DINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN"

Transkripsi

1 IV. DINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN 4.1 Pertumbuhan Ekonomi Bertambahnya jumlah penduduk berarti pula bertambahnya kebutuhan konsumsi secara agregat. Peningkatan pendapatan diperlukan untuk memenuhi peningkatan kebutuhan konsumsi tersebut. Pertumbuhan ekonomi berarti terjadinya peningkatan pendapatan yang dapat didekati dengan dua pendekatan, yaitu pendekatan wilayah berdasarkan peningkatan PDB atau PDRB menurut harga konstan, atau pendekatan rumah tangga berdasarkan peningkatan rata-rata pendapatan perkapita dalam periode tertentu. Pertumbuhan ekonomi yang dihitung berdasarkan peningkatan PDRB menurut harga konstan digunakan dalam analisis deskriptif berikut. Nilai rata-rata pertumbuhan ekonomi di tingkat provinsi di Indonesia memiliki kecenderungan untuk menurun selama tahun 2005 hingga Standar deviasi pertumbuhan ekonomi di tingkat provinsi menunjukkan adanya kecenderungan untuk meningkat selama tahun 2005 hingga 2009 (Gambar 9). Hal ini menunjukkan sebaran pertumbuhan ekonomi yang semakin beragam antar provinsi atau bisa dikatakan semakin timpang. Banyak penelitian yang menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi yang tinggi merupakan syarat keharusan dalam pengentasan kemiskinan (Todaro dan Smith, 2006; Siregar dan Wahyuniarti, 2007; Tambunan, 2009). Fenomena kecenderungan pertumbuhan ekonomi yang menurun dengan ketimpangan yang semakin besar antar provinsi, tentunya akan berpengaruh terhadap dampaknya dalam permasalahan kemiskinan. Penurunan laju pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan terjadi pada tahun 2006 dimana nilai rata-rata maupun standar deviasinya lebih kecil dibandingkan tahun sebelumnya. Kondisi ini mengalami perbaikan pada tahun 2007, yang mengindikasikan peningkatan laju pertumbuhan di seluruh provinsi dibanding tahun sebelumnya dengan ketimpangan yang semakin kecil. Keadaan ini memburuk di tahun 2008 hingga tahun 2009, dimana terjadi penurunan nilai rata-rata laju pertumbuhan ekonomi dengan standar deviasi yang terus meningkat. Laju pertumbuhan ekonomi pada tahun 2009 yang lebih beragam dibanding

2 56 sebelumnya menunjukkan ketimpangan antar provinsi yang semakin besar (Gambar 8). Gambar 8. Rata-rata pertumbuhan ekonomi dan standar deviasinya tahun Berdasarkan urutan laju pertumbuhan, maka provinsi Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara dan Papua Barat selama tahun 2005 hingga 2009 termasuk sebagai sepuluh provinsi dengan laju pertumbuhan tertinggi. Berkebalikan dengan provinsi NAD yang masuk sebagai dua provinsi dengan laju pertumbuhan terendah selama tahun Konflik internal yang berkepanjangan dan bencana alam tsunami memiliki pengaruh yang tidak sedikit terhadap proses pembangunan di NAD. Provinsi Kalimantan Timur dan Kepulauan Riau mempunyai laju pertumbuhan yang memburuk. Pada periode , kedua provinsi tersebut masuk sebagai sepuluh provinsi dengan laju tertinggi, namun demikian ternyata pada tahun 2009 keduanya termasuk dalam lima provinsi dengan laju terendah. Kepulauan Riau sebagai daerah industri mengalami modal keluar (capital outflow) yang cukup besar pada tahun 2008 karena krisis global (BI, ). Selain itu peningkatan harga BBM dan inflasi yang menyebabkan penurunan daya beli masyarakat Kepulauan Riau diduga turut berpengaruh. Sedangkan di Kalimantan Timur, output sektor pertambangan dan penggalian mengalami penurunan selain adanya inflasi. Penutupan beberapa area tambang PT. Kaltim Prima Coal sebagai produsen terbesar menjadi penyebabnya (BI, ).

3 57 Provinsi Gorontalo dan Sulawesi Barat pada tahun 2009 masuk sebagai sepuluh provinsi dengan laju tertinggi yang sebelumnya sebagai lima provinsi dengan laju terendah. Kedua provinsi ini merupakan provinsi baru yang banyak melakukan pembangunan infrastruktur, sehingga pada tahap awal pembangunan memiliki perkembangan kegiatan perekonomian yang cukup pesat dibandingkan provinsi lain. Perkembangan laju pertumbuhan di setiap provinsi selama periode penelitian (tahun ) dapat dilihat pada Lampiran 1. Apabila berdasarkan nilai selisih pertumbuhannya, maka provinsi Lampung dan Nusa Tenggara Barat (NTB) termasuk ke dalam sepuluh provinsi dengan selisih pertumbuhan terbesar selama tahun Provinsi NAD, Riau, Sulawesi Utara, Gorontalo, Maluku, Papua, Kalimantan Selatan, dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang pada periode masuk sebagai sepuluh provinsi dengan selisih pertumbuhan terbesar, selanjutnya justru masuk sebagai lima provinsi dengan selisih pertumbuhan terendah. Berkebalikan dengan provinsi Kalimantan Tengah, Papua Barat, Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Barat yang justru berpindah sebagai sepuluh provinsi dengan selisih pertumbuhan tertinggi pada periode dan , dimana dua diantaranya sebagai provinsi baru. Perkembangan selisih pertumbuhan selama tahun , tahun , tahun dan tahun dapat dilihat pada Lampiran 2. Perbandingan laju pertumbuhan tahun 2009 terhadap tahun 2005 di setiap provinsi, memberikan gambaran bahwa 14 provinsi memiliki selisih pertumbuhan positif dan 19 provinsi lainnya memiliki selisih pertumbuhan negatif (Gambar 9). Empat belas provinsi yang dimaksud, empat diantaranya merupakan provinsi baru yaitu Gorontalo, Sulawesi Barat, Maluku Utara dan Bangka Belitung, dan satu provinsi dalam rangka pemulihan kondisi perekonomian karena bencana alam dan konflik internal, yaitu NAD. Sedangkan provinsi Riau, Kepulauan Riau, Kalimantan Timur, Papua dan DIY merupakan lima provinsi dengan selisih pertumbuhan terendah selama tahun Provinsi Riau dan Kalimantan Timur keduanya memiliki PDRB yang hampir setengahnya disumbang dari sektor minyak dan gas. Harga minyak selama periode sering mengalami kenaikan yang tentunya berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi kedua provinsi tersebut. Capital outflow terjadi di Kepulauan Riau, sedangkan kontraksi

4 58 yang besar di sektor pertambangan dan penggalian sebagai faktor penggerak pertumbuhan terjadi di Papua. Permasalahan inflasi dan pengangguran menjadi permasalahan utama di DIY (BI, ). Gambar 9. Selisih laju pertumbuhan tahun 2005 dan 2009 menurut Provinsi 4.2 Distribusi Pendapatan Sebagaimana telah dijelaskan dalam bab tinjauan pustaka, salah satu ukuran yang sering digunakan untuk mengukur distribusi pendapatan adalah Indeks gini (Gini Ratio). Perubahan distribusi pendapatan yang senantiasa menyertai pembangunan ekonomi, dapat digambarkan melalui perubahan angka Indeks gini. Timmer (2004) dan Oshima dalam Suparno (2010) menggunakan pengelompokkan ketidakmerataan distribusi pendapatan menjadi tiga berdasarkan angka Indeks gini, yaitu: 1. Ketidakmerataan rendah apabila angka Indeks gini lebih kecil dari 0,3. 2. Ketidakmerataan sedang apabila angka Indeks gini terletak antara 0,3 0,4. 3. Ketidakmerataan tinggi apabila angka Indeks gini lebih besar dari 0,4. Nilai rata-rata Indeks gini di tingkat provinsi di Indonesia selama tahun menunjukkan ketidakmerataan sedang dengan kecenderungan untuk meningkat selama periode tersebut. Standar deviasi Indeks gini menunjukkan adanya penurunan selama tahun Nilai rata-rata dan standar deviasi ini mengindikasikan bahwa ketidakmerataan tingkat provinsi di Indonesia semakin tinggi (Tabel 4).

5 59 Tabel 4 menunjukkan perkembangan ukuran statistik deskriptif dari Indeks gini tahun Ketimpangan pendapatan di tingkat provinsi di Indonesia sangat beragam, meskipun nilai maksimum menunjukkan ketidakmerataan yang tinggi, tetapi secara rata-rata menunjukkan ketidakmerataan sedang. Pada tahun 2006, nilai rata-rata Indeks gini menurun dibanding tahun sebelumnya dan termasuk dalam ketidakmerataan rendah. Akan tetapi standar deviasi yang meningkat menunjukkan sebaran Indeks gini yang semakin beragam antar provinsi. Tahun 2007 nilai rata-rata Indeks gini meningkat menjadi 0,331 dengan standar deviasi yang semakin kecil, mengindikasikan ketimpangan di tingkat provinsi yang semakin tinggi. Tahun 2008 mengalami sedikit perbaikan dibanding sebelumnya, dengan penurunan nilai rata-rata Indeks gini yang disertai dengan penurunan standar deviasi, yang menunjukkan bahwa ketimpangan di tingkat provinsi sedikit berkurang. Akan tetapi kondisi ini kembali memburuk di tahun 2009 dengan peningkatan nilai rata-rata Indeks gini dan standar deviasinya. Tabel 4. Ukuran Statistik Deskriptif Indeks gini di Indonesia tahun Rata-rata Standar Deviasi Minimum Maksimum Berdasarkan urutan nilai Indeks gini, provinsi Kalimantan Tengah, NAD, Bangka Belitung dan Kepulauan Riau masuk sebagai sepuluh provinsi dengan Indeks gini terendah selama tahun Sedangkan provinsi Papua dan DIY sebagai provinsi yang selalu berada di lima provinsi dengan Indeks gini terbesar, memiliki ketimpangan paling tinggi dibandingkan lainnya. Output sektor pertambangan dan penggalian yang menopang perekonomian provinsi Papua lebih banyak dirasakan oleh sebagian kecil penduduk diduga berakibat pada meningkatnya ketimpangan. Meningkatnya harga BBM dan bahan pokok tahun , meningkatnya pengangguran tahun , gempa tahun 2006 yang berakibat pada rusaknya infratsruktur serta berbagai sarana dan prasarana tempat usaha, serta inflasi akibat krisis global tahun 2008 berdampak pada meningkatnya ketimpangan pendapatan di DIY (BI, ). Pertumbuhan ekonomi yang relatif rendah selama tahun belum mampu

6 60 meningkatkan penyerapan tenaga kerja, sehingga berakibat pada meningkatnya pengangguran dan lemahnya kemampuan penduduk khususnya penduduk miskin untuk meningkatkan kesejahteraannya yang selanjutnya meningkatkan ketimpangan pendapatan di provinsi DIY. Provinsi Sulawesi Tengah, Maluku Utara, Papua Barat dan Kalimantan Timur memiliki ketimpangan yang memburuk, yang pada tahun 2005 dan 2007 termasuk sebagai sepuluh provinsi dengan nilai Indeks gini terendah, dan pada periode berikutnya masuk sebagai lima provinsi dengan nilai Indeks gini tertinggi. Inflasi yang berada di atas angka nasional dan menurunnya daya beli masyarakat, pertumbuhan tenaga kerja yang melebihi pertumbuhan kesempatan kerja di Sulawesi Tengah, serta pertumbuhan negatif di sektor pertambangan dan penggalian di Kalimantan Timur, merupakan tekanan terhadap peningkatan kesejahteraan penduduk miskin yang pada akhirnya berdampak terhadap peningkatan distribusi pendapatan (BI, ). Berkebalikan dengan provinsi Sulawesi Tenggara, NTB dan Gorontalo justru berpindah dari posisi lima provinsi dengan Indeks gini tertinggi, yang berarti terjadi perbaikan ketidakmerataan. Meskipun inflasi juga terjadi di ketiga provinsi, tetapi dampaknya tertutupi oleh peningkatan konsumsi pemerintah dan investasi yang setidaknya berdampak pada peningkatan pendapatan melalui penciptaan lapangan pekerjaan (BI, ). Perkembangan Indeks gini di setiap provinsi selama periode penelitian (tahun ) dapat dilihat pada Lampiran 3. Perubahan distribusi pendapatan dapat dilihat dari perubahan nilai Indeks gini, dengan nilai yang positif maupun negatif. Perubahan positif berarti terjadi peningkatan ketidakmerataan atau distribusi yang semakin timpang, perubahan negatif sebaliknya terjadi penurunan ketidakmerataan. Berdasarkan selisih nilai Indeks gininya, provinsi NAD, Kalimantan Tengah, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara dan Papua Barat sebagai provinsi hasil pemekaran dari provinsi Papua, mempunyai selisih yang semakin besar. Provinsi-provinsi tersebut pada tahun dan memiliki selisih Indeks gini negatif, tetapi pada periode berikutnya memiliki selisih Indeks gini positif. Berkebalikan dengan provinsi Kepulauan Riau, Sulawesi Barat, Maluku, Maluku Utara, dan Papua. Kepulauan Riau, Maluku dan Maluku Utara pada tahun memiliki

7 61 selisih Indeks gini positif. Pada tahun memiliki selisih Indeks gini negatif yang berarti terjadi perbaikan pada distribusi pendapatan, bahkan masuk sebagai sepuluh provinsi dengan selisih terkecil. Demikian juga dengan provinsi Papua Barat dan Sulawesi Barat, yang pada tahun memiliki selisih Indeks gini positif, pada tahun memiliki selisih negatif. Perkembangan Selisih Indeks gini di setiap provinsi selama , tahun , tahun dan tahun dapat dilihat pada Lampiran 4. Nilai Indeks gini tahun 2009 jika dibandingkan dengan tahun 2005, maka secara rata-rata mengalami peningkatan dari 0,301 (2005) menjadi 0,332 (2009). Sebelas provinsi memiliki selisih nilai Indeks gini negatif yang berarti pada tahun 2009 mengalami perbaikan distribusi pendapatan dibandingkan tahun Provinsi tersebut yaitu Bengkulu, Jambi, Papua, DIY, Jawa Timur, Lampung, Bali, Sulawesi Barat, Sulawesi Utara, NAD, Sumatera Utara dan Gorontalo (berdasarkan urutan selisih Indeks gini terkecil). Sedangkan provinsi Kalimantan Timur, Maluku Utara, Kalimantan Selatan, Papua Barat dan DKI Jakarta merupakan lima provinsi dengan selisih Indeks gini terbesar, yang berarti mengalami peningkatan ketidakmerataan (Gambar 11.). Gambar 10. Selisih Indeks gini tahun 2005 dan 2009 menurut Provinsi 4.3 Kemiskinan Pengentasan kemiskinan merupakan tujuan utama dalam pembangunan, melalui peningkatan kesejahteraan penduduk miskin. Ukuran kemiskinan yang dihitung oleh BPS salah satunya yaitu jumlah penduduk miskin dan persentase

8 62 penduduk miskin atau head count index yang dinotasikan dengan P0. Penduduk dikategorikan miskin jika pengeluaran perkapita perbulan makanan dan bukan makanan berada di bawah garis kemiskinan (nilai rupiah yang harus dikeluarkan seseorang dalam memenuhi kebutuhan hidup minimumnya, baik kebutuhan hidup minimum makanan maupun bukan makanan). Berdasarkan ukuran statistik deskriptif yang diperoleh, secara rata-rata persentase penduduk miskin (P0) memiliki kecenderungan untuk menurun selama tahun Demikian juga dengan nilai standar deviasinya yang menunjukkan kecenderungan yang sama sejak tahun 2006 hingga tahun 2008, yang berarti terjadi penurunan persentase penduduk miskin di tingkat provinsi. Pada tahun 2006 rata-rata P0 meningkat dibanding tahun 2005, dan standar deviasi yang menurun menunjukkan peningkatan kemiskinan di tingkat provinsi pada tahun tersebut. Tetapi pada tahun 2009, walaupun secara rata-rata P0 menurun dibanding sebelumnya, peningkatan standar deviasi menunjukkan kemiskinan yang semakin timpang di tingkat provinsi (Tabel 5). Kecenderungan nilai rata-rata P0 yang menurun selama tahun , juga terjadi pada nilai rata-rata jumlah penduduk miskin dan standar deviasinya. Pada tahun 2006 terjadi peningkatan rata-rata jumlah penduduk miskin dibanding sebelumnya, demikian juga standar deviasinya yang mengindikasikan jumlah penduduk miskin di tingkat provinsi yang semakin timpang. Peningkatan harga beras antara Februari 2005 dan Maret 2006 (sebagai akibat larangan impor beras) merupakan penyebab utama peningkatan kemiskinan, selain peningkatan harga BBM (World Bank, 2006). Beras merupakan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia terutama bagi yang kurang mampu, sehingga peningkatan harga beras berdampak pada kemiskinan (ADB, 2007). Selain itu, inflasi akibat peningkatan harga ini mengakibatkan daya beli penduduk miskin semakin lemah sehingga memperkecil kesempatan untuk memperbaiki kesejahteraan dan keluar dari kondisi miskin. Pertumbuhan ekonomi yang menurun pada tahun 2006 setidaknya turut berpengaruh terhadap upaya pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan. Selain itu, program pengentasan kemiskinan hingga tahun 2006 masih dilaksanakan secara parsial berdasarkan sektor dan belum terintegrasi, sehingga kurang optimal dalam mengentaskan kemiskinan (Royat, 2008).

9 63 Hingga tahun 2009 nilai ini terus menurun, yang menunjukkan penurunan jumlah penduduk miskin di tingkat provinsi. Integrasi berbagai program pengentasan kemiskinan antar sektoral dan antar kementrian/lembaga sejak tahun 2007, setidaknya lebih berpengaruh terhadap pengentasan kemiskinan dibanding sebelumnya. Sehingga, walaupun berdasarkan nilai P0 pada tahun 2009 menunjukkan sebaran tingkat kemiskinan yang semakin beragam antar provinsi dibandingkan tahun sebelumnya, secara jumlah menunjukkan penurunan di keseluruhan provinsi (Tabel 5.). Tabel 5. Ukuran Statistik Deskriptif P0 dan Jumlah Penduduk Miskin di Indonesia tahun P0 (persentase penduduk miskin) Rata-rata Standar Deviasi Jumlah Penduduk Miskin Rata-rata 1, , , , Standar Deviasi 1, , , , , Berdasarkan perubahan persentase penduduk miskin yang dihitung berdasarkan selisih nilai P0, provinsi NAD yang secara jumlah selalu mengalami penurunan jumlah penduduk miskin selama tahun juga mengalami penurunan P0 yang mengindikasikan terjadinya penurunan tingkat kemiskinan di provinsi tersebut. Berbagai bantuan setelah terjadinya bencana alam tsunami baik yang datang dari dalam maupun luar negeri diduga cukup berpengaruh terhadap perbaikan kondisi kemiskinan di NAD. Sebaliknya provinsi Kalimantan Barat yang mengalami penurunan jumlah penduduk miskin selama tahun , secara persentase sempat mengalami peningkatan pada tahun Jawa Barat mengalami perbaikan setelah tahun 2006 baik dari segi jumlah penduduk miskin maupun persentasenya mengindikasikan terjadinya penurunan tingkat kemiskinan. Meskipun krisis global berakibat inflasi di Jawa Barat, akan tetapi perbaikan di sektor pertanian dan industri pengolahan yang bersifat padat tenaga kerja mampu meningkatkan pendapatan penduduk khususnya penduduk miskin (BI, ). Berdasarkan perubahan persentase dan jumlah penduduk miskin selama tahun , maka provinsi DKI Jakarta, Sulawesi Utara, Sulawesi Barat dan

10 64 Papua Barat justru mengalami peningkatan. Pertumbuhan negatif sektor pertanian sebagai penggerak perekonomian di provinsi baru Sulawesi Barat dan Papua Barat diduga berpengaruh terhadap peningkatan kemiskinan (BI, ). DKI Jakarta sebagai kota metropolitan setidaknya menarik minat penduduk untuk migrasi ke ibukota, hal ini diduga turut berpengaruh terhadap kemiskinan di DKI Jakarta. Tingkat keterbukaan perekonomian di DKI Jakarta dan Sulawesi Utara terhadap perekonomian dunia setidaknya membawa pengaruh krisis global terhadap perekonomian di kedua provinsi tersebut, yang pada akhirnya berdampak pada kemiskinan. Perkembangan perubahan persentase penduduk miskin (P0) di setiap provinsi tahun , tahun , tahun dan tahun dapat dilihat pada Lampiran Kemiskinan dan Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi yang cepat dan pengurangan kemiskinan bukanlah hal yang saling bertentangan, tetapi harus dilaksanakan secara simultan. Oleh karena itu baik pertumbuhan ekonomi maupun pengurangan kemiskinan keduanya merupakan tujuan dari pembangunan, dalam rangka meningkatkan kesejahteraan penduduk khususnya penduduk miskin. Pencapaian pertumbuhan ekonomi yang tinggi dengan disertai pengurangan kemiskinan merupakan kondisi yang diharapkan dalam pembangunan. Analisis kuadran digunakan untuk melihat letak provinsi berdasarkan pencapaian pertumbuhan ekonomi dan tingkat kemiskinannya. Kuadran II merupakan kondisi yang diharapkan yang memberikan gambaran bahwa pertumbuhan ekonomi provinsi lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi nasional dan sisi lainnya menunjukkan pengurangan kemiskinan yang lebih cepat dari nasional. Provinsi Sumatera Utara, Jambi, DKI Jakarta, Banten, Bali, Sulawesi Utara dan Sulawesi Selatan terletak di kuadran II selama tahun yang berarti memiliki nilai pertumbuhan berada di atas angka nasional dan nilai P0 berada di bawah angka nasional. Provinsi-provinsi tersebut selama tahun memiliki perekonomian yang bagus sehingga memenuhi kondisi yang diharapkan dalam pembangunan. Sebaliknya provinsi NAD dan DIY memiliki permasalahan yang berbeda, dimana selama tahun justru menghadapi permasalahan rendahnya pencapaian pertumbuhan ekonomi dengan

11 65 tingginya kemiskinan (kuadran IV). Kedua provinsi ini memiliki karakteristik sebagai provinsi yang sering terjadi bencana alam pada periode tersebut, apalagi konflik internal juga terjadi di provinsi NAD. Berbagai sarana dan prasarana serta tempat usaha yang mengalami kerusakan berpengaruh terhadap perekonomian, selain itu banyaknya penduduk yang kehilangan tempat tinggal maupun pekerjaan meningkatkan kemiskinan. Provinsi Jawa Timur, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara selama tahun juga menghadapi permasalahan tingginya tingkat kemiskinan walaupun pertumbuhan ekonomi mereka berada di atas angka nasional (kuadran I). Petani dan nelayan sebagai bagian terbesar penduduk Jawa Timur khususnya penduduk miskin serta jumlah penduduk miskin terbesar di Indonesia merupakan permasalahan yang dihadapi Jawa Timur. Selain itu, sektor pertanian yang masih menjadi penggerak perekonomian baik di Jawa Timur maupun Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara mengalami penurunan pangsa dan tergeser oleh sektor lainnya merupakan permasalahan lainnya yang dihadapi ketiga provinsi tersebut (BI, ). Pada tahun 2009, Provinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah dan Maluku Utara memenuhi kondisi yang diharapkan dalam pembangunan (better off) dengan pencapaian pertumbuhan ekonomi yang berada di atas nasional dengan disertai penurunan kemiskinan yang lebih cepat dari nasional (pindah ke kuadran II). Meskipun krisis global berdampak pada perekonomian, akan tetapi pertumbuhan yang masih positif dan inflasi yang lebih cepat pulih diduga berpengaruh terhadap peningkatan daya beli masyarakat sebagai penggerak perekonomian di keempat provinsi dari sisi permintaan (BI, ). Beberapa provinsi pada tahun 2009 menghadapi rendahnya pertumbuhan ekonomi, yang sebelumnya memenuhi kondisi yang diharapkan dalam pembangunan (pindah dari kuadran II ke kuadran III). Provinsi Sumatera Selatan pada tahun 2008 dan 2009 kembali menghadapi permasalahan tingginya kemiskinan dan pertumbuhan ekonomi yang rendah (worse off), setelah tahun 2006 dan 2007 sempat mencapai pertumbuhan ekonomi di atas nasional (pindah dari kuadran I ke kuadran IV). Dampak krisis global yang masih terasa hingga tahun 2009 diduga menjadi penyebabnya. Sedangkan

12 66 permasalahan yang dihadapi provinsi Bengkulu dan NTT tahun 2009 justru lebih sulit dengan tingginya kemiskinan, tetapi pertumbuhan ekonomi sebagai syarat keharusan dalam pengentasan kemiskinan justru lebih rendah dari sebelumnya (pindah dari kuadran I ke kuadran IV). Sektor pertanian yang masih mendominasi perekonomian di kedua provinsi, inflasi khususnya bahan makanan, serta ketergantungan pasokan bahan makanan di NTT dari daerah di sekitarnya diduga berpengaruh terhadap tingginya kemiskinan di kedua provinsi (BI, ). Provinsi Jawa Tengah, NTB, Gorontalo, Sulawesi Barat, Maluku, Papua dan Papua Barat tahun 2009 mengalami perbaikan dibanding sebelumnya, dimana pencapaian pertumbuhan ekonomi berada di atas nasional (pindah dari kuadran IV ke I). Provinsi-provinsi tersebut selain sebagai provinsi baru, sebagian lagi memang memiliki kondisi kemiskinan pada periode awal penelitian yang cukup tinggi dibanding provinsi lainnya. Setelah lima tahun pembangunan, pencapaian pertumbuhan ekonomi yang tinggi belum mampu mengurangi kemiskinan hingga berada di bawah angka nasional. Demikian juga provinsi Lampung yang tahun 2007 dan 2009 mengalami perbaikan dibandingkan tahun 2005, 2006 dan 2008, dengan pencapaian pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dari angka nasional (pindah dari kuadran IV ke I). Sektor pertanian yang menjadi tumpuan perekonomian Lampung dan sektor-sektor dominan lainnya memiliki pertumbuhan positif pada tahun 2007 dan 2009 (BI, ). Sedangkan provinsi Riau masih memiliki kondisi yang bagus dengan tingkat kemiskinan rendah walaupun pencapaian pertumbuhan ekonominya berada di bawah nasional pada tahun 2006, 2007 dan 2009 (pindah dari kuadran II ke III). Peningkatan harga minyak tahun 2005 dan 2008 setidaknya turut berpengaruh terhadap perekonomian Riau yang hampir setengahnya ditopang oleh hasil minyak bumi dan gas. Analisis kuadran lebih lengkap untuk melihat karakteristik provinsi berdasarkan pertumbuhan ekonomi dan tingkat kemiskinan selama tahun dapat dilihat pada Lampiran 7 dan Lampiran Kemiskinan dan Distribusi Pendapatan Penurunan penduduk miskin dan pemerataan distribusi pendapatan merupakan tujuan utama pembangunan melalui pencapaian pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Sehingga perubahan P0 sebagai indikator perubahan kemiskinan dan

13 67 perubahan indeks gini sebagai indikator perubahan distribusi pendapatan merupakan karakteristik yang penting untuk diperhatikan. Analisis kuadran digunakan untuk melihat kondisi provinsi dalam hal pencapaian tingkat kemiskinan (P0) dan distribusi pendapatannya (indeks gini). Berdasarkan kedua variabel P0 dan indeks gini, maka provinsi memiliki karakteristik yang bagus jika mempunyai nilai P0 dan nilai indeks gini yang berada di bawah angka nasional (kuadran III). Provinsi yang berada di kuadran III menunjukkan penurunan persentase penduduk miskin dan ketimpangan distribusi pendapatan yang lebih cepat dari penurunan secara nasional. Provinsi yang selalu berada di kuadran III selama tahun diantaranya Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Jambi, Bangka Belitung, DKI Jakarta, Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah. Provinsi-provinsi tersebut mempunyai tingkat kemiskinan dan ketimpangan distribusi pendapatan yang berada di bawah angka nasional selama periode RPJM Selain itu sebagian besar provinsi-provinsi tersebut memiliki pertumbuhan ekonomi yang tinggi selama periode RPJM Seperti halnya pendapat beberapa peneliti (Kakwani dan Son, 2000; Son, 2003; Bourguignon, 2004; Kakwani dan Son, 2006) yang pada intinya menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi yang disertai dengan perbaikan distribusi pendapatan (growth with equity) akan lebih efektif dalam mengurangi kemiskinan. Fenomena ini mengindikasikan proses redistribusi pendapatan yang berjalan dengan baik di provinsi-provinsi tersebut. Provinsi Papua dan DIY selama tahun selalu berada di kuadran I dengan nilai P0 dan indeks gini yang berada di atas angka nasional. Selain pencapaian pertumbuhan ekonomi yang selalu berada di bawah angka nasional, provinsi Papua dan DIY hingga periode RPJM berakhir tahun 2009, masih menghadapi permasalahan tingginya kemiskinan dan ketimpangan pendapatan. Sektor pertambangan dan penggalian sebagai penopang perekonomian Papua hanya dirasakan oleh sebagian kecil penduduk, sedangkan banyaknya pengangguran terbuka dan terdidik di DIY menunjukkan pertumbuhan yang telah dicapai didorong oleh sebagian kecil penduduk (BI, ). Sehingga tidak memperbaiki distribusi pendapatan dan mengurangi manfaat pertumbuhan tersebut dalam mengentaskan kemiskinan. Selain itu, bencana alam gempa di DIY

14 68 setidaknya berpengaruh terhadap peningkatan kemiskinan dengan banyaknya penduduk yang kehilangan tempat tinggal dan pekerjaan. Provinsi NAD, Sumatera Selatan, Bengkulu, Jawa tengah, dan Jawa Timur selama tahun hanya mengalami perbaikan dari sisi distribusi pendapatan (kuadran IV). Provinsi DIY dan provinsi-provinsi yang berada di kuadran IV ini pada umumnya memiliki tingkat kemiskinan yang tergolong tinggi pada awal periode penelitian. Provinsi Kepulauan Riau, Jawa Barat, Banten, Bali, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, dan Maluku Utara tahun 2005 dan sejak tahun memiliki kondisi yang diharapkan dalam pembangunan, dengan rendahnya kemiskinan dan ketimpangan pendapatan. Walaupun tahun 2006 sempat mengalami peningkatan ketimpangan pendapatan, kecuali provinsi Banten yang mengalami peningkatan ketimpangan pendapatan pada tahun Provinsi Kalimantan Timur tahun 2009 mengalami peningkatan ketimpangan pendapatan yang sebelumnya memiliki karakteristik kemiskinan dan ketimpangan yang bagus (pindah dari kuadran III ke II). Peningkatan nilai tambah sektor pertambangan dan penggalian khususnya batubara yang menjadi penggerak perekonomian Kalimantan Timur dan hanya dirasakan sebagian kecil penduduk diduga menjadi penyebabnya (BI, 2009). Bahkan provinsi Sulawesi Selatan sudah sejak tahun 2006 berpindah ke kuadran II yang sebelumnya berada di kuadran III, yang berarti mengalami masalah peningkatan ketimpangan pendapatan. Provinsi Sulawesi Barat sebagai pemekaran dari provinsi Sulawesi Selatan mengalami permasalahan tingginya kemiskinan sejak tahun Walaupun ketimpangan lebih baik dari provinsi induknya, akan tetapi banyaknya penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan membuat kemiskinan menjadi masalah di provinsi baru tersebut. Fenomena yang sama dengan provinsi Sulawesi Barat, juga terjadi di provinsi Papua Barat sebagai provinsi baru hasil pemekaran dari provinsi Papua. Sebaliknya provinsi Lampung, NTB, NTT, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Maluku dan Papua pada tahun 2009 mengalami perbaikan dalam permasalahan distribusi pendapatan, dimana ketimpangan maupun kemiskinan yang tinggi sempat menjadi masalah di tahun sebelumnya (pindah dari kuadran I). Analisis kuadran lebih lengkap untuk melihat karakteristik provinsi berdasarkan

15 69 tingkat kemiskinan dan distribusi pendapatan selama tahun dapat dilihat pada Lampiran 8 dan Lampiran Kemiskinan, Pertumbuhan Ekonomi dan Distribusi Pendapatan Proses pencapaian pertumbuhan ekonomi, distribusi pendapatan dan tingkat kemiskinan di setiap provinsi selama tahun 2005 hingga 2009 dapat dilihat pada Tabel 6. berikut. Tabel 6. membagi provinsi berdasarkan karakteristik pertumbuhan ekonomi, distribusi pendapatan dan tingkat kemiskinan. Timmer (2004) membagi pertumbuhan ekonomi berdasarkan nilai rata-ratanya menjadi tiga kategori, yaitu slow economic growth dengan nilai rata-rata kurang dari 2,5 persen; medium dengan nilai rata-rata antara 2,5 persen hingga 4 persen; dan fast dengan nilai rata-rata nilai lebih dari 4 persen. Indeks gini juga dibagi menjadi tiga kategori berdasarkan nilai rata-ratanya (Timmer, 2004 dan Oshima dalam Suparno, 2010), yaitu low dengan nilai rata-rata kurang dari 0,3; low to high dengan nilai rata-rata antara 0,3 hingga 0,4; dan high dengan nilai rata-rata lebih dari 0,4. Sedangkan tingkat kemiskinan atau nilai P0 dibagi menjadi 2 kategori berdasarkan nilai rata-rata P0 nasional, yaitu below mean dengan nilai rata-rata kurang dari 16,05 persen dan above mean dengan nilai rata-rata lebih dari 16,05 persen. Nilai rata-rata yang digunakan merupakan nilai rata-rata pertumbuhan ekonomi, rata-rata indeks gini dan rata-rata nilai P0 selama tahun 2005 hingga 2009 di setiap provinsi dan angka nasional. Provinsi Jambi, Bangka Belitung, dan Kalimantan Tengah selama tahun merupakan provinsi dengan pencapaian hasil pembangunan yang sesuai harapan. Pencapaian pertumbuhan ekonomi yang cepat, dengan disertai perbaikan distribusi pendapatan, provinsi-provinsi tersebut berhasil mengurangi tingkat kemiskinan hingga berada di bawah rata-rata nasional. Provinsi Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Kepulauan Riau, DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Bali, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan juga memiliki pencapaian pembangunan yang cukup bagus dengan tingginya pertumbuhan ekonomi, rendahnya tingkat kemiskinan dan ketimpangan yang sedang selama tahun Secara keseluruhan provinsi yang memiliki pencapaian pembangunan yang sesuai harapan dan cukup bagus terletak di Indonesia bagian barat dan tengah. Walaupun provinsi Sulawesi Utara

16 70 Tabel 6. Pembagian Provinsi menurut Nilai Rata-rata Persentase Penduduk Miskin (P0), Rata-rata Indeks gini dan Rata-rata Pertumbuhan Ekonomi (Growth), Tahun P0 Below Mean Above Mean Growth Indeks gini Low Low to High High Slow Medium Jambi, Bangka Sumatera Utara, Maluku Utara Belitung, Kalimantan Sumatera Barat, Riau, Tengah Kepulauan Riau, DKI Jakarta, Jawa Barat, Fast Banten, Bali, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan Slow NAD DIY - Medium Sumatera selatan, Bengkulu, Lampung, Jawa Tengah, Jawa Timur, NTT, NTB, Fast Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat, Gorontalo, Maluku, Papua Barat, Papua dan Sulawesi Selatan berada di Indonesia bagian timur, akan tetapi provinsi ini memiliki kondisi perekonomian yang jauh lebih baik dibandingkan provinsi lain di wilayah yang sama. Sedangkan Maluku Utara masih menghadapi permasalahan tingginya ketimpangan pendapatan, walaupun tingginya pertumbuhan ekonomi telah menurunkan tingkat kemiskinan hingga berada di bawah rata-rata nasional. Secara umum provinsi yang memiliki tingkat kemiskinan berada di bawah nilai rata-rata memiliki kondisi kemiskinan yang lebih rendah dibandingkan lainnya pada awal tahun yang dianalisis. Provinsi NAD dengan ketimpangan pendapatan rendah, harus didukung percepatan pertumbuhan ekonomi untuk menurunkan tingkat kemiskinan yang di atas rata-rata nasional. Provinsi DIY merupakan satu-satunya provinsi yang selama tahun masih menghadapi permasalahan dalam pembangunan dengan rendahnya pertumbuhan ekonomi, tingginya tingkat kemiskinan dan

17 71 ketimpangan yang masuk kategori sedang. Sedangkan provinsi lainnya sudah memiliki pertumbuhan ekonomi yang cepat sebagai syarat keharusan dalam penurunan tingkat kemiskinan yang masih tinggi, walaupun masih memiliki ketimpangan yang sedang. Kemiskinan yang tinggi pada awal tahun yang dianalisis ternyata memberikan pengaruh terhadap upaya pengurangan kemiskinan. Hal ini terjadi di provinsi seperti NAD, DIY. Pada akhir tahun yang dianalisis ternyata kedua provinsi masih menghadapi permasalahan tingginya angka kemiskinan. Secara umum, dari hasil analisis menunjukkan adanya karakteristik spatial provinsi-provinsi yang memiliki tingkat kemiskinan di atas rata-rata nasional, yaitu berada di Indonesia Bagian Timur dan berbentuk kepulauan. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi awal yang berbeda-beda dan karakteristik seperti kepulauan yang berbeda antar provinsi diduga turut berpengaruh terhadap dampak pertumbuhan dan distribusi pendapatan dalam mengurangi kemiskinan. Nilai rata-rata P0, indeks gini dan pertumbuhan ekonomi di masing-masing provinsi selama tahun dapat dilihat pada Lampiran 12.

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN BADAN PUSAT STATISTIK No.06/02/81/Th.2017, 6 Februari 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN GINI RATIO MALUKU PADA SEPTEMBER 2016 SEBESAR 0,344 Pada September 2016,

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU UTARA SEPTEMBER 2016

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU UTARA SEPTEMBER 2016 No. 11/02/82/Th. XVI, 1 Februari 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU UTARA SEPTEMBER 2016 GINI RATIO DI MALUKU UTARA KEADAAN SEPTEMBER 2016 SEBESAR 0,309 Pada September 2016, tingkat ketimpangan

Lebih terperinci

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009 ACEH ACEH ACEH SUMATERA UTARA SUMATERA UTARA SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT RIAU JAMBI JAMBI SUMATERA SELATAN BENGKULU LAMPUNG KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KEPULAUAN RIAU DKI JAKARTA JAWA BARAT

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA UTARA SEPTEMBER 2016 MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA UTARA SEPTEMBER 2016 MENURUN BPS PROVINSI SUMATERA UTARA No. 13/02/12/Th. XX, 06 Februari 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA UTARA SEPTEMBER 2016 MENURUN GINI RATIO PADA SEPTEMBER 2016 SEBESAR 0,312 Pada ember

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PROVINSI BENGKULU MARET 2016 MULAI MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PROVINSI BENGKULU MARET 2016 MULAI MENURUN No.54/09/17/I, 1 September 2016 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PROVINSI BENGKULU MARET 2016 MULAI MENURUN GINI RATIO PADA MARET 2016 SEBESAR 0,357 Daerah Perkotaan 0,385 dan Perdesaan 0,302 Pada

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK INDONESIA MARET 2017 MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK INDONESIA MARET 2017 MENURUN No.39/07/15/Th.XI, 17 Juli 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK INDONESIA MARET 2017 MENURUN GINI RATIO PADA MARET 2017 SEBESAR 0,335 Pada Maret 2017, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk

Lebih terperinci

BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN

BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN BADAN PUSAT STATISTIK BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN No.53/09/16 Th. XVIII, 01 September 2016 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA SELATAN MARET 2016 GINI RATIO SUMSEL PADA MARET 2016 SEBESAR

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan 4 GAMBARAN UMUM 4.1 Kinerja Fiskal Daerah Kinerja fiskal yang dibahas dalam penelitian ini adalah tentang penerimaan dan pengeluaran pemerintah daerah, yang digambarkan dalam APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA BARAT MARET 2016 MULAI MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA BARAT MARET 2016 MULAI MENURUN No.54/9/13/Th. XIX, 1 ember 2016 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA BARAT MARET 2016 MULAI MENURUN GINI RATIO PADA MARET 2016 SEBESAR 0,331 Pada 2016, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK NUSA TENGGARA BARAT MARET 2017 MENINGKAT

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK NUSA TENGGARA BARAT MARET 2017 MENINGKAT BADAN PUSAT STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK No.46/07/52/Th.I, 17 Juli 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK NUSA TENGGARA BARAT MARET 2017 MENINGKAT GINI RATIO PADA MARET 2017 SEBESAR 0,371 Pada

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur 57 IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta Provinsi DKI Jakarta merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 7 meter diatas permukaan laut dan terletak antara

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 72 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Pola Pertumbuhan Ekonomi Parsial DKI Jakarta dan Luar DKI Jakarta Sebelum Otonomi Deaerah Berdasarkan Pendekatan Klassen Typology Pada bagian ini akan diuraikan

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SULAWESI TENGGARA MARET 2017 MENURUN TERHADAP MARET 2016

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SULAWESI TENGGARA MARET 2017 MENURUN TERHADAP MARET 2016 BADAN PUSAT STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK No.39/07/Th.XX, 17 Juli 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SULAWESI TENGGARA MARET 2017 MENURUN TERHADAP MARET 2016 GINI RATIO PADA MARET 2017 SEBESAR

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN KONSUMSI MARET 2017

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN KONSUMSI MARET 2017 No. 41/07/36/Th.XI, 17 Juli 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN KONSUMSI MARET 2017 GINI RATIO PROVINSI BANTEN MARET 2017 MENURUN Pada 2017, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Banten yang diukur

Lebih terperinci

Visi, Misi Dan Strategi KALTIM BANGKIT

Visi, Misi Dan Strategi KALTIM BANGKIT Awang Faroek Ishak Calon Gubernur 2008-2013 1 PETA KABUPATEN/KOTA KALIMANTAN TIMUR Awang Faroek Ishak Calon Gubernur 2008-2013 2 BAB 1. PENDAHULUAN Kalimantan Timur (Kaltim) merupakan propinsi terluas

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu negara. Pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami perubahan yang cukup berfluktuatif. Pada

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK BANTEN SEPTEMBER 2016 MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK BANTEN SEPTEMBER 2016 MENURUN No.12/02/Th.XI, 6 Februari 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK BANTEN SEPTEMBER 2016 MENURUN GINI RATIO PADA SEPTEMBER 2016 SEBESAR 0,392 Pada ember 2016, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2008

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2008 BADAN PUSAT STATISTIK No. 37/07/Th. XI, 1 Juli 2008 PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2008 Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Indonesia pada bulan Maret 2008 sebesar

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PAPUA BARAT MARET 2017 MEMBAIK

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PAPUA BARAT MARET 2017 MEMBAIK No. 35/07/91 Th. XI, 17 Juli 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PAPUA BARAT MARET 2017 MEMBAIK GINI RATIO PADA MARET 2017 SEBESAR 0,390 Pada Maret 2017, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah penduduk adalah salah satu input pembangunan ekonomi. Data

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah penduduk adalah salah satu input pembangunan ekonomi. Data 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Jumlah penduduk adalah salah satu input pembangunan ekonomi. Data jumlah penduduk Indonesia tahun 2010 sampai 2015 menunjukkan kenaikan setiap tahun. Jumlah penduduk

Lebih terperinci

5. PROFIL KINERJA FISKAL, PEREKONOMIAN, DAN KEMISKINAN SEKTORAL DAERAH DI INDONESIA

5. PROFIL KINERJA FISKAL, PEREKONOMIAN, DAN KEMISKINAN SEKTORAL DAERAH DI INDONESIA 86 5. PROFIL KINERJA FISKAL, PEREKONOMIAN, DAN KEMISKINAN SEKTORAL DAERAH DI INDONESIA Profil kinerja fiskal, perekonomian, dan kemiskinan sektoral daerah pada bagian ini dianalisis secara deskriptif berdasarkan

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2009

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2009 BADAN PUSAT STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK No. 43/07/Th. XII, 1 Juli 2009 PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2009 Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan di Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. orang untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka yaitu sandang, pangan, dan papan.

I. PENDAHULUAN. orang untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka yaitu sandang, pangan, dan papan. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemiskinan adalah kondisi dimana ketidakmampuan seseorang atau sekelompok orang untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka yaitu sandang, pangan, dan papan. Masalah kemiskinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya setiap negara di dunia memiliki tujuan utama yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya setiap negara di dunia memiliki tujuan utama yaitu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada umumnya setiap negara di dunia memiliki tujuan utama yaitu meningkatkan taraf hidup atau mensejahterakan seluruh rakyat melalui pembangunan ekonomi. Dengan kata

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara umum diketahui bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan. Sedangkan tujuan yang paling penting dari suatu pembangunan

Lebih terperinci

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 11/02/34/Th.XVI, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN SEBESAR 5,40 PERSEN Kinerja perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) selama tahun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masalah kompleks yang telah membuat pemerintah memberikan perhatian khusus

I. PENDAHULUAN. masalah kompleks yang telah membuat pemerintah memberikan perhatian khusus 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Kemiskinan merupakan isu sentral yang dihadapi oleh semua negara di dunia termasuk negara sedang berkembang, seperti Indonesia. Kemiskinan menjadi masalah kompleks yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dihadapi oleh negara-negara berkembang adalah disparitas (ketimpangan)

BAB I PENDAHULUAN. dihadapi oleh negara-negara berkembang adalah disparitas (ketimpangan) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah salah satu negara yang berkembang, masalah yang sering dihadapi oleh negara-negara berkembang adalah disparitas (ketimpangan) distribusi pendapatan

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK Indeks Tendensi Konsumen III-2017 Provinsi Nusa Tenggara Timur No. 10/11/53/Th. XX, 6 November 2017 BERITA RESMI STATISTIK Indeks Tendensi Konsumen III-2017 Secara umum kondisi ekonomi dan tingkat optimisme

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2010

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2010 BADAN PUSAT STATISTIK No. 45/07/Th. XIII, 1 Juli 2010 PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2010 JUMLAH PENDUDUK MISKIN MARET 2010 MENCAPAI 31,02 JUTA Jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran

Lebih terperinci

Populasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor),

Populasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor), Babi Aceh 0.20 0.20 0.10 0.10 - - - - 0.30 0.30 0.30 3.30 4.19 4.07 4.14 Sumatera Utara 787.20 807.40 828.00 849.20 871.00 809.70 822.80 758.50 733.90 734.00 660.70 749.40 866.21 978.72 989.12 Sumatera

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa waktu terakhir, pemerintah telah menerapkan sistem. pembangunan dengan fokus pertumbuhan ekonomi dengan menurunkan tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa waktu terakhir, pemerintah telah menerapkan sistem. pembangunan dengan fokus pertumbuhan ekonomi dengan menurunkan tingkat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beberapa waktu terakhir, pemerintah telah menerapkan sistem pembangunan dengan fokus pertumbuhan ekonomi dengan menurunkan tingkat pengangguran dan kemiskinan. Meskipun

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2011

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2011 BADAN PUSAT STATISTIK No. 06/01/Th. XV, 2 Januari 2012 PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2011 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2011 MENCAPAI 29,89 JUTA ORANG Jumlah penduduk miskin (penduduk dengan

Lebih terperinci

WORKSHOP (MOBILITAS PESERTA DIDIK)

WORKSHOP (MOBILITAS PESERTA DIDIK) WORKSHOP (MOBILITAS PESERTA DIDIK) KONSEP 1 Masyarakat Anak Pendidikan Masyarakat Pendidikan Anak Pendekatan Sektor Multisektoral Multisektoral Peserta Didik Pendidikan Peserta Didik Sektoral Diagram Venn:

Lebih terperinci

DINAMIKA PDB SEKTOR PERTANIAN DAN PENDAPATAN PETANI

DINAMIKA PDB SEKTOR PERTANIAN DAN PENDAPATAN PETANI DINAMIKA PDB SEKTOR PERTANIAN DAN PENDAPATAN PETANI Hermanto dan Gatoet S. Hardono PENDAHULUAN Sebagai negara berkembang yang padat penduduknya, Indonesia memerlukan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Selain itu pembangunan adalah rangkaian dari upaya dan proses yang

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Selain itu pembangunan adalah rangkaian dari upaya dan proses yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pembangunan adalah kemajuan yang diharapkan oleh setiap negara. Pembangunan adalah perubahan yang terjadi pada semua struktur ekonomi dan sosial. Selain itu

Lebih terperinci

BAB II JAWA BARAT DALAM KONSTELASI NASIONAL

BAB II JAWA BARAT DALAM KONSTELASI NASIONAL BAB II JAWA BARAT DALAM KONSTELASI NASIONAL 2.1 Indeks Pembangunan Manusia beserta Komponennya Indikator Indeks Pembangunan Manusia (IPM; Human Development Index) merupakan salah satu indikator untuk mengukur

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI MALUKU TAHUN 2013

PROFIL KEMISKINAN DI MALUKU TAHUN 2013 No., 05/01/81/Th. XV, 2 Januari 2014 Agustus 2007 PROFIL KEMISKINAN DI MALUKU TAHUN 2013 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk yang pengeluaran per bulannya berada di bawah Garis Kemiskinan) di Maluku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menunjang pertumbuhan ekonomi yang pesat. Akan tetapi jika bergantung pada

BAB I PENDAHULUAN. menunjang pertumbuhan ekonomi yang pesat. Akan tetapi jika bergantung pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya alam yang berlimpah pada suatu daerah umumnya akan menunjang pertumbuhan ekonomi yang pesat. Akan tetapi jika bergantung pada sumber daya alam yang tidak

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. Penyajian gambaran umum tentang variabel-variabel endogen dalam

V. GAMBARAN UMUM. Penyajian gambaran umum tentang variabel-variabel endogen dalam V. GAMBARAN UMUM Penyajian gambaran umum tentang variabel-variabel endogen dalam penelitian ini dimaksudkan agar diketahui kondisi awal dan pola prilaku masingmasing variabel di provinsi yang berbeda maupun

Lebih terperinci

PROFIL PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI OLEH MASYARAKAT

PROFIL PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI OLEH MASYARAKAT No. 42 / IX / 14 Agustus 2006 PROFIL PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI OLEH MASYARAKAT Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2005 Dari hasil Susenas 2005, sebanyak 7,7 juta dari 58,8 juta rumahtangga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian merupakan sektor yang penting dalam pembangunan Indonesia, yaitu sebagai dasar pembangunan sektor lainnya. Sejalan dengan itu, sektor pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang. Definisi

Lebih terperinci

Nusa Tenggara Timur Luar Negeri Banten Kepulauan Riau Sumatera Selatan Jambi. Nusa Tenggara Barat Jawa Tengah Sumatera Utara.

Nusa Tenggara Timur Luar Negeri Banten Kepulauan Riau Sumatera Selatan Jambi. Nusa Tenggara Barat Jawa Tengah Sumatera Utara. LAMPIRAN I ZONA DAN KOEFISIEN MASING-MASING ZONA Zona 1 Zona 2 Zona 3 Zona 4 Zona 5 Zona 6 Koefisien = 5 Koefisien = 4 Koefisien = 3 Koefisien = 2 Koefisien = 1 Koefisien = 0,5 DKI Jakarta Jawa Barat Kalimantan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN PROVINSI DKI JAKARTA 2014

PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN PROVINSI DKI JAKARTA 2014 OUTLINE ANALISIS PROVINSI 1. Perkembangan Indikator Utama 1.1 Pertumbuhan Ekonomi 1.2 Pengurangan Pengangguran 1.3 Pengurangan Kemiskinan 2. Kinerja Pembangunan Kota/ Kabupaten 2.1 Pertumbuhan Ekonomi

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Usaha kecil dan menengah (UKM) merupakan kategori bisnis berskala kecil menengah yang dipercaya mampu memberikan kontribusi yang signifikan terhadap perekonomian Indonesia,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia. Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah, oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia. Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah, oleh BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perekonomian merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah, oleh karena itu perekonomian

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI RIAU TAHUN 2015

PERTUMBUHAN EKONOMI RIAU TAHUN 2015 No. 10/02/14/Th. XVII, 5 Februari 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI RIAU TAHUN EKONOMI RIAU TAHUN TUMBUH 0,22 PERSEN MELAMBAT SEJAK LIMA TAHUN TERAKHIR Perekonomian Riau tahun yang diukur berdasarkan Produk Domestik

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT MARET 2016

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT MARET 2016 BPS PROVINSI SULAWESI BARAT No. 42/07/76/Th. X, 18 Juli 2016 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT MARET 2016 JUMLAH PENDUDUK MISKIN MARET 2016 SEBANYAK 152,73 RIBU JIWA Persentase penduduk miskin

Lebih terperinci

KEADAAN KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA SEPTEMBER, 2014

KEADAAN KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA SEPTEMBER, 2014 No. 04/ 01/ 94/ Th.IX, 2 Januari 2015 KEADAAN KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA SEPTEMBER, 2014 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2014 MENCAPAI 864,11 RIBU ORANG. Jumlah penduduk miskin di Papua pada bulan September

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kemiskinan merupakan hal klasik yang belum tuntas terselesaikan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kemiskinan merupakan hal klasik yang belum tuntas terselesaikan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan hal klasik yang belum tuntas terselesaikan terutama di Negara berkembang, artinya kemiskinan menjadi masalah yang dihadapi dan menjadi perhatian

Lebih terperinci

Tabel Lampiran 1. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Padi Per Propinsi

Tabel Lampiran 1. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Padi Per Propinsi Tabel., dan Padi Per No. Padi.552.078.387.80 370.966 33.549 4,84 4,86 2 Sumatera Utara 3.48.782 3.374.838 826.09 807.302 4,39 4,80 3 Sumatera Barat.875.88.893.598 422.582 423.402 44,37 44,72 4 Riau 454.86

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA BADAN PUSAT STATISTIK No. 12/02/Th. XIII, 10 Februari 2010 PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA PERTUMBUHAN PDB TAHUN 2009 MENCAPAI 4,5 PERSEN Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) tahun 2009 meningkat sebesar

Lebih terperinci

IV. DINAMIKA DISPARITAS WILAYAH DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR

IV. DINAMIKA DISPARITAS WILAYAH DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR IV. DINAMIKA DISPARITAS WILAYAH DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR 4.1. Dinamika Disparitas Wilayah Pembangunan wilayah merupakan sub sistem dari pembangunan koridor ekonomi dan provinsi dan merupakan bagian

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2017

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2017 2 BPS PROVINSI DI YOGYAKARTA No 46/08/34/ThXIX, 7 Agustus 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2017 EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN II 2017 TUMBUH 5,17 PERSEN LEBIH LAMBAT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah (regional development) pada dasarnya adalah

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah (regional development) pada dasarnya adalah I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah (regional development) pada dasarnya adalah pelaksanaan pembangunan nasional pada suatu wilayah yang telah disesuaikan dengan kemampuan fisik dan sosial

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK Triwulan III-2017 Provinsi Nusa Tenggara Barat No. 73/11/52/Th.VIII, 6 Nopember 2017 BERITA RESMI STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) TRIWULAN III-2017

Lebih terperinci

KEADAAN KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA MARET, 2016

KEADAAN KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA MARET, 2016 No. 37/ 07/ 94/ Th.VIII, 18 Juli 2016 KEADAAN KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA MARET, 2016 PERSENTASE PENDUDUK MISKIN MARET 2016 MENCAPAI 28,54 PERSEN Persentase, penduduk Miskin di Papua selama enam bulan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berbagai teori pembangunan ekonomi, mulai dari teori ekonomi klasik (Adam Smith, Robert Malthus dan David Ricardo) sampai dengan teori ekonomi modern (W.W. Rostow dan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2015

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2015 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NTB No. 12/02/52/Th.X, 5 Februari 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2015 EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT PADA TRIWULAN IV 2015 TUMBUH 11,98 PERSEN Sampai dengan

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK

BADAN PUSAT STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK No. 50/08/Th.XII, 10 Agustus 2009 PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II-2009 Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diukur berdasarkan kenaikan Produk Domestik Bruto (PDB) pada triwulan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi yang meningkat menggambarkan bahwa adanya peningkatan

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi yang meningkat menggambarkan bahwa adanya peningkatan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan dasar untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Indikator untuk melihat pembangunan adalah dengan melihat pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Per Kapita dan Struktur Ekonomi Tingkat pertumbuhan ekonomi Provinsi Nusa Tenggara Timur dalam lima tahun terakhir

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT SEPTEMBER 2015

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT SEPTEMBER 2015 BPS PROVINSI SULAWESI BARAT No. 5/01/76/Th. X, 4 Januari 2016 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT SEPTEMBER 2015 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2015 SEBANYAK 153,21 RIBU JIWA Persentase penduduk

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK Keadaan Ketenagakerjaan Indonesia Agustus 2017 No. 103/11/Th. XX, 06 November 2017 BERITA RESMI STATISTIK Keadaan Ketenagakerjaan Indonesia Agustus 2017 A. KEADAAN KETENAGAKERJAAN Agustus 2017: Tingkat

Lebih terperinci

Pembimbing : PRIHANDOKO, S.Kom., MIT, Ph.D.

Pembimbing : PRIHANDOKO, S.Kom., MIT, Ph.D. ANALISIS BENCANA DI INDONESIA BERDASARKAN DATA BNPB MENGGUNAKAN METODE CLUSTERING DATA MINING MAHESA KURNIAWAN 54412387 Pembimbing : PRIHANDOKO, S.Kom., MIT, Ph.D. Bencana merupakan peristiwa yang dapat

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TAHUN 2016 BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No.11/02/34/Th.XIX, 6 Februari 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TAHUN 2016 EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN 2016 TUMBUH 5,05 PERSEN LEBIH TINGGI DIBANDING TAHUN

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. masyarakat, dan institusi-institusi nasional, di samping tetap mengejar akselerasi

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. masyarakat, dan institusi-institusi nasional, di samping tetap mengejar akselerasi BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Pembangunan harus dipandang sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena melibatkan seluruh sistem yang terlibat dalam suatu negara. Di negara-negara berkembang modifikasi kebijakan

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT SEPTEMBER 2016

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT SEPTEMBER 2016 BPS PROVINSI SULAWESI BARAT No. 05/01/76/Th.XI, 3 Januari 2017 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT SEPTEMBER 2016 JUMLAH PENDUDUK MISKIN sebesar 146,90 RIBU JIWA (11,19 PERSEN) Persentase penduduk

Lebih terperinci

RUMAH KHUSUS TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN

RUMAH KHUSUS TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN Pembangunan Perumahan Dan Kawasan Permukiman Tahun 2016 PERUMAHAN PERBATASAN LAIN2 00 NASIONAL 685.00 1,859,311.06 46,053.20 4,077,857.49 4,523.00 359,620.52 5,293.00 714,712.50 62,538.00 1,344,725.22

Lebih terperinci

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH (Indikator Makro)

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH (Indikator Makro) POTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH (Indikator Makro) Pusat Data dan Statistik Pendidikan - Kebudayaan Setjen, Kemendikbud Jakarta, 2015 DAFTAR ISI A. Dua Konsep Pembahasan B. Potret IPM 2013 1. Nasional

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN A. Kondisi Geografis Negara Indonesia Penulis menyajikan gambaran umum yang meliputi kondisi Geografis, kondisi ekonomi di 33 provinsi Indonesia. Sumber : Badan Pusat Statistik

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI BISNIS DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN TRIWULAN I-2013

INDEKS TENDENSI BISNIS DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN TRIWULAN I-2013 BADAN PUSAT STATISTIK No. 34/05/Th. XVI, 6 Mei 2013 INDEKS TENDENSI BISNIS DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN TRIWULAN I-2013 KONDISI BISNIS DAN EKONOMI KONSUMEN MENINGKAT A. INDEKS TENDENSI BISNIS A. Penjelasan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2016 2 BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 45/08/34/Th.XVIII, 5 Agustus 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2016 EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN II 2016 TUMBUH 5,57 PERSEN LEBIH

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2014

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2014 BADAN PUSAT STATISTIK No. 52/07/Th. XVII, 1 Juli 2014 PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2014 JUMLAH PENDUDUK MISKIN MARET 2014 MENCAPAI 28,28 JUTA ORANG Pada Maret 2014, jumlah penduduk miskin (penduduk

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TRIWULAN IV TAHUN 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TRIWULAN IV TAHUN 2013 BPS PROVINSI LAMPUNG No.06/02/18/Th.XIV, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TRIWULAN IV TAHUN 2013 EKONOMI LAMPUNG TUMBUH 5,97 PERSEN SELAMA TAHUN 2013 Sebagai dasar perencanaan pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat menjadi meningkat (Atmanti, 2010). perekonomian. Secara lebih jelas, pengertian Produk Domestik Regional Bruto

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat menjadi meningkat (Atmanti, 2010). perekonomian. Secara lebih jelas, pengertian Produk Domestik Regional Bruto BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi suatu daerah didasarkan pada bagaimana suatu daerah dapat meningkatkan pengelolaan serta hasil produksi atau output dari sumber dayanya disetiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengartikan pembangunan ekonomi. Secara tradisional, pembangunan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. mengartikan pembangunan ekonomi. Secara tradisional, pembangunan ekonomi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Istilah pembangunan ekonomi bisa saja diartikan berbeda oleh satu orang dengan orang lain, daerah yang satu dengan daerah yang lain, negara satu dengan negara lain.

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA BADAN PUSAT STATISTIK No. 12/02/Th. XIV, 7 Februari 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA PERTUMBUHAN PDB TAHUN 2010 MENCAPAI 6,1 PERSEN Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) tahun 2010 meningkat sebesar

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2012

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2012 BADAN PUSAT STATISTIK No. 06/01/Th. XVI, 2 Januari 2013 PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2012 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2012 MENCAPAI 28,59 JUTA ORANG Pada bulan September 2012, jumlah penduduk

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT MARET 2017

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT MARET 2017 BPS PROVINSI SULAWESI BARAT No. 41/07/76/Th.XI, 17 Juli 2017 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT MARET 2017 JUMLAH PENDUDUK MISKIN sebesar 149,76 RIBU JIWA (11,30 PERSEN) Persentase penduduk miskin

Lebih terperinci

BOKS II : TELAAH KETERKAITAN EKONOMI PROPINSI DKI JAKARTA DAN BANTEN DENGAN PROPINSI LAIN PENDEKATAN INTERREGIONAL INPUT OUTPUT (IRIO)

BOKS II : TELAAH KETERKAITAN EKONOMI PROPINSI DKI JAKARTA DAN BANTEN DENGAN PROPINSI LAIN PENDEKATAN INTERREGIONAL INPUT OUTPUT (IRIO) BOKS II : TELAAH KETERKAITAN EKONOMI PROPINSI DKI JAKARTA DAN BANTEN DENGAN PROPINSI LAIN PENDEKATAN INTERREGIONAL INPUT OUTPUT (IRIO) IRIO memiliki kemampuan untuk melakukan beberapa analisa. Kemampuan

Lebih terperinci

DATA SOSIAL EKONOMI STRATEGIS. April 2017

DATA SOSIAL EKONOMI STRATEGIS. April 2017 DATA SOSIAL EKONOMI STRATEGIS April 2017 2 Data Sosial Ekonomi Strategis April 2017 Ringkasan Indikator Strategis Pertumbuhan Ekonomi Inflasi Perdagangan Internasional Kemiskinan & Rasio Gini Ketenagakerjaan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA BADAN PUSAT STATISTIK No. 13/02/Th. XV, 6 Februari 2012 PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA PERTUMBUHAN PDB TAHUN 2011 MENCAPAI 6,5 PERSEN Produk Domestik Bruto (PDB) tahun 2011 tumbuh sebesar 6,5 persen dibandingkan

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK No. 58/11/Th. XI, 6 November 2017 BERITA RESMI STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI PAPUA BARAT Indeks Tendensi Konsumen (ITK) Provinsi Papua Barat Triwulan III 2017 ITK Papua Barat Triwulan III 2017

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU 2014

PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU 2014 OUTLINE ANALISIS PROVINSI 1. Perkembangan Indikator Utama 1.1 Pertumbuhan Ekonomi 1.2 Pengurangan Pengangguran 1.3 Pengurangan Kemiskinan 2. Kinerja Pembangunan Kota/ Kabupaten 2.1 Pertumbuhan Ekonomi

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK Pertumbuhan Ekonomi DIY Triwulan III-2017 No. 63/11/Th.XIX, 6 November 2017 BERITA RESMI STATISTIK PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Pertumbuhan Ekonomi DIY Triwulan III-2017 EKONOMI DIY TRIWULAN III-

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2011 SEBESAR 7,96 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2011 SEBESAR 7,96 PERSEN BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 47/11/34/Th. XIII, 7 November 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2011 SEBESAR 7,96 PERSEN ekonomi Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM. 15 Lintang Selatan dan antara Bujur Timur dan dilalui oleh

BAB IV GAMBARAN UMUM. 15 Lintang Selatan dan antara Bujur Timur dan dilalui oleh BAB IV GAMBARAN UMUM A. Kondisi Geografis Secara astronomis, Indonesia terletak antara 6 08 Lintang Utara dan 11 15 Lintang Selatan dan antara 94 45 141 05 Bujur Timur dan dilalui oleh garis ekuator atau

Lebih terperinci

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI SULAWESI BARAT (Indikator Makro)

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI SULAWESI BARAT (Indikator Makro) POTRET PENDIDIKAN PROVINSI SULAWESI BARAT (Indikator Makro) Pusat Data dan Statistik Pendidikan - Kebudayaan Kemendikbud Jakarta, 2015 DAFTAR ISI A. Dua Konsep Pembahasan B. Potret IPM 2013 1. Nasional

Lebih terperinci

Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi dan Kebutuhan Investasi

Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi dan Kebutuhan Investasi Boks 2 REALISASI INVESTASI DALAM MENDORONG PERTUMBUHAN EKONOMI RIAU I. GAMBARAN UMUM Investasi merupakan salah satu pilar pokok dalam mencapai pertumbuhan ekonomi, karena mampu memberikan multiplier effect

Lebih terperinci

Antar Kerja Antar Daerah (AKAD)

Antar Kerja Antar Daerah (AKAD) Antar Kerja Antar Daerah (AKAD) Konsep Antar Kerja Antar Daerah (AKAD) merujuk pada mobilitas pekerja antar wilayah administrasi dengan syarat pekerja melakukan pulang pergi seminggu sekali atau sebulan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2015

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2015 BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 47/08/34/Th.XVII, 5 Agustus 2015 PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2015 EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN II 2015 MENGALAMI KONTRAKSI 0,09 PERSEN,

Lebih terperinci

KEADAAN KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA MARET, 2017

KEADAAN KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA MARET, 2017 No. 38/07/94/Th.IX 17 Juli 2017 KEADAAN KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA MARET, 2017 PERSENTASE PENDUDUK MISKIN MARET 2017 MENCAPAI 27,62 PERSEN Persentase penduduk miskin di Provinsi Papua selama enam bulan

Lebih terperinci

CAPAIAN PERTUMBUHAN EKONOMI BERKUALITAS DI INDONESIA. Abstrak

CAPAIAN PERTUMBUHAN EKONOMI BERKUALITAS DI INDONESIA. Abstrak CAPAIAN PERTUMBUHAN EKONOMI BERKUALITAS DI INDONESIA Abstrak yang berkualitas adalah pertumbuhan yang menciptakan pemerataan pendapatan,pengentasan kemiskinan dan membuka kesempatan kerja yang luas. Di

Lebih terperinci

2

2 2 3 c. Pejabat Eselon III kebawah (dalam rupiah) NO. PROVINSI SATUAN HALFDAY FULLDAY FULLBOARD (1) (2) (3) (4) (5) (6) 1. ACEH

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2013

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2013 BADAN PUSAT STATISTIK No. 06/01/Th. XVII, 2 Januari 2014 PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2013 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2013 MENCAPAI 28,55 JUTA ORANG Pada bulan September 2013, jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara. Hubungan keduanya dijelaskan dalam Hukum Okun yang menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara. Hubungan keduanya dijelaskan dalam Hukum Okun yang menunjukkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengangguran merupakan satu dari banyak permasalahan yang terjadi di seluruh negara di dunia, terutama di negara berkembang seperti Indonesia. Hal ini terjadi karena

Lebih terperinci

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 34/08/34/Th. XIII, 5 Agustus 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2011 SEBESAR -3,89 PERSEN Pertumbuhan ekonomi Provinsi Daerah Istimewa

Lebih terperinci