BAB I PENDAHULUAN. dalam lingkungan pekerjaan. Aturan ini memberikan panduan bagi anggota

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. dalam lingkungan pekerjaan. Aturan ini memberikan panduan bagi anggota"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Organisasi mempunyai aturan tentang emosi yang harus diekspresikan dalam lingkungan pekerjaan. Aturan ini memberikan panduan bagi anggota organisasi dalam mengekspresikan emosinya ketika berinteraksi dengan supervisor, rekan kerja, bawahan, dan pelanggan. Aturan ekspresi emosional sering dinyatakan tidak secara eksplisit oleh organisasi tetapi hadir sebagai norma tidak tertulis (Diefendorff, Richard, & Croyle, 2006). Dalam konteks emosi, aturan ekspresi emosional dan norma ekspresi emosional sering diperlakukan sebagai sinonim (Ashforth & Humphrey, 1993; Cropanzano, Weiss, & Elias, 2004). Aturan ekspresi emosional pada awalnya dikonseptualkan sebagai keyakinan individual tentang ekspresi emosionalnya ketika mengalami emosi tertentu dalam situasi tertentu (Ekman & Friesen, 1975). Selanjutnya, Matsumoto (1990, 1993) menyatakan bahwa aturan ekspresi emosional merupakan konvensi tentang ketepatan menampilkan emosi dalam situasi sosial. Jadi aturan ekspresi emosional merupakan suatu cara dalam menstandarkan ekspresi emosional yang tepat dalam interaksi sosial. Dalam riset organisasional, aturan ekspresi emosional sering dikaitkan dengan topik emotional labor (manajemen emosi sebagai bagian peran pekerjaan). Aturan ekspresi emosional merupakan tuntutan pekerjaan atas emosi yang harus diekspresikan oleh karyawan (Diefendorff & Richard, 2003; Schaubroeck & Jones, 2000). Organisasi mengharapkan karyawannya untuk mengekspresikan 1

2 2 emosi positif dan menekan emosi negatif pada pelanggannya (Cropanzano et al., 2004; Diefendorff et al., 2006; Schaubroeck & Jones, 2000). Aturan ekspresi emosi positif mengharapkan individual untuk antusias, gembira, ceria, bergairah, ramah, dan penuh perhatian. Aturan menekan emosi negatif lebih difokuskan pada harapan terhadap individual untuk menekan emosi marah, kesal, dan kecewa. Dengan aturan ekspresi emosional, organisasi dapat mengontrol perilaku ekspresi emosional karyawannya. Cropanzano et al. (2004) menyatakan bahwa terdapat tiga tujuan organisasional yang dapat dicapai dengan aturan ekspresi emosional. Pertama, ekspresi emosional yang berasal dari aturan ekspresi diyakini dapat meningkatkan kepuasan pelanggan. Riset Pugh (2001) dan Tsai (2001) menunjukkan bahwa ekspresi emosi positif yang ditampilkan karyawan berhubungan langsung dengan reaksi positif pelanggan. Kedua, ekspresi emosional yang berasal dari aturan ekspresi dapat mempertahankan keharmonisan dan dapat mengurangi konflik antar karyawan. Keltner dan Haidt (1999) menyatakan bahwa emosi yang ditampilkan dapat membantu untuk koordinasi interaksi sosial dengan menyampaikan informasi tentang apa yang dirasakan, keinginan, dan posisi individual yang mengekspresikan emosi. Selain itu, ekspresi emosional individual dapat mempengaruhi emosi individual lainnya. Jadi, ekspresi emosi positif dapat meningkatkan interaksi interpersonal antar karyawan. Ketiga, aturan ekspresi emosional yang merupakan ekspektasi organisasi dapat berdampak pada kesejahteraan karyawan. Diefendorff dan Richard (2003) menyatakan bahwa

3 3 karyawan yang mempersepsikan aturan ekspresi emosi positif dapat lebih puas dengan pekerjaannya. Hasil berbagai kajian dan tinjauan terhadap konsep dan riset empiris menunjukkan bahwa aturan ekspresi emosional berpengaruh pada variabel luaran (outcome) organisasional. Aturan ekspresi emosional berhubungan positif dengan persepsi pelanggan atas keefektifan jasa (Pugh, 2001) dan keinginan pelanggan untuk membeli kembali (Tsai, 2001). Aturan ekspresi emosional juga berhubungan positif dengan burnout dan berhubungan negatif dengan kepuasan kerja (Diefendorff, Erickson, Grandey, & Dahling, 2011). Pada riset aturan ekspresi emosional yang dikelompokkan atas aturan ekspresi emosi positif dan aturan menekan emosi negatif menunjukkan bahwa aturan menekan emosi negatif berhubungan positif dengan gejala fisik dan stress (Gross, 1998). Aturan ekspresi emosi positif berhubungan positif dengan kepuasan kerja (Diefendorff & Richard, 2003). Tetapi, aturan ekspresi emosi positif juga berhubungan positif dengan gejala fisik (Schaubroeck & Jones, 2000). Sedangkan arah pengembangan konsep aturan ekspresi emosional saat ini dan masa datang adalah aturan ekspresi emosional dalam satu kelompok atau unit kerja tertentu. Konsep aturan ekspresi emosional yang pada mulanya menggunakan analisis level individual, berkembang menjadi analisis level kelompok atau unit (Diefendorff et al., 2011). Terdapat sejumlah isu dan persoalan penting terkait dengan pengembangan konsep aturan ekspresi emosional dalam riset organisasional. Pertama, isu target ekspresi emosional. Diefendorff dan Greguras (2009) menyatakan bahwa aturan ekspresi emosional merupakan fungsi dari target

4 4 ekspresi emosional. Hal ini berarti bahwa ekspresi emosional individual sangat dipengaruhi oleh kepada siapa emosi tersebut diekspresikan. Model konseptual dan riset empiris sebelumnya lebih banyak memfokuskan pada target pelanggan dalam rangka meningkatkan kepuasan pelanggan (misalnya, Ashforth & Humphrey, 1993; Brotheridge & Grandey, 2002; Brotheridge & Lee, 2002; Diefendorff & Richard, 2003; Grandey, Dickter, & Sinh, 2004; Grandey, Fisk, & Steiner, 2005; Hochschild, 1983). Sejumlah ahli menyarankan pentingnya target ekspresi di dalam organisasi, seperti supervisor dan rekan kerja (misalnya, Cropanzano et al., 2004; Diefendorff & Greguras, 2009; Grandey, Rafaeli, Ravid, Wirtz, & Steiner 2010; Tschan, Rochat, & Zapf, 2005). Target ekspresi yang ditujukan kepada supervisor dan rekan kerja dapat dikelompokkan atas dimensi vertikal dan horizontal. Dimensi vertikal menggambarkan adanya perbedaan posisi antar target ekspresi namun pada dimensi horizontal lebih ditekankan pada kesamaan posisi antar target ekspresi (Locke, 2003). Supervisor sebagai manajer mempunyai sejumlah peranan yang dapat diklasifikasikan atas tiga bidang: (1) peranan antar pribadi (pemuka simbolis, pemimpin, dan perantara); (2) peranan informasional (monitoring aliran informasi, penerus informasi, dan perwakilan); (3) peranan pembuatan keputusan (wiraswasta, penangkal kesulitan, pengalokasian sumberdaya, negosiator) (Mintzberg dalam Handoko, 2012a). Interaksi karyawan dengan supervisor dapat menimbulkan pengalaman afektif positif dan negatif yang dapat mempengaruhi sikap dan perilaku karyawan pada supervisor. Aturan ekspresi emosional target

5 5 supervisor terkait dengan bagaimana karyawan mengekspresikan emosinya saat berinteraksi dengan supervisor. Rekan kerja adalah anggota kelompok kerja pada tingkat struktural yang sama dalam organisasi. Hubungan dengan rekan kerja dapat dicirikan dengan adanya tugas bersama dan adanya interaksi sosial yaitu saling berkomunikasi mengenai informasi pekerjaan, memberikan saran atau masukan, mengevaluasi prestasi, dan memberikan umpan balik personal (Shockley & Zalabak, 2006). Pada unit kerja yang membutuhkan saling ketergantungan tugas (task interdependence), aturan ekspresi emosional sangat diperlukan (Van Maanen & Kunda, 1989). Jadi, Aturan ekspresi emosional target rekan kerja berhubungan dengan bagaimana karyawan mengekspresikan emosinya saat berinteraksi dengan rekan kerja. Kedua, isu level kelompok. Pada dasarnya aturan ekspresi emosional dikonseptualkan sebagai suatu yang dipahami bersama (a set of shared), meskipun sering menjadi aturan laten (Hochschild, 1983). Hal tersebut dapat bervariasi berdasarkan norma pekerjaan atau sosial budaya (Ashforth & Humphrey, 1993; Matsumoto, 1990). Keyakinan individual tentang ekspresi emosional disebarluaskan kepada anggota lainnya melalui pola interaksi sosial, pemodelan peran, atau pemberian nasehat (Kozlowski & Klein, 2000). Bartel dan Saavedra (2000) menyatakan bahwa norma-norma sosial cenderung mengarahkan ekspresi suasana hati anggota tim kerja. Kelly dan Barsade (2001) juga menyarankan bahwa kelompok kerja dapat mempersepsikan "norma emosi" lokal yang berbeda. Sebuah studi kualitatif menunjukkan bahwa berbagai unit The

6 6 Body Shop yang berbeda memiliki norma emosi kelompok yang bervariasi (Martin, Knopoff, & Beckman, 1998). Selain itu, Diefendorff et al. (2011) menyarankan bahwa aturan ekspresi emosional muncul dan bervariasi dalam kelompok kerja. Hal ini menunjukkan bahwa aturan ekspresi emosional dapat menjadi fenomena kelompok. Namun demikian, riset empiris yang ada sangat sedikit mengkaji tentang apakah karyawan benar-benar menyebarluaskan keyakinannya atas ekspresi emosionalnya. Hal ini dinyatakan Bartel dan Saavedra (2000) bahwa aturan ekspresi emosional dapat disebarkan melalui interaksi informal dengan rekan kerja. Meskipun basis teori aturan ekspresi emosional pada level yang lebih tinggi, tetapi sangat sedikit riset yang mengoperasionalkan aturan ekspresi pada level yang lebih tinggi dari level individual. Riset-riset sebelumnya lebih banyak memfokuskan pada peran organisasional dan aturan ekspresi dioperasionalkan sebagai persepsi individual atas ekspektasi untuk menampilkan emosi yang tepat (misalnya, Diefendorff & Greguras, 2009; Grandey, 2003). Hanya satu riset yang telah menguji aturan ekspresi emosional pada level kelompok dengan target pelanggan eksternal (misalnya, Diefendorff et al., 2011). Pengembangan konsep aturan ekspresi emosional perlu difokuskan pada level kelompok (Ashkanasy & Humphrey, 2011; Diefendorff et al., 2011). Konsekuensinya adalah pada pengukuran dan metode analisis data yang digunakan. Pengukuran aturan ekspresi emosional pada level kelompok tetap tergantung pada pengukuran level individual. Oleh karena itu, instrumen yang digunakan mengalami revisi sesuai dengan fenomena kelompok. Beberapa

7 7 alternatif metode pengukuran ini antara lain dengan agregasi, konsensus langsung (direct concencus), perubahan referensi (reference shift), penyebaran (dispersion) dan komposisi proses (process composition) (Chan, 1998). Ketiga, isu lintas fungsi. Isu lintas fungsi terkait dengan hubungan aturan ekspresi emosional sebagai level kelompok dengan sikap dan perilaku individual sebagai level individual. Aturan ekspresi emosional atau norma ekspresi emosional merupakan pedoman bagi anggota kelompok dalam menunjukkan ekspresi emosional yang sesuai dan ekspresi emosional yang tidak sesuai ketika berinteraksi antar anggota kelompok (Bartel & Saavedra, 2000). Norma biasanya tidak tertulis tetapi memiliki pengaruh yang kuat pada sikap dan perilaku individual karena memberikan konsekuensi sosial (Feldman, 1984). Beberapa riset empiris telah menunjukkan bahwa norma kelompok dapat mempengaruhi kepuasan kerja dan kinerja individual (misalnya, Diefendorff et al., 2011; Sutton, 1991). Namun demikian, riset-riset sebelumnya lebih banyak menguji dalam satu level individual yaitu pengaruh persepsi aturan ekspresi emosional terhadap sikap dan perilaku individual (misalnya, Brotheridge & Grandey 2002; Brotheridge & Lee, 2002; Diefendorff & Richard, 2003; Gooserand & Diefendorff, 2005; Grandey, 2003; Schaubroeck & Jones 2000). Keempat, isu dimensi aturan ekspresi emosional. Riset-riset empiris yang memfokuskan pada emotional labor telah menggunakan dimensi yang beragam dalam mengukur aturan ekspresi emosional. Sejumlah riset menggunakan dua dimensi, yaitu persepsi atas tuntutan mengekspresikan emosi positif dan persepsi atas tuntutan menekan emosi negatif. Sedangkan riset lain memperlakukan satu

8 8 dimensi, yaitu tuntutan mengekspresikan emosi positif atau integratif (Diefendorff et al., 2011; Gooserand & Diefendorff, 2005; Grandey, 2003). Schaubroeck dan Jones (2000) menunjukkan bahwa tuntutan mengekspresikan emosi positif dan menekan emosi negatif merupakan faktor yang terpisah dan memiliki reliabilitas yang tinggi (range alpha antara 0,87 sampai 0,96). Kelima, isu integrasi aturan ekspresi emosional dengan regulasi emosi dan luaran emosional. Terintegrasinya konsep tersebut dapat menjelaskan fenomena pengelolaan emosi dalam lingkungan pekerjaan. Grandey, Diefendorff, dan Rupp (2013) menyatakan bahwa pengelolaan emosi di lingkungan pekerjaan merupakan suatu sistem dengan rerangka input-proses-luaran. Dalam hal ini, inputnya adalah aturan ekspresi emosional, prosesnya adalah regulasi emosi, dan luarannya adalah kinerja emosional, kepuasan kerja, dan kelelahan emosional. Namun, riset empiris sebelumnya lebih didominasi pada pengujian konsep yang terpisah. Beberapa riset memfokuskan pada pembentukan persepsi aturan ekspresi emosional (misalnya, Diefendorff & Greguras, 2009; Trougakos, Beal, & Jackson 2011; Wilk & Moynihan, 2005), sejumlah riset empiris fokus pada strategi regulasi emosi dalam mengelola emosi (misalnya, Beal, Trougakos, Weiss, & Green, 2006; Grandey, 2003; Scott & Barness, 2011), riset empiris lainnya fokus pada ekspresi emosi yang sesuai dengan peran (misalnya, Bono & Vey, 2007; Totterdell & Holman, 2003). Akibatnya, sangat sukar untuk menggambarkan secara komprehensif pengaruh aturan ekspresi emosional terhadap variabel luaran emosional.

9 9 Berdasarkan lima isu tentang aturan ekspresi emosional yang telah dijelaskan di atas, maka penelitian ini mengajukan pendekatan target ekspresi dan analisis lintas level untuk menjelaskan konsekuensi aturan ekspresi emosional pada sejumlah variabel luaran. Hal tersebut dapat diuraikan berikut ini. Pertama, pendekatan target ekspresi emosional. Pendekatan target ekspresi emosional pada supervisor dan rekan kerja terkait dengan bagaimana ekspresi emosional karyawan ketika berinteraksi dengan supervisor dan rekan kerja. Dengan menggunakan pendekatan ini, aturan ekspresi emosional dapat dibagi atas aturan ekspresi emosi positif target supervisor, aturan ekspresi emosi positif target rekan kerja, aturan menekan emosi negatif target supervisor, dan aturan menekan emosi negatif target rekan kerja. Aturan ekspresi emosi positif target supervisor bertujuan untuk menciptakan respon dan kesan yang positif dengan supervisor (Hecht & LaFrance, 1998). Aturan menekan emosi negatif target supervisor dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas hubungan dengan supervisor (Tschan, Messerli, & Janevski, 2010). Sedangkan aturan ekspresi emosi positif target rekan kerja bertujuan untuk menciptakan keharmonisan dan peningkatan kinerja (Cropanzano et al., 2004, Rafaeli & Sutton, 1989). Aturan menekan emosi negatif target rekan kerja sangat efektif untuk mengurangi konflik hubungan dalam kelompok kerja (Yang & Mossholder, 2004) Kedua, analisis lintas level. Aturan ekspresi emosional dapat berpengaruh pada sikap dan perilaku individual. Aturan ekspresi emosional yang menjadi panduan bagi anggota kelompok dalam mengekspresikan emosi positif dan

10 10 menekan emosi negatif dapat berpengaruh langsung terhadap sikap kerja, burnout, dan perilaku ekspresi emosional. (Diefendorff & Richard 2003; Diefendorff et al. 2006; Grandey 2003; Schaubroeck & Jones 2000). Riset empiris sebelumnya menunjukkan bahwa persepsi aturan ekspresi emosional berpengaruh terhadap variabel kepuasan kerja, perilaku ekspresi emosional (misalnya, Diefendorff & Richard 2003), kelelahan emosional (misalnya, Wilk & Moynihan, 2005), burnout (Diefendorff et al., 2011). Salah satu bentuk perilaku individual yang belum banyak dikaji dan dikaitkan dengan aturan ekspresi emosional adalah kinerja emosional. Pentingnya kinerja emosional dalam lingkungan organisasi telah menarik perhatian sejumlah periset dalam konteks emotional labor (misalnya, Grandey, 2003; Diefendorff & Richard, 2003; Bono & Vey, 2007). Para ahli emotional labor telah mempostulatkan bahwa ekspresi emosional yang tepat merupakan perilaku emosional yang berhubungan dengan aturan atau norma ekspresi emosional (Rafaeli & Sutton, 1989). Dalam riset emotional labor, ekspresi emosional yang sesuai dengan peran pekerjaan merupakan aspek penting dari kinerja pekerjaan yang membutuhkan interaksi interpersonal. Diefendorff et al. (2006) menunjukkan bahwa perilaku ekspresi emosional yang merupakan pemenuhan terhadap aturan ekspresi emosional dipersepsikan oleh supervisor dan karyawan sebagai kinerja peran (in-role behaviors). Diefendorff dan Richard (2003) menunjukkan bahwa aturan mengekspresikan emosi positif dan aturan menekan emosi negatif terkait erat dengan perilaku ekspresi emosional. Sebelumnya Sutton (1991) menyatakan bahwa norma atau aturan ekspresi organisasional

11 11 berhubungan positif dengan perasaan dan ekspresi emosi dalam menjalankan pekerjaan. Studi Beal, Trougakos, Weiss, dan Green (2006) menyatakan bahwa perilaku ekspresi emosional terkait dengan mempertahankan ekspresi emosional yang sesuai dengan aturan ekspresi ketika individual mengalami disonansi emosional (emosi yang dialami berbeda dengan emosi yang diekspresikan). Untuk itu, keterkaitan antara kinerja emosional dengan aturan ekspresi emosional sangat penting untuk diteliti. Selain kinerja emosional, aturan ekspresi emosional berhubungan dengan kesejahteraan karyawan. Peneliti organisasional telah memproksikan kesejahteraan karyawan dengan kepuasan kerja (Diefendorff et al., 2011; Grandey, 2000) dan kelelahan emosional (Diefendorff et al., 2011; Grandey, 2000; Holman, et al., 2008; Zapf, 2002). Hasil penelitian pada level individual menunjukkan bahwa persepsi atas tuntutan mengekspresikan emosi positif berhubungan dengan kepuasan kerja (Diefendorff & Richard, 2003). Akan tetapi, hasil empiris yang menghubungkan aturan ekspresi emosional pada level kelompok dengan kepuasan kerja masih sangat terbatas, hanya Diefendorff et al. (2011) yang mengkaitkan aturan ekspresi emosional level unit berhubungan negatif dengan kepuasan kerja dan berhubungan positif dengan burnout. Riset aturan ekspresi emosional pada level individual juga menghubungkan dengan kelelahan emosional. Kelelahan emosional menunjukkan berkurangnya secara umum konsentrasi, kepercayaan, minat, dan gairah (Maslach, 1982). Kelelahan emosional juga meliputi rasa lelah, mudah marah, dan frustasi (Maslach & Jackson, 1981). Penyebab kelelahan emosional dapat berasal dari

12 12 tuntutan individual dan pekerjaan/peran/organisasional (Cordes & Dougherty, 1993). Tuntutan individual dapat berasal dari: ekspektasi pencapaian yang tinggi, ekspektasi organisasional yang tinggi, keterlibatan pekerjaan, umur. Sedangkan, tuntutan pekerjaan/peran/organisasional dapat berasal dari: kelebihan beban pekerjaan, konflik peran, interaksi interpersonal (durasi, frekuensi, intensitas, dan arah). Riset-riset emosi telah mengkaitkan kelelahan emosional dengan pemenuhan terhadap aturan ekspresi emosional (misalnya, Wilk & Moynihan, 2005). Aturan menekan emosi negatif target supervisor dan rekan kerja dapat mendorong individual untuk berusaha menekan emosi negatifnya yang dapat berakibat negatif pada kognitif dan fisiologis, seperti daya ingat yang berkurang dan naiknya aktivitas jantung (Richard & Gross, 1999). Oleh karena itu, penelitian ini menguji pengaruh aturan menekan emosi negatif target supervisor dan rekan kerja terhadap kelelahan emosional. Riset-riset empiris telah mengeksplorasi hubungan antara aturan ekspresi emosional dengan variabel luaran seperti kepuasan kerja dan burnout, tetapi hasilnya tidak konsisten. Riset yang dilakukan oleh Goldberg dan Grandey (2007) menunjukkan dukungan yang rendah terhadap pengaruh aturan ekspresi emosi positif terhadap kelelahan emosional. Sedangkan temuan Brotheridge dan Grandey (2002) menunjukkan aturan menekan emosi negatif berpengaruh pada kelelahan emosional dan aturan mengekspresikan emosi positif berpengaruh pada prestasi personal (salah satu dimensi burnout). Berbeda dengan temuan sebelumnya, riset Diefendorff dan Richard (2003) menunjukkan persepsi karyawan atas tuntutan mengekspresikan emosi positif berhubungan positif

13 13 dengan kepuasan kerja dan persepsi karyawan atas tuntutan menekan emosi negatif berhubungan negatif dengan kepuasan kerja. Hasil riset yang tidak konsisten ini mungkin dapat disebabkan oleh perilaku individual dalam meregulasi emosinya (Goldberg & Grandey, 2007). Pada dasarnya, individual melakukan regulasi emosi dalam merespon aturan ekspresi emosional yang dituntut oleh organisasi (Grandey, 2000). Regulasi emosi merupakan strategi dalam memodifikasi komponen emosi (perasaan, perilaku, dan respon fisiologis). Dalam konteks lingkungan pekerjaan, regulasi emosi dapat dilakukan dengan pemeranan permukaan (surface acting) 1 dan pemeranan dalam (deep acting) (Grandey, 2000). Pemeranan permukaan terkait dengan cara individual merubah ekspresi emosi tanpa merubah perasaan yang dialami. Pendekatan ini dapat digunakan ketika individual mengelola perasaan negatif (Grant, 2013). Pemeranan dalam berhubungan dengan cara individual merubah perasaannya agar dapat menghasilkan emosi positif. Jadi, regulasi emosi merupakan suatu cara agar individual dapat memenuhi aturan ekspresi emosional. Pemeranan permukaan merupakan suatu bentuk dari regulasi emosi fokus respon yang dilakukan ketika emosi telah berkembang. Individual yang melakukan pemeranan permukaan cenderung menggunakan pendekatan berpurapura (faking) (Grandey, 2000). Pemeranan permukaan memerlukan lebih banyak sumberdaya kognitif dan motivasi dalam memonitor dan memodifikasi ekspresi emosinya (Gross, 1998; Richard & Gross, 1999). Konsekuensi pendekatan ini 1 Kata acting diterjemahkan dengan pemeranan. Penerjemahan istilah asing ini didasarkan pada kesamaan dan kepadanan konsep. Pemeranan di dalam KBBI dapat diartikan proses, cara, perbuatan memerankan.

14 14 dapat memberikan dampak negatif, berupa aktivasi jantung yang meningkat dan kadang-kadang memori yang berkurang. Tetapi, pendekatan ini memberikan hal yang positif dalam interaksi interpersonal karena dapat menampilkan emosi yang sesuai. Pemeranan dalam merupakan suatu bentuk dari regulasi emosi fokus anteseden yang mempengaruhi persepsi dan pemrosesan isyarat emosional pada awal emosi, yaitu sebelum menimbulkan respon fisiologis, perilaku, dan ekspresi wajah (Grandey, 2000). Pemeranan dalam memungkinkan individual untuk merasakan emosi positif melalui penggunaan teknik penilaian kognitif, seperti berpikir positif terhadap diri dan lingkungannya. Konsekuensi pendekatan ini adalah membuat individual dapat merasakan dan menunjukkan emosi positif pada rekan interaksinya dan kepuasan dalam lingkungan kerjanya. Pengaruh aturan ekspresi emosional pada kinerja emosional dan kesejahteraan karyawan dijelaskan oleh teori kognitif sosial yang dikembangkan oleh Bandura (1986). Teori ini sebelumnya dikenal dengan teori pembelajaran sosial. Teori kognitif sosial menekankan pada pentingnya peran kognitif dengan pendekatan pembelajaran pemodelan. Individual menggunakan kognitifnya untuk menilai hal-hal yang dapat mempengaruhi timbulnya emosi (Bandura, 1986). Pada saat karyawan belajar aturan ekspresi emosional pada rekan kerjanya, karyawan menggunakan proses kognitif dalam mengetahui atau menghasilkan perilaku ekspresi emosional yang tepat. Kinerja emosional merupakan perilaku ekspresi emosional yang konsisten dengan peran pekerjaan (Diefendorff et al., 2006). Perilaku ekspresi emosional

15 15 terkait dengan tuntutan pekerjaan berbasis interpersonal yang menggambarkan seberapa baik individual mengekspresikan emosi positif dan menekan emosi negatif di lingkungan pekerjaan. Perilaku ekspresi emosional dapat dipengaruhi oleh aturan ekspresi emosional target supervisor dan rekan kerja. Bandura (1998) menyatakan bahwa faktor lingkungan dapat berpengaruh terhadap perilaku individual melalui mekanisme pembelajaran sosial. Aturan ekspresi emosional target supervisor menggambarkan harapan bagi karyawan untuk mengekspresikan emosi positif dan menekan emosi negatif saat berinteraksi dengan supervisor. Interaksi dengan supervisor yang memiliki peranan antar pribadi, informasional, dan pembuat keputusan dapat mempengaruhi bagaimana karyawan mengekspresikan emosinya. Ekspresi emosi sebagai bentuk komunikasi karyawan kepada supervisor dalam rangka menunjukkan motivasi, keinginan, dan tujuannya (Van Kleef, 2010). Selain itu, ekspresi emosi positif merupakan suatu bentuk pengaruh sosial yang dapat membangkitkan respon positif pada supervisor (Diefendorff & Greguras, 2009; Tse & Ashkanasy, 2008). Sementara itu, ekspresi emosi negatif cenderung tidak diterima saat berinteraksi dengan supervisor karena dapat mengancam kualitas hubungan (Tschan et al., 2010). Untuk itu, karyawan belajar dengan mengamati rekan kerjanya yang menjadi panutan dalam mengekspresikan emosi. Proses pembelajaran sosial tersebut menekankan proses kognitif yang dapat menjadikan karyawan memiliki pengetahuan dalam mengekspresikan emosi yang sesuai di lingkungan pekerjaan. Aturan ekspresi emosional target rekan kerja menggambarkan harapan bagi karyawan untuk mengekspresikan emosi positif dan menekan emosi negatif

16 16 saat berinteraksi dengan rekan kerja dengan tujuan untuk menciptakan keharmonisan dan peningkatan kinerja. Interaksi dengan rekan kerja yang berperan dalam berbagi informasi, memberikan umpan balik, dan dukungan dapat mempengaruhi bagaimana karyawan mengekspresikan emosinya pada rekan kerja. Ekspresi emosi positif karyawan dapat menyebar pada rekan kerja. Ketika karyawan dapat menunjukkan emosi positif saat berinteraksi dengan rekan kerjanya, maka dapat memicu timbulnya emosi positif pada rekan kerjanya. Sebaliknya, ekspresi emosi negatif karyawan dapat memicu timbulnya konflik konflik hubungan dalam kelompok kerja (Yang & Mossholder, 2004). Akibatnya, karyawan belajar mengekspresikan emosi yang tepat dengan mengamati rekan kerjanya yang menjadi panutan dalam mengekspresikan emosi. Proses pembelajaran sosial ini menekankan pentingnya proses kognitif dalam menentukan bagaimana mengekspresikan emosinya dalam lingkungan pekerjaan. Aturan ekspresi emosi positif target supervisor dapat memiliki pengaruh positif pada kepuasan kerja. Aturan ekspresi emosi positif target supervisor dapat memicu timbulnya perasaan positif pada pekerjaan. Ekspresi emosi positif yang ditujukan pada supervisor memungkinkan karyawan mendapatkan dukungan dan kepercayaan dari supervisor (Rafaeli & Sutton, 1987). Respon yang positif dari supervisor dapat membangkitkan perasaan positif karyawan pada pekerjaan. Aturan ekspresi emosi positif target rekan kerja dapat memiliki pengaruh positif pada kepuasan kerja. Aturan ekspresi emosi positif target rekan kerja dapat memicu timbulnya perasaan positif pada pekerjaan. Aturan tersebut dapat menciptakan keharmonisan antara karyawan dengan rekan kerja. Karyawan yang

17 17 mengekspresikan emosi positif cenderung mendapatkan dukungan emosional dari rekan kerjanya (Staw, Sutton, & Pelled, 1994). Hubungan yang harmonis dengan rekan kerja dapat membangkitkan perasaan positif karyawan terhadap pekerjaannya. Aturan menekan emosi negatif pada supervisor dapat memiliki konsekuensi kelelahan emosional bagi karyawan. Interaksi dengan supervisor yang memiliki peran sebagai pemimpin sering memicu perasaan negatif pada karyawan, misalnya perasaan takut atau khawatir (Bono et al., 2007), marah (Lewis, 2000), jengkel (George & Zhou, 2001). Ekspresi emosi negatif cenderung tidak diterima saat berinteraksi dengan supervisor karena dapat mengurangi kualitas hubungan interpersonal (Tschan et al., 2010). Untuk menekan emosi negatif ini diperlukan motivasi kuat yang dapat membuat sumberdaya kognitif dan mental individual terkuras (Geddes & Callister, 2007). Konsekuensi aturan ini dapat memicu karyawan mengalami kelelahan emosional. Hal yang sama dapat terjadi dengan aturan menekan emosi negatif pada rekan kerja, namun dengan mekanisme sanksi sosial. Interaksi dengan rekan kerja dapat juga menimbulkan perasaan negatif pada karyawan. Misalnya, konflik interpersonal dapat memicu timbulnya emosi marah pada karyawan. Namun, di sisi lain karyawan diharapkan untuk menjaga kekompakan sehingga memicu karyawan harus belajar pada rekan kerjanya dalam menekan emosi negatif. Jika aturan tersebut dilanggar, karyawan dapat mendapatkan sanksi sosial dari rekan kerjanya. Untuk menekan emosi negatif diperlukan sumberdaya kognitif dan mental yang dapat memicu kelelahan emosional.

18 18 Pengaruh aturan ekspresi emosional pada kinerja emosional dan kesejahteraan karyawan melalui pemeranan permukaan dan pemeranan dalam dapat dijelaskan oleh teori regulasi emosi. Menurut teori regulasi emosi, luaran emosional individual tidak hanya dibentuk oleh aturan ekspresi emosional, tetapi juga bagaimana mereka merespon aturan tersebut melalui pemeranan permukaan dan pemeranan dalam (Grandey, 2000; Gross, 1998). Aturan ekspresi emosi positif pada supervisor dan rekan kerja dapat memicu karyawan untuk melakukan pemeranan dalam. Interaksi dengan supervisor dan rekan kerja dapat membuat individual mengalami perasaan positif (Weiss & Cropanzano, 1996). Pemeranan dalam bertujuan memodifikasi perasaan positif sehingga menghasilkan emosi positif yang otentik. Konsekuensi pendekatan ini adalah membuat karyawan dapat menunjukkan emosi positif pada rekan interaksi dan kepuasan dalam lingkungan kerja. Aturan menekan emosi negatif pada supervisor dan rekan kerja dapat memicu karyawan untuk melakukan pemeranan permukaan. Interaksi dengan supervisor dan rekan kerja dapat membuat individual mengalami perasaan negatif (Weiss & Cropanzano, 1996). Pemeranan permukaan bertujuan memodifikasi ekspresi tanpa merubah perasaan negatif. Untuk itu diperlukan banyak sumberdaya kognitif dan mental dalam memonitor dan memodifikasi ekspresi emosi (Gross, 1998; Richard & Gross, 1999). Konsekuensi pendekatan ini dapat memberikan dampak negatif, berupa aktivasi jantung yang meningkat dan kadang-kadang memori yang berkurang. Tetapi, pendekatan ini memberikan hal

19 19 yang positif dalam interaksi interpersonal karena dapat menampilkan emosi yang sesuai. Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini berusaha untuk menguji pengaruh langsung dan tidak langsung aturan ekspresi emosional target supervisor dan rekan kerja dengan mempertimbangkan regulasi emosi (pemeranan dalam dan pemeranan permukaan) sebagai faktor pemediasi. Untuk menjelaskan keterkaitan antara aturan ekspresi emosional target supervisor dan rekan kerja, pemeranan dalam, pemeranan permukaan, kinerja emosional, kelelahan emosional, dan kepuasan kerja adalah digunakan teori kognitif sosial yang dikembangkan oleh Bandura (1986) dan regulasi emosi dari Grandey (2000). 1.2 Perumusan Masalah Penelitian aturan ekspresi emosional yang sudah dilakukan menunjukkan bahwa aturan ekspresi emosional berhubungan dengan sikap dan perilaku individual, serta burnout (Schaubroeck & Jones, 2000; Brotheridge & Grandey, 2002; Diefendorff & Richard, 2003; Diefendorff et al., 2005, 2006; Gosserand & Diefendorff, 2005). Namun, hasilnya belum menunjukkan kekonsistenan. Beberapa riset menunjukkan bahwa aturan ekspresi emosional berhubungan positif dengan burnout (misalnya, Diefendorff et al., 2011; Wilk & Moynihan, 2005). Riset yang lain menunjukkan bahwa aturan ekspresi emosional tidak berhubungan dengan kelelahan emosional (misalnya, Brotheridge & Grandey, 2002). Beberapa riset menunjukkan bahwa aturan ekspresi emosional berhubungan positif dengan kepuasan kerja (Diefendorff & Richard, 2003).

20 20 Sementara itu, beberapa riset juga memperlihatkan bahwa ekspresi emosional berhubungan negatif dengan kepuasan kerja (misalnya, Diefendorff et al., 2011). Riset tentang aturan ekspresi emosional terus berkembang karena berperan penting terhadap variabel luaran emosional. Namun, sejumlah persoalan dihadapi dalam pengembangan konsep ini. Pertama, target ekspresi yang ditujukan pada supervisor dan rekan kerja. Aturan ekspresi emosional target supervisor berhubungan dengan bagaimana karyawan mengekspresikan emosinya pada supervisor yang memiliki peran sebagai pemimpin dan pengontrol sumberdaya. Aturan ekspresi emosional target rekan kerja terkait dengan bagaimana karyawan mengekspresikan emosinya pada rekan kerja. Kedua, aturan ekspresi emosional sebagai fenomena kelompok. Interaksi interpersonal dalam kelompok memunculkan suatu pedoman dalam mengekspresikan emosi yang sesuai saat berinteraksi dengan supervisor dan rekan kerja. Pedoman ini sering dinyatakan tidak tertulis namun hadir sebagai norma yang memiliki konsekuensi. Namun, riset-riset empiris yang ada mengkonseptualkan aturan ekspresi emosional sebagai persepsi individual atas ekspektasi menampilkan emosi yang tepat sebagai bagian dari peran pekerjaan (misalnya, Diefendorff & Greguras, 2009; Grandey, 2003). Untuk itu, konsep aturan ekspresi emosional hendaknya diuji pada level yang lebih tinggi dari level individual. Penelitian aturan ekspresi emosional juga menggunakan dimensi yang beragam. Sejumlah peneliti menggunakan dua dimensi (aturan mengekspresikan emosi positif dan aturan menekan emosi negatif). Peneliti lainnya menggunakan satu dimensi, seperti aturan mengekspresikan emosi positif atau aturan

21 21 mengekspresikan emosi integratif. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengujian menggunakan aturan ekspresi emosional dengan menggunakan pendekatan beberapa dimensi terhadap kinerja emosional dan kesejahteraan karyawan. Penelitian sebelumnya menunjukkan pengukuran aturan ekspresi umum (menggabungkan aturan emosi positif dan emosi negatif) menunjukkan hubungan negatif, tidak signifikan, dan hubungan positif dengan kesejahteraan (Brotheridge & Lee, 2002; Pugliesi, 1999; Schaubroeck & Jones, 2000) Sementara itu, hubungan antara aturan ekspresi dengan variabel luaran dapat dimediasi oleh regulasi emosi. Dalam konteks organisasional, konsep regulasi emosi digambarkan dengan pemeranan dalam dan pemeranan permukaan. Pemeranan dalam berkaitan dengan usaha individual merubah perasaannya dan pemeranan permukaan berkaitan dengan usaha memodifikasi ekspresi tanpa merubah perasaan atau strategi berpura-pura. Hubungan antara aturan ekspresi emosional dengan pemeranan dalam dan pemeranan permukaan menunjukkan adanya variasi. Brotheridge dan Grandey (2002) telah menguji individual dalam pekerjaan jasa dan bukan jasa dan ditemukan bahwa aturan ekspresi emosi positif dan menekan emosi negatif berhubungan dengan dua pemeranan, yaitu pemeranan dalam dan pemeranan permukaan. Bono dan Vey (2005) dalam meta analisis riset emotional labor menemukan bahwa pengukuran global aturan ekspresi berhubungan dengan kedua pemeranan, yaitu pemeranan dalam dan pemeranan permukaan. Grandey (2003) telah menginvestigasi karyawan administratif dan menemukan bahwa aturan ekspresi emosi positif berhubungan positif dengan pemeranan dalam, tetapi tidak berhubungan dengan pemeranan permukaan. Hal

22 22 yang sama, Diefendorff et al. (2005) menemukan bahwa aturan ekspresi emosi positif berhubungan dengan pemeranan dalam dan aturan menekan emosi negatif berhubungan dengan pemeranan permukaan. Penelitian ini mengajukan pendekatan target ekspresi dan analisis lintas level dalam menguji pengaruh langsung aturan ekspresi emosional pada variabel luaran dan juga menguji pengaruh tidak langsung melalui variabel regulasi emosi. Uraian perumusan masalah tersebut di atas mengarah pada beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Apakah aturan ekspresi emosi positif target supervisor dan rekan kerja berpengaruh positif pada kinerja emosional karyawan? 2. Apakah aturan menekan emosi negatif target supervisor dan rekan kerja berpengaruh pengaruh positif pada kinerja emosional karyawan? 3. Apakah aturan ekspresi emosi positif target supervisor dan rekan kerja berpengaruh positif pada kepuasan kerja karyawan? 4. Apakah aturan menekan emosi negatif target supervisor dan rekan kerja berpengaruh positif pada kelelahan emosional karyawan? 5. Apakah aturan ekspresi emosi positif target supervisor dan rekan kerja berpengaruh positif pada pemeranan dalam? 6. Apakah aturan menekan emosi negatif target supervisor dan rekan kerja berpengaruh positif pada pemeranan permukaan? 7. Apakah pemeranan dalam memediasi pengaruh aturan ekspresi emosi positif target supervisor dan rekan kerja pada kinerja emosional karyawan?

23 23 8. Apakah pemeranan dalam memediasi pengaruh aturan ekspresi emosi positif target supervisor dan rekan kerja pada kepuasan kerja karyawan? 9. Apakah pemeranan permukaan memediasi pengaruh aturan menekan emosi negatif target supervisor dan rekan kerja pada kinerja emosional karyawan? 10. Apakah pemeranan permukaan memediasi pengaruh aturan menekan emosi negatif target supervisor dan rekan kerja pada kelelahan emosional karyawan? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk menguji pengaruh positif aturan ekspresi emosi positif target supervisor dan rekan kerja pada kinerja emosional karyawan. 2. Untuk menguji pengaruh positif aturan menekan emosi negatif target supervisor dan rekan kerja pada kinerja emosional karyawan. 3. Untuk menguji pengaruh positif aturan ekspresi emosi positif target supervisor dan rekan kerja pada kepuasan kerja karyawan. 4. Untuk menguji pengaruh positif aturan menekan emosi negatif target supervisor dan rekan kerja pada kelelahan emosional karyawan. 5. Untuk menguji pengaruh positif aturan ekspresi emosi positif target supervisor dan rekan kerja pada pemeranan dalam. 6. Untuk menguji pengaruh positif aturan menekan emosi negatif target supervisor dan rekan kerja pada pemeranan permukaan.

24 24 7. Untuk menguji pengaruh pemediasian pemeranan dalam pada pengaruh aturan ekspresi emosi positif target supervisor dan rekan kerja pada kinerja emosional karyawan. 8. Untuk menguji pengaruh pemediasian pemeranan dalam pada pengaruh aturan ekspresi emosi positif target supervisor dan rekan kerja pada kepuasan kerja karyawan. 9. Untuk menguji pengaruh pemediasian pemeranan permukaan pada pengaruh aturan menekan emosi negatif target supervisor dan rekan kerja pada kinerja emosional karyawan. 10. Untuk menguji pengaruh pemediasian pemeranan permukaan pada pengaruh aturan menekan emosi negatif target supervisor dan rekan kerja pada kelelahan emosional karyawan. 1.4 Orisinalitas Penelitian Hasil kajian literatur menunjukkan bahwa, ada sejumlah keterbatasan pada penelitian sebelumnya. Pertama, secara umum, penelitian yang ada masih didominasi oleh aturan ekspresi emosional yang terkait dengan tuntutan ekspresi emosi sebagai bagian dari peran pekerjaan dengan fokus pada pelanggan, dan belum mempertimbangkan aturan ekspresi emosional sebagai pedoman dalam berinteraksi dengan rekan kerja dan supervisor. Kedua, konsep target ekspresi emosional belum dikembangkan secara luas. Ketiga, hubungan antara aturan ekspresi emosi positif pemicu pemeranan dalam dan aturan menekan emosi negatif pemicu pemeranan luar belum banyak diuji dalam penelitian sebelumnya.

25 25 Keempat, penelitian aturan ekspresi emosional dengan variabel kesejahteraan karyawan dan kinerja emosional lebih didominasi pada level individual dan jarang yang mempertimbangkan pada lintas level. Kelima, belum ada penelitian yang mempertimbangkan pengintegrasian teori atau pendekatan menjadi suatu model yang lebih komprehensif. Tabel 1.1. menunjukkan bahwa terdapat beberapa hal yang belum dilakukan pada penelitian sebelumnya. Oleh karena itu, orisinalitas penelitian ini terletak pada integrasi pendekatan yang menghasilkan model integrasi yang belum pernah diuji pada penelitian aturan ekspresi emosional sebelumnya. Pendekatan aturan ekspresi emosional target ekspresi yang berasal dari dalam organisasi, seperti rekan kerja dan supervisor jarang diuji. Walaupun Diefendorff dan Greguras (2009) telah mengenalkan target supervisor dan rekan kerja, riset mereka difokuskan pada pembentukan persepsi individual terhadap aturan ekspresi emosional dengan menggunakan sejumlah strategi ekspresi emosi, seperti mengekspresikan (express), kualifikasi (qualify), memperkuat (amplify), memperlemah (deamplify), menetralkan (neutralize), dan berpura-pura (mask) Sementara itu, penelitian ini lebih ditekankan pada aturan ekspresi emosional dengan target supervisor dan rekan kerja merupakan norma kelompok yang menjadi panduan anggota kelompok dalam mengekspresikan emosi. Asumsi yang mendasarinya adalah interaksi sosial di dalam lingkungan pekerjaan dapat mendorong individual untuk berbagi persepsi dalam mengekspresikan emosi yang tepat ketika mereka berinteraksi dengan supervisor dan rekan kerja. Kondisi ini menciptakan norma emosi yang menjadi panduan bagi individual dalam perilaku

26 26 emosi yang sesuai maupun yang tidak sesuai ketika mereka berinteraksi. Sebagai norma emosi, aturan ekspresi emosional memiliki konsekuensi sosial. Jika, target ekspresinya adalah supervisor, konsekuensinya dapat berupa respon atau kesan yang positif, peningkatan hubungan yang lebih baik, serta pencapaian tujuan. Sedangkan, jika targetnya adalah rekan kerja, konsekuensinya terkait dengan keharmonisan dan peningkatan kinerja. Konsekuensi yang positif inilah yang memotivasi individual untuk mematuhi aturan ekspresi emosional sehingga dapat berdampak pada kinerja emosional dan kesejahteraan mereka. Orisinalitas penelitian ini juga terletak pada model yang terintegrasi target ekspresi dan lintas level. Penelitian ini menguji bahwa aturan ekspresi emosional memiliki beberapa dimensi, yaitu aturan ekspresi emosi positif target supervisor, aturan ekspresi emosi positif target rekan kerja, aturan menekan emosi negatif target supervisor, dan aturan menekan emosi negatif target rekan kerja. Keempat dimensi aturan ekspresi emosional yang merupakan variabel pada level grup dapat memiliki pengaruh terhadap variabel kinerja emosional dan kesejahteraan karyawan (variabel luaran emosional), pemeranan dalam dan pemeranan permukaan (variabel pemediasi) yang merupakan variabel pada level individual. Orisinalitas penelitian ini juga terletak pada integrasi teori kognitif sosial dan teori regulasi emosi dalam menjelaskan model hubungan aturan ekspresi emosional, regulasi emosi, perilaku ekspresi emosi, dan kesejahteraan karyawan. Pada dasarnya, teori regulasi emosi merupakan bagian dari kognitif sosial (Tamir & Mauss, 2011). Teori regulasi emosi memfokuskan pada cara individual untuk memodifikasi perasaan dan modifikasi ekspresi emosional agar sesuai dengan

27 27 aturan. Teori kognitif sosial menunjukkan bahwa perilaku individual untuk mematuhi aturan ekspresi emosional karena adanya konsekuensi sosial yang diterima. Hal ini dapat diartikan bahwa teori regulasi emosi menjelaskan bagaimana individual melakukan perubahan pada emosi dalam merespon aturan ekspresi emosional, sementara itu teori kognitif sosial menjelaskan bagaimana individual termotivasi mengelola emosi dikarenakan adanya konsekuensi dari aturan ekspresi emosional. Dengan pengujian terintegrasi ini, diharapkan dapat menjelaskan keterkaitan antara aturan ekspresi emosional, regulasi emosi, kinerja emosional, dan kesejahteraan karyawan. Tabel 1.1 Ringkasan Hasil Penelitian Konsekuensi Aturan Ekspresi Emosional Penulis Dimensi Aturan Ekspresi Konsekuen Mediasi/ Moderasi Level Analisis 1) Schaubroeck dan Jones (2000) Tuntutan untuk mengekspresikan emosi positif Tuntutan untuk menekan emosi negatif Gejala fisik Adaptabilitas emosional Identifikasi organisasional Keterlibatan pekerjaan Individual 2) Brtoheridge dan Grandey (2002) Aturan ekspresi emosi positif dan menekan emosi negatif Burnout Individual 3) Brotheridge dan Lee (2002) Aturan ekspresi emosional Penghargaan hubungan sosial Pemeranan dalam Pemeranan permukaan Individual

28 28 Lanjutan tabel sebelumnya Penulis Dimensi Aturan Ekspresi Konsekuen Mediasi/ Moderasi Level Analisis 4) Diefendorff dan Richard (2003) Tuntutan untuk mengekspresikan emosi positif Tuntutan untuk menekan emosi negatif Ekspresi emosional Kepuasan kerja Individual 5) Gooserand dan Diefendorff (2005) Aturan ekspresi emosional integratif Penyampaian afektif positif Pemeranan dalam Pemeranan permukaan Komitmen atas aturan ekspresi Individual 6) Wilk dan Moynihan (2005) Aturan ekspresi emosional Kelelahan emosional Efikasi diri Lintas Level Tuntutan pekerjaan Individual 7) Goldberg dan Grandey (2007) Aturan ekspresi emosi positif Kelelahan emosional Kinerja tugas Pemeranan dalam Pemeranan permukaan Individual 8) Diefendorff, Erickson, Grandey, da Dahling (2011) Aturan ekspresi emosi integratif Kepuasan kerja Burnout Pemeranan dalam Pemeranan permukaan Lintas Level Unit Individual 9) Penelitian ini (2015) Aturan ekspresi emosi positif target supervisor Aturan menekan emosi negatif target supervisor Aturan ekspresi emosi positif target rekan kerja Kinerja emosional Kepuasan kerja Kelelahan emosional Pemeranan dalam Pemeranan permukaan Lintas Level dan Target ekspresi Unit Individual Individual Aturan menekan emosi negatif target rekan kerja

BAB I PENDAHULUAN. organisasi dan menjadi masalah yang harus dikontrol (Goodman & Atkin,

BAB I PENDAHULUAN. organisasi dan menjadi masalah yang harus dikontrol (Goodman & Atkin, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemangkiran telah lama dianggap sebagai masalah yang signifikan pada organisasi. Kemangkiran mengakibatkan ketidakberfungsian suatu organisasi dan menjadi masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kreativitas merupakan salah satu konstruk yang mendapatkan banyak

BAB I PENDAHULUAN. Kreativitas merupakan salah satu konstruk yang mendapatkan banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kreativitas merupakan salah satu konstruk yang mendapatkan banyak perhatian di bidang ilmu perilaku organisasional. Pada tataran praktis, kreativitas dianggap sebagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Emosi tidak dapat dipisahkan dari kegiatan sehari-hari setiap individu,

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Emosi tidak dapat dipisahkan dari kegiatan sehari-hari setiap individu, BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Emosi tidak dapat dipisahkan dari kegiatan sehari-hari setiap individu, terutama dalam interaksi sosial. Dalam organisasi, peran dan konsekuensi emosi serta afektif

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Definisi Stres Kerja

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Definisi Stres Kerja BAB II LANDASAN TEORI A. STRES KERJA 1. Definisi Stres Kerja Menurut Lazarus & Folkman (dalam Morgan, 1986) stres merupakan suatu keadaan internal yang dapat diakibatkan oleh tuntutan fisik dari tubuh

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN DAFTAR ISI JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii PERNYATAAN ORISINALITAS... iii KATA PENGANTAR... iv ABSTRAK... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL...x DAFTAR GAMBAR.... xi DAFTAR LAMPIRAN.... xii Halaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peneliti menganggap bahwa penelitian tentang kecerdasan emosional pada mahasiswa yang bekerja sangat penting, karena siapa pun dapat mengalami emosi, tak terkecuali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kinerja karyawan dibutuhkan setiap organisasi untuk

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kinerja karyawan dibutuhkan setiap organisasi untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Peningkatan kinerja karyawan dibutuhkan setiap organisasi untuk mencapai tujuannya. Kinerja merupakan hal penting bagi perusahaan maupun organisasi dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial yang selalu hidup berkelompok, bersamasama,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial yang selalu hidup berkelompok, bersamasama, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang selalu hidup berkelompok, bersamasama, saling berhubungan atau berkomunikasi, dan saling mempengaruhi. Hidupnya selalu

Lebih terperinci

Abstrak. Kata kunci: kelelahan emosional, stres kerja, perilaku menyimpang karyawan.

Abstrak. Kata kunci: kelelahan emosional, stres kerja, perilaku menyimpang karyawan. Judul : Pengaruh Kelelahan Emosional Terhadap Perilaku Menyimpang Karyawan dengan Variabel Moderasi Stres Kerja (Studi Kasus Pada Hotel Bumi Ayu Sanur) Nama : Ni Wayan Ari Sitawati NIM : 1106205134 Abstrak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring berjalannya waktu perekonomian di dunia semakin berkembang. Globalisasi membuat persaingan di dunia usaha semakin ketat. Karena itu, organisasi dituntut untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat dirasakan baik oleh perusahaan maupun karyawan (Giannikis dan

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat dirasakan baik oleh perusahaan maupun karyawan (Giannikis dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Selama satu dekade terakhir, pembahasan mengenai pengaturan kerja fleksibel telah mengalami peningkatan (Kattenbach, 2010; Origo dan Pagani, 2008; Sanchez

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Komitmen telah menunjukkan pengaruh yang kuat pada keinginan karyawan

BAB I PENDAHULUAN. Komitmen telah menunjukkan pengaruh yang kuat pada keinginan karyawan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komitmen merupakan salah satu variabel yang telah banyak dikaji. Komitmen telah menunjukkan pengaruh yang kuat pada keinginan karyawan untuk tetap bertahan di dalam

Lebih terperinci

LATAR BELAKANG. diekspresikan pada waktu yang salah dapat mengurangi kinerja karyawan. Tetapi ini tidak emosional ke tempat kerja setiap hari.

LATAR BELAKANG. diekspresikan pada waktu yang salah dapat mengurangi kinerja karyawan. Tetapi ini tidak emosional ke tempat kerja setiap hari. EMOSI DAN SUASANA HATI Prof. Dr. Umi Narimawati, M.Si. LATAR BELAKANG Adanya keyakinan bahwa segala jenis emosi bersifat mengganggu. Mereka beranggapan bahwa emosi negative yang kuat khususnya sn kemarahan,

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Simpulan yang dapat ditarik pada penelitian ini adalah: perhatian pada pengikut (House, 1996). Visi, hope/faith, dan altruistic love

BAB V PENUTUP. Simpulan yang dapat ditarik pada penelitian ini adalah: perhatian pada pengikut (House, 1996). Visi, hope/faith, dan altruistic love BAB V PENUTUP 5.1. Simpulan Simpulan yang dapat ditarik pada penelitian ini adalah: a. Kepemimpinan spiritual berpengaruh positif signifikan pada harga diri karyawan. Path-goal leadership theory membantu

Lebih terperinci

EMOSI DAN SUASANA HATI

EMOSI DAN SUASANA HATI EMOSI DAN SUASANA HATI P E R I L A K U O R G A N I S A S I B A H A N 4 M.Kurniawan.DP AFEK, EMOSI DAN SUASANA HATI Afek adalah sebuah istilah yang mencakup beragam perasaan yang dialami seseorang. Emosi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Karyawan perusahaan sebagai makhluk hidup merupakan sumber daya

BAB 1 PENDAHULUAN. Karyawan perusahaan sebagai makhluk hidup merupakan sumber daya BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karyawan perusahaan sebagai makhluk hidup merupakan sumber daya dinamis yang mempunyai pemikiran, perasaan dan tingkah laku yang beraneka ragam. Jika terjadi pengelolaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. merupakan jumlah total cara-cara di mana seorang individu beraksi atas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. merupakan jumlah total cara-cara di mana seorang individu beraksi atas BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS A. TINJAUAN PUSTAKA 1. Kepribadian Menurut Robbins dan Judge (2015) kepribadian (personality) merupakan jumlah total cara-cara di mana seorang individu beraksi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. topik yang penting di bidang akuntansi manajemen. SPM merupakan proses

BAB 1 PENDAHULUAN. topik yang penting di bidang akuntansi manajemen. SPM merupakan proses BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada saat ini sistem pengendalian manajemen (SPM) merupakan salah satu topik yang penting di bidang akuntansi manajemen. SPM merupakan proses dengan mana menajer mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk menarik para wisatawan agar mau berkunjung. Hal ini penting dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. untuk menarik para wisatawan agar mau berkunjung. Hal ini penting dilakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dengan didirikannya museum Bank Indonesia sebagai salah satu objek wisata dan edukasi, maka Bank Indonesia dihadapkan pada tantangan bagaimana untuk menarik

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. kepuasan kerja, yang pada akhirnya akan berpengaruh positif terhadap

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. kepuasan kerja, yang pada akhirnya akan berpengaruh positif terhadap BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Kepuasan Kerja Perhatian manajer terhadap karyawan akan mengakibatkan peningkatan kepuasan kerja, yang pada akhirnya akan berpengaruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antara fakta dan teori. Keputusan tersebut merupakan penafsiran dari hal-hal

BAB I PENDAHULUAN. antara fakta dan teori. Keputusan tersebut merupakan penafsiran dari hal-hal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Banyak gejolak ketidakpuasan yang timbul akhir-akhir ini, memicu timbulnya suasana yang kurang harmonis antara staf dan manajer. Keputusan dari manajer, sebagaimana

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, KONTRIBUSI, KETERBATASAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN Simpulan. Pokok masalah yang hendak dipecahkan dalam studi ini adalah

BAB V SIMPULAN, KONTRIBUSI, KETERBATASAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN Simpulan. Pokok masalah yang hendak dipecahkan dalam studi ini adalah BAB V SIMPULAN, KONTRIBUSI, KETERBATASAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN 5.1. Simpulan Pokok masalah yang hendak dipecahkan dalam studi ini adalah mengonfirmasi elaboration likelihood model for workplace aggression

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam sebuah organisasi, adalah perilaku extra-role atau perilaku baik warga

BAB I PENDAHULUAN. dalam sebuah organisasi, adalah perilaku extra-role atau perilaku baik warga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Persoalan umum yang dihadapi institusi pendidikan dan guru berkaitan dengan salah satu dari tiga perilaku penting dari seorang pegawai dalam sebuah organisasi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahkan melakukan yang terbaik untuk perusahaan. Untuk beberapa pekerjaan

BAB I PENDAHULUAN. bahkan melakukan yang terbaik untuk perusahaan. Untuk beberapa pekerjaan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Di dalam dunia kerja, seseorang dituntut untuk mampu dalam beradaptasi, baik untuk bekerja secara individu maupun tim, menambah nilai perusahaan, dan bahkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. timbulnya tuntutan efisiensi dalam menyelesaikan suatu pekerjaan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. timbulnya tuntutan efisiensi dalam menyelesaikan suatu pekerjaan. Menambah pengetahuan dengan menghubungkan teori yang didapat dalam perkuliahan dengan kenyataan serta dapat memperdalam pengetahuan penulis dalam bidang manajemen sumber daya manusia. BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap organisasi memiliki berbagai tujuan. Untuk mencapai tujuannya,

BAB I PENDAHULUAN. Setiap organisasi memiliki berbagai tujuan. Untuk mencapai tujuannya, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap organisasi memiliki berbagai tujuan. Untuk mencapai tujuannya, organisasi biasanya berusaha meningkatkan produktifitas, kemampuan berinovasi, dan kemampuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Kepuasan Kerja Mangkunegara (2005) menyatakan : motivasi terbentuk dari sikap (attitude) karyawan dalam menghadapi situasi kerja di perusahaan (situation).

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: work-family conflict, kelelahan emosional, intention to leave.

ABSTRAK. Kata kunci: work-family conflict, kelelahan emosional, intention to leave. Judul : Pengaruh Work-Family Conflict dan Kelelahan Emosional terhadap Intention to Leave Karyawan Pada Lembaga Perkreditan Desa (LPD) di Denpasar Selatan Nama : Putu Aris Praptadi NIM : 1206205036 ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Psikologi dalam sebuah organisasi memberikan peranan penting pada

BAB 1 PENDAHULUAN. Psikologi dalam sebuah organisasi memberikan peranan penting pada BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Psikologi dalam sebuah organisasi memberikan peranan penting pada area-area seperti pengembangan SDM (Losyk, 2005:65). Dalam sebuah perusahaan permasalahan psikologi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Jones (2007) mendefinisikan gaya kepemimpinan sebagai cara seorang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Jones (2007) mendefinisikan gaya kepemimpinan sebagai cara seorang BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Gaya Kepemimpinan 1.1 Definisi Gaya Kepemimpinan Jones (2007) mendefinisikan gaya kepemimpinan sebagai cara seorang pemimpin yang dipersepsikan oleh karyawan dalam memberikan

Lebih terperinci

Teori Keadilan (Equity Theory)

Teori Keadilan (Equity Theory) Teori Keadilan (Equity Theory) Teori Keadilan (Equity Theory) Menurut teori ini bahwa kepuasan seseorang tergantung apakah ia merasakan ada keadilan (equity) atau tidak adil (unequity) atas suatu situasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konflik Kerja 1. Pengertian Konflik Kerja Dalam setiap organisasi, agar setiap organisasi berfungsi secara efektif, maka individu dan kelompok yang saling bergantungan harus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. masyarakat dan zaman. Oleh karena itu sumber daya manusia harus selalu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. masyarakat dan zaman. Oleh karena itu sumber daya manusia harus selalu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumber daya manusia merupakan aset paling penting dalam suatu organisasi karena merupakan sumber yang mengarahkan organisasi serta mempertahankan dan mengembangkan organisasi

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. model nilai kelompok, dan teori pertukaran sosial. Penelitian dilakukan di empat

BAB V PENUTUP. model nilai kelompok, dan teori pertukaran sosial. Penelitian dilakukan di empat BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Tujuan utama penelitian ini adalah menguji konsekuen iklim keadilan terhadap sikap dan perilaku individu. Sikap yang dimaksud adalah kepercayaan dan sekaligus berperan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. diperhatikan, dijaga, dan dikembangkan. Organizational Citizenship Behaviour

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. diperhatikan, dijaga, dan dikembangkan. Organizational Citizenship Behaviour BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap organisasi atau perusahaan memerlukan sumber daya manusia. Melihat persaingan pasar yang semakin ketat sumber daya manusia dalam suatu perusahaan memiliki peranan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. yang mendefinisikan work engagement adalah tingkat keterikatan fisik,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. yang mendefinisikan work engagement adalah tingkat keterikatan fisik, BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1. Work Engagement Konsep engagement atau keterikatan dipopulerkan oleh Kahn (1990) yang mendefinisikan work engagement adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan nasional yang dilakukan oleh bangsa Indonesia adalah pembangunan manusia seutuhnya yang bertujuan untuk mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Informasi saat ini merupakan bagian yang sudah tidak dapat dipisahkan lagi

BAB I PENDAHULUAN. Informasi saat ini merupakan bagian yang sudah tidak dapat dipisahkan lagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Informasi saat ini merupakan bagian yang sudah tidak dapat dipisahkan lagi dari lingkungan masyarakat. Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat tidak luput dari banyaknya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. yang positif dari individu yang disebabkan dari penghargaan atas sesuatu

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. yang positif dari individu yang disebabkan dari penghargaan atas sesuatu BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Kepuasan kerja Luthans (2006: 142) mengatakan kepuasan kerja adalah situasi emosional yang positif dari individu yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi dibentuk sebagai wadah bagi sekumpulan individu untuk

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi dibentuk sebagai wadah bagi sekumpulan individu untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Organisasi dibentuk sebagai wadah bagi sekumpulan individu untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Wibowo, 2007:25). Efektifnya organisasi tergantung kepada

Lebih terperinci

BAB 2. Tinjauan Pustaka

BAB 2. Tinjauan Pustaka BAB 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Kepemimpinan Sudarwan (dalam Kusriyah, 2014) berpendapat kepemimpinan ialah setiap tindakan yang dilakukan oleh individu dalam kelompok. Untuk mengkoordinasi dan memberi arah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam sebuah organisasi atau sebuah perusahaan, sumber daya manusia merupakan bagian terpenting. Setiap organisasi akan berusaha untuk mempertahankan sumber daya manusia

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Teori yang mendukung penelitian ini adalah role theory (teori peran) yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Teori yang mendukung penelitian ini adalah role theory (teori peran) yang BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Role Theory (Teori Peran) Teori yang mendukung penelitian ini adalah role theory (teori peran) yang dikemukakan oleh Kahn dkk. (1964). Teori Peran menekankan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Pengaruh konflik pekerjaan..., Sekar Adelina Rara, FPsi UI, 2009

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Pengaruh konflik pekerjaan..., Sekar Adelina Rara, FPsi UI, 2009 1 1. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Manajer merupakan seseorang yang berusaha menggapai tujuan organisasi atau perusahaan dengan mengatur orang lain agar bersedia melakukan tugas yang diperlukan untuk

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Teori motivasi Vroom (1964) tentang cognitive of motivation menjelaskan mengapa

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Teori motivasi Vroom (1964) tentang cognitive of motivation menjelaskan mengapa BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Teori motivasi Vroom (1964) Teori motivasi Vroom (1964) tentang cognitive of motivation menjelaskan mengapa seseorang tidak akan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut Marihot Tua E.H. menjelaskan bahwa manajemen sumber daya manusia didefinisikan: Human resources management is the activities undertaken to

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan jumlah penduduk yang cukup banyak, hal tersebut juga akan. Kondisi tersebut mendatangkan peluang-peluang bisnis yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. dengan jumlah penduduk yang cukup banyak, hal tersebut juga akan. Kondisi tersebut mendatangkan peluang-peluang bisnis yang dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk terbanyak di dunia setelah Cina, India dan Amerika. Seiring dengan jumlah penduduk yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kompetisi lingkungan bisnis terkini tengah membutuhkan sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN. Kompetisi lingkungan bisnis terkini tengah membutuhkan sumber daya manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kompetisi lingkungan bisnis terkini tengah membutuhkan sumber daya manusia handal yang menguasai lingkup kompetensi kerja secara profesional. Hal tersebut diperlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karyawan untuk mendapatkan kinerja terbaik. memikirkan bagaimana cara perusahaan beradaptasi dengan lingkungan yang

BAB I PENDAHULUAN. karyawan untuk mendapatkan kinerja terbaik. memikirkan bagaimana cara perusahaan beradaptasi dengan lingkungan yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap organisasi berkepentingan terhadap kinerja terbaik yang mampu dihasilkan oleh rangkaian sistem yang berlaku dalam organisasi tersebut. Manajemen Sumber Daya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seorang mahasiswa yang belajar di perguruan tinggi akan mendapatkan bekal berupa teori yang telah diterima selama perkuliahan, yang nantinya setelah lulus dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kinerja merupakan pemenuhan akan tugas atau keterampilan terkait pekerjaan seorang karyawan. Kinerja pekerjaan didefinisikan sebagai tindakan yang berkontribusi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. ketidakpuasannya akan pekerjaannya saat ini. Keinginanan keluar atau turnover

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. ketidakpuasannya akan pekerjaannya saat ini. Keinginanan keluar atau turnover BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Turnover Intention Keinginan karyawan untuk keluar dari perusahaan yakni mengenai pergerakan tenaga kerja keluar dari organisasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara umum mengelola sebuah organisasi atau perusahaan adalah mengoptimalkan berbagai sumber daya yang ada agar tujuan organisasi tercapai dengan baik. Diantara sumber

Lebih terperinci

Ada sebuah ungkapan yang menyatakan bahwa burnout adalah suatu syndrome dari

Ada sebuah ungkapan yang menyatakan bahwa burnout adalah suatu syndrome dari TINJAUAN PUSTAKA Burnout Ada sebuah ungkapan yang menyatakan bahwa burnout adalah suatu syndrome dari seseorang yang bekerja atau melakukan sesuatu, dengan ciri-ciri mengalami kelelahan emosional, sikap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecemasan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecemasan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan 1. Definisi Kecemasan Kecemasan atau anxietas adalah status perasaan tidak menyenangkan yang terdiri atas respon-respon patofisiologis terhadap antisipasi bahaya yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini karyawan tidak lagi mendefinisikan kesuksesan karir dengan

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini karyawan tidak lagi mendefinisikan kesuksesan karir dengan BAB I 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN Saat ini karyawan tidak lagi mendefinisikan kesuksesan karir dengan jumlah penghasilan atau tingginya gaji yang diterima. Konsultan dunia Accenture (2013) mengungkapkan,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Latin, yaitu stringere, yang memiliki arti keluar dari kesukaan (draw tight).

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Latin, yaitu stringere, yang memiliki arti keluar dari kesukaan (draw tight). BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Definisi Stres Gibson menyatakan bahwa Stres adalah kata yang berasal dari Bahasa Latin, yaitu stringere, yang memiliki arti keluar dari kesukaan (draw tight). Definisi ini menjelaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dapat membuat pekerjaan

BAB I PENDAHULUAN. adanya Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dapat membuat pekerjaan BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam kehidupan sosial saat ini dapat memudahkan penggunanya dalam menjalankan setiap tugas yang diberikan serta dapat

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. kepercayaan guru pada pimpinan. 4. Kepercayaan guru pada pimpinan memediasi sebagian (partial

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. kepercayaan guru pada pimpinan. 4. Kepercayaan guru pada pimpinan memediasi sebagian (partial BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Kepemimpinan transformasional berpengaruh positif terhadap kepercayaan guru pada pimpinan. 2. Kepercayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. organisasi juga dapat dikatakan sebagai suatu koordinasi rasional kegiatan sejumlah

BAB I PENDAHULUAN. organisasi juga dapat dikatakan sebagai suatu koordinasi rasional kegiatan sejumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Organisasi merupakan sistem dan kegiatan manusia yang saling bekerja sama, organisasi juga dapat dikatakan sebagai suatu koordinasi rasional kegiatan sejumlah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. individu saat ini ketika sedang melakukan peran spesifik (Lambert dan Lambert,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. individu saat ini ketika sedang melakukan peran spesifik (Lambert dan Lambert, 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1. Role Stress Fit Role stress adalah konsekuensi dari perbedaan antara persepsi individu dari karakteristik peran tertentu dengan apa yang sebenarnya telah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Literatur perilaku konsumen menyatakan, emosi merupakan salah satu

BAB 1 PENDAHULUAN. Literatur perilaku konsumen menyatakan, emosi merupakan salah satu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah. Literatur perilaku konsumen menyatakan, emosi merupakan salah satu faktor penting yang berperan dalam perilaku konsumen (Hawkins dan Mothersbaugh, 2013). Bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lebih dari 35 tahun yang lalu burnout menjadi isu yang. menarik ketika para peneliti Maslach dan Freudenberger mulai

BAB I PENDAHULUAN. Lebih dari 35 tahun yang lalu burnout menjadi isu yang. menarik ketika para peneliti Maslach dan Freudenberger mulai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lebih dari 35 tahun yang lalu burnout menjadi isu yang menarik ketika para peneliti Maslach dan Freudenberger mulai menulis tentang fenomena yang terus-menerus tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berat. Auditor merupakan suatu profesi yang selalu terkait dengan tingkat job stress

BAB I PENDAHULUAN. yang berat. Auditor merupakan suatu profesi yang selalu terkait dengan tingkat job stress BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Profesi auditor merupakan profesi yang rentan terhadap tekanan dan beban kerja yang berat. Auditor merupakan suatu profesi yang selalu terkait dengan tingkat job stress

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Profesi guru merupakan satu bentuk pelayanan kemanusiaan (human service

BAB I PENDAHULUAN. Profesi guru merupakan satu bentuk pelayanan kemanusiaan (human service BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Profesi guru merupakan satu bentuk pelayanan kemanusiaan (human service profession) yang penuh tantangan (Maslach & Jackson, 1986, dalam Wardhani, 2012). Guru

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sutiadi (2003:6) dalam Ida Ayu dan Suprayetno (2008) mendefinisikan

BAB I PENDAHULUAN. Sutiadi (2003:6) dalam Ida Ayu dan Suprayetno (2008) mendefinisikan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Kualitas suatu perusahaan ditentukan oleh kinerja pekerjaan dari karyawan pada perusahaan tersebut. Untuk itu, perusahaan harus meningkatkan kinerja pekerjaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. malu, benci, dan ketakberdayaan pada realitas hidup. Stres bisa menyerang siapa

BAB I PENDAHULUAN. malu, benci, dan ketakberdayaan pada realitas hidup. Stres bisa menyerang siapa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hidup di hari-hari ini semakin rentan dengan stres, mahasiswa sudah masuk dalam tahap persaingan yang sangat ketat, hanya yang siap mampu menjawab kemajuan teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkoba adalah zat kimia yang dapat mengubah keadaan psikologi seperti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkoba adalah zat kimia yang dapat mengubah keadaan psikologi seperti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kasus penggunaan narkoba pada remaja sudah sering dijumpai di berbagai media. Maraknya remaja yang terlibat dalam masalah ini menunjukkan bahwa pada fase ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Goleman (1993), orang yang ber IQ tinggi, tetapi karena

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Goleman (1993), orang yang ber IQ tinggi, tetapi karena BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Menurut Goleman (1993), orang yang ber IQ tinggi, tetapi karena emosinya tidak stabil dan mudah marah seringkali keliru dalam menentukan dan memecahkan masalah

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. yang telah dilakukan pada bab sebelumnya adalah: mempengaruhi individu untuk melakukan internalisasi nilai-nilai organisasi

BAB V PENUTUP. yang telah dilakukan pada bab sebelumnya adalah: mempengaruhi individu untuk melakukan internalisasi nilai-nilai organisasi BAB V PENUTUP A. Simpulan Beberapa kesimpulan yang dapat ditarik atas hasil analisis dan pembahasan yang telah dilakukan pada bab sebelumnya adalah: 1. Identifikasi organisasional berpengaruh positif dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berpengaruh terhadap kemajuan perusahaan adalah karyawan yang berkualitas.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berpengaruh terhadap kemajuan perusahaan adalah karyawan yang berkualitas. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era globalisasi seperti sekarang ini satu hal yang dijadikan tolak ukur keberhasilan perusahaan adalah kualitas manusia dalam bekerja, hal ini didukung oleh

Lebih terperinci

Oleh: Deasy Wulandari K BAB I PENDAHULUAN

Oleh: Deasy Wulandari K BAB I PENDAHULUAN Kontribusi kecerdasan emosional dan sikap ilmiah terhadap prestasi belajar kimia dalam metode pembelajaran GI (group investigation) dan STAD (student teams achievement division) materi pokok laju reaksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bidang kekuasaan kehakiman di empat lingkungan peradilan, yaitu Peradilan

BAB I PENDAHULUAN. bidang kekuasaan kehakiman di empat lingkungan peradilan, yaitu Peradilan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebijakan satu atap memberikan tanggungjawab dan tantangan bagi Mahkamah Agung (MA), karena selain mempunyai posisi dan peran strategis di bidang kekuasaan kehakiman

Lebih terperinci

Materi Konsep Dasar Perilaku Oganisasi

Materi Konsep Dasar Perilaku Oganisasi Materi - 01 Konsep Dasar Perilaku Oganisasi P O K O K B A H A S A N 1. Pekerjaan manajer 2. Definisi perilaku organisasi 3. Disiplin ilmu yang mendukung perilaku organisasi 4. Tantangan dan peluang perilaku

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS. tersebut ketika bekerja sendiri atau dengan karyawan lain (Jones, 2010).

BAB II LANDASAN TEORITIS. tersebut ketika bekerja sendiri atau dengan karyawan lain (Jones, 2010). BAB II LANDASAN TEORITIS A. Happiness at Work 1. Definisi Happiness at Work Happiness at work dapat diidentifikasikan sebagai suatu pola pikir yang memungkinkan karyawan untuk memaksimalkan performa dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sistem evaluasi kinerja masih menjadi topik yang mendominasi dalam

BAB I PENDAHULUAN. Sistem evaluasi kinerja masih menjadi topik yang mendominasi dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sistem evaluasi kinerja masih menjadi topik yang mendominasi dalam penelitian akuntansi manajemen (Harris dan Durden, 2012). Lebih lanjut Harris dan Durden

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada waktu dan tempat yang kadang sulit untuk diprediksikan. situasi

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada waktu dan tempat yang kadang sulit untuk diprediksikan. situasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya setiap individu pasti mengalami kesulitan karena individu tidak akan terlepas dari berbagai kesulitan dalam kehidupannya. Kesulitan dapat terjadi pada

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. dihasilkan dari analisis data dapat digeneralisasikan pada populasi penelitian.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. dihasilkan dari analisis data dapat digeneralisasikan pada populasi penelitian. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Pada bab V ini akan dibahas mengenai kesimpulan, implikasi dan saran dari penelitian. 5.1 Kesimpulan Persyaratan analisis data telah terpenuhi, dengan demikian kesimpulan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Kondisi perekonomian saat ini menunjukkan bahwa perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Kondisi perekonomian saat ini menunjukkan bahwa perusahaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kondisi perekonomian saat ini menunjukkan bahwa perusahaan dihadapkan pada situasi persaingan kompetitif, sehingga dalam menjalankan manajemennya dituntut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pertumbuhan dan perkembangan dunia usaha di era globalisasi saat ini

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pertumbuhan dan perkembangan dunia usaha di era globalisasi saat ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan dunia usaha di era globalisasi saat ini dirasakan sangat pesat. Pertumbuhan dan perkembangan ini juga berjalan seirama dengan persaingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan manufaktur merupakan penopang utama perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan manufaktur merupakan penopang utama perkembangan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perusahaan manufaktur merupakan penopang utama perkembangan industri di sebuah negara. Perkembangan industri manufaktur dapat digunakan sebagai tolak ukur untuk melihat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia 2.1.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Manajemen sumber daya manusia mulai dikenal sejak abad 20, terutama setelah terjadi revolusi industri,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. karyawan dalam sebuah perusahaan sangat dibutuhkan untuk mencapai prestasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. karyawan dalam sebuah perusahaan sangat dibutuhkan untuk mencapai prestasi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kinerja Pegawai 2.1.1 Pengertian Kinerja Kinerja merupakan tingkat pencapaian hasil ataas pelaksanaan tugas tertentu. Dalam konteks pengembangan sumber daya manusia kinerja

Lebih terperinci

KOMUNIKASI DALAM ORGANISASI

KOMUNIKASI DALAM ORGANISASI KOMUNIKASI DALAM ORGANISASI KOMUNIKASI DALAM ORGANISASI Komunikasi dalam Organisasi Pengertian Komunikasi proses dimana seseorang berusaha untuk memberikan pengertian atau pesan kepada orang lain melalui

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terkait dengan apa yang dihasratkan oleh individu itu dan yang hasilnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terkait dengan apa yang dihasratkan oleh individu itu dan yang hasilnya BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Stres Kerja Menurut Robbins (2007 : 368), stres adalah suatu kondisi dinamis dimana seorang individu dihadapkan pada peluang, tuntutan, atau sumber daya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Kinerja merupakan salah satu alat ukur dari keberhasilan sebuah

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Kinerja merupakan salah satu alat ukur dari keberhasilan sebuah BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Pengertian Kinerja Kinerja merupakan salah satu alat ukur dari keberhasilan sebuah perusahaan. Ketika kinerja dari karyawan meningkat maka bisa dipastikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi dewasa ini, sebuah perusahaan bertaraf nasional maupun

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi dewasa ini, sebuah perusahaan bertaraf nasional maupun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era globalisasi dewasa ini, sebuah perusahaan bertaraf nasional maupun internasional harus bekerja secara kompetitif dengan meningkatkan efektifitas dan efisiensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peran sumber daya manusia dalam suatu organisasi merupakan penentu yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peran sumber daya manusia dalam suatu organisasi merupakan penentu yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peran sumber daya manusia dalam suatu organisasi merupakan penentu yang sangat penting bagi keefektifan dan keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuannya.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada saat ini sumber daya manusia adalah kunci sukses suatu organisasi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada saat ini sumber daya manusia adalah kunci sukses suatu organisasi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada saat ini sumber daya manusia adalah kunci sukses suatu organisasi modern. Mengelola sumber daya manusia secara efektif menjadi tanggung jawab setiap orang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karyawan merupakan aset penting dari kelangsungan hidup sebuah organisasi. Karyawan yang baik diyakini sebagai penunjang perkembangan sebuah organisasi. Organisasi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Konflik Pekerjaan Keluarga (Work-Family Conflict) Yang et al (2000) mendefinisikan konflik pekerjaan keluarga (work family

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Konflik Pekerjaan Keluarga (Work-Family Conflict) Yang et al (2000) mendefinisikan konflik pekerjaan keluarga (work family 11 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Konflik Pekerjaan Keluarga (Work-Family Conflict) Perubahan demografi tenaga kerja terhadap peningkatan jumlah wanita bekerja dan pasangan yang keduanya bekerja, telah mendorong

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Menurut Jayanti dkk. (2013) Green consumer behavior merupakan perilaku

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Menurut Jayanti dkk. (2013) Green consumer behavior merupakan perilaku BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Green Consumer Behavior Menurut Jayanti dkk. (2013) Green consumer behavior merupakan perilaku konsumen yang dalam setiap tindakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS 1. Defenisi Kesejahteraan Psikologis Kesejahteraan psikologis dikemukakan oleh Ryff (1989) yang mengartikan bahwa istilah tersebut sebagai pencapaian penuh

Lebih terperinci

LAMPIRAN A PEDOMAN OBSERVASI DAN WAWANCARA

LAMPIRAN A PEDOMAN OBSERVASI DAN WAWANCARA LAMPIRAN 193 194 LAMPIRAN A PEDOMAN OBSERVASI DAN WAWANCARA 195 LAMPIRAN A PEDOMAN OBSERVASI d. Kesan umum, meliputi keadaan fisik dan penampilan subyek e. Keadaan emosi, meliputi ekspresi, bahasa tubuh,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semua rumah sakit, salah satunya Rumah Sakit Umum Daerah Soreang. jabatan dilakukan pada bulan Maret tahun 1999.

BAB I PENDAHULUAN. semua rumah sakit, salah satunya Rumah Sakit Umum Daerah Soreang. jabatan dilakukan pada bulan Maret tahun 1999. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu pelayanan jasa yang diberikan kepada masyarakat adalah pelayanan di bidang kesehatan. Meningkatnya kesadaran masyarakat akan kesehatan. Dalam hal

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. organisasi. Globalisasi telah menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. organisasi. Globalisasi telah menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era globalisasi, persaingan di dunia bisnis menjadi semakin ketat. Globalisasi ini memberikan dampak yang signifikan bagi kelangsungan hidup organisasi. Globalisasi

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN KETERBATASAN

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN KETERBATASAN BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN KETERBATASAN A. Simpulan Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: 1. Kepuasan komunikasi organisasional memiliki pengaruh yang positif signifikan terhadap kepuasan kerja.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemudian dilanjutkan ke tahapan selanjutnya. Salah satu tahapan individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemudian dilanjutkan ke tahapan selanjutnya. Salah satu tahapan individu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan hidup manusia dialami dalam berbagai tahapan, yang dimulai dari masa kanak-kanak, remaja dan dewasa. Dalam setiap tahapan perkembangan terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya rumah sakit merupakan sebuah organisasi yang menyediakan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya rumah sakit merupakan sebuah organisasi yang menyediakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya rumah sakit merupakan sebuah organisasi yang menyediakan pelayanan kesehatan bagi masyarakat luas. Dalam menjalankan tugasnya, rumah sakit menghadapi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia 2.1.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Setiap organisasi atau perusahaan pada umumnya memiliki tujuan-tujuan tertentu, dimana tujuan tersebut

Lebih terperinci