MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 58/PUU-IX/2011

Transkripsi

1 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 58/PUU-IX/2011 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 ACARA MENDENGARKAN KETERANGAN PEMERINTAH, DPR, DAN SAKSI/AHLI DARI PEMOHON DAN PEMERINTAH (III) J A K A R T A KAMIS, 3 NOVEMBER 2011

2 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 58/PUU-IX/2011 PERIHAL Pengujian UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan [Pasal 169 ayat (1) huruf c] terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 PEMOHON Andriyani ACARA Mendengarkan Keterangan Pemerintah, DPR, dan Saksi/Ahli dari Pemohon dan Pemerintah (III) Kamis, 3 November 2011 Pukul WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat SUSUNAN PERSIDANGAN 1) Moh. Mahfud MD (Ketua) 2) Achmad Sodiki (Anggota) 3) Muhammad Alim (Anggota) 4) Harjono (Anggota) 5) Maria Farida Indrati (Anggota) 6) Anwar Usman (Anggota) 7) Ahmad Fadlil Sumadi (Anggota) 8) Hamdan Zoelva (Anggota) 9) Moh. Akil Mochtar (Anggota) Hani Adhani Panitera Pengganti 1

3 Pihak yang Hadir A. Pemohon: 1) Andriyani B. Pemerintah: 1) Heni Susila Wardaya (Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia) 2) Mualimin Abdi (Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia) 3) Sunarno (Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi) 4) Umar Kosim (Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi) 5) Ian Parlindungan 6) Rima Pratiwi 7) Putri Haryutri Anisa 8) Radita Aji 9) Eric C. Ahli dari Pemohon: 1) Aloysius Uwiyono (Universitas Indonesia) D. Saksi dari Pemohon: 1) Ngadiono (Security PT Mega Buana Citra Masindo) 2

4 SIDANG DIBUKA PUKUL WIB 1. KETUA: MOH MAHFUD MD Sidang Mahkamah Konstitusi untuk mendengar keterangan Pemerintah, DPR, dan Saksi, serta Ahli yang diajukan oleh para pihak dalam perkara judicial review yang di-register dengan Nomor 58/PUU- IX/2011 dinyatakan dibuka dan terbuka untuk umum. KETUK PALU 3X Pemohon silakan perkenalkan diri dulu, ngapain? 2. PEMOHON: ANDRIYANI Terima kasih, Yang Mulia. Perkenalkan saya Pemohon, nama saya Andriyani, umur 37 tahun, pekerjaan buruh atau karyawan di PT Mega Buana Citra Masindo. Dalam hal ini, saya memohon pengujian Pasal 169 ayat (1c) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, yaitu Pasal 28 ayat (1) dan ayat (2). Terima kasih. 3. KETUA: MOH MAHFUD MD Pemerintah? 4. PEMERINTAH: MUALIMIN ABDI Terima kasih, Yang Mulia. Assalamualaikum wr. wb. Pemerintah hadir, saya sebutkan dari yang sebelah kanan Saudara Heni Susila Wardaya dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, saya sendiri Mualimin Abdi dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Kemudian di samping kiri ada Pak Sunarno dari Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi yang sekaligus akan membacakan keterangan Pemerintah. Yang berikutnya adalah Pak Umar Kosim dari Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, di belakang ada Ian Parlindungan, ada Rima Pratiwi, Putri Haryutri Anisa, ada Radita Aji, dan Saudara Eric dari Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Terima kasih, Yang Mulia. 5. KETUA: MOH MAHFUD MD Kok suaranya kecil sekali? Sudah gajian belum? Sudah ya. Suaranya kecil banget. Baik, sebelum Saudara dari Pemerintah 3

5 menyampaikan keterangan, ini kami akan mengambil sumpah dulu Pemohon mengajukan Ahli dan Saksi. Ahlinya adalah Prof. Dr. Aloysius Uwiyono, di mana Bapak institusinya? Jalan di UI, Pak ya? Bapak ya? Ya, baik. Kemudian saksinya adalah Bapak Ngadiono, Bapak Ngadiono beralamat di Koja, Jakarta Utara, Security PT Mega Buana Citra Masindo. Baik. Sumpahnya berbeda-beda, berpisah maksud saya, silakan Saksi dulu. Pak Ngadiono bersumpah dengan agama apa? Islam. Baik, maju di sini, Pak, di sini, sini. Silakan Pak Alim. 6. HAKIM ANGGOTA: MUHAMMAD ALIM Ikuti lafal sumpah yang akan saya tuntunkan. Bismillahirrahmaanirrahiim. Demi Allah saya bersumpah sebagai Saksi akan memberikan keterangan yang sebenarnya, tidak lain dari yang sebenarnya. 7. SAKSI MENGIKUTI LAFAL SUMPAH Bismillahirrahmaanirrahiim. Demi Allah saya bersumpah sebagai Saksi akan memberikan keterangan yang sebenarnya, tidak lain dari yang sebenarnya. 8. HAKIM ANGGOTA: MUHAMMAD ALIM Ya, terima kasih. 9. KETUA: MOH MAHFUD MD Silakan duduk, Pak Pak Ngadiono. Prof. Aloysius silakan maju, Prof. Akan disum beragama Roma Katolik, silakan Bu Maria. 10. HAKIM ANGGOTA: MARIA FARIDA INDRATI Ya, ikuti lafal janji yang saya ucapkan. Saya berjanji sebagai Ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya sesuai dengan keahlian saya, semoga Tuhan menolong saya. 11. AHLI MENGIKUTI LAFAL SUMPAH Saya berjanji sebagai Ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya sesuai dengan keahlian saya, semoga Tuhan menolong saya. 12. HAKIM ANGGOTA: MARIA FARIDA INDRATI Terima kasih. 4

6 13. KETUA: MOH MAHFUD MD Baik. Sekarang sebelum mendengar Saksi dan Ahli, kami undang Pemerintah untuk menyampaikan keterangannya. Silakan Pak. 14. PEMERINTAH: SUNARNO Assalamualaikum wr. wb. Opening statement Pemerintah atas permohonan Pengujian Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, sehubungan dengan permohonan Pengujian Ketentuan Pasal 169 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan untuk selanjutnya disebut Undang-Undang Ketenagakerjaan terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang dimohonkan oleh Andriyani, pekerja buruh PT Mega Buana Citra Masindo untuk selanjutnya disebut Pemohon. Sesuai register di Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi Nomor 58/PUU- IX/2011 pada tanggal 6 September 2011 dengan perbaikan permohonan tanggal 29 September 2011, perkenankanlah pemerintah menyampaikan penjelasan singkat sebagai berikut. Pokok Permohonan Pemohon, tidak kami bacakan. Tentang kedudukan hukum (legal standing) Pemohon. Uraian tentang kedudukan hukum (legal standing) Pemohon akan dijelaskan secara lebih rinci dalam keterangan pemerintah secara lengkap yang akan disampaikan pada persidangan berikutnya atau melalui Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi. Selanjutnya, pemerintah melalui Yang Mulia Ketua Mahkamah Konstitusi, memohon kiranya Pemohon dapat membuktikan terlebih dahulu apakah benar sebagai pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan atas berlakuknya ketentuan Pasal 169 ayat (1) huruf c Undang-undang nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, sebagaimana ditentukan oleh Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011, serta berdasarkan putusan-putusan Mahkamah Konstitusi terdahulu, sejak Putusan Nomor 006/PUU-III/2005 dan Putusan Nomor 11/PUU-IV/2007. Menurut pemerintah, norma kete ulangi, menurut pemerintah, norma ketentuan undang-undang a quo justru memberikan keseimbangan terhadap pekerja dan pengusaha. Sedangkan argumentasi Pemohon lebih terkait dengan implementasi pelaksanaan ketentuan a quo pada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial dan bukan merupakan permasalahan konstitusionalitas keberlakuan suatu norma. 5

7 Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Yang Mulia, terhadap anggapan Pemohon bahwa ketentuan Pasal 169 ayat (1) uruf c Undang- Undang Ketenagakerjaan, bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pemerintah dapat menyampaikan penjelasan sebagai berikut. 1. Materi muatan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 mengatur berbagai kepentingan, baik kepentingan tenaga kerja sebelum, selama, dan sesudah bekerja, maupun kepentingan pengusaha, pemerintah dan masyarakat. Berbagai kepentingan tersebut saling memiliki keterkaitan antara satu dengan yang lain. 2. Undang-Undang Ketenagakerjaan mendorong pengusaha, pekerja buruh, serikat pekerja, serikat buruh, dan pemerintah dengan segala upayanya untuk mengusahakan agar tidak terjadi perselisihan antara para pihak, sehingga pemutusan hubungan kerja dapat dihindari. 3. Undang-Undang Ketenagakerjaan memberikan keseimbangan antara hak dan kewajiban, baik untuk pekerja maupun pengusaha. Keseimbangan dimaksud dapat dilihat dari ketentuan Pasal Undang-Undang Ketenagakerjaan yaitu mengenai alasan pemutusan hubungan kerja oleh pengusaha. Di sisi lain, pekerja juga dapat mengajukan pemutusan hubungan sebagaimana diatur dalam Pasal 169 Undang-Undang Ketenagakerjaan. 4. Ketentuan Pasal 169 Undang-Undang Ketenagakerjaan memberikan keseimbangan antara pekerja dan pengusaha dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, dimana Pasal 169 ayat (1) Undang- Undang Ketenagakerjaan menyatakan bahwa pekerja buruh dapat mengajukan permohonan pemutusan hubungan kerja kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial dalam hal pengusaha melakukan perbuatan sebagai berikut. a. Menganiaya, menghina secara kasar atau mengancam pekerja buruh b. Membujuk dan/atau menyuruh pekerja buruh untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundangundangan c. Tidak membayar upah tepat pada waktu yang telah ditentukan selama 3 bulan berturut-turut atau lebih d. Tidak melakukan kewajiban yang telah dijanjikan kepada pekerja buruh e. Memerintahkan pekerja buruh untuk melakukan pekerjaan di luar yang diperjanjikan, atau f. Memberikan pekerjaan yang membahayakan jiwa, keselamatan, kesehatan, dan kesusilaan pekerja buruh, sedangkan pekerja tersebut tidak dicantum pekerjaan tersebut tidak dicantumkan pada perjanjian kerja. Terhadap pemutusan hubungan kerja dengan alasan sebagaimana diterangkan di atas, pekerja buruh berhak mendapatkan uang pesangon sebesar dua kali ketentuan Pasal 156 ayat (2) Undang- 6

8 Undang Nomor 13 Tahun 2003, uang penghargaan masa kerja satu kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, dan uang penggantian hak sebagaimana diatur dalam Pasal 156 ayat (4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun Sebaliknya, dalam hal pengusaha dinyatakan tidak melakukan perbuatan sebagaimana diatur dalam Pasal 169 ayat (1) Undang-Undang Ketenagakerjaan, maka pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja tanpa penetapan lembaga perselisihan hubungan industrial dan pekerja buruh tersebut tidak berhak atas uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak sesuai dengan ketentuan yang berlaku (vide Pasal 169 ayat (3) Undang-Undang Ketenagakerjaan). 5. Ketentuan Pasal 169 ayat (1) huruf c Undang-Undang Ketenagakerjaan pada dasarnya dimaksudkan untuk memberikan perlindungan kepada pekerja buruh dalam hal pengusaha tidak melaksanakan kewajibannya untuk membayar upah tepat pada waktu yang ditentukan, sebagaimana ditentukan dalam perjanjian kerja maupun berdasarkan Undang-Undang Ketenagakerjaan. 6. Menurut Pemerintah, tindakan Pemohon yang mengajukan permasalahan yang dialaminya kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui mekanisme pengadilan hubungan industrial karena merasa upa... upahnya tidak dibayarkan tepat pada waktu yang ditentukan adalah telah sesuai dengan Pasal 169 ayat (1) Undang-Undang Ketenagakerjaan. 7. Adapun terhadap putusan pengadilan hubungan industrial yang pada akhirnya menolak gugatan Pemohon, menurut Pemerintah lebih merupakan permasalahan penerapan atau implementasi keberadaan... keberlakuan ketentuan norma yang diuji dan bukan merupakan permasalahan konstitusional keberlakuan suatu norma. 8. Untuk itu, yang semestinya dilakukan oleh Pemohon adalah melakukan upaya hukum atas putusan pengadilan hubungan industrial ke Mahkamah Agung disertai dengan bukti-bukti yang ada, atau pun mengajukan tuntutan denda atas keterlambatan pembayaran upah berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1981 tentang Perlindungan Upah dan bukan mengajukan permohonan pengujian undang-undang a quo ke Mahkamah Konstitusi. 9. Bahwa terhadap ketentuan Pasal 169 ayat (1) huruf c Undang- Undang Ketenagakerjaan merupakan norma yang jelas dan tidak memerlukan penafsiran lain dari apa yang tertera dalam teks. 10. Selain itu, apabila ketentuan a quo dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi, maka menurut Pemerintah justru akan menimbulkan kerugian bagi pekerja buruh karena tidak adanya kepastian hukum sampai kapan dan seberapa lama pekerja buruh menunggu hak atau upahnya dibayarkan oleh perusahaan. 7

9 Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, berdasarkan penjelasan di atas, Pemerintah memohon kepada Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi yang memeriksa, memutus, dan mengadili permohonan Pengujian Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dapat memberikan putusan sebagai berikut. 1) Menolak permohonan pengujian Pemohon untuk seluruhnya atau setidak-tidaknya menyatakan permohonan pengujian para Pemohon tidak dapat diterima. 2) Menerima keterangan Pemerintah secara keseluruhan. 3) Menyatakan Pasal 169 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan tidak bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Atas Perhatian Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, diucapkan terima kasih. Wassalamualaikum wr. wb. Kuasa Hukum Presiden Republik Indonesia, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Amir Syamsuddin, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Muhaimin Iskandar. Demikian, terima kasih. 15. KETUA: MOH MAHFUD MD Terima kasih, Pak. Saudara Pemerintah ada penjelasan? Cukup, ya? Cukup. Tolong nanti naskahnya diambil! Pemohon ada yang mau ditanyakan ke Pemerintah sebelum saya panggil Saksi dan Ahli yang Anda ajukan? Cukup? 16. PEMOHON: ANDRIYANI Baik. Terima kasih, Yang Mulia. Sebelum saya mengucapkan terima kasih juga atas tanggapan Pemerintah yang pada intinya saya sepakat Pasal 169 ayat (1c) berkekuatan hukum dan tetap dan tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 apabila sepanjang ditafsirkan pekerja/buruh dapat mengajukan permohonan pemutusan hubungan kerja karena tindakan pengusaha yang tidak membayar upah tepat pada waktu yang telah ditentukan selama tiga bulan seturut atau lebih yang keterlambatan upah dimaksud pernah terjadi sebelum pekerja/buruh mengajukan permohonan pemutusan hubungan kerja ke lembaga penyelesaian hubungan industrial. Tetapi di dalam penerapan norma dan faktanya ada perbedaan, maka oleh sebab itu, pasal tersebut menurut saya Pemohon ya haruslah dimaknai dan ditafsirkan. Demikian, terima kasih. 8

10 17. KETUA: MOH MAHFUD MD Baik, nanti itu disampaikan pada catatan akhir Anda, ya. Sekarang Saudara Ngadiono silakan maju. Di situ, Pak, di situ di di podium, ya. Silakan Pemohon, diminta menerangkan apa? Sudah ada yang diterangkan, silakan. 18. SAKSI DARI PEMOHON: NGADIONO Oh, ya. Terima kasih, Yang Mulia. Assalamualaikum wr. wb. Perkenalkan saya adalah Ngadiono. Jabatan security di PT Mega Buana Citra Masindo. Ada beberapa hal yang akan saya sampaikan di persidangan ini. Yang pertama, satu. Saya bekerja di PT Mega Buana sejak tahun 2009 sebagai security. Dan saya mengetahui adanya keterlambatan upah yang terjadi oleh pihak perusahaan kepada Pemohon, sejak Juni tahun 2009 sampai dengan November Setelah Pemohon melaporkan keterlambatan upah tersebut, Pemohon melapor ke Depnaker dan Pengadilan Hubungan Indsutrial. Setelah Pemohon melapor melaporkan pembayaran upah menjadi tepat waktunya oleh pihak perusahaan. Dua, perusahaan sampai saat ini masih aktif, tetapi kegiatan perusahaan sudah tidak maksimal sejak tahun 2009 sampai dengan sekarang. Dan saya mengetahui apa yang dilakukan pihak perusahaan terhadap Pemohon setelah Pemohon melaporkan hak kepada Pengadilan Hubungan Industrial. Hubungan Pemohon dan pihak industrial sudah tidak harmonis, tidak diberikan pekerjaan, ruangannya pun harus dikosongkan dan peralatan untuk bekerja pun ditiadakan. Tiga, memang benar saat ini pembayaran upah telah tepat waktu. Tetapi hak Pemohon dan saya sebagai security masih ada pembayaran uang makan yang tidak tepat waktu sampai saat ini. Sudah kurang lebih hampir dua bulan, setengah pembayaran uang makan pun belum dibayarkan. Dan masalah THR tahun 2009 pun yang harus dibayarkan separuhnya menurut putusan pengadilan PHI sampai saat ini pun belum dibayarkan. Empat, di Pengadilan Hubungan Industrial, Pemohon mengajukan PHK, tetapi gugatan Pemohon ditolak, maka itu Ibu Andriyani terus memperjuangkan haknya sampai dengan sekarang. Demikian keterangan yang saya sampaikan, dapat dipergunakan sebagaimana mestinya. Terima kasih, Yang Mulia. 19. KETUA: MOH MAHFUD MD Baik, silakan duduk. Sebelum kepada Ahli, saya persilakan Pemohon ada yang mau didalami? Cukup? Cukup ya? Pemerintah mau 9

11 menanyakan? Cukup? Baik. Hakim? Nanti saja di disatukan dengan Ahli. Silakan Prof. Aloysius. Silakan, untuk menerangkan apa beliau? Apa dipandu dengan pertanyaan atau langsung saja suruh menjelaskan? 20. PEMOHON: ANDRIYANI Terima kasih, Yang Mulia. Pemohon meminta kepada Ahli pendapat secara umum, Pasal 169 ayat (1c) Undang-Undang Ketenagakerjaan secara jelas. Terima kasih. 21. KETUA: MOH MAHFUD MD Silakan, Pak. 22. AHLI DARI PEMOHON: ALOYSIUS UWIYONO Baik, terima kasih Majelis Yang Mulia. Menurut pendapat saya, Pasal 169 ayat (1) itu mengatur hak pekerja untuk mengajukan permohonan pemutusan hubungan kerja kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial pada dasarnya ada beberapa lembaga di sini, dapat saya kemukakan. Misalnya mediasi, konsiliasi, arbitrase, dan pengadilan hubungan industrial. Sehingga Pasal 169 ayat (1), ini pada dasarnya adalah mengatur hak pekerja untuk mengajukan permohonan pemutusan hubungan kerja kepada lembaga-lembaga tadi yaitu mediasi, konsiliasi, arbitrase, maupun pengadilan hubungan industrial. Adapun alasan yang bisa kemukakan oleh Pemohon untuk mengajukan pemutusan hubungan kerja, disebutkan dari huruf a sampai f yang pada dasarnya adalah tindakan-tindakan yang dilakukan oleh pengusaha yang merugikan kepada pekerja, sehingga kemudian Pasal 169 ini memberikan hak kepada pekerja yang katakanlah diperlakukan secara tidak fair oleh pengusaha untuk mengajukan permohonan pemutusan hubungan kerja kepada ke empat lembaga tadi. Demikian. 23. KETUA: MOH MAHFUD MD Oke, cukup? Cukup, baik. Sekarang saya persilakan Pak Harjono. 24. HAKIM ANGGOTA: HARJONO Saya bertanya seperti ini, Pak ya, Pak Ahli. Kalau kita lihat rumusan Pasal 169 itu memang quote unquote, melindungi pekerja dari perbuatan-perbuatan pengusaha yang sudah dirinci dari Pasal 169 ayat (1a, b, c, d, e, f), saya bisa menangkap masalah seperti ini. Kalau ada 10

12 seorang pengusaha yang membayar terlambat tiga bulan, kalau kita lihat di sini, itu bisa menjadi alasan bagi buruh untuk minta putusan hubungan kerja ya? Tapi masalahnya adalah tiga bulan berturut-turut tidak membayar dan kalau sudah membayar itu, apakah kemudian itu menjadikan hilang? Hak perlindungan yang mestinya tetap ada buruh, ada pada buruh. Karena kalau tidak, itu bisa digunakan semacam untuk ransom, untuk menyandera. Tiga bulan terlambat, dibayar, maka tidak ada alasan lagi. Tiga bulan berikutnya, tiga bulan tidak dibayar lagi, lalu akan maju ke pengurusan bank kerja, dibayarlah dia, di-ransom lagi. Ini bisa terulang seperti itu. Apakah kemudian hal yang seperti itu dimaksudkan tentunya oleh pembuat undang-undang new, dihilangkan haknya begitu saja setelah pengusaha itu membayar yang tiga bulan itu. Itu yang saya pertanyakan, tentu saja ini juga pada Pemerintah ya. Kasus bisa terjadi seperti itu, tiga bulan tidak bayar bahkan lebih, pada saat akan minta kepada hubungan yudisial Pancasila eh, hubungan industrial itu, pengertian itu, maka dipenuhilah dia. Artinya setelah dipenuhi, maka hilanglah hak buruh itu, tidak bisa mengajukan lagi. Lalu bulan berikutnya dilakukan lagi itu, kemudian setelah ada tuntutan, dibayarlah itu kemudian. Apa memang itu maksud perlindungan yang diberikan? Padahal memang mulanya adalah supaya buruh terlindungi, ada kepastian dibayar, ataukah juga meskipun sudah dibayar tetap ada hak untuk bisa minta pemutusan hubungan kerja. Kepada Ahli dan kepada pemerintah, sama pertanyaannya. Terima kasih. 25. KETUA: MOH MAHFUD MD Ada lagi, Pak Fadlil? 26. HAKIM ANGGOTA: AHMAD FADLIL SUMADI Pertanyaan ini saya tujukan kepada Ahli yang meskipun base on pasal tadi, tapi persoalannya ada pada soal terminologi apa namanya pemutusan hubungan kerja, dan kemudian pemecatan, atau pemberhentian, atau apa pun namanya yang masing-masing mempunyai akibat hukum berupa hak-hak yang ada pada pekerja. Persoalannya adalah bagaimana hukum melindungi dari kenakalan pengusaha dalam soal pilihan untuk memutus hubungan kerja melalui lembaga pemutusan hubungan kerja, melalui pemecatan, atau pemberhentian itu? Katakan misalnya, ketika seseorang oleh karena perusahaan tidak bayar gajinya selama tiga bulan, lalu secara berturutturut tadi, lalu bisa diajukan pemutusan hubungan kerja ke pengadilan industrial, itu normalnya. Tapi ada kondisi, misalnya si pengusaha ini nakal, lalu berjalan seperti apa yang digambarkan oleh Hakim Harjono tadi, dibayar. Lalu karena dibayar hilanglah hak dia untuk mengajukan 11

13 permohonan pemutusan hubungan kerja itu tapi kemudian tidak lagi, tidak lagi, tidak dibayar lagi. Ah, ini keadaan ini kalau pertanyaannya Yang Mulia Hakim Harjono tadi terkait apakah lalu haknya untuk mengajukan pemutusan hubungan kerja itu menjadi efektif hilang atau kalau bagaimana kalau perusahaan itu kemudian dua bulan dibayar, terus berikutnya lagi dua bulan tidak, kan belum ada tiga bulan. Lalu, soal pembayaran itu dibuat sedemikian rupa, sehingga buruh itu, katakan saja, menjadi tidak nyaman bekerja karena tidak nyaman, lalu terjadilah performance yang tidak sesuai dengan yang dikehendaki oleh pengusaha yang pada gilirannya karena dalam keadaan yang dibikin tidak nyaman itu kemudian dia memecat dia atau memberhentikan dia yang sudah barang tentu haknya berbeda dengan kalau itu ada keputusan tentang putusan hubungan pemutusan hubungan kerja. Bagaimana untuk melindungi kelakuan pengusaha yang seperti ini, apakah undang-undang ini dengan Pasal 169 itu menjamin soal itu? Terima kasih. 27. KETUA: MOH MAHFUD MD Pak Akil. 28. HAKIM ANGGOTA: M. AKIL MOCHTAR Ya. Saya pertanyaannya beda, Pak. Jadi, kan Pasal 169 itu memberikan hak kepada buruh dalam hal pengusahanya melakukan a, b, c, d, dan seterusnya. Kalau kita melihat Pasal 169 ayat (1) huruf c ini, itu kan tidak membayar upah tiga bulan berturut-turut. Pertanyaannya, apakah upah pekerja itu tidak dimasukkan di dalam perjanjian kerja antara pengusaha atau antara perusahaan dan pekerja? Kalau dia masuk di dalam perjanjian kerja, lalu kenapa harus tidak membayar upah tiga bulan ini menjadi sesuatu alasan juga untuk bisa dilakukan pemutusan hubungan kerja? Apakah tidak lebih baik satu bulan, atau tiga bulan, atau dua bulan? Artinya kan itu pilihan jadinya. Nah, apakah misalnya kalau itu sudah masuk dalam perjanjian, perjanjian kerja antara apa namanya buruh dan majikan, misalnya majikan itu melalaikan kewajibannya, dia sudah bekerja sesuai dengan perjanjian kerja, jangankan tiga bulan, satu hari pun sebenarnya buruh ini sudah boleh meminta hak itu kepada pekerja. Jadi, kalau seandainya pasal ini hilang dalam Pasal 169 itu, ada enggak pengaruhnya? Karena menurut saya, ini masuk dalam perjanjian kerja saja. Bukan ini justru justru memberi hal-hal yang sudah dikatakan tadi, tiga bulan dibayar, tapi itu pun si apa namanya si buruh mau menggunakan hak itu kan. Kan ini kenapa buruh itu kan harus mengajukan karena dia harus mempunyai hak pesangon kan masalahnya kan itu, kan gitu. Jadi, ada berkaitan dengan hak yang dia harus terima itu. Apakah ini tidak cukup masuk dalam perjanjian kerja? 12

14 Itu pertanyaan saya, terima kasih. 29. KETUA: MOH MAHFUD MD Ada lagi, Pak? Cukup? Saya tidak ada untuk Pak Ngadiono, ya. Silakan, Pak! Pak Aloysius. 30. AHLI DARI PEMOHON: ALOYSIUS UWIYONO Baik, terima kasih, Majelis Yang Mulia. Pertanyaan Hakim Harjono, apakah kalau pengusaha tidak membayar selama tiga bulan, kemudian membayar, hak untuk PHK itu kemudian terhapus? Menurut saya, kalau memang pengusaha dalam kurun waktu tiga bulan tidak membayar upah secara tepat, maka seharusnya lembaga penyelesaian hubungan industrial itu mengabulkan gugatan dari penggugat untuk diputuskan hubungan kerja. Kenapa demikian? Karena setelah lahirnya Undang-Undang 13 Tahun 2003, maka pengaturan hubungan pengaturan pemutusan hubungan kerja itu tidak lagi tunduk pada Hukum Administrasi Negara, tapi tunduk pada Hukum Perdata. Artinya, baik buruh maupun pengusaha mempunyai hak untuk menggugat pada pengadilan atau lembaga penyelesaian hubungan industrial untuk mengakhiri hubungan kerja. Hal ini berbeda sebelum Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 lahir, yaitu pada saat Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1964 juncto Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1957, sahnya pemutusan hubungan kerja setelah mendapatkan izin dari P4D, P4P, yang notabene ini adalah Pemerintah. Karena secara ex officio Ketua P4 Pusat adalah Menteri Tenaga Kerja, sehingga keputusan sah tidaknya PHK ada di tangan P4D dan P4P. Tidak ada proses gugat-menggugat, tapi prosesnya adalah pengajuan permohonan izin yang diajukan oleh pihak pengusaha. Nah, setelah lahirnya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 ini, maka terjadilah pergeseran hukum ketenagakerjaan, khususnya yang mengatur pemutusan hubungan kerja, tidak lagi tunduk pada hukum administrasi negara, tetapi tunduk pada hukum keperdataan. Oleh karena itu, kemudian diberikan hak-hak kepada masing-masing untuk mengakhiri hubungan kerja. Nah, pasal 169 ini maksudnya adalah memberikan, katakanlah keseimbangan antara kedua belah pihak ini, dimana pekerja pun atau buruh diberikan hak untuk mengajukan permohonan untuk diputuskan hubungan kerja dalam hal kriteria a, b, c, d, e, f, g, ini terpenuhi. Sehingga menurut saya, kalau memang ada pekerja tidak dibayar tepat waktu dalam kurun waktu tiga bulan, maka seharusnya dia mempunyai dia kalau mengajukan pada pengadilan hubungan industrial, harusnya Hakim memutuskan atau mengabulkan gugatan dari pekerja tadi. Tidak secara kemudian memutuskan bahwa apa yang sudah terjadi itu kemudian seolah-olah diputihkan, hapus. Karena sudah 13

15 terjadi pelanggaran, maka seharusnya pelanggaran itu juga dikenakan sanksi, dalam hal ini memberikan hak kepada pekerja untuk di-phk berdasarkan Pasal 169 ayat (1c). Kemudian, kepada Hakim Fadlil. Hukum melindungi kenakalan pengusaha. Yang saya tangkap sebetulnya tidak jauh dari pertanyaan Hakim Harjono tadi. Jadi, intinya bahwa apakah Pasal 169 ayat (1) ini memberikan perlindungan kepada buruh? 31. KETUA: MOH MAHFUD MD Ya, ditanya dulu, Pak. 32. HAKIM ANGGOTA: HARJONO Jadi, begini Pak, ya. Saya tambahi pertanyaan saya. Saya bayangkan ada beberapa kemungkinan penggunaan alasan ini yang kemudian masing-masing menimbulkan satu pemecahan yang beda. Ada seorang buruh tiga bulan ndak dibayar, lalu kemudian dia mengajukan ini ke perselisihan apa tadi? 33. AHLI DARI PEMOHON: ALOYSIUS UWIYONO Hubungan industrial? 34. HAKIM ANGGOTA: HARJONO Perburuhan. Ini makan waktu kan? Lalu pada saat dia mengajukan, pada bulan keempat ya, gaji tiga bulan dibayar, bulan keempat pun juga dibayar ya. Nah, saat bulan keempat itulah proses peradilan itu menjatuhkan putusannya. Apakah peradilan dengan cara begitu bisa mengatakan bahwa kamu sudah tidak bisa menggunakan Pasal 169 ayat (1) huruf apa tadi? c tadi karena sudah tiga bulan dibayar, satu bulan dibayar. Ataukah dia masih berhak untuk mendapatkan pemutusan di bulan keempat itu? Karena kalau dia berhak, kemudian dikatakan itu sah permohonan dia untuk melakukan, dia punya hak-hak atas itu. Tapi kalau bulan keempat dia bersikukuh untuk tidak bekerja lagi, maka si buruh tidak mendapatkan hak-hak atas itu, ya keluar saja, seperti itu. Jadi masalahnya ini berakibat pada saat itu. Yang kemudian juga gambaran lain adalah dia pernah tiga bulan tidak dibayar, lalu kemudian setelah bulan keempat dibayar, atau seperti kasus tadi, lalu dia tidak jadi keluar. Tapi kemudian tiba-tiba setelah enam bulan, dia mau keluar memasalahkan tiga bulan yang sudah enam bulan yang lalu itu sebagai alasan. Bahwa enam bulan yang lalu dia pernah tidak membayar saya tiga bulan. Tapi setelah enam bulan yang lalu, saya sekarang minta keluar supaya enam bulan yang lalu itu dihitung. Ini kan variasinya bisa seperti itu karena tidak (suara tidak 14

16 terdengar jelas) yang telah ditentukan selama (suara tidak terdengar jelas), berturut-turut atau lebih. Berturut-turutnya tidak selalu kemudian dekat dengan permohonan. Tapi berturut-turut tiga bulan pernah, tapi terjadi enam bulan yang lalu. Ini bisa timbul dari Ketentuan Pasal 169 ayat (1c) itu. Karena cara keluar itu menentukan hak dia mendapatkan apa yang dijamin oleh 169 ayat (2), ini masalahnya. 35. AHLI DARI PEMOHON: ALOYSIUS UWIYONO Menurut pendapat saya, begitu pekerja bisa membuktikan bahwa selama tiga bulan berturut-turut tidak dibayar upah tepat waktu, maka dia mempunyai hak untuk di-phk. Karena itu kalau dia mengajukan permohonan ke pengadilan, harusnya pengadilan mengabulkan permohonan atau gugatan dari pihak pekerja tadi. Nah, kemudian kalau seandainya tidak diajukan, maka dengan sendirinya hak ini kan fakultatif. Kalau diajukan, kemudian dia harus di di apa namanya dikabulkan, tetapi kalau tidak, maka tidak dikabulkan. Saya kira demikian. 36. PEMERINTAH: SUNARNO Terima kasih, Yang Mulia. Sebagaimana tadi pertanyaan, Yang Mulia Hakim Harjono terkait dengan Ketentuan Pasal 169 ayat (1) huruf c. Sebenarnya filosofi dasarnya pembuat undang-undang ini berorientasi kepada konteks perlindungan dan keseimbangan, antara pengusaha dengan pekerja buruh. Di dalam Ketentuan Pasal 158, pengusaha dapat mem-phk pekerja buruh apabila pekerja buruh itu melakukan kesalahan berat yang telah terbukti dengan tiga unsur: tertangkap tangan, ada pengakuan, dan ada saksi. Tetapi setelah dibuktikan oleh pengadilan pidana, ini pascaputusan Mahkamah Konstitusi. Sebaliknya, hak pekerja atas PHK ini juga dapat diajukan, melalui Pasal 169 ayat (1) huruf c, Apabila pengusaha itu tidak melakukan pembayaran upah secara tepat waktu, selama tiga bulan atau lebih. Ini sebenarnya konteks kesetaraan, keseimbangan hak dan kewajiban antara pekerja dan buruh. Namun, saya juga sependapat sama Profesor tadi bahwa ini harus dilakukan melalui proses lembaga penyelesaian perselisihan. Nah dengan demikian, maka persoalannya itu sendiri sebenarnya pada posisi-posisi bagaimana hak mereka manfaatkan atau gunakan, terhadap persoalannya masing-masing. Yang berikutnya, terkait dengan perjanjian kerja sebagaimana yang tadi disampaikan oleh Yang Mulia Hakim Akil Mochtar. Memang disebutkan di dalam Pasal 54 Undang-Undang Ketenagakerjaan ini bahwa tentang perjanjian kerja itu setidak-tidaknya memuat sejumlah item, salah satunya adalah besarnya upah dan tentang cara pembayarannya. 15

17 Jadi, posisi-posisi ini secara konkret sudah tertuang di dalam perjanjian kerja. Namun apabila terjadi onrprestasi, inilah diberikan ruang hak bagi pekerja mengajukan PHK kalau terjadi wanprestasi atas perjanjian kerja yang dimaksud. Demikian, Yang Mulia. Terima kasih. 37. HAKIM ANGGOTA: AHMAD FADLIL SUMADI Tambahan, Pak Ketua. Karena tadi sebenarnya belum terjawab itu, ya. Karena Prof ini adalah apa namanya Ahlinya Pemohon, kasus posisi Pemohon terkait dengan dalam pengertian kenakalan itu begini, Pemohon itu bekerja di PT Mega Buana. Sejak Juni 2009, Pemohon tidak lagi dibayar tepat waktu, setiap tanggal 1, itu tidak. Tapi dibayarnya dua sampai tiga kali, antara tanggal 10 sampai dengan 20. Nah, pendapat dia hal semacam itu merupakan kejadian yang berlangsung karena sudah berlangsung selama 18 bulan, dia merasa itu sudah cukup waktu untuk cukup beralasan, untuk mengajukan pemutusan hubungan kerja. Akan tetapi, pengadilan kemudian setelah dia mengajukan gugatan itu, dibayarlah tepat waktu. Karena tepat waktu, maka pengadilan punya alasan, ini tidak menjadi cukup menjadi dasar untuk pemutusan hubungan kerja. Tapi kemudian begitu lagi begitu dan itu berlangsung sampai sekarang. Bagaimana pandangan Prof. Uwiyono? Itu saja. 38. KETUA: MOH MAHFUD MD Silakan Prof. 39. AHLI DARI PEMOHON: ALOYSIUS UWIYONO Baik. Jadi kalau tadi sejak Juni selama tiga bulan berturut-turut tidak dibayar. Dari alasan itu saja, sampai bahkan sampai 18 bulan di sini, 18 bulan kan berarti melebihi batas minimum, batas minimumnya adalah tiga bulan. Jadi tiga bulan saja sudah cukup alasan untuk mengajukan permohonan gugatan PHK, tidak perlu me menunggu 18 bulan. Nah, kemudian tadi persoalannya kalau enggak salah kan setelah tiga bulan mengajukan permohonan, nah pada saat proses ( ) 40. HAKIM ANGGOTA: AHMAD FADLIL SUMADI Ya. 41. AHLI DARI PEMOHON: ALOYSIUS UWIYONO Di PHI, dia dibayarkan upah ( ) 16

18 42. HAKIM ANGGOTA: AHMAD FADLIL SUMADI Ya. 43. AHLI DARI PEMOHON: ALOYSIUS UWIYONO Penuh pada bulan yang pada saat proses itu. Nah, ini menurut saya tidak menghapuskan hak pekerja untuk mengajukan permohonan PHK pada saat tiga bulan yang lalu dia diperlakukan tidak dibayar upah secara tepat waktu karena perbuatannya sudah terjadi. Perbuatan tidak membayar upah secara tidak tepat waktu, itu sudah terjadi dan sudah dirasakan oleh pekerja sebagai sesuatu yang merugikan. Nah karena merugikan, Maka Undang-Undang 19 Nomor 13 Tahun 2003 ini memberikan perlindungan kepada pekerja untuk mengajukan pemutusan hubungan kerja. Intinya, ya kalau perusahaan sudah tidak mampu lagi membayar upah tepat waktu, kenapa tidak di- PHK saja? Kira-kira demikian ( ) 44. HAKIM ANGGOTA: AHMAD FADLIL SUMADI Ya. 45. AHLI DARI PEMOHON: ALOYSIUS UWIYONO Secara kasarnya. Sehingga kemudian menurut saya Pasal 169 ini memang sangat melindungi kepada pekerja. 46. KETUA: MOH MAHFUD MD Cukup. Cukup ya? Baik, silakan duduk Bapak. Apakah Pemohon tidak lagi ingin mengajukan saksi, ahli, atau cukup? 47. PEMOHON: ANDRIYANI Cukup, Yang Mulia. 48. KETUA: MOH MAHFUD MD Cukup. Pemerintah? Cukup. Baik, kalau begitu sampai dengan tanggal ini hari Jumat ya, tanggal 3 tanggal 3. Sampai dengan tanggal 17 sampai dengan tanggal 17, Pemohon maupun Pemerintah dipersilakan untuk mengajukan kesimpulan dari keseluruhan jalannya persidangan ini, terutama menyangkut petitum terhadap apa namanya perkara yang sekarang kita sidangkan ini. Sesudah itu nanti, sesudah tanggal 17, baru nanti Majelis Hakim akan menentukan jadwal sidang untuk pengucapan putusan. 17

19 Dengan demikian sidang hari ini dinyatakan ditutup. KETUK PALU 3X SIDANG DITUTUP PUKUL WIB Jakarta, 3 November 2011 Kepala Sub Bagian Pelayanan Risalah, t.t.d. Paiyo NIP Risalah persidangan ini adalah bentuk tertulis dari rekaman suara pada persidangan di Mahkamah Konstitusi, sehingga memungkinkan adanya kesalahan penulisan dari rekaman suara aslinya. 18