Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download ""

Transkripsi

1

2

3 Indeks Pembangunan Manusia IPM KABUPATEN TELUK BINTUNI 2012 BPS Kabupaten Teluk Bintuni menerbitkan publikasi IPM Kabupaten Teluk Bintuni secara berkala sejak tahun BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN TELUK BINTUNI

4 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA IPM KABUPATEN TELUK BINTUNI 2012 Nomor Katalog / Catalog Number : Nomor Publikasi / Publication Number : Ukuran Buku / Book Size Jumlah Halaman / Page Number : 16,50 cm x 21,59 cm : xiv+ 79 Halaman / pages Naskah / Editor : Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Teluk Bintuni BPS-Statistic of Teluk Bintuni Regency Gambar Kulit / Cover : Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Teluk Bintuni BPS-Statistic of Teluk Bintuni Regency Ditebitkan Oleh / Published by : Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Teluk Bintuni BPS-Statistic of Teluk Bintuni Regency Dicetak Oleh / Printed by : Boleh dikutip dengan menyebutkan sumbernya May be cited with reference to the source

5 Bupati Kabupaten Teluk Bintuni Sambutan Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, saya menyambut hangat dengan diterbitkannya kembali publikasi Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Teluk Bintuni Tahun Data dan informasi statistik yang disajikan dalam publikasi ini sangat bermanfaat bagi Pemerintah Daerah Teluk Bintuni di dalam merumuskan kebijakan pembangunan serta mengevaluasi sejauh mana pelaksanaan program pembangunan. Kepada Badan Pusat Statistik Kabupaten Teluk Bintuni yang telah berupaya menerbitkan buku ini saya mengucapkan terima kasih dan kepada semua instansi pemerintah dan swasta di daerah ini saya menghimbau agar senantiasa meningkatkan kerjasama yang baik dalam pengumpulan dan penyajian data yang akurat guna peningkatan mutu publikasi ini di masa mendatang. Terima kasih. Bintuni, Oktober 2013 Bupati Kabupaten Teluk Bintuni Drg. ALFONS MANIBUI, DESS Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Teluk Bintuni 2012 i

6 Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Teluk Bintuni 2012 ii

7 Kata Pengantar Kepala BPS Kabupaten Teluk Bintuni Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas limpahan rahmat dan karunia-nya Publikasi Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Teluk Bintuni 2012 dapat diselesaikan. IPM Kabupaten Teluk Bintuni 2012 merupakan kelanjutan publikasi serupa pada tahun sebelumnya. Data dan informasi yang disajikan dalam publikasi ini bersifat official statistic yang dilansir oleh BPS Kabupaten Teluk Bintuni. Data mengacu pada rujukan waktu sejak tahun 2006 hingga tahun Harapannya adalah agar perkembangan capaian pembangunan manusia dapat diamati sejak kabupaten ini resmi terbentuk. Pada akhirnya kami menyadari sepenuhnya, dalam penerbitan ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik guna penyempurnaan penerbitan berikutnya sangat kami harapkan. Bintuni, Oktober 2013 Kepala BPS Kabupaten Teluk Bintuni YAHYA KAMBU, S.Sos Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Teluk Bintuni 2012 iii

8 Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Teluk Bintuni 2012 iv

9 Daftar Isi SAMBUTAN BUPATI KABUPATEN TELUK BINTUNI... SAMBUTAN KEPALA BPS KABUPATEN TELUK BINTUNI... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... i iii v vii ix xi xiii BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Maksud dan Tujuan Output/Outcome Sistematika Penulisan... 6 BAB II METODOLOGI Konsep dan Definisi Pembangunan Manusia Sumber Data Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Teluk Bintuni 2012 v

10 Tabel 2.1 Tabel 2.2 Daftar Tabel Tahun Konversi dari Tingkat Pendidikan yang Ditamatkan Daftar Komoditi Terpilih Untuk Menghitung Paritas Daya Beli (PPP) Tabel 2.3 Nilai Maksimum dan Minimum Komponen IPM Tabel 2.4 Contoh Penghitungan IPM Kabupaten Teluk Bintuni Tahun Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Teluk Bintuni 2012 vi

11 2.3 Metode Penghitungan Komponen IPM Metode Penghitungan IPM Klasifikasi Capaian IPM BAB III ANALISIS SITUASI PEMBANGUNAN MANUSIA Kesehatan Pendidikan Perekonomian BAB IV IPM KABUPATEN TELUK BINTUNI Perkembangan IPM Perkembangan Komponen IPM BAB V IMPLIKASI KEBIJAKAN BAB V PENUTUP DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Teluk Bintuni 2012 vii

12 Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Teluk Bintuni 2012 viii

13 Gambar 3.1 Gambar 3.2 Gambar 3.3 Gambar 3.4 Gambar 3.5 Gambar 3.6 Gambar 3.7 Gambar 3.8 Daftar Gambar Angka Harapan Hidup Kabupaten Teluk Bintuni dan Provinsi Papua Barat Tahun dan Target Tahun 2012 dan Cakupan Program Layanan Kesehatan Gratis di Kabupaten Teluk Bintuni Tahun Sebaran Puskesmas dan Puskesmas Pembantu di Kabupaten Teluk Bintuni Tahun Persentase Kelahiran Menurut Penolong Persalinan di Kabupaten Teluk Bintuni dan Provinsi Papua Barat Tahun Persentase Bayi Berumur Bulan yang Mendapatkan Imunisasi Dasar di Kabupaten Teluk Bintuni dan Provinsi Papua Barat Tahun Persentase Bayi 0 23 Bulan yang Mendapat ASI dan ASI Ekslusif di Kabupaten Teluk Bintuni dan prov. Papua Barat Tahun Sebaran SD, SMP dan SMA/SMK di Kabupaten Teluk Bintuni Tahun Angka Partisipasi Sekolah Penduduk Kabupaten Teluk Bintuni Menurut Kelompok Umur Tahun Gambar 3.9 Rata-rata Jarak dari Pusat Desa ke Fasilitas Pendiidkan Terdekat di Kabupaten Teluk Bintuni Tahun Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Teluk Bintuni 2012 ix

14 Gambar 3.10 Rata-rata Lama Sekolah Penduduk Berumur 15 Tahun atau Lebih di Kabupaten Teluk Bintuni Tahun Gambar 3.11 Angka Buta Aksara Penduduk Berumur 15 tahun atau lebih di Kabupaten Teluk Bintuni dan Provinsi Papua Barat Tahun Gambar 3.12 Tingkat Pendidikan yang Ditamatkan Penduduk Berumur 10 tahun atau lebih di Kabupaten Teluk Bintuni Tahun Gambar 3.13 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Kabupaten Teluk Bintuni Tahun Gambar 3.14 Gambar 3.15 Gambar 4.1 Gambar 4.2 Gambar 4.3 Gambar 4.4 Indeks Kedalaman dan Indeks Keparahan Kemiskinan di Kabupaten Teluk Bintuni Tahun Pengeluaran Per Kapita yang disesuaikan (PPP) Kabupaten Teluk Bintuni Tahun IPM Kabupaten Teluk Bintuni dan Provinsi Papua Barat Tahun Reduksi Shortfall Kabupaten Teluk Bintuni dan Provinsi Papua Barat Tahun Indeks Kesehatan, Pendidikan dan Daya Beli Masyarakat di Kabupaten Teluk Bintuni Tahun Indeks Pembentuk IPM Kabupaten Teluk Bintuni Tahun Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Teluk Bintuni 2012 x

15 Tabel 1 Tabel 2 Tabel 3 Tabel 4 Tabel 5 Tabel 6 Tabel 7 Tabel 8 Tabel 9 Tabel 10 Daftar Lampiran Angka Harapan Hidup Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat Tahun Angka Melek Huruf Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat Tahun Rata-rata Lama Sekolah Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat Tahun Daya Beli yang Disesuaikan (PPP) Menurut Kabupaten /Kota di Provinsi Papua Barat Tahun Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat Tahun Reduksi Shortfall Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat Tahun Angka Partisipasi Sekolah (APS) di Kabupaten Teluk Bintuni Tahun Angka Partisipasi Murni (APM) di Kabupaten Teluk Bintuni Tahun Angka Partisipasi Kasar (APK) di Kabupaten Teluk Bintuni Tahun Perkembangan Kemiskinan Menurut Kabupaten/Kota di Papua Barat Bulan September Tahun Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Teluk Bintuni 2012 xi

16 Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Teluk Bintuni 2012 xii

17 BAB I. Pendahuluan Latar Belakang Bab I Pendahuluan Kabupaten Teluk Bintuni telah memasuki pembangunan lima tahun fase kedua yaitu Sebagaimana amanah Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2002, sebagai dasar hukum pembentukan Kabupaten Teluk Bintuni sebagai daerah otonom, eksistensi Kabupaten Teluk Bintuni dapat mendorong peningkatan pelayanan di bidang pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan, serta memberikan kemampuan dalam pemanfaatan potensi daerah. Visi pembangunan Kabupaten Teluk Bintuni adalah, Terwujudnya Kabupaten Teluk Bintuni yang Maju, Demokratis Damai, Tangguh dan Sejahtera, serta Berdaya Saing atas landasan Cinta Kasih, Kejujuran, Keadilan dan Kerja keras. Salah satu misi pembangunan Kabupaten Teluk Bintui sebagaimana termaktub dalam RPJMD Kabupaten Teluk Bintuni tahun adalah membangun manusia

18 BAB I. Pendahuluan 2 tangguh dengan karakter bertaqwa, berkualitas, dan berdaya saing. Visi dan misi pembangunan Kabupaten Teluk Bintuni hingga saat ini sejalan dengan paradigma pembangunan manusia. Paradigma pembangunan manusia terdiri dari empat komponen yang utama: (1) Produktivitas. Masyarakat harus dapat meningkatkan produktivitas mereka dan berpartisipasi secara penuh dalam proses memperoleh penghasilan dan pekerjaan berupah. Oleh karena itu, pertumbuhan ekonomi adalah salah satu bagian dari jenis pembangunan manusia. (2) Ekuitas. Masyarakat harus punya akses untuk memperoleh kesempatan yang adil. Semua hambatan terhadap peluang ekonomi dan politik harus dihapus agar masyarakat dapat berpartisipasi di dalam dan memperoleh manfaat dari kesempatan-kesempatan ini. (3) Kesinambungan. Akses untuk memperoleh kesempatan harus dipastikan tidak hanya untuk generasi sekarang tapi juga generasi yang akan datang. Segala bentuk permodalan fisik, manusia, lingkungan hidup- harus dilengkapi. (4) Pemberdayaan. Pembangunan harus dilakukan oleh masyarakat, dan bukan hanya untuk mereka.

19 BAB I. Pendahuluan 3 Masyarakat harus berpartisipasi penuh dalam mengambil keputusan dan proses-proses yang mempengaruhi kehidupan mereka. (HDR 1996, halaman 12). Salah satu alat ukur pencapaian pembangunan manusia adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM). IPM merupakan salah satu indikator penting yang dapat digunakan dalam perencanaan dan evaluasi pembangunan, baik pada tingkat nasional maupun regional. Indikator ini dipopulerkan oleh United Nations Development Program (UNDP) melalui Laporan Pembangunan Manusis (Human Development Report- HDR) yang diterbitkan pertama kali pada tahun 1990 (NHDR, 1990). IPM merupakan indeks komposit yang digunakan untuk mengukur keberhasilan pembangunan dari aspek sumber daya manusianya. IPM mencakup tiga bidang pembangunan yang dianggap paling mendasar, yaitu usia hidup, pengetahuan, dan hidup layak. Pengukuran IPM yang terstandardisasi berdampak positif bagi keterbandingan capaian pembangunan manusia antar wilayah. Sejak tahun 2005, capaian IPM Kabupaten Teluk Bintuni senantiasa diamati perkembangannya. Monitoring capaian

20 BAB I. Pendahuluan 4 IPM tersebut dipublikasikan secara resmi oleh Bappeda Kabupaten Teluk Bintuni dengan dukungan BPS Kabupaten Teluk Bintuni melalui penerbitan buku, IPM Kabupaten Teluk Bintuni. Tahun ini, publikasi serupa kembali diterbitkan dengan menggunakan data tahun Maksud dan Tujuan Maksud penyusunan publikasi Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Teluk Bintuni Tahun 2012 untuk menyajikan analisis perkembangan pembangunan manusia selama tahun Publikasi ini memberikan gambaran capaian pembangunan manusia di Kabupaten Teluk Bintuni dan perubahan-perubahan komponen penting penghitungan IPM. Secara rinci tujuan penulisan adalah: (1) Mengidentifikasi kondisi beberapa variabel sektoral dalam pembangunan manusia dan gambaran permasalahan dalam pembangunan manusia di Kabupaten Teluk Bintuni yang meliputi sektor kesehatan, pendidikan dan perekonomian di Kabupaten Teluk Bintuni tahun ; (2) Memperoleh gambaran perkembangan pembangunan manusia (IPM) dan komponen-komponen

21 BAB I. Pendahuluan 5 penyusunnya. (3) Terumuskannya implikasi masalah dan kebijakan untuk menangani berbagai masalah yang merupakan bagian dari perencanaan dan penanganan pembangunan manusia. 1.3 Output/Outcome Manfaat yang ingin dicapai dari penyusunan publikasi ini adalah: (1) Tersedianya data dan informasi yang dibutuhkan dalam memantau proses pembangunan manusia di Kabupaten Teluk Bintuni secara berkesinambungan. (2) Selain sebagai sumber informasi dalam pemantauan pembangunan manusia, data dan informasi dalam publikasi ini dapat dijadikan sebagai sumber informasi dalam perencanaan pembangunan manusia pada tahap pembangunan selanjutnya. (3) Publikasi ini dapat dijadikan rujukan atau referensi keilmuan bagi kalangan akademisi.

22 BAB I. Pendahuluan 1.4 Sistematika Penulisan 6 Agar diperoleh alur pembahasan yang baik, publikasi ini disusun dengan mempertimbangkan sistematika sebagai berikut. Bab I Pendahuluan merupakan bab permulaan yang dimulai dengan latar belakang pentingnya penyusunan publikasi IPM Kabupaten Teluk Bintuni Tahun Ulasan selanjutnya dilanjutkan dengan tujuan dan manfaat dari publikasi ini. Bab ini ditutup dengan sistematika penulisan. Bab II Metodologi mengulas sumber data, sejarah penghitungan IPM dan metode penghitungan IPM. Metode penghitungan masing-masing komponen IPM juga disertakan dalam sub bab metode penghitungan IPM. Bab III Situasi Pembangunan Manusia di Kabupaten Teluk Bintuni memberikan gambaran secara lengkap hasil-hasil pembangunan manusia. Pembahasan difokuskan bidang pendidikan, kesehatan dan perekonomian. Bab selanjutnya menganalisis perkembangan IPM Kabupaten Teluk Bintuni dan komponen-komponennya dalam periode Pembahasan diperluas dengan melakukan komparasi pembangunan manusia di kabupaten/kota lain di Provinsi Papua Barat dan IPM Provinsi Papua Barat itu sendiri.

23 BAB I. Pendahuluan 7 Bab V mengulas implikasi dan kebijakan pembangunan manusia di Kabupaten Teluk Bintuni dengan mengidentifikasi beberapa permasalahan pembangunan manusia. Publikasi ini ditutup dengan Bab VI. Bab Penutup ini terdiri dari sub bab kesimpulan dan saran yang berisi ringkasan dari paparan pada Bab III dan bab VI.

24 BAB I. Pendahuluan 8

25 BAB II. Metodologi 9 Bab II Metodologi 2.1 Konsep dan Definisi Pembangunan Manusia Pembangunan manusia adalah suatu proses untuk mempebesar pilihan-pilihan bagi manusia (UNDP, 1990:1). Definisi pembangunan manusia tersebut pada dasarnya mencakup dimensi pembangunan yang sangat komprehensif. Pembangunan manusia mencakup aspek yang lebih luas daripada pembangunan yang hanya menekankan pada pertumbuhan ekonomi (biasa diukur dari PDRB). Dalam konsep pembangunan manusia, pembangunan seharusnya dianalisis serta dipahami dari sudut manusianya, bukan hanya dari pertumbuhan ekonominya. Sebagaimana dikutip dari UNDP (1995:118), sejumlah premis penting dalam pembangunan manusia diantaranya adalah: (1) Pembangunan harus mengutamakan penduduk sebagai fokus pembangunan (People Centered Development);

26 BAB II. Metodologi 10 (2) Pembangunan dimaksudkan untuk memperbesar pilihan-pilihan bagi penduduk (a process of enlarging people s choices), tidak hanya untuk meningkatkan pendapatan mereka. Oleh karena itu, konsep pembangunan manusia harus terpusat pada penduduk secara keseluruhan, dan bukan hanya pada aspek ekonomi saja; (3) Pembangunan manusia memperhatikan bukan hanya pada upaya meningkatkan kemampuan (kapabilitas) manusia tetapi juga pada upaya-upaya memanfaatkan kemampuan manusia tersebut secara optimal; (4) Pembangunan manusia didukung empat pilar pokok, yaitu: produktifitas, pemerataan, kesinambungan, dan pemberdayaan; serta (5) Pembangunan manusia menjadi dasar dalam penentuan tujuan pembangunan dan dalam menganalisis pilihanpilihan untuk mencapainya. Untuk itu diperlukan suatu indikator komposit yang dapat menggambarkan perkembangan pembangunan manusia secara kompresehnsif yang disebut Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Pada dasarnya IPM mencakup tiga komponen yang dianggap mendasar bagi manusia dan secara operasional mudah dihitung untuk menghasilkan suatu ukuran yang merefleksikan upaya pembangunan manusia.

27 BAB II. Metodologi 11 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan indeks komposit yang menyangkut tiga bidang pembangunan manusia yang dianggap sangat mendasar, yaitu peluang hidup (longevity), pengetahuan (knowledge), dan hidup layak (decent living). Nilai IPM berkisar antara Komponen IPM terdiri dari 4 (empat) indikator, yaitu: angka harapan hidup, angka melek huruf, rata-rata lama sekolah, paritas daya beli. Definisi dari masing-masing komponen IPM tersebut adalah sebagai berikut: (1) Angka harapan hidup (AHH) adalah perkiraan lama hidup rata-rata penduduk dengan asumsi tidak ada perubahan pola mortalitas menurut umur. (2) Angka melek huruf adalah proporsi penduduk berusia 15 tahun keatas yang dapat membaca dan menulis dalam huruf latin dan huruf lainnya. (3) Rata-rata lama sekolah (Means Year School MYS ) adalah rata-rata jumlah tahun yang telah dihabiskan oleh penduduk usia 15 tahun ke atas di seluruh jenjang pendidikan formal yang pernah dijalaninya. (4) Paritas daya beli (Purchasing power parity PPP) adalah ukuran daya beli penduduk dalam memenuhi kebutuhan konsumsi makanan dan non-makanan. PPP memungkinkan dilakukannya perbandingan hargaharga riil antar wilayah, mengingat nilai tukar yang

28 BAB II. Metodologi 12 biasa digunakan dapat menurunkan atau menaikkan nilai daya beli yang terukur dari konsumsi per kapita yang telah disesuaikan. Dalam konteks PPP untuk Indonesia, satu rupiah di suatu wilayah memiliki daya beli yang sama dengan satu rupiah di Jakarta. PPP dihitung berdasarkan pengeluaran riil perkapita setelah disesuaikan dengan indeks harga penurunan utilitas marginal. 2.2 Sumber Data konsumen dan Penghitungan komponen IPM dalam publikasi ini menggunakan data SUSENAS (Survei Sosial Ekonomi Nasional) yang dikumpulkan BPS Kabupaten Teluk Bintuni dari tahun 2006 sampai dengan tahun SUSENAS merupakan survei tahunan yang dirancang untuk mengumpulkan data sosial ekonomi penduduk yang relatif sangat luas. Dalam setiap pelaksanaan SUSENAS terdapat dua paket pengumpulan data yaitu data Kor dan data Modul. Data Kor memuat informasi yang diperlukan untuk memonitor halhal yang mungkin berubah tiap tahun, berguna untuk perencanaan jangka pendek. Untuk itu data kor dikumpulkan tiap tahun. Sementara data Modul dikumpulkan secara bergilir berulang setiap tiga tahun sekali.

29 BAB II. Metodologi 13 Ada tiga jenis data modul yaitu modul sosial budaya dan pendidikan, modul kesehatan dan perumahan dan modul konsumsi. Data modul diperlukan untuk menganalisis masalah yang ingin diintervensi pemerintah, misalnya kemiskinan atau kekurangan gizi. Selain SUSENAS, sumber data lain yang digunakan dalam publikasi ini berasal dari data sektoral khususnya Dinas Pendidikan dan Dinas Kesehatan Kabupaten Teluk Bintuni. Data terkait pendidikan dan kesehatan tersebut dihimpun dalam publikasi Kabupaten Teluk Bintuni dalam Angka tahun Metode Penghitungan Komponen IPM Prosedur Estimasi Angka Harapan Hidup Usia hidup diukur dengan angka harapan hidup atau yang biasa dinotasikan dengan e0 yang dihitung menggunakan metode tidak langsung (Metode Brass dan Varian Trussel) dengan menggunakan variabel rata-rata anak lahir hidup dan rata-rata anak masih hidup yang dilaporkan dari tiap kelompok ibu-ibu umur tahun. Paket program Mortpack digunakan untuk menghitung angka harapan hidup berdasarkan input dua data tersebut. Selanjutnya dipilih

30 BAB II. Metodologi 14 metode Trussel dengan model West. Menurut Preston (2004), metode Trussel dengan model West sesuai dengan histori kependudukan Indonesia dan negara-negara Asia Tenggara pada umumnya Prosedur Estimasi Angka Melek Huruf dan Rata-rata Lama Sekolah Indikator angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah digunakan untuk mengukur dimensi pengetahuan dari penduduk berusia 15 tahun atau lebih. Angka melek huruf menggambarkan persentase penduduk 15 tahun atau lebih yang dapat membaca dan menulis huruf latin dan huruf lainnya. Sedangkan rata-rata lama sekolah menggambarkan jumlah tahun yang dilalui penduduk 15 tahun atau lebih dalam menjalani pendidikan formal. Indikator rata-rata lama sekolah dihitung dengan menggunakan dua variabel secara simultan; yaitu tingkat/ kelas yang sedang/pernah dijalani dan jenjang pendidikan tertinggi yang ditamatkan. Untuk yang tidak menamatkan suatu jenjang pendidikan, lama sekolah dihitung berdasarkan formula berikut: YS = Tahun konversi + Kelas tertinggi yang pernah diduduki 1 Di mana YS menyatakan years school atau jumlah tahun yang

31 BAB II. Metodologi 15 Tabel 2.1 Tahun Konversi dari Tingkat Pendidikan yang Ditamatkan Pendidikan Tertinggi Ditamatkan dihabiskan untuk sekolah. Tahun konversi dari pendidikan yang ditamatkan didasarkan pada Tabel 2.1. Contoh, seseorang bersekolah sampai dengan kelas 2 SMU maka jumlah tahun yang dihabiskan untuk sekolah oleh orang itu adalah Tahun Konversi 1. Tidak pernah sekolah 0 2. Sekolah Dasar 6 3. SLTP 9 4. SLTA/ SMU Diploma I Diploma II Akademi/ Diploma III Diploma IV/ Sarjana Magister (S2) Doktor (S3) 21 YS = = 10 tahun Jadi, lama sekolah dari seseorang yang bersekolah sampai dengan kelas dua SMU adalah 10 tahun.

32 BAB II. Metodologi 16 Proses penghitungan indeks pengetahuan menggabungkan indeks angka melek huruf dan indeks rata-rata lama sekolah. Kedua indeks ini diberi bobot yang berbeda. Bobot indeks angka melek huruf dua kali lebih besar daripada bobot indeks rata-rata lama sekolah Prosedur Estimasi Paritas Daya Beli (PPP) Tingkat kehidupan yang layak dari suatu penduduk dicerminkan oleh ukuran yang disebut Paritas Daya Beli (PPP). Ukuran ini menggambarkan pengeluaran perkapita yang telah disesuaikan. Penyesuainnya adalah dengan mempertimbangkan keterbandingan antar daerah dan antar waktu. Sebagai catatan, UNDP menggunakan indikator PDB per kapita riil yang telah disesuaikan (Adjusted real GDP per capita) sebagai ukuran komponen tersebut karena tidak tersedia indikator lain yang lebih baik untuk keperluan perbandingan antar negara. Untuk penghitungan PPP diperlukan data SUSENAS Modul Konsumsi. Data terakhir yang tersedia adalah data SUSENAS Modul Konsumsi tahun Untuk itu PPP Kabupaten Teluk Bintuni dihitung dari data SUSENAS Modul Konsumsi tahun 2012 dengan formula berikut :

33 BAB II. Metodologi dimana: E(j) : Pengeluaran untuk komoditi j di Kabupaten p(9,j) : PPP 2011 Teluk Bintuni Harga komoditi j di Jakarta Selatan q(j) : Jumlah komoditi j (unit) yang dikonsumsi di Kabupaten Teluk Bintuni Secara keseluruhan estimasi daya beli penduduk Kabupaten Teluk Bintuni dilakukan dengan tahapan berikut : (1) Menghitung pengeluaran per kapita tahun 2011 dari data Modul Konsumsi Susenas [=Y] ; (2) Menaikkan nilai Y sebesar 20% [=Y1], karena dari berbagai studi diperkirakan bahwa data dari Susenas cenderung lebih rendah sekitar 20% ; (3) Menghitung nilai riil Y1 dengan mendeflasi Y1 dengan indeks harga konsumen (CPI) [=Y2] ; j (4) Menghitung nilai daya beli Purchasing Power Parity j ( p(9, j) q( j) ) (PPP). Penghitungan PPP didasarkan pada harga 27 komoditas (Tabel 2.2) yang ditanyakan pada modul konsumsi SUSENAS. Harga di Jakarta Selatan digunakan sebagai standar harga. Formula penghitungan PPP dapat dilihat di atas. E ( j) 17

34 BAB II. Metodologi 18 Tabel 2.2 Daftar Komoditi Terpilih Untuk Menghitung Paritas Daya Beli (PPP) Sumbangan thd total Komoditi Unit konsumsi (%) *) (1) (2) (3) 1. Beras Lokal Kg 7,25 2. Tepung terigu Kg 0,10 3. Ketela pohon Kg 0,22 4. Ikan tongkol/tuna/cakalang Kg 0,50 5. Ikan teri Ons 0,32 6. Daging sapi Kg 0,78 7. Daging ayam kampung Kg 0,65 8. Telur ayam Butir 1,48 9. Susu kental manis 397 gram 0, Bayam Kg 0, Kacang panjang Kg 0, Kacang tanah Kg 0, Tempe Kg 0, Jeruk Kg 0, Pepaya Kg 0, Kelapa Butir 0, Gula pasir Ons 1, Kopi bubuk Ons 0, Garam Ons 0, Merica/lada Ons 0, Mie instan 80 gram 0, Rokok kretek filter 10 batang 2, listrik Kwh 2, Air minum M3 0, Bensin Liter 1, Minyak tanah Liter 1, Sewa rumah Unit 11,56 Total 37,52

35 BAB II. Metodologi 19 Khusus komoditi rumah sewa, unit kualitasnya ditentukan berdasarkan indeks kualitas rumah. Indeks kualitas rumah dibentuk dari delapan komponen kualitas tempat tinggal yang diperoleh dari Susenas Kor. Kedelapan komponen kualitas yang digunakan dalam penghitungan indeks kualitas rumah diberi skor sebagi berikut : Lantai: keramik, marmer, atau granit =1, lainnya = 0 Luas lantai perkapita: > 10 m 2 = 1, lainnya = 0 Dinding : tembok = 1, lainnya = 0 Atap: kayu/sirap, beton = 1, lainnya = 0 Fasilitas penerangan: listrik = 1, lainnya = 0 Fasilitas air minum: leding = 1, lainnya = 0 Jamban: milik sendiri = 1, lainnya = 0 Skor awal untuk setiap rumah = 1 Indeks kualitas rumah merupakan penjumlahan dari skor yang dimiliki oleh suatu rumah tinggal dan bernilai antara 1 sampai dengan 8. Kualitas dari rumah yang dikonsumsi oleh suatu rumah tangga adalah Indeks Kualitas Rumah dibagi 8. Sebagai contoh, jika suatu rumah tangga menempati suatu rumah tinggal yang mempunyai Indeks Kualitas Rumah = 6, maka kuantitas rumah yang dikonsumsi oleh rumah tangga tersebut adalah 6/8 atau 0,75 unit. (5) Membagi Y2 dengan PPP untuk memperoleh nilai Rupiah yang sudah disetarakan antar daerah [=Y3];

36 BAB II. Metodologi 20 (6) Mengurangi nilai Y3 dengan menggunakan formula Atkitson untuk mendapatkan estimasi daya beli [=Y4]; Formula Atkinson yang digunakan untuk menyesuaikan nilai Y3 adalah : dimana: C(I)* = C (i) jika C (i) < Z = Z + 2(C (i) Z) (1/2) jika Z < C (i) < 2Z = Z + 2(Z) (1/2) + 3(C (i) 2Z) (1/3) jika 2Z < C (i) < 3Z = Z + 2(Z) (1/2) + 3(Z) (1/3) + 4(C (i) 3Z) (1/4) jika 3Z < C (i) < 4Z C(i) : PPP dari nilai riil pengeluaran per kapita Z : Batas tingkat pengeluaran yang ditetapkan secara arbiter sebesar Rp per kapita per tahun atau Rp per kapita per hari. 2.4 Metode Penghitungan IPM IPM disusun dari tiga komponen: lamanya hidup, diukur dengan harapan hidup pada saat lahir; tingkat pendidikan, diukur dengan kombinasi antara angka melek huruf pada penduduk dewasa (dengan bobot dua per tiga) dan rata-rata lama sekolah (dengan bobot sepertiga); dan tingkat

37 BAB II. Metodologi 21 kehidupan yang layak, diukur dengan pengeluaran per kapita yang telah disesuaikan (PPP Rupiah). Indeks ini merupakan rata-rata sederhana dari ketiga komponen tersebut di atas : dimana : dimana: IPM = 1/3 (Indeks X 1 + Indeks X 2 + Indeks X 3 ) X1 : adalah lamanya hidup X2 : tingkat pendidikan X3 : tingkat kehidupan yang layak X(i) X(i-min) X(i-max) Indeks X (i,j) = (X (i,j) - X (i-min) ) / (X (i-max) ) - X (i-min) ) : Indikator ke i : Nilai minimum dari Xi : Nilai maksimum dari Xi Nilai maksimum dan minimum indikator X(i) disajikan pada Tabel 2.3.

38 BAB II. Metodologi 22 Tabel 2.3 Nilai Maksimum dan Minimum Komponen IPM Indikator komponen IPM (=X(i)) Nilai Maksimum Contoh penghitungan IPM untuk Kabupaten Teluk Bintuni tahun 2011 sebagai berikut: Nilai Minimum Catatan (1) (2) (3) (4) Angka Harapan Hidup Sesuai standar global (UNDP) Angka Melek Huruf Sesuai standar global (UNDP) Rata-rata lama sekolah 15 0 Sesuai standar global (UNDP) Konsumsi per kapita yang disesuaikan a) b) (1996) b) (1999) UNDP menggunakan PDB per kapita riil yang disesuaikan Tabel 2.4 Contoh Penghitungan IPM Kabupaten Teluk Bintuni Tahun 2011 No Indikator Satuan Nilai 1. Angka harapan hidup Tahun 68,54 2. Angka melek huruf % 87,05 3. Rata-rata lama sekolah Tahun 6,91 4. Pengeluaran per kapita yang telah disesuaikan Ribu Rp. 600,33

39 BAB II. Metodologi 23 Indeks harapan hidup: (68,54 25)/(85 25) = 0,7257 = 72,57 % Indeks Pendidikan: Indeks melek huruf: (87,05 0)/(100 0) = 0,8705 = 87,05 % Indeks lama sekolah: (6,91 0)/(15 0) = 0,4609 = 46,09 % (2/3 x 87,05 %) + (1/3 x 46,09 %) = 73,39 % Indeks pendapatan: (600,33 360)/(732,72 300) = 0,5554= 55,54 % IPM: (72,57 % + 73,39 % + 55,54 %)/3 = 67,17 % 2.5 Klasifikasi Capaian IPM Capaian IPM dapat diklasifikasikan menjadi empat kelompok yaitu: IPM Rendah jika capaian IPM kurang dari 50 IPM Menengah Bawah jika capaian IPM berada di antara 50 dan 65,90 IPM Menengah Atas jika capaian IPM berada di antara 66 dan 79,90 IPM Atas jika capaian IPM 80 atau lebih.

40 BAB II. Metodologi 24

41 25 Bab III Analisis Situasi Pembangunan Manusia BAB III. ASPM Misi Pembangunan Kabupaten Teluk Bintuni yang pertama sebagaimana dinyatakan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Teluk Bintuni Tahun adalah, Mewujudkan sumber daya manusia yang bertaqwa, berkualitas, mandiri, dan berdaya saing. Terdapat dua tujuan yang hendak diwujudkan Pemerintah Kabupaten Teluk Bintuni melalui misi tersebut yaitu, pertama, meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) dan kedua, mewujudkan manusia dan komunitas yang maju dan mandiri, cerdas, sehat lahir dan batin, bermoral tinggi dan beriman sehingga berdaya saing tinggi di era persaingan global. Adapun sasarannya adalah: a. Terwujudnya kualitas rohani masyarakat yang semakin baik melalui peningkatan pemahaman, penghayatan, pengamalan ajaran agama dalam kehidupan masyarakat, berbangsa, dan bernegara;

42 BAB III. ASPM b. Meningkatnya kualitas sumber daya manusia yang tercermin dari meningkatnya kualitas dan kuantitas tingkat pendidikan, meningkatnya pemerataan dan mutu pendidikan serta meningkatnya penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam menghadapi era persaingan global; c. Meningkatnya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya melalui akses pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau sebagai bagian integral dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia; d. Terkendalinya laju pertumbuhan dan persebaran penduduk serta meningkatnya keluarga kecil bahagia dan berkualitas sebagai bagian yang tak terpisahkan dari upaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. e. Meningkatnya kualitas perlindungan dan kesejahteraan sosial. Dengan mengacu pada tujuan dan sasaran misi pertama pembangunan Kabupaten Teluk Bintuni di atas, pada bab ini akan dikaji analisis situasi pembangunan manusia di Kabupaten Teluk Bintuni mulai tahun 2006 hingga tahun Analisis dibagi menjadi tiga sub pokok bahasan terkait

43 AHH (Tahun) BAB III. ASPM komponen pembentuk IPM yaitu kesehatan, pendidikan dan perekonomian. 3.1 Kesehatan Pemerintah Kabupaten Teluk Bintuni menargetkan angka harapan hidup pada tahun 2012 sebesar 70,83 tahun dan di akhir tahun 2015, angka harapan hidup ditargetkan mencapai 72 tahun. Hal ini selaras dengan target nasional di mana pada akhir 2014, Pemerintah Indonesia menargetkan angka harapan hidup penduduk Indonesia mencapai 72 tahun (Peraturan Presiden RI Nomor 5 Tahun 2010). 73,00 72,00 71,00 70,00 69,00 68,00 67,00 66,00 65,00 64,00 67,30 66,90 67,60 67,26 67,90 67,55 68,20 67,88 68,51 68,21 70,83 69,14 68,81 68,54 72,00 68, Kabupaten Teluk Bintuni Provinsi Papua Barat Target 2012 Target 2015 Gambar 3.1 Angka Harapan Hidup Kabupaten Teluk Bintuni dan Provinsi Papua Barat Tahun dan Target Tahun 2012 dan 2015

44 BAB III. ASPM Angka harapan hidup penduduk Kabupaten Teluk Bintuni pada tahun 2012 mencapai 68,88 tahun (Gambar 3.1). Capaian angka harapan hidup ini lebih rendah dari angka harapan hidup untuk Provinsi Papua Barat pada tahun 2012 yaitu sebesar 69,14. Capaian angka harapan hidup Kabupaten Teluk Bintuni pada tahun 2012 masih di bawah target capaian angka harapan hidup baik untuk tahun 2012 maupun target Strategi utama dalam mencapai sasaran peningkatan derajat kesehatan masyarakat di Kabupaten Teluk Bintuni dengan meningkatkan upaya dan pelayanan kesehatan masyarakat serta meningkatkan upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit. Program Layanan Kesehatan Gratis di Puskesmas 58,33 49,96 49,80 66, Gambar 3.2 Cakupan Program Layanan Kesehatan Gratis di Kabupaten Teluk Bintuni Tahun

45 BAB III. ASPM telah digulirkan sejak tahun 2006 hingga saat ini. Meski belum semua masyarakat menikmati layanan kesehatan gratis ini, namun perkembangannya dari tahun ke tahun menunjukkan peningkatan. Gambar 3.2 memperlihatkan ada peningkatan cakupan akses layanan kesehatan gratis di Kabupaten Bintuni dari 58,33 persen pada tahun 2009 menjadi 66,06 persen pada tahun Penyebaran Puskesmas di 18 Distrik di Kabupaten Teluk Bintuni merupakan upaya Pemerintah Kabupaten Teluk Bintuni untuk lebih mendekatkan layanan kesehatan kepada masyarakat. Gambar 3.3 menyajikan sebaran Puskesmas dan Puskesmas Pembantu atau Pustu di Kabupaten Teluk Bintuni MOSKONA BARAT KOMUNDAN MOSKONA UTARA MOSKONA TIMUR MASYETA MOSKONA SELATAN WERIAGAR TOMU SUMURI MERDEY MEYADO ARANDAY TEMBUNI AROBA BISCOOP BINTUNI TUHIBA DATARAN BEIMES Gambar 3.3 Sebaran Puskesmas dan Puskesmas Pembantu di Kabupaten Teluk Bintuni Tahun 2012 BABO MANIMERI WAMESA KURI KAITARO IRORUTU / FAFURWAR

46 BAB III. ASPM pada tahun Hambatan utama yang dihadapi masyarakat untuk mengakses Puskesmas atau Pustu adalah rata-rata jarak dari pusat desa ke Puskesmas atau Pustu terdekat relatif jauh. Berdasarkan hasil Sensus Potensi Desa (Podes) tahun 2011, rata-rata jarak dari pusat desa yang tidak ada puskesmas ke desa/distrik terdekat yang ada puskesmas adalah 17,83 Km. Sementara rata-rata jarak dari pusat desa ke Pustu terdekat 12,24 Km. Ada lima distrik di Kabupaten Teluk Bintuni yang rata-rata jarak ke puskesmas paling jauh 10 Km yaitu Distrik Irorutu/Fafurwar (6,10 Km), Distrik Bintuni (10 Km), Distrik Tuhiba (2,5 Km), dan Distrik Tembuni (5 Km). Ada sembilan dsitrik yang rata-rata jarak ke pustu terdekat kurang dari 5 Km yaitu Distrik Kaitaro, Distrik Wamesa, Distrik Tuhiba, Distrik Tembuni, Distrik Aranday, Distrik Weriagar, Distrik Meyado, Moskona Utara dan Distrik Moskona Barat. Penolong Kelahiran oleh Tenaga Kesehatan Peningkatan akses pertolongan kelahiran oleh tenaga kesehatan merupakan salah satu upaya menurunkan angka kematian bayi dan angka kematian ibu. Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 741 Tahun 2008 Tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota, cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga

47 BAB III. ASPM kesehatan yang memiliki kompetensi kebidanan 90 persen pada tahun Gambar 3.4 menyajikan data persentase kelahiran menurut penolong persalinan di Kabupaten Teluk Bintuni pada tahun Dilihat dari besarnya peran penolong persalinan, bidan merupakan penolong persalinan terbesar diikuti oleh famili/ keluarga kemudian dukun bersalin, dokter dan tenaga paramedis lainnya. Mengacu pada SPM cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan dengan kompetensi kebidanan di atas maka persentase pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan di Kabupaten Teluk Bintuni pada tahun 2012 mencapai 70,02 persen atau kurang 19,88 persen dari Gambar 3.4 Persentase Kelahiran Menurut Penolong Persalinan di Kabupaten Teluk Bintuni dan Provinsi Papua Barat Tahun 2012 Famili/keluarga Dukun bersalin Tenaga paramedis lain 4,97 3,57 8,86 13,60 14,64 12,81 53,87 Bidan 60,01 Dokter 17,15 10,01 Prov. Papua Barat Kab. Teluk Bintuni

48 BAB III. ASPM SPM. Sebagai data pembanding, Dinas Kesehatan Kabupaten Teluk Bintuni melaporkan bahwa berdasarkan catatan administrasi beberapa puskesmas, terdapat 2090 peristiwa kelahiran pada tahun Persentase penolong kelahiran oleh tenaga kesehatan sebesar 81,87 persen. Imunisasi Kemeterian Kesehatan menetapkan bahwa imunisasi yang wajib diberikan adalah BCG, DPT, Polio, Campak, dan Hepatitis B. Waktu pemberiannya sudah ditetapkan secara bertahap. Imunisasi BCG diberikan satu kali pada anak usia 0-2 bulan. Imunisasi DPT dan Polio diberikan secara bersamaan pada usia kurang dari satu bulan dan berulang pada usia 2, 3, atau 4 bulan. Imunisasi campak memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit campak, yang diberikan sebanyak 2 kali. Pertama, pada saat anak berumur 9 bulan atau lebih, dan kedua diberikan pada usia 5-7 tahun. Pada kejadian luar biasa dapat diberikan pada usia 6 bulan dan diulangi 6 bulan kemudian. Imunisasi campak pertama diperlukan untuk menimbulkan respon kekebalan primer, sedangkan imunisasi campak kedua diperlukan untuk meningkatkan kekuatan antibodi. Efek samping yang mungkin terjadi berupa demam, ruam kulit, dan diare. Pemerintah Republik Indonesia

49 BAB III. ASPM Gambar 3.5 Persentase Bayi Berumur Bulan yang Mendapatkan Imunisasi Dasar di Kabupaten Teluk Bintuni dan Provinsi Papua Barat Tahun 2012 menargetkan pemberian imunisasi dasar kepada 90 persen balita hingga akhir tahun 2014 (RPJMN ). Gambar 3.5 menyajikan persentase bayi berumur bulan yang pernah mendapatkan imunisasi dasar di Kabupaten Teluk Bintuni dan Provinsi Papua Barat pada tahun Cakupan imunisasi pada bayi untuk BCG, DPT, Polio dan Hepatitis B optimis bisa mencapai 90 persen pada akhir 2014 karena cakupan keempat jenis imunisasi tersebut pada bayi berumur bulan pada tahun 2012 rata-rata 90 persen. Cakupan imunisasi campak masih rendah sehingga membutuhkan perhatian yang serius untuk meningkatkan cakupan imunisasi campak pada balita.

50 BAB III. ASPM Pemberian Asi Eksklusif Selain imunisasi, pemberian air susu ibu (ASI) pada anak balita juga sangat penting. Pemberian ASI pertama kali sesaat setelah ibu melahirkan sangat dianjurkan karena susu ibu mengeluarkan zat collestrum yang berfungsi sebagai antibodi bagi bayi. Pemberian ASI saja selama 6 bulan kepada bayi merupakan salah satu upaya agar bayi mempunyai daya tahan yang kuat. Pemberian ASI saja kepada bayi selama enam bulan ini dikenal dengan pemberian ASI eksklusif. Pola pemberian ASI dan ASI eksklusif kepada bayi berumur 0 23 bulan di Kabupaten Teluk Bintuni dan Provinsi Papua Barat pada tahun 2012 disajikan pada Gambar 3.6. Umumnya, 96,61 90,56 40,50 31,73 91,1 86,3 ASI ASI Eksklusif ASI ASI Eksklusif ,36 32,04 Kab. Teluk Bintuni Prov. Papua Barat Gambar 3.6 Persentase Bayi 0 23 Bulan yang Mendapat ASI Ekslusif di Kabupaten Teluk Bintuni dan Prov. Papua barat Tahun

51 BAB III. ASPM bayi diberi ASi tetapi tidak sampai sepertiga bayi yang diberi ASI eksklusif pada tahun Fenomena seperti ini terjadi baik pada tingkat provinsi maupun tingkat kabupaten. 3.2 Pendidikan Strategi dan arah kebijakan Pemerintah KabupatenTeluk Bintuni dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang tercermin dari meningkatnya kualitas dan kuantitas tingkat pendidikan, meningkatnya pemerataan dan mutu pendidikan serta meningkatnya penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam menghadapi era persaingan global adalah dengan meningkatkan pemerataan dan perluasan pelayanan pendidikan usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah serta meningkatkan kualitas lulusan dan relevansi pendidikan dasar dan menengah. Hingga tahun 2015, target angka partisipasi murni SD, APM SMP dan APM SMA masing-masing sebesar 100 persen; APK SD sebesar 100 persen, APK SMP sebesar 99,88 persen dan APK SMA sebesar 98,82 persen; rasio Guru terhadap murid SD, SMP, dan SMA masing-masing satu guru berbanding 20 murid; dan rasio murid terhadap ketersediaan sekolah SD, SMP dan SMA masing-masing sebesar 17; 180; dan 186 siswa.

52 BAB III. ASPM Pembahasan pada sub bab ini akan menganalisis capaian pembangunan di bidang pendidikan di Kabupaten Teluk Bintuni hingga tahun Distribusi Fasilitas Pendidikan Penyebaran fasilitas pendidikan di Kabupaten Teluk Bintuni dapat menggambarkan sejauh mana upaya perluasan layanan pendidikan telah dilakukan. Gambar 3.7 memperlihatkan sebaran SD dan SMP telah menjangkau di semua wilayah. Tetapi tidak demikian halnya dengan sebaran TK dan SMA. Hingga tahun 2012, Kabupaten Teluk Bintuni memiliki 41 PAUD di 11 distrik, 65 TK di 16 distrik, 77 SD di 23 distrik, 32 Gambar 3.7 Sebaran SD, SMP dan SMA/SMK di Kabupaten Teluk Bintuni Tahun 2012

53 BAB III. ASPM SMP di 21 distrik, 10 SMU di 6 distrik dan 2 SMK di dua distrik. Rata-rata jarak terdekat dari desa tanpa fasilitas sekolah ke sekolah terdekat disajikan pada Gambar 3.9. Tampak bahwa, rata-rata jarak tempuh ke SD terdekat dari desa tanpa fasilitas SD paling kecil yaitu 3,72 Km tetapi ratarata jarak tempuh ke SMA dan SMK terdekat dari desa tanpa fasilitas SMA/SMK adalah 34,06 Km dan 67,90 Km. Dampak dari kondisi ini adalah belum semua penduduk dapat menikmati layanan pendidikan dasar baik pendidikan dasar 6 tahun maupun pendidikan dasar 9 tahun. Pembahasan selanjutnya akan memaparkan beberapa indikator proses pendidikan seperti angka partsisipasi sekolah (APS), angka partisipasi murni (APM), angka partisipasi kasar (APK), dan indikator output pendidikan seperti rata-rata lama sekolah, angka buta huruf, dan tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan. Angka Partisipasi Sekolah (APS) Angka partisipasi sekolah (APS) adalah perbandingan antara penduduk usia sekolah yang masih terdaftar dan aktif bersekolah pada lembaga pendidikan formal dengan penduduk usia sekolah, dinyatakan dalam persen. APS 7 12 tahun bermakna persentase penduduk pada usia 7 12 tahun

54 APS (%) BAB III. ASPM yang masih bersekolah pada lembaga pendidikan formal. APS tahun bermakna persentase penduduk pada usia tahun yang masih bersekolah pada lembaga pendidikan formal. Pengertian yang sama berlaku juga untuk APS tahun. Gambar 3.8 menyajikan APS penduduk pada usia 7 12 tahun, tahun, dan tahun di Kabupaten Teluk Bintuni selama tahun 2009 hingga tahun Selama periode waktu tersebut, APS untuk kelompok umur 7 12 tahun dan tahun telah lebih dari 90 persen tetapi tidak demikian halnya untuk APS kelompok umur dan 100,00 90,00 80,00 70,00 60,00 50,00 40,00 30,00 20,00 10,00 0,00 96,12 97,31 91,98 93,80 81,18 5,42 56,94 83,86 8,23 42,53 93,87 93,38 52,76 3,99 5, Gambar 3.8 Angka Partisipasi Sekolah Penduduk Kabupaten Teluk Bintuni Menurut Kelompok Umur Tahun ,43 APS 7-12 APS APS APS 19-24

55 BAB III. ASPM SMK terdekat (Km) 67,90 Jarak ke SMA terdekat (Km) Jarak ke SMP terdekat (Km) Jarak ke SD terdekat (Km) Jarak ke TK terdekat (Km) 34,06 12,27 3,72 9,71 0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 70,00 80,00 Gambar 3.9 Rata-rata Jarak dari Pusat Desa ke Fasilitas Pendiidkan Terdekat di Kabupaten Teluk Bintuni Tahun tahun. APS kedua kelompok ini masih di bawah 75 persen bahkan untuk kelompok tahun masih di bawah 10 persen. Faktor sebaran sekolah dan rata-rata jarak tempuh ke fasilitas SMA/SMK dan perguruan tinggi yang sangat jauh menjadi penyebab utama masih rendahnya partisipasi sekolah penduduk pada kelompok umur tahun dan tahun. Untuk mengatasi permasalahan rendahnya partisipasi sekolah penduudk pada kelompok tahun bukan hanya sekedar menambah gedung SMA/ SMK tetapi juga membutuhkan penambahan guru termasuk guru bidang studi.

56 BAB III. ASPM Angka Partisipasi Murni (APM) Angka partisipasi murni mengukur proporsi anak yang bersekolah tepat waktu. Anak berumur 7 12 tahun bersekolah SD, anak berumur tahun bersekolah SMP dan anak berumur tahun bersekolah SMA/SMK. Pemerintah RI menargetkan APM SD/SDLB/MI/Paket A minimal 96,00 persen dan APM SMP/SMPLB/MTs/Paket B minimal 76,00 persen dapat tercapai selambat-lambatnya tahun Pemerintah Kabupaten Teluk Bintuni sendiri menargetkan APM SD, SMP dan SMA tercapai 100 persen pad atahun Pada akhir tahun 2012, target APM SD, SMP dan SMA masing-masing sebesar 98,54 persen; 74,45 persen; dan 54,55 persen. Lampiran Tabel 8 menyajikan secara lengkap APM SD, SMP dan SMA di Kabupaten Teluk Bintuni sejak tahun 2007 hingga tahun Tampak bahwa APM SD, APM SMP dan APM SMA masih di bawah target RPJMD Kabupaten Teluk Bintuni baik untuk tahun 2012 maupun tahun Angka Partisipasi Kasar (APK) Berbeda dengan APM, APK mengukur akses pendidikan formal tanpa memandang usia sekolah. Dalam hal APK, pemerintah RI menargetkan APK SD/SDLB/MI/Paket A

57 BAB III. ASPM sebesar 119,10 persen, APK SMP/SMPLB/MTs/Paket B sebesar 110,00 persen dan APK SMA/SMK/MA/Paket C sebesar 85,00 persen dapat dicapai pada akhir tahun Pemerintah Kabupaten Teluk Bintuni menargetkan APK SD, SMP dan SMA pada tahun 2015 tercapai masing-masing sebesar 100 persen, 99,88 persen dan 98,82 persen. Data APK SD, SMP dan SMA Kabupaten Teluk Bintuni tahun selengkapnya dapat dilihat pada Tabel Lampiran 9. Berdasarkan perkembangan data APK sebagaimana terlampir pada Tabel Lampiran Tabel 9, target APK SD dan SMP telah tercapai. Hanya target APK SMA yang belum tercapai baik di tahun 2015 maupun tahun Rata-rata lama sekolah Rata-rata lama sekolah menyatakan jumlah tahun yang digunakan penduduk 15 tahun dalam menjalani pendidikan formal. Indikator ini merupakan indikator yang paling lambat perkembangannya. Selama tahun , rata-rata lama sekolah Kabupaten Teluk Bintuni kurang dari tujuh tahun. Di tahun 2012, rata-rata lama sekolah mengalami kenaikan menjadi 7,02 tahun.

58 Tahun BAB III. ASPM ,00 14,00 13,00 12,00 11,00 10,00 9,00 8,00 7,00 6,00 5,00 7,20 7,65 7,67 8,01 8,21 8,26 8,45 6,44 6,85 6,88 6,90 6,91 7,02 5, Kabupaten Teluk Bintuni Prov. Papua Barat Target Nasional Gambar 3.10 Rata-rata Lama Sekolah Penduduk Berumur 15 Tahun atau Lebih di Kabupaten Teluk Bintuni Tahun ,25 Sejak tahun 1994, program wajib belajar 6 tahun ditingkatkan menjadi program wajib belajar 9 tahun. Program wajib belajar 6 tahun di Kabupaten Teluk Bintuni baru berhasil dicapai pada tahun Di sisi lain, pelaksanaan program wajib belajar 9 tahun di Kabupaten Teluk Bintuni masih mengahadapi kendala yang tidak sedikit. Kurangnya fasilitas pendidikan menengah, keterisolasian wilayah, kekurangan guru bidang studi adalah beberapa faktor penghambat bagi capaian program wajib belajar 9 tahun di Kabupaten Teluk Bintuni.

59 Persen BAB III. ASPM Angka Buta Aksara Salah satu target pembangunan pendidikan di tingkat nasional adalah menurunnya angka buta aksara sebesarbesarnya 4,18 persen pada tahun 2014 (RPJMN ). Di Kabupaten Teluk Bintuni, pemberantasan buta aksara ditargetkan sebesar-besarnya lima persen pada tahun 2015 dan pada tahun 2012, angka buta aksara tidak lebih dari 10 persen (RPJMD Kabupaten Teluk Bintuni Tahun ). Gambar 3.11 memperlihatkan capaian pemberantasan buta aksara di Kabupaten Teluk Bintuni pada tahun ,00 20,00 15,00 10,00 5,00 0,00 21,47 11,45 19,16 9,68 17,33 17,02 7,85 7,66 14,10 12,95 12,62 6,81 6,61 6, Kab. Teluk Bintuni Prov. Papua Barat Gambar 3.11 Angka Buta Aksara Penduduk Berumur 15 tahun atau lebih di Kabupaten Teluk Bintuni dan Provinsi Papua Barat Tahun

60 BAB III. ASPM Meski belum mencapai target penurunan angka buta kasara, tetapi perkembangan persentase penduduk yang buta aksara menunjukkan penurunan. Angka buta aksara di Kabupaten Teluk Bintuni pada tahun 2012 sebesar 12, 62 persen. Salah satu faktor penyebab belum tercapainya target penurunan angka buta aksara adalah masih adanya kesenjangan gender dalam hal kemampuan baca tulis antara laki-laki dan perempuan. Pada tahun 2011, angka buta aksara laki-laki sebesar 7,04 persen sementara angka buta aksara penduduk perempuan 15,01 persen. Itu berarti, angka buta aksara penduduk perempuan dua kali lebih tinggi daripada angka buta aksara penduduk laki-laki. Oleh karena itu, program pemberantasan buta aksara di Kabupaten Teluk Bintuni seyogyanya diutamakan bagi kelompok perempuan. Tingkat Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan Indikator tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan biasa digunakan untuk mengukur output penyelenggaraan layanan pendidikan oleh pemerintah. Indikator ini sangat berkaitan erat dengan rata-rata lama sekolah dan kemampuan baca tulis penduduk. Rendahnya tingkat pendidikan yang ditamatkan berdampak pada rendahnya rata-rata lama sekolah dan kemampuan baca tulis penduduk.

61 5,89 11,64 9,12 15,41 18,58 23,18 21,86 19,25 22,60 20,88 19,97 22,11 26,21 27,35 35,96 BAB III. ASPM Tanpa Ijazah SD SMP SMA PT Laki-laki Perempuan Laki-laki dan Perempuan Gambar 3.12 Tingkat Pendidikan yang Ditamatkan Penduduk Berumur 10 tahun atau lebih di Kabupaten Teluk Bintuni Tahun 2012 Tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan penduduk Kabupaten Teluk Bintuni tahun 2012 disajikan pada Gambar 3.8. Persentase penduduk tamatan SD cukup dominan sebaliknya persentase penduduk tamatan PT paling rendah. Ada perbedaan tingkat pendidikan yang ditamatkan antara laki-laki dan perempuan. Persentase tingkat pendidikan yang ditamatkan perempuan lebih tinggi daripada laki-laki pada jenjang pendidikan rendah dan sebaliknya persentase perempuan pada jenjang pendidikan tinggi (SMA ke atas), lebih rendah daripada laki-laki.

62 BAB III. ASPM Perekonomian 46 Pembangunan manusia bertujuan agar setiap manusia mampu memperbanyak pilihan-pilihan untuk dapat mewujudkan kehidupan yang layak. Dalam kondisi miskin, penduduk tidak mempunyai banyak pilihan untuk bisa menentukan layanan kesehatan mana yang dibutuhkan, kualitas pendidikan seperti apa yang ingin dinikmati, atau pekerjaan seperti apa yang akan ditekuni. Keterbatasan pilihan-pilihan dari kondisi kemiskinan mengakibatkan penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan seakan-akan terkungkung dalam lingkaran setan. Pembangunan manusia diharapkan mampu mengantarkan penduduk dari keterbatasan pilihan hidup menuju kebebasan pilihan untuk hidup layak. Pengurangan persentase penduduk miskin dapat dijadikan indikasi awal peningkatan kemampuan daya beli masyarakat yang melebihi kenaikan garis kemiskinan akibat kenaikan harga-harga (inflasi). Pemerintah Indoensia menargetkan, persentase penduduk miskin di Provinsi Papua Barat dapat diturunkan menjadi antara 19,94 dan 18,78 persen hingga akhir Pemerintah Kabupaten Teluk Bintuni menargetkan persentase penduduk miskin di Kabupaten Teluk Bintuni tidak lebih dari 36 persen pada tahun 2015 dan

63 Persentase Penduduk Miskin (%) Jumlah Penduduk Miskin (ribu) BAB III. ASPM tidak lebih dari 42,70 persen pada tahun Persentase Penduduk Miskin Perkembangan persentase penduduk miskin di Kabupaten Teluk Bintuni sejak tahun 2006 hingga tahun 2012 menunjukkan penurunan. Gambar 3.13 menunjukkan selama periode tersebut, tren kemiskinan di Kabupaten Teluk Bintuni turun. Hingga tahun 2010, persentase penduduk miskin di Kabupaten Teluk Bintuni diperkirakan mencapai 47,53 persen (revisi) dari total penduduk Kabupaten Teluk Bintuni. Pada tahun 2011, persentase penduduk miskin di Kabupaten Teluk Bintuni sedikit lebih tinggi dari target penurunan 60,00 50,00 40,00 30,00 20,00 10,00 0,00 47,53 47,44 39,54 24,91 26,03 25, ,20 26,00 25,80 25,60 25,40 25,20 25,00 24,80 24,60 24,40 24,20 Jumlah Penduduk Miskin (ribu) Persentase Penduduk Miskin (%) Gambar 3.13 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Kabupaten Teluk Bintuni Tahun

64 BAB III. ASPM kemiskinan Kabupaten Teluk Bintuni tahun Dengan membaiknya indikator kinerja perekonomian, pada tahun 2012 ini, persentase penduduk miskin di Kabupaten Teluk Bintuni sebesar 39,54 persen berada di bawah target penurunan kemiskinan Kabupaten Teluk Bintuni tahun 2012 sebesar 42,70 persen. Selain penurunan persentase penduduk miskin, indikator kemiskinan lain seperti indeks kedalaman dan indeks keparahan juga berkurang signifikan. Perubahan indeks kedalaman dan indeks keparahan dari tahun 2011 ke tahun 2012 di Kabupaten Teluk Bintuni terbesar di Provinsi Papua Barat. Indeks kedalaman kemiskinan berkurang 6,87 poin 18,00 16,00 14,00 12,00 10,00 8,00 6,00 4,00 2,00 0,00 15,84 16,36 7,37 7,64 9,49 3, Indeks Kedalaman Kemiskinan Indeks Keparahan Kemiskinan Gambar 3.14 Indeks Kedalaman dan Indeks Keparahan Kemiskinan di Kabupaten Teluk Bintuni Tahun

65 BAB III. ASPM dari 16,36 pada tahun 2011 menjadi 9,49 pada tahun 2012 dan indeks keparahan kemiskinan berkurang 4,52 poin dari 7,64 menjadi 3,12 pada periode yang sama. Penurunan kedua indeks ini mencerminkan adanya peningkatan rata-rata pengeluaran per kapita dari penduduk miskin sehingga lebih mendekatkan jarak pengeluaran penduduk miskin ke garis kemiskinan pada tahun 2012 dibandingkan tahun Selain itu, gap atau ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin sendiri semakin mengecil. Menurut Nursyahrizal, pakar penghitungan kemiskinan BPS, kinerja penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Teluk Bintuni pada tahun 2012 paling efektif dilihat dari besarnya perubahan indeks kedalaman dan indeks keparahan kemiskinan di Kabupaten Teluk Bintuni pada tahun 2011 dan Penurunan indeks kedalaman dan keparahan kemiskinan di Kabupaten Teluk Bintuni didukung dengan fakta peningkatan daya beli masyarakat yang diukur dengan pengeluaran per kapita yang disesuaikan (Purchasing Power Parity atau PPP) dalam satuan rupiah. Gambar 3.11 menyajikan perkembangan nilai daya beli masyarakat (PPP) selama tahun 2006 hingga 2012 yang menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun. Selain peningkatan daya beli masyarakat, tingkat ketimpangan pengeluaran di Kabupaten Teluk Bintuni tergolong sedang. Indeks Gini Ratio Kabupaten Teluk Bntuni

66 BAB III. ASPM ,33 598,46 597,49 596,10 596,30 592, Gambar 3.15 Pengeluaran Per Kapita yang disesuaikan (PPP) Kabupaten Teluk Bintuni Tahun pada tahun 2012 sebesar 0,38. Ukuran pemerataan menurut Bank Dunia, sekitar 26,57 persen pengeluaran rumah tangga disumbang oleh kelompok 40 persen terbawah; 33,11 persen disumbang oleh kelompok 40 persen menengah dan 40,32 persen disumbang oleh kelompok 20 persen teratas. Berdasarkan nilai gini ratio di bawah 0,5 dan ukuran pemerataan dari kelompok 40 persen terbawah masih di atas 17 persen maka ketimpangan pendapatan di Kabupaten Teluk Bintuni masih tergolong sedang. 601,28

67 BAB IV. IPM Kabupaten Teluk Bintuni Bab IV IPM Kabupaten Teluk Bintuni Perkembangan IPM IPM Kabupaten Teluk Bintuni pada tahun 2012 mencapai 67,58. Berdasarkan pengelompokkan BPS, IPM Kabupaten Teluk Bintuni pada tahun 2012 termasuk kelompok menengah atas, yaitu kelompok IPM lebih dari 66 dan kurang dari 80. Gambar 6.1 memperlihatkan bahwa capaian IPM Kabupaten Teluk Bintuni masuk dalam kelompok menengah atas sejak tahun Dengan kata lain, lima tahun pertama pembangunan Kabupaten Teluk Bintuni berhasil meningkatkan status capaian IPM dari kelompok menengah bawah menjadi kelompok menengah atas pada akhir fase pembangunan lima tahun yang pertama. Dibandingkan dengan capaian IPM Kabupaten/Kota Provinsi Papua Barat, hingga kini, Kabupaten Teluk Bintuni menempati peringkat keenam. Peringkat keenam ini juga dacapai pada tahun di setelah menggeser capaian IPM

68 IPM BAB IV. IPM Kabupaten Teluk Bintuni ,00 80,00 IPM Atas Gambar 4.1 IPM Kabupaten Teluk Bintuni dan Provinsi Papua Barat Tahun Kabupaten Sorong Selatan yang pada tahun menduduki peringkat keenam capaian IPM di Provinsi Papua Barat. 75,00 70,00 65,00 60,00 66,08 Di tingkat nasional, peringkat IPM Kabupaten Teluk Bintuni naik dari peringkat ke-446 pada tahun 2009 menjadi peringkat ke-439 pada tahun 2010 dari 497 kabupaten/kota se-indonesia. Sebelumnya, pada tahun 2006, IPM Kabupaten Teluk Bintuni menempati peringkat 429 dari 456 kabupaten/ kota se-indonesia. IPM Menengah Atas 62,93 67,28 64,40 67,95 68,58 69,15 69,65 70,22 65,29 65,65 66,58 67,17 67, Kab. Teluk Bintuni Prov. Papua Barat Perkembangan capaian IPM Kabupaten Teluk Bintuni selama periode tahun mengindikasikan adanya

69 Reduksi Shortfall BAB IV. IPM Kabupaten Teluk Bintuni ,50 4,00 3,50 3,00 2,50 2,00 1,50 1,00 0,50 0,00 3,98 3,54 2,48 2,70 1,95 1,76 1,88 2,05 1,05 Gambar 4.2 Reduksi Shortfall Kabupaten Teluk Bintuni dan Provinsi Papua Barat Tahun pengurangan jarak capaian IPM terhadap nilai IPM ideal (IPM = 100,00). Pada periode tahun , capaian IPM Kabupaten Teluk Bintuni masih rendah tetapi peningkatan IPM-nya sangat tinggi yang ditunjukkan dengan nilai reduksi shortfall 2,48. Pada periode ini, reduksi shortfall Kabupaten Teluk Bintuni di atas reduksi shortfall Provinsi Papua Barat. Hal ini disebabkan karena capaian IPM di Kabupaten Teluk Bintuni dan kabupaten/kota lain di Provinsi Papua Barat masih berada pada fase softrock (BPS, 2008). Fase ini ditandai dengan capaian IPM rendah yang memungkinkan peningkatan capaian IPM lebih mudah dibandingkan wilayah lain yang capaian IPM-nya sudah tinggi seperti DKI Jakarta. 1,81 1,62 1, Kab. Teluk Bintuni Prov. Papua Barat

70 BAB IV. IPM Kabupaten Teluk Bintuni Pada periode tahun , reduksi shortfall Kabupaten Teluk Bintuni sebesar 1,76 dan pada periode tahun , reduksi shortfall menjadi 1, Perkembangan Komponen IPM Perubahan IPM dipengaruhi oleh perubahan indikator komponen penyusun IPM yaitu angka harapan hidup, angka melek huruf, rata-rata lama sekolah, dan paritas daya beli. Perubahan masing-masing indikator komponen IPM berbeda bergantung program pembangunan mana yang diprioritaskan apakah di bidang kesehatan, pendidikan atau perekonomian. Indeks Kesehatan 0,80 0,73 0,60 0,40 0,20 0,00 0,56 0,74 Indeks Daya Beli Indeks Pendidikan Gambar 4.3 Indeks Kesehatan, Pendidikan dan Daya Beli Masyarakat di Kabupaten Teluk Bintuni Tahun 12

71 BAB IV. IPM Kabupaten Teluk Bintuni Gambar 4.3. menggambarkan kontribusi masing-masing dimensi pembentuk IPM Kabupaten Teluk Bintuni tahun Tampak bahwa dimensi daya beli masyarakat merupakan dimensi yang masih membutuhkan perhatian serius karena kontribusinya yang paling rendah dibandingkan dengan dua dimensi lainnya (pendidikan dan kesehatan). Dimensi pendidikan dibentuk oleh dua indikator yaitu angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah penduduk berumur 15 tahun atau lebih. Dua pertiga komponen indeks Indeks Daya Beli 0,56 0,00 Indeks Kesehatan 1,00 0,73 0,80 0,60 0,40 0,20 0,47 Indeks Rata-rata Lama Sekolah Indeks Angka 0,87Melek Huruf Gambar 4.4 Indikator Pembentuk IPM Kabupaten Teluk Bintuni Tahun 2012

72 BAB IV. IPM Kabupaten Teluk Bintuni pendidikan disumbang oleh indikator angka melek huruf dan sepertiganya disumbang oleh rata-rata lama sekolah. Meskipun indeks pendidikan menempati kekuatan tertinggi sebagai pembentuk IPM Kabupaten Teluk Bintuni tetapi tidak demikian halnya untuk indikator rata-rata lama sekolah. Gambar 4.4 memperlihatkan bahwa indeks rata-rata lama sekolah (MYS) lebih rendah dibandingkan indeks daya beli masyarakat (PPP). Dengan membandingkan Gambar 4.4 dan Gambar 4.3 dapat ditentukan prioritas mana yang seharusnya diutamakan untuk meningkatkan capaian IPM Kabupaten Teluk Bintuni. Pertama, meingkatkan rata-rata lama sekolah penduduk usia 15 tahun atau lebih; kedua, meningkatkan daya beli masyarakat; ketiga, meningkatkan derajat kesehatan masyarakat; dan keempat, meningkatkan kemampuan baca dan tulis penduduk.

73 BAB V. Implikasi Kebijakan 57 Bab V Implikasi Kebijakan Kebijakan Umum dan Program Pembangunan Manusia di Kabupaten Teluk Bintuni Pada publikasi sebelumnya, telah dipaparkan arah kebijakan umum pembangunan manusia di Papua mengacu pada RPJMN Tahun Dengan adanya RPJMD Kabupaten Teluk Bintuni Tahun maka pada publikasi kali ini, dipaparkan arah kebijakan strategi pembangunan manusia khusus di Kabupaten Teluk Bintuni. Kebijakan umum pembangunan bidang kesehatan di Kabupaten Teluk Bintuni diarahkan pada: 1. Meningkatkan upaya dan pelayanan kesehatan masyarakat 2. Meningkatkan upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit

74 BAB V. Implikasi Kebijakan 58 Program Pembangunan di Bidang Kesehatan antara lain: 1. Program Obat dan Perbekalan Kesehatan; 2. Program Upaya Kesehatan Masyarakat; 3. Program Stadarisasi Pelayanan Kesehatan; 4. Program Pelayanan Kesehatan Penduduk Miskin dan Daerah Terpencil; 5. Program Pengadaan, Peningkatan Sarana dan Prasarana Puskesmas/ Puskesmas Pembantu dan Jaringannya; 6. Program Pengadaan, Peningkatan Sarana dan Prasarana Rumah Sakit; 7. Program Pemeliharaan Sarana dan Prasarana Rumah Sakit; 8. Program Kemitraan Peningkatan Pelayanan Kesehatan; 9. Program Peningkatan Pelayanan Kesehatan Lanjut Usia; 10. Program Peningkatan Keselamatan Ibu Melahirkan dan Anak; 11. Program Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat; 12. Program Perbaikan Gizi Masyarakat; 13. Program Pengembangan Lingkungan Sehat; 14. Program Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Menular; 15. Program Pengawasan Obat dan Pengendalian Kesehatan Makanan.

75 BAB V. Implikasi Kebijakan 59 Kebijakan umum pembangunan bidang pendidikan di Kabupaten Teluk Bintuni diarahkan pada: 1. Meningkatkan pemerataan dan perluasan pelayanan pendidikan usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah 2. Meningkatkan kualitas dan relevansi tenaga pendidik dan tenaga kependidikan 3. Meningkatkan kualitas lulusan dan relevansi pendidikan dasar dan menengah Adapun program pembangunan bidang pendidikan antara lain: 1. Program Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan atau TK; 2. Program Wajib Belajar 9 (Sembilan) Tahun (WAJAR); 3. Program Pengembangan Pendidikan Menengah; 4. Program Peningkatan Mutu dan Pemerataan Pendidik dan Tenaga Kependidikan; 5. Program Manajemen Pelayanan Pendidikan; 6. Program Peningkatan Kesejahteraan Tenaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan; 7. Program Peningkatan Lulusan Pendidikan Dasar dan Menengah;

76 BAB V. Implikasi Kebijakan Program Bantuan Pendidikan dan Bea Siswa Pendidikan Tinggi; 9. Program Pendidikan Non-Formal (Life Skill); 10. Program Peningkatan Budaya Baca dan Perpustakaan; 11. Program Peningkatan Pendidikan Agama; 12. Program Peningkatan Pendidikan Olahraga; 13. Program Pembinaan dan Peningkatan Kualitas Kepemudaan. Dimensi daya beli masyarakat merupakan komponen dengan kontribusi terendah dalam pembentukan IPM Kabupaten Teluk Bintuni tahun Untuk meningkatkan kontribusi komponen daya beli masyarakat terhadap pembentukan IPM Kabupaten Teluk Bintuni di masa yang akan datang maka program pemberdayaan masyarakat khususnya bagi kaum perempuan, para petani dan nelayan, dan penduduk yang tinggal di pedesaan menjadi prioritas. Kebijakan Umum Pembangunan Pemberdayaan Perempuan ditujukan untuk: 1. Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang keadilan dan kesetaraan gender 2. Meningkatkan kesadaran masyarakat dalam perlindungan terhadap perempuan dan anak

77 BAB V. Implikasi Kebijakan 61 Adapun program pemberdayaan perempuan antara lain: 1. Program Peningkatan Kualitas Hidup dan Perlindungan Perempuan 2. Program Peningkatan Kesejahteraan Keluarga (Perlindungan Anak dan Keluarga) 3. Program Penguatan Kelembagaan Perempuan (Gender) 4. Program Keserasian Kebijakan dan Regulasi Peran dan Pemberdayaan Perempuan 5. Program Pengarusutamaan Gender Kebijakan umum di bidang pembangunan pemberdayaan masyarakat desa diarahkan pada: 1. Meningkatkan penguatan kelembagaan masyarakat desa; 2. Meningkatkan peran kelembagaan masyarakat desa dalam pembangunan; Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Program pembangunan pemberdayaan masyarakat desa antara lain: 1. Program Peningkatan Keberdayaan Masyarakat Pedesaan;

78 BAB V. Implikasi Kebijakan Program Pengembangan Lembaga Ekonomi Pedesaan; 3. Program Peningkatan Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan; 4. Program Peningkatan Kapasitas Aparatur Pemerintah Kampung; 5. Program Peningkatan Peran Perempuan di Pedesaan. Kebaijakan umum pembangunan pertanian diarahkan pada: 1. Meningkatkan pemberdayaan kelompok tani tanaman pangan, ternak, dan perkebunan; 2. Meningkatkan pengetahuan, ketrampilan, dan inovasi petani tanaman pangan, ternak, dan perkebunan; 3. Meningkatkan kualitas budi daya, pengelolaan pasca panen, dan pengembangan jaringan pemasaran hasil pertanian. B. Program Pembangunan Program pembangunan pertanian antara lain: 1. Program Peningkatan Kesejahteraan Petani; 2. rogram Peningkatan Ketahanan Pangan (Pertanian dan Perkebunan) 3. Program Peningkatan Pemasaran Hasil Produksi Pertanian/Perkebunan;

79 BAB V. Implikasi Kebijakan Program Peningkatan Penerapan Teknologi Pertanian/ Perkebunan; 5. Program Peningkatan Produksi Pertanian/Perkebunan; 6. Program Pemberdayaan Penyuluh Pertanian/ Perkebunan Lapangan; 7. Program Pencegahan dan Penanggulangan Hama Penyakit Pertanian dan Perkebunan; 8. Program Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Ternak; 9. Program Peningkatan Produksi Hasil Peternakan; 10. Program Peningkatan Pemasaran Hasil Produksi Peternakan; 11. Program Peningkatan Penerapan Teknologi Petemakan. Kebijakan Umum Pembangunan Kelautan dan Perikanan bagi nelayan adalah untuk: 1. Meningkatkan pemberdayaan kelompok tani ikan; 2. Meningkatkan produksi dan pemasaran hasil-hasil perikanan. Adapun pemberdayaan masyarakat nelayan antara lain: 1. Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir;

80 BAB V. Implikasi Kebijakan Program Pengembangan Budidaya Perikanan; 3. Program Pengembangan Perikanan Tangkap; 4. Program Optimalisasi Pengelolaan dan Pemasaran Produksi Perikanan; 5. Program Pengembangan Kawasan Budidaya Laut, Air Payau, dan Air Tawar; 6. Program Peningkatan Pengendalian dan Pemgawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan.

81 BAB VI. Penutup 65 Bab VI Penutup Sebagai penutup, beberapa kesimpulan yang dapat dipetik adalah: 1. Perkembangan IPM Kabupaten Teluk Bintuni selama periode tahun 2006 hingga tahun 2011 menunjukkan peningkatan. 2. Seluruh komponen pembentuk IPM mengalami kenaikan dan komponen daya beli masyarakat (PPP) merupakan komponen yang paling prioritas untuk ditingkatkan. 3. IPM Kabupaten Teluk Bintuni pada tahun 2010 termasuk dalam kelompok menengah atas. 4. Dimensi pendidikan merupakan penyumbang terbesar sementara dimensi daya beli masyarakat (perekonomian) adalah penyumbang terendah dalam membentuk IPM Kabupaten Teluk Bintuni.

82 BAB VI. Penutup 5. Untuk meningktakan IPM Kabupaten Teluk Bintuni di masa mendatang perlu memperhatikan: Pertama, meingkatkan rata-rata lama sekolah penduduk usia 15 tahun atau lebih dengan mencegah kasus drop out dan mengembalikan siswa drop out kembali bersekolah; Kedua, meningkatkan daya beli masyarakat melalui peningkatan tingkat pendapatan penduduk; Ketiga, meningkatkan derajat kesehatan masyarakat; dan Keempat, meningkatkan kemampuan baca dan tulis penduduk berumur 15 tahun atau lebih. 66

83 Daftar Pustaka 67 Daftar Pustaka BPS Kabupaten Teluk bintuni, (2012), Kabupaten Teluk Bintuni Dalam Angka Tahun Bintuni. BPS Provinsi Papua Barat, (2013), Statistik Kesejahteraan Rakyat Provinsi Papua Barat Tahun 2012, Manokwari. BPS, Bappenas, dan UNDP, (2006), Laporan Pembangunan Manusia 2004, Jakarta. Kementerian Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS), (2010), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun Buku II dan Buku III. Pemerintah Kabupaten Teluk Bintuni, (2012), Rencana Pembangunan Daerah Kabupaten Teluk Bintuni Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 741 Tahun 2008 Tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 15 Tahun 2010 Tentang Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Dasar Di Kabupaten/Kota

84

85 Lampiran 68 Lampiran

86

87 Lampiran 1 Angka Harapan Hidup Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat Tahun No Kabupaten/Kota Angka Harapan Hidup (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) 01. Kab. Fakfak 69,81 70,16 70,52 70,88 71, Kab. Kaimana 69,26 69,48 69,65 69,88 70, Kab. Teluk Wondama 67,00 67,25 67,51 67,76 68, Kab. Teluk Bintuni 67,55 67,88 68,21 68,54 68, Kab. Manokwari 67,38 67,67 68,00 68,29 68, Kab. Sorong Selatan 66,33 66,49 66,66 66,82 66, Kab. Sorong 67,12 67,49 67,85 68,22 68, Kab. Raja Ampat 65,43 65,75 66,17 66,50 66, Kab. Tambrauw 66,09 66,15 66,31 66, Kab. Maybrat 66,03 66,33 66,62 66, Kota Sorong 71,12 71,53 71,95 72,36 72,52 Provinsi Papua Barat 67,90 68,20 68,51 68,81 69,14 Indonesia 69,00 69,21 69,43 69,65 69,87

88 Lampiran 2 Angka Melek Huruf Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat Tahun Angka Melek Huruf No Kabupaten/Kota (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) 01. Kab. Fakfak 97,17 97,18 97,46 98,13 98, Kab. Kaimana 95,48 95,49 95,50 96,91 96, Kab. Teluk Wondama 82,85 83,13 84,05 84,18 85, Kab. Teluk Bintuni 82,67 82,98 85,90 87,05 87, Kab. Manokwari 85,37 85,67 87,79 88,77 89, Kab. Sorong Selatan 88,07 88,20 88,32 88,43 88, Kab. Sorong 91,39 91,40 91,69 91,76 91, Kab. Raja Ampat 92,69 92,77 93,62 94,13 94, Kab. Tambrauw 76,38 77,15 77,33 77, Kab. Maybrat 89,80 90,73 90,87 91, Kota Sorong 99,10 99,12 99,13 99,14 99,69 Provinsi Papua Barat 92,15 92,34 93,19 93,39 93,74 Indonesia 92,19 92,58 92,91 92,99 93,25

89 Lampiran 3 Rata-rata Lama Sekolah Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat Tahun Rata-rata Lama Sekolah No Kabupaten/Kota (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) 01. Kab. Fakfak 8,93 9,09 9,27 9,37 9, Kab. Kaimana 7,10 7,32 7,55 7,63 7, Kab. Teluk Wondama 6,39 6,44 6,61 6,69 7, Kab. Teluk Bintuni 6,85 6,88 6,90 6,91 7, Kab. Manokwari 7,59 7,95 8,37 8,43 8, Kab. Sorong Selatan 7,90 7,94 7,98 8,06 8, Kab. Sorong 8,00 8,04 8,06 8,09 8, Kab. Raja Ampat 7,00 7,26 7,35 7,43 7, Kab. Tambrauw 4,21 5,74 5,78 5, Kab. Maybrat 6,92 7,78 8,00 8, Kota Sorong 10,52 10,54 10,59 10,68 10,99 Provinsi Papua Barat 7,67 8,01 8,21 8,26 8,45 Indonesia 7,52 7,72 7,92 7,94 8,08

90 4 Lampiran Daya Beli yang Disesuaikan (PPP) Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat Tahun PPP (Ribu Rupiah) No Kabupaten/Kota (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) 01. Kab. Fakfak 582,51 585,63 589,06 592,30 594, Kab. Kaimana 596,37 599,40 600,31 601,27 603, Kab. Teluk Wondama 597,65 600,79 601,00 601,97 602, Kab. Teluk Bintuni 596,30 597,49 598,46 600,33 601, Kab. Manokwari 584,87 588,11 588,30 589,12 590, Kab. Sorong Selatan 585,70 587,90 588,85 590,23 591, Kab. Sorong 596,11 597,45 598,18 600,62 601, Kab. Raja Ampat 558,87 560,49 560,70 562,22 563, Kab. Tambrauw 440,53 441,15 443,07 446, Kab. Maybrat 580,93 582,12 583,20 584, Kota Sorong 633,78 634,63 635,48 638,70 641,28 Provinsi Papua Barat 593,13 595,28 596,08 599,28 601,56 Indonesia 628,33 631,46 633,64 638,05 641,04

91 Lampiran 5 No Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat Tahun Kabupaten/Kota IPM (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) 01. Kab. Fakfak 70,24 70,80 71,46 72,13 72, Kab. Kaimana 69,27 69,80 70,13 70,71 71, Kab. Teluk Wondama 64,79 65,27 65,76 66,06 66, Kab. Teluk Bintuni 65,29 65,65 66,58 67,17 67, Kab. Manokwari 65,46 66,20 67,19 67,67 68, Kab. Sorong Selatan 65,77 66,09 66,31 66,59 66, Kab. Sorong 67,82 68,16 68,50 68,93 69, Kab. Raja Ampat 63,57 64,08 64,58 65,06 65, Kab. Tambrauw 49,12 50,51 50,81 51, Kab. Maybrat 64,89 66,00 66,43 67, Kota Sorong 76,52 76,84 77,18 77,72 78,36 Provinsi Papua Barat 67,95 68,58 69,15 69,65 70,22 Indonesia 71,17 71,76 72,27 72,77 73,29 73

92 Lampiran 6 Reduksi Shortfall Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat Tahun Reduksi Shortfall No Kabupaten/Kota (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) 01. Kab. Fakfak 1,89 2,24 2,35 1,85 72, Kab. Kaimana 1,72 1,11 1,92 1,76 71, Kab. Teluk Wondama 1,36 1,40 0,88 2,18 66, Kab. Teluk Bintuni 1,05 2,70 1,76 1,26 67, Kab. Manokwari 2,15 2,91 1,46 1,26 68, Kab. Sorong Selatan 0,94 0,66 0,82 0,74 66, Kab. Sorong 1,04 1,08 1,36 0,97 69, Kab. Raja Ampat 1,40 1,40 1,34 1,23 65, Kab. Tambrauw 2,73 0,61 0,74 51, Kab. Maybrat 3,14 1,28 2,45 67, Kota Sorong 1,34 1,47 2,37 2,88 78,36 Provinsi Papua Barat 67,95 68,58 69,15 69,65 70,22

93 Lampiran 7 Angka Partisipasi Sekolah (APS) di Kabupaten Teluk Bintuni Tahun No 8 Tahun APS (1) (2) (3) (4) (5) ,41 83,80 31, ,34 87,95 34, ,12 81,18 56, ,31 83,86 42, ,80 93,38 72,43 No Angka Partisipasi Murni (APM) di Kabupaten Teluk Bintuni Tahun Tahun APM SD SMP SMA (1) (2) (3) (4) (5) ,26 45,33 23, ,91 41,32 14, ,73 49,33 28, ,31 41,51 19, , ,05 67,71 42,53 7 Target ,54 74,45 54,55 8 Target ,00 100,00 100,00

94 Lampiran 9 Angka Partisipasi Kasar (APK) di Kabupaten Teluk Bintuni Tahun No Tahun APK SD SMP SMA (1) (2) (3) (4) (5) ,52 58,57 32, ,78 87,91 49, ,41 76,48 31, ,25 55,77 40, ,25 113,35 61,90 7 Target ,60 84,32 90,14 8 Target ,00 99,88 98,82

95 Lampiran 77 Perkembangan Kemiskinan Menurut Kabupaten/Kota di 10 Papua Barat Bulan September Tahun 2012 Kabupaten/ Kota GK Rp./kap/bln Kemiskinan Tahun 2012 Persentase Penduduk Miskin (P0) (%) Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) (1) (2) (3) (4) (5) Fakfak ,50 5,57 1,61 Kaimana ,53 2,91 0,77 Teluk Wondama ,41 11,69 4,65 Teluk Bintuni ,54 9,49 3,12 Manokwari ,65 8,15 3,15 Sorong Selatan ,48 3,71 1,11 Sorong ,81 7,66 2,53 Raja Ampat ,49 3,73 1,20 Tambrauw ,74 10,33 4,33 Maybrat ,07 5,85 1,54 Kota Sorong ,85 4,18 1,39 Papua Barat ,04 5,71 1,71 Sumber: BPS, Susenas 2012

96

97

98

2.1. Konsep dan Definisi

2.1. Konsep dan Definisi 2.1. Konsep dan Definisi Angka Harapan Hidup 0 [AHHo] Perkiraan rata-rata lamanya hidup sejak lahir (0 tahun) yang akan dicapai oleh sekelompok penduduk. Angka Kematian Bayi (AKB) Banyaknya kematian bayi

Lebih terperinci

Indeks Pembangunan Manusia IPM KABUPATEN TELUK BINTUNI 2009 BPS Kabupaten Teluk Bintuni menerbitkan publikasi IPM Kabupaten Teluk Bintuni secara berkala sejak tahun 2005. BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN

Lebih terperinci

Secara lebih sederhana tentang IPM dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Angka harapan hidup pd saat lahir (e0)

Secara lebih sederhana tentang IPM dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Angka harapan hidup pd saat lahir (e0) Lampiran 1. Penjelasan Singkat Mengenai IPM dan MDGs I. INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 1 Sejak 1990, Indeks Pembangunan Manusia -IPM (Human Development Index - HDI) mengartikan definisi kesejahteraan secara

Lebih terperinci

Bupati Kepulauan Anambas

Bupati Kepulauan Anambas Bupati Kepulauan Anambas KATA SAMBUTAN Assalammulaikum Wr. Wb. Salam Sejahtera Untuk Kita Semua Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmatnya kepada kita semua dan tak lupa dihaturkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ekonomi bagi suatu negara. Demi meningkatkan kelanjutan ekonomi suatu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ekonomi bagi suatu negara. Demi meningkatkan kelanjutan ekonomi suatu 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Manusia merupakan harta atau aset yang sangat berharga bagi kelanjutan ekonomi bagi suatu negara. Demi meningkatkan kelanjutan ekonomi suatu negara, pengembangan kualitas akan

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN 2009

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN 2009 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN 2009 No. Katalog BPS : 4102002.05 Ukuran Buku : 21 cm x 28 cm Jumlah Halaman : x + 70 Naskah : Badan Pusat Statistik Propinsi Kepulauan Riau

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) KABUPATEN TAMBRAUW 2009 Nomor Katalog / Catalog Number : 9105.9109 Nomor Publikasi / Publication Numbe r : 9109.10.01 Ukuran Buku / Book Size Jumlah Halaman / Page Number

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN SORONG TAHUN 2010 Nomor Publikasi : 9107.11.03 Katalog BPS : 1413.9107 Ukuran Buku : 16,5 x 21,5 cm Jumlah Halaman : v rumawi + 111 halaman Naskah : Seksi Statistik

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. Analisis Pembangunan Sosial Kabupaten Bandung Latar Belakang

Bab I. Pendahuluan. Analisis Pembangunan Sosial Kabupaten Bandung Latar Belakang Bab I. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Informasi statistik merupakan salah satu bahan evaluasi pelaksanaan perencanaan pembangunan daerah, serta sebagai bahan masukan dalam proses perumusan kebijakan perencanaan

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN MANOKWARI TAHUN 2013 ISSN : No. Publikasi/Publication Number : 9105.1104 No. Katalog BPS/Catalogue Number: 1101001.9105 Ukuran Buku/Book Size : 16,5 cm x 21,5 cm Jumlah

Lebih terperinci

Alhamdulillahirabbil alamin, puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, atas izin dan pertolongan-nya sehingga Publikasi Data Basis

Alhamdulillahirabbil alamin, puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, atas izin dan pertolongan-nya sehingga Publikasi Data Basis Alhamdulillahirabbil alamin, puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, atas izin dan pertolongan-nya sehingga Publikasi Data Basis Pembangunan Manusia Kota Bandung Tahun 2014 ini dapat terselesaikan.

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF HASIL PENDATAAN SUSENAS Jumlah (1) (2) (3) (4) Penduduk yang Mengalami keluhan Sakit. Angka Kesakitan 23,93 21,38 22,67

RINGKASAN EKSEKUTIF HASIL PENDATAAN SUSENAS Jumlah (1) (2) (3) (4) Penduduk yang Mengalami keluhan Sakit. Angka Kesakitan 23,93 21,38 22,67 RINGKASAN EKSEKUTIF HASIL PENDATAAN SUSENAS 2015 Dalam kaitan dengan upaya peningkatan kesejahteraan, meningkatnya derajat kesehatan penduduk di suatu wilayah, diharapkan dapat meningkatkan produktivitas

Lebih terperinci

BAPPEDA KAB. LAMONGAN

BAPPEDA KAB. LAMONGAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan khususnya pembangunan manusia dapat dinilai secara parsial dengan melihat seberapa besar permasalahan yang paling mendasar di masyarakat tersebut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembangunan adalah menciptakan lingkungan yang memungkinkan bagi rakyatnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembangunan adalah menciptakan lingkungan yang memungkinkan bagi rakyatnya BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembangunan Manusia Manusia adalah kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Tujuan utama dari pembangunan adalah menciptakan lingkungan yang memungkinkan bagi rakyatnya untuk menikmati

Lebih terperinci

Katalog BPS : KERJASAMA BADAN PUSAT STATISTIK DENGAN BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN PELALAWAN

Katalog BPS : KERJASAMA BADAN PUSAT STATISTIK DENGAN BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN PELALAWAN Katalog BPS : 4102002.1404 KERJASAMA BADAN PUSAT STATISTIK DENGAN BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN PELALAWAN Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Pelalawan Tahun 2008 ISBN : 979 484 930 8

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN RAJA AMPAT

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN RAJA AMPAT INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN RAJA AMPAT 2011 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) KABUPATEN RAJA AMPAT 2011 Nomor Katalog / Catalog Number : 4102002.9108 Nomor Publikasi / Publication Numbe r : 91080.12.28

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2007-2008 ISBN : Nomor Publikasi : Katalog : Ukuran buku Jumlah halaman : 17.6 x 25 cm : x + 100 halaman Naskah : Sub Direktorat Konsistensi Statistik Diterbitkan oleh : Badan

Lebih terperinci

Halaman Tulisan Jurnal (Judul dan Abstraksi)

Halaman Tulisan Jurnal (Judul dan Abstraksi) Halaman Tulisan Jurnal (Judul dan Abstraksi) Jurnal Paradigma Ekonomika Vol.1, No.7 April 2013 ANALISIS INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT PERIODE 2007-2011 H. Syamsuddin. HM ABSTRACT

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN TUBAN 2009

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN TUBAN 2009 Katalog BPS: 1413.3523 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN TUBAN 2009 BADAN PUSAT STATISTIK DAN BAPPEDA KABUPATEN TUBAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN TUBAN 2009 No. Publikasi : 35230.0310 Katalog

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEPTEMBER 2016

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEPTEMBER 2016 No. 07/01/62/Th. XI, 3 Januari 2017 PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEPTEMBER 2016 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan)

Lebih terperinci

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT NUSA TENGGARA TIMUR 2014

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT NUSA TENGGARA TIMUR 2014 12 IndikatorKesejahteraanRakyat,2013 INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT NUSA TENGGARA TIMUR 2014 No. ISSN : 0854-9494 No. Publikasi : 53522.1002 No. Katalog : 4102004 Ukuran Buku Jumlah Halaman N a s k a

Lebih terperinci

DAFTAR TABEL HALAMAN. iii

DAFTAR TABEL HALAMAN. iii i DAFTAR ISI HALAMAN KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii BAB I PENDAHULUAN... 1 I.1 Latar Belakang... 1 I.2 Tujuan dan Sasaran... 3 I.3 Sumber Data... 4 I.4 Sistematika Penulisan... 5 BAB II Metodologi...

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN 2010

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN 2010 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN 2010 No. Katalog BPS : 4102002.05 Ukuran Buku : 16,5 cm x 22 cm Jumlah Halaman : xi + 76 Naskah : Badan Pusat Statistik Provinsi Kepulauan Riau

Lebih terperinci

Katalog BPS:

Katalog BPS: Katalog BPS: 4103.1409 INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT (INKESRA) KABUPATEN ROKAN HILIR TAHUN 2013 No. Katalog : 4103.1409 Ukuran Buku Jumlah Halaman Naskah Gambar Kulit dan Setting Diterbitkan Oleh Kerjasama

Lebih terperinci

TINGKAT KEMISKINAN DI PROVINSI BENGKULU SEPTEMBER 2014

TINGKAT KEMISKINAN DI PROVINSI BENGKULU SEPTEMBER 2014 No. 05/01/17/IX, 2 Januari 2015 TINGKAT KEMISKINAN DI PROVINSI BENGKULU SEPTEMBER 2014 - JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2014 MENCAPAI 316,50 RIBU ORANG - TREN KEMISKINAN SEPTEMBER 2014 MENURUN DIBANDINGKAN

Lebih terperinci

IPM KABUPATEN BANGKA: CAPAIAN DAN TANTANGAN PAN BUDI MARWOTO BAPPEDA BANGKA 2014

IPM KABUPATEN BANGKA: CAPAIAN DAN TANTANGAN PAN BUDI MARWOTO BAPPEDA BANGKA 2014 IPM KABUPATEN BANGKA: CAPAIAN DAN TANTANGAN PAN BUDI MARWOTO BAPPEDA BANGKA 2014 LATAR BELAKANG Sebelum tahun 1970-an, pembangunan semata-mata dipandang sebagai fenomena ekonomi saja. (Todaro dan Smith)

Lebih terperinci

Kata Pengantar. Semoga publikasi ini bermanfaat bagi evaluasi dan perencanaan pembangunan di Kota Semarang. Semarang, 2010

Kata Pengantar. Semoga publikasi ini bermanfaat bagi evaluasi dan perencanaan pembangunan di Kota Semarang. Semarang, 2010 Kata Pengantar Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT. Atas perkenannya Publikasi Indeks Pembangunan Manusia Kota Semarang 2009 dapat disajikan. Publikasi ini diharapkan dapat memberikan gambaran

Lebih terperinci

Katalog BPS :

Katalog BPS : Katalog BPS : 4102002.3523 Katalog BPS: 4102002.3523 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN TUBAN TAHUN 2011 BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN TUBAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN TUBAN 2011 No. Publikasi

Lebih terperinci

Laporan Eksekutif Pendidikan Provinsi Jawa Timur 2013 Berdasarkan Data Susenas 2013 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA TIMUR Laporan Eksekutif Pendidikan Provinsi Jawa Timur 2013 Nomor Publikasi : 35522.1402

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DI PROVINSI BANTEN

BAB IV GAMBARAN UMUM INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DI PROVINSI BANTEN BAB IV GAMBARAN UMUM INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DI PROVINSI BANTEN 4.1 Pendidikan di Banten Pemerintah Provinsi Banten sejauh ini berupaya melakukan perbaikan tingkat kesejahteraan masyarakat salah satunya

Lebih terperinci

TINGKAT KEMISKINAN DI DKI JAKARTA MARET 2017

TINGKAT KEMISKINAN DI DKI JAKARTA MARET 2017 Tingkat Kemiskinan di DKI Jakarta Maret 2017 No. 35/07/31/Th.XIX, 17 Juli 2017 TINGKAT KEMISKINAN DI DKI JAKARTA MARET 2017 Jumlah penduduk miskin di DKI Jakarta pada bulan Maret 2017 sebesar 389,69 ribu

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2013

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2013 BADAN PUSAT STATISTIK INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2013 BPS KABUPATEN WONOSBO Visi: Pelopor Data Statistik Terpercaya Untuk Semua Nilai-nilai Inti BPS: Profesional Integritas Amanah Pelopor Data Statistik

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK

BADAN PUSAT STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK No. 05/09/53/Th.XVIII, 15 Sept 2015 PROFIL KEMISKINAN DI NUSA TENGGARA TIMUR MARET 2015 JUMLAH PENDUDUK MISKIN MARET 2015 MENCAPAI 1.159,84 RIBU ORANG (22,61PERSEN) Jumlah penduduk

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2014

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2014 No. 05/01/33/Th. IX, 2 Januari 2015 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2014 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2014 MENCAPAI 4,562 JUTA ORANG RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk yang

Lebih terperinci

Kata Pengantar. Semoga publikasi ini bermanfaat bagi evaluasi dan perencanaan pembangunan di Kota Semarang. Semarang, 2012

Kata Pengantar. Semoga publikasi ini bermanfaat bagi evaluasi dan perencanaan pembangunan di Kota Semarang. Semarang, 2012 Kata Pengantar Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT, atas perkenannya Publikasi Indeks Pembangunan Manusia Kota Semarang 2011 dapat disajikan. Publikasi ini diharapkan dapat memberikan gambaran

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KOTA BOGOR

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KOTA BOGOR INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KOTA BOGOR Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Badan Pusat Statistik Kota Bogor Tahun Anggaran 2014 Indeks Pembangunan Manusia Kota Bogor Tahun Anggaran 2014 i Penyusunan

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 Nomor Katalog : 9302001.9416 Ukuran Buku : 14,80 cm x 21,00 cm Jumlah Halaman

Lebih terperinci

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT PROVINSI PAPUA BARAT 2011 WELFARE INDICATORS OF PAPUA BARAT PROVINCE 2011 ISSN : No. Publikasi/Publication Number : 91522.1205 Katalog BPS/BPS Catalogue : 4102004.9100 Ukuran

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEPTEMBER 2014

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEPTEMBER 2014 No. 07/01/62/Th. IX, 2 Januari 2015 PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEPTEMBER 2014 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan)

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR

4 GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR 44 Keterbatasan Kajian Penelitian PKL di suatu perkotaan sangat kompleks karena melibatkan banyak stakeholder, membutuhkan banyak biaya, waktu dan tenaga. Dengan demikian, penelitian ini memiliki beberapa

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KOTA BANJAR TAHUN 2012

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KOTA BANJAR TAHUN 2012 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KOTA BANJAR TAHUN 2012 Nomor Publikasi : 3279.1103 Katalog BPS : 4102002.3279 Ukuran Buku Jumlah Halaman : 16,5 cm x 21,5 cm : ix rumawi + 117 halaman Naskah : Seksi Statistik

Lebih terperinci

Boleh dikutip dengan menyebutkan sumbernya

Boleh dikutip dengan menyebutkan sumbernya INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2012 ISBN Nomor Publikasi Nomor Katalog Ukuran Buku Jumlah Halaman : 979.486.6199 : 3204.12.70 : 1413.3204 : 25,7 Cm x 18,2 Cm : 81 + viii Naskah

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA Katalog BPS: 1413.3204 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2009 KERJASAMA BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN BANDUNG DENGAN BAPPEDA KABUPATEN BANDUNG INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) KABUPATEN

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT SEPTEMBER 2016

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT SEPTEMBER 2016 BPS PROVINSI SULAWESI BARAT No. 05/01/76/Th.XI, 3 Januari 2017 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT SEPTEMBER 2016 JUMLAH PENDUDUK MISKIN sebesar 146,90 RIBU JIWA (11,19 PERSEN) Persentase penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan, khususnya pembangunan manusia dapat dinilai secara parsial dengan melihat seberapa besar permasalahan yang paling mendasar di masyarakat

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2011

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2011 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2011 ISBN Nomor Publikasi Nomor Katalog Ukuran Buku Jumlah Halaman : 979.486.6199 : 3204.1137 : 4716 3204 : 25,7 Cm x 18,2 Cm : 70 + vi Naskah :

Lebih terperinci

Mengeluarkan uang dalam rangka membiayai proses pendidikan adalah investasi yang sangat menguntungkan dan dapat dinikmati selama-lamanya.

Mengeluarkan uang dalam rangka membiayai proses pendidikan adalah investasi yang sangat menguntungkan dan dapat dinikmati selama-lamanya. INDIKATOR PENDIDIKAN Mengeluarkan uang dalam rangka membiayai proses pendidikan adalah investasi yang sangat menguntungkan dan dapat dinikmati selama-lamanya. 4 Lokasi: Kantor Bupati OKU Selatan Pemerintah

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU, SEPTEMBER 2016

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU, SEPTEMBER 2016 BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU No 07/01/21/Th. XII, 3 Januari 2017 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU, SEPTEMBER 2016 Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan) di Provinsi

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU, MARET 2016

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU, MARET 2016 BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU No. 57/07/21/Th. XI, 18 Juli 2016 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU, MARET 2016 Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan) di Provinsi

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL INDIKATOR PEMBANGUNAN MANUSIA KOTA JAKARTA SELATAN 2014

ANALISIS HASIL INDIKATOR PEMBANGUNAN MANUSIA KOTA JAKARTA SELATAN 2014 ANALISIS HASIL INDIKATOR PEMBANGUNAN MANUSIA KOTA JAKARTA SELATAN 2014 (Oleh Endah Saftarina Khairiyani, S.ST) 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, perkembangan era globalisasi menuntut setiap insan untuk menjadi

Lebih terperinci

Boleh dikutip dengan mencantumkan sumbernya

Boleh dikutip dengan mencantumkan sumbernya INDIKATOR KESEJAHTERAAN MASYARAKAT PROVINSI ACEH 2016 Nomor Publikasi : 11522.1605 Katalog BPS : 4102004.11 Ukuran Buku : 17,6 cm x 25 cm Jumlah Halaman : xvii + 115 Halaman Naskah Gambar Kulit Diterbitkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pembangunan manusia dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Pada tahun 1990 UNDP (United Nations Development Programme) dalam

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pembangunan manusia dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Pada tahun 1990 UNDP (United Nations Development Programme) dalam BAB II KAJIAN PUSTAKA Dalam bab ini diuraikan definisi dan teori pembangunan manusia, pengukuran pembangunan manusia, kajian infrastruktur yang berhubungan dengan pembangunan manusia, dan kajian empiris

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA METODE BARU KABUPATEN SORONG TAHUN 2014

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA METODE BARU KABUPATEN SORONG TAHUN 2014 i ii INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA METODE BARU KABUPATEN SORONG TAHUN 2014 Katalog BPS/ BPS Catalogue : 1413.9107 ISSN : 2302-1535 Nomor Publikasi/ Publication Number : 9107.15.03 Ukuran Buku/ Book size :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini pembangunan bukan hanya ditujukan dalam wujud pembangunan fisik berupa sarana dan prasarana infrastruktur, tetapi dalam cakupan yang lebih luas seperti yang

Lebih terperinci

HUMAN DEVELOPMENT INDEX

HUMAN DEVELOPMENT INDEX HUMAN DEVELOPMENT INDEX Oleh : 1. ITRA MUSTIKA (135030201111117) 2. YUSRIN RIZQI FARADITA (135030201111119) 3. DINAR DWI PURNAMASARI (135030201111135) 4. ERVINGKA RAHMA Y.S (135030207111101) Jurusan Ilmu

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016 No. 36/06/17/II, 2 Juni 2017 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN IPM PROVINSI BENGKULU TAHUN TERMASUK KATEGORI SEDANG Pembangunan manusia di Provinsi Bengkulu terus mengalami kemajuan yang ditandai

Lebih terperinci

DAFTAR TABEL HALAMAN. iii

DAFTAR TABEL HALAMAN. iii SAMBUTAN i DAFTAR ISI HALAMAN SAMBUTAN... i DAFTAR ISI... ii BAB I PENDAHULUAN... 1 I.1 Latar Belakang... 1 I.2 Tujuan dan Sasaran... 3 I.3 Sumber Data... 4 I.4 Sistematika Penulisan... 5 BAB II Metodologi...

Lebih terperinci

ii KATA PENGANTAR Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, BPS Kabupaten Teluk Bintuni telah dapat menyelesaikan publikasi Distrik Weriagar Dalam Angka Tahun 203. Distrik Weriagar

Lebih terperinci

TINGKAT KEMISKINAN DI DKI JAKARTA TAHUN 2010

TINGKAT KEMISKINAN DI DKI JAKARTA TAHUN 2010 BPS PROVINSI DKI JAKARTA No. 21/07/31/Th. XII, 1 Juli 2010 TINGKAT KEMISKINAN DI DKI JAKARTA TAHUN 2010 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan) di DKI Jakarta

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH MARET 2017

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH MARET 2017 No. 06/07/62/Th. XI, 17 Juli 2017 1. PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH MARET 2017 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan)

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2012

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2012 No. 05/01/33/Th. VII, 2 Januari 2013 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2012 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2012 MENCAPAI 4,863 JUTA ORANG RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. senantiasa berada di garda terdepan. Pembangunan manusia (human development)

BAB I PENDAHULUAN. senantiasa berada di garda terdepan. Pembangunan manusia (human development) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam perencanaan pembangunan dewasa ini, pembangunan manusia senantiasa berada di garda terdepan. Pembangunan manusia (human development) dirumuskan sebagai perluasan

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU, MARET 2017

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU, MARET 2017 BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU Nomor 51/07/21/Th. XII, 17 Juli 2017 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU, MARET 2017 Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan) di Provinsi

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU

BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU No. 06/01/21/Th.VII, 2 Januari 2012 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU, SEPTEMBER 2011 Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan) di Provinsi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam pembangunan adalah IPM (Indeks Pembangunan Manusia). Dalam. mengukur pencapaian pembangunan sosio-ekonomi suatu negara yang

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam pembangunan adalah IPM (Indeks Pembangunan Manusia). Dalam. mengukur pencapaian pembangunan sosio-ekonomi suatu negara yang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesejahteraan masyarakat merupakan hal yang harus dicapai dalam pembangunan. Adapun salah satu indikator untuk mengukur keberhasilan dalam pembangunan adalah

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH MARET 2014

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH MARET 2014 No. 07/07/62/Th. VIII, 1 Juli 2014 PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH MARET 2014 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan)

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI BALI SEPTEMBER 2013

PROFIL KEMISKINAN DI BALI SEPTEMBER 2013 No. 05/01/51/Th. VIII, 2 Januari 2014 PROFIL KEMISKINAN DI BALI SEPTEMBER 2013 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2013 MENCAPAI 186,53 RIBU ORANG Jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT SEPTEMBER 2013

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT SEPTEMBER 2013 BPS PROVINSI SULAWESI BARAT No. 05/01/76/Th.VIII, 2 Januari 2014 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT SEPTEMBER 2013 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2013 SEBANYAK 154,20 RIBU JIWA Persentase penduduk

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK

BADAN PUSAT STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK No. 05/01/53/Th.XX, 3 Januari 2017 PROFIL KEMISKINAN DI NUSA TENGGARA TIMUR September 2016 JUMLAH PENDUDUK MISKIN September 2016 MENCAPAI 1.150,08 RIBU ORANG (22,01 PERSEN) Jumlah

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT MARET 2017

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT MARET 2017 BPS PROVINSI SULAWESI BARAT No. 41/07/76/Th.XI, 17 Juli 2017 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT MARET 2017 JUMLAH PENDUDUK MISKIN sebesar 149,76 RIBU JIWA (11,30 PERSEN) Persentase penduduk miskin

Lebih terperinci

TINGKAT KEMISKINAN DI PROVINSI BENGKULU MARET 2015 SEBESAR 17,88 PERSEN.

TINGKAT KEMISKINAN DI PROVINSI BENGKULU MARET 2015 SEBESAR 17,88 PERSEN. No. 55/09/17/Th.IX, 15 September 2015 TINGKAT KEMISKINAN DI PROVINSI BENGKULU MARET 2015 SEBESAR 17,88 PERSEN. Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Provinsi Bengkulu

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU

BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU No. 06/01/21/Th X, 2 Januari 2015 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU, SEPTEMBER 2014 Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan) di Provinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lebih baik atau meningkat. Pembangunan Nasional yang berlandaskan. dan stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lebih baik atau meningkat. Pembangunan Nasional yang berlandaskan. dan stabilitas nasional yang sehat dan dinamis. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu langkah dalam membuat sesuatu yang belum ada menjadi ada atau membuat suatu perubahan yaitu membuat sesuatu menjadi lebih baik atau meningkat.

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR No. 58/07/64/Th.XX, 17 Juli 2017 TINGKAT KEMISKINAN DI KALIMANTAN UTARA MARET TAHUN 2017 R I N G K A S A N Jumlah penduduk miskin di Kalimantan Utara pada Maret 2017 sebanyak

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2012

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2012 BADAN PUSAT STATISTIK No. 06/01/Th. XVI, 2 Januari 2013 PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2012 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2012 MENCAPAI 28,59 JUTA ORANG Pada bulan September 2012, jumlah penduduk

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK

BADAN PUSAT STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK No. 05/07/53/Th.XX, 17 Juli 2017 PROFIL KEMISKINAN DI NUSA TENGGARA TIMUR Maret 2017 JUMLAH PENDUDUK MISKIN Maret 2017 MENCAPAI 1.150,79 RIBU ORANG (21,85 PERSEN) Jumlah penduduk

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH MARET 2016

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH MARET 2016 No. 07/07/62/Th. X, 18 Juli 2016 PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH MARET 2016 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan) di

Lebih terperinci

TINGKAT KEMISKINAN DI PROVINSI BENGKULU MARET 2017

TINGKAT KEMISKINAN DI PROVINSI BENGKULU MARET 2017 No. 42/07/17/XI, 17 Juli 2017 TINGKAT KEMISKINAN DI PROVINSI BENGKULU MARET 2017 - JUMLAH PENDUDUK MISKIN MARET 2017 MENCAPAI 316.980 ORANG (16,45 %) - KEMISKINAN MARET 2017 MENURUN JIKA DIBANDINGKAN MARET

Lebih terperinci

K a b u p a t e n T e l u k B i n t u n i

K a b u p a t e n T e l u k B i n t u n i K a b u p a t e n T e l u k B i n t u n i Penutup Penyelenggaraan Sensus Penduduk 2010 merupakan hajatan besar bangsa yang hasilnya sangat penting dalam rangka perencanaan pembangunan. Pembangunan yang

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PASER

BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PASER BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PASER IPM (INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA) KABUPATEN PASER TAHUN 2011 Pencapaian pembangunan manusia di Kabupaten Paser pada kurun 2007 2011 terus mengalami peningkatan.

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH MARET 2015

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH MARET 2015 No. 66/09/33/Th. IX, 15 ember 2015 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH MARET 2015 JUMLAH PENDUDUK MISKIN MARET 2015 MENCAPAI 4,577 JUTA ORANG RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016 No. 25/05/15/Th.XI, 5 Mei 2017 IPM Provinsi Jambi Tahun 2016 Pembangunan manusia di Provinsi Jambi pada tahun 2016 terus mengalami kemajuan yang ditandai dengan

Lebih terperinci

Pola Pengeluaran dan Konsumsi Penduduk Indonesia 2013

Pola Pengeluaran dan Konsumsi Penduduk Indonesia 2013 Katalog BPS: 3201023 ht tp :/ /w w w.b p s. go.i d Pola Pengeluaran dan Konsumsi Penduduk Indonesia 2013 BADAN PUSAT STATISTIK Katalog BPS: 3201023 ht tp :/ /w w w.b p s. go.i d Pola Pengeluaran dan Konsumsi

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI NUSA TENGGARA BARAT SEPTEMBER 2015

PROFIL KEMISKINAN DI NUSA TENGGARA BARAT SEPTEMBER 2015 BADAN PUSAT STATISTIK No. 05 /01/52/TH.X, 4 JANUARI 2016 PROFIL KEMISKINAN DI NUSA TENGGARA BARAT SEPTEMBER 2015 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2015 MENCAPAI 802,29 RIBU ORANG Jumlah penduduk miskin

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN SULAWESI SELATAN, MARET 2017

PROFIL KEMISKINAN SULAWESI SELATAN, MARET 2017 BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN PROFIL KEMISKINAN SULAWESI SELATAN, MARET 2017 PERSENTASE PENDUDUK MISKIN MARET 2017 SEBESAR 9,38 PERSEN No. 39/07/73/Th. XI, 17 Juli 2017 Penduduk miskin di Sulawesi Selatan

Lebih terperinci

Kata pengantar. Tanjungpinang, Oktober 2013 Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Kepulauan Riau

Kata pengantar. Tanjungpinang, Oktober 2013 Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Kepulauan Riau Kata pengantar Publikasi Data Sosial Ekonomi Kepulauan Riau 2013 merupakan publikasi kedua yang berisi data penduduk, ketenagakerjaan, pendidikan, kemiskinan, pertumbuhan ekonomi, dan indikator keuangan

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI ACEH MARET 2014

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI ACEH MARET 2014 B P S P R O V I N S I A C E H No. 31/07/Th.XVII, 1 Juli 2014 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI ACEH MARET 2014 JUMLAH PENDUDUK MISKIN MARET 2014 MENCAPAI 881 RIBU ORANG RINGKASAN Persentase penduduk miskin

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN MALUKU UTARA SEPTEMBER 2016

PROFIL KEMISKINAN MALUKU UTARA SEPTEMBER 2016 No. 05/01/82/Th. XVI, 3 Januari 2017 PROFIL KEMISKINAN MALUKU UTARA SEPTEMBER 2016 JUMLAH PENDUDUK MISKIN DI MALUKU UTARA KEADAAN SEPTEMBER 2016 SEBANYAK 76,40 RIBU ORANG ATAU SEBESAR 6,41 PERSEN Jumlah

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEPTEMBER 2013

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEPTEMBER 2013 No. 07/01/62/Th. VIII, 2 Januari 2014 PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEPTEMBER 2013 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan)

Lebih terperinci

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT PROVINSI PAPUA BARAT 2010 WELFARE INDICATORS OF PAPUA BARAT PROVINCE 2010 ISSN : 2089-1652 No. Publikasi/Publication Number : 91522.1105 Katalog BPS/BPS Catalogue : 4102004.9100

Lebih terperinci

Indikator Sosial Kabupaten Pulau Morotai 2013

Indikator Sosial Kabupaten Pulau Morotai 2013 Indikator Sosial Kabupaten Pulau Morotai 2013 INDIKATOR SOSIAL KABUPATEN PULAU MOROTAI 2013 Jumlah Halaman : ix + 77 halaman Naskah : BPS Kabupaten Pulau Morotai Diterbitkan Oleh : BAPPEDA Kabupaten Pulau

Lebih terperinci

TINGKAT KEMISKINAN DI DKI JAKARTA TAHUN 2011

TINGKAT KEMISKINAN DI DKI JAKARTA TAHUN 2011 BPS PROVINSI DKI JAKARTA No. 28/07/31/Th.XIII, 1 Juli 2011 TINGKAT KEMISKINAN DI DKI JAKARTA TAHUN 2011 RINGKASAN Garis Kemisknan (GK) tahun 2011 sebesar Rp 355.480 per kapita per bulan, lebih tinggi dibanding

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Salatiga, Oktober Tim Penyusun

KATA PENGANTAR. Salatiga, Oktober Tim Penyusun KATA PENGANTAR Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan taufik dan hidayah-nya, sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan review dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2010

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2010 BADAN PUSAT STATISTIK No. 45/07/Th. XIII, 1 Juli 2010 PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2010 JUMLAH PENDUDUK MISKIN MARET 2010 MENCAPAI 31,02 JUTA Jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH MARET 2014

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH MARET 2014 No. 40/07/33/Th. VIII, 1 Juli 2014 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH MARET 2014 JUMLAH PENDUDUK MISKIN MARET 2014 MENCAPAI 4,836 JUTA ORANG RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI NUSA TENGGARA BARAT MARET 2015

PROFIL KEMISKINAN DI NUSA TENGGARA BARAT MARET 2015 BADAN PUSAT STATISTIK No. 64 /09/52/TH.IX, 15 SEPTEMBER 2015 PROFIL KEMISKINAN DI NUSA TENGGARA BARAT MARET 2015 JUMLAH PENDUDUK MISKIN MARET 2015 MENCAPAI 823,89 RIBU ORANG Jumlah penduduk miskin di Nusa

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI BALI SEPTEMBER 2014

PROFIL KEMISKINAN DI BALI SEPTEMBER 2014 No. 06/01/51/Th. IX, 2 Januari 2015 PROFIL KEMISKINAN DI BALI SEPTEMBER 2014 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2014 MENCAPAI 195,95 RIBU ORANG Jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI BANTEN SEPTEMBER 2013

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI BANTEN SEPTEMBER 2013 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI BANTEN SEPTEMBER 2013 No. 04/01/36/Th.VIII, 2 Januari 2014 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2013 MENCAPAI 682,71 RIBU ORANG Pada bulan September 2013, jumlah penduduk miskin

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2015

PROFIL KEMISKINAN DI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2015 PROFIL KEMISKINAN DI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2015 No. 05/01/33/Th. X, 4 Januari 2016 PERSENTASE PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2015 MENCAPAI 13,32 PERSEN Pada bulan ember 2015, jumlah penduduk miskin (penduduk

Lebih terperinci

Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Mamuju

Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Mamuju Katalog BPS: 4102002.7604 Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Mamuju Human Development Index of Mamuju Regency 2012 BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN MAMUJU Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Mamuju

Lebih terperinci