-Goldstone ( Suatu Penelitian Teori Berupa Studi Pustaka ) Oleh La Sabarudin 4 4 97 Telah diperiksa dan disetujui oleh TELAAH FUNDAMENTAL

Lebih terperinci

ILMU FISIKA. Fisika Dasar / Fisika Terapan Program Studi Teknik Sipil Salmani, ST., MS., MT.

ILMU FISIKA. Fisika Dasar / Fisika Terapan Program Studi Teknik Sipil Salmani, ST., MS., MT. ILMU FISIKA Fisika Dasar / Fisika Terapan Program Studi Teknik Sipil Salmani, ST., MS., MT. DEFINISI ILMU FISIKA? Ilmu Fisika dalam Bahasa Yunani: (physikos), yang artinya alamiah, atau (physis), Alam

Lebih terperinci

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Dapat menambah informasi dan referensi mengenai interaksi nukleon-nukleon

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Dapat menambah informasi dan referensi mengenai interaksi nukleon-nukleon F. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Dapat menambah informasi dan referensi mengenai interaksi nukleon-nukleon di dalam inti atom yang menggunakan potensial Yukawa. 2. Dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dari mana datangnya dunia? Sepanjang sejarah kehidupan manusia, pertanyaan di atas selalu ada dan setiap zaman memiliki caranya masing-masing dalam menjawab.

Lebih terperinci

Getaran Dalam Zat Padat BAB I PENDAHULUAN

Getaran Dalam Zat Padat BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pendahuluan Getaran atom dalam zat padat dapat disebabkan oleh gelombang yang merambat pada Kristal. Ditinjau dari panjang gelombang yang digelombang yang digunakan dan dibandingkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Energi-diri sebuah elektron adalah energi total elektron tersebut di dalam ruang bebas ketika terisolasi dari partikel-partikel lain (Majumdar dan Gupta, 1947).

Lebih terperinci

Partikel Elementer dan Interaksi Alamiah

Partikel Elementer dan Interaksi Alamiah Partikel Elementer dan Interaksi Alamiah By. Agus Mulyono Atom adalah partikel kecil dengan ukuran jari-jari 1 Amstrong. Atom bukanlah partikel elementer. John Dalton (1766-1844) pada tahun 1803 memberikan

Lebih terperinci

Pendahuluan. Setelah mempelajari bab 1 ini, mahasiswa diharapkan

Pendahuluan. Setelah mempelajari bab 1 ini, mahasiswa diharapkan 1 Pendahuluan Tujuan perkuliahan Setelah mempelajari bab 1 ini, mahasiswa diharapkan 1. Mengetahui gambaran perkuliahan. Mengerti konsep dari satuan alamiah dan satuan-satuan dalam fisika partikel 1.1.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.4. Hipotesis 1. Model penampang hamburan Galster dan Miller memiliki perbedaan mulai kisaran energi 0.3 sampai 1.0. 2. Model penampang hamburan Galster dan Miller memiliki kesamaan pada kisaran energi

Lebih terperinci

Theory Indonesian (Indonesia) Sebelum kalian mengerjakan soal ini, bacalah terlebih dahulu Instruksi Umum yang ada pada amplop terpisah.

Theory Indonesian (Indonesia) Sebelum kalian mengerjakan soal ini, bacalah terlebih dahulu Instruksi Umum yang ada pada amplop terpisah. Q3-1 Large Hadron Collider (10 poin) Sebelum kalian mengerjakan soal ini, bacalah terlebih dahulu Instruksi Umum yang ada pada amplop terpisah. Pada soal ini, kita akan mendiskusikan mengenai fisika dari

Lebih terperinci

Fisika Partikel: Tinjauan Kualitatif

Fisika Partikel: Tinjauan Kualitatif 2 Fisika Partikel: Tinjauan Kualitatif Tujuan Perkuliahan: Setelah mempelajari bab 2 ini, mahasiswa diharapkan dapat: 1. Mengetahui nama, sifat dan massa dari partikel-partikel elementer 2. Mengerti proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Upaya para fisikawan, khususnya fisikawan teoretik untuk mengungkap fenomena alam adalah dengan diajukannya berbagai macam model hukum alam berdasarkan

Lebih terperinci

SOAL LATIHAN PEMBINAAN JARAK JAUH IPhO 2017 PEKAN VIII

SOAL LATIHAN PEMBINAAN JARAK JAUH IPhO 2017 PEKAN VIII SOAL LATIHAN PEMBINAAN JARAK JAUH IPhO 2017 PEKAN VIII 1. Tumbukan dan peluruhan partikel relativistik Bagian A. Proton dan antiproton Sebuah antiproton dengan energi kinetik = 1,00 GeV menabrak proton

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Fisika merupakan upaya menemukan pola-pola keteraturan alam dan membingkainya menjadi bagan berpikir yang runtut, yakni berupa kaitan logis antara konsepkonsep

Lebih terperinci

BAB IV. Analisis Power spectrum CMB dan Power spectrum Galaksi. IV.1 Model Concordance

BAB IV. Analisis Power spectrum CMB dan Power spectrum Galaksi. IV.1 Model Concordance BAB IV Analisis Power spectrum CMB dan Power spectrum Galaksi IV.1 Model Concordance Fisikawan teoritis hanya dapat menduga bentuk power spectrum dari pemodelan berdasarkan alam semesta mengembang dengan

Lebih terperinci

UM UGM 2017 Fisika. Soal

UM UGM 2017 Fisika. Soal UM UGM 07 Fisika Soal Doc. Name: UMUGM07FIS999 Version: 07- Halaman 0. Pada planet A yang berbentuk bola dibuat terowongan lurus dari permukaan planet A yang menembus pusat planet dan berujung di permukaan

Lebih terperinci

EFEK MESON σ PADA PERSAMAAN KEADAAN BINTANG NEUTRON

EFEK MESON σ PADA PERSAMAAN KEADAAN BINTANG NEUTRON DOI: doi.org/10.21009/0305020501 EFEK MESON σ PADA PERSAMAAN KEADAAN BINTANG NEUTRON Alrizal 1), A. Sulaksono 2) 1,2 Departemen Fisika FMIPA UI, Kampus UI Depok, 16424 1) alrizal91@gmail.com, 2) anto.sulaksono@sci.ui.ac.id

Lebih terperinci

FONON I : GETARAN KRISTAL

FONON I : GETARAN KRISTAL MAKALAH FONON I : GETARAN KRISTAL Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendahuluan Fisika Zat Padat Disusun Oleh: Nisa Isma Khaerani ( 3215096525 ) Dio Sudiarto ( 3215096529 ) Arif Setiyanto ( 3215096537

Lebih terperinci

POK O O K K O - K P - OK O O K K O K MAT A ERI R FISIKA KUANTUM

POK O O K K O - K P - OK O O K K O K MAT A ERI R FISIKA KUANTUM POKOK-POKOK MATERI FISIKA KUANTUM PENDAHULUAN Dalam Kurikulum Program S-1 Pendidikan Fisika dan S-1 Fisika, hampir sebagian besar digunakan untuk menelaah alam mikro (= alam lelembutan micro-world): Fisika

Lebih terperinci

Bahan Minggu XV Tema : Pengantar teori relativitas umum Materi :

Bahan Minggu XV Tema : Pengantar teori relativitas umum Materi : Bahan Minggu XV Tema : Pengantar teori relativitas umum Materi : Teori Relativitas Umum Sebelum teori Relativitas Umum (TRU) diperkenalkan oleh Einstein pada tahun 1915, orang mengenal sedikitnya tiga

Lebih terperinci

Fisika Umum (MA-301) Topik hari ini Sifat-sifat Zat Padat Gas Cair Plasma

Fisika Umum (MA-301) Topik hari ini Sifat-sifat Zat Padat Gas Cair Plasma Fisika Umum (MA-301) Topik hari ini Sifat-sifat Zat Padat Gas Cair Plasma Sifat Atomik Zat Molekul Atom Inti Atom dan elektron Proton dan neutron Quarks: up, down, strange, charmed, bottom, and top Antimateri

Lebih terperinci

Efek Relativistik Pada Hamburan K + n

Efek Relativistik Pada Hamburan K + n Efek Relativistik Pada Hamburan K + n Putu Adi Kusuma Yudha l, Dr. Agus Salam 2, Dr. Imam Fachruddin 3 1. Departemen Fisika, Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia 2. Departemen Fisika, Universitas

Lebih terperinci

Fisika Umum (MA-301) Sifat-sifat Zat Padat Gas Cair Plasma

Fisika Umum (MA-301) Sifat-sifat Zat Padat Gas Cair Plasma Fisika Umum (MA-301) Topik hari ini (minggu 4) Sifat-sifat Zat Padat Gas Cair Plasma Sifat Atomik Zat Molekul Atom Inti Atom Proton dan neutron Quarks: up, down, strange, charmed, bottom, and top Antimateri

Lebih terperinci

Asal-usul dan Evolusi Alam Semesta Julieta Fierro, Susana Deustua, Beatriz Garcia

Asal-usul dan Evolusi Alam Semesta Julieta Fierro, Susana Deustua, Beatriz Garcia Asal-usul dan Evolusi Alam Semesta Julieta Fierro, Susana Deustua, Beatriz Garcia International Astronomical Union, Universidad Nacional Autónoma de México, México Universidad Tecnológica Nacional, Mendoza,

Lebih terperinci

POSITRON, Vol. II, No. 1 (2012), Hal ISSN : Efek Reaksi Balik Gelombang Gravitasi pada Lensa Gravitasi

POSITRON, Vol. II, No. 1 (2012), Hal ISSN : Efek Reaksi Balik Gelombang Gravitasi pada Lensa Gravitasi Efek Reaksi Balik Gelombang Gravitasi pada Lensa Gravitasi Imamal Muttaqien 1) 1)Kelompok Keahlian Astrofisika, Jurusan Fisika, Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati,

Lebih terperinci

Elektron Bebas. 1. Teori Drude Tentang Elektron Dalam Logam

Elektron Bebas. 1. Teori Drude Tentang Elektron Dalam Logam Elektron Bebas Beberapa teori tentang panas jenis zat padat yang telah dibahas dapat dengan baik menjelaskan sifat-sfat panas jenis zat padat yang tergolong non logam, akan tetapi untuk golongan logam

Lebih terperinci

KONSEKUENSI HASIL PENELITIAN TIM ICARUS TENTANG KELAJUAN NEUTRINO TERHADAP TEORI RELATIVITAS

KONSEKUENSI HASIL PENELITIAN TIM ICARUS TENTANG KELAJUAN NEUTRINO TERHADAP TEORI RELATIVITAS KONSEKUENSI HASIL PENELITIAN TIM ICARUS TENTANG KELAJUAN NEUTRINO TERHADAP TEORI RELATIVITAS Bertha Wikara Pendidikan Sains Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret wikasih54@gmail.com Perum Puri

Lebih terperinci

FISIKA MODERN. Staf Pengajar Fisika Departemen Fisika,, FMIPA, IPB

FISIKA MODERN. Staf Pengajar Fisika Departemen Fisika,, FMIPA, IPB FISIKA MODERN Staf Pengajar Fisika Departemen Fisika,, FMIPA, IPB 1 MANFAAT KULIAH Memberikan pemahaman tentang fenomena alam yang tidak dapat dijelaskan melalui fisika klasik Fenomena alam yang berkaitan

Lebih terperinci

Teori Relativitas. Mirza Satriawan. December 7, Fluida Ideal dalam Relativitas Khusus. M. Satriawan Teori Relativitas

Teori Relativitas. Mirza Satriawan. December 7, Fluida Ideal dalam Relativitas Khusus. M. Satriawan Teori Relativitas Teori Relativitas Mirza Satriawan December 7, 2010 Fluida Ideal dalam Relativitas Khusus Quiz 1 Tuliskan perumusan kelestarian jumlah partikel dengan memakai vektor-4 fluks jumlah partikel. 2 Tuliskan

Lebih terperinci

Teori Big Bang. 1. Awalnya, bumi masih merupakan planet homogen dan belum mengalami perlapisan atau

Teori Big Bang. 1. Awalnya, bumi masih merupakan planet homogen dan belum mengalami perlapisan atau Teori Big Bang Berdasarkan Theory Big Bang, proses terbentuknya bumi berawal dari puluhan milyar tahun yang lalu. Pada awalnya terdapat gumpalan kabut raksasa yang berputar pada porosnya. Putaran tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Alam tersusun atas empat jenis komponen materi yakni padat, cair, gas, dan plasma. Setiap materi memiliki komponen terkecil yang disebut atom. Atom tersusun atas inti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Matahari adalah sebuah objek yang dinamik, banyak aktivitas yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. Matahari adalah sebuah objek yang dinamik, banyak aktivitas yang terjadi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matahari adalah sebuah objek yang dinamik, banyak aktivitas yang terjadi didalamnya. Beragam aktivitas di permukaannya telah dipelajari secara mendalam dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Persamaan diferensial merupakan persamaan yang didalamnya terdapat beberapa derivatif. Persamaan diferensial menyatakan hubungan antara derivatif dari satu variabel

Lebih terperinci

MISTERI JAGAT BAYI (BABY UNIVERSES), LUBANG HITAM DAN JAGAT GAIB

MISTERI JAGAT BAYI (BABY UNIVERSES), LUBANG HITAM DAN JAGAT GAIB MISTERI JAGAT BAYI (BABY UNIVERSES), LUBANG HITAM DAN JAGAT GAIB AGUS SISWANTO Jagat Raya berawal dari singularitas (titik awal) yang kemudian terjadi Big Bang (Dentuman Besar). Namun teori ini tidak menjawab

Lebih terperinci

Perspektif Baru Fisika Partikel

Perspektif Baru Fisika Partikel 8 Perspektif Baru Fisika Partikel Tujuan Perkuliahan: Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa diharapkan dapat: 1. Mengetahui perkembangan terbaru dari fisika partikel. 2. Mengetahui kelemahan-kelemahan

Lebih terperinci

Matriks Massa Segitiga dan Massa Neutrino Masif dalam Model Seesaw

Matriks Massa Segitiga dan Massa Neutrino Masif dalam Model Seesaw JUAL FISIKA DA APLIKASIYA VOLUME 4, OMO JUI 008 Matriks Massa Segitiga Massa eutrino Masif dalam Model Seesaw Intan Fatimah Hizbullah Agus Purwanto Laboratorium Fisika Teori Filsafat Alam (LaFTiFA), Jurusan

Lebih terperinci

EFEK SEBARAN BOSON INHOMOGEN PADA BINTANG BOSON

EFEK SEBARAN BOSON INHOMOGEN PADA BINTANG BOSON EFEK SEBARAN BOSON INHOMOGEN PADA BINTANG BOSON M. Fitrah Alfian R. S. *), Anto Sulaksono Departemen Fisika FMIPA UI, Kampus UI Depok, 1644 *) fitrahalfian@sci.ui.ac.id Abstrak Bintang boson statis dengan

Lebih terperinci

MODUL V FISIKA MODERN RADIASI BENDA HITAM

MODUL V FISIKA MODERN RADIASI BENDA HITAM 1 MODUL V FISIKA MODERN RADIASI BENDA HITAM Tujuan instruksional umum : Agar mahasiswa dapat memahami tentang radiasi benda hitam Tujuan instruksional khusus : Dapat menerangkan tentang radiasi termal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA.1 Atom Pion Atom pion sama seperti atom hidrogen hanya elektron nya diganti menjadi sebuah pion negatif. Partikel ini telah diteliti sekitar empat puluh tahun yang lalu, tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fenomena optik dapat mendeskripsikan sifat medium dalam interaksinya dengan gelombang elekromagnetik. Hal tersebut ditentukan oleh beberapa parameter optik, yaitu indeks

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Fisika adalah upaya menemukan kaidah-kaidah atau pola-pola keteraturan yang ditaati oleh alam. Pola-pola keteraturan itu sering pula disebut hukum alam (Rosyid,

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK SYMMETRIC NUCLEAR MATTER PADA TEMPERATUR NOL

KARAKTERISTIK SYMMETRIC NUCLEAR MATTER PADA TEMPERATUR NOL KARAKTERISTIK SYMMETRIC NUCLEAR MATTER PADA TEMPERATUR NOL Annisa Fitri 1, Anto Sulaksono 2 1,2 Departemen Fisika FMIPA UI, Kampus UI Depok, 16424 1 annisa.fitri11@sci.ui.ac.id 2 anto.sulaksono@sci.ui.ac.id

Lebih terperinci

SEJARAH FISIKA. Anwar Astuti Sari Dewi_Fisika_2008 1

SEJARAH FISIKA. Anwar Astuti Sari Dewi_Fisika_2008 1 SEJARAH FISIKA Fisika (Bahasa Yunani: φυσικός (physikos), "alamiah", dan φύσις (physis), "Alam") adalah sains atau ilmu tentang alam dalam makna yang terluas. Fisika mempelajari gejala alam yang tidak

Lebih terperinci

XV. PENDAHULUAN FISIKA MODERN

XV. PENDAHULUAN FISIKA MODERN XV - 1 XV. PENDAHULUAN FISIKA MODERN 15.1 Pendahuluan. Pada akhir abad ke-xix dan awal abad ke-xx semakin jelas bahwa fisika (konsepkonsep fisika) memerlukan revisi atau perubahan/penyempurnaan. Hal ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Panas merupakan suatu bentuk energi yang ada di alam. Panas juga merupakan suatu energi yang sangat mudah berpindah (transfer). Transfer panas disebabkan oleh adanya

Lebih terperinci

Komponen Materi. Kimia Dasar 1 Sukisman Purtadi

Komponen Materi. Kimia Dasar 1 Sukisman Purtadi Komponen Materi Kimia Dasar 1 Sukisman Purtadi Pengamatan ke Arah Pandangan Atomik Materi Konservasi Massa Komposisi Tetap Perbandingan Berganda Teori Atom Dalton Bagaimana Teori Dalton Menjelaskan Hukum

Lebih terperinci

sisanya merupakan dark matter (25%) dan dark energy (70%) (Vogt, 2015). Materi biasa merupakan materi yang mampu berinteraksi dengan cahaya (baryonic)

sisanya merupakan dark matter (25%) dan dark energy (70%) (Vogt, 2015). Materi biasa merupakan materi yang mampu berinteraksi dengan cahaya (baryonic) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Alam semesta yang kita tempati ini terdiri dari 5% materi biasa, dan 95% sisanya merupakan dark matter (25%) dan dark energy (70%) (Vogt, 2015). Materi biasa merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pengetahuan manusia tentang benda-benda di luar angkasa terus meningkat dari tahun ke tahun. Salah satu benda angkasa yang menarik perhatian adalah bintang.

Lebih terperinci

BAB I BESARAN DAN SISTEM SATUAN

BAB I BESARAN DAN SISTEM SATUAN 1.1. Pendahuluan BAB I BESARAN DAN SISTEM SATUAN Fisika berasal dari bahasa Yunani yang berarti Alam. Karena itu Fisika merupakan suatu ilmu pengetahuan dasar yang mempelajari gejala-gejala alam dan interaksinya

Lebih terperinci

Umur Alam Semesta (The Age o f the Universe)

Umur Alam Semesta (The Age o f the Universe) Umur Alam Semesta (The Age o f the Universe) Prof. P. Silaban, Ph.D. Theoretical Physics Laboratory Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesa

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR BATASAN DARI PELURUHAN MATERI GELAP MENJADI NEUTRINO

TUGAS AKHIR BATASAN DARI PELURUHAN MATERI GELAP MENJADI NEUTRINO TUGAS AKHIR BATASAN DARI PELURUHAN MATERI GELAP MENJADI NEUTRINO Michael Hidayat NPM: 2013720005 PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS TEKNOLOGI INFORMASI DAN SAINS UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN 2017 FINAL

Lebih terperinci

SILABUS PEMBELAJARAN

SILABUS PEMBELAJARAN SILABUS PEMBELAJARAN Sekolah : SMA... Kelas / Semester : XII / II Mata Pelajaran : FISIKA Standar : 3. Menganalisis berbagai besaran fisis pada gejala kuantum dan batas-batas berlakunya relativitas Einstein

Lebih terperinci

FISIKA MODERN I (Pendekatan Konseptual) Dr. A.Halim, M.Si

FISIKA MODERN I (Pendekatan Konseptual) Dr. A.Halim, M.Si FISIKA MODERN I (Pendekatan Konseptual) Dr. A.Halim, M.Si Syiah Kuala Univesity Press 2011 FISIKA MODERN I (Pendekatan Konseptual) Dr. A. HALIM, M.Si Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Syiah

Lebih terperinci

RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS)

RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) FISIKA MODERN OLEH : Tim Penyusun PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK-UNIVERSITAS MURIA KUDUS 2009 Nama Matakuliah Kode / SKS : Fisika Modern

Lebih terperinci

TEORI PERKEMBANGAN ATOM

TEORI PERKEMBANGAN ATOM TEORI PERKEMBANGAN ATOM A. Teori atom Dalton Teori atom dalton ini didasarkan pada 2 hukum, yaitu : hukum kekekalan massa (hukum Lavoisier), massa total zat-zat sebelum reaksi akan selalu sama dengan massa

Lebih terperinci

SILABUS PEMBELAJARAN

SILABUS PEMBELAJARAN SILABUS PEMBELAJARAN Sekolah : SMA NEGERI 3 DUMAI Kelas / Semester : XII / II Mata Pelajaran : FISIKA Standar : 3. Menganalisis berbagai besaran fisis pada gejala kuantum dan batas-batas berlakunya relativitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mekanika kuantum mulanya disusun atas dua buah pemikiran yang terkesan berbeda, yaitu mekanika gelombang Schrödinger dan mekanika matriks dari Heisenberg. Kemudian,

Lebih terperinci

BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS. benda. Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang

BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS. benda. Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS 2.1 Konsep Dasar Perpindahan Panas Perpindahan panas dapat terjadi karena adanya beda temperatur antara dua bagian benda. Panas akan mengalir dari

Lebih terperinci

BAB I Jenis Radiasi dan Interaksinya dengan Materi

BAB I Jenis Radiasi dan Interaksinya dengan Materi BAB I Jenis Radiasi dan Interaksinya dengan Materi Radiasi adalah pancaran energi yang berasal dari proses transformasi atom atau inti atom yang tidak stabil. Ketidak-stabilan atom dan inti atom mungkin

Lebih terperinci

Cahaya sebagai bentuk informasi dari langit Teleskop sebagai kolektor cahaya

Cahaya sebagai bentuk informasi dari langit Teleskop sebagai kolektor cahaya CAHAYA & TELESKOP Cahaya sebagai bentuk informasi dari langit Teleskop sebagai kolektor cahaya Kompetensi Dasar: Memahami konsep cahaya sebagai bentuk informasi dari langit dan mengembangkan kemampuan

Lebih terperinci

Penentuan Fungsi Struktur Proton dari Proses Deep Inelastic Scattering e + p e + X dengan Menggunakan Model Quark - Parton

Penentuan Fungsi Struktur Proton dari Proses Deep Inelastic Scattering e + p e + X dengan Menggunakan Model Quark - Parton Penentuan Fungsi Struktur Proton dari Proses Deep Inelastic Scattering e + p e + X dengan Menggunakan Model Quark - Parton M.Fauzi M., T. Surungan, dan Bangsawan B.J. Departemen Fisika, Universitas Hasanuddin,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teknologi perangkat mikro berkembang sangat pesat seiring meningkatnya teknologi mikrofabrikasi. Aplikasi perangkat mikro diantaranya ialah pada microelectro-mechanical

Lebih terperinci

BAB FISIKA ATOM. Model ini gagal karena tidak sesuai dengan hasil percobaan hamburan patikel oleh Rutherford.

BAB FISIKA ATOM. Model ini gagal karena tidak sesuai dengan hasil percobaan hamburan patikel oleh Rutherford. 1 BAB FISIKA ATOM Perkembangan teori atom Model Atom Dalton 1. Atom adalah bagian terkecil dari suatu unsur yang tidak dapat dibagi-bagi 2. Atom-atom suatu unsur semuanya serupa dan tidak dapat berubah

Lebih terperinci

sangat pesat adalah kosmologi, yaitu studi tentang asal-mula, isi, bentuk, dan

sangat pesat adalah kosmologi, yaitu studi tentang asal-mula, isi, bentuk, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu bidang kajian fisika yang paling menarik dan berkembang sangat pesat adalah kosmologi, yaitu studi tentang asal-mula, isi, bentuk, dan evolusi alam semesta.

Lebih terperinci

jadi olahragawan, jadi wartawan, jadi pengusaha, jadi anggota DPR, jadi menteri, atau mungkin juga jadi presiden. Bagi mereka itu pemahaman ilmu

jadi olahragawan, jadi wartawan, jadi pengusaha, jadi anggota DPR, jadi menteri, atau mungkin juga jadi presiden. Bagi mereka itu pemahaman ilmu ix K Tinjauan Mata Kuliah emajuan dalam bidang teknologi pengajaran rupanya berjalan sangat cepat. Kalau kita menengok hal itu lewat internet misalnya, sudah ada program yang dinamakan Visual Quantum Mechanics,

Lebih terperinci

Pengantar Ilmu Kimia

Pengantar Ilmu Kimia Bab1 Pengantar Ilmu Kimia Kimia : Ilmu Pengetahuan bagi Abad 21 Kesehatan dan Pengobatan Sistem sanitasi Operasi dengan anestesi Vaksin dan antibiotik Energi dan Lingkungan Energi Fosil Energi Surya Energi

Lebih terperinci

Stephen Hawking. Muhammad Farchani Rosyid

Stephen Hawking. Muhammad Farchani Rosyid Stephen Hawking Muhammad Farchani Rosyid Kelompok Penelitian Kosmologi, Astrofisika, Partikel, dan Fisika Matematik (KAMP), Laboratorium Fisika Atom dan Inti, Jurusan Fisika FMIPA, Universitas Gadjah Mada,

Lebih terperinci

LAPORAN HASIL PENELITIAN FUNDAMENTAL JUDUL PENELITIAN

LAPORAN HASIL PENELITIAN FUNDAMENTAL JUDUL PENELITIAN LAPORAN HASIL PENELITIAN FUNDAMENTAL JUDUL PENELITIAN KAJIAN KARAKTERISTIK ALIRAN DAN PERPINDAHAN PANAS KONVEKSI ALAMIAH PADA SALURAN PERSEGI EMPAT BERBELOKAN TAJAM OLEH Prof. DR. Ir. Ahmad Syuhada, M.

Lebih terperinci

Relativitas Khusus Prinsip Relativitas (Kelajuan Cahaya) Eksperimen Michelson & Morley Postulat Relativitas Khusus Konsekuensi Relativitas Khusus

Relativitas Khusus Prinsip Relativitas (Kelajuan Cahaya) Eksperimen Michelson & Morley Postulat Relativitas Khusus Konsekuensi Relativitas Khusus RELATIVITAS Relativitas Khusus Prinsip Relativitas (Kelajuan Cahaya) Eksperimen Michelson & Morley Postulat Relativitas Khusus Konsekuensi Relativitas Khusus Transformasi Galileo Transformasi Lorentz Momentum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Angin bintang dapat difahami sebagai aliran materi/partikel-partikel

BAB I PENDAHULUAN. Angin bintang dapat difahami sebagai aliran materi/partikel-partikel BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Angin bintang dapat difahami sebagai aliran materi/partikel-partikel (plasma) dari permukaan atmosfer bintang dengan kecepatan cukup besar sehingga mampu melawan tarikan

Lebih terperinci

16 Mei 2017 Waktu: 120 menit

16 Mei 2017 Waktu: 120 menit OLIMPIADE NASIONAL MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PERGURUAN TINGGI 2017 (ONMIPA-PT) Tingkat Nasional Bidang Fisika: FISIKA MODERN & MEKANIKA KUANTUM (Tes 4) 16 Mei 2017 Waktu: 120 menit Petunjuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penelaahan gejala dan sifat berbagai sistem mikroskopik. Perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. penelaahan gejala dan sifat berbagai sistem mikroskopik. Perkembangan digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mekanika kuantum sudah lama dikenal sebagai ilmu dasar bagi penelaahan gejala dan sifat berbagai sistem mikroskopik. Perkembangan mekanika kuantum

Lebih terperinci

VI. Teori Kinetika Gas

VI. Teori Kinetika Gas VI. Teori Kinetika Gas 6.1. Pendahuluan dan Asumsi Dasar Subyek termodinamika berkaitan dengan kesimpulan yang dapat ditarik dari hukum-hukum eksperimen tertentu, dan memanfaatkan kesimpulan ini untuk

Lebih terperinci

KONDENSASI BOSE-EINSTEIN. Korespondensi Telp.: , Abstrak

KONDENSASI BOSE-EINSTEIN. Korespondensi Telp.: ,   Abstrak KONDENSASI BOSE-EINSTEIN Wipsar Sunu Brams Dwandaru Laboratorium Fisika Teori dan Komputasi, Jurusan Pendidikan Fisika, F MIPA UNY, Karangmalang, Yogyakarta, 55281 Korespondensi Telp.: 082160580833, Email:

Lebih terperinci

Skenario Randal-Sundrum dan Brane Bulk

Skenario Randal-Sundrum dan Brane Bulk Bab VI Skenario Randal-Sundrum dan Brane Bulk VI.1 Pendahuluan Bab ini bertujuan untuk menggeneralisasi hasil yang diperoleh untuk sistem dua buah brane, dengan memperluas skema perturbasi yang telah dibahas

Lebih terperinci

PERCOBAAN MILIKAN. Gaya gesek, gaya yang arahnya melawan gaya gravitasi, dalam hal ini sama dengan gaya Stokes. oil

PERCOBAAN MILIKAN. Gaya gesek, gaya yang arahnya melawan gaya gravitasi, dalam hal ini sama dengan gaya Stokes. oil PERCOBAAN MILIKAN A. TUJUAN PERCOBAAN 1. Menentukan jari-jari dan muatan listrik sebuah minyak.. Membuktikan bahwa muatan listrik terkuantisasi secara diskrit. B. PERALATAN 1. Sistem peralatan Milikan

Lebih terperinci

Listrik yang tidak mengalir dan perpindahan arusnya terbatas, fenomena kelistrikan dimana muatan listriknya tidak bergerak.

Listrik yang tidak mengalir dan perpindahan arusnya terbatas, fenomena kelistrikan dimana muatan listriknya tidak bergerak. LISTRIK STATIS Kata listrik berasal dari kata Yunani elektron yang berarti ambar. Ambar adalah suatu damar pohon yang telah membatu, dan jika digosok dengan kain wol akan diperoleh sifat yang dapat menarik

Lebih terperinci

ANALISIS SIMULASI GEJALA CHAOS PADA GERAK PENDULUM NONLINIER. Oleh: Supardi. Jurusan Pendidikan Fisika Universitas Negeri Yogyakarta

ANALISIS SIMULASI GEJALA CHAOS PADA GERAK PENDULUM NONLINIER. Oleh: Supardi. Jurusan Pendidikan Fisika Universitas Negeri Yogyakarta ANALISIS SIMULASI GEJALA CHAOS PADA GERAK PENDULUM NONLINIER Oleh: Supardi Jurusan Pendidikan Fisika Universitas Negeri Yogyakarta Penelitian tentang gejala chaos pada pendulum nonlinier telah dilakukan.

Lebih terperinci

LATIHAN UJIAN NASIONAL

LATIHAN UJIAN NASIONAL LATIHAN UJIAN NASIONAL 1. Seorang siswa menghitung luas suatu lempengan logam kecil berbentuk persegi panjang. Siswa tersebut menggunakan mistar untuk mengukur panjang lempengan dan menggunakan jangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang W. Baade dan F. Zwicky pada tahun 1934 berpendapat bahwa bintang neutron terbentuk dari ledakan besar (supernova) dari bintang-bintang besar akibat tekanan yang dihasilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (konsep-konsep fisika) klasik memerlukan revisi atau penyempurnaan. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. (konsep-konsep fisika) klasik memerlukan revisi atau penyempurnaan. Hal ini 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada akhir abad ke -19 dan awal abad ke -20, semakin jelas bahwa fisika (konsep-konsep fisika) klasik memerlukan revisi atau penyempurnaan. Hal ini disebabkan semakin

Lebih terperinci

MENGAPA ENERGI GELAP SANGAT RINGAN SEKALI. Ahmad Sudirman

MENGAPA ENERGI GELAP SANGAT RINGAN SEKALI. Ahmad Sudirman MENGAPA ENERGI GELAP SANGAT RINGAN SEKALI Ahmad Sudirman Pendidikan teknik CAD, CAM dan CNC (3CTEQ) STOCKHOLM, 9 Januari 2014 1 MENGAPA ENERGI GELAP SANGAT RINGAN SEKALI Copyright 2014 Ahmad Sudirman*

Lebih terperinci

FISIKA. Sesi TEORI ATOM A. TEORI ATOM DALTON B. TEORI ATOM THOMSON

FISIKA. Sesi TEORI ATOM A. TEORI ATOM DALTON B. TEORI ATOM THOMSON FISIKA KELAS XII IPA - KURIKULUM GABUNGAN 11 Sesi NGAN TEORI ATOM A. TEORI ATOM DALTON 1. Atom adalah bagian terkecil suatu unsur yang tidak dapat dibagi lagi.. Atom suatu unsur serupa semuanya, dan tak

Lebih terperinci

Muatan Listrik dan Hukum Coulomb

Muatan Listrik dan Hukum Coulomb Muatan Listrik dan Hukum Coulomb Apakah itu listrik? Listrik adalah salah satu bentuk energi. Energi adalah kemampuan untuk melakukan Usaha. Apakah itu Statis? Statis berarti diam, jadi listrik statis

Lebih terperinci

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (2013), Hal. 1-7 ISSN : Visualisasi Efek Relativistik Pada Gerak Planet

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (2013), Hal. 1-7 ISSN : Visualisasi Efek Relativistik Pada Gerak Planet PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (13), Hal. 1-7 ISSN : 337-8 Visualisasi Efek Relativistik Pada Gerak Planet Nurul Asri 1, Hasanuddin 1, Joko Sampurno 1, Azrul Azwar 1 1 Program Studi Fisika, FMIPA, Universitas

Lebih terperinci

Strategi Pengajaran Sains dengan Analogi Suatu Metode Alternatif Pengajaran Sains Sekolah

Strategi Pengajaran Sains dengan Analogi Suatu Metode Alternatif Pengajaran Sains Sekolah Strategi Pengajaran Sains dengan Analogi Suatu Metode Alternatif Pengajaran Sains Sekolah Tjipto Prastowo Jurusan Fisika, FMIPA Unesa email: t_prastowo@yahoo.com Abstrak Peran analogi sebagai salah satu

Lebih terperinci

I. Pendahuluan Listrik Magnet Listrik berkaitan dengan teknologi modern: komputer, motor dsb. Bukan hanya itu

I. Pendahuluan Listrik Magnet Listrik berkaitan dengan teknologi modern: komputer, motor dsb. Bukan hanya itu I. Pendahuluan Listrik Magnet Listrik berkaitan dengan teknologi modern: komputer, motor dsb. Bukan hanya itu 1 Muatan Listrik Contoh klassik: Penggaris digosok-gosok pada kain kering tarik-menarik dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Elektromagnetika merupakan cabang fisika yang menjadi tonggak munculnya teori-teori fisika modern dan banyak diterapkan dalam perkembangan teknologi saat ini,

Lebih terperinci

INTERAKSI RADIASI DENGAN MATERI NANIK DWI NURHAYATI,S.SI,M.SI

INTERAKSI RADIASI DENGAN MATERI NANIK DWI NURHAYATI,S.SI,M.SI INTERAKSI RADIASI DENGAN MATERI NANIK DWI NURHAYATI,S.SI,M.SI suatu emisi (pancaran) dan perambatan energi melalui materi atau ruang dalam bentuk gelombang elektromagnetik atau partikel 2 3 Peluruhan zat

Lebih terperinci

PERHITUNGAN PENAMPANG LINTANG DIFERENSIAL PROSES PRODUKSI HIPERON-SIGMA TAK BERMUATAN PADA HAMBURAN ELEKTRON-NETRON

PERHITUNGAN PENAMPANG LINTANG DIFERENSIAL PROSES PRODUKSI HIPERON-SIGMA TAK BERMUATAN PADA HAMBURAN ELEKTRON-NETRON PERHITUNGAN PENAMPANG LINTANG DIFERENSIAL PROSES PRODUKSI HIPERON-SIGMA TAK BERMUATAN PADA HAMBURAN ELEKTRON-NETRON TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister SIDIKRUBADI

Lebih terperinci

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN Mata Kuliah : Fisika Dasar 1 Kode/SKS : FIS 1 / 3 (2-3) Deskrisi : Mata Kuliah Fisika Dasar ini diberikan untuk mayor yang memerlukan dasar fisika yang kuat, sehingga

Lebih terperinci

Chap. 8 Gas Bose Ideal

Chap. 8 Gas Bose Ideal Chap. 8 Gas Bose Ideal Model: Gas Foton Foton adalah Boson yg tunduk kepada distribusi BE. Model: Foton memiliki frekuensi ω, rest mass=0, spin 1ħ Energi E=ħω dan potensial kimia =0 Momentum p = ħ k, dengan

Lebih terperinci

Laboratorium Fisika Dasar Jurusan Pendidikan Fisika FPMIPA UPI

Laboratorium Fisika Dasar Jurusan Pendidikan Fisika FPMIPA UPI 2. Sistem Osilasi Pegas A. Tujuan 1. Menentukan besar konstanta gaya pegas tunggal 2. Menentukan besar percepatan gravitasi bumi dengan sistem pegas 3. Menentukan konstanta gaya pegas gabungan (specnya)

Lebih terperinci