KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI MALUKU UTARA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI MALUKU UTARA"

Transkripsi

1

2 LAPORAN TRIWULANAN KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI MALUKU UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI MALUKU UTARA Jl. Yos Sudarso No.1 Tenate Telp Fax :

3 VISI BANK INDONESIA Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil MISI BANK INDONESIA 1. Mencapai stabilitas nilai rupiah dan menjaga efektivitas transmisi kebijakan moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, 2. Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dan efisien serta mampu bertahan terhadap gejolak internal dan eksternal untuk mendukung alokasi sumber pendanaan/pembiayaan dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas perekonomian nasional, 3. Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien, dan lancar yang berkontribusi terhadap perekonomian, stabilitas moneter dan stabilitas sistem keuangan dengan memperhatikan aspek perluasan akses dan kepentingan nasional, 4. Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai strategis dan berbasis kinerja, serta melaksanakan tata kelola (governance) yang berkualitas dalam rangka melaksanakan tugas yang diamanatkan UU. TUGAS BANK INDONESIA (Pasal 8 UU No. 23 Tahun 1999) 1. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, 2. Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, 3. Mengatur dan mengawasi bank. Kritik, saran dan komentar dapat disampaikan kepada : Redaksi : Tim Ekonomi Moneter Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Maluku Utara Jl. Yos Sudarso No. 1, Ternate Telp : (0921) Fax : (0921)

4 KATA PENGANTAR Tugas Bank Indonesia berdasarkan UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2004 adalah menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran serta mengatur dan mengawasi bank. Pelaksanaan tugas pokok tersebut ditujukan untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Sejalan dengan undang-undang tersebut, keberadaan Kantor Bank Indonesia di daerah merupakan bagian dari jaringan kerja Kantor Pusat Bank Indonesia yang berperan sebagai pelaksana kebijakan Bank Indonesia dan tugas-tugas pendukung lainnya di daerah. Sebagai jaringan kerja Kantor Pusat Bank Indonesia di bidang ekonomi dan moneter, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Maluku Utara berperan memberikan masukan dengan menyusun dan menerbitkan suatu produk yaitu Kajian Ekonomi Regional yang pokok bahasannya terdiri atas Perkembangan Ekonomi, Perkembangan Inflasi Regional, Kinerja Perbankan dan Sistem Pembayaran Provinsi Maluku Utara dan Prospek Ekonomi. Kajian ini diolah berdasarkan data dan informasi di daerah untuk mendukung keberhasilan pelaksanaan kebijakan moneter Bank Indonesia dan diharapkan dapat menjadi salah satu bahan informasi bagi penentu kebijakan di daerah. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini masih menemui beberapa kendala. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati kami senantiasa mengharapkan kritik dan saran serta kerjasama dari semua pihak agar kualitas dan manfaat laporan ini menjadi lebih baik di waktu yang akan datang. Akhirnya, kepada pihak-pihak yang membantu tersusunnya laporan ini, kami sampaikan penghargaan dan ucapkan terima kasih. Ternate, Agustus 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI MALUKU UTARA Budiyono Kepala Perwakilan i

5 HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN ii

6 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GRAFIK INDIKATOR EKONOMI DAN PERBANKAN PROVINSI MALUKU UTARA RINGKASAN UMUM i iii v vi viii x BAB I PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH Kondisi Umum Perkembangan PDRB dari Sisi Permintaan Perkembangan Ekonomi dari Sisi Penawaran 14 BOKS I PERLAMBATAN PEREKONOMIAN MALUKU UTARA PASCA PENERAPAN UU MINERBA 25 BAB II KEUANGAN PEMERINTAH Kondisi Umum Pendapatan Daerah Belanja Daerah Defisit dan Pembiayaan BAB III INFLASI DAERAH Kondisi Umum Perkembangan Inflasi Kota Ternate Faktor-Faktor Penggerak Inflasi Koordinasi Pengendalian Inflasi di Maluku Utara 52 BAB IV SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN Kondisi Umum Perbankan Stabilitas Sistem Keuangan 59 BAB V SISTEM PEMBAYARAN & PENGELOAAN UANG Kondisi Umum Perkembangan Transaksi Pembayaran Tunai Perkembangan Transaksi Pembayaran Non Tunai 67 BOKS II KAWASAN EKONOMI KHUSUS MOROTAI 71 BAB VI KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN Kondisi Umum Perkembangan Ketenagakerjaan Pengangguran Nilai Tukar Petani (NTP) Tingkat Kemiskinan 81 iii

7 BAB VII PROSPEK PEREKONOMIAN Prospek Perekonomian Outlook Kondisi Makroekonomi Regional Outlook Inflasi Daerah 90 iv

8 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1.1 Struktur PDRB Sisi Penggunaan 3 Tabel 1.2 Perkembangan Sektoral PDRB Sisi Penawaran 15 Tabel 1.3 Perkembangan PDRB Riil Sektor Pertanian (Padi) 16 Tabel 1.4 Perkembangan PDRB Riil Sektor Pertanian (Jagung) 17 Tabel 1.5 Perkembangan PDRB Riil Sektor Pertanian (Kedelai) 17 Tabel 1.6 Pertumbuhan Industri Manufaktur Mikro dan Kecil 21 Tabel 2.1 Perkembangan Anggaran Pendapatan Pemprov Maluku Utara (dalam miliar rupiah) Tabel 2.2 Anggaran dan Realisasi Pendapatan Pemprov Maluku Utara (dalam miliar rupiah) Tabel 2.3 Perkembangan Anggaran Belanja Pemprov Maluku Utara (dalam juta rupiah) Tabel 2.4 Anggaran dan Realisasi Belanja Pemprov Maluku Utara (dalam juta rupiah) Tabel 2.5 Perkembangan Anggaran Belanja Pemprov Maluku Utara (dalam juta rupiah) Tabel 2.6 Perkembangan Anggaran Belanja Pemprov Maluku Utara (dalam miliar rupiah) Tabel 3.1 Inflasi Kota Ternate Per Kelompok Barang dan Jasa 38 Tabel 3.2 Komoditas Penyumbang Inflasi Tahunan Kota Ternate dan Andilnya 39 Tabel 3.3 Komoditas Penahan Inflasi Tahunan Kota Ternate dan Andilnya 40 Tabel 3.4 Laju Inflasi Triwulanan (qtq) Kota Ternate Menurut Kelompok Barang dan 40 Jasa (%) Tabel 3.5 Kelompok Penahan Laju Inflasi Kota Ternate 41 Tabel 3.6 Kegiatan TPID Provinsi Maluku Utara dan TPID Kota Ternate 52 Tabel 5.1 Kegiatan Kas Keliling Triwulan II Tabel 5.2 Kegiatan Sosialisasi Ciri-Ciri Keaslian Uang Rupiah Triwulan II Tabel 5.3 Perkembangan Perputaran Kliring 68 Tabel 5.4 Perkembangan Cek/BG 68 Tabel 5.5 Perkembangan RTGS 70 Tabel 6.1 Perkembangan Ketenagakerjaan di Maluku Utara 76 Tabel 6.2 Sebaran Tenaga Kerja Berdasarkan Tingkat Pendidikan 77 Tabel 6.3 Sebaran Tenaga Kerja Berdasarkan Status Pekerjaan Utama 78 Tabel 6.4 Nilai Tukar Petani (NTP) Wilayah Sulampua 80 Tabel 6.5 Nilai Tukar Petani (NTP) Maluku Utara Per Subsektor 81 Tabel 6.6 Perkembangan Penduduk Miskin di Maluku Utara 82 Tabel 6.7 Perkembangan Garis Kemiskinan di Maluku Utara 83 v

9 DAFTAR GRAFIK Halaman Grafik 1.1 Perkembangan PDRB Maluku Utara 1 Grafik 1.2 Struktur PDRB Sisi Penggunaan 2 Grafik 1.3 Perkembangan Konsumsi Masyarakat 4 Grafik 1.4 Indeks Tendensi Konsumen (ITK) 4 Grafik 1.5 Indeks Pendapatan Rumah Tangga (IPRT) 5 Grafik 1.6 Perkembangan Kredit Konsumsi 5 Grafik 1.7 Perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP) 6 Grafik 1.8 Volume Bongkar Bahan Makanan (Ton/M 3 ) 6 Grafik 1.9 Volume Bongkar Telur (Ton/M 3 ) 6 Grafik 1.10 Volume Bongkar Minuman Ringan (Ton/M 3 ) 7 Grafik 1.11 Volume Bongkar Bawang (Ton/M 3 ) 7 Grafik 1.12 Volume Bongkar Beras Umum Non Dolog (Ton/M 3 ) 7 Grafik 1.13 Total Volume Bongkar (Ton/M 3 ) 7 Grafik 1.14 Perkembangan Investasi di Maluku Utara 8 Grafik 1.15 Perkembangan PMA di Maluku Utara 8 Grafik 1.16 Perkembangan PMDN di Maluku Utara 8 Grafik 1.17 Perkembangan Kredit Investasi 9 Grafik 1.18 Perkembangan Konsumsi Semen 9 Grafik 1.19 Perkembangan Konsumsi Pemerintah 10 Grafik 1.20 Perkembangan Giro Pemerintah 10 Grafik 1.21 Perkembangan PDRB Riil Sektor Ekspor 11 Grafik 1.22 Perkembangan Volume Ekspor 11 Grafik 1.23 Perkembangan Nilai Ekspor 11 Grafik 1.24 Perkembangan Harga Nikel & Emas 12 Grafik 1.25 Perkembangan Harga Minyak Bumi 12 Grafik 1.26 Perkembangan Volume Muat Barang di Pelabuhan Ahmad Yani Ternate 13 Grafik 1.27 Perkembangan PDRB Riil Sektor Impor 13 Grafik 1.28 Perkembangan Kegiatan Impor 13 Grafik 1.29 Struktur PDRB Sisi Penawaran 14 Grafik 1.30 Perkembangan PDRB Riil Sektor Pertanian 15 Grafik 1.31 Perkembangan Kredit Pertanian 19 Grafik 1.32 Perkembangan Kinerja Ikan Tangkap 19 Grafik 1.33 Perkembangan PDRB Riil Sektor PHR 19 Grafik 1.34 Perkembangan Kredit Sektor PHR 20 Grafik 1.35 Perkembangan TPK 20 Grafik 1.36 Perkembangan Kredit Sektor Industri Pengolahan 20 Grafik 1.37 Perkembangan PDRB Riil Sektor Industri Pengolahan 20 Grafik 1.38 Perkembangan PDRB Riil Sektor Pertambangan dan Penggalian 22 Grafik 1.39 Perkembangan Kredit Sektor Pertambangan dan Penggalian 22 Grafik 2.1 Perkembangan APBD Maluku Utara (dalam juta rupiah) 29 Grafik 2.2 Perkembangan APBD Maluku Utara (dalam miliar rupiah) 30 Grafik 3.1 Laju Inflasi Tahunan (yoy) Kota Ternate, Sulampua & Nasional 38 Grafik 3.2 Laju Inflasi Bulanan (mtm) Kota Ternate, Sulampua & Nasional 43 Grafik 3.3 Inflasi dan Andil Kota Ternate Menurut Kelompok Barang & Jasa April Grafik 3.4 Inflasi dan Andil Kota Ternate Menurut Kelompok Barang & Jasa Mei Grafik 3.5 Inflasi dan Andil Kota Ternate Menurut Kelompok Barang & Jasa Juni vi

10 Grafik 3.6 Pergerakan Harga Nikel dan Emas Internasional 49 Grafik 3.7 Pergerakan Harga Crude Oil West Texas Intermediate 49 Grafik 3.8 Pergerakan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar Amerika 50 Grafik 3.9 Volume Tangkap dan Nilai Ikan Tangkap 51 Grafik 3.10 Perkembangan Harga Ikan Tangkap 51 Grafik 4.1 Perkembangan Aset Bank Umum di Maluku Utara (miliar rupiah) 54 Grafik 4.2 Perkembangan DPK (miliar rupiah) 54 Grafik 4.3 Perkembangan LDR Bank Umum di Maluku Utara 55 Grafik 4.4 Perkembangan Kredit di Maluku Utara (miliar rupiah) 56 Grafik 4.5 Perkembangan Bank Syariah 57 Grafik 4.6 Perkembangan BPR/S 58 Grafik 4.7 Perkembangan NPL s Perbankan 59 Grafik 4.8 Struktur Aliran Dana Kredit Sektoral 59 Grafik 4.9 Pangsa Kredit Sektor Rumah Tangga 60 Grafik 4.10 Pangsa Kredit UMKM 61 Grafik 5.1 Aliran Kas Uang Kartal di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Prov. Malut 64 Grafik 5.2 Perkembangan Aliran Kas Uang Kartal (yoy) di Kantor Perwakilan Bank 64 Indonesia Prov. Malut Grafik 5.3 Perkembangan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) 66 Grafik 5.4 Perkembangan Temuan Uang Palsu 67 Grafik 5.5 Perkembangan RTGS Kota Ternate 70 Grafik 6.1 Sebaran Tenaga Kerja Per Sektoral di Maluku Utara 77 Grafik 6.2 Perkembangan Jumlah Pengangguran dan TPT Maluku Utara 79 Grafik 6.3 Perkembangan NTP Maluku Utara 80 Grafik 7.1 Perkembangan PDRB Malut dan Proyeksinya 85 Grafik 7.2 Perkembangan ITK Malut dan Proyeksinya 87 Grafik 7.3 Perkembangan Harga Internasional Nikel 88 vii

11 INDIKATOR EKONOMI DAN PERBANKAN PROVINSI MALUKU UTARA A. Inflasi dan PDRB MAKRO INDIKATOR Tw.1 Tw.2 Tw.3 Tw.4 Tw.1 Tw.2 Indeks Harga Konsumen (Kota Ternate) Laju Inflasi Tahunan (yoy %) PDRB - harga konstan (Miliar Rp) Pertanian Pertambangan & Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas & Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel & Restoran Pengangkutan & Komunikasi Keuangan, Persewaaan & Jasa Jasa Pertumbuhan PDRB (yoy %) Nilai Ekspor Nonmigas (USD Juta) Volume Ekspor Nonmigas (Ribu ton) Nilai Impor Nonmigas (USD Juta) Volume Impor Nonmigas (Ribu ton) viii

12 B. Perbankan INDIKATOR Tw.1 Tw.2 Tw.3 Tw.4 Tw.1 Tw.2 PERBANKAN Bank Umum: Total Aset (Rp miliar) 5.906, , , , , ,53 DPK (Rp miliar) 4.792, , , , , ,74 - Tabungan 2.513, , , , , ,97 - Giro 1.390, , ,50 779, , ,24 - Deposito 888,16 862,61 846,56 880,90 954, ,52 Kredit (Rp miliar) 4.025, , , , , ,21 - Modal Kerja 1.185, , , , , ,11 - Konsumsi 2.469, ,35 479,15 483, , ,56 - Investasi 370,48 473,54 479,15 483,46 482,74 486,54 LDR 84,0 92,2 91,57 95,87 92,77 89,98 Kredit UMKM (Rp miliar) 2.923, , , , , ,88 Kredit Mikro (Rp miliar) 235,73 255,97 249,11 266,43 271,96 336,69 Kredit Kecil (Rp miliar) 790,40 840,55 820,45 830,03 740,44 726,53 Kredit Menengah (Rp miliar) 282,47 335,78 347,74 355,90 338,81 342,67 NPL 2,53 2,84 3,17 2,78 3,08 2,95 Keterangan: Definisi UMKM mengikuti skala usaha berdasarkan UU No. 20 Tahun 2008 tentang UMKM ix

13 RingkasanUmum GAMBARAN UMUM Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Maluku Utara atas dasar harga konstan pada triwulan II 2014 tercatat sebesar Rp956,11 miliar, naik 5,60% (yoy) dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. PDRB tersebut tumbuh dibawah rata-rata pertumbuhannya selama lebih dari satu dekade terakhir (2002 triwulan II 2014) yang tercatat pada level 6,12%. Namun demikian pertumbuhan ekonomi Maluku Utara tersebut masih berada diatas pertumbuhan ekonomi Nasional yang sebesar 5,12% (yoy). Laju kenaikan harga barang dan jasa tahunan (yoy) di Maluku Utara yang direpresentasikan oleh Kota Ternate pada triwulan II 2014 tercatat sebesar 9,75, jauh lebih tinggi dibandingkan inflasi periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar 1,32% (yoy). Angka inflasi tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan Nasional dan wilayah Sulampua (Sulawesi, Maluku, Maluku Utara dan Papua) yang masing-masing tercatat sebesar 6,69% (yoy) dan 6,15% (yoy). PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Maluku Utara atas dasar harga konstan pada triwulan II 2014 tercatat sebesar Rp956,11 miliar, naik 5,60% (yoy) dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. PDRB tersebut tumbuh dibawah rata-rata pertumbuhannya selama lebih dari satu dekade terakhir (2002 triwulan II 2014) yang tercatat pada level 6,12%. Namun demikian pertumbuhan ekonomi Maluku Utara tersebut masih berada diatas pertumbuhan ekonomi Nasional yang sebesar 5,12% (yoy). Perlambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2014 disebabkan oleh beberapa faktor antara lain akibat penerapan UU Minerba yang juga dialami oleh Maluku Utara. Secara triwulanan, perekonomian Maluku Utara tercatat tumbuh tipis sebesar 1,33% (qtq). Ringkasan Umum x

14 KEUANGAN PEMERINTAH Pada tahun 2014, Pemerintah Provinsi Maluku Utara (Malut) menetapkan target pendapatan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sebesar Rp1,61 triliun, meningkat 22,11% (yoy) atau naik sebesar Rp293,21 miliar dibanding dengan target belanja pada APBD Sedangkan apabila dibandingkan dengan APBD Perubahan (APBD-P) 2013, target pendapatan APBD 2014 meningkat sebesar Rp94,87 miliar atau 6,22%. Sementara itu, target belanja/pengeluaran di tahun 2014 adalah sebesar Rp1,56 triliun, meningkat 11,66% (yoy) atau Rp163,6 miliar dibandingkan dengan target pengeluaran pada APBD Apabila dibandingkan dengan target pengeluaran pada APBD-P 2013, target tahun 2014 turun 3,38% (yoy) atau Rp54,77 miliar. Pada APBD-P terdapat penyesuaian anggaran terkait kebutuhan terkini di provinsi sehingga mempengaruhi perubahan besaran target pengeluaran. Dengan kondisi APBD tersebut, pada tahun 2014 ditargetkan akan terjadi surplus anggaran sebesar Rp52,50 miliar, kondisi ini terbalik dari APBD tahun 2012 dan 2013 dimana Provinsi Maluku Utara selalu mengalami defisit.namun demikian besaran/nilai APBD 2014 masih mungkin mengalami perubahan dan menjadi APBD-P 2014 jika pemerintah Provinsi Maluku Utara menganggap perlu koreksi sesuai dengan perubahan kebutuhan sepanjang tahun INFLASI DAERAH Laju kenaikan harga barang dan jasa tahunan (yoy) di Maluku Utara yang direpresentasikan oleh Kota Ternate pada triwulan II 2014 tercatat sebesar 9,75, jauh lebih tinggi dibandingkan inflasi periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar 1,32% (yoy). Angka inflasi tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan Nasional dan wilayah Sulampua (Sulawesi, Maluku, Maluku Utara dan Papua) yang masing-masing tercatat sebesar 6,69% (yoy) dan 6,15% (yoy). Ringkasan Umum xi

15 SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN Secara umum kinerja perbankan di Maluku Utara pada triwulan II-2014 menunjukan perkembangan positif, baik secara kelembagaan maupun secara keuangan. Hal ini tercermin dari perkembangan aset, penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) dan kredit yang disalurkan selama triwulan laporan tercatat mengalami peningkatan. Pada triwulan laporan tingkat pertumbuhan penyaluran dana lebih rendah dibandingkan penghimpunan dana (DPK). Sedangkan Loan to Deposit Ratio (LDR) tercatat lebih rendah dari triwulan sebelumnya. Namun demikian rasio ini masih berada didalam batas aman yang ditetapkan. Secara kelembagaan di tahun 2014, akan ada penambahan jaringan kantor Bank Umum Syariah, serta peningkatan status kantor Bank umum yang tersebar di wilayah Maluku Utara dan saat ini sedang dalam proses perizinan di Otoritas Jasa Keuangan (OJK).. SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG Pada triwulan II 2014 aliran uang kartal di Maluku Utara menunjukkan net outflow. Kondisi ini menunjukan bahwa jumlah uang kartal yang ditarik oleh masyarakat (bayaran, penukaran, kas keliling) lebih besar dibandingkan dengan jumlah uang yang masuk ke khasanah Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Maluku Utara (setoran, penukaran, kas keliling). Pada akhir triwulan laporan terdapat lembar uang tidak layak edar (UTLE) yang masuk ke Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Maluku Utara, turun 9,99% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya atau naik13,41% (qtq) dibandingkan triwulan I Jumlah uang palsu yang ditemukan di wilayah kerja Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Maluku Utara selama triwulan II 2014 sebanyak 7 lembar, turun dibandingkan triwulan I 2014 yang sebanyak 10 lembar namun lebih tinggi dari periode yang sama tahun sebelumnya yang hanya 1 lembar.. Ringkasan Umum xii

16 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN Kondisi ketenagakerjaan di Maluku Utara periode Februari 2014 menunjukkan pertumbuhan negatif ditinjau dari penambahan jumlah pengangguran. Kondisi ini terjadi seiring dengan naiknya jumlah penduduk umur 15 tahun keatas yang diikuti oleh bertambahnya jumlah angkatan kerja. Jumlah pengangguran yang meningkat ini pada akhirnya menggiring turunnya tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) secara tahunan serta naiknya tingkat pengangguran terbuka (TPT) di Provinsi Maluku Utara.. PROSPEK PEREKONOMIAN Perekonomian Malut pada triwulan III 2013 dan untuk keseluruhan tahun 2014, masing-masing diperkirakan akan tumbuh pada level 6,15% - 6,55% (yoy) dan 6,47% - 6,97% (yoy). Jika dibandingkan dengan ekonomi nasional, angka pertumbuhan ekonomi Malut 2014 masih lebih tinggi. Di sisi permintaan, permintaan domestik masih menjadi lokomotif utama ekonomi Malut. Sementara itu, kegiatan ekspor diprediksi terkoreksi lebih dalam dengan tingginya produksi di periode yang sama tahun sebelumnya. Di sisi penawaran, sektor pertanian akan mengalami peningkatan seiring dengan masuknya musim panen dan cuaca yang mendukung kegaitan pertanian. Sementara itu, sektor keuangan, khususnya perbankan, diprediksi tetap tumbuh stabil terlepas dari kebijakan suku bunga Bank Indonesia. Laju inflasi triwulan III 2014 diperkirakan menurun dibandingkan dengan triwulan II namun diperkirakan masih akan ada tekanan inflasi seiring dengan masih tingginya permintaan dan kenaikan tarif oleh pemerintah. Kenaikan tarif yang diprediksikan akan terjadi sepanjang 2014 adalah kenaikan tarif energi, bahan bakar serta tarif angkutan. Untuk itu, peran TPID diharapkan membantu menekan laju inflasi agar tidak bergerak lebih jauh seperti dalam hal pasokan dan kelancaran distribusi. Ringkasan Umum xiii

17 BAB I. PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH 1.1 Kondisi Umum Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Maluku Utara atas dasar harga konstan pada triwulan II 2014 tercatat sebesar Rp956,11 miliar, naik 5,60% (yoy) dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. PDRB tersebut tumbuh dibawah rata-rata pertumbuhannya selama lebih dari satu dekade terakhir (2002 triwulan II 2014) yang tercatat pada level 6,12%. Namun demikian pertumbuhan ekonomi Maluku Utara tersebut masih berada diatas pertumbuhan ekonomi Nasional yang sebesar 5,12% (yoy). Perlambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2014 disebabkan oleh beberapa faktor antara lain akibat penerapan UU Minerba yang juga dialami oleh Maluku Utara. Secara triwulanan, perekonomian Maluku Utara tercatat tumbuh tipis sebesar 1,33% (qtq). Grafik 1.1 Perkembangan PDRB Maluku Utara Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah Dari sisi permintaan (penggunaan), pertumbuhan ekonomi digerakkan oleh seluruh komponen permintaan kecuali ekspor yang tumbuh negatif sebesar -18,4% (yoy), yang dipicu oleh ekspor luar negeri Maluku Utara tumbuh negatif sebesar -25,65% (yoy) seiring terhentinya kegiatan pertambangan nikel di Malut sebagai dampak UU Minerba. Pertumbuhan negatif ini meningkat dari triwulan sebelumnya yang hanya sebesar -8,5% (yoy). Disisi lain, impor tumbuh signifikan sebesar 10,9% (yoy). Namun demikian, impor luar negeri Maluku Utara turun tipis sebesar 0,4% 1

18 BAB I. PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH (yoy). Jika dilihat secara triwulanan, semua sektor menunjukkan pertumbuhan positif kecuali ekspor yang tumbuh -10,98% (qtq). Hal ini disebabkan oleh ekspor luar negeri dan ekspor antar daerah Maluku Utara yang sama-sama tumbuh negatif yaitu masing-masing sebesar 14,10% (qtq) dan 3,13% (qtq). Sementara itu, sisi impor terakselerasi 2,73% (qtq) walaupun impor luar negeri terkoreksi tipis sebesar 0,14% (qtq). Dari sisi lapangan usaha, pertumbuhan ekonomi Maluku Utara sebesar 5,6% (yoy) disumbangkan oleh seluruh sektor kecuali sektor pertambangan yang tumbuh negatif sebesar -21,23% (yoy) dimana pertumbuhan negatif ini dimotori oleh subsektor pertambangan tanpa migas yang terkoreksi signifikan sebesar -25,60% (yoy). Sedangkan sektor lainnya terakselerasi secara bervariasi. Sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR) mencatatkan pertumbuhan paling tinggi yaitu sebesar 10,94% (yoy), listrik, gas dan air bersih 10,64% (yoy), pengangkutan dan komunikasi 8,2% (yoy), dan keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan 8% (yoy). Sedangkan sektor pertanian yang memiliki share terbesar pada PDRB tumbuh terbatas 2,3% (yoy). Pelaksanaan puasa Ramadhan yang jatuh pada triwulan laporan menyebabkan naiknya permintaan masyarakat secara signifikan sehingga mampu menggerakkan perekonomian Maluku Utara terutama sektor PHR sehingga mampu terakselerasi dua digit secara tahunan. 1.2 Perkembangan PDRB dari Sisi Permintaan Struktur perekonomian Maluku Utara dari sisi permintaan (penggunaan) pada triwulan II 2014 masih didominasi oleh konsumsi masyarakat yang merupakan penjumlahan dari konsumsi rumah tangga dengan konsumsi lembaga swasta nirlaba dengan pangsa sebesar 67,7%. Konsumsi pemerintah memiliki pangsa sebesar 31,9%. Sedangkan pembentukan modal tetap bruto (PMTB) atau investasi di Maluku Utara hanya memiliki pangsa sebesar 3% pada triwulan II Grafik 1.2 Struktur PDRB Sisi Penggunaan Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah 2

19 BAB I. PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH Berdasarkan pertumbuhannya, pos penggunaan yang mengalami pertumbuhan tertinggi di triwulan II 2014 adalah impor yang tercatat tumbuh 10,90% (yoy). Sebaliknya, ekspor yang seharusnya mendorong laju pertumbuhan ekonomi memberikan sumbangan negatif pada triwulan II 2014 sebesar -4,54%. Hal ini terjadi seiring dengan pertumbuhan negatif ekspor pada triwulan laporan sebesar -18,43% (yoy) atau terjadi koreksi pertumbuhan yang lebih dalam dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh -8,46% (yoy). Kondisi ini terjadi pasca implementasi UU Minerba yaitu sejak awal tahun 2014 dan mengakibatkan kegiatan ekspor luar negeri Malut untuk komoditas nikel terhenti sehingga menyebabkan ekspor luar negeri Malut tumbuh negatif sebesar - 25,65% (yoy), jauh lebih dalam dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar -13,77% (yoy). Ekspor memiliki pangsa sebesar 20,3%, lebih rendah dari triwulan sebelumnya yang memiliki pangsa 22,92%. Sedangkan di sisi yang berlawanan, impor menahan laju PDRB Malut sebanyak 26,4% sehingga pada dasarnya neraca perdagangan Malut masih bernilai negatif karena lebih besar impor dari pada ekspor. Sementara itu, sektor konsumsi sebagai kontributor utama PDRB sisi permintan Provinsi Malut tumbuh cukup variatif. Konsumsi rumah tangga tumbuh 6,85% (yoy), melambat dibandingkan pertumbuhan tahunan di triwulan sebelumnya ataupun periode yang sama tahun sebelumnya yang masing-masing sebesar 7,01% (yoy) dan 8,43% (yoy). Konsumsi pemerintah tumbuh 6,72% (yoy), melambat dibandingkan triwulan sebelumnya maupun periode yang sama tahun sebelumnya yang masing-masing sebesar 7,86% (yoy) dan 9,28% (yoy). Kondisi yang sama juga terjadi pada konsumsi swasta yang tumbuh 8,60% (yoy) dimana pada triwulan sebelumnya tumbuh 13,24% (yoy) serta tumbuh 9,55% (yoy) pada triwulan II Tabel 1.1 Struktur PDRB Sisi Penggunaan Komponen Penggunaan Pertumbuhan Kontribusi (yoy,%) (%) Konsumsi Rumah Tangga 6,85 66,94 Konsumsi Swasta 8,60 0,75 Konsumsi Pemerintah 6,72 31,89 PMTB 4,94 10,14 Perubahan Stok -22,78 3,58 Ekspor -18,43 20,27 Impor 10,90-26,41 PDRB 5,60 Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah 3

20 BAB I. PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH Konsumsi Berdasarkan pangsa yang diberikan, konsumsi masyarakat memberikan sumbangan sebesar 67,70% terhadap PDRB sisi permintaan, dimana konsumsi rumah tangga menyumbang 66,94% dan sisanya sebesar 0,76% disumbangkan oleh lembaga swasta. Terjadi sedikit penurunan pangsa dari konsumsi rumah tangga jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya maupun periode yang sama tahun sebelumnya. Sedangkan konsumsi swasta dengan pangsa sebesar 0,75% sedikit mengalami penurunan dibanding triwulan sebelumnya yang sebesar 0,76%. Sementara itu, pangsa konsumsi pemerintah yang sebesar 31,89% sedikit meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya maupun periode yang sama tahun sebelumnya. Berdasarkan pertumbuhannya, konsumsi masyarakat tumbuh 6,85% (yoy) atau melambat dibandingkan pertumbuhan tahunan di triwulan sebelumnya maupun periode yang sama tahun sebelumnya yang masing-masing sebesar 7,01% (yoy) dan 8,43% (yoy). Namun demikian, tingkat konsumsi ini masih berada pada tingkat yang relatif tinggi. Kondisi yang sama juga terjadi pada konsumsi swasta yang tumbuh 8,60% (yoy) dimana pada triwulan sebelumnya tumbuh 13,24% (yoy) serta tumbuh 9,55% (yoy) pada triwulan II Konsumsi rumah tangga tercatat naik 1% (qtq) dan konsumsi swasta terakselerasi tipis sebesar 0,06% (qtq). Beberapa faktor yang memicu pertumbuhan konsumsi masyarakat adalah liburan sekolah (peak season) serta masuknya bulan suci Ramadhan yang memicu naiknya permintaan dari masyarakat.konsumsi pemerintah tumbuh 6,72% (yoy), melambat dibandingkan triwulan sebelumnya maupun periode yang sama tahun sebelumnya yang masing-masing tumbuh sebesar 7,86% (yoy) dan 9,28% (yoy). Sedangkan secara triwulanan, konsumsi pemerintah naik 2,11% (qtq). Grafik 1.3 Perkembangan Konsumsi Masyarakat Grafik 1.4 Indeks Tendensi Konsumen (ITK) Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah 4

21 BAB I. PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH Berdasarkan indeks tendensi konsumen (ITK) di triwulan II 2014 yang sebesar 110,14 dapat diartikan bahwa kondisi ekonomi masyarakat meningkat, namun tingkat optimisme konsumen turun tipis jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya mencatat indeks sebesar 111,0. Peningkatan kondisi ekonomi konsumen ini didorong oleh peningkatan indeks penerimaan rumah tangga (IPRT) saat ini sebesar 115,59 atau naik 8,16%(yoy) atau 0,87% (qtq). Inflasi yang terjadi selama bulan April hingga Juni 2014 tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat konsumsi makanan sehari-hari yang ditunjukkan oleh indeks kaitan inflasi dengan konsumsi makanan seharihari sebesar 102,96 sehingga tingkat konsumsi rumah tangga meningkat yang ditunjukan dengan nilai indeks 105,99. Konsumsi masyarakat yang tumbuh positif ini juga ditandai dengan pertumbuhan kredit yang disalurkan oleh perbankan dimana kredit konsumsi tercatat tumbuh signifikan sebesar 17,01% (yoy), melambat jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 19,48% (yoy) maupun jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat tumbuh sebesar 40,62% (yoy). Namun demikian jumlah nominal kredit konsumsi yang disalurkan terus mengalami penambahan dimana terjadi kenaikan sebesar 4,04% (qtq) pada triwulan II 2014 dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Grafik 1.5 Indeks Pendapatan Rumah Tangga (IPRT) Grafik 1.6 Perkembangan Kredit Konsumsi Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah Sementara itu, nilai tukar petani (NTP) sebagai gambaran tingkat daya beli petani di Maluku Utara tercatat sebesar 103,24 pada akhir triwulan laporan atau naik2,13% (qtq) atau 2,93% (yoy). NTP Malut menunjukkan tren meningkat sejak Oktober. Dengan kata lain, pertumbuhan konsumsi Malut digerakkan oleh masyarakat baik di daerah perkotaan maupun di pedesaan. 5

22 BAB I. PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH Grafik 1.7 Perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP) Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah Meningkatnya tingkat konsumsi masyarakat di Maluku Utara juga terlihat dari pergerakan kegiatan bongkar muat di Pelabuhan Ahmad Yani Ternate pada sebagian besar komoditas yang dikirim dari luar daerah seperti Surabaya, Makassar dan Bitung (Manado). Grafik 1.8 Volume Bongkar Bahan Makanan (Ton/M 3 ) Grafik 1.9 Volume Bongkar Telur (Ton/M 3 ) Sumber : PT Pelindo Cabang Ternate Sumber : PT Pelindo Cabang Ternate 6

23 BAB I. PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH Grafik 1.10 Volume Bongkar Minuman Ringan (Ton/M 3 ) Grafik 1.11 Volume Bongkar Bawang (Ton/M 3 ) Sumber : PT Pelindo Cabang Ternate Grafik 1.12 Volume Bongkar Beras Umum Non Dolog (Ton/M 3 ) Sumber : PT Pelindo Cabang Ternate Grafik 1.13 Total Volume Bongkar (Ton/M 3 ) Sumber : PT Pelindo Cabang Ternate Sumber : PT Pelindo Cabang Ternate Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) Pertumbuhan investasi atau modal tetap domestik bruto (PMTB) pada triwulan II 2014 tercatat sebesar 4,94% (yoy), melambat cukup signifikan jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang tumbuh sebesar 9,59% (yoy). Meskipun secara persentase terlihat adanya perlambatan, namun secara nominal justru terjadi kenaikan nilai investasi. Pada triwulan II 2014, nilai investasi tercatat sebesar Rp78,21 miliar, naik 1,75% (qtq) dari triwulan sebelumnya yang hanya sebesar Rp76,86 miliar. Penurunan tersebut juga terkonfirmasi dari data realisasi investasi di Maluku Utara baik berupa investasi asing maupun investasi domestik. Kegiatan investasi pada triwulan laporan masih digerakkan oleh pembangunan infrastruktur diseluruh wilayah provinsi Maluku Utara dalam rangka mendukung program MP3EI baik infrastruktur dasar seperti jembatan dan jalan raya ataupun fasilitas pendukung transportasi lainnya seperti pelabuhan yang perannya 7

24 BAB I. PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH cukup vital mengingat kondisi geografis Maluku Utara yang berupa kepulauan. Beberapa kegiatan pembangunan yang dilakukan adalah pembangunan smelter nikel di Halmahera Timur, pembangunan pembangkit listrik, bandara, dan pelabuhan milik swasta di Halmahera Timur, pembangunan pembangkit listrik tenaga batu bara di Tidore, finalisasi jalan lingkar Pulau Morotai, pembangunan persiapan KEK di Pulau Morotai, pembangunan jalan raya Sofifi Tobelo, pembangunan Duafa Center, pembangunan pelabuhan Bastiong, serta berbagai kegiatan pembangunan lainnya di seluruh kabupaten/kota di Maluku Utara. Grafik 1.14 Perkembangan Investasi di Maluku Utara Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah Grafik 1.15 Perkembangan PMA di Maluku Utara Grafik 1.16 Perkembangan PMDN di Maluku Utara Sumber : BKPM Sumber : BKPM 8

25 BAB I. PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH Grafik 1.17 Perkembangan Kredit Investasi Grafik 1.18 Perkembangan Konsumsi Semen Sumber : Asosiasi Semen Indonesia (ASI) Selain itu, perkembangan investasi di Maluku Utara juga tercermin dari perkembangan kredit investasi yang disalurkan perbankan hingga Juni 2014 tercatat sebesar Rp486,54 miliar atau naik sebesar 2,75% (yoy) jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Pada triwulan laporan, total volume pengadaan semen di Maluku Utara naik sebesar 16,12% (yoy) jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, namun turun 7,71% (qtq). Hal ini turut mengkonfirmasi adanya kegiatan pembangunan dan aliran dana masuk ke Maluku Utara Pengeluaran Pemerintah Pengeluaran konsumsi pemerintah pada triwulan II 2014 tumbuh sebesar 6,72% (yoy) atau naik 3,91% (qtq) jika dibandingkan dengan triwulan yang sama pada tahun sebelumnya. Biasanya pemerintah membagi proses pembayaran proyek-proyek pembangunannya menjadi dua termin yaitu triwulan II tahun berjalan sebagai termin I dan akhir tahun sebagai termin II. Oleh karena itu, pertumbuhan positif konsumsi pemerintah pada triwulan laporan sesuai dengan data historisnya. Perkembangan konsumsi pemerintah juga terlihat dari perkembangan saldo giro pemerintah di perbankan, baik pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota. Diakhir triwulan II 2014, jumlah saldo pemerintah di perbankan naik 40,33% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya atau naik 35,91% dibandingkan posisi di bulan Januari. Secara tahunan, saldo giro pemerintah lebih tinggi 24,93% (yoy) jika dibandingkan posisi yang sama tahun sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah melakukan penambahan anggaran untuk melakukan pembangunan di daerah. Perkembangan saldo giro yang dimiliki pemerintah di perbankan mengindikasikan sejauh mana program kerja yang telah direalisasikan atau seberapa besar anggaran yang terserap sehingga dapat dikorelasikan dengan perkembangan pembangunan yang dilakukan pemerintah. 9

26 BAB I. PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH Grafik 1.19 Perkembangan Konsumsi Pemerintah Grafik 1.20 Perkembangan Giro Pemerintah Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah Kegiatan Ekspor Impor Kinerja ekspor hingga triwulan II 2014 mengalami pertumbuhan negatif yang semakin dalam baik secara tahunan maupun triwulanan. Hal ini terjadi sebagai dampak dari terkoreksinya ekspor luar negeri Maluku Utara pasca berhentinya kegiatan ekspor biji nikel setelah implementasi UU Minerba pada awal Kondisi ini diperkirakan tidak akan berubah signifikan hingga pembangunan smelter rampung dan perusahaan tambang dapat kembali beroperasi serta melakukan ekspor olahan nikel yang nilai jualnya jauh lebih tinggi dibandingkan nickel ore/biji nikel. Ekspor Maluku Utara tumbuh -18,43% (yoy) jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya atau terkoreksi -10,98% (qtq) jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Penurunan kinerja ekspor ini juga terlihat dari kegiatan ekspor Maluku Utara yang bergerak turun baik secara nilai maupun volumenya. Jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, volume ekspor turun sebesar -99,88% (yoy) atau turun -99,19% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya. Sedangkan jika dilihat dari total nilai ekspor, Maluku Utara mengalami penurunan yang tidak kalah tajam dengan volume ekspor yaitu sebesar -98,15% (yoy) jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya atau -85,26% (qtq) jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Penurunan yang sangat signifikan ini disebabkan oleh terhentinya kegiatan ekspor biji nikel yang notabene memiliki share ±98% terhadap total ekspor Maluku Utara setiap bulannya. Penurunan ini diprediksi akan bertahan hingga adanya kegiatan produksi di sektor pertambangan baik untuk produk nikel dan hasil tambang lainnya. Saat ini belum ada perusahaan tambang nikel yang beroperasi di Malut dikarenakan sedang dalam proses pembangunan smelter dan sarana penunjang lainnya seperti pembangkit listrik dan pelabuhan. 10

27 BAB I. PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH Grafik 1.21 Perkembangan PDRB Riil Sektor Ekspor Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah Grafik 1.22 Perkembangan Volume Ekspor Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah Grafik 1.23 Perkembangan Nilai Ekspor Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah Melesatnya volume dan nilai ekspor Maluku Utara dipicu oleh peningkatan ekspor bijih nikel sejak September 2012 yang merupakan antisipasi dari kebijakan pemerintah pusat yang melarang perusahaan mengekspor raw material (untuk komoditas tertentu) per Januari 2014 atau lebih dikenal dengan UU Minerba. Selain itu, turunnya harga nikel di pasar global juga mendorong perusahaan nikel untuk meningkatkan kapasitas ekspornya dalam rangka menjaga jumlah margin perusahaan pada level aman. Harga nikel pada akhir triwulan laporan tercatat sebesar USD /MT, naik18,82% (qtq) jika dibandingkan triwulan sebelumnya atau naik 30,45% (yoy) jika dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, namun masih jauh dibawah rata-rata harga nikel tahun 2011 yang mencapai USD /MT. Harga nikel mulai turun sejak Oktober 2011 dan mencapai titik terendahnya di November 2013 pada harga USD /MT. 11

28 BAB I. PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH Semakin besar volume ekspor nikel yang dipasok ke pasar global oleh negara-negara penghasil nikel termasuk Indonesia, menyebabkan over supply komoditas dimaksud dan mendorong turunnya harga jual nikel pada level yang lebih rendah. Selain itu, hadirnya teknologi baru yang diterapkan pada produksi nikel pig iron mengakibatkan turunnya biaya produksi nikel pig iron sehingga harga nikel dunia ikut tertekan. Namun demikian harga nikel kembali terakselerasi ditriwulan II 2014 walaupun masih jauh harga harapan para pelaku bisnis. Grafik 1.24 Perkembangan Harga Nikel & Emas Sumber : IMF Grafik 1.25 Perkembangan Harga Minyak Bumi Sumber : IMF Sementara itu, perkembangan aktivitas ekspor antar daerah tercermin dari kegiatan muat barang di Pelabuhan Ahmad Yani Ternate yang mencatat pertumbuhan positif baik secara triwulanan maupun secara tahunan. Selama triwulan laporan, tercatat volume muat barang sebesar ton/m3 atau naik sebesar 30,87% (qtq) jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya atau naik sebesar 25,29% (yoy) jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Volume muat barang di Maluku Utara sangat fluktuatif dimana komoditas ekspor antar daerah Maluku Utara merupakan hasil pertanian, hasil hutan dan perikanan yang notabene sangat dipengaruhi oleh kondisi alam. Sehingga ketika cuaca mendukung dan kapasitas produksi meningkat pada musim panen maka barang yang diekspor ke daerah lain akan lebih banyak dari biasanya demikianpula sebaliknya. 12

29 BAB I. PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH Grafik 1.26 Perkembangan Volume Muat Barang di Pelabuhan Ahmad Yani Ternate Sumber : PT Pelindo Cabang Ternate Perkembangan impor Maluku Utara terpantau tumbuh sebesar 10,90% (yoy) jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya atau naik 2,73% (qtq) jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Kenaikan volume impor ini menunjukkan bahwa jenis dan jumlah kebutuhan masyarakat Malut meningkat signifikan dibanding tahun sebelumnya. Secara agregat, impor antar pulau/daerah masih menjadi pangsa utama kegiatan impor Maluku Utara. Impor yang harfiahnya merupakan pengurang terhadap PDRB sisi permintaan sehingga sumbangan yang diberikan oleh pos ini bersifat menahan laju pertumbuhan ekonomi Malut. Laju pertumbuhan tahunan impor Malut sedikit melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya namun lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Grafik 1.27 Perkembangan PDRB Riil Sektor Impor Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah Grafik 1.28 Perkembangan Kegiatan Impor Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah 13

30 BAB I. PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH 1.3 Perkembangan Ekonomi Sisi Penawaran Struktur perekonomian Maluku Utara di triwulan II 2014 masih didominasi oleh sektor pertanian yang menyumbang 33,75% dari total PDRB. Sektor perdagangan, hotel dan restoran berada di peringkat kedua dengan pangsa sebesar 27,85%, sedangkan sektor industri pengolahan sebagai penyumbang terbesar ketiga dengan pangsa 12,47%. Sementara itu, sektor lainnya memiliki pangsa dibawah 10% termasuk sektor pertambangan dan penggalian yang diharapkan akan menjadi sektor unggulan dimasa yang akan datang memiliki pangsa sebesar 3,3%. Grafik 1.29 Struktur PDRB Sisi Penawaran Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah Walau terpantau melambat, sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran (PHR) merupakan sektor yang memiliki pertumbuhan tertinggi yaitu 10,94% (yoy) dengan share terbesar yaitu 27,85%. Seluruh sektor perekonomian di Maluku Utara menunjukkan kinerja positif kecuali sektor pertambangan yang tercatat tumbuh negatif sebesar -21,23% (yoy) jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya dan penurunan ini lebih dalam dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar -15,75% (yoy). 14

31 BAB I. PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH Tabel 1.2 Perkembangan Sektoral PDRB Sisi Penawaran Sektor Pertanian Pertambangan & Penggalian Industri Pengolahan LGA Bangunan PHR Pengangkutan & Komunikasi Keuangan, Persewaan & Js. Pers. Jasa-jasa PDRB Pertumbuhan Andil/Sumbangan (%) (%) (21.23) Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah Sektor Pertanian Pada triwulan II 2014, sektor pertanian tumbuh sebesar 2,28% (yoy), lebih tinggi dari pertumbuhan tahunan triwulan sebelumnya yang sebesar 1,69% (yoy). Pertumbuhan sektor ini sangat dipengaruhi oleh jadwal tanam dan panen berbagai komoditas penyusunnya serta perubahan cuaca, yang akan berdampak pada penurunan atau naiknya kapasitas produksi sektor pertanian. Namun demikian, tren pertumbuhan sektor utama PDRB Maluku Utara ini memang terlihat menurun dari waktu ke waktu. Pada semester I 2014 pertumbuhan sektor pertanian masih tergolong rendah karena berada dibawah rata-rata pertumbuhannya selama satu dekade terakhir. Salah satu penyebab terjadinya tren penurunan pertumbuhan sektor pertanian adalah karena semakin kecilnya animo masyarakat untuk menjadi pelaku, bahkan tidak jarang pelaku di sektor ini beralih ke sektor lain yang dianggap memiliki prospek lebih baik seperti ke sektor PHR dan pertambangan serta penggalian. Grafik 1.30 Perkembangan PDRB Riil Sektor Pertanian Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah 15

32 BAB I. PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH Subsektor kehutanan mencatatkan pertumbuhan tertinggi di triwulan laporan yaitu sebesar 5,49% (yoy), namun terkoreksi -0,28% (qtq) dengan share 8,23% terhadap sektor pertanian. Sedangkan subsektor dengan share terbesar adalah subsektor tanaman perkebunan sebesar 53,70% yang tumbuh 2,11% (yoy) atau 0,97% (qtq). Berdasarkan angka ramalan I (ARAM I)2014, tanaman padi diprediksi akan memiliki kinerja positif baik dari segi luas panen, produktivitas serta kapasitas produksinya. Total produksi padi diperkirakan akan mencapai ton GKG atau naik sebesar 3,17% atau ton jika dibandingkan dengan ATAP Produktivitasnya juga diperkirakan naik sebesar 0,03% atau 0,01 kuintal/hektar. Pertumbuhan positif produksi padi 2014 (ARAM I) diperkirakan terjadi pada Januari-April dan Mei-Agustus masing-masing sebesar ton atau 21,01%(yoy) dan ton atau 7,34% (yoy), sedangkan untuk September Desember diperkirakan terkoreksi sebesar ton atau -17,13% (yoy). Tabel 1.3 Perkembangan PDRB Riil Sektor Pertanian (Padi) Jenis ATAP 2013 ARAM I 2014 Perubahan Volume % Padi Sawah 1. Luas Panen (ha) 2. Produktivitas (kw/ha) 3. Produksi (ton) Padi Ladang 1. Luas Panen (ha) 2. Produktivitas (kw/ha) 3. Produksi (ton) Padi 1. Luas Panen (ha) Produktivitas (kw/ha) Produksi (ton) Keterangan : Bentuk produksi padi adalah gabah kering giling (GKG) Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah Sementara itu, produksi jagung Maluku Utara diperkirakan sebesar ton pipilan kering atau turun -6,86% atau ton jika dibandingkan dengan ATAP Penurunan produksi diperkirakan karena berkurangnya luas panen seluas -453 hektar atau -4,36% serta penurunan produktivitas sebesar 0,74 kuintal/hektar atau -2,61%. Penurunan produksi jagung tahun

33 BAB I. PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH (ARAM I) terjadi pada periode Januari-April dan September-Desember masing-masing sebesar ton atau -24,58% dan -253 ton atau -2,01%. Sedangkan untuk periode Mei-Agustus diperkirakan mengalami peningkatan sebesar 663 ton atau 9,50% jika dibandingkan dengan produksi pada periode yang sama tahun 2013 (yoy). Tabel 1.4 Perkembangan PDRB Riil Sektor Pertanian (Jagung) ATAP ARAM I Perubahan Volume % Luas Lahan (ha) Produktivitas (kw/ha) Produksi (ton) Keterangan : Bentuk produksi jagung adalah pipilan kering Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah Jagung Produksi kedelai di Maluku Utara diprediksi sebesar ton biji kering pada ARAM I 2014, atau naiktipis sebesar 6 ton atau 0,49% dibandingkan dengan ATAP Pertumbuhan positif kinerja produksi kedelai diperkirakan disebabkan oleh naiknya luas panen seluas 1 hektar atau 0,10%, demikian juga produktivitas yang diperkirakan naik sebesar 0,05 kuintal/hektar atau 0,10%. Kenaikan produksi kedelai tahun 2014 terjadi pada periode Mei-Agustus dan September-Desember masing-masing sebesar 73 ton atau 21,22% dan 132 ton atau 33,76%, sedangkan pada periode Januari-April mengalami penurunan sebesar -199 ton atau -40,45% dibandingkan dengan produksi pada periode yang sama tahun 2013 (yoy). Tabel 1.5 Perkembangan PDRB Riil Sektor Pertanian (Kedelai) ATAP ARAM I Perubahan Volume % Luas Lahan (ha) Produktivitas (kw/ha) Produksi (ton) Keterangan : Bentuk produksi kedelai adalah pipilan kering Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah Kedelai Subsektor tanaman bahan makanan tercatat tumbuh tipis sebesar 1,51% (yoy) atau -1,34% (qtq) dimana subsektor ini memiliki andil sebesar 23,56% terhadap sektor pertanian. Permintaan dari masyarakat yang semakin tinggi terhadap produk subsektor ini serta sisi produksi internal provinsi yang masih terbatas mengakibatkan Maluku Utara harus mengimpor sebagian besar kebutuhan 17

34 BAB I. PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH yang berasal dari subsektor ini dari daerah lain seperti dari Surabaya, Makassar dan Manado. Oleh karena itu, saat ini pemerintah daerah melalui dinas pertanian mulai mengembangkan klaster tanaman holtikultura di seluruh wilayah Maluku Utara untuk mendorong pertumbuhan sisi produksi subsektor dimaksud seperti klaster bawang dan padi dengan harapan dapat menurunkan tingkat ketergantungan terhadap daerah lain dan mampu menarik turun harga ke level yang lebih terjangkau sehingga mampu menjaga tingkat kesejahteraan riil masyarakat. Subsektor perkebunan tercatat mengalami kinerja positif dengan tumbuh sebesar 2,11% (yoy) atau 0,97 (qtq) dengan pangsa sebesar 44,27% terhadap sektor pertanian. Hal ini dikonfirmasi oleh jumlah ekspor kopra yang cukup tinggi di triwulan II 2014 dan menahan ekspor Malut dari penurunan yang lebih dalam akibat tidak adanya ekspor biji nikel yang selama ini menjadi komoditas ekspor utama. Berbanding terbalik dari triwulan sebelumnya, sektor perikanan tumbuh positif pada triwulan II 2014 sebesar 3,00% (yoy) atau 1,42% (qtq). Pangsa dari subsektor ini cukup besar yaitu 19,54% terhadap sektor pertanian. Hal ini mengingat besarnya kapasitas produksi subsektor ini dan komoditas dari subsektor ini menjadi makanan pokok masyarakat Malut dengan tingkat permintaan yang tinggi. Pertumbuhan ini terkonfirmasi juga oleh pertumbuhan produksi ikan tangkap di Kota Ternate yang naik sebesar 8,03% (yoy) jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Namun secara triwulanan mengalami koreksi sebesar -2,90% (qtq). Total produksi ikan tangkap Kota Ternate hingga akhir triwulan laporan sebesar 1.797,02 ton, naik 133,60 ton dari periode yang sama tahun sebelumnya namun turun 53,68 ton dari triwulan sebelumnya. Perkembangan sektor pertanian juga tercermin dari perkembangan kredit yang dikucurkan oleh perbankan. Total kredit yang disalurkan selama triwulan laporan adalah Rp23,22 miliar, tumbuh 22,80% (yoy) jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya atau naik 2,66% (qtq) jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar Rp22,62 miliar. 18

35 BAB I. PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH Grafik 1.31 Perkembangan Kredit Pertanian Grafik 1.32 Perkembangan Kinerja Ikan Tangkap Sumber : PPN Kota Ternate Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran (PHR) Sektor perdagangan, hotel dan restoran tumbuh sebesar 10,90% (yoy) pada triwulan II 2014 atau 2,93% (qtq) dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Sektor ini memiliki pangsa sebesar 27,85% terhadap pembentukan PDRB Maluku Utara triwulan II Perkembangan pada sektor ini disokong oleh subsektor perdagangan besar dan eceran yang berhasil tumbuh sebesar 11,02% (yoy), subsektor hotel tumbuh 9,64% (yoy) dan subsektor restoran yang tumbuh 1,36% (yoy). Grafik 1.33 Perkembangan PDRB Riil Sektor PHR Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah Pertumbuhan tahunan sektor PHR melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Hal ini terlihat dari pertumbuhan ketiga subsektor penyusunnya yang melambat dibandingkan triwulan 19

36 BAB I. PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH sebelumnya. Pertumbuhan sektor ini terkonfirmasi dari indeks Tingkat Penghunian Kamar (TPK) selama triwulan I 2014 yang tumbuh sebesar 93,14% (yoy) jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya atau tumbuh 14,33% (qtq) jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Selain itu, jumlah kredit yang disalurkan oleh perbankan pada sektor ini juga mengalami kenaikan yang hingga akhir triwulan laporan tercatat sebesar Rp1.205 miliar atau meningkat 136,02% (yoy) namun turun sebesar -1,46% (qtq). Hal ini seiring dengan himbauan Bank Indonesia untuk melakukan pengereman terhadap pertumbuhan kredit untuk menghindari risiko kredit macet. Grafik 1.34 Perkembangan Kredit Sektor PHR Grafik 1.35 Perkembangan TPK Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah Sektor Industri Pengolahan Sektor industri pengolahan pada triwulan II 2014 tumbuh sebesar 5,12% (yoy), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan tahunan triwulan sebelumnya yang sebesar 7,99% (yoy). Secara triwulanan, sektor ini mengalami penurunan tipis sebesar -0,11% (qtq). Industri non-migas merupakan pemicu satu-satunya pertumbuhan sektor ini dengan andil sebesar 12,5% terhadap PBRD Maluku Utara triwulan II

37 BAB I. PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH Grafik 1.36 Perkembangan Kredit Sektor Industri Pengolahan Grafik 1.37 Perkembangan PDRB Riil Sektor Industri Pengolahan Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah Seiring dengan pertumbuhan sektor industri pengolahan, industri manufaktur mikro dan kecil tumbuh sebesar 9,34% (yoy), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan tahunan triwulan sebelumnya yang sebesar 19,63% (yoy). Secara triwulanan, IMK Maluku Utara tumbuh negatif 1,66% (qtq). Pertumbuhan tertinggi dialami oleh industri furnitur sebesar 26,43% (yoy), kemudian disusul oleh industri galian bukan logam yang tumbuh 23,07% (yoy), industri kayu, barang dari kayu, barang dari kayu dan gabus (tidak termasuk furnitur) dan barang anyaman dari bambu, rotan dan sejenisnya tumbuh 20,79% (yoy) serta industri makanan yang tumbuh 13,16% (yoy). Sementara itu, industri yang mengalami pertumbuhan negatif pada triwulan laporan adalah industri minuman sebesar -18,87% (yoy), industri tekstil -5,90% (yoy) dan industri alat angkut lainnya -6,52 (yoy). pertumbuhan negatif tersebut juga terlihat secara triwulanan (qtq). 21

38 BAB I. PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH Tabel 1.6 Pertumbuhan Industri Manufaktur Mikro dan Kecil Jenis Industri Industri Makanan Industri Minuman Industri Tekstil Industri Pakaian Jadi Industri Kayu, Barang dari Kayu, Barang dari kayu dan Gabus (Tidak Termasuk Furnitur) dan Barang Anyaman dari Bambu, Rotan dan Sejenisnya Industri Barang Galian Bukan Logam Industri Logam Dasar Industri Barang Logam, Bukan Mesin dan Peralatannya Industri Alat Angkutan Lainnya Industri Furnitur Industri Pengolahan Lainnya IMK (Industri Mikro dan Kecil) Ket : qtq : quartal to quartal ctc : cumulative to cumulative yoy : year on year qtq Pertumbuhan ctc yoy Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah Sektor Pertambangan dan Penggalian Sektor pertambangan dan penggalian mengalami penurunan pertumbuhan yang signifikan sesuai proyeksi yaitu tumbuh -21,23% (yoy) atau -7,95 (qtq). Penurunan ini merupakan dampak dari implementasi UU Minerba sehingga perusahaan tambang yang memproduksi biji nikel harus berhenti beroperasi karena larangan ekspor biji nikel mentah. Perusahaan tambang harus menjual barang olahan dari biji nikel sehingga mereka harus membangun pabrik pemurnian nikel atau smelter yang saat ini sedang dalam proses pembangunan, dimana pembangunan hanya dilakukan oleh perusahaan dengan modal besar mengingat biaya pembangunan yang tinggi. Subsektor penggalian tercatat masih mengalami pertumbuhan sebesar 6,03% (yoy) atau naik 2,73% (qtq). Subsektor ini masih digerakkan oleh penambangan bahan galian tipe C seperti pasir. Hal ini terjadi seiring semakin maraknya pembangunan berbagai infrastruktur dan bangunan fungsional lainnya termasuk kegiatan reklamasi yang dilakukan oleh pemerintah daerah maupun pihak swasta terkait perluasan area untuk mengembangkan usaha mereka. Saat ini pemerintah sedang melakukan review terhadap izin galian tipe C karena berdampak terhadap kerusakan areal 22

39 BAB I. PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH sekitar tambang akibat proses penambangan yang kurang baik serta merugikan masyarakat sekitar bahkan berpotensi menyebabkan tanah longsor. Sementara itu, sektor pertambangan non-migas tercatat terkoreksi signifikan sebesar-25,60% (yoy) atau turun -10,08% (qtq). Andil terbesar dari subsektor ini disumbangkan oleh kegiatan penambangan nikel yang tersebar di Kepulauan Halmahera. Oleh karena itu subsektor pertambangan non-migas tercatat mengalami penurunan yang signifikan karena sampai saat ini masih disumbang seluruhnya oleh produksi biji nikel. Berdasarkan hasil liaison diketahui bahwa contact belum memasuki fase produksi melainkan sedang dalam tahap pembangunan pabrik dan fasilitas pendukung serta persiapan produksi. Grafik 1.38 Perkembangan PDRB Riil Sektor Pertambangan dan Penggalian Grafik 1.39 Perkembangan Kredit Sektor Pertambangan dan Penggalian Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah Berdasarkan hasil liaison Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Maluku Utara, menjelang penerapan UU Minerba di tahun 2014, mendorong beberapa perusahaan yang bergerak di bidang penambangan biji nikel untuk membangun smelter di beberapa lokasi seperti di Kabupaten Halmahera Timur dan di Pulau Obi Halmahera Selatan. Disisi lain, pada triwulan laporan, perkembangan kredit yang disalurkan pada sektor ini tercatat mengalami kontraksi sebesar 44,51% (yoy), meskipun secara qtq naik sebesar 15,81%. Kredit yang disalurkan di sektor ini mulai terlihat mengalami kontraksi pertumbuhan sejak triwulan II

40 BAB I. PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN 24

41 BOKS I. Perlambatan Perekonomian Maluku Utara Pasca Penerapan UU Minerba Provinsi Maluku Utara adalah surga tropis di Kawasan Indonesia Timur, selain keindahan alamnya yang masih terjaga juga memiliki sumber daya alam yang sangat berlimpah. Salah satu potensi yang masih terus coba dieksplorasi adalah bahan tambang dan galian mineral. Berdasarkan data yang dimiliki Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Maluku Utara, potensi nikel yang sudah diketahui di provinsi ini sebesar +/- 220 juta ton yang tersebar di Tanjung Buli, Pulau Gebe, Pulau Pakal, Pulau Obi, dan Teluk Weda. Dua lokasi di antaranya sudah ditambang, yaitu Pulau Gebe dan Gag. Di samping nikel, terdapat tambang emas di Maluku Utara yang berdasarkan hasil penelitian salah satu perusahaan tambang memiliki potensi sebesar +/- 1,4 juta ton dengan kadar layak tambang. Prospek emas juga terdapat di Ruwait serta Tugurachi. Sumber daya geologis lainnya terdapat di Pulau Obi yang diperkirakan mengandung +/- 6,8 juta ton. Kandungan sumber daya geologis terbesar ditemukan di Pulau Bacan berkisar 70 juta ton. Tembaga yang tersimpan di perut Bumi Maluku Utara berkisar 70 juta ton, belum lagi mineral mangan, kromit, batu gamping, kalsit, bentonit, diatome, talk, kaolin, perlit, magnesit, andesit, sirtu, batu apung, diorit, dan beragam batu mulia. Kandungan mineral dan bahan tambang yang cukup beragam tersebut diharapkan akan mampu mendatangkan pendapatan yang lebih besar lagi untuk dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pada tahun 2011, Dinas Pertambangan Provinsi Maluku Utara mencatat sebanyak 258 perusahaan yang telah memiliki izin pertambangan dengan skala usaha yang bervariasi. Perusahaan-perusahaan tersebut dapat menjadi penggerak perekonomian Maluku Utara dari sektor pertambangan dan penggalian. Menilik data Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Maluku Utara, selama satu dekade terakhir terlihat adanya tren pertumbuhan ekonomi yang menggembirakan. Perekonomian di Maluku Utara meningkat dari 2,24% (yoy) di triwulan II tahun 2001 menjadi 5,60% (yoy) di triwulan II 2014, bahkan sempat mencapai kisaran 6%-8% di triwulan III 2006 hingga triwulan I Sumbangan terbesar berasal dari sektor Pertanian, PHR dan Industri Pengolahan, yang menyumbang lebih dari 70% PDRB. Sektor lain seperti pertambangan dan penggalian juga memberikan sumbangan yang cukup berarti bagi perekonomian Maluku Utara, meskipun masih belum optimal. Satu dekade belakangan ini, sektor Pertambangan dan Penggalian memberikan kontribusi pada kisaran 4%-5,5%, namun memasuki triwulan IV 2013 sampai dengan triwulan II 2014 terjadi penurunan pertumbuhan, hal ini dipicu oleh penerapan Undang Undang 25

42 BOKS I. Perlambatan Perekonomian Maluku Utara Pasca Penerapan UU Minerba No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba). Perlambatan pada sektor Pertambangan dan Penggalian ini turut berkontribusi dalam memicu perlambatan pertumbuhan PDRB Maluku. Pada triwulan I 2014 sektor ini tercatat mengalami pertumbuhan negatif sebesar 15,75% (yoy) dan 21,23% (yoy) pada triwulan II Grafik 1. Pertumbuhan PDRB Provinsi Maluku Utara Sumber: Data BPS Provinsi Maluku Utara, diolah Grafik 2. Pertumbuhan Perekonomian Provinsi Maluku Utara Tahun Sumber: Data BPS Provinsi Maluku Utara, diolah Secara nasional, juga terjadi perlambatan pertumbuhan perekonomian. Perlambatan pertumbuhan ekonomi disebabkan kontraksi ekspor riil terutama dari komoditas pertambangan seperti batubara dan konsentrat mineral, antara lain karena melemahnya permintaan terutama dari Tiongkok, menurunnya harga, serta pengaruh temporer dari kebijakan pelarangan ekspor mineral mentah. Zona KTI, yang salah satunya adalah Maluku Utara, menjadi penyumbang terbesar perlambatan ekonomi akibat kontraksi ekspor riil. 26

43 BOKS I. Perlambatan Perekonomian Maluku Utara Pasca Penerapan UU Minerba Memasuki tahun 2014, nilai ekspor Maluku Utara, terutama ekspor dari luar negeri, turun secara drastis karena ekspornya didominasi oleh bijih nikel dan bijih besi dengan proporsi lebih dari 90%. Di triwulan I 2014 total ekspor Maluku Utara menurun sebesar 8,5% (yoy), kemudian menurun lebih dalam lagi sebesar 18,4% pada triwulan II Bahkan pada bulan Februari 2014, Maluku Utara sama sekali tidak melakukan ekspor karena tidak adanya aktvitas penambangan dan penggalian. Selain itu, per Februari 2014 tercatat adanya peningkatan jumlah pengangguran sebesar 17,9%, dari 15,1 ribu orang di triwulan IV 2013 menjadi 12,4 ribu orang di triwulan I 2014 akibat penghentian sementara kegiatan operasional tambang. Dari sisi penggunaan, tingkat pengeluaran konsumsi rumah tangga terus mengalami penurunan pertumbuhan dari 2,00% (qtq) atau 6,37% (yoy) di triwulan IV 2013, menjadi 1,84%(qtq) atau 7,01% (yoy) di triwulan I 2014, kemudian menurun lagi menjadi 1,00% (qtq) atau 6,85% (yoy) di triwulan II Tingkat konsumsi Lembaga Swasta/Nirlaba yang sempat naik di triwulan I 2014 hingga 4,07% (qtq) atau 13,24% (yoy) dari 1,86% (qtq) atau 10,29% (yoy) di triwulan IV 2013, kini turun menjadi 0,92%(qtq) atau 8,60% (yoy) di triwulan II Dari sisi sektoral, sektor pertanian justru mengalami kenaikan pertumbuhan dari 1,55% (yoy) di triwulan IV 2013 menjadi 1,69% (yoy) di triwulan I 2014 dan kembali meningkat menjadi 2,28% (yoy) di triwulan II Sektor jasa-jasa, khususnya jasa swasta mengalami kenaikan pertumbuhan dari triwulan IV 2013 ke triwulan I 2014, meskipun kembali turun di triwulan II Sementara sektorsektor lain mengalami perlambatan di triwulan II Dari sisi ketenagakerjaan, terdapat kenaikan yang signifikan pada hampir seluruh sektor lapangan pekerjaan utama, kecuali pertanian dan pertambangan dan penggalian. Diduga penambahan jumlah tenaga kerja tersebut terkait dengan berhentinya operasional sejumlah perusahaan tambang akibat penerapan UU Minerba, sehingga terjadi eksodus pekerja pertambangan ke sektor-sektor lain. Namun, hal ini masih perlu dianalisis lebih jauh dengan mempertimbangkan berbagai hal terkait. 27

44 BOKS I. Perlambatan Perekonomian Maluku Utara Pasca Penerapan UU Minerba Grafik 2. Perkembangan Ekspor Provinsi Maluku Utara Grafik 3. Ketenagakerjaan Sektor Pertambangan dan Penggalian Provinsi Maluku Utara Sumber: Data BPS Provinsi Maluku Utara, diolah Sumber: Data BPS Provinsi Maluku Utara, diolah Sebagai respon UU Minerba, saat ini terdapat dua perusahaan tambang yang berkomitmen untuk membangun pabrik pengolahan atau smelter di Halmahera, Maluku Utara. Pembangunan smelter tersebut sudah berjalan sejak awal tahun 2014 lalu, namun pada saat ini pembangunan smelter milik salah satu perusahaan tambang dihentikan sementara terkait adanya perubahan pimpinan Nasional serta gugatan arbitrase terhadap UU Minerba. Pembangunan smelter ini selayaknya terus didukung dan didorong agar dapat segera diselesaikan sehingga aktivitas penambangan dan penggalian bisa kembali normal dan diharapkan mampu mendorong pertumbuhan perekonomian Maluku Utara lebih tinggi lagi. Dengan adanya smelter, Maluku Utara tidak lagi mengandalkan ekspor material mentah tambang saja, namun sudah memiliki nilai tambah dengan harga jauh lebih tinggi. Dengan demikian, akan terciantama lapangan kerja dan akan mengurangi tingkat pengangguran. Untuk mewujudkan hal tersebut, dukungan pemerintah daerah sangat diperlukan misalnya melalui paket kebijakan yang memberikan kemudahan dan mempercepat proses perizinan yang selama ini sering menjadi batu sandungan karena panjang dan peliknya proses birokrasi di Indonesia. 28

45 BAB II. KEUANGAN PEMERINTAH 2.1 Kondisi Umum Pada tahun 2014, Pemerintah Provinsi Maluku Utara menetapkan target pendapatan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sebesar Rp1,61 triliun, meningkat 22,11% (yoy) atau naik sebesar Rp293,21 miliar dibanding dengan target belanja pada APBD Sedangkan apabila dibandingkan dengan APBD Perubahan (APBD-P) 2013, target pendapatan APBD 2014 meningkat sebesar Rp94,87 miliar atau 6,22%. Sementara itu, target belanja/pengeluaran di tahun 2014 adalah sebesar Rp1,56 triliun, meningkat 11,66% (yoy) atau Rp163,6 miliar dibandingkan dengan target pengeluaran pada APBD Apabila dibandingkan dengan target pengeluaran pada APBD-P 2013, target tahun 2014 turun 3,38% (yoy) atau Rp54,77 miliar. Pada APBD-P terdapat penyesuaian anggaran terkait kebutuhan terkini di provinsi sehingga mempengaruhi perubahan besaran target pengeluaran. Dengan kondisi APBD tersebut, pada tahun 2014 ditargetkan akan terjadi surplus anggaran sebesar Rp52,50 miliar, kondisi ini terbalik dari APBD tahun 2012 dan 2013 dimana Provinsi Maluku Utara selalu mengalami defisit. Namun demikian besaran/nilai APBD 2014 masih mungkin mengalami perubahan dan menjadi APBD-P 2014 jika pemerintah Provinsi Maluku Utara menganggap perlu koreksi sesuai dengan perubahan kebutuhan sepanjang tahun Grafik 2.1 Perkembangan APBD Maluku Utara (dalam juta rupiah) Sumber : DJPK, KUA-PPAS Provinsi Maluku Utara

46 BAB II. KEUANGAN PEMERINTAH Berdasarkan data realisasi hingga triwulan II 2014, Pemerintah Provinsi Maluku Utara mencatat realisasi pendapatan sebesar Rp854,86 miliar atau 52,78% dari target yang ditetapkan diawal tahun sebesar Rp1,61 triliun. Sementara realisasi pos belanja tercatat sebesar Rp609,53 triliun atau 38,89% dari target awal yang sebesar Rp1,56 triliun. 2.2 Pendapatan Daerah Target pendapatan Malut tahun 2014 adalah Rp1,61 triliun meningkat 22,11% dibandingkan APBD 2013, atau naik 6,3% dibandingkan APBD-P Optimisme pemerintah terhadap peningkatan penerimaan yang bersumber dari Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan adanya penambahan pos baru, yaitu Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus memicu peningkatan target pendapatan daerah. Pada tahun 2014, diperkirakan terdapat peningkatan penerimaan yang berasal dari dana alokasi umum sebesar 17,35%, dana alokasi khusus sebesar 7,08%, dan tambahan sebesar Rp155,19 miliar dari pos angaran baru penyesuaian dan otonomi khusus. APBD 2014 masih memungkinkan untuk mengalami perubahan jika pemerintah menganggap perlu adanya penyesuaian terkait kondisi terkini. Perubahan terhadap APBD biasanya dilakukan setelah memasuki semester II tahun berjalan mengingat pemerintah daerah sudah bisa memperkirakan apakah kebutuhan pembangunan dan operasional dapat dijalankan menggunakan anggaran yang ada ataukah perlu disesuaikan. Salah satunya adalah PAD yang bersumber dari pajak daerah dan retribusi mengingat pemerintah sedang melakukan intensifikasi dan ekstensifikasi pajak dan retribusi daerah serta melakukan pengawasan yang lebih ketat dari sebelumnya untuk memastikan agar para wajib pajak melaksanakan kewajibannya pada negara. Semua strategi tersebut diharapkan berdampak pada meningkatnya kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak dan terhindarnya kebocoran pajak (KUA APBD TA 2014). Grafik 2.2 Perkembangan APBD Maluku Utara (dalam miliar rupiah) Sumber : DJPK, KUA-PPAS Provinsi Maluku Utara

47 BAB II. KEUANGAN PEMERINTAH Realisasi pendapatan Pemerintah Provinsi Maluku Utara hingga triwulan II 2014 mencapai Rp854,87 miliar atau 52,78% dari target yang ditetapkan untuk keseluruhan tahun 2014, dimana realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) mencapai 55%. Sementara kucuran dana DAU dan DAK masing-masing mencapai 42% dan 70%. Tabel 2.1 Perkembangan Anggaran Pendapatan Pemprov Maluku Utara (dalam miliar rupiah) Pos Anggaran * 2014 (1) (2) (3) (4) (4) Vs (2) (4) Vs (3) Pendapatan ,11% 6,22% PAD ,34% -13,70% Pajak daerah ,40% -11,37% Retribusi daerah ,30% -17,58% Lain-lain PAD yang sah ,63% -23,55% Dana Perimbangan ,98% 6,98% DBH ,52% -32,31% DAU ,35% 17,35% DAK ,08% 7,08% Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah ,74% 22,54% Hibah ,78% -41,83% Dana penyesuaian dan otonomi khusus ,00% 100,00% *Ket: APBD Perubahan Sumber : DJPK, KUA-PPAS Provinsi Maluku Utara 2014 Tabel 2.2 Anggaran dan Realisasi Pendapatan Pemprov Maluku Utara (dalam miliar rupiah) Pos Anggaran 2014 Realisasi Tw II 2014 Persentase Pendapatan ,78% PAD ,19% Pajak daerah ,11% Retribusi daerah ,04% Lain-lain PAD yang sah ,31% Dana Perimbangan ,12% DBH ,51% DAU ,33% DAK ,00% Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah ,96% Hibah ,54% Sumber : DJPK, KUA-PPAS Provinsi Maluku Utara

48 BAB II. KEUANGAN PEMERINTAH 2.3 Belanja Daerah Target belanja daerah Pemerintah Provinsi Maluku Utara pada tahun 2014 tercatat sebesar Rp1,62 triliun atau meningkat 11,66% (yoy) dibanding APBD 2013, namun turun sebesar 3,38% jika dibandingkan dengan APBD-P Pada APBD 2014 komponen belanja tidak langsung ditargetkan sebesar Rp609,31 miliar atau meningkat 23,9% (yoy) dibanding APBD tahun sebelumnya. Apabila dibandingkan dengan APBD-P 2013, komponen belanja tidak langsung mengalami penurunan sebesar 2,56% yang berasal dari penurunan pos belanja bantuan sosial sebesar 35,3%. Sementara itu, belanja langsung ditargetkan mencapai Rp957,83 miliar, atau meningkat 5,06% dibanding APBD Namun, jika dibandingkan dengan APBD-P, jumlah tersebut turun 3,89% (yoy) yang disebabkan oleh penurunan jumlah belanja pegawai dan belanja modal, masing-masing sebesar 24,24% dan 17,44%. Rasio belanja pegawai terhadap total belanja daerah tahun 2014 dengan share sebesar 26,5%, meningkat jika dibandingkan dengan belanja pegawai pada APBD tahun sebelumnya yang hanya memiliki share sebesar 21,5% atau sebesar 19,65% dibanding APBD-P Secara agregat total belanja pegawai meningkat 37,6% dari Rp301,86 miliar pada APBD 2013 menjadi Rp415,35 miliar pada APBD Kondisi ini sejalan dengan rencana penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil Daerah (CPNSD) di lingkup pemerintahan Provinsi Maluku Utara tahun 2013 sebanyak 49 orang dari alokasi penerimaan Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebanyak 782 orang. Selain itu, peningkatan belanja juga disebabkan oleh adanya rencana pencairan gaji ke-13 PNS pada triwulan II Rasio belanja modal serta belanja barang dan jasa terhadap total belanja daerah tahun 2014 mencapai 56,5% atau naik tipis 3,6% (yoy) jika dibandingkan dengan pos yang sama tahun sebelumnya. Kedua pos belanja dimaksud tercatat sebesar Rp886 miliar atau naik 5% (yoy) dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Dengan rasio belanja modal yang mencapai lebih dari separuh total belanja daerah, diharapkan dapat memberikan dampak positif terhadap pembangunan dan pertumbuhan ekonomi Maluku Utara tahun Berdasarkan rencana kerja pemerintah daerah (RKPD) tahun 2014, dalam rangka penguatan struktur ekonomi Maluku Utara, pembangunan daerah akan diprioritaskan pada sembilan bidang yaitu: 1. Infrastruktur; 2. Pendidikan dan kesehatan; 3. Ketahanan pangan; 32

49 BAB II. KEUANGAN PEMERINTAH 4. Penanggulangan kemiskinan, pengangguran, pemberdayaan dan perlindungan sosial; 5. Reformasi birokrasi dan tata kelola pemerintahan; 6. Investasi dan iklim usaha; 7. Sumber daya energi, air dan mineral, lingkungan hidup dan mitigasi bencana; 8. Pariwisata; 9. Daerah perbatasan, terluar, terpencil, dan tertinggal; 10. Kebudayaan, kreativitas, inovasi, dan teknologi. Tabel 2.3 Perkembangan Anggaran Belanja Pemprov Maluku Utara (dalam juta rupiah) Pos Anggaran * Vs 2 4 Vs 3 Belanja ,66% -3,38% Belanja Tidak Langsung ,90% -2,56% Belanja Pegawai ,09% 53,39% Belanja Hibah ,63% 2,63% Belanja Bantuan Sosial ,30% -35,30% Belanja Bagi Hasil Kepada Prov./Kab./Kota ,33% 40,33% dan Pemdes Belanja Bantuan Keuangan Kepada Prov./Kab./Kota dan ,00% 0,00% Pemdes Belanja Tidak Terduga ,00% 19,05% Belanja Langsung ,06% -3,89% Belanja Pegawai ,16% -24,24% Belanja Barang dan Jasa ,84% 20,03% Belanja Modal ,46% -17,44% *Ket: APBD Perubahan (APBD-P) 2013 Sumber : DJPK, KUA-PPAS Provinsi Maluku Utara

50 BAB II. KEUANGAN PEMERINTAH Tabel 2.4 Anggaran dan Realisasi Belanja Pemprov Maluku Utara (dalam juta rupiah) Pos Anggaran 2014 Realisasi Tw II 2014 Persentase Belanja ,89% Belanja Tidak Langsung ,47% Belanja Pegawai ,26% Belanja Hibah ,37% Belanja Bantuan Sosial ,93% Belanja Bagi Hasil Kepada Prov./Kab./Kota dan Pemdes ,87% Belanja Bantuan Keuangan Kepada Prov./Kab./Kota dan Pemdes 900-0,00% Belanja Tidak Terduga ,00% Belanja Langsung ,89% Belanja Pegawai ,38% Belanja Barang dan Jasa ,09% Belanja Modal ,79% Sumber : DJPK, KUA-PPAS Provinsi Maluku Utara 2014 Sementara itu, realisasi belanja daerah Pemerintah Provinsi Maluku Utara per triwulan II 2014 tercatat sebesar Rp609,53 miliar atau 38,89%. Realisasi belanja terbesar berasal dari pos belanja tidak langsung yaitu belanja bagi hasil kepada prov./kab./kota dan pemdes yaitu sebesar 86,87%. Sedangkan belanja tidak langsung secara aggregat terealisasi sebesar 40,47% atau Rp246,58 miliar. Dari angka realisasi APBD 2014 pada triwulan II tersebut, hampir seluruh pos sudah terealisir meskipun besarannya bervariasi kecuali pos belanja bantuan keuangan kepada prov./kab./kota dan pemdes yang sama sekali belum terealisasi. Selanjutnya, pos belanja langsung secara aggregat terealisasi sebesar 37,89% atau Rp362,95 miliar. Apabila ditinjau lebih jauh lagi, diketahui bahwa realisasi pos belanja langsung masih berada pada kisaran 30% hingga sedikit diatas 40%, dengan tingkat realisasi terbesar adalah belanja modal dengan besaran 42,79% atau Rp185,16 miliar. 34

51 BAB II. KEUANGAN PEMERINTAH 2.4 Defisit dan Pembiayaan Tabel 2.5 Perkembangan Anggaran Belanja Pemprov Maluku Utara (dalam juta rupiah) Pos Anggaran * 2014 Pertumbuhan Surplus/Defisit Pembiayaan (77.091) (97.150) ,04% Pembiayaan Netto ,41% Penerimaan Pembiayaan ,85% SiLPA TA Sebelumnya ,85% Pengeluaran Pembiayaan ,00% Penyertaan Modal (Investasi) Daerah ,00% *Ket: APBD Perubahan (APBD-P) 2013 Sumber : DJPK, KUA-PPAS Provinsi Maluku Utara 2014 Defisit APBD Pemerintah Provinsi Maluku Utara pada tahun 2013 sebesar Rp97,15 miliar atau naik 71,3% (yoy) dibanding APBD Namun pada tahun 2014, Provinsi Maluku Utara menargetkan surplus anggaran sebesar Rp52,50 miliar pada akhir tahun. Walaupun demikian, tidak tertutup kemungkinan terjadinya perubahan target pada APBD Namun demikian, sisa lebih perhitungan anggaran (SiLPA) tahun anggaran sebelumnya sebesar Rp30 miliar dapat digunakan sebagai dana cadangan apabila kondisi mengharuskan pos belanja lebih besar dari pos pendapatan. Kondisi tersebut dapat terjadi dengan melihat banyaknya agenda pembangunan pemerintah di tahun 2014 serta masih adanya ancaman kenaikan harga berbagai komoditas di masa yang akan datang. Berdasarkan realisasi, hingga triwulan II 2014, APBD Provinsi Maluku Utara mencatatkan surplus sebesar Rp245,33 miliar atau 467,31% di atas target awal (Rp52,5 miliar). Angka tersebut sangat mungkin berubah mengingat pengalaman tahun 2013, realisasi pengeluaran pembiayaan naik 10 kali lebih tinggi dari target yang ditetapkan. Tabel 2.6 Perkembangan Anggaran Belanja Pemprov Maluku Utara (dalam miliar rupiah) Pos Anggaran 2014 Realisasi Tw II 2014 Persentase Surplus/Defisit Pembiayaan ,31% Pembiayaan Netto ,53% Penerimaan Pembiayaan ,40% SiLPA TA Sebelumnya ,40% Pengeluaran Pembiayaan ,00% Penyertaan Modal (Investasi) Daerah ,00% Sumber : DJPK, KUA-PPAS Provinsi Maluku Utara

52 BAB II. KEUANGAN PEMERINTAH HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN 36

53 BAB III. INFLASI DAERAH 3.1 Kondisi Umum Laju kenaikan harga barang dan jasa tahunan (yoy) di Maluku Utara yang direpresentasikan oleh Kota Ternate pada triwulan II 2014 tercatat sebesar 9,75, jauh lebih tinggi dibandingkan inflasi periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar 2,93% (yoy). Angka inflasi tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan Nasional dan wilayah Sulampua (Sulawesi, Maluku, Maluku Utara dan Papua) yang masing-masing tercatat sebesar 6,69% (yoy) dan 6,15% (yoy). Secara bulanan, tekanan inflasi Kota Ternate menunjukkan tren yang fluktuatif. April 2014, Kota Ternate mengalami inflasi sebesar 0,70% (mtm) atau 9,31% (yoy), sementara pada Mei 2014 terjadi koreksi harga yang mendorong deflasi sebesar -0,11% (mtm) atau 9,13% (yoy). Deflasi ini terjadi ditengah naiknya harga beberapa komoditas seperti ketela pohon, kangkung, tomat sayur, bayam, bawang merah, pasir, batu, mobil, sepeda motor dan tarif angkutan laut serta beberapa komoditas lainnya namun karena andil komoditas tersebut cukup kecil sehingga tidak mampu menahan turunnya harga secara aggregat yang disebabkan oleh komoditas-komoditas dengan andil lebih tinggi seperti beras, ekor kuning, kembung/gembung, lolosi, cakalang, malalugis/sorihi, pepaya, jeruk, gula pasir, cat kayu/besi, besi beton, baju muslim wanita dan tarif angkutan udara. Harga barang dan jasa kembali terakselerasi pada Juni 2014 yang mencatat inflasi sebesar 1,29% (mtm) atau 9,75% (yoy). Akselerasi harga pada akhir periode laporan terjadi pada semua kelompok kecuali kelompok kesehatan dan kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan yang mengalami deflasi masing-masing sebesar -0,27% (mtm) dan -0,88% (mtm). Sedangkan kelompok bahan makanan mengalami kenaikan harga paling tinggi diantara kelompok lainnya yaitu 3,79% (mtm). Komoditas yang berkontribusi terhadap peningkatan laju inflasi Juni diantaranya adalah beras, malalugis/sorihi, selar/tude, lolosi, cakalang asap, tomat sayur, tauge/kecambah, pisang, bawang merah dan bawang putih. Pergerakan harga Kota Ternate sebagai representasi Provinsi Maluku Utara pada triwulan II 2014 terakselerasi di akhir triwulan. Hal ini tergambar dari inflasi diakhir triwulan yang menembus angka 1,29% (mtm) sebagai dampak dari mulai meningkatnya permintaan menjelang bulan Ramadhan. Hal ini terkonfirmasi dari pergerakan harga kelompok penyusun volatile food serta kelompok 37

54 BAB III. INFLASI DAERAH penyusun administered price seiring dengan naiknya harga beberapa komoditas penyusunnya seperti tarif angkutan udara dan beberapa komoditas lainnya. Namun demikian, kelompok inti terlihat lebih stabil dan cenderung bergerak melandai di akhir triwulan laporan. Grafik 3.1 Laju Inflasi Tahunan (yoy) Kota Ternate, Sulampua & Nasional Nasional Suampua Malut Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah 3.2 Perkembangan Inflasi Kota Ternate Inflasi Tahunan (yoy) Pergerakan inflasi tahunan (yoy) di Maluku Utara yang direpresentasikan oleh Kota Ternate terpantau cukup fluktuatif dan terakselerasi diakhir triwulan laporan. Triwulan II 2014, Kota Ternate tercatat mengalami inflasi sebesar 9,75% (yoy), jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan data periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar 2,93% (yoy). Tekanan inflasi yang dialami oleh Kota Ternate juga terpantau lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata Nasional dan Zona Sulampua (Grafik 3.1) yang masing-masing tercatat sebesar 6,69% (yoy) dan 6,68% (yoy). Tabel 3.1 Laju Tabel Inflasi 3.1Tahunan Inflasi Kota (yoy) Ternate Kota Ternate Per Kelompok Menurut Barang Kelompok dan Jasa Barang dan Jasa (%) Kelompok Barang dan Jasa Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Andil Bahan Makanan Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau Perumahan, Listrik, Gas dan Air Bersih Sandang Kesehatan Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan Inflasi Umum Tahunan (yoy ) Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah 38

55 BAB III. INFLASI DAERAH Berdasarkan kelompoknya, inflasi tahunan disumbangkan oleh seluruh kelompok, dimana empat kelompok barang dan jasa yaitu kelompok perumahan, listrik, gas, dan air bersih memiliki andil relatif tinggi yaitu sebesar 3,42% dengan tingkat inflasi 9,36% (yoy), kelompok bahan makanan 2,22% dengan tingkat inflasi sebesar 10,16% (yoy), kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan 1,42% dengan tingkat inflasi sebesar 9,73% (yoy), dan kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau 1,13% dengan tingkat inflasi sebesar 8,07% (yoy). Sedangkan kelompok lain memiliki andil dibawah 1%. Selanjutnya berdasarkan inflasi tahunan (yoy) pada triwulan II 2014, terdapat empat kelompok barang dan jasa yang menembus angka inflasi dua digit yaitu kelompok sandang 12,93% (yoy), kelompok kesehatan 11,44% (yoy), kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga 11,36% (yoy), dan kelompok bahan makanan 10,16% (yoy). Sementara itu juga terdapat tiga subkelompok yang mengalami inflasi dan memberikan andil yang tinggi yaitu subkelompok ikan segar dengan inflasi 42,88% (yoy) dan andil 2,35%, subkelompok biaya tempat tinggal dengan inflasi 10,23% (yoy) dan andil 2,89%, dan subkelompok transpor dengan inflasi 17,65% (yoy) dan andil 1,62%. Namun demikian terdapat beberapa subkelompok yang tercatat dapat menahan laju inflasi Kota Ternate walau andilnya tidak signifikan yaitu subkelompok sayursayuran, subkelompok bumbu-bumbuan, subkelompok minuman yang tidak beralkohol, dan subkelompok komunikasi dan pengiriman. Tabel 3.2 Komoditas Penyumbang Inflasi Tahunan Kota Ternate dan Andilnya Komoditas Inflasi Andil Bahan Makanan Padi-padian, umbi-umbian, dan hasilnya Daging dan hasil-hasilnya Ikan Segar Ikan Diawetkan Telur, susu, dan hasil-hasilnya Kacang-kacangan Buah-buahan Lemak dan minyak Bahan makanan lainnya Makanan jadi, minuman, rokok & tembakau Makanan jadi Tembakau dan minuman beralkohol Perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar Biaya tempat tinggal Bahan bakar, penerangan, dan air Perlengkapan rumah tangga Penyelenggaraan rumah tangga Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah Komoditas Inflasi Andil Sandang Sandang laki-laki Sandang wanita Sandang anak-anak Barang pribadi dan sandang lain Kesehatan Jasa Kesehatan Obat-obatan Jasa perawatan jasmani Perawatan jasmani dan kosmetik Pendidikan, rekreasi dan olahraga Jasa pendidikan Kursus-kursus/Pelatihan Perlengakpan/Peralatan pendidikan Rekreasi Olah raga Transpor, komunikasi dan jasa keuangan Transpor Sarana dan penunjang transpor Jasa keuangan

56 BAB III. INFLASI DAERAH Tabel 3.3 Komoditas Penahan Inflasi Tahunan Kota Ternate dan Andilnya Komoditas Deflasi Andil Bahan Makanan Sayur-sayuran Bumbu-bumbuan Makanan jadi, minuman, rokok & tembakau Minuman yang tidak beralkohol Transpor, komunikasi dan jasa keuangan Komunikasi dan pengiriman Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah Inflasi Triwulanan (qtq) Berbeda dengan inflasi tahunannya yang terakselerasi signifikan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, inflasi triwulanan Kota Ternate terpantau lebih rendah namun masih lebih tinggi jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya ataupun periode yang sama tahun sebelumnya. Diakhir triwulan II 2014, Kota Ternate mencatat inflasi triwulanan sebesar 1,89% (qtq). Tingkat inflasi ini sedikit lebih tinggi dibanding rata-rata inflasi triwulanan Kota Ternate selama satu dekade terakhir yang sebesar 1,87% (qtq). Hal ini mengindikasikan bahwa pada akhir triwulan II 2014, Kota Ternate mengalami inflasi yang cukup tinggi yang dipicu oleh adanya lonjakan permintaan masyarakat menjelang bulan ramadhan yang jatuh pada triwulan laporan sehingga menyebabkan kenaikan harga berbagai komoditas. Komoditas yang mengalami kenaikan bukan hanya komoditas bahan makanan namun hampir sebagian besar komoditas. Hal ini tercermin dari inflasi yang dialami oleh semua kelompok barang dan jasa pada akhir triwulan II Walaupun demikian, terdapat tiga kelompok yang mengalami inflasi dibawah 1% yaitu kelompok kesehatan 0,04% (qtq), kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga 0,54% (qtq) dan kelompok transport, komunikasi dan jasa keuangan 0,31% (qtq). Tabel 3.4 Laju Inflasi Triwulanan (qtq) Kota Ternate Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%) Kelompok Barang dan Jasa Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Andil Bahan Makanan Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau Perumahan, Listrik, Gas dan Air Bersih Sandang Kesehatan Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan Inflasi Umum Triwulanan (qtq ) Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah 40

57 BAB III. INFLASI DAERAH Tabel 3.5 Kelompok Penahan Laju Inflasi Kota Ternate No Subkelompok Inflasi 1 Sandang Wanita Buah - buahan Ikan Diawetkan Kacang - kacangan Minuman yang Tidak Beralkohol Perlengkapan / Peralatan Pendidikan Obat-obatan Komunikasi Dan Pengiriman Barang Pribadi dan Sandang Lain Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah Sedangkan 4 kelompok lainnya mengalami inflasi diatas 1% dimana kelompok bahan makanan merupakan kelompok bahan makanan dengan laju inflasi triwulanan tertinggi yaitu sebesar 3,90% (qtq) dengan andil 0,82% atau menyumbang lebih dari 43% dari total inflasi triwulanan yang dialami oleh Kota Ternate. Subkelompok yang mengalami inflasi tertinggi adalah subkelompok ikan segar dengan inflasi sebesar 11,25% (qtq), subkelompok sayur-sayuran 9,22% (qtq) dan subkelompok bumbu-bumbuan 6,03% (qtq). Namun demikian terdapat beberapa subkelompok yang mengalami deflasi yaitu subkelompok buah-buahan -6,02% (qtq), subkelompok ikan diawetkan -5,12% (qtq), dan subkelompok kacang-kacangan -3,71% (qtq). Selanjutnya inflasi tinggi juga disumbangkan oleh kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau yang mengalami inflasi sebesar 2,80% (qtq) dengan andil sebesar 0,39% atau menyumbang sekitar 20% dari total inflasi triwulanan Kota Ternate. Namun demikian 1 (satu) subkelompok mengalami deflasi yaitu subkelompok minuman yang tidak beralkohol sebesar - 1,99% (qtq). Sedangkan 2 (dua) subkelompok lain mengalami inflasi relatif tinggi yaitu subkelompok tembakau dan minuman beralkohol sebesar 6,52% (qtq). Kemudian kelompok perumahan, listrik, gas, dan air bersih mengalami inflasi 1,52% (qtq) dengan andil sebesar 0,56% yang disumbangkan oleh seluruh subkelompok penyusunnya. Subkelompok dengan inflasi tertinggi adalah subkelompok perlengkapan rumah tangga dengan inflasi sebesar 5,04% (qtq) dan terendah adalah subkelompok penyelenggaraan rumah tangga dengan inflasi sebesar 0,62% (qtq). Kelompok terakhir yang mengalami inflasi diatas 1% adalah kelompok sandang dengan inflasi sebesar 1,09% (qtq) dengan andil sebesar 0,06% atau 3% terhadap inflasi umum Kota Ternate. 41

58 BAB III. INFLASI DAERAH Dari 4 subkelompok anggotanya, dua subkelompok mengalami inflasi dan dua sisanya mengalami deflasi. Subkelompok yang mengalami inflasi tertinggi adalah sandang anak-anak sebesar 6,13% (qtq) dan subkelompok yang mengalami deflasi adalah subkelompok sandang wanita -7,24% (qtq) dan subkelompok barang pribadi dan sandang lain -0,18% (qtq). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa inflasi triwulanan Kota Ternate pada triwulan II 2014 ini didorong oleh 3 kelompok utama yaitu kelompok bahan makanan, kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau dan kelompok perumahan, listrik, gas, dan air bersih dengan total andil dari ketiga kelompok tersebut sebesar 1,77% atau 93,6% terhadap inflasi umum triwulanan Kota Ternate Inflasi Bulanan (mtm) Laju inflasi bulanan (mtm) kota Ternate pada triwulan II 2014 cenderung berfluktuatif yang terlihat dari tingkat inflasi/deflasi yang terjadi selama triwulan laporan dimana pada akhir triwulan II 2014 diketahui bahwa tingkat inflasi Kota Ternate sebagai representasi Maluku Utara sebesar 1,29% (mtm). Tingkat inflasi tersebut lebih tinggi jika dibandingkan dengan rata-rata inflasi Nasional maupun wilayah Sulampua (Grafik 2.2). Pada April 2014, Kota Ternate mengalami inflasi sebesar 0,70% (mtm) atau 9,31% (yoy), kemudian pada bulan berikutnya terjadi koreksi harga yang menggiring Kota Ternate pada deflasi sebesar -0,11% (mtm) atau 9,31% (yoy). Deflasi terjadi ditengah naiknya harga beberapa komoditas seperti ketela pohon, kangkung, tomat sayur, bayam, bawang merah, pasir, batu, mobil, sepeda motor dan tarif angkutan namun karena andilnya tidak sebesar komoditas yang mengalami koreksi harga sehingga tidak mampu menahan turunnya harga secara aggregat yang disebabkan oleh komoditas-komoditas dengan andil tinggi khususnya kelompok bahan makanan seperti beras, cakalang asap, teri kering, pepaya, dan jeruk. Selain itu, turunnya harga ikan tongkol, ekor kuning, kembung/gembung, lolosi, cakalang, malalugis/sorihi, yang merupakan komoditas dengan andil tinggi berhasil menarik turun pergerakan harga di bulan Mei. Harga barang dan jasa kembali terakselerasi dibulan Juni dengan tingkat inflasi sebesar 1,29% (mtm) atau 9,75% (yoy). Akselerasi harga terjadi pada lima kelompok pengeluaran yaitu kelompok bahan makanan, kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau, kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar, kelompok sandang, dan kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga dimana komoditas yang mengalami kenaikan harga diantaranya adalah malalugis/sorihi, selar/tude, lolosi, tomat sayur, pisang, bawang merah, bawang putih, mie, rokok kretek filter, rokok putih, cat kayu/besi dan upah tukang bukan mandor. 42

59 BAB III. INFLASI DAERAH Grafik 3.2 Laju Inflasi Bulanan (mtm) Kota Ternate, Sulampua & Nasional 7.00 Nasional Suampua Malut Sumber : BPS ProvinsiMaluku Utara, diolah April 2014 Pada awal triwulan II 2014, Kota Ternate mengalami inflasi bulanan sebesar 0,70% (mtm) atau 9.31% (yoy). Terjadi akselerasi laju inflasi baik secara bulanan maupun tahunan pada April 2014 jika dibandingkan dengan Maret 2014 yang tercatat sebesar 0,53% (mtm) atau 8,80% (yoy). Grafik 3.3 Inflasi dan Andil Kota Ternate Menurut Kelompok Barang & Jasa April 2014 Pada April 2014, kelompok bahan makanan kembali menjadi kelompok Sumber : BPS ProvinsiMaluku Utara, diolah yang mengalami inflasi tertinggi yaitu sebesar 2,08% (mtm) atau 6,20% (yoy) dengan andil sebesar 0,43% atau 61% dari inflasi bulan April. Kelompok bahan makanan terdiri dari 11 subkelompok dimana 5 diantaranya mengalami inflasi dan 6 sisanya mengalami deflasi. Subkelompok ikan segar mengalami inflasi tertinggi sebesar 11,25% (mtm) dengan andil 0,55%. Gejolak harga di subkelompok ini dipicu oleh tiga komoditas utama yaitu ikan cakalang, kembung dan malalugis yang masing-masing memiliki andil sebesar 0,25%, 0,061%, 0,058%. Ikan cakalang mengalami inflasi sebesar 16,4% (mtm), kembung melonjak 26,3% (mtm) dan malalugis terakselerasi 5,3% (mtm). Selain itu, subkelompok bumbubumbuan mengalami inflasi 6,20% (mtm) dengan andil 0,11%, kemudian disusul oleh subkelompok buah-buahan 5,30% (mtm) dengan andil 0,10%, subkelompok bahan makanan lainnya 1,31% (mtm) dengan andil 0,001% dan subkelompok lemak dan minyak 0,81% (mtm) 43

60 BAB III. INFLASI DAERAH dengan andil 0,008%. Komoditas yang mengalami akselerasi harga selain cakalang, kembung dan malalugis adalah lolosi, ekor kuning, selar/tude, jeruk, pisang, apel, cabai rawit dan bawang merah. Sedangkan subkelompok yang mengalami deflasi adalah subkelompok sayur-sayuran -9,23% (mtm) dengan andil -0,2%, subkelompok ikan diawetkan -6,77% (mtm) dengan andil -0,05%, subkelompok kacang-kacangan -3,76% (mtm) dengan andil -0,01%, subkelompok daging dan hasil-hasilnya -1,52 (mtm) dengana andil -0,02%, subkelompok telur, susu dan hasil-hasilnya -1,42% (mtm) dengan andil -0,02%, subkelompok padi-padian, umbi-umbian dan hasilnya -0,82 (mtm) dengan andil -0,04%. Komoditas yang mengalami koreksi harga diantaranya adalah ketela pohon, daging sapi, bubara, cakalang asap, telur ayam ras, labu siam/jipang, kacang panjang, tomat sayur, kangkung, tempe dan salak. Namun demikian, koreksi harga yang terjadi pada komoditas tersebut tidak dapat membendung gejolak harga secara aggregat dari subkelompok bahan makanan yang lain dikarenakan andil subkelompok yang mengalami akselerasi harga lebih tinggi dibandingkan dengan yang mengalami penurunan harga. Kelompok selanjutnya yang memiliki andil yang cukup tinggi terhadap inflasi bulanan Kota Ternate selama bulan April adalah kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar dengan andil sebesar 0,14% dan inflasi sebesar 0,37% (mtm). Pendorong utama terjadinya inflasi pada kelompok ini adalah bergejolaknya komoditas dari subkelompok biaya tempat tinggal yang mengalami inflasi 0,34% (mtm) dengan andil 0,1% dan subkelompok bahan bakar, penerangan dan air yang mengalami inflasi 0,86% (mtm) dengan andil sebesar 0,037%. Komoditas yang mendorong gejolak pada kedua subkelompok tersebut diantaranya adalah kusen, cat tembok, besi beton, pipa paralon, batu, cat kayu/cat besi, bahan bakar rumah tangga, kipas angin dan sabun cuci batangan. Sedangkan komoditas yang menahan laju inflasi adalah pasir, batu bata/batu tela, tempat tidur dan pembasmi nyamuk bakar. Sementara itu, kelompok lainnya memiliki andil lebih rendah dibandingkan dengan kedua kelompok diatas. Kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau mengalami inflasi sebesar 0,34% (mtm) dengan andil sebesar 0,04%, kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan mengalami inflasi 0,26% (mtm) dengan andil sebesar 0,04%, kelompok sandang mengalami inflasi 0,66% (mtm) dengan andil sebesar 0,03%, kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga mengalami inflasi sebesar 0,44% dengan andil sebesar 0,02%, dan yang terakhir adalah kelompok kesehatan yang mengalami inflasi sangat landai yaitu 0,01% dengan andil 0,00%. 44

61 BAB III. INFLASI DAERAH Mei 2014 Grafik 3.4 Inflasi dan Andil Kota Ternate Menurut Kelompok Barang & Jasa Mei 2014 Sumber : BPS ProvinsiMaluku Utara, diolah Pada pertengahan triwulan II 2014, kota Ternate mengalami koreksi harga atau deflasi sebesar -0,11% (mtm) atau 9,13% (yoy). Koreksi harga disebabkan oleh 4 kelompok pengeluaran yang mengalami deflasi terutama kelompok bahan makanan yang mengalami koreksi harga cukup dalam dengan andil yang signifikan memungkinkan terjadinya koreksi harga secara aggregat pada bulan Mei Kelompok bahan makanan tercatat mengalami koreksi harga terdalam pada Mei 2014 yaitu sebesar -1,93% (mtm) dengan andil sebesar -0,40% atau menahan laju inflasi bulanan Kota Ternate sebesar 45%. Dari 11 subkelompok penyusunnya, terdapat 5 subkelompok yang mengalami koreksi harga dan 1 kelompok terpantau stabil serta 5 sisanya mengalami inflasi. Dari 5 subkelompok yang mengalami koreksi harga, terdapat tiga kelompok utama yang memiliki andil cukup tinggi terhadap koreksi harga yaitu subkelompok ikan segar yang mengalami inflasi sebesar -10,03% (mtm) dan andil sebesar -0,54%, subkelompok buah-buahan dengan tingkat inflasi -7,96% (mtm) dan andil sebesar -0,15% serta subkelompok ikan diawetkan dengan tingkat inflasi -9,35% (mtm) dan andil sebesar -0,06%. Sementara itu, kelompok lain yang mengalami koreksi harga adalah subkelompok kacang-kacangan sebesar -1,83% (mtm) dengan andil sebesar -0,006% sedangkan subkelompok padi-padian, umbi-umbian, dan hasilnya mengalami inflasi sebesar -0,06% (mtm) dengan andil sebesar -0,003%. Komoditas yang mengalami koreksi harga diantaranya adalah beras, tongkol, ekor kuning, kembung/gembung, lolosi, cakalang, malalugis/sorihi, cakalang asap, teri kering, pepaya, dan jeruk. Sedangkan tiga subkelompok utama yang menahan laju koreksi harga kelompok bahan makanan lebih dalam lagi adalah subkelompok sayur-sayuran dengan inflasi 10,57% (mtm) dengan andil sebesar 0,20%, subkelompok bumbu-bumbuan dengan inflasi 4,25%(mtm) dan andil sebesar 0,08%, serta subkelompok daging dan hasil-hasilnya dengan inflasi sebesar 2,63% (mtm) dan andil sebesar 0,03%. Kelompok lainnya yang mengalami koreksi harga adalah kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau sebesar -0,46% (mtm) dengan andil sebesar -0,06%, subkelompok sandang sebesar -0,60% (mtm) dengan andil sebesar -0,03%, subkelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga sebesar -0,28% (mtm) dengan andil sebesar - 45

62 BAB III. INFLASI DAERAH 0,01%. Komoditas yang mengalami kenaikan harga diantaranya adalah ketela pohon, daging ayam ras, cumi-cumi, susu untuk balita, kangkung, tomat sayur, bayam, kacang panjang, tauge/kecambah, bawang merah, dan minyak goring. Sedangkan subkelompok yang terpantau stabil adalah subkelompok bahan makanan lainnya. Terdapat dua kelompok utama yang menahan koreksi harga lebih dalam pada Mei 2014 yaitu kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar dengan tingkat inflasi sebesar 0,68% (mtm) dan andil sebesar 0,25% serta kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan dengan inflasi sebesar 0,93% (mtm) dan andil sebesar 0,13%. Inflasi pada kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar dipicu oleh pergerakan harga pada subkelompok biaya tempat tinggal dengan inflasi sebesar 0,87% (mtm) dan andil sebesar 0,26% dimana komoditas penyumbang utama adalah pasir, batu, batako dan batu bata/batu tela. Sedangkan dari kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan, gejolak harga disumbangkan oleh subkelompok transpor yang mengalami inflasi sebesar 1,17% (mtm) dengan andil 0,12% dan subkelompok komunikasi dan pengiriman dengan tingkat inflasi 0,46% (mtm) dan andil 0,02%. Komoditas yang memberikan sumbangan signifkan terhadap gejolak harga kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan adalah angkutan laut, mobil, sepeda motor dan telepon seluler. Juni 2014 Grafik 3.5 Inflasi dan Andil Kota Ternate Menurut Kelompok Barang & Jasa Juni 2014 Sumber : BPS ProvinsiMaluku Utara, diolah Pada penghujung triwulan II 2014, Kota Ternate tercatat mengalami inflasi sebesar 1.29% (mtm) atau 9,75% (yoy). Akselerasi harga terjadi pada semua kelompok pengeluaran kecuali kelompok kesehatan dan kelompok transpor, komunikasi, dan jasa keuangan yang mencatat koreksi harga pada tingkat cukup rendah. Namun dengan andil kedua kelompok tersebut yang tidak terlalu tinggi sehingga tidak mampu membendung kenaikan harga secara aggregat yang diakibatkan oleh bergejolaknya lima kelompok lain termasuk didalamnya kelompok bahan makanan dan kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau yang mengalami inflasi tertinggi serta memberikan andil tertinggi inflasi bulan Juni Kota Ternate. 46

63 BAB III. INFLASI DAERAH Kelompok bahan makanan mengalami inflasi tertinggi sebesar 3,79% (mtm) dengan andil 0,78% atau 49,7%. Dari 11 subkelompok penyusunnya, 9 subkelompok mengalami inflasi dan 2 subkelompok sisanya mengalami deflasi. Tiga kelompok utama yang mengalami inflasi tertinggi sekaligus pemilik andil tertinggi yang menyebabkan kelompok bahan makanan terakselerasi adalah subkelompok ikan segar yang terakselerasi sebesar 11,15% (mtm) dengan andil sebesar 0,54%, kemudian subkelompok sayur-sayuran yang terakselerasi sebesar 8,83% (mtm), dan subkelompok ikan diawetkan yang terakselerasi 12,26% (mtm). Komoditas dari ketiga subkelompok tersebut yang memicu pergerakan harga diantaranya adalah malalugis, selar/tude, lolosi, tongkol, tomat sayur, tauge, sawi hijau, cakalang asap, dan teri. Sedangkan subkelompok yang mengalami deflasi adalah subkelompok bumbu-bumbuan yang terkoreksi -4,23% (mtm) dengan andil sebesar - 0,09%, dan subkelompok buah-buahan yang terkoreksi -3,02% (mtm) dengan andil sebesar - 0,05%. Komoditas yang memiliki andil cukup besar dalam menarik penurunan harga kedua subkelompok tersebut diantaranya adalah cabai merah, cabai rawit, apel, pepaya, dan anggur. Kemudian dari kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau yang terakselerasi sebesar 2,94% (mtm) dengan andil sebesar 0,40% pada Juni 2014, terdapat tiga subkelompok penyusun yang mengalami inflasi dimana subkelompok tembakau dan minuman beralkohol terakselerasi sebesar 5,94% (mtm) dengan andil 0,30%, subkelompok makanan jadi terakselerasi 1,38% (mtm) dengan andil sebesar 0,085%, dan subkelompok minuman yang tidak beralkohol terakselerasi 0,48% (mtm) dengan andil sebesar 0,01%. Komoditas yang memiliki andil tinggi terhadap akselerasi harga kelompok ini diantaranya adalah rokok kretek filter, rokok putih, rokok kretek, mie, kacang kulit dan minuman kesegaran. Sementara itu, kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar terakselerasi 0,46% (mtm) dengan andil sebesar 0,18% didorong oleh terakselerasinya harga cat kayu/cat besi, tukang bukan mandor, tarif listrik, kulkas, dan mesin cuci. Kelompok sandang terakselerasi sebesar 1,04% (mtm) dengan andil sebesar 0,05% yang dimotori oleh terakselerasinya komoditas baju muslim laki-laki, baju muslim wanita, baju kaos berkerah anak-anak, baju anak setelan, dan baju bayi. Kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga terakselerasi sebesar 0,38% (mtm) dengan andil sebesar 0,02% dengan komoditas pendorongnya adalah kursus bahasa asing, vcd/dvd, televisi berwarna, vcd/dvd player, dan sepeda anak. Sedangkan kelompok yang mengalami deflasi pada bulan Juni 2014 adalah kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan yang terkoreksi sebesar -0,88% (mtm) dengan andil sebesar - 0,13% serta kelompok kesehatan yang terkoreksi sebesar -0,27% (mtm) dengan andil sebesar - 47

64 BAB III. INFLASI DAERAH 0,01%. Komoditas yang memicu terjadinya koreksi harga pada kedua kelompok ini adalah penurunan harga mobil, sepeda motor, telepon seluler, obat dengan resep, pasta gigi, sabun mandi, sabun wajah dan shampo. Namun demikian karena masih terbatasnya laju koreksi harga serta kecilnya andil dari kedua kelompok tersebut maka tidak mampu menahan laju pergerakan harga secara aggregat bulanan Kota Ternate pada Juni Faktor-Faktor Penggerak Inflasi Berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhinya, tekanan inflasi secara tahunan dipengaruhi oleh gejolak harga yang terjadi pada tiga kelompok pengeluaran. Namun demikian kelompok volatile foods dan administered price mengalami gejolak yang lebih signifikan dibandingkan core inflation Faktor Fundamental Tekanan inflasi inti (core inflation) tahunan pada triwulan II 2014 terpantau bergerak naik jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya namun turun melandai jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pergerakan inflasi inti yang antara lain disebabkan oleh naiknya harga komoditas global seperti nikel, minyak bumi dan emas. Harga minyak bumi terakselerasi 9,87% (yoy) dan nikel naik tajam 30,45% (yoy). Sedangkan harga emas terkoreksi tipis -4,73% (yoy), namun demikian tingkat harga emas pada akhir triwulan II 2014 masih lebih tinggi dibandingkan harga pada akhir tahun Grafik 3.6 Pergerakan Harga Nikel dan Emas Internasional Grafik 3.7 Pergerakan Harga Crude Oil West Texas Intermediate Sumber :World Bank Sumber :World Bank Dari sisi domestik, terjaganya akselerasi inflasi inti berimplikasi pada meningkatnya kemampuan sisi penawaran dalam menjawab fluktuasi sisi permintaan sehingga perekonomian nasional tetap dapat 48

65 BAB III. INFLASI DAERAH tumbuh dengan baik. Hal tersebut tercermin dari fluktuasi nilai rupiah yang cukup stabil serta kapasitas utilisasi produksi yang masih cukup tinggi. Interaksi Permintaan dan Penawaran Pada triwulan II 2014, tingkat konsumsi masyarakat berada pada level normal diawal triwulan laporan namun mulai terakselerasi seiring dengan semakin dekatnya puasa Ramadhan di akhir triwulan. Walaupun belum terjadi peningkatan konsumsi yang signifikan namun tingkat harga sudah mulai mengalami akselerasi di akhir triwulan meskipun pada bulan sebelumnya sempat terjadi koreksi harga pada level yang cukup rendah. Faktor cuaca yang mendukung produksi komoditas perikanan tidak mampu membendung volatilitas komoditas subkelompok ikan segar sehingga setiap kenaikan dan turunnya harga pada subkelompok ini dapat mempengaruhi tingkat inflasi Kota Ternate secara aggregat. Selain berpengaruh terhadap harga komoditi, cuaca yang baik juga memungkinkan arus distribusi lancar dan berbagai komoditas dapat tersuplai dengan baik mengingat topografi Maluku Utara yang berupa kepulauan serta sebagian pemenuhan kebutuhan harian masyarakat Maluku Utara dari impor antar daerah dan antar pulau sehingga terjaganya arus distribusi membantu menjaga tingkat harga agar tidak bergerak lebih tinggi. Eksternal Sepanjang triwulan II 2014, nilai tukar rupiah mulai menguat ditengah kondisi perekonomian global yang masih dalam masa pemulihan dan bayang-bayang kebijakan tappering off dari The Fed serta rebalancing perekonomian Tiongkok yang juga berpengaruh kepada perekonomian Indonesia. Nilai rupiah menguat jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya namun melemah jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika ditutup pada level Rp11.322/USD pada triwulan II Secara point to point, tekanan terhadap nilai rupiah sedikit melemah sebesar 0,22% dari posisi triwulan sebelumnya yang tercatat pada level Rp11.347/USD namun naik sebesar 14,6% jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang berada pada level Rp9.879/USD. Walaupun tekanan terus menguat, tingkat volatilitas rupiah tetap terjaga sehingga optimisme pasar terhadap perekonomian Indonesia masih tinggi. Optimisme investor terhadap perkembangan ekonomi Indonesia ditengah terjadinya kenaikan harga berbagai komoditas global mencerminkan cukup kuatnya struktur perekonomian Indonesia saat ini. 49

66 BAB III. INFLASI DAERAH Grafik 3.8 Pergerakan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar Amerika Non Fundamental Volatile Foods Tekanan inflasi yang dialami kelompok volatile foods terpantau terakselerasi dan akselerasi tertinggi terjadi diakhir triwulan II Terakselerasinya tekanan inflasi kelompok volatile foods pada akhir triwulan laporan didorong oleh mulai naiknya permintaan masyarakat menjelang pelaksanaan puasa Ramadhan sehingga mengakibatkan harga berbagai komoditas bahan makanan merangkak naik. Pergerakan ini cukup berbeda dengan kondisi tahun sebelumnya dimana volatile food berada pada level yang lebih rendah dikarenakan pelaksanaan puasa ramadhan jatuh pada triwulan III Tingginya tingkat permintaan akan komoditas subkelompok ikan segar diakhir triwulan mengakibatkan subkelompok ini terakselerasi cukup tinggi sebesar 44,1% (yoy) diikuti oleh komoditas dari kelompok lainnya. Tingginya andil komoditas subkelompok ikan segar di Maluku Utara sering kali memicu tingginya inflasi dimana faktor cuaca dan struktur pasar yang tergolong oligopoli adalah masalah utamanya. Walaupun suplai dari daerah lain dan dari internal Maluku Utara terus berdatangan namun tingginya permintaan tetap menyebabkan harga terakselerasi secara aggregat. 50

67 BAB III. INFLASI DAERAH Grafik 3.9 Volume Tangkap dan Nilai Ikan Tangkap 45,000 40,000 35,000 30,000 25,000 20,000 15,000 10,000 5,000 - Grafik 3.10 Perkembangan Harga Ikan Tangkap Sumber: PPN Kota Ternate, diolah Cakalang Tongkol Kerapu Ekor Kuning Kakap Merah Sumber: PPN Kota Ternate, diolah Selain itu, subkelompok penyusun volatile food yang bergerak naik adalah subkelompok buahbuahan yang naik 24,20% (yoy), subkelompok daging dam hasil-hasilnya naik 20,39% (yoy), subkelompok telur dan hasil-hasilnya naik 14,03% (yoy), subkelompok padi-padian, umbi-umbian dan hasilnya yang naik sebesar 8,47% (yoy), subkelompok lemak dan minyak naik 6,29% (yoy), dan subkelompok kacang-kacangan 1,79% (yoy). Sedangkan subkelompok yang menahan pergerakan gejolak volatile food lebih jauh lagi adalah subkelompok bumbu-bumbuan yang terkoreksi -24,68% (yoy) dan subkelompok sayur-sayuran yang terkoreksi -7,38% (yoy). Administered Price Secara tahunan, inflasi yang dialami oleh kelompok administered price pada akhir triwulan II 2014 terpantau bergerak naik dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Naiknya tekanan inflasi kelompok administered price disebabkan oleh tren naiknya inflasi pada komoditas dari subkelompok transpor 17,65% (yoy), subkelompok tembakau dan minuman beralkohol sebesar 10,29% (yoy), dan subkelompok bahan bakar, penerangan dan air 3,46% (yoy). Naiknya subkelompok transpor ini dimotori oleh naiknya harga minyak dunia yang berakibat pada naiknya biaya operasi maskapai penerbangan sehingga harga tiket pesawat pun ikut merangkak naik. Selain itu, adanya tarif pajak baru yang ditetapkan terhadap jasa penerbangan ikut menyumbang terakselerasinya subkelompok transpor. Sementara itu, adanya kenaikan cukai rokok oleh pemerintah serta kenaikan fix cost production dari perusahaan rokok juga mendorong terakselerasinya harga rokok. 51

68 BAB III. INFLASI DAERAH 3.4 Koordinasi Pengendalian Inflasi di Maluku Utara Tingginya tingkat inflasi di Kota Ternate sebagai representasi Maluku Utara selalu menyita perhatian banyak pihak. Selama triwulan II 2014, Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Maluku Utara dan TPID Kota Ternate melakukan rapat koordinasi dengan pihak-pihak terkait dalam rangka mengetahui kondisi terkini kegaitan pelaku ekonomi serta memperkuat koordinasi sehingga mampu mengantarkan laju inflasi Maluku Utara pada level yang diharapkan. Tabel 3.6 Kegiatan TPID Provinsi Maluku Utara dan TPID Kota Ternate No TPID Kegiatan 1 Kota Ternate Rapat Koordinasi dengan forum pemasok bahan pangan Kota Ternate 2 Malut dan Kota Ternate Rapat koordinasi dengan sekretariat wakil presiden 3 Kota Ternate Rapat internal TPID Kota Ternate serta kunjungan ke Pasar Higienis Bahari Berkesan 4 Malut dan Kota Ternate Rapat regional ekonomi Maluku Utara 5 Kota Ternate Operasi Pasar di Pulau Moti, Pulau Hiri dan di Kota Ternate 6 Maluku Utara Pasar Murah di Tobelo, Halmahera Utara Kedepan, Tim Pengendali Inflasi Daerah di Maluku Utara akan terus melakukan penguatan koordinasi antar kabupaten/kota di dalam Maluku Utara dalam rangka peningatan kerjasama antar kabupaten/kota terutama dalam pemenuhan kebutuhan pokok strategis. Hal ini dilakukan untuk mengurangi ketergantungan Maluku Utara akan komoditas impor antar daerah/pulau dengan harapan dapat menarik turun tingkat harga berbagai komoditas dan meningkatkan kesejahteraan riil masyarakat. 52

69 BAB IV. SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN BAB III. Perkembangan Perbankan Daerah 4.1 Kondisi Umum Perbankan Secara umum kinerja perbankan di Maluku Utara pada triwulan II-2014 menunjukan perkembangan positif, baik secara kelembagaan maupun secara keuangan. Hal ini tercermin dari perkembangan aset, penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) dan kredit yang disalurkan selama triwulan laporan tercatat mengalami peningkatan. Pada triwulan laporan tingkat pertumbuhan penyaluran dana lebih rendah dibandingkan penghimpunan dana (DPK). Sedangkan Loan to Deposit Ratio (LDR) lebih rendah dari triwulan sebelumnya. Namun demikian rasio ini masih berada di dalam batas aman yang ditetapkan. Secara kelembagaan di tahun 2014, akan ada penambahan jaringan kantor Bank Umum Syariah, BPRS dan BPR, serta peningkatan status kantor Bank umum yang tersebar di wilayah Maluku Utara dan saat ini sedang dalam proses perizinan di Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Sebagai informasi, sesuai Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, sejak tanggal 31 Desember 2013 seluruh fungsi, tugas dan kewenangan pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan beralih dari Bank Indonesia ke OJK Perkembangan Aset Perbankan Total aset bank umum di Provinsi Maluku Utara pada triwulan II-2014 tercatat Rp 6,65 triliun, meningkat dibanding tahun sebelumnya yang sebesar 11,6% (yoy). Namun demikian, secara triwulanan pertumbuhan aset bank umum mengalami penurunan sebesar 2,93% (qtq). Dari segi kepemilikan, pertumbuhan aset bank pemerintah lebih tinggi dibandingkan bank swasta, begitu pula secara nominal porsi aset bank pemerintah masih lebih tinggi jika dibandingkan bank swasta. Pertumbuhan aset bank pemerintah secara tahunan mencapai 12,84% (yoy), sedangkan pertumbuhan aset bank swasta sebesar 4,83% (yoy). Meskipun terjadi pertumbuhan positif pada aset bank swasta, namun porsi asetnya justru turun dari 15,50% pada triwulan II-2013 menjadi 14,56% pada triwulan II

70 BAB IV. SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN Berdasarkan jenis operasinya, peningkatan juga terjadi pada aset perbankan syariah, bahkan lebih tinggi dari pertumbuhan aset bank umum konvensional. Pertumbuhan aset perbankan konvensional tercatat sebesar 11,22% (yoy), sedangkan aset perbankan syariah tumbuh mencapai 19,23% (yoy). Meskipun porsi perbankan syariah masih relatif kecil dalam struktur perbankan secara keseluruhan, namun selama setahun terakhir porsinya terus mengalami peningkatan dari 4,75% pada triwulan II-2013 menjadi 5,08% pada triwulan II Grafik 4.1 Perkembangan Aset Bank Umum di Maluku Utara (miliar rupiah) 7,000 AKTIVA yoy 45% 6,000 40% 5,000 35% 30% 4,000 25% 3,000 20% 2,000 1,000 15% 10% 5% % Intermediasi Perbankan Jumlah dana pihak ketiga (DPK) yang dihimpun oleh perbankan di Maluku Utara pada triwulan II-2014 mencapai Rp 5,36 triliun, meningkat 12,91% (yoy) dibandingkan tahun sebelumnya. Secara triwulan, penghimpunan DPK bank umum naik 5,43% (qtq). Dana pihak ketiga tersebut mayoritas disimpan dalam bentuk tabungan sebesar 52,67%, diikuti oleh giro dan deposito dengan porsi masing-masing sebesar 28,18% dan 19,15%. Dibandingkan komponen DPK lainnya, deposito mengalami pertumbuhan tahunan tertinggi sebesar 18,89% (yoy). Sementara, giro tumbuh 17,68% (yoy), sedangkan tabungan tumbuh 8,57% (yoy). 6,000 5,000 4,000 3,000 2,000 1,000 0 Grafik 4.2 Perkembangan DPK (miliar rupiah) Giro Tabungan Deposito gdpk_yoy-rhs % 40% 35% 30% 25% 20% 15% 10% 5% 0%

71 BAB IV. SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN Peran intermediasi perbankan yang diukur melalui tingkat LDR mengalami penurunan dari 92,25% pada triwulan II-2013 menjadi 89,98% pada triwulan II Penurunan ini terjadi karena pada triwulan II-2014 penghimpunan dana pihak ketiga lebih tinggi daripada penyaluran dana. Grafik 4.3 Perkembangan LDR Bank Umum di Maluku Utara 6,000 5,000 4,000 3,000 2,000 1,000 0 DPK (Milyar Rp) Kredit (Milyar Rp) LDR-RHS % 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% Jumlah kredit yang disalurkan oleh perbankan di Maluku Utara pada triwulan II-2014 mencapai Rp4,82 triliun, meningkat 10,13% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Secara triwulan, kredit juga tercatat mengalami kenaikan sebesar 2,25% (qtq). Dari sisi penggunaan, kredit konsumsi masih mendominasi penyaluran kredit dengan porsi sebesar 63,69%, diikuti oleh kredit modal kerja sebesar 26,21%, dan sisanya sebesar 10,10% diberikan untuk kredit investasi. Jika dilihat pertumbuhan masing-masing kredit tersebut, kredit konsumsi mencatatkan pertumbuhan tertinggi yaitu sebesar 17,01% (yoy), diikuti oleh kredit investasi yang tumbuh 2,75% (yoy), sedangkan kredit modal kerja turun 1,24% (yoy). Secara triwulanan, kredit konsumsi masih mengalami pertumbuhan tertinggi mencapai 4,04% (qtq), dan kredit investasi tumbuh 0,79%(qtq), sedangkan kredit modal kerja turun 1,30% (qtq). Pertumbuhan kredit konsumsi terbesar didorong oleh debitur perseorangan untuk keperluan multiguna. Dari sisi golongan kredit, total kredit UMKM pada triwulan laporan mencapai Rp 1,41 triliun dengan share 29,17% dari seluruh kredit yang disalurkan oleh perbankan di Maluku Utara. Selama setahun terakhir penyaluran kredit UMKM mengalami penurunan 1,84% (yoy). Sementara perkembangan penyaluran kredit usaha rakyat (KUR) pada triwulan II-2014 sesuai data publikasi komite KUR yang disajikan dalam website mencapai Rp 186,21 miliar atau meningkat 15,96% (yoy) dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya. 55

72 BAB IV. SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN Grafik 4.4 Perkembangan Kredit di Maluku Utara (miliar rupiah) 6,000 5,000 4,000 3,000 2,000 1,000 0 Modal Kerja Investasi Konsumsi gkredit_yoy-rhs % 45% 40% 35% 30% 25% 20% 15% 10% 5% 0% Dari sisi penyaluran kredit kepada sektor usaha, sektor perdagangan besar dan eceran adalah lapangan usaha yang memperoleh porsi kredit terbesar hingga mencapai 25,00% atau senilai Rp1,20 triliun. Dibandingkan tahun sebelumnya, penyaluran kredit kepada sektor ini meningkat 1,75% (yoy). Sektor lainnya yang memperoleh porsi kredit cukup besar adalah sektor konstruksi dengan porsi kredit sebesar 4,06% dengan nilai sebesar Rp195,53 miliar. Sedangkan untuk sektor lainnya, relatif kecil dengan porsi kredit kurang dari 3%. Sektor pertanian, perburuan dan kehutanan yang merupakan salah satu sektor unggulan di Maluku Utara memperoleh porsi kredit sebanyak 0,25%, atau senilai Rp12,09 miliar. Sementara itu penyaluran kredit sektor perikanan meningkat 14,75% (yoy), dan secara triwulanan turun sebesar 0,97% (qtq). Dari beberapa fakta tersebut, dapat disimpulkan bahwa sektor-sektor unggulan di Provinsi Maluku Utara masih potensial untuk mengalami peningkatan dan berkembang Perkembangan Bank Syariah Kinerja perbankan syariah di Maluku Utara pada triwulan II-2014 masih menunjukan perkembangan positif dan diharapkan terus berlanjut selama tahun Secara kelembagaan terdapat rencana pembukaan satu kantor cabang bank umum dan satu kantor cabang BPRS di Tidore Kepulauan yang masih dalam proses perizinan di Otoritas Jasa keuangan (OJK). Aset perbankan syariah di Maluku Utara pada triwulan II-2014 tercatat sebesar Rp337,79 miliar, meningkat 19,23%(yoy) dari periode yang sama tahun sebelumnya, atau meningkat 2,35% (qtq) dari posisi triwulan I-2014 yang sebesar Rp335,64 miliar. Dan jika dilihat porsinya terhadap Total Aset Bank Umum adalah sebesar 5,08%. 56

73 BAB IV. SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN Penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) oleh perbankan syariah pada triwulan II-2014 mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya sebesar 21,79% (yoy). Secara triwulanan, penghimpunan DPK pada perbankan syariah mengalami peningkatan sebesar 5,56% (qtq). Pada triwulan laporan tabungan syariah mengalami pertumbuhan sebesar 21,56% (yoy) dan secara triwulanan meningkat sebesar 4,85% (qtq). Deposito syariah mengalami pertumbuhan sebesar 32,07% (yoy) dan secara triwulanan turun 2,59% (qtq). Sementara Giro syariah turun sebesar 5,61% (yoy), namun secara triwulanan naik signifikan sebesar 80,21% (qtq). Penyaluran pembiayaan oleh bank syariah di Maluku Utara pada triwulan II-2014 tercatat sebesar Rp200,35 miliar, naik 22,44% (yoy) jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Secara triwulanan, penyaluran pembiayaan syariah pada triwulan laporan sedikit mengalami kenaikan sebesar 2,35% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya. Pembiayaan konsumsi masih memiliki porsi pembiayaan terbesar sebesar 67,25% atau tumbuh sebesar 9,87% (yoy) jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Sementara itu pembiayaan modal kerja yang memiliki porsi sebesar 15,78% mengalami pertumbuhan sebesar 14,43% (yoy) jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Pembiayaan investasi syariah yang mulai dilakukan sejak tahun 2012 memiliki porsi sebesar 16,97% dari total pembiayaan syariah di Provinsi Maluku Utara, tumbuh secara signifikan sebesar 154,20%(yoy). Peran intermediasi bank syariah yang tercermin dari angka FDR (financing to deposit ratio) masih terjaga pada level yang baik, ditunjukkan dengan adanya peningkatan rasio jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun Jika pada triwulan II-2013 angka FDR sebesar 71,88%, maka pada triwulan II-2014 angka FDR naik ke level 72,26%. Hal yang positif adalah bahwa peran intermediasi perbankan syariah masih memperhatikan kualitas pembiayaan yang disalurkan, dimana angka non performing finances (NPF s) pada triwulan II-2014 berada pada level 2,76% sehingga masih berada dibawah batas yang ditentukan. 350, , , , , ,000 50,000 0 Grafik 4.5 Perkembangan Bank Syariah Pembiayaan (Juta) DPK (Juta) FDR % 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% 57

74 BAB IV. SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN Bank Perkreditan Rakyat Kinerja Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) di Maluku Utara pada triwulan II-2014 menunjukkan pertumbuhan yang positif yang tercermin dari pertumbuhan Aset, DPK, dan Kredit/Pembiayaan dibandingkan dengan tahun lalu. Dari sisi kelembagaan juga menunjukkan perkembangan yang positif, karena adanya pembukaan kantor cabang baru BPR di Sanana Kab. Kepulauan Sula pada bulan Juli 2013 serta terdapat satu BPRS di Kota Tidore Kepulauan dan kantor cabang BPR di Labuha Kab. Halmahera Selatan yang masih dalam proses perizinan di Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Aset BPR/S pada triwulan II-2014 secara tahunan tumbuh 35,54% (yoy) dari Rp29,49 miliar pada triwulan II-2013 menjadi Rp39,97 miliar pada triwulan II 2014 atau secara triwulanan tumbuh 5,76% (qtq). DPK tumbuh sebesar 40,89% dari Rp15,33 miliar pada triwulan II-2013 menjadi Rp 21,60 milyar pada triwulan II Pertumbuhan kredit/pembiayaan pada triwulan II-2014 secara tahunan mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan yaitu sebesar 35,16% (yoy) atau Rp 28,74 milyar dari Rp 21,26 milyar pada triwulan II ,000 40,000 35,000 30,000 25,000 20,000 15,000 10,000 5,000 0 Grafik 4.6 Perkembangan BPR/S Aset (Juta Rp) DPK (Juta Rp) Kredit (Juta Rp) Non Performing Loans (NPL s) Bank Umum Jumlah kredit bermasalah pada triwulan II 2014 masih cukup baik, atau berada dibawah batas yang ditentukan yaitu 5%. Namun demikian nilai NPL s pada triwulan laporan mengalami kenaikan jika dibandingkan tahun sebelumnya dari 2,84% menjadi 2,95%. Jika dibandingkan triwulan sebelumnya, NPL s pada triwulan laporan mengalami sedikit penurunan, dimana nilai NPL s pada triwulan I-2014 tercatat sebesar 3,08%. 58

75 BAB IV. SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN Dari keseluruhan kredit bermasalah, kredit modal kerja merupakan penyumbang NPL s terbesar yaitu 1,66%. Angka ini mengalami peningkatan dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya yang sebesar 1,43%. 6,000 5,000 4,000 3,000 2,000 1,000 0 Grafik 4.7 Perkembangan NPL s Perbankan Kredit (Milyar Rp) NPL's-RHS % 3.0% 2.5% 2.0% 1.5% 1.0% 0.5% 0.0% 4.2 Stabilitas Sistem Keuangan Ketahanan Sektor Korporasi Daerah Pada Triwulan II 2014, sektor perdagangan mendominasi penyaluran kredit ke korporasi Bangunan; 11,20% Lainnya; 5,69% Grafik 4.8 Struktur Aliran Dana Kredit Sektoral Jasa-Jasa; 7,34% PHR; 72,18% Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan; 3,58% dengan persentase sebesar 72,18%. Sejak tahun 2010, sektor ini tercatat selalu berkontribusi terhadap total kredit perbankan yang disalurkan di Maluku Utara lebih dari 70% dari total kredit ke korporasi, dengan nilai Rp1,26 triliun rupiah di akhir triwulan laporan. Peluang penyaluran kredit ke sektor-sektor utama seperti pertanian, pertambangan dan industri pengolahan masih terbuka lebar. Untuk itu perbankan perlu terus didorong untuk melakukan ekspansi kreditnya. Di triwulan II 2014, penyaluran dana kredit oleh perbankan terpantau melambat. Penurunan dana kredit yang disalurkan ke korporasi mulai terlihat sejak pertengahan Kinerja sektor pertambangan yang terus menurun tajam mempengaruhi kredit yang disalurkan ke sektor tersebut. Selain sektor pertambangan, sektor pertanian juga mencatat penurunan yang signifikan sejak pertengahan Sementara itu, berbeda dengan sektor lain, sektor perdagangan mencatatkan pertumbuhan yang tinggi dan 59

76 BAB IV. SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN berkelanjutan. Peningkatan kredit ke sektor ini dapat dijadikan indikasi pertumbuhan sektor perdagangan yang selalu dua digit setiap triwulannya. Namun demikian, semakin besar suatu sektor maka semakin banyak kebutuhan tenaga kerja dimana hal ini dapat menyebabkan pengalihan tenaga kerja dari sektor lainnya ke sektor ini. Sehingga diperlukan strategi pemenuhan tenaga kerja terampil yang dapat memenuhi kebutuhan seluruh sektor sehingga pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan dapat terwujud. Ditilik dari segi kualitasnya, pada triwulan II 2014 kredit yang disalurkan ke korporasi masih berada dalam kategori aman. Pada triwulan laporan, angka non performing loans (NPLs) tercatat sebesar 2,95%, turun dari sebelumnya yang sebesar 3,08% pada akhir triwulan I Ketahanan Sektor Rumah Tangga Kredit untuk kepemilikan furniture dan peralatan rumah, alat elektronik, komputer dan alat komunikasi, peralatan lain serta keperluan lainnya yang dikategorikan sebagai kredit rumah tangga lainnya mendominasi pangsa kredit sektor rumah tangga pada triwulan I Dari total kredit Grafik 4.9 Pangsa Kredit Sektor Rumah Tangga Lainnya; 55,4% KPR; 15,8% KKB; 0,8% Multiguna; 28,0% yang disalurkan pada sektor ini, 57% atau Rp1,7 triliun tersalurkan kepada kategori kredit lainnya. Kredit multiguna memiliki pangsa terbesar kedua yaitu sebesar 28% atau Rp 0,85 triliun. Sedangkan kredit kepemilikan rumah memiliki pangsa sebesar 15,8% atau Rp. 0,48 triliun, sementara pangsa kredit kendaraan bermotor hanya sebesar 0,8% dari total kredit yang disalurkan. Secara umum, penyaluran kredit kepada sektor rumah tangga mengalami perbaikan dari triwulan sebelumnya, dan mencatatkan pertumbuhan sebesar 2,25% (qtq). Pertumbuhan penyaluran kredit di sektor rumah tangga, secara nominal cukup menggembirakan dimana tingkat kredit macetnya pun masih cukup terjaga dalam kondisi aman. Hal ini perlu terus dipertahankan dan secara perlahan kredit konsumtif ini mulai diarahkan kepada kredit modal kerja ataupun kredit investasi yang lebih produktif. 60

77 BAB IV. SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN Kualitas kredit yang disalurkan untuk sektor rumah tangga berada pada kategori aman. Hal ini tercermin dari NPL total kredit sektor ini terhadap total kredit yang sebesar 0,77%. Baik kredit kepemilikan rumah atau KPR, kepemilikan kendaraan bermotor atau KKB, kredit multiguna dan kredit rumah tangga lainnya masing-masing memiliki NPL dibawah 1%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kredit sektor rumah tangga masih sehat Pengembangan Akses Keuangan Dana kredit yang disalurkan ke UMKM terkoreksi pada triwulan II 2014 sebesar -1,84% (yoy) jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Pertumbuhan kredit UMKM terpantau berfluktuasi yaitu turun pada November 2012 hingga Juli 2013 dan mulai terakselerasi tinggi pada Agustus 2013 hingga Februari Perlambatan kembali terjadi pada Maret 2014 dan terus berlangsung hingga akhir triwulan laporan. Pangsa kredit UMKM terhadap total kredit yang disalurkan oleh perbankan adalah sebesar 29,17% atau Rp1,41 triliun. Dari total dana tersebut, sebanyak 70,36% tecatat sebagai modal kerja dan 29,64% digunakan untuk investasi. Dari sisi kulitas, NPL kredit UMKM tergolong tinggi yaitu sebesar 7,24%, naik dari triwulan sebelumnya yang sebesar 6,31%. Hal ini mengindikasikan bahwa perbankan harus lebih berhatihati dalam menyalurkan dana kreditnya, namun pemerintah daerah juga harus ikut membantu menyiapkan UMKM di daerahnya agar bisa mendapat bantuan dana dan mampu mengembalikan sehingga terjadi interaksi positif antara perbankan dengan pelaku UMKM. Jika hal ini berlangsung, maka akan menumbuhkan kepercayaan perbankan untuk lebih memperdalam pasar penyaluran dana kredit ke pelaku UMKM mengingat saat ini share kredit UMKM masih bisa ditingkatkan lagi. Grafik 4.10 Pangsa Kredit UMKM Non UMKM, 70.83% UMKM, 29.17% Investasi, 29.64% Modal Kerja, 70.36% 61

78 HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN 62

79 BAB V. SISTEM PEMBAYARAN & PENGELOLAAN UANG 5.1 Kondisi Umum Pada triwulan II 2014 aliran uang kartal di Maluku Utara menunjukkan net outflow. Kondisi ini menunjukan bahwa jumlah uang kartal yang ditarik oleh masyarakat (bayaran, penukaran, kas keliling) lebih besar dibandingkan dengan jumlah uang yang masuk ke khasanah Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Maluku Utara (setoran, penukaran, kas keliling). Pada akhir triwulan laporan terdapat lembar uang tidak layak edar (UTLE) yang masuk ke Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Maluku Utara, turun 9,99% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya atau naik 13,41% (qtq) dibandingkan triwulan I Jumlah uang palsu yang ditemukan di wilayah kerja Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Maluku Utara selama triwulan II 2014 sebanyak 7 lembar, turun dibandingkan triwulan I 2014 yang sebanyak 10 lembar, namun lebih tinggi dari periode yang sama tahun sebelumnya yang hanya 1 lembar. 5.2 Perkembangan Transaksi Pembayaran Tunai Perkembangan Aliran Uang Kartal (Inflow/Outflow) Aliran uang kartal pada triwulan II 2014 di Maluku Utara menunjukkan net outflow (uang yang keluar lebih besar daripada jumlah uang yang masuk ke khasanah Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Maluku Utara). Pada triwulan laporan, aliran uang masuk (inflow) tercatat sebesar Rp181,13 miliar, sementara aliran uang keluar (outflow) sebesar Rp412,55 miliar sehingga menghasilkan net outflow sebesar Rp231,4 miliar. Kondisi ini sesuai dengan data historis aliran uang kartal di Maluku Utara yang selalu menunjukkan data net outflow pada triwulan II (grafik 5.1). 63

80 BAB V. SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG Grafik 5.1 Aliran Uang Kartal di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Prov. Malut Grafik 5.2 Perkembangan Aliran Uang Kartal (yoy) di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Prov. Malut Jika dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun sebelumnya, jumlah uang masuk (inflow) mengalami peningkatan sebesar 37,9% (yoy), namun turun 44,2% (qtq) jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Sementara itu, jumlah uang keluar (outflow) mengalami penurunan sebesar 7,4% (yoy) namun meningkat signifikan 96,6% (qtq) jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Sedangkan data net inflow/outflow menunjukkan penurunan sebesar 26,3% (yoy) jika dibandingkan dengan triwulan II Secara seris bulanan, selama triwulan laporan tercatat adanya net ouflow. Pada bulan Juni 2014, mengalami net outflow tertinggi yakni sebesar Rp130,28 miliar atau naik 19,63% (yoy) jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Uang yang keluar pada triwulan II 2014 lebih banyak dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercermin dari net outflow sebesar Rp231,4 miliar. Terdapat beberapa faktor yang mendorong rutinitas net outflow di Maluku Utara diantaranya adalah tingginya tingkat konsumsi di Malut yang juga didorong oleh tingginya level harga barang dan jasa sehingga berdampak terhadap tingginya kebutuhan masyarakat akan uang kartal. Belum populernya transaksi non tunai (menggunakan kartu) di Malut juga ikut andil dalam mendorong terjadinya net outflow. Hal ini disebabkan masih terbatasnya tempat belanja atau transaksi yang menyediakan layanan pembayaran menggunakan kartu baik kartu debit, kartu kredit atau alat pembayaran dengan kartu lainnya. Lebih besarnya outflow daripada inflow pada triwulan II 2014 menunjukkan bahwa permintaan uang tunai dari masyarakat meningkat. Kondisi ini didorong oleh naiknya tingkat konsumsi masyarakat seiring pelaksanaan puasa Ramadhan dan naiknya harga berbagai kebutuhan di periode tersebut. Namun demikian, diharapkan ke depan masyarakat semakin mengurangi penggunaan uang tunai dan mulai beralih ke uang elektronik. Transaksi dengan menggunakan 64

81 BAB V. SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG kartu atau less cash society baik berupa kartu debit, kredit atau fasilitas transfer akan terus didorong agar semakin meningkat, sehingga: 1. Permintaan uang kartal di Maluku Utara akan semakin berkurang sehingga jumlah uang yang harus disediakan Bank Indonesia juga berkurang dan pada akhirnya dapat mengurangi biaya pencetakan uang, 2. Penghematan dari biaya pencetakan uang tersebut dapat dialihkan untuk optimalisasi pelaksanaan kebijakan moneter oleh Bank Indonesia, 3. Selain itu, Bank Indonesia akan lebih mudah dalam melakukan tracking kegiatan perekonomian melalui sistem pembayaran yang dikelola oleh Bank Indonesia Penyediaan Uang Layak Edar Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Maluku Utara secara rutin melaksanakan kegiatan pemusnahan uang yang sudah tidak layak edar (UTLE) dalam rangka melaksanakan kebijakan clean money policy. Proses pemusnahan tersebut selalu dilakukan dengan prosedur dan pengawasan yang ketat terhadap tingkat kelusuhan uang yang dapat dimusnahkan dalam rangka menjamin ketersediaan uang layak edar (ULE) di masyarakat. Selama triwulan laporan terdapat lembar UTLE yang masuk ke Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Maluku Utara, turun 9,99% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya atau naik sebesar 13,41% (qtq) jika dibandingkan triwulan I Penurunan jumlah UTLE ini mencerminkan tingkat kesadaran masyarakat mengenai pentingnya memperlakukan uang rupiah dengan baik sebagai alat tukar resmi di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) semakin meningkat. Hal ini dipicu oleh sosialisasi cara memperlakukan uang secara intensif yang dilakukan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Maluku Utara kepada masyarakat. Melalui sosialisasi tersebut, diharapkan masyarakat mampu menjaga keutuhan uang rupiah dengan lebih baik lagi, sehingga memperpanjang usia edarnya dan pada akhirnya dapat menekan biaya pembuatan. 65

82 BAB V. SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG Grafik 5.3 Perkembangan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) Untuk menyediakan uang rupiah dalam kondisi yang masih relatif baru dan layak edar, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Maluku Utara, selain melakukan pemusnahan UTLE juga melakukan kegiatan kas keliling secara rutin ke berbagai kabupaten/kota di wilayah Provinsi Maluku Utara.. Tabel 5.1 Kegiatan Kas Keliling Triwulan II Bulan April Mei Lokasi Antar Pulau (Hiri, Mare, Tidore, Maitara dan Moti) (Luar Kota) Buli, Subaim, Maba (Luar Kota) Legu Gam (Dalam Kota) Morotai dan Bere-Bere (Luar Kota) Kecamatan Batang Dua Kabupaten Halmahera Selatan (Luar Kota) Tobelo dan Galela (Luar Kota) Juni Ternate (Dalam Kota) Jailolo (Luar Kota) Ternate (Dalam Kota) Weda dan Wairoro (Luar Kota) 66

83 BAB V. SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG Perkembangan Uang Palsu di Maluku Utara Pada triwulan II 2014, ditemukan uang palsu di wilayah kerja Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Maluku Utara sebanyak 7 lembar, jumlah ini menurun dibandingkan triwulan I 2014 yaitu sebanyak 10 lembar atau turun 30% (yoy), namun lebih tinggi dari periode yang sama tahun sebelumnya yang hanya 1 lembar Grafik 5.4 Perkembangan Temuan Uang Palsu Pecahan Pecahan (aksis kanan) Pecahan (aksis kanan) Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q Bank Indonesia secara periodik melakukan sosialisasi ciri-ciri keaslian uang rupiah untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang keaslian uang rupiah dan meminimalisir temuan uang palsu. Sosialisasi dilakukan di pusat-pusat perbelanjaan seperti pasar (baik modern maupun tradisional), pusat pendidikan seperti universitas dan sekolah atau kepada Pemerintah Daerah. Selain kegiatan sosialisasi secara langsung, Bank Indonesia juga melakukan publikasi tentang ciriciri keaslian uang rupiah melalui media massa baik cetak maupun elektronik. Tabel 5.2 Kegiatan Sosialisasi Ciri-Ciri Keaslian Uang Rupiah Triwulan II Bulan April Tempat Sosialisasi Radio Diahi FM (Ternate) Jatiland Mall (Ternate) Koran Malut Post (Ternate) 5.3 Perkembangan Transaksi Pembayaran Non Tunai Kebutuhan masyarakat akan ketepatan, kehandalan dan keamanan dalam bertransaksi semakin meningkat seiring dengan semakin berkembangnya perekonomian domestik. Sistem pembayaran non tunai menjadi alternatif bagi masyarakat untuk dapat melakukan transaksi secara efisien. Kliring dan Real Time Gross Settlement (RTGS) dapat menjadi pilihan bagi masyarakat untuk 67

84 BAB V. SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG melakukan transaksi non-tunai. Sistem kliring memfasilitasi transaksi pembayaran non-tunai masyarakat dengan menggunakan instrumen surat berharga cek/bilyet giro. Sementara RTGS pada dasarnya merupakan muara dari seluruh penyelesaian transaksi keuangan di Indonesia. Dengan menggunakan RTGS, pemindahan dana dapat dilakukan secara elektronik dan real time (segera) Perkembangan Kegiatan Kliring Maluku Utara sebagai wilayah kerja Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Maluku Utara, pada triwulan laporan mencatatkan kegiatan kliring sebesar Rp327,6 miliar, naik 10,3% (yoy) dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya atau meningkat 7,8% (qtq) jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Sementara itu, rasio kliring penyerahan terhadap kliring pengembalian menunjukkan peningkatan baik secara jumlah maupun nominal jika dibandingkan dengan triwulan I Tabel 5.3 Perkembangan Perputaran Kliring Tabel 5.4 Perkembangan Cek/BG Periode Perputaran Kliring Penyerahan Jumlah (Lembar) Nominal (Rp. Juta) Perputaran Kliring Pengembalian Jumlah (Lembar) Nominal (Rp. Juta) Rasio Pengembalian Terhadap Penyerahan Jumlah Nominal Cek/BG Kosong (lembar) 2012 I 3, , , % 1.4% 2012 I % II 4, , , % 2.1% II % III 4, , , % 1.4% III % IV 4, , , % 1.5% IV % 2013 I 4, , , % 2.9% 2013 I % II 4, , , % 2.0% II % III 5, , , % 1.1% III % IV 5, , , % 0.9% IV % 2014 I 5, , , % 0.4% 2014 I % II 5, , , % 1.1% II % Growth yoy 21.8% 10.3% 18.8% -41.3% -2.5% -46.7% Growth yoy 21.8% 40% 0.12% Tw II 2014 qtq 12.9% 7.8% 105.4% 169.3% 81.9% 149.7% Tw II 2014 qtq 12.9% 115% 0.45% Periode Cek/BG Penyerahan (lembar) Rasio Secara point to point, terjadi kenaikan rasio cek/bg penyerahan dengan cek/bg kosong sebesar 0,12% (yoy) jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, atau naik sebesar 0,45% (qtq) jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Cek/BG kosong yang diterima oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Maluku Utara selama triwulan laporan sebanyak 56 lembar dari 5891 lembar cek/bg yang diserahkan, naik 40% (yoy) jika dibandingkan dengan triwulan II 2013 atau 115% (qtq) jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Jika melihat perkembangan cek/bg yang ditransaksikan selama triwulan laporan, maka terlihat adanya peningkatan sebesar 21,8% (yoy) jika dibandingkan dengan triwulan II 2013 atau naik 12,9% (qtq) jika dibandingkan dengan triwulan I Peningkatan jumlah cek/bg yang ditransaksikan pada triwulan II 2014 ini, menandakan kegiatan perekonomi Maluku Utara mengalami percepatan dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya maupun triwulan sebelumnya. 68

85 BAB V. SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG Sebagai penjelasan tambahan, penolakan kliring dapat terjadi karena bank tertagih tidak bersedia membayar tagihan karena beberapa sebab sebagai berikut: 1. Kesalahan administratif seperti warkat yang sudah kadaluarsa (untuk bilyet giro, terjadi apabila warkat tersebut sudah melebihi tanggal jatuh temponya), belum waktunya ditarik, endorsement tidak menuruti peraturan, bea materai belum dipenuhi, tanda tangan tidak sama dengan spesimenatau meragukan, perbaikan atau coretan tidak ditandatangani oleh penarik, salah pengisian pada kolom-kolom yang tersedia, dan data nomor dan nama pemegang rekening tidak sesuai, 2. Kesalahan pencatatan seperti penulisan angka untuk jumlah tidak sama dengan penulisan jumlah dalam huruf, 3. Terjadi pemblokiran oleh pihak-pihak yang berwenang, 4. Saldo rekening nasabah yang tidak cukup (bila terjadi saldo nasabah tidak cukup, bank akan memberikan peringatan kepada nasabahnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku dengan memberikan tembusan kepada Bank Indonesia, dan sekiranya kejadian kembali berulang, maka nama nasabah tersebut akan masuk dalam daftar hitam bank-bank peserta kliring sampai permasalahan tersebut diselesaikan menurut peraturan yang berlaku Perkembangan Transaksi Real Time Gross Settlement (RTGS) Perkembangan sebuah provinsi antara lain ditandai dengan bertambahnya volume perekonomiannya seperti penggunaan fasilitas BI-RTGS sebagai sarana akhir transaksi pembayaran. Selama triwulan II 2014 untuk transaksi RTGS inflow, provinsi Maluku Utara mencatatkan kegiatan RTGS sebesar Rp985,73 miliar atau turun sebesar 35,77% (yoy) jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya dan naik 9,07% (qtq) jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Sedangkan nilai transaksi RTGS outflow tercatat sebesar Rp850,63 miliar atau naik 10,55% (yoy) jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya atau naik 19,76% (qtq) jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Dengan demikian, maka kegiatan RTGS (from-to) pada triwulan II 2014 tercatat sebesar Rp248,60 miliar naik signifikan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar 48,29% (yoy) atau naik 52,63% (qtq). 69

86 BAB V. SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG Tabel 5.5 Perkembangan RTGS Periode RTGS Outflow RTGS Inflow RTGS (From) (To) (From-To) 2012 I 579,08 878,09 156,63 II 648, ,18 204,49 III 739, ,82 187,97 IV 943, ,78 199, I 710, ,56 197,63 II 769, ,62 167,64 III 867, ,60 232,98 IV 1.076, ,97 211, I 710,28 903,80 162,88 II 850,63 985,73 248, Grafik 5.6 Perkembangan RTGS Kota Ternate RTGS Outflow (From) RTGS Inflow (To) RTGS (From-To) Berdasarkan grafik diatas diketahui bahwa nilai RTGS inflow selalu lebih besar dibandingkan dengan nilai RTGS outflow. Hal ini mencerminkan kegiatan perekonomian Maluku Utara mengalami perkembangan yang positif (surplus). Kesimpulan ini masih memerlukan analisis yang lebih mendalam, mengingat adanya kucuran dana dari pemerintah pusat, kementerian maupun organisasi internasional, seperti Dana Alokasi Khusus, Dana Alokasi Umum, Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus, bantuan dana pembangunan atau pelaksanaan program untuk Provinsi Maluku Utara. Hal-hal tersebut bisa jadi yang menyebabkan lebih tingginya nilai transaksi RTGS inflow dibandingkan outflow, selain karena memang perekonomian Maluku Utara yang terus berkembang secara positif. 70

87 BOKS I. Kawasan Ekonomi Khusus Morotai Melalui Undang-Undang No. 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus, Pemerintah Indonesia secara formal membentuk suatu kawasan khusus yang kemudian dikenal sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Berdasarkan undang-undang (UU) tersebut, KEK didefinisikan sebagai kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu. Semenjak diterbitkannya UU tersebut, sampai saat ini sudah terdapat 48 daerah yang mengajukan diri untuk menjadi KEK, namun Dewan Nasional KEK, sebagai pihak yang berwenang untuk menyetujui atau menolak usulan pembentukan KEK, masih terus mengadakan kajian dan penilaian kelayakan terhadap daerah-daerah tersebut. Sampai dengan akhir 2014 ditargetkan akan terbentuk lima KEK, namun hingga pertengahan tahun 2014 justru telah terbentuk tujuh KEK, yaitu di Sei Mangkei, Sumatera Utara; Tanjung Api-Api, Sumatera Selatan; Tanjung Lesung, Banten; Palu, Sulawesi Tengah; Bitung, Sulawesi Utara; Mandalika, Nusa Tenggara Barat; dan Morotai, Maluku Utara. Tabel 1. Kawasan Ekonomi Khusus yang Telah Ditetapkan di Indonesia No. Provinsi Lokasi KEK Landasan Hukum 1 Banten Tanjung Lesung PP No. 26 Tahun Sumatera Utara Sei Mangkei PP No. 29 Tahun Sumatera Selatan Tanjung Api-Api PP No. 51 Tahun Sulawesi Tengah Palu PP No. 31 Tahun Sulawesi Utara Bitung PP No. 32 Tahun Maluku Utara Morotai PP No. 50 Tahun Nusa Tenggara Barat Mandalika PP No. 52 Tahun 2014 Sumber: Dewan Nasional KEK, 2014 Dalam pembentukannya, KEK difungsikan untuk melakukan dan mengembangkan usaha di bidang perdagangan, jasa, industri, pertambangan dan energi, transportasi, maritim dan perikanan, pos dan telekomunikasi, pariwisata, dan bidang lainnya. Hal ini didukung dengan adanya berbagai kemudahan seperti keringanan pajak, kemudahan memperoleh hak atas tanah, perijinan usaha, keamanan, dan berbagai kemudahan lainnya untuk memicu percepatan ekonomi di KEK berada yang pada akhirnya diharapkan dapat mendorong percepatan ekonomi secara nasional (Dewan 71

88 BOKS I. Kawasan Ekonomi Khusus Morotai Nasional KEK, 2014). Dengan berbagai kemudahan tersebut, diharapkan KEK akan menjadi kawasan yang memiliki keunggulan dan dapat memaksimalkan kegiatan industri, ekspor, impor serta kegiatan ekonomi lainnya yang memiliki nilai ekonomi dan nilai tambah yang tinggi. Lebih jauh lagi, tidak setiap daerah dapat menjadi KEK, pembentukan KEK haruslah mempertimbangkan keunggulan pada berbagai aspek sumber daya ekonomi dan lokasi yang strategis dalam konteks perekonomian nasional dan global. Menilik pada perjalanan sejarahnya, istilah KEK atau special economic zone (SEZ) sebagai suatu industrial park sebenarnya sudah cukup lama diperkenalkan, yaitu di Puerto Rico pada tahun 1947 (Maramis, 2011). Di Indonesia sendiri, meskipun secara formal baru diresmikan paska UU 39/2009, namun Indonesia sudah memiliki suatu kawasan khusus, seperti Batam, Bintan, Karimun, Tanjung Priok, Marunda, dan Cakung. Kawasan tersebut lazim disebut Kawasan Berikat Nusantara (KBN), yang pada praktiknya memiliki kemiripan fungsi dan tujuan dengan KEK. Pada tahun 2014 ini, melalui PP No. 50 tahun 2014, pemerintah menetapkan Kabupaten Pulau Morotai di Provinsi Maluku Utara sebagai salah satu Kawasan Ekonomi Khusus di Indonesia bersamaan dengan penetapan KEK Tanjung Api-Api, Sumatera Selatan melalui PP No. 51 tahun 2014, dan KEK Mandalika, Nusa Tenggara Barat melalui PP No. 52 tahun Menurut PP tersebut, Kawasan Ekonomi Khusus Morotai terdiri atas Zona Pengolahan Ekspor, Zona Logistik, Zona Industri, dan Zona Pariwisata yang berfokus pada industri kelautan dan perikanan. KEK Tanjung Api-Api nantinya berfokus pada pengembangan industri pertambangan dan industri perkebunan, seperti batubara, karet dan kepala sawit. Sementara, KEK Mandalika difokuskan menjadi Zona Pariwisata. Kabupaten Pulau Morotai, sebagai salah satu KEK yang baru ditetapkan, merupakan kabupaten yang memiliki potensi kelautan dan perikanan yang sangat potensial serta memiliki lokasi yang menguntungkan secara geoekonomi dan geostrategis. Hal tersebut menjadi salah satu pertimbangan utama penetapan kawasan ini menjadi KEK. Pulau Morotai berada di ujung utara Provinsi Maluku Utara terletak di bibir Samudera Pasifik, titik perlintasan antara kekuatan ekonomi Timur dan Pasifik. Morotai memiliki wilayah seluas 4.301,53 km², dengan luas daratan seluas 2.330,60 km² dan luas wilayah laut sejauh 4 mil seluas 1.970,93 km². Terdapat 33 pulau kecil di kabupaten tersebut, dimana 7 pulau berpenghuni dan 26 pulau tidak berpenghuni. Pulau Morotai memiliki garis pantai sepanjang 354,14 km². Dengan jumlah penduduk sebanyak jiwa, dimana 80%-nya terdistribusi dikawasan pesisir dan pulau-pulau kecil sedangkan 20%-nya berada di perkotaan dan desa pedalaman. Potensi geografis dan demografis tersebut coba dimanfaatkan oleh pemerintah untuk membangun suatu Mega Minapolitan Morotai dan pengembangan gerbang ekonomi di Kawasan Pasifik. 72

89 BOKS I. Kawasan Ekonomi Khusus Morotai Pemerintah Pusat, dalam hal ini melalui Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) , dalam Koridor Ekonomi Papua Pulau Maluku telah berencana untuk mengembangkan kegiatan ekonomi utama wilayah tersebut, yaitu perikanan dan pariwisata. Pengembangan kawasan tersebut diawali dengan pembangunan infrastruktur, yaitu pembangunan jalan lingkar Morotai, jembatan, pelabuhan perikanan, dan rencana rehabilitasi dan perluasan Bandara Morotai. Selain kebutuhan perbaikan regulasi dan dukungan infrastruktur, pengembangan kegiatan ekonomi juga memerlukan dukungan terkait pengembangan IPTEK dan sumber daya manusia (SDM). Dukungan tersebut antara lain berbentuk pendirian pusat penelitian dan pengembangan kelautan dan perikanan baik di Morotai. Di tahun 2014 ini, pembangunan jalan lingkar Morotai ditargetkan sudah akan tuntas, begitu juga dengan rehabilitasi termasuk perpanjangan landasan pacu Bandara Morotai. Namun demikian, pengembangan KEK di Morotai bukan berjalan tanpa kendala. Bagi dunia industri, permasalahan infrastruktur dan birokrasi yang menjadi perhatian. Berdasarkan data Pemerintah Provinsi Maluku Utara, diketahui bahwa dari 234,59 km jalan raya di Pulau Morotai, 74% diantaranya masih mengalami rusak berat. Selain itu, masih terdapat sekitar 45% rumah tangga disana yang belum tersentuh aliran listrik. Indeks pembangunan manusia dan tingkat partisipasi sekolah yang masih terbilang rendah juga patut menjadi perhatian agar pembangunan ekonomi di kawasan tersebut tidak melupakan pembangunan manusianya. Meskipun saat ini pembangunan infrastruktur fisik di Morotai terus berlangsung, namun yang tidak kalah penting adalah pembangunan infrastruktur energi dan SDM. Selain masalah infrastruktur dan SDM, belajar dari pengalaman KEK Sei Mangkei dan KEK Tanjung Lesung, kejelasan birokrasi antara pusat dan daerah juga menjadi faktor pokok untuk menarik investor agar mau berinvestasi di kawasan tersebut. Untuk itu perlu diambil langkah nyata agar penetapan Morotai sebagai KEK dapat berjalan sesuai tujuan yang ditetapkan dalam Undang-Undang No. 39 Tahun

90 BOKS I. Kawasan Ekonomi Khusus Morotai HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN 74

91 BAB VI. KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN 6.1 Kondisi Umum Kondisi ketenagakerjaan di Maluku Utara periode Februari 2014 menunjukkan pertumbuhan negatif ditinjau dari penambahan jumlah pengangguran. Kondisi ini terjadi seiring dengan naiknya jumlah penduduk umur 15 tahun keatas yang diikuti oleh bertambahnya jumlah angkatan kerja. Jumlah pengangguran yang meningkat ini pada akhirnya menggiring turunnya tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) secara tahunan serta naiknya tingkat pengangguran terbuka (TPT) di Provinsi Maluku Utara. 6.2 Perkembangan Ketenagakerjaan Kondisi ketenagakerjaan Maluku Utara menunjukkan pertumbuhan negatif pada Februari Jumlah penduduk umur 15 tahun keatas di Maluku Utara tumbuh sebesar 3,22% (Agustus 2013 Februari 2014) atau 4,57% (Februari 2013 Februari 2014). Peningkatan ini berdampak pada naiknya jumlah angkatan kerja sebesar 6,51% (Agustus 2013 Februari 2014) atau 2,31% (Februari 2013 Februari 2014). Kedua hal diatas pada akhirnya juga berdampak pada bertambahnya jumlah penduduk yang bekerja sebesar 6,51% (Agustus 2013 Februari 2014) atau 2,31% (Februari 2013 Februari 2014). Namun hal tersebut tidak serta merta diikuti oleh penurunan jumlah pengangguran yang justru bertambah sebesar 56,01% (Agustus 2013 Februari 2014) atau 4,94% (Februari 2013 Februari 2014). Naiknya jumlah pengangguran di Maluku Utara dipicu oleh berhentinya operasional sebagian besar perusahaan tambang yang tersebar di seluruh Maluku Utara sebagai dampak dari implementasi UU Minerba pada awal tahun Selain berdampak pada sektor pertambangan, UU Minerba ternyata juga memiliki dampak pada sektor penyokong seperti sektor PHR, sektor transport dan sektor lainnya. Berdasarkan hasil liaison Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Maluku Utara diperoleh informasi bahwa sepinya pengunjung yang menginap di berbagai penginapan yang tersebar di Halmahera, banyak rumah makan/restoran yang tutup serta permintaan akan bahan makanan yang turun cukup signifikan dari daerah Halmahera sebagai akibat banyak perusahaan tambang yang tutup atau memulangkan sementara pekerjanya sampai perusahaan dapat kembali berproduksi pasca selesainya pembangunan smelter. 75

92 BAB VI. KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN. Tabel 6.1 Perkembangan Ketenagakerjaan di Maluku Utara Jenis Kegiatan Utama Feb Agts Feb Agts Feb Agts Feb Penduduk 15 Tahun Keatas Angkatan Kerja Bekerja Pengangguran Bukan Angkatan Kerja TPAK 70.2% 67.5% 67.8% 66.3% 67.9% 64.4% 66.40% TPT 5.6% 5.6% 5.3% 4.8% 5.5% 3.9% 5.65% Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah Angkatan kerja terpantau tumbuh positif seiring bertambahnya jumlah penduduk diatas 15 tahun. Terjadi penambahan sebesar 6,51% atau sebanyak 30,2 ribu orang pada Februari 2014 jika dibandingkan dengan Agustus Jika dibandingkan dengan Februari 2013, tercatat terjadi penambahan jumlah angkatan kerja sebesar 2,31% atau sebanyak 11,1 ribu orang menjadi 493,4 ribu orang. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk yang memasuki angkatan kerja di Malut, jumlah penduduk yang bekerja juga ikut bertambah sebesar 4,52% atau sebanyak 20,1 ribu orang jika dibandingkan dengan Agustus 2013 dan bertambah sebesar 2,16% atau sebanyak 9,8 ribu orang jika dibandingkan dengan Februari Sementara itu, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) menunjukkan pertumbuhan positif sebesar 2,02% jika dibandingkan dengan Agustus 2013 namun turun 1,50% jika dibandingkan dengan Februari Berdasarkan struktur sebarannya, sektor pertanian masih menjadi pilihan utama penduduk Maluku Utara. Walaupun sempat terjadi fluktuasi, namun sektor ini hampir selalu menyerap separuh dari total tenaga kerja di Malut. Data per Februari 2014 menunjukkan bahwa 47,8% atau sebanyak 222,6 ribu orang penduduk Maluku Utara berkecimpung di sektor yang memiliki andil tertinggi terhadap PDRB Maluku Utara ini. Terjadi penurunan sebanyak 10,75% atau 26,8 ribu orang jika dibandingkan dengan Agustus 2013 dan turun sebesar 1,85% jika dibandingkan dengan Februari Sedangkan posisi kedua dan ketiga diisi oleh sektor jasa kemasyarakatan, sosial dan perorangan, dan sektor perdagangan, rumah makan dan jasa akomodasi yang masing-masing berhasil menyerap tenaga kerja sebanyak 20,9% dan 11,9% tenaga kerja yang tersedia. Jika ditilik lebih jauh lagi, pergeseran jumlah tenaga kerja sektor pertanian ke sektor lainnya mulai terlihat sehingga hal ini harus menjadi perhatian pemerintah agar tidak terjadi gangguan produksi bahan pangan karena semakin berkurangnya minat penduduk untuk menjadi petani. Hal ini juga dipengaruhi oleh tingkat kesejahteraan petani yang belum 76

93 BAB VI. KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN memenuhi harapan masyarakat terutama kaum pemuda sehingga mereka lebih memilih profesi lain sebagai mata pencaharian. Grafik 6.1 Sebaran Tenaga Kerja Per Sektoral di Maluku Utara Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara Tabel 6.2 Sebaran Tenaga Kerja Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tingkat Pendidikan Penduduk yang Bekerja Februari Agustus Februari 1. Dibawah SD SMP SMA umum SMA Kejuruan Diploma I/II/III Universitas Jumlah Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara Berdasarkan tingkat pendidikan terakhir yang ditamatkan (lihat tabel 6.2), dari 6 kelompok klasifikasi tingkat pendidikan didapatkan bahwa tingkat pendidikan universitas baik jika dibandingkan dengan Agustus 2013 maupun jika dibandingkan dengan Februari Sedangkan kelompok tingkat pendidikan lainnya mengalami terpantau fluktuatif. Hal ini menunjukkan adanya pergeseran positif atas tingkat pendidikan tenaga kerja di Maluku Utara. Semakin tinggi persentase tenaga kerja dengan tingkat pendidikan SMA/SMK dan lulusan universitas diharapkan dapat menjadi cerminan meningkatnya kualitas tenaga kerja yang tersedia di Maluku Utara. Dengan demikian, para pengusaha diharapkan dapat memenuhi sebagian besar kebutuhan tenaga kerja mereka melalui rekruitmen internal provinsi. Selain dapat mengurangi jumlah pengangguran, hal ini juga merupakan kabar baik bagi perusahaan karena mereka dapat menghemat biaya produksi dari sisi biaya tenaga kerja. Biasanya perusahaan harus membayar lebih tinggi tenaga kerja yang berasal dari luar daerah dengan pertimbangan adanya biaya tambahan yang harus mereka keluarkan setiap bulannya seperti biaya sewa tempat tinggal/kos serta biaya tunjangan lainnya. Berdasarkan Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas), didapati dua jenis kelompok utama tenaga kerja terkait kegiatan ekonomi yang dilakukan yaitu kegiatan formal dan informal. Kegiatan formal terdiri dari mereka yang berstatus berusaha dibantu buruh tetap dan buruh/karyawan. Sementara kelompok kegiatan informal umumnya adalah mereka yang berstatus diluar kelompok pertama. Jika didasarkan pada status pekerjaan formal dan informal, maka didapatkan sebanyak 2,0% masyarakat Maluku Utara merupakan pekerja formal dan sisanya 77

94 BAB VI. KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN sebanyak 98,0% sebagai pekerja informal. Persentase pekerja formal di Maluku Utara turun baik jika dibandingkan dengan Agustus 2013 maupun jika dibandingkan dengan Februari Tabel 6.3 Sebaran Tenaga Kerja Berdasarkan Status Pekerjaan Utama Status Pekerjaan Utama Feb Agts Feb Agts Feb Berusaha Sendiri Berusaha dibantu buruh tidak tetap Berusaha dibantu buruh tetap Buruh/Karyawan Pekerja bebas di pertanian Pekerja bebas di nonpertanian Pekerja keluarga/tak dibayar Total Angkatan Kerja Berdasarkan Sakernas Pekerja Formal 3.0% 2.9% 2.7% 2.8% 2.0% Pekerja Informal 97.0% 97.1% 97.3% 97.2% 98.0% Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah 6.3 Pengangguran Pengangguran merupakan indikator utama dari bidang ketenagakerjaan dan kesejahteraan. Klasifikasi penduduk yang menganggur adalah mereka yang sedang mencari pekerjaan ditambah penduduk yang sedang mempersiapkan usaha (tidak bekerja), yang mendapat pekerjaan tapi belum mulai bekerja, serta yang tidak mungkin mendapatkan pekerjaan. Jumlah penduduk usia 15 tahun keatas serta jumlah total angkatan kerja yang naik pada Februari 2014 ini ternyata tidak mampu menahan laju naiknya jumlah pengangguran yang diakibatkan oleh beberapa hal seperti berhenti beroperasinya sebagian besar perusahaan tambang di Maluku Utara sehingga puluhan ribu pegawai harus dirumahkan. Jumlah pengangguran meningkat tajam jika dibandingkan dengan Agustus 2013 yaitu sebesar 56,01% atau sebanyak 10 ribu orang. Jika dibandingkan dengan Februari 2013, jumlah pengangguran di Maluku Utara naik 2,6% atau sebanyak 1,3 ribu orang. Sementara itu, persentase Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Maluku Utara juga meningkat seiring semakin banyaknya jumlah angkatan kerja. Februari 2014, TPT di Malut sebesar 5,65% atau naik 1,79% jika dibandingkan dengan Agustus 2013 dan naik 0,14% jika dibandingkan dengan Februari

95 BAB VI. KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN Grafik 6.2 Perkembangan Jumlah Pengangguran dan TPT Maluku Utara Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara Bertambahnya jumlah pengangguran di Maluku Utara berujung pada tingkat partisipasi angkatan kerja yang terpantau turun sebesar 1,5% jika dibandingkan dengan Februari 2013 namun naik 2,02% jika dibandingkan dengan Agustus Bertambahnya jumlah pengangguran pasca berhenti beroperasi dan tutupnya sebagian besar perusahaan tambang sembari menunggu pabrik pengolahan biji nikel atau smelter rampung dibangun sudah diprediksi sejak akhir triwulan IV 2013 mengingat perusahaan sudah berancang-ancang untuk merumahkan para pekerjanya. Sehingga naiknya jumlah pengangguran sebesar 4,94% jika dibandingkan dengan Februari 2013 merupakan suatu yang wajar. Selain pekerja dari sektor pertambangan yang terkena dampak dari UU Minerba, sektor-sektor lain yang menopang kegiatan operasional sektor pertambangan pun ikut terkena imbasnya berupa penurunan permintaan barang dan jasa dari sektor tersebut secara signifikan sehingga mempengaruhi perekonomian penduduk dan pengusaha yang berada didaerah lingkar tambang serta mereka yang selama ini menjadi pemasok barang dan jasa bagi sektor pertambangan. 6.4 Nilai Tukar Petani (NTP) Pada akhir triwulan II 2014 Nilai Tukar Petani (NTP) Maluku Utara meningkat dari periode sebelumnya, yaitu berada pada level 104,29. Posisi NTP Juni 2014 tercatat mengalami peningkatan sebesar 2,13% (qtq) atau 2,93% (yoy). Kenaikan NTP pada Juni 2014 disebabkan oleh indeks harga hasil produksi pertanian yang mengalami peningkatan yang lebih tinggi dibandingkan peningkatan indeks harga barang dan jasa yang dikonsumsi oleh rumah tangga maupun untuk keperluan produksi pertanian. Naiknya NTP dari 3 (tiga) subsektor merupakan kunci terakselerasinya NTP Malut. Ketiga NTP subsektor tersebut adalah NTP subsektor tanaman pangan yang naik sebesar 1,30%, NTP subsektor holtikultura naik sebesar 0,47%, dan NTP subsektor tanaman perkebunan rakyat naik 79

96 BAB VI. KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN sebesar 0,44%. Sedangkan, NTP subsektor peternakan dan NTP subsektor perikanan, masingmasing turun sebesar 0,88%dan0,17%. NTP Maluku Utara memiliki nilai lebih tinggi daripada NTP Nasional, bahkan tertinggi ke-2 di di wilayah Sulampua (Sulawesi, Maluku, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat). Pada Juni 2014, dari 10 provinsi di wilayah Sulampua, tujuh provinsi sudah memiliki NTP diatas batas bawah kesejahteraan, dimana Maluku Utara merupakan salah satunya. Sedangkan tiga provinsi lain yaitu Maluku, Papua dan Sulawesi Utara masih memiliki NTP dibawah batas bawah kesejahteraan. Sedangkan jika dibandingkan dengan NTP Nasional yang sebesar 101,79, maka NTP Maluku Utara bersama tiga provinsi lain sudah berada diatas NTP nasional sedangkan lima provinsi lainnya masih dibawah level nasional dan Gorontalo memiliki NTP sama seperti Nasional. Grafik 6.3 Perkembangan NTP Maluku Utara Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah Tabel 6.4 Nilai Tukar Petani (NTP) Wilayah Sulampua No. Provinsi NTP Tahun 2014 Mei Juni Perubahan 1 Sulawesi Selatan 105,89 105,81-0,07 2 Maluku Utara 103,88 104,29 0,39 3 Sulawesi Tengah 103,54 103,77 0,23 4 Sulawesi Barat 103,32 103,27-0,04 5 Gorontalo 101,67 101,98 0,30 6 Sulawesi Tenggara 101,97 101,77-0,20 7 Papua Barat 100,46 100,66 0,20 8 Maluku 99,94 100,39 0,44 9 Sulawesi Utara 99,95 99,99 0,04 10 Papua 97,83 97,54-0,30 NASIONAL 101,88 101,98 0,10 Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah 80

97 BAB VI. KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN Tabel 6.5 Nilai Tukar Petani (NTP) Maluku Utara Per Subsektor Nilai Tukar Petani Maluku Utara Per Subsektor, Mei Juni 2014 (2012=100) Subsektor 2014 Mei Juni Perubahan (%) 1. Tanaman Pangan a. Indeks yang Diterima (It) 110,99 113,2 1,99 b. Indeks yang Dibayar (Ib) 108,99 109,74 0,69 c. Nilai Tukar Petani (NTPP) 101,84 103,16 1,30 2. Hortikultura a. Indeks yang Diterima (It) 118,37 119,71 1,13 b. Indeks yang Dibayar (Ib) 108,74 109,46 0,66 c. Nilai Tukar Petani (NTPH) 108,85 109,36 0,47 3. Tanaman Perkebunan Rakyat a. Indeks yang Diterima (It) 110,29 111,46 1,06 b. Indeks yang Dibayar (Ib) 108,71 109,39 0,62 c. Nilai Tukar Petani (NTPR) 101,45 101,89 0,44 4. Peternakan a. Indeks yang Diterima (It) 116,53 115,86-0,58 b. Indeks yang Dibayar (Ib) 106,74 107,07 0,31 c. Nilai Tukar Petani (NTPT) 109,17 108,21-0,88 5. Perikanan a. Indeks yang Diterima Nelayan dan Pembudidaya Ikan (It) 107,05 107,54 0,46 b. Indeks yang Dibayar Nelayan dan Pembudidaya Ikan (Ib) 108,27 108,95 0,63 c. Nilai Tukar Nelayan dan Pembudidaya Ikan (NTNP) 98,87 98,71-0, Perikanan Tangkap a. Indeks yang Diterima Nelayan (It) 105,82 106,43 0,57 b. Indeks yang Dibayar Nelayan (Ib) 108,21 108,87 0,62 c. Nilai Tukar Nelayan (NTN) 97,79 97,75-0, Perikanan Budidaya a. Indeks yang Diterima Pembudidaya Ikan (It) 119,94 119,26-0,57 b. Indeks yang Dibayar Pembudidaya Ikan (Ib) 108,89 109,76 0,80 c. Nilai Tukar Pembudidaya Ikan (NTPi) 110,15 108,66-1,36 Gabungan/Maluku Utara a. Indeks yang Diterima (It) 112,69 113,81 1,00 b. Indeks yang Dibayar (Ib) 108,48 109,13 0,60 c. Nilai Tukar Petani (NTP) 103,88 104,29 0,39 Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah 6.5 Tingkat Kemiskinan Jumlah penduduk miskin di Maluku Utara pada Maret 2014 mencapai 82,64 ribu orang (7,30%), turun 2,9 ribu orang (0,34%) dibandingkan dengan September 2013 yang sebesar 85,58 ribu orang (7,64%). Persentase penduduk miskin di Maluku Utara selama periode enam tahun terakhir ( ) secara umum terus mengalami penurunan. Dari sisi jumlah, mengalami penurunan selama Maret 2009 hingga September Kondisi ini terjadi baik di daerah perkotaan maupun di daerah perdesaan. 81

98 BAB VI. KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN Penurunan ini disebabkan oleh berkurangnya penduduk miskin di daerah perdesaan dari 74,56 ribu orang (9,19%) pada September 2013 menjadi 70,45 ribu orang (8,56%) pada Maret Namun demikian, kemiskinan daerah perkotaan di Maluku Utara justru mengalami kenaikan dari 11,02 ribu orang (3,56%) pada September 2013 menjadi 12,19 ribu orang (3,95%) pada Maret Periode Tabel 6.6 Perkembangan Penduduk Miskin di Maluku Utara Jumlah Penduduk Miskin (ribu) Persentase Penduduk Miskin (%) Kota Desa Kota+Desa Kota Desa Kota+Desa Kota Desa Kota+Desa Kota Desa Kota+Desa Kota Desa Kota+Desa September ,57 98,74 107,31 2,95 12,61 10, ,15 1,50 1,13 0,01 0,28 0,21 Maret ,57 84,35 91,91 2,55 10,69 8, ,28 1,82 1,40 0,09 0,46 0,36 September ,75 79,62 88,36 2,92 9,98 8, ,08 1,14 0,85 0,00 0,20 0,14 Maret ,16 74,04 83,20 2,99 9,22 7, ,31 0,95 0,78 0,05 0,18 0,14 September ,02 74,56 85,58 3,56 9,19 7, ,27 1,13 0,89 0,04 0,21 0,16 Maret ,19 70,45 82,64 3,95 8,56 7, ,43 1,35 1,10 0,07 0,33 0,26 Keterangan: P1 = Indeks Kedalaman Kemiskinan P2 = Indeks Keparahan Kemiskinan Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bulan) P1 (%) P2 (%) Garis Kemiskinan sangat mempengaruhi jumlah penduduk miskin, karena penduduk dapat dikatakan miskin apabila memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan. Garis kemiskinan sendiri dibagi menjadi dua jenis yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non-makanan (GKNM). Komoditas makanan di Maluku Utara masih memiliki peranan terhadap garis kemiskinan yang jauh lebih besar dibandingkan dengan peranan komoditas non-makanan, seperti perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Selama periode September 2013 Maret 2014, Garis Kemiskinan Maluku Utara naik sebesar 1,52%, yaitu dari Rp per kapita per bulan pada September2013 menjadi Rp perkapita per bulan pada Maret Kenaikan ini terjadi baik pada Garis Kemiskinan Makanan (GKM) maupun pada Garis Kemiskinan Non-makanan (GKNM). Besarnya tingkat pengeluaran garis kemiskinan Maluku Utara masih cukup jauh dari besarnya tingkat biaya hidup di Kota Ternate yang berdasarkan hasil Survei Biaya Hidup tahun 2012 yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) sebesar Rp dimana Kota Ternate merupakan kota dengan tingkat biaya hidup termahal ketiga di Indonesia setelah Jakarta dan Jayapura. Selain kenaikan pada GKM, pada periode yang sama juga terjadi kenaikan pada Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) yang mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung semakin menjauhi garis kemiskinan dan ketimpangan 82

99 BAB VI. KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN pengeluaran penduduk miskin juga semakin besar. Pada periode September 2013 Maret2014, indeks kedalaman kemiskinan (P1) dan indeks keparahan kemiskinan (P2) mengalami peningkatan. Indeks kedalaman kemiskinan naik dari 0,89 pada September 2013 menjadi 1,102 pada Maret Sementara, indeks keparahan kemiskinan juga mengalami peningkatan dari 0,162 menjadi 0,257 pada periode yang sama. Hal ini mencerminkan bahwa tingkat kemiskinan di daerah perkotaan masih lebih baik dibandingkan dengan daerah perdesaan. Hal ini juga ditunjukkan dari jumlah penduduk miskin di daerah perdesaan yang masih jauh diatas jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan. Tabel 6.7 Perkembangan Garis Kemiskinan di Provinsi Maluku Utara Garis Kemiskinan Daerah/Tahun (Rp/Kapita/Bulan) GKM GKNM GKM+GKNM Perkotaan September Maret Perdesaan September Maret Perkotaan+Perdesaan September Maret Keterangan GKM: Garis Kemiskinan Makanan GKNM: Garis Kemiskinan Non Makanan Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah 83

100 BAB VI. KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN 84

101 BAB VII. PROSPEK PEREKONOMIAN 7.1 Prospek Perekonomian Perekonomian Malut pada triwulan III 2014 dan untuk keseluruhan tahun 2014, masing-masing diperkirakan akan tumbuh pada level 6,15% - 6,55% (yoy) dan 6,47% - 6,97% (yoy). jika dibandingkan dengan ekonomi nasional, angka pertumbuhan ekonomi Malut 2014 masih lebih tinggi. Di sisi permintaan, permintaan domestik masih menjadi lokomotif utama ekonomi Malut. Sementara itu, kegiatan ekspor diprediksi terkoreksi lebih dalam dengan tingginya produksi di periode yang sama tahun sebelumnya. Di sisi penawaran, sektor pertanian akan mengalami peningkatan seiring dengan masuknya musim panen dan cuaca yang mendukung kegiatan pertanian. Sementara itu, sektor keuangan, khususnya perbankan, diprediksi tetap tumbuh stabil terlepas dari kebijakan suku bunga Bank Indonesia. Laju inflasi triwulan III 2014 diperkirakan menurun dibandingkan dengan triwulan II namun diperkirakan masih akan ada tekanan inflasi seiring dengan masih tingginya permintaan dan kenaikan tarif oleh pemerintah. Kenaikan tarif yang diprediksikan akan terjadi sepanjang 2014 adalah kenaikan tarif energi, bahan bakar serta tarif angkutan. Untuk itu, peran TPID diharapkan membantu menekan laju inflasi agar tidak bergerak lebih jauh seperti dalam hal pasokan dan kelancaran distribusi Grafik 7.1 Perkembangan PDRB Malut dan Proyeksinya Malut Nasional I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Proyeksi 85

102 BAB II. PROSPEK PEREKONOMIAN 7.2 Outlook Kondisi Makroekonomi Regional Perekonomian Malut di triwulan III 2014 masih didukung oleh tingkat permintaan domestik yang tinggi. Malut pada triwulan III 2014 diperkirakan masih tumbuh positif di kisaran 6,15% - 6,55% (yoy). Dari sisi permintaan, konsumsi rumah tangga masih menjadi pendorong utama dan konsumsi pemerintah berupa investasi pembangunan berbagai infrastruktur diharap dapat sesuai target sehingga akan mendorong laju investasi. Selain itu, kondisi Malut yang kondusif harus dipertahankan untuk tetap menjaga konsumsi swasta dan investasi tetap tumbuh dengan baik. Dari sisi produksi, sektor pertanian diprediksi akan mengalami pertumbuhan positif seiring dengan masuknya masa panen dan mendukungnya cuaca untuk kegiatan pertanian. Sementara itu, permintaan luar negeri akan hasil tambang belum bisa terpenuhi seiring masih berjalannya proses pembangunan smelter di Maluku Utara. Namun demikian, tingkat permintaan luar negeri akan komoditas asal Maluku Utara masih tinggi meskipun perekonomian dunia masih dalam masa recovery Sisi Permintaan Pada triwulan III 2014, komponen sisi permintaan diproyeksikan meningkat dibandingkan dengan triwulan II Peningkatan terjadi ada komponen konsumsi, baik konsumsi masyarakat maupun konsumsi pemerintah, serta investasi seiring dengan pembangunan di Malut yang berasal dari Investasi. Hal ini juga di dorong oleh kegiatan pemilihan legislatif dan eksekutif. Kinerja komponen konsumsi diperkirakan meningkat pada triwulan III 2014 sebesar 8,22%-8,72% didorong oleh ekspektasi konsumen yang tumbuh positif. Konsumsi rumah tangga di triwulan III 2014 diperkirakan meningkat seiring dengan optimisme masyarakat terhadap perekonomian Maluku Utara ditengah perlambatan ekonomi yang sedang terjadi baik di regional maupun di nasional. Konsumsi pemerintah juga diperkirakan tumbuh positif seiring dengan penyerapan dana APBD dan APBN melalui program-program pembangunan pemerintah. Tendensi ekspektasi konsumen pada triwulan III 2014 mendatang diperkirakan akan membaik dibandingkan triwulan laporan. Tendensi konsumen hasil Indeks Tendensi Konsumen (hasil survei BPS) menunjukkan arah meningkat. Indeks Tendensi Konsumen (ITK) di triwulan III diperkirakan sebesar 110,68, lebih tinggi dari triwulan laporan (110,14). Indeks perkiraan pendapatan rumah tangga diperkirakan sebesar 115,62, lebih tinggi dari triwulan laporan yang sebesar 115,59. Selain itu, rencana pembelian barang durable good tercatat pada angka positif. Tingkat optimisme 86

103 BAB II. PROSPEK PEREKONOMIAN masyarakat yang lebih tinggi terhadap perekonomian Malut di triwulan mendatang searah dengan proyeksi yang dibuat oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Maluku Utara. Grafik 7.2 Perkembangan ITK Malut dan Proyeksinya Komponen pembentukan modal tetap bruto diperkirakan akan meningkat pada triwulan III Keberlanjutan proyek-proyek multi years milik pemerintah serta milik swasta masih akan menjadi penopang pertumbuhan investasi Malut. Beberapa proyek besar yang sedang dan akan berlangsung adalah pembangunan smelter di Halmahera Timur, pelabuhan terintegrasi Bastiong di Ternate, pembangunan jalan lingkar beberapa pulau serta pelebaran jalan lintas Halmahera, pembangunan PLT Batu Bara di Tidore. Khusus untuk pembangunan smelter, berdasarkan hasil liaison Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Maluku Utara didapatkan informasi bahwa terdapat dua contact yang komitmen untuk melakukan pembangunan smelter di Malut. Kinerja perdagangan eksternal (ekspor-impor) diperkirakan masih akan tumbuh negatif seiring dengan masih terkoreksinya sisi ekspor Malut. Belum bisanya perusahaan tambang Malut untuk melakukan pemurnian bijih nikel merupakan penyebab utama terkoreksinya pertumbuhan ekspor Malut, terlebih lagi perusahaan tambang melakukan optimalisasi produksi pada tahun 2013 sehingga kecuraman koreksi kinerja ekspor akan semakin kasat mata. Pada tahun 2014, indeks harga internasional komoditas utama (nikel, kopra, cengkih, fuli, dan kakao) diperkirakan sedikit membaik. Harga nikel hanya membaik pada triwulan II 2014 dengan tumbuh sebesar 33,78% dari akhir Masih turunnya rendahnya harga nikel karena berlimpahnya pasokan. Pemulihan harga akan tergantung perkembangan ekonomi Tiongkok yang mencerminkan 45% permintaan dunia. Sementara harga kakao diperkirakan meningkat, sejalan dengan kekhawatiran atas pasokan komoditas tersebut yang diperkirakan turun 2,9% pada

104 BAB II. PROSPEK PEREKONOMIAN Sedangkan harga kopra, cengkih dan fuli masih diperkirakan cukup stabil seiring masih tingginya permintaan akan komoditas dimaksud dan kapasitas produksi dunia akan komoditas tersebut belum mengalami pertumbuhan yang signifikan. Grafik 7.3 Perkembangan Harga Internasional Nikel Sumber : IMF Sisi Penawaran Pada triwualn III 2014, sektor utama ekonomi Malut tumbuh cukup tinggi namun masih terdapat tantangan yang dapat menahan laju produksi. Sektor yang tercatat tumbuh negatif adalah sektor pertambangan dan penggalian seiring belum rampungnya pembangunan smelter di Malut. Khusus untuk sektor keuangan diperkirakan target kredit nasional Bank Indonesia (15%-17%), telah diterapkan perbankan dalam menjalankan rencana bisnis bank. Namun demikian, pertumbuhan ekonomi Malut tersebut masih akan tetap berada di atas level pertumbuhan ekonomi nasional, dan dapat mendukung target perkiraan pertumbuhan ekonomi nasional pada tahun 2014 (5,1%-5,5%; yoy). Sektor pertanian, terutama subsektor tabama diperkirakan akan tumbuh positif pada triwulan III Hal ini seiring dengan jadwal panen raya tanaman padi Malut yang jatuh pada triwulan III dan IV diperkirakan akan mampu mendorong kinerja sektor pertanian. Pengembangan klasterklaster holtikultura seperti bawang dan sayur-mayur di Malut akan meningkatkan kapasitas produksi internal Malut dan mengurangi ketergantungan akan impor dari daerah lain dengan harapan dapat menekan tingkat harga komoditas volatile food. Sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR) diperkirakan akan kembali tumbuh meningkat pada triwulan III 2014 setelah mengalami perlambatan pada triwulan II Dampak UU Minerba 88

105 BAB II. PROSPEK PEREKONOMIAN memang berdampak pada sektor-sektor lainnya termasuk sektor PHR sehingga menyebabkan perlambatan pertumbuhan. Namun demikian, dengan semakin membaiknya infrastruktur dasar di Maluku Utara dan laju investasi yang terus berjalan serta didukung oleh pembangunan pusat-pusat perbelanjaan oleh pemerintah daerah akan mendukung pertumbuhan sektor PHR lebih tinggi dari triwulan sebelumnya. Sektor industri pengolahan diperkirakan akan tumbuh sedikit meningkat pada triwulan III 2014 dibandingkan triwulan II Tingkat konsumsi masyarakat yang masih tinggi di triwulan III 2014 serta dengan dibangunnya pabrik pengolahan tepung kasbi/singkong di Halmahera Utara akan mendorong pertumbuhan sektor ini ke atas. Walaupun tidak naik signifikan, namun optimisme konsumen terhadap kondisi perekonomian di triwulan III 2014 akan menjaga tingkat konsumsi domestik di tingkat yang tinggi. Sektor pertambangan diperkirakan akan tumbuh terkoreksi lebih dalam lagi pada triwulan III Tingginya basis produksi pada triwulan III 2013 akan semakin memperdalam ketimpangan kinerja dengan triwulan III Pasca implementasi UU Minerba per Januari 2014, sebagian besar perusahaan tambang yang beroperasi di Malut berhenti beroperasi. Hal ini dikarenakan pabrik pemurnian atau smelter yang menjadi persyaratan utama perusahaan tambang untuk dapat melakukan penjualan komoditasnya ke luar negeri dengan tujuan memberikan nilai tambah sehingga akan meningkatkan pendapatan dari sektor yang satu ini. Kondisi ini diprediksi masih akan bertahan hingga akhir 2014 bahkan terdapat tendensi kondisi ini masih belum berubah signifikan pada tahun Kemudian, sektor keuangan diperkirakan akan tumbuh meningkat yang diindikasikan oleh pertumbuhan aset, kredit dan DPK perbankan Malut hingga triwulan II 2014 yang masing-masing tumbuh 12,54% (yoy), 10,13% (yoy), 12,91% (yoy). Pertumbuhan tahun 2014 tersebut masih searah dengan perkiraan Bank Indonesia terhadap pertumbuhan kredit dan DPK pada kisaran 15%-17%. Hasil Survei Perbankan Bank Indonesia triwulan II-2014 menghasilkan perkiraan pertumbuhan kredit 2014 akan sebesar 18,2%, lebih rendah dari hasil survei sebelumnya (21,8%). Selain itu, didapatkan informasi bawah diprediksi akan terjadi perlambatan kredit dan peningkatan DPK secara triwulanan yang akan menyebabkan peningkatan suku bunga dana dan suku bunga kredit pada triwulan III

106 BAB II. PROSPEK PEREKONOMIAN 7.3 Outlook Inflasi Daerah Laju inflasi di triwulan III 2014 secara umum berpotensi untuk bergerak turun yaitu dikisaran 5,77%±1 (yoy). Namun demikian, beberapa faktor dapat meningkatkan tekanan inflasi di Maluku Utara yang diantaranya adalah peningkatan tarif energi, bahan bakar dan angkutan yang berasal dari sisi administered price. Tekanan harga dari sisi permintaan terprediksi turun seiring turunnya ekspektasi permintaan masyarakat seiring selesainya puasa Ramadhan dan hari raya Idul Fitri. Inflasi volatile food diperkirakan akan turun ke level moderat seiring turunnya permintaan dari masyarakat. Masuknya Maluku Utara ke musim panen dan mulai naiknya curah hujan akan meningkatkan kemampuan produksi Malut akan tabama dan tanaman holtikultura sehingga akan meningkatkan pasokan komoditas-komoditas tersebut ke pasar. Namun demikian, dengan masuknya musim hujan maka berpotensi untuk menyebabkan naiknya tinggi gelombang di Maluku Utara dan akan mempengaruhi kapasitas produksi subsektor perikanan. Inflasi administered price tahun 2014 diperkirakan akan terakselerasi seiring rencana penyesuaian tarif energi, bahan bakar dan angkutan oleh pemerintah. Beberapa rencana pemerintah untuk menaikkan beberapa harga seperti tarif listrik, tarif angkutan, harga LPG 12 kg, serta rencana pemerintah untuk kembali menaikkan harga BBM yang masih dalam proses pengkajian. Kenaikan tarif-tarif tersebut akan meningkatkan fix cost production berbagai proses produksi dan berpotensi untuk meningkatkan harga. Komponen core inflation diperkirakan akan bergerak turun namun masih pada level moderat. Hal ini dikarenakan oleh turunnya permintaan dari masyarakat seiring selesainya puasa Ramadhan. Namun demikian, pushed inflation yang berasal dari komponen administered price yaitu dari naiknya beberapa tarif yang ditentukan oleh pemerintah dapat mendongrak harga komoditas di Maluku Utara. Terlebih lagi karakteristik inflasi di Maluku Utara yang peningkatannya berada pada magnitude yang lebih tinggi dibandingkan nasional serta provinsi lain di Sulampua. 90

107

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI MALUKU UTARA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI MALUKU UTARA LAPORAN TRIWULANAN KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI MALUKU UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI MALUKU UTARA Jl. Jos Sudarso No.1 Tenate Telp. 62-921-3121217 Fax : 62-921-3124017

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI MALUKU UTARA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI MALUKU UTARA LAPORAN TRIWULANAN KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI MALUKU UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI MALUKU UTARA Jl. Jos Sudarso No.1 Tenate Telp. 62-921-3121217 Fax : 62-921-3124017

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI MALUKU UTARA

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI MALUKU UTARA LAPORAN TRIWULANAN KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI MALUKU UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI MALUKU UTARA Jl. Jos Sudarso No.1 Tenate Telp. 62-921-3121217 Fax : 62-921-312417 LAPORAN TRIWULANAN

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI MALUKU UTARA

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI MALUKU UTARA LAPORAN TRIWULANAN KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI MALUKU UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI MALUKU UTARA Jl. Jos Sudarso No.1 Tenate Telp. 62-921-3121217 Fax : 62-921-3124017 LAPORAN TRIWULANAN

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Penurunan momentum pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau di periode ini telah diperkirakan sebelumnya setelah mengalami tingkat pertumbuhan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH VISI Menjadi Kantor Bank Indonesia yang dapat dipercaya di daerah melalui peningkatan peran dalam menjalankan tugas-tugas Bank Indonesia yang diberikan. MISI Mendukung

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI MALUKU UTARA KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI MALUKU UTARA TRIWULAN II 2015 KATA PENGANTAR Tugas Bank Indonesia berdasarkan UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan II 2012 tercatat sebesar 7,25%, mengalami perlambatan dibandingkan

Lebih terperinci

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN Transaksi sistem pembayaran tunai di Gorontalo pada triwulan I-2011 diwarnai oleh net inflow dan peningkatan persediaan uang layak edar. Sementara itu,

Lebih terperinci

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: November 2017 Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh

Lebih terperinci

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang. ~UUD 1945 Pasal 23 D~ Bank Indonesia

Lebih terperinci

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: Februari 2018 Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Pada triwulan I 2012 pertumbuhan Kepulauan Riau mengalami akselerasi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 6,34% (yoy)

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Asesmen Ekonomi Perekonomian Kepulauan Riau (Kepri) pada triwulan II-2013 mengalami pelemahan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN III-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX 2013 KATA PENGANTAR Buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara merupakan terbitan

Lebih terperinci

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang. ~UUD 1945 Pasal 23 D~ Bank Indonesia

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH Ekonomi Aceh dengan migas pada triwulan II tahun 2013 tumbuh sebesar 3,89% (yoy), mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 4,79% (yoy). Pertumbuhan

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan III 2012 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan I 2013 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 1.2 SISI PENAWARAN Di sisi penawaran, hampir keseluruhan sektor mengalami perlambatan. Dua sektor utama yang menekan pertumbuhan ekonomi triwulan III-2012 adalah sektor pertanian dan sektor jasa-jasa mengingat

Lebih terperinci

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Triwulan III 2015 1 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat-nya (KEKR) Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan III

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan -2012 Asesmen Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2012 tercatat 8,21% lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2011 yang tercatat

Lebih terperinci

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL Perekonomian Gorontalo pada triwulan II-2013 tumbuh 7,74% (y.o.y) relatif lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 7,63% (y.o.y). Angka tersebut

Lebih terperinci

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara Ringkasan Eksekutif Asesmen Ekonomi Di awal tahun 2009, imbas krisis finansial global terhadap perekonomian Kepulauan Riau dirasakan semakin intens. Laju pertumbuhan ekonomi memasuki zona negatif dengan

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi & Keuangan Regional Triwulan III 2014

Kajian Ekonomi & Keuangan Regional Triwulan III 2014 Kajian Ekonomi & Keuangan Regional Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Tenggara KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL (www.bi.go.id) KATA PENGANTAR Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2014 No. 048/08/63/Th XVIII, 5Agustus PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- Ekonomi Kalimantan Selatan pada triwulan II- tumbuh sebesar 12,95% dibanding triwulan sebelumnya (q to q) dan apabila

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 263 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH Perbankan Aceh PERKEMBANGAN PERBANKAN DI ACEH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN 4-2012 45 Perkembangan Perbankan Aceh Kinerja perbankan (Bank

Lebih terperinci

L A M P I R A N. Kantor Bank Indonesia Ambon 1 PERTUMBUHAN TAHUNAN (Y.O.Y) PDRB SEKTORAL

L A M P I R A N. Kantor Bank Indonesia Ambon 1 PERTUMBUHAN TAHUNAN (Y.O.Y) PDRB SEKTORAL PERTUMBUHAN TAHUNAN (Y.O.Y) PDRB SEKTORAL No. Sektor 2006 2007 2008. 1 Pertanian 3.90% 4.01% 3.77% 0.31% 2.43% 3.29% 2.57% 8.18% 5.37% 4.23% 2.69% -0.49% 2 Pertambangan dan Penggalian -3.24% 77.11% 8.98%

Lebih terperinci

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: MEI 2017 Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh

Lebih terperinci

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: AGUSTUS 2017 Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI MALUKU UTARA

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI MALUKU UTARA LAPORAN TRIWULANAN KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI MALUKU UTARA BANK INDONESIA TERNATE Jl. Jos Sudarso No.1 Tenate Telp. 62-921-3121217 Fax : 62-921-3124017 LAPORAN TRIWULANAN KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Propinsi Kepulauan Bangka Belitung Triwulan I - 2009 Kantor Bank Indonesia Palembang KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 Januari 2013 Kinerja Ekonomi Daerah Cukup Kuat, Inflasi Daerah Terkendali Ditengah perlambatan perekonomian global, pertumbuhan ekonomi berbagai daerah di Indonesia

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan III 2015

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan III 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan III 215 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017 1 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

Halaman ini sengaja dikosongkan.

Halaman ini sengaja dikosongkan. 2 Halaman ini sengaja dikosongkan. KATA PENGANTAR Puji serta syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan ridha- IV Barat terkini yang berisi mengenai pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan IV 2012 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH Pertumbuhan ekonomi Aceh pada triwulan III tahun 212 sebesar 5,21% (yoy), mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 5,9% (yoy), namun masih lebih

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan IV 2015

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan IV 2015 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan IV 215 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sulawesi Selatan Triwulan IV 213 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH I SULAWESI MALUKU PAPUA Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN I-2013

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN I-2013 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN I-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX 2013 KATA PENGANTAR Buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara merupakan terbitan rutin

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Ternate, 22 Februari 2017 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI MALUKU UTARA. Dwi Tugas Waluyanto Kepala Perwakilan

KATA PENGANTAR. Ternate, 22 Februari 2017 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI MALUKU UTARA. Dwi Tugas Waluyanto Kepala Perwakilan FEBRUARI 2017 KATA PENGANTAR Tugas Bank Indonesia berdasarkan UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2004 adalah menetapkan dan melaksanakan kebijakan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2013 No. 046/08/63/Th XVII, 2 Agustus 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2013 Ekonomi Kalimantan Selatan pada triwulan II-2013 tumbuh sebesar 13,92% (q to q) dan apabila dibandingkan dengan

Lebih terperinci

TRIWULAN III 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH I SULAWESI MALUKU PAPUA

TRIWULAN III 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH I SULAWESI MALUKU PAPUA Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan TRIWULAN III 214 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH I SULAWESI MALUKU PAPUA Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan II 2014 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan II - 2014

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan I2010 Kantor Bank Indonesia Palangka Raya KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat Nya sehingga Kajian

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan III 2010 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Ternate, 21 November 2016 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI MALUKU UTARA. Dwi Tugas Waluyanto Kepala Perwakilan

KATA PENGANTAR. Ternate, 21 November 2016 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI MALUKU UTARA. Dwi Tugas Waluyanto Kepala Perwakilan NOVEMBER 2016 KATA PENGANTAR Tugas Bank Indonesia berdasarkan UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2004 adalah menetapkan dan melaksanakan kebijakan

Lebih terperinci

Daftar Isi. Kata Pengantar... i Daftar Isi...ii Daftar Tabel...iv Daftar Grafik... v Daftar Lampiran... vii Tabel Indikator Ekonomi Terpilih

Daftar Isi. Kata Pengantar... i Daftar Isi...ii Daftar Tabel...iv Daftar Grafik... v Daftar Lampiran... vii Tabel Indikator Ekonomi Terpilih Visi Bank Indonesia: Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya (kredibel) secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017 MEI KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-nya Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa Tengah Mei dapat dipublikasikan. Buku ini

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN II-2011

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN II-2011 No. 06/08/62/Th. V, 5 Agustus 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN II-2011 Pertumbuhan ekonomi Kalimantan Tengah triwulan I-II 2011 (cum to cum) sebesar 6,22%. Pertumbuhan tertinggi pada

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2011 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2011 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan stabil Misi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA AGUSTUS 2017 Vol. 3 No. 2 Triwulanan April - Jun 2017 (terbit Agustus 2017) Triwulan II 2017 ISSN 2460-490257 e-issn 2460-598212 KATA PENGANTAR RINGKASAN

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Ekonomi Pemulihan ekonomi Kepulauan Riau di kuartal akhir 2009 bergerak semakin intens dan diperkirakan tumbuh 2,47% (yoy). Angka pertumbuhan berakselerasi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN IV-28 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 18 BANDUNG Telp : 22 423223 Fax : 22 4214326 Visi Bank Indonesia Menjadi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN II 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN II 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA TRIWULAN II 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat

Lebih terperinci

BAB 4 : KEUANGAN DAERAH

BAB 4 : KEUANGAN DAERAH BAB 4 KEUANGAN DAERAH BAB 4 : KEUANGAN DAERAH Realisasi penyerapan belanja daerah relatif lebih baik dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya meskipun secara besaran belum mencapai target anggaran

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2010 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2010 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan stabil Misi

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN, DAN KEMISKINAN

PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN, DAN KEMISKINAN PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN, DAN KEMISKINAN PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN DAN KEMISKINAN Kinerja perekonomian Indonesia masih terus menunjukkan tren peningkatan dalam beberapa triwulan

Lebih terperinci

BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN

BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN No. 63/11/73/Th. VIII, 5 November 2014 EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN III TUMBUH SEBESAR 6,06 PERSEN Perekonomian Sulawesi Selatan pada triwulan III tahun 2014 yang diukur

Lebih terperinci

BAB 7 : OUTLOOK EKONOMI

BAB 7 : OUTLOOK EKONOMI BAB 7 OUTLOOK EKONOMI BAB 7 : OUTLOOK EKONOMI Perekonomian Gorontalo pada triwulan II- diperkirakan lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan I-. Kondisi ini diperkirakan didorong oleh proyeksi kenaikan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROPINSI SULAWESI SELATAN TRIWULAN-II Kajian Ekonomi Regional Sulawesi Selatan Triwulan II-2008 i

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROPINSI SULAWESI SELATAN TRIWULAN-II Kajian Ekonomi Regional Sulawesi Selatan Triwulan II-2008 i KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROPINSI SULAWESI SELATAN TRIWULAN-II 008 Kajian Ekonomi Regional Sulawesi Selatan Triwulan II-008 i Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank Kata Pengantar

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN II-2008 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

No.11/02/63/Th XVII. 5 Februari 2014

No.11/02/63/Th XVII. 5 Februari 2014 No.11/02/63/Th XVII. 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2013 Secara triwulanan, PDRB Kalimantan Selatan triwulan IV-2013 menurun dibandingkan dengan triwulan III-2013 (q-to-q)

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN I-2008 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA Vol. 3 No. 3 Triwulanan Juli - September 2017 (terbit November 2017) Triwulan III 2017 ISSN xxx-xxxx e-issn xxx-xxxx KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA NOVEMBER 2017 DAFTAR ISI 2 3 DAFTAR

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS 2017 1 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau Ringkasan Eksekutif Asesmen Ekonomi Kondisi perekonomian provinsi Kepulauan Riau triwulan II- 2008 relatif menurun dibanding triwulan sebelumnya. Data perubahan terakhir Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH Triwulan I 216 VISI Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau pada triwulan II-2010 diestimasi sedikit melambat dibanding triwulan sebelumnya. Badan Pusat Statistik

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO Triwulan II-29 Perekonomian Indonesia secara tahunan (yoy) pada triwulan II- 29 tumbuh 4,%, lebih rendah dari pertumbuhan triwulan sebelumnya (4,4%). Sementara itu, perekonomian

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017 FEBRUARI 217 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunianya Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa Tengah Februari 217 dapat dipublikasikan.

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN IV/2012 DAN TAHUN 2012

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN IV/2012 DAN TAHUN 2012 No. 06/02/62/Th. VII, 5 Februari 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN IV/2012 DAN TAHUN 2012 Perekonomian Kalimantan Tengah triwulan IV-2012 terhadap triwulan III-2012 (Q to Q) secara siklikal

Lebih terperinci

No. Sektor No. Sektor No. Jenis Penggunaan

No. Sektor No. Sektor No. Jenis Penggunaan PDRB SEKTORAL Berdasarkan Harga Berlaku (Rp Miliar) No. Sektor 2006 2007 1 Pertanian 431.31 447.38 465.09 459.18 462.01 491.83 511.76 547.49 521.88 537.38 2 Pertambangan dan Penggalian 11.48 11.44 11.80

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN I- 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN I- 2013 No. 027/05/63/Th XVII, 6 Mei 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN I- 2013 Perekonomian Kalimantan Selatan triwulan 1-2013 dibandingkan triwulan 1- (yoy) tumbuh sebesar 5,56 persen, dengan

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan V2012 Asesmen Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2012 tercatat 8,21% lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2011 yang tercatat

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR No. 13/02/35/Th.XI, 5 Februari 2013 Ekonomi Jawa Timur Tahun 2012 Mencapai 7,27 persen Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Lebih terperinci

Triwulan III Kajian Ekonomi Regional Banten

Triwulan III Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan III 212 Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan III 212 1 Triwulan III 212 Halaman ini sengaja dikosongkan 2 Triwulan III 212 KATA PENGANTAR Puji serta syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT,

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN I TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN I TAHUN 2014 No. 28/05/72/Thn XVII, 05 Mei 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN I TAHUN 2014 Perekonomian Sulawesi Tengah triwulan I-2014 mengalami kontraksi 4,57 persen jika dibandingkan dengan triwulan

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan I 2012 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui

Lebih terperinci

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014 Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ...Memberikan saran kepada pemerintah daerah mengenai kebijakan

Lebih terperinci

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014 Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ...Memberikan saran kepada pemerintah daerah mengenai kebijakan

Lebih terperinci

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL Perekonomian Gorontalo triwulan I-2013 tumbuh 7,63% (y.o.y) lebih baik dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 7,57% (y.o.y.) Pencapaian tersebut masih

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI MALUKU UTARA

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI MALUKU UTARA LAPORAN TRIWULANAN KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI MALUKU UTARA BANK INDONESIA TERNATE Jl. Jos Sudarso No.1 Tenate Telp. 62-921-3121217 Fax : 62-921-3124017 LAPORAN TRIWULANAN KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I 2016 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi Regional Provinsi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan I2009 Kantor Bank Indonesia Palangka Raya KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmatnya sehingga Laporan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI MALUKU UTARA

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI MALUKU UTARA LAPORAN TRIWULANAN KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI MALUKU UTARA BANK INDONESIA TERNATE Jl. Jos Sudarso No.1 Tenate Telp. 62-921-3121217 Fax : 62-921-3124017 LAPORAN TRIWULANAN KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2014 No. 47/08/72/Thn XVII, 05 Agustus PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN II TAHUN Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah yang diukur berdasarkan kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) pada triwulan

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Banten

Kajian Ekonomi Regional Banten Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan I - 2009 i Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan segala rahmat-nya sehingga penyusunan buku Kajian Ekonomi Regional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan IV - 2015 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Unit Asesmen

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH Pertumbuhan ekonomi Aceh pada triwulan IV tahun sebesar 5,18% (yoy), sedikit mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 5,21% (yoy), namun masih

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN IV-2009 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 1.2 SISI PENAWARAN Dinamika perkembangan sektoral pada triwulan III-2011 menunjukkan arah yang melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Keseluruhan sektor mengalami perlambatan yang cukup signifikan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan II - 29 Kantor Ringkasan Eksekutif KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan anugerah-nya sehingga

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 72/11/35/Th. X, 5 November 2012 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN III-2012 Ekonomi Jawa Timur Triwulan III Tahun 2012 (y-on-y) mencapai 7,24 persen

Lebih terperinci