BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 23 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Model Migrasi Secara umum persamaan model skedul migrasi model penuh yang dikemukakan oleh Rogers (1978) dapat digambarkan menjadi sebuah grafik yang diberikan pada gambar berikut ini: Gambar 1 Skedul migrasi model penuh Grafik di atas dengan menggunakan simulasi dapat dikaji sebagai berikut: 1. Kurva pra-angkatan kerja (pre-labor force), berupa persamaan eksponensial dengan angka penurunan sebesar α 1 yaitu : f 1 (x) = a 1 exp(-α 1 x) ; x 0, dengan nilai-nilai parameter a 1 = 0,008 ; α 1 = 0,062 Secara grafik persamaan tersebut dapat ditunjukkan dalam gambar 2:

2 24 f1(x) umur (th) Gambar 2 Kurva migrasi pra-angkatan kerja Kurva di atas menggambarkan bahwa pola migrasi pra-angkatan kerja (usia 5-15 tahun) mengalami penurunan sejalan dengan meningkatnya umur. Pada usia tersebut mereka memiliki resiko yang sama. Artinya mereka masih tergantung pada orangtua. Jadi kemanapun orangtua mereka pergi akan selalu diikutsertakan. Sehingga pada tahap ini semakin bertambahnya umur maka tingkat ketergantungan mereka terhadap orangtua akan semakin kecil. Hal ini akan berakibat tingkat migrasi semakin rendah. 2. Kurva angkatan kerja (labor force), berupa persamaan eksponensial ganda dengan satu titik puncak, dengan usia rata-rata µ 2, serta memiliki angka kenaikan λ 2 dan penurunan α 2 yaitu : f 2 (x) = a 2 exp{-α 2 (x - µ 2 ) exp[-λ 2 (x-µ 2 )]} ; x 0, dengan nilai-nilai parameter a 2 = 0,029 ; α 2 = 0,075 ; µ 2 = 19,45 ; λ 2 = 0, f2(x) umur (th) Gambar 3 Kurva migrasi angkatan kerja Kurva di atas menggambarkan bahwa pola migrasi angkatan kerja (15-60 tahun) umumnya mereka memiliki resiko yang berbeda. Artinya mereka tidak tergantung pada orangtua, karena mereka umumnya akan belajar mandiri dan menentukan tujuan hidup. Sehingga mengakibatkan tingkat migrasi pada usia tahun mengalami peningkatan, sedangkan pada usia tahun

3 25 mengalami penurunan tingkat migrasi, hal ini disebabkan mereka umumnya sudah mempunyai keinginan untuk menetap dan membina rumah tangga. 3. Kurva pasca-angkatan kerja (post-labor force), berupa persamaan eksponensial ganda, dengan usia rata-rata µ 3, serta memiliki angka kenaikan λ 3 dan penurunan α 3 yaitu : f 3 (x) = a 3 exp{-α 3 (x - µ 3 ) exp[-λ 3 (x-µ 3 )]} ; x 0 dengan nilai-nilai parameter a 3 = 0,003 ; α 3 = 0,155 ; µ 3 = 75,35 ; λ 3 = 0, f3(x) Umur (th) Gambar 4 Kurva migrasi pasca angkatan kerja Kurva di atas menggambarkan bahwa pola migrasi pasca-angkatan kerja (usia 60 tahun) tingkat migrasi yang terjadi sangat kecil bila dibandingkan dengan tahap pekerja. Sebagian dari mereka umumnya melakukan migrasi ke daerah asal karena keinginan mereka untuk menetap dan menghabiskan usia pensiun, dan sebagian lagi akan menetap di daerah yang baru. 4. Suatu konstanta c, yaitu suatu persamaan: f 4 (x) = c ; x 0 dengan nilai-nilai parameter c = 0, f4(x) umur (th) Gambar 5 Kurva konstanta Kuva di atas menggambarkan suatu persamaan yang diperlukan untuk memperbaiki ketepatan matematis penaksiran skedul.

4 26 Gambar 1 menggambarkan skedul migrasi model penuh yang mempunyai 11 parameter: a 1, α 1, a 2, µ 2, α 2, λ 2, a 3, α 3, µ 3, λ 3 dan c. Dari sebelas parameter tersebut mencerminkan hal-hal sebagai berikut: 1. Parameter yang menyatakan tingkat (level), yaitu: a 1, a 2, a 3, dan c. 2. Parameter yang menyatakan pola (profil), yaitu: α 1, α 2, µ 2, λ 2, α 3, µ 3 dan λ 3. Perubahan dalam pola akan mengubah ketujuh parameter ini, tetapi belum tentu mengubah keempat parameter lainnya. Beberapa hal yang menarik dari Gambar 1 adalah terdapatnya tiga titik istimewa dalam pola migrasi menurut kelompok umur, yaitu: 1. x 1 yang merupakan titik terendah angka migrasi pada usia pra angkatan kerja. Angka migrasi atau M(x) pada titik ini biasanya merupakan angka terendah. 2. x h sebagai titik puncak atau tertinggi, yatu titik yang menghasilkan M(x) tertinggi pada usia angkatan kerja. Pada titik tersebut M(x) merupakan titik tertinggi jika dibandingkan dengan titik-titik lain di luar usia angkatan kerja. 3. x r yang merupakan titik tertinggi pada usia pasca-angkatan kerja. Titik ini lebih rendah daripada x h. Dari ketiga titik istimewa di atas (lihat dari Gambar 1), diperoleh tiga hal lain yaitu: 1. Pergeseran angkatan kerja (labor force shift) X = x h x 1, yaitu perbedaan umur antara titik terendah dan titik tertinggi. Atau tahun yang dibutuhkan dari x 1 ke x h. 2. Lompatan (jump) B, yang merupakan perbedaan antara M(x) yang dihasilkan oleh x 1 dan x h. 3. Gesekan orang tua (parental shift) A, yang mencerminkan hubungan erat antara migrasi anak-anak dan migrasi orang tua. Nilai ini diperoleh dengan menghitung selisih antara nilai x pada usia pra-angkatan kerja dan angkatan kerja untuk M(x) yang sama. Rata-rata selisih dua usia untuk suatu M(x) tersebut disebut dengan A (gesekan orang tua) Karakteristik model skedul migrasi juga dapat dilihat dari kaitan antara kelompok umur pra-angkatan kerja dan angkatan kerja. Model skedul dikatakan memiliki puncak awal, jika µ 2 kurang dari 19 tahun. Artinya rata-rata migran keluar pada usia angkatan kerja adalah pada usia kurang dari 19 tahun. Puncak

5 27 normal dapat terjadi jika µ 2 lebih dari atau sama dengan 19 tahun dan kurang dari 22 tahun. Sedangkan model skedul dikatakan puncak lambat jika memiliki µ 2 lebih besar atau sama dengan 22 tahun. Perbandingan puncak-puncak komponen pra-angkatan kerja dan angkatan kerja dapat direfleksikan oleh perbandingan antara a 1 dan a 2. Rasio ini mencerminkan tingkat dominasi tenaga kerja (degree of labor dominant), yang dinotasikan oleh δ 12, dengan δ 12 = a 1 /a 2. Suatu model skedul dikatakan didominasi tenaga kerja (labor dominant) jika δ 12 kurang dari 0,2. Jika nilai δ 12 lebih dari atau sama dengan 0,2 dan kurang dari 0,4, maka skedul tersebut dikatakan normal. Sedangkan δ 12 lebih besar atau sama dengan 0,4 maka skedul dikatakan dominasi anak-anak (child dependent). Jika dominasi tenaga kerja menggambarkan tingkat perbandingan (level) dari migran berusia pra-angkatan kerja terhadap usia angkatan kerja, maka asimetri tenaga kerja (labor asymmetry) menggambarkan kemencengan bentuk kurva puncak migrasi usia angkatan kerja. Nilai ini dinotasikan oleh σ 2 yaitu rasio antara λ 2 dan α 2 (σ 2 = λ 2 /α 2 ). Jika σ 2 kurang dari 2, maka model skedul dikatakan simetris. Model skedul dikatakan asimetri normal jika σ 2 lebih dari atau sama dengan 2 dan kurang dari 5. Model skedul dikatakan asimetris, jika σ 2 memiliki nilai lebih besar atau sama dengan 5. Umur puncak dan umur terendah kurva model secara matematis dapat dicari dengan menggunakan turunan pertama dari persamaan model, yaitu: = -a 1α 1 + {-α 2 + λ 2 + a 3 { (43) Dari persamaan (43) untuk menentukan umur puncak dan umur terendah dari kurva model dapat diketahui dengan cara 0. Persamaan (43) cukup rumit bila diselesaikan secara analitis, sehingga dalam menentukan umur puncak dan umur terendah serta ASMR dikerjakan secara numerik dengan dibantu Software Mathematica 6.0. Selisih antara umur puncak dan umur terendah pada kurva angkatan kerja disebut sebagai Labor Jump yang dinotasikan dengan B dapat diperoleh dengan mencari selisih ASMR puncak dan ASMR terendah pada kurva angkatan kerja.

6 Analisis Kurva Angkatan Kerja Kajian ini akan menganalisa bagaimana perubahan nilai beberapa parameter penting dalam model skedul. Untuk menganalisis kesesuaian ini akan difokuskan pada sifat kurva eksponensial ganda yang digambarkan oleh komponen angkatan kerja sebagai berikut: f 2 (x) = a 2 exp{-α 2 (x - µ 2 ) exp[-λ 2 (x-µ 2 )]} (44) akan diamati bahwa jika α 2 = λ 2 maka x h = µ 2 dan fungsi f 2 (x) berada pada max y h Bukti: Turunan pertama dari f 2 (x) adalah : = [a 2 exp{-α 2 (x - µ 2 ) exp[-λ 2 (x-µ 2 )]}] [ λ 2 exp [-λ 2 (x-µ 2 )]-α 2 ] (45) Jika = 0, maka akan diperoleh : [a 2 exp{-α 2 (x - µ 2 ) exp[-λ 2 (x-µ 2 )]}] = 0, (46) dan [ λ 2 exp [-λ 2 (x-µ 2 )]-α 2 ] = 0. (47) Selanjutnya akan dicari nilai maksimum dari f 2 (x). Dari persamaan (47) [ λ 2 exp [-λ 2 (x-µ 2 )]-α 2 ] = 0, maka nilai x dapat diperoleh sebagai berikut: [ λ 2 exp [-λ 2 (x-µ 2 )]-α 2 ] = 0. [ λ 2 exp [-λ 2 (x-µ 2 )] = α 2 exp [-λ 2 (x-µ 2 ) = ln[exp [-λ 2 (x-µ 2 )] = ln[ ] [-λ 2 (x-µ 2 )] = ln[ ] Misal x = x h, maka (x h - µ 2 ) = - ln[ ] x h = µ 2 - ln[ ] (48) Untuk menentukan nilai x h, maka ada beberapa kasus: 1. Jika α 2 = λ 2 maka nilai x h = µ 2 - ln[ ] akan diperoleh : x h = µ 2 - ln[ ] x h = µ 2 2. Jika α 2 < λ 2 maka nilai x h = µ 2 - ln[ ] akan diperoleh x h > µ 2 (karena ln[ ] < 0 ).

7 29 3. Jika α 2 > λ 2 maka nilai x h = µ 2 - ln[ ] akan diperoleh x h < µ 2 (karena ln[ ] > 0 ) Dari beberapa kasus di atas ternyata nilai µ 2 mempengaruhi x h. Sehingga pada kurva angkatan kerja menggambarkan variasi x h sebagai fungsi dari α 2 dan λ 2. Setelah diperoleh nilai x h maka dapat ditentukan maksimum f 2 (x). Telah dibuktikan bahwa f 2 (x) merupakan maksimum kurva angkatan kerja. (Lihat Lampiran 17). Dalam menentukan maksimum f 2 (x), persamaaan (48) disubstitusikan ke persamaan (44), sehingga diperoleh : f 2 (x) = a 2 exp{-α 2 (x - µ 2 ) exp[-λ 2 (x-µ 2 )]} = a 2 exp{-α 2 (µ 2 - ln[ ] - µ 2 ) exp[-λ 2 (µ 2 - ln[ ]-µ 2 )]} = a 2 exp{ ln[ ] exp[ ln[ ]]} = a 2 exp[ (49) Misalkan y h = f 2 (x), maka y h = a 2 exp[. Untuk menentukan nilai y h di atas maka ada beberapa kasus: 1. Jika α 2 = λ 2 maka nilai y h = a 2 exp[ sehingga y h = 2. Jika α 2 < λ 2 maka nilai y h > a 2 3. Jika α 2 > λ 2 maka nilai y h < a 2, Dari beberapa kasus di atas ternyata nilai y h tidak tergantung pada µ 2, tetapi tergantung pada a 2. Dengan demikian variasinya bergantung hanya pada dua variabel α 2 dan λ 2. Semakin meningkatnya λ 2 maka akan memperlandai bentuk kurva tenaga kerja produktif. 4.3 Arus Migrasi Keluar dari Wilayah Jawa Bali Pola migrasi biasanya dapat menunjukkan tingkat perkembangan pembangunan di suatu wilayah. Wilayah Sumatera yang secara geografis letaknya lebih dekat dengan Pulau Jawa ternyata menjadi tujuan utama para migran (lihat Tabel 1). Selama kurun waktu tahun migran keluar wilayah Jawa Bali sebagian besar menetap di Propinsi Lampung yaitu 15,09 persen, diikuti ke.

8 30 Propinsi Sumatera Selatan 10,34 persen, Sumatera Utara 10,23 persen, Kalimantan Tengah 6,29 persen, Sumatera Barat 5,98 persen, Kalimantan Timur 5,57 persen, Riau 5,4 persen dan sisanya menyebar ke propinsi lain. Pada Tabel 1 dan Gambar 6 berikut ini menunjukkan propinsi tujuan dan jumlah migran keluar dari wilayah Jawa Bali menuju wilayah Luar Jawa Bali yang berjumlah jiwa. Tabel 1 Distribusi migran keluar dari wilayah Jawa Bali menurut propinsi tujuan No Propinsi Tujuan Jumlah (Jiwa) Persentase (%) 1 NAD ,53 2 Sumatra Utara ,23 3 Sumatra Barat ,98 4 Riau ,40 5 Jambi ,95 6 Sumatra Selatan ,34 7 Bengkulu ,89 8 Lampung ,09 9 Kep Riau ,58 10 Bangka Belitung ,64 11 NTB ,47 12 NTT ,68 13 Kalimantan Barat ,74 14 Kalimantan Tengah ,29 15 Kalimantan selatan ,01 16 Kalimantan Timur ,57 17 Sulawesi Utara ,44 18 Sulawesi Tengah ,25 19 Sulawesi Selatan ,05 20 Sulawesi Tenggara ,99 21 Maluku ,30 22 Maluku Utara ,38 23 Gorontalo 645 0,13 24 Papua ,08 Jumlah ,00 Sumber: Diolah dari data SUPAS 2005

9 31 Jumlah migran (jiwa) NAD Sumatra Utara Sumatra Barat Riau jambi Sumatra Selatan Bengkulu Lampung Kep Riau Bangka belitung NTB NTT Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan selatan Kalimantan Timur Sulawesi utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Maluku Maluku Utara Gorontalo Papua Prop. tujuan Gambar 6 Distribusi migran keluar dari wilayah Jawa Bali menurut propinsi tujuan. Sedangkan pengirim utama migran yang berasal dari wilayah Jawa Bali adalah didominasi dari propinsi Jawa Timur yaitu sebesar 22,18 persen, kemudian disusul Jawa Barat yaitu 20,75 persen, Jawa Tengah yaitu 17,63 persen, DKI 16,69 persen, DIY 10,9 persen dan sisanya diikuti oleh propinsi selainnya di Jawa Bali. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2 dan Gambar 7 di bawah ini: Tabel 2 Distribusi migran keluar dari wilayah Jawa Bali menurut propinsi asal No Propinsi Asal Jumlah (jiwa) Persentase (%) 1 Banten ,99 2 DKI ,69 3 Jawa Barat ,75 4 Jawa Tengah ,63 5 DIY ,90 6 Jawa Timur ,18 7 Bali ,85 Jumlah ,00 Sumber: Diolah dari data SUPAS 2005 JUmlah igran (jiwa) Banten DKI Jawa Barat Jawa Tengah DIY Jawa Timur Bali Prop. asal Gambar 7 Distribusi migran keluar dari wilayah Jawa Bali menurut propinsi asal

10 Arus Migrasi Keluar dari Wilayah Luar Jawa Bali Dari tujuh propinsi yang menjadi propinsi tujuan migran selama kurun waktu tahun , maka propinsi yang paling diminati mereka adalah Propinsi Jawa Timur yaitu 28,57 persen, kemudian disusul Jawa Tengah 24,48 persen, DKI yaitu 18,22 persen, Jawa Barat 16,49 persen, dan sisanya menyebar ke propinsi lain di Jawa Bali. Tabel 3 dan Gambar 8 di bawah ini menunjukkan propinsi tujuan dan jumlah migran keluar dari wilayah Luar Jawa Bali menuju wilayah Jawa Bali yang berjumlah jiwa. Tabel 3 Distribusi migran keluar dari wilayah Luar Jawa Bali menurut propinsi tujuan No Propinsi Tujuan Jumlah (jiwa) Persentase (%) 1 Banten ,07 2 DKI ,22 3 Jawa Barat ,49 4 Jawa Tengah ,48 5 DIY ,70 6 Jawa Timur ,57 7 Bali ,46 Jumlah ,00 Sumber: Diolah dari data SUPAS 2005 JUmlah migran (jiwa) Banten DKI Jawa Barat Jawa Tengah DIY Jawa Timur Bali Prop tujuan Gambar 8 Distribusi migran keluar dari wilayah Luar Jawa Bali menurut propinsi tujuan Sedangkan pengirim utama migran yang berasal dari Luar Jawa Bali adalah didominasi dari Propinsi Kepulauan Riau yaitu sebesar 12,5 persen, kemudian disusul oleh Lampung yaitu 11,47 persen, Kalimantan Timur yaitu 10,57 persen, Riau 8,47 persen, Sumatera Barat 6,55 persen, Sumatera Utara 6,37 persen dan sisanya diikuti oleh propinsi selainnya di Luar Jawa Bali. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4 dan Gambar 9 berikut:

11 33 Tabel 4 Distribusi migran keluar dari wilayah Luar Jawa Bali menurut propinsi asal No Propinsi Asal Jumlah (jiwa) Persentase (%) 1 Sumatra Utara ,37 2 Sumatra Barat ,55 3 Riau ,47 4 Jambi ,28 5 Sumatra Selatan ,42 6 Bengkulu ,94 7 Lampung ,47 8 Kepulauan Riau ,50 9 Bangka Belitung ,35 10 NTB ,78 11 NTT ,74 12 Kalimantan Barat ,76 13 Kalimantan Tengah ,95 14 Kalimantan Selatan ,20 15 Kalimantan Timur ,57 16 Sulawesi Utara ,95 17 Sulawesi Tengah ,68 18 Sulawesi Selatan ,48 19 Sulawesi Tenggara ,20 20 Maluku ,68 21 Maluku Utara ,37 22 Gorontalo ,41 23 Papua ,88 Jumlah ,00 Sumber: Diolah dari data SUPAS 2005 Jumlah migran (jiwa) Sumatra Utara Sumatra Barat Riau Jambi Sumatra Selatan Bengkulu Lampung Kepulauan Riau Bangka Belitung NTB NTT Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan selatan Kalimantan Timur Sulawesi utara Sulawesi Tengah Sulawesi selatan Sulawesi Tenggara Maluku Maluku Utara Gorontalo Papua Prop. asal Gambar 9 Distribusi migran keluar dari wilayah Luar Jawa Bali menurut propinsi asal

12 Model Skedul Migrasi Keluar dari Wilayah Jawa Bali Berdasarkan pengolahan terhadap data yang ada maka pola migrasi keluar dari wilayah Jawa Bali adalah sebagai berikut: ASMR th umur Gambar 10 Plot scatter diagram migran keluar dari wilayah Jawa Bali Berdasarkan pengamatan pada scatter diagram terlihat adanya pola keteraturan yang khas. Kajian ini menawarkan 5 macam model untuk dipilih salah satu model terbaik berdasarkan nilai Proportional Error (PE) paling kecil. Dari 5 macam model tersebut 3 model diantaranya adalah model yang ditawarkan Rogers (1984). Sedangkan 2 model lain adalah model polinom berderajat-7 dan model polinom berderajat-15. Berdasarkan fitting data yang dilakukan terhadap 3 model yang ditawarkan Rogers diperoleh nilai-nilai dugaan parameter sebagai berikut: Tabel 5 Hasil dugaan parameter migran keluar dari wilayah Jawa Bali Parameter model Penuh tidak penuh sederhana a 1 5, , , a 2 1, , , a 3 1, , α 1 7, , , α 2 1, , , α 3 1, , µ 2 18, , ,6257 µ 3 77, λ 2 8, , , λ 3 7, c 4, , ,

13 35 Berdasarkan tabel di atas dan nilai-nilai parameter yang diperoleh, persamaan model penuh dapat diformulasikan secara matematis sebagai berikut: M(x) = 5, exp(-6, x) + 1, exp{-1, (x - 18,5611) exp[-8, (x - 18,5611)]} + 1, exp{-1, (x - 77,0189) exp[-7, (x - 77,0189)]} + 4, ; x 5 dimana M(x) menyatakan tingkat migrasi keluar wilayah Jawa Bali dan x menyatakan umur migran. Perbandingan data dan model penuh migrasi keluar wilayah Jawa Bali diperoleh plot sebagai berikut: ASMR th umur Gambar 11 Plot pendugaan parameter model penuh migran risen keluar dari Jawa Bali Model selanjutnya adalah model tidak penuh, persamaan model tersebut dapat diformulasikan secara matematis sebagai berikut: M(x) = -3, exp(-7, x) + 1, exp{-1, (x - 18,7839) exp[-7, (x - 18,7839)]} + 1, exp(-1, x) + (-8, ) ; x 5 Perbandingan data dan model tidak penuh migrasi keluar wilayah Jawa Bali diperoleh plot sebagai berikut: ASMR th umur Gambar 12 Plot pendugaan parameter model tidak penuh migran risen keluar dari Jawa Bali

14 36 Model yang ketiga adalah model sederhana, persamaan model tersebut dapat diformulasikan secara matematis sebagai berikut: M(x) = 3, exp(-8, x) + 1, exp{-1, (x - 18,6257) exp[-8, (x - 18,6257)]} + (-3, ) ; x 5 Perbandingan data dan model sederhana migrasi keluar wilayah Jawa Bali diperoleh plot sebagai berikut: ASMR th umur Gambar 13 Plot pendugaan parameter model sederhana migran risen keluar dari Jawa Bali Berdasarkan tiga model di atas secara umum nampak adanya pola keteraturan yang khas terutama untuk model penuh pada usia pasca angkatan kerja terjadi sedikit kenaikan tingkat migran meskipun tidak sebanyak pada usia angkatan kerja, sehingga dari sisi demografi lebih menarik untuk dikaji karena bisa menjelaskan perilaku migran usia pasca-angkatan kerja. Untuk melihat apakah model yang ditawarkan Rogers secara umum bisa menjelaskan perilaku migran menurut kelompok umur maka dalam kajian ini ditawarkan model pembanding berupa persamaan polinom berderajat-7 dan polinom berderajat-15. Berdasarkan fitting data terhadap model polinom berderajat-7 maka diperoleh nilai-nilai parameter a 0 = 2, , a 1 = -6, , a 2 = 6, , a 3 = -3, , a 4 = 7, , a 5 = -9, , a 6 = 6, , a 7 = -1, Persamaan model polinom berderajat-7 dapat diformulasikan secara matematis sebagai berikut: P(x) = a 0 + a 1 x + a 2 x 2 + a 3 x 3 + a 4 x 4 + a 5 x 5 + a 6 x 6 + a 7 x 7 ; x 5

15 37 dimana P(x) menyatakan tingkat migrasi keluar wilayah Jawa Bali, x menyatakan umur migran, dan a 0, a 1, a 2, a 3, a 4, a 5, a 6, a 7 merupakan nilai-nilai hasil dugaan parameter. Perbandingan data dan model polinom berderajat-7 migrasi keluar wilayah Jawa Bali berdasarkan nilai parameter yang diperoleh adalah sebagai berikut: ASMR th umur Gambar 14 Plot pendugaan parameter model polinom berderajat-7 migran risen keluar dari Jawa Bali Nampak pada gambar bahwa model belum dapat menyuai data dengan baik. Pada model polinom berderajat-15 berdasarkan fitting data terhadap model maka diperoleh nilai-nilai dugaan parameter a 0 = 5, , a 1 = -3, , a 2 = 9, , a 3 = -1, , a 4 = 1, , a 5 = -1, , a 6 = 4, , a 7 = -1, , a 8 = 4, , a 9 = -8, , a 10 = 1, , a 11 = -1, , a 12 = 7, , a 13 = -3, , a 14 = 1, , a 15 = -1, Persamaan polinom berderajat-15 dapat diformulasikan secara matematis sebagai berikut: P(x) = a 0 + a 1 x + a 2 x 2 + a 3 x 3 + a 4 x 4 + a 5 x 5 + a 6 x 6 + a 7 x 7 + a 8 x 8 + a 9 x 9 + a 10 x 10 + a 11 x 11 + a 12 x 12 + a 13 x 13 + a 14 x 14 + a 15 x 15 ; x 5 dimana P(x) menyatakan tingkat migrasi keluar wilayah Jawa Bali, x menyatakan umur migran, dan a 0, a 1, a 2, a 3, a 4, a 5, a 6, a 7, a 8, a 9, a 10, a 11, a 12, a 13, a 14, a 15 merupakan nilai-nilai dugaan parameter. Perbandingan data dan model polinom berderajat-15 migrasi keluar wilayah Jawa Bali berdasarkan nilai parameter yang diperoleh adalah sebagai berikut:

16 38 ASMR th umur Gambar 15 Plot pendugaan parameter model polinom berderajat-15 Migran Risen Keluar dari Jawa Bali Gambar di atas menunjukkan bahwa model cenderung dapat menyuai data dengan baik jika dibandingkan dengan polinom berderajat-7. Namun nilai-nilai parameter yang dihasilkan sangat kecil dan model cenderung berosilasi sehingga sulit dijelaskan secara teoritis dalam mempelajari karakteristik migran. Perbandingan nilai Proportional Error (PE) kelima model di atas dapat dilihat pada Tabel 6 berikut ini dengan menggunakan rumus: PE =, M(x) = aktual, = dugaan Tabel 6 Perbandingan nilai proportional error pola migran keluar dari Jawa Bali model penuh tdk penuh sederhana pol der-7 pol der-15 Proportional Error 22,47% 22,63 % 23,75 % 30,08% 24,31% Dengan melihat nilai PE diantara kelima model, ternyata tiga model Rogers memiliki nilai PE yang relatif lebih kecil jika dibandingkan model polinom. Pada model polinom berderajat-7 dan berderajat-15 ternyata memiliki perbedaan nilai error yang signifikan. Selain itu pada model polinom bentuk kurva cenderung berosilasi. Dengan demikian tiga model yang ditawarkan Rogers tetap lebih baik daripada model polinom. Dengan membandingkan nilai PE dari kelima model di atas, ternyata PE yang paling kecil adalah model penuh, yaitu sebesar 22,47 persen. Oleh karena itu, untuk analisis migrasi keluar wilayah Jawa Bali dipilih model penuh.

17 39 Berdasarkan nilai-nilai parameter yang diperoleh dari model penuh maka dapat dilihat bahwa nilai µ 2 = 18,5611, artinya model tersebut memiliki puncak awal. Koefisien dugaan parameter a 1 = 5, , a 2 = 1, dan a 3 = 1, Koefisien a 1 menyatakan level migrasi pada kelompok usia praangkatan kerja, sedangkan a 2 menyatakan level migrasi pada kelompok usia angkatan kerja, dan a 3 menyatakan level migrasi pada kelompok usia pascaangkatan kerja. Sedangkan konstanta c yaitu -4, yang bersifat menaikkan atau menurunkan level migrasi secara keseluruhan. Sedangkan tingkat dominasi tenaga kerja dapat dilihat dari rasio antara a 1 dan a 2 yang dinotasikan dengan δ 12 = a 1 /a 2 = 4,03. Apabila nilai δ 12 < 0,20 maka model skedul migrasi dikatakan didominasi tenaga kerja (labor dominant), bila 0,20 δ 12 < 0,40 dikatakan model skedul normal, dan bila δ 12 0,40 maka model skedul dikatakan didominasi anak-anak (child dependent). Hasil menunjukkan bahwa δ 12 = 4,03 artinya model skedul keluar dari wilayah Jawa Bali cenderung didominasi anak-anak. Sedangkan asimetry tenaga kerja yaitu kemencengan kurva puncak migrasi usia angkatan kerja dinyatakan dengan rasio antara λ 2 dan α 2 yang dinotasikan σ 2 = λ 2 /α 2 = 8,5. Hal ini berarti bahwa model skedul keluar dari wilayah Jawa Bali untuk usia angkatan kerja memiliki kurva asimetris. Artinya kenaikan migran menjelang umur puncak lebih tinggi dibandingkan penurunannya setelah umur puncak. Tingkat migrasi terendah yang terbentuk untuk wilayah Jawa Bali pada tahap pra-angkatan kerja terjadi pada usia x 1 = 16,14 tahun dengan ASMR sebesar 2, , dan tingkat migrasi tertinggi yang terbentuk pada tahap angkatan kerja yaitu pada usia x h = 21 tahun, dengan ASMR sebesar 1, Usia ini merupakan puncak tertinggi tingkat migran jika dibandingkan dengan tahapan yang lain. Sehingga terjadi pergeseran angkatan kerja yang dinotasikan dengan X = x h - x 1 = 4,86 tahun. Dan terjadinya Lompatan (jump) yang dinotasikan dengan B sebesar 8, Sedangkan tingkat migrasi pada tahap pasca-angkatan kerja mencapai puncak yaitu pada usia x r = 59,38 tahun, dengan ASMR sebesar 1,

18 40 Intensitas migrasi atau GMR keluar dari wilayah Jawa Bali sebesar 0,258. Hal ini berarti bahwa penduduk Jawa Bali akan melakukan migrasi sebanyak 0,258 kali selama hidupnya. Dengan menemukan bentuk pola migrasi menjadi bentuk model fungsi kontinu maka akan lebih mudah menggunakan model tersebut untuk menganalisis sifat atau karakteristik dari pola migrasi yang ada. 4.6 Model Skedul Migrasi Keluar dari wilayah Luar Jawa Bali Berdasarkan pengolahan terhadap data yang ada maka pola migrasi keluar dari wilayah Luar Jawa Bali dapat dilihat pada gambar berikut: ASMR th umur Gambar 16 Plot scatter diagram dari migran keluar dari wilayah Luar Jawa Bali Berdasarkan pengamatan pada scatter diagram terlihat adanya pola keteraturan yang khas sama halnya dengan model migrasi keluar dari wilayah Jawa Bali. Sehingga untuk model migrasi keluar dari wilayah Luar Jawa Bali menawarkan 5 model skedul migrasi. Berdasarkan fitting data yang dilakukan terhadap 3 model yang ditawarkan Rogers maka diperoleh nilai-nilai dugaan parameter sebagai berikut: Tabel 7 Hasil dugaan parameter migran keluar dari wilayah Luar Jawa Bali Parameter model Penuh tidak penuh sederhana a 1 8, , , a 2 2, , , a 3 3, , α 1 6, , , α 2 7, , , α 3 1, , µ 2 19, , ,3142 µ 3 75, λ 2 3, , , λ 3 7, c -5, , ,

19 41 Berdasarkan tabel di atas dan nilai-nilai parameter yang diperoleh, persamaan model penuh dapat diformulasikan secara matematis sebagai berikut: M(x) = 8, exp(-6, x) + 2, exp{-7, (x - 19,4569) exp[-3, (x - 19,4569)]} + 3, exp{-1, (x - 75,3528) exp[-7, (x - 75,3528)]} + (-5, ) ; x 5 Perbandingan data dan model penuh migrasi keluar dari wilayah Luar Jawa Bali diperoleh plot seperti pada berikut. ASMR th umur Gambar 17 Plot pendugaan parameter model penuh migran risen keluar dari Luar Jawa Bali Model selanjutnya adalah model tidak penuh, persamaan model tersebut dapat diformulasikan secara matematis sebagai berikut: M(x) = 7, exp(-1, x) + 3, exp{-9, (x - 19,9214) exp[-3, (x - 19,9214)]} + (-1, ) exp(5, x) + 1, ; x 5 Perbandingan data dan model tidak penuh migrasi keluar wilayah Luar Jawa Bali diperoleh plot seperti pada gambar berikut: ASMR th umur Gambar 18 Plot pendugaan parameter model tidak penuh migran risen keluar dari Luar Jawa Bali.

20 42 Model yang ketiga adalah model sederhana, persamaan model tersebut dapat diformulasikan secara matematis sebagai berikut: M(x) = 7, exp(-7, x) + 2, exp{-7, (x - 19,3142) exp[-4, (x - 19,3142)]} + 3, ; x 5 Perbandingan data dan model sederhana migrasi keluar wilayah Luar Jawa Bali diperoleh plot seperti pada berikut: ASMR th umur Gambar 19 Plot pendugaan parameter model sederhana migran risen keluar dari Luar Jawa Bali. Berdasarkan tiga model di atas secara umum untuk model penuh nampak adanya pola keteraturan yang khas terutama pada usia pasca angkatan kerja, sehingga dari sisi demografi model tersebut lebih menarik untuk dikaji karena bisa menjelaskan perilaku migran usia pasca-angkatan kerja. Untuk melihat apakah tiga model yang ditawarkan Rogers tersebut secara umum bisa menjelaskan perilaku migran menurut kelompok umur maka dalam hal ini juga ditawarkan model lain sebagai pembanding yaitu persamaan polinom berderajat-7 dan polinom berderajat-15. Berdasarkan fitting data terhadap model polinom derajat-7, maka diperoleh nilai-nilai parameter a 0 = 5, , a 1 = -1, , a 2 = 1, , a 3 = -6, , a 4 = 1, , a 5 = -1, , a 6 = 1, , a 7 = -3, Persamaan model tersebut dapat diformulasikan secara matematis sebagai berikut: P(x) = a 0 + a 1 x + a 2 x 2 + a 3 x 3 + a 4 x 4 + a 5 x 5 + a 6 x 6 + a 7 x 7 ; x 5

21 43 dengan a 0, a 1, a 2, a 3, a 4, a 5, a 6, a 7 adalah nilai-nilai parameter yang diperoleh, perbandingan data dan model polinom derajat-7 migrasi keluar wilayah Luar Jawa Bali adalah sebagai berikut: ASMR th umur Gambar 20 Plot pendugaan parameter model polinom berderajat-7 migran risen keluar dari Luar Jawa Bali Berdasarkan kurva model yang ditunjukkan pada gambar di atas nampak model belum dapat menyuai data dengan baik. Pada model polinom berderajat-15 berdasarkan fitting data terhadap model maka diperoleh nilai-nilai dugaan parameter a 0 = 6, , a 1 = -4, , a 2 = 1, , a 3 = -1, , a 4 = 1, , a 5 = -1, , a 6 = 5, , a 7 = -1, , a 8 = 4, , a 9 = -8, , a 10 = 1, , a 11 = -1, , a 12 = 8, , a 13 = -3, , a 14 = 1, , a 15 = -1, Persamaan polinom berderajat-15 dapat diformulasikan secara matematis sebagai berikut: P(x) = a 0 + a 1 x + a 2 x 2 + a 3 x 3 + a 4 x 4 + a 5 x 5 + a 6 x 6 + a 7 x 7 + a 8 x 8 + a 9 x 9 + a 10 x 10 + a 11 x 11 + a 12 x 12 + a 13 x 13 + a 14 x 14 + a 15 x 15 ; x 5 dengan a 0, a 1, a 2, a 3, a 4, a 5, a 6, a 7, a 8, a 9, a 10, a 11, a 12, a 13, a 14, a 15 merupakan nilai-nilai dugaan parameter yang diperoleh, perbandingan data dan model polinom berderajat-15 migrasi keluar wilayah Luar Jawa Bali adalah sebagai berikut:

22 44 ASMR th umur Gambar 21 Plot pendugaan parameter model polinom berderajat-15 migran risen keluar dari Luar Jawa Bali Gambar di atas menunjukkan bahwa model dapat menyuai data dengan baik jika dibandingkan dengan polinom berderajat-7. Namun karena model juga cenderung berosilasi, maka secara teoritis karakteristik migran akan sulit dijelaskan. Perbandingan nilai Proportional Error (PE) kelima model di atas dapat di jelaskan pada Tabel 8 berikut ini dengan menggunakan rumus: PE =, M(x) = aktual, = dugaan Tabel 8 Perbandingan nilai proportional error pola migran keluar dari Luar Jawa Bali model penuh tdk penuh sederhana pol der-7 pol der-15 Proportional Error 15,45% 16,73 % 17,95 % 23,86% 16,6% Dengan melihat nilai PE diantara kelima model, ternyata tiga model Rogers memiliki nilai PE yang relatif lebih kecil jika dibandingkan model polinom. Pada model tidak penuh ternyata memiliki nilai PE yang lebih besar jika dibandingkan dengan polinom berderajat-15. Tetapi jika dilihat dari banyaknya parameter, maka model tidak penuh tetap lebih baik daripada model polinom derajat-15. Selain itu pada model polinom bentuk kurva cenderung berosilasi. Dengan demikian tiga model yang ditawarkan Rogers tetap lebih baik daripada model polinom. Dengan membandingkan nilai PE dari kelima model di atas ternyata PE yang paling kecil adalah model penuh sebesar 15,45 persen. Maka untuk analisis migrasi keluar wilayah Luar Jawa Bali dipilih model penuh.

23 45 Berdasarkan nilai-nilai parameter yang diperoleh dari model penuh maka dapat dilihat bahwa nilai µ 2 = 19,4569, artinya model tersebut memiliki puncak normal. Koefisien dugaan parameter a 1 = 8, dan a 2 = 2, Koefisien a 1 < a 2, telah terjadi peningkatan migrasi sejalan dengan meningkatnya umur migran. Sedangkan konstanta c yaitu -5, yang bersifat menaikkan atau menurunkan level migrasi secara keseluruhan. Sedangkan tingkat dominasi tenaga kerja dapat dilihat dari rasio antara a 1 dan a 2 yang dinotasikan dengan δ 12 = a 1 /a 2 = 0,277. Apabila nilai δ 12 < 0,20 maka model skedul migrasi dikatakan didominasi tenaga kerja (labor dominant), bila 0,20 δ 12 < 0,40 dikatakan model skedul normal, dan bila δ 12 0,40 maka model skedul dikatakan didominasi anak-anak (child dependent). Hasil menunjukkan bahwa δ 12 = 0,277, artinya model skedul keluar dari wilayah Luar Jawa Bali didominasi tenaga kerja. Sedangkan asimetri tenaga kerja yaitu kemencengan kurva puncak migrasi usia angkatan kerja dinyatakan dengan rasio antara λ 2 dan α 2 yang dinotasikan σ 2 = λ 2 /α 2 = 4,85. Artinya bahwa model skedul keluar dari wilayah Luar Jawa Bali untuk usia angkatan kerja memiliki kurva asimetri normal. Tingkat migrasi terendah yang terbentuk pada tahap pra-angkatan kerja terjadi pada usia x 1 = 14,51 tahun dengan ASMR sebesar 2, , dan tingkat migrasi tertinggi yang terbentuk pada tahap angkatan kerja yaitu pada usia x h = 23,54 tahun, dengan ASMR sebesar 1, Usia ini merupakan puncak tertinggi tingkat migran jika dibandingkan dengan tahapan yang lain. Sehingga terjadi pergeseran angkatan kerja yang dinotasikan dengan X = x h - x 1 = 9,03 tahun. Terjadinya Lompatan (jump) dinotasikan dengan B sebesar 1, Sedangkan tingkat migrasi pada tahap pasca-angkatan kerja mencapai puncak yaitu pada usia x r = 60,04 tahun, dengan ASMR sebesar 2, Intensitas migrasi atau GMR keluar dari wilayah Luar Jawa Bali sebesar 0,442. Artinya penduduk Luar Jawa Bali akan melakukan migrasi sebanyak 0,442 kali selama hidupnya. Kenyataan ini lebih besar dibandingkan dengan GMR keluar dari wilayah Jawa Bali yaitu 0,258. Hal ini sebagai akibat sebagian besar penduduk Luar Jawa Bali berasal dari wilayah Jawa Bali. Sehingga keinginan untuk melakukan migrasi ke daerah asal cenderung lebih besar.

24 Proyeksi Penduduk Multiregional Berdasarkan informasi tentang pola migrasi maka akan dicoba melakukan proyeksi penduduk multiregional dengan melibatkan unsur migrasi berdasarkan pola yang ada. Untuk dapat melakukan proyeksi penduduk maka harus dilakukan pendugaan peluang transisi penduduk yang bermigrasi dari wilayah Jawa Bali ke wilayah Luar Jawa Bali. Karena dalam kajian ini melibatkan unsur migrasi dan kematian maka prosedur pendugaan peluang transisi yang digunakan adalah metode Option I dengan menggunakan rumus: dengan A(x) = dimana M ii (x) = 5 P(x) = [ I + A( x) ] 1 [ 5 A( x )] 2 M ( x) + M ( x) id j i ij I, 2 yang menyatakan bahwa M id (x) adalah tingkat kematian tahunan menurut umur di daerah i dan M ij (x) adalah jumlah tingkat migrasi menurut umur dari daerah-i (Jawa Bali) ke daerah-j (Luar Jawa Bali). Untuk menentukan M id (x) (tingkat kematian) diperoleh dari life table pada masing-masing wilayah. Sedangkan untuk menentukan jumlah tingkat migrasi dari Jawa Bali ke Luar Jawa Bali dan sebaliknya, maka dibuat menurut kelompok umur {0-4, 5-9, 10-14, }. Dalam hal ini ditetapkan jumlah tingkat migrasi dari Jawa Bali ke Luar Jawa Bali: M 12 (0-4) =, M 12 (5-9) =, dan seterusnya, dan jumlah tingkat migrasi dari Luar Jawa Bali ke Jawa Bali: M 21 (0-4) =, M 21 (5-9) =, dan seterusnya, dimana M(x) adalah model skedul terpilih pada masing-masing wilayah yaitu model penuh dengan persamaan: M ( x) = a1 exp (-α1x) + a x x 2 exp{-α 2( - μ2) - exp[-λ2 ( - μ2 )]} + a3 exp{-α 3( x - μ3) - exp[- λ3( x - μ3)]} + c

25 47 Hasil perhitungan matriks P(x) dan A(x) untuk wilayah Jawa Bali dan Luar Jawa Bali dapat dilihat pada Tabel 9. Proses perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 9. Tabel 9 Hasil perhitungan matriks A(x) dan P(x) wilayah Jawa Bali dan Luar Jawa Bali Umur M 11 M 12 M 22 M 21 p 11 p 12 p 22 p , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,00011 Setelah menentukan P(x) maka akan di dapatkan life table multiregional. Dari perhitungan life table multiregional penduduk Jawa Bali diperoleh nilai angka harapan hidup ( 10 e) yaitu 68,72 dengan 10 e 1 = 60,67 dan 10 e 2 = 8,04. Artinya penduduk Jawa Bali mempunyai angka harapan hidup 68,72 tahun, dimana 60,67 tahun waktunya dihabiskan untuk tetap tinggal di wilayah Jawa Bali dan 8,04 tahun waktunya dihabiskan di wilayah Luar Jawa Bali. Proses perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 10. Perhitungan life table multiregional penduduk Luar Jawa Bali diperoleh nilai angka harapan hidup ( 20 e) 66,51 dengan 20 e 1 = 14,36 dan 20 e 2 = 51,15. Artinya penduduk Luar Jawa Bali mempunyai angka harapan hidup 66,51 tahun, dimana 51,15 tahun waktunya dihabiskan untuk tetap tinggal di wilayah Luar Jawa Bali dan 14,36 tahun waktunya dihabiskan di wilayah Jawa Bali. Kenyataan ini didukung oleh nilai GMR penduduk wilayah Luar Jawa Bali lebih tinggi dibandingkan nilai GMR penduduk wilayah Jawa Bali. Artinya intensitas migran penduduk Jawa Bali lebih tinggi di banding penduduk Luar Jawa Bali.

26 Survivorship Selain menduga peluang transisi P(x), langkah selanjutnya adalah menghitung Survivorship, untuk wilayah Jawa Bali dan Luar Jawa Bali yaitu : S(x) = dengan elemen baris ke-j, kolom ke-i adalah : s ij (x) =, i,j = 1,2 Hasil perhitungan S(x) untuk wilayah Jawa Bali dan wilayah Luar Jawa Bali dapat dilihat pada Tabel 10. Proses perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 11. Tabel 10 Hasil perhitungan S(x) wilayah Jawa Bali dan Luar Jawa Bali Umur s 11 s 12 s 22 s , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , Kelahiran Dari data kelahiran maka akan diperoleh jumlah bayi yang lahir dari wanita usia reproduksi α sampai β selama selang waktu 5 tahun untuk wilayah Jawa Bali dan Luar Jawa Bali yaitu: 0 =, dengan elemen pada baris ke-i kolom ke-j matriks B(x) adalah: 1 b ji (x) = 2 m 0 Li (0) Fj ( x) + S l (0) j j k = 1 jk ( x) k 0 Li (0) Fk ( x + 5) lk (0) i, j = 1, 2

27 49 Dengan matriks kelahiran dari b ji (x) : B(x) = Hasil perhitungan F(x) dan B(x) untuk wilayah Jawa Bali dan wilayah Luar Jawa Bali dapat dilihat pada Tabel 11. Proses perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 12. Tabel 11 Hasil perhitungan F(x) dan B(x) wilayah Jawa Bali dan Luar Jawa Bali Umur F 1 (x) F 2 (x) b 11 (x) b 12 (x) b 22 (x) b 21 (x) , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , Berdasarkan tabel di atas rata-rata wanita di Indonesia berada pada usia reproduksi tertinggi pada usia tahun, dan berada pada usia reproduksi paling rendah pada usia tahun. Dari matriks kelahiran B(x) dan matriks survivorship S(x) maka dapat ditentukan matrik G yang disebut dengan generalisasi matriks Leslie. Hasil perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 18. Setelah menemukan matriks G maka dapat dilakukan proyeksi penduduk multiregional yang melibatkan unsur migrasi. Jumlah penduduk pada tahun 2005 untuk wilayah Jawa Bali dan wilayah Luar Jawa Bali dapat dilihat pada Tabel 12 berikut:

28 50 Tabel 12 Jumlah penduduk Jawa Bali dan Luar Jawa Bali tahun 2005 Umur Jumlah Penduduk (jiwa) JB LJB JB + LJB Total Sumber : Diolah dari data SUPAS 2005 Jumlah penduduk hasil proyeksi untuk wilayah Jawa Bali dan wilayah Luar Jawa Bali pada tahun 2010 dapat dilihat pada Tabel 13 berikut: Tabel 13 Hasil perhitungan proyeksi penduduk Jawa Bali dan Luar Jawa Bali untuk tahun 2010 Jumlah Penduduk (jiwa) Umur JB LJB JB + LJB Total

29 51 Perbandingan jumlah penduduk menurut kelompok umur pada tahun 2005 dan tahun 2010 dapat dilihat pada gambar berikut ini: Populasi (jiwa) Umur (th) Tahun 2005 Tahun 2010 Gambar 22 Perbandingan jumlah penduduk Indonesia tahun 2005 dan Perbandingan jumlah penduduk menurut kelompok umur pada tahun 2005 dan hasil proyeksi matriks Leslie untuk tahun 2010 (Gambar 22). Pada tahun 2010 untuk setiap kelompok umur cenderung mengalami kenaikan. Namun jika dilihat pada kelompok umur 5-9 tahun mengalami penurunan. Hal ini sebagai akibat dari tingkat kelahiran pada tahun 2005 mulai mengalami penurunan. Jumlah penduduk hasil proyeksi pada tahun 2010 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan jumlah populasi sebesar 5,5 persen dari jumlah populasi pada tahun 2005 dengan laju pertumbuhan 1,07 persen/tahun. Dari penelusuran matriks G dengan bantuan program Mathematica 6.0 diperoleh beberapa akarciri (sebanyak 36 akarciri) yang bersesuaian dengan persamaan polinom karakteristik dari matriks Leslie tersebut dan diperoleh akarciri dominan λ sebagai laju perubahan sebesar 0, Karena λ < 1 maka akan terjadi penurunan laju perubahan. Hal ini berarti pada setiap periode maka laju pertumbuhan penduduk di Indonesia akan mengalami penurunan, dengan asumsi tidak ada perubahan dalam tren kelahiran dan kematian, sehingga pada saat sebaran umur mencapai kondisi stabil maka laju pertumbuhan penduduk sebesar: r = ln λ = -0,066 persen/tahun

DAFTAR PUSTAKA. [Anonim], Indirect Techniques for Demographic Estimation. New York: United Nations Publication.

DAFTAR PUSTAKA. [Anonim], Indirect Techniques for Demographic Estimation. New York: United Nations Publication. 54 DAFTAR PUSTAKA [Anonim], 983. Indirect Techniques for Demographic Estimation. New York: United Nations Publication. Anton H. 987. Aljabar Linear Elementer. Ed ke-5. Terjemahan Pantur Silaban dan I Nyoman

Lebih terperinci

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009 ACEH ACEH ACEH SUMATERA UTARA SUMATERA UTARA SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT RIAU JAMBI JAMBI SUMATERA SELATAN BENGKULU LAMPUNG KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KEPULAUAN RIAU DKI JAKARTA JAWA BARAT

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU UTARA SEPTEMBER 2016

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU UTARA SEPTEMBER 2016 No. 11/02/82/Th. XVI, 1 Februari 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU UTARA SEPTEMBER 2016 GINI RATIO DI MALUKU UTARA KEADAAN SEPTEMBER 2016 SEBESAR 0,309 Pada September 2016, tingkat ketimpangan

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN BADAN PUSAT STATISTIK No.06/02/81/Th.2017, 6 Februari 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN GINI RATIO MALUKU PADA SEPTEMBER 2016 SEBESAR 0,344 Pada September 2016,

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN PENDUDUK 1. Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk Propinsi (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

PERTUMBUHAN PENDUDUK 1. Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk Propinsi (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) PERTUMBUHAN PENDUDUK 1. Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk Hasil proyeksi menunjukkan bahwa jumlah penduduk Indonesia selama dua puluh lima tahun mendatang terus meningkat yaitu dari 205,1 juta pada

Lebih terperinci

PROFIL PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI OLEH MASYARAKAT

PROFIL PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI OLEH MASYARAKAT No. 42 / IX / 14 Agustus 2006 PROFIL PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI OLEH MASYARAKAT Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2005 Dari hasil Susenas 2005, sebanyak 7,7 juta dari 58,8 juta rumahtangga

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA UTARA SEPTEMBER 2016 MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA UTARA SEPTEMBER 2016 MENURUN BPS PROVINSI SUMATERA UTARA No. 13/02/12/Th. XX, 06 Februari 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA UTARA SEPTEMBER 2016 MENURUN GINI RATIO PADA SEPTEMBER 2016 SEBESAR 0,312 Pada ember

Lebih terperinci

KULIAH UMUM PROYEKSI PENDUDUK INDONESIA

KULIAH UMUM PROYEKSI PENDUDUK INDONESIA BADAN PUSAT STATISTIK KULIAH UMUM PROYEKSI PENDUDUK INDONESIA 2010-2035 Pembicara: Drs. Razali Ritonga, MA Kepala Pusat Pendidikan dan Latihan, BPS-RI Kampus FEB UNAIR, Surabaya 08 Maret 2018 PENYUSUNAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antara pemerintah dan pihak swasta (masyarakat) sehingga sumber daya yang ada

BAB I PENDAHULUAN. antara pemerintah dan pihak swasta (masyarakat) sehingga sumber daya yang ada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah adalah sebuah proses terciptanya kerjasama antara pemerintah dan pihak swasta (masyarakat) sehingga sumber daya yang ada dapat dikelola untuk

Lebih terperinci

BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN

BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN BADAN PUSAT STATISTIK BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN No.53/09/16 Th. XVIII, 01 September 2016 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA SELATAN MARET 2016 GINI RATIO SUMSEL PADA MARET 2016 SEBESAR

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SULAWESI TENGGARA MARET 2017 MENURUN TERHADAP MARET 2016

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SULAWESI TENGGARA MARET 2017 MENURUN TERHADAP MARET 2016 BADAN PUSAT STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK No.39/07/Th.XX, 17 Juli 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SULAWESI TENGGARA MARET 2017 MENURUN TERHADAP MARET 2016 GINI RATIO PADA MARET 2017 SEBESAR

Lebih terperinci

Populasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor),

Populasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor), Babi Aceh 0.20 0.20 0.10 0.10 - - - - 0.30 0.30 0.30 3.30 4.19 4.07 4.14 Sumatera Utara 787.20 807.40 828.00 849.20 871.00 809.70 822.80 758.50 733.90 734.00 660.70 749.40 866.21 978.72 989.12 Sumatera

Lebih terperinci

Tabel Lampiran 1. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Padi Per Propinsi

Tabel Lampiran 1. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Padi Per Propinsi Tabel., dan Padi Per No. Padi.552.078.387.80 370.966 33.549 4,84 4,86 2 Sumatera Utara 3.48.782 3.374.838 826.09 807.302 4,39 4,80 3 Sumatera Barat.875.88.893.598 422.582 423.402 44,37 44,72 4 Riau 454.86

Lebih terperinci

MODEL SKEDUL MIGRASI DAN APLIKASINYA DALAM PROYEKSI PENDUDUK MULTIREGIONAL MUSLIMAH

MODEL SKEDUL MIGRASI DAN APLIKASINYA DALAM PROYEKSI PENDUDUK MULTIREGIONAL MUSLIMAH MODEL SKEDUL MIGRASI DAN APLIKASINYA DALAM PROYEKSI PENDUDUK MULTIREGIONAL MUSLIMAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya

Lebih terperinci

Antar Kerja Antar Daerah (AKAD)

Antar Kerja Antar Daerah (AKAD) Antar Kerja Antar Daerah (AKAD) Konsep Antar Kerja Antar Daerah (AKAD) merujuk pada mobilitas pekerja antar wilayah administrasi dengan syarat pekerja melakukan pulang pergi seminggu sekali atau sebulan

Lebih terperinci

DINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN

DINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN IV. DINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN 4.1 Pertumbuhan Ekonomi Bertambahnya jumlah penduduk berarti pula bertambahnya kebutuhan konsumsi secara agregat. Peningkatan pendapatan diperlukan

Lebih terperinci

Pembimbing : PRIHANDOKO, S.Kom., MIT, Ph.D.

Pembimbing : PRIHANDOKO, S.Kom., MIT, Ph.D. ANALISIS BENCANA DI INDONESIA BERDASARKAN DATA BNPB MENGGUNAKAN METODE CLUSTERING DATA MINING MAHESA KURNIAWAN 54412387 Pembimbing : PRIHANDOKO, S.Kom., MIT, Ph.D. Bencana merupakan peristiwa yang dapat

Lebih terperinci

RUMAH KHUSUS TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN

RUMAH KHUSUS TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN Pembangunan Perumahan Dan Kawasan Permukiman Tahun 2016 PERUMAHAN PERBATASAN LAIN2 00 NASIONAL 685.00 1,859,311.06 46,053.20 4,077,857.49 4,523.00 359,620.52 5,293.00 714,712.50 62,538.00 1,344,725.22

Lebih terperinci

Nusa Tenggara Timur Luar Negeri Banten Kepulauan Riau Sumatera Selatan Jambi. Nusa Tenggara Barat Jawa Tengah Sumatera Utara.

Nusa Tenggara Timur Luar Negeri Banten Kepulauan Riau Sumatera Selatan Jambi. Nusa Tenggara Barat Jawa Tengah Sumatera Utara. LAMPIRAN I ZONA DAN KOEFISIEN MASING-MASING ZONA Zona 1 Zona 2 Zona 3 Zona 4 Zona 5 Zona 6 Koefisien = 5 Koefisien = 4 Koefisien = 3 Koefisien = 2 Koefisien = 1 Koefisien = 0,5 DKI Jakarta Jawa Barat Kalimantan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Padahal sumber data penduduk yang tersedia hanya secara periodik, yaitu Sensus Penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Padahal sumber data penduduk yang tersedia hanya secara periodik, yaitu Sensus Penduduk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Para pemakai data kependudukan, khususnya para perencana, pengambil kebijaksanaan, dan peneliti sangat membutuhkan data penduduk yang berkesinambungan dari tahun ke

Lebih terperinci

Λ = DATA DAN METODE. Persamaan Indeks XB dinyatakan sebagai berikut. XB(c) = ( ) ( )

Λ = DATA DAN METODE. Persamaan Indeks XB dinyatakan sebagai berikut. XB(c) = ( ) ( ) Indeks XB (Xie Beni) Penggerombolan Fuzzy C-means memerlukan indeks validitas untuk mengetahui banyak gerombol optimum yang terbentuk. Indeks validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah Indeks

Lebih terperinci

. Keberhasilan manajemen data dan informasi kependudukan yang memadai, akurat, lengkap, dan selalu termutakhirkan.

. Keberhasilan manajemen data dan informasi kependudukan yang memadai, akurat, lengkap, dan selalu termutakhirkan. S ensus Penduduk, merupakan bagian terpadu dari upaya kita bersama untuk mewujudkan visi besar pembangunan 2010-2014 yakni, Terwujudnya Indonesia yang Sejahtera, Demokratis dan Berkeadilan. Keberhasilan

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK NUSA TENGGARA BARAT MARET 2017 MENINGKAT

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK NUSA TENGGARA BARAT MARET 2017 MENINGKAT BADAN PUSAT STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK No.46/07/52/Th.I, 17 Juli 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK NUSA TENGGARA BARAT MARET 2017 MENINGKAT GINI RATIO PADA MARET 2017 SEBESAR 0,371 Pada

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK INDONESIA MARET 2017 MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK INDONESIA MARET 2017 MENURUN No.39/07/15/Th.XI, 17 Juli 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK INDONESIA MARET 2017 MENURUN GINI RATIO PADA MARET 2017 SEBESAR 0,335 Pada Maret 2017, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK BANTEN SEPTEMBER 2016 MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK BANTEN SEPTEMBER 2016 MENURUN No.12/02/Th.XI, 6 Februari 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK BANTEN SEPTEMBER 2016 MENURUN GINI RATIO PADA SEPTEMBER 2016 SEBESAR 0,392 Pada ember 2016, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PROVINSI BENGKULU MARET 2016 MULAI MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PROVINSI BENGKULU MARET 2016 MULAI MENURUN No.54/09/17/I, 1 September 2016 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PROVINSI BENGKULU MARET 2016 MULAI MENURUN GINI RATIO PADA MARET 2016 SEBESAR 0,357 Daerah Perkotaan 0,385 dan Perdesaan 0,302 Pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian merupakan sektor yang penting dalam pembangunan Indonesia, yaitu sebagai dasar pembangunan sektor lainnya. Sejalan dengan itu, sektor pertanian

Lebih terperinci

TABEL 1 GAMBARAN UMUM TAMAN BACAAN MASYARAKAT (TBM) KURUN WAKTU 1 JANUARI - 31 DESEMBER 2011

TABEL 1 GAMBARAN UMUM TAMAN BACAAN MASYARAKAT (TBM) KURUN WAKTU 1 JANUARI - 31 DESEMBER 2011 TABEL 1 GAMBARAN UMUM No. Provinsi Lembaga Pengelola Pengunjung Judul Buku 1 DKI Jakarta 75 83 7.119 17.178 2 Jawa Barat 1.157 1.281 72.477 160.544 3 Banten 96 88 7.039 14.925 4 Jawa Tengah 927 438 28.529

Lebih terperinci

PANDUAN. Aplikasi Database Tanah, Bangunan/Gedung, dan Rumah Negara Gol. 2

PANDUAN. Aplikasi Database Tanah, Bangunan/Gedung, dan Rumah Negara Gol. 2 PANDUAN Aplikasi Database Tanah, Bangunan/Gedung, dan Rumah Negara Gol. 2 Bagian Pengelolaan Barang Milik Negara Sekretariat Direktorat Jenderal Cipta Karya DIREKTORAT JENDERAL CIPTA KARYA KEMENTERIAN

Lebih terperinci

Pertumbuhan Simpanan BPR Dan BPRS

Pertumbuhan Simpanan BPR Dan BPRS Pertumbuhan Simpanan BPR Dan BPRS Semester II Tahun 2013 GROUP PENJAMINAN DIREKTORAT PENJAMINAN DAN MANAJEMEN RISIKO 0 DAFTAR ISI Jumlah BPR/BPRS Peserta Penjaminan Grafik 1 3 Pertumbuhan Simpanan pada

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK Indeks Tendensi Konsumen III-2017 Provinsi Nusa Tenggara Timur No. 10/11/53/Th. XX, 6 November 2017 BERITA RESMI STATISTIK Indeks Tendensi Konsumen III-2017 Secara umum kondisi ekonomi dan tingkat optimisme

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah penduduk adalah salah satu input pembangunan ekonomi. Data

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah penduduk adalah salah satu input pembangunan ekonomi. Data 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Jumlah penduduk adalah salah satu input pembangunan ekonomi. Data jumlah penduduk Indonesia tahun 2010 sampai 2015 menunjukkan kenaikan setiap tahun. Jumlah penduduk

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa : 1. Indikasi adanya ledakan penduduk di Indonesia yang ditunjukkan beberapa indikator demografi menjadikan

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PAPUA BARAT MARET 2017 MEMBAIK

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PAPUA BARAT MARET 2017 MEMBAIK No. 35/07/91 Th. XI, 17 Juli 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PAPUA BARAT MARET 2017 MEMBAIK GINI RATIO PADA MARET 2017 SEBESAR 0,390 Pada Maret 2017, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk

Lebih terperinci

Historical cakupan lokasi sasaran PNPM Mandiri Perkotaan

Historical cakupan lokasi sasaran PNPM Mandiri Perkotaan Historical cakupan lokasi sasaran PNPM Mandiri Perkotaan A. Tahun 2006 Pada tahun 2006 merupakan lokasi P2KP yang terdiri dari lokasi P2KP-I, P2KP-II DAN P2KP-III. Adapun pembagian lokasi sasaran adalah

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN GENDER DAN INDEKS PEMBERDAYAAN GENDER Provinsi DKI Jakarta TAHUN 2011

INDEKS PEMBANGUNAN GENDER DAN INDEKS PEMBERDAYAAN GENDER Provinsi DKI Jakarta TAHUN 2011 No. 07/01/31/Th. XV, 2 Januari 2013 INDEKS PEMBANGUNAN GENDER DAN INDEKS PEMBERDAYAAN GENDER Provinsi DKI Jakarta TAHUN 2011 1. Indeks Pembangunan Gender (IPG) DKI Jakarta Tahun 2011 A. Penjelasan Umum

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur 57 IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta Provinsi DKI Jakarta merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 7 meter diatas permukaan laut dan terletak antara

Lebih terperinci

Fungsi, Sub Fungsi, Program, Satuan Kerja, dan Kegiatan Anggaran Tahun 2012 Kode. 1 010022 Provinsi : DKI Jakarta 484,909,154

Fungsi, Sub Fungsi, Program, Satuan Kerja, dan Kegiatan Anggaran Tahun 2012 Kode. 1 010022 Provinsi : DKI Jakarta 484,909,154 ALOKASI ANGGARAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG PENDIDIKAN YANG DILIMPAHKAN KEPADA GUBERNUR (Alokasi Anggaran Dekonsentrasi Per Menurut Program dan Kegiatan) (ribuan rupiah) 1 010022 : DKI Jakarta 484,909,154

Lebih terperinci

RILIS HASIL AWAL PSPK2011

RILIS HASIL AWAL PSPK2011 RILIS HASIL AWAL PSPK2011 Kementerian Pertanian Badan Pusat Statistik Berdasarkan hasil Pendataan Sapi Potong, Sapi Perah, dan Kerbau (PSPK) 2011 yang dilaksanakan serentak di seluruh Indonesia mulai 1-30

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN KONSUMSI MARET 2017

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN KONSUMSI MARET 2017 No. 41/07/36/Th.XI, 17 Juli 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN KONSUMSI MARET 2017 GINI RATIO PROVINSI BANTEN MARET 2017 MENURUN Pada 2017, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Banten yang diukur

Lebih terperinci

DATA PENDUDUK SASARAN PROGRAM KESEHATAN TAHUN

DATA PENDUDUK SASARAN PROGRAM KESEHATAN TAHUN DATA PENDUDUK SASARAN PROGRAM KESEHATAN TAHUN 2007-2011 PUSAT DATA DAN INFORMASI DEPARTEMEN KESEHATAN RI JAKARTA 2009 KATA PENGANTAR Salah satu permasalahan yang dihadapi saat ini adalah belum ada kesepakatan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN SEKRETARIS JENDERAL KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR HK.03.01/VI/432/2010 TENTANG

KEPUTUSAN SEKRETARIS JENDERAL KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR HK.03.01/VI/432/2010 TENTANG KEPUTUSAN SEKRETARIS JENDERAL KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.01/VI/432/2010 TENTANG DATA SASARAN PROGRAM KEMENTERIAN KESEHATAN TAHUN 2010 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SEKRETARIS

Lebih terperinci

2

2 2 3 c. Pejabat Eselon III kebawah (dalam rupiah) NO. PROVINSI SATUAN HALFDAY FULLDAY FULLBOARD (1) (2) (3) (4) (5) (6) 1. ACEH

Lebih terperinci

DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN REALISASI KEGIATAN DIREKTORAT PENGELOLAAN AIR IRIGASI

DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN REALISASI KEGIATAN DIREKTORAT PENGELOLAAN AIR IRIGASI DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN REALISASI KEGIATAN DIREKTORAT PENGELOLAAN AIR IRIGASI Oleh : Direktur Pengelolaan Air Irigasi Lombok, 27 29 November 2013 1 REALISASI KEGIATAN PUSAT DIREKTORAT

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPKP. Pembinaan. Pengawasan. Perubahan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPKP. Pembinaan. Pengawasan. Perubahan. No.1562, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPKP. Pembinaan. Pengawasan. Perubahan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN

Lebih terperinci

Laporan Keuangan UAPPA-E1 Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Tahun 2014 (Unaudited) No Uraian Estimasi Pendapatan

Laporan Keuangan UAPPA-E1 Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Tahun 2014 (Unaudited) No Uraian Estimasi Pendapatan Realisasi Pendapatan Negara dan Hibah Rp2.334.880.785 B. PENJELASAN ATAS POS-POS LAPORAN REALISASI ANGGARAN B.1 Pendapatan Negara dan Hibah Realisasi Pendapatan Negara dan Hibah pada Tahun Anggaran 2014

Lebih terperinci

2. Indeks Harga Dibayar Petani (Ib)

2. Indeks Harga Dibayar Petani (Ib) No. 36 / 07 / 94 / Th. X, 03 Juli 2017 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) PROVINSI PAPUA BULAN JUNI 2017 TURUN -0,51 PERSEN Pada Bulan Juni 2017, Nilai Tukar Petani (NTP) di Provinsi Papua mengalami

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA BARAT MARET 2016 MULAI MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA BARAT MARET 2016 MULAI MENURUN No.54/9/13/Th. XIX, 1 ember 2016 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA BARAT MARET 2016 MULAI MENURUN GINI RATIO PADA MARET 2016 SEBESAR 0,331 Pada 2016, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk

Lebih terperinci

MIGRASI. Oleh : CHOTIB Donovan Bustami

MIGRASI. Oleh : CHOTIB Donovan Bustami MIGRASI Oleh : CHOTIB Donovan Bustami 1. Konsep dan Definisi Migrasi Migrasi merupakan salah satu dari tiga komponen dasar dalam demografi. Komponen ini bersama dengan dua komponen lainnya, kelahiran dan

Lebih terperinci

w tp :// w ht.b p w.id s. go ii Umur dan Jenis Kelamin Penduduk Indonesia Umur dan Jenis Kelamin Penduduk Indonesia HASIL SENSUS PENDUDUK 2010 ISBN : 978-979-064-314-7 No. Publikasi: 04000.1109 Katalog

Lebih terperinci

PREVALENSI BALITA GIZI KURANG BERDASARKAN BERAT BADAN MENURUT UMUR (BB/U) DI BERBAGAI PROVINSI DI INDONESIA TAHUN Status Gizi Provinsi

PREVALENSI BALITA GIZI KURANG BERDASARKAN BERAT BADAN MENURUT UMUR (BB/U) DI BERBAGAI PROVINSI DI INDONESIA TAHUN Status Gizi Provinsi LAMPIRAN 1 PREVALENSI BALITA GIZI KURANG BERDASARKAN BERAT BADAN MENURUT UMUR (BB/U) DI BERBAGAI PROVINSI DI INDONESIA TAHUN 2013 Status Gizi No Provinsi Gizi Buruk (%) Gizi Kurang (%) 1 Aceh 7,9 18,4

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP 27 November 2014 KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga

Lebih terperinci

ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia :

ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia : ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN 2015 Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia : 255.461.686 Sumber : Pusdatin, 2015 ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2015 Estimasi Jumlah Penduduk

Lebih terperinci

Jumlah Akomodasi, Kamar, dan Tempat Tidur yang Tersedia pada Hotel Bintang Menurut Provinsi,

Jumlah Akomodasi, Kamar, dan Tempat Tidur yang Tersedia pada Hotel Bintang Menurut Provinsi, yang Tersedia pada Menurut, 2000-2015 2015 yang Tersedia pada ACEH 17 1278 2137 SUMATERA UTARA 111 9988 15448 SUMATERA BARAT 60 3611 5924 RIAU 55 4912 7481 JAMBI 29 1973 2727 SUMATERA SELATAN 61 4506 6443

Lebih terperinci

DATA STATISTIK TENTANG PERKAWINAN DI INDONESIA

DATA STATISTIK TENTANG PERKAWINAN DI INDONESIA DATA STATISTIK TENTANG PERKAWINAN DI INDONESIA DATA STATISTIK TENTANG PERKAWINAN DI INDONESIA Drs. Razali Ritonga, MA (Direktur Statistik Kependudukan dan Ketenagakerjaan BPS RI) Disampaikan di Lokakarya

Lebih terperinci

DATA STATISTIK TENTANG PERKAWINAN DI INDONESIA

DATA STATISTIK TENTANG PERKAWINAN DI INDONESIA DATA STATISTIK TENTANG PERKAWINAN DI INDONESIA Drs. Razali Ritonga, MA (Direktur Statistik Kependudukan dan Ketenagakerjaan BPS RI) Disampaikan di Lokakarya Perkawinan Anak, Moralitas Seksual, dan Politik

Lebih terperinci

Pertumbuhan Simpanan BPR Dan BPRS

Pertumbuhan Simpanan BPR Dan BPRS Pertumbuhan Simpanan BPR Dan BPRS Semester I Tahun 2014 Divisi Statistik, Kepesertaan, dan Premi Penjaminan Direktorat Penjaminan dan Manajemen Risiko DAFTAR ISI Jumlah BPR/BPRS Peserta Penjaminan Grafik

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR ECERAN RUPIAH FEBRUARI 2016

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR ECERAN RUPIAH FEBRUARI 2016 BADAN PUSAT STATISTIK. 29/03/Th. XIX, 15 Maret 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR ECERAN RUPIAH FEBRUARI 2016 FEBRUARI 2016 RUPIAH TERAPRESIASI 3,06 PERSEN TERHADAP DOLAR AMERIKA Rupiah terapresiasi 3,06 persen

Lebih terperinci

Estimasi Kesalahan Sampling Riskesdas 2013 (Sampling errors estimation, Riskesdas 2013)

Estimasi Kesalahan Sampling Riskesdas 2013 (Sampling errors estimation, Riskesdas 2013) Lampiran Estimasi Kesalahan Sampling Riskesdas 2013 (Sampling errors estimation, Riskesdas 2013) Berikut ini beberapa contoh perhitungan dari variabel riskesdas yang menyajikan Sampling errors estimation

Lebih terperinci

JUMLAH PENEMPATAN TENAGA KERJA INDONESIA ASAL PROVINSI BERDASARKAN JENIS KELAMIN PERIODE 1 JANUARI S.D 31 OKTOBER 2015

JUMLAH PENEMPATAN TENAGA KERJA INDONESIA ASAL PROVINSI BERDASARKAN JENIS KELAMIN PERIODE 1 JANUARI S.D 31 OKTOBER 2015 JUMLAH PENEMPATAN TENAGA KERJA INDONESIA ASAL PROVINSI BERDASARKAN JENIS KELAMIN NO PROVINSI LAKI-LAKI PEREMPUAN Total 1 ACEH 197 435 632 2 SUMATERA UTARA 1,257 8,378 9,635 3 SUMATERA BARAT 116 476 592

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM. 15 Lintang Selatan dan antara Bujur Timur dan dilalui oleh

BAB IV GAMBARAN UMUM. 15 Lintang Selatan dan antara Bujur Timur dan dilalui oleh BAB IV GAMBARAN UMUM A. Kondisi Geografis Secara astronomis, Indonesia terletak antara 6 08 Lintang Utara dan 11 15 Lintang Selatan dan antara 94 45 141 05 Bujur Timur dan dilalui oleh garis ekuator atau

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) PROVINSI PAPUA BULAN NOVEMBER 2016 TURUN -0,90 PERSEN

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) PROVINSI PAPUA BULAN NOVEMBER 2016 TURUN -0,90 PERSEN No. 64 / 12 / 94 / Th. IX, 01 Desember 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) PROVINSI PAPUA BULAN NOVEMBER 2016 TURUN -0,90 PERSEN Pada Bulan November 2016, Nilai Tukar Petani (NTP) di Provinsi Papua

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Implementasi Biplot Kanonik dan Analisis Procrustes dengan Mathematica Biplot biasa dengan sistem perintah telah terintegrasi ke dalam beberapa program paket statistika seperti SAS,

Lebih terperinci

Pemanfaatan Hasil Ujian Nasional MTs untuk Perbaikan Akses dan Mutu Pendidikan

Pemanfaatan Hasil Ujian Nasional MTs untuk Perbaikan Akses dan Mutu Pendidikan Pemanfaatan Hasil Ujian Nasional MTs untuk Perbaikan Akses dan Mutu Pendidikan Asep Sjafrudin, S.Si, M.Si Jenjang Madrasah Tsanawiyah/Sekolah Menengah Pertama (MTs/SMP) memiliki peranan yang sangat penting

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 21 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Sosial Ekonomi Karakteristik sosial ekonomi yang diteliti dalam penelitian ini terdiri atas proporsi ibu lulus wajib belajar (wajar) 9 tahun, pengeluaran rumah tangga

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2017

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2017 2 BPS PROVINSI DI YOGYAKARTA No 46/08/34/ThXIX, 7 Agustus 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2017 EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN II 2017 TUMBUH 5,17 PERSEN LEBIH LAMBAT

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 72 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Pola Pertumbuhan Ekonomi Parsial DKI Jakarta dan Luar DKI Jakarta Sebelum Otonomi Deaerah Berdasarkan Pendekatan Klassen Typology Pada bagian ini akan diuraikan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN BADAN AKREDITASI NASIONAL ( BAN PAUD DAN PNF ) NOMOR: 024/BAN PAUD DAN PNF/AK/2017

KEPUTUSAN BADAN AKREDITASI NASIONAL ( BAN PAUD DAN PNF ) NOMOR: 024/BAN PAUD DAN PNF/AK/2017 KEPUTUSAN BADAN AKREDITASI NASIONAL PENDIDIKAN ANAK USIA DINI DAN PENDIDIKAN NONFORMAL ( BAN PAUD DAN PNF ) NOMOR: 024/BAN PAUD DAN PNF/AK/2017 TENTANG ALOKASI KUOTA AKREDITASI BAP PAUD DAN PNF TAHUN 2018

Lebih terperinci

2016, No Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakh

2016, No Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakh No.1368, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENAKER. Hasil Pemetaan. PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2016 TENTANG HASIL PEMETAAN URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2015

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2015 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NTB No. 12/02/52/Th.X, 5 Februari 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2015 EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT PADA TRIWULAN IV 2015 TUMBUH 11,98 PERSEN Sampai dengan

Lebih terperinci

SURVEI NASIONAL LITERASI DAN INKLUSI KEUANGAN 2016

SURVEI NASIONAL LITERASI DAN INKLUSI KEUANGAN 2016 SURVEI NASIONAL LITERASI DAN INKLUSI KEUANGAN 2016 1 PILAR 1 PILAR 2 PILAR 3 SURVEI NASIONAL 2013 Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan mengamanatkan Otoritas Jasa Keuangan untuk

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI DAN PROFIL PENDERITA DIABETES

BAB II DESKRIPSI DAN PROFIL PENDERITA DIABETES BAB II DESKRIPSI DAN PROFIL PENDERITA DIABETES 2.1 Deskripsi Diabetes Diabetes adalah penyakit yang disebabkan oleh pola makan/nutrisi, kebiasaan tidak sehat, kurang aktifitas fisik, dan stress. Penderita

Lebih terperinci

IV. HASIL KAJIAN DAN ANALISIS

IV. HASIL KAJIAN DAN ANALISIS IV. HASIL KAJIAN DAN ANALISIS Hasil kajian dan analisis sesuai dengan tujuan dijelaskan sebagai berikut: 1. Profil Koperasi Wanita Secara Nasional Sebagaimana dijelaskan pada metodologi kajian ini maka

Lebih terperinci

PERTEMUAN 5 : Ir. Darmawan L. Cahya, MURP, MPA

PERTEMUAN 5 : Ir. Darmawan L. Cahya, MURP, MPA PERTEMUAN 5 : PERSEBARAN PENDUDUK Oleh : Ir. Darmawan L. Cahya, MURP, MPA (darmawan@esaunggul.ac.id) Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik - Universitas ESA UNGGUL Semester Genap 2012/2013

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK Triwulan III-2017 Provinsi Nusa Tenggara Barat No. 73/11/52/Th.VIII, 6 Nopember 2017 BERITA RESMI STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) TRIWULAN III-2017

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN I-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN II-2016

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN I-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN II-2016 BPS PROVINSI LAMPUNG No. 10/05/18/Th. VI, 4 Mei 2016 INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN I-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN II-2016 INDEKS TENDENSI KONSUMEN LAMPUNG TRIWULAN I-2016 SEBESAR 101,55

Lebih terperinci

Pertumbuhan Simpanan BPR dan BPRS

Pertumbuhan Simpanan BPR dan BPRS Pertumbuhan Simpanan BPR dan BPRS Semester I Tahun 2015 Divisi Statistik, Kepesertaan, dan Premi Penjaminan Direktorat Penjaminan dan Manajemen Risiko DAFTAR ISI Jumlah BPR/BPRS Peserta Penjaminan Grafik

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 041/P/2017 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 041/P/2017 TENTANG SALINAN KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 041/P/2017 TENTANG PENETAPAN ALOKASI DANA DEKONSENTRASI KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN TAHUN ANGGARAN 2017 MENTERI PENDIDIKAN

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2010

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2010 BADAN PUSAT STATISTIK No. 45/07/Th. XIII, 1 Juli 2010 PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2010 JUMLAH PENDUDUK MISKIN MARET 2010 MENCAPAI 31,02 JUTA Jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran

Lebih terperinci

BOKS II : TELAAH KETERKAITAN EKONOMI PROPINSI DKI JAKARTA DAN BANTEN DENGAN PROPINSI LAIN PENDEKATAN INTERREGIONAL INPUT OUTPUT (IRIO)

BOKS II : TELAAH KETERKAITAN EKONOMI PROPINSI DKI JAKARTA DAN BANTEN DENGAN PROPINSI LAIN PENDEKATAN INTERREGIONAL INPUT OUTPUT (IRIO) BOKS II : TELAAH KETERKAITAN EKONOMI PROPINSI DKI JAKARTA DAN BANTEN DENGAN PROPINSI LAIN PENDEKATAN INTERREGIONAL INPUT OUTPUT (IRIO) IRIO memiliki kemampuan untuk melakukan beberapa analisa. Kemampuan

Lebih terperinci

Pertumbuhan Simpanan BPR dan BPRS

Pertumbuhan Simpanan BPR dan BPRS Pertumbuhan Simpanan BPR dan BPRS Semester II Tahun 2014 Divisi Statistik, Kepesertaan, dan Premi Penjaminan Direktorat Penjaminan dan Manajemen Risiko DAFTAR ISI Jumlah BPR/BPRS Peserta Penjaminan Grafik

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2014

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2014 BADAN PUSAT STATISTIK No. 52/07/Th. XVII, 1 Juli 2014 PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2014 JUMLAH PENDUDUK MISKIN MARET 2014 MENCAPAI 28,28 JUTA ORANG Pada Maret 2014, jumlah penduduk miskin (penduduk

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN MASALAH

BAB III PEMBAHASAN MASALAH BAB III PEMBAHASAN MASALAH 3. 1 Analisa Aplikasi Perkembangan dunia pendidikan semakin meningkat dengan kemajuan teknologi yang semakin berkembang. Pendidikan adalah suatu kebutuhan yang mempunyai manfaat

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2016 2 BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 45/08/34/Th.XVIII, 5 Agustus 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2016 EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN II 2016 TUMBUH 5,57 PERSEN LEBIH

Lebih terperinci

ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia :

ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia : ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN 2015 Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia : 255.461.686 Sumber : Pusdatin, 2015 ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK PROVINSI BANTEN TAHUN 2015 Estimasi Jumlah Penduduk Banten

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN DANA DEKONSENTRASI

Lebih terperinci

- 1 - KEPUTUSAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5/HUK/2018 TENTANG PENETAPAN PENERIMA BANTUAN IURAN JAMINAN KESEHATAN TAHUN 2018

- 1 - KEPUTUSAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5/HUK/2018 TENTANG PENETAPAN PENERIMA BANTUAN IURAN JAMINAN KESEHATAN TAHUN 2018 - 1 - KEPUTUSAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5/HUK/2018 TENTANG PENETAPAN PENERIMA BANTUAN IURAN JAMINAN KESEHATAN TAHUN 2018 MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) PROVINSI PAPUA BULAN JUNI 2015

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) PROVINSI PAPUA BULAN JUNI 2015 No. 36/ 07/ 94 / Th. VII, 1 Juli 2015 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) PROVINSI PAPUA BULAN JUNI 2015 Pada Juni 2015, Nilai Tukar Petani (NTP) di Provinsi Papua tercatat mengalami penurunan sebesar

Lebih terperinci

Visi, Misi Dan Strategi KALTIM BANGKIT

Visi, Misi Dan Strategi KALTIM BANGKIT Awang Faroek Ishak Calon Gubernur 2008-2013 1 PETA KABUPATEN/KOTA KALIMANTAN TIMUR Awang Faroek Ishak Calon Gubernur 2008-2013 2 BAB 1. PENDAHULUAN Kalimantan Timur (Kaltim) merupakan propinsi terluas

Lebih terperinci

VIII. PROSPEK PERMINTAAN PRODUK IKAN

VIII. PROSPEK PERMINTAAN PRODUK IKAN 185 VIII. PROSPEK PERMINTAAN PRODUK IKAN Ketersediaan produk perikanan secara berkelanjutan sangat diperlukan dalam usaha mendukung ketahanan pangan. Ketersediaan yang dimaksud adalah kondisi tersedianya

Lebih terperinci

Jumlah Ternak yang dipotong di rumah potong hewan (RPH) menurut Provinsi dan Jenis Ternak (ekor),

Jumlah Ternak yang dipotong di rumah potong hewan (RPH) menurut Provinsi dan Jenis Ternak (ekor), Sapi ACEH 25055 25902 18002 23456 22172 19693 9931 27698 26239 35601 36014 36287 30145 11316 10986 13231 SUMATERA UTARA 22557 22578 17050 21686 20380 19275 20816 24077 19676 28901 31926 32163 21761 24434

Lebih terperinci

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Kepala Arsip Nasional Re

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Kepala Arsip Nasional Re BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 454, 2016 ANRI. Dana. Dekonsentrasi. TA 2016. Pelaksanaan. PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN KEPALA

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan 4 GAMBARAN UMUM 4.1 Kinerja Fiskal Daerah Kinerja fiskal yang dibahas dalam penelitian ini adalah tentang penerimaan dan pengeluaran pemerintah daerah, yang digambarkan dalam APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK Keadaan Ketenagakerjaan Indonesia Agustus 2017 No. 103/11/Th. XX, 06 November 2017 BERITA RESMI STATISTIK Keadaan Ketenagakerjaan Indonesia Agustus 2017 A. KEADAAN KETENAGAKERJAAN Agustus 2017: Tingkat

Lebih terperinci

Jumlah Akomodasi, Kamar, dan Tempat Tidur yang Tersedia pada Hotel Bintang Menurut Provinsi,

Jumlah Akomodasi, Kamar, dan Tempat Tidur yang Tersedia pada Hotel Bintang Menurut Provinsi, Menurut, 2000-2016 2015 ACEH 17 1.278 2.137 20 1.503 2.579 SUMATERA UTARA 111 9.988 15.448 116 10.732 16.418 SUMATERA BARAT 60 3.611 5.924 61 3.653 6.015 RIAU 55 4.912 7.481 58 5.206 7.832 JAMBI 29 1.973

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2017

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2017 PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2017 PERSENTASE PENDUDUK MISKIN MARET 2017 MENCAPAI 10,64 PERSEN No. 66/07/Th. XX, 17 Juli 2017 Pada bulan Maret 2017, jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2016 TENTANG KOMPONEN DALAM PENGHITUNGAN HARGA ECERAN TERTINGGI BUKU TEKS PELAJARAN MILIK KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN

Lebih terperinci

Mengurangi Kemiskinan Melalui Keterbukaan dan Kerjasama Penyediaan Data

Mengurangi Kemiskinan Melalui Keterbukaan dan Kerjasama Penyediaan Data Mengurangi Kemiskinan Melalui Keterbukaan dan Kerjasama Penyediaan Data Disampaikan oleh: DeputiMenteri PPN/Kepala Bappenas Bidang Kependudukan dan Ketenagakerjaan pada Peluncuran Peta Kemiskinan dan Penghidupan

Lebih terperinci

DATA PENDUDUK SASARAN PROGRAM PEMBANGUNAN KESEHATAN TAHUN

DATA PENDUDUK SASARAN PROGRAM PEMBANGUNAN KESEHATAN TAHUN DATA PENDUDUK SASARAN PROGRAM PEMBANGUNAN KESEHATAN TAHUN 2011-2014 PUSAT DATA DAN INFORMASI KEMENTERIAN KESEHATAN RI JAKARTA 2011 KATA PENGANTAR Dalam rangka pemantauan rencana aksi percepatan pelaksanaan

Lebih terperinci

Pertumbuhan Simpanan BPR/BPRS. Semester I Tahun 2013

Pertumbuhan Simpanan BPR/BPRS. Semester I Tahun 2013 Pertumbuhan Simpanan BPR/BPRS Semester I Tahun 2013 DAFTAR ISI Pertumbuhan Simpanan pada BPR/BPRS Grafik 1 10 Dsitribusi Simpanan pada BPR/BPRS Tabel 9 11 Pertumbuhan Simpanan Berdasarkan Kategori Grafik

Lebih terperinci