RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 37/PUU-IX/2011

Transkripsi

1 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 37/PUU-IX/2011 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 ACARA MENDENGARKAN KETERANGAN PEMERINTAH, DPR, SAKSI/AHLI DARI PEMOHON DAN PEMERINTAH (III) J A K A R T A RABU, 27 JULI 2011

2 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 37/PUU-IX/2011 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan [Pasal 155 ayat (2)] terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 PEMOHON - Ugan Gandar - Eko Wahyu - Rommel Antonius Ginting ACARA Mendengarkan Keterangan Pemerintah, DPR, Saksi/Ahli dari pemohon dan Pemerintah (III) Rabu, 27 Juli 2011 Pukul WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat SUSUNAN PERSIDANGAN 1) Achmad Sodiki (Ketua) 2) Hamdan Zoelva (Anggota) 3) M. Akil Mochtar (Anggota) 4) Anwar Usman (Anggota) 5) Muhammad Alim (Anggota) 6) Ahmad Fadlil Sumadi (Anggota) 7) Harjono (Anggota) Cholidin Nasir Panitera Pengganti i

3 Pihak yang Hadir: A. Pemohon: - Eko Wahyu B. Kuasa Hukum Pemohon: - Janses E. Sihaloho - Ecoline Situmorang - Henry David Oliver Sitorus - B.P. Beni Dikty Sinaga - M. Zaimul Umam - Anton Febrianto - Dhona El Furqon - Priadi C. Pemerintah: - Mualimin Abdi (Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia) - Heni Susila Wardaya (Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia) - Liana Sari (Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia) - Budiman (Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi) - Hutri (Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi) - Agung (Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi) ii

4 SIDANG DIBUKA PUKUL WIB 1. KETUA: ACHMAD SODIKI Sidang Perkara Nomor 37/PUU-IX/2011 untuk mendengarkan keterangan Pemerintah dan DPR dengan ini saya nyatakan dibuka dan terbuka untuk umum. Baik. Assalamualaikum wr.wb. Selamat pagi, selamat sejahtera untuk kita semua. Saya persilakan Pemohon untuk mengenalkan siapa yang hadir pada saat ini. 2. KUASA HUKUM PEMOHON: HENRY DAVID OLIVER SITORUS Terima kasih, Majelis Hakim Konstis, Konstitu, Mahkamah Konstitusi dan juga dari wakil Pemerintah. Saya memperkenalkan diri, saya Henry David Oliver, kuasa hukum dari Indonesian Human Rights Committee for Social Justice (IHCS). Terima kasih. 3. KUASA HUKUM PEMOHON: ECOLINE SITUMORANG Saya Ecoline Situmorang dari IHCS sebagai kuasa hukum dari Pemohon I, II, dan III. 4. KUASA HUKUM PEMOHON: JANSES E. SIHALOHO Saya Janses E. Sihaloho, kuasa hukum dari Para Pemohon, Yang Mulia. Terima kasih. 5. PEMOHON: EKO WAHYU KETUK PALU 3X Saya Eko Wahyu Laksmono sebagai Pemohon dari Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu, terima kasih. 6. KUASA HUKUM PEMOHON: M. ZAIMUL UMAM kasih. Saya M. Zaimul Umam, kuasa Pemohon, Yang Mulia. Terima 1

5 7. KUASA HUKUM PEMOHON: DHONA EL FURQON Saya Dhona El Furqon, kuasa hukum dari Pemohon. 8. KUASA HUKUM PEMOHON: ANTON FEBRIANTO Saya Anton Febrianto, kuasa hukum dari Para Pemohon. 9. KUASA HUKUM PEMOHON: PRIADI Saya Priadi, kuasa hukum dari Para Pemohon. 10. KUASA HUKUM PEMOHON: B. P. BENI DIKTY SINAGA Saya Beni Dikty Sinaga, kuasa hukum dari Para Pemohon. 11. KETUA: ACHMAD SODIKI Ya, baik. Dari Pemerintah, silakan Pak! 12. PEMERINTAH: MUALIMIN ABDI Terima kasih, Yang Mulia. Assalamualaikum wr.wb. 13. KETUA: ACHMAD SODIKI Waalaikumsalam. 14. PEMERINTAH: MUALIMIN ABDI Pemerintah hadir. Dari sebelah kanan, Saudara Heni Susila Wardaya dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Saya sendiri Mualimin Abdi dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Kemudian di samping kiri saya, Pak Budiman dari Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Ada di belakang ada Ibu Hutri dari Kementerian Transmigra, apa, Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Ada Pak Agung, sama dari Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Ada Ibu Liana dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Terima kasih, Yang Mulia. 15. KETUA: ACHMAD SODIKI Ya, dari DPR ada? Tidak ada. Oke, baik. Pagi ini ingin mendengarkan keterangan dari Pemerintah dalam rangka memberi tanggapan permohonan dalam Perkara 37. Saya persilakan. 2

6 16. PEMERINTAH: MUALIMIN ABDI Assalamualaikum wr.wb. Selamat pagi, salam sejahtera untuk kita semua. Yang Mulia Ketua dan Majelis Hakim yang saya hormati, sesuai dengan Surat Kuasa Presiden tertanggal 8 Juli Tahun 2011, presiden telah memberi kuasa kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi yang kemudian Menteri Hukum dan Menteri Tenaga Kerja memberikan kuasa substitusi kepada para pejabat yang ditunjuk yang salah satunya adalah saya sendiri. Ketua dan Majelis Hakim yang saya hormati, sebagaimana sudah Pemerintah ketahui bahwa Para Pemohon yang dalam hal ini yang terdiri dari drg. Ugan Gandar dan Ir. Eko Wahyu yang mewakili Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu. Yang kedua, Ir. Rommel Antonius Ginting yang di dalam permohonannya yang bersangkutan mengatakan sebagai eks pekerja yang dalam hal ini memberikan kuasa kepada Ecoline Situmorang, S.H. dan kawan-kawan. Yang bersangkutan mengajukan Permohonan Pengujian Ketentuan Pasal 155 ayat (2) yang mengatakan, yang berbunyi, Selama putusan Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial belum ditetapkan, baik pengusaha maupun pekerja/buruh harus tetap melaksanakan segala kewajibannya. Menurut Pemohon, Yang Mulia. Bahwa ketentuan a quo mengandung arti atau makna bahwa pekerja berhak atas upah dan hak-hak lainnya sampai jatuhnya putusan yang berkekuatan hukum tetap dan tetap dalam, dalam proses perselisihan hubungan industrial. Kemudian, Yang Mulia. Yang kedua, menurut Pemohon bahwa karena tidak adanya tafsir yang tegas terhadap ketentuan Pasal 155 ayat (2) Undang-Undang Ketenagakerjaan, utamanya terhadap frasa belum ditetapkan, maka menurut Pemohon berpotensi menimbulkan ketidakpastian hukum dan dilanggarnya hak-hak atas rasa keadilan bagi pekerja dengan mengingat bahwa putusan perselisihan hubungan industrial bisa saja in kracht pada tingkat pertama, yaitu belum atau tidak dilakukan upaya hukum hak kasasi ke Mahkamah Agung. Kemudian yang ketiga, menurut Pemohon bahwa ketentuan Pasal 155 ayat (2) Undang-Undang Ketenagakerjaan, apabila sejauh kata yang belum ditetapkan tidak ditafsirkan sama atau tidak ditafsirkan sampai pengadilan hubungan industrial mempunyai, mempunyai atau berkekuatan hukum tetap, maka menurut Pemohon atau menurut para Pemohon, dianggap bertentangan dengan ketentuan Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 28D ayat (2). Yang Mulia Ketua dan Hakim Majelis yang saya hormati, terhadap hal-hal tersebut, maka Pemerintah akan menyampaikan penjelasan singkat sebagai berikut. Nanti penjelasan secara lengkap akan disusulkan, akan disusun secara cermat dan mendalam, nanti kita akan berkoordinasi dengan pihak-pihak yang menerima kuasa itu. 3

7 Yang Mulia, sebagaimana lazimnya di dalam menjawab keterangan Pemerintah ini, maka susunannya adalah sebagaimana yang kami sudah sampaikan awal, yang kedua legal standing. Maka terhadap legal standing Pemerintah tidak akan menguraikan, Pemerintah sepenuhnya menyerahkan kepada Yang Mulia Hakim Konstitusi untuk menilainya, untuk menilai dan..., apa..., mengujinya, apakah para Pemohon mempunyai legal standing atau tidak sebagaimana ditentukan dalam Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Mahkamah Konstitusi. Penjelasan singkat atas Permohonan Pengujian Pasal 155 ayat (2) Undang-Undang 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, terhadap Permohonan Pengujian Ketentuan Pasal 155 ayat (2) Undang-Undang 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Pemerintah dapat menyampaikan penjelasan sebagai berikut. Satu. Bahwa Peraturan Perundang-Undangan Ketenagakerjaan sebagaimana diketahui diatur atau dituangkan di dalam Undang-Undang 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan adalah mengatur dan mempunyai banyak dimensi serta keterkaikat..., keterkaitan. Dimana keterkaitan itu tidak hanya berkaitan dengan kepentingan tenaga kerja sebelum, selama, dan sesudah bekerja, tetapi juga keterkaitan tersebut berkaitan dengan kepentingan pengusaha, Pemerintah, maupun masyarakat pada umumnya. Dapat pula disampaikan bahwa pemutusan hubungan kerja memang pada awalnya adalah merupakan awal penderitaan bagi pekerja dan keluarganya, serta dapat berdampak kepada kelangsungan proses produksi guna memenuhi kebutuhan masyarakat, maka pengusaha, pekerja/buruh, serikat pekerja, serikat buruh, dengan segala upayanya, harus megusahakan agar tidak terjadi pemutusan hubungan kerja tersebut. Dalam melaksanakan atau dalam pelaksaaan hubungan kerja antara pengusaha dan pekerja, seringkali timbul perselisihan yang pada gilirannya dapat terjadi adanya pemutusan hubungan kerja, yang disebabkan oleh alasan-alasan terjadinya pemutusan hubungan kerja itu sendiri. Seperti, misalnya pekerja melakukan pelanggaran-pelanggaran sebagaimana diatur di dalam perjanjian kerja, kemudian adanya peraturan-peraturan perusahaan atau perjanjian bekerja sama, ada kalanya juga sulit dihindari. Maka apabila pengusaha hendak melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerjanya, maka pengusaha yang bersangkutan diwajibkan pertama kali adalah untuk merundingkan maksud pemutusan hubungan kerja tersebut dengan serikat pekerja, serikat buruh, apabila pekerja yang bersangkutan menjadi anggota serikat pekerja atau serikat buruh atau langsung dengan pekerja yang bersangkutan apabila tidak menjadi anggota serikat pekerja atau serikat buruh. 4

8 Selanjutnya bahwa dalam perundingan penyelesaian pemutusan hubungan kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh, apabila tidak mencapai kesepakatan, pengusaha hanya dapat melakukan pemutusan hubungan kerja dengan pekerja/buruh setelah memperoleh penetapan dari Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Proses penyelesaian perselisihan hubungan industrial, sebagaimana ditentukan dalam pasal, eh, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Perselisihan Hubungan Industrial, dimulai dari perundingan bipartit, mediasi, konsiliasi, atau melalui arbiter. Dan apabila kedua belah pihak tidak dapat menerima hasil mediasi, konsiliasi, maupun arbiter, maka para pihak atau yang bersangkutan dapat mengajukan gugatan melalui Pengadilan Hubungan Industrial, bahkan dapat melakukan upaya kasasi ke Mahkamah Agung. Adapun proses penyelesaian pemutusan hubungan kerja, pada umumnya dimulai dari perundingan bipartit, mediasi, konsiliasi, dan apabila tidak dicapai kesepakatan, maka salah satu pihak dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial, serta dapat melakukan upaya hukum sebagaimana tadi sudah Pemerintah sampaikan, sampai ada putusan yang berkekuatan hukum tetap. Dan apabila ada salah satu pihak tidak dapat menerima putusan tersebut, sebagaimana lazimnya, maka telah disediakan mekanisme, telah disediakan adanya upaya-upaya hukum sebagaimana telah ditentukan di dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tersebut. Selanjutnya Yang Mulia, apabila pegusaha melakukan pemutusan hubungan kerja tanpa melalui proses perundingan bipartit mediasi maupun konsiliasi dan apabila tidak tercapai kesepakatan, maka salah satu pihak dapat mengajukan gugatan sebagaimana di, disampaikan, serta mendapat mengajukan upaya hukum ke Mahkamah Agung, maka apabila hal tersebut tidak ditempuh, maka pemutusan hubungan kerja tersebut bisa dikatakan atau dapat dikategorikan sebagai batal demi hukum. Selama proses penyelesaian persilisihan pemutusan hubungan kerja, baik pengusaha maupun pekerja atau buruh, maka sesuai dengan ketentuan Pasal 155 ayat (2) Undang-Undang Ketenagakerjaan, maka baik pekerja, maupun buruh, atau pengusaha melaksanakan segala kewajibannya atau dalam arti pekerja tetap bekerja dan memperoleh hak-haknya dan pengusaha wajib memberikan hak-hak pekerja atau buruh tersebut. Berdasarkan hal tersebut, maka hak dan kewajiban antara pengusaha dan pekerja, seperti pembayaran upah perkerja, berhak atas mendapatkan, tetap berhak untuk mendapatkan semuanya atau segala sesuatunya sampai mendapatkan, sampai adanya putusan dari lembaga peradilan hubungan industrial yang berkekuatan hukum tetap. 5

9 Memang dapat diinformasikan, Yang Mulia, seringkali di dalam praktik memang ada pemutusan hubungan kerja yang kemudian sebelum ada putusan yang berkekuatan hukum tetap, para pengusaha itu dalam tanda kutip nakal tidak melakukan kewajiban-kewajibannya. Nah, kalau menurut hemat Pemerintah, hal demikian adalah ada di dalam lapangan atau tatanan implementasi yang semestinya itu bisa diinformasikan kepada Kementerian Tenaga Kerja karena Kementerian Tenaga Kerja juga memiliki apa yang disebut dengan PPNS untuk melakukan penilaian, untuk melakukan penelitian, mengapa pengusaha tidak melakukan atau tidak melaksanakan kewajiban-kewajibannya kepada pekerja itu sendiri, Yang Mulia. Jadi menurut hemat Pemerintah, justru ketentuan Pasal 155 ayat (2) itu memberikan suatu kepastian agar, gitu ya, normanya sebetulnya memberikan kepastian agar pengusaha itu tidak, tidak ingkar dan memenuhi kewajibannya untuk memberikan hak-hak kepada pekerja itu selama dalam proses perselisihan di dalam pengadilan hubungan industrial itu sendiri. Oleh karena itu, Yang Mulia, berdasarkan penjelasan di atas, maka Pemerintah memohon kepada Yang Mulia, yang memeriksa, mengadili, dan memutus untuk memberikan putusan sebagai berikut. 1. Setidak-tidaknya bahwa Yang Mulia menolak permohonan para Pemohon. 2. Menerima keterangan Pemerintah. 3. Menyatakan ketentuan Pasal 155 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, tidak bertentangan dengan ketentuan Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 28D ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Namun demikian, kami menyerahkan sepenuhnya kepada Yang Mulia untuk menilai dan mempertimbangkannya permohonan Pemohon itu. Atas berkenaan perhatian Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, diucapkan terima kasih. Jakarta 27 Juli, Tahun Kuasa Hukum Presiden Republik Indonesia, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Patrialis Akbar. Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia, H. A. Muhaimin Iskandar. Terima kasih, Yang Mulia. Assalamualaikum wr. wb. 17. KETUA: ACHMAD SODIKI Ya, baiklah dari Pemerintah telah memberikan tanggapan yang nanti seutuhnya dapat diserahkan kepada PP ya. Ada sesuatu yang ingin dikemukakan dari Pemohon, mau mengajukan Ahli? 18. KUASA HUKUM PEMOHON: JANSES E. SIHALOHO Baik. Terima kasih, Yang Mulia. Sebelumnya kami mengucapkan terima kasih juga atas tanggapan Pemerintah yang pada intinya kami 6

10 sepakat bahwa yang namanya upah proses itu adalah sampai berkekuatan hukum tetap, Yang Mulia. Untuk itulah kar, tapi di dalam penerapan normanya dan dalam menafsirkan itu ada perbedaan, untuk itulah kami meminta Mahkamah Konstitusi untuk memutuskan masalah tafsir tersebut, Yang Mulia, itu yang pertama. Yang kedua, Yang Mulia, untuk menguatkan dalil-dalil gugatan kami, Yang Mulia, sedianya kami menghadirkan tiga Ahli karena tiga Ahli yang bersangkutan saat ini juga masih berhalangan, Yang Mulia. Kami minta supaya di, diberi kesempatan untuk persidangan selanjutnya, Yang Mulia. Tapi pada kesempatan ini apabila Yang Mulia berkenan, kami melengkapi daftar Ahli dan CV-nya, Yang Mulia. Demikian, Yang Mulia, terima kasih. 19. KETUA: ACHMAD SODIKI Baik. Selain diterima, nanti disampaikan kepada Panitera ya. Saya kira ini sudah cukup sidang dan akan dilanjutkan nanti supaya Saudara benar-benar mengonfirmasikan Ahli Saudara, itu pada hari Kamis, tanggal 4 Agustus, jam WIB, ya. Saya ulang, hari Kamis, tanggal 4 Agustus, jam WIB, untuk mendengarkan Ahli dari Pemohon dan juga kalau Pemerintah juga akan mengajukan Ahli, saya persilakan, daftarnya diserahkan kepada Panitera. Dengan demikian, maka sidang saya nyatakan selesai dan ditutup. KETUK PALU 3X SIDANG DITUTUP PUKUL WIB Jakarta, 27 Juli 2011 Kepala Sub. Bagian Pelayanan Risalah, t.t.d. Paiyo NIP Risalah persidangan ini adalah bentuk tertulis dari rekaman suara pada persidangan di Mahkamah Konstitusi, sehingga memungkinkan adanya kesalahan penulisan dari rekaman suara aslinya. 7