BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Gravitasi Newton Beberapa teori dapat membandingkan ketelitian ramalannya dengan teori gravitasi universal Newton. Ramalan mekanika benda angkasa untuk posisi planet sesuai dengan pengamatan. Penemuan Neptunus dan Ceres adalah diantara kesuksesan spektakuler yang memberikan dukungan untuk ketelitian teori ini. Tetapi teori Newton tidak sempurna : ramalan gerak untuk planet dalam (inner) menyimpang sedikit dari nilai yang di amati. Dalam kasus merkurius kelebihan presesi perihelion sebanyak 43 detik-sudut per abad. Penyimpangan kecil ini diamati melalui perhitungan oleh Le Verrier pada 1845 dan diperhitungkan kembali oleh Newcomb pada Penjelasan dari presesi adalah salah satu kesuksesan awal dari teori gravitasi relativistik Einstein. (Hans C. Ohanian, 1976) Walaupun teori Newton tidak sempurna, teori ini adalah suatu pendekatan yang luar biasa dalam limit kasus gerak pada kecepatan rendah dan dalam suatu medan gravitasi lemah. Setiap teori relativistik gravitasi harus sesuai dengan teori Newton dalam limit kasus ini. Oleh karena itu, akan dimulai dengan suatu penjelasan singkat beberapa aspek dari teori Newton yang telah beliau kemukakan dalam tulisanya seperti hukum gravitasi Newton yang diaplikasikan untuk memprediksi dan menghitung secara teliti gerak planet, bulan, satelit dan objek lain di alam semesta ini.

2 2.1.1 Hukum Gravitasi Universal Newton Hukum gravitasi Newton bersama dengan hukum gerak Newton telah diaplikasikan untuk memprediksi dan menghitung secara teliti gerak planet, bulan, satelit, dan objek lain di alam semesta. Berdasarkan Newton, hukum yang menentukan interaksi gravitasi adalah Gaya tarik gravitasi antara setiap dua benda di alam semesta secara langsung sebanding pada perkalian massanya dan berbanding terbalik terhadap kuadrat jarak antara kedua benda. Jika salah satu massa berada pada titik asal dan yang lain berada pada suatu jarak radial r, maka persamaan gaya mengambil bentuk matematika : F = Gmm r 2 r (2.1) dengan G = 6,67 x N m 2 /Kg 2, r adalah vektor satuan. Gaya gravitasional termasuk gaya sentral yaitu gaya yang bergantung pada jarak radial dan beraksi sepanjang arah radial. (Atam P. Arya, 1990) Berdasarkan hukum Newton, gravitasi adalah aksi pada suatu jarak: massa pada suatu titik beraksi secara langsung dan seketika pada massa lain, bahkan walaupun massa tersebut tidak bersentuhan dengannya. Newton mempunyai rasa khawatir yang serius tentang tarik-menarik khayal yang demikian dari massa yang jauh dan menyarankan bahwa interaksi akan disampaikan oleh material medium. Pandangan modernnya adalah bahwa gravitasi beraksi secara lokal melalui medan: suatu massa pada suatu titik menghasilkan suatu medan, dan medan ini beraksi pada massa apapun yang berhubungan dengannya. Medan gravitasi mungkin dipandang sebagai material medium yang dicari Newton; medan adalah material karena memiliki suatu rapat energi. Gambaran interaksi dengan memakai medan lokal mempunyai keuntungan lanjutan yang membimbing pada teori relativistik yang mana efek gravitasional merambat pada kecepatan berhingga. Dalam sistem tata surya, teori Newton adalah suatu penaksiran yang luar biasa. Persamaan gaya (2.1) dapat diturunkan dari suatu energi potensial

3 V(r) = Gmm r (2.2) Pada umumnya, dapat dikatakan bahwa efek relativistik akan menjadi kecil, jika energi potensial jauh lebih kecil dari energi massa diam dan kecepatannya jauh lebih kecil daripada kecepatan cahaya. Untuk suatu massa m yang bergerak dengan kecepatan v sekitar suatu pusat massa m kita dapat menggambarkan kondisi ini sebagai V mc 2 dan v c Dimana c adalah kecepatan cahaya. Perhatikan bahwa pembentuk kondisi adalah ekuivalen pada r Gm /c 2. Oleh karena itu, penyimpangan dari teori Newton diharapkan menjadi sangat kecil jika jarak dari pusat massa cukup besar dan kecepatannya cukup rendah. Untuk matahari, dengan suatu massa m = M g, dengan Gm /c 2 2 Km dan kondisi r 2 km adalah dengan jelas sangat memuaskan, bahkan untuk komet dengan suatu perihelion yang begitu dekat terhadap permukaan matahari. (Hans C. Ohanian, 1976) Potensial Gravitasi Medan gravitasi yang kita pandang sebagai pembawa interaksi didefenisikan sebagai gaya persatuan massa, g(r) = 1 m F(r) (2.3) Potensial gravitasi yang bersesuaian didefenisikan sebagai Φ(r) 1 m i V(r) = Gm r r i i (2.4) Defenisi ini membuat potensial negatif, seperti yang diperkirakan untuk suatu gaya tarik. Potensial gravitasi kadang-kadang didefenisikan dengan tanda yang berlawanan dari

4 persamaan (2.4), tetapi lebih baik untuk dipilih tanda ini dengan menganalogikannya terhadap elektrostatik. Untuk distribusi massa kontinu seperti persamaan dibawah ini : Φ(r) = G ρ(r ) r r d3 r (2.5) Dengan ρ(r ) adalah rapat massa. Persamaan (2.5) menyatakan bahwa Φ mematuhi persamaan poisson 2 Φ(r) = +4 π Gρ(r) (2.6) 2.2 Prinsip Relativitas Pada intinya, teori relativitas Einstein (baik teori relativitas khusus maupun teori relativitas umum) adalah teori fisika modern dari ruang dan waktu, yang telah mengganti konsep ruang dan waktu absolut Newton dengan ruang-waktu. Semula dalam fisika, relativitas berarti penghapusan ruang absolut, suatu penyelidikan yang telah dikenal sebagaimana yang diinginkan sejak Newton. Dan ini tentu saja apa yang disempurnakan dua teori Einstein : relativitas khusus, teori ruang waktu datar, menghapuskan ruang mutlak dalam peranan Maxwellian sebagai eter yang membawa medan elektromagnetik, dan khususnya gelombang cahaya, sedangkan relativitas umum, teori ruang-waktu lengkung, menghapuskan ruang waktu mutlak juga dalam peranan Newtonian-nya mengenai standar ada dimana-mana dan tidak dapat dipengaruhi dari gerak seragam atau diam. Anehnya, dan tidak secara terencana tetapi agak sebagai satu hasil sampingan yang tidak dapat dihindarkan, teori Einstein juga menghapuskan konsep waktu mutlak Newton. Defenisi yang lebih modern dan positif dari relativitas telah disusun dari teori relativitas yang sebenarnya. Berdasarkan pandangan ini, relativitas dari setiap teori fisika menggambarkan dirinya sendiri dalam grup transformasi yang menentukan hukum teori invariant dan oleh karena itu menggambarkan kesimetrian, sebagai contoh ruang dan

5 waktu dari teori ini. Maka seperti yang akan dilihat, mekanika Newton memiliki relativitas yang disebut grup Galilean, relativitas khusus memiliki relativitas dari grup Poincaré (atau grup Lorentz), relativitas umum memiliki relativitas grup lengkap transformasi ruang-waktu. Dan berbagai ilmu kosmologi memiliki relativitas simetri yang bermacam-macam dengan skala besar alam semesta yang dipercaya. Bahkan suatu teori yang hanya berlaku pada ruang Euclidean mutlak, memberikan bahwa secara fisik homogen dan isotropik, akan memiliki relativitas, yang dinamakan grup rotasi dan translasi. (Wolfgang Rindler, 2006) Hukum Newton Dan Kerangka Inersial Ketika menggambarkan fenomena fisika di bumi, biasanya digunakan sistem koordinat dengan titik asal pada pusat bumi. Tetapi, sistem koordinat ini tidak ideal untuk menggambarkan gerak planet disekitar matahari. Sistem koordinat dengan titik asal pada pusat matahari lebih natural. Karena matahari bergerak sekitar pusat galaksi, tidak ada yang spesial tentang sistem koordinat dengan titik asal pada pusat matahari. Kerangka acuan fundamental Newton disebut ruang mutlak. Sifat geometri dari ruang ini diberikan oleh geometri Euclidean biasa. Ruang ini dapat didekati oleh sistem koordinat kartesian. Kerangka acuan non-rotasi yang diam, atau yang bergerak secara seragam dalam ruang mutlak disebut kerangka acuan Galilean. Dengan memilih titik asal dan orientasi, sistem telah ditetapkan. Newton juga mengenalkan waktu universal yang berdetik pada laju yang sama pada semua posisi dalam ruang. (Grøn Ø., Hervik S., 2007) Relatif terhadap kerangka acuan Galillean, semua mekanika berkelakuan berdasarkan tiga hukum Newton: (i) Partikel bebas bergerak dengan vektor kecepatan konstan. u = dr dt = konstan

6 dengan r adalah vektor posisi. (ii) Vektor gaya pada suatu partikel sama dengan hasil kali massanya dengan vektor percepatan : F = m.a (iii) Gaya dari aksi dan reaksi adalah sama dan berlawanan; sebagai contoh, jika partikel A memberikan gaya F pada partikel B, maka B memberikan suatu gaya F pada A. Hukum fisika biasanya dinyatakan relatif terhadap kerangka acuan, yang mengijinkan kuantitas fisika seperti kecepatan, medan listrik dan lain-lain, untuk didefinisikan. Diantara kerangka yang lebih disukai adalah kerangka tegar yang inersial. Selanjutnya hukum Newton diaplikasikan didalamnya. Hukum pertama Newton menyajikan untuk memilih kerangka inersial di antara kerangka tegar : kerangka tegar disebut kerangka inersial jika partikel bebas bergerak tanpa percepatan relatif terhadapnya. Dan selama kehadirannya, hukum Newton digunakan secara sama dalam semua kerangka inersial. Bagaimanapun, Newton mempostulatkan keberadaan dari ruang mutlak dimana dia berpikir pusat massa dari sistem tata surya adalah dalam keaadaan diam dan baginya, ini adalah daerah utama untuk mekanikanya. Bahwa hukum-hukum yang secara sama sah dalam semua kerangka acuan lain yang bergerak secara seragam terhadap ruang mutlak (kerangka inersial) adalah teorema yang menarik baginya. (Wolfgang Rindler, 2006) Relativitas Newton Dengan mengingat bahwa suatu kerangka inersial adalah suatu kerangka tegar yang mana hukum pertama Newton berlaku. Anggap kerangka S pada Gambar 2.1 adalah inersial. Karena, menurut transformasi Galileo kecepatan tetap dalam S bertransformasi ke

7 kecepatan konstan dalam S, dapat dilihat bahwa semua partikel bebas dalam S bergerak secara seragam dalam S, yang oleh karena itu juga inersial. Dengan kata lain, hanya kerangka yang bergerak secara seragam relatif ke S yang dapat menjadi inersial. Untuk titik tetap dalam setiap kerangka inersial adalah partikel bebas potensial, sehingga semuanya harus bergerak secara seragam relatif terhadap S. z Z S vt S v x (x,y,z,t) (x,y,z,t ) O O y x Y x X Gambar 2.1 Kerangka S Bergerak dengan Kecepatan Konstan Terhadap Kerangka S. (Ronald Gautreau, 2002) Dalam transformasi koordinat Galilean, hubungan antara pengukuran (x, y, z, t) milik O dengan pengukuran (x, y, z, t ) milik O untuk sebuah kejadian tertentu dipeoleh dengan mengkaji gambar (2.1) diatas adalah : x = x vt ; y = y ; z = z dan t = t (2.7) Sekarang, dari invariansi percepatan dapat dilihat bahwa semua yang dibutuhkan agar tiga hukum Newton invarian diantara kerangka inersial adalah (i) suatu aksioma bahwa massa m adalah invarian, dan (ii) aksioma bahwa setiap gaya adalah invarian. Kedua asumsi ini tentu saja bagian dari teori Newton. Menghasilkan sifat dari mekanika Newton bahwa hal ini berlaku sama pada semua kerangka inersial yang disebut relativitas Newtonian (atau Galilean). (Wolfgang Rindler, 2006)

8 Dalam mekanika Newton, dianggap bahwa massa inersial dari benda tidak bergantung pada kecepatan benda. Maka massa benda di S sama seperti di S. Sehingga gaya F, diukur dalam S adalah F = m du du = m = F (2.8) dt dt Oleh karena itu, gaya di S sama seperti di S. Hasil ini mungkin digambarkan dengan mengatakan bahwa hukum kedua Newton invarian dibawah transformasi Galliean; yaitu ditulis dalam cara yang sama dalam setiap kerangka acuan Galilean (inersial). Dengan kata lain, prinsip relatvitas Newtonin (Galilean) menyatakan bahwa setiap sistem mekanika akan berkelakuan dalam cara yang sama dalam semua kerangka Galilean (inersial). (Grøn Ø., Hervik S., 2007) 2.3 Teori Relativitas Umum Einstein Untuk setiap sistem fisis, setiap hukum yang menghubungkan besaran fisis tidak akan bergantung kepada sistem pemilihan sistem koordinat. Hal ini berarti, persamaan gerak sistem akan memiliki bentuk yang tetap (tidak berubah) di dalam semua sistem koordinat. Persamaan yang tidak berubah bentuknya terhadap transformasi koordinat dikatakan memiliki sifat kovarian terhadap transformasi tersebut. Sifat inilah yang menyebabkan tensor banyak digunakan untuk menelaah suatu sistem fisis. Tensor adalah besaran yang merupakan perluasan dari vektor, seperti halnya vektor merupakan perluasan dari besaran skalar. Tensor memiliki komponen-komponen seperti halnya vektor. Besaran vektor sangat penting dalam fisika karena ia menyatakan objek dengan kaedah-kaedah yang tetap sama meskipun kerangka acuan yang dipilih berubah-ubah. Perubahan kerangka acuan memang menyebabkan nilai komponen tensor berubah pula, namun kaedah-kaedah yang berlaku bagi komponen tensor tetap tidak berubah.

9 Teori relativitas umum adalah salah satu teori fisika modern yang cukup besar peranannya dalam menerangkan struktur ruang waktu dan jagad raya. Teori ini adalah teori yang indah memiliki daya pikat ramalan terhadap gejala alam yang cukup menarik, namun memiliki persyaratan matematika berupa analisis tensor. Karena itu akan disajikan analisis tensor sebagai jembatan untuk memahami teori relativitas umum Analisis Tensor Tensor adalah besaran yang merupakan perluasan besaran vektor seperti halnya vektor adalah perluasan besaran skalar. Yang terakhir disebut ini adalah besaran yang hanya ditentukan oleh angkanya saja, seperti harga barang, ukuran panjang, suhu dan lain-lain. Sedangkan vektor adalah besaran yang selain ditentukan oleh besar (angkanya) dan juga oleh arahnya. Misalnya kecepatan, kekuatan tarik, gaya, dan lain-lain. Sebagai contoh bila kita mengatakan tiupan angin yang berkecepatan sepuluh kilometer per jam, maka kita harus menyebut pula angin itu bertiup dari mana kemana, misalnya dari arah barat ke timur. Jadi faktor arah juga harus disertakan untuk melengkapi pernyataan kecepatan. Begitu juga dengan gaya, kita harus menyebut pula kemana arah dorongannya. Sedangkan tensor lebih luas dari vektor, yaitu besaran yang selain ditentukan oleh besar (angkanya) dan arahnya juga ditentukan oleh sejumlah faktor lain. Semua sifat-sifat vektor yang telah dikenal akan dimiliki juga oleh tensor dan penggunaan tensor juga didalam fisika, umumnya akan membuat hukum-hukum fisis yang mempunyai bentuk yang lebih umum dan sederhana. Besaran tensor sangat penting dalam geometri karena mereka menyatakan objek geometri yang sebagaimana diketahui pada hakikatnya tetap sama walaupun sistem koordinat yang kita pilih untuk menyatakan objek geometri tersebut dalam ungkapan analisis atau koordinat. (Hans. J. Wospakrik, 1972). Untuk setiap sistem fisis, setiap hukum yang menghubungkan besaran fisis tidak akan bergantung kepada pemilihan sistem koordinat. Hal ini berarti, persamaan gerak sistem (baik zarah maupun medan) akan memiliki bentuk yang tetap (tidak berubah)

10 didalam semua sistem koordinat. Persamaan yang tidak berubah bentuknya terhadap transformasi koordinat dikatakan memiliki sifat kovarian terhadap transformasi tersebut. Sifat inilah yang menyebabkan tensor banyak digunakan untuk menelah sistem fisis. Didalam analisis tensor ada tiga indeks yang digunakan, yang jika semua indeks berada diatas disebut dengan tensor kontravarian, sebaliknya jika semua indeks berada dibawah disebut dengan tensor kovarian dan apabila indeks berada diatas dan dibawah disebut dengan tensor campuran. Jumlah indeks menyatakan rank dari tensor. Teori Relativitas Umum (TRU) merupakan teori fisika modern yang cukup besar peranannya dalam menerangkan struktur ruang waktu dan jagad raya. Teori ini merupakan salah satu teori yang indah, memiliki daya pikat ramalan terhadap gejala alam yang cukup menarik, namun memiliki persyaratan matematik berupa analisis tensor, karena itulah sangat dibutuhkan analisis tensor sebagai jembatan untuk memahami teori relativitas umum. Namun demikian, tensor juga dapat dibedakan berdasarkan hukum transformasi yang dimilikinya yaitu : 1. Vektor Kontravarian Fungsi B p dalam sistem koordinat (y 1, y 2,, y n ) disebut vektor kontravarian jika pada suatu transformasi koordinat U n U n, sehingga fungsi B p akan ditransformasikan menjadi B p B p = y p A q, y q n q=1 p = 1, 2,, n dimana B p merupakan fungsi dalam sistem koordinat (y 1, y 2,, y n ). B p = y p y q B q (2.9) disebut komponen vektor kontravarian atau tensor kontravarian rank satu.

11 2. Vektor Kovarian Fungsi B p dalam sistem koordinat (y 1, y 2,, y n ) disebut vektor kovarian jika pada suatu transformasi koordinat U n U n, sehingga fungsi B p akan ditransformasikan menjadi B p B p = y q B y q, p n q=1 p = 1, 2,, n dimana B p merupakan fungsi dalam sistem koordinat (y 1, y 2,, y n ). B p = y q y p B q (2.10) disebut komponen vektor kovarian atau tensor kovarian rank satu atau order satu. 3. Invarian Suatu fungsi B = B (y 1, y 2,, y n ) disebut invarian jika pada suatu transformasi koordinat U n U n, sehingga fungsi B akan ditransformasikan menjadi B (y n ) B (y n ) = B (y n ) (2.11) 4. Tensor Campuran Dalam konsep tensor, suatu tensor campuran adalah tensor yang bukan jenis kovarian kuat maupun kontravarian kuat. Fungsi B q p dalam sistem koordinat (y 1, y 2,, y n ) disebut tensor campuran yang memiliki komponen kontravarian rank satu dan komponen p kovarian rank satu. Jika pada suatu transformasi koordinat U n U n, maka fungsi B q ditransformasikan menjadi n B p q B p q = y p y s y r y q n s=1 r=1 B s r, p, q = 1, 2,, n

12 dimana B q p merupakan fungsi dalam sistem koordinat (y 1, y 2,, y n ). Diperoleh B q p = y p y r y s y q B s r (2.12) yang menyatakan komponen tensor campuran. Dengan menggunakan defenisi dari tensor campuran di atas akan ditunjukkan bahwa δ p p juga merupakan suatu tensor campuran. Sekarang perhatikan persamaan transformasi berikut δ q p = y p y s r δ y r y s q δ q p = y p y r y r y q δ q p p = δ q (2.13) dimana δ p 1, p=q q = { 0, p q dan δ q p 1, p = = { q 0, p q. Jadi diketahui bahwa δ p q merupakan tensor campuran dengan kontravarian dan kovarian masing-masing ber-rank satu atau biasa dinamakan dengan delta kronecker Transformasi Koordinat Misalkan koordinat-koordinat tegak lurus (x, y, z) dari sebarang titik dinyatakan sebagai fungsi-fungsi sehingga x = x(u 1, u 2, u 3 ), y = y(u 1, u 2, u 3 ), z = z(u 1, u 2, u 3 ) (2.14) Andaikan bahwa bentuk di atas dapat dipecahkan untuk u 1, u 2, u 3 dalam x, y, z, yakni u 1 = u 1 (x, y, z), u 2 = u 2 (x, y, z), u 3 = u 3 (x, y, z) (2.15)

13 Fungsi-fungsi dalam persamaan (2.14) dan (2.15) dianggap tunggal dan memiliki turunan-turunan yang kontinu sehingga kaitan (x, y, z) dengan (u 1, u 2, u 3 ) adalah tunggal. Misalkan diketahui sebuah titik P dengan koordinat-koordinat tegak lurus (x, y, z) maka dari persamaan (2.14) dapat diasosiasikan suatu himpunan koordinat-koordinat (u 1, u 2, u 3 ) yang tunggal yang disebut koordinat-koordinat kurvilinier dari P. Himpunan persamaan (2.14) dan (2.15) mendefenisikan suatu transformasi koordinat. z kurva u 3 P u 1 = c 1 u 2 = c 2 u 3 = c 3 kurva u 1 kurva u 2 y x Gambar 2.2 Kurva-kurva dan garis koordinat. (J. D. Anand, 2003) Selanjutnya, akan didefenisikan transformasi koordinat menyangkut sistem koordinat lain dengan dimensi yang lebih tinggi. Untuk itu perlu diketahui terlebih dahulu mengetahui ruang dengan sebarang dimensi dan membahas sifat-sifat transformasi daripada ruang tersebut. Sebuah ruang berdimensi n, dimana n adalah sembarang bilangan bulat positif, adalah merupakan himpunan daripada susunan yang teratur, x = (x 1, x 2,, x n ) (2.16)

14 dan yang memenuhi sifat-sifat daripada sebuah ruang vektor. Komponen sebuah vektor dalam ruang berdimensi n tersebut akan dinyatakan dengan indeks tertentu. Suatu kurva di dalam sebuah ruang berdimensi n adalah himpunan dari titik-titik x yang memenuhi n buah persamaan, yaitu x α = x α (t), dimana t adalah parameter dan α = 1, 2,, n. Jika R n dianggap sebagai subruang dari R N (n < N) maka R n ditunjukkan oleh x α = x α t 1, t 2,, t n dengan t i, i = 1, 2,, n menyatakan n buah parameter dan α = 1, 2,, n. Kemudian diberikan sistem koordinat mencakup ruang tersebut, yaitu x 1, x 2, x 3, x 4 yang membentuk sistem koordinat di R n. Setiap x = (x 1, x 2,, x n ) menyatakan titik pada ruang R n. Misalkan ada transformasi dari suatu sistem koordinat ke sistem yang lain maka bentuk perubahan koordinatnya dinyatakan sebagai berikut: x 1 = x 1 (x 1, x 2, x 3, x 4 ) x 2 = x 2 (x 1, x 2, x 3, x 4 ) x n = x n (x 1, x 2,, x N ) Dengan demikian, diferensial untuk dx 1, dx 2, dx 3, dx 4 dapat ditulis sebagai berikut: dx 1 = x 1 dx x 1 + x 1 dx 1 x 2 + x 1 dx 2 x 3 + x 1 dx 3 x 4 4 dx 2 = x 2 dx x 1 + x 2 dx 1 x 2 + x 2 dx 2 x 3 + x 2 dx 3 x dx n = x n dx x 1 + x n dx 1 x x n dx 2 x N N Atau dapat juga disederhanakan menjadi

15 N dx n = x μ α=1 dengan μ = 1,2,3,4,, n x α dx α (2.17) Koordinat Kurvalinier Koordinat Kurvalinier Ortogonal Jika diperhatikan pada Gambar 2.2 permukaan-permukaan u 1 = c 1, u 2 = c 2, u 3 = c 3 dimana c 1, c 2, c 3 adalah konstanta, disebut permukaan-permukaan koordinat, dan setiap pasangan permukaan-permukaan ini berpotongan melalui kurva-kurva yang disebut kurva-kurva dan garis-garis koordinat (Gambar 2.2). Bila permukaan-permukaan koordinat ini berpotongan tegak lurus, maka sistem koordinatnya disebut ortogonal. Kurva-kurva koordinat u 1, u 2 dan u 3 dari sistem kurvalinear ini analog dengan sumbusumbu koordinat (x, y, z) dalam sistem koordinat tegak lurus Vektor Satuan dalam Sistem Koordinat Kurvalinier Misalkan r = x i + y j + z k adalah vektor kedudukan dari sebuah titik P. maka persamaan (2.14) dapat ditulis sebagai r = r(u 1, u 2, u 3 ). Sebuah vektor singgung pada kurva u 1 di P (dengan u 2 dan u 3 adalah konstanta) adalah r r r,, (2.18) u 1 u 2 u 3 masing-masing adalah vektor singgung terhadap kurva dengan koordinat: u 1, u 2, u 3. Maka vektor-vektor satuan dalam masing-masing arah koordinat kurvalinier ini adalah: ê 1 = r u 1 r = 1 r, ê h 1 u 2 = 1 u 1 r u 2 r = 1 r, ê h 2 u 3 = 2 u 2 r u 3 r = 1 r (2.19) h 3 u 3 u 3

16 dengan h 1 = r u 1, h 2 = r u 2, h 3 = r u 3 adalah panjang vektor-vektor singgung yang bersangkutan atau disebut juga sebagai faktor skala. Uraian di atas memberikan bentuk pernyataan untuk sistem koordinat ortogonal yang ditinjau dengan berlaku syarat: ê 1. ê 2 = ê 2. ê 3 = ê 3. ê 1 = 0 (2.20) yang ketiga vektor satuan ê 1, ê 2, ê 3 ini membentuk himpunan vektor satuan koordinat kurvalinier (Gambar 2.3). Dalam hal seperti ini penggunaan sistem koordinat kurvalinier yang sesuai seperti koordinat bola ternyata mengalihkan persoalan menjadi sederhana untuk ditangani Koordinat Kurvalinier Umum z er eφ P(r,ө,Ф) θ r eθ u2 y φ x u1 Gambar 2.3 Sistem koordinat kurvalinier bola. (Melly Frizha, 2012)

17 Dari r = r(u 1, u 2, u 3 ) kita peroleh dr = r u 1 du 1 + r u 2 du 2 + r u 3 du 3 = h 1 du 1 ê 1 + h 2 du 2 ê 2 + h 3 du 3 ê 3 Maka diferensial dari panjang busur ds ditentukan dari ds 2 = dr. dr. Untuk sistem ortogonal, ds 2 = h 2 1 du h 2 2 du h du 3 3 ds = h i dx i (2.21) i=1 Untuk sistem-sistem kurvalinier yang tak ortogonal maka bentuk ds 2 tidak akan memiliki bentuk yang sederhana seperti sebelumnya. Tapi secara umum dapat dituliskan sebagai berikut: ds 2 = g 11 dx g 12 dx 1 dx 2 + g 13 dx 1 dx 3 + g 21 dx 2 dx 1 + g 22 dx g 23 dx 2 dx 3 + g 31 dx 3 dx 1 + g 32 dx 3 dx 2 + g 33 dx 3 dimana komponen g ij pada persamaan merepresentasikan koefisien-koefisien yang muncul dalam perhitungan dx 2 + dy 2 + dz 2. Bentuk ds 2 dapat juga disederhanakan menjadi 3 3 ds 2 = g ij dx i dx j (2.22) i=1 j=1 Dalam bentuk matriks dapat dituliskan dengan g 11 g 12 g 13 dx 1 ds 2 = (dx 1 dx 2 dx 3 ) g 21 g 22 g 23 dx 2 (2.23) g 31 g 32 g 33 dx 3 Persamaan (2.23) adalah representasi g ij lainnya yang dinyatakan dalam bentuk matriks.

18 2.3.3 Prinsip Ekuivalensi Salah satu ciri kerangka inersial adalah suatu partikel diam akan tetap diam bila tidak ada gaya yang bekerja padanya. Biasanya gravitasi dianggap gaya, tetapi gravitasi memiliki sifat yang unik, karena semua partikel dan energi akan terkena gravitasi, dan semua partikel yang memiliki kecepatan awal yang sama akan memiliki lintasan yang sama dalam medan gravitasi, tak bergantung pada susunan internal partikelnya. Untuk gayagaya lain seperti gaya elektromagnetik, interaksi kuat, interaksi lemah beberapa partikel ada yang kena dan ada yang tidak. Misalnya gaya elektromagnetik hanya terkena pada partikel bermuatan. Pada partikel netral tidak terkena gaya ini, jadi untuk gaya-gaya ini selalu dapat didefinisikan secara eksperimen bagaimana lintasan partikel yang tidak terkena gaya. Tetapi tidak halnya untuk gravitasi, tidak ada partikel untuk membedakan lintasan partikel yang tidak terkena medan gravitasi (karena semua pasti terkena dan tidak ada yang terbedakan). Tetapi ada kerangka dimana partikel-partikel memiliki kecepatan yang seragam. Kerangka ini jatuh bebas dalam medan gravitasi dan semua partikel bebas akan memiliki kecepatan relatif sama terhadapa kerangka ini. Ketika Newton merumuskan hukum gerak dan hukum gravitasinya, ia mendefenisikan massa inersial dan massa gravitasi. Massa inersial diukur berdasarkan ukuran kelembaman suatu benda terhadap gaya dorong atau gaya tarik yang bekerja, sedangkan massa gravitasi diukur berdasarkan pengaruh gaya gravitasi pada benda tersebut. Para eksperimentalis sejak zaman Newton hingga pertengahan abad ke-20 telah berusaha membuktikan kesetaraan antara kedua jenis massa tersebut. Dengan percobaan yang paling terkenal adalah percobaan Eotvos yang membuktikan bahwa kedua massa tersebut setara. Berdasarkan bukti eksperimen tersebut, akhirnya Einstein menyimpulkan dalam postulatnya yang terkenal dengan nama Prinsip Ekuivalensi Massa bahwa, Gaya gravitasi dan gaya inersial yang bekerja pada benda tunggal adalah sama dan tidak

19 terbedakan (indistinguisable) satu sama lain. Konsekuensinya adalah bahwa tidak ada lagi kerangka acuan inersial Prinsip Kovariansi Umum Akibat prinsip ekuivalensi massa yang menyebabkan tidak adanya kerangka acuan inersial, maka prinsip relativitas khusus menyatakan bahwa hukum-hukum fisika berlaku sama pada kerangka acuan inersial tidaklah berlaku umum. Oleh karena itu, Einstein merumuskan postulat keduanya yang terkenal dengan nama Prinsip Kovariansi Umum yang menyatakan bahwa, Semua hukum-hukum fisika berlaku sama pada semua kerangka acuan tanpa kecuali. Konsekuensinya adalah setiap besaran fisika haruslah dinyatakan dalam bentuk umum dan tidak bergantung pada koordinat dimana ia didefenisikan. Artinya semua besaran fisika harus dinyatakan dalam bentuk tensor. Seperti telah dinyatakan sebelumnya dalam relativitas khusus, hukum-hukum gerak dinyatakan dalam bentuk yang invarian terhadap transformasi Lorentz dengan konsekuensi diperkenalkannya konsep ruang dan waktu dimensi 4 dengan metrik Minkowski. Generalisasinya, teori relativitas umum menyatakan bahwa hukum-hukum fisika harus invarian terhadap transformasi umum dengan konsep ruang-waktu 4 dimensi Kelengkungan Ruang-Waktu Menurut Einstein, ruang dan waktu bersifat relatif. Ruang tergantung pada pengamatnya. Ruang merupakan semacam hubungan antara benda-benda yang diukur dengan cara-cara tertentu. Dengan demikian apabila pengukurannya dilakukan dengan cara yang berbeda, maka hasilnyapun akan berbeda. Waktu juga bersifat relatif karena hasil pengukuran terhadap hubungan-hubungan yang menyangkut waktu tergantung pada pengertian keserampakan, karena apabila sesuatu terjadi, misalnya ledakan, maka kuatnya bunyi ledakan akan berbeda di berbagai tempat. Selanjutnya H.A. Lorentz membuat suatu teori

20 persamaan transformasi yang melukiskan hubungan antara cara-cara pengukuran jarak juga cara-cara pengukuran waktu yang menyangkut dua pengamat yang mempunyai kerangka acuan yang berbeda dan berada dalam keadaan bergerak secara lurus, yang saling mendekati. Di sini didapatkan sebenarnya jarak merupakan sekedar ukuran untuk menentukan ruang, demikianpun dengan transformasi dengan waktu dan hubungannya dengan ruang tidak akan pernah diketahui waktu secara tepat apabila tidak memperhitungkan koordinat ruang dan sebaliknya tidak akan diketahui ruang dari suatu obyek bila tidak memperhitungkan koordinat waktu. Sesungguhnya tidak ada waktu yang bersifat mandiri/mutlak, tidak ada ruang yang terpisah dari waktu atau waktu yang terpisah dari ruang yang ada hanyalah ruang-waktu. Akhirnya mulai saat ini kita harus memandang ruang dan waktu secara kontinum, jalin-menjalin secara tidak terpisahkan yang satu tidak mungkin ada tanpa yang lainnya. Keduanya merupakan satu kesatuan yang menyebabkan timbulnya segenap kenyataan. Dengan demikian waktu, ruang merupakan sekedar matra dari ruang-waktu. Dari teori relativitas khusus, baik waktu atau ruang adalah bergerak relatif terhadap gerak pengamat dengan interval panjang dan waktu diukur oleh seorang pengamat secara umum tidak sama dengan interval panjang dan waktu yang diukur oleh pengamat yang berbeda. Karena panjang dan waktu relatif dan keduanya bergantung pada gerak relatif pada lintasan yang sama maka perlu untuk menyatakan kembali bahwa ruang berdimensi 3 dan 1 dimensi waktu tidak terpisah, dan lebih dari itu juga keduanya merupakan komponen yang setara dari suatu ruang-waktu 4 dimensi yang tunggal. Untuk menggambarkannya memang sulit tapi kita masih dapat merepresentasikannya secara matematis dengan menggunakan pertimbangan persamaan yang sesuai. Beberapa contoh penggambaran kelengkungan ruang-waktu ditunjukkan pada Gambar 2.4 yang mengilustrasikan ruang datar berimensi 1 yang berupa garis lurus. Untuk melengkungkannya, harus dibengkokkan pada arah yang lain. Tapi, kelengkungan

21 yang ditunjukkan dalam 1 dimensi tidak cukup dan memerlukan 2 dimensi untuk mengilustrasikannya lebih lanjut. Gambar 2.5 menyajikan suatu ruang 2 dimensi dan ilustrasi bagaimana ruang itu dilihat jika dibengkokkan. (a) (b) Gambar 2.4 Ruang 1 dimensi (a) yang datar (b) yang lengkung. (Rinto Anugraha, 2005) (a) (b) Gambar 2.5 Ruang 2 dimensi (a) yang datar (b) yang lengkung. (Rinto Anugraha, 2005) 2.4 Asas Kesetaraan Dalam teori kerelativan umum Albert Einstein mengemukakan asas kesetaraan, yang merintis jalan pencetusan teori kerelativan umum lima tahun kemudian. Teori ini pada dasarnya menyatakan, bahwa semua hukum fisika bersifat mutlak atau tak ubah terhadap setiap pengamat, termasuk yang bergerak dengan percepatan. Salah satu hukum fisika sederhana untuk menyatakan ini, yakni hukum kelembaman. Menurut hukum ini, apabila semua gaya yang bekerja pada semua benda yang meniadakan pengaruh, maka

22 benda tersebut akan berada pada keadaan diam atau bergerak dengan kecepatan yang arah atau besarnya tetap. Einstein mengemukakan asas kesetaraan pada tahun 1911 yang mengatakan bahwa: dalam sistem pengamatan yang jatuh bebas dalam gaya berat (sistem ketaklemabaman), hukum fisika tetap berlaku seperti halnya dalam sistem pengamatan tanpa medan gaya berat (Sistem kelembaman) dan bahwa gaya kelembaman (atau khayal) setara dengan gaya berat. Karena gaya kelembaman bergantung pada massa ukuran dan gaya berat bergantung pada massa ukuran berat, maka asas kesetaraan diatas mengungkapkan bahwa kedua jenis massa ini sebenarnya adalah setara, atau lebih tegas lagi sama besar Asas kesetaraan dan geodesik ruang waktu lengkung Asas kesetaraan Einstein dengan demikian mempertegas kembali hasil percobaan Galileo Galilei mengenai peristiwa jatuh bebas, bahwa semua benda bergerak dengan percepatan yang sama dibawah pengaruh gaya berat, yakni percepatan gaya berat, yang sama sekali tidak bergantung pada massanya masing-masing. Jadi dapat kita lihat bahwa gerak benda yang secara geometri dinyatakan oleh geodesik ruang waktu lengkung, padanan fisikanya adalah gerak dibawah pengaruh medan gaya berat. Nah, karena melengkungnya ruang waktu mengakibatkan geodesiknya berupa garis lengkung dan dipihak lain percepatan gaya berat disebabkan oleh gaya berat. Maka pada tahun 1916, Albert Einstein mengemukakan dalam teori kerelatifan umumnya bahwa hadirnya medan gaya berat di alam ini sebagai akibat melengkunghya ruang waktu. Bila didalam teori gaya berat Newton yang menyatakan gaya berat Newton melalui hukum gaya beratnya, maka dalam teori kerelatifan umum yang secara geometri adalah teori tentang geometri ruang waktu lengkung, medan gaya berat dinyatakan melalui komponen-komponen tensor metrik dari kuadrat metrik ds 2.

23 Ketergantungan tensor metrik ini pada titik dalam ruang waktu tidaklah dipilih seenaknya, melainkan harus memenuhi suatu aturan atau persamaan medan Einstein yang sangat terkenal dalam teori kerelatifan umumnya. Persamaan ini adalah merupakan suatu persamaan tensor yang menyatakan hubungan antara penyebaran materi disuatu pihak dan kelengkungan ruang waktu yang dinyatakan melalui tensor Riemannya dipihak lain. Jadi didalam persamaan medan Einstein memperlihatkan bahwa setiap benda bermassa mengakibatkan ruang waktu disekitarnya melengkung, yang didalam fisikanya dinyatakan bahwa disekitar benda bermassa akan timbul medan gaya berat atau gravitasi. (Hans. J. W, 1978 ) Metrik Schwarzschild Karl Schwarzschild adalah seorang ilmuan astronomi Jerman yang pertama kali memecahkan persamaan medan gravitasi Einstein secara eksak pada tahun 1916, yang dimaksud dengan pemecahan medan gravitasi Einstein adalah beliau mendapatkan komponen-komponen tensor metrik g dari kuadrat metriknya ds 2 ruang waktu lengkung yang memenuhi hubungan antara persamaan medan Einstein. Metrik yang didapat Schwarzschild ini dalam teori kerelatifanya disebut dengan metrik Schwarzschild. Schwarzschild juga mempunyai hubungan yang sangat erat dengan teori lubang hitam. Lubang hitam adalah sebuah pemusatan massa yang cukup besar sehingga menghasilkan gaya gravitasi yang sangat besar. Gaya gravitasi yang sangat besar ini mencegah apapun lolos darinya kecuali melalui perilaku terowongan kuantum. Medan gravitasi begitu kuat sehingga kecepatan lepas di dekatnya mendekati kecepatan cahaya. Tak ada sesuatu, termasuk radiasi elektromagnetik yang dapat lolos dari gravitasinya, bahkan cahaya hanya dapat masuk tetapi tidak dapat keluar atau melewatinya, dari sini diperoleh kata hitam. Istilah lubang hitam telah tersebar luas, meskipun ia tidak menunjuk ke sebuah lubang dalam arti biasa, tetapi merupakan sebuah wilayah di angkasa dimana semua tidak dapat kembali. Secara

24 teoritis, lubang hitam dapat memliki ukuran apa pun, dari mikroskopik sampai ke ukuran alam raya yang dapat diamati. Teori adanya lubang hitam pertama kali diajukan pada abad ke-18 oleh John Michell and Pierre-Simon Laplace, selanjutnya dikembangkan oleh astronom Jerman bernama Karl Schwarzschild pada tahun 1916 dengan berdasar pada teori relativitas umum dari Albert Einstein, dan semakin dipopulerkan oleh Stephen William Hawking. Pada saat ini banyak astronom seperti charis yang percaya bahwa hampir semua galaksi dialam semesta ini mengelilingi lubang hitam pada pusat galaksi. John Archibald Wheeler pada tahun 1967 yang memberikan nama Lubang Hitam sehingga menjadi populer di dunia bahkan juga menjadi topik favorit para penulis fiksi ilmiah. Kita tidak dapat melihat lubang hitam, akan tetapi kita bisa mendeteksi materi yang tertarik/tersedot ke arahnya. Dengan cara inilah, para astronom mempelajari dan mengidentifikasikan banyak lubang hitam di angkasa lewat observasi yang sangat hati-hati sehingga diperkirakan di angkasa dihiasi oleh jutaan lubang hitam. Lubang Hitam tercipta ketika suatu objek tidak dapat bertahan dari kekuatan tekanan gaya gravitasinya sendiri. Banyak objek (termasuk matahari dan bumi) tidak akan pernah menjadi lubang hitam. Tekanan gravitasi pada matahari dan bumi tidak mencukupi untuk melampaui kekuatan atom dan nuklir dalam dirinya yang sifatnya melawan tekanan gravitasi. Tetapi sebaliknya untuk objek yang bermassa sangat besar, tekanan gravitasilah yang menang. Massa dari lubang hitam terus bertambah dengan cara menangkap semua materi didekatnya. Semua materi tidak bisa lari dari jeratan lubang hitam jika melintas terlalu dekat. Jadi objek yang tidak bisa menjaga jarak yang aman dari lubang hitam akan terhisap. Berlainan dengan reputasi yang disandangnya saat ini yang menyatakan bahwa lubang hitam dapat menghisap apa saja disekitarnya, lubang hitam tidak dapat menghisap material yang jaraknya sangat jauh dari dirinya. Dia hanya bisa menarik materi yang lewat sangat dekat dengannya.

25 Kita dapat mengambil salah satu contoh bayangkan matahari kita menjadi lubang hitam dengan massa yang sama. Kegelapan akan menyelimuti bumi dikarenakan tidak ada pancaran cahaya dari lubang hitam, tetapi bumi akan tetap mengelilingi lubang hitam itu dengan jarak dan kecepatan yang sama dengan saat ini dan tidak terhisap masuk kedalamnya. Bahaya akan mengancam hanya jika bumi kita berjarak 10 mil dari lubang hitam, hal ini masih jauh dari kenyataan bahwa bumi berjarak 93 juta mil dari matahari. Lubang hitam juga dapat bertambah massanya dengan cara bertubrukan dengan lubang hitam yang lain sehingga menjadi satu lubang hitam yang lebih besar Teori Relativitas Umum dalam Metrik Schwarzschild Penerapan Teori Relativitas Umum dalam persamaan gravitasi Einstein yang mengabaikan tetapan kosmologi yang dirumuskan sebagai berikut : R µv 1 2 g µvr = 8πG c 4 T µv (2.24) Dengan persamaan diatas akan diterapkan untuk menelaah beberapa gejala alam. Pertama kali akan diturunkan solusi persaam gravitasi Einstein untuk objek statik bermassa M yang diletakkan pada pusat koordinat dengan pemilihan koordinat empat dimensi berupa tiga dimensi koordinat ruang polar ( r, θ, φ ) dan satu dimensi koordinat waktu (t), yang dikenal sebagai solusi Schwarzschild. Berikut ini akan diturunkan metrik yang mendiskripsikan medan gravitasi isotropik statik. Agar lebih mudah diperoleh, metrik ruang waktu 4 dimensi ( 3 dimensi ruang dan 1 dimensi waktu ) akan dirumuskan dalam wakilan koordinat bola. Dalam koordinat bola, 3 koordinatnya adalah x m = (x 1, x 2, x 3 ) = ( r, θ, φ ) (2.25) Metrik ruang waktu datar dalam wakilan koordinat bola diberikan oleh ds 2 = c 2 dt 2 + dr 2 + r 2 dθ 2 + r 2 sin 2 θdφ 2 (2.26)

26 Dalam mengikuti penulisan Weinberg, nilai c sementara diisikan sama dengan 1 sehingga metrik diatas menjadi ds 2 = dt 2 + dr 2 + r 2 dθ 2 + r 2 sin 2 θdφ 2 (2.27) Selanjutnya akan ditinjau metrik untuk medan gravitasi isotropik statik. Tensor metrik untuk medan tersebut, yang dalam hal ini untuk komponen g tt dan g rr hanya merupakan fungsi radial r. Bentuk metriknya menjadi ds 2 = B(r)dt 2 + A(r)dr 2 + r 2 (dθ 2 + sin 2 θdφ 2 ) (2.28) Dimana metrik diatas akan kembali ke metrik Minkowski jika sumber medan gravitasi dilenyapkan. Dari metrik diatas, komponen tensor metrik kovarian yang tak lenyap adalah g tt = B(r), g rr = A(r), g rr, g θθ = r 2, g φφ = r 2 sin 2 θ (2.29) Mengingat g µv bersifat diagonal, komponen tensor metrik kontravarian bernilai g tt = 1 B(r), grr = 1 A(r), gθθ = 1 r 2, 1 gφφ = r 2 sin 2 θ (2.30) Selanjutnya determinan matriks yang menyajikan komponen tensor metrik adalah g yang bernilai g = A(r)B(r) r 4 sin 2 θ (2.31) Medan gravitasi dalam ruang waktu Schwarzschild like Medan gravitasi adalah manifestasi dari kelengkungan ruang waktu. Ruang waktu datar artinya tidak ada medan gravitasi. Medan gravitasi dalam ruang waktu Schwarzschild-like seperti medan gravitasi statik non-rotasi yang meliputi metrik Schwarzschild-De Sitter, metrik Reissner-Nordstrom-De Sitter (Nailul Hasan, 2005). Secara umum penulisan elemen garis keempat metri tersebut sering ditulis dalam koordinat (t, r, θ, φ ) atau dalam bentuk persamaanya seperti persamaan berikut :

27 ds 2 = A(r)c 2 dt 2 A(r) 1 dr 2 r 2 dθ 2 r 2 sin 2 θdφ 2 (2.32) Dimana kita tau A(r) = 1 R s (2.33) r Untuk metrik Schwarzschild, menggambarkan ruang waktu disekitar sebuah sumber massa yang statik, yang tak berotasi dan tak bermuatan. Misalkan sebuah bintang masif yang tak berotasi dan tak bermuatan, sebagai salah satu contoh matahari. Maka untuk persaamaan metrik Reissner-Nordstrom adalah A(r) = 1 R s r +q2 r 2 (2.34) Persaaman metrik diatas menggambarkan ruang waktu disekitar sebuah sumber massa bermuatan yang statik, tak berotasi. Maka untuk persamaan metrik De-Sitter adalah A(r) = 1 Ʌ 3 r2 (2.35) Dan untuk persamaan metrik Schwarzschild-De Sitter adalah A(r) = 1 R s r Ʌ 3 r2 (2.36) Sedangkan persamaan sebuah metrik untuk Reissner-Nordstrom-De Sitter adalah A(r) = 1 R s r +q2 r 2 Ʌ 3 r2 (2.37) Sedangkan ruang waktu yang menggambarkan disekitar sebuah sumber massa bermuatan yang statik, dan tak berotasi adalah R s = 2GM dan c 2 q2 = Gq2 (2.38) 4πε 0 c 4 Dengan G adalah konstanta gravitasi Newton, sedangkan M adalah massa sumber medan gravitasi, q adalah muatan sumber medan gravitasi, ε 0 adalah permitivitas ruang hampa.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Relativitas Einstein Relativitas merupakan subjek yang penting yang berkaitan dengan pengukuran (pengamatan) tentang di mana dan kapan suatu kejadian terjadi dan bagaimana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Gravitasi Newton Mengapa planet, bulan dan matahari memiliki bentuk mendekati bola? Mengapa satelit bumi mengelilingi bumi 90 menit, sedangkan bulan memerlukan waktu 27

Lebih terperinci

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (2013), Hal. 1-7 ISSN : Visualisasi Efek Relativistik Pada Gerak Planet

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (2013), Hal. 1-7 ISSN : Visualisasi Efek Relativistik Pada Gerak Planet PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (13), Hal. 1-7 ISSN : 337-8 Visualisasi Efek Relativistik Pada Gerak Planet Nurul Asri 1, Hasanuddin 1, Joko Sampurno 1, Azrul Azwar 1 1 Program Studi Fisika, FMIPA, Universitas

Lebih terperinci

Bahan Minggu XV Tema : Pengantar teori relativitas umum Materi :

Bahan Minggu XV Tema : Pengantar teori relativitas umum Materi : Bahan Minggu XV Tema : Pengantar teori relativitas umum Materi : Teori Relativitas Umum Sebelum teori Relativitas Umum (TRU) diperkenalkan oleh Einstein pada tahun 1915, orang mengenal sedikitnya tiga

Lebih terperinci

PENENTUAN MEDAN GRAVITASI EINSTEIN DALAM RUANG MINKOWSKI MENGGUNAKAN SIMBOL CHRISTOFFEL JENIS I DAN II SKRIPSI MELLY FRIZHA

PENENTUAN MEDAN GRAVITASI EINSTEIN DALAM RUANG MINKOWSKI MENGGUNAKAN SIMBOL CHRISTOFFEL JENIS I DAN II SKRIPSI MELLY FRIZHA PENENTUAN MEDAN GRAVITASI EINSTEIN DALAM RUANG MINKOWSKI MENGGUNAKAN SIMBOL CHRISTOFFEL JENIS I DAN II SKRIPSI Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains MELLY FRIZHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Upaya para fisikawan, khususnya fisikawan teoretik untuk mengungkap fenomena alam adalah dengan diajukannya berbagai macam model hukum alam berdasarkan

Lebih terperinci

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (2013), Hal ISSN : Analisis Lintasan Foton Dalam Ruang-Waktu Schwarzschild

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (2013), Hal ISSN : Analisis Lintasan Foton Dalam Ruang-Waktu Schwarzschild Analisis Lintasan Foton Dalam Ruang-Waktu Schwarzschild Urai astri lidya ningsih 1, Hasanuddin 1, Joko Sampurno 1, Azrul Azwar 1 1 Program Studi Fisika, FMIPA, Universitas Tanjungpura; e-mail: nlidya14@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN Perkembangan fisika teoritik melalui Teori Relativitas Umum (TRU) yang dikemukakan oleh Albert Einstein sudah sangat pesat dan cukup baik dalam mendeskripsikan ataupun memprediksi fenomena-fenomena

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Teori Relativitas Umum Einstein

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Teori Relativitas Umum Einstein BAB II DASAR TEORI Sebagaimana telah diketahui dalam kinematika relativistik, persamaanpersamaannya diturunkan dari dua postulat relativitas. Dua kerangka inersia yang bergerak relatif satu dengan yang

Lebih terperinci

Bab 2. Persamaan Einstein dan Ricci Flow. 2.1 Geometri Riemann

Bab 2. Persamaan Einstein dan Ricci Flow. 2.1 Geometri Riemann Bab 2 Persamaan Einstein dan Ricci Flow 2.1 Geometri Riemann Sebuah himpunan M disebut sebagai manifold jika tiap titik Q dalam M memiliki lingkungan terbuka S yang dapat dipetakan 1-1 melalui sebuah pemetaan

Lebih terperinci

3. ORBIT KEPLERIAN. AS 2201 Mekanika Benda Langit. Monday, February 17,

3. ORBIT KEPLERIAN. AS 2201 Mekanika Benda Langit. Monday, February 17, 3. ORBIT KEPLERIAN AS 2201 Mekanika Benda Langit 1 3.1 PENDAHULUAN Mekanika Newton pada mulanya dimanfaatkan untuk menentukan gerak orbit benda dalam Tatasurya. Misalkan Matahari bermassa M pada titik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA.1 Atom Pion Atom pion sama seperti atom hidrogen hanya elektron nya diganti menjadi sebuah pion negatif. Partikel ini telah diteliti sekitar empat puluh tahun yang lalu, tetapi

Lebih terperinci

Relativitas Khusus Prinsip Relativitas (Kelajuan Cahaya) Eksperimen Michelson & Morley Postulat Relativitas Khusus Konsekuensi Relativitas Khusus

Relativitas Khusus Prinsip Relativitas (Kelajuan Cahaya) Eksperimen Michelson & Morley Postulat Relativitas Khusus Konsekuensi Relativitas Khusus RELATIVITAS Relativitas Khusus Prinsip Relativitas (Kelajuan Cahaya) Eksperimen Michelson & Morley Postulat Relativitas Khusus Konsekuensi Relativitas Khusus Transformasi Galileo Transformasi Lorentz Momentum

Lebih terperinci

KAJIAN TEORITIS TRANSFORMASI METRIK SCHWARZCHILD DALAM DUA KOORDINAT

KAJIAN TEORITIS TRANSFORMASI METRIK SCHWARZCHILD DALAM DUA KOORDINAT Proseding Seminar Nasional Fisika dan Aplikasinya Sabtu, 19 November 2016 Bale Sawala Kampus Universitas Padjadjaran, Jatinangor KAJIAN TEORITIS TRANSFORMASI METRIK SCHWARZCHILD DALAM DUA KOORDINAT ALMIZAN

Lebih terperinci

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 3 (2013), Hal ISSN :

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 3 (2013), Hal ISSN : PRISMA FISIKA, Vol. I, No. (01), Hal. 1-17 ISSN : 7-804 Aplikasi Persamaan Einstein Hyperbolic Geometric Flow Pada Lintasan Cahaya di Alam Semesta Risko 1, Hasanuddin 1, Boni Pahlanop Lapanporo 1, Azrul

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Hukum gravitasi Newton mampu menerangkan fenomena benda-benda langit yang dipengaruhi oleh gaya gravitasi antar benda. Namun, hukum gravitasi Newton ini tidak sesuai dengan teori

Lebih terperinci

Teori Relativitas. Mirza Satriawan. December 23, Pengantar Kelengkungan. M. Satriawan Teori Relativitas

Teori Relativitas. Mirza Satriawan. December 23, Pengantar Kelengkungan. M. Satriawan Teori Relativitas Teori Relativitas Mirza Satriawan December 23, 2010 Pengantar Kelengkungan Quiz 1 Apakah basis vektor dalam sistem koordinat melengkung selalu konstan? 2 Dalam sistem koordinat apakah basis vektornya selalu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Energi-diri sebuah elektron adalah energi total elektron tersebut di dalam ruang bebas ketika terisolasi dari partikel-partikel lain (Majumdar dan Gupta, 1947).

Lebih terperinci

Teori Dasar Gelombang Gravitasi

Teori Dasar Gelombang Gravitasi Bab 2 Teori Dasar Gelombang Gravitasi 2.1 Gravitasi terlinearisasi Gravitasi terlinearisasi merupakan pendekatan yang memadai ketika metrik ruang waktu, g ab, terdeviasi sedikit dari metrik datar, η ab

Lebih terperinci

Kajian Konstanta Kosmologi Einstein pada Solar System Effect di ruang waktu Schwarzschild de Sitter

Kajian Konstanta Kosmologi Einstein pada Solar System Effect di ruang waktu Schwarzschild de Sitter Kajian Konstanta Kosmologi Einstein pada Solar System Effect di ruang waktu Schwarzschild de Sitter Philin Yolanda Dwi Sagita 1, Bintoro Anang Subagyo 2 1 Program Studi Fisika FMIPA Institut Teknologi

Lebih terperinci

BAB 8 Teori Relativitas Khusus

BAB 8 Teori Relativitas Khusus Berkelas BAB 8 Teori Relativitas Khusus Standar Kompetensi: Menganalisis berbagai besaran fisis pada gejala kuantum dan batas-batas berlakunya relativitas Einstein dalam paradigma fisika modern. Kompetensi

Lebih terperinci

Teori Relativitas. Mirza Satriawan. December 7, Fluida Ideal dalam Relativitas Khusus. M. Satriawan Teori Relativitas

Teori Relativitas. Mirza Satriawan. December 7, Fluida Ideal dalam Relativitas Khusus. M. Satriawan Teori Relativitas Teori Relativitas Mirza Satriawan December 7, 2010 Fluida Ideal dalam Relativitas Khusus Quiz 1 Tuliskan perumusan kelestarian jumlah partikel dengan memakai vektor-4 fluks jumlah partikel. 2 Tuliskan

Lebih terperinci

EINSTEIN DAN TEORI RELATIVITAS

EINSTEIN DAN TEORI RELATIVITAS EINSTEIN DAN TEORI RELATIVITAS Freddy Permana Zen, M.Sc., D.Sc. Laboratorium Fisika Teoretik, THEPI Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG I. PENDAHULUAN Fisika awal abad

Lebih terperinci

Stephen Hawking. Muhammad Farchani Rosyid

Stephen Hawking. Muhammad Farchani Rosyid Stephen Hawking Muhammad Farchani Rosyid Kelompok Penelitian Kosmologi, Astrofisika, Partikel, dan Fisika Matematik (KAMP), Laboratorium Fisika Atom dan Inti, Jurusan Fisika FMIPA, Universitas Gadjah Mada,

Lebih terperinci

SP FISDAS I. acuan ) , skalar, arah ( ) searah dengan

SP FISDAS I. acuan ) , skalar, arah ( ) searah dengan SP FISDAS I Perihal : Matriks, pengulturan, dimensi, dan sebagainya. Bisa baca sendiri di tippler..!! KINEMATIKA : Gerak benda tanpa diketahui penyebabnya ( cabang dari ilmu mekanika ) DINAMIKA : Pengaruh

Lebih terperinci

Albert Einstein and the Theory of Relativity

Albert Einstein and the Theory of Relativity Albert Einstein and the Theory of Relativity 1 KU1101 Konsep Pengembangan Ilmu Pengetahuan Bab 07 Great Idea: Semua pengamat, tidak peduli apa kerangka referensinya, mengamati hukum alam yang sama 1. Pendahuluan

Lebih terperinci

Momen Inersia. distribusinya. momen inersia. (karena. pengaruh. pengaruh torsi)

Momen Inersia. distribusinya. momen inersia. (karena. pengaruh. pengaruh torsi) Gerak Rotasi Momen Inersia Terdapat perbedaan yang penting antara masa inersia dan momen inersia Massa inersia adalah ukuran kemalasan suatu benda untuk mengubah keadaan gerak translasi nya (karena pengaruh

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 27/01/2014. Gerak bersifat relatif. Gerak relatif/semu. Nurun Nayiroh, M. Si. Gerak suatu benda sangat bergantung pada titik acuannya

PENDAHULUAN 27/01/2014. Gerak bersifat relatif. Gerak relatif/semu. Nurun Nayiroh, M. Si. Gerak suatu benda sangat bergantung pada titik acuannya Pertemuan Ke- Nurun Nayiroh, M. Si Sub Pokok Bahasan Pendahuluan Postulat Einstein Ayat-ayat al-qur an tentang Relativitas Relativitas Al-Kindi Konsekuensi Postulat Einstein Momentum & Massa relativistik

Lebih terperinci

Teori Medan Klasik. USSR Academy of Sciences. Miftachul Hadi. Applied Mathematics for Biophysics Group. Physics Research Centre LIPI

Teori Medan Klasik. USSR Academy of Sciences. Miftachul Hadi. Applied Mathematics for Biophysics Group. Physics Research Centre LIPI Teori Medan Klasik L. D. Landau 1, E. M. Lifshitz 2 1,2 Institute of Physical Problems USSR Academy of Sciences Miftachul Hadi Applied Mathematics for Biophysics Group Physics Research Centre LIPI Puspiptek,

Lebih terperinci

ANALISIS VEKTOR. Aljabar Vektor. Operasi vektor

ANALISIS VEKTOR. Aljabar Vektor. Operasi vektor ANALISIS VEKTOR Aljabar Vektor Operasi vektor Besaran yang memiliki nilai dan arah disebut dengan vektor. Contohnya adalah perpindahan, kecepatan, percepatan, gaya, dan momentum. Sementara itu, besaran

Lebih terperinci

BINOVATIF LISTRIK DAN MAGNET. Hani Nurbiantoro Santosa, PhD.

BINOVATIF LISTRIK DAN MAGNET. Hani Nurbiantoro Santosa, PhD. BINOVATIF LISTRIK DAN MAGNET Hani Nurbiantoro Santosa, PhD hanisantosa@gmail.com 2 BAB 1 PENDAHULUAN Atom, Interaksi Fundamental, Syarat Matematika, Syarat Fisika, Muatan Listrik, Gaya Listrik, Pengertian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Fisika merupakan upaya menemukan pola-pola keteraturan alam dan membingkainya menjadi bagan berpikir yang runtut, yakni berupa kaitan logis antara konsepkonsep

Lebih terperinci

BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK

BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK Tujuan Instruksional Setelah mempelajari bab ini pembaca diharapkan dapat: 1. Menjelaskan cara penyelesaian soal dengan

Lebih terperinci

Jika sebuah sistem berosilasi dengan simpangan maksimum (amplitudo) A, memiliki total energi sistem yang tetap yaitu

Jika sebuah sistem berosilasi dengan simpangan maksimum (amplitudo) A, memiliki total energi sistem yang tetap yaitu A. TEORI SINGKAT A.1. TEORI SINGKAT OSILASI Osilasi adalah gerakan bolak balik di sekitar suatu titik kesetimbangan. Ada osilasi yang memenuhi hubungan sederhana dan dinamakan gerak harmonik sederhana.

Lebih terperinci

dengan vektor tersebut, namun nilai skalarnya satu. Artinya

dengan vektor tersebut, namun nilai skalarnya satu. Artinya 1. Pendahuluan Penggunaan besaran vektor dalam kehidupan sehari-hari sangat penting mengingat aplikasi besaran vektor yang luas. Mulai dari prinsip gaya, hingga bidang teknik dalam memahami konsep medan

Lebih terperinci

Pertanyaan Final (rebutan)

Pertanyaan Final (rebutan) Pertanyaan Final (rebutan) 1. Seseorang menjatuhkan diri dari atas atap sebuah gedung bertingkat yang cukup tinggi sambil menggenggam sebuah pensil. Setelah jatuh selama 2 sekon orang itu terkejut karena

Lebih terperinci

4. Orbit dalam Medan Gaya Pusat. AS 2201 Mekanika Benda Langit

4. Orbit dalam Medan Gaya Pusat. AS 2201 Mekanika Benda Langit 4. Orbit dalam Medan Gaya Pusat AS 2201 Mekanika Benda Langit 4. Orbit dalam Medan Gaya Pusat 4.1 Pendahuluan Pada bab ini dibahas gerak benda langit dalam medan potensial umum, misalnya potensial sebagai

Lebih terperinci

Fisika Umum (MA101) Kinematika Rotasi. Dinamika Rotasi

Fisika Umum (MA101) Kinematika Rotasi. Dinamika Rotasi Fisika Umum (MA101) Topik hari ini: Kinematika Rotasi Hukum Gravitasi Dinamika Rotasi Kinematika Rotasi Perpindahan Sudut Riview gerak linear: Perpindahan, kecepatan, percepatan r r = r f r i, v =, t a

Lebih terperinci

HUKUM NEWTON TENTANG GERAK DINAMIKA PARTIKEL 1. PENDAHULUAN

HUKUM NEWTON TENTANG GERAK DINAMIKA PARTIKEL 1. PENDAHULUAN HUKUM NEWTON TENTANG GERAK DINAMIKA PARTIKEL 1. PENDAHULUAN Pernahkah Anda berpikir; mengapa kita bisa begitu mudah berjalan di atas lantai keramik yang kering, tetapi akan begitu kesulitan jika lantai

Lebih terperinci

BAB V PERAMBATAN GELOMBANG OPTIK PADA MEDIUM NONLINIER KERR

BAB V PERAMBATAN GELOMBANG OPTIK PADA MEDIUM NONLINIER KERR A V PERAMATAN GELOMANG OPTIK PADA MEDIUM NONLINIER KERR 5.. Pendahuluan erkas (beam) optik yang merambat pada medium linier mempunyai kecenderungan untuk menyebar karena adanya efek difraksi; lihat Gambar

Lebih terperinci

Integral yang berhubungan dengan kepentingan fisika

Integral yang berhubungan dengan kepentingan fisika Integral yang berhubungan dengan kepentingan fisika 14.1 APLIKASI INTEGRAL A. Usaha Dan Energi Hampir semua ilmu mekanika ditemukan oleh Issac newton kecuali konsep energi. Energi dapat muncul dalam berbagai

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensial Coulomb untuk Partikel yang Bergerak Dalam bab ini, akan dikemukakan teori-teori yang mendukung penyelesaian pembahasan pengaruh koreksi relativistik potensial Coulomb

Lebih terperinci

PENENTUAN MEDAN GRAVITASI EINSTEIN DALAM RUANG MINKOWSKI MENGGUNAKAN SIMBOL CHRISTOFFEL JENIS I DAN II

PENENTUAN MEDAN GRAVITASI EINSTEIN DALAM RUANG MINKOWSKI MENGGUNAKAN SIMBOL CHRISTOFFEL JENIS I DAN II Proseding Seminar Nasional Fisika dan Aplikasinya Sabtu, 19 November 2016 Bale Sawala Kampus Universitas Padjadjaran, Jatinangor PENENTUAN MEDAN GRAVITASI EINSTEIN DALAM RUANG MINKOWSKI MENGGUNAKAN SIMBOL

Lebih terperinci

r 21 F 2 F 1 m 2 Secara matematis hukum gravitasi umum Newton adalah: F 12 = G

r 21 F 2 F 1 m 2 Secara matematis hukum gravitasi umum Newton adalah: F 12 = G Gaya gravitasi antara dua benda merupakan gaya tarik menarik yang besarnya berbanding lurus dengan massa masing-masing benda dan berbanding terbalik dengan kuadrat jarak antara keduanya Secara matematis

Lebih terperinci

Muatan Listrik. Kelistrikan yang teramati dapat dipahami karena pada masing-masing benda yang berinteraksi mempunyai muatan listrik.

Muatan Listrik. Kelistrikan yang teramati dapat dipahami karena pada masing-masing benda yang berinteraksi mempunyai muatan listrik. Muatan Listrik Pengamatan yang berkaitan dengan kelistrikan pertama kali dilakukan oleh seseorang yang bernama Thales pada tahun 600 sebelum Masehi, yaitu sebuah ambar yang digosok akan menarik potongan

Lebih terperinci

Perluasan Model Statik Black Hole Schwartzchild

Perluasan Model Statik Black Hole Schwartzchild Perluasan Model Statik Black Hole Schwartzchild Abd Mujahid Hamdan Fakultas Sains dan Teknologi UIN Ar-raniry, Banda Aceh, Indonesia mujahid@ar-raniry.ac.id Abstrak: Telah dilakukan perluasan model black

Lebih terperinci

BENDA TEGAR FISIKA DASAR (TEKNIK SISPIL) Mirza Satriawan. menu. Physics Dept. Gadjah Mada University Bulaksumur, Yogyakarta

BENDA TEGAR FISIKA DASAR (TEKNIK SISPIL) Mirza Satriawan. menu. Physics Dept. Gadjah Mada University Bulaksumur, Yogyakarta 1/36 FISIKA DASAR (TEKNIK SISPIL) BENDA TEGAR Mirza Satriawan Physics Dept. Gadjah Mada University Bulaksumur, Yogyakarta email: mirza@ugm.ac.id Rotasi Benda Tegar Benda tegar adalah sistem partikel yang

Lebih terperinci

3. MEKANIKA BENDA LANGIT

3. MEKANIKA BENDA LANGIT 3. MEKANIKA BENDA LANGIT 3.1. ELIPS Sebelum belajar Mekanika Benda Langit lebih lanjut, terlebih dahulu perlu diketahui salah satu bentuk irisan kerucut yaitu tentang elips. Gambar 3.1. Geometri Elips

Lebih terperinci

BAB 2 GRAVITASI PLANET DALAM SISTEM TATA SURYA

BAB 2 GRAVITASI PLANET DALAM SISTEM TATA SURYA BAB 2 GRAVITASI PLANET DALAM SISTEM TATA SURYA PET AK ONSEP PETA KONSEP Bab 2 Gravitasi Planet dalam Sistem Tata Surya Gravitasi Gravitasi planet Hukum Gravitasi Newton Menentukan massa bumi! Fisika XI

Lebih terperinci

FISIKA UNTUK UNIVERSITAS JILID I ROSYID ADRIANTO

FISIKA UNTUK UNIVERSITAS JILID I ROSYID ADRIANTO i FISIKA UNTUK UNIVERSITAS JILID I ROSYID ADRIANTO Departemen Fisika Universitas Airlangga, Surabaya E-mail address, P. Carlson: i an cakep@yahoo.co.id URL: http://www.rosyidadrianto.wordpress.com Puji

Lebih terperinci

Hukum Newton Tentang Gravitasi

Hukum Newton Tentang Gravitasi Hukum Newton Tentang Gravitasi Kalian tentu sering mendengar istilah gravitasi. Apa yang kalian ketahui tentang gravitasi? Apa pengaruhnya terhadap planet-planet dalam sistem tata surya? Gravitasi merupakan

Lebih terperinci

ILMU FISIKA. Fisika Dasar / Fisika Terapan Program Studi Teknik Sipil Salmani, ST., MS., MT.

ILMU FISIKA. Fisika Dasar / Fisika Terapan Program Studi Teknik Sipil Salmani, ST., MS., MT. ILMU FISIKA Fisika Dasar / Fisika Terapan Program Studi Teknik Sipil Salmani, ST., MS., MT. DEFINISI ILMU FISIKA? Ilmu Fisika dalam Bahasa Yunani: (physikos), yang artinya alamiah, atau (physis), Alam

Lebih terperinci

BAB III APLIKASI METODE EULER PADA KAJIAN TENTANG GERAK Tujuan Instruksional Setelah mempelajari bab ini pembaca diharapkan dapat: 1.

BAB III APLIKASI METODE EULER PADA KAJIAN TENTANG GERAK Tujuan Instruksional Setelah mempelajari bab ini pembaca diharapkan dapat: 1. BAB III APLIKASI METODE EULER PADA KAJIAN TENTANG GERAK Tujuan Instruksional Setelah mempelajari bab ini pembaca diharapkan dapat: 1. Menentukan solusi persamaan gerak jatuh bebas berdasarkan pendekatan

Lebih terperinci

BAB 3 DINAMIKA GERAK LURUS

BAB 3 DINAMIKA GERAK LURUS BAB 3 DINAMIKA GERAK LURUS A. TUJUAN PEMBELAJARAN 1. Menerapkan Hukum I Newton untuk menganalisis gaya-gaya pada benda 2. Menerapkan Hukum II Newton untuk menganalisis gerak objek 3. Menentukan pasangan

Lebih terperinci

TEST KEMAMPUAN DASAR FISIKA

TEST KEMAMPUAN DASAR FISIKA TEST KEMAMPUAN DASAR FISIKA Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan pernyataan BENAR atau SALAH. Jika jawaban anda BENAR, pilihlah alasannya yang cocok dengan jawaban anda. Begitu pula jika

Lebih terperinci

BAB III TENSOR. Berdasarkan uraian bab sebelumnya yang telah menjelaskan beberapa

BAB III TENSOR. Berdasarkan uraian bab sebelumnya yang telah menjelaskan beberapa BAB III TENSOR Berdasarkan uraian bab sebelumnya yang telah menjelaskan beberapa istilah dan materi pendukung yang berkaitan dengan tensor, pada bab ini akan dijelaskan pengertian dasar dari tensor. Tensor

Lebih terperinci

RELATIVITAS. B. Pendahuluan

RELATIVITAS. B. Pendahuluan RELATIVITAS A. Tujuan Pembelajaran 1. Memahami pentingnya kerangka auan. Menyebutkan dua postulat Einstein 3. Menjelaskan transformasi Lorentz 4. Menjelaskan konsekuensi transformasi Lorentz yaitu : dilatasi

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA SOLUSI SCHWARZSCHILD UNTUK PERHITUNGAN PRESISI ORBIT PLANET-PLANET DI DALAM TATA SURYA DAN PERGESERAN MERAH GRAVITASI SKRIPSI

UNIVERSITAS INDONESIA SOLUSI SCHWARZSCHILD UNTUK PERHITUNGAN PRESISI ORBIT PLANET-PLANET DI DALAM TATA SURYA DAN PERGESERAN MERAH GRAVITASI SKRIPSI UNIVERSITAS INDONESIA SOLUSI SCHWARZSCHILD UNTUK PERHITUNGAN PRESISI ORBIT PLANET-PLANET DI DALAM TATA SURYA DAN PERGESERAN MERAH GRAVITASI SKRIPSI SALMAN FARISHI 0304020655 FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU

Lebih terperinci

BAB 1 : MASSA, ENERGI, RUANG, DAN WAKTU

BAB 1 : MASSA, ENERGI, RUANG, DAN WAKTU BAB 1 : MASSA, ENERGI, RUANG, DAN WAKTU A. Pengertian Dasar Setiap hari kita melihat berbagai macam hal di lingkungan sekitar. Ada banyak hal yang bisa diamati. Misalnya jenis kendaraan yang melintas di

Lebih terperinci

Soal-Jawab Fisika Teori OSN 2013 Bandung, 4 September 2013

Soal-Jawab Fisika Teori OSN 2013 Bandung, 4 September 2013 Soal-Jawab Fisika Teori OSN 0 andung, 4 September 0. (7 poin) Dua manik-manik masing-masing bermassa m dan dianggap benda titik terletak di atas lingkaran kawat licin bermassa M dan berjari-jari. Kawat

Lebih terperinci

BAB 1 Keseimban gan dan Dinamika Rotasi

BAB 1 Keseimban gan dan Dinamika Rotasi BAB 1 Keseimban gan dan Dinamika Rotasi titik berat, dan momentum sudut pada benda tegar (statis dan dinamis) dalam kehidupan sehari-hari.benda tegar (statis dan Indikator Pencapaian Kompetensi: 3.1.1

Lebih terperinci

Prinsip relativtas (pestulat pertama): Hukum-hukum fisika adalah sma untuk setiap kerangka acuan

Prinsip relativtas (pestulat pertama): Hukum-hukum fisika adalah sma untuk setiap kerangka acuan Konsep teori relativitas Teori relativitas khusus Einstein-tingkah laku benda yang terlokalisasi dalam kerangka acuan inersia, umumnya hanya berlaku pada kecepatan yang mendekati kecepatan cahaya. Transforasi

Lebih terperinci

10. Mata Pelajaran Fisika Untuk Paket C Program IPA

10. Mata Pelajaran Fisika Untuk Paket C Program IPA 10. Mata Pelajaran Fisika Untuk Paket C Program IPA A. Latar Belakang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) bukan hanya kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi

Lebih terperinci

DINAMIKA GERAK FISIKA DASAR (TEKNIK SIPIL) Mirza Satriawan. menu. Physics Dept. Gadjah Mada University Bulaksumur, Yogyakarta email: mirza@ugm.ac.

DINAMIKA GERAK FISIKA DASAR (TEKNIK SIPIL) Mirza Satriawan. menu. Physics Dept. Gadjah Mada University Bulaksumur, Yogyakarta email: mirza@ugm.ac. 1/30 FISIKA DASAR (TEKNIK SIPIL) DINAMIKA GERAK Mirza Satriawan Physics Dept. Gadjah Mada University Bulaksumur, Yogyakarta email: mirza@ugm.ac.id Definisi Dinamika Cabang dari ilmu mekanika yang meninjau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Fisika adalah upaya menemukan kaidah-kaidah atau pola-pola keteraturan yang ditaati oleh alam. Pola-pola keteraturan itu sering pula disebut hukum alam (Rosyid,

Lebih terperinci

Kinematika Sebuah Partikel

Kinematika Sebuah Partikel Kinematika Sebuah Partikel oleh Delvi Yanti, S.TP, MP Bahan Kuliah PS TEP oleh Delvi Yanti Kinematika Garis Lurus : Gerakan Kontiniu Statika : Berhubungan dengan kesetimbangan benda dalam keadaan diam

Lebih terperinci

1 Energi Potensial Listrik

1 Energi Potensial Listrik FI101 Fisika Dasar II Potensial Listrik 1 Energi Potensial Listrik gus Suroso (agussuroso@fi.itb.ac.id) Pada kuliah sebelumnya, telah dibahas besaran-besaran gaya dan medan elektrostatik yang timbul akibat

Lebih terperinci

BAHAN AJAR FISIKA GRAVITASI

BAHAN AJAR FISIKA GRAVITASI BAHAN AJAR FISIKA GRAVITASI OLEH SRI RAHMAWATI, S.Pd SMA NEGERI 5 MATARAM Pernahkah kalian berfikir, mengapa bulan tidak jatuh ke bumi atau meninggalkan bumi? Mengapa jika ada benda yang dilepaskan akan

Lebih terperinci

KINEMATIKA. Fisika. Tim Dosen Fisika 1, ganjil 2016/2017 Program Studi S1 - Teknik Telekomunikasi Fakultas Teknik Elektro - Universitas Telkom

KINEMATIKA. Fisika. Tim Dosen Fisika 1, ganjil 2016/2017 Program Studi S1 - Teknik Telekomunikasi Fakultas Teknik Elektro - Universitas Telkom KINEMATIKA Fisika Tim Dosen Fisika 1, ganjil 2016/2017 Program Studi S1 - Teknik Telekomunikasi Fakultas Teknik Elektro - Universitas Telkom Sasaran Pembelajaran Indikator: Mahasiswa mampu mencari besaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pengetahuan manusia tentang benda-benda di luar angkasa terus meningkat dari tahun ke tahun. Salah satu benda angkasa yang menarik perhatian adalah bintang.

Lebih terperinci

52. Mata Pelajaran Fisika untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA) A. Latar Belakang B. Tujuan

52. Mata Pelajaran Fisika untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA) A. Latar Belakang B. Tujuan 52. Mata Pelajaran Fisika untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA) A. Latar Belakang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang fenomena alam secara sistematis,

Lebih terperinci

TEORI RELATIVITAS DAN KOSMOLOGI

TEORI RELATIVITAS DAN KOSMOLOGI TEORI RELATIVITAS DAN KOSMOLOGI Dr. Eng. Rinto Anugraha NQZ Jurusan Fisika FMIPA UGM PRAKATA Bismillahirrahmanirrahim Alhamdulillah, akhirnya buku Teori Relativitas dan Kosmologi ini dapat kami selesaikan.

Lebih terperinci

BAB 16. MEDAN LISTRIK

BAB 16. MEDAN LISTRIK DAFTAR ISI DAFTAR ISI... BAB 6. MEDAN LISTRIK... 6. Muatan Listrik... 6. Muatan Listrik dalam Atom... 6.3 Isolator dan Konduktor...3 6.4 Hukum Coulomb...3 6.5 Medan Listrik dan Kondusi Listrik...5 6.6

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Latar Belakang Historis Fondasi dari integral pertama kali dideklarasikan oleh Cavalieri, seorang ahli matematika berkebangsaan Italia pada tahun 1635. Cavalieri menemukan bahwa

Lebih terperinci

BAB 26. RELATIVITAS EINSTEIN

BAB 26. RELATIVITAS EINSTEIN DAFTAR ISI DAFTAR ISI...1 BAB 6. RELATIVITAS EINSTEIN... 6.1 Gerak Relatif di Fisika Klasik... 6. Keepatan Cahaya dan Postulat Einstein... 6.3 Delatasi Waktu dan Panjang...5 6.4 Quis 6...11 1 BAB 6. RELATIVITAS

Lebih terperinci

Satuan dari momen gaya atau torsi ini adalah N.m yang setara dengan joule.

Satuan dari momen gaya atau torsi ini adalah N.m yang setara dengan joule. Gerak Translasi dan Rotasi A. Momen Gaya Momen gaya merupakan salah satu bentuk usaha dengan salah satu titik sebagai titik acuan. Misalnya anak yang bermain jungkat-jungkit, dengan titik acuan adalah

Lebih terperinci

Metrik Reissner-Nordström dalam Teori Gravitasi Einstein

Metrik Reissner-Nordström dalam Teori Gravitasi Einstein JURNAL FISIKA DAN APLIKASINYA VOLUME 13, NOMOR 1 JANUARI 17 Metrik Reissner-Nordström dalam Teori Gravitasi Einstein Canisius Bernard Program Studi Fisika, Fakultas Teknologi Informasi dan Sains, Universitas

Lebih terperinci

DINAMIKA GERAK LURUS

DINAMIKA GERAK LURUS DINAMIKA GERAK LURUS Mekanika klasik atau mekanika Newton adalah teori tentang gerak yang didasarkan pada konsep massa dan gaya dan hukum-hukum yang menghubungkan konsep-konsep fisis ini dengan besaran

Lebih terperinci

BAB 3 DINAMIKA. Tujuan Pembelajaran. Bab 3 Dinamika

BAB 3 DINAMIKA. Tujuan Pembelajaran. Bab 3 Dinamika 25 BAB 3 DINAMIKA Tujuan Pembelajaran 1. Menerapkan Hukum I Newton untuk menganalisis gaya pada benda diam 2. Menerapkan Hukum II Newton untuk menganalisis gaya dan percepatan benda 3. Menentukan pasangan

Lebih terperinci

KONSEKUENSI HASIL PENELITIAN TIM ICARUS TENTANG KELAJUAN NEUTRINO TERHADAP TEORI RELATIVITAS

KONSEKUENSI HASIL PENELITIAN TIM ICARUS TENTANG KELAJUAN NEUTRINO TERHADAP TEORI RELATIVITAS KONSEKUENSI HASIL PENELITIAN TIM ICARUS TENTANG KELAJUAN NEUTRINO TERHADAP TEORI RELATIVITAS Bertha Wikara Pendidikan Sains Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret wikasih54@gmail.com Perum Puri

Lebih terperinci

FISIKA MODERN. Staf Pengajar Fisika Departemen Fisika,, FMIPA, IPB

FISIKA MODERN. Staf Pengajar Fisika Departemen Fisika,, FMIPA, IPB FISIKA MODERN Staf Pengajar Fisika Departemen Fisika,, FMIPA, IPB 1 MANFAAT KULIAH Memberikan pemahaman tentang fenomena alam yang tidak dapat dijelaskan melalui fisika klasik Fenomena alam yang berkaitan

Lebih terperinci

I. Pendahuluan Listrik Magnet Listrik berkaitan dengan teknologi modern: komputer, motor dsb. Bukan hanya itu

I. Pendahuluan Listrik Magnet Listrik berkaitan dengan teknologi modern: komputer, motor dsb. Bukan hanya itu I. Pendahuluan Listrik Magnet Listrik berkaitan dengan teknologi modern: komputer, motor dsb. Bukan hanya itu 1 Muatan Listrik Contoh klassik: Penggaris digosok-gosok pada kain kering tarik-menarik dengan

Lebih terperinci

Kegiatan Belajar 3 MATERI POKOK : JARAK, KECEPATAN DAN PERCEPATAN

Kegiatan Belajar 3 MATERI POKOK : JARAK, KECEPATAN DAN PERCEPATAN Kegiatan Belajar 3 MATERI POKOK : JARAK, KECEPATAN DAN PERCEPATAN A. URAIAN MATERI: Suatu benda dikatakan bergerak jika benda tersebut kedudukannya berubah setiap saat terhadap titik acuannya (titik asalnya).

Lebih terperinci

J U R U S A N T E K N I K S I P I L UNIVERSITAS BRAWIJAYA. TKS-4101: Fisika. Hukum Newton. Dosen: Tim Dosen Fisika Jurusan Teknik Sipil FT-UB

J U R U S A N T E K N I K S I P I L UNIVERSITAS BRAWIJAYA. TKS-4101: Fisika. Hukum Newton. Dosen: Tim Dosen Fisika Jurusan Teknik Sipil FT-UB J U R U S A N T E K N I K S I P I L UNIVERSITAS BRAWIJAYA TKS-4101: Fisika Hukum Newton Dosen: Tim Dosen Fisika Jurusan Teknik Sipil FT-UB 1 Mekanika Kinematika Mempelajari gerak materi tanpa melibatkan

Lebih terperinci

POSITRON, Vol. II, No. 1 (2012), Hal ISSN : Efek Reaksi Balik Gelombang Gravitasi pada Lensa Gravitasi

POSITRON, Vol. II, No. 1 (2012), Hal ISSN : Efek Reaksi Balik Gelombang Gravitasi pada Lensa Gravitasi Efek Reaksi Balik Gelombang Gravitasi pada Lensa Gravitasi Imamal Muttaqien 1) 1)Kelompok Keahlian Astrofisika, Jurusan Fisika, Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati,

Lebih terperinci

UM UGM 2017 Fisika. Soal

UM UGM 2017 Fisika. Soal UM UGM 07 Fisika Soal Doc. Name: UMUGM07FIS999 Version: 07- Halaman 0. Pada planet A yang berbentuk bola dibuat terowongan lurus dari permukaan planet A yang menembus pusat planet dan berujung di permukaan

Lebih terperinci

K 1. h = 0,75 H. y x. O d K 2

K 1. h = 0,75 H. y x. O d K 2 1. (25 poin) Dari atas sebuah tembok dengan ketinggian H ditembakkan sebuah bola kecil bermassa m (Jari-jari R dapat dianggap jauh lebih kecil daripada H) dengan kecepatan awal horizontal v 0. Dua buah

Lebih terperinci

FISIKA MODERN DAN FISIKA ATOM

FISIKA MODERN DAN FISIKA ATOM MATA KULIAH KODE MK Dosen : FISIKA DASAR II : EL-1 : Dr. Budi Mulyanti, MSi Pertemuan ke-14 CAKUPAN MATERI 1. TEORI RELATIVITAS KHUSUS. EFEK FOTOLISTRIK 3. GELOMBANG DE BROGLIE 4. ATOM HIDROGEN 5. DIAGRAM

Lebih terperinci

dan penggunaan angka penting ( pembacaan jangka sorong / mikrometer sekrup ) 2. Operasi vektor ( penjumlahan / pengurangan vektor )

dan penggunaan angka penting ( pembacaan jangka sorong / mikrometer sekrup ) 2. Operasi vektor ( penjumlahan / pengurangan vektor ) 1. 2. Memahami prinsipprinsip pengukuran dan melakukan pengukuran besaran fisika secara langsung dan tidak langsung secara cermat, teliti, dan obyektif Menganalisis gejala alam dan keteraturannya dalam

Lebih terperinci

Pendahuluan. Setelah mempelajari bab 1 ini, mahasiswa diharapkan

Pendahuluan. Setelah mempelajari bab 1 ini, mahasiswa diharapkan 1 Pendahuluan Tujuan perkuliahan Setelah mempelajari bab 1 ini, mahasiswa diharapkan 1. Mengetahui gambaran perkuliahan. Mengerti konsep dari satuan alamiah dan satuan-satuan dalam fisika partikel 1.1.

Lebih terperinci

Pengaruh Konstanta Kosmologi Terhadap Model Standar Alam Semesta

Pengaruh Konstanta Kosmologi Terhadap Model Standar Alam Semesta B-8 JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 5 No. (6) 7-5 (-98X Print) Pengaruh Konstanta Kosmologi Terhadap Model Standar Alam Semesta Muhammad Ramadhan dan Bintoro A. Subagyo Jurusan Fisika, Fakultas MIPA, Institut

Lebih terperinci

Bab 1 : Skalar dan Vektor

Bab 1 : Skalar dan Vektor Bab 1 : Skalar dan Vektor 1.1 Skalar dan Vektor Istilah skalar mengacu pada kuantitas yang nilainya dapat diwakili oleh bilangan real tunggal (positif atau negatif). x, y dan z kita gunakan dalam aljabar

Lebih terperinci

FISIKA XI SMA 3

FISIKA XI SMA 3 FISIKA XI SMA 3 Magelang @iammovic Standar Kompetensi: Menerapkan konsep dan prinsip mekanika klasik sistem kontinu dalam menyelesaikan masalah Kompetensi Dasar: Merumuskan hubungan antara konsep torsi,

Lebih terperinci

BAB VI Usaha dan Energi

BAB VI Usaha dan Energi BAB VI Usaha dan Energi 6.. Usaha Pengertian usaha dalam kehidupan sehari-hari adalah mengerahkan kemampuan yang dimilikinya untuk mencapai. Dalam fisika usaha adalah apa yang dihasilkan gaya ketika gaya

Lebih terperinci

HUKUM NEWTON TENTANG GRAVITASI DAN GERAK PLANET

HUKUM NEWTON TENTANG GRAVITASI DAN GERAK PLANET HUKUM NEWTON TENTANG GRAVITASI DAN GERAK PLANET HUKUM NEWTON TENTANG GRAVITASI DAN GERAK PLANET Kompetensi Dasar 3.2 Mengevaluasi pemikiran dirinya terhadap keteraturan gerak planet dalam tatasurya berdasarkan

Lebih terperinci

DERET FOURIER. n = bilangan asli (1,2,3,4,5,.) L = pertemuan titik. Bilangan-bilangan untuk,,,, disebut koefisien fourier dari f(x) dalam (-L,L)

DERET FOURIER. n = bilangan asli (1,2,3,4,5,.) L = pertemuan titik. Bilangan-bilangan untuk,,,, disebut koefisien fourier dari f(x) dalam (-L,L) DERET FOURIER Bila f adalah fungsi periodic yang berperioda p, maka f adalah fungsi periodic. Berperiode n, dimana n adalah bilangan asli positif (+). Untuk setiap bilangan asli positif fungsi yang didefinisikan

Lebih terperinci

SOLUSI PERSAMAAN MEDAN GRAVITASI EINSTEIN-KLEIN-GORDON SIMETRI BOLA

SOLUSI PERSAMAAN MEDAN GRAVITASI EINSTEIN-KLEIN-GORDON SIMETRI BOLA SOLUSI PERSAMAAN MEDAN GRAVITASI EINSTEIN-KLEIN-GORDON SIMETRI BOLA Abdul Muin Banyal 1, Bansawang B.J. 1, Tasrief Surungan 1 1 Jurusan Fisika Universitas Hasanuddin Email : muinbanyal@gmail.com Ringkasan

Lebih terperinci

SOAL PEMBINAAN JARAK JAUH IPhO 2017 Pekan V Dosen Penguji : Dr. Rinto Anugraha

SOAL PEMBINAAN JARAK JAUH IPhO 2017 Pekan V Dosen Penguji : Dr. Rinto Anugraha SOAL PEMBINAAN JARAK JAUH IPhO 2017 Pekan V Dosen Penguji : Dr. Rinto Anugraha 1. Pulsar, Bintang Netron, Bintang dan Keruntuhan Gravitasi 1A. Pulsar Pulsar atau Pulsating Radio Sources pertama kali diamati

Lebih terperinci

BAB I BESARAN DAN SISTEM SATUAN

BAB I BESARAN DAN SISTEM SATUAN 1.1. Pendahuluan BAB I BESARAN DAN SISTEM SATUAN Fisika berasal dari bahasa Yunani yang berarti Alam. Karena itu Fisika merupakan suatu ilmu pengetahuan dasar yang mempelajari gejala-gejala alam dan interaksinya

Lebih terperinci

Mengukur Kebenaran Konsep Momen Inersia dengan Penggelindingan Silinder pada Bidang Miring

Mengukur Kebenaran Konsep Momen Inersia dengan Penggelindingan Silinder pada Bidang Miring POSDNG SKF 16 Mengukur Kebenaran Konsep Momen nersia dengan Penggelindingan Silinder pada Bidang Miring aja Muda 1,a), Triati Dewi Kencana Wungu,b) Lilik Hendrajaya 3,c) 1 Magister Pengajaran Fisika Fakultas

Lebih terperinci