BAB I PENDAHULUAN. Kreativitas merupakan salah satu konstruk yang mendapatkan banyak

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Kreativitas merupakan salah satu konstruk yang mendapatkan banyak"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kreativitas merupakan salah satu konstruk yang mendapatkan banyak perhatian di bidang ilmu perilaku organisasional. Pada tataran praktis, kreativitas dianggap sebagai salah satu faktor penting yang menentukan keberlangsungan organisasi (Amabile, et al., 1996; Oldham & Cummings, 1996). Kreativitas dianggap sebagai sumber utama keunggulan bersaing, terutama pada lingkungan bisnis yang dinamis (George & Zhou, 2002; Zhou, 1998). Perkembangan kreativitas pada tataran praktis mengarahkan peneliti pada tataran teoritis untuk memahami konsep kreativitas dan faktor-faktor yang menjadi anteseden kreativitas (Mumford 2003; Perry-Smith, 2006). Konsep kreativitas sering dipertukarkan dengan inovasi untuk maksud yang sama (Amabile, 1988). Namun demikian, secara konseptual, kreativitas dan inovasi berbeda satu sama lainnya. Kreativitas didefinisikan sebagai produk, ide, atau prosedur baru dan berguna bagi organisasi yang dihasilkan oleh individu (Amabile et al., 1996; Amabile & Conti, 1999; Shalley, 1991). Sedangkan inovasi adalah pengembangan dan implementasi dari produk, ide, atau prosedur yang telah dihasilkan oleh individu (Baer, 2012). Pemahaman terhadap konstruk kreativitas dan anteseden-anteseden kreativitas merupakan titik awal pengembangan inovasi organisasional (Scott & Bruce, 1994). 1

2 Terdapat tiga pendekatan utama yang digunakan untuk menjelaskan kreativitas individual di tempat kerja. Pertama, pendekatan faktor kontekstual/situasional sebagai anteseden kreativitas individual (Amabile, 1983; Amabile, Conti, Coon, Lazenby, & Herron, 1996; Amabile & Conti, 1999). Kedua, pendekatan faktor personal atau karakteristik personal (Barron & Harrington, 1981; Gough, 1979). Ketiga, pendekatan interaksi faktor personal dan situasional dalam menjelaskan kreativitas individual (Woodman et al., 1993). Pendekatan pertama memusatkan perhatiannya pada konteks atau situasi organisasional sebagai anteseden kreativitas individual (Amabile et al., 1996). Teori motivasi intrinsik merupakan dasar teoritis yang banyak digunakan pada pendekatan kontekstual dalam menjelaskan kreativitas individual. Teori ini menyatakan bahwa organisasi dimana individu melakukan pekerjaan akan mempengaruhi motivasi intrinsik yang kemudian mempengaruhi kreativitas individual (Amabile, 1988; Amabile et al., 1996). Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa faktor kontekstual organisasi secara empiris mempunyai pengaruh pada kreativitas individual. Faktor-faktor kontekstual tersebut adalah gaya penyelia dan dorongan penyelia (Oldham & Cummings 1996; Zhou, 2004; Amabile et al., 1996), dorongan organisasional (De Stobbeleire et al., 2011), dan pekerjaan yang menantang (Amabile et al., 1996). Karakteristik pekerjaan merupakan salah satu faktor kontekstual organisasi yang mempunyai kontribusi penting pada motivasi intrinsik (Hackman & Oldham, 1976; Amabile, 1988). Suatu pekerjaan yang menantang yang dikarakteristikkan dengan variasi keahlian, identitas tugas, signifikansi tugas, otonomi, dan balikan 2

3 yang tinggi diprediksi dapat meningkatkan motivasi intrinsik dan kreativitas individual dibandingkan dengan pekerjaan yang relatif sederhana dan rutin (Oldham & Cummings, 1996; Deci & Ryan, 2000). Karakteristik pekerjaan merupakan faktor kontekstual yang secara empiris mempunyai pengaruh pada kreativitas individual. Berbagai dimensi karakteristik pekerjaan yang telah diuji pengaruhnya pada kreativitas individual adalah dimensi balikan (Zhou, 1998; Zhou & George, 2001; De Stobbeleire et al., 2011), otonomi tugas (Zhou, 1998), kompleksitas pekerjaan (Oldham & Cummings, 1996; Shalley et al., 2000; Ohly et al., 2006; Shalley et al., 2009), dan dimensi kontrol pekerjaan (Ohly, 2006). Isu empiris dan teoritis yang dapat diidentifikasi berkaitan dengan pengaruh karakteristik pekerjaan pada kreativitas individual adalah sebagai berikut. Isu pertama, hasil tinjauan empiris menunjukkan adanya ketidakkonsistenan hasil penelitian. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa sebagian dimensi karakteristik pekerjaan mempunyai pengaruh pada kreativitas individual (Zhou, 1998; George & Zhou, 2011). Namun demikian, terdapat beberapa dimensi karakteristik pekerjaan yang tidak mempunyai pengaruh pada kreativitas individual (Shalley et al., 2000; Ohly et al., 2006; Shalley et al., 2009). Isu kedua, pengujian pengaruh karakteristik pekerjaan terhadap kreativitas individual pada penelitian terdahulu umumnya dilakukan dengan mekanisme pengaruh langsung (Oldham & Cummings, 1996; Shalley et al., 2000; Shalley et al., 2009; George & Zhou, 2011) dan belum mempertimbangkan variabel lain yang mempunyai peran pemediasian. Isu kedua ini sangat terkait dengan isu 3

4 pertama. Hasil yang tidak konsisten pada pengaruh karakteristik pekerjaan terhadap kreativitas individual mungkin disebabkan karena penelitian sebelumnya belum mempertimbangkan variabel lain yang mempunyai peran pemediasian. Menurut Ohly et al. (2006), penelitian mendatang hendaknya mempertimbangkan berbagai faktor personal yang mungkin mempunyai peran pemediasian pada pengaruh karakteristik pekerjaan terhadap kreativitas individual. Pengujian tersebut dianggap penting untuk memahami bagaimana faktor kontekstual, yaitu karakteristik pekerjaan saling berinteraksi dengan faktor personal dalam memprediksi kreativitas individual. Isu ketiga, pengujian pengaruh karakteristik pekerjaan pada kreativitas individual pada penelitian terdahulu dilakukan dengan menguji masing-masing dimensi karakteristik pekerjaan secara terpisah. Menurut Hackman dan Oldham (1976), pengujian dimensi-dimensi karakteristik pekerjaan secara terpisah tidak mencerminkan skor potensi motivasi (motivating potential score/mps) intrinsik dari suatu pekerjaan dalam memprediksi variabel luaran. Penelitian mendatang perlu mempertimbangkan pengujian pengaruh seluruh dimensi karakteristik pekerjaan terhadap kreativitas individual. Hal ini perlu dilakukan agar seluruh potensi motivasi intrinsik dari karakteristik pekerjaan dapat terlihat dalam memprediksi kreativitas individual. Pendekatan kedua adalah pendekatan terhadap faktor personal atau karakteristik personal sebagai anteseden kreativitas individual (Barron & Harrington, 1981; Gough, 1979). Pendekatan faktor personal terhadap kreativitas individual pada dasarnya bertujuan untuk meneliti faktor-faktor yang melekat 4

5 pada diri individu yang dianggap menjadi anteseden kreativitas individual (Amabile, Barsade, Mueller, & Staw, 2005). Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa faktor personal merupakan prediktor yang kuat dalam menjelaskan kreativitas individual. Beberapa faktor personal tersebut adalah nilai kreatif potensial (Oldham & Cummings, 1996), efikasi diri (Tierney & Farmer, 2002; Shin et al., 2012), big five personality (Taggar, 2002; Zhou & George, 2001; Bear & Oldham, 2006), kekuatan kebutuhan untuk berkembang (Shalley et al., 2009), gaya kognitif (De Stobbeleire et al., 2011), dan positive moods (Amabile et al., 2005; Bledow et al., 2013). Hasil tinjauan empiris menunjukkan bahwa reaksi afektif merupakan faktor personal yang secara konsisten mampu memprediksi kreativitas individual (George & Zhou 2002; Madjar et al., 2002; Amabile et al., 2005; Bledow et al., 2013). Kreativitas individual dihasilkan melalui suatu proses kognitif yang kompleks yang dipengaruhi, terjadi bersamaan, dan mempengaruhi keadaan afektif seseorang (Amabile et al., 2005). Seorang individu yang sangat kreatif seperti Mozart misalnya, mengatakan bahwa kreativitas seni yang dihasilkan sangat ditentukan oleh positive moods yang dialaminya (Vernon, 1970, dalam Amabile et al., 2005). Reaksi afektif secara teoritis didefinisikan sebagai perasaan umum (generalized feeling states) yang dialami oleh seseorang dalam jangka waktu tertentu (Watson & Tellegen, 1985). George (1992) mengonsepsikan reaksi afektif ini sebagai moods. Moods kemudian terbagi menjadi dua dimensi yang saling 5

6 terpisah satu sama lainnya, yaitu positive moods dan negative moods (Watson & Tellegen, 1985). Positive moods didefinisikan sebagai perasaan positif yang dirasakan oleh individu dalam jangka waktu tertentu. Sedangkan negative moods didefinisikan sebagai perasaan negatif yang dirasakan oleh individu dalam jangka waktu tertentu (Watson & Tellegen, 1985). Beberapa hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa positive moods mempunyai pengaruh positif pada kreativitas individual (George & Zhou 2002; Madjar et al., 2002; Amabile et al., 2005; Bledow et al., 2013). Terdapat isu empiris yang dapat diidentifikasi dari pengaruh positive moods terhadap kreativitas individual. Penelitian terdahulu secara umum menunjukkan bahwa positive moods secara konsisten mempunyai pengaruh pada kreativitas individual. Namun demikian, penelitian yang menguji faktor kontekstual sebagai anteseden positive moods masih jarang dilakukan. Menurut Amabile et al. (2005), penelitian mendatang perlu mempertimbangkan berbagai faktor kontekstual yang menjadi anteseden positive moods. Pengujian anteseden positive moods penting dilakukan untuk memberikan pemahaman yang lebih komprehensif mengenai bagaimana mekanisme faktor kontekstual dan faktor personal saling berinteraksi dalam menjelaskan kreativitas individual. Lebih lanjut, pengujian anteseden positive moods diharapkan dapat memberikan petunjuk apakah positive moods sebagai faktor personal mempunyai peran pemediasian pada pengaruh karakteristik pekerjaan terhadap kreativitas individual. 6

7 Pendekatan ketiga adalah pendekatan interaksional terhadap kreativitas individual. Pendekatan interaksional mengintegrasikan beberapa pendekatan sebelumnya, yaitu pendekatan karakteristik personal dan pendekatan kontekstual. Pendekatan interaksional pada dasarnya bertujuan untuk memahami interaksi antara faktor personal dan faktor kontekstual dalam menjelaskan kreativitas individual di tempat kerja. Menurut Woodman et al. (1993), faktor personal seperti gaya kognitif, faktor afektif, kemampuan individu, karakteristik kepribadian, motivasi, dan pengetahuan individu mempengaruhi dan dipengaruhi oleh faktor kontekstual, seperti fasilitasi sosial, penghargaan sosial lingkungan fisik, karakteristik tugas, dan batasan waktu. Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa faktor karakteristik personal saling berinteraksi dengan faktor kontekstual dalam menjelaskan kreativitas individual (Shalley, 1991; Oldham & Cummings, 1996; Zhou & George, 2001; George & Zhou, 2002; Tierney & Farmer, 2002; Zhou, 1998; Shalley et al., 2009; De Stobbeleire, 2011). Terdapat beberapa isu empiris dan teoritis yang dapat diidentifikasi dari pendekatan interaksional terhadap kreativitas individual. Isu pertama berkaitan dengan pengembangan teori kreativitas individual. Pengujian anteseden kreativitas individual dengan menggunakan pendekatan interaksional umumnya menggunakan dasar teoritis person-environment fits (Schneider, 1987; Schneider et al., 1995). Teori tersebut menjelaskan bahwa perilaku individu disebabkan adanya kesesuaian faktor personal dan faktor kontekstual. Pendekatan 7

8 interaksional berusaha untuk menjawab faktor personal individu yang sesuai dengan faktor kontekstual tertentu dalam menjelaskan perilaku individual. Menurut Terborg (1981), penjelasan terhadap pendekatan interaksional tidak hanya terbatas pada pemahaman mengenai faktor apa yang menyebabkan perilaku individu. Lebih dari itu, peneliti harus mampu menjelaskan mengapa dan bagaimana faktor personal dan faktor lingkungan mempengaruhi perilaku individu. Penelitian mendatang pada perspektif interaksional perlu secara jelas menetapkan dasar teoritis untuk menjelaskan mengapa dan bagaimana faktor personal dan faktor lingkungan mempengaruhi perilaku individu (Terborg, 1981). Isu kedua menyangkut isu pengujian dalam pendekatan interaksional. Pengujian anteseden kreativitas individual dalam pendekatan interaksional umumnya menggunakan mekanisme variabel pemoderasian (Shalley, 1991; Oldham & Cummings, 1996; Zhou & George, 2001; George & Zhou, 2002; Tierney & Farmer, 2002; Zhou, 1998; Shalley et al., 2009; De Stobbeleire, 2011). Mekanisme pengujian dengan variabel pemoderasian bertujuan untuk menguji faktor kontekstual dan faktor personal tertentu dalam menjelaskan kreativitas individual. Pengujian dengan mekanisme pemediasian pada perspektif interaksional masih jarang dilakukan. Hal ini perlu mendapatkan perhatian lebih karena pengujian dengan mekanisme pemediasian dapat menjelaskan bagaimana faktor kontekstual dan personal saling berinteraksi dalam menjelaskan kreativitas individual (Terborg, 1981). 8

9 Kreativitas merupakan konstruk pada level individual. Namun demikian, seiring dengan meningkatnya perhatian pada level kelompok, konstruk kreativitas mulai dikonsepsikan pada level analisis kelompok. Kreativitas kelompok didefinisikan sebagai produk, ide, atau prosedur baru dan berguna bagi organisasi yang dihasilkan oleh sekelompok orang yang bekerja secara bersama-sama dalam suatu kelompok (Shin & Zhou, 2007). Menurut Slappendel (1996), pemahaman terhadap konstruk kreativitas selama ini hanya terbatas pada level analisis individual dan mengabaikan aspek makro, yaitu kreativitas kelompok. Arah penelitian mendatang sebaiknya lebih tertuju pada pemahaman konstruk kreativitas kelompok dan faktor-faktor yang menjadi anteseden kreativitas kelompok (Slappendel, 1996). Hal ini perlu dipertimbangkan dalam pengembangan teori kreativitas yang selama ini banyak didominasi oleh penelitian pada level individual. Penelitian terdahulu secara umum menunjukkan bahwa anteseden kreativitas kelompok konsisten dengan anteseden kreativitas pada level individual. Anteseden kreativitas kelompok terbagi menjadi dua faktor utama, yaitu faktor kontekstual kelompok dan faktor personal individu dalam kelompok atau faktor reaksi afektif kelompok. Beberapa hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa faktor kontekstual kelompok mempunyai pengaruh pada kreativitas kelompok. Faktor-faktor kontekstual kelompok tersebut adalah orientasi tujuan kelompok dan kepercayaan kelompok (Gong et al., 2013). Sedangkan anteseden yang berasal dari reaksi afektif kelompok adalah big five personality (Taggar, 2002), dan positive group affective tone (PGAT) (Tsai et al., 2012). 9

10 Terdapat beberapa isu teoritis dan empiris yang dapat diidentifikasi pada anteseden kreativitas kelompok. Isu pertama, berkaitan dengan pengujian pengaruh kontekstual kelompok terhadap kreativitas kelompok. Pada level analisis individual, karakteristik pekerjaan merupakan kontekstual yang telah banyak diuji pengaruhnya pada kreativitas. Namun demikian, pengujian pengaruh karakteristik pekerjaan kelompok terhadap kreativitas kelompok belum dipertimbangkan pada penelitian sebelumnya. Karakteristik pekerjaan kelompok merupakan pengembangan dari model karakteristik pekerjaan pada level individual. Menurut Hackman (1987), suatu pekerjaan kelompok yang menantang dan kompleks mempunyai beberapa karakteristik, seperti tingginya tingkat variasi keahlian, identitas tugas, signifikansi tugas, self management, dan partisipasi individu dalam kelompok. Pekerjaan kelompok yang mempunyai karakteristik tersebut diprediksi akan meningkatkan motivasi intrinsik kelompok. Motivasi intrinsik kelompok muncul karena karakteristik pekerjaan kelompok memungkinkan individu untuk dapat berpartisipasi dalam pengambilan keputusan kelompok, mempunyai otonomi kelompok yang luas, dan membuat anggota kelompok merasa bahwa pekerjaan kelompok mereka bermakna. Menggunakan logika berfikir pada level individual, suatu kelompok yang mempunyai motivasi intrinsik tinggi diprediksi akan menunjukkan kreativitas kelompok yang tinggi. Isu kedua, konsisten dengan anteseden kreativitas pada level individual, salah satu konstruk yang secara empiris mempunyai pengaruh signifikan pada kreativitas kelompok adalah konstruk PGAT (Tsai et al., 2012). Positive group 10

11 affective tone (PGAT) didefinisikan sebagai konsistensi dan homogenitas reaksi afektif positif antara individu di dalam suatu kelompok (George, 1990). Berdasarkan definisi tersebut, PGAT merupakan suatu fenomena ketika positive moods yang dialami oleh masing-masing individu secara konsisten dialami secara bersama-sama (shared) oleh seluruh anggota kelompok. Menurut Tsai et al. (2012), penelitian mendatang perlu diperluas dengan mempertimbangkan faktor kontekstual kelompok yang menjadi anteseden PGAT. Konstruk karakteristik pekerjaan kelompok merupakan faktor kontekstual kelompok yang perlu mendapat perhatian dan diprediksi dapat menjadi anteseden PGAT pada penelitian mendatang (Collins et al., 2013). Isu ketiga, berkaitan dengan pengujian anteseden kreativitas kelompok pada penelitian sebelumnya yang hanya terfokus pada pengujian faktor kontekstual kelompok. Sejauh tinjauan empiris yang dilakukan, pengujian interaksi antara faktor kontekstual kelompok dan faktor reaksi afektif kelompok sebagai anteseden kreativitas kelompok belum dipertimbangkan pada penelitian sebelumnya. Pengujian interaksi antara faktor kontekstual kelompok dan faktor reaksi afektif kelompok dalam menjelaskan kreativitas kelompok dapat memberikan pemahaman mengenai generalisasi teori kreativitas pada level analisis individual dan level analisis kelompok. Menurut Zhou dan Shalley (2008), isu generalisasi teori kreativitas dengan pendekatan multi-level masih sering diabaikan oleh peneliti. Pengembangan anteseden kreativitas memerlukan pendekatan multi-level, baik pada level individual maupun pada level kelompok (Neuman & Wright, 1999). Pendekatan 11

12 multi-level dipandang perlu dilakukan untuk menjawab apakah pengujian anteseden kreativitas pada level analisis individual menghasilkan prediksi yang sama ketika diuji pada level analisis kelompok. Penjelasan mengenai anteseden kreativitas kelompok memerlukan pemahaman terhadap model keefektifan kelompok atau model dinamika kelompok (Collins et al., 2013; Marks et al., 2001). Model tersebut menjelaskan proses dinamika kelompok yang terdiri dari empat tahapan, yaitu masukan, proses, states, dan luaran. Karakteristik pekerjaan kelompok merupakan faktor kontekstual yang diprediksi menjadi masukan. Masukan selanjutnya akan mempengaruhi proses kelompok. Proses kelompok adalah bentuk interaksi antar individu dalam kelompok. Proses kelompok ini kemudian membentuk states kelompok, yaitu PGAT. PGAT kemudian mempengaruhi luaran kelompok, yaitu kreativitas kelompok. Pemahaman terhadap anteseden kreativitas individual tidak hanya terbatas pada faktor personal, faktor kontekstual, dan interaksi diantara dua faktor tersebut. Lebih dari itu, pemahaman terhadap kreativitas individual memerlukan pemahaman mengenai pengaruh faktor kontekstual kelompok terhadap kreativitas individual (Hirst, Knippenberg, & Zhou, 2009). Hal ini dianggap penting karena pada banyak organisasi individu bekerja dalam kelompok kerja atau unit kerja. Sehingga kreativitas individu seringkali diakibatkan oleh adanya faktor kontekstual kelompok tersebut (Shalley, Zhou, & Oldham, 2004). Pengujian pengaruh faktor kontekstual kelompok terhadap kreativitas individual mengarahkan penelitian kreativitas pada pendekatan lintas-level. 12

13 Pendekatan lintas-level pada anteseden kreativitas individual bertujuan untuk mengetahui pengaruh fenomena pada level kelompok atau faktor kontekstual kelompok terhadap kreativitas individual. Pengujian dengan pendekatan lintaslevel sangat diperlukan dalam pengembangan teori kreativitas. Pengujian anteseden kreativitas individual secara lintas-level akan melengkapi penjelasan pada level individual dan level kelompok dan memberikan pemahaman yang lebih komprehensif pada teori kreativitas. Pengembangan teori kreativitas individual dengan pendekatan lintas-level masing jarang dilakukan. Setidaknya, terdapat dua penelitian terdahulu yang menguji pengaruh faktor kontekstual kelompok pada kreativitas individual. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Hirst et al. (2009), menunjukkan bahwa perilaku pembelajaran kelompok mempunyai pengaruh pada kreativitas individual. Lebih lanjut, hasil penelitian Hirst et al. (2013) menunjukkan bahwa orientasi tujuan, sentralisasi, dan formalisasi kelompok mempunyai pengaruh pada kreativitas individual. Terdapat beberapa isu empiris yang muncul pada pengaruh faktor kontekstual kelompok terhadap kreativitas individual. Isu pertama, pengujian pengaruh karakteristik pekerjaan kelompok dengan kreativitas individual belum pernah dilakukan sebelumnya. Suatu pekerjaan kelompok yang dikarakteristikkan dengan tingginya tingkat variasi keahlian, identitas tugas, signifikansi tugas, self management, dan partisipasi individu dalam kelompok diprediksi dapat meningkatkan motivasi intrinsik kelompok yang pada akhirnya berpengaruh pada kreativitas individual. 13

14 Isu kedua, pengujian pengaruh faktor kontekstual kelompok yang berasal dari reaksi afektif kelompok terhadap kreativitas individual belum dipertimbangkan pada penelitian sebelumnya. PGAT merupakan faktor kontekstual kelompok yang berasal dari reaksi afektif kelompok yang diprediksi dapat menjelaskan kreativitas individual. Tingkat PGAT tinggi menciptakan suasana yang menyenangkan dalam kelompok. Dengan suasana kelompok yang menyenangkan, individu akan lebih mudah memproses informasi dan bertukar informasi dari konteks sosial mereka. Proses ini akan mendorong kreativitas individual. B. Perumusan Masalah Pada bagian sebelumnya dipaparkan berbagai isu teoritis dan empiris yang dapat diidentifikasi dari anteseden kreativitas. Baik pada level individual, level kelompok, maupun anteseden kreativitas secara lintas-level. Berdasarkan tinjauan teoritis dan empiris pada bagian sebelumnya, setidaknya terdapat beberapa isu atau celah penelitian yang perlu diteliti lebih lanjut. Pertama, pada level individual, penelitian terdahulu yang menguji pengaruh karakteristik pekerjaan pada kreativitas individual menunjukkan hasil yang tidak konsisten. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa dimensi karakteristik pekerjaan, yaitu balikan mempunyai pengaruh positif pada kreativitas individual (Zhou, 1998; George & Zhou, 2001). Namun demikian, hasil penelitian yang dilakukan oleh De Stobbeleire et al. (2011) menunjukkan bahwa balikan mempunyai pengaruh yang tidak signifikan pada kreativitas individual. 14

15 Hasil penelitian yang tidak konsisten juga terjadi pada pengujian pengaruh dimensi otonomi tugas terhadap kreativitas individual. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Zhou (1998), menunjukkan bahwa otonomi tugas mempunyai pengaruh tidak signifikan pada kreativitas individual. Hasil yang berbeda ditunjukkan oleh penelitian yang dilakukan oleh Ohly et al. (2006), yang menunjukkan bahwa kontrol pekerjaan mempunyai pengaruh signifikan pada kreativitas individual. Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa dimensi kompleksitas pekerjaan mempunyai pengaruh tidak signifikan pada kreativitas individual (Shalley et al., 2000; Ohly et al., 2006; Shalley et al., 2009). Hal itu berbeda dengan hasil penelitian Oldham dan Cummings (1996), yang menunjukkan dimensi kompleksitas pekerjaan mempunyai pengaruh pada kreativitas individual, walaupun dengan tingkat signifikansi yang lemah. Berdasarkan kontroversi hasil penelitian tersebut, maka penelitian ini mencoba menguji lebih lanjut apakah karakteristik pekerjaan mempunyai pengaruh pada kreativitas individual. Dasar teoritis yang digunakan untuk menjelaskan pengaruh karakteristik pekerjaan pada kreativitas individual adalah teori motivasi intrinsik. Motivasi intrinsik didefinisikan sebagai keinginan individu untuk mengeluarkan usaha yang lebih besar terhadap pekerjaan karena adanya ketertarikan dan kesenangan/kegembiraan terhadap pekerjaan yang dilakukan (Ryan & Deci, 2000). Menurut Elsbach dan Hargadon (2006), konteks pekerjaan 15

16 seperti desain pekerjaan dapat meningkatkan motivasi intrinsik yang kemudian dapat meningkatkan kreativitas individu di tempat kerja. Kedua, beberapa penelitian terdahulu yang menguji pengaruh karakteristik pekerjaan pada kreativitas individual hanya menggunakan sebagian dimensi karakteristik pekerjaan. Menurut Oldham dan Cummings (1996), pengujian sebagian dimensi karakteristik pekerjaan terhadap kreativitas individual tidak mencerminkan seluruh potensi yang ada dalam karakteristik pekerjaan dalam memprediksi kreativitas individual. Menurut Hackman dan Oldham (1976), suatu pekerjaan mempunyai karakteristik dasar yang terdiri dari lima dimensi, yaitu: (1) variasi keahlian; (2) identitas tugas; (3) signifikansi tugas; (4) otonomi; dan (5) balikan. Pengukuran dimensi-dimensi karakteristik pekerjaan dapat dilakukan dengan beberapa cara. Pertama, menguji pengaruh masing-masing dimensi karakteristik pekerjaan pada variabel luaran. Kedua, menguji pengaruh karakteristik pekerjaan dengan variabel luaran menggunakan indeks skor motivasi potensial (motivating potential score/mps). Ketiga, menguji pengaruh karakteristik pekerjaan pada variabel luaran dengan menggunakan skor total. Perbedaan antara indeks MPS dan skor total adalah bahwa indeks MPS terdapat nilai perkalian, sedangkan indeks skor total menggunakan nilai penjumlahan. Berdasarkan isu tersebut, maka pada penelitian ini pengujian pengaruh karakteristik pekerjaan pada kreativitas individual dilakukan dengan menggunakan indeks MPS dan skor total. Hal ini dilakukan agar seluruh potensi 16

17 motivasi individu yang didapat dari berbagai dimensi karakteristik pekerjaan dapat diuji pengaruhnya terhadap kreativitas individual. Ketiga, penelitian terdahulu yang menguji pengaruh positive moods pada kreativitas individual secara umum menunjukkan hasil yang konsisten. Namun demikian, menurut Amabile et al. (2005), penelitian mendatang perlu mempertimbangkan berbagai faktor kontekstual yang menjadi anteseden positive moods. Faktor kontekstual yang secara konsisten mempunyai pengaruh pada positive moods adalah karakteristik pekerjaan (Saavedra & Kwun, 2000). Oleh sebab itu, penelitian ini mencoba menguji lebih lanjut pengaruh karakteristik pekerjaan pada positive moods. Keempat, penelitian terdahulu yang menguji pengaruh karakteristik pekerjaan pada kreativitas individual menunjukkan hasil yang tidak konsisten. Menurut Ohly et al. (2006), hasil penelitian yang tidak konsisten tersebut mungkin disebabkan adanya variabel pemediasian pada pengaruh karakteristik pekerjaan terhadap kreativitas individual. Konstruk yang mempunyai potensi sebagai variabel pemediasian adalah positive moods. Beberapa penelitian terdahulu menunjukkan bahwa positive moods sebagai faktor personal secara empiris mempunyai pengaruh signifikan pada kreativitas individual (George & Zhou 2002; Madjar et al., 2002; Amabile et al., 2005; Bledow et al., 2013). Berdasarkan isu ketiga dan keempat, penelitian ini mencoba menguji pengaruh karakteristik pekerjaan pada kreativitas individual dengan menggunakan positive moods sebagai variabel pemediasian. Dasar teoritis yang relevan untuk menjelaskan keterkaitan antara karakteristik pekerjaan, positive moods, dan 17

18 kreativitas individual adalah affective event theory (AET). AET menjelaskan bahwa lingkungan kerja atau konteks pekerjaan akan mempengaruhi reaksi afektif seorang individu. Reaksi afektif individual ini kemudian akan mempengaruhi sikap dan perilaku kerja (Weiss & Cropanzano, 1996). Menurut Weiss dan Cropanzano (1996), inti dari penjelasan AET adalah bahwa reaksi afektif memediasi pengaruh konteks pekerjaan pada sikap dan perilaku kerja. Pengujian terhadap konstruk yang menjadi anteseden dan konsekuen reaksi afektif dapat membantu peneliti untuk memahami bagaimana faktor kontekstual organisasi mempengaruhi faktor afektif, dan bagaimana faktor afektif tersebut mempengaruhi perilaku individual (Brief & Weiss, 2002). Kelima, hasil tinjauan empiris pada anteseden kreativitas analisis kelompok, menunjukkan bahwa sebagian besar penelitian dilakukan pada level analisis individual dan kurang mempertimbangkan pengujian secara multi-level (Gong et al., 2013). Berdasarkan isu tersebut, konsisten dengan pengujian pada level individual, penelitian ini mencoba menguji pengaruh karakteristik pekerjaan kelompok pada kreativitas kelompok dengan memasukkan variabel PGAT sebagai variabel pemediasian. Dasar teoritis yang digunakan untuk menjelaskan mekanisme pengaruh karakteristik pekerjaan, PGAT, dan kreativitas kelompok adalah model group affective tone (Collins et al., 2013). Model ini terdiri dari empat tahapan proses kelompok, yaitu: (1) masukan, yang terdiri masukan-masukan individual dan masukan-masukan kelompok; (2) proses, adalah mekanisme konvergensi reaksi afektif dalam kelompok yang terjadi secara top-down dan bottom up; (3) emergent 18

19 states, adalah reaksi afektif kelompok yang diakibatkan oleh adanya proses konvergensi reaksi afektif individu dalam kelompok; (4) luaran kelompok, yang diukur melalui tiga kriteria, yaitu dinamika kelompok, perilaku kelompok, dan kinerja kelompok. Menggunakan rerangka kerja model group affective tone, maka pada penelitian ini variabel yang menjadi masukan adalah karakteristik pekerjaan kelompok. Karakteristik pekerjaan kelompok diprediksi mempunyai pengaruh pada proses, yaitu interaksi antar individu dalam kelompok. Interaksi individu dalam kelompok selanjutnya membentuk reaksi afektif pada level kelompok. Fenomena ini dinamakan dengan group affective tone, yang selanjutnya diprediksi mempunyai pengaruh pada luaran kelompok, yaitu kreativitas kelompok. Keenam, pengujian anteseden kreativitas secara lintas-level masih jarang sekali dilakukan. Secara spesifik, pengujian pengaruh karakteristik pekerjaan kelompok sebagai faktor kontekstual kelompok terhadap kreativitas individual belum pernah dilakukan pada penelitian sebelumnya. Penelitian ini mencoba menguji pengaruh karakteristik pekerjaan kelompok terhadap kreativitas individual secara lintas-level menggunakan dasar teori desain kelompok kerja (Hackman, 1987). Teori ini menyatakan bahwa karakteristik pekerjaan kelompok merupakan salah satu faktor kontekstual kelompok yang dipertimbangkan dapat meningkatkan motivasi intrinsik kelompok. Menurut Amabile (1996), konteks pekerjaan kelompok dimana individu melaksanakan pekerjaan akan mempengaruhi motivasi intrinsik yang kemudian berpengaruh pada kreativitas individual di tempat kerja. 19

20 Ketujuh, hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa faktor kontekstual kelompok yang berasal dari reaksi afektif kelompok, yaitu PGAT belum dipertimbangkan untuk diuji pengaruhnya terhadap kreativitas individual secara lintas-level. Penelitian ini mencoba menguji pengaruh tersebut dengan menggunakan dasar teori pemrosesan informasi sosial (Salancik & Pfeffer, 1978). Teori pemrosesan informasi sosial dipandang dapat menjadi dasar teoritis yang memadai untuk menjelaskan pengaruh PGAT terhadap kreativitas individual. Menurut Salancik dan Pfeffer (1978), informasi sosial merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi sikap dan perilaku individu dalam organisasi. Suatu kelompok dengan tingkat PGAT tinggi akan menciptakan suasana kelompok yang menyenangkan. Pada kondisi kelompok yang menyenangkan, individu akan saling berbagi informasi. Lebih lanjut, pada kondisi kelompok yang menyenangkan individu dapat memproses informasi sosial secara lebih efisien. Pemrosesan informasi dari konteks kelompok ini mendorong individu untuk menunjukkan kreativitas yang lebih tinggi. Kedelapan, penelitian ini mencoba menguji pengaruh karakteristik pekerjaan kelompok pada kreativitas individual dengan memasukan variabel PGAT sebagai variabel pemediasian. Dinamika pengaruh karakteristik pekerjaan kelompok dan PGAT sebagai faktor kontekstual kelompok terhadap kreativitas individual belum dipertimbangkan pada penelitian sebelumnya. Mekanisme pemediasian PGAT pada pengaruh karakteristik pekerjaan kelompok terhadap kreativitas individual dijelaskan menggunakan integrasi teori pemrosesan informasi sosial (Salancik & Pfeffer, 1978), desain kelompok kerja 20

21 (Hackman, 1987), dan model anteseden-konsekuen positive group affective tone (Collins et al., 2013). Menurut Collins et al. (2013) karakteristik pekerjaan kelompok merupakan variabel masukan yang mempengaruhi proses interaksi antar individu dalam kelompok. Proses interaksi tersebut kemudian mendorong munculnya reaksi afektif kelompok (states), yaitu PGAT. PGAT menciptakan suasana yang menyenangkan dalam kelompok sehingga individu dapat saling berbagi informasi dan memproses informasi dari lingkungan sosial. Hal ini selanjutnya mendorong individu untuk menunjukkan kreativitas individual. Berdasarkan beberapa isu dan celah empiris yang telah dibahas sebelumnya, secara umum tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut. Pertama, pada level analisis individual, penelitian ini menguji pengaruh karakteristik pekerjaan pada kreativitas individual dengan memasukan positive moods sebagai variabel pemediasian. Pengukuran karakteristik pekerjaan menggunakan indeks motivating potential score dan indeks skor total. Kedua, pada level analisis kelompok, penelitian ini menguji pengaruh karakteristik pekerjaan kelompok pada kreativitas kelompok dengan memasukan PGAT sebagai variabel pemediasian. Pengujian pada level analisis kelompok ini konsisten dengan pengujian pada level individual (multi-level). Ketiga, pada analisis lintas-level, penelitian ini menguji pengaruh karakteristik pekerjaan kelompok pada kreativitas individual dengan memasukan PGAT sebagai variabel pemediasian. Pengujian anteseden kreativitas individual secara lintas-level bertujuan untuk mengetahui pengaruh faktor kontekstual pada level analisis kelompok terhadap kreativitas pada level analisis individual. 21

22 Uraian perumusan masalah yang telah dipaparkan sebelumnya mengarah pada beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Apakah karakteristik pekerjaan mempunyai pengaruh positif pada kreativitas individual? 2. Apakah karakteristik pekerjaan mempunyai pengaruh positif pada positive moods? 3. Apakah positive moods mempunyai pengaruh positif pada kreativitas individual? 4. Apakah positive moods memediasi pengaruh karakteristik pekerjaan pada kreativitas individual? 5. Apakah karakteristik pekerjaan kelompok mempunyai pengaruh positif pada kreativitas kelompok? 6. Apakah karakteristik pekerjaan kelompok mempunyai pengaruh positif pada PGAT? 7. Apakah PGAT mempunyai pengaruh positif pada kreativitas kelompok? 8. Apakah PGAT memediasi pengaruh karakteristik pekerjaan kelompok pada kreativitas kelompok? 9. Apakah karakteristik pekerjaan kelompok mempunyai pengaruh positif pada kreativitas individual? 10. Apakah PGAT mempunyai pengaruh positif pada kreativitas individual? 11. Apakah PGAT memediasi pengaruh karakteristik pekerjaan kelompok pada kreativitas individual? 22

23 C. Tujuan Penelitian Sesuai dengan perumusan masalah, maka penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menguji secara empiris pengaruh positif karakteristik pekerjaan pada kreativitas individual. 2. Menguji secara empiris pengaruh positif karakteristik pekerjaan pada positive moods. 3. Menguji secara empiris pengaruh positif positive moods pada kreativitas individual. 4. Menguji secara empiris peran positive moods sebagai variabel pemediasian pada pengaruh karakteristik pekerjaan terhadap kreativitas individual. 5. Menguji secara empiris pengaruh positif karakteristik pekerjaan kelompok pada kreativitas kelompok. 6. Menguji secara empiris pengaruh positif karakteristik pekerjaan kelompok pada PGAT. 7. Menguji secara empiris pengaruh positif PGAT pada kreativitas kelompok. 8. Menguji secara empiris peran PGAT sebagai variabel pemediasian pada pengaruh karakteristik pekerjaan kelompok terhadap kreativitas kelompok. 9. Menguji secara empiris pengaruh positif karakteristik pekerjaan kelompok pada kreativitas individual. 10. Menguji secara empiris pengaruh positif PGAT pada kreativitas individual. 11. Menguji secara empiris peran PGAT sebagai variabel pemediasian pada pengaruh karakteristik pekerjaan kelompok terhadap kreativitas individual. 23

24 D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan teori kreativitas. Penelitian ini menguji anteseden kreativitas pada level analisis individual, level analisis kelompok, dan analisis secara lintas-level. Pengujian anteseden kreativitas pada berbagai level analisis secara terintegrasi diharapkan dapat memberikan pemahaman baru pada pengembangan teori kreativitas yang selama ini banyak didominasi oleh penjelasan pada level analisis individual. Lebih lanjut, penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman terkait integrasi berbagai dasar teoritis dalam menjelaskan model integrasi kreativitas. 2. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan mempunyai kontribusi secara praktis bagi organisasi. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi, pengetahuan, dan bahan pertimbangan dalam intervensi kebijakan organisasional untuk meningkatkan kreativitas individual dan kreativitas pada level kelompok. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan petunjuk bahwa desain pekerjaan akan berimplikasi pada moods individual dan kelompok. Moods individual dan kelompok mempunyai ini kemudian mempunyai pengaruh pada kreativitas individu dan kelompok. Lebih lanjut, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan petunjuk bagi organisasi bahwa modifikasi pada faktor kontekstual kelompok dimana individu bekerja akan berimplikasi pada kreativitas individu. 24

25 E. Orisinalitas Penelitian Terdapat beberapa catatan berkaitan dengan pengujian anteseden kreativitas pada penelitian sebelumnya. Pertama, pada level analisis individual, penelitian sebelumnya kurang mempertimbangkan faktor personal yang berpotensi menjadi variabel pemediasian pada pengaruh karakteristik pekerjaan terhadap kreativitas individual. Lebih lanjut, penelitian terdahulu yang menguji pengaruh karakteristik pekerjaan pada kreativitas individual hanya menggunakan sebagian atau beberapa dimensi karakteristik pekerjaan. Kedua, penelitian-penelitian sebelumnya yang menguji anteseden kreativitas kurang mempertimbangkan pendekatan multi-level atau generalisasi model level analisis individual pada level analisis kelompok. Ketiga, kebanyakan penelitian sebelumnya kurang mempertimbangkan faktor kontekstual kelompok sebagai anteseden kreativitas individual dengan menggunakan pendekatan lintas-level. Keempat, pengujian anteseden kreativitas pada penelitian sebelumnya belum mempertimbangkan pengujian secara integrasi, baik pada level individual, kelompok, maupun secara lintas-level. Tabel 1.1 menunjukkan ringkasan beberapa penelitian terdahulu yang menguji anteseden kreativitas. Tabel 1.1. Ringkasan Hasil Penelitian Anteseden Kreativitas Peneliti Anteseden Moderasi Mediasi 1). Oldham dan Cummings (1996) Skor potensi kreatif, kompleksitas pekerjaan, dukungan penyelia, pengawasan penyelia Skor potensi kreatif, Kompleksitas pekerjaan Level Analisis Individual 25

26 Tabel 1.1. Ringkasan Hasil Penelitian Anteseden Kreativitas (lanjutan) 2). Zhou (1998) Peneliti Anteseden Moderasi Mediasi 3). George dan Zhou (2001) 4). Shalley, Gilson, dan Blum (2000) 5). Ohly, Sonnetag, dan Pluntke (2006) 6). George dan Zhou (2002) Valensi balikan, gaya balikan, otonomi tugas Valensi balikan Otonomi tugas, kompleksitas pekerjaan, dukungan organisasional Rutinisasi, kontrol terhadap pekerjaan, tekanan waktu Positive moods, negative moods Orientasi pencapaian Keterbukaan terhadap pengalaman, conscientiousness Karakteristik lingkungan pekerjaan Level Analisis Individual Individual Individual Individual Individual 7). Madjar, Oldham, dan Pratt (2002) Dukungan dari penyelia dan rekan kerja, dukungan dari keluarga dan teman Positive moods, negative moods Individual 8). Amabile, Barsade, Mueller, dan Staw (2005) Positive moods, negative moods, emotional ambivalence Individual 9). Bledow, Rosing, dan Frese (2013) Positive moods Negative moods Individual 26

27 Tabel 1.1. Ringkasan Hasil Penelitian Anteseden Kreativitas (lanjutan) Peneliti Anteseden Moderasi Mediasi Level Analisis 10). Tsai, Chi, Grandey, dan Fung (2012) 11). Gong, Kim, Lee, dan Zhu (2013) Positive group affective tone Orientasi tujuan individual, Orientasi tujuan kelompok Negative group affective tone, team trust Pertukaran informasi dalam kelompok Kelompok Multi-level (individual dan kelompok) 12). Hirst, Knippenberg, dan Zhou (2009) Orientasi tujuan kelompok Perilaku pembelajaran kelompok Lintas-level (kelompok terhadap individual) 13). Hirst, Knippenberg,, Chen, dan Sacramento (2011) Orientasi pembelajaran kelompok, orientasi menghindar Formalisasi, sentralisasi Individual dan lintas-level (kelompok terhadap individual) 14). Penelitian ini ( ) Motivating potential score individual, Motivating potential score kelompok Positive moods, Positive group affective tone Multi-level (individualkelompok) Lintas-level (kelompokindividual) Penelitian ini berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya yang menguji anteseden kreativitas. Letak orisinalitas teoritis pada penelitian ini adalah sebagai berikut. Pertama, pada level analisis individual penelitian ini mencoba menguji pengaruh karakteristik pekerjaan pada kreativitas individual dengan memasukan positive moods sebagai variabel pemediasian. Dasar teoritis yang digunakan untuk menjelaskan mekanisme tersebut berbeda dengan penelitian sebelumnya. 27

28 Penelitian sebelumnya menggunakan dasar teoritis person-environment fits (Oldham & Cummings, 1996; Zhou, 1998; Shalley, Gilson, & Blum, 2000; George & Zhou, 2001). Pada penelitian ini dasar teoritis yang digunakan adalah affective event theory (AET). Penggunaan dasar teoritis AET diharapkan dapat memberikan penjelasan mengenai bagaimana pengaruh faktor kontekstual dan faktor personal dalam menjelaskan kreativitas individual. Lebih lanjut, penelitian ini mencoba menguji pengaruh seluruh dimensi karakteristik pekerjaan pada kreativitas individual menggunakan indeks MPS dan skor total. Kedua, pada pengujian analisis multi-level, penelitian ini berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya yang menguji pengaruh faktor kontekstual kelompok dan faktor reaksi afektif kelompok pada kreativitas kelompok secara terpisah (Gong et al., 2013; Hirst et al., 2009; Tsai et al., 2012). Penelitian ini berbeda dengan penelitian tersebut. Penelitian ini mencoba mengintegrasikan anteseden kreativitas kelompok yang berasal dari faktor kontekstual kelompok dan faktor reaksi afektif kelompok secara simultan. Lebih lanjut, penelitian ini menguji peran PGAT sebagai variabel pemediasian pada pengaruh karakteristik pekerjaan kelompok terhadap kreativitas kelompok. Model pengujian seperti ini belum dipertimbangkan pada penelitian sebelumnya. Pada penelitian ini model anteseden-konsekuen group affective tone (Collins et al., 2013) dijadikan dasar teoritis untuk menjelaskan mekanisme pemediasian PGAT pada pengaruh karakteristik pekerjaan kelompok terhadap kreativitas kelompok. Ketiga, pada analisis lintas-level, penelitian ini mencoba menguji pengaruh karakteristik pekerjaan kelompok pada kreativitas individual dengan 28

29 menggunakan PGAT sebagai variabel pemediasian. Penelitian yang menguji hubungan tersebut belum pernah dilakukan sebelumnya. Pengembangan model anteseden kreativitas individual secara lintas-level pada penelitian ini didasarkan pada integrasi teori model anteseden-konsekuen group affective tone (Collins et al., 2013), model desain pekerjaan kelompok (Hackman, 1987),dan teori pemrosesan informasi sosial (Salancik & Pfeffer, 1978). Keempat, orisinalitas teoritis pada penelitian ini berkaitan dengan pengujian anteseden kreativitas dengan menggunakan model integrasi. Sepanjang tinjauan yang dilakukan, penelitian sebelumnya belum mempertimbangkan pengujian anteseden kreativitas, baik pada level individual, kelompok, maupun secara lintaslevel secara terintegrasi dalam satu penelitian. Dasar teoritis yang digunakan untuk menguji model integrasi pada penelitian ini adalah integrasi berbagai teori yang beroperasi pada level individual, level kelompok, dan dasar teori yang menjelaskan pengujian secara lintas-level. Orisinalitas empiris yang dapat diidentifikasi pada penelitian ini adalah sebagai berikut. Pertama, penelitian ini mencoba menguji karakteristik pekerjaan dengan kreativitas individual dengan memasukan positive moods sebagai variabel pemediasian. Penelitian ini berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya yang hanya mempertimbangkan faktor kontekstual, yaitu karakteristik pekerjaan sebagai anteseden kreativitas individual (Oldham & Cumming, 1996; Zhou, 1998; George & Zhou, 2001; Shalley et al., 2000; Ohly et al., 2006). Kedua, penelitian ini menguji karakteristik pekerjaan dengan kreativitas individual dengan menggunakan indeks MPS dan skor total karakteristik 29

30 pekerjaan. Hal ini berbeda dengan penelitian sebelumnya yang hanya menguji masing-masing dimensi karakteristik pekerjaan secara terpisah (Oldham & Cumming, 1996). Pengujian seluruh dimensi karakteristik pekerjaan dengan indeks MPS dan skor total secara teoritis lebih mencerminkan seluruh nilai motivasi potensial dari suatu pekerjaan (Hackman & Oldham, 1975). Ketiga, penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Madjar et al. (2002). Letak perbedaannya terletak pada variabel independen yang digunakan. Penelitian ini menggunakan variabel independen karakteristik pekerjaan, sedangkan pada penelitian tersebut menggunakan variabel independen dukungan dari dalam organisasi (rekan kerja dan penyelia) dan dukungan dari luar pekerjaan (keluarga dan teman) sebagai variabel independen. Lebih lanjut, penelitian Madjar et al. (2002) menggunakan level analisis individual, sedangkan penelitian ini menggunakan analisis multi-level dan lintas-level. Ketiga, penelitian ini menguji pengaruh positive moods pada kreativitas individual dengan memasukkan positive moods sebagai variabel pemediasian secara multi-level dan lintas-level. Penelitian ini memperluas penelitian sebelumnya yang dilakukan George dan Zhou (2002), Amabile et al. (2005), dan Bledow et al. (2013) yang hanya terbatas pada pengujian pengaruh langsung positive moods pada kreativitas individual. Keempat, pada level analisis kelompok, penelitian ini menguji pengaruh karakteristik pekerjaan kelompok pada kreativitas kelompok dengan memasukkan variabel PGAT sebagai variabel pemediasian. Penelitian ini memperluas penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Tsai et al. (2012) yang hanya terbatas 30

31 pada pengujian pengaruh langsung PGAT pada kreativitas kelompok. Lebih lanjut, perbedaan utama penelitian ini dengan penelitian Tsai et al. (2012) terletak pada peran PGAT yang diuji pengaruhnya baik pada kreativitas kelompok, maupun pada kreativitas individual menggunakan pendekatan lintas-level. Kelima, pengujian faktor kontekstual kelompok dengan kreativitas individual secara lintas level pada penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Hirst et al. (2009) dan Hirst et al. (2011). Perbedaannya terletak pada variabel anteseden yang digunakan. Penelitian yang dilakukan oleh Hirst et al. (2009), menguji pengaruh variabel orientasi tujuan kelompok pada kreativitas individual yang dimediasi oleh variabel perilaku pembelajaran kelompok. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Hirst et al. (2011), menguji pengaruh orientasi pembelajaran kelompok pada kreativitas individual yang dimoderasi oleh variabel formalisasi dan sentralisasi. Pada penelitian ini, faktor kontekstual kelompok yang diuji sebagai anteseden kreativitas individual adalah karakteristik pekerjaan kelompok dan PGAT. 31

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan selalu dituntut memiliki kreativitas yang tinggi karena dapat

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan selalu dituntut memiliki kreativitas yang tinggi karena dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perusahaan selalu dituntut memiliki kreativitas yang tinggi karena dapat membantu perusahaan memperoleh keuntungan dan bahkan bisa mendapatkan keunggulan kompetitif.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan perubahan agar organisasi dapat bertahan dan berjalan dengan efektif

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan perubahan agar organisasi dapat bertahan dan berjalan dengan efektif BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kreativitas individual dan organisasional diperlukan untuk beradaptasi dengan perubahan agar organisasi dapat bertahan dan berjalan dengan efektif (Woodman, Sawyer,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dekade terakhir (Jaussi & Dionne, 2003; Joo, McLean, & Yang, 2013). Fokus

BAB I PENDAHULUAN. dekade terakhir (Jaussi & Dionne, 2003; Joo, McLean, & Yang, 2013). Fokus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Studi Kreativitas menjadi topik yang hangat dan agenda penting dalam dua dekade terakhir (Jaussi & Dionne, 2003; Joo, McLean, & Yang, 2013). Fokus terhadap kreativitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai sumberdaya dan kapabilitas organisasinya (Baron & Kreps, 1999).

BAB I PENDAHULUAN. berbagai sumberdaya dan kapabilitas organisasinya (Baron & Kreps, 1999). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dinamika yang terjadi pada lingkungan eksternal menuntut organisasi untuk terus bertahan di tengah iklim yang kompetitif. Organisasi harus mampu bergerak maju menyesuaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendapat dan proses yang berada pada level individual; sedangkan, inovasi dapat

BAB I PENDAHULUAN. pendapat dan proses yang berada pada level individual; sedangkan, inovasi dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perusahaan-perusahaan yang berada pada ranah lingkungan dinamis dan kompetitif membutuhkan inovasi dan kreativitas agar dapat terus hidup, bersaing dan menciptakan keunggulan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. yang telah dilakukan pada bab sebelumnya adalah: mempengaruhi individu untuk melakukan internalisasi nilai-nilai organisasi

BAB V PENUTUP. yang telah dilakukan pada bab sebelumnya adalah: mempengaruhi individu untuk melakukan internalisasi nilai-nilai organisasi BAB V PENUTUP A. Simpulan Beberapa kesimpulan yang dapat ditarik atas hasil analisis dan pembahasan yang telah dilakukan pada bab sebelumnya adalah: 1. Identifikasi organisasional berpengaruh positif dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. organisasi. Karir di masa sekarang jauh berbeda dengan karir di masa lalu.

BAB I PENDAHULUAN. organisasi. Karir di masa sekarang jauh berbeda dengan karir di masa lalu. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karir menjadi salah satu penghubung utama bagi individu dengan organisasi. Karir di masa sekarang jauh berbeda dengan karir di masa lalu. Di masa lalu tidak terpikirkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Emosi tidak dapat dipisahkan dari kegiatan sehari-hari setiap individu,

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Emosi tidak dapat dipisahkan dari kegiatan sehari-hari setiap individu, BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Emosi tidak dapat dipisahkan dari kegiatan sehari-hari setiap individu, terutama dalam interaksi sosial. Dalam organisasi, peran dan konsekuensi emosi serta afektif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. persaingan bisnis. Persaingan bisnis yang semakin ketat dan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. persaingan bisnis. Persaingan bisnis yang semakin ketat dan perkembangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Semua perusahaan selalu berupaya untuk menjadi pemenang dalam persaingan bisnis. Persaingan bisnis yang semakin ketat dan perkembangan inovasi di era globalisasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori kognitif dikembangkan oleh Jean Piaget pada tahun Piaget

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori kognitif dikembangkan oleh Jean Piaget pada tahun Piaget BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Kognitif Teori kognitif dikembangkan oleh Jean Piaget pada tahun 1896-1980. Piaget berpendapat bahwa proses berpikir sebagai aktivitas gradual dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. fase diyakini sebagai titik di mana ide ini pertama kali diadopsi, yaitu titik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. fase diyakini sebagai titik di mana ide ini pertama kali diadopsi, yaitu titik BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2. 1. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. 1 Perilaku Kerja Inovatif Teori inovasi sering menggambarkan proses inovasi yang terdiri dari dua fase utama: inisiasi dan implementasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam lingkungan pekerjaan. Aturan ini memberikan panduan bagi anggota

BAB I PENDAHULUAN. dalam lingkungan pekerjaan. Aturan ini memberikan panduan bagi anggota BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Organisasi mempunyai aturan tentang emosi yang harus diekspresikan dalam lingkungan pekerjaan. Aturan ini memberikan panduan bagi anggota organisasi dalam mengekspresikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tengah persaingan dan lingkungan bisnis yang dinamis serta menciptakan

BAB 1 PENDAHULUAN. tengah persaingan dan lingkungan bisnis yang dinamis serta menciptakan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hampir semua organisasi menyadari bahwa dalam iklim kompetitif saat ini, inovasi menjadi salah satu kunci sukses untuk mempertahankan eksistensinya di tengah persaingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari kehidupan sosial masyarakat. Begitu juga bagi kalangan civitas

BAB I PENDAHULUAN. dari kehidupan sosial masyarakat. Begitu juga bagi kalangan civitas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era globalisasi ini, organisasi merupakan bagian tak terpisahkan dari kehidupan sosial masyarakat. Begitu juga bagi kalangan civitas akademika yang juga tak bisa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahannya berbentuk Republik dengan kehadiran berbagai lembaga

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahannya berbentuk Republik dengan kehadiran berbagai lembaga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak awal Indonesia menyatakan dirinya sebagai negara demokrasi sebagaimana terlihat dalam pembukaan Undang Undang Dasar 1945, dimana pemerintahannya berbentuk Republik

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. kepercayaan guru pada pimpinan. 4. Kepercayaan guru pada pimpinan memediasi sebagian (partial

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. kepercayaan guru pada pimpinan. 4. Kepercayaan guru pada pimpinan memediasi sebagian (partial BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Kepemimpinan transformasional berpengaruh positif terhadap kepercayaan guru pada pimpinan. 2. Kepercayaan

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Bab ini berisi simpulan dari hasil penelitian, keterbatasan penelitian, dan

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Bab ini berisi simpulan dari hasil penelitian, keterbatasan penelitian, dan BAB V SIMPULAN DAN SARAN Bab ini berisi simpulan dari hasil penelitian, keterbatasan penelitian, dan saran bagi penelitian selanjutnya, serta implikasi penelitian (teori dan manajerial/praktikal) 5.1 Simpulan

Lebih terperinci

PENGARUH DUKUNGAN REKANKERJA PADA KREATIVITAS KARYAWAN DENGAN AUTONOMI KERJA DAN EFIKASI-DIRI KREATIF SEBAGAI PEMODERASI 1

PENGARUH DUKUNGAN REKANKERJA PADA KREATIVITAS KARYAWAN DENGAN AUTONOMI KERJA DAN EFIKASI-DIRI KREATIF SEBAGAI PEMODERASI 1 Vol 18 No 1, Januari 2014 Hal: 32-44 PENGARUH DUKUNGAN REKANKERJA PADA KREATIVITAS KARYAWAN DENGAN AUTONOMI KERJA DAN EFIKASI-DIRI KREATIF SEBAGAI PEMODERASI 1 Zainal Abidin Marasabessy Fakultas Ekonomi,

Lebih terperinci

Dalam psikologi pendidikan, konsep minat diniterpretasikan sebagai variabel motivasi konten spesifik yang dapat diselidiki dan secara teori dapat dire

Dalam psikologi pendidikan, konsep minat diniterpretasikan sebagai variabel motivasi konten spesifik yang dapat diselidiki dan secara teori dapat dire Konseptualisasi Minat Psikologi Pendidikan Andreas Krapp Oleh: Dra. Hj. Ehan M.Pd. Dalam psikologi pendidikan, konsep minat diniterpretasikan sebagai variabel motivasi konten spesifik yang dapat diselidiki

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. model nilai kelompok, dan teori pertukaran sosial. Penelitian dilakukan di empat

BAB V PENUTUP. model nilai kelompok, dan teori pertukaran sosial. Penelitian dilakukan di empat BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Tujuan utama penelitian ini adalah menguji konsekuen iklim keadilan terhadap sikap dan perilaku individu. Sikap yang dimaksud adalah kepercayaan dan sekaligus berperan sebagai

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Simpulan yang dapat ditarik pada penelitian ini adalah: perhatian pada pengikut (House, 1996). Visi, hope/faith, dan altruistic love

BAB V PENUTUP. Simpulan yang dapat ditarik pada penelitian ini adalah: perhatian pada pengikut (House, 1996). Visi, hope/faith, dan altruistic love BAB V PENUTUP 5.1. Simpulan Simpulan yang dapat ditarik pada penelitian ini adalah: a. Kepemimpinan spiritual berpengaruh positif signifikan pada harga diri karyawan. Path-goal leadership theory membantu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS PENELITIAN 8 BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2. 1 EXPERIENTIAL MARKETING Experiential marketing menurut (Schmitt 1999 dalam Bagus Aji 2011) menyatakan bahwa pemasar menawarkan produk dan jasanya dengan

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, KONTRIBUSI, KETERBATASAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN Simpulan. Pokok masalah yang hendak dipecahkan dalam studi ini adalah

BAB V SIMPULAN, KONTRIBUSI, KETERBATASAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN Simpulan. Pokok masalah yang hendak dipecahkan dalam studi ini adalah BAB V SIMPULAN, KONTRIBUSI, KETERBATASAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN 5.1. Simpulan Pokok masalah yang hendak dipecahkan dalam studi ini adalah mengonfirmasi elaboration likelihood model for workplace aggression

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penjelasan Teoritis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penjelasan Teoritis BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penjelasan Teoritis 1. Komitmen Organisasi a. Pengertian Komitmen Organisasi Dalam prilaku organisasi, terdapat beragam definisi tentang komitmen organisasi. Sebagai suatu sikap,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. yang mendefinisikan work engagement adalah tingkat keterikatan fisik,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. yang mendefinisikan work engagement adalah tingkat keterikatan fisik, BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1. Work Engagement Konsep engagement atau keterikatan dipopulerkan oleh Kahn (1990) yang mendefinisikan work engagement adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kinerja karyawan dibutuhkan setiap organisasi untuk

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kinerja karyawan dibutuhkan setiap organisasi untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Peningkatan kinerja karyawan dibutuhkan setiap organisasi untuk mencapai tujuannya. Kinerja merupakan hal penting bagi perusahaan maupun organisasi dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. organisasi dan menjadi masalah yang harus dikontrol (Goodman & Atkin,

BAB I PENDAHULUAN. organisasi dan menjadi masalah yang harus dikontrol (Goodman & Atkin, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemangkiran telah lama dianggap sebagai masalah yang signifikan pada organisasi. Kemangkiran mengakibatkan ketidakberfungsian suatu organisasi dan menjadi masalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengambilalihan kepemilikan perusahaan (acquisition), penggabungan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengambilalihan kepemilikan perusahaan (acquisition), penggabungan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengambilalihan kepemilikan perusahaan (acquisition), penggabungan perusahaan (merger), kerjasama strategis (strategic alliance), atau kombinasi diantaranya merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Strategi Manajemen SDM Dewasa ini dalam dunia praktik, manajer SDM semakin terlibat dalam komite strategis untuk menentukan arah strategis perusahaan. Manajemen SDM telah menjadi

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Berubah atau mati!, adalah kalimat yang diserukan oleh para manajer di seluruh dunia untuk menggambarkan keharusan setiap organisasi atau perusahaan untuk terus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyajian laporan keuangan suatu perusahaan. Jasa audit akuntan. publik dibutuhkan oleh pihak perusahaan untuk menentukan

BAB I PENDAHULUAN. penyajian laporan keuangan suatu perusahaan. Jasa audit akuntan. publik dibutuhkan oleh pihak perusahaan untuk menentukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Akuntan publik merupakan profesi akuntansi yang menyediakan jasa audit independen yang penting bagi eksistensi penyajian laporan keuangan suatu perusahaan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Oleh karena itu peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan hal yang

BAB I PENDAHULUAN. Oleh karena itu peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan hal yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan manusia sepanjang hidup dan selalu berubah mengikuti perkembangan zaman, teknologi dan budaya masyarakat. Pendidikan dari masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memiliki kekuatan yang dinamis dalam menyiapkan kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memiliki kekuatan yang dinamis dalam menyiapkan kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah segala pengalaman belajar yang berlangsung sepanjang hayat dan dalam segala lingkungan. Pendidikan dapat mempengaruhi perkembangan manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penelitian, tujuan penelitian, motivasi penelitian, manfaat penelitian, kontribusi

BAB I PENDAHULUAN. penelitian, tujuan penelitian, motivasi penelitian, manfaat penelitian, kontribusi BAB I PENDAHULUAN Bab pertama menguraikan latar belakang, rumusan masalah dan pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, motivasi penelitian, manfaat penelitian, kontribusi penelitian, ruang lingkup dan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori OCB (Organizational Citizenship Behavior) OCB adalah sebuah konsep yang relatif baru dianalisis kinerja, tetapi itu merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan ulasan mengenai latar belakang yang mendasari pentingnya

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan ulasan mengenai latar belakang yang mendasari pentingnya BAB I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan ulasan mengenai latar belakang yang mendasari pentingnya melakukan penelitian ini, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. seluruh pertanyaan penelitian. Oleh karena itu, sebuah desain penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. seluruh pertanyaan penelitian. Oleh karena itu, sebuah desain penelitian BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Desain penelitian memberikan gambaran tentang prosedur untuk mendapatkan informasi atau data yang diperlukan untuk menjawab seluruh pertanyaan penelitian.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang-orang yang terdapat dalam instansi tersebut. Oleh karena itu

BAB I PENDAHULUAN. orang-orang yang terdapat dalam instansi tersebut. Oleh karena itu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suatu instansi didirikan karena mempunyai tujuan yang ingin dicapai. Dalam mencapai tujuannya setiap instansi dipengaruhi oleh perilaku dan sikap orang-orang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. ketidakpastian yang tinggi telah menuntut organisasi-organisasi modern untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. ketidakpastian yang tinggi telah menuntut organisasi-organisasi modern untuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Persaingan ekonomi global yang dicirikan dengan perubahan cepat, dinamika tinggi, permintaan tinggi atas inovasi, dan (karenanya) memiliki tingkat ketidakpastian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. usaha dilakukan untuk meningkatkan pendapatan dan agar tetap bertahan dalam

BAB I PENDAHULUAN. usaha dilakukan untuk meningkatkan pendapatan dan agar tetap bertahan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia usaha yang semakin pesat sekarang ini dapat memicu persaingan yang semakin meningkat diantara pelaku bisnis. Berbagai macam usaha dilakukan

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN KETERBATASAN

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN KETERBATASAN BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN KETERBATASAN A. Simpulan Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: 1. Kepuasan komunikasi organisasional memiliki pengaruh yang positif signifikan terhadap kepuasan kerja.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. evaluasi dan tolak ukur pemberian reward terhadap kinerja karyawan atau

BAB I PENDAHULUAN. evaluasi dan tolak ukur pemberian reward terhadap kinerja karyawan atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Informasi akuntansi manajemen memiliki peran penting sebagai alat evaluasi dan tolak ukur pemberian reward terhadap kinerja karyawan atau manajer dalam sebuah organisasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembentukan tim dalam perusahaan merupakan salah satu proses

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembentukan tim dalam perusahaan merupakan salah satu proses BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembentukan tim dalam perusahaan merupakan salah satu proses untuk mendukung terlaksananya strategi perusahaan. Tim adalah sebuah unit yang terdiri dari dua orang atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUHUAN. A. Latar Belakang Masalah. UU No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan

BAB I PENDAHULUHUAN. A. Latar Belakang Masalah. UU No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan BAB I PENDAHULUHUAN A. Latar Belakang Masalah UU No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) saat ini telah

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) saat ini telah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) saat ini telah melingkupi berbagai aspek kegiatan, mulai dari kegiatan individu hingga kegiatan organisasi. Peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dapat membuat pekerjaan

BAB I PENDAHULUAN. adanya Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dapat membuat pekerjaan BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam kehidupan sosial saat ini dapat memudahkan penggunanya dalam menjalankan setiap tugas yang diberikan serta dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terkoordinasi untuk mencapai tujuan bersama (Jones, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. terkoordinasi untuk mencapai tujuan bersama (Jones, 2013). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Organisasi merupakan wadah bagi sekelompok orang yang bekerja secara terkoordinasi untuk mencapai tujuan bersama (Jones, 2013). Dalam suatu organisasi terdapat tugas-tugas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seorang mahasiswa yang belajar di perguruan tinggi akan mendapatkan bekal berupa teori yang telah diterima selama perkuliahan, yang nantinya setelah lulus dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peraturan organisasi yang berlaku. Pada organisasi pemerintahan di Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. peraturan organisasi yang berlaku. Pada organisasi pemerintahan di Indonesia, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses penyusunan anggaran publik umumnya menyesuaikan dengan peraturan organisasi yang berlaku. Pada organisasi pemerintahan di Indonesia, proses penyusunan anggaran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kinerja lebih tinggi daripada jumlah masukan individual (Stephen, Timothy

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kinerja lebih tinggi daripada jumlah masukan individual (Stephen, Timothy BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Uraian Teoritis 2.1.1. Pengertian Tim Kerja Tim kerja adalah kelompok yang usaha-usaha individualnya menghasilkan kinerja lebih tinggi daripada jumlah masukan individual (Stephen,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan sistem kerja berbasis tim pada organisasi dewasa ini seolah

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan sistem kerja berbasis tim pada organisasi dewasa ini seolah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penerapan sistem kerja berbasis tim pada organisasi dewasa ini seolah sedang berada di atas awan. Sebagai contoh, seperti tim riset dan pengembangan di universitas,

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Penelitian dan pengembangan ini telah menghasilkan model pembelajaran berbasis kasus yang dapat diterapkan untuk peningkatan sikap profesional dalam pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang wajib dipelajari di Sekolah Dasar. Siswa akan dapat mempelajari diri

BAB I PENDAHULUAN. yang wajib dipelajari di Sekolah Dasar. Siswa akan dapat mempelajari diri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan salah satu mata pelajaran yang wajib dipelajari di Sekolah Dasar. Siswa akan dapat mempelajari diri sendiri dan alam sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anak didik kita diberi bekal ilmu yang memadai melalui jalur pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN. anak didik kita diberi bekal ilmu yang memadai melalui jalur pendidikan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini perkembangan global begitu cepat dan sangat dinamis. Pendidikan menjadi alat untuk mengatasi keadaan tersebut dan hal itu dapat dilakukan apabila anak didik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sistem evaluasi kinerja masih menjadi topik yang mendominasi dalam

BAB I PENDAHULUAN. Sistem evaluasi kinerja masih menjadi topik yang mendominasi dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sistem evaluasi kinerja masih menjadi topik yang mendominasi dalam penelitian akuntansi manajemen (Harris dan Durden, 2012). Lebih lanjut Harris dan Durden

Lebih terperinci

BAB VII KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN. penelitian, sedangkan pada bagian implikasi penelitian disajikan beberapa saran

BAB VII KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN. penelitian, sedangkan pada bagian implikasi penelitian disajikan beberapa saran BAB VII KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN Bagian ini menyajikan uraian kesimpulan dan rekomendasi penelitian. Kesimpulan yang disajikan merupakan hasil kajian terhadap permasalahan penelitian, sedangkan

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN. bagi ekuitas merek sebagaimana penelitian Yasin et al (2007), Paul dan Dasgrupta

BAB V SIMPULAN. bagi ekuitas merek sebagaimana penelitian Yasin et al (2007), Paul dan Dasgrupta BAB V SIMPULAN 5.1. Simpulan Tujuan dari penelitian ini adalah menguji teori yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya mengenai peran citra negara asal sebagai variabel anteseden bagi ekuitas merek

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN Kerangka Berpikir dan Konseptual Penelitian.

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN Kerangka Berpikir dan Konseptual Penelitian. 25 BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1. Kerangka Berpikir dan Konseptual Penelitian. Di dalam menentukan arah dan tujuan kehidupan, manusia kerapkali harus menjalani sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tempat kerja (Neal, 1997; Ashmos & Duchon, 2000; Korac-Kakabadse et

BAB I PENDAHULUAN. tempat kerja (Neal, 1997; Ashmos & Duchon, 2000; Korac-Kakabadse et BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Spiritualitas telah banyak dipandang sebagai faktor penting di tempat kerja (Neal, 1997; Ashmos & Duchon, 2000; Korac-Kakabadse et al., 2002; Krahnke et al., 2003 dalam

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut:

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut: BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut: 1) Mayoritas wirausahawan yang dibina oleh BCCF memiliki derajat motivasi intrinsik yang tergolong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam sebuah organisasi, adalah perilaku extra-role atau perilaku baik warga

BAB I PENDAHULUAN. dalam sebuah organisasi, adalah perilaku extra-role atau perilaku baik warga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Persoalan umum yang dihadapi institusi pendidikan dan guru berkaitan dengan salah satu dari tiga perilaku penting dari seorang pegawai dalam sebuah organisasi,

Lebih terperinci

BAB II TELAAH PUSTAKA. mengenai penelitian ini, berdasarkan variabel-variabel yang menjadi obyek

BAB II TELAAH PUSTAKA. mengenai penelitian ini, berdasarkan variabel-variabel yang menjadi obyek BAB II TELAAH PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka Pembahasan pada bab ini dimaksudkan untuk memberi penjelasan mengenai penelitian ini, berdasarkan variabel-variabel yang menjadi obyek penelitian termasuk pengaruh

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Universitas Indonesia

2. TINJAUAN PUSTAKA. Universitas Indonesia 10 2. TINJAUAN PUSTAKA Bab ini mengulas tentang pelbagai teori dan literatur yang dipergunakan dalam penelitian ini. Adapun teori-teori tersebut adalah tentang perubahan organisasi (organizational change)

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang. Organisasi modern meyakini bahwa manusia merupakan faktor penting

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang. Organisasi modern meyakini bahwa manusia merupakan faktor penting BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Organisasi modern meyakini bahwa manusia merupakan faktor penting dalam keberhasilan pencapaian tujuan organisasi. Manusia, dalam hal ini karyawan adalah aset utama yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Pendekatan Kualitatif Pendekatan kualitatif bertujuan untuk mempelajari dinamika atau permasalahan, memperoleh pemahaman menyeluruh dan utuh tentang fenomena yang diteliti

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. pandangan karyawan ketika mereka telah diperlakukan dengan baik oleh

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. pandangan karyawan ketika mereka telah diperlakukan dengan baik oleh BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Pertukaran Sosial Fung et al. (2012) menyatakan bahwa teori pertukaran sosial merupakan pandangan karyawan ketika mereka telah

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. Mahasiswa erat hubungannya dengan tugas perkuliahan. Menurut pandangan Kusuma

Bab I Pendahuluan. Mahasiswa erat hubungannya dengan tugas perkuliahan. Menurut pandangan Kusuma 1 Bab I Pendahuluan Latar Belakang Mahasiswa erat hubungannya dengan tugas perkuliahan. Menurut pandangan Kusuma (2015), mengerjakan tugas merupakan sebuah bentuk tanggung jawab yang harus dipikul oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mei Indah Sari, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mei Indah Sari, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kecenderungan abad XXI yang ditandai oleh peningkatan kompleksitas peralatan teknologi, dan munculnya gerakan restrukturisasi korporatif yang menekankan kombinasi

Lebih terperinci

Teori Psikologi Kepribadian Kontemporer

Teori Psikologi Kepribadian Kontemporer Modul ke: Teori Psikologi Kepribadian Kontemporer Cognitive Social Learning Psychology Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Teoretikus dari pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap organisasi baik itu swasta maupun pemerintah akan berupaya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap organisasi baik itu swasta maupun pemerintah akan berupaya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap organisasi baik itu swasta maupun pemerintah akan berupaya dan berorientasi pada tujuan jangka panjang, sejalan dengan itu maka Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tangguh dan mampu melahirkan keunggulan kompetitif di tengah persaingan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. tangguh dan mampu melahirkan keunggulan kompetitif di tengah persaingan yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Era globalisasi seperti sekarang ini teknologi informasi merupakan pilihan utama organisasi guna menciptakan sistem informasi suatu organisasi yang tangguh

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Goal Setting Theory ini mula-mula dikemukakan oleh Locke (1968). Teori

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Goal Setting Theory ini mula-mula dikemukakan oleh Locke (1968). Teori BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Goal Setting Theory Goal Setting Theory ini mula-mula dikemukakan oleh Locke (1968). Teori ini mengemukakan bahwa dua cognitions yaitu values dan intentions (atau tujuan) sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Berbicara mengenai pendidikan, maka tidak bisa dilepaskan dari peranan sekolah sebagai wadah penggemblengan generasi penerus, dan peranan pendidik sebagai

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. sesuai dengan tujuan penelitian ini akan dijawab pada kesimpulan. Adapun saran-saran yang akan dipaparkan pada bab.

BAB V PENUTUP. sesuai dengan tujuan penelitian ini akan dijawab pada kesimpulan. Adapun saran-saran yang akan dipaparkan pada bab. BAB V PENUTUP Pada bagian ini akan dipaparkan kesimpulan, keterbatasan penelitian, saran dan implikasi. Kesimpulan ini didasarkan pada hasil analisis data yang telah dipaparkan lengkap pada bab IV lalu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Maimunah, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Maimunah, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penguasaan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan dasar bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pada masa yang akan datang. IPA berkaitan dengan cara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan aktivitas gaya hidup (misalnya Lury, 1996; Bayley dan Nancarrow, 1998

BAB I PENDAHULUAN. dan aktivitas gaya hidup (misalnya Lury, 1996; Bayley dan Nancarrow, 1998 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini kegiatan berbelanja bukan merupakan kegiatan untuk memperoleh barang-barang atau memenuhi kebutuhan namun telah menjadi hiburan penting dan aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan status Universitas Gadjah Mada (UGM) dari universitas yang

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan status Universitas Gadjah Mada (UGM) dari universitas yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan status Universitas Gadjah Mada (UGM) dari universitas yang berstatus Badan Hukum Milik Negara (BHMN) berdasar Peraturan Pemerintah Nomor 153 Tahun 2000 menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan integrasi dari berbagai cabang Ilmu Sosial. Supardi (2011: 183)

BAB I PENDAHULUAN. merupakan integrasi dari berbagai cabang Ilmu Sosial. Supardi (2011: 183) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu bidang studi yang merupakan integrasi dari berbagai cabang Ilmu Sosial. Supardi (2011: 183) mengemukakan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fokus penelitian pada keluaran organisasi telah banyak dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. Fokus penelitian pada keluaran organisasi telah banyak dilakukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fokus penelitian pada keluaran organisasi telah banyak dilakukan karena dapat dijadikan sebagai tolok ukur keberhasilan organisasi dan tingkat keberlangsungan organisasi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pendahuluan Bab ini berisi uraian berbagai teori tentang kepuasan kerja yang menjadi dasar dalam penelitian ini. Pertama-tama akan dibahas tentang kepuasan kerja, kemudian diikuti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. relationship conflict (Wibisono, 2005). Relationship conflict merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN. relationship conflict (Wibisono, 2005). Relationship conflict merupakan salah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konflik merupakan salah satu bagian dari kehidupan manusia yang mendorong terjadinya dinamika sosial. Konflik bisa terjadi dimana saja, kapan saja, dan oleh siapa saja.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang akan datang (Posner, 2015; Hannan dan Freeman, 1984). Hal ini membuat

BAB I PENDAHULUAN. yang akan datang (Posner, 2015; Hannan dan Freeman, 1984). Hal ini membuat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dinamika lingkungan eksternal membuat setiap perusahaan berpotensi terperangkap pada paradoks kesuksesan, karena mereka terpaku pada kesuksesan sebelumnya yang tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peserta didik dan merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari

BAB I PENDAHULUAN. peserta didik dan merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial peserta didik dan merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua bidang studi. Pembelajaran

Lebih terperinci

Materi 10 Organizing/Pengorganisasian: Manajemen Team

Materi 10 Organizing/Pengorganisasian: Manajemen Team Materi 10 Organizing/Pengorganisasian: Manajemen Team Anda mungkin memiliki banyak pengalaman bekerja dalam kelompok, seperti halnya tugas kelompok, tim olahraga dan lain sebagainya. Kelompok kerja merupakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dengan referensi pada sejumlah standar seperti biaya-biaya masa lalu atau yang

BAB II LANDASAN TEORI. dengan referensi pada sejumlah standar seperti biaya-biaya masa lalu atau yang BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Kinerja Kinerja menurut Soetjipto (1997) merupakan suatu istilah secara umum yang digunakan untuk sebagian atau seluruh tindakan atau aktivitas dari suatu organisasi pada suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kreativitas merupakan sebuah faktor yang sangat penting dalam sebuah usaha

BAB I PENDAHULUAN. Kreativitas merupakan sebuah faktor yang sangat penting dalam sebuah usaha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kreativitas merupakan sebuah faktor yang sangat penting dalam sebuah usaha atau dunia bisnis karena kreativitas berfungsi untuk memajukan usaha atau dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pergeseran industri dan perubahan perilaku karyawan. Sumber daya manusia (SDM)

BAB I PENDAHULUAN. pergeseran industri dan perubahan perilaku karyawan. Sumber daya manusia (SDM) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perasaingan dalam dunia bisnis merupakan tantangan yang harus dihadapi oleh organisasi. Organisasi dituntut untuk mampu menghadapi perubahan paradigma, pergeseran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hasil pengujian penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB I PENDAHULUAN. hasil pengujian penelitian, dan sistematika penulisan. 1 BAB I PENDAHULUAN Bab pendahuluan dalam sebuah laporan ilmiah merupakan pengantar bagi pembaca untuk mengetahui apa yang diteliti. Bab ini menjelaskan pemikiran peneliti terkait pertanyaan mengapa penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sikap (attitude) adalah pernyataan evaluatif, baik yang menyenangkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sikap (attitude) adalah pernyataan evaluatif, baik yang menyenangkan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Uraian Teoritis 2.1.1. Sikap 1. Pengertian Sikap Sikap (attitude) adalah pernyataan evaluatif, baik yang menyenangkan maupun tidak menyenangkan terhadap objek, individu, atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap sampel dari suatu perilaku. Tujuan dari tes psikologi sendiri adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN. terhadap sampel dari suatu perilaku. Tujuan dari tes psikologi sendiri adalah untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tes psikologi adalah suatu pengukuran yang objektif dan terstandar terhadap sampel dari suatu perilaku. Tujuan dari tes psikologi sendiri adalah untuk mengukur perbedaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. diperhatikan, dijaga, dan dikembangkan. Organizational Citizenship Behaviour

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. diperhatikan, dijaga, dan dikembangkan. Organizational Citizenship Behaviour BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap organisasi atau perusahaan memerlukan sumber daya manusia. Melihat persaingan pasar yang semakin ketat sumber daya manusia dalam suatu perusahaan memiliki peranan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Sebelum membeli suatu produk atau jasa, umumnya konsumen melakukan evaluasi untuk

BAB II LANDASAN TEORI. Sebelum membeli suatu produk atau jasa, umumnya konsumen melakukan evaluasi untuk BAB II LANDASAN TEORI A. Proses Pengambilan Keputusan Membeli Sebelum membeli suatu produk atau jasa, umumnya konsumen melakukan evaluasi untuk melakukan pemilihan produk atau jasa. Evaluasi dan pemilihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi dibentuk sebagai wadah bagi sekumpulan individu untuk

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi dibentuk sebagai wadah bagi sekumpulan individu untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Organisasi dibentuk sebagai wadah bagi sekumpulan individu untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Wibowo, 2007:25). Efektifnya organisasi tergantung kepada

Lebih terperinci

BAB V. SIMPULAN, KONTRIBUSI, KETERBATASAN DAN IMPLIKASI PADA PENELITIAN BERIKUTNYA. 5.1 Simpulan

BAB V. SIMPULAN, KONTRIBUSI, KETERBATASAN DAN IMPLIKASI PADA PENELITIAN BERIKUTNYA. 5.1 Simpulan 123 BAB V. SIMPULAN, KONTRIBUSI, KETERBATASAN DAN IMPLIKASI PADA PENELITIAN BERIKUTNYA 5.1 Simpulan Penelitian ini menemukan faktor yang mempengaruhi kontradiksi pengaruh iklim psikologis persaingan terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN. keunggulan kompetitif berkesinambungan (Handoko, 2012). Dengan

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN. keunggulan kompetitif berkesinambungan (Handoko, 2012). Dengan BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan yang sangat cepat pada lingkungan kehidupan manusia, menuntut upaya setiap orang maupun organisasi mengikuti perubahan tersebut. Konsekuensi dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Ayu Eka Putri, 2014

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Ayu Eka Putri, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan harus dapat mengarahkan peserta didik menjadi manusia berkualitas yang mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah; dan manusia terdidik

Lebih terperinci

Kata Kunci: Orientasi Pasar, Inovasi Produk, Keunggulan Bersaing, Kinerja Pemasaran

Kata Kunci: Orientasi Pasar, Inovasi Produk, Keunggulan Bersaing, Kinerja Pemasaran Judul : Peran Inovasi Produk dan Keunggulan Bersaing Memediasi Pengaruh Orientasi Pasar Terhadap Kinerja Pemasaran (Studi pada IKM Mebel di Kota Denpasar) Nama : A.A. Rai Narastika NIM : 1306205182 ABSTRAK

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Employee engagement merupakan topik yang banyak dibicarakan. beberapa tahun terakhir. Penelitian dan aplikasi mengenai topik ini banyak

PENDAHULUAN. Employee engagement merupakan topik yang banyak dibicarakan. beberapa tahun terakhir. Penelitian dan aplikasi mengenai topik ini banyak PENDAHULUAN Employee engagement merupakan topik yang banyak dibicarakan beberapa tahun terakhir. Penelitian dan aplikasi mengenai topik ini banyak dilakukan di bidang human resource development (HRD) (Chalofsky

Lebih terperinci

Baca clrak, 34 SUNARDI, PLB FIP UPI, 2007

Baca clrak, 34 SUNARDI, PLB FIP UPI, 2007 Baca clrak, 34 SUNARDI, PLB FIP UPI, 2007 Suatu saat, mungkin anda diminta untuk menilai kreativitas (Misal, menjadi juri dlm lomba kreativitas) BAGAIMANA CARANYA? PENGUkuRAN KrEaTIVITAS Isu kontroversi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 11 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Theory of Reasoned Action (Teori Tindakan Beralasan). Theory of Reasoned Action (TRA) pertama kali diperkenalkan oleh Martin Fishbein dan Ajzen dalam Jogiyanto (2007). Teori

Lebih terperinci