MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 96/PUU-XI/2013

Transkripsi

1

2 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 96/PUU-XI/2013 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan [Pasal 59 ayat (7), Pasal 65 ayat (8), dan Pasal 66 ayat (4)] terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 PEMOHON 1. Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) ACARA Mendengarkan Keterangan Ahli/Saksi Pemohon dan Pemerintah (IV) Kamis, 23 Januari 2014, Pukul WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat SUSUNAN PERSIDANGAN 1) Hamdan Zoelva (Ketua) 2) Arief Hidayat (Anggota) 3) Patrialis Akbar (Anggota) 4) Ahmad Fadlil Sumadi (Anggota) 5) Maria Farida Indrati (Anggota) 6) Harjono (Anggota) 7) Muhammad Alim (Anggota) Achmad Edi Subiyanto Panitera Pengganti

3 Pihak yang Hadir: A. Kuasa Hukum Pemohon: 1. Ibrahim Sumantri B. Ahli dari Pemohon: 1. Atje 2. Payaman Simanjuntak C. Pemerintah: 1. Agus Hariadi (Kementerian Hukum dan HAM) 2. Umar Kasim (Kementerian Ketenagakerjaan dan Transmigrasi)

4 SIDANG DIBUKA PUKUL WIB 1. KETUA: HAMDAN ZOELVA Sidang Mahkamah Konstitusi dalam Perkara Nomor 96/PUU- XI/2013, saya buka dan dinyatakan terbuka untuk umum. KETUK PALU 3X Pemohon, hadir? Perkenalkan diri dulu. 2. KUASA HUKUM PEMOHON: IBRAHIM SUMANTRI Hadir. Terima kasih, Yang Mulia. Nama saya Ibrahim Sumantri, selaku Kuasa Hukum dari Asosiasi Pengusaha Indonesia. Terima kasih, Yang Mulia. 3. KETUA: HAMDAN ZOELVA Ya, hari ini Saudara bawa ahli/saksi? 4. KUASA HUKUM PEMOHON: IBRAHIM SUMANTRI Bawa, Yang Mulia. 5. KETUA: HAMDAN ZOELVA Ya, perkenalkan ya. 6. KUASA HUKUM PEMOHON: IBRAHIM SUMANTRI Baik, Yang Mulia. Kami membawa 2 orang saksi ahli. 7. KETUA: HAMDAN ZOELVA He em. 8. KUASA HUKUM PEMOHON: IBRAHIM SUMANTRI Pertama, Prof. Dr. Payaman J. Simanjuntak, A.P.U. Beliau salah satu pengajar dari Universitas Krisnadwipayana. Yang kedua adalah Bapak Atje, S.H., M.H., Beliau adalah Pengajar Hukum Ketenagakerjaan pada Universitas Padjadjaran Bandung.

5 Mengenai pernyataan kesedian sebagai Ahli, CV dari masingmasing para Ahli, maupun KTP-nya sudah kami masukkan melalui Kepaniteraan pada tanggal 17 Januari 2014, Yang Mulia. 9. KETUA: HAMDAN ZOELVA Baik, ya, terima kasih. Dari yang mewakili Presiden? Ya. 10. PEMERINTAH: AGUS HARIADI Terima kasih, Yang Mulia. Assalamualaikum wr. wb., selamat pagi, salam sejahtera untuk kita semua. Hadir, mewakili Presiden dari Pemerintah. Saya sendiri Agus Hariadi dari Kementerian Hukum dan HAM. Di sebelah kiri saya, Bapak Umar Kasim dari Kementerian Ketenagakerjaan dan Transmigrasi. Di belakang juga hadir teman-teman dari Kementerian Hukum dan HAM, dan Kementerian Ketenagakerjaan dan Transmigrasi. Terima kasih, Yang Mulia. 11. KETUA: HAMDAN ZOELVA Baik, terima kasih. Hari ini kita akan melanjutkan sidang, mendengarkan keterangan Ahli dari Pemohon, Pak Atje, S.H., M.H., dan Prof. Payaman Simanjuntak. Silakan, maju ke depan kedua Ahli untuk diambil sumpah dulu. Dua-duanya Ahli ya? Pak Atje, Ahli juga ya? Sebagai Ahli ya? Baik. Ya, baik. 12. HAKIM ANGGOTA: MARIA FARIDA INDRATI Ya, ikuti lafal janji yang saya ucapkan. Saya berjanji sebagai Ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya, sesuai dengan keahlian saya, semoga Tuhan menolong saya. 13. AHLI YANG BERAGAMA KRISTEN BERSUMPAH: Saya berjanji sebagai Ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya, sesuai dengan keahlian saya, semoga Tuhan menolong saya. 14. HAKIM ANGGOTA: MARIA FARIDA INDRATI Terima kasih, Pak.

6 15. HAKIM ANGGOTA: MUHAMMAD ALIM Ikuti lafal sumpah yang akan saya tuntunkan, mulai. Bismillahirrahmaanirrahiim. Demi Allah saya bersumpah sebagai Ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya, sesuai dengan keahlian saya. 16. AHLI YANG BERAGAMA ISLAM BERSUMPAH: Bismillahirrahmaanirrahiim. Demi Allah saya bersumpah sebagai Ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya, sesuai dengan keahlian saya. 17. HAKIM ANGGOTA: MUHAMMAD ALIM Terima kasih. 18. KETUA: HAMDAN ZOELVA Silakan kembali ke tempat. Ya, saya persilakan kepada Ahli, siapa yang lebih dahulu, Pemohon, apa Prof. Payaman atau Pak Atje? 19. KUASA HUKUM PEMOHON: IBRAHIM SUMANTRI Terima kasih, Yang Mulia. Mungkin terlebih dahulu Prof. Payaman Simanjuntak. 20. KETUA: HAMDAN ZOELVA Oh, Pak Payaman dulu. Silakan, Pak, ambil di podium. Bisa mempergunakan podium. Silakan, langsung. 21. KUASA HUKUM PEMOHON: IBRAHIM SUMANTRI Ya. Terima kasih, Yang Mulia. 22. KETUA: HAMDAN ZOELVA Apa ditanya atau langsung? 23. KUASA HUKUM PEMOHON: IBRAHIM SUMANTRI Mungkin kami tanya saja, Yang Mulia.

7 24. KETUA: HAMDAN ZOELVA Dipandu dengan pertanyaan, silakan. 25. KUASA HUKUM PEMOHON: IBRAHIM SUMANTRI Terima kasih kepada Saudara Ahli yang bersedia untuk hadir dalam persidangan perkara ini. Mungkin langsung kepada pertanyaanpertanyaan dari kami selaku Pemohon. Berkenaan dengan uji materi ini, kepada Ahli sebagai berikut. Yang pertama, pada persidangan hari ini kami dari Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) mengajukan permohon an uji materi terhadap frasa demi hukum yang terdapat pada ketentuan Pasal 59 ayat (7), Pasal 65 ayat (8), Pasal 66 ayat (4) Undang -Undang Ketenagakerjaan. Sebagaimana diketahui, Undang-Undang Ketenagakerjaan merupakan sistem hubungan industrial di Indonesia yang berlaku di Indonesia dalam suatu proses produksi, baik barang maupun jasa. Yang ingin kami tanyakan kepada Saudara Ahli, bagaimana sistem hubungan industrial menurut Undang-Undang Ketenagakerjaan? Dan apakah sistem hubungan industrial yang diatur dalam Undang- Undang Ketenagakerjaan sudah dapat menciptakan hubungan yang harmonis di antara para stakeholder di bidang ketenagakerjaan, baik pemerintah, dalam hal ini instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan, pengusaha, maupun pekerja atau buruh? Apabila Undang-Undang Ketenagakerjaan belum dapat menciptakan hubungan yang harmonis, bagaimana idealnya menurut pendapat Ahli berkaitan dengan ketentuan Undang-Undang Ketenagakerjaan guna mewujudkan sistem hubungan industrial yang harmonis? 26. AHLI DARI PEMOHON: PAYAMAN SIMANJUNTAK Mohon izin, Yang Mulia, untuk menjawab pertanyaan. Pertanyaannya tadi menyangkut apakah hubungan industrial di Indonesia ini sudah bagus sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku, khususnya Undang-Undang Nomor 13 Tahun Kalau kita lihat, memang bahwa hingga sekarang ini, masih ada masalah-masalah yang timbul di dalam hubungan industrial di Indonesia ini. Faktornya tentu sangat banyak. Pertama, bisa saja karena kurangnya komitmen dari para pelaku untuk melaksanakan sesuai dengan peraturan perundangan. Para pelaku dalam hal ini, tentu yang pertama adalah pengusaha, yang kedua adalah para pekerja dan serikat pekerja, yang ketiga bisa juga karena kelemahan di bidang di bidang pemerintah dalam hal memberikan pembimbingan, penyuluhan, dan juga di dalam rangka penegakan hukum.

8 Kelompok yang kedua bisa saja memang di dalam peraturan perundangan yang tidak konsisten satu sama lain. Misalnya, di dalam undang-undang kita saja Nomor 13 Tahun 2003 ini, yang walaupun menurut para pembuat undang-undang sudah merupakan hal yang sempurna, ternyata dari pengalaman kita, sudah beberapa kali diuji materi dan sudah diadakan beberapa kali penyempurnaan. Antara lain kita bisa mencatat Putusan MK Nomor 12 Tahun 2003 menyangkut Pasal 158 tentang PHK atas pekerja yang melakukan kesalahan berat, yang semula itu boleh langsung dinyatakan oleh pengusaha, tetapi oleh Putusan Yang Mulia MK di sini, dikatakan bahwa apakah itu suatu perlakukan kesalahan berat atau tidak, harus ditetapkan oleh pengadilan. Juga ada Putusan MK Nomor 115 Tahun 2009 menyangkut Pasal 120 tentang jumlah serikat pekerja yang berhak peserta menjadi tim perunding di suatu perusahaan, yang semula kalau hanya ada kalau sudah ada satu atau dua serikat pekerja yang sudah punya anggota lebih dari 50%, sudah boleh sendiri atau bersama-sama untuk melakukan perundingan dengan pengusaha. Oleh Yang Mulia Mahkamah Konstitusi sudah diamandemen menyatakan bahwa kalau memang ada tiga atau lebih di situ serikat pekerja, mereka harus diikutsertakan sepanjang bahwa anggotanya sudah melebihi 10%. Yang terakhir, juga kita sudah mempunyai Putusan MK Nomor 27 Tahun 2011 menyangkut Pasal 65 dan Pasal 66 tentang penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain atau yang kita biasa kenal dengan outsourcing. Jadi, ini pun sudah diberikan amandemen dalam yang sekaligus menyatakan bahwa peraturan perundangan yang sudah ada, khususnya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 itu masih ada hal-hal yang perlu disempurnakan. Demikian, Yang Mulia. 27. KETUA: HAMDAN ZOELVA Lanjut! 28. KUASA HUKUM PEMOHON: IBRAHIM SUMANTRI Baik, selanjutnya memerhatikan pendapat dari Ahli, dimana antara lain kurangnya komitmen dari pelaku perusahaan para pelaku di hubungan industrial, baik pengusaha, pekerja atau serikat pekerja, maupun pemerintah. Yang ingin kami tanyakan, khusus mengenai peran dari pemerintah, tadi dikatakan bahwa pemerintah kurang komitmen dalam penilaian hukum. Yang kedua, peraturan perundang-undangan tidak konsisten, mungkin lebih spesifik terhadap permohonan a quo adalah mengenai pengawasan norma kerja oleh pemerintah. Kami ingin memperoleh penjelasan dari Saudara Ahli, apakah tujuan dari pengawasan norma kerja tersebut? Bagaimana mekanisme dari

9 pengawasan tersebut? Dan apa produk yang dikeluarkan dari hasil dalam pengawasan terhadap norma kerja? 29. AHLI DARI PEMOHON: PAYAMAN SIMANJUNTAK Mohon izin, Yang Mulia. Jadi, memang tujuan dari pengawasan itu adalah untuk memastikan bahwa peraturan perundangan dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundangan yang dimaksud. Mekanismenya yang pertama bahwa pengawas dapat melakukan analisis berdasarkan pelaporan yang diterima. Di dalam undang-undang disebutkan bahwa setiap perusahaan akan menyampaikan laporan tahunan. Dan berdasarkan pelaporan itu, maka pemerintah dalam hal ini pengawas, dapat melihat kalau ada kekurangan/kelemahan di dalam pelaksanaan sehari-hari dari peraturan perundangan itu. Pemerintah dalam hal ini pengawas, bisa juga memperoleh informasi dari pihak lain, antara lain pekerja. Jadi, kalau ada informasi dari pekerja, maka itu boleh ditindaklanjuti oleh pengawas. Yang ketiga, bisa saja masyarakat menyampaikan persepsi mereka atau dugaan mereka bahwa ada peraturan perundangan yang tidak dilaksanakan oleh satu perusahaan. Maka dengan pelaporanpelaporan seperti ini atau informasi seperti ini, maka pemerintah dalam hal ini pengawas, akan melakukan atau membuat tindak lanjut untuk meneliti apakah betul satu perusahaan itu tidak melakukan sepenuhnya mengenai peraturan perundangan yang dimaksud. Kemudian, nanti hasil dari pemeriksaan itu akan disampaikan atau disusun dalam bentuk nota pengawasan. Dalam hal ini, nota pengawasan ini tentu akan disampaikan sebagai pelaporan. Kemudian, perlu juga diketahui bahwa di lingkungan tenaga kerja ada pegawai penyidik yang melakukan tugas-tugas sebagian dari tugastugas kepolisian secara khusus yang disebutkan PPNS. Jadi, mereka dalam rangka menindaklanjuti hal yang seperti tadi, maka boleh mereka melakukan penyidikan untuk memastikan apakah pertama, di situ apa ada kekeliruan atau pelanggaran atau hal yang tidak dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundangan. Dan kembali seperti tadi saya katakan bahwa itu semuanya disusun dalam bentuk nota pengawasan. 30. KUASA HUKUM PEMOHON: IBRAHIM SUMANTRI Selanjutnya, berkaitan dengan nota pengawasan, tadi disampaikan bahwa hal tersebut merupakan bagian dari penelitianpenelitian dari pengawas untuk suatu kebijakan, ataupun laporan dari pengusaha, ataupun laporan dari pekerja, ataupun laporan dari masyakarat. Nah, selanjutnya dikatakan bahwa hasil ini diperiksa oleh pengawas, lalu keluar nota pengawasan. Hasil pengawasan oleh pengawas di lingkungan instansi yang bertanggung jawab di bidang

10 ketenagakerjaan, apakah disampaikan kepada masyarakat, kepada buruh atau pekerja, kepada pengusaha, atau kepada atasan dari pengawas tersebut? 31. AHLI DARI PEMOHON: PAYAMAN SIMANJUNTAK Ya, sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku, nota pengawasan itu disampaikan kepada atasannya, tidak boleh karena itu bersifat rahasia, tidak boleh disampaikan kepada siapa-siapa, termasuk kepada pekerja, termasuk kepada masyarakat. Nanti nota pengawasan itu tentu untuk dilakukan tindak lanjut. Nota pengawasan itu, mohon maaf sekali lagi, disampaikan kepada perusahaan yang bersangkutan dan disampaikan kepada atasannya. Disampaikan kepada perusahaan yang bersangkutan itu sebagai semacam anjuran. Kalau ada hal yang tidak dilaksanakan untuk mengatakan perusahaan melaksanakan karena sudah ada penyimpangan, maka ini dilaksanakan. Kemudian, untuk atasannya supaya atasannya nanti memikirkan apa tindak lanjut selanjutnya. 32. KUASA HUKUM PEMOHON: IBRAHIM SUMANTRI Dari penjelasan Ahli yang tadi disampaikan, saya ingin menggali lebih dalam berkaitan dengan 2 hal. Pertama, berkaitan dengan sifat rahasia dari nota pengawasan. Yang kedua, berkaitan dengan dari pengawasan nota pengawasan tersebut bersifat seperti anjuran. Nah, berkaitan dengan yang pertama berkaitan dengan sifat rahasia dan nota pengawasan, apabila nota pengawasan ini yang tadi disampaikan bisa diperoleh kepada pengusaha, mungkin dalam (suara tidak terdengar jelas) karena dia sebagai terperiksa dan bisa dilaporkan kepada atasan dalam konteks karena itu adalah peraturan undang-undang, tetapi karena sifatnya rahasia, tetapi seandainya nota pengawasan itu keluar di lingkungan pekerja, atau serikat pekerja, atau pihak lain yang tidak ada kepentingannya dengan pekerja di lingkungan perusahaan yang diperiksa itu, itu bagaimana? 33. AHLI DARI PEMOHON: PAYAMAN SIMANJUNTAK Menyalahi ketentuan. 34. KUASA HUKUM PEMOHON: IBRAHIM SUMANTRI Menyalahi ketentuan. Maksud dari menyalahi ketentuan, artinya apakah bisa digunakan nota pengawasan itu untuk mendesak pengusaha atau pengusaha boleh mengabaikan nota pengawasan tersebut dan selanjutnya menempuh jalur dalam perselisihan di hubungan industrial?

11 35. AHLI DARI PEMOHON: PAYAMAN SIMANJUNTAK Ya, jadi kalau nanti seorang pengawas menyalahi ketentuan dan ada keberatan dari pengusaha, maka tentu pengusaha akan meminta, pertama, kepada atasannya supaya diberikan tindakan disiplin. Atau karena yang kedua, sebagai dia pejabat negara, maka boleh di-ptunkan. 36. KUASA HUKUM PEMOHON: IBRAHIM SUMANTRI Boleh di-ptun-kan nota pengawas. Pertanyaan saya, apakah nota pengawasan tersebut bersifat final? 37. AHLI DARI PEMOHON: PAYAMAN SIMANJUNTAK Nota pengawas bukan bersifat final. Jadi, nota pengawasan adalah seperti tadi saya kemukakan, itu merupakan satu petunjuk kepada perusahaan, Perusahaan, kamu tidak melakukan beberapa ketentuan peraturan perundangan, laksanakan! Dan tindak lanjutnya, nanti atasannya akan mengatakan, kalau ternyata perusahaan ini tidak melakukan ketentuan-ketentuan peraturan perundangan, maka terserah nanti kepada atasannya untuk tindakan selanjutnya. Tindakan selanjutnya adalah sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan, bisa diadukan ke pengadilan. 38. KUASA HUKUM PEMOHON: IBRAHIM SUMANTRI Bisa diajukan ( ) 39. KETUA: HAMDAN ZOELVA Saudara Pemohon, ini kan fokus, ini kenapa ke mana ini? Jadi, fokusnya ini kan Saudara Pemohon mengenai batal demi hukum itu? 40. KUASA HUKUM PEMOHON: IBRAHIM SUMANTRI Ya, lalu ( ) 41. KETUA: HAMDAN ZOELVA Batal demi hukum mengenai kontrak, kontrak jangka waktu tertentu yang tidak memenuhi syarat, batal demi hukum ya? Kemudian alih daya yang tidak memenuhi syarat, batal demi hukum?

12 42. KUASA HUKUM PEMOHON: IBRAHIM SUMANTRI Ya. 43. KETUA: HAMDAN ZOELVA Kan itu yang Saudara persoalkan, kenapa ke mana-mana? 44. KUASA HUKUM PEMOHON: IBRAHIM SUMANTRI Terima kasih, Yang Mulia. Sebelumnya, mungkin ini suatu pengantar. Yang kedua, kami akan masuk ke dalam materinya. 45. KETUA: HAMDAN ZOELVA Langsung masuk materinya saja! 46. KUASA HUKUM PEMOHON: IBRAHIM SUMANTRI Ya, baik. Tadi dikatakan bahwa ( ) 47. KETUA: HAMDAN ZOELVA Terlalu panjang pengantarnya. 48. KUASA HUKUM PEMOHON: IBRAHIM SUMANTRI Baik, Yang Mulia. Mohon maaf, Yang Mulia. Tadi disampaikan nota pengawasan tidak bersifat final. Nota pengawasan tidak merupakan karena tidak bersifat final, itu sifatnya hanya arahan. Di dalam permohonan uji materi ini, Pemohon menilai frasa demi hukum dalam Pasal 59 ayat (7), Pasal 65 ayat (8), Pasal 66 ayat (4), itu berpotensi untuk melanggar hak konstitusional Pemohon, khususnya para pengusaha anggota Pemohon, umumnya dalam rangka membela diri bilamana pengawas menyatakan, Anda bersalah! Anda harus melaksanakan undang-undang! Tetapi Pemohon atau anggota Pemohon menyampaikan, Kami tidak bersalah. Ketika bicara satu contoh katakan, terhadap Pasal 59 ayat (2) mengenai PKWT untuk jenis pekerjaan tetap. Jenis pekerjaan tetap dalam penjelasannya menguraikan mengenai pekerjaan yang terusmenerus, tidak terputus berkaitan dengan proses produksi. Apabila di nah, berkaitan dengan proses produksi, alur proses produksi ditetapkan oleh asos asosiasi sektor usaha notabene adalah pengusaha. Nah, kami menilai, kami telah melakukan sesuai dengan alur proses produksi. Kami menilai bahwa misalkan, pengusaha berpendapat

13 mengenai berpendapat bahwa kami tidak menyalahi ketentuan yang dilaporkan atau yang yang dilakukan pemeriksaan oleh pengawas. Apakah pengusaha dapat melakukan upaya hukum keperdataan, dalam arti apa yang disampaikan oleh pengawas tersebut tidak otomatis, gitu lho? Pengawas menilai, Anda melanggar ketentuan pasal, katakanlah Pasal 59 ayat (1), ayat (2). Ternyata kami menilai, berpendapat, tidak terpenuhi. Apakah itu menjadi apa namanya putusan hukum atau kami boleh melakukan upaya hukum? Karena frasanya begitu bicara demi hukum, yang kami pahami demi hukum itu otorisasi para pihak hilang untuk membela diri, sementara ini ada mekanisme pembuktian terhadap pasal-pasal terkait dengan pasal yang diajukan. Bagaimana menurut pendapat Ahli? 49. AHLI DARI PEMOHON: PAYAMAN SIMANJUNTAK Mohon izin, Yang Mulia. Jadi, dalam hal seperti ini, dimana diperlukan pembuktian. Kalau ada dua pihak yang menganggap benar atau berbeda pendapat mengenai sesuatu hal, maka dan yang terpaksa harus dibuktikan, maka tentu yang dapat membuktikan dan mengambil keputusan atas bukti-bukti itu adalah pengadilan. Jadi, artinya kalau terjadi perbedaan pendapat antara pengusaha dan pengawas mengenai apa yang disebutkan oleh pengawas dan harus dibuktikan, maka hal-hal yang perlu dibuktikan seperti hal itu, maka adalah pengadilan. 50. KETUA: HAMDAN ZOELVA Ha, cukup! 51. KUASA HUKUM PEMOHON: IBRAHIM SUMANTRI Satu lagi, Yang Mulia, untuk konfirmasi saja. Dalam persidangan yang lalu, hari Rabu, tanggal 8 Januari 2014, pihak Pemerintah mohon pendapat Ahli, pihak Pemerintah berpendapat mengenai terpenuhinya atau tidak satu norma, tidak perlu pembuktian melalui pengadilan. Bagaimana pendapat Ahli? Mohon dipertegas saja. 52. AHLI DARI PEMOHON: PAYAMAN SIMANJUNTAK Setiap terdapat perbedaan pendapat dan memerlukan pembuktian, yang satu harus membuktikan kepada yang lain, maka hal seperti itu adalah yang berwenang pengadilan.

14 53. KUASA HUKUM PEMOHON: IBRAHIM SUMANTRI Khusus frasa demi hukum, demi hukum di sini apakah dimaknai setelah adanya putusan pengadilan tersebut? 54. AHLI DARI PEMOHON: PAYAMAN SIMANJUNTAK Termasuk dengan istilah demi hukum. Jadi, yang membuktikan apakah demi hukum dalam hal ini masih terdapat perbedaan pendapat, maka yang menentukan siapa yang benar dan tidak adalah pengadilan. 55. KUASA HUKUM PEMOHON: IBRAHIM SUMANTRI Terima kasih. Cukup, Yang Mulia. 56. KETUA: HAMDAN ZOELVA Oke, baik. Cukup, ya? Baik, terima kasih, Prof. Payaman. Cukup, ya? Ya, terima kasih. Selanjutnya silakan, Pak Atje. 57. AHLI DARI PEMOHON: ATJE Bismillahirrahmaanirrahiim. Assalamualaikum wr. wb. Kepada Yang Mulia Ketua Mahkamah Agung Konstitusi beserta... mohon maaf. Kepada Yang Mulia Ketua Mahkamah Konstitusi beserta seluruh Hakim Konstitusi Republik Indonesia. Pada kesempatan ini perkenankanlah saya Atje dari Universitas Padjadjaran, berdasarkan surat tugas dari Dekan Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Nomor 0203/UN6.A2/KP/2013, tertanggal 7 Januari 2014 untuk memberikan keterangan sebagai Saksi Ahli dalam Uji Materiil Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pada Sidang Mahkamah Konstitusi Nomor Perkara 96/PUU-XI/2013 sebagai berikut. 1. Bahwa yang dimohonkan oleh Pemohon kepada Mahkamah Konstitusi adalah mengenai Uji Materiil Pasal 59 ayat (7), Pasal 65 ayat (8), dan Pasal 66 ayat (4) Undang -Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan mengenai frasa demi hukum terhadap Undang- Undang Dasar Pasal 59 ayat (7) Undang -Undang Nomor 13 Tahun 2003 yang berbunyi, Perjanjian kerja waktu tertentu yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), (2), (4), (5), dan (6), maka demi hukum menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu. 3. Pasal 65 ayat (8) Undang -Undang Nomor 13 Tahun 2003 yang berbunyi, Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan (3) tidak terpenuhi, maka demi hukum status hubungan kerja

15 pekerja/buruh dengan perusahaan penerima pemborongan beralih menjadi hubungan pekerja/buruh dengan perusahaann pemberi pekerjaan. 4. Pasal 66 ayat (4) Undang -Undang Nomor 13 Tahun 2003 yang berbunyi, Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2) huruf a, huruf b, dan huruf d, serta ayat (3) tidak terpenuhi, maka demi hukum status hubungan kerja antara pekerja/buruh dan perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh beralih menjadi hubungan kerja antara pekerja/buruh dan perusahaan pemberi pekerjaan. 5. Mengingat bahwa: a. Pasal 1 ayat (3) Undang -Undang Dasar 1945 Amandemen ke-4 yang menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum. b. Pasal 28D ayat (1) Undang -Undang Dasar 1945 Amandemen ke-4 menyatakan bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil, serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. c. Pasal 2 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 yang menyatakan bahwa pembangunan ketenagakerjaan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar d. Pedoman pelaksanaan hubungan industrial Pancasila yang diterbitkan oleh kementerian... dulu istilahnya Departemen Tenaga Kerja, menetapkan ciri-ciri khusus hubungan industrial yang berdasarkan Pancasila, antara lain: 1) Adanya tujuan yang sama antara pekerja dan pengusaha untuk memajukan kesejahteraan... maaf, maksud saya untuk memajukan perusahaan. 2) Adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban pekerja dengan hak dan kewajiban pengusaha. e. Keseimbangan tersebut dicapai atas dasar keadilan, pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil, serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. Berdasarkan landasan pemikiran tersebut di atas, adanya frasa demi hukum dalam Pasal 59 ayat (7), Pasal 65 ayat (8), dan Pasal 66 ayat (4) Undang -Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan tidak mencerminkan adanya keseimbangan karena tidak ada pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil, serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. Pengusaha tidak diberi kesempatan untuk membela diri. Oleh karena itu, dengan menyitir pendapat Mahkamah Konstitusi Nomor 27/PUU-IX/2011 dan tersurat pada halaman 38 yang menyatakan bahwa jika terjadi pelanggaran terhadap Pasal 59 undang-undang a quo, hal itu merupakan persoalan implementasi dan bukan merupakan persoalan konstitusionalitas norma yang dapat diajukan gugatan secara perdata ke peradilan lain.

16 Namun, Saksi berpendapat bahwa terhadap norma tersebut, tidak hanya berkaitan dengan implementasi, tetapi masalah konstitusional norma karena norma tersebut tidak memberi jaminan kepastian hukum dan keadilan. Khususnya berkaitan dengan otoritas para pihak dalam membuktikan terpenuhi atau tidaknya suatu norma dalam Pasal 59, maka Saksi berpendapat bahwa demi keseimbangan untuk penegakan ketertiban guna mencapai keadilan, frasa demi hukum yang tersurat dalam Pasal 59 ayat (7), Pasal 65 ayat (8), Pasal 66 ayat (4) Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2003 tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sebelum ada putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Putusan pengadilan merupakan bagian dari pranata kekuasaan kehakiman guna penegakan hukum dan keadilan sebagai amanat konstitusi, sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang berbunyi, Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 sebagai berikut. Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Demikian keterangan yang dapat Saksi sampaikan sebagai Saksi Ahli. Untuk menjadi bahan pertimbangan bagi Yang Mulia Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi. Terima kasih, wassalamualaikum wr. wb. 58. KETUA: HAMDAN ZOELVA Ya, terima kasih, Pak Atje. Nanti yang tertulisnya diserahkan kepada Kepaniteraan. Petugas ada? Sudah ada? Ya, tidak apa-apa. Ya, tanda tangan, sudah ditanda tangan? Ya, terima kasih kepada Ahli. Tadi Pemerintah ada pertanyaan untuk Ahli? 59. PEMERINTAH: AGUS HARIADI Cukup, Yang Mulia. 60. KETUA: HAMDAN ZOELVA ini? Cukup, Pemohon masih ada pertanyaan untuk Ahli yang kedua 61. KUASA HUKUM PEMOHON: IBRAHIM SUMANTRI Cukup, Yang Mulia. 62. KETUA: HAMDAN ZOELVA Cukup ya. Apakah masih ada saksi atau ahli yang mau diajukan?

17 63. KUASA HUKUM PEMOHON: IBRAHIM SUMANTRI Cukup, Yang Mulia. 64. KETUA: HAMDAN ZOELVA Cukup. Dari Pemerintah? 65. PEMERINTAH: AGUS HARIADI Mohon maaf, Yang Mulia. Ini ada pertanyaan. 66. KETUA: HAMDAN ZOELVA Ada pertanyaan? 67. PEMERINTAH: AGUS HARIADI Ya. 68. KETUA: HAMDAN ZOELVA Ya, silakan. Ini tadi saya tanya kok enggak ada? 69. PEMERINTAH: UMAR KASIM Terima kasih, Yang Mulia Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi. 70. KETUA: HAMDAN ZOELVA Ya. 71. PEMERINTAH: UMAR KASIM Kami akan menanyakan ke Ahli Bapak Atje dari (...) 72. KETUA: HAMDAN ZOELVA Pak Atje ya. 73. PEMERINTAH: UMAR KASIM Ya, Saudara Ahli Pak Atje. Kami ingin mengklarifikasi statement Bapak yang tadi disampaikan. Bahwa ada ketidakseimbangan di dalam peraturan perundang-undangan. Pasal 59 ayat (7), 65 ayat (8), dan 66

18 ayat (4) itu adalah syarat -syarat yang oleh undang-undang berikan kepada para pihak untuk membuat suatu perjanjian. Jadi apabila syarat itu dilanggar, maka menurut Pasal 1320 KUH Perdata dan juncto Pasal Pasal 1320, dan Pasal 1337 KUH Perdata, dan Pasal 1338 ayat (1). Bahwa apabila suatu syarat-syarat sahnya perjanjian dilanggar, baik syarat subjektif atau syarat objektif, maka perjanjian itu dinyatakan tidak sah. Artinya, perjanjian antara pengusaha dengan pekerja yang memperjanjikan perjanjian kerja waktu tertentu, tidak sah. Kemudian, dipertegas oleh Prof. Subekti dalam bukunya Hukum Perjanjian. Bahwa kalau syarat-syarat yang dilanggar itu adalah syarat subjektif, maka kata Prof. Subekti voidable (dapat dibatalkan). Bapak tadi mengatakan harus ke pengadilan, ya. Silakan ke pengadilan, kata Prof. Subekti, Tetapi kalau yang dilanggar itu adalah syarat objektif, yaitu syarat objek dan syarat kausanya yang halal, maka demi hukum batal, kata Prof. Subekti. Nah, pertanyaan saya kepada Bapak Saudara Ahli, bagaimana pendapat Prof. Subekti ini yang berkaitan dengan Pasal 1320 KUH Perdata dan Pasal 1337 KUH Perdata tersebut? Silakan. Terima kasih. 74. AHLI DARI PEMOHON: ATJE Perkenankanlah, Yang Mulia, saya untuk menjawab pertanyaan dari Pemerintah. Memang menurut Prof. Subekti itu, apabila syarat subjektif tidak dipenuhi, maka perjanjian kerja itu sah, tapi dapat dibatalkan. Tetapi apabila syarat objektif itu tidak dipenuhi, maka perjanjian kerja batal demi hukum. Sebagaimana saya katakan tadi bahwa yang dapat menentukan sesuatu peristiwa itu batal demi hukum adalah harus oleh hakim. Nah, karena di sini apabila undang-undang menentukan demikian, tetapi tanpa melalui prosedur pengadilan, berarti ada hak otonomi salah satu pihak yang dilanggar. Mungkin saja di sini adanya suatu peristiwa, misalnya, tadi apabila dikata tadi apabila syarat objektif tidak dipenuhi nah, yang termasuk syarat objektif itu misalnya kalau dalam Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2003, Tidak ada hal tertentu, yaitu pekerjaan yang ditentukan dan pekerjaan atau pekerjaan yang ditentukan itu tidak mengandung kausa yang halal, yaitu bertentangan dengan undangundang, ketertiban umum, atau kesusilaan, maka batal demi hukum. Nah, untuk membuktikan apakah suatu peristiwa itu melanggar undang-undang, ataukah melanggar ketertiban umum, atau melanggar kesusilaan. Jadi, tidak bisa begitu saja dinyatakan suatu perjanjian itu batal demi hukum. Tetapi harus dibuktikan dulu, apakah benar bahwa syarat subjek syarat objek itu objektif itu tidak dipenuhi oleh salah satu pihak?

19 Nah, yang lain, tidak adanya pekerjaan yang ditentukan, nah itu merupakan syarat objektif. Nah, di sini, apakah betul pengusaha dalam membuat perjanjian kerja itu tidak mencantumkan suatu pekerjaan yang ditentukan? Karena apa? Karena dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan bahwa suatu perjanjian kerja itu dapat dibuat tertulis dan dapat pula dibuat secara lisan. Nah, kecuali di perusahaan perkebunan dan di dan dalam perjanjian kerja laut. Nah, jadi, di sini untuk perjanjian kerja waktu tidak tertentu, dapat dibuat secara lisan. Nah, jadi, di sini kalau suatu perjanjian kerja itu dibuat secara lisan, maka bagaimana bisa menentukan bahwa suatu peristiwa tersebut tidak memenuhi unsur objektif, sehingga batal demi hukum. Nah, oleh karena itu, maka di sini bukti-bukti yang benar-benar menunjukkan adanya syarat objektif yang tidak diter yang tidak dipenuhi, maka di sini adalah kewenangan pengadilan. Begitulah. 75. KETUA: HAMDAN ZOELVA Ya. Cukuplah, saya kira jelas. Masih ada? Ya, satu kali terakhir. 76. PEMERINTAH: UMAR KASIM Saudara Ahli, bukankah kedua hal itu adalah konteks yang berbeda? Demikian. Beda konteks maksud saya, Pak... Saudara. 77. AHLI DARI PEMOHON: ATJE Yang kedua, yang beda konteks itu yang mana? Maaf. 78. PEMERINTAH: UMAR KASIM Yang syarat-syarat tadi dilanggar, kemudian untuk membuktikan bahwa terjadi pelanggaran syarat-syarat itu, itulah boleh silakan dibuktikan. Tetapi konteksnya yang batal demi hukum itu sepanjang syarat yang ditentukan undang-undang sudah tidak dipenuhi, itu sudah demi hukum batal (null and void), kata Prof. Subekti. Jadi konteksnya berbeda. Kira-kira bagaimana pendapat Ahli? 79. AHLI DARI PEMOHON: ATJE Baik, terima kasih. Jadi di sini, memang meskipun konteksnya berbeda, tetapi untuk menentukan bahwa suatu peristiwa itu tidak memenuhi syarat objektif, yaitu tidak mengandung hal tertentu, bertentangan dengan undang-undang, bertentangan ketertiban umum

20 atau kesusilaan, maka tidak begitu saja bisa ditentukan secara sepihak, tetapi tetap saja memerlukan suatu pembuktian. Dan sebagaimana tadi dikatakan di sini bahwa mengenai penegakan keadilan tersebut, harus tetap berdasarkan pada undang-undang kekuasaan kehakiman, yaitu harus melalui pengadilan. Terima kasih. 80. KETUA: HAMDAN ZOELVA Ya, cukuplah ya. Baik, terima kasih kepada Pak Payaman dan Pak Atje telah memberikan keterangan sebagai Ahli di Mahkamah. Selanjutnya kepada Pemohon dan Pemerintah ini, Mahkamah menerima permohonan untuk menjadi Pihak Terkait dari APINDO dan Mahkamah memutuskan menerima Pihak Terkait ini untuk didengar keterangannya di sidang Mahkamah. Oleh karena itu, sidang ini akan ditunda dan dilanjutkan untuk mendengarkan keterangan dari Pihak Terkait, yaitu dari APINDO. Karena itu, sidang selanjutnya akan dilaksanakan pada hari Kamis, tanggal 6 Februari 2014 pukul untuk mendengarkan keterangan dari Pihak Terkait. Dengan demikian, sidang hari ini selesai dan sidang saya nyatakan ditutup. KETUK PALU 3X SIDANG DITUTUP PUKUL WIB Jakarta, 23 Januari 2014 Kepala Sub Bagian Risalah, t.t.d Rudy Heryanto NIP Risalah persidangan ini adalah bentuk tertulis dari rekaman suara pada persidangan di Mahkamah Konstitusi, sehingga memungkinkan adanya kesalahan penulisan dari rekaman suara aslinya.