GAMBARAN KETENAGA KERJAAN PROPINSI BALI. Ir. SINAR INDRA Fakultas Pertanian Jurusan Sosial Ekonomi Universitas Sumatera Utara PENDAHULUAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "GAMBARAN KETENAGA KERJAAN PROPINSI BALI. Ir. SINAR INDRA Fakultas Pertanian Jurusan Sosial Ekonomi Universitas Sumatera Utara PENDAHULUAN"

Transkripsi

1 GAMBARAN KETENAGA KERJAAN PROPINSI BALI Ir. SINAR INDRA Fakultas Pertanian Jurusan Sosial Ekonomi Universitas Sumatera Utara PENDAHULUAN SDM (Human Resources) mengandung pengertian: SDM adalah usaha kerja untuk jasa yang dapat diberikan dalam proses produksi dalam hal ini, SDM merefleksikan adanya kualitas usaha yang diberikan oleh SDM, baik secara individu maupun kelompok pada waktu dan tempat tertentu dalam menghasilkan barang dan jasa. Pengertian waktu dapat dibedakan oleh shift sedangkan pengertian tempat dapat dibedakan atas jenis lapangan kerja. Waktu kerja untuk shift kerja memberikan konsekuensi-konsekuensi yang dapat berbeda-beda sesuai dengan sifat daripada waktu tertentu, maka berkaitan dengan tempat, lapangan kerja, jenis maupun lokasi sangat menentukan sistem pengupahan, tuntutan kualifikasi SDM dan biaya yang lain sebagai konsekuensi dari pada tempat dan jenis lapangan kerja. Contoh, sektor pertanian, perkebunan akan memberikan sistem pengupahan yang berbeda dengan sektor pertanian di lahan sawah irigasi. Kita harus dapat mengusahakan agar pemanfaatan SDM sehingga ekonomi optimal dalam proses menghasilkan barang dan jasa. Pendayagunan SDM dalam proses (menghasilkan barang) dipengaruhi oleh faktor: 1. Jumlah dan kualitas 2. Faktor dan kondisi yang berpengaruh terhadap perkembangan perekonomian yang secara otomatis berpengaruh kepada proses pembangunan SDM tersebut. Dengan demikian dari pendekatan ilmu ekonomi secara umum, ekonomi SDM membicarakan: 1. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyediaan dan ketersediaan tenaga kerja. 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan yang kuat. 3. Dasar kerja yang mempertemukan peluang kerja dan pencari kerja 4. Masalah yang timbul dari faktor 1,2,3 di atas. 5. Alternatif kebijakan yang diambil untuk memecahkan masalah-masalah tersebut. 6. Berbagai kebijakan yang berkaitan dengan UU, PP, dan lain-lain. 7. Sistem perekonomian nasional, regional dan internasional secara umum digitized by USU digital library 1

2 Pengertian TK untuk man power di Indonesia menggunakan pendekatan TK penduduk yang sudah untuk sedang bekerja. Yang sedang mencari kerja, melakukan kegiatan di sekolah dan mengurus RT. Pencari kerja sedang bersekolah dan mengurus RT walaupun sedang tidak bekerja diasumsikan fisik maupun dan sewaktu-waktu dapat ikut bekerja. Pengertian TK dan pendekatan umum berbeda-beda dari suatu negara ke negara lain dengan batas tahun diluar itu bukan TK. A.S menggunakan batas umur 14 tahun tanpa batas umur max, tahun 1967 batas umur diubah menjadi 16 tahun. Indonesia memilih 10 tahun tanpa batas umur max, berarti persentase bukan TK di Indonesia secara proporsional lebih kecil dibandingkan dengan India dan A.S. Pemilihan batas umur agar pendefinisian diberikan terhadap kelompok TK sedang bukan TK jelas akurat untuk Indonesia, pemilihan 10 tahun sebagai batas umur misalnya karena berdasarkan empiris di daerah pedesaan. Sudah banyak penduduk muda ikut bekerja dan mencari pekerjaan. BAB II 2002 digitized by USU digital library 2

3 GAMBARAN KETENAGAKERJAAN NASIONAL Berdasarkan hasil pencacahan penduduk tahun 1990, penduduk Indonesia pada tahun tersebut mencapai orang. Jumlah ini termasuk penduduk yang tidak bertempat tinggal secara tetap seperti tunawisma, awak kapal, penghuni rumah perahu, dan masyarakat terpencil yang jumlahnya diperkirakan sebanyak orang. Dengan demikian maka jumlah penduduk yang bertempat tinggal secara tetap yang dirinci menurut daerah tingkat I (propinsi) seperti di bawah ini adalah sejumlah orang. Dibandingkan dengan hasil Sensus Penduduk tahun 1980, dimana penduduk Indonesia berjumlah orang (tidak termasuk penduduk yang tidak bertempat tinggal tetap), maka dalam kurun waktu sepuluh tahun tersebut terdapat pertambahan penduduk sebanyak orang, rata-rata sejumlah orang per tahun. Ini berarti bahwa laju pertumbuhan rata-rata dalam periode adalah sebesar 1,89 persen per tahun. Persentase ini lebih rendah 0,34 persen bila dibandingkan dengan laju pertumbuhan pada dekade sebelumnya ( ) sebesar 2,32 persen per tahun. Pendataan Sensus Penduduk 1990 memperlihatkan pula, bahwa jumlah dan pertumbuhan penduduk di masing-masing daerah tingkat I cukup bervariasi mulai dari yang baru orang sampai berpenduduk orang dan dengan pertumbuhan penduduk dari 0,58 persen sampai 4,4 persen per tahun. Dari 27 daerah tingkat I di Indonesia terdapat tiga daerah yang mencatat pertumbuhan cukup tinggi yaitu 4 persen per tahun yakni Propinsi Kalimantan Timur sebesar 4,44 persen, Propinsi Bengkulu sebesar 4,38 persen dan Propinsi Riau 4,25 persen. Sementara itu terdapat pula beberapa daerah-daerah yang laju pertumbuhan penduduknya lebih rendah dari ratarata nasional seperti Propinsi Sumatera Barat 1,62 persen, Propinsi Jawa Tengah 1,18 persen, Propinsi Jawa Timur 1,08 persen, Propinsi Bali 1,08 persen, Propinsi Nusa Tenggara Timur 1,08 persen, Propinsi Sulawesi Utara 1,60 persen, Propinsi Sulawesi Selatan 1,43 persen dan Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 0,58 persen. (tabel 1) PERSEBARAN PENDUDUK Gambaran kependudukan Indonesia tahun 1990 memperlihatkan persebaran penduduk Indonesia sangat tidak merata. Terdapat sejumlah daerah yang penduduknya sangat padat dan ada pula sejumlah daerah yang berpenduduk jarang. Hal ini menyebabkan terdapatnya daerah-daerah yang menghadapi masalah kelebihan penduduk sementara sejumlah daerah lainnya kekurangan penduduk. Kendati demikian secara rata-rata nasional kepadatan penduduk Indonesia pada tahun 1990 masih cukup rendah yaitu 90 orang per kilometer persegi. Angka memang meningkat sebanyak 15 orang diimbangkan dengan kepadatan penduduk tahun 1980 yang baru mencapai 77 orang per kilometer persegi tetapi seperti dikemukakan di atas, persebaran penduduk 2002 digitized by USU digital library 3

4 yang tidak merata menyebabkan sejumlah daerah kepadatannya jauh diatas rata-rata rasional dan jumlah besar lainnya berada di bawah angka tersebut. Sebagai gambaran perbandingan dapat diambil tingkat kepadatan penduduk pada lima pulau besar Indonesia, yaitu Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Irian Jaya memperlihatkan perbedaan yang sangat mencolok antara satu pulau dengan pulau lainnya. Pulau Jawa misalnya termasuk pula sekitarnya yang secara administratip termasuk dalam wilayah propinsi-propinsi di pulau Jawa, pada tahun 1990 mempunyai penduduk orang atau 59,99 persen dari jumlah penduduk Indonesia. Pada hal luas daerah ini hanyalah kilometer persegi atau sekitar 6,69 persen dari luas daratan Indonesia. Ini berarti bahwa kepadatan penduduk di Pulau Jawa mencapai sekitar 825 orang per kilometer persegi. Pulau Sumatera yang luasnya kilometer (termasuk pulaupulaunya) atau kurang lebih 24,73 persen dari luas Indonesia berpenduduk orang atau 20 persen dari penduduk Indonesia. Tingkat kepadatan penduduk di wilayah ini di bawah rata-rata nasional yaitu 76 orang per kilometer persegi. Kalimantan dengan luas kilometer persegi atau 28 persen dari luas Indonesia pada tahun 1990 baru berpenduduk orang atau 5 persen dari jumlah seluruh penduduk dengan luas wilayahnya memperlihatkan bahwa kepadatan di pulau ini hanya 16 orang per kilometer persegi. Kepadatan penduduk di bawah rata-rata nasional juga tercatat bahwa rata-rata nasional juga tercatat di Pulau Sulawesi yang luasnya kilometer persegi atau sekitar 10 persen dari luas Indonesia. Tahun 1990 Sulawesi baru dihuni oleh sekitar orang atau 7 persen dari jumlah penduduk Indonesia, sehingga tingkat kepadatannya 64 jiwa per kilometer persegi. Dari kelima pulau tersebut yang paling rendah tingkat kepadatannya adalah Irian Jaya. Luas daerah ini kilometer persegi atau sekitar 21,5 persen dari luas Indonesia. Pada hal penduduk yang bertempat tinggal di sana pada tahun 1990 baru sejumlah orang atau 1 persen dari jumlah seluruh penduduk Indonesia. Dengan demikian pembagian rata-rata per kilometer persegi hanya 4 orang. Secara rinci perbandingan luas daerah dengan jumlah penduduk memperlihatkan bahwa ada 15 daerah tingkat I yang kepadatan penduduknya masih berada di bawah rata-rata nasional. Daerah-daerah itu adalah Propinsi Aceh, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Nusa Tenggara Timur, Timor Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Maluku dan Irian Jaya. Gambaran untuk 27 daerah tingkat I menunjukkan bahwa selain DKI Jakarta yang tingkat kepadatannya mencapai orang per kilometer persegi, daerah tingkat I yang memiliki kepadatan penduduk cukup tinggi DI Yogyakarta 927 orang perkilometer persegi. Jawa Barat 801 orang perkilometer persegi, Jawa Timur 678 orang per kilometer persegi, dan Bali 493 orang per kilometer persegi. Sementara masih sangat kekurangan penduduk atau tingkat kepadatannya rendah selain Irian Jaya 4 orang per kilometer persegi adalah Kalimantan Tengah 9 orang per kilometer persegi Kalimantan Timur 9 per kilometer persegi Kalimantan Barat 22 orang per kilometer persegi, dan Maluku 22 orang per kilometer persegi. (tabel 2) digitized by USU digital library 4

5 Persebaran penduduk menurut daerah tempat tinggal tahun 1990 menunjukkan bahwa dari orang penduduk Indonesia, yang bertempat tinggal di daerah kota adalah sebanyak orang atau sekitar 30,93 persen dan sejumlah orang atau 69,07 persen di daerah pedesaan. Gambaran bahwa jumlah penduduk pedesaan jauh lebih tinggi dari penduduk pedesaan jauh lebih tinggi dari penduduk kota memang sudah terjadi sejak pencacahan penduduk dilakukan pada tahun Keadaan tahun 1990 dibandingkan dengan tahun 1980 menunjukkan bahwa perbandingan pertumbuhan penduduk dari dua daerah tempat tinggal tersebut cukup besar. Pada tahun 1980 dari jumlah penduduk orang, yang bermukim di daerah kota tercatat orang atau 22,29 persen dan di daerah pedesaan orang atau 77,71 persen. Periode memperlihatkan bahwa pertumbuhan penduduk di daerah kota mencapai sebesar 5,36 persen yaitu dari orang menjadi orang. Sementara itu pertumbuhan di daerah pedesaan relatif rendah yakni 0,79 persen yaitu dari orang menjadi orang. Dari gambaran di atas dapat diketahui bahwa dalam kurun waktu sepuluh tahun tersebut jumlah penduduk yang bertempat tinggal di daerah kota meningkat sebanyak orang, rata-rata sebanyak ,7 orang per tahun. Di satu pihak kenaikan penduduk daerah kota mencerminkan bertumbuhnya wilayah-wilayah tersebut sebagai pusat pertumbuhan ekonomi yang menarik migran masuk. Di lain pihak kenaikan memang dapat juga terjadi karena adanya perubahan status dari status daerah pedesaan menjadi daerah kota. Walaupun demikian secara umum berlaku bahwa kenaikan angka persentase penduduk kota memberi arti semakin tahun kian banyak penduduk yang dapat menikmati fasilitas-fasilitas perkotaan seperti jalan, aspal, rumah sakit, penerangan listrik, sarana hiburan dan sebagainya. Propinsi-propinsi yang termasuk tinggi persentase penduduk perkotaannya dan diatas rata-rata nasional yang sebesar 30,93 persen, selain DKI Jakarta adalah Kalimantan Timur 48,82 persen, DI Yogyakarta 44,44 persen, Sumatera Utara 35,49 persen, Jawa Barat 34,51 persen, dan Riau 31,74 persen. Persentase pertumbuhan penduduk kota untuk periode , Lampung 12,47-12,45 persen, DKI Jakarta 93, persen, Jawa Barat 21,02-34,51 persen, Jawa Tengah 18,75-26,99 persen, DI Yogyakarta 22,08-44,44 persen, Jawa Timur 19,61-27,48 persen, Bali 14,71-26,44 persen, Nusa Tenggara Barat 14,08-17,28 persen, Nusa Tenggara Timur 7,51-11,40 persen, Timor Timur 8-7,81 persen, Kalimantan Barat 16,78-19,96 persen, Kalimantan Tengah 10,30-17,57 persen, Kalimantan Selatan 21,37-27,09 persen, Kalimantan Timur 39,95-48,82 persen, Sulawesi Utara 16,77-22,81 persen, Sulawesi Tengah 8,99-16,44 persen, Sulawesi Selatan 18,09-24,15 persen, Sulawesi Tenggara 9,35-17,02 persen, Maluku 10,86-19,04 persen, dan Irian Jaya 21,43-24,15 persen. Komposisi penduduk menurut jenis kelamin menunjukkan bahwa dari orang penduduk Indonesia yang bertempat tinggal tetap sejumlah orang atau 55,12 persen penduduk perempuan. Perbandingan penduduk laki-laki dengan penduduk perempuan atau yang dikenal dengan rasio jenis kelamin menunjukkan angka 99,4 penduduk lakilaki terdapat 100 penduduk perempuan. Dengan perkataan lain penduduk Indonesia sedikit lebih banyak perempuan daripada laki-laki. Komposisi 2002 digitized by USU digital library 5

6 penduduk menurut jenis kelamin bervariasi antara satu danlain daerah tingkat I. Terdapat 16 propinsi yang menunjukkan angka di atas 100 atau lebih banyak penduduk laki-laki yakni Propinsi Aceh, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung, DKI Jakarta, Jawa Barat, Timor Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Maluku dan Irian Jaya. Pada umumnya daerah-daerah yang penduduknya lebih banyak laki-laki adalah daerah yang menjadi tujuan migrasi. Sebelas propinsi lainnya mempunyai rasio jenis kelamin dibawah angka 100 yang artinya penduduk perempuan lebih banyak daripada penduduk laki-laki. Sementara itu komposisi atau struktur penduduk Indonesia dilihat dari segi umur menunjukkan bentuk piramida yakni bagian terbesar berada pada umur-umur muda yang kemudian mengecil sejalan dengan bertambahnya umur. Keadaan ini memang mencerminkan keadaan sebagaimana umumnya di negara-negara berkembang. Struktur umur seperti itu sebenarnya menunjukkan struktur umur ekspansir dalam arti jumlah penduduk di masa mendatang akan terus bertambah secara cepat. Pendataan proyeksi penduduk 1990 memperlihatkan bahwa jumlah penduduk usia muda yang belum produktif yaitu berumur kurang dari 13 tahun pada tahun 1990 diperkirakan sekira 66,5 juta atau sekitar 36,4 persen dari jumlah penduduk. Kemudian jumlah penduduk usia produktif yaitu antara 15 sampai 64 tahun adalah 109,2 juta atau 59,7 persen dan penduduk usia lanjut yang tidak produktif yaitu di atas 65 tahun sebanyak 7,1 juta atau 3,9 persen. Komposisi penduduk yang sebagian besarnya berada pada umur muda tersebut memberi indikasi bahwa pada masa mendatang anggaran untuk pembangunan sarana pelayanan sosial (social overhead cost) seperti pembangunan sarana pendidikan dan kesehatan bagi penduduk yang belum produktif masih akan sangat besar. Selain itu angka beban tanggungan juga cukup tinggi, walaupun terlihat kecenderungan menurut yaitu dari 73 pada tahun Angka-angka memberi arti bahwa setiap 100 orang penduduk produktif (umur tahun) harus menanggung 61 orang anak (umur 0-14 tahun). Angka-angka ini juga menunjukkan bahwa pertumbuhan penduduk dari kelahiran cenderung terus menurun. Berbeda dengan ketergantungan anak, angka ketergantungan orang tua cenderung terus naik dari 6 orang pada tahun 1980 menjadi 7 tahun Ini juga menggambarkan bahwa pelayanan terhadap penduduk lanjut usia baik oleh pemerintah maupun oleh masyarakat akan terus meningkat. (tabel 4). KOMPONEN PERTUMBUHAN PENDUDUK Penduduk di suatu negara atau wilayah pada umumnya jumlahnya terus berubah. Hal ini karena terjadinya peristiwa kelahiran, kematian, dan perpindahan penduduk. Ketiga faktor tersebut di atas disebut komponen pertumbuhan penduduk. Kelahiran, ukuran angka kelahiran yang paling populer dan sederhana adalah angka kelahiran kasa (CBR) yang menunjukkan besarnya angka kelahiran per penduduk. Ukuran ini sebenarnya masih sangat kasar, yang antara lain karena dua hal yakni yang pertama tidak semua penduduk, tetapi hanya wanita-wanita yang melhairkan dan kedua wanita yang bisa melahirkan adalah mereka yang berada pada usia subur, 2002 digitized by USU digital library 6

7 yaitu berumur sekitar tahun. Dengan perkataan lain, pembagi dari angka kelahiran seharusnya tidak seluruh penduduk seperti yang tercermin dari angka kelahiran kasar tersebut. Karena itulah untuk mengamati tingkat kelahiran lebih sering dipakai ukuran yang lebih halus yaitu Angka Kelahiran Total (TFR). Angka kelahiran toral merupakan indeks yang menunjukkan ratarata banyaknya bayi yang dilahirkan oleh wanita selama usia suburnya. Untuk Indonesia angka kelahiran total memperlihatkan tendensi menurun dari waktu ke waktu. Data Survei Antar Sensus-SUPAS f1985 mencacat bahwa dalam kurun waktu , angka kelahiran total (TFR) adalah Ini berarti bahwa setiap wanita diperkirakan melahirkan jika mereka hidup terus selama masa reproduksinya. Dibandingkan dengan periode sebelumnya ( ) angka ini menunjukkan penurunan yang cukup berarti. Tahun angka kelahiran total menunjukkan Menurunnya angka kelahiran ini memang disebabkan oleh berbagai faktor, tetapi yang dianggap dominan adalah kesertaan pasangan usia subur (PUS) dalam Program Keluarga Berencana dan umur perkawinan wanita. Untuk Indonesia Prevalensi KB dalam tahun 1991 mencapai 49,7 persen dan umur perkawinan wanitanya yang tercermin dari median umur perkawinan cukup tinggi yaitu 21 tahun. (tabel 5). Kematian: Ukuran tingkat kematian yang paling populer dipergunakan adalah angka kematian kasar (CDR) yang menunjukkan perbandingan banyaknya penduduk yang meninggal dengan jumlah penduduk dalam periode tertentu misalnya satu tahun. Tetapi ukuran ini sebenarnya tidak menunjukkan angka kematian berbeda menurut umur dan jenis kelamin. Selain itu masih besar kemungkinan bahwa tidak semua kematian dicatat atau didata. Karena itu indikator yang dipergunakan adalah angka kematian bayi dan angka harapan hidup. Data-data menunjukkan bahwa angka kematian bayi per kelahiran pada tahun 1985 adalah 78 untuk bayi laki-laki dan 64 untuk bayi perempuan. Angka ini menurun dibandingkan dengan dengan tahun 1980, dimana angkanya 117 u ntuk laki-laki dan 88 untuk perempuan, dari gambaran di atas dapat dilihat bahwa meskipun angka kematian bayi masih cukup tinggi tetapi selisihnya dengan angka kelahiran masih cukup besar. Sementara itu angka harapan hidup di Indonesia terus meningkat yakni dari 5 24 pada tahun 1980 menjadi 59,7 pada tahun Angka-angka ini menunjukkan bahwa harapan hidup bagi seorang bayi dapat hidup 52,4 tahun maka pada tahun 1985 meningkat menjadi 59,7 tahun. Kenaikan angka harapan hidup berlaku untuk laki-laki dan perempuan, dan ini berarti bahwa tingkat kesejahteraan dan pelayanan kesehatan semakin baik. Migrasi: Migrasi merupakan komponen penambahan penduduk yang paling sulit diukur tingkatnya. Kendati demikian dapat dipastikan bahwa pengaruh komponen ini tidaklah sebesar pengaruh kedua komponen lainnya yaitu tingkat kelahiran dan tingkat kematian. Indikator migrasi kasar menggambarkan secara kasar mobilitas penduduk yang merupakan perbandingan antara penduduk yang migran yaitu penduduk yang lahir atau tinggal di Indonesia selama lima tahun yang lalu dengan penduduk nonmigran atau penduduk yang tidak pernah pindah. Menggunakan ukuran itu, maka akan terlihat bahwa angka migrasi masuk ke Indonesia masih cukup tinggi. Pada tahun 1985 misalnya, dari penduduk Indonesia sebanyak 78 orang bukan kelahiran Indonesia (migran semasa hidup) 17 orang bertempat tinggal di luar Indonesia lima tahun sebelumnya (migran 2002 digitized by USU digital library 7

8 baru). Meskipun angka-angka ini masih cukup tinggi, namun tidak menjadikan sebagai komponen utama pertumbuhan penduduk, karena komponen utamanya adalah komponen alamiah yakni selisih antara angka kelahiran dengan angka kematian. RATA-RATA JUMLAH ANGGOTA RUMAH TANGGA Sensus penduduk 1990 memperlihatkan bahwa orang penduduk Indonesia, terhimpun dalam rumah tangga atau secara rata-rata setiap setiap rumah tanggal mempunyai 4,5 orang anggota. Angka ini lebih rendah bila dibandingkan dengan sensus penduduk 1980 dimana pada waktu itu dari orang penduduk terhimpun dalam rumah tangga atau rata-rata setiap rumah tangga beranggotakan 4,9 orang. Rata-rata anggota rumah tangga di daerah kota dan desa cukup berbeda yakni 4,7 orang untuk penduduk daerah kota dan 4,4 untuk penduduk di pedesaan. Jumlah penduduk di daerah kota sebanyak orang terhimpun dalam rumah tangga sedangkan jumlah penduduk pedesaan orang terhimpun dalam rumah tangga. Pendataan menunjukkan bahwa hanya 5 daerah tingkat I saja yang anggotanya per rumah tangga di bawah rata-rata nasional yakni di bawah rata-rata nasional yakni dibawah 4,5 orang. Ketujuh propinsi itu adalah Propinsi Jawa Barat 4,3 orang, Jawa Tengah 4,4 orang, DI Yogyakarta 4,0 orang, Jawa Timur 4,2 orang, Nusa Tenggara Barat 4,4 orang, dan Kalimantan Selatan 4,3 orang. Dua puluh satu propinsi lainnya jumlah anggota untuk setiap rumah tangga 4,5 orang ke atas yaitu Propinsi Aceh 4,9 orang, Sumatera Utara 5,1 orang, Sumatera Barat, 4,6 orang, Sumatera Selatan 5,0 orang, Bengkulu 4,7 orang, Kalimantan Barat 5,0 orang, Kalimantan Tengah 4,6 orang, Kalimantan Timur 4,7 orang, Sulawesi Utara 4,5 orang, Sulawesi Tengah 4,9 orang, Sulawesi Selatan 5,0 orang, Sulawesi Tenggara 5,1 orang, Bali 4,6 orang, Nusa Tenggara Timur 5,3 orang, Timor Timur 5,0 orang, Maluku 5,4 orang, dan Irian Jaya 4,9 orang. ANGKATAN KERJA Menggunakan pendekatan angkatan kerja (labor force approach), penduduk usia kerja yacitu penduduk yang berumur 10 tahun ke atas, dapat dibagi dalam dua golongan besar yaitu: angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Yang termasuk golongan angkatan kerja adalah mereka yang bekerja atau mencari pekerjaan dan yang termasuk golongan bukan angkatan kerja adalah penduduk usia kerja yang tidak termasuk ke dalam golongan sebelumnya, seperti mereka yang kegiatan sehari-harinya bersekolah, mengurus rumah tangga, cacat, jompo dan lainnya. Persentase penduduk usia kerja yang tergolong ke dalam angkatan kerja dikenal dengan istilah Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK). Untuk Indonesia angka TPAK pada tahun 1989 adalah 57,8 persen. Angka ini sebenarnya tergolong rendah mengingat 2002 digitized by USU digital library 8

9 "kurang mantapnya" definisi yang digunakan. Menurut definisi itu seseorang yang melakukan kegiatan dengan mendapat upah hanya dalam satu jam seminggu, sudah dianggap bekerja. BAB III GAMBARAN KETENAGAKERJAAN PROPINSI BALI Penduduk Daerah Tingkat I Bali pada tahun 1990 berjumlah sekitar 2,8 juta jiwa yang tersebar secara tidak merata di delapan daerah tingkat II. Populasinya bervariasi dari hanya sekitar 151 untuk Kabupaten Klungkung 2002 digitized by USU digital library 9

10 sampai 663 ribu untuk Kabupaten Bandung. Demikian pula laju pertumbuhan penduduk di semua daerah tingkat II itu bervariasi dalam dua dekade terakhir ini. Dalam kurun , Kabupaten Bandung mencatat pertumbuhan yang peling cepat, yaitu 2,78 persen per tahunnya, sementara Kabupaten Klungkung paling lambat pertumbuhannya, yaitu 0,12 persen. Secara keseluruhan pertumbuhan penduduk Propinsi Bali dalam kurun hanya 1,18 persen. Kenyataan ini tidak terlepas dari keberhasilan Program Keluarga Berencana (KB) di propinsi itu. Sebagian besar penduduk Bali tinggal di daerah pedesaan, Persentase penduduk yang tinggal di daerah perkotaan pada tahun 1980 baru sekitar 15 persen, tetapi 10 tahun kemudian yaitu pada tahun 1990, angka ini meningkat hampir dua kali lipat, yaitu menjadi 26 persen. (Persentase tahun 1971 tidak dapat dibandingkan karenanya adanya perbedaan konsep kota yang dipakai.). Persentase penduduk kota di setiap daerah tingkat II bervariasi dari yang hanya sekitar delapan persen untuk Kabupaten Karang Asem sampai 59 persen untuk Kabupaten Bandung, tidaklah mengherankan mengingat daerah tingkat II itu merupakan pusat kegiatan pemerintahan, perdagangan, dan pariwisata Propinsi Bali. Yang menarik adalah pesatnya perkembangan kota untuk daerahdaerah tingkat II lainnya terutama untuk Tabanan, Gianyar, dan Klungkung. Peningkatan persentase penduduk kota-kota ini lebih dari dua kali lipat dalam dekade terakhir. Keadaan ini telah menuntut perhatian sepantasnya dari pemerintah daerah setempat. (tabel 1). Penduduk Bali masih tergolong penduduk muda walaupun dalam skala nasional tergolong tua. Struktur umur penduduknya masih tercerminkan struktur umur penduduk negara-negara berkembang yaitu berbentuk piramid: besar pada kelompok umur muda terus mengecil pada kelompok-kelompok umur yang lebih tua. (tabel 2). Tabel I Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk Menurut Daerah Tingkat II Daerah Jumlah Penduduk Laju Pertumbuhan Tingat II Penduduk (%) Jembrana ,60 Tabanan ,19 Bandung ,78 Gianyar ,96 Klungkung ,12 Bangli ,88 Karang Asem ,89 Buleleng ,04 Jumlah ,18 Sumber: 1990, Penduduk Indonesia, BPS digitized by USU digital library 10

11 Tabel 2 Struktur Umur Penduduk 1971, 1980 & 1990 Umur 1977 (000) 1980 (000) 1990 (000) Jumlah Persentase penduduk anakanak, dewasa dan orang tua (5) Angka ketergantungan anak (%) Angka ketergantungan orang tua (%) Sumber: 1971, Sensus Penduduk Seri E 1980, Sensus Penduduk Seri S 1990, Proyeksi Penduduk, Seri Nupas No. 34. Pada tahun 1990, persentase penduduk yang tergolong anak-anak, berumur kurang dari 15 tahun, masih sekitar 31 persen. Di lain pihak penduduk lanjut usia persentasenya masih sangat rendah yaitu sekitar lima persen. Dibandingkan dengan keadaan sebelumnya, persentase penduduk anak-anak sudah jauh lebih kecil. Pada tahun 1971 misalnya, angkanya masih di atas 40 persen. Kecenderungan ini antara lain disebabkan oleh turunnya angka kelahiran penduduk di propinsi itu. Struktur umum penduduk secara sederhana tercermin dari angka beban tanggung yang harus dipikul oleh penduduk usia produktif. Pada tahun 1990, angka ketergantungan anak masih mendekati 48, sementara angka ketergantungan lanjut usia yaitu delapan. Angka-angka itu menunjukkan bahwa setiap 100 orang penduduk, pada usia produktif harus menanggung beban sebanyak 48 orang anak-anak dan delapan orang lanjut usia. Kenyataan digitized by USU digital library 11

12 ini secara keseluruhan menunjukkan masih besarnya beban sosial yang harus dipikul oleh daerah itu. Komponen pertumbuhan penduduk: Penduduk suatu negara atau wilayah biasanya berubah jumlahnya setiap kurun waktu karena terjadinya peristiwa kelahiran, kematian dan perpindahan penduduk (migrasi). Jika perpindahan penduduk tidak besar jumlahnya maka pertumbuhan penduduk semata-mata terjadi karena selisih angka kelahiran dan kematian. Jika selisih itu positif maka jumlah penduduk akan bertambah, suatu keadaan yang ditemukan oleh negara-negara berkembang Sebaliknya jika selisih itu negatif, maka jumlah penduduk akan berkurantg seperti yang ditemukan di beberapa negara maju di Eropa. Bagi Propinsi bali, seperti halnya semua propinsi di Indonesia, komponen pertumbuhan penduduk yang paling penting adalah kelahiran dan kematian. Pertambahan jumlah penduduk terjadi karena angka kelahiran di propinsi itu masih lebih tinggi dari angka kematian. Walaupun demikian, angka kelahiran dan kematian propinsi itu sudah tergolong rendah dibandingkan dengan propinsi-propinsi lainnya di Indonesia. Kelahiran: Seberapa rendah angka kelahiran di Bali terlihat dari kelahiran totalnya (TFR) yang dalam kurun hanya 2,5 per wanita dibandingkan dengan angka untuk nasional yang masih sekitar 3,3. Angka ini menunjukkan bahwa dalam kurun wanita Bali secara rata-rata hanya melahirkan 2,5 anak selama masa reproduksinya (15-49). Suatu angka yang tergolong rendah dan bahkan demikian dalam standard internasional. Sebagai gambaran, penduduk tanpa pertumbuhan (zero population growth) di suatu wilayah akan tercapai jika angka kelahiran total sekitar 2,0. Artinya setiap wanita di wanita di daerah itu hanya melahirkan seorang bayi wanita di (yang nantinya akan menggantikan fungsi ayah) Melihat kenyataan angka kelahiran total untuk Bali mendekati angka 2,0 besar harapan dalam waktu yang tidak terlalu lama penduduk tanpa pertumbuhan di propinsi ini akan tercapai. Relatif rendahnya angka kelahiran di Bali berkaitan erat terutama dengan keberhasilan program Keluarga Berencana (KB) di propinsi itu. Angka sementara Survei Demografi dan kesehatan Indonesia (SDKI) menunjukkan bahwa sekitar 72 persen wanita yang berstatus kawin melaporkan memakai salah satu alat kontrasepsi dibandingkan dengan angka nasional yang sekitar 50 persen. Selain itu rendahnya angka kelahiran berkaitan pula dengan relatif tingginya umur perkawinan wanita di propinsi itu. Media umur perkawinannya pada tahun 1985 untuk wanita pada kelompok umur tahun adalah 22,3 tahun dibandingkan dengan angka rata-rata nasional tahun 21,1 tahun pada periode yang sama. Kematian: Indikator yang disajikan untuk melihat tingkat kematian penduduk adalah tingkat kematian bayi dan angka harapan hidup. Kedua indikator itu lebih baik dibandingkan dengan angka kematian kasar (CDR) dalam hal mencerminkan tingkat kematian penduduk. Tingkat kematian bayi menunjukkan nilai kemungkinan atau probabilitas meninggal seorang bayi yang dilahirkan sebelum mencapai umur satu tahun. Indikator ini biasa dipakai bukan saya untuk melihat taraf kesehatan penduduk tetapi juga untuk melihat keberhasilan pembangunan secara keseluruhan dan dampaknya. Dengan perkataan lain angka kematian bayi dianggap sebagai resularate dari seluruh upaya pembangunan di seluruh sektor. Secara sempit angka kematian bayi mencerminkan taraf kesehatan ketersediaan air bersih dan kesehatan di dalam rumah. Sementara angka harapan hidup adalah suatu ukuran yang menunjukkan probabilitas berapa lama (tahun) bayi yang baru 2002 digitized by USU digital library 12

13 dilahirkan akan tetap hidup. Hal ini secara sempit dapat dianggap sebagai pencerminan dari kesehatan lingkungan di luar rumah. Menggunakan kedua indikator itu, tingkat kematian penduduk Bali, jauh lebih baik dari angka rata-rata nasional angka kematian bayinya lebih rendah dan angka harapan hidupnya lebih tinggi. (Lampiran tabel 3). Migrasi: Bagi Propinsi Bali, migrasi penduduk boleh dikatakan merupakan komponen pertumbuhan penduduk yang tidak begitu penting peranannya, dibandingkan dengan peran kedua komponen lainnya yaitu tingkat kelahiran dan tingkat kematian. Mobilitas penduduknya tidak begitu tinggi, walaupun propinsi itu tergolong padat, jauh lebih padat dari rata-rata nasional. Pada tahun 1985 secara rata-rata, 970 dari penduduk melaporkan belum pernah pindah dari Propinsi Bali. Sementara itu pada tahun yang sama tercatat hanya 9 dari penduduk yang merupakan migran dari luar Bali. ANGKATAN KERJA Menurut pendekatan angkatan kerja (labor force approach), penduduk usia kerja atau berumur di atas 10 tahun, dibagi dua golongan yakni golongan angkatan kerja dan golongan bukan angkatan kerja. Yang termasuk dalam angkatan kerja adalah mereka yang bekerja atau sedang mencari pekerjaan, sedangkan yang termasuk golongan bukan angkatan kerja adalah mereka yang kegiatannya hanya bersekolah, mengurus rumah tangga dan lainnya seperti pensiunan, jompo, cacat. Propinsi penduduk usia kerja yang tergolong angkatan kerja inilah yang dikenal dengan tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK). Untuk Bali secara keseluruhan pada tahun 1990 tercatat penduduk usia kerja (10=64 tahun) adalah orang. Dari jumlah itu yang termasuk angkatan kerja sebanyak orang dan bukan angkatan kerja orang. Angkatan kerja yang bekerja orang dan yang mencari pekerjaan orang. Data-data ini menggambarkan bahwa persentase bekerja terhadap angkatan kerja 98,35 persen dan persentase angkatan kerja terhadap penduduk usia kerja 68,48 persen. Angka 68,43 tersebut sebenarnya relatif rendah, mengingat sangat longgarnya defenisi kerja yang dipakai seseorang yang bekerja atau membantu bekerja satu jam saja dalam seminggu sudah dikategorikan sebagai bekerja. Selain itu mereka yang kegiatan utamanya sekolah atau mengurus rumah tangga tetap juga bekerja, dimasukkan sebagai pekerja dan bukan sekolah atau mengurus rumah tangga. Perbandingan antara daerah tempat tinggl menunjukkan bahwa tingkat partisipasi angkatan kerja di daerah pedesaan lebih tinggi daripada di kota. Dalam tahun 1990, TPAK untuk daerah pedesaan mencapai 64,47 persen sedangkan di daerah perkotaan 55,38 persen. Hal ini tidak mengherankan karena di daerah kota penduduk belasan tahun (jadi termasuk usia kerja) lebih banyak yang kegiatan utamanya hanya sekolah dari pada di pedesaan. Bantuan juga diberikan kepada para pengusaha kecil, perajin dan petani di pedesaan dengan pembentukan Lembaga Perkreditan Desa (LPD) mulai 2002 digitized by USU digital library 13

14 tahun 1984 yang merupakan unit operasional dari desa adat. LPD didirikan terutama untuk mendorong pembangunan ekonomi masyarakat desa melalui program tabungan masyarakat dan penyertaan modal pemerintah secara efektif. Lembaga ini memperoleh bantuan modal pokok dan peralatan rata-rata senilai dua juta rupiah per unit yang berasal dari sumber dana APBN dan APBD Tingkat I. Lembaga keuangan nonformal itu tumbuh pesat dari delapan unit pada tahun 1984 menjadi 264 unit pada Jumlah kredit yang disalurkan lembaga keuangan nonformal pedesaan ini meningkat pesat dari hanya Rp. 58,730 juta menjadi Rp. 2,519 milyar pada periode yang sama. Demikian pula, dari hasil pengerahan dana masyarakat melalui program tabungan, dapat dihimpun dana sebesar Rp. 1,297 milyar sampai akhir Pelita IV. Pada masa-masa mendatang, LPD akan ditumbuhkembangkan secara meluas di seluruh pedesaan di Propinsi Bali. Lembaga ini semakin dirasakan manfaatnya oleh masyarakat pedesaan terutama pada perajin dan pengusaha industri rumah tangga yang membutuhkan modal dengan prosedur pengurusan lebih cepat. Karena lokasi kantornya mudah dijangkau dan sebagian asetnya dimiliki oleh masyarakat setempat, kehadiran LPD segera memperoleh sambutan masyarakat desa. TENAGA KERJA Kondisi Ketenagakerjaan: Laju pertumbuhan penduduk di Propinsi Bali antara tercatat rata-rata 1,69 persen per tahun dan kemudian menurun menjadi 1,18 persen per tahun selama periode Tingkat pertumbuhan penduduk itu relatif lebih rendah dibanding dengan angka ratarata nasional yang sebesar 2,92 persen dan 1,97 persen dan selama periode tersebut. Sampai tahun 1990, jumlah penduduk usia kerja sebanyak orang dan orang diantaranya termasuk dalam angkatan kerja. Dari jumlah angkatan kerja tersebut, sebesar 98,83 persen ( orang) sudah bekerja dan sisanya orang dikategorikan aktif mencari pekerjaan. (tabel lampiran 38). Dari data-data tersebut diketahi Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) pada tahun 1990 adalah 68,43 persen dan angka beban tanggungan dependency ratio tenaga kerja adalah 56 persen. Dibanding keadaan tahun 1980, TPAK meningkat hampir 13 persen dan angka beban tangungan menurun 11,6 persen. Dengan kata lain, struktur ketenagakerjaan di Propinsi Bali ditandai kecenderungan positif yaitu menurunnya jumlah penduduk usia tidak produktif dan diikuti pula oleh pertambahan kesempatan kerja setiap tahun. Pertumbuhan angkatan kerja selama rata-rata 5,48 persen per tahun, sedangkan pertumbuhan kesempatan kerja pada periode yang sama mencapai 4,46 persen per tahun. Peningkatan kesempatan kerja relatif mampu mengimbangi pertumbuhan angkatan kerja, selain dapat menekan jumlah pengangguran terbuka (pencari kerja aktif) agar tetap pada tingkat yang rendah, juga mendorong kenaikan 2002 digitized by USU digital library 14

15 elastisitas kesempatan kerja. Dengan jumlah pencari kerja baru yang masuk ke pasar kerja rata-rata sebanyak 25 ribu orang atau kurang dari dua persen dari total angkatan kerja, persoalan ketenagakerjaan di daerah ini tidak telampau berat. Namun demikian, dari jumlah pencari kerja dan penempatan kerja selama terdapat petunjuk bahwa kelompok pengangguran terbuka banyak diisi oleh mereka yang berpendidikan SLTA dan perguruan tinggi. Kondisi ini menunjukkan adanya kecenderungan baru bahwa di masa-masa mendatang jumlah penganggur terdidik di daerah ini semakin tinggi. Di sisi lain, serupa dengan daerah lainnya di Indonesia, struktur ketenagakerjaan di daerah ini sebagian besar diwarnai oleh tenaga kerja dengan latar belakang pendidikan amat rendah. Sebanyak hampir 700 ribu angkatan kerja pada tahun 1990, tidak pernah sekolah, tidak tamat atau belum tamat Sekolah Dasar (SD) dan lebih dari 500 ribu angkatan kerja hanya berpendidikan SD. Ini berarti hampir 80 daerah ini mempunyai kualifikasi rendah dan tentunya juga menyulitkan usaha-usaha untuk meningkatkan produktivitas kerja dan usahanya. Esensi persolana ketenagakerjaan di Propinsi Bali dengan demikian secara sederhana dapat disimpulkan, yaitu merupakan gabungan antara semakin besarnya jumlah penganggur terdidik dan mayoritas tenaga kerja yang terserap justru berpendidikan rendah. Penyebaran dan pendayagunaan tenaga kerja: Ditinjau dari segi penyebaran tenaga kerja, struktur ketenagakerjaan di Bali masih timpang atau terlalu besar tergantung pada sektor pertanian. Pada tahun 1990, jumlah tenaga kerja yang terserap di sektor perdagangan, hotel dan restoran sebanyak orang (14,83 persen), sektor industri orang (13,33 persen), sektor jasa-jasa orang (9,78 persen), sektor konstruksi 64,182 orang (4,25 persen) sektor transportasi 32,623 orang (2,16 persen). Sedangkan sektor-sektor ekonomi gram umum dalam kaitan ini adalah pembentukan pusat informasi pasar kerja, pendidikan dan latihan guna memberi bekal bagi calon tenaga kerja yang hendak mencari pekerjaan atau berwiraswasta, pendayagunaan tenaga kerja melalui pola Antar kerja Antar Daerah (AKAD) dan Antar Kerja Antar Negara (AKAN). Jumlah tenaga kerja yang dididik dan dilatih melalui Balai Latihan Kerja (BLK) dan Kursus Latihan Kerja (KLK), instansi pemerintah atau swasta selama Pelita IV mencapai hampir 16 ribu orang, meningkat cukup besar dibandingkan hanya orang tenaga kerja pada Pelita III. Kemudian melalui mekanisme AKAD, rata-rata dikirimkan sebanyak 600 orang setiap tahun selama Pelita IV dan ditempatkan di daerah-daerah lain seperti di Pulau Seram, Irian Jaya, Timor Timur, Pulau Batam, dan Riau. Sedangkan melalui mekanisme AKAN, selama Pelita IV telah dikirimkan sebanyak 835 orang dan sebagian diantaranya dalam rangka misi kesenian untuk mempromosikan Bali ke negara-negara pengirim wisatawan potensial. Di masa mendatang, kegiatan seperti ini akan dikembangkan lebih besar dan lebih terarah lagi. Khusus untuk pencari kerja berpendidikan tinggi, sebagian disalurkan melalui program pengerahan Tenaga Kerja Sukarela Terdidik (TKST). Setelah 2002 digitized by USU digital library 15

16 dibekali dengan keterampilan dan pengetahuan, mereka diterjunkan sebagai tenaga penggerak pembangunan pedesaan dengan menjadi pengurus KUD, LKMD, penyuluh pertanian, motivator KB, dan sebagainya. Di daerah-daerah tertentu mempunyai jumlah penduduk setengah penganggur (bekerja kurang dari 35 jam per minggu) cukup tinggi, diterapkan program Padat Karya Gaya Baru (PKGB) untuk menciptakan lapangan kerja tambahan. Sasaran program ini adalah tenaga kerja di daerah-daerah minus yang tidak mempunyai cukup banyakj peluang untuk menyediakan lapangan kerja guna memberikan tambahan penghasilan bagi penduduknya. Walaupun sifatnya hanya temporer, tetapi PKGB cukup efektif sebagai cash program karena mampu memberikan pekerjaan sampingan bagi penduduk di daerah minus. Dari program ini, selama Pelita IV telah berhasil diserap kurang ebih 25 ribu orang atau rata-rata per tahun. Proyek PKGB akan terus dilanjutkan pada pelita-pelita berikutnya karena diperkirakan jumlah tenaga kerja setengah penganggur di daerah ini masih cukup besar. Dewasa ini, melalui Perencanaan Tenaga Kerja Daerah (PTKD) sedang disusun pedoman dan acuan tentang peta ketenagakerjaan berikut perkiraan pergeserannya di masa mendatang. Penelitian dan pendataan terus dilakukan dengan melibatkan seluruh instansi terkait. Tujuan pokoknya adalah menyediakan suatu konsep dan operasionalisasi yang cukup memadai untuk mengatasi persoalan ketenagakerjaan yang akan muncul di kemudian hari. Kesejahteraan dan Perlindungan Tenaga Kerja: Dalam rangka meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan pekerja di daerah ini, secara kontinu dilakukan pengawasan ketat atas pelaksanaan ketentuan pengupahan sesuai standrd upah minimum regional dan jaminan sosial lainnya. Setiap tahun standard upah tersebut diperbaharui sesuai dengan perubahan Kebutuhan Fisik Minimum (KFM) pekerja Secara umum, sampai akhir Pelita IV (tahun 1988), pelaksanaan atas ketentuan upah itu masih rendah yaitu rata-rata hanya mencapai separuh nilai KFM seorang pekerja dengan dua orang anak yang besarnya Rp per bulan. Upah pokok minimum dari berbagai jenis pekerjaan pada tahun itu berkisar antara Rp sampai Rp orang per hari. Pelaksanaan ketentuan upah minimum dipadukan dengan program jaminan sosial tenaga kerja. Melaui kepesertaan dalam program Asuransi Sosial Tenaga Kerja (Astek), perusahaan dan pekerja di daerah ini didorong untuk menghormati dan 2002 digitized by USU digital library 16

PERTUMBUHAN PENDUDUK 1. Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk Propinsi (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

PERTUMBUHAN PENDUDUK 1. Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk Propinsi (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) PERTUMBUHAN PENDUDUK 1. Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk Hasil proyeksi menunjukkan bahwa jumlah penduduk Indonesia selama dua puluh lima tahun mendatang terus meningkat yaitu dari 205,1 juta pada

Lebih terperinci

Antar Kerja Antar Daerah (AKAD)

Antar Kerja Antar Daerah (AKAD) Antar Kerja Antar Daerah (AKAD) Konsep Antar Kerja Antar Daerah (AKAD) merujuk pada mobilitas pekerja antar wilayah administrasi dengan syarat pekerja melakukan pulang pergi seminggu sekali atau sebulan

Lebih terperinci

MASALAH KEPENDUDUKAN DI NEGARA INDONESIA. Sri Rahayu Sanusi,SKM,Mkes. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

MASALAH KEPENDUDUKAN DI NEGARA INDONESIA. Sri Rahayu Sanusi,SKM,Mkes. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara MASALAH KEPENDUDUKAN DI NEGARA INDONESIA Sri Rahayu Sanusi,SKM,Mkes. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara 1.PENDAHULUAN Dari hasil sensus penduduk tahun 1990 jumlah penduduk Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Padahal sumber data penduduk yang tersedia hanya secara periodik, yaitu Sensus Penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Padahal sumber data penduduk yang tersedia hanya secara periodik, yaitu Sensus Penduduk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Para pemakai data kependudukan, khususnya para perencana, pengambil kebijaksanaan, dan peneliti sangat membutuhkan data penduduk yang berkesinambungan dari tahun ke

Lebih terperinci

GAMBARAN KETENAGAKERJAAN PROPINSI JAMBI. IR. SINAR INDRA KESUMA Fakultas Pertanian Jurusan Sosial Ekonomi Universitas sumatera Utara I.

GAMBARAN KETENAGAKERJAAN PROPINSI JAMBI. IR. SINAR INDRA KESUMA Fakultas Pertanian Jurusan Sosial Ekonomi Universitas sumatera Utara I. GAMBARAN KETENAGAKERJAAN PROPINSI JAMBI IR. SINAR INDRA KESUMA Fakultas Pertanian Jurusan Sosial Ekonomi Universitas sumatera Utara I. PENDAHULUAN Sumber daya manusia atau human resources mengandung dua

Lebih terperinci

. Keberhasilan manajemen data dan informasi kependudukan yang memadai, akurat, lengkap, dan selalu termutakhirkan.

. Keberhasilan manajemen data dan informasi kependudukan yang memadai, akurat, lengkap, dan selalu termutakhirkan. S ensus Penduduk, merupakan bagian terpadu dari upaya kita bersama untuk mewujudkan visi besar pembangunan 2010-2014 yakni, Terwujudnya Indonesia yang Sejahtera, Demokratis dan Berkeadilan. Keberhasilan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perempuan Indonesia memiliki peranan dan kedudukan sangat penting sepanjang perjalanan sejarah. Kiprah perempuan di atas panggung sejarah tidak diragukan lagi. Pada tahun

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Profil Penduduk Lanjut Usia 2009

KATA PENGANTAR. Profil Penduduk Lanjut Usia 2009 25 KATA PENGANTAR Struktur penduduk dunia termasuk Indonesia saat ini menuju proses penuaan yang ditandai dengan meningkatnya jumlah dan proporsi penduduk lanjut usia. Meningkatnya jumlah penduduk lanjut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. cepat dimasa yang akan datang terutama di negara-negara berkembang.

BAB 1 PENDAHULUAN. cepat dimasa yang akan datang terutama di negara-negara berkembang. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertumbuhan penduduk lanjut usia (lansia) diprediksikan akan meningkat cepat dimasa yang akan datang terutama di negara-negara berkembang. Indonesia sebagai

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu negara. Pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami perubahan yang cukup berfluktuatif. Pada

Lebih terperinci

TANTANGAN MEWUJUDKAN BONUS DEMOGRAFI DI PROVINSI BENGKULU

TANTANGAN MEWUJUDKAN BONUS DEMOGRAFI DI PROVINSI BENGKULU TANTANGAN MEWUJUDKAN BONUS DEMOGRAFI DI PROVINSI BENGKULU irdsall, Kelley dan Sinding eds (2001), tokoh aliran Revisionis dalam masalah demografi membawa pemikiran adanya hubungan antara perkembangan penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perhatian terhadap penduduk terutama jumlah, struktur dan pertumbuhan dari waktu ke waktu selalu berubah. Pada zaman Yunani dan Romawi kuno aspek jumlah penduduk sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan penduduk Indonesia saat ini diperkirakan sekitar 1,2

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan penduduk Indonesia saat ini diperkirakan sekitar 1,2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertambahan penduduk Indonesia saat ini diperkirakan sekitar 1,2 persen dari jumlah penduduk atau sekitar 2,5 sampai 3 juta orang per tahun (Nehen, 2010:96).

Lebih terperinci

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT NUSA TENGGARA TIMUR 2014

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT NUSA TENGGARA TIMUR 2014 12 IndikatorKesejahteraanRakyat,2013 INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT NUSA TENGGARA TIMUR 2014 No. ISSN : 0854-9494 No. Publikasi : 53522.1002 No. Katalog : 4102004 Ukuran Buku Jumlah Halaman N a s k a

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan 4 GAMBARAN UMUM 4.1 Kinerja Fiskal Daerah Kinerja fiskal yang dibahas dalam penelitian ini adalah tentang penerimaan dan pengeluaran pemerintah daerah, yang digambarkan dalam APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK Keadaan Ketenagakerjaan Indonesia Agustus 2017 No. 103/11/Th. XX, 06 November 2017 BERITA RESMI STATISTIK Keadaan Ketenagakerjaan Indonesia Agustus 2017 A. KEADAAN KETENAGAKERJAAN Agustus 2017: Tingkat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur Provinsi Kalimantan Timur terletak pada 113 0 44-119 0 00 BT dan 4 0 24 LU-2 0 25 LS. Kalimantan Timur merupakan

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI BALI AGUSTUS 2011

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI BALI AGUSTUS 2011 No. 60/11/51/Th. V, 7 Nopember 2011 KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI BALI AGUSTUS 2011 Berdasarkan hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) 2011, tercatat sebanyak 2.952,55 ribu penduduk usia kerja,

Lebih terperinci

Universitas Gadjah Mada

Universitas Gadjah Mada Minggu ke 4 Determinan, Kondisi, Perkembangan Fertilitas di Indonesia Selama periode 1967-1999, tren fertilitas di Indonesia menunjukkan kecenderungan penurunan. Penurunan cepat terjadi selama periode

Lebih terperinci

DINAMIKA PEREKONOMIAN LAMPUNG

DINAMIKA PEREKONOMIAN LAMPUNG IV. DINAMIKA PEREKONOMIAN LAMPUNG 4.1. Provinsi Lampung 4.1.1. Gambaran Umum Provinsi Lampung meliputi wilayah seluas 35.288,35 kilometer persegi, membentang di ujung selatan pulau Sumatera, termasuk pulau-pulau

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa : 1. Indikasi adanya ledakan penduduk di Indonesia yang ditunjukkan beberapa indikator demografi menjadikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Distribusi penduduk yang tidak merata di Indonesia telah terjadi jauh sebelum masa penjajahan Belanda, dimana penduduk terkonsentrasi di Pulau Jawa dan Bali. Hasil

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PROVINSI BENGKULU MARET 2016 MULAI MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PROVINSI BENGKULU MARET 2016 MULAI MENURUN No.54/09/17/I, 1 September 2016 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PROVINSI BENGKULU MARET 2016 MULAI MENURUN GINI RATIO PADA MARET 2016 SEBESAR 0,357 Daerah Perkotaan 0,385 dan Perdesaan 0,302 Pada

Lebih terperinci

TIGA PULUH DUA TAHUN PERJALANAN PROGRAM KELUARGA BERENCANA NASIONAL DI PROPINSI BENGKULU (1972 SAMPAI DENGAN 2010)

TIGA PULUH DUA TAHUN PERJALANAN PROGRAM KELUARGA BERENCANA NASIONAL DI PROPINSI BENGKULU (1972 SAMPAI DENGAN 2010) TIGA PULUH DUA TAHUN PERJALANAN PROGRAM KELUARGA BERENCANA NASIONAL DI PROPINSI BENGKULU (1972 SAMPAI DENGAN 2010) BAB I. PENDAHULUAN I. Latar Belakang Penduduk sebagai modal dasar dan faktor dominan pembangunan

Lebih terperinci

V. DESKRIPSI PERKEMBANGAN MIGRASI, PASAR KERJA DAN PEREKONOMIAN INDONESIA. penting untuk diteliti secara khusus karena adanya kepadatan dan distribusi

V. DESKRIPSI PERKEMBANGAN MIGRASI, PASAR KERJA DAN PEREKONOMIAN INDONESIA. penting untuk diteliti secara khusus karena adanya kepadatan dan distribusi 131 V. DESKRIPSI PERKEMBANGAN MIGRASI, PASAR KERJA DAN PEREKONOMIAN INDONESIA 5.1. Migrasi Internal Migrasi merupakan salah satu faktor dari tiga faktor dasar yang mempengaruhi pertumbuhan penduduk. Peninjauan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada kebijakan kependudukan. Dinamika kependudukan yang terjadi karena adanya dinamika

BAB I PENDAHULUAN. pada kebijakan kependudukan. Dinamika kependudukan yang terjadi karena adanya dinamika BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Migrasi dalam konteks demografi cukup memberikan sumbangan yang sangat besar pada kebijakan kependudukan. Dinamika kependudukan yang terjadi karena adanya dinamika

Lebih terperinci

DATA STATISTIK TENTANG PERKAWINAN DI INDONESIA

DATA STATISTIK TENTANG PERKAWINAN DI INDONESIA DATA STATISTIK TENTANG PERKAWINAN DI INDONESIA DATA STATISTIK TENTANG PERKAWINAN DI INDONESIA Drs. Razali Ritonga, MA (Direktur Statistik Kependudukan dan Ketenagakerjaan BPS RI) Disampaikan di Lokakarya

Lebih terperinci

DATA STATISTIK TENTANG PERKAWINAN DI INDONESIA

DATA STATISTIK TENTANG PERKAWINAN DI INDONESIA DATA STATISTIK TENTANG PERKAWINAN DI INDONESIA Drs. Razali Ritonga, MA (Direktur Statistik Kependudukan dan Ketenagakerjaan BPS RI) Disampaikan di Lokakarya Perkawinan Anak, Moralitas Seksual, dan Politik

Lebih terperinci

Boleh dikutip dengan mencantumkan sumbernya

Boleh dikutip dengan mencantumkan sumbernya INDIKATOR KESEJAHTERAAN MASYARAKAT PROVINSI ACEH 2016 Nomor Publikasi : 11522.1605 Katalog BPS : 4102004.11 Ukuran Buku : 17,6 cm x 25 cm Jumlah Halaman : xvii + 115 Halaman Naskah Gambar Kulit Diterbitkan

Lebih terperinci

Laporan ini disusun untuk memberikan gambaran umum tentang ketenagakerjaan pertanian, rumah tangga pertanian dan kondisi pengelolaan lahan pertanian.

Laporan ini disusun untuk memberikan gambaran umum tentang ketenagakerjaan pertanian, rumah tangga pertanian dan kondisi pengelolaan lahan pertanian. BAB I PENDAHULUAN Sasaran pembangunan jangka panjang di bidang ekonomi adalah struktur ekonomi yang berimbang, yaitu industri maju yang didukung oleh pertanian yang tangguh. Untuk mencapai sasaran tersebut,

Lebih terperinci

Antar Kerja Antar Lokal (AKAL)

Antar Kerja Antar Lokal (AKAL) Antar Kerja Antar Lokal (AKAL) Konsep antar kerja antar lokal dalam analisis ketenagakerjaan ini merujuk pada mereka yang bekerja di lain kabupaten/kota dengan persyaratan waktu pulang pergi ditempuh dalam

Lebih terperinci

Analisis Parameter Kependudukan menurut Kabupaten/Kota Oleh : Risma Mulia

Analisis Parameter Kependudukan menurut Kabupaten/Kota Oleh : Risma Mulia Analisis Parameter Kependudukan menurut Kabupaten/Kota Oleh : Risma Mulia ==================================================================================== BAB I Pendahuluan Secara harfiah kata Demografi

Lebih terperinci

Besarnya Penduduk yang Tidak Bekerja Sama-sekali: Hasil Survey Terkini

Besarnya Penduduk yang Tidak Bekerja Sama-sekali: Hasil Survey Terkini Besarnya Penduduk yang Tidak Bekerja Sama-sekali: Hasil Survey Terkini Uzair Suhaimi uzairsuhaimi.wordpress.com Judul artikel perlu klarifikasi. Pertama, istilah penduduk merujuk pada penduduk Indonesia

Lebih terperinci

EVALUASI KONDISI DEMOGRAFI SECARA TEMPORAL DI PROVINSI BENGKULU: Rasio Jenis Kelamin, Rasio Ketergantungan, Kepadatan Peduduk

EVALUASI KONDISI DEMOGRAFI SECARA TEMPORAL DI PROVINSI BENGKULU: Rasio Jenis Kelamin, Rasio Ketergantungan, Kepadatan Peduduk EVALUASI KONDISI DEMOGRAFI SECARA TEMPORAL DI PROVINSI BENGKULU: Rasio Jenis Kelamin, Rasio Ketergantungan, Kepadatan Peduduk Afid Nurkholis Email: afidnurkholis@gmail.com ABSTRAK Pengukuran terhadap karakteristik

Lebih terperinci

DATA MENCERDASKAN BANGSA

DATA MENCERDASKAN BANGSA Visi BPS Pelopor Data Statistik Terpercaya untuk Semua Jumlah penduduk Indonesia berdasarkan hasil SP2010 sebanyak 237,6 juta orang dengan laju pertumbuhan sebesar 1,49 persen per tahun DATA MENCERDASKAN

Lebih terperinci

ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA PERDESAAN LAHAN KERING BERBASIS PERKEBUNAN

ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA PERDESAAN LAHAN KERING BERBASIS PERKEBUNAN ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA PERDESAAN LAHAN KERING BERBASIS PERKEBUNAN Adi Setiyanto PENDAHULUAN Tenaga kerja merupakan motor penggerak dalam pembangunan ekonomi. Tenaga kerja sebagai sumber daya

Lebih terperinci

ANALISIS PERENCANAAN TENAGA KERJA TERHADAP KEBUTUHAN TENAGA KERJA DI PROVINSI RIAU TAHUN

ANALISIS PERENCANAAN TENAGA KERJA TERHADAP KEBUTUHAN TENAGA KERJA DI PROVINSI RIAU TAHUN Pekbis Jurnal, Vol.4, No.1, Maret 2012: 54-62 ANALISIS PERENCANAAN TENAGA KERJA TERHADAP KEBUTUHAN TENAGA KERJA DI PROVINSI RIAU TAHUN 2006-2010 Sri Maryanti Fakultas Ekonomi Universitas Lancang Kuning-Pekanbaru

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomis yang penting dari peningkatan jumlah penduduk adalah peningkatan dalam

BAB I PENDAHULUAN. ekonomis yang penting dari peningkatan jumlah penduduk adalah peningkatan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usia tua merupakan waktu bagi seseorang untuk bersantai dan menikmati sisa kehidupannya, tetapi tidak di sebagian besar negara berkembang seperti di Indonesia. Mereka

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. seluruh kebijaksanaan dan program pembangunan yang dilakukan. Penduduk

I. PENDAHULUAN. seluruh kebijaksanaan dan program pembangunan yang dilakukan. Penduduk 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kependudukan, atau dalam hal ini adalah penduduk, merupakan pusat dari seluruh kebijaksanaan dan program pembangunan yang dilakukan. Penduduk adalah subyek dan obyek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antar masing-masing daerah, antar golongan pendapatan dan di seluruh aspek. kehidupan sehingga membuat stuktur ekonomi tidak kokoh.

BAB I PENDAHULUAN. antar masing-masing daerah, antar golongan pendapatan dan di seluruh aspek. kehidupan sehingga membuat stuktur ekonomi tidak kokoh. 19 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan pembangunan meliputi kenaikan pendapatan perkapita yang relatif cepat, ketersediaan kesempatan kerja yang luas, distribusi pendapatan yang merata serta kemakmuran

Lebih terperinci

ANALISIS DAN PENILAIAN MULTI INDIKATOR PROGRAM KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL SEMESTER II TAHUN 2013

ANALISIS DAN PENILAIAN MULTI INDIKATOR PROGRAM KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL SEMESTER II TAHUN 2013 ANALISIS DAN PENILAIAN MULTI INDIKATOR PROGRAM KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL SEMESTER II TAHUN 2013 BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA i NASIONAL DIREKTORAT PELAPORAN DAN STATISTIK

Lebih terperinci

Analisis Proyeksi Penduduk Jambi Berdasarkan Proyeksi Penduduk Indonesia

Analisis Proyeksi Penduduk Jambi Berdasarkan Proyeksi Penduduk Indonesia Analisis Proyeksi Penduduk Jambi 2010-2035 Berdasarkan Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2035 Perwakilan BKKBN Provinsi Jambi 2015 Analisis Proyeksi Penduduk Jambi 2010-2035 (Berdasarkan Proyeksi Penduduk

Lebih terperinci

tp :// w ht.g o ps.b w w.id PERTUMBUHAN DAN PERSEBARAN Penduduk Indonesia HASIL SENSUS PENDUDUK 2010 ISBN: 978-979-064-313-0 No. Publikasi: 04000.1108 Katalog BPS: 2102024 Ukuran Buku: B5 (18,2 cm x 25,7

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA Keadaan Geografis dan Kependudukan

GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA Keadaan Geografis dan Kependudukan 41 IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA 4.1. Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Jakarta adalah ibu kota Negara Indonesia dan merupakan salah satu Provinsi di Pulau Jawa. Secara geografis, Provinsi

Lebih terperinci

w tp :// w ht.b p w.id s. go ii Umur dan Jenis Kelamin Penduduk Indonesia Umur dan Jenis Kelamin Penduduk Indonesia HASIL SENSUS PENDUDUK 2010 ISBN : 978-979-064-314-7 No. Publikasi: 04000.1109 Katalog

Lebih terperinci

BAB III PROFIL UMUR DAN JENIS KELAMIN PENDUDUK KABUPATEN MAJALENGKA

BAB III PROFIL UMUR DAN JENIS KELAMIN PENDUDUK KABUPATEN MAJALENGKA BAB III PROFIL UMUR DAN JENIS KELAMIN PENDUDUK KABUPATEN MAJALENGKA 3.1. Pengertian Demografi Untuk dapat memahami keadaan kependudukan di suatu daerah atau negara, maka perlu didalami kajian demografi.

Lebih terperinci

Penambahan Angkatan Kerja Baru di Provinsi Jawa Tengah

Penambahan Angkatan Kerja Baru di Provinsi Jawa Tengah Penambahan Angkatan Kerja Baru di Provinsi Jawa Tengah Erisman, M.Si, Kabid Statistik Sosial, BPS Provinsi Jawa Tengah Data Penduduk Yang Digunakan Mulai tahun 2014 angka penduduk yang digunakan adalah

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPRI

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPRI BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPRI No. 220/12/21/Th. V, 1 Desember 20 KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU SAMPAI DENGAN AGUSTUS 20 TINGKAT PENGANGGURAN KEPRI SEMAKIN TURUN Jumlah angkatan

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI LAMPUNG AGUSTUS 2017

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI LAMPUNG AGUSTUS 2017 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI LAMPUNG KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI LAMPUNG AGUSTUS 2017 AGUSTUS 2017 TINGKAT PENGANGGUR- AN TERBUKA SEBESAR 4,33 PERSEN Penduduk yang bekerja pada Agustus 2017 berkurang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hasil berupa suatu karya yang berupa ide maupun tenaga (jasa). Menurut Dinas. kualitas kerja yang baik dan mampu memajukan negara.

BAB I PENDAHULUAN. hasil berupa suatu karya yang berupa ide maupun tenaga (jasa). Menurut Dinas. kualitas kerja yang baik dan mampu memajukan negara. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketenagakerjaan merupakan hal yang sangat penting dalam pembangunan di setiap wilayah maupun negara. Ini adalah tentang bagaimana negara membangun sumber daya manusianya.

Lebih terperinci

IV GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 5 IV GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN.1. Kondisi Geografi dan Topografi Provinsi Papua Barat awalnya bernama Irian Jaya Barat, berdiri atas dasar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang pembentukan Provinsi

Lebih terperinci

SEKILAS PROGRAM KELUARGA BERENCANA NASIONAL PROPINSI BENGKULU KURUN WAKTU 1980 SAMPAI DENGAN 2003

SEKILAS PROGRAM KELUARGA BERENCANA NASIONAL PROPINSI BENGKULU KURUN WAKTU 1980 SAMPAI DENGAN 2003 SEKILAS PROGRAM KELUARGA BERENCANA NASIONAL PROPINSI BENGKULU KURUN WAKTU 1980 SAMPAI DENGAN 2003 BAB I. PENDAHULUAN I. Latar Belakang Secara kuantitatif demografis Program KB Nasional mempunyai fungsi

Lebih terperinci

Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik

Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik Seuntai Kata Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik (BPS) setiap 10 (sepuluh) tahun sekali sejak 1963. Pelaksanaan ST2013 merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk harus menjadi subjek sekaligus objek pembangunan. Kualitas

BAB I PENDAHULUAN. penduduk harus menjadi subjek sekaligus objek pembangunan. Kualitas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kependudukan merupakan basis utama dan fokus dari segala persoalan pembangunan. Hampir semua kegiatan pembangunan baik yang bersifat sektoral maupun lintas sektor terarah

Lebih terperinci

DATA SISTEM INFORMASI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR SAMPAI DENGAN SEMESTER I TAHUN Jumlah penduduk wajib KTP Orang

DATA SISTEM INFORMASI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR SAMPAI DENGAN SEMESTER I TAHUN Jumlah penduduk wajib KTP Orang DATA SISTEM INFORMASI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR SAMPAI DENGAN SEMESTER I TAHUN 2016 KELOMPOK DATA JENIS DATA : DATA UMUM : Demografi DATA SATUAN TAHUN 2015 SEMESTER I TAHUN 2016 I. Kependudukan

Lebih terperinci

BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT

BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT 2.1. Gambaran Umum 2.1.1. Letak Geografis Kabupaten Sumba Barat merupakan salah satu Kabupaten di Pulau Sumba, salah satu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih dikenal dengan istilah otonomi daerah sebagai salah satu wujud perubahan fundamental terhadap

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU SAMPAI DENGAN AGUSTUS 2009

KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU SAMPAI DENGAN AGUSTUS 2009 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPULAUAN RIAU No. 152/12/21/Th.IV, 1 Desember 2009 KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU SAMPAI DENGAN AGUSTUS 2009 TINGKAT PENGANGGURAN KEPRI KEMBALI NAIK

Lebih terperinci

Ketenagakerjaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Ketenagakerjaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Katalog BPS : 2301003.34 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Statistik BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antara pemerintah dan pihak swasta (masyarakat) sehingga sumber daya yang ada

BAB I PENDAHULUAN. antara pemerintah dan pihak swasta (masyarakat) sehingga sumber daya yang ada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah adalah sebuah proses terciptanya kerjasama antara pemerintah dan pihak swasta (masyarakat) sehingga sumber daya yang ada dapat dikelola untuk

Lebih terperinci

Data dan Informasi dalam Perencanaan

Data dan Informasi dalam Perencanaan Data dan Informasi dalam Perencanaan http://en.wikipedia.org/wiki/data Data adalah sekumpulan fakta Data adalah suatu pernyataan yang diterima secara apa adanya, hasil pengukuran atau pengamatan suatu

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah 35 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Provinsi Lampung Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah Provinsi Lampung adalah 3,46 juta km 2 (1,81 persen dari

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. KONDISI UMUM KOTA MAKASSAR. Luas Kota Makassar sekitar 175,77 km 2, terletak di bagian Barat

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. KONDISI UMUM KOTA MAKASSAR. Luas Kota Makassar sekitar 175,77 km 2, terletak di bagian Barat BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. KONDISI UMUM KOTA MAKASSAR 1. Penyebaran Penduduk Luas Kota Makassar sekitar 175,77 km 2, terletak di bagian Barat Propinsi Sulawesi Selatan dengan batas-batas

Lebih terperinci

ASPEK KEPENDUDUKAN III. Tujuan Pembelajaran

ASPEK KEPENDUDUKAN III. Tujuan Pembelajaran KTSP & K-13 Geografi K e l a s XI ASPEK KEPENDUDUKAN III Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami perhitungan angka kelahiran.

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PADA AGUSTUS 2015 TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 4,07 PERSEN

KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PADA AGUSTUS 2015 TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 4,07 PERSEN BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 67/11/34/Th.XVII, 5 November KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PADA AGUSTUS TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 4,07 PERSEN Hasil Survei Angkatan Kerja

Lebih terperinci

PENDUDUK LANJUT USIA

PENDUDUK LANJUT USIA PENDUDUK LANJUT USIA Salah satu indikator keberhasilan pembangunan adalah semakin meningkatnya usia harapan hidup penduduk. Dengan semakin meningkatnya usia harapan hidup penduduk, menyebabkan jumlah penduduk

Lebih terperinci

5. PROFIL KINERJA FISKAL, PEREKONOMIAN, DAN KEMISKINAN SEKTORAL DAERAH DI INDONESIA

5. PROFIL KINERJA FISKAL, PEREKONOMIAN, DAN KEMISKINAN SEKTORAL DAERAH DI INDONESIA 86 5. PROFIL KINERJA FISKAL, PEREKONOMIAN, DAN KEMISKINAN SEKTORAL DAERAH DI INDONESIA Profil kinerja fiskal, perekonomian, dan kemiskinan sektoral daerah pada bagian ini dianalisis secara deskriptif berdasarkan

Lebih terperinci

DATA PENDUDUK SASARAN PROGRAM PEMBANGUNAN KESEHATAN TAHUN

DATA PENDUDUK SASARAN PROGRAM PEMBANGUNAN KESEHATAN TAHUN DATA PENDUDUK SASARAN PROGRAM PEMBANGUNAN KESEHATAN TAHUN 2011-2014 PUSAT DATA DAN INFORMASI KEMENTERIAN KESEHATAN RI JAKARTA 2011 KATA PENGANTAR Dalam rangka pemantauan rencana aksi percepatan pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH A. Kondisi Geografi dan Iklim Kota Madiun Gambar 4.1. Peta Wilayah Kota Madiun Kota Madiun berada di antara 7 o -8 o Lintang Selatan dan 111 o -112 o Bujur Timur. Kota Madiun

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN BADAN PUSAT STATISTIK No.06/02/81/Th.2017, 6 Februari 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN GINI RATIO MALUKU PADA SEPTEMBER 2016 SEBESAR 0,344 Pada September 2016,

Lebih terperinci

Antar Kerja Antar Negara (AKAN)

Antar Kerja Antar Negara (AKAN) Antar Kerja Antar Negara (AKAN) Antar kerja antar Negara (AKAN) juga tidak kalah penting untuk dianalisis mengingat kontribusi pekerja kategori ini yang umumnya dikenal dengan TKI terhadap perekonomian

Lebih terperinci

KEMISKINAN KEMISKINAN DAN KESEHATAN MELIMPAHNYA PENDUDUK USIA PRODUKTIF TAHUN DAN LANSIA DI INDONESIA

KEMISKINAN KEMISKINAN DAN KESEHATAN MELIMPAHNYA PENDUDUK USIA PRODUKTIF TAHUN DAN LANSIA DI INDONESIA KEMISKINAN DAN KESEHATAN MELIMPAHNYA PENDUDUK USIA PRODUKTIF 15-60 TAHUN DAN LANSIA DI INDONESIA Pengantar : Prof. Dr. Haryono Suyono, MA., PhD. YAYASAN ANUGERAH KENCANA BUANA, JAKARTA APAKAH ERA BONUS

Lebih terperinci

INDIKATOR KETENAGAKERJAAN

INDIKATOR KETENAGAKERJAAN INDIKATOR KETENAGAKERJAAN KABUPATEN MAMUJU TAHUN 2012 BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN MAMUJU INDIKATOR KETENAGAKERJAAN KABUPATEN MAMUJU TAHUN 2012 No Publikasi : 76042.1202 Katalog BPS : 2302003.7604 Ukuran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan kependudukan mendasar yang terjadi di Indonesia selain pertumbuhan penduduk yang masih tinggi adalah persebaran penduduk yang tidak merata. Hasil sensus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengangguran merupakan salah satu masalah utama yang selalu dihadapi

BAB I PENDAHULUAN. Pengangguran merupakan salah satu masalah utama yang selalu dihadapi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pengangguran merupakan salah satu masalah utama yang selalu dihadapi setiap negara. Jika berbicara tentang masalah pengangguran, berarti tidak hanya berbicara

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA 4.1. Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua Provinsi Papua terletak antara 2 25-9 Lintang Selatan dan 130-141 Bujur Timur. Provinsi Papua yang memiliki luas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Analisis demografi memberikan sumbangan yang sangat besar pada. kebijakan kependudukan. Dinamika kependudukan terjadi karena adanya

BAB 1 PENDAHULUAN. Analisis demografi memberikan sumbangan yang sangat besar pada. kebijakan kependudukan. Dinamika kependudukan terjadi karena adanya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Analisis demografi memberikan sumbangan yang sangat besar pada kebijakan kependudukan. Dinamika kependudukan terjadi karena adanya dinamika kelahiran, kematian dan

Lebih terperinci

(Sakernas), Proyeksi Penduduk Indonesia, hasil Sensus Penduduk (SP), Pendataan Potensi Desa/Kelurahan, Survei Industri Mikro dan Kecil serta sumber

(Sakernas), Proyeksi Penduduk Indonesia, hasil Sensus Penduduk (SP), Pendataan Potensi Desa/Kelurahan, Survei Industri Mikro dan Kecil serta sumber I. Pendahuluan Salah satu tujuan Millenium Development Goals (MDGs) dari delapan tujuan yang telah dideklarasikan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tahun 2000 adalah mendorong kesetaraan gender dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 23 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Model Migrasi Secara umum persamaan model skedul migrasi model penuh yang dikemukakan oleh Rogers (1978) dapat digambarkan menjadi sebuah grafik yang diberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan suatu Negara untuk tujuan menghasilkan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan suatu Negara untuk tujuan menghasilkan sumber daya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan manusia merupakan salah satu syarat mutlak bagi kelangsungan hidup bangsa dalam rangka menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Menciptakan pembangunan

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA UTARA SEPTEMBER 2016 MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA UTARA SEPTEMBER 2016 MENURUN BPS PROVINSI SUMATERA UTARA No. 13/02/12/Th. XX, 06 Februari 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA UTARA SEPTEMBER 2016 MENURUN GINI RATIO PADA SEPTEMBER 2016 SEBESAR 0,312 Pada ember

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan hidup mendasar yang setiap hari tidak dapat dihindari. oleh manusia salah satunya adalah makan. Dalam perkembangannya

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan hidup mendasar yang setiap hari tidak dapat dihindari. oleh manusia salah satunya adalah makan. Dalam perkembangannya I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebutuhan hidup mendasar yang setiap hari tidak dapat dihindari oleh manusia salah satunya adalah makan. Dalam perkembangannya seiring dengan bergesernya gaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dihadapi oleh negara-negara berkembang adalah disparitas (ketimpangan)

BAB I PENDAHULUAN. dihadapi oleh negara-negara berkembang adalah disparitas (ketimpangan) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah salah satu negara yang berkembang, masalah yang sering dihadapi oleh negara-negara berkembang adalah disparitas (ketimpangan) distribusi pendapatan

Lebih terperinci

INDIKATOR KETENAGAKERJAAN PROVINSI MALUKU UTARA FEBRUARI 2016 ISBN : No. Publikasi : 82520.1609 Katalog BPS : 2302003.82 Ukuran Buku : B5 (17,6 x 25 cm) Jumlah Halaman : 27 Naskah : Bidang Statistik Sosial

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keputusan migrasi didasarkan pada perbandingan untung rugi yang berkaitan

I. PENDAHULUAN. Keputusan migrasi didasarkan pada perbandingan untung rugi yang berkaitan 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Migrasi merupakan perpindahan orang dari daerah asal ke daerah tujuan. Keputusan migrasi didasarkan pada perbandingan untung rugi yang berkaitan dengan kedua daerah

Lebih terperinci

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009 ACEH ACEH ACEH SUMATERA UTARA SUMATERA UTARA SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT RIAU JAMBI JAMBI SUMATERA SELATAN BENGKULU LAMPUNG KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KEPULAUAN RIAU DKI JAKARTA JAWA BARAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan usaha-usaha untuk meningkatkan taraf

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan usaha-usaha untuk meningkatkan taraf BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi merupakan usaha-usaha untuk meningkatkan taraf hidup suatu bangsa yang seringkali diukur dengan tinggi rendahnya pendapatan riil per kapita.

Lebih terperinci

DINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN

DINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN IV. DINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN 4.1 Pertumbuhan Ekonomi Bertambahnya jumlah penduduk berarti pula bertambahnya kebutuhan konsumsi secara agregat. Peningkatan pendapatan diperlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara berkembang, Indonesia dihadapkan pada berbagai. dari tahun ke tahun, hal tersebut menimbulkan berbagai masalah bagi

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara berkembang, Indonesia dihadapkan pada berbagai. dari tahun ke tahun, hal tersebut menimbulkan berbagai masalah bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai negara berkembang, Indonesia dihadapkan pada berbagai masalah, seperti pengangguran, kemiskinan, tingkat pendapatan yang rendah dan lain sebagainya. Dimana

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Per Kapita dan Struktur Ekonomi Tingkat pertumbuhan ekonomi Provinsi Nusa Tenggara Timur dalam lima tahun terakhir

Lebih terperinci

Indonesia - Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 1997

Indonesia - Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 1997 Katalog Datamikro - Badan Pusat Statistik Indonesia - Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 1997 Laporan ditulis pada: December 30, 2014 Kunjungi data katalog kami di: http://microdata.bps.go.id/mikrodata/index.php

Lebih terperinci

KEPENDUDUKAN DAN KETENAGAKERJAAN DI INDONESIA ABSTRAK

KEPENDUDUKAN DAN KETENAGAKERJAAN DI INDONESIA ABSTRAK KEPENDUDUKAN DAN KETENAGAKERJAAN DI INDONESIA Veronika Nugraheni Sri Lestari 1 FEB 1 - Universitas Dr. Soetomo Surabaya venugra@unitomo.ac.id 1 ABSTRAK Indonesia memiliki jumlah penduduk sebesar 225 juta

Lebih terperinci

Visi Indonesia 2030: Tinjauan Upaya Pencapaian dari Aspek Dinamika Kependudukan

Visi Indonesia 2030: Tinjauan Upaya Pencapaian dari Aspek Dinamika Kependudukan Visi Indonesia 2030: Tinjauan Upaya Pencapaian dari Aspek Dinamika Kependudukan Author: Junaidi Junaidi Abstract Visi Indonesia 2030 yang ingin menempatkan Indonesia pada posisi ekonomi nomor lima terbesar

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA BARAT MARET 2016 MULAI MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA BARAT MARET 2016 MULAI MENURUN No.54/9/13/Th. XIX, 1 ember 2016 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA BARAT MARET 2016 MULAI MENURUN GINI RATIO PADA MARET 2016 SEBESAR 0,331 Pada 2016, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk

Lebih terperinci

BAB II ASPEK STRATEGIS

BAB II ASPEK STRATEGIS BAB II ASPEK STRATEGIS Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Tahun 2013 II - 16 BAB II ASPEK STRATEGIS A. Sumber Daya Manusia 1. Kependudukan umlah Penduduk Kabupaten Luwu Utara pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya setiap negara di dunia memiliki tujuan utama yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya setiap negara di dunia memiliki tujuan utama yaitu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada umumnya setiap negara di dunia memiliki tujuan utama yaitu meningkatkan taraf hidup atau mensejahterakan seluruh rakyat melalui pembangunan ekonomi. Dengan kata

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Analisis Daya Saing Sektor Pariwisata Daerah Istimewa Yogyakarta Menggunakan Metode Shift Share Metode shift share digunakan dalam penelitian ini untuk melihat

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur 57 IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta Provinsi DKI Jakarta merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 7 meter diatas permukaan laut dan terletak antara

Lebih terperinci

Di Unduh dari : Bukupaket.com Sumber buku : bse kemdikbud

Di Unduh dari : Bukupaket.com Sumber buku : bse kemdikbud 34 Geografi XI Antroposfer berasal dari kata latin antropos yang berarti manusia dan spaira yang berarti lingkungan. Jadi, antroposer artinya lingkungan bagian dari bumi yang dihuni manusia. Pembahasan

Lebih terperinci