Aplikasi Metode Simulated Annealing pada Inversi Data Magnetotellurik 1-D

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Aplikasi Metode Simulated Annealing pada Inversi Data Magnetotellurik 1-D"

Transkripsi

1 Aplkas Metode Smulated Annealng pada Invers Data Magnetotellurk -D Hendra Grands, 3), Prhad S.A. 2), Tta R. Puspta 3) ) KK Ilmu dan Teknk Geofska, FTTM - ITB 2) KK Geolog Terapan, FITB - ITB 3) Program Stud Teknk Geofska, FTTM - ITB Abstrak Makalah n membahas metoda nvers non-lner menggunakan teknk Smulated Annealng yang menru proses termodnamka pendngnan substans hngga mencapa keadaan setmbang dengan energ mnmum. Metoda tersebut dterapkan pada nvers data magnetotellurk -D dmana parameter model adalah resstvtas yang bervaras terhadap kedalaman. Perturbas model dlakukan secara acak untuk mencapa msft mnmum antara data perhtungan dengan data pengamatan. Penghalusan model dperlukan agar dhaslkan model yang lebh realsts secara geolog. Invers data sntetk dan data lapangan menunjukkan hasl yang cukup memuaskan. Dengan memperhtungkan faktor ekvalens, model sntetk dapat dperoleh kembal dengan cukup bak dengan data msft sektar 0%. Hasl nvers data lapangan menunjukkan dstrbus resstvtas bawah-permukaan yang konssten dengan konds geolog setempat. Abstract Ths paper descrbes a non-lnear nverson method employng smulated annealng technque that mtates a thermodynamc process n whch a substance s cooled down slowly to acheve an equlbrum state wth a mnmum energy. The method was appled to nvert -D magnetotellurc data n whch the model parameter s resstvty varyng wth depth. Random model perturbatons were effected n search for a mnmum data msft. Model smoothness constran was needed to obtan geologcally realstc model. Inversons of synthetc and feld data showed satsfactory results. By consderng equvalence problems, synthetc models were resolved relatvely well wth data msft around 0%. Inversons of feld data showed subsurface resstvty dstrbuton that agrees well wth the geologcal condton of the surveyed area. Pendahuluan Pemodelan geofska dlakukan untuk memperkrakan dstrbus sfat fss bawahpermukaan berdasarkan data yang dukur d permukaan bum. Pada pemodelan nvers dcar model optmum yang berasosas dengan mnmum suatu fungs obyektf. Pada umumnya fungs obyektf merupakan selsh kuadratk antara respons model dengan data observas. Pada kasus magnetotellurk (MT) -D resstvtas hanya bervaras terhadap kedalaman sehngga model dapat drepresentaskan oleh lapsan-lapsan horsontal dengan parameter model adalah resstvtas dan ketebalan tap lapsan. Meskpun pemodelan MT -D relatf sederhana, hubungan antara data dengan parameter model sangat tdak lner sehngga nvers dengan pendekatan lner serng danggap kurang memada (Fscher dan Webel, 99; Grands, 999).

2 Pemodelan nvers non-lner dengan pendekatan lner sangat senstf terhadap pemlhan model awal. Model awal harus cukup dekat dengan solus atau model yang dcar. Model awal yang jauh dar solus dan berbeda dapat menghaslkan model nvers yang berbeda pula dan tdak optmum. Solus yang tdak optmum berasosas dengan mnmum lokal dar fungs obyektf. Dengan demkan dperlukan nformas "a pror" tentang model yang cukup akurat agar pemodelan nvers non-lner dengan pendekatan lner dapat menghaslkan solus yang optmum (Pedersen dan Rasmussen, 989). Untuk mengatas keterbatasan pendekatan lner atau lokal maka dgunakan pendekatan global pada pemodelan nvers non-lner. Pada pendekatan global, tdak dperlukan perhtungan graden fungs obyektf yang hanya melbatkan pendekatan orde pertama (lnersas). Ruang model dmana terdapat solus (model) yang dcar ddefnskan oleh batas mnmum dan maksmum harga setap parameter model. Pencaran mnmum fungs obyektf pada ruang model tersebut dlakukan secara acak (random) namun secara perlahan sfat acaknya semakn berkurang sesua dengan prnsp Smulated Annealng (SA). Metode Smulated Annealng dalam nvers termasuk dalam kategor guded random search dan ddasarkan pada analog dengan proses termodnamka pembentukan krstal suatu substans. Pada temperatur tngg suatu substans berbentuk car, kemudan proses pendngnan secara perlahan-lahan menyebabkan terbentuknya krstal yang berasosas dengan energ sstem yang mnmum. Pengujan metoda Smulated Annealng dlakukan melalu nvers data sntetk yang merupakan respons model sntetk sederhana (3 lapsan). Invers data lapangan menghaslkan dstrbus resstvtas bawah permukaan yang dapat menjelaskan konds geolog daerah penyeldkan. Pemodelan Kedepan MT -D Pada kasus MT -D resstvtas hanya bervaras terhadap kedalaman sehngga model dapat drepresentaskan oleh lapsan-lapsan horsontal dengan parameter model adalah resstvtas ;, 2,, n dan ketebalan h ;, 2,, n tap lapsan, dmana n adalah jumlah lapsan (lhat Gambar ). Perhtungan forward modelng MT untuk memperoleh respons model -D ddasarkan pada persamaan rekursf yang menghubungkan mpedans (perbandngan komponen horsontal medan lstrk dan medan magnet) pada dua lapsan yang berurutan (Grands, 999; Grands et al, 999). Impedans pada lapsan ke- dnyatakan oleh persamaan berkut: Z R exp( 2kh ) Z0 () R exp( 2k h ) Z0 Z R ; Z Z 0 Z 0 2 T 0 ; k Z 0 dmana dan h masng-masng adalah resstvtas dan ketebalan lapsan ke-, 7 sedangkan T adalah perode dan H/meter. Z 0 adalah mpedans ntrnsk 2

3 lapsan ke- yatu mpedans dengan menganggap lapsan tersebut sebaga medum homogen setengah-ruang (half-space). permukaan h 2 h 2 3. h 3 z 0 = 0 z z 2 z3 n - h n - z n -2 z n - n Gambar. Model resstvtas -D yang terdr dar n lapsan horsontal, masng-masng dengan resstvtas homogen k dan ketebalan h k. Lapsan terakhr adalah half-space dengan ketebalan tak-hngga. Perhtungan mpedans dmula dar lapsan terakhr dmana mpedans lapsan tersebut adalah mpedans ntrnsknya atau Zn Z0n. Kemudan persamaan rekursf () dgunakan untuk menghtung mpedans lapsan d atas lapsan terakhr (lapsan n-) demkan seterusnya hngga dperoleh mpedans d lapsan pertama (permukaan bum). Algortma perhtungan respons model MT -D dperlhatkan pada Gambar 2. Respons model MT -D umumnya dnyatakan sebaga resstvtas semu ( a ) dan fasa () sebaga fungs dar perode yang dhtung dar mpedans d permukaan bum (Z ) menggunakan persamaan berkut: 2 a Z (2a) 0 tan Im Z Re Z (2b) Berdasarkan persamaan () dan (2) pemodelan MT -D relatf sederhana karena hanya bersfat analtk. Meskpun demkan hubungan antara data dengan parameter model sangat tdak lner sehngga nvers MT -D serng dmanfaatkan sebaga contoh kasus penyelesaan nvers non-lner menggunakan pendekatan lokal maupun global. Hubungan antara data dengan parameter model yang sangat tdak lner menyebabkan nvers MT -D dengan pendekatan lner serng kurang memada. 3

4 Gambar 2. Algortma perhtungan pemodelan kedepan MT -D. Metode Smulated Annealng Metode Smulated Annealng merupakan salah satu metode guded random search atau pencaran acak terarah dalam pemodelan nvers. Metode n ddasarkan pada analog dengan proses termodnamka pembentukan krstal suatu substans. Pada temperatur tngg suatu substans berbentuk car, kemudan proses pendngnan secara perlahanlahan menyebabkan terbentuknya krstal yang berasosas dengan energ sstem yang mnmum. Probabltas Boltzmann menyatakan hubungan antara probabltas suatu sstem pada konfguras m dan temperatur T dengan energ E sebaga fungs dar konfguras tersebut: P( m) exp( E( m)/ k T ) (3) dmana k adalah konstanta Boltzmann dan konfguras sstem dnyatakan oleh M parameter yatu m = (m, m 2,, m M ). Menurut persamaan (3) sstem yang mengalam perubahan konfguras dan perturbas yang menghaslkan konfguras dengan energ rendah memlk probabltas lebh besar. 4

5 Meskpun demkan pada temperatur tngg, perturbas yang menghaslkan konfguras dengan energ tngg mash dmungknkan (probabltas tdak nol). Pada saat temperatur menurun, perturbas yang menghaslkan konfguras dengan energ lebh rendah memlk probabltas makn besar, sedangkan perturbas yang menghaslkan konfguras dengan energ lebh tngg probabltasnya makn kecl. Pada T mendekat 0 terbentuk krstal yatu konfguras dengan energ mnmum. Jka proses pendngnan terlalu cepat maka konds kesetmbangan dengan energ mnmum tdak dapat dcapa sehngga terbentuk pol-krstal atau gelas yang bersfat amorf. Proses pembentukan krstal (annealng) dalam termodnamka dadops dalam penyelesaan masalah nvers, yatu dengan menggunakan parameter model m untuk mendefnskan konfguras sstem dan fungs obyektf (msft) E sebaga energ. Dalam hal nvers, T merupakan faktor pengontrol yang tetap dsebut sebaga "temperatur" meskpun tdak memlk art fss sebagamana pada proses annealng. Dalam hal n satuan T sama dengan satuan fungs obyektf dan dplh k =. Perturbas model dengan mekansme Smulated Annealng dmaksudkan untuk mengeksploras ruang model secara acak namun lebh terarah. Beberapa algortma yang dapat dgunakan untuk mengmplementaskan metode Smulated Annealng pada nvers non-lner antara lan adalah algortma Metropols, algortma heat bath, algortma ranta Markov (Markov Chans) dan lan lan. Dalam makalah n dgunakan algortma Metropols sederhana yang pada dasarnya terdr dar dua langkah, yatu perturbas model dan penentuan dterma atau tdaknya perturbas model tersebut. Ruang model harus ddefnskan terlebh dahulu dengan menentukan secara "a pror" mn max nterval harga mnmum dan maksmum parameter model [ m, m ], =, 2, M dmana M adalah jumlah parameter model. Interval tersebut tdak perlu sama untuk setap elemen parameter model. Perturbas atau pemlhan harga parameter model m dtentukan secara acak sebaga blangan sebarang dalam nterval mn max m < m < m. Caranya adalah mengambl blangan acak R dengan probabltas unform antara 0 dan yang dpetakan menjad harga parameter model menggunakan persamaan berkut: m mn max mn m R ( m m ) (4) Penggunaan persamaan (4) d atas untuk perturbas model atau menentukan harga parameter model menghaslkan blangan kontnyu dalam nterval mn max m < m < m. Alternatf mekansme perturbas yang lan adalah memlh secara acak harga dskret mn max mn max dalam nterval [ m, m ]. Msalnya nterval [ m, m ] terbag menjad L subnterval, yatu [ m, m,, m ]. Parameter model dtentukan dengan mengambl 2 L blangan acak R dengan probabltas unform antara 0 dan yang dpetakan menjad blangan bulat antara dan L. Blangan bulat tersebut menjad ndeks dar m yang terplh sebaga harga parameter model. Hal n akan dbahas secara lebh detal kemudan pada bagan parametersas model. Sebagamana batas harga mnmum dan maksmum dapat berbeda untuk setap parameter model, maka jumlah sub-nterval tersebut dapat pula berbeda untuk setap 5

6 parameter model. Hal tersebut dmaksudkan untuk menentukan resolus masng-masng parametrer model dalam penyelesaan nvers. Dengan demkan jumlah sub-nterval L memlk ndeks sesua elemen atau ndeks parameter model, L. Pada suatu teras ke-n perturbas model menghaslkan perubahan fungs obyektf atau perubahan msft E dmana E = E n E n-. Terdapat dua kemungknan harga E yang dhaslkan, yatu E 0 atau E > 0 yang akan menentukan penermaan atau penolakan hasl perturbas. Jka E 0 berart perturbas model menghaslkan msft yang lebh kecl dar (atau sama dengan) sebelumnya. Artnya perturbas menghaslkan model yang lebh bak dar (atau sama dengan) model sebelumnya. Pada kasus n perturbas model selalu dterma dan teras dlanjukan dengan menggunakan model hasl perturbas tersebut. Mekansme n memungknkan pencaran model dengan msft yang makn rendah. Jka E > 0 berart perturbas model menghaslkan msft yang lebh besar dar pada sebelumnya. Perturbas model tersebut dterma dengan probabltas yang drumuskan oleh persamaan berkut: P( E) exp( E/ k T ) (5) Pada kasus n 0 < P(E) < dan mekansme penentuan hasl perturbas dterma dengan probabltas P(E) dperlhatkan pada Gambar 3. Untuk suatu blangan acak R dengan dstrbus unform pada nterval [0, ] jka R P(E) maka perturbas model dterma, jka R > P(E) maka perturbas model dtolak. Jka hasl perturbas model dtolak maka model dkembalkan ke model sebelum dlakukan perturbas. Iteras dlanjutkan dengan model tersebut. Mekansme probablstk yang memungknkan perturbas model dterma meskpun msft-nya lebh besar dmaksudkan untuk menghndar terjebaknya proses teras pada mnmum lokal. Secara umum untuk harga T tertentu dan E > 0, jka E kecl maka probabltas P(E) besar sehngga hasl perturbas model memlk kemungknan lebh besar untuk dterma. Sebalknya jka E besar maka probabltas P(E) kecl sehngga hasl perturbas model memlk kemungknan kecl untuk dterma (atau hasl perturbas model memlk kemungknan besar untuk dtolak). Artnya perturbas model yang menghaslkan msft sedkt lebh besar lebh mungkn dterma. Proses teratf dmula dengan faktor temperatur T cukup tngg sehngga hampr semua perturbas model akan dterma karena berapapun harga E jka E > 0 maka harga P(E) akan cukup besar (Gambar 3a). Pada fase n dapat dkatakan bahwa pencaran model dlakukan secara hampr acak murn. Pada saat temperatur turun secara perlahan, perturbas yang menghaslkan fungs obyektf yang lebh kecl (E < 0) akan lebh domnan dalam menentukan model. Meskpun demkan, perubahan model yang menghaslkan fungs obyektf yang lebh besar dbandng sebelumnya atau E > 0 tetap memlk kemungknan untuk dterma terutama jka harga E tdak terlalu besar (atau P(E) tdak terlalu kecl). Artnya perturbas yang menjauh suatu solus yang sementara danggap optmum tetap 6

7 memlk kemungknan untuk dterma meskpun probabltasnya kecl (Gambar 3b). Solus optmum sementara tersebut kemungknan berasosas dengan mnmum lokal (near optmum soluton) dan bukan mnmum global. Mekansme n memungknkan algortma menghndar atau keluar dar mnmum lokal. Gambar 3. Ilustras mekansme pemlhan dua alternatf berdasarkan bobot probabltas untuk dua harga P(E) yang berbeda. (a) Jka probabltas P(E) besar maka blangan random R memlk kemungknan lebh besar berada pada poss R dan model dterma. (b) Jka probabltas P(E) kecl maka blangan random R memlk kemungknan lebh besar berada pada poss R 2 dan model dtolak. Pada saat faktor temperatur T semakn kecl, perubahan model dengan E 0 selalu menghaslkan P(E) yang kecl sehngga perturbas hampr selalu dtolak karena R hampr selalu lebh besar dar P(E). Dengan asums bahwa faktor temperatur turun T secara sangat perlahan dan untuk setap harga T dlakukan perturbas model dengan jumlah yang cukup besar maka algortma akan konvergen menuju mnmum global. Algortma Smulated Annealng secara gars besar dperlhatkan pada Gambar 4. Sebagamana telah djelaskan, algortma tersebut merupakan algortma Metropols sederhana. Perbedaan dantara varan lan dar metode Smulated Annealng terutama menyangkut mekansme perturbas model dan penentuan keputusan apakah suatu perturbas model dterma atau dtolak (Dosso dan Oldenburg, 99). Parametersas Model Pada model bum berlaps horsontal dengan parameter model resstvtas dan ketebalan lapsan dperlukan nformas mengena jumlah lapsan. Untuk menghndar pengaruh pemlhan jumlah lapsan, medum ddskretsas menjad sejumlah lapsan yang cukup banyak (n = 20 atau lebh) dengan ketebalan homogen dalam skala logartmk. Dengan demkan ketebalan lapsan menngkat terhadap kedalaman yang dmaksudkan untuk mengakomodas berkurangnya resolus metode MT terhadap kedalaman. Dalam teras nvers ketebalan lapsan dbuat tetap sehngga parameter model adalah resstvtas tap lapsan yang akan menggambarkan varas resstvtas terhadap kedalaman. 7

8 Gambar 4. Algortma Smulated Annealng sederhana untuk nvers non-lner. Pada awal teras, resstvtas tap lapsan dbuat homogen sama dengan rata-rata data resstvtas semu atau harga lan (acak). Resstvtas lapsan ke- ddefnskan dengan harga resstvtas tertentu dengan cara membangktkan blangan acak unform dalam nterval [0, ] yang kemudan dpetakan pada nterval ] sehngga dperoleh: mn max [ mn, max (6) Resstvtas yang dapat dplh dalam nterval tersebut adalah harga-harga dskret yang terdstrbus secara homogen dalam skala logartmk. Hal n mengngat besaran resstvtas dapat bervaras melput jangkauan (order of magntude) yang cukup besar. Selan tu pemlhan harga resstvtas secara kontnyu pada nterval [ mn, max ] tdak menghaslkan varas atau perturbas yang cukup sgnfkan. mn, Jka nterval [ max ] terbag menjad L nterval homogen dalam skala logartmk maka harga-harga resstvtas yang dapat dplh sebaga resstvtas suatu lapsan dnyatakan oleh persamaan: 8

9 k k max mn exp( ln ( ) / L ) (7) mn, dmana k =,, L. Interval [ max ] dan jumlah sub-nterval L pada prnspnya dapat dplh secara berbeda untuk setap lapsan agar dapat menghaslkan resolus yang bak. Hal tersebut berlaku terutama jka terseda nformas "a pror" yang memada. Meskpun demkan harga-harga tersebut dapat dplh secara sangat umum, untuk menghndar pengaruh atau bas dar adanya nformas "a pror". Sebaga contoh harga mn = Ohm.m dan max = 000 Ohm.m yang terbag menjad 0 dan 20 sub-nterval dperlhatkan pada Tabel umumnya danggap dapat mewakl rentang harga resstvtas medum konduktf dan medum resstf. Tabel. Harga-harga resstvtas dskret homogen dalam skala logartmk pada nterval -000 Ohm.m. 20 sub-nterval 40 sub-nterval No. No. No Fungs Obyektf Fungs msft adalah selsh kuadratk antara mpedans data dengan mpedans hasl perhtungan (respons model) sehngga varabel dar fungs tersebut bersfat homogen. Mengngat mpedans adalah blangan kompleks yang terdr dar bagan rl (Z R ) dan bagan majner (Z I ) maka fungs msft pada metode MT -D dnyatakan oleh: 9

10 S e ND cal R obs 2 R cal I obs 2 I ( Z, Z, ) ( Z, Z, ) (8) dmana ND adalah jumlah data atau jumlah perode. Meskpun demkan data MT -D serng dtamplkan dalam bentuk resstvtas-semu dan fasa sehngga fungs msft dapat pula dnyatakan oleh: S e ND 2 cal a, cal obs 2 log ( ) (9) obs a, dmana.0 merupakan faktor pembobot untuk fasa, yatu untuk mengurang pengaruh fasa dalam perhtungan msft karena kualtas data fasa umumnya kurang bak. Mengngat ketebalan lapsan yang relatf kecl dan jumlah lapsan yang cukup banyak maka fungs msft pada persamaan (8) atau (9) kurang senstf terhadap perubahan resstvtas lapsan. Hal n dsebabkan oleh masalah ekvalens atau ambgutas dmana terdapat banyak model dengan respons yang cocok dengan data. Jka hanya fungs msft yang dgunakan sebaga fungs obyektf, maka dhaslkan model nvers dengan varas resstvtas antar lapsannya yang cukup besar. Meskpun msft model nvers cukup kecl, model dengan varas resstvtas yang besar umumnya tdak berkorelas dengan konds geolog yang sebenarnya sehngga nterpretasnya lebh sult. Untuk mengatas masalah akbat adanya ambgutas tersebut maka dgunakan kendala tambahan agar dperoleh model nvers yang lebh "smooth". Dalam hal n resstvtas dua lapsan berurutan (d atas dan d bawah) yang tdak jauh berbeda memperoleh probabltas lebh besar untuk terplh (Grands et al, 999). Faktor smoothng untuk lapsan ke- adalah sebaga berkut: 2 2 S log log m (0) Sebagamana pada persamaan (9) untuk fungs msft, pada persamaan (0) dgunakan harga logartmk untuk menyatakan selsh antara dua harga resstvtas yang dapat melput jangkauan harga yang sangat besar. Pada teras ke-n fungs obyektf yang harus dmnmumkan adalah gabungan antara fungs msft dan faktor smoothng: E n S S () e m dmana merupakan pembobot faktor smoothng yang dapat dplh secara coba-coba sampa dperoleh hasl yang memada. Evaluas dua model pada dua teras yang salng berurutan ddasarkan pada fungs obyektf sebagamana pada persamaan (). Selsh fungs obyektf tersebut dgunakan pada perhtungan probabltas penermaan model P (lhat persamaan (5)). 0

11 Invers Data Sntetk Pengujan metode Smulated Annealng dlakukan melalu nvers data sntetk untuk mengetahu efektvtas metode tersebut dalam memperoleh kembal model sntetk. Dua model sntetk yang dgunakan mewakl model sederhana yang terdr dar 3 lapsan yatu lapsan konduktf dantara medum resstf (model-) dan lapsan resstf dantara medum konduktf (model-2). Parameter model sntetk tersebut dtamplkan pada Tabel 2. Data sntetk adalah resstvtas-semu dan fasa sebaga fungs dar perode pada nterval 0.00 sampa 00 detk. Data sntetk tersebut telah dtambah nose dengan dstrbus normal dengan rata-rata 0 dan standar devas 0% dar data tanpa nose atau data teortk. Tabel 2. Parameter model sntetk Lapsan Resstvtas (Ohm.m) Model- Ketebalan (m) Resstvtas (Ohm.m) Model-2 Ketebalan (m) Jumlah lapsan yang dgunakan adalah 20 lapsan pada nterval kedalaman antara 00 meter sampa 0000 meter sehngga mencakup kedalaman total model sntetk. Pada semua nvers dgunakan T 0 = 5, = 0.99 dan jumlah teras antara 300 sampa 500 sehngga penurunan temperatur cukup lambat namun waktu eksekus hngga dperoleh msft mnmum mash dapat danggap memada. Hasl nvers tanpa faktor smoothng adalah model dengan varas resstvtas yang cukup besar. Pola umum varas resstvtas model nvers pada dasarnya mengkut varas resstvtas model sntetk (Gambar 5). Invers data sntetk dlakukan dengan menggunakan faktor smoothng yang berksar antara.0 sampa 2.0 untuk memperoleh model nvers yang lebh realsts secara geolog. Gambar 6 memperlhatkan kesesuaan antara model hasl nvers dengan model sntetk. Tampak bahwa model nvers dapat merepresentaskan model sntetk dengan cukup bak meskpun terdapat perbedaan yang dsebabkan oleh dskretsas lapsan dan masalah ekvalens. Hal tersebut berlaku secara umum untuk kedua data sntetk (model- dan model-2). Kesesuaan antara respons model nvers dengan data sntetk terlhat cukup bak (Gambar 7). Hal n tampak dar kurva soundng data sntetk (resstvtas-semu dan fasa sebaga fungs dar perode) dan respons model yg tdak jauh berbeda antara kedua model nvers (dengan maupun tanpa smoothng). Metode Smulated Annealng untuk nvers non-lner data MT -D dapat mengeksploras ruang model secara efektf sehngga menghaslkan solus yang optmal. Beberapa faktor atau parameter nvers yang harus dplh dan dsesuakan dengan permasalahan yang dtnjau antara lan adalah:

12 parametersas model dan skema perturbas atau pemlhan model bentuk fungs msft dan fungs obyektf penanganan masalah ekvalens atau ketdak-unkan solus skema penurunan temperatur Faktor-faktor tersebut dapat mempengaruh hasl nvers sehngga penentuannya perlu dlakukan secara hat-hat. Alternatf yang telah dplh untuk nvers data MT -D dapat memberkan hasl yang cukup bak, meskpun terdapat keterbatasan dalam hal efsens perhtungan resstvty (Ohm.m) resstvty (Ohm.m) depth (m) depth (m) Gambar 5. Perbandngan antara model sntetk (- - -) dan model hasl nvers ( ) untuk model- (kr) dan model-2 (kanan). Invers dlakukan tanpa faktor smoothng ( = 0) resstvty (Ohm.m) resstvty (Ohm.m) depth (m) depth (m) Gambar 6. Perbandngan antara model sntetk (- - -) dan model hasl nvers ( ) untuk model- (kr) dan model-2 (kanan). Invers dlakukan dengan faktor smoothng ( < < 2). 2

13 app. resstvty (Ohm.m) 00 0 app. resstvty (Ohm.m) perod (sec.) 90 perod (sec.) phase (deg.) phase (deg.) perod (sec.) perod (sec.) Gambar 7. Perbandngan antara data sntetk ( ) dan repons model nvers untuk model- (kr) dan model-2 (kanan) untuk nvers tanpa smoothng. Pola kesesuaan antara data sntetk dengan respons model yang sama juga dperoleh untuk nvers dengan smoothng. Invers Data Lapangan Pengukuran data lapangan dlaksanakan pada 48 ttk pengamatan d daerah Pelabuhan Ratu Sukabum Selatan pada bulan Jul - Agustus Pemlhan lokas pengukuran tersebut ddasarkan pada hasl stud sebelumnya oleh Noerad et al (994) yang menyatakan bahwa Patahan Cmandr merupakan patahan besar sebaga konsekuens dar proses subduks d selatan Pulau Jawa. Patahan Cmandr juga erat katannya dengan beberapa patahan besar lannya d Jawa bagan barat sepert Patahan Lembang dan Sesar Barbs. Keberadaan Patahan Cmandr secara geomorfologs bertepatan dengan lembah Sunga Cmandr yang mengalr dar sebelah tmur dan bermuara d Teluk Pelabuhan Ratu. Salah satu lntasan pengukuran dbuat memotong Sesar atau Patahan Cmandr. Pengukuran MT pada lntasan yang memotong secara tegak lurus Patahan Cmandr dharapkan dapat mendelneas struktur bawah-permukaan patahan tersebut secara lebh rnc. Pengukuran data MT dlakukan dengan menggunakan dua unt peralatan MT Phoenx MTU5A System 2000 masng-masng dlengkap dengan dua sensor magnetk 3

14 (magnetometer) AMTC-30. Data MT dukur pada frekuens audo yatu sektar 0.5 Hz sampa 0 khz dengan jangkauan kedalaman kurang dar 3 km. Analss spektral terhadap snyal deret waktu MT pada ttp ttk pengamatan (ttk soundng) menghaslkan tensor mpedans Z sebaga fungs dar frekuens atau perode berdasarkan hubungan berkut: E E x y Z Z xx yx Z Z xy yy H H x y atau E Z H (2) Komponen ant-dagonal tensor mpedans (Z xy dan Z yx ) merupakan data MT yang mengandung nformas mengena dstrbus resstvtas bawah-permukaan dengan geometr 2-D. Kedua tpe data yatu dalam mode TE (transverse Electrc) dan TM (transverse magnetc) dtamplkan pada Gambar 8a dan Gambar 8b dalam bentuk kontur pseudosecton. Secara kualtatf pseudosecton memberkan gambaran dstrbus resstvtas secara 2-D dalam satu profl. Sumbu vertkal adalah frekuens yang semakn kecl ke arah bawah dan berasosas dengan kedalaman. Dar kedua pseudosecton tampak bahwa medum dekat permukaan (dangkal) ddomnas oleh materal konduktf. Pemodelan -D dlakukan terhadap data masng-masng ttk soundng yatu data dalam mode nvaran yang merupakan perataan data dalam mode TE dan TM. Hal n dmaksudkan untuk memperoleh model yang merepresentaskan konds bawahpermukaan secara global (gross-structure). Hasl pemodelan tap ttk soundng danggap sebaga suatu kurva resstvtas sebaga fungs dar kedalaman. Kumpulan kurva tersebut pada profl dapat dbuat kontur yang juga menggambarkan konds bawah-permukaan secara global namun dalam geometr 2-D (Gambar 9). Pada Gambar 9 dperlhatkan poss Patahan Cmandr yatu d antara ttk PRA-02 dan PRB-2 yang memang secara geolog telah dketahu dan berasosas dengan kenampakan morfolog yang cukup jelas. Pada penampang yang sama dapat ddentfkas adanya ketdak-menerusan dstrbus resstvtas bawah-permukaan yang dapat dnterpretaskan sebaga patahan yang kurang-lebh sejajar dengan Patahan Cmandr. Patahan-patahan tersebut belum terdentfkas secara geolog d permukaan. Kesmpulan Penctraan struktur bawah-permukaan berdasarkan data MT d sektar Patahan Cmandr mampu mengdentfkas keberadaan daerah-daerah lemah lannya. Hal tersebut dmungknkan mengngat patahan bukan merupakan suatu gars melankan suatu zona yang dpengaruh oleh tekanan tektonk secara regonal. Sumber tekanan utama yang mendomnas daerah peneltan adalah subduks lempeng Inda-Australa ke bawah lempeng Eurasa yang terletak d selatan Pulau Jawa. Penctraan struktur bawah-permukaan secara lebh rnc menggunakan perangkat pemodelan nvers 2-D dharapkan dapat memetakan secara lebh detal keberadaan zona patahan d sektar Patahan Cmandr. 4

15 (a) (b) Gambar 8. Kontur resstvtas-semu (pseudosecton) dan fasa dar data MT pada mode TE (a) dan mode (b). 5

16 ???? Gambar 9. Dstrbus resstvtas hasl pemodelan -D untuk masng-masng ttk soundng MT yang dtamplkan dalam bentuk kontur. Daftar Pustaka Dosso, S.E., Oldenburg, D.W., 99, Magnetotellurc apprasal usng smulated annealng, Geophyscal Journal Internatonal, 06, Fscher, G., Webel, P., 99, A new look at an old problem: magnetotellurc modellng of -D structures, Geophys. J. Int., 06, Grands, H., 999, Invers non-lner menggunakan metoda Monte-Carlo: Kasus magnetotellurk -dmens, Kontrbus Fska Indonesa, 0, Grands, H., 999, An alternatve algorthm for one-dmensonal magnetotellurc response calculaton, Computer and Geoscences, 25, Grands, H., Menvelle, M., Roussgnol, M., 999, Bayesan nverson wth Markov chans-i. The magnetotellurc one-dmensonal case, Geophyscal Journal Internatonal, vol. 38, p Noerad, D., T. Vllemn, J.P. Rampnoux, Paleostress and strke slp movement: the Cmandr Fault Zone, West Java, Indonesa, 994, Journal of Southeast Asan Earth Scences, vol. 9, no. -2, p. 3-. Pedersen, L.B., Rasmussen, T.M., Inverson of magnetotellurc data: a non-lnear leastsquares approach, Geophys. Prosp., 37, , (989). 6

Interpretasi data gravitasi

Interpretasi data gravitasi Modul 7 Interpretas data gravtas Interpretas data yang dgunakan dalam metode gravtas adalah secara kualtatf dan kuanttatf. Dalam hal n nterpretas secara kuanttatf adalah pemodelan, yatu dengan pembuatan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB LANDASAN TEORI.1 Pengertan Regres Regres pertama kal dgunakan sebaga konsep statstka oleh Sr Francs Galton (18 1911).Belau memperkenalkan model peramalan, penaksran, atau pendugaan, yang selanjutnya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Fuzzy Set Pada tahun 1965, Zadeh memodfkas teor hmpunan dmana setap anggotanya memlk derajat keanggotaan yang bernla kontnu antara 0 sampa 1. Hmpunan n dsebut dengan hmpunaan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertan Regres Regres pertama kal dpergunakan sebaga konsep statstka oleh Sr Francs Galton (1822 1911). Belau memperkenalkan model peramalan, penaksran, atau pendugaan, yang

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan studi eksperimen yang telah dilaksanakan di SMA

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan studi eksperimen yang telah dilaksanakan di SMA III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Peneltan Peneltan n merupakan stud ekspermen yang telah dlaksanakan d SMA Neger 3 Bandar Lampung. Peneltan n dlaksanakan pada semester genap tahun ajaran 2012/2013.

Lebih terperinci

Bab 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

Bab 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 11 Bab 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perbankan adalah ndustr yang syarat dengan rsko. Mula dar pengumpulan dana sebaga sumber labltas, hngga penyaluran dana pada aktva produktf. Berbaga kegatan jasa

Lebih terperinci

Inversi Data Magnetotellurik 1 Dimensi Menggunakan Algoritma Multi-Objektif Dragonfly

Inversi Data Magnetotellurik 1 Dimensi Menggunakan Algoritma Multi-Objektif Dragonfly B-120 JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 5 No. 2 (2016) 2337-3520 (2301-928X Prnt) Invers Data Magnetotellurk 1 Dmens Menggunakan Algortma Mult-Objektf Dragonfly Pramudana, Sungkono, Bagus Jaya Santosa Jurusan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di MTs Negeri 2 Bandar Lampung dengan populasi siswa

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di MTs Negeri 2 Bandar Lampung dengan populasi siswa III. METODE PENELITIAN A. Populas dan Sampel Peneltan n dlakukan d MTs Neger Bandar Lampung dengan populas sswa kelas VII yang terdr dar 0 kelas yatu kelas unggulan, unggulan, dan kelas A sampa dengan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Universitas Sumatera Utara

BAB 2 LANDASAN TEORI. Universitas Sumatera Utara BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertan Analsa Regres Dalam kehdupan sehar-har, serng kta jumpa hubungan antara satu varabel terhadap satu atau lebh varabel yang lan. Sebaga contoh, besarnya pendapatan seseorang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. sebuah fenomena atau suatu kejadian yang diteliti. Ciri-ciri metode deskriptif menurut Surakhmad W (1998:140) adalah

BAB III METODE PENELITIAN. sebuah fenomena atau suatu kejadian yang diteliti. Ciri-ciri metode deskriptif menurut Surakhmad W (1998:140) adalah BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Peneltan Metode yang dgunakan dalam peneltan n adalah metode deskrptf. Peneltan deskrptf merupakan peneltan yang dlakukan untuk menggambarkan sebuah fenomena atau suatu

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 2 LNDSN TEORI 2. Teor engamblan Keputusan Menurut Supranto 99 keputusan adalah hasl pemecahan masalah yang dhadapnya dengan tegas. Suatu keputusan merupakan jawaban yang past terhadap suatu pertanyaan.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri I Tibawa pada semester genap

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri I Tibawa pada semester genap 5 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3. Lokas Dan Waktu Peneltan Peneltan n dlaksanakan d SMA Neger I Tbawa pada semester genap tahun ajaran 0/03. Peneltan n berlangsung selama ± bulan (Me,Jun) mula dar tahap

Lebih terperinci

BAB V PENGEMBANGAN MODEL FUZZY PROGRAM LINIER

BAB V PENGEMBANGAN MODEL FUZZY PROGRAM LINIER BAB V PENGEMBANGAN MODEL FUZZY PROGRAM LINIER 5.1 Pembelajaran Dengan Fuzzy Program Lner. Salah satu model program lnear klask, adalah : Maksmumkan : T f ( x) = c x Dengan batasan : Ax b x 0 n m mxn Dengan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode BAB III METODE PENELITIAN Desan Peneltan Metode peneltan yang dgunakan dalam peneltan n adalah metode deskrptf analts dengan jens pendekatan stud kasus yatu dengan melhat fenomena permasalahan yang ada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 ENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara umum dapat dkatakan bahwa mengambl atau membuat keputusan berart memlh satu dantara sekan banyak alternatf. erumusan berbaga alternatf sesua dengan yang sedang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskrps Data Hasl Peneltan Satelah melakukan peneltan, penelt melakukan stud lapangan untuk memperoleh data nla post test dar hasl tes setelah dkena perlakuan.

Lebih terperinci

Pendahuluan. 0 Dengan kata lain jika fungsi tersebut diplotkan, grafik yang dihasilkan akan mendekati pasanganpasangan

Pendahuluan. 0 Dengan kata lain jika fungsi tersebut diplotkan, grafik yang dihasilkan akan mendekati pasanganpasangan Pendahuluan 0 Data-data ang bersfat dskrt dapat dbuat contnuum melalu proses curve-fttng. 0 Curve-fttng merupakan proses data-smoothng, akn proses pendekatan terhadap kecenderungan data-data dalam bentuk

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN PENGARUH PENGGUNAAN METODE GALLERY WALK

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN PENGARUH PENGGUNAAN METODE GALLERY WALK BAB IV PEMBAASAN ASIL PENELITIAN PENGARU PENGGUNAAN METODE GALLERY WALK TERADAP ASIL BELAJAR MATA PELAJARAN IPS MATERI POKOK KERAGAMAN SUKU BANGSA DAN BUDAYA DI INDONESIA A. Deskrps Data asl Peneltan.

Lebih terperinci

2.1 Sistem Makroskopik dan Sistem Mikroskopik Fisika statistik berangkat dari pengamatan sebuah sistem mikroskopik, yakni sistem yang sangat kecil

2.1 Sistem Makroskopik dan Sistem Mikroskopik Fisika statistik berangkat dari pengamatan sebuah sistem mikroskopik, yakni sistem yang sangat kecil .1 Sstem Makroskopk dan Sstem Mkroskopk Fska statstk berangkat dar pengamatan sebuah sstem mkroskopk, yakn sstem yang sangat kecl (ukurannya sangat kecl ukuran Angstrom, tdak dapat dukur secara langsung)

Lebih terperinci

BAB II TEORI ALIRAN DAYA

BAB II TEORI ALIRAN DAYA BAB II TEORI ALIRAN DAYA 2.1 UMUM Perhtungan alran daya merupakan suatu alat bantu yang sangat pentng untuk mengetahu konds operas sstem. Perhtungan alran daya pada tegangan, arus dan faktor daya d berbaga

Lebih terperinci

PENENTUAN DENSITAS PERMUKAAN

PENENTUAN DENSITAS PERMUKAAN PENENTUAN DENSITAS PERMUKAAN Pada koreks topograf ada satu nla yang belum dketahu nlanya yatu denstas batuan permukaan (rapat massa batuan dekat permukaan). Rapat massa batuan dekat permukaan dapat dtentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Matematka sebaga bahasa smbol yang bersfat unversal memegang peranan pentng dalam perkembangan suatu teknolog. Matematka sangat erat hubungannya dengan kehdupan nyata.

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 7 BAB LANDASAN TEORI.1 Analsa Regres Analsa regres dnterpretaskan sebaga suatu analsa yang berkatan dengan stud ketergantungan (hubungan kausal) dar suatu varabel tak bebas (dependent varable) atu dsebut

Lebih terperinci

BAB III HIPOTESIS DAN METODOLOGI PENELITIAN

BAB III HIPOTESIS DAN METODOLOGI PENELITIAN BAB III HIPOTESIS DAN METODOLOGI PENELITIAN III.1 Hpotess Berdasarkan kerangka pemkran sebelumnya, maka dapat drumuskan hpotess sebaga berkut : H1 : ada beda sgnfkan antara sebelum dan setelah penerbtan

Lebih terperinci

Didownload dari ririez.blog.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN

Didownload dari ririez.blog.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN Sebuah jarngan terdr dar sekelompok node yang dhubungkan oleh busur atau cabang. Suatu jens arus tertentu berkatan dengan setap busur. Notas standart untuk menggambarkan sebuah jarngan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB PEDAHULUA. Latar Belakang Rsko ddentfkaskan dengan ketdakpastan. Dalam mengambl keputusan nvestas para nvestor mengharapkan hasl yang maksmal dengan rsko tertentu atau hasl tertentu dengan rsko yang

Lebih terperinci

BAB II METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian. variable independen dengan variabel dependen.

BAB II METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian. variable independen dengan variabel dependen. BAB II METODOLOGI PENELITIAN A. Bentuk Peneltan Jens peneltan yang dgunakan dalam peneltan n adalah peneltan deskrptf dengan analsa kuanttatf, dengan maksud untuk mencar pengaruh antara varable ndependen

Lebih terperinci

Tinjauan Algoritma Genetika Pada Permasalahan Himpunan Hitting Minimal

Tinjauan Algoritma Genetika Pada Permasalahan Himpunan Hitting Minimal 157 Vol. 13, No. 2, 157-161, Januar 2017 Tnjauan Algortma Genetka Pada Permasalahan Hmpunan Httng Mnmal Jusmawat Massalesse, Bud Nurwahyu Abstrak Beberapa persoalan menark dapat dformulaskan sebaga permasalahan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. pelajaran 2011/ Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X yang

METODE PENELITIAN. pelajaran 2011/ Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X yang III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Peneltan Peneltan n telah dlaksanakan d SMA Neger 1 Bandar Lampung pada tahun pelajaran 011/ 01. Populas peneltan n adalah seluruh sswa kelas X yang terdr dar

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini, penulis memilih lokasi di SMA Negeri 1 Boliyohuto khususnya

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini, penulis memilih lokasi di SMA Negeri 1 Boliyohuto khususnya BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Peneltan 3.1.1 Tempat Peneltan Pada peneltan n, penuls memlh lokas d SMA Neger 1 Bolyohuto khususnya pada sswa kelas X, karena penuls menganggap bahwa lokas

Lebih terperinci

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN DAN ANALISIS

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN DAN ANALISIS 28 BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN DAN ANALISIS 4.1 Kerangka Pemkran dan Hpotess Dalam proses peneltan n, akan duj beberapa varabel software yang telah dsebutkan pada bab sebelumnya. Sesua dengan tahapan-tahapan

Lebih terperinci

P n e j n a j d a u d a u l a a l n a n O pt p im i a m l a l P e P m e b m a b n a g n k g i k t Oleh Z r u iman

P n e j n a j d a u d a u l a a l n a n O pt p im i a m l a l P e P m e b m a b n a g n k g i k t Oleh Z r u iman OTIMISASI enjadualan Optmal embangkt Oleh : Zurman Anthony, ST. MT Optmas pengrman daya lstrk Dmaksudkan untuk memperkecl jumlah keseluruhan baya operas dengan memperhtungkan rug-rug daya nyata pada saluran

Lebih terperinci

BAB 3 PEMBAHASAN. 3.1 Prosedur Penyelesaian Masalah Program Linier Parametrik Prosedur Penyelesaian untuk perubahan kontinu parameter c

BAB 3 PEMBAHASAN. 3.1 Prosedur Penyelesaian Masalah Program Linier Parametrik Prosedur Penyelesaian untuk perubahan kontinu parameter c 6 A PEMAHASA Pada bab sebelumnya telah dbahas teor-teor yang akan dgunakan untuk menyelesakan masalah program lner parametrk. Pada bab n akan dperlhatkan suatu prosedur yang lengkap untuk menyelesakan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di SMP Al-Azhar 3 Bandar Lampung yang terletak di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di SMP Al-Azhar 3 Bandar Lampung yang terletak di III. METODE PENELITIAN A. Populas dan Sampel Peneltan n dlaksanakan d SMP Al-Azhar 3 Bandar Lampung yang terletak d Jl. Gn. Tanggamus Raya Way Halm, kota Bandar Lampung. Populas dalam peneltan n adalah

Lebih terperinci

ANALISIS DATA KATEGORIK (STK351)

ANALISIS DATA KATEGORIK (STK351) Suplemen Respons Pertemuan ANALISIS DATA KATEGORIK (STK351) 7 Departemen Statstka FMIPA IPB Pokok Bahasan Sub Pokok Bahasan Referens Waktu Korelas Perngkat (Rank Correlaton) Bag. 1 Koefsen Korelas Perngkat

Lebih terperinci

PROPOSAL SKRIPSI JUDUL:

PROPOSAL SKRIPSI JUDUL: PROPOSAL SKRIPSI JUDUL: 1.1. Latar Belakang Masalah SDM kn makn berperan besar bag kesuksesan suatu organsas. Banyak organsas menyadar bahwa unsur manusa dalam suatu organsas dapat memberkan keunggulan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dependen (y) untuk n pengamatan berpasangan i i i. x : variabel prediktor; f x ) ). Bentuk kurva regresi f( x i

BAB 1 PENDAHULUAN. dependen (y) untuk n pengamatan berpasangan i i i. x : variabel prediktor; f x ) ). Bentuk kurva regresi f( x i BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Analss regres merupakan analss statstk yang dgunakan untuk memodelkan hubungan antara varabel ndependen (x) dengan varabel ( x, y ) n dependen (y) untuk n pengamatan

Lebih terperinci

IV. PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI SISTEM

IV. PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI SISTEM IV. PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI SISTEM Perancangan Sstem Sstem yang akan dkembangkan adalah berupa sstem yang dapat membantu keputusan pemodal untuk menentukan portofolo saham yang dperdagangkan d Bursa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan BAB III METODE PENELITIAN A. Jens Peneltan Peneltan n merupakan peneltan yang bertujuan untuk mendeskrpskan langkah-langkah pengembangan perangkat pembelajaran matematka berbass teor varas berupa Rencana

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 41 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Peneltan Berdasarkan masalah yang akan dtelt dengan melhat tujuan dan ruang lngkup dserta dengan pengolahan data, penafsran serta pengamblan kesmpulan, maka metode

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 13 Bandar Lampung. Populasi dalam

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 13 Bandar Lampung. Populasi dalam III. METODE PENELITIAN A. Populas dan Sampel Peneltan n dlaksanakan d SMP Neger 3 Bandar Lampung. Populas dalam peneltan n yatu seluruh sswa kelas VIII SMP Neger 3 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 0/03 yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Sebelum dilakukan penelitian, langkah pertama yang harus dilakukan oleh

BAB III METODE PENELITIAN. Sebelum dilakukan penelitian, langkah pertama yang harus dilakukan oleh BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desan Peneltan Sebelum dlakukan peneltan, langkah pertama yang harus dlakukan oleh penelt adalah menentukan terlebh dahulu metode apa yang akan dgunakan dalam peneltan. Desan

Lebih terperinci

BAB VB PERSEPTRON & CONTOH

BAB VB PERSEPTRON & CONTOH BAB VB PERSEPTRON & CONTOH Model JST perseptron dtemukan oleh Rosenblatt (1962) dan Mnsky Papert (1969). Model n merupakan model yang memlk aplkas dan pelathan yang lebh bak pada era tersebut. 5B.1 Arstektur

Lebih terperinci

UKURAN LOKASI, VARIASI & BENTUK KURVA

UKURAN LOKASI, VARIASI & BENTUK KURVA UKURAN LOKASI, VARIASI & BENTUK KURVA MARULAM MT SIMARMATA, MS STATISTIK TERAPAN FAK HUKUM USI @4 ARTI UKURAN LOKASI DAN VARIASI Suatu Kelompok DATA berupa kumpulan nla VARIABEL [ vaabel ] Ms banyaknya

Lebih terperinci

KORELASI DAN REGRESI LINIER. Debrina Puspita Andriani /

KORELASI DAN REGRESI LINIER. Debrina Puspita Andriani    / KORELASI DAN REGRESI LINIER 9 Debrna Puspta Andran www. E-mal : debrna.ub@gmal.com / debrna@ub.ac.d 2 Outlne 3 Perbedaan mendasar antara korelas dan regres? KORELASI Korelas hanya menunjukkan sekedar hubungan.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Hpotess Peneltan Berkatan dengan manusa masalah d atas maka penuls menyusun hpotess sebaga acuan dalam penulsan hpotess penuls yatu Terdapat hubungan postf antara penddkan

Lebih terperinci

ANALISIS BENTUK HUBUNGAN

ANALISIS BENTUK HUBUNGAN ANALISIS BENTUK HUBUNGAN Analss Regres dan Korelas Analss regres dgunakan untuk mempelajar dan mengukur hubungan statstk yang terjad antara dua varbel atau lebh varabel. Varabel tersebut adalah varabel

Lebih terperinci

BAB V ANALISA PEMECAHAN MASALAH

BAB V ANALISA PEMECAHAN MASALAH BAB V ANALISA PEMECAHAN MASALAH 5.1 Analsa Pemlhan Model Tme Seres Forecastng Pemlhan model forecastng terbak dlakukan secara statstk, dmana alat statstk yang dgunakan adalah MAD, MAPE dan TS. Perbandngan

Lebih terperinci

Kecocokan Distribusi Normal Menggunakan Plot Persentil-Persentil yang Distandarisasi

Kecocokan Distribusi Normal Menggunakan Plot Persentil-Persentil yang Distandarisasi Statstka, Vol. 9 No., 4 47 Me 009 Kecocokan Dstrbus Normal Menggunakan Plot Persentl-Persentl yang Dstandarsas Lsnur Wachdah Program Stud Statstka Fakultas MIPA Unsba e-mal : Lsnur_w@yahoo.co.d ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. berjumlah empat kelas terdiri dari 131 siswa. Sampel penelitian ini terdiri dari satu kelas yang diambil dengan

BAB III METODE PENELITIAN. berjumlah empat kelas terdiri dari 131 siswa. Sampel penelitian ini terdiri dari satu kelas yang diambil dengan 7 BAB III METODE PENELITIAN A. Populas dan Sampel 1. Populas Populas dalam peneltan n adalah seluruh sswa kelas XI SMA Yadka Bandar Lampung semester genap tahun pelajaran 014/ 015 yang berjumlah empat

Lebih terperinci

BAB.3 METODOLOGI PENELITIN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini di laksanakan di Sekolah Menengah Pertama (SMP) N. 1 Gorontalo pada kelas

BAB.3 METODOLOGI PENELITIN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini di laksanakan di Sekolah Menengah Pertama (SMP) N. 1 Gorontalo pada kelas 9 BAB.3 METODOLOGI PENELITIN 3. Lokas dan Waktu Peneltan Peneltan n d laksanakan d Sekolah Menengah Pertama (SMP) N. Gorontalo pada kelas VIII. Waktu peneltan dlaksanakan pada semester ganjl, tahun ajaran

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. bersifat statistik dengan tujuan menguji hipotesis yang telah ditetapkan.

III. METODE PENELITIAN. bersifat statistik dengan tujuan menguji hipotesis yang telah ditetapkan. 3 III. METDE PENELITIAN A. Metode Peneltan Metode peneltan merupakan langkah atau aturan yang dgunakan dalam melaksanakan peneltan. Metode pada peneltan n bersfat kuanttatf yatu metode peneltan yang dgunakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Untuk menjawab permasalahan yaitu tentang peranan pelatihan yang dapat

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Untuk menjawab permasalahan yaitu tentang peranan pelatihan yang dapat BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Peneltan Untuk menjawab permasalahan yatu tentang peranan pelathan yang dapat menngkatkan knerja karyawan, dgunakan metode analss eksplanatf kuanttatf. Pengertan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di SD Al-Azhar 1 Wayhalim Bandar Lampung. Populasi

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di SD Al-Azhar 1 Wayhalim Bandar Lampung. Populasi 3 III. METODE PENELITIAN A. Populas dan Sampel Peneltan n dlaksanakan d SD Al-Azhar Wayhalm Bandar Lampung. Populas dalam peneltan n adalah seluruh sswa kelas V yang terdr dar 5 kelas yatu V A, V B, V

Lebih terperinci

REGRESI DAN KORELASI LINEAR SEDERHANA. Regresi Linear

REGRESI DAN KORELASI LINEAR SEDERHANA. Regresi Linear REGRESI DAN KORELASI LINEAR SEDERHANA Regres Lnear Tujuan Pembelajaran Menjelaskan regres dan korelas Menghtung dar persamaan regres dan standard error dar estmas-estmas untuk analss regres lner sederhana

Lebih terperinci

(1.1) maka matriks pembayaran tersebut dikatakan mempunyai titik pelana pada (r,s) dan elemen a

(1.1) maka matriks pembayaran tersebut dikatakan mempunyai titik pelana pada (r,s) dan elemen a Lecture 2: Pure Strategy A. Strategy Optmum Hal pokok yang sesungguhnya menad nt dar teor permanan adalah menentukan solus optmum bag kedua phak yang salng bersang tersebut yang bersesuaan dengan strateg

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Di dalam matematika mulai dari SD, SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Di dalam matematika mulai dari SD, SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi Daftar Is Daftar Is... Kata pengantar... BAB I...1 PENDAHULUAN...1 1.1 Latar Belakang...1 1.2 Rumusan Masalah...2 1.3 Tujuan...2 BAB II...3 TINJAUAN TEORITIS...3 2.1 Landasan Teor...4 BAB III...5 PEMBAHASAN...5

Lebih terperinci

Bab III Analisis Rantai Markov

Bab III Analisis Rantai Markov Bab III Analss Ranta Markov Sstem Markov (atau proses Markov atau ranta Markov) merupakan suatu sstem dengan satu atau beberapa state atau keadaan, dan dapat berpndah dar satu state ke state yang lan pada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan dan kestabilan ekonomi, adalah dua syarat penting bagi kemakmuran

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan dan kestabilan ekonomi, adalah dua syarat penting bagi kemakmuran BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan dan kestablan ekonom, adalah dua syarat pentng bag kemakmuran dan kesejahteraan suatu bangsa. Dengan pertumbuhan yang cukup, negara dapat melanjutkan pembangunan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Dalam pembuatan tugas akhr n, penulsan mendapat referens dar pustaka serta lteratur lan yang berhubungan dengan pokok masalah yang penuls ajukan. Langkah-langkah yang akan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di SMPN 8 Bandar Lampung. Populasi dalam

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di SMPN 8 Bandar Lampung. Populasi dalam 1 III. METODE PENELITIAN A. Populas dan Sampel Peneltan n dlaksanakan d SMPN 8 Bandar Lampung. Populas dalam peneltan n adalah seluruh sswa kelas VII SMPN 8 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 01/013 yang terdr

Lebih terperinci

BAB IV PERHITUNGAN DAN ANALISIS

BAB IV PERHITUNGAN DAN ANALISIS BAB IV PERHITUNGAN DAN ANALISIS 4.1 Survey Parameter Survey parameter n dlakukan dengan mengubah satu jens parameter dengan membuat parameter lannya tetap. Pengamatan terhadap berbaga nla untuk satu parameter

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen 3 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode dan Desan Peneltan Metode yang dgunakan dalam peneltan n adalah metode ekspermen karena sesua dengan tujuan peneltan yatu melhat hubungan antara varabelvarabel

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Menurut teor molekuler benda, satu unt volume makroskopk gas (msalkan cm ) merupakan suatu sstem yang terdr atas sejumlah besar molekul (kra-kra sebanyak 0 0 buah molekul) yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dipakai adalah penelitian kuantitatif, dengan

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dipakai adalah penelitian kuantitatif, dengan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan dan Jens Peneltan Jens peneltan yang dpaka adalah peneltan kuanttatf, dengan menggunakan metode analss deskrptf dengan analss statstka nferensal artnya penuls dapat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskrps Data Hasl Peneltan Peneltan n menggunakan peneltan ekspermen; subyek peneltannya dbedakan menjad kelas ekspermen dan kelas kontrol. Kelas ekspermen dber

Lebih terperinci

BAB VIB METODE BELAJAR Delta rule, ADALINE (WIDROW- HOFF), MADALINE

BAB VIB METODE BELAJAR Delta rule, ADALINE (WIDROW- HOFF), MADALINE BAB VIB METODE BELAJAR Delta rule, ADALINE (WIDROW- HOFF), MADALINE 6B.1 Pelathan ADALINE Model ADALINE (Adaptve Lnear Neuron) dtemukan oleh Wdrow & Hoff (1960) Arstekturnya mrp dengan perseptron Perbedaan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. estimasi, uji keberartian regresi, analisa korelasi dan uji koefisien regresi.

BAB 2 LANDASAN TEORI. estimasi, uji keberartian regresi, analisa korelasi dan uji koefisien regresi. BAB LANDASAN TEORI Pada bab n akan durakan beberapa metode yang dgunakan dalam penyelesaan tugas akhr n. Selan tu penuls juga mengurakan tentang pengertan regres, analss regres berganda, membentuk persamaan

Lebih terperinci

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA 4. PENGUJIAN PENGUKURAN KECEPATAN PUTAR BERBASIS REAL TIME LINUX Dalam membuktkan kelayakan dan kehandalan pengukuran kecepatan putar berbass RTLnux n, dlakukan pengujan dalam

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN A. Hasl Peneltan Pada peneltan yang telah dlakukan penelt selama 3 mnggu, maka hasl belajar matematka pada mater pokok pecahan d kelas V MI I anatussbyan Mangkang Kulon

Lebih terperinci

SEARAH (DC) Rangkaian Arus Searah (DC) 7

SEARAH (DC) Rangkaian Arus Searah (DC) 7 ANGKAAN AUS SEAAH (DC). Arus Searah (DC) Pada rangkaan DC hanya melbatkan arus dan tegangan searah, yatu arus dan tegangan yang tdak berubah terhadap waktu. Elemen pada rangkaan DC melput: ) batera ) hambatan

Lebih terperinci

PEMBUATAN GRAFIK PENGENDALI BERDASARKAN ANALISIS KOMPONEN UTAMA (PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS)

PEMBUATAN GRAFIK PENGENDALI BERDASARKAN ANALISIS KOMPONEN UTAMA (PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS) PEMBUATAN GRAFIK PENGENDALI BERDASARKAN ANALISIS KOMPONEN UTAMA (PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS) Wrayant ), Ad Setawan ), Bambang Susanto ) ) Mahasswa Program Stud Matematka FSM UKSW Jl. Dponegoro 5-6 Salatga,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penjadwalan Baker (1974) mendefnskan penjadwalan sebaga proses pengalokasan sumber-sumber dalam jangka waktu tertentu untuk melakukan sejumlah pekerjaan. Menurut Morton dan

Lebih terperinci

EVALUASI TINGKAT PENDIDIKAN ANAK DI PROVINSI JAWA BARAT MENGGUNAKAN FIRST ORDER CONFIGURAL FREQUENCY ANALYSIS

EVALUASI TINGKAT PENDIDIKAN ANAK DI PROVINSI JAWA BARAT MENGGUNAKAN FIRST ORDER CONFIGURAL FREQUENCY ANALYSIS EVALUASI TINGKAT PENDIDIKAN ANAK DI PROVINSI JAWA BARAT MENGGUNAKAN FIRST ORDER CONFIGURAL FREQUENCY ANALYSIS Resa Septan Pontoh Departemen Statstka Unverstas Padjadjaran resa.septan@unpad.ac.d ABSTRAK.

Lebih terperinci

METODE NUMERIK. INTERPOLASI Interpolasi Beda Terbagi Newton Interpolasi Lagrange Interpolasi Spline.

METODE NUMERIK. INTERPOLASI Interpolasi Beda Terbagi Newton Interpolasi Lagrange Interpolasi Spline. METODE NUMERIK INTERPOLASI Interpolas Beda Terbag Newton Interpolas Lagrange Interpolas Splne http://maulana.lecture.ub.ac.d Interpolas n-derajat polnom Tujuan Interpolas berguna untuk menaksr hargaharga

Lebih terperinci

RANGKAIAN SERI. 1. Pendahuluan

RANGKAIAN SERI. 1. Pendahuluan . Pendahuluan ANGKAIAN SEI Dua elemen dkatakan terhubung ser jka : a. Kedua elemen hanya mempunya satu termnal bersama. b. Ttk bersama antara elemen tdak terhubung ke elemen yang lan. Pada Gambar resstor

Lebih terperinci

Bab IV Pemodelan dan Perhitungan Sumberdaya Batubara

Bab IV Pemodelan dan Perhitungan Sumberdaya Batubara Bab IV Pemodelan dan Perhtungan Sumberdaa Batubara IV1 Pemodelan Endapan Batubara Pemodelan endapan batubara merupakan tahapan kegatan dalam evaluas sumberdaa batubara ang bertuuan menggambarkan atau menatakan

Lebih terperinci

PENGGUNAAN DINDING GESER SEBAGAI ELEMEN PENAHAN GEMPA PADA BANGUNAN BERTINGKAT 10 LANTAI

PENGGUNAAN DINDING GESER SEBAGAI ELEMEN PENAHAN GEMPA PADA BANGUNAN BERTINGKAT 10 LANTAI PENGGUNAAN DINDING GESER SEBAGAI ELEMEN PENAHAN GEMPA PADA BANGUNAN BERTINGKAT 10 LANTAI Reky Stenly Wndah Dosen Jurusan Teknk Spl Fakultas Teknk Unverstas Sam Ratulang Manado ABSTRAK Pada bangunan tngg,

Lebih terperinci

IV. UKURAN SIMPANGAN, DISPERSI & VARIASI

IV. UKURAN SIMPANGAN, DISPERSI & VARIASI IV. UKURAN SIMPANGAN, DISPERSI & VARIASI Pendahuluan o Ukuran dspers atau ukuran varas, yang menggambarkan derajat bagamana berpencarnya data kuanttatf, dntaranya: rentang, rentang antar kuartl, smpangan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian dilakukan secara purposive atau sengaja. Pemilihan lokasi penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian dilakukan secara purposive atau sengaja. Pemilihan lokasi penelitian BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokas Peneltan Peneltan dlaksanakan d Desa Sempalwadak, Kecamatan Bululawang, Kabupaten Malang pada bulan Februar hngga Me 2017. Pemlhan lokas peneltan dlakukan secara purposve

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN. metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif

BAB III METODELOGI PENELITIAN. metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1 Desan Peneltan Metode peneltan mengungkapkan dengan jelas bagamana cara memperoleh data yang dperlukan, oleh karena tu metode peneltan lebh menekankan pada strateg, proses

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan studi eksperimen dengan populasi penelitian yaitu

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan studi eksperimen dengan populasi penelitian yaitu 4 III. METODE PENELITIAN A. Populas Peneltan Peneltan n merupakan stud ekspermen dengan populas peneltan yatu seluruh sswa kelas VIII C SMP Neger Bukt Kemunng pada semester genap tahun pelajaran 01/013

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN BAB TIJAUA KEPUSTAKAA.1. Gambaran Umum Obyek Peneltan Gambar.1 Lokas Daerah Stud Gambar. Detal Lokas Daerah Stud (Sumber : Peta Dgtal Jabotabek ver.0) 7 8 Kawasan perumahan yang dplh sebaga daerah stud

Lebih terperinci

Pembayaran harapan yang berkaitan dengan strategi murni pemain P 2. Pembayaran Harapan bagi Pemain P1

Pembayaran harapan yang berkaitan dengan strategi murni pemain P 2. Pembayaran Harapan bagi Pemain P1 Lecture : Mxed Strategy: Graphcal Method A. Metode Campuran dengan Metode Grafk Metode grafk dapat dgunakan untuk menyelesakan kasus permanan dengan matrks pembayaran berukuran n atau n. B. Matrks berukuran

Lebih terperinci

UJI NORMALITAS X 2. Z p i O i E i (p i x N) Interval SD

UJI NORMALITAS X 2. Z p i O i E i (p i x N) Interval SD UJI F DAN UJI T Uj F dkenal dengan Uj serentak atau uj Model/Uj Anova, yatu uj untuk melhat bagamanakah pengaruh semua varabel bebasnya secara bersama-sama terhadap varabel terkatnya. Atau untuk menguj

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI DAN METODE

BAB II DASAR TEORI DAN METODE BAB II DASAR TEORI DAN METODE 2.1 Teknk Pengukuran Teknolog yang dapat dgunakan untuk mengukur konsentras sedmen tersuspens yatu mekank (trap sampler, bottle sampler), optk (optcal beam transmssometer,

Lebih terperinci

Pertemuan ke-4 Analisa Terapan: Metode Numerik. 4 Oktober 2012

Pertemuan ke-4 Analisa Terapan: Metode Numerik. 4 Oktober 2012 Pertemuan ke-4 Analsa Terapan: Metode Numerk 4 Oktober Persamaan Non Non--Lner: Metode NewtonNewton-Raphson Dr.Eng. Agus S. Muntohar Metode Newton Newton--Raphson f( f( f( + [, f(] + = α + + f( f ( Gambar

Lebih terperinci

ε adalah error random yang diasumsikan independen, m X ) adalah fungsi

ε adalah error random yang diasumsikan independen, m X ) adalah fungsi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Analss regres merupakan suatu metode yang dgunakan untuk menganalss hubungan antara dua atau lebh varabel. Pada analss regres terdapat dua jens varabel yatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kendaraan bermotor merupakan alat yang palng dbutuhkan sebaga meda transportas. Kendaraan dbag menjad dua macam, yatu kendaraan umum dan prbad. Kendaraan umum

Lebih terperinci

I. PENGANTAR STATISTIKA

I. PENGANTAR STATISTIKA 1 I. PENGANTAR STATISTIKA 1.1 Jens-jens Statstk Secara umum, lmu statstka dapat terbag menjad dua jens, yatu: 1. Statstka Deskrptf. Statstka Inferensal Dalam sub bab n akan djelaskan mengena pengertan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. SMK Negeri I Gorontalo. Penetapan lokasi tersebut berdasarkan pada

BAB III METODE PENELITIAN. SMK Negeri I Gorontalo. Penetapan lokasi tersebut berdasarkan pada 3 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat Dan Waktu Peneltan 3.1.1 Tempat Peneltan Peneltan yang dlakukan oleh penelt berlokas d Kelas Ak 6, SMK Neger I Gorontalo. Penetapan lokas tersebut berdasarkan pada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Dalam memlh sesuatu, mula yang memlh yang sederhana sampa ke hal yang sangat rumt yang dbutuhkan bukanlah berpkr yang rumt, tetap bagaman berpkr secara sederhana. AHP

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2 Masalah Transportas Jong Jek Sang (20) menelaskan bahwa masalah transportas merupakan masalah yang serng dhadap dalam pendstrbusan barang Msalkan ada m buah gudang (sumber) yang

Lebih terperinci

BAB III TEORI DASAR. data seismik sebagai input dan data sumur sebagai kontrol (Sukmono, 2000).

BAB III TEORI DASAR. data seismik sebagai input dan data sumur sebagai kontrol (Sukmono, 2000). BAB III TEORI DASAR 3.1. Konsep Dasar Sesmk Refleks Pengertan secara lebh spesfk tentang nvers sesmk dapat ddefnskan sebaga suatu teknk pembuatan model bawah permukaan dengan menggunakan data sesmk sebaga

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan (Research and

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan (Research and III. METODE PENELITIAN A. Desan Peneltan Peneltan n merupakan peneltan pengembangan (Research and Development). Peneltan pengembangan yang dlakukan adalah untuk mengembangkan penuntun praktkum menjad LKS

Lebih terperinci

Kata kunci : daya, bahan bakar, optimasi, ekonomis. pembangkitan yang maksimal dengan biaya pengoperasian unit pembangkit yang minimal.

Kata kunci : daya, bahan bakar, optimasi, ekonomis. pembangkitan yang maksimal dengan biaya pengoperasian unit pembangkit yang minimal. Makalah Semnar Tugas Akhr MENGOPTIMALKAN PEMBAGIAN BEBAN PADA UNIT PEMBANGKIT PLTGU TAMBAK LOROK DENGAN METODE LAGRANGE MULTIPLIER Oleh : Marno Sswanto, LF 303 514 Abstrak Pertumbuhan ndustr pada suatu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan strategi pembelajaran mind mapping dalam pendekatan

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan strategi pembelajaran mind mapping dalam pendekatan 35 BAB III METODE PENELITIAN A. Jens dan Desan Peneltan Jens peneltan n adalah kuas ekspermen. Pada peneltan n terdapat dua kelompok subjek peneltan yatu kelompok ekspermen yang dberkan suatu perlakuan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 ENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusa dlahrkan ke duna dengan ms menjalankan kehdupannya sesua dengan kodrat Illah yakn tumbuh dan berkembang. Untuk tumbuh dan berkembang, berart setap nsan harus

Lebih terperinci

Post test (Treatment) Y 1 X Y 2

Post test (Treatment) Y 1 X Y 2 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Peneltan Metode Peneltan adalah cara lmah untuk memaham suatu objek dalam suatu kegatan peneltan. Peneltan yang dlakukan n bertujuan untuk mengetahu penngkatan hasl

Lebih terperinci

Bab V Aliran Daya Optimal

Bab V Aliran Daya Optimal Bab V Alran Daya Optmal Permasalahan alran daya optmal (Optmal Power Flow/OPF) telah menjad bahan pembcaraan sejak dperkenalkan pertama kal oleh Carpenter pada tahun 196. Karena mater pembahasan tentang

Lebih terperinci