BAB V STRUKTUR NAFKAH RUMAH TANGGA PEDAGANG MAKANAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB V STRUKTUR NAFKAH RUMAH TANGGA PEDAGANG MAKANAN"

Transkripsi

1 33 BAB V STRUKTUR NAFKAH RUMAH TANGGA PEDAGANG MAKANAN Struktur pendapatan adalah komposisi pendapatan rumah tangga dari berbagai aktifitas nafkah yang dilakukan oleh seluruh anggota rumah tangga. Struktur nafkah ini, dibangun oleh lima sumber nafkah yaitu modal alam, fisik, sumber daya manusia, finansial dan sosial. Sumber nafkah yang dimanfaatkan oleh pedagang makanan terdiri atas: (1) modal alam berupa pemanfaatan lahan yang digunakan dalam menjalankan usaha berdagang makanan seperti public area, lahan sewa atau lahan miliki sendiri; (2) modal fisik berupa wujud fisik bangunan yang digunakan dalam berdagang seperti mendirikan tenda atau bangunan tembok permanen; (3) modal sumber daya manusia berupa pendidikan terakhir yang ditempuh pedagang makanan dan jumlah pegawai yang dipekerjakan dalam menjalankan usaha berdagang; (4) modal finansial berupa uang yang digunakan dalam menjalankan usaha berdagang dalam kurun waktu satu hari; dan (5) modal sosial berupa jumlah mitra kerja yang membantu mengeksistensikan usaha berdagang seperti pemasok bahan, pemodal usaha berdagang dan mitra usaha. Pemanfaatan lima sumber nafkah ini, kemudian mempengaruhi struktur nafkah pedagang makanan di Jalan Babakan. Berikut ini, penjelasan rinci tentang struktur nafkah rumah tangga makanan. Struktur Pendapatan Berdasarkan Tenaga Kerja yang Dipekerjakan oleh Pedagang Makanan di Jalan Babakan Jenis usaha berdagang di Jalan Babakan dapat dibedakan menjadi dua yaitu jenis usaha berdagang yang diusahakan sendiri dan jenis usaha berdagang yang memiliki pegawai. Berdasarkan data primer di lapang menunjukkan bahwa dari 35 responden terdapat 17,1% jenis usaha berdagang yang mempekerjakan dirinya sendiri dan 82,9% jenis usaha berdagang yang memiliki pegawai. Perincian data tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 6. Frekuensi dan persentase jumlah usaha berdasarkan tenaga kerja yang dipekerjakan oleh pedagang makanan di Jalan Babakan, tahun 2012 Tenaga Kerja Frekuensi Persentase Sendiri 6 17,1 memiliki pegawai 29 82,9 Total ,0 Sumber: data primer Berdasarkan tabel 6, dapat diartikan bahwa jenis usaha yang banyak ditemukan di Jalan Babakan adalah jenis usaha memiliki pegawai. Jenis usaha yang memiliki pegawai mempengaruhi pendapatan per tahun yang diperoleh pedagang makanan, hal ini terbukti pada data primer yang sudah diolah melalui microsoft office excel 2007 menjadi bentuk grafik 6 berikut ini.

2 34 Berdasarkan grafik 6, dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan rata-rata pendapatan rumah tangga pedagang makanan per tahun berdasarkan jenis usaha berdagang yang diusahakan. Rata-rataa pendapatan rumah tangga per tahun yang diperoleh dari usaha berdagang jenis usaha sendiri sebesar Rp /tahun, sedangkan rata-ratusaha yang memiliki pegawai sebesar Rp /tahun. Hal ini pendapatan per tahun yang diperoleh dari usaha berdagang jenis menunjukkan bahwa pedagang makanan yang jenis usaha berdagangnya memiliki pegawai mempunyai pendapatan berdagang lebih banyak dari pada pendapatan yang diperoleh pedagang makanan yang jenis usaha berdagang mempekerjakan dirinya sendiri. juta rupiah Rp100 Rp90 Rp80 Rp36 Rp70 Rp60 Rp50 Rp40 Rp30 Rp20 Rp10 Rp8 Rp29 Rp63 Rp0 sendiri (n=6) memiliki pegawai (n=29) Pendap penda apatan samping berdagang (seperti buruh cuci, tukang pijit, jasa tenaga rumah tangga, penyewaan kamar kos, distributor ayam potong, dan salon) Pendapatan sampingan (buruh cuci, tukang pijit, jasa tenagaa rumah tangga) Pendapatan berdagang Sumber: data primer Gambar 6. Grafik jumlah komposisi pendapatan rata-rata per tahun rumah tangga responden pedagang makanan di Jalan Babakan berdasarkan tenaga kerja yang dipekerjakan oleh pedagang makanan di Jalan Babakan, tahun 2012 Pendapatan dari hasil berdagang kemudian dikelola dalam rumah tangga. Pendapatan yang dikelola dalam rumah tangga ini tidak hanya berasal dari usaha berdagang, tetapi juga berasal dari pendapatann sampingan seperti pendapatan menjadi seperti buruh cuci, tukang pijit, jasa tenaga rumah tangga, penyewaan kamar kos, distributor ayam potong, dan salon. Proporsi persentase pendapatan dari usaha berdagang dan pendapatann sampingan dapat dilihat pada grafik 7 di berikut ini.

3 Grafik 7 di bawah ini, merupakan data primer yang sudah diolah microsoft office excel 2007, dari data tersebut menunjukkan bahwa pada rumah tangga yang jenis usaha berdagang yang mempekerjakan diri sendiri mempunyai proporsi persentase pendapatan yang dikelola oleh rumah tangga berasal dari berdagang adalah 78,51% dan dari pendapatan sampingan adalah 21,49%, sedangkan pada rumah tangga yang jenis usaha berdagang yang mempekerjakan pegawai mempunyai proporsi persentase pendapatan yang dikelola oleh rumah tangga berasal dari berdagang adalah 63,50% dan dari pendapatan sampingan adalah 36,50% % 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% sendiri (n=6) memiliki pegawai (n=29) Pendapatan sampingan (seperti buruh cuci, tukang pijit, jasa tenaga rumah pendapatan berdagang tangga, penyewaan kamar kos, distributor ayam potong, dan salon) pendapatan Pendapatan berdagang sampingan (buruh cuci, tukang pijit, jasa tenaga rumah tangga) Sumber: data primer Gambar 7. Grafik persentase komposisi pendapatan rata-rata per tahun rumah tangga responden pedagang makanan di Jalan Babakan berdasarkan tenaga kerja yang dipekerjakan oleh pedagang makanan di Jalan Babakan, tahun 2012 Dari data grafik 7 tersebut menunjukkan bahwa pendapatan total rumah tangga yang diperoleh masing-masing rumah tangga yang memiliki jenis usaha berdagang makanan mempekerjakan diri sendiri atau memiliki pegawai, menunjukkan proporsi persentase pendapatan dari berdagang lebih besar dari pada pendapatan sampingan. Hal itu, dapat diartikan bahwa rumah tangga dengan jenis usaha berdagang makanan yang mempekerjakan diri sendiri dan jenis usaha berdagang makanan yang mempekerjakan pegawai sama-sama menggantungkan pendapatan rumah tangga dari sektor berdagang. Hal ini karena responden mempunyai pekerjaan utama sebagai pedagang makanan.

4 36 Struktur Pendapatan Berdasarkan Tingkat Pendapatan Rumah Tangga Pendapatan yang diperoleh rumah tanggaa pedagangg makanan per tahun dapat digolongkan menjadi tiga tingkatan yaitu pendapatan rendah ( Rp ,53), sedang (antara Rp ,53 sampai Rp ,30) dan tinggi ( Rp ,30). Sementara itu, pendapatan rumah tangga ini diperoleh dari pendapatan usaha berdagang makanan dan pendapatan sampingan seperti buruh cuci, tukang pijit, jasa tenaga rumah tangga, penyewaan kamar kos, distributor ayam potong, dan salon. Berikut ini gambar yang menunjukkan kategori struktur pendapatan berdasarkan tingkat pendapatan rumah tangga per tahun. Berdasarkan gambar 8 di bawah ini, menunjukkan bahwa semakin tinggi golongan tingkat pendapatan rumah tangga makaa semakin tinggi pula pendapatan yang berasal dari pendapatan berdagang dan pendapatan sampingan. Data tersebut juga menunjukkan bahwa pada setiap golongan tingkat pendapatan rumah tangga per tahun, ternyata pendapatan berdagang menyumbang lebih besar pada total pendapatan yang diperoleh selama satu tahun. juta rupiah Rp250 Rp200 Rp1211 Rp150 Rp100 Rp50 Rp17.09 Rp127 Rp5.16 Rp54.24 Rp0 Rp22.45 Rendah (n=11) Sedang (n=18) Tinggi (n=6) Pendapatan sampingann (seperti buruh cuci, tukang pijit, jasa tenaga rumah tangga, Pendapa penyewaan atan berdagan ka ng amar kos, distributor ayam potong, dan salon) Pendapat atan berdagang sampinga gan (buruh cuci, tukang pijit, jasa tenaga rumah tangga) Sumber: data primer Gambar 8. Jumlah komposisi pendapatan rata-rata per tahun rumah tangga responden pedagang makanan di Jalan Babakan berdasarkan kategori tingkat pendapatan dalam per juta rupiah, tahun 2012

5 Gambar 8 menunjukkan bahwa, terdapat perbedaan pendapatan sampingan dan pendapatan berdagang makanan pada setiap golongan tingkat pendapatan rumah tangga. Hal ini diakibatkan perbedaan akses pedagang makanan dan anggota rumah tangganya untuk memanfaatkan sumber nafkah yang ada. Tabel 7. Matriks perbandingan pekerjaan sampingan pada golongan tingkat pendapatan rumah tangga responden pedagang makanan di Jalan Babakan, tahun Contoh kasus ALK (49 tahun) IBR (72 tahun) UDN (54 tahun) ASH (53 tahun) NA (38 tahun) Tingkat pendapatan Rendah Sedang Tinggi Pekerjaan sampingan 1. Istri bekerja sebagai penjual jamu gendong keliling 2. Dua anak bekerja di pabrik garmen 1. Istri bekerja sebagai buruh cuci baju. 2. Menantu sebagai tukang ojeg 3. Pak IBR sebagai tukang pijit panggilan 4. Pak IBR menjadi penjual es ketika bulan puasa 1. Anak pertama bekerja di usaha sablon 2. Anak kedua bekerja di usaha pengkreditan 3. Anak ketiga membantu Pak UDN berdagang makanan 1. Suami sopir carteran. 2. Anak pertama bekerja di perusahaan 3. Anak kedua bekerja sebagai staf IPB 4. Ibu ASH menjual buah 5. Ibu ASH menjual pulsa 1. Suami bekerja di perusahaan 2. Ibu NA mempunyai usaha salon 3. Ibu NA mempunyai usaha penyewaan kamar kos Keterangan 1. Satu unit usaha dagang makanan 2. Mempekerjakan diri sendiri 3. Bertempat di pinggir jalan (mengelilingkan dagangannya) 1. Satu unit usaha dagang makanan 2. Mempekerjakan diri sendiri 3. Bertempat di pinggir jalan (menetap di pinggir jalan tanpa mendirikan tenda) 1. Satu unit usaha dagang makanan 2. Mempekerjakan satu pegawai 3. Di pinggir jalan (mendirikan tenda) 1. Satu unit usaha dagang makanan 2. Mempekerjakan pegawai 3. Menggunakan lahan sendiri 1. Tiga unit usaha dagang makanan 2. Mempekerjakan pegawai 3. Menggunakan lahan sendiri dan lahan sewa AHS (37 tahun) Sumber: data primer 1. Istri bekerja di usaha makanan 2. Menyewakan sawah di kampung halaman 3. Pak AHS bekerja sebagai distributor ayam potong 1. Tiga unit usaha dagang makanan 2. Mempekerjakan pegawai 3. Menggunakan lahan sewa

6 38 Berdasarkan gambar 8 di atas menunjukkan bahwa struktur pendapatan pada setiap golongan tingkat pendapatan rumah tangga berbeda, karena sumber nafkah yang diakses oleh anggota rumah tangga berbeda pula, sedangkan tabel matriks 7 menunjukkan bahwa pada rumah tangga yang tergolong dalam tingkat pendapatan tinggi membangun struktur nafkahnya berasal dari sumber nafkah yang secure (seperti bekerja di sektor formal dan mendirikan usaha di lahan sewa atau milik sendiri) dan sumber nafkah yang bisa mendatangkan pendapatan yang besar (seperti penyewaan kamar kos, dan memperbanyak jumlah unit usaha makanan). Oleh karena itu, wajar jika pada rumah tangga yang tergolong pada tingkat pendapatan tinggi memperoleh pendapatan rata-rata sebesar Rp per tahun. Sementara itu, pada rumah tangga yang tergolong dalam tingkat pendapatan rendah membangun struktur nafkahnya berasal dari sumber nafkah yang serba terbatas seperti memanfaatkan area publik untuk berdagang makanan dan tidak mempunyai bangunan permanen untuk berdagang makanan. Oleh karena itu, wajar jika pada rumah tangga yang tergolong pada tingkat pendapatan rendah memperoleh pendapatan rata-rata sebesar Rp per tahun. Berdasarkan data primer di lapangan menunjukkan bahwa dari 35 responden, terdapat 51,43% rumah tangga pedagang makanan yang tergolong pendapatan sedang, 31,43% rumah tangga pedagang makanan yang tergolong pendapatan rendah dan 17,14% rumah tangga pedagang makanan yang tergolong pendapatan tinggi. Untuk mempermudah memahami data primer tersebut maka dibuatlah tabel 8 sebagai berikut. Tabel 8. Frekuensi dan persentase kategori pendapatan rumah tangga responden pedagang makanan di Jalan Babakan, tahun 2012 Kategori Pendapatan Rumah tangga Frekuensi Persentase Rendah 11 31,43 Sedang 18 51,43 Tinggi 6 17,14 Total Sumber: data primer Berdasarkan data tabel 8 di atas menunjukkan bahwa sebagian besar rumah tangga pedagang makanan di Jalan Babakan tergolong dalam pendapatan sedang. Dari penggolongan pendapatan rumah tangga pedagang makanan di Jalan Babakan tersebut, dapat dilihat juga komposisi pendapatan yang berasal dari pendapatan berdagang dan pendapatan pekerjaan sampingan. Masing-masing kategori tingkat pendapatan rumah tangga mempunyai pekerjaan sampingan yang berbeda-beda. Pada kategori tingkat pendapatan rumah tangga yang rendah melakukan pekerjaan sampingan sebagai buruh cuci, tukang pijit, penjual jamu gendong, atau penjual es; pada kategori tingkat pendapatan rumah tangga yang sedang melakukan pekerjaan sampingan sebagai sopir, penjual buah potong, penjual pulsa, atau pegawai IPB; dan pada kategori tingkat pendapatan rumah tangga yang tinggi melakukan pekerjaan sampingan sebagai pegawai perusahaan, penyewaan kamar kos, usaha salon, atau distributor ayam potong.

7 39 39 Berikut ini grafik yang menunjukkan persentase komposisi pendapatan ratarata per tahun yang diperoleh rumah tangga responden pedagang makanan di Jalan Babakan berdasarkan kategori tingkat pendapatan. Berdasarkan gambar 9 di bawah ini menunjukkan bahwa persentase komposisi total pendapatan per tahun pada rumah tangga pedagang makanan yang tergolong dalam tingkat pendapatan rendah adalah 81,30% berasal dari pendapatan berdagang dan 18,70% berasal dari pendapatan sampingan; persentase komposisi total pendapatan pertahun pada rumah tangga pedagang makanan yang tergolong dalam tingkat pendapatan sedang adalah 76,04% berasal dari pendapatan berdagang dan 23,96% berasal dari pendapatan sampingan; sedangkan persentase komposisi total pendapatan per tahun pada rumah tangga pedagang makanan yang tergolong dalam tingkat pendapatan tinggi adalah 51,26% berasal dari pendapatan berdagang dan 48,74% berasal dari pendapatan sampingan. 100% 90% 18.70% 23.96% 80% 70% 48.74% 60% 50% 40% 81.30% 76.04% 30% 20% 51.26% 10% 0% Rendah (n=11) Sedang (n=18) Tinggi (n=6) Pendapatan sampingan berdagang(seperti buruh cuci, tukang pijit, jasa tenaga rumah tangga, penyewaan kamar kos, distributor ayam potong, dan salon) Pendapatan sampingan (buruh cuci, tukang pijit, jasa tenaga rumah tangga) Pendapatan berdagang Sumber: data primer Gambar 9. Grafik persentase komposisi pendapatan rata-rata per tahun rumah tangga responden pedagang makanan di Jalan Babakan berdasarkan kategori tingkat pendapatan, tahun 2012 Dari data grafik 9 menunjukkan bahwa semakin rendah tingkat pendapatan rumah tangga maka semakin tinggi pendapatan yang berasal dari usaha berdagang makanan dan semakin rendah kontribusi pendapatan sampingan. Hal ini terjadi

8 40 karena pada rumah tangga yang tergolong pada tingkat pendapatan rendah mempunyai keterbatasan untuk mengakses pekerjaan sampingan yang layak dan sumber nafkah yang secure, sehingga mereka menggantungkan kehidupannya pada pendapatan berdagang. Pada grafik 9 juga menunjukkan bahwa semua kategori rumah tangga melakukan pola nafkah ganda, hal ini menunjukkan bahwa pendapatan dari berdagang tidak mencukupi kebutuhan rumah tangga atau pendapatan berdagang dirasakan kurang stabil dan secure. Pola nafkah ganda yang dilakukan oleh masing-masing golongan rumah tangga mempunyai perbedaan. Pada kategori rumah tangga yang tingkat pendapatannya rendah membangun pola ganda dengan cara suami-istri bekerja di sektor informal yang berlainan jenis misalnya suami bekerja sebagai pedagang makanan sedangkan istri bekerja sebagai penjual jamu gendong (seperti kasus Bapak ALK pada box 1). Pada kategori rumah tangga yang tingkat pendapatannya sedang membangun pola ganda dengan cara suamiistri bekerja sebagai pedagang makanan di sektor informal (seperti kasus Bapak SHD pada box 2). Pada kategori rumah tangga yang tingkat pendapatannya tinggi membangun pola ganda dengan cara suami-istri bekerja di sektor yang berlainan jenis yaitu formal-informal (seperti kasus Ibu RSL pada box 3). Tingkat Kemiskinan Pedagang Makanan Garis kemiskinan mempunyai ukuran yang berbeda-beda tergantung madzab siapa yang digunakan dalam mengukur tingkat kemiskinan tersebut, misalnya ukuran garis kemiskinan yang dikemukakan oleh Sajogyo, Badan Pusat Statistik (BPS), dan World Bank. Sementara itu, Kemiskinan dalam pengertian konvensional adalah apabila pendapatan suatu komunitas berada di bawah satu garis kemiskinan (Kurniawan 2004 dikutip Sukandar, Suhanda, Amalia, Khairunnisa 2008: 94). Ukuran kemiskinan menurut World Bank adalah USD $2,00 per orang per hari. Dari ukuran tersebut maka berdasarkan tabel berikut ini dapat dijelaskan tingkat kemiskinan menurut jenis usaha berdagang dan kategori tingkat pendapatan. Tabel 9 berikut ini merinci pendapatan rumah tangga per tahun, per bulan, dan per hari serta merinci juga pendapatan per kapita anggota rumah tangga pedagang makanan berdasarkan jenis usaha berdagang makanan. Berdasarkan tabel 9 berikut dapat diketahui bahwa pendapatan total per kapita per hari pada anggota rumah tangga yang jenis usaha berdagang mempekerjakan diri sendiri maupun jenis usaha berdagang yang memiliki pegawai sudah berada di atas garis kemiskinan menurut World Bank yaitu $2,00 per kapita per hari atau ± Rp per kapita per hari. Pendapatan per kapita setiap anggota rumah tangga yang jenis usaha berdagang mempekerjakan diri sendiri adalah Rp21.434,44 per kapita per hari, sedangkan pendapatan per kapita setiap anggota rumah tangga yang jenis usaha berdagang memiliki pegawai adalah Rp46.424,61 per kapita per hari. Berdasarkan tabel 9 juga menunjukkan bahwa pendapatan dari berdagang juga menyumbang lebih banyak terhadap pendapatan total per kapita per hari pada masing-masing anggota rumah tangga yang berdagang makanan. Dari data ini dapat disimpulkan bahwa baik pedagang makanan yang mempekerjakan diri sendiri dan yang

9 memiliki pegawai termasuk berada di atas garis kemiskinan, karena telah berada di atas angka $2,00 per kapita per hari atau ± Rp per kapita per hari. Tingkat kemiskinan juga dapat dilihat berdasarkan kategori tingkat pendapatan per kapita per hari. Tabel 10 berikut ini merinci pendapatan rumah tangga per tahun, per bulan, dan per hari serta merinci juga pendapatan per kapita anggota rumah tangga pedagang makanan berdasarkan kategori tingkat pendapatan. Tabel 10 berikut ini merinci pendapatan rumah tangga per tahun, per bulan, dan per hari serta merinci juga pendapatan per kapita anggota rumah tangga pedagang makanan berdasarkan tingkat pendapatan total rumah tangga pedagang makanan di Jalan Babakan. Berdasarkan tabel 10 menunjukkan bahwa pendapatan total per kapita per hari pada kategori tingkat pendapatan rendah sebesar Rp20.510,01 per kapita per hari, pada kategori tingkat pendapatan sedang sebesar Rp52.978,58 per kapita per hari dan tinggi sebesar Rp ,00 per kapita per hari. Berdasarkan data pada tabel 10 tersebut dapat disimpulkan bahwa semua anggota rumah tangga yang tergolong dalam rumah tangga yang tingkat pendapatannya rendah, sedang dan tinggi telah berada di atas garis kemiskinan. Sementara itu, berdasarkan tabel 9 dan 10 dapat disimpulkan secara umum bahwa pedagang makanan baik yang mempekerjakan diri sendiri dan mempekerjakan pegawai sudah berada di atas garis kemiskinan menurut World Bank; serta pedagang makanan yang rumah tangganya tergolong dalam tingkat pendapatan rendah, sedang dan tinggi sudah berada di atas garis kemiskinan menurut World Bank. 41

10 42 Tabel 9. Jumlah pendapatan rata-rata rumah tangga responden pedagang makanan di Jalan Babakan berdasarkan jenis usaha, tahun 2012 Jenis usaha Rupiah per tahun per rumah tangga sendiri (n=6) memiliki pegawai (n=29) Rupiah per bulan per rumah tangga sendiri (n=6) memiliki pegawai (n=29) Rupiah per hari per rumah tangga sendiri (n=6) memiliki pegawai (n=29) sendiri (n=6) Rupiah per kapita per hari memiliki pegawai (n=29) Pendapatan berdagang , , , , , , , ,61 Pendapatan sampingan (buruh cuci, tukang pijit, jasa tenaga rumah tangga) , , , , , , ,30 Total , , , , , , , ,91 Tabel 10. Jumlah pendapatan rata-rata rumah tangga responden pedagang makanan di Jalan Babakan berdasarkan kategori tingkat pendapatan rumah tangga, tahun 2012 Rupiah per tahun per rumah tangga Kategori Rendah (n=11) Sedang (n=18) Tinggi (n=6) Rendah (n=11) Rupiah per bulan per rumah tangga Sedang (n=18) Tinggi (n=6) Rendah (n=11) Rupiah per hari per rumah tangga Sedang (n=18) Tinggi (n=6) Rendah (n=11) Rupiah per kapita per hari Pendapatan berdagang , , , , , , , , Pendapatan sampingan (buruh cuci, tukang pijit, jasa tenaga rumah tangga) , , , , , , , , Total , , , , , , , , Sedang (n=18) Tinggi (n=6)

11 43 43 Pengeluaran Rumah Tangga Pedagang Makanan Pengambilan data pengeluaran responden dibedakan menjadi biaya konsumsi seperti biaya rokok, buah, dan makanan pokok serta biaya konsumsi non pangan seperti biaya pendidikan, sewa rumah, listrik, kesehatan, baju dan pulsa. Jumlah biaya konsumsi dan konsumsi non pangan per tahun disebut sebagai pengeluaran rumah tangga per tahun. Gambar 10 berikut ini menunjukkan ratarata pengeluaran rumah tangga per tahun menurut tingkat pendapatan rumah tangga pedagang makanan. Berdasarkan gambar 10 menunjukkan bahwa pengeluaran rumah tangga tertinggi adalah Rp per tahun yang dikeluarkan oleh rumah tangga yang tergolong dalam tingkat pendapatan tinggi, kemudian pengeluaran sebesar Rp per tahun dikeluarkan oleh rumah tangga yang tergolong dalam tingkat pendapatan sedang, dan tingkat pengeluaran paling rendah adalah Rp per tahun yang dikeluarkan oleh rumah tangga yang tergolong dalam tingkat pendapatan rendah. Sebagai contoh Ibu NA (38 tahun) merupakan responden yang mempunyai pendapatan tinggi menyatakan bahwa, pengeluaran sih banyak seperti pengeluaran untuk bensin mobil dan biaya sekolah anak saya, karena anak saya sekolahnya di sekolah favorit. Berdasarkan pernyataan Ibu NA tersebut menunjukkan bahwa pada tingkat pendapatan tinggi maka pengeluaran tinggi, hal ini bertujuan untuk mencukupi kebutuhan yang bersifat mewah (kebutuhan tersier) yaitu bensin mobil pribadi dan sekolah yang favorit. juta rupiah Rp140 Rp120 Rp100 Rp80 Rp60 Rp117 Rp40 Rp20 Rp0 Rp41 Rp22 rendah (n=11) sedang (n=18) tinggi (n=6) rata-rata pengeluaran rumah tangga per tahun Sumber: data primer Gambar 10. Rata-rata pengeluaran rumah tangga per tahun berdasarkan kategori tingkat pendapatan rumah tangga pedagang makanan di Jalan Babakan, tahun 2012 Berdasarkan gambar 10 dapat disimpulkan secara umum bahwa semakin tinggi tingkat pendapatan rumah tangga maka semakin tinggi pengeluaran rumah tangga. Tingginya pengeluaran rumah tangga ini disebabkan daya beli yang tinggi pada suatu barang atau jasa mewah tertentu.

12 44 44 Kapasitas Menabung Pedagang Makanan di Sektor Informal Selisih pendapatan dan pengeluaran rumah tangga pedagang makanan per tahun disebut sebagai kapasitas menabung (saving capacity). Pendapatan rumah tangga dibangun oleh dua pendapatan yaitu pendapatan dari berdagang dan sampingan. Pada kategori tingkat pendapatan rumah tangga rendah mendapatkan pendapatan berdagang dengan cara berdagang menggunakan gerobak atau tenda yang dibongkar setelah dagangannya habis serta melakukan usaha sampingan berupa menjual jamu gendong, tukang pijit, atau menjual es. Pada kategori tingkat pendapatan rumah tangga sedang mendapatkan pendapatan berdagang dengan cara berdagang menggunakan lahan sewa dengan bangunan permanen serta melakukan usaha sampingan menjadi sopir, pegawai IPB, atau menjual pulsa. Pada kategori tingkat pendapatan rumah tangga tinggi mendapatkan pendapatan berdagang dengan cara berdagang menggunakan lahan sendiri atau sewa dengan bangunan permanen serta melakukan usaha sampingan menjadi distributor ayam potong, mendirikan usaha salon, atau menyewakan kamar kos. Gambar 11 berikut ini menunjukkankan perbandingan pendapatan dan pengeluaran rumah tangga pedagang makanan per tahun. juta rupiah Rp250 Rp200 Rp248 Rp150 Rp117 Rp100 Rp71 Rp50 Rp28 Rp22 Rp41 Rp0 rendah (n=11) sedang (n=18) tinggi (n=6) pendapatan rumah tangga pengeluaran rumah tangga Gambar 11. Grafik jumlah pendapatan dan pengeluaran per tahun rumah tangga responden pedagang makanan di Jalan Babakan dalam per juta rupiah menurut kategori tingkat pendapatan, tahun 2012 Berdasarkan gambar 11 menunjukkan bahwa semakin tinggi golongan tingkat pendapatan rumah tangga maka semakin tinggi pengeluaran rumah tangga. Semakin tinggi golongan tingkat pendapatan maka semakin tinggi juga selisih

13 antara pengeluaran dan pendapatan rumah tangga. Selisih ini dapat diartikan sebagai kapasitas menabung. Tabel 11 di bawah ini menunjukkan kapasitas menabung berdasarkan tingkat pendapatan rumah tangga per tahun. Tabel 11. Jumlah saving capacity rumah tangga responden pedagang makanan di Jalan Babakan menurut kategori tingkat pendapatan, tahun 2012 Kategori rendah (n=11) sedang (n=18) tinggi (n=6) Pendapatan rumah tangga per tahun Rp Rp Rp Pengeluaran rumah tangga per tahun Rp Rp Rp Saving Capacity per tahun Rp Rp Rp Saving Capacity per bulan Rp Rp Rp Sumber: data primer yang diolah Berdasarkan tabel 11 di atas menunjukkan bahwa pada kategori rumah tangga berpendapatan rendah mempunyai kapasitas menabung (saving capacity) hanya sebesar Rp per bulan; sedangkan pada kategori rumah tangga berpendapatan sedang mempunyai kapasitas menabung (saving capacity) sebesar Rp per bulan dan kategori rumah tangga berpendapatan tinggi mempunyai kapasitas menabung (saving capacity) sebesar Rp per bulan. Pada kategori tingkat pendapatan rumah tangga rendah mempunyai kapasitas menabung yang rendah karena pendapatan berdagang dilakukan dengan cara berdagang menggunakan gerobak atau tenda yang dibongkar setelah dagangannya habis serta melakukan usaha sampingan berupa menjual jamu gendong, tukang pijit, atau menjual es. Pada kategori tingkat pendapatan rumah tangga sedang mempunyai kapasitas menabung yang sedang karena mendapatkan pendapatan berdagang dengan cara berdagang menggunakan lahan sewa dengan bangunan permanen serta melakukan usaha sampingan menjadi sopir, pegawai IPB, atau menjual pulsa. Sementara itu, pada kategori tingkat pendapatan rumah tangga tinggi mempunyai kapasitas menabung yang tinggi karena mendapatkan pendapatan berdagang dengan cara berdagang menggunakan lahan sendiri atau sewa dengan bangunan permanen serta melakukan usaha sampingan menjadi distributor ayam potong, mendirikan usaha salon, atau menyewakan kamar kos. Dari data tabel 11 dan gambar 11 ini dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi jumlah pendapatan total yang diperoleh rumah tangga maka kapasitas menabung rumah tangga semakin besar. Secara umum juga dapat disimpulkan bahwa semua kategori tingkat pendapatan rumah tangga pedagang makanan bisa menabung walaupun pada kategori tingkat pendapatan rendah, menabung dalam jumlah yang sedikit. Kapasitas menabung yang dimiliki oleh pedagang makanan diinvestasikan ke dalam dua bentuk investasi yaitu pertama, investasi berupa barang seperti alat elektonik dan perhiasan. Investasi berbentuk barang ini dilakukan karena barangbarang ini mudah dicairkan ketika para pedagang makanan mengalami krisis finansial. Kedua, investasi berbentuk menyekolahkan anggota keluarga karena pedagang makanan berusaha menaikkan status sosial. Pada kategori tingkat pendapatan rumah tangga bawah melakukan investasi dengan cara menabung di rumah, membeli alat elektronik, membeli 45

14 46 hewan, dan menabung di bank. Cara investasi tersebut dipilih oleh rumah tangga yang tergolong pada tingkat pendapatan rendah karena terbatasnya kapaitas menabung yang mereka miliki serta usaha mereka untuk mempermudah dalam pencairan barang ketika masa krisis. Pada kategori tingkat pendapatan rumah tangga sedang melakukan investasi berupa menabung di rumah, membeli alat elektronik, membeli hewan, membeli perhiasan, membeli rumah, dan menabung di bank. Cara investasi tersebut dipilih oleh rumah tangga yang tergolong pada tingkat pendapatan sedang karena mereka berusaha membangun keamanan dan kenyamanan kehidupan rumah tangga serta usaha mereka untuk mempermudah dalam pencairan barang ketika masa krisis. Pada kategori tingkat pendapatan rumah tangga tinggi melakukan investasi berupa menabung di rumah, membeli alat elektronik, membeli perhiasan, membeli rumah, sawah/lahan, dan ekspansi usaha. Cara investasi tersebut dipilih oleh rumah tangga yang tergolong pada tingkat pendapatan tinggi karena mereka berusaha mengakumulasi surplus dari ekspansi usaha yang mereka lakukan. Ikhtisar Struktur pendapatan adalah komposisi pendapatan rumah tangga dari berbagai aktifitas nafkah yang dilakukan oleh seluruh anggota rumah tangga. Struktur nafkah pada rumah tangga pedagang makanan dibangun oleh lima sumber nafkah yaitu modal alam, fisik, sumber daya manusia, finansial dan sosial. Sumber nafkah yang dimanfaatkan oleh pedagang makanan terdiri atas: (1) modal alam berupa pemanfaatan lahan yang digunakan dalam menjalankan usaha berdagang makanan seperti public area, lahan sewa atau lahan miliki sendiri; (2) modal fisik berupa wujud fisik bangunan yang digunakan dalam berdagang seperti mendirikan tenda atau bangunan tembok permanen; (3) modal sumber daya manusia berupa pendidikan terakhir yang ditempuh pedagang makanan dan jumlah pegawai yang dipekerjakan dalam menjalankan usaha berdagang; (4) modal finansial berupa uang yang digunakan dalam menjalankan usaha berdagang dalam kurun waktu satu hari; dan (5) modal sosial berupa jumlah mitra kerja yang membantu mengeksistensikan usaha berdagang seperti pemasok bahan, pemodal usaha berdagang dan mitra usaha. Pemanfaatan lima sumber nafkah ini, kemudian mempengaruhi struktur nafkah pedagang makanan di Jalan Babakan Bentuk usaha berdagang makanan yang banyak ditemukan di Jalan Babakan adalah usaha berdagang yang memiliki pegawai. Bentuk usaha berdagang yang memiliki pegawai mempengaruhi pendapatan per tahun yang diperoleh pedagang makanan. Usaha berdagang makanan yang memiliki pegawai mempunyai pendapatan lebih banyak dari pada pendapatan yang diperoleh oleh jenis usaha berdagang yang mempekerjakan dirinya sendiri. Pendapatan dari hasil berdagang kemudian dikelola dalam rumah tangga. Pendapatan yang dikelola dalam rumah tangga ini tidak hanya berasal dari usaha berdagang, tetapi juga berasal dari pendapatan sampingan seperti pendapatan menjadi buruh cuci, tukang pijit, dan pendapatan dari jasa rumah tangga lainnya. Meskipun begitu, rumah tangga dengan jenis usaha berdagang mempekerjakan diri sendiri dan jenis usaha berdagang mempekerjakan pegawai sama-sama menggantungkan pendapatan rumah tangga dari sektor berdagang.

15 Sementara itu, sebagian besar rumah tangga pedagang makanan di Jalan Babakan tergolong dalam pendapatan sedang. Pada setiap golongan tingkat pendapatan rumah tangga pedagang makanan mempunyai persentase komposisi yang berbeda-beda sumber pendapatan rumah tangga berasal. Semakin tinggi golongan tingkat pendapatan rumah tangga maka semakin tinggi pula pendapatan yang berasal dari pendapatan berdagang dan pendapatan sampingan. Pendapatan dari usaha berdagang dan sampingan ini mempengaruhi kapasitas menabung rumah tangga, yang mana semakin tinggi pendapatan rumah tangga maka semakain tinggi kapasitas menabung yang dimiliki oleh rumah tangga pedagang makanan. Hal ini disebabkan kategori tingkat pendapatan rumah tangga rendah mempunyai kapasitas menabung yang rendah karena pendapatan berdagang dilakukan dengan cara berdagang menggunakan gerobak atau tenda yang dibongkar setelah dagangannya habis serta melakukan usaha sampingan berupa menjual jamu gendong, tukang pijit, atau menjual es. Pada kategori tingkat pendapatan rumah tangga sedang mempunyai kapasitas menabung yang sedang karena mendapatkan pendapatan berdagang dengan cara berdagang menggunakan lahan sewa dengan bangunan permanen serta melakukan usaha sampingan menjadi sopir, pegawai IPB, atau menjual pulsa. Sementara itu, pada kategori tingkat pendapatan rumah tangga tinggi mempunyai kapasitas menabung yang tinggi karena mendapatkan pendapatan berdagang dengan cara berdagang menggunakan lahan sendiri atau sewa dengan bangunan permanen serta melakukan usaha sampingan menjadi distributor ayam potong, mendirikan usaha salon, atau menyewakan kamar kos. Ukuran kemiskinan menurut World Bank adalah USD $2,00 per orang per hari. Pendapatan total per kapita per hari pada anggota rumah tangga yang jenis usaha berdagang mempekerjakan diri sendiri maupun jenis usaha berdagang yang memiliki pegawai sudah berada di atas garis kemiskinan menurut World Bank. Dari data ini dapat disimpulkan bahwa pedagang makanan yang mempekerjakan diri sendiri dan yang memiliki pegawai termasuk pada tingkat kemiskinan yang rendah. Sementara itu, semua anggota rumah tangga yang tergolong dalam rumah tangga yang tingkat pendapatannya rendah, sedang dan tinggi telah berada di atas garis kemiskinan. Ukuran garis kemiskinan ini berkaitan erat dengan pengeluaran. Pengeluaran responden dibedakan menjadi biaya konsumsi seperti biaya rokok, buah, dan makan serta biaya non konsumsi seperti biaya pendidikan, sewa rumah, listrik, kesehatan, baju dan pulsa. Rumah tangga pedagang makanan lebih banyak mengeluarkan biaya untuk kebutuhan konsumsi. Pada tingkat pendapatan tinggi maka pengeluaran tinggi, hal ini bertujuan untuk mencukupi kebutuhan yang bersifat mewah (kebutuhan tersier). Maka dari itu, dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi tingkat pendapatan rumah tangga maka semakin tinggi pengeluaran rumah tangga. Tingginya pengeluaran rumah tangga disebabkan daya beli rumah tangga tinggi. Selisih pendapatan dan pengeluaran rumah tangga pedagang makanan per tahun disebut sebagai kapasitas menabung (saving capacity). Semakin tinggi golongan tingkat pendapatan rumah tangga maka semakin tinggi pengeluaran rumah tangga. Semakin tinggi jumlah pendapatan total yang diperoleh rumah tangga maka kapasitas menabung rumah tangga akan semakin besar. Secara umum dapat disimpulkan bahwa semua kategori tingkat 47

16 48 pendapatan rumah tangga pedagang makanan bisa menabung walaupun pada kategori tingkat pendapatan rendah, menabung dalam jumlah yang sedikit.

BAB VII PENGELOLAAN SURPLUS PENDAPATAN PEKERJA SEKTOR INFORMAL

BAB VII PENGELOLAAN SURPLUS PENDAPATAN PEKERJA SEKTOR INFORMAL 79 BAB VII PENGELOLAAN SURPLUS PENDAPATAN PEKERJA SEKTOR INFORMAL Ellis (2000) menyatakan investasi dilakukan dalam rangka meningkatkan prospek kehidupan masa depan yang dijelaskan sebagai strategi aset

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI NAFKAH PEDAGANG MAKANAN

BAB VI STRATEGI NAFKAH PEDAGANG MAKANAN BAB VI STRATEGI NAFKAH PEDAGANG MAKANAN Usaha berdagang makanan merupakan sektor informal yang selalu dinamis, yang penghasilannya tidak menentu dan siapa saja bisa memasuki sektor tersebut. Hart (1985)

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Bab ini meliputi teknik penjelasan tentang jenis penelitian; jenis data, lokasi dan waktu penelitian; kerangka sampling, pemilihan responden dan informan; teknik pengumpulan

Lebih terperinci

BAB IV KARAKTERISTIK PEDAGANG MAKANAN DI SEKTOR INFORMAL

BAB IV KARAKTERISTIK PEDAGANG MAKANAN DI SEKTOR INFORMAL 25 BAB IV KARAKTERISTIK PEDAGANG MAKANAN DI SEKTOR INFORMAL Umur dan Tingkat Pendidikan Responden Data primer di lapangan menunjukkan bahwa dari 35 responden pedagang makanan di Jalan Babakan, umur rata-rata

Lebih terperinci

VI. ALOKASI WAKTU KERJA, KONTRIBUSI PENDAPATAN, DAN POLA PENGELUARAN RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH

VI. ALOKASI WAKTU KERJA, KONTRIBUSI PENDAPATAN, DAN POLA PENGELUARAN RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH 59 VI. ALOKASI WAKTU KERJA, KONTRIBUSI PENDAPATAN, DAN POLA PENGELUARAN RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH 6.1. Curahan Tenaga Kerja Rumahtangga Petani Lahan Sawah Alokasi waktu kerja dalam kegiatan ekonomi

Lebih terperinci

III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis deskriptif, karena penelitian ini

III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis deskriptif, karena penelitian ini 24 III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis deskriptif, karena penelitian ini bermaksud menggambarkan secara sistematis tentang bagaimana gambaran pendapatan

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL PENELITIAN

ANALISIS HASIL PENELITIAN 69 VI. ANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini membahas hubungan antara realisasi target pertumbuhan ekonomi dan pengeluaran pemerintah terhadap ketimpangan gender di pasar tenaga kerja Indonesia. Pertama, dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pedagang, jasa, serta usaha informal lainnya. Sementara itu Quibria (1990), menyatakan

BAB I PENDAHULUAN. pedagang, jasa, serta usaha informal lainnya. Sementara itu Quibria (1990), menyatakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Atiq (1994). Petani yang berlahan yang sempit cenderung memperoleh pendapatan besar daripada usaha di luar sektor pertanian seperti buruh industri, pedagang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Isi pembukaan Undang-undang Dasar 1945 diantaranya menyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Isi pembukaan Undang-undang Dasar 1945 diantaranya menyatakan bahwa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isi pembukaan Undang-undang Dasar 1945 diantaranya menyatakan bahwa salah satu tujuan negara Indonesia adalah untuk memajukan kesejahteraan umum. Hal ini tidak terlepas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rata-rata banyaknya rit dan jumlah penumpang yang diamati Trayek Rata-rata Rit per 9 Jam

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rata-rata banyaknya rit dan jumlah penumpang yang diamati Trayek Rata-rata Rit per 9 Jam pukul 1.-16. dan sore hari dilakukan pada pukul 16.-19.. Tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: 1. Mencari data awal tentang aturan mengenai angkutan perkotaan, jumlah tiap trayek, dan lintasan

Lebih terperinci

IV. POLA KONSUMSI RUMAHTANGGA

IV. POLA KONSUMSI RUMAHTANGGA 31 IV. POLA KONSUMSI RUMAHTANGGA 4.1. Pengeluaran dan Konsumsi Rumahtangga Kemiskinan tidak terlepas dari masalah tingkat pendapatan yang masih rendah dan hal ini umumnya terjadi di wilayah pedesaan Distribusi

Lebih terperinci

BAB VI PEMANFAATAN REMITAN

BAB VI PEMANFAATAN REMITAN 49 BAB VI PEMANFAATAN REMITAN 6.1 Jumlah dan Alokasi Penggunaan Remitan Migrasi Internasional Remitan merupakan pengiriman uang ke daerah asal, seperti diungkapkan Connel (1979) dalam Effendi (2004), menggambarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh orang dewasa. Hal ini disebabkan oleh anak-anak yang dianggap masih

BAB I PENDAHULUAN. oleh orang dewasa. Hal ini disebabkan oleh anak-anak yang dianggap masih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak-anak pada dasarnya merupakan kaum lemah yang harus dilindungi oleh orang dewasa. Hal ini disebabkan oleh anak-anak yang dianggap masih membutuhkan bimbingan orang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator berjalannya roda perekonomian suatu negara. Ketika ekonomi tumbuh, maka ada peningkatan produksi barang dan jasa yang memerlukan

Lebih terperinci

BAB VI KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN RUMAHTANGGA PETANI PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN PETANI MELALUI TEKNOLOGI DAN INFORMASI PERTANIAN (P3TIP)

BAB VI KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN RUMAHTANGGA PETANI PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN PETANI MELALUI TEKNOLOGI DAN INFORMASI PERTANIAN (P3TIP) 58 BAB VI KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN RUMAHTANGGA PETANI PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN PETANI MELALUI TEKNOLOGI DAN INFORMASI PERTANIAN (P3TIP) Bab ini mendeskripsikan karakteristik demografi individu petani

Lebih terperinci

IV. POLA KONSUMSI RUMAH TANGGA MISKIN DI PULAU JAWA

IV. POLA KONSUMSI RUMAH TANGGA MISKIN DI PULAU JAWA IV. POLA KONSUMSI RUMAH TANGGA MISKIN DI PULAU JAWA Data pola konsumsi rumah tangga miskin didapatkan dari data pengeluaran Susenas Panel Modul Konsumsi yang terdiri atas dua kelompok, yaitu data pengeluaran

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. 1 http ://cianjur.go.id (diakses15 Mei 2011)

PENDAHULUAN. 1 http ://cianjur.go.id (diakses15 Mei 2011) PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pertanian mempunyai peranan yang strategis dalam penyerapan tenaga kerja yang ada di Indonesia, yaitu dengan tingginya penyerapan tenaga kerja sekitar 44 persen dari

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO Tahun 27 Perekonomian Indonesia pada Tahun 27 tumbuh 6,32%, mencapai pertumbuhan tertinggi dalam lima tahun terakhir. Dari sisi produksi, semua sektor mengalami ekspansi

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam melakukan kegiatan sehingga juga akan mempengaruhi banyaknya

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam melakukan kegiatan sehingga juga akan mempengaruhi banyaknya V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Responden 1. Umur Umur merupakan suatu ukuran lamanya hidup seseorang dalam satuan tahun. Umur akan berhubungan dengan kemampuan dan aktivitas seseorang dalam melakukan

Lebih terperinci

VII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBIAYAAN AGRIBISNIS PADA KOPERASI BAYTUL IKHTIAR

VII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBIAYAAN AGRIBISNIS PADA KOPERASI BAYTUL IKHTIAR VII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBIAYAAN AGRIBISNIS PADA KOPERASI BAYTUL IKHTIAR 7.1. Karakteristik Umum Responden Responden penelitian ini adalah anggota Koperasi Baytul Ikhtiar yang sedang memperoleh

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kecamatan Telaga merupakan salah satu dari 17 Kecamatan yang ada di Kabupaten Gorontalo Provinsi Gorontalo. Kecamatan Telaga berjarak 10

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kualitas bangsa ditentukan oleh kualitas penduduk yang tercermin pada kualitas sumberdaya manusia (SDM). Salah satu indikator kualitas penduduk adalah Human Development Index

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan pertanian secara keseluruhan, dimana sub sektor ini memiliki nilai strategis dalam pemenuhan kebutuhan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Keluarga petani yang merupakan anggota Kelompok Tani Padajaya. RW 4 = 7 orang. RW 5 = 23 orang. Gambar 2 Teknik Pengambilan Contoh

METODE PENELITIAN. Keluarga petani yang merupakan anggota Kelompok Tani Padajaya. RW 4 = 7 orang. RW 5 = 23 orang. Gambar 2 Teknik Pengambilan Contoh 24 METODE PENELITIAN Disain, Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study, yaitu suatu penelitian dengan teknik pengambilan data dalam satu titik dan waktu tertentu.

Lebih terperinci

VIII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELUANG KEMISKINAN RUMAHTANGGA NELAYAN TRADISIONAL

VIII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELUANG KEMISKINAN RUMAHTANGGA NELAYAN TRADISIONAL VIII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELUANG KEMISKINAN RUMAHTANGGA NELAYAN TRADISIONAL Pendapatan rumahtangga nelayan tradisional terdiri dari pendapatan di dalam sektor perikanan dan pendapatan di luar

Lebih terperinci

VIII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELUANG KEMISKINAN RUMAHTANGGA NELAYAN. Pendapatan rumahtangga nelayan terdiri dari pendapatan di dalam sub

VIII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELUANG KEMISKINAN RUMAHTANGGA NELAYAN. Pendapatan rumahtangga nelayan terdiri dari pendapatan di dalam sub VIII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELUANG KEMISKINAN RUMAHTANGGA NELAYAN Pendapatan rumahtangga nelayan terdiri dari pendapatan di dalam sub sektor perikanan dan pendapatan di luar sub sektor perikanan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Lapangan Pekerjaan Tahun 2011

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Lapangan Pekerjaan Tahun 2011 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Peternakan adalah kegiatan membudidayakan hewan ternak untuk mendapatkan manfaat dengan menerapkan prinsip-prinsip manajemen pada faktor-faktor produksi. Peternakan merupakan

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI NAFKAH MASYARAKAT SEBELUM DAN SESUDAH TERJADINYA KONVERSI LAHAN

BAB VI STRATEGI NAFKAH MASYARAKAT SEBELUM DAN SESUDAH TERJADINYA KONVERSI LAHAN BAB VI STRATEGI NAFKAH MASYARAKAT SEBELUM DAN SESUDAH TERJADINYA KONVERSI LAHAN 6.1. Strategi Nafkah Sebelum Konversi Lahan Strategi nafkah suatu rumahtangga dibangun dengan mengkombinasikan aset-aset

Lebih terperinci

BAB V STRATEGI NAFKAH MASYARAKAT LOKAL DESA GOROWONG. 5.1 Strategi Nafkah Kampung Ater dan Kampung Ciawian

BAB V STRATEGI NAFKAH MASYARAKAT LOKAL DESA GOROWONG. 5.1 Strategi Nafkah Kampung Ater dan Kampung Ciawian 28 BAB V STRATEGI NAFKAH MASYARAKAT LOKAL DESA GOROWONG 5.1 Strategi Nafkah Kampung Ater dan Kampung Ciawian Strategi nafkah dalam kehidupan sehari-hari direprensentasikan oleh keterlibatan individu-individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang adalah adanya kegiatan ekonomi subsistence, yakni sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. berkembang adalah adanya kegiatan ekonomi subsistence, yakni sebagian besar 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu ciri perekonomian Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang adalah adanya kegiatan ekonomi subsistence, yakni sebagian besar penduduk yang berpenghasilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang. Manfaat bagi kegiatan setiap orang yakni, dapat mengakomodasi

BAB I PENDAHULUAN. orang. Manfaat bagi kegiatan setiap orang yakni, dapat mengakomodasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini aktivitas manusia yang berhubungan dengan menabung sangatlah penting, adanya tabungan masyarakat maka dana tersebut tidaklah hilang, tetapi dipinjam atau dipakai

Lebih terperinci

8.1. Keuangan Daerah APBD

8.1. Keuangan Daerah APBD S alah satu aspek pembangunan yang mendasar dan strategis adalah pembangunan aspek ekonomi, baik pembangunan ekonomi pada tatanan mikro maupun makro. Secara mikro, pembangunan ekonomi lebih menekankan

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BPS PROVINSI JAWA BARAT BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 05/01/32/Th. XIX, 3 Januari 2017 TINGKAT KEMISKINAN JAWA BARAT SEPTEMBER 2016 Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Jawa Barat pada September

Lebih terperinci

V. DAMPAK PERGULIRAN DANA SPP TERHADAP UMKM. 5.1 Keragaan Penyaluran Pinjaman Dana Bergulir SPP

V. DAMPAK PERGULIRAN DANA SPP TERHADAP UMKM. 5.1 Keragaan Penyaluran Pinjaman Dana Bergulir SPP 65 V. DAMPAK PERGULIRAN DANA SPP TERHADAP UMKM 5.1 Keragaan Penyaluran Pinjaman Dana Bergulir SPP Kecamatan Cimarga merupakan salah satu kecamatan yang melaksanakan program SPP sejak diselenggarakannya

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Disain, Tempat, dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Disain, Tempat, dan Waktu Penelitian 8 METODE PENELITIAN Disain, Tempat, dan Waktu Penelitian Disain yang digunakan dalam penelitian ini adalah disain cross sectional study. Disain ini dipilih karena ingin mendapatkan data pada saat yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengurangi kemiskinan (Madris, 2010). Indikator ekonomi makro (PDRB)

BAB I PENDAHULUAN. mengurangi kemiskinan (Madris, 2010). Indikator ekonomi makro (PDRB) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kondisi perekonomian menjadi salah satu indikator kemajuan suatu daerah. Pembangunan ekonomi daerah tidak hanya bertujuan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, melainkan

Lebih terperinci

Gambar 2 Metode Penarikan Contoh

Gambar 2 Metode Penarikan Contoh 17 METODE PENELITIAN Disain, Tempat, dan Waktu Penelitian Penelitian ini menggunakan disain Cross Sectional Study, yaitu data dikumpulkan pada satu waktu untuk memperoleh gambaran karakteristik contoh

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK RESPONDEN

KARAKTERISTIK RESPONDEN 18 KARAKTERISTIK RESPONDEN Bab ini menjelaskan mengenai karakteristik lansia yang menjadi responden. Adapun data karakteristik yang dimaksud meliputi jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, status perkawinan,

Lebih terperinci

BAB V PERAN USAHA KAYU RAKYAT DALAM STRATEGI NAFKAH RUMAH TANGGA PETANI

BAB V PERAN USAHA KAYU RAKYAT DALAM STRATEGI NAFKAH RUMAH TANGGA PETANI BAB V PERAN USAHA KAYU RAKYAT DALAM STRATEGI NAFKAH RUMAH TANGGA PETANI 5.1 Strategi Nafkah Petani Petani di Desa Curug melakukan pilihan terhadap strategi nafkah yang berbeda-beda untuk menghidupi keluarganya.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan pengurangan kemiskinan. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu

I. PENDAHULUAN. dan pengurangan kemiskinan. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan pembangunan ekonomi adalah peningkatan pendapatan nasional dan pengurangan kemiskinan. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dikembangkan dan dikelola sumberdaya

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Teknik Pemilihan Responden

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Teknik Pemilihan Responden 23 METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara mempelajari objek dalam satu waktu tertentu, tidak berkesinambungan

Lebih terperinci

VIII. DAMPAK KEBIJAKAN EKONOMI DI SEKTOR AGROINDUSTRI TERHADAP KEMISKINAN

VIII. DAMPAK KEBIJAKAN EKONOMI DI SEKTOR AGROINDUSTRI TERHADAP KEMISKINAN VIII. DAMPAK KEBIJAKAN EKONOMI DI SEKTOR AGROINDUSTRI TERHADAP KEMISKINAN Ada dua pendekatan dalam menghitung pendapatan masing-masing individu sebagai dasar menghitung angka kemiskinan. Pertama, berdasarkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu isu yang muncul menjelang berakhirnya abad ke-20 adalah persoalan gender. Isu tentang gender ini telah menjadi bahasan yang memasuki setiap analisis sosial. Gender

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh 16 METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan dengan menggunakan desain cross-sectional study. Data yang digunakan adalah data sekunder hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terletak di kota Medan. Kecamatan Medan Marelan merupakan satu-satunya

BAB I PENDAHULUAN. terletak di kota Medan. Kecamatan Medan Marelan merupakan satu-satunya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kecamatan medan marelan merupakan salah satu dari 21 kecamatan yang terletak di kota Medan. Kecamatan Medan Marelan merupakan satu-satunya Kecamatan yang memiliki

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain Penelitian Teknik Penarikan Contoh

METODE PENELITIAN Desain Penelitian Teknik Penarikan Contoh METODE PENELITIAN Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional study. Cross sectional study dilakukan untuk mengidentifikasi dan menganalisis karakteristik

Lebih terperinci

CAPAIAN PERTUMBUHAN EKONOMI BERKUALITAS DI INDONESIA. Abstrak

CAPAIAN PERTUMBUHAN EKONOMI BERKUALITAS DI INDONESIA. Abstrak CAPAIAN PERTUMBUHAN EKONOMI BERKUALITAS DI INDONESIA Abstrak yang berkualitas adalah pertumbuhan yang menciptakan pemerataan pendapatan,pengentasan kemiskinan dan membuka kesempatan kerja yang luas. Di

Lebih terperinci

V HASIL DAN PEMBAHASAN

V HASIL DAN PEMBAHASAN V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Keadaan Umum Responden Tingkat pendidikan di Desa Babakanreuma masih tergolong rendah karena dari 36 responden sebagian besar hanya menyelesaikan pendidikan sampai tingkat SD,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI OKTOBER 2016

RELEASE NOTE INFLASI OKTOBER 2016 Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) Kelompok Kerja Nasional Tim Pengendalian Inflasi Daerah (Pokjanas TPID) RELEASE NOTE INFLASI OKTOBER 2016 Tekanan Inflasi di Bulan Oktober 2016 Cukup Terkendali

Lebih terperinci

PENGARUH KETIMPANGAN GENDER TERHADAP TINGKAT KEMISKINAN PADA RUMAH TANGGA BURUH TANI

PENGARUH KETIMPANGAN GENDER TERHADAP TINGKAT KEMISKINAN PADA RUMAH TANGGA BURUH TANI 29 PENGARUH KETIMPANGAN GENDER TERHADAP TINGKAT KEMISKINAN PADA RUMAH TANGGA BURUH TANI Bab berikut menganalisis pengaruh antara variabel ketimpangan gender dengan tingkat kemiskinan pada rumah tangga

Lebih terperinci

PENGARUH KETIMPANGAN GENDER TERHADAP STRATEGI BERTAHAN HIDUP PADA RUMAH TANGGA BURUH TANI

PENGARUH KETIMPANGAN GENDER TERHADAP STRATEGI BERTAHAN HIDUP PADA RUMAH TANGGA BURUH TANI 48 PENGARUH KETIMPANGAN GENDER TERHADAP STRATEGI BERTAHAN HIDUP PADA RUMAH TANGGA BURUH TANI Bab berikut menganalisis pengaruh antara variabel ketimpangan gender dengan strategi bertahan hidup pada rumah

Lebih terperinci

1 Universitas Indonesia

1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan yang dilaksanakan di Indonesia hingga saat ini belum mampu mensejahterakan seluruh masyarakat Indonesia. Sebagian besar masyarakat masih belum merasakan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. dinyatakan bahwa pembahasan yang akan diuraikan meliputi: pembahasan hasil. penelitian, temuan teoritis dan keterbatasan penelitian.

BAB V PEMBAHASAN. dinyatakan bahwa pembahasan yang akan diuraikan meliputi: pembahasan hasil. penelitian, temuan teoritis dan keterbatasan penelitian. BAB V PEMBAHASAN Pada bab ini penulis akan mendeskripsikan pembahasan tentang pengaruh biaya sewa tempat terhadap minat nasabah dalam memilih produk gadai emas syariah di BRI Syariah Kantor Cabang Gubeng

Lebih terperinci

tingkat kepentingan dan kepuasan sasaran serta keluaran atribut yang harus ditingkatkan pemerintah dan instansi terkait dalam pelaksanaan program

tingkat kepentingan dan kepuasan sasaran serta keluaran atribut yang harus ditingkatkan pemerintah dan instansi terkait dalam pelaksanaan program 22 KERANGKA PEMIKIRAN Program konversi minyak tanah ke LPG yang dilakukan sejak tahun 2007 telah mengubah pola perilaku keluarga dari menggunakan minyak tanah menjadi menggunakan LPG. Sebagai suatu kebijakan,

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2012

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2012 No. 05/01/33/Th. VII, 2 Januari 2013 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2012 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2012 MENCAPAI 4,863 JUTA ORANG RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Keadaan Umum Wilayah Kota Bogor Kota Bogor terletak diantara 16 48 BT dan 6 26 LS serta mempunyai ketinggian minimal rata-rata 19 meter, maksimal 35 meter dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah perekonomian suatu negara

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah perekonomian suatu negara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah perekonomian suatu negara dalam jangka pangjang, dan pertumbuhan ekonomi merupakan fenomena penting yang dialami dunia belakangan

Lebih terperinci

Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras

Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras Analisis Kebijakan 1 Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras Ada dua pendapat mengenai faktor penyebab kenaikan harga beras akhirakhir ini yaitu : (1) stok beras berkurang;

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seorang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok seperti pangan, sandang,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seorang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok seperti pangan, sandang, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemiskinan Saat ini banyak terdapat cara pengukuran kemiskinan dengan standar yang berbedabeda. Ada dua kategori tingkat kemiskinan yaitu kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif.

Lebih terperinci

SURVEI KREDIT PERBANKAN

SURVEI KREDIT PERBANKAN SURVEI KREDIT PERBANKAN B A N K L O A N S U R V E Y TRIWULAN II-2003 Permintaan maupun pemberian persetujuan kredit baru diindikasikan mengalami peningkatan Kondisi tersebut diprakirakan akan berlanjut

Lebih terperinci

SURVEI PERBANKAN KONDISI TRIWULAN I Triwulan I Perbankan Semakin Optimis Kredit 2015 Tumbuh Sebesar 17,1%

SURVEI PERBANKAN KONDISI TRIWULAN I Triwulan I Perbankan Semakin Optimis Kredit 2015 Tumbuh Sebesar 17,1% Triwulan I - 2015 SURVEI PERBANKAN Perbankan Semakin Optimis Kredit 2015 Tumbuh Sebesar 17,1% Secara keseluruhan tahun 2015, optimisme responden terhadap pertumbuhan kredit semakin meningkat. Pada Triwulan

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI JUNI 2017

RELEASE NOTE INFLASI JUNI 2017 RELEASE NOTE INFLASI JUNI 2017 INFLASI IHK Inflasi Juni 2017 Terkendali Indeks Harga Konsumen (IHK) tercatat mengalami inflasi 0,69% (mtm) di bulan Juni (Tabel 1). Inflasi IHK pada periode puasa dan lebaran

Lebih terperinci

BAB V MARGINALISASI PEREMPUAN DALAM INDUSTRIALISASI PEDESAAN

BAB V MARGINALISASI PEREMPUAN DALAM INDUSTRIALISASI PEDESAAN 34 BAB V MARGINALISASI PEREMPUAN DALAM INDUSTRIALISASI PEDESAAN Marginalisasi perempuan dalam dunia kerja merupakan hal yang sangat sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Akan tetapi, adanya industrialisasi

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah 35 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Provinsi Lampung Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah Provinsi Lampung adalah 3,46 juta km 2 (1,81 persen dari

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya;

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; A. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi (economic growth) merupakan salah satu indikator yang

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 Nomor Katalog : 9302001.9416 Ukuran Buku : 14,80 cm x 21,00 cm Jumlah Halaman

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. serta pendorong dan penarik tumbuhnya sektor sektor ekonomi, dapat. dan pengangguran serta dapat mensejahterakan masyarakat.

TINJAUAN PUSTAKA. serta pendorong dan penarik tumbuhnya sektor sektor ekonomi, dapat. dan pengangguran serta dapat mensejahterakan masyarakat. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Pertanian dan Petani Pertanian memiliki arti penting dalam pembangunan perekonomian. Sektor pertanian tidak saja sebagai penyediaan kebutuhan pangan melainkan sumber kehidupan.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. secara efektif dan efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. secara efektif dan efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep usahatani Soekartawi (1995) menyatakan bahwa ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan

Lebih terperinci

Lampiran 1 KUISIONER PENELITIAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA HUTAN OLEH MASYARAKAT DESA BUNIWANGI KECAMATAN PELABUHAN RATU KABUPATEN SUKABUMI

Lampiran 1 KUISIONER PENELITIAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA HUTAN OLEH MASYARAKAT DESA BUNIWANGI KECAMATAN PELABUHAN RATU KABUPATEN SUKABUMI LAMPIRAN Lampiran 1 KUISIONER PENELITIAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA HUTAN OLEH MASYARAKAT DESA BUNIWANGI KECAMATAN PELABUHAN RATU KABUPATEN SUKABUMI A. Identitas Responden 1. Nama :... 2. Umur :. 3. Dusun/RT/RW

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN PETANI KARET YANG ANAKNYA TIDAK MELANJUTKAN KE PERGURUAN TINGGI (JURNAL) Oleh. Susi Novela

ANALISIS PENDAPATAN PETANI KARET YANG ANAKNYA TIDAK MELANJUTKAN KE PERGURUAN TINGGI (JURNAL) Oleh. Susi Novela ANALISIS PENDAPATAN PETANI KARET YANG ANAKNYA TIDAK MELANJUTKAN KE PERGURUAN TINGGI (JURNAL) Oleh Susi Novela FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2017 Analisis Pendapatan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR

GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR Pada bab ini dijelaskan mengenai gambaran umum SNSE Kabupaten Indragiri Hilir yang meliputi klasifikasi SNSE Kabupaten Indragiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan perekonomian di Indonesia saat ini sangat berbeda

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan perekonomian di Indonesia saat ini sangat berbeda BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan perekonomian di Indonesia saat ini sangat berbeda dengan keadaan terdahulu, salah satu hal yang paling bisa dirasakan adalah pola hidup masyarakat. Pola

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kenyataannya sulit untuk mencapai kebutuhan hidup tersebut. Hal ini

I. PENDAHULUAN. kenyataannya sulit untuk mencapai kebutuhan hidup tersebut. Hal ini 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hidup sejahtera adalah impian setiap keluarga dalam hidupnya namun kenyataannya sulit untuk mencapai kebutuhan hidup tersebut. Hal ini disebabkan karena kurangnya

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM KARAKTERISTIK DAN ARAH PERUBAHAN KONSUMSI DAN PENGELUARAN RUMAH TANGGA Oleh : Harianto

Lebih terperinci

PERANAN PERTANIAN DALAM SISTEM PEREKONOMIAN INDONESIA (MODUL 2)

PERANAN PERTANIAN DALAM SISTEM PEREKONOMIAN INDONESIA (MODUL 2) PENGANTAR EKONOMI PERTANIAN (PTE101002) PERANAN PERTANIAN DALAM SISTEM PEREKONOMIAN INDONESIA (MODUL 2) TATIEK KOERNIAWATI ANDAJANI, SP.MP. Dr.Ir. Rini Dwiastuti, MS (Editor) TM3 MATERI PEMBELAJARAN Sektor

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA 4.1. Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua Provinsi Papua terletak antara 2 25-9 Lintang Selatan dan 130-141 Bujur Timur. Provinsi Papua yang memiliki luas

Lebih terperinci

BAB V PROFIL RUMAHTANGGA MISKIN DI DESA BANJARWARU

BAB V PROFIL RUMAHTANGGA MISKIN DI DESA BANJARWARU BAB V PROFIL RUMAHTANGGA MISKIN DI DESA BANJARWARU Secara umum, rumahtangga miskin di Desa Banjarwaru dapat dikatakan homogen. Hal ini terlihat dari karakteristik individu dan rumahtangganya. Hasil tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu barang dan jasa demi memenuhi kebutuhan dasarnya. Seseorang yang melakukan

BAB I PENDAHULUAN. suatu barang dan jasa demi memenuhi kebutuhan dasarnya. Seseorang yang melakukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam upaya memenuhi kebutuhannya, seseorang akan melakukan sesuatu kegiatan yang disebut konsumsi. Konsumsi merupakan suatu kegiatan menikmati nilai daya guna dari

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk yang

1. PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk yang 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk yang sangat tinggi. Jumlah penduduk Indonesia di tahun 2008 diperkirakan sebesar 227.779.100 orang dan akan

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN Gambaran Umum KSP Kasih Sentosa Kota Surakarta. Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Kasih Sentosa kota Surakarta di

BAB III PEMBAHASAN Gambaran Umum KSP Kasih Sentosa Kota Surakarta. Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Kasih Sentosa kota Surakarta di BAB III PEMBAHASAN 3.1. Gambaran Umum KSP Kasih Sentosa Kota Surakarta Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Kasih Sentosa kota Surakarta di dirikan pada 11 Desember 2006. KSP memiliki badan hukum 188.4/360/BH/112006.

Lebih terperinci

KETERKAITAN JENIS SUMBERDAYA LAHAN DENGAN BESAR DAN JENIS PENGELUARAN RUMAH TANGGA DI PEDESAAN LAMPUNG

KETERKAITAN JENIS SUMBERDAYA LAHAN DENGAN BESAR DAN JENIS PENGELUARAN RUMAH TANGGA DI PEDESAAN LAMPUNG KETERKAITAN JENIS SUMBERDAYA LAHAN DENGAN BESAR DAN JENIS PENGELUARAN RUMAH TANGGA DI PEDESAAN LAMPUNG Aladin Nasution*) Abstrak Secara umum tingkat pendapatan dapat mempengaruhi pola konsumsi suatu rumah

Lebih terperinci

Pengaruh Strategi Pencarian Nafkah dan Sistem Penghidupan Masyarakat Desa dalam Rangka Adaptasi. Oleh: Nabiela Rizki Alifa I

Pengaruh Strategi Pencarian Nafkah dan Sistem Penghidupan Masyarakat Desa dalam Rangka Adaptasi. Oleh: Nabiela Rizki Alifa I Pengaruh Strategi Pencarian Nafkah dan Sistem Penghidupan Masyarakat Desa dalam Rangka Adaptasi Oleh: Nabiela Rizki Alifa I34110099 DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Uraian dalam Bab ini menjelaskan hasil pengolahan data dan pembahasan terhadap 4 (empat) hal penting yang menjadi fokus dari penelitian ini, yaitu: (1) peranan sektor kehutanan

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Indonesia adalah sebuah negara yang memiliki potensi ekonomi tinggi, potensi yang mulai diperhatikan dunia internasional.

A. Latar Belakang Indonesia adalah sebuah negara yang memiliki potensi ekonomi tinggi, potensi yang mulai diperhatikan dunia internasional. A. Latar Belakang Indonesia adalah sebuah negara yang memiliki potensi ekonomi tinggi, potensi yang mulai diperhatikan dunia internasional. Indonesia - negara dengan ekonomi paling besar di Asia Tenggara.Indonesia

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI MEI 2017

RELEASE NOTE INFLASI MEI 2017 RELEASE NOTE INFLASI MEI 2017 INFLASI IHK Inflasi Mei 2017 Terkendali Indeks Harga Konsumen (IHK) tercatat mengalami inflasi 0,39% (mtm) di bulan Mei (Tabel 1). Inflasi IHK bulan ini meningkat dibanding

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini digunakan penelitian deskriptif. Menurut Suharsimi Arikunto

III. METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini digunakan penelitian deskriptif. Menurut Suharsimi Arikunto III. METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Dalam penelitian ini digunakan penelitian deskriptif. Menurut Suharsimi Arikunto (2010: 3), penelitian deskriptif adalah penelitian yang dimaksudkan untuk menyelidiki

Lebih terperinci

Tabel 15. Hubungan Luas Lahan dengan Tingkat Pendapatan Tahun 2011

Tabel 15. Hubungan Luas Lahan dengan Tingkat Pendapatan Tahun 2011 59 BAB VII HUBUNGAN PENGARUH TINGKAT PENGUASAAN LAHAN TERHADAP KONDISI SOSIAL EKONOMI RUMAH TANGGA PETANI 7.1 Hubungan Pengaruh Luas Lahan Terhadap Tingkat Pendapatan Pertanian Penguasaan lahan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mengalami proses pembangunan perkotaan yang pesat antara tahun 1990 dan 1999, dengan pertumbuhan wilayah perkotaan mencapai 4,4 persen per tahun. Pulau Jawa

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI NOVEMBER 2016

RELEASE NOTE INFLASI NOVEMBER 2016 Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) Kelompok Kerja Nasional Tim Pengendalian Inflasi Daerah (Pokjanas TPID) RELEASE NOTE INFLASI NOVEMBER 2016 Inflasi Bulan November 2016 Didorong Harga Pangan

Lebih terperinci

BAB V FAKTOR PENYEBAB PEREMPUAN DESA MELAKUKAN MIGRASI INTERNASIONAL

BAB V FAKTOR PENYEBAB PEREMPUAN DESA MELAKUKAN MIGRASI INTERNASIONAL 31 BAB V FAKTOR PENYEBAB PEREMPUAN DESA MELAKUKAN MIGRASI INTERNASIONAL Lee (1984) dalam teorinya Dorong-Tarik (Push-Pull Theory) berpendapat bahwa migrasi dari desa ke kota disebabkan oleh faktor pendorong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara. Inflasi itu sendiri yaitu kecenderungan dari harga-harga untuk menaik

BAB I PENDAHULUAN. negara. Inflasi itu sendiri yaitu kecenderungan dari harga-harga untuk menaik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Inflasi merupakan fenomena ekonomi yang sangat ditakuti oleh semua negara. Inflasi itu sendiri yaitu kecenderungan dari harga-harga untuk menaik secara umum

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar belakang Dampak dari krisis moneter yang terjadi pada tahun 1997 adalah pertumbuhan ekonomi Indonesia menurun drastis.

PENDAHULUAN Latar belakang Dampak dari krisis moneter yang terjadi pada tahun 1997 adalah pertumbuhan ekonomi Indonesia menurun drastis. 1 PENDAHULUAN Latar belakang Dampak dari krisis moneter yang terjadi pada tahun 1997 adalah pertumbuhan ekonomi Indonesia menurun drastis. Meskipun perekonomian Indonesia mengalami peningkatan, tetapi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia hingga saat ini masih tergolong negara yang sedang berkembang dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia hingga saat ini masih tergolong negara yang sedang berkembang dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia hingga saat ini masih tergolong negara yang sedang berkembang dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi. Selain itu juga Indonesia merupakan negara agraris

Lebih terperinci

Lampiran 1 Peta Lokasi Kabupaten Sukabumi

Lampiran 1 Peta Lokasi Kabupaten Sukabumi LAMPIRAN 97 Lampiran 1 Peta Lokasi Kabupaten Sukabumi 95 96 Lampiran 2 Indepth Interview KASUS 1 Suami di-phk, Istri pun Menjadi TKW Dulu hidup kami serba berkecukupan Neng, kenang Bapak A (43 tahun) di

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data tabel FSNSE pada tahun Jenis data

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data tabel FSNSE pada tahun Jenis data 38 III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data tabel FSNSE pada tahun 2005. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator ekonomi antara lain dengan mengetahui pendapatan nasional, pendapatan per kapita, tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nominal ini tidak mampu meningkatkan daya beli masyarakat secara signifikan

BAB I PENDAHULUAN. nominal ini tidak mampu meningkatkan daya beli masyarakat secara signifikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendapatan nominal per kapita masyarakat Indonesia meningkat cukup besar hingga 11.6% per tahun sejak 2001. Namun kenaikan pertumbuhan secara nominal ini tidak

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 13 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April Mei 2012 dan bertempat di hutan Desa Pasir Madang, Kec. Sukajaya, Kab. Bogor, Jawa Barat. 3.2. Alat dan Bahan

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor Alat analisis Input-Output (I-O) merupakan salah satu instrumen yang secara komprehensif dapat digunakan untuk

Lebih terperinci