BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. KONDISI UMUM KOTA MAKASSAR. Luas Kota Makassar sekitar 175,77 km 2, terletak di bagian Barat

Transkripsi

1 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. KONDISI UMUM KOTA MAKASSAR 1. Penyebaran Penduduk Luas Kota Makassar sekitar 175,77 km 2, terletak di bagian Barat Propinsi Sulawesi Selatan dengan batas-batas sebagai berikut : sebelah barat berbatasan dengan Selat Makassar, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Maros, sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Pangkajene Kepulauan, dan sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Gowa. Secara administratif Kota Makassar terbagi atas 14 kecamatan, 142 kelurahan 885 Rukun Warga (RW) dan Rukun Tetangga (RT). Penduduk Kota Makassar yang pada tahun 2002 tercatat sebanyak jiwa tersebar pada 14 kecamatan. Daerah dengan jumlah penduduk terbanyak adalah Kecamatan Tamalatea sebanyak jiwa (11,59 persen), Panakukang jiwa (11,29 persen) dan Rappocini jiwa (11,22 persen). Besarnya jumlah penduduk di tiga kecamatan tersebut dimungkinkan karena wilayahnya luas dan juga merupakan wilayah pengembangan kota. Sebaliknya kecamatan dengan jumlah penduduk relatif paling sedikit adalah masing-masing kecamatan Ujung Pandang jiwa (2,60 persen) Wajo jiwa (3,08 persen) dan Ujung Tanah jiwa (4,02 persen). Kecilnya penduduk di

2 44 kecamatan ini diduga karena wilayahnya sempit sehingga lahan hunian relatif tidak tersedia dan berkaitan dengan peraturan tata ruang kota yang ditetapkan Pemerintah Daerah Kota Makassar. Jika dilihat menurut kepadatan per km 2, tampak bahwa kecamatan dengan jumlah penduduk terbanyak ternyata kepadatannya relatif lebih rendah yaitu di Kecamatan Biringkanaya sekitar 2074 jiwa/km 2, Tamalanrea jiwa/km 2, Manggala jiwa/km 2, dan Rappocini jiwa/km 2. Sedangkan kecamatan yang kepadatan penduduk relatif lebih tinggi adalah Makassar jiwa/km 2, Mariso jiwa/km 2, dan Bontoala jiwa/km 2. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 1 berikut : Tabel 1. Luas, Jumlah Penduduk dan Kepadatan tiap Km 2 Kecamatan di Kota Makassar, Tahun 2002 menurut Kecamatan Luas (Km 2 ) Jumlah Kepadatan Mariso Mamajang Tamalate Rappocini Makassar Ujung Pandang Wajo Bontoala Ujung Tanah Tallo Panakkukang Manggala Biringkanaya Tamalanrea 1,82 2,25 9,23 20,21 2,52 2,63 1,99 2,10 5,94 5,63 17,05 24,14 48,22 31, ,64 5,34 11,59 11,22 7,32 2,60 3,08 5,19 4,02 10,52 11,29 7,06 8,71 7,41 Jumlah 175, ,53 Sumber : BPS, 2002

3 45 2. Komposisi Penduduk Selanjutnya Tabel 2 menyajikan komposisi penduduk menurut kelompok umur dan jenis kelamin. Secara umum tampak bahwa jumlah penduduk wanita lebih daripada laki-laki. Jika diamati menurut kelompok umur polanya agak berbeda. Rasio jenis kelamin pada kelompok umur 0-4; 5-9; 10-14; 35-39; 40-44; dan tahun, di atas 100, berarti pada kelompok usia tersebut jumlah laki-laki lebih banyak dibanding wanita. Tabel 2. Penduduk menurut Kelompok Umur dan Rasio Jenis Kelamin di Kota Makassar, Tahun 2002 Kelompok Jenis Kelamin Umur Laki-laki Wanita Rasio Jenis Kelamin Jumlah Sumber : BPS, 2002 Data penduduk menurut struktur umur dapat pula menggambarkan tingkat ketergantungan (Dependency Ratio), yaitu banyaknya penduduk usia tidak produktif per 100 penduduk usia produktif. Penduduk yang tergolong usia tidak produktif adalah penduduk kelompok umur 0-14 dan

4 46 65 tahun atau lebih. Sedangkan penduduk usia produktif adalah kelompok umur tahun. Tabel 3. Distribusi Penduduk Kota Makassar menurut Kelompok Umur, Tahun 2002 Kelompok Umur Jumlah Persen ,83 68,45 2,72 Jumlah ,00 Sumber : SP 2000 & Susenas 2002 Tabel 3 menyajikan besarnya angka ketergantungan dan struktur umur penduduk. Jika suatu daerah proporsi penduduk yang berusia di bawah 15 tahun melebihi 40 persen dari total penduduk, maka daerah tersebut dikatakan berstruktur penduduk muda. Pada Tabel 3 di atas menggambarkan bahwa penduduk Kota Makassar tergolong penduduk usia sedang, mengingat jumlah penduduk usia 0-14 tahun hanya 28,83 persen dari total penduduk. Dalam kurun waktu 2 tahun terakhir angka ketergantungan penduduk Kota Makassar naik, dimana pada tahun 2000 tingkat ketergantungan sekitar 44,82 persen menjadi 46,10 persen pada tahun 2002, artinya bahwa setiap 100 penduduk usia produktif harus menanggung sekitar 46 penduduk usia tidak produktif.

5 47 3. Status Perkawinan Secara tidak langsung status perkawinan akan mempengaruhi tingkat kelahiran. Umumnya, suatu daerah dengan proporsi kawin yang tinggi cenderung menaikkan angka kelahiran. Tabel 4 menunjukkan persentase penduduk usia 10 tahun ke atas menurut status perkawinan dan jenis kelamin tahun Tabel 4. Penduduk 10 Tahun ke Atas menurut Status Kawin dan Jenis Kelamin di Kota Makassar, Tahun 2002 (persen) Status Kawin Laki-Laki (L) Wanita (P) L + P Belum Kawin Kawin Cerai Hidup Cerai Mati 51,97 45,80 0,85 1,38 48,28 44,03 1,19 6,50 50,08 44,89 1,03 4,00 Jumlah Sumber : BPS, 2002 Dari penduduk usia 10 tahun ke atas sekitar 50,08 persen yang belum kawin, hal itu berarti sebagian besar penduduk Kota Makassar yang berumur 10 tahun ke atas berstatus belum kawin. Sedangkan untuk yang berstatus kawin sekitar 44,89 persen. Penduduk yang berstatus kawin, jika dilihat menurut jenis kelamin, tampak bahwa laki-laki kawin proporsinya lebih besar dibanding wanita yaitu laki-laki 45,80 persen, sedangkan wanita hanya 44,03 persen. Kemudian untuk penduduk yang berstatus cerai hidup maupun cerai mati, ternyata wanita memiliki proporsi jauh lebih besar dibanding laki-laki. Wanita yang berstatus cerai hidup dan cerai mati masing-masing 1,19 persen dan 6,50 persen. Sedangkan untuk laki-laki yang berstatus cerai hidup dan cerai

6 48 mati masing-masing 0,85 persen dan 1,38 persen. Hal ini dapat memberikan gambaran bahwa laki-laki (suami) lebih banyak mengalami kematian dan atau penduduk wanita yang berstatus cerai baik itu cerai hidup maupun cerai mati cenderung untuk tidak kawin lagi dibanding penduduk laki-laki. 4. Umur Perkawinan Pertama Umur perkawinan pertama wanita erat hubungannya dengan fertilitas. Karena bila umur perkawinan pertamanya semakin muda semakin mendekati umur haid pertama kali, maka semakin lama masa reproduksinya. Hal ini berarti semakin panjang resiko seorang wanita untuk hamil dan melahirkan. Tabel 5. Persentase Wanita Pernah Kawin menurut UKP di Kota Makassar, Tahun Umur Kawin Pertama (UKP) ,01 17,50 49,57 20,93 13,05 19,53 44,71 22,72 11,37 19,95 46,92 21,77 Jumlah 100,00 100,00 100,00 Sumber : Susenas Pada Tabel 5 menunjukkan bahwa persentase wanita yang melangsungkan perkawinan pada umur muda (16 tahun) terjadi penurunan, dari sekitar 13,05 persen tahun 2001 turun menjadi 11,37 persen pada tahun Pada umur perkawinan tahun terjadi kenaikan dari sekitar 19,53 persen pada tahun 2001 menjadi sekitar 19,95 persen pada tahun 2002, begitu pula pada umur kawin pertama 19-24

7 49 tahun mengalami peningkatan dari 44,71 persen pada tahun 2001 menjadi sekitar 46,92 persen tahun Dan pada umur perkawinan pertama 25 tahun ke atas mengalami penurunan dari 22,72 persen tahun 2001 menjadi sekitar 21,77 persen di tahun Rendahnya umur perkawinan pertama wanita tersebut diduga, karena rendahnya tingkat pendidikan dan kemampuan ekonomi, serta pengaruh faktor sosial budaya. Rendahnya tingkat pendidikan dan kemampuan ekonomi keluarga akan mendorong para orangtua mengawinkan anak-anak wanitanya walaupun mereka masih umur muda. Sementara itu dari segi sosial budaya, umumnya terjadi karena adanya pemikiran seperti takut anaknya menjadi perawan tua, kebanggaan apabila anaknya cepat dilamar dan juga ingin mengurangi beban (tanggung jawab) sebagai orang tua apabila anaknya telah menikah. 5. Fertilitas Fertilitas merupakan kemampuan seorang wanita untuk melahirkan. Kemampuan seorang wanita untuk melahirkan berbeda antara wanita yang satu dengan yang lainnya begitu pula antara suatu penduduk dengan penduduk yang lainnya. Tinggi rendahnya kelahiran dalam suatu penduduk dipengaruhi antara lain umur perkawinan pertama, aborsi, penggunaan alat kontrasepsi, tingkat pendidikan, serta status sosial ekonomi. Tabel 6 berikut menyajikan data mengenai jumlah Anak Lahir Hidup (ALH) dan Anak Masih Hidup (AMH).

8 50 Tabel 6. Anak Lahir Hidup (ALH) dan Anak Masih Hidup (AMH) menurut Kelompok Umur Wanita Pernah Kawin (15-49 Tahun) di Kota Makassar, Tahun 2002 Umur Jumlah Wanita Pernah Kawin ALH AMH Jumlah Sumber : Susenas 2002 Rata-rata ALH dari wanita pernah kawin sebesar 2,63 artinya seorang wanita yang pernah kawin rata-rata melahirkan anak dalam keadaan hidup sebesar 2,63. Selanjutnya selisih antara ALH dengan AMH merupakan angka kematian anak, sehingga jumlah yang meninggal pada tahun 2002 sebesar anak. 6. Keluarga Berencana Program nasional keluarga berencana yang bertujuan selain menekan tingkat fertilitas, juga untuk meningkatkan taraf kesejahteraan keluarga. Dengan demikian, semakin banyak akseptor KB diharapkan tingkat fertilitas akan semakin rendah dan taraf kesejahteraan ibu dan anak semakin baik. Pemakaian alat/cara Keluarga Berencana (KB) pada Pasangan Usia Subur (PUS) di Kota Makassar pada tahun 2002, disajikan pada Tabel 7. Tampak bahwa alat/cara kontrasepsi KB yang paling banyak digunakan

9 51 adalah alat kontrasepsi suntikan yaitu 51,80 persen, pil 29,28 persen, dan AKDR (IUD) 9,45 persen sedangkan susuk KB (Implant) 3,15 persen. Tabel 7. Distribusi PUS Peserta KB menurut Jenis Alat/Cara KB yang Digunakan di Kota Makassar, Tahun 2002 Jenis Alat/Cara KB Jumlah Persen MOW (Tubektomi) MOP (Vasektomi) AKDR (IUD) Suntikan Pil Implant Lainnya ,93 0,04 14,34 38,37 35,18 5,84 1,30 Jumlah ,00 Sumber : BKKBN, 2002 Secara umum alat/cara KB yang banyak digunakan oleh penduduk Makassar adalah alat kontrasepsi suntikan, pil dan IUD. 7. Pendidikan Peningkatan dan pengembangan sumber daya manusia merupakan program nasional yang sangat penting, yang salah satunya diupayakan melalui pembangunan dibidang pendidikan. Selanjutnya program tersebut diaktualisasikan melalui gerakan nasional orang tua asuh dan program wajib belajar dari 6 tahun menjadi 9 tahun. Upaya ini merupakan langkah nyata untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat. Hasil pembangunan di bidang pendidikan diantaranya ditandai dengan meningkatnya status pendidikan penduduk. Peningkatan status pendidikan penduduk merupakan akibat langsung dari meningkatnya kesempatan bagi penduduk memasuki sekolah, dan ini berarti meningkatnya kualitas sumber daya manusia.

10 52 Dalam kaitannya dengan pendidikan, wanita mempunyai peranan penting terutama dalam proses pembentukan pribadi seseorang. Di dalam rumah tangga, wanita sebagai ibu rumah tangga merupakan pendidik pertama bagi anak-anaknya. Selain itu, pendidikan pada wanita juga merupakan sarana untuk dapat berpartisipasi dalam pasar tenaga kerja. Dalam kenyataannya tingkat pendidikan wanita masih rendah meskipun secara hukum laki-laki maupun wanita mendapat hak yang sama untuk pendidikan. Masih rendahnya kesempatan memperoleh pendidikan wanita disebabkan oleh antara lain : faktor budaya, sistem nilai/norma yang berlaku dalam masyarakat, agama, atau kekeliruan cara pandang perencana dan pengambil keputusan terhadap peran dan status wanita. Misalnya, dalam mendidik anak, mengelola dan merawat kebersihan dan keindahan rumah tangga atau urusan domestik yang dianggap sebagai pekerjaan wanita, cenderung diremehkan perannya. Tabel 8. Tingkat Pendidikan Terakhir Penduduk Umur 12 tahun ke Atas dan Jenis Kelamin di Kota Makassar, Tahun 2000 Tingkat Pendidikan Terakhir Tidak/Belum Tamat SD Tamat SD Tamat SLTP Tamat SLTA Akademi/Diploma I,II,II Diploma IV/PT Wanita Laki-laki Jumlah Persen Jumlah Persen , , , , , , , , , , , ,15 Jumlah , ,00 Sumber : SP, 2000

11 53 Pada Tabel 8 menggambarkan keadaan tingkat pendidikan wanita dan laki-laki pada tahun 2000 di Kota Makassar. Pada tingkat pendidikan rendah, persentase wanita lebih tinggi daripada laki-laki. Begitupula dengan penduduk yang Tidak/Belum Tamat SD, kesempatan wanita lebih rendah. Sementara pada tingkat pendidikan tinggi, terjadi sebaliknya. Ini menandakan bahwa partisipasi wanita di bidang pendidikan lebih rendah daripada laki-laki. Diharapkan dengan bertambahnya wanita yang berpendidikan, khususnya untuk wilayah Makassar, akan diiikuti dengan semakin luasnya peran wanita dalam segala bidang kehidupan. Namun, berdasarkan kenyataannya di lapangan, hal itu tidak terjadi, mungkin karena peran reproduktif yang dilakukannya menyebabkan banyak wanita yang menunda atau menghentikan peran produktifnya.