MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 75/PUU-VIII/2010

Transkripsi

1 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 75/PUU-VIII/2010 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1996 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 ACARA PEMERIKSAAN PENDAHULUAN (I) J A K A R T A SELASA, 14 DESEMBER 2010

2 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 75/PUU-VIII/2010 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 PEMOHON - Sugianto Sabran - Eko Soemarno ACARA Pemeriksaan Pendahuluan Selasa, 14 Desember 2010, Pukul WIB Ruang Sidang Panel Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat SUSUNAN PERSIDANGAN 1) Achmad Sodiki (Ketua) 2) Maria Farida Indrati (Anggota) 3) Muhammad Alim (Anggota) Alfius Ngatrin Panitera Pengganti i

3 Pihak yang Hadir: Kuasa Hukum Pemohon: - Arbab Paproeka - Muhammad Iskandar - Ari Nizam - Mira Stephanie - Ridza Khasnatahar ii

4 SIDANG DIBUKA PUKUL WIB 1. KETUA: ACHMAD SODIKI Sidang Perkara Nomor 75/PUU-VIII/2010 dengan ini saya nyatakan dibuka dan terbuka untuk umum. Baik, assalamualikum. wr. wb. Selamat siang salam, sejahtera untuk kita semua. Baiklah saya ingin mempersilakan para Pemohon untuk memperkenalkan diri terlebih dahulu siapa yang hadir pada kesempatan ini, saya persilakan. 2. KUASA HUKUM PEMOHON: ARBAB PAPROEKA Assalamualikum Wr. Wb. Baik, Yang Mulia Ibu dan Bapak Anggota Hakim. Yang hadir pada persidangan Mahkamah Konstitusi hari ini semua yang bertandatangan di dalam permohonan yang kami ajukan, semua lawyer kami sendiri Arbab Paproeka kemudian Muhammad Iskandar, Ari Nizam, Mira Stephanie dan Ridza. Sementara ada beberapa staf kami dari kantor, sementara Pemohon materiil pada kesempatan hari ini belum berkesempatan hadir. Terima kasih Yang Mulia 3. KETUA: ACHMAD SODIKI KETUK PALU 3X Baiklah, jadi Saudara menjadi kuasa dari Saudara H. Sugianto Sabran dan Saudara Eko Soemarno ya? Baik, kami persilakan Anda untuk memaparkan singkat dari yang apa Saudara maksud atau Saudara ajukan sebagai suatu permohonan Saudara. Highligh-nya saja 4. KUASA HUKUM PEMOHON: ARBAB PAPROEKA Terima kasih, Yang Mulia. Karena kami diminta untuk memaparkan singkat, kami tidak perlu membacakan permohonan kami. Majelis Hakim yang kami muliakan, Bapak Panitera yang hadir dalam ruangan ini yang kam hormati. Permohonan yang kami ajukan sebagaimana terbaca adalah permohonan pengujian Pasal 106 ayat (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Pada prinsipnya, Pasal 106 ayat (2) dalam redaksi, sebagaimana terbaca di dalam undangundang menurut hemat Pemohon tidaklah ada sesuatu yang perlu dipertentangkan di situ. Persoalan ini muncul pada saat Mahkamah Konstitusi ini mengadili perkara sengketa pemilihan umum kepala daerah 1

5 dalam Perkara Nomor 45, di mana saat itu Pemohon mengajukan dalil permohonan sengketa Pemilukada bahwa di Kotawaringin Barat pada pemilihan umum kepada daerah Kabupaten Kotawaringin Barat periode telah terjadi pelanggaran Pemilukada yang dilakukan secara sistemik, terstruktur dan masif yang dilakukan oleh salah seorang pasangan calon, dalam hal ini H. Sugianto Sabran bersama H. Eko Soemarno masing-masing sebagai calon bupati dan calon wakil bupati. Terhadap permohonan tersebut Mahkamah berpendapat bahwa permohonan dikabulkan dan telah terjadi dalil-dalil yang dikemukakan oleh Pemohon dengan segala konsekuensi hukum termasuk dalam hal ini Mahkamah lalu mendiskualifikasi pemenang. Kami berpendapat mewakili Pemohon bahwa konsekuensi dari pengabulan permohonan itu membawa perubahan dari struktur normal Pasal 106 ayat (2) yang tadinya berbunyi keberatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya menyangkut selisih perhitungan suara, hasil penghitungan suara menjadi seharusnya dengan putusan itu dibaca bahwa di samping penghitungan suara sebagai objek sengketa Pemilukada, juga objek sengketa Pemilukada di Mahkamah Konstitusi dapat terjadi karena terjadinya proses penyelenggaraan Pemilukada yang dilakukan secara masif, terstruktur dan sistemik. Dipahami bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi atau Mahkamah Konstitusi bukan lembaga legislatif yang membuat undang-undang. Karena kewenangan itu ada pada DPR bersama presiden. Tetapi konsekuensi dari Putusan Mahkamah Konstitusi itu harus dapat dibaca bahwa telah terjadi penambahan norma berkenaan dengan objek sengketa Pemilukada sebagaimana diatur dalam Pasal 106 ayat (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun Oleh karenanya, permohonan ini kami ajukan dengan 2 permintaan. Pertama, mengacu kepada kewenangan konstitusional Mahkamah Konstitusi sebagaimana yang dapat dibaca dalam Pasal 24C Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang secara limitatif telah diatur sepanjang menyangkut pemilihan umum hanya menyangkut sengketa hasil penghitungan suara, bukan proses. Dan karenanya kami menilai bahwa telah terjadi pelampauan wewenang yang dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi. Oleh karenanya kami meminta dalam permohonan kami untuk membatalkan itu, atau paling tidak, setidak-tidaknya kami meminta konstitusional bersyarat. Kalau toh Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa Mahkamah punya kewenangan untuk di samping menilai sengketa hasil juga menyangkut sengketa proses, kami meminta konstitusional bersyarat di dalam putusan itu yang harus dibaca bahwa putusan itu atau norma itu hanya baru bisa diterapkan dalam sengketa Pemilukada selanjutnya. Tidak menyangkut sengketa Pemilukada yang diajukan di dalam Perkara Nomor 45 Tahun Yang Mulia, mungkin banyak hal kami telah mengata-ngatai argumentasi yang kami kemukakan tadi dalam permohonan kami, tapi 2

6 karena tadi disampaikan gambaran singkat mengenai permohonan yang kami ajukan kiranya itu yang dapat kami sampaikan. Demikian, Yang Mulia, terima kasih. 5. KETUA: ACHMAD SODIKI Baik, kita sudah mendengar highlight yang Saudara paparkan melalui putusan atau mungkin permohonan yang Saudara sampaikan, maka tugas Majelis untuk sesuai dengan Pasal 39 Undang-Undang MK untuk memberikan pandangan maupun saran. Yang dimaksud di sini adalah, yang dimaksud untuk memberikan pertimbangan kepada Saudara yang tidak mengikat Saudara, ya? Pertama adalah dalam permohonan di Mahkamah ini ada struktur yang barangkali Saudara bisa menyesuaikan diri tentang struktur permohonan. Pertama, dalam permohonan ini Saudara tidak mencantumkan kelaziman yaitu uraian tentang kewenangan Mahkamah Konstitusi. Kemudian yang kedua di dalam permohonan itu mesti harus dibedakan legal standing antara permohonan pengujian undang-undang dengan permohonan penyelesaian sengketa Pemilukada. Di sini Saudara menyebut, Saudara Eko, Saudara H. Sugianto dan Eko Sumarno ini Saudara sebut sebagai Pemohon calon bupati dan wakil bupati itu dalam konteks perselisihan hasil Pemilukada, kasus yang konkret. Sedangkan dalam pengujian perundang-undangan itu ada salah satu di situ ada warga negara Indonesia, ada kerugian konstitusionalnya apa, diuraikan dengan jelas di situ ya? Dan itu bisa Saudara.., barangkali bisa melihatlihat sejenak di arsip-arsip yang ada di Mahkamah ini secara terbuka atau lewat nanti Panitera Pengganti. Yang kedua, yang ketiga, tentunya Saudara juga harus mencantumkan objectum litisnya apa? Apakah objectum litisnya itu adalah Pasal 106 ayat (2) ataukah objectum litisnya Putusan Mahkamah Konstitusi tentang pengujian perselisihan hasil Pemilukada, kalau sudah jelas. Undang-undang, lain dengan putusan hakim. Undang-undang lain dengan judge made law. Di sini tidak ada objectum litis, judge made law diuji bagi di hadapan Mahkamah ya? Kemudian ketika dibaca dari alasan permohonan Saudara, Anda melihatnya dari implementasi pasal peraturan perundang-undangan. Di sini bukan di situ pertanyaannya tapi pada pengujian isi dari Pasal 106 ayat (2) itu apakah hak-hak konstitusional Saudara yang dilanggar? Adakah redaksi itu mencantumkan demikian. Jadi.., nah kalau kemudian Saudara juga di dalam petitumnya atau membatalkan setidak-tidaknya menyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum Putusan MK, itu mesti harus mencari argumentasinya secara hukum acara yang berlaku di Mahkamah Konstitusi ini ya? Padahal Saudara di sini menyatakan bahwa dimohon untuk Saudara ingin Mahkamah menyatakan penambahan norma menjadi objek sengketa Pemilukada, Pasal 106 ayat (2). Ini 3

7 penambahan norma. Kalau itu penambahan norma apakah itu lalu dikualifikasi sebagai undang-undang? Ini harus jelas, kenapa Saudara memasukan ke sana? Kalau itu harus dimasukkan maka tugasnya legislatif untuk memasukkan ke sana, kalau akan menjadi norma undang-undang. Maka Saudara pertimbangkan baik-baik ya supaya nanti permohonan ini lalu menjadi logis dan dapat diterima logika dan ilmu pengetahuan hukum, sehingga dengan demikian yang akan berjalan dengan baik di dalam proses-proses selanjutnya. 6. HAKIM ANGGOTA: MARIA FARIDA INDRATI Terima kasih Pak Ketua. Ya, dalam pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar tentunya kita mempunyai batu uji. Kalau Anda mengatakan di sini bahwa ada penambahan secara limitative, kalau undang-undangnya menyatakan sengketa hasil penghitungan suara. Apakah ini tepat apabila kita melihat pada Pasal 24C ayat (1). Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili berarti pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar dan yang terakhir dan memutus perselisihan hasil pemilihan umum, dan hasil pemilihan umum itu oleh Undang-Undang Pemilu dianggap sebagai juga dalam Pemilukada. Sehingga hasil pemilihan umum itu tidak hanya hasil penghitungan tapi bisa proses dari awal sampai akhir, dan juga bagaimana para kontestan jumlahnya, apakah dia jumlahnya banyak atau jumlahnya sedikit dan ini harus kita lihat juga. Kalau Undang-Undang Mahkamah Konstitusi tidak merumuskan secara luas dan seperti ini, maka kita juga bisa melihat sebagai seorang sarjana hukum pasti Anda tahu tentang sumber hukum tertulis. Kalau sumber hukum tertulis dalam arti ini undang-undang misalnya darimana dia berasal? Bisa dari pendapat ahli, bisa dari traktat atau perjanjian dan dari yurisprudensi dari suatu pengadilan. Jadi, kalau kita melihat Mahkamah ini membuat diskualifikasi itu tidak hanya sekali pada Kotawaringin Barat, sebelumnya kita sudah menjadikan ada beberapa kasus memberikan diskualifikasi. Sehingga kalau sudah putusan pengadilan maka itu merupakan sumber hukum tertulis, jadi tingkatannya lebih tinggi sebetulnya dari undang-undang itu, dia mustinya nanti akan dituangkan dalam undang-undang itu. Jadi, di sini kita harus melihat bahwa apakah rumusan ini cocok dengan pemilihan tersebut, ya? Nah, jadi kalau Anda sekarang mengatakan bahwa ini harus begini nanti dalam perubahan Undang-Undang Mahkamah Konstitusi bisa dimasukkan tetapi bisa mengutip Putusan MK yang menyatakan seperti itu. Tapi sebelum ada itu maka yurisprudensi Mahkamah pun atau pengadilan yang membuat rumusan itu dan diikuti oleh putusan-putusan selanjutnya itu sudah menjadi hukum tertulis yang tingkatannya sama dengan undang-undang. Jadi, ini yang harus dipikirkan dan Mahkamah tidak boleh juga menguji putusan yang dibuat 4

8 oleh Mahkamah sendiri, sama juga Mahkamah Agung tidak boleh menguji putusan-putusan Mahkamah Agung. Jadi ini perlu diingat bahwa Putusan MK itu tidak hanya berdasarkan pada hukum yang tertulis saja karena juga kita mencari keadilan substantif. Jadi ini harus diperbaiki lagi Pemohon, kemudian diberikan pada kasus yang abstrak, kalau Anda mengatakan Kotawarigin itu menjadi kasus yang konkret Mahkamah tidak mengadili terhadap kasus konkret. Bahwa dampaknya pengujian yang abstrak tersebut bisa ke masalah konkret, bisa tapi yang diuji norma-norma hukum yang bersifat abstrak. Sehingga perlu diberikan satu uraian yang lebih jelas, sehingga Anda jangan langsung mengatakan ini kasus di sini begitu. Karena kalau kasus di situ nanti dengan Putusan MK misalnya mengabulkan itu ya itu hanya untuk kotawaringin saja, untuk yang lainnya tidak bisa dipakai lagi ya? Saya rasa itu. Terima kasih Pak. 7. HAKIM ANGGOTA: MUHAMMAD ALIM Terima kasih Pak Ketua. Saudara Pemohon, itu menambahkan yang dikatakan oleh Bapak dan Ibu tadi. Saya sampaikan kepada Saudara. Pertama dulu teknis ini yang tadi dikatakan Pak Ketua bahwa di suatu pengujian undangundang, 2 hal itu mutlak sekali. Pertama, kewenangan Mahkamah ya tentu saja kewenangan Mahkamah menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, itu kan Pasal 226, itu kan yang Saudara uji dari Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 juncto Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, itu jelas, itu kewenangan Mahkamah. Cuma legal standing itu sekali saya ulangi yang dikatakan Pak Ketua tadi, bahwa legal standing berbeda dalam Pemilukada dengan pengujian undang-undang. Di pengujian undangundang ada sudah secara jelas di dalam Undang-Undang tentang Mahkamah Konstitusi di belakang itu, Pasal 51 sekian itu. Kemudian tidak boleh bercampur, seperti dikatakan oleh Prof. Maria tadi tidak boleh bercampur antara gugatan terhadap apa permohonan pengujian undang-undang dengan kasus konkret, tidak boleh bercampur karena itu urusannya lain. Karena seperti Ibu katakan kasus konkret itu di dalam hal-hal tertentu itu merupakan partai akta, artinya hanya berlaku kepada pihak-pihak yang bersengketa. Sedangkan di dalam pengujian undang-undang itu, erga omnes berlaku untuk semua orang setingkat dengan undang-undang karena ini merupakan perbaikan atas undang-undang kalau tidak ada kekeliruan. Jadi karena itu juga apa juga tidak harus bercampur antar keduanya. Kemudian kalau di dalam menuliskan pasal ibaratnya ya? Kalau teknisnya itu di halaman 46 itu, petitum angka 2 itu pasal P-nya besar itu teknis saja. 5

9 Kemudian kata butir sudah tidak dipakai lazim melainkan angka, jadi Pasal 13 ayat (3) huruf b misalnya ya? Jangan butir b huruf b. Kemudian karena di sini ada kebetulan juga Saudara menyebutkan putusan dalam Perkara Nomor 45/PHPUD, itu ada yang kurang tapi itu penulisan saja, itu kan Nomor 45/PHPU.D-VIII/ umpamanya 2010 harus dengan tanggalnya juga, tanggal berapa itu putusan. Itu kelaziman saja, dan sekali lagi seperti yang dikatakan Pak Ketua tadi, ini hanya berupa saran pada umumnya Saudaralah yang mau menerima atau tidak saran itu, itu adalah hak Saudara. Dan mungkin mengenai permohonanya ini bagaimana kelanjutannya itu mungkin nanti Ketua Panel dan anggota panelnya akan melaporkan kepada Pleno. Terima kasih Pak Ketua. 8. KETUA: ACHMAD SODIKI Baik, jadi Saudara Pemohon saya kira butir-butir itu agar diperhatikan supaya nanti permohonannya lalu bisa diterima dan bisa radelet {sic}, bisa plausible, artinya secara logis, secara ilmu pengetahuan, secara filosofis bisa dapat dikabulkan tentunya arahnya mesti ke sana ya? Jadi kalau kita melihat kekurangan-kekurangannya ini maksudnya tidak lain kecuali itu. Karena memang ini tugas kami untuk memberikan kepada Saudara. Ada sesuatu yang ingin Saudara sampaikan kepada Majelis? Apa Cukup? 9. KUASA HUKUM PEMOHON: ARBAB PAPROEKA Yang Mulia sebagaimana tadi Yang Mulia katakan bahwa sudah tentu sebagai Pemohon kami telah mengajukan permohonan ini dengan harapan dapat dapat dipertimbangkan dan mudah-mudahan dapat dikabulkan. Oleh karenanya saran atau apa yang telah disampaikan oleh Ibu dan Bapak Yang Mulia Majelis Hakim tadi, itu kami terima masukan yang amat sangat bermanfaat. Tentu kami akan sempurnakan semua hal dalam permohonan ini sebagaimana tadi telah dikemukakan. Memang kami sadari bahwa ada beberapa bagian yang memang agak sulit di dalam perumusan ini kami pisahkan antara kasus yang konkret dengan sesuatu yang seharusnya norma abstrak. Oleh karenanya berkenaan dengan ini seandainya kalau Yang Mulai berkenan untuk dapat kami mohonkan penundaan penyempurnaan kami akan dengan senang hati. Terima kasih. 10. KETUA: ACHMAD SODIKI Baik, Saudara Pemohon di ketentuan peraturan Mahkamah diberi kesempatan 14 hari paling lama bisa memperbaiki ini dan diserahkan pada Panitera. Lalu sidangnya menunggu persidangan yang akan datang 6

10 sesuai dengan apa yang Saudara-Saudara sampaikan pada Mahkamah tersebut. Bisa dipahami ya? Baiklah, dengan demikian maka sidang saya nyatakan cukup dan ditutup. KETUK PALU 3X SIDANG DITUTUP PUKUL WIB Jakarta, 14 Desember 2010 Kepala Biro Administrasi Perkara dan Persidangan, t.t.d. Kasianur Sidauruk NIP Risalah persidangan ini adalah bentuk tertulis dari rekaman suara pada persidangan di Mahkamah Konstitusi, sehingga memungkinkan adanya kesalahan penulisan dari rekaman suara aslinya. 7