RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 51/PUU-IX/2011

Transkripsi

1 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 51/PUU-IX/2011 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 ACARA MENDENGAR KETERANGAN PEMERINTAH, DPR, SAKSI/AHLI DARI PEMOHON DAN PEMERINTAH (III) J A K A R T A SELASA, 18 OKTOBER 2011

2 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 51/PUU-IX/2011 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (Pasal 17, 19, 20, 21, 27, 28, 29, 30, 34, 35, 36, 38, 39, 40, 42, 43, 44, 46) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 PEMOHON 1) FX. Arief Poyuono 2) Darsono ACARA Mendengarkan Keterangan Pemerintah, DPR, Saksi/Ahli dari Pemohon dan Pemerintah (III) Selasa, 18 Oktober 2011, Pukul WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat SUSUNAN PERSIDANGAN 1) Moh. Mahfud MD. (Ketua) 2) Muhammad Alim (Anggota) 3) Anwar Usman (Anggota) 4) Maria Farida Indrati (Anggota) 5) Harjono (Anggota) 6) Achmad Sodiki (Anggota) 7) Hamdan Zoelva (Anggota) Ery Satria Pamungkas Panitera Pengganti 1

3 Pihak yang Hadir: Pemohon: 1. FX. Arief Poyuono Kuasa Hukum Pemohon: 1. Habiburokhman 2. M. Maulana Bungaran 3. Adi Partogi Simbolon 4. Munasir Mustaman Ahli dari Pemohon: 1. Abdul Latif Saksi dari Pemohon: 1. Singkir Suprapto Pemerintah: 1. Heni Susilowardaya (Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia) 2. Mualimin Abdi (kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia) 3. Sunarno (Kepala Biro Hukum Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi) 4. Wahyu Indrawati (Kementerian Tenaga Kerja dan Transimigrasi) 5. Budiman (Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi) 6. Basanus Situmorang 7. Hutri Yutri Hanisa 8. Herik 2

4 SIDANG DIBUKA PUKUL WIB 1. KETUA: MOH. MAHFUD MD. Sidang Mahkamah Konstitusi untuk mendengar keterangan pemerintah dan/atau DPR, serta mendengar keterangan saksi atau ahli yang diajukan oleh Pemohon dan pemerintah, dalam Perkara Nomor 51/PUU-IX/2011 dinyatakan dibuka dan terbuka untuk umum. KETUK PALU 3X Pemohon silakan perkenalkan diri dulu. 2. KUASA HUKUM PEMOHON: MUHAMMAD MAULANA BUNGARAN Baik, terima kasih, Yang Mulia. Saya sendiri M. Maulana Bungaran Kuasa dari Pemohon. Sebelah kanan saya Habiburakhman, Kuasa Pemohon juga. Sebelah kanan, yang baju kotak-kotak adalah Prinsipal Pemohon, yaitu Bapak F.X Arief Poyuono. Sebelah kiri, Adi Partogi Simbolon, Kuasa. Dan sebelah kanan, Munasir Mustaman, terima kasih Yang Mulia. 3. KETUA: MOH. MAHFUD MD. Pemerintah. 4. PEMERINTAH: MUALIMIN ABDI Terima kasih, Yang Mulia. Assalamualaikum wr.wb. Pemerintah hadir, dari yang paling sebelah kanan Heni Susilowardaya dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Saya sendiri Mualimin Abdi dari kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Sebelah kiri saya, Pak Sunarno Kepala Biro Hukum Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, yang sekaligus nanti akan membacakan keterangan pemerintah, Yang Mulia. Kemudian, di sebelah kirinya ada Ibu Wahyu Indrawati dari Kementerian Tenaga Kerja dan Transimigrasi. Kemudian, Pak Budiman, sama dari Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Kemudian, ada ibu Basanus Situmorang, ada Hutri Yutri Hanisa dan Saudara Herik dari Kementerian Tenaga Kerja dan Tramsmigrasi dan Kementerian Hukum dan HAM. Terima kasih, Yang Mulia. 1

5 5. KETUA: MOH. MAHFUD MD. Ya. Baik, di meja saya sudah tercatat dua nama untuk menjadi atau memberi keterangan sebagai Ahli, di sini ada Pak Abdul Latif, ya, Pak Abdul Latif. Lalu, yang ini Ahli? 6. KUASA HUKUM PEMOHON: MUHAMMAD MAULANA BUNGARAN Saksi. Yang Bapak Abdul latif Ahli, Yang Mulia, yang satunya adalah 7. KETUA: MOH. MAHFUD MD. Saksi fakta? 8. KUASA HUKUM PEMOHON: MUHAMMAD MAULANA BUNGARAN Ya. Bapak Singkir Suprapto. 9. KETUA: MOH. MAHFUD MD. Singkir? 10. KUASA HUKUM PEMOHON: MUHAMMAD MAULANA BUNGARAN Singkir Suprapto. 11. KETUA: MOH. MAHFUD MD. Baik, Bapak, mengingat hari ini sangat padat acara, jadi hari ini kita akan dengar keterangan pemerintah saja dulu. Untuk mendengar ahli atau saksi itu akan dilakukan pada sidang berikutnya, sekaligus kalau pemerintah ingin juga mengajukan saksi dan ahli, kalau tidak cukup dua ini pada sidang berikutnya. Untuk itu, kepada Ahli dimohon maju mengambil sumpah dulu, Bapak Abdul Latif, lahir di Bangkalan pada 16 Februari 1966, tetangga saya ini, Kaur Hubungan kelembagaan PT. Jamsostek. Kemudian, Pak Singkir Suprapto, ndak ada CV-nya ya? 12. KUASA HUKUM PEMOHON: MUHAMMAD MAULANA BUNGARAN Maaf, Yang Mulia, sudah kami serahkan sebelumnya. 2

6 13. KETUA: MOH. MAHFUD MD. Ha? 14. KUASA HUKUM PEMOHON: MUHAMMAD MAULANA BUNGARAN Sudah kami serahkan waktu pada saat pendaftaran. 15. KETUA: MOH. MAHFUD MD. Pak Singkir juga ya? Kalau yang Pak Abdul Latif ini ada, ini, lengkap ini sampai pendidikan. 16. KUASA HUKUM PEMOHON: MUHAMMAD MAULANA BUNGARAN Waktu pendaftaran, Yang Mulia, setelah pendaftaran. 17. KETUA: MOH. MAHFUD MD. Ada pengalaman luar negerinya juga banyak, sudah ada. Baik, kita ambil sumpah dulu yang Ahli, untuk itu dipersilakan kepada Pak Alim. Bapak, Pak Adbul Latif Islam Pak ya? Oke, silakan Pak Alim. 18. HAKIM ANGGOTA: MUHAMMAD ALIM Terima kasih, Pak Ketua. Pak Ahli, silakan ikuti lafal sumpah yang saya tuntunkan. Bismillahirahmanirrahim. Demi Allah saya bersumpah, sebagai Ahli, akan memberikan keterangan yang sebenarnya, sesuai dengan keahlian saya. 19. AHLI: Bismillahirahmanirrahim. Demi Allah saya bersumpah, sebagai Ahli, akan memberikan keterangan yang sebenarnya, sesuai dengan keahlian saya. 20. KETUA: MOH. MAHFUD MD. Silakan duduk Bapak Latif, kemudian Bapak Singkir Suprapto lahir di Banyumas pada 12 Juli Tahun 1963, beragama Islam, beralamat di Pondok Ungu Permai. Untuk itu... Bapak, tetap beragama Islam ya. Ya, silakan diambil sumpah oleh Pak Anwar Usman. 3

7 21. HAKIM ANGGOTA: ANWAR USMAN Mohon ikuti saya, Pak ya. Bismillahirahmanirrahim. Demi Allah, saya bersumpah sebagai Saksi, akan memberikan, keterangan yang sebenarnya, tidak lain dari yang sebenarnya. 22. SAKSI: Bismillahirahmanirrahim. Demi Allah, saya bersumpah sebagai Saksi, akan memberikan, keterangan yang sebenarnya, tidak lain dari yang sebenarnya. 23. HAKIM ANGGOTA: ANWAR USMAN Terima kasih. 24. KETUA: MOH. MAHFUD MD. Silakan duduk, Bapak. Baik, silakan Pemerintah. 25. PEMERINTAH: SUNARNO Assalamualaikum wr. wb. Opening statement atas permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.. terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi. Sehubungan dengan permohonan pengujian konstitusional review. Ketentuan Pasal 17, Pasal 19, Pasal 20, Pasal 21, Pasal 27, Pasal 28, Pasal 29, Pasal 30, Pasal 34, Pasal 35, Pasal 36, Pasal 38, Pasal 39, Pasal 40, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, dan Pasal 46 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistim Jaminan Sosial Nasional selanjutnya disebut UU SCSN terhadap Pasal 28H ayat (1) dan ayat (3) dan Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang dimohonkan oleh Habiburokhman, S.H dan kawan-kawan selaku kuasa hukum dari FX. Arief Poyuono dan Darsono untuk selanjutnya disebut sebagai para pemohon. Sesuai dengan register di Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi Nomor 51/PUU-IX/2011 tanggal 4 Agustus 2011 dengan perbaikan tanggal 21 September Perkenankanlah Pemerintah menyampaikan penjelasan singkat atau opening statement sebagai berikut. Pokok permohonan Para Pemohon, tidak kami bacakan. Tentang duduk... kedudukan hukum, legal standing Para Pemohon. Uraian tentang kedudukan hukum atau legal standing Para 4

8 Pemohon akan dijelaskan secara lebih rinci dalam keterangan Pemerintah secara lengkap yang akan disampaikan pada persidangan berikutnya atau melalui Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi. Selanjutnya Pemerintah melalui Yang Mulia Ketua Majelis Mahkamah Konstitusi memohon kiranya Para Pemohon dapat membuktikan terlebih dahulu apakah benar sebagai pihak yang menganggap hak dan atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan atas berlakunya ketentuan pasal-pasal a quo Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sisitim Jaminan Sosial Nasional. Bahwa Para Pemohon selaku karyawan salah satu badan usaha milik negara yang berada di bawah naungan Negara Indonesia dan juga adalah merupakan peserta asuransi jaminan sosial tenaga kerja dan menikmati seluruh layanan yang diberikan. Pemerintah perlu mempertanyakan kepentingan Para Pemohon, apakah sudah tepat sebagai pihak yang menganggap hak dan atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan atas berlakunya Undang-Undang SCSN. Juga apakah terdapat kerugian konstitusional Para Pemohon yang dimaksud bersifat spesifik atau khusus dan aktual atau setidaknya bersifat potensial yang menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi. Dan apakah terdapat hubungan sebab-akibat, causal verband antara kerugian dan berlakunya undang-undang yang dimohonkan untuk diuji. Namun demikian, Pemerintah menyerahkan sepenuhnya kepada Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi untuk mempertimbangkan dan menilainya. Apakah Para Pemohon memenuhi kualifikasi sebagai pihak yang memiliki kedudukan hukum atau tidak sebagaimana ditentukan oleh ketentuan Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 dan berdasarkan putusan-putusan Mahkamah Konstitusi terdahulu yang telah dijadikan juris prudency. Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, sebelum Pemerintah menyampaikan penjelasan terhadap materi muatan yang dimohonkan untuk diuji oleh Para Pemohon. Dapat disampaikan hal-hal sebagai berikut; 1. Penyelenggaraan sistim jaminan sosial nasional sebagaimana yang diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 utamanya seperti yang dimaksud dalam Pasal 28H ayat (3) yang menyatakan, Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat. Dan Pasal 34 ayat (2) yang menyatakan, Negara mengembangkan sistim jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan. 5

9 2. Sistim jaminan sosial nasional pada dasarnya merupakan program pemerintah yang bertujuan memberikan kepastian atas perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Melalui program sistim jaminan sosial nasional diharapkan setiap penduduk dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak yang sewaktuwaktu dapat hilang atau berkurang yang antara lain karena berkurangnya pendapatan karena menderita sakit, mengalami kecelakaan akibat pemutusan hubungan kerja, habis masa bekerja atau pensiun dan/atau karena memasuki usia lanjut atau manula. Penyelenggaraan jaminan sosial merupakan suatu mekanisme universal di dalam memelihara dan meningkatkan kesejahteraan rakyat suatu negara, meskipun prinsip-prinsip universalitasnya sama yaitu pada umumnya berbasis pada mekanisme asuransi sosial dan dikelola oleh pemerintah pusat atau federal. Namun dalam penyelenggaraannya terdapat variasi yang luas. Variasi yang luas itu pada umumnya dalam jenis program, tingkat manfaat, dan tingkat iuran di berbagai negara. Hal tersebut tidak dapat dihindari karena beragamnya tingkat sosial ekonomi dan budaya penduduk di negara tersebut. Premi adalah sejumlah uang yang dibayar tertanggung kepada penanggung sebagai imbalan risiko yang ditanggungnya. Karena jaminan sosial tenaga kerja adalah asuransi sosial maka dalam jaminan sosial tenaga kerja dikenal juga premi. Dalam hukum asuransi, iuran yang dibayar oleh pengusaha itu disebut premi. Pengusaha yang membayar premi tersebut berstatus sebagai tertanggung. Tenaga kerja yang iurannya dibayarkan oleh pengusaha sebagai tertanggung berstatus sebagai pihak ketiga yang berkepentingan. Jadi dalam jaminan sosial tenaga kerja ada tertanggung yang disebut pengusaha dan ada pihak ketiga yang berkepentingan yang disebut tenaga kerja. Lima. Bahwa sistem sistem jaminan sosial nasional seperti yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 diselenggarakan berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut. a. Prinsip kegotongroyongan. Diwujudkan dalam mekanisme gotong royong dari peserta yang mampu kepada peserta yang kurang mampu dalam bentuk kepesertaan wajib bagi seluruh rakyat. Peserta yang berisiko rendah membantu yang berisiko tinggi, dan peserta yang sehat membantu yang sakit. Melalui prinsip gotong royongan ini jaminan sosial dapat menumbuhkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. b. Prinsip nirlaba. Bahwa pengelolaan dana amanat, hasil pengembangannya dan surplus anggaran akan dimanfaatkan sebesarbesarnya untuk kepentingan peserta. c. Prinsip keterbukaan. Kehati-hatian, akuntabilitas, efisiensi, dan efektivitas. Prinsip-prinsip manajemen ini diterapkan dalam mendasari 6

10 seluruh kegiatan pengelolaan dana yang berasal dari iuran peserta dan dari hasil pengembangannya. d. Prinsip portabilitas. Bahwa jaminan sosial dimaksud untuk memberikan jaminan yang berkelanjutan. Untuk menjamin kesinambungan jaminan dimana pun penduduk berada di tanah air, maka prinsip ini menuntut penyelengaraan jaminan sosial di tingkat nasional. Prinsip ini pula yang diterapkan banyak negara di dunia. e. Prinsip kepesertaan yang bersifat wajib. Agar seluruh rakyat Indonesia menjadi peserta sehingga dapat dilindungi, walaupun dalam penerapannya tetap menyesuaikan dan mempertimbangkan kemampuan ekonomi rakyat dan pemerintah serta kekayaan penyelenggaraan program... ulangi serta kelayakan penyelenggaraan program sehingga sistem jaminan sosial nasional dapat mencakup seluruh rakyat. f. Prinsip dana amanat. Bahwa dana yang terkumpul dari iuran peserta merupakan titipan kepada badan-badan penyelenggara untuk dikelola sebaik-baiknya dalam rangka mengoptimalkan dana tersebut untuk kesejahteraan peserta. g. Prinsip hasil pengelolaan dana jaminan sosial nasional. Bahwa hasil berupa deviden dari para pemegang saham dikembalikan untuk kepentingan peserta jaminan sosial. Prinsip asuransi sosial sebagaimana ketentuan pasal undangundang a quo yang dimohonkan pengujian adalah meliputi kegotongroyongan antara yang kaya dan yang miskin, yang sehat dan yang sakit, yang tua dan yang muda, dan yang berisiko tinggi dengan yang berisiko rendah. Sedangkan prinsip ekuitas adalah memberikan kesamaan dalam memperoleh pelayanan sesuai denagn kebutuhan medisnya yang tidak terkait dengan besaran iuran yang telah dibayarkan. Menurut Pemerintah, ketentuan pasal-pasal a quo dari Undang- Undang SJSN tidak bertentangan dengan ketentuan Pasal 28H ayat (1) dan ayat (3) dan Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak merugikan hak dan kewenangan konstitusional para Pemohon, dengan penjelasan sebagai berikut: 1. Terhadap ketentuan Pasal 17 Undang-Undang SJSN, pemerintah telah memberikan iuran uraian ulangi Pemerintah telah memberikan uraian penjelasannya sebagaimana tertuang dalam keterangan pemerintah dalam register Perkara Nomor 50/PUU-VIII/ Terhadap ketentuan Pasal 19, Pasal 20, Pasal 21, Pasal 27, dan Pasal 28 Undang-Undang SJSN yang pada intinya terkait dengan jaminan kesehatan, pemerintah dapat memberikan penjelasan sebagai berikut: bahwa pemerintah tidak sependapat dengan argumentasi para Pemohon yang menyatakan mengapa jaminan kesehatan yang semestinya berlaku atau mengcover seluruh rakyat Indonesia tetapi 7

11 pada kenyataannya jaminan kesehatan tersebut yang dicover atau yang dibiayai oleh negara hanya diperuntukkan bagi masyarakat miskin dan tidak mampu. Sedangkan bagi peserta yang mampu berkewajiban untuk membayar iuran. Menurut pemerintah sistem demikian adalah tepat karena fakir miskin dan orang tidak mampu memang sudah semestinya ditanggung oleh negara sebagaimana diamanatkan dalam ketentuan Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2) Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Sedangkan bagi peserta yang mampu adalah tidak tepat apabila dipersamakan dengan fakir miskin dan masyarakat tidak mampu. Hal ini telah sejalan dengan prinsip-prinsip sistem jaminan sosial nasional sebagaimana dianut dalam Undang-Undang a quo yang melibatkan prinsip kegotongroyongan yang meliputi prinsip kegotongroyongan, prinsip nirlaba, prinsip keterbukaan, prinsip portabilitas, prinsip kepesertaan yang bersifat wajib, prinsip dana amanat, dan prinsip hasil pengelolaan dana jaminan sosial nasional. Dengan demikian menurut pemerintah apabila ketentuan yang dimohonkan untuk diuji tersebut di atas dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi justru dapat menimbulkan ketidakadilan dan merugikan hakhak konstitusional khususnya bagi masyarakat miskin dan tidak mampu. Oleh karena itu, menurut pemerintah ketentuan Pasal 17, Pasal 19, Pasal 20, Pasal 21, Pasal 27, Pasal 28, Pasal 29, Pasal 30, Pasal 34, Pasal 35, Pasal 36, Pasal 38, Pasal 39, Pasal 40, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, dan Pasal 46 Undang-Undang SJSN telah sejalan dengan amanat ketentuan Pasal 28H ayat (1) dan ayat (3) serta Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Terhadap ketentuan Pasal 29, Pasal 30, dan Pasal 34 Undang-Undang SJSN yang pada intinya mengatur tentang jaminan kecelakaan kerja, pemerintah tidak sependapat dengan anggapan para Pemohon yang menyatakan bahwa terhadap jaminan kecelakaan kerja semestinya tidak perlu peserta membayar iuran. Karena menurut pemerintah kecelakaan kerja maupun penyakit akibat kerja merupakan resiko yang dihadapi oleh pekerja yang melakukan pekerjaan. Untuk menanggulangi hilangnya sebagian atau seluruh penghasilannya yang diakibatkan oleh kematian atau cacat karena kecelakaan kerja baik fisik maupun mental maka perlu adanya jaminan kecelakaan kerja. Mengingat gangguan mental akibat kecelakaan kerja sifatnya sangat relatif sehingga sulit ditetapkan derajat cacatnya maka jaminan atau santunan hanya diberikan dalam hal terjadi cacat mental tetap yang mengakibatkan tenaga kerja yang bersangkutan tidak bekerja lagi. Mengenai pembebanan premi jaminan kecelakaan kerja bilamana terjadi kecelaakan kerja maupun penyakit akibat kerja di tempat kerja maka sepenuhnya ditanggung oleh pemberi kerja. Dengan demikian 8

12 jaminan kecelakaan kerja tidak ada kaitannya dengan anggapan adanya kerugian konstitusional para Pemohon. 4. Terhadap ketentuan Pasal 35, Pasal 36, dan Pasal 38 Undang-Undang SJSN yang pada intinya terkait dengan jaminan hari tua, pemerintah tidak sependapat dengan anggapan para Pemohon yang menyatakan bahwa semestinya jaminan hari tua berlaku untuk seluruh masyarakat dan tidak diperlukan kewajiban membayar iuran. Menurut pemerintah anggapan tersebut tidak tepat karena jaminan hari tua merupakan akumulasi iuran bagi peserta yang dibayar oleh pekerja dan pemberi kerja dan diterima pada saat pekerja mencapai usia pensiun, meninggal dunia, atau mengalami cacat total tetap. Selain itu jaminan hari tua adalah diperuntukkan bagi peserta yang telah membayar iuran. 5. Terhadap Pasal 39, Pasal 40, Pasal 42 Undang-Undang SJSN yang pada intinya mengatur tentang jaminan pensiun, pemerintah tidak sependapat dengan anggapan para Pemohon yang menyatakan bahwa semestinya jaminan pensiun berlaku untuk seluruh masyarakat dan tidak diperlukan kewajiban membayar iuran. Menurut pemerintah jaminan pensiun diperuntukkan untuk memberi kesempatan kepada pekerja yang memasuki usia pensiun untuk diberlakukan sebagai tabungan wajib, dan dibayarkan pada saat yang bersangkutan berhenti bekerja ditambah hasil pengembangannya. Dengan demikian menurut pemerintah, jaminan pensiun telah memberikan kepastian bahwa pekerja yang membayar iuran di kemudian hari akan memperoleh manfaat jaminan pensiun itu sendiri. Dan sebaliknya, terhadap masyarakat yang tidak bekerja dan tidak mengiur, tidaklah mungkin akan memperoleh manfaat dari jaminan pensiun itu sendiri. Dengan demikian menurut pemerintah, ketentuan pasal tersebut di atas yang mengatur tentang jaminan pensiun telah memberikan kepastian hokum, dan karenanya telah sejalan dengan amanat Pasal 28H ayat (1) dan ayat (3), dan Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Dasar Terhadap Pasal 43, Pasal 44, Pasal 45, dan Pasal 46 Undang-Undang SCSN yang pada intinya mengatur tentang jaminan kematian. Pemerintah tidak sependapat dengan anggapan para Pemohon yang menyatakan bahwa semestinya jaminan kematian berlaku untuk seluruh masyarakat, baik yang bekerja maupun tidak bekerja. Menurut pemerintah, jaminan kematian adalah bertujuan untuk memberikan santunan kematian kepada ahli waris peserta yang meninggal dunia. Jaminan kematian sesungguhnya memang diperuntukkan guna meringankan beban keluarga yang ditinggalkan atau ahli waris dari pekerja yang meninggal dunia. 9

13 Dengan demikian, menurut pemerintah adalah tidak tepat jika jaminan kematian peruntukkannya disamaratakan antara pekerja yang ditanggung oleh pemberi kerja dan orang yang tidak bekerja. Yang Mulia, Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi. Berdasarkan penjelasan di atas, pemerintah memohon kepada Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, yang memeriksa, memutus, dan mengadili permohonan Pengujian Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang sistim jaminan sosial nasional terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dapat memberikan putusan sebagai berikut. 1. Menolak permohonan pengujian para Pemohon seluruhnya, atau setidak-tidaknya menyatakan permohonan pengujian para Pemohon tidak dapat diterima 2. Menerima keterangan pemerintah secara keseluruhan 3. Menyatakan ketentuan Pasal 17, Pasal 19, Pasal 20, Pasal 21, Pasal 27, pasal 28, Pasal 29, Pasal 30, Pasal 34, Pasal 35, Pasal 36, Pasal 38, Pasal 39, Pasal 40, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, dan Pasal 46 Undang- Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistim Jaminan Sosial Nasional, tidak bertentangan dengan Pasal 28H ayat (1) dan ayat (3), dan Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Atas perhatian Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, diucapkan terima kasih. Hormat kami wakil pemerintah Patrialis Akbar, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, HA Muhaimin Iskandar, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia. Terima kasih, wassalamualaikum Wr, Wb. 26. KETUA: MOH. MAHFUD MD. Baik. Silakan naskahnya diambil, Petugas. Minta Baik. Sidang Seperti saya sampaikan tadi, sidang berikutnya Pemohon bisa mengajukan tambahan saksi atau ahli kalau diperlukan. Pemerintah juga pada sidang yang sama agar waktunya bisa dihemat dan diefisienkan, sehingga tidak berbeda hari. 10

14 Melalui sidang nanti yang akan dilanjutkan pada hari Rabu Tanggal 9 November Tahun 2011, jam Sidang ditutup. KETUK PALU 3X SIDANG DITUTUP PUKUL WIB Jakarta, 18 Oktober 2011 Kepala Sub Bagian Pelayanan Risalah, t.t.d. Paiyo NIP Risalah persidangan ini adalah bentuk tertulis dari rekaman suara pada persidangan di Mahkamah Konstitusi, sehingga memungkinkan adanya kesalahan penulisan dari rekaman suara aslinya. 11