BAB V STRATEGI NAFKAH MASYARAKAT LOKAL DESA GOROWONG. 5.1 Strategi Nafkah Kampung Ater dan Kampung Ciawian

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB V STRATEGI NAFKAH MASYARAKAT LOKAL DESA GOROWONG. 5.1 Strategi Nafkah Kampung Ater dan Kampung Ciawian"

Transkripsi

1 28 BAB V STRATEGI NAFKAH MASYARAKAT LOKAL DESA GOROWONG 5.1 Strategi Nafkah Kampung Ater dan Kampung Ciawian Strategi nafkah dalam kehidupan sehari-hari direprensentasikan oleh keterlibatan individu-individu dalam proses perjuangan untuk mendapatkan suatu jenis mata pencaharian atau bentuk pekerjaan produktif demi mempertahankan ataupun meningkatkan derajat kehidupan dalam merespons dinamika sosioekonomi, ekologi dan politik mengenai mereka (Dharmawan 2007). Strategi nafkah yang diteliti adalah strategi nafkah masyarakat Desa Gorowong khususnya Kampung Ater dan Kampung Ciawian setelah adanya industri batu bata. Strategi nafkah yang dilakukan oleh kedua kampung tersebut berbasis pada strategi nafkah rumahtangga, yaitu pengerahan anggota keluarga untuk mencapai derajat hidup yang diinginkan oleh keluarga tersebut. Strategi nafkah yang dilakukan oleh rumahtangga responden di Kampung Ater tidak berbeda jauh dengan strategi nafkah yang dilakukan rumahtangga responden di Kampung Ciawian. Bab ini akan menjelaskan bagaimana dan apa saja strategi nafkah yang diterapkan oleh Kampung Ater sebagai kampung yang memiliki industri batu bata tinggi, dan Kampung Ciawian yang memiliki aktivitas pertanian lebih banyak dibandingkan dengan Kampung Ater Pengusahaan Mata Pencaharian Pertanian Tranformasi sektor pertanian menjadi sektor non-pertanian, merupakan suatu hal yang tidak dapat terelakkan di daerah yang memiliki aktivitas industri. Transformasi ini akan memberikan berbagai dampak terhadap struktur sosial masyarakat Desa Gorowong terutama Kampung Ater dan Kampung Ciawian sebagai daerah fokus penelitian. Pada mulanya mayoritas penduduk Desa Gorowong bergerak di sektor pertanian, namun lambat laun berubah menjadi industri karena hasil pertanian yang tidak memuaskan akibat dari kondisi tanah di Desa Gorowong yang asam, sehingga masyarakat Desa Gorowong mulai meninggalkan pertanian dan beralih kepada sektor industri batu bata. Hal ini dikarenakan tanah di Desa Gorowong lebih cocok digunakan sebagai bahan baku batu bata dibandingkan untuk ditanami padi. Meskipun pertanian di Desa

2 29 Gorowong tidak begitu banyak, namun masih ada beberapa kampung di Desa Gorowong yang masih menerapkan pertanian secara subsisten (untuk dikonsumsi sendiri). Pada Gambar 5 di bawah ini dapat dilihat persentasi masyarakat Kampung Ater dan Kampung Ciawian yang masih menerapkan mata pencaharian pertanian. 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% 86.67% 13.33% 63.33% 36.67% tidak mengusahakan Pertanian Mengusahakan Pertanian Kampung Ater Kampung Ciawian Keterangan: n Kampung Ater = 30 rumahtangga n Kampung Ciawian = 30 rumahtangga Gambar 5. Pengusahaan Mata Pencaharian Pertanian di Kampung Ater dan Kampung Ciawian Terlihat pada Gambar 5, sebesar 13,33 persen atau sebanyak empat responden Kampung Ater masih mengusahakan matapencaharian pertanian, dan sebesar 86,67 persen atau sebanyak 26 responden di Kampung Ater sudah tidak mengusahakan pertanian lagi. Berbeda dengan Kampung Ater, Kampung Ciawian merupakan kampung di Desa Gorowong yang tergolong banyak warganya yang bermata pencaharian di sektor pertanian, terlihat dari 36,67 persen atau sebanyak 11 responden masih bermata pencaharian di sektor pertanian, walaupun tidak semua dari 11 responden tersebut memiliki lahan, karena sebagian besar dari 11 responden tersebut bertani dengan sistem bagi hasil/bawon. Masyarakat Kampung Ciawian yang sudah tidak mengusahakan sektor pertanian lagi yaitu sebesar 63,33 persen atau sebanyak 19 responden bekerja diluar sektor pertanian. Responden di kedua kampung, baik Kampung Ciawian dan Kampung Ater yang mengusahakan sektor pertanian juga mengusahakan matapencaharian dari sektor non pertanian

3 30 atau disebut dengan pola nafkah ganda. Hal ini dikarenakan, sebagian besar mereka adalah buruh tani, sehingga pendapatan dari sektor pertanian saja tidak mencukupi kebutuhan sehari-hari keluarganya Migrasi Salah satu strategi nafkah yang biasanya diterapkan oleh masyarakat untuk memperoleh pekerjaan atau hidup yang lebih baik adalah dengan cara migrasi atau perpindahan spasial penduduk, baik masih dalam satu wilayah kenegaraan maupun lintas negara yang bersifat permanen maupun sementara. Migrasi pada suatu daerah dapat dilihat apakah migrasi tersebut termasuk dalam migrasi ke dalam atau keluar. Migrasi ke dalam maksudnya adalah banyak penduduk luar daerah datang ke daerah tersebut. Sementara migrasi keluar adalah banyaknya penduduk daerah asal yang pergi menuju daerah baru. Umumnya migrasi keluar terjadi ketika daerah asal sudah tidak bisa memberikan jaminan hidup yang lebih baik bagi penduduknya, sementara migrasi ke dalam terjadi jika daerah tujuan memiliki jaminan penghidupan yang lebih baik. Desa Gorowong merupakan desa yang terkenal dengan industri batu batanya, dengan lokasi berdekatan dengan kota besar yaitu Tangerang dan Jakarta. Dimana permintaan akan bahan baku bangunan seperti batu bata meningkat setiap waktunya, oleh karena itu tidak mengherankan banyak masyarakat luar daerah Desa Gorowong datang untuk bekerja di daerah ini. Penelitian ini melihat jumlah migrasi yang dilakukan oleh masyarakat di Kampung Ater dan Ciawian, migrasi yang diteliti adalah migrasi ke luar yang dilakukan oleh masyarakat di kedua kampung penelitian. Gambar 6 di bawah terlihat persentase migrasi ke luar daerah yang dilakukan oleh warga baik Kampung Ater maupun Kampung Ciawian hanya sedikit. Persentase Responden di Kampung Ater yang keluarganya bekerja di luar daerah sebesar 16,67 persen atau sebanyak lima responden. Kelima responden ini bermigrasi ke daerah yang berbeda-beda ada yang ke luar negeri untuk menjadi Tenaga Kerja Indonesia (TKI), ada pula yang bekerja di kota besar seperti Tangerang.

4 31 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% 83.33% 16.67% 93.33% 6.67% Tidak Melakukan Migrasi Melakukan Migrasi Kampung Ater Kampung Ciawian Keterangan: n Kampung Ater = 30 rumahtangga n Kampung Ciawian = 30 rumahtangga Gambar 6. Persentase Responden yang Melakukan Migrasi di Kampung Ater dan Kampung Ciawian Tahun 2011 Masyarakat di Kampung Ciawian yang melakukan migrasi sebesar 6,67 persen atau sebanyak dua responden bekerja di luar daerah Desa Gorowong yaitu mereka bekerja di daerah Jakarta dan sekitarnya. Alasan responden memilih bekerja di luar daerah Desa Gorowong bermacam-macam, diantaranya ada sebagian dari mereka yang enggan bekerja di sektor industri batu bata, dan ada pula yang mencoba peruntungan untuk bekerja di luar negeri menjadi TKI/TKW. Persentase warga yang masih menetap di Kampung Ater dan Kampung Ciawian yaitu sebesar 83,33 persen dan 93,33 persen atau mayoritas dari warga kedua kampung tersebut tidak mencari pekerjaan di luar daerah, karena sumber nafkah di Desa Gorowong yang cukup tersedia, yaitu dengan jumlah industri batu bata yang semakin banyak di daerah ini sehingga peluang kerja semakin terbuka. Hal ini juga ditegaskan oleh Kepala Desa Gorowong: Kalau di Gorowong sendiri hanya sedikit yang pergi ke luar daerah atau menjadi TKI, karena Gorowong dikenal sebagai sentra batu bata. Semakin hari permintaan batu bata semakin tinggi, biasanya permintaan batu bata dari daerah Tangerang, Jakarta, dan Bekasi. Jadi, semakin kesini semakin banyak Lio-Lio baru yang ada, sehingga menarik orang-orang dari luar daerah seperti Cirebon, Cianjur, dll. Jadi di Gorowong justru banyak masyarakat luar yang masuk ke Gorowong untuk bekerja sebagai buruh ngeleng (menyetak batu bata red), supir truk, dll. (Sry, 46 tahun, Kepala Desa Gorowong)

5 32 Hal ini juga ditegaskan oleh salah satu ketua RT di Kampung Ciawian: Dahulu ketika Lio belum banyak di desa ini, banyak warga yang pergi keluar desa untuk mencari kerja, kemudian setelah Lio (batu bata) masuk sekitar tahun 80-an, banyak warga yang tadinya bekerja di luar daerah kembali lagi ke desa untuk nge-lio (Spd, 43 tahun Ketua RT 03) Berdasarkan penuturan dari kedua tokoh tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa berkembangnya industri batu bata di Desa Gorowong mampu membuka peluang kerja baik bagi masyarakat setempat maupun masyarakat luar desa. Industri batu bata juga mampu mengerem laju terjadinya migrasi desa-kota yang berpontesi terjadinya konflik dan kepadatan penduduk di kota. Jadi, dapat dikatakan bahwa minimnya masyarakat di Desa Gorowong yang melakukan migrasi ke luar desa adalah salah satu contoh manfaat dari berkembanganya industri batu bata di wilayah Desa Gorowong Pola Nafkah Ganda Pola nafkah ganda merupakan salah satu strategi nafkah yang diteliti pada penelitian ini. Pola nafkah ganda banyak dilakukan oleh masyarakat untuk meningkatkan kesejahterahan hidup rumahtangganya. Pola nafkah ganda pada penelitian ini dibedakan menjadi dua sektor yaitu pola nafkah ganda berdasarkan sektor mata-pencaharian seperti pola nafkah ganda pertanian dengan nonpertanian dan pola nafkah ganda non-pertanian dengan non-pertanian, serta pola nafkah ganda berdasarkan golongan ekonomi rumahtangga, yaitu penerapan pola nafkah ganda di rumahtangga ekonomi rendah, menengah dan tinggi, sehingga akan terlihat pada golongan mana saja yang paling banyak menerapkan pola nafkah ganda. Gambar 7 merupakan persentase penerapan pola nafkah ganda pada kedua kampung yang dijadikan sebagai sampel penelitian.

6 33 100% 80% 60% 40% 20% 0% 46.67% Kampung Ater 50% 0.00% 3.33% 43.33% 16.67% 10% 30% Kampung Ciawian Nafkah Tunggal Non- Pertanian Nafkah Tunggal Pertanian Nafkah ganda Non Pertanian dan Non Pertanian Nafkah Ganda Pertanian- Non Pertanian Keterangan: n Kampung Ater = 30 rumahtangga n Kampung Ciawian = 30 rumahtangga Gambar 7. Persentase Pola Nafkah Ganda Berdasarkan Sektor Matapencaharian Responden di Kampung Ater dan Kampung Ciawian Pola nafkah ganda pada Gambar 7 di atas merupakan analisis data berdasarkan sektor mata pencaharian responden. Persentase penerapan pola nafkah ganda pertanian-nonpertanian di Kampung Ater hanya sebesar 10 persen atau sebanyak tiga responden yang menerapkan pola nafkah ganda ini, hal ini disebabkan karena sedikitnya jumlah responden yang bekerja di bidang pertanian, sementara di Kampung Ciawian dimana angka pertaniannya lebih banyak dibanding Kampung Ater persentase pola nafkah ganda pertanian dengan nonpertanian sebesar 30 persen atau sebanyak sembilan responden. Hasil pertanian yang tidak mencukupi kebutuhan rumahtangga merupakan alasan utama mengapa responden mempunyai dua pekerjaan yang berbeda. Responden di Kampung Ater, pada umumnya memilih sektor pertanian bukanlah mata pencaharian utama melainkan sebagai mata pencaharian tambahan. Disini (Gorowong) sawahnya sedikit dibandingkan desa yang lain, hal ini dikarenakan tanah yang pertanian memiliki kandungan asam yang tinggi, dan tanahnya lebih cocok untuk dijadikan batu bata (Lio) atau bahan baku keramik. Sekarang banyak yang bertani hanya untuk kebutuhan dapur saja tidak untuk dijual (bapak Bnk, 56 tahun, ketua kelompok tani Desa Gorowong). Umumnya pekerjaan pertanian yang dilakukan oleh 10 persen dan 30 persen responden di kedua kampung tersebut adalah sebagai pekerja di industri

7 34 batu bata, hal ini dikarenakan untuk membuat batu bata tidak diperlukan keahlian khusus dan dengan hasil yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan bertani. Terlihat pada gambar basis nafkah ganda masyarakat di Kampung Ater adalah non-pertanian dengan non-pertanian, dimana pola nafkah ganda non-pertanian tampak dominan yaitu sebesar 43,33 persen. Sebaliknya, basis nafkah ganda masyarakat Ciawian adalah sektor pertanian dengan non-pertanian, dimana peran gabungan antara sektor pertanian dan non-pertanian cenderung lebih besar yaitu menyumbang sekitar 30 persen. Jika dilihat dari penerapan pola nafkah ganda terlepas dari apakah pola nafkah ganda pertanian dengan non-pertanian dan nonpertanian dengan non-pertanian, mayoritas responden di Kampung Ater yang menerapkan pola nafkah ganda yaitu sebesar 53,33 persen sedangkan di Kampung Ciawian penerapan pola nafkah tunggal dan pola nafkah ganda memiliki jumlah dan persentase yang hampir sama yaitu sebesar 53,33 persen yang memilki pola nafkah tunggal serta sebesar 46,67 persen responden yang memiliki pola nafkah ganda. Sektor non pertanian merupakan sumber nafkah yang dominan dipilih oleh responden baik di Kampung Ater maupun Ciawian. Umumnya pekerjaan yang dilakukan lebih bermacam-macam seperti menjadi supir truk, buruh batu bata, bengkel, berdagang, wiraswasta, pemilik industri batu bata, dan lain-lain. Sebagaimana telah dirancang dalam penelitian ini, akan dibandingkan sejauh mana keterlibatan masyarakat di dua kampung terhadap pola nafkah ganda berdasarkan lapisan sosial. Terdapat tiga lapisan sosial yang dicoba untuk dianalisis menggunakan basis tingkat pendapatan, yatu lapisan atau golongan ekonomi rendah, menengah dan atas di kedua lokasi penelitian yaitu di Kampung Ater dan Kampung Ciawian. Basis tingkat pendapatan di kedua Kampung tersebut berbeda satu dengan lainnya, sehingga lapisan/golongan ekonomi di kedua Kampung tersebut berbeda pula. Lapisan/golongan ekonomi rendah di Kampung Ciawian adalah rumahtangga responden yang memiliki kisaran tingkat pendapatan lebih kecil dari Rp ,00/tahun. Lapisan/golongan ekonomi menengah di Kampung Ciawian adalah rumahtangga responden yang memiliki kisaran tingkat pendapatan yang diperoleh antara Rp ,00/tahun hingga lebih kecil dari Rp ,00/tahun dan lapisan/golongan ekonomi atas adalah rumahtangga yang memiliki pendapatan lebih besar atau sama dengan Rp ,00/tahun.

8 35 Lapisan/golongan ekonomi di Kampung Ater dikatakan rendah apabila memiliki pendapatan dari Rp ,00/tahun. Lapisan golongan ekonomi menengah jika pendapatan yang diperoleh antara Rp ,00/tahun hingga lebih kecil dari Rp ,00/tahun, sedangkan lapisan/golongan ekonomi tinggi apabila pendapatan yang diperoleh lebih besar atau sama dengan Rp ,00/tahun. Gambar 8 merupakan persentase pola nafkah ganda yang digambarkan secara menyeluruh dan dengan membaginya ke dalam cluster atau pembagian kelas sosial. Jika melihat dari hasil olahan data penelitian, di Kampung Ater dan Kampung Ciawian yang memiliki pola nafkah tunggal mayoritas berasal dari responden golongan ekonomi rendah. Hal ini disebabkan karena kurangnya modal dan keahlian yang mereka miliki sehingga pola nafkah yang mereka lakukan hanya terbatas pada satu pekerjaan saja. Kampung Ater Kampung Ciawian 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% 62.50% 37.50% golongan ekonomi rendah 50% 50% golongan ekonomi menengah 0% 100% golongan ekonomi tinggi % 47.62% 42.86% 52.38% golongan ekonomi rendah golongan ekonomi menengah 0% 100% golongan ekonomi tinggi pola nafkah ganda pola nafkah tunggal Keterangan: n Kampung Ater = 30 rumahtangga n Kampung Ciawian = 30 rumahtangga Gambar 8. Persentase Pola Nafkah Ganda berdasarkan Golongan Ekonomi Rumahtangga di Kampung Ater dan Kampung Ciawian Tahun 2011 Keseluruhan masyarakat baik di Kampung Ater dan Kampung Ciawian yang berada dalam golongan ekonomi tinggi menerapkan pola nafkah ganda nonpertanian, hal ini tentu saja wajar mengingat golongan ekonomi tinggi memiliki

9 36 akses baik sumberdaya alam dan manusia serta modal yang kuat. Semakin kaya/tinggi lapisan sosial masyarakat di kedua kampung maka semakin besar peranan sektor non-pertanian terutama sektor industri batu bata dalam struktur nafkah rumahtangga. Pola nafkah rumahtangga ganda semakin dominan dengan meningkatnya lapisan sosial. Bila non-pertanian adalah industri batu bata maka industri batu bata adalah sektor yang menjamin kelangsungan ekonomi/nafkah dan kemakmuran masyarakat di kedua lokasi. Adanya industri batu bata ini, menyebabkan perubahan pada pola nafkah di daerah Gorowong, yaitu mayoritas pola nafkah yang diterapkan responden adalah pola nafkah di sektor industri batu bata Tindakan Adaptif Rumahtangga Saat Menghadapi Krisis Setiap rumahtangga pasti pernah mengalami krisis ekonomi yang menyebabkan suatu rumahtangga perlu melakukan tindakan-tindakan untuk mengatasi krisis yang terjadi. Pada penelitian ini dilihat mengenai tindakan rasional yang dilakukan oleh rumahtangga ketika mengalami krisis ekonomi. Tindakan rasional dilihat dari tindakan pengambilan tabungan yang dimiliki oleh rumahtangga tersebut, menggadaikan barang-barang berharga, menjual barangbarang atau aset-aset rumahtangga, serta meminjam pada saudara, tetangga bahkan dengan bank atau rentenir, dengan tujuan agar dapat terlepas dari krisis yang menerpa rumahtangga tersebut. Berikut Gambar 9 yang menerangkan persentase dari Kampung Ater dan Kampung Ciawian dalam melakukan tindakan rasional ketika rumahtangga responden menghadapi krisis.

10 37 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% 20% 6.67% 73.33% Kampung Ater 80% 10% 3.33% 10% 20% 6.67% 10% Kampung Ciawian lain-lain Meminjam Uang Menjual aset-aset rumahtangga Menggadaikan barang berharga Mengambil Tabungan Keterangan: n Kampung Ater = 30 rumahtangga n Kampung Ciawian = 30 rumahtangga Gambar 9. Tindakan Rumahtangga Responden di Kampung Ater dan Kampung Ciawian Saat Menghadapi Krisis Pada Gambar 9 di atas, terlihat mayoritas responden dari kedua kampung tersebut melakukan tindakan meminjam uang sebagai tindakan rasional utama ketika terlilit krisis, sebesar 73,33 persen atau sebanyak 22 responden di Kampung Ater melakukan tindakan meminjam uang baik kepada saudara, orang tua, tetangga bahkan ada beberapa yang meminjam dari bank. Begitu pula dengan responden di Kampung Ciawian, sebesar 80 persen responden atau sebanyak 24 responden melakukan peminjaman uang ketika terlilit krisis. Banyaknya responden yang menjawab meminjam uang kepada saudara, orangtua, ataupun tetangga karena menurut para responden merupakan cara yang cepat serta paling nyaman, serta hal tersebut merupakan hal yang lumrah di lingkungan tempat tinggal mereka. Mayoritas responden yang meminjam uang ketika mengalami krisis adalah responden yang berlatar belakang dari berbagai sektor pekerjaan baik petani, bengkel, buruh batu bata, dan lain sebagainya, kebanyakan responden yang melakukan peminjaman uang adalah buruh batu bata disebabkan karena jumlah penghasilan yang dapat disisihkan untuk menabung kecil, sehingga untuk mengatasi kebutuhan pada saat terjadi krisis adalah dengan meminjam uang pada kerabatnya. Sementara itu, tindakan rasional kedua yang banyak dilakukan oleh responden di kedua kampung tersebut adalah menggadaikan barang-barang

11 38 berharga. Di Kampung Ater sebesar 10 persen atau sebanyak tiga responden menggadaikan barang-barang berharga yang mereka miliki, dan sebanyak 20 persen responden di Kampung Ciawian atau sebanyak enam responden juga melakukan hal yang sama yaitu menggadaikan barang-barang berharga yang mereka miliki baik ke bank atau ke pegadaian. Responden yang meminjam uang ke bank adalah responden yang bekerja sebagai pengusaha batu bata, hal ini disebabkan karena penghasilan dari industri batu bata cukup besar, dan mereka memiliki barang-barang investasi yang dapat digunakan sebagai jaminan ketika mengalami krisis. Pada Gambar 9 di atas, terlihat bahwa persentase tindakan yang dilakukan pada saat krisis di Kampung Ciawian lebih besar dibandingkan dengan Kampung Ater, artinya tingkat pendapatan yang rendah di Kampung Ciawian menyebabkan masyarakat di Kampung Ciawian rentan terhadap krisis ekonomi, sementara di Kampung Ater walaupun persentase tindakan adaptif saat terjadi krisis tidak terlampau jauh dari Kampung Ciawian, namun hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendapatan di Kampung Ater sedikit lebih baik dibandingkan dengan Kampung Ciawian sehingga dengan pendapatan yang lebih tinggi tersebut responden di Kampung Ater mampu bertahan agar tidak mengalami krisis ekonomi Alokasi Waktu Kerja (Produktif dan Reproduktif) Rumahtangga Strategi nafkah yang juga dilakukan oleh rumahtangga responden adalah pengalokasian waktu kerja rumahtangga, termasuk di dalamnya alokasi waktu kerja produktif dan reproduktif. Beberapa hasil kepustakaan menunjukkan bahwa pada umumnya alokasi waktu bekerja pria untuk kegiatan produksi cenderung lebih tinggi dibandingkan untuk kegiatan reproduksi, sedangkan pada wanita cenderung sebaliknya atau minimal berimbang antara waktu untuk kegiatan produksi dengan kegiatan reproduksi. Namun demikian wanita dan pria pada dasarnya sama-sama terlibat dalam kegiatan reproduksi dan produksi, tetapi berbeda dalam hal intensitas curahan waktu kerja (Mangkuprawira dalam Ariyanto 2004).

12 39 Tabel. 5. Jumlah Jam/Hari dan Persentase Waktu Kerja Produktif menurut Kategori Anggota Rumahtangga di Kampung Ater dan Ciawian Anggota Rumahtangga Kampung Ater Rumahtangga Kampung Ciawian rumahtangga Jam/hari % Jam/hari % Suami 8,13 63,37 9,13 72,69 Istri 2,53 19,72 1,6 12,74 Anggota 2,17 16,91 1,83 14,57 keluarga lain Total 12, ,00 12,56 100,00 Kontribusi alokasi waktu rata-rata yang dicurahkan untuk aktivtitas bekerja dari masing-masing anggota rumahtangga di Kampung Ater dan Kampung Ciawian tidak begitu berbeda, yaitu sebesar 12,83 jam/hari dan 12,56 jam/hari merupakan total waktu kerja yang dicurahkan oleh rumahtangga di kedua kampung, dan alokasi kerja produktif mayoritas yang memberi kontribusi tinggi adalah kontribusi jam kerja dari suami, sementara hanya sebesar 2,53 jam/hari atau sebesar 19,72 persen istri menyumbang kontribusinya pada kegiatan produktif. Hal ini menunjukkan bahwa pemegang dan kendali untuk kegiatan mencari nafkah masih didominasi pada suami. Akibat berkembangnya industri batu bata di daerah Gorowong khususnya Kampung Ater dan Ciawian, maka kontribusi pekerjaan dalam rumahtangga mengalami sedikit perubahan, seperti terlihat pada Tabel 5 di atas yaitu anggota rumahtangga seperti istri dan anak juga ikut berperan dalam menyumbang perekonomian keluarga, mayoritas istri atau anak bekerja di bidang industri batu bata, karena bekerja di industri batu bata terutama buruh batu bata cukup mudah, dan tidak memerlukan keahlian khusus. Hasil penelitian yang dilakukan Fizzanty dalam Ariyanto (2004) menunjukkan bahwa pada setiap lapisan rumahtangga di desa contoh, pekerjaan rumahtangga cenderung dialokasikan pada kaum istri. Hasil penelitian ini juga memberikan hasil serupa seperti penelitian yang dilakukan Fizzanty dan Ariyanto, terlihat pada Tabel 6, rata-rata anggota responden yang paling besar memiliki waktu reproduktif adalah istri.

13 40 Tabel 6. Jumlah Jam/Hari dan Persentase Waktu Reproduktif menurut Kategori Anggota Rumahtangga di Kampung Ater dan Ciawian Rumahtangga Kampung Ater Rumahtangga Kampung Ciawian Anggota rumahtangga Waktu senggang % Waktu reproduktif % Waktu senggang % Waktu reproduktif % (Jam/Hari) (Jam/Hari) (Jam/Hari) (Jam/Hari) Suami 8,74 26,9 7,13 26,4 8,57 23,4 6,3 27,7 Istri 10,15 31,3 11,32 41,9 13,46 36,7 8,94 39,3 Anggota keluarga 13,56 41,8 8,55 31,67 14, ,5 33 lainnya Total 32, , , Di Kampung Ater waktu reproduktif istri terbagi dalam waktu senggang dan waktu kerja domestik, dimana waktu senggang yang dimiliki oleh istri adalah sebesar 10,51 jam/hari, yang termasuk waktu senggang adalah waktu untuk tidur malam dan siang, berbincang-bincang dengan tetangga, dan menonton televisi, sedangkan di Kampung Ciawian, waktu senggang yang dimiliki oleh istri adalah sebesar 13,46 jam/hari. Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa waktu senggang yang dimiliki oleh para istri di Kampung Ciawian lebih banyak dibandingkan dengan waktu senggang yang dimiliki oleh para istri di Kampung Ater. Alokasi waktu kerja reproduktif adalah curahan waktu kerja untuk mengurusi rumahtangga seperti memasak, mencuci, membersihkan rumah, mengurus anak, dan lain-lain. Alokasi waktu kerja reproduktif yang dimiliki oleh istri di Kampung Ater terlihat lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah waktu kerja domestik yang dimiliki istri di Kampung Ciawian, yaitu sebesar 11,52 jam/hari di Kampung Ater dan sebesar 8,94 jam/hari di Kampung Ciawian. Jika dijumlahkan maka jumlah alokasi waktu kerja yang dimiliki oleh para istri di Kampung Ater adalah sebesar 21,47 jam/hari sedangkan di Kampung Ciawian yaitu sebesar 22,4 jam/hari, berdasarkan jumlah tersebut dapat terlihat bahwa beban kerja yang dimiliki oleh para istri di Kampung Ater lebih besar daripada beban kerja yang dimiliki oleh para istri di Kampung Ciawian, karena selain mengurusi rumahtangga para istri juga harus bekerja untuk membantu perekonomian rumahtangga.

14 Ikhtisar Strategi nafkah yang dilakukan oleh masyarakat Desa Gorowong khususnya responden di Kampung Ater dan Kampung Ciawian meliputi Migrasi, Pola Nafkah Ganda, Tindakan adaptif rumahtangga saat menghadapi krisis dan Alokasi waktu kerja rumahtangga. Pola nafkah ganda dibedakan menjadi pola nafkah ganda pertanian dengan non-pertanian dan non-pertanian dengan non-pertanian. Pola nafkah ganda pertanian dengan non-pertanian yang diterapkan oleh responden pada umumnya adalah petani dengan buruh industri batu bata, petani dengan pedagang, petani dengan pemilik industri batu bata. Sedangkan pola nafkah non-pertanian dengan non-pertanian berupa buruh industri batu bata dengan supir truk, pedagang dengan buruh batu bata, pengusaha bengkel dengan pemilik industri batu bata dan lain sebagainya. Sumber nafkah yang paling banyak diterapkan oleh masyarakat adalah di sektor industri batu bata. Tabel 7 Strategi Nafkah Masyarakat di Kampung Ater dan Kampung Ciawian Desa Gorowong, Aspek Penelitian Kampung Ater (luas lahan pertanian sedikit) Kampung Ciawian (luas lahan pertanian banyak) Migrasi Rendah Rendah Pola nafkah ganda - Pertanian-non pertanian Rendah Tinggi - Nonpertanian-nonpertanian Tinggi Sedang - Tidak memiliki Sedang Tinggi Tindakan Adaptif - Meminjam kepada keluarga/tetangga - Menggadaikan barang berharga Tinggi Rendah Tinggi Sedang - Menjual aset-aset berharga Rendah Sangat rendah - Mengambil tabungan - Lainnya Alokasi waktu kerja rumahtangga Rendah Rendah Sedang Rendah - Waktu kerja produktif Tinggi (suami) Tinggi (suami) - Waktu kerja reproduktif Tinggi (Istri) Tinggi (Istri)

15 42 Mayoritas responden memilih meminjam uang kepada orang terdekatnya ketika mengalami krisis ekonomi, hal ini disebabkan oleh faktor kemudahan dan kecepatan jalan keluar dengan resiko sangat kecil dibanding dengan cara-cara yang lain. Strategi nafkah yang terakhir diulas pada bab ini adalah alokasi waktu kerja rumahtangga baik kerja produktif dan kerja reproduktif, untuk alokasi waktu kerja produktif mayoritas didominasi oleh suami sebagai kepala keluarga, sedangkan alokasi waktu kerja reproduktif didominasi oleh istri. Keberadaan industri batu bata di Desa Gorowong merubah pola nafkah masyarakat lokal, akibat adanya industri batu bata ini semakin banyak masyarakat yang bekerja di sektor industri batu bata dan memiliki pola nafkah ganda di sektor industri batu bata sebagai sumber nafkah tambahan. Selain itu akibat adanya industri batu bata tidak hanya suami sebagai kepala keluarga saja yang bekerja, namun juga anggota rumahtangga lainnya ikut berkontribusi seperti istri dan anak. Tidak mengherankan jika dengan adanya industri batu bata perekonomian masyarakat lokal meningkat, karena hampir seluruh masyarakat dapat terjun di sektor ini baik dengan keahlian khusus maupun tidak memiliki keahlian khusus.

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 18 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Desa Gorowong Desa Gorowong merupakan salah satu desa yang termasuk dalam Kecamatan Parung Panjang, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa

Lebih terperinci

BAB II PENDEKATAN TEORITIS

BAB II PENDEKATAN TEORITIS 4 BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pengertian industri dan Penggolongannya Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian industri adalah kegiatan memproses atau mengolah barang

Lebih terperinci

VI. ALOKASI WAKTU KERJA, KONTRIBUSI PENDAPATAN, DAN POLA PENGELUARAN RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH

VI. ALOKASI WAKTU KERJA, KONTRIBUSI PENDAPATAN, DAN POLA PENGELUARAN RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH 59 VI. ALOKASI WAKTU KERJA, KONTRIBUSI PENDAPATAN, DAN POLA PENGELUARAN RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH 6.1. Curahan Tenaga Kerja Rumahtangga Petani Lahan Sawah Alokasi waktu kerja dalam kegiatan ekonomi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KARAKTERISTIK RESPONDEN Sebelum membahas pola pembagian peran dalam keluarga responden, terlebih dahulu akan di jelaskan mengenai karakteristik responden yang akan dirinci

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu isu yang muncul menjelang berakhirnya abad ke-20 adalah persoalan gender. Isu tentang gender ini telah menjadi bahasan yang memasuki setiap analisis sosial. Gender

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Pada tahun 2010 diperhitungkan sekitar 0,8 juta tenaga kerja yang

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Pada tahun 2010 diperhitungkan sekitar 0,8 juta tenaga kerja yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian masih menjadi sumber mata pencaharian utama bagi masyarakat Indonesia. Pada tahun 2010 diperhitungkan sekitar 0,8 juta tenaga kerja yang mampu diserap dari berbagai

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI NAFKAH MASYARAKAT SEBELUM DAN SESUDAH TERJADINYA KONVERSI LAHAN

BAB VI STRATEGI NAFKAH MASYARAKAT SEBELUM DAN SESUDAH TERJADINYA KONVERSI LAHAN BAB VI STRATEGI NAFKAH MASYARAKAT SEBELUM DAN SESUDAH TERJADINYA KONVERSI LAHAN 6.1. Strategi Nafkah Sebelum Konversi Lahan Strategi nafkah suatu rumahtangga dibangun dengan mengkombinasikan aset-aset

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan agraris, dimana terdiri dari banyak pulau dan sebagian besar mata pencaharian penduduknya bercocok tanam atau petani. Pertanian

Lebih terperinci

VIII. RINGKASAN DAN SINTESIS

VIII. RINGKASAN DAN SINTESIS VIII. RINGKASAN DAN SINTESIS Pada bagian ini akan dikemukakan beberapa ringkasan hasil dari pembahasan yang telah dilakukan pada bab-bab sebelumnya. Selanjutnya akan dikemukakan sintesis dari keseluruhan

Lebih terperinci

TINGKAT KEBERDAYAAN EKONOMI PEREMPUAN

TINGKAT KEBERDAYAAN EKONOMI PEREMPUAN 65 VII. TINGKAT KEBERDAYAAN EKONOMI PEREMPUAN 7.1 Akses dan Kontrol Peserta Perempuan Program Terhadap Sumberdaya Tingkat keberdayaan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan program PNPM Mandiri

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Faktor yang Mempengaruhi Wanita Bekerja. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Riyani, dkk (2001) mengenai

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Faktor yang Mempengaruhi Wanita Bekerja. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Riyani, dkk (2001) mengenai BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Faktor yang Mempengaruhi Wanita Bekerja Dalam penelitian yang dilakukan oleh Riyani, dkk (2001) mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan wanita untuk bekerja adalah

Lebih terperinci

BAB VI PERAN (PEMBAGIAN KERJA) DALAM RUMAHTANGGA PESERTA PRODUK PEMBIAYAAN BMT SWADAYA PRIBUMI

BAB VI PERAN (PEMBAGIAN KERJA) DALAM RUMAHTANGGA PESERTA PRODUK PEMBIAYAAN BMT SWADAYA PRIBUMI BAB VI PERAN (PEMBAGIAN KERJA) DALAM RUMAHTANGGA PESERTA PRODUK PEMBIAYAAN BMT SWADAYA PRIBUMI 6.1 Peran (Pembagian Kerja) dalam Rumahtangga Peserta Peran atau pembagian kerja tidak hanya terdapat dalam

Lebih terperinci

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELUANG KERJA SUAMI DAN ISTRI DI LUAR SEKTOR PERIKANAN

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELUANG KERJA SUAMI DAN ISTRI DI LUAR SEKTOR PERIKANAN VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELUANG KERJA SUAMI DAN ISTRI DI LUAR SEKTOR PERIKANAN Rumahtangga adalah basis unit kegiatan produksi dan konsumsi dimana anggota rumahtangga merupakan sumberdaya manusia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1. Pengertian Tanah dan Fungsinya Sejak adanya kehidupan di dunia ini, tanah merupakan salah satu sumberdaya yang penting bagi makhluk hidup. Tanah merupakan salah satu bagian

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. setelah seseorang divasektomi maka untuk selanjutnya ia tidak lagi dapat

BAB V KESIMPULAN. setelah seseorang divasektomi maka untuk selanjutnya ia tidak lagi dapat BAB V KESIMPULAN Vasektomi merupakan salah satu program KB yang tergolong kontrasepsi mantap. Kontrasepsi mantap artinya sebelum melakukan operasi vasektomi, calon pelaku sudah memahami betul bahwa vasektomi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Sektor pertanian sudah seharusnya mendapat prioritas dalam kebijaksanaan strategis pembangunan di Indonesia. Selama lebih dari 30 tahun terakhir, sektor pertanian di Indonesia,

Lebih terperinci

Pengaruh Strategi Pencarian Nafkah dan Sistem Penghidupan Masyarakat Desa dalam Rangka Adaptasi. Oleh: Nabiela Rizki Alifa I

Pengaruh Strategi Pencarian Nafkah dan Sistem Penghidupan Masyarakat Desa dalam Rangka Adaptasi. Oleh: Nabiela Rizki Alifa I Pengaruh Strategi Pencarian Nafkah dan Sistem Penghidupan Masyarakat Desa dalam Rangka Adaptasi Oleh: Nabiela Rizki Alifa I34110099 DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI

Lebih terperinci

BAB IV KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN SISTEM PERTANIAN

BAB IV KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN SISTEM PERTANIAN BAB IV KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN SISTEM PERTANIAN 23 Gambaran penelitian yang dimuat dalam bab ini merupakan karakteristik dari sistem pertanian yang ada di Desa Cipeuteuy. Informasi mengenai pemerintahan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Responden A. Umur Kisaran umur responden yakni perempuan pada Kasus LMDH Jati Agung III ini adalah 25-64 tahun dengan rata-rata umur 35,5 tahun. Distribusi

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK INDUSTRI KECIL KERUPUK

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK INDUSTRI KECIL KERUPUK IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK INDUSTRI KECIL KERUPUK 4.1. Letak Geografis, Kependudukan dan Kondisi Perekonomian Kabupaten Demak Kabupaten Demak merupakan salah satu kabupaten di

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM 4.1. Gambaran Umum Desa

BAB IV GAMBARAN UMUM 4.1. Gambaran Umum Desa BAB IV GAMBARAN UMUM 4.1. Gambaran Umum Desa Desa Dramaga merupakan salah satu dari sepuluh desa yang termasuk wilayah administratif Kecamatan Dramaga. Desa ini bukan termasuk desa pesisir karena memiliki

Lebih terperinci

BAB VI RESPON MASYARAKAT LOKAL ATAS DAMPAK SOSIO-EKOLOGI HADIRNYA INDUSTRI PENGOLAHAN TAHU

BAB VI RESPON MASYARAKAT LOKAL ATAS DAMPAK SOSIO-EKOLOGI HADIRNYA INDUSTRI PENGOLAHAN TAHU 63 BAB VI RESPON MASYARAKAT LOKAL ATAS DAMPAK SOSIO-EKOLOGI HADIRNYA INDUSTRI PENGOLAHAN TAHU 6.1 Pendahuluan Dampak Sosio-Ekologi Kampung Cikaret memiliki dua buah sungai yang mengaliri kawasan RW 01

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis Dataran Tinggi Dieng kurang lebih berada di ketinggian 2093 meter dari permukaan laut dan dikelilingi oleh perbukitan. Wilayah Dieng masuk ke

Lebih terperinci

BAB VI PEMANFAATAN REMITAN

BAB VI PEMANFAATAN REMITAN 49 BAB VI PEMANFAATAN REMITAN 6.1 Jumlah dan Alokasi Penggunaan Remitan Migrasi Internasional Remitan merupakan pengiriman uang ke daerah asal, seperti diungkapkan Connel (1979) dalam Effendi (2004), menggambarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara maritim, dimana 70 persen dari luas wilayah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara maritim, dimana 70 persen dari luas wilayah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar BelakangS Indonesia merupakan negara maritim, dimana 70 persen dari luas wilayah Indonesia terdiri dari wilayah lautan dan sebagian besar masyarakat pesisir bermata pencaharian

Lebih terperinci

KAWASAN INDUSTRI BATU BATA

KAWASAN INDUSTRI BATU BATA DAMPAK SOSIO-EKONOMI dan EKOLOGI KAWASAN INDUSTRI BATU BATA (Kasus Kampung Ater dan Ciawian Desa Gorowong Kecamatan Parung Panjang Kabupaten Bogor, Jawa Barat) Anggi Akhirta Muray I34070121 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

Pada gambar 2.3 diatas, digambarkan bahwa yang melatarbelakangi. seseorang berpindah tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor non pertanian

Pada gambar 2.3 diatas, digambarkan bahwa yang melatarbelakangi. seseorang berpindah tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor non pertanian 31 Pada gambar 2.3 diatas, digambarkan bahwa yang melatarbelakangi seseorang berpindah tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor non pertanian dilatar belakangi oleh alih fungsi lahan. Lalu, perpindahan

Lebih terperinci

KETERKAITAN JENIS SUMBERDAYA LAHAN DENGAN BESAR DAN JENIS PENGELUARAN RUMAH TANGGA DI PEDESAAN LAMPUNG

KETERKAITAN JENIS SUMBERDAYA LAHAN DENGAN BESAR DAN JENIS PENGELUARAN RUMAH TANGGA DI PEDESAAN LAMPUNG KETERKAITAN JENIS SUMBERDAYA LAHAN DENGAN BESAR DAN JENIS PENGELUARAN RUMAH TANGGA DI PEDESAAN LAMPUNG Aladin Nasution*) Abstrak Secara umum tingkat pendapatan dapat mempengaruhi pola konsumsi suatu rumah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Keluarga merupakan sebuah kelompok primer yang paling penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Keluarga merupakan sebuah kelompok primer yang paling penting dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan sebuah kelompok primer yang paling penting dalam masyarakat yang terbentuk dari hubungan pernikahan laki-laki dan wanita untuk menciptakan

Lebih terperinci

Tabel 15. Hubungan Luas Lahan dengan Tingkat Pendapatan Tahun 2011

Tabel 15. Hubungan Luas Lahan dengan Tingkat Pendapatan Tahun 2011 59 BAB VII HUBUNGAN PENGARUH TINGKAT PENGUASAAN LAHAN TERHADAP KONDISI SOSIAL EKONOMI RUMAH TANGGA PETANI 7.1 Hubungan Pengaruh Luas Lahan Terhadap Tingkat Pendapatan Pertanian Penguasaan lahan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. faktor produksi yang penting karena manusia merupakan pelaku dan sekaligus

BAB I PENDAHULUAN. faktor produksi yang penting karena manusia merupakan pelaku dan sekaligus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada masa pembangunan sekarang ini sumber daya manusia merupakan faktor produksi yang penting karena manusia merupakan pelaku dan sekaligus tujuan pembangunan. Produktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang saat ini sedang dalam tahap tinggal landas dari negara

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang saat ini sedang dalam tahap tinggal landas dari negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia yang saat ini sedang dalam tahap tinggal landas dari negara berkembang menjadi negara maju. Pembangunan yang dilaksanakan di Indonesia bertujuan untuk mengubah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian menjadi dasar dalam pemenuhan kebutuhan pokok nasional. Disamping produk pangan, produk pertanian lainnya seperti produk komoditas sayuran, sayuran, perikanan,

Lebih terperinci

PERANAN WANlTA DI USAHATANI LAHAN KERINC (Kasus Desa Petimbe, Kec. Sigi Biromaru, Kab. Donggala, Propinsi Sulawesi Tengah)

PERANAN WANlTA DI USAHATANI LAHAN KERINC (Kasus Desa Petimbe, Kec. Sigi Biromaru, Kab. Donggala, Propinsi Sulawesi Tengah) PERANAN WANlTA DI USAHATANI LAHAN KERINC (Kasus Desa Petimbe, Kec. Sigi Biromaru, Kab. Donggala, Propinsi Sulawesi Tengah) TIRTA MURLINA HAMID A28.0262 P.S. PENYULUHAN DAN KOMUNIKASI PERTANIAN JURUSAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. 1 http ://cianjur.go.id (diakses15 Mei 2011)

PENDAHULUAN. 1 http ://cianjur.go.id (diakses15 Mei 2011) PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pertanian mempunyai peranan yang strategis dalam penyerapan tenaga kerja yang ada di Indonesia, yaitu dengan tingginya penyerapan tenaga kerja sekitar 44 persen dari

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar belakang Dampak dari krisis moneter yang terjadi pada tahun 1997 adalah pertumbuhan ekonomi Indonesia menurun drastis.

PENDAHULUAN Latar belakang Dampak dari krisis moneter yang terjadi pada tahun 1997 adalah pertumbuhan ekonomi Indonesia menurun drastis. 1 PENDAHULUAN Latar belakang Dampak dari krisis moneter yang terjadi pada tahun 1997 adalah pertumbuhan ekonomi Indonesia menurun drastis. Meskipun perekonomian Indonesia mengalami peningkatan, tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 104).Secara historis keluarga terbentuk paling tidak dari satuan yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. 104).Secara historis keluarga terbentuk paling tidak dari satuan yang merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keluarga merupakan suatu kelompok primer yang sangat erat. Yang dibentuk karena kebutuhan akan kasih sayang antara suami dan istri. (Khairuddin, 1985: 104).Secara historis

Lebih terperinci

BAB V PERAN USAHA KAYU RAKYAT DALAM STRATEGI NAFKAH RUMAH TANGGA PETANI

BAB V PERAN USAHA KAYU RAKYAT DALAM STRATEGI NAFKAH RUMAH TANGGA PETANI BAB V PERAN USAHA KAYU RAKYAT DALAM STRATEGI NAFKAH RUMAH TANGGA PETANI 5.1 Strategi Nafkah Petani Petani di Desa Curug melakukan pilihan terhadap strategi nafkah yang berbeda-beda untuk menghidupi keluarganya.

Lebih terperinci

PERAN WANITA DALAM PENINGKATAN PENDAPATAN KELUARGA NELAYAN DI DESA TASIKAGUNG KECAMATAN REMBANG KABUPATEN REMBANG JAWA TENGAH

PERAN WANITA DALAM PENINGKATAN PENDAPATAN KELUARGA NELAYAN DI DESA TASIKAGUNG KECAMATAN REMBANG KABUPATEN REMBANG JAWA TENGAH PERAN WANITA DALAM PENINGKATAN PENDAPATAN KELUARGA NELAYAN DI DESA TASIKAGUNG KECAMATAN REMBANG KABUPATEN REMBANG JAWA TENGAH TUGAS AKHIR TKP 481 Oleh : ASTRID EKANINGDYAH L2D000400 JURUSAN PERENCANAAN

Lebih terperinci

5. STRUKTUR SOSIAL PERDESAAN

5. STRUKTUR SOSIAL PERDESAAN 5. STRUKTUR SOSIAL PERDESAAN TUJUAN PERKULIAHAN 1. Mahasiswa memahami struktur sosial di perdesaan 2. Mahasiswa mampu menganalisa struktur sosial perdesaan KONSEP DASAR STRUKTUR SOSIAL MASYARAKAT DAPAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan fisik seperti makan, minum, pakaian dan perumahan tetapi juga non. (ketetapan-ketetapan MPR dan GBHN 1998).

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan fisik seperti makan, minum, pakaian dan perumahan tetapi juga non. (ketetapan-ketetapan MPR dan GBHN 1998). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan Indonesia diarahkan untuk pembangunan manusia seutuhnya dan masyarakat seluruhnya. Termasuk dalam proses pembangunan adalah usaha masyarakat untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahwa distribusi kesempatan (kemakmuran) yang tidak merata merupakan faktor

BAB I PENDAHULUAN. bahwa distribusi kesempatan (kemakmuran) yang tidak merata merupakan faktor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan laporan UNDP (United Nations Development Programme) bahwa distribusi kesempatan (kemakmuran) yang tidak merata merupakan faktor utama dari mobilitas

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Keadaan Umum Wilayah Kota Bogor Kota Bogor terletak diantara 16 48 BT dan 6 26 LS serta mempunyai ketinggian minimal rata-rata 19 meter, maksimal 35 meter dengan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kualitas bangsa ditentukan oleh kualitas penduduk yang tercermin pada kualitas sumberdaya manusia (SDM). Salah satu indikator kualitas penduduk adalah Human Development Index

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. pedesaan yang sesungguhnya berwajah perempuan dari kelas buruh. Bagian

BAB V KESIMPULAN. pedesaan yang sesungguhnya berwajah perempuan dari kelas buruh. Bagian BAB V KESIMPULAN Bagian kesimpulan ini menyampaikan empat hal. Pertama, mekanisme ekstraksi surplus yang terjadi dalam relasi sosial produksi pertanian padi dan posisi perempuan buruh tani di dalamnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia, yang dimaksud dengan lanjut usia adalah penduduk yang telah mencapai usia 60 tahun

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL PENELITIAN

ANALISIS HASIL PENELITIAN 69 VI. ANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini membahas hubungan antara realisasi target pertumbuhan ekonomi dan pengeluaran pemerintah terhadap ketimpangan gender di pasar tenaga kerja Indonesia. Pertama, dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian telah terbukti memiliki peranan penting bagi pembangunan perekonomian suatu bangsa. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang berperan

Lebih terperinci

1 Universitas Indonesia

1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan yang dilaksanakan di Indonesia hingga saat ini belum mampu mensejahterakan seluruh masyarakat Indonesia. Sebagian besar masyarakat masih belum merasakan

Lebih terperinci

BAB V STRUKTUR PENGUASAAN TANAH LOKAL

BAB V STRUKTUR PENGUASAAN TANAH LOKAL 38 BAB V STRUKTUR PENGUASAAN TANAH LOKAL 5.1 Pola Pemilikan Lahan Lahan merupakan faktor utama bagi masyarakat pedesaan terutama yang menggantungkan hidupnya dari bidang pertanian. Pada masyarakat pedesaan

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN GIANT SEA WALL: BERMANFAATKAH BAGI MASYARAKAT PERIKANAN?

PEMBANGUNAN GIANT SEA WALL: BERMANFAATKAH BAGI MASYARAKAT PERIKANAN? Risalah Kebijakan Pertanian dan Lingkungan Vol. 1 No. 3, Desember 014: 19-134 ISSN : 355-66 PEMBANGUNAN GIANT SEA WALL: BERMANFAATKAH BAGI MASYARAKAT PERIKANAN? Armen Zulham Balai Besar Penelitian Sosial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada pertengahan tahun 1997 banyak menyebabkan munculnya masalah baru, seperti terjadinya PHK secara besar-besaran, jumlah pengangguran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut berdasarkan pada jenis kelamin tentunya terdiri atas laki-laki dan

BAB I PENDAHULUAN. tersebut berdasarkan pada jenis kelamin tentunya terdiri atas laki-laki dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penduduk suatu negara merupakan sumber daya manusia yang memiliki potensi atau peranan yang cukup besar dalam pembangunan ekonomi. Penduduk tersebut berdasarkan pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia hingga saat ini masih tergolong negara yang sedang berkembang dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia hingga saat ini masih tergolong negara yang sedang berkembang dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia hingga saat ini masih tergolong negara yang sedang berkembang dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi. Selain itu juga Indonesia merupakan negara agraris

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Peran Pekerjaan dan Keluarga Fenomena wanita bekerja di luar rumah oleh banyak pihak dianggap sebagai sesuatu yang relatif baru bagi masyarakat Indonesia. Kendati semakin lumrah,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Badan Pusat Statistik mendefinisikan bekerja adalah melakukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Badan Pusat Statistik mendefinisikan bekerja adalah melakukan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tenaga Kerja Badan Pusat Statistik mendefinisikan bekerja adalah melakukan pekerjaan dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh pendapatan atau keuntungan dan lamanya

Lebih terperinci

BAB III PERCERAIAN DI KALANGAN EKS TKI DI DESA GENUK WATU KECAMATAN NGORO KABUPATEN JOMBANG

BAB III PERCERAIAN DI KALANGAN EKS TKI DI DESA GENUK WATU KECAMATAN NGORO KABUPATEN JOMBANG BAB III PERCERAIAN DI KALANGAN EKS TKI DI DESA GENUK WATU KECAMATAN NGORO KABUPATEN JOMBANG A. Diskripsi Keluarga Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Desa Genuk Watu Kecamatan Ngoro Kabupaten Jombang 1. Keagamaan

Lebih terperinci

BAB IV KARAKTERISTIK PENDUDUK

BAB IV KARAKTERISTIK PENDUDUK BAB IV KARAKTERISTIK PENDUDUK 4.1 Lama Tinggal Pada umumnya, penduduk bertempat tinggal di suatu daerah mulai dari lahir sampai dewasa. Akan tetapi ada juga penduduk yang tinggal dari lahir sampai setelah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan sawah memiliki arti penting, yakni sebagai media aktivitas bercocok tanam guna menghasilkan bahan pangan pokok (khususnya padi) bagi kebutuhan umat manusia.

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK KONSUMEN RESTORAN MIRA SARI

KARAKTERISTIK KONSUMEN RESTORAN MIRA SARI VI KARAKTERISTIK KONSUMEN RESTORAN MIRA SARI 6.1. Karekteristik Umum Responden Konsumen yang berkunjung ke Restoran Mira Sari memiliki latar belakang yang berbeda-beda, baik dari segi sosial maupun ekonomi.

Lebih terperinci

BAB VII PENERAPAN RAGAM STRATEGI NAFKAH

BAB VII PENERAPAN RAGAM STRATEGI NAFKAH 59 BAB VII PENERAPAN RAGAM STRATEGI NAFKAH Bab strategi nafkah ini berisi materi mengenai hasil analisis dari bentukbentuk penerapan strategi nafkah dan pemanfaatan livelihood studies dalam penerapan strategi

Lebih terperinci

BAB V BEBAN GANDA WANITA BEKERJA DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA

BAB V BEBAN GANDA WANITA BEKERJA DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA BAB V BEBAN GANDA WANITA BEKERJA DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA 5.1 Beban Ganda Beban ganda wanita adalah tugas rangkap yang dijalani oleh seorang wanita (lebih dari satu peran) yakni sebagai ibu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Desa merupakan unit terkecil dalam sistem pemerintahan di Indonesia namun demikian peran, fungsi dan kontribusinya menempati posisi paling vital dari segi sosial dan

Lebih terperinci

BAB V MARGINALISASI PEREMPUAN DALAM INDUSTRIALISASI PEDESAAN

BAB V MARGINALISASI PEREMPUAN DALAM INDUSTRIALISASI PEDESAAN 34 BAB V MARGINALISASI PEREMPUAN DALAM INDUSTRIALISASI PEDESAAN Marginalisasi perempuan dalam dunia kerja merupakan hal yang sangat sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Akan tetapi, adanya industrialisasi

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI A. Hasil Penelitian Terdahulu

II. LANDASAN TEORI A. Hasil Penelitian Terdahulu digilib.uns.ac.id 11 II. LANDASAN TEORI A. Hasil Penelitian Terdahulu Penelitian penelitian sebelumnya telah mengkaji masalah tentang pendapatan dan perpindahan angkatan kerja pedesaan bekerja di sektor

Lebih terperinci

BAB V KETERDEDAHAN, PENILAIAN RESPONDEN TERHADAP PROGRAM SIARAN RADIO, DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA

BAB V KETERDEDAHAN, PENILAIAN RESPONDEN TERHADAP PROGRAM SIARAN RADIO, DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA BAB V KETERDEDAHAN, PENILAIAN RESPONDEN TERHADAP PROGRAM SIARAN RADIO, DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA 5.1 Karakteristik Responden Karakteristik responden merupakan faktor yang diduga mempengaruhi

Lebih terperinci

V. DESKRIPSI LOKASI DAN SAMPEL PENELITIAN. Kelurahan Kamal Muara merupakan wilayah pecahan dari Kelurahan

V. DESKRIPSI LOKASI DAN SAMPEL PENELITIAN. Kelurahan Kamal Muara merupakan wilayah pecahan dari Kelurahan V. DESKRIPSI LOKASI DAN SAMPEL PENELITIAN Kelurahan Kamal Muara merupakan wilayah pecahan dari Kelurahan Kapuk, Kelurahan Kamal dan Kelurahan Tegal Alur, dengan luas wilayah 1 053 Ha. Terdiri dari 4 Rukun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran. Data kemiskinan yang baik dapat

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran. Data kemiskinan yang baik dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kemiskinan merupakan salah satu persoalan mendasar yang menjadi pusat perhatian pemerintah di negara manapun. Salah satu aspek penting untuk mendukung strategi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keadaan lingkungan, permasalahan, dan faktor lain yang dimiliki oleh pelakunya.

BAB I PENDAHULUAN. keadaan lingkungan, permasalahan, dan faktor lain yang dimiliki oleh pelakunya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses adaptasi merupakan bagian dari kehidupan manusia. Untuk dapat bertahan hidup di dalam lingkungannya manusia harus mampu beradaptasi. Proses adaptasi satu dengan

Lebih terperinci

BAB V POLA PENGUASAAN LAHAN DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGUASAAN LAHAN

BAB V POLA PENGUASAAN LAHAN DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGUASAAN LAHAN 39 BAB V POLA PENGUASAAN LAHAN DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGUASAAN LAHAN 5.1 Penguasaan Lahan Pertanian Lahan pertanian memiliki manfaat yang cukup besar dilihat dari segi ekonomi, sosial dan lingkungan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis Secara administratif Kota Yogyakarta berada di bawah pemerintahan Propinsi DIY (Daerah Istimewa Yogyakarta) yang merupakan propinsi terkecil setelah Propinsi

Lebih terperinci

PERANAN WANITA DALAM USAHA INDUSTRI MAKANAN KHAS MELAYU RIAU

PERANAN WANITA DALAM USAHA INDUSTRI MAKANAN KHAS MELAYU RIAU 113 PERANAN WANITA DALAM USAHA INDUSTRI MAKANAN KHAS MELAYU RIAU Nina Purwani dan Rosnita Fakultas Pertanian Universitas Riau, Pekanbaru E-mail: nina.pw26@gmail.com Abstract: The purpose of this research

Lebih terperinci

BAB V FAKTOR PENYEBAB PEREMPUAN DESA MELAKUKAN MIGRASI INTERNASIONAL

BAB V FAKTOR PENYEBAB PEREMPUAN DESA MELAKUKAN MIGRASI INTERNASIONAL 31 BAB V FAKTOR PENYEBAB PEREMPUAN DESA MELAKUKAN MIGRASI INTERNASIONAL Lee (1984) dalam teorinya Dorong-Tarik (Push-Pull Theory) berpendapat bahwa migrasi dari desa ke kota disebabkan oleh faktor pendorong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap keberhasilan pembangunan bangsa. Ahmadi (2004:173) menyatakan

BAB I PENDAHULUAN. terhadap keberhasilan pembangunan bangsa. Ahmadi (2004:173) menyatakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan institusi terkecil dalam masyarakat yang berpengaruh terhadap keberhasilan pembangunan bangsa. Ahmadi (2004:173) menyatakan bahwa keluarga

Lebih terperinci

Lampiran 1 Peta Lokasi Penelitian

Lampiran 1 Peta Lokasi Penelitian LAMPIRAN 143 144 Lampiran 1 Peta Lokasi Penelitian 145 146 Lampiran 3 Pengukuran Variabel Penelitian untuk Jawaban Pengetahuan No. Pernyataan Betul Salah Pengetahuan tentang keluarga sistem matrilineal

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pertambahan penduduk Indonesia setiap tahunnya berimplikasi pada semakin meningkatkan kebutuhan pangan sebagai kebutuhan pokok manusia. Ketiadaan pangan dapat disebabkan oleh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk melihat keberhasilan pembangunan suatu negara. Setiap negara akan

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk melihat keberhasilan pembangunan suatu negara. Setiap negara akan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan merupakan indikator penting untuk melihat keberhasilan pembangunan suatu negara. Setiap negara akan berusaha keras untuk

Lebih terperinci

INDUSTRIALISASI DAN MIGRASI TENAGA KERJA SEKTOR DI KOTA CILACAP

INDUSTRIALISASI DAN MIGRASI TENAGA KERJA SEKTOR DI KOTA CILACAP INDUSTRIALISASI DAN MIGRASI TENAGA KERJA SEKTOR DI KOTA CILACAP (Studi Kasus: Industri Besar-Sedang Di Kota Cilacap) TUGAS AKHIR Oleh: ANI KURNIATI L2D 001 403 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM 5.1. Kondisi Wilayah

BAB V GAMBARAN UMUM 5.1. Kondisi Wilayah BAB V GAMBARAN UMUM 5.1. Kondisi Wilayah Penelitian dilakukan di Kecamatan Panumbangan, Sindangkasih dan Cihaurbeuti. Tiga kecamatan ini berada di daerah Kabupaten Ciamis sebelah utara yang berbatasan

Lebih terperinci

BAB VI KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN RUMAHTANGGA PETANI PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN PETANI MELALUI TEKNOLOGI DAN INFORMASI PERTANIAN (P3TIP)

BAB VI KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN RUMAHTANGGA PETANI PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN PETANI MELALUI TEKNOLOGI DAN INFORMASI PERTANIAN (P3TIP) 58 BAB VI KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN RUMAHTANGGA PETANI PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN PETANI MELALUI TEKNOLOGI DAN INFORMASI PERTANIAN (P3TIP) Bab ini mendeskripsikan karakteristik demografi individu petani

Lebih terperinci

MELAMPAUI KASUR - SUMUR - DAPUR

MELAMPAUI KASUR - SUMUR - DAPUR Bab 9 Kesimpulan Kehidupan rumah tangga nelayan tradisional di Kecamatan Rowosari, Kabupaten Kendal pada umumnya berada di bawah garis kemiskinan. Penyebab kemiskinan berasal dari dalam diri nelayan sendiri

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 27 PENDAHULUAN Latar Belakang Paradigma baru pembangunan Indonesia lebih diorientasikan pada sektor pertanian sebagai sumber utama pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan kapasitas lokal. Salah satu fokus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris dimana sebagian besar penduduknya mempunyai mata pencaharian sebagai petani. Mereka menggantungkan hidupnya dari hasil bercocok tanam atau

Lebih terperinci

PERAN PEREMPUAN DALAM SEKTOR PERTANIAN DI KECAMATAN PENAWANGAN KABUPATEN GROBOGAN TUGAS AKHIR. Oleh: TITIES KARTIKASARI HANDAYANI L2D

PERAN PEREMPUAN DALAM SEKTOR PERTANIAN DI KECAMATAN PENAWANGAN KABUPATEN GROBOGAN TUGAS AKHIR. Oleh: TITIES KARTIKASARI HANDAYANI L2D PERAN PEREMPUAN DALAM SEKTOR PERTANIAN DI KECAMATAN PENAWANGAN KABUPATEN GROBOGAN TUGAS AKHIR Oleh: TITIES KARTIKASARI HANDAYANI L2D 305 141 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

konsep penting yang dijadikan dasar untuk membangun hipotesis yang dijadikan kesimpulan dalam penelitian ini. Dalam penelitian ini desa penelitian

konsep penting yang dijadikan dasar untuk membangun hipotesis yang dijadikan kesimpulan dalam penelitian ini. Dalam penelitian ini desa penelitian RINGKASAN HERU PURWANDARI. Deindustrialisasi Pedesaan (Studi Kasus Desa Curug Bitung, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat). Dibawah bimbingan IVANOVICH AGUSTA. Penelitian ini mempergunakan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Desa Sendayan, Desa Naga Beralih, dan Desa Muara Jalai.

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Desa Sendayan, Desa Naga Beralih, dan Desa Muara Jalai. 36 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 1.1. Keadaan Geografis 4.1.1. Letak, Luas dan Batas Wilayah Desa Sungai Jalau merupakan salah satu desa yang termasuk dalam Kecamatan Kampar Utara, Kecamatan Kampar

Lebih terperinci

KONDISI SOSIAL EKONOMI RUMAH TANGGA PERIKANAN DI DESA TANJUNG PASIR

KONDISI SOSIAL EKONOMI RUMAH TANGGA PERIKANAN DI DESA TANJUNG PASIR 31 KONDISI SOSIAL EKONOMI RUMAH TANGGA PERIKANAN DI DESA TANJUNG PASIR Pengertian kondisi sosial ekonomi adalah suatu keadaan atau kedudukan yang diatur secara sosial dan menetapkan seseorang dalam posisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan SDM yang optimal demi meningkatkan pembangunan. pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi. Hal ini di karenakan tidak

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan SDM yang optimal demi meningkatkan pembangunan. pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi. Hal ini di karenakan tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang tentunya memerlukan SDM yang optimal demi meningkatkan pembangunan. Sekarang ini, Indonesia banyak menghadapi permasalahan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. Desa Lulut secara administratif terletak di Kecamatan Klapanunggal,

V. GAMBARAN UMUM. Desa Lulut secara administratif terletak di Kecamatan Klapanunggal, V. GAMBARAN UMUM 5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Desa Lulut secara administratif terletak di Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa ini berbatasan dengan Desa Bantarjati

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam proses produksi masyarakat pantai dimana keterlibatan tersebut dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam proses produksi masyarakat pantai dimana keterlibatan tersebut dapat BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Eksistensi Matriproduksi di Wilayah Pantai Penelitian tentang Eksistensi Matriproduksi di Wilayah Pantai ini dilakukan oleh Hendry Sitorus (2003). Dalam penelitian ini dijelaskan

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM RESPONDEN PENELITIAN

BAB V GAMBARAN UMUM RESPONDEN PENELITIAN BAB V GAMBARAN UMUM RESPONDEN PENELITIAN 5.1 Faktor Internal Responden Penelitian Faktor internal dalam penelitian ini terdiri dari jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, pekerjaan, pendapatan, status

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan sektor pertanian sebagai mata pencaharian dari mayoritas penduduknya. Dengan demikian, sebagian besar penduduknya

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM RESPONDEN

BAB V GAMBARAN UMUM RESPONDEN BAB V GAMBARAN UMUM RESPONDEN 5.1. Usia Usia responden dikategorikan menjadi tiga kategori yang ditentukan berdasarkan teori perkembangan Hurlock (1980) yaitu dewasa awal (18-40), dewasa madya (41-60)

Lebih terperinci

MOTIVASI WANITA BEKERJA DALAM RANGKA MENINGKATKAN PERANNYA DI BIDANG EKONOMI

MOTIVASI WANITA BEKERJA DALAM RANGKA MENINGKATKAN PERANNYA DI BIDANG EKONOMI MOTIVASI WANITA BEKERJA DALAM RANGKA MENINGKATKAN PERANNYA DI BIDANG EKONOMI Endang Sungkawati 1) Ratnawati 2) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Wisnuwardhana Malang Jl. Danau Sentani 99 Malang endang_sung@yahoo.co.id

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atau struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Draf wawancara (interview guide) untuk buruh tani perempuan:

LAMPIRAN. Draf wawancara (interview guide) untuk buruh tani perempuan: LAMPIRAN INFORMAN KUNCI Draf wawancara (interview guide) untuk buruh tani perempuan: Profil informan Nama : Umur : Status Perkawinan : Alamat : I. Mengenai pekerjaan informan (isteri/ibu yang bekerja di

Lebih terperinci

KONTRIBUSI EKONOMI PEREMPUAN. Dr. Ir. Herien Puspitawati, M.Sc., M.Sc

KONTRIBUSI EKONOMI PEREMPUAN. Dr. Ir. Herien Puspitawati, M.Sc., M.Sc KONTRIBUSI EKONOMI PEREMPUAN Dr. Ir. Herien Puspitawati, M.Sc., M.Sc Tuntutan Kemiskinan terhadap Peran Ekonomi Perempuan Permasalahan keluarga yang ada saat ini didominasi oleh adanya masalah sosial ekonomi

Lebih terperinci

PENGARUH PERSEBARAN LOKASI UMKM BERBASIS RUMAH (HOME BASED ENTERPRISES) TERHADAP PENDAPATAN RUMAH TANGGA DI KEL. BUGANGAN DAN JL.

PENGARUH PERSEBARAN LOKASI UMKM BERBASIS RUMAH (HOME BASED ENTERPRISES) TERHADAP PENDAPATAN RUMAH TANGGA DI KEL. BUGANGAN DAN JL. PENGARUH PERSEBARAN LOKASI UMKM BERBASIS RUMAH (HOME BASED ENTERPRISES) TERHADAP PENDAPATAN RUMAH TANGGA DI KEL. BUGANGAN DAN JL. BARITO KEC.SEMARANG TIMUR TUGAS AKHIR Oleh: LEONARD SIAHAAN L2D 005 373

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NILAI TUKAR PETANI SEBAGAI INDIKATOR KESEJAHTERAAN PETANI PADI DI KABUPATEN SRAGEN

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NILAI TUKAR PETANI SEBAGAI INDIKATOR KESEJAHTERAAN PETANI PADI DI KABUPATEN SRAGEN 0 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NILAI TUKAR PETANI SEBAGAI INDIKATOR KESEJAHTERAAN PETANI PADI DI KABUPATEN SRAGEN Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Derajat Gelar Sarjana

Lebih terperinci