Kajian Konstanta Kosmologi Einstein pada Solar System Effect di ruang waktu Schwarzschild de Sitter

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Kajian Konstanta Kosmologi Einstein pada Solar System Effect di ruang waktu Schwarzschild de Sitter"

Transkripsi

1 Kajian Konstanta Kosmologi Einstein pada Solar System Effect di ruang waktu Schwarzschild de Sitter Philin Yolanda Dwi Sagita 1, Bintoro Anang Subagyo 2 1 Program Studi Fisika FMIPA Institut Teknologi Bandung 2 Jurusan Fisika FMIPA Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya philinyolandadwisagita@student.itb.ac.id 1 Abstract. Keraguan Einstein dalam penggunakan konstanta kosmologi (Ʌ) pada persamaan medan gravitasinya yang statis karena adanya pembuktian pengamatan Hubble mengenai semesta yang mengembang pada tahun 1927 membawa penulis untuk menunjukkan pengaruh dan nilai ekperiment konstanta kosmologi pada beberapa peristiwa kosmologi yaitu Waktu Tunda Gravitasi, Pembelokan Cahaya, Presesi Geodesik, dan Pergeseran Perihelion Merkurius dengan memanfaatkan solusi persamaan medan gravitasi Einstein Schwarzschild pada alam semesta de Sitter. Berdasarkan hasil analisa dan data eksperimental, didapatkan bahwa nilai konstanta kosmologi pada peristiwa pergeseran perihelion Merkurius adalah sebesar ~ cm -2, pada peristiwa pembelokan cahaya tidak memiliki nilai konstanta kosmologi, sementara itu peristiwa waktu tunda gravitasi memiliki nilai konstanta kosmologi sebesar ~ cm -2, dan pada peristiwa presesi geodesic sebesar ~ cm -2. Keywords: Konstanta kosmologi, Pergeseran perihelion Merkurius, Pembelokan Cahaya, Waktu tunda gravitasi, Presesi Geodesik. 1 Introduction Sebelum Teori Relativitas Umum (TRU) diperkenalkan oleh Einstein pada tahun 1915, orang mengenal sedikitnya tiga hukum gerak yaitu Mekanika Newton, Relativitas Khusus, dan Gravitasi Newton. Mekanika Newton sangat berhasil dalam menerangkan sifat gerak benda berkelajuan rendah. Namun gagal untuk benda yang kelajuannya mendekati laju cahaya. Kekurangan ini ditutupi oleh Einstein dengan mengemukakan Teori Relativitas Khusus (TRK) yang mengimplikasikan bahwa tidak ada benda atau sinyal yang dapat bergerak lebih cepat daripada cahaya. Hukum yang ketiga adalah Gravitasi Newton yang berhasil menerangkan fenomena gerak benda langit yang dipengaruhi oleh interaksi gravitasi antar benda dengan ketelitian tinggi. Namun, tidak konsisten dengan TRK yang mengimplikasikan bahwa efek gravitasi pastilah merambat dengan kelajuan melebihi laju cahaya[1]. Sehingga Einstein berkali-kali mencoba merumuskan teori gravitasi yang konsisten dengan Teori Relativitas Khusus dan dihasilkan Teori Relativitas

2 2 Philin Yolanda Dwi Sagita Umum (TRU) pada tahun Ia mengemukakan saran yang cukup revolusioner bahwa gravitasi bukanlah seperti gaya-gaya yang lain, namun gravitasi merupakan efek dari kelengkungan ruang-waktu karena adanya penyebaran massa dan energi di dalam ruang-waktu tersebut[2]. Ketika Hubble menunjukkan bahwa alam semesta memang mengembang, demikian pula bahwa dapat diperoleh suatu solusi non-statik dari persamaan medan Einstein tanpa suku konstanta kosmologi (oleh A. Friedmann), Einstein akhirnya menyatakan bahwa tidak perlu lagi memasukkan konstanta kosmologi ke dalam persamaan medannya. Akan tetapi, beberapa kosmolog besar seperti Arthur S. Eddington dan G. Lemaitre di tahun 1930-an menujukkan bahwa suku Ʌ dapat memberikan gambaran yang menarik pada kosmologi, atau saat ini, seringkali dipandang bahwa dengan mempertahankan suku Ʌ, para kosmolog memiliki kemungkinan kosmologi yang lebih luas untuk dipilih dan diselidiki[2]. Pada waktu yang hampir bersamaan, yaitu pada tahun 1916, Schwarzschild menawarkan solusi eksak mengenai persamaan medan Einstein yang vakum (Ʌ = 0) dan statis[1]. Namun, telah diketahui bahwa alam semesta ini dipenuhi oleh materi massif yang berinteraksi dengan ruang-waktu dan semua fenomena itu dapat dijelaskan secara fisis oleh sebuah rancangan ruang-waktu de-sitter dimana nilai konstanta kosmologi tidak lagi bernilai nol (Ʌ 0) sehingga dengan menggabungkan solusi persamaan medan Schwarzschild pada ruang-waktu de- Sitter dapat diketahui pengaruh dan nilai ekperimen konstanta kosmologi Einstein pada fenomena pergeseran perihelion Merkurius, pembelokan cahaya, waktu tunda gravitasi, dan presesi geodesik. 2 Schwarzschild de Sitter Pada tahun 1916, solusi persamaan Schwarzschild masih merupakan solusi eksak pertama dan terpenting bagi persamaan medan vakum Einstein. Solusi Schwarzschild diperoleh dengan asumsi medan statik yang ditimbulkan oleh suatu distribusi massa simetri bola. Yang dimaksud dengan statik adalah dalam sistem koordinat yang digunakan, matriknya secara eksplisit tidak bergantung waktu[3]. Akan tetapi, bagaimana jika ingin menghitung ruang-waktu yang berisi materi atau sebuah gelombang gravitasi yang dihasilkan oleh beberapa sistem bintang, kemudian akan diketahui bagaimana materi berinteraksi dengan ruangwaktu. Atau dengan kata lain solusi persamaan medan gravitasi dengan sumber. Oleh karena itu dilakukanlah beberapa analisis terkait untuk memodifikasi persamaan medan Einstein yaitu mengasumsikan bahwa hanya daerah diluar medan bersifat statis. Ini akan menuntun kita untuk menggunakan konstanta kosmologi pada unit relativistik dimana c = G = 1. Pada medan de

3 Kajian Konstanta Kosmologi Einstein pada Solar System Effect di ruang-waktu Schwarzschild de Sitter 3 Sitter yang relativistik ini, ditentukan bahwa R μv = Ʌg μv [7], sehingga didapatkan persamaan Schwarzschild de Sitter sebagai berikut: ds 2 = (1 2m r 1 3 Ʌr2 ) dt 2 (1 2m r 1 3 Ʌr2 ) 1 dr 2 r 2 dθ 2 r 2 sin 2 θdφ 2 (1) Persamaan (1) merepresentasikan tentang ruang-waktu simetri bola yang memodifikasi persamaan medan gravitasi yang vakum dan memiliki pusat (r = 0) dimana ruang-waktu ini berbentuk melengkung. Karena diekpektasikan bahwa ruang-waktu vakum yang tanpa gangguan untuk memiliki kurvatur ruangwaktu simetri maksimal yang konstan yaitu 1 Ʌ, maka dapat disimpulkan 3 bahwa persamaan (1) akan disebut solusi persamaan medan gravitasi Schwarzschild de Sitter jika Ʌ > 0, dan akan disebut sebagai solusi persamaan medan gravitasi Schwarzschild anti de-sitter jika Ʌ < 0[7]. 3. Pergeseran Perihelion Merkurius Pergeseran Perihelion merupakan modifikasi persamaan geodesik orbit untuk partikel masif tak bermassa padamedan gravitasi Matahari dengan cacat kerucut (conical defect). Cacat kerucut (conical defect) merupakan kelengkungan medan dengan geometri paksa akibat adanya peristiwa kuadropole matahari yang menyebabkan adanya kecacatan pada bentuk geometri medan[3]. Ruangwaktu, seperti yang disebutkan Vilenkin pada bukunya, dibangun secara geometrical dengan sudut azimut yang mengelilingi sumbu dengan range 0 < φ < 2πb. Untuk efek yang sangat kecil, parameter b dapat pula ditulis b = 1 ε. Dimana ε merupakan parameter tanpa dimensi yang menggambarkan peristiwa cacat kerucut. Untuk ε = 0, secara fisis menggambarkan elemen garis lengkung yang simetris. Sementara itu, untuk cacat kerucut yang digenerasikan oleh adanya peristiwa cosmic string menghasilkan nilai ε = 8Gμ c2 dimana μ merupakan massa per unit panjang dari string[4]. Dengan adanya peristiwa cacat kerucut (conical defect), maka solusi persamaan Schwarzchild de Sitter (atau pada beberapa jurnal disebut sebagai The Kottler spacetime) dapat pula ditulis sebagai berikut: dengan: ds 2 = (1 2m r 1 3 Λr2 ) c 2 dt 2 (1 2m r 1 3 Λr2 ) 1 dr 2 r 2 (dθ 2 + b 2 sin 2 θdφ 2 ) (2)

4 4 Philin Yolanda Dwi Sagita m = GM c2 = massa geometri dari central body Λ b = konstanta kosmologi = parameter cacat kerucut Pada ruangwaktu de-sitter, partikel mengikuti persamaan geodesik yang dapat ditentukan dari persamaan Lagrangian. L = 1 2 (1 2m r 1 3 Λr2 ) c 2 ( dt 2 dp ) 1 2 (1 2m r Λr2 ) ( dr 2 dp ) 1 2 r2 ( dθ dp )2 1 2 r2 b 2 sin 2 θ ( dφ dp )2 (3) dimana : p merupakan parameter affine. Sehingga didapatkan: dan dt dp E c (1 2m r 1 3 Λr2 ) 1 (4) dr = (1 2m dp r 3 Λr2 ) F (5) d 2 θ dp 2 = 0 (6) dφ dp L r 2 (7) Untuk mendapatkan solusi pada koordinat radial, digunakan persamaan geodesik paksa seperti berikut: dx g μ dx v μv = k (8) dp dp dimana: k merupakan sebuah konstanta dan solusi persamaan tersebut dapat diselesaikan dengan mengambil batasan sebagai berikut[5]: k = c 2 k = c 2 (space-like curves) (time-like curves) k = 0 (light-like curves) Kemudian, untuk persamaan radial, dimana θ = π 2 dan dθ dp = 0, dengan mensubstitusikan persamaan (4), (5), (6), dan (7) pada persamaan (8) diatas maka dihasilkan persamaan sebagai berikut:

5 Kajian Konstanta Kosmologi Einstein pada Solar System Effect di ruang-waktu Schwarzschild de Sitter 5 dx 0 dx 0 g 00 dp dp + g dx 1 dx 1 11 dp dp + g dx 2 dx 2 22 dp dp + g dx 3 dx 3 33 dp dp = k sehingga didapatkan: 1 2 E2 1 2 (dr dp )2 = V(r) atau 1 2 (dr dp )2 + V(r) = 1 2 E2 (9) dimana : V(r) = (1 2m 1 r 3 Λr2 ) (k + b2 L 2 ) yang merupakan potensial efektif pergerakan partikel pada medan gravitasi matahari. r 2 Kemudian ditentukan orbit dengan mengubah variabel r menjadi u = r 1, sehingga untuk orbit partikel masif yang tidak berotasi dengan time-like curves (k = c 2 ), maka didapatkan: u mc2 {1 + e [cos[b(φ φ b 2 L 0)] + 3m2 c 2 [1 b8 L 8 Λ 2 L 2 9m 6 c8] b sin[b(φ φ 0 )]]} (10) dan didefinisikan pergeseran perihelion awal Merkurius sebesar: sehingga solusi u(φ) dapat pula ditulis: φ 0 = 3 ( mc L )2 [1 b8 L 8 Λ 9m 6 c8] (11) u = 1 r mc2 b 2 L 2 {1 + e cos[b(φ φ 0 φ 0 )]} (12) Berdasarkan persamaan (11) dan (12), didapatkan bahwa besar pergeseran perihelion Revolusi total Merkurius sebesar: dimana: φ = 2π φ 0 φ = 0 sehingga: φ = 6π ( mc L ) 2 [1 b8 L 8 Λ 9m 6 c 8] dan Λ = 9m6 c 8 b 8 L 8 dengan: bl = h, dimana h merupakan momentum anguler per unit massa planet. Sehingga persamaan diatas dapat pula ditulis: Λ = 9m6 c 8 h 8

6 6 Philin Yolanda Dwi Sagita Berdasarkan data pengamatan dari pergerakan revolusi Merkurius, didapatkan: h 2 = lmc 2 dimana l merupakan semi-latus rectum planet. Untuk planet Merkurius, l = 5,79 x cm, sementara untuk Matahari, m = 1,475 km. Sementara itu, dari perbandingan antara hasil perhitungan dan data pengamatan, didapatkan bahwa perihelion shift Merkurius memiliki akurasi sekitar 5 x 10-3 didapatkan[9]: Λ = 9m2 l 4 (13) Λ cm 2 (14) 4. Pembelokan Cahaya Pembelokan cahaya merupakan salah satu dari empat klasikal tes dari Relativitas Umum Einstein yang telah dibuktikan secara eksperimen pada Galaksi Bima Sakti. Adapun metrik geometrik medan Schwarzschild de-sitter sebagai berikut: ds 2 = (1 2m r 1 3 Λr2 ) c 2 dt 2 (1 2m r 1 3 Λr2 ) 1 dr 2 r 2 (dθ 2 + sin 2 θdφ 2 ) Diasumsikan bahwa pergerakan cahaya terjadi pada bidang ekuator θ = π 2. Dari Teori Relativitas Khusus (TRK) telah diketahui bahwa pergerakan cahaya terjadi pada light like. Sehingga secara matematis dapat dikatakan bahwa ds 2 = 0 dan dengan pemisalan u = 1 r = r 1 didapatkan persamaan pergerakan cahaya yaitu[10]: d 2 u dφ 2 + u = 3mu2 u = A sin φ + εa2 3 (1 + k cos φ + cos2 φ) (15) dimana εa2 3 akan menyebabkan pembelokan lintasan lurus cahaya. Dalam pandangan Astrofisika, cahaya berasal dari bintang jauh yang mendatangi matahari dalam garis lurus yang dibelokkan oleh medan gravitasi matahari dan kemudian menjauh menuju titik lain disekitarnya dengan asimtotik garis lurus. Asimtotik dapat dicirikan dengan u = 0 dan paralel dengan sumbu- x. Digunakan pendekatan φ = δ (dimana δ merupakan sudut yang sangat kecil) dan digunakan pendekatan sudut kecil sin δ δ, cos δ 1, pada persamaan (15) sehingga[6]:

7 Kajian Konstanta Kosmologi Einstein pada Solar System Effect di ruang-waktu Schwarzschild de Sitter 7 u Aδ + εa2 (2 + k) 3 Pada jarak tak hingga, dimana r = dengan u = 1 maka didapatkan bahwa: r δ εa 3 (2 + k) Tanda minus menandakan bahwa pembelokan cahaya menuju matahari. Telah disebutkan sebelumnya bahwa konstanta A berbanding terbalik dengan jarak lintasan lurus cahaya dan ε = 3m sehingga dapat pula ditulis sebagai berikut: δ 3m (2 + k) m (2 + k) 3r r sehingga total pembelokan cahayanya sebesar: = 4m r = 4GM rc 2 (16) dengan asumsi bahwa nilai konstanta integrasinya menghasilkan nilai 2 (memperhitungkan arah bolak-balik pancaran cahaya). Diketahui m = GM c2 dan tanda minus (-) hanya mengindikasikan arah pembelokan cahaya sehingga dapat diabaikan. Secara eksperimental, telah dapat dibuktikan bahwa terjadi pembelokan cahaya sebesar 1,75 arc[10]. Berdasarkan persamaan (16) diatas, tidak terdapat variabel konstanta kosmologi (Λ) sehingga dapat pula disimpulkan bahwa peristiwa pembelokan cahaya tidak memiliki nilai konstanta kosmologi baik secara teori maupun eksperimen. 5. Waktu Tunda Gravitasi Fenomena yang membuktikan secara terang-terangan mengenai geometri Schwarzschild de-sitter adalah waktu tempuh yang dibutuhkan cahaya untuk bergerak di antara dua titik. Misalkan sebuah sinyal radar dikirim dari bumi melewati matahari dan dipantulkan kembali oleh planet atau benda angkasa lainnya. Kelengkungan ruang-waktu di sekitar benda massive sepertti matahari inilah yang dapat menyebabkan waktu tempuh cahaya relatif lebih lama dibandingkan pada kasus ruang-waktu datar (Minkowski space-time). Selisih peningkatan waktu inilah yang secara fisis dapat dimengerti sebagai selisih waktu antara pancaran pulsa pertama dengan pulsa pantulan yang diterima secara

8 8 Philin Yolanda Dwi Sagita eksperimental telah terukur sebesar 200 µs pada peristiwa pembelokan radar oleh planet Venus[9]. Telah diketahui pada persamaan pergerakan cahaya pada Schwarzschild de- Sitter space-time adalah sebagai berikut: ds 2 = (1 2m r 1 3 Λr2 ) c 2 dt 2 (1 2m r 1 3 Λr2 ) 1 dr 2 r 2 (dθ 2 + sin 2 θdφ 2 ) Seperti pada peristiwa pembelokan cahaya, diasumsikan bahwa pergerakan cahaya terjadi pada bidang ekoator, θ = π. Dari Teori Relativitas Khusus (TRK) 2 telah diketahui bahwa pergerakan cahaya terjadi pada light-like. Sehingga secara matematis dapat dikatakan bahwa ds 2 = 0, maka persamaan pergerakan cahaya pada persamaan diatas dapat menjadi[10]: dt = dr c(1 2m r 1 3 Λr2 ) [1 + r2 (1 2m r Λr2 ) dφ2 2 dr 2] (17) Sementara itu telah didefinisikan sebelumnya bahwa energi dan momentum linier pergerakan cahaya adalah sebagai berikut: L r 2 dφ dr, dφ dr = L r 2 dan E α dt dλ, dt dλ = E α dimana : α = 1 2m r 1 3 Λr2 maka persamaan (17) dapat pula ditulis sebagai berikut: dt = du b 1 [ 1 (u 2 2mu 3 Λ 3 ) b 2 (u2 2mu 3 Λ ) 3 u2 ] 1 2 (18) dengan pemisalan b = L E dan u = r 1, sehingga didapatkan solusi: t(r, r 0 ) = ( 3 b2 + Λb4 ) Λ 2 8 (1 1 ) + ( 3 b4 ) ( 1 1 ) + ( 3 r r 0 Λ 2 r 3 r mb4 9m 2Λ 2) ( 1 1 ) + 27 ( 1 1 ) 18m ( 1 1 ) + 108m2 r 4 r 4 0 5Λ 3 r 5 r 5 0 5Λ 3 r 6 r 6 ( 1 0 7Λ 3 r 7 1 ) (19) r 7 0

9 Kajian Konstanta Kosmologi Einstein pada Solar System Effect di ruang-waktu Schwarzschild de Sitter 9 Jika diketahui r sebagai jarak Antara matahari dan bumi serta r R merupakan jarak Antara matahari dan reflector (pada kasus ini planet atau benda langit lainnya) dimana matahari terletak diantara keduanya, maka waktu interval yang dibutuhkan sejak sinyal dipancarkan hingga dipantulkan kembali bila diukur dengan jam yang terletak dipermukaan bumi maka didapatkan: T = 2t(r, r 0 ) + 2t(r R, r 0 ) (20) Pengamatan solar system r 0 r R 1 dan r 0 r 1, sehingga didapatkan modifikasi waktu tunda dari lintasan sinyal seperti berikut: T 216m2 7Ʌ 3 ( 1 r r R 7 1 r 0 7 ) (21) Pada eksperimen Cassini sebelumnya, waktu tunda tidak terukur namun disamping itu telah diketahui persamaan perubahan frekuensi relative sinyal sebagai berikut: y = v(t) v 0 d T (22) v 0 dt dimana v 0 merupakan frekuensi gelombang radio yang dipancarkan dari bumi. Gelombang radio ini mencapai Cassini dengan frekuensi v dan dipantulkan kembali dengan frekuensi yang sama pula yakni v. Frekuensi sinyal yang mencapai bumi adalah sebesar v(t). Sehingga kontribusi konstanta kosmologi terhadap perubahan frekuensi gelombang radio yang dipancarkan dari bumi adalah sebagai berikut[8]: y Ʌ = 216m2 [ r 7Ʌ 3 r 7 r ( dr 0 )] (23) R dt dr dimana untuk The Cassini Setup, 0 v dt, merupakan pendekatan dari kecepatan orbit bumi terhadap matahari (kecepatan revolusi). Secara fisis dapat dijelaskan bahwa kontribusi konstanta kosmologi terhadap sinyal radio adalah sebagai berikut: perubahan frekuensi sinyal akan semakin terlihat seiring dengan semakin dekatnya jarak tempuh sinyal terhadap benda massive yang menyebabkan terjadinya pembelokan lintasan sinyal (pada kasus ini Matahari). Telah dijelaskan pada analisis penelitian sebelumnya bahwa kontribusi Schwarzschild terhadap perubahan frekuensi gelombang radio yang dipancarkan dari bumi adalah sebesar 6 x dan analisis matematis ini kemudian dibuktikan oleh pengukuran Cassini dengan akurasi sebesar ~10 14 [9]. Cassini mengukur waktu tunda selama hamper 25 hari, dimana selama periode 12 hari sebelum dan 12 hari setelah peristiwa konjungsi. Selama 1 hari,

10 10 Philin Yolanda Dwi Sagita jarak terdekat yang dapat dicapai oleh sinyal berubah sebesar ~1,5 radius matahari. Sehingga sinyal yang terukur menjadi: y Ʌ (12d) y Ʌ (0) = 432G2 M ʘ 2 Ʌ 3 c 4 R ʘ 8 v (24) dengan M ʘ dan R ʘ merupakan massa dan radius matahari, benda massive yang menyebabkan terjadinya waktu tunda. Karena pengukuran Cassini memenuhi prediksi Einstein, dimana telah diketahui bahwa y Ʌ (12d) y Ʌ (0) c 3, sehingga dapat disimpulkan bahwa: 3 Ʌ 432G2 M 2 ʘ c 7 R 8 v ʘ (25) Berdasarkan dengan data eksperimen yang telah dilakukan, maka didapatkan bahwa nilai konstanta kosmologi pada fenomena kosmologi waktu tunda adalah sebagai berikut: Ʌ m 2 (26) Nilai konstanta kosmologi yang cukup besar itu karena adanya pengaruh tambahan dari medan gravitomagnetik dan gravitoelektrik pada koordinat isotropic. Dimana nilai konstanta kosmologinya bergantung pada massa Matahari (M ʘ ), radius Matahari (R ʘ ), dan kecepatan orbit bumi terhadap matahari (v )[9]. 6. Kelengkungan Geodesik Kelengkungan Geodesik (atau disebut pula de-sitter precession) merupakan fenomena Teori Relativistik Umum (TRU). Persamaan matematisnya ditemukan pada awal 1916 oleh de-sitter yang menemukan bahwa sebuah giroskop pada orbit bebas (dalam kasus ini geodesik ) di sekitar benda masif akan berbelok/melengkung. Untuk menghitung kelengkungan geodesik dengan analisis Schwarzschild de-sitter, maka diperkenalkan sebuah sistem koordinat yang berotasi dengan kecepatan angular ω. Koordinat sudut baru ɸ didefinisikan oleh[11]: dɸ = dφ ωdt (27) dan diketahui pada bidang ekuator θ = π (relativistik, c = 1), maka matrik 2 Schwarzschild de-sitter nya menjadi[7]:

11 Kajian Konstanta Kosmologi Einstein pada Solar System Effect di ruang-waktu Schwarzschild de Sitter 11 r2 ω ds 2 = (α r 2 ω 2 ) (dt α r 2 ω 2 dɸ) 2 r2 α α 1 dr 2 α r 2 ω 2 dɸ2 sehingga dalam bentuk kanonikal, metriknya menjadi: ds 2 = e 2ψ (dt ω i dx i ) 2 h ij dx i dx j (28) dengan : e 2ψ = α r 2 ω 2 (29) ω 1 = ω 2 = 0 (30) ω 3 = r2 ω α r 2 ω 2 (31) h 11 = α 1 (32) h 33 = r2 α α r 2 ω 2 (33) Karena ψ dihubungkan dengan percepatan, maka garis r = r 0 merupakan geodesik. Adapun hubungan antara kecepatan linier dan frekuensi hasil modifikasi Keppler antara lain sebagai berikut: ω 2 r 3 = M (34) Persamaan (34) di atas merupakan hasil modifikasi penurunan rumus Newton-Keppler pada alam semesta natural (bebas) dimana objek pengamatan berada jauh dari sumber gravitasi (pusat galaksi). Sementara itu, pada alam semesta de-sitter, terdapat tarikan gravitasi yang sangat besar akibat adanya sumber gravitasi (pusat galaksi) di sekitar objek pengamatan sehingga

12 12 Philin Yolanda Dwi Sagita mengurangi kecepatan rotasi angular objek terhadap pusat gravitasi sehingga didapatkan[11]: ω M r 3 Λ 3 (35) sehingga berimplikasi pada persamaan (29) hingga (33) menjadi: e 2ψ = 1 3M r ω 1 = ω 2 = 0 ω 3 = r2 ω 1 3M r h 11 = (1 2M r Λr2 ) h 33 = r2 α 1 3M r Telah diketahui bahwa kecepatan rotasi dari sebuah posisi konstan pada sistem koordinat diberikan[7]: Ω 2 = e2ψ 8 hik h jl (ω i,j ω j,i )(ω k,l ω l,k ) (36) dan titik pada arah negatif relatif terhadap orbit, ditentukan: Ω = ω Ω 0 1 Λr3 3M (37) dimana telah dikatahui sebelumnya bahwa misi GP-B telah mengukur kelengkungan geodesik ini sebesar Ω 0 = mas/y dengan sebuah akurasi perkiraan sebesar 0,1 mas/y[9]. Jika nilai prediksi dari Teori Einstein terbukti dan tidak ada bagian tambahan yang terlihat, maka akan didapatkan nilai konstanta kosmologinya sebesar: Ʌ 3 ( M r 3 Ω 0 2 ) (38) Λ m 2 (39) Nilai konstanta kosmologi pada kelengkungan geodesic tersebut dipengaruhi oleh kecepatan rotasi objek pada pusat gravitasi dimana juga dipengaruhi oleh massa Matahari sebagai pusat gravitasi dan jarak objek terhadap Matahari.

13 Kajian Konstanta Kosmologi Einstein pada Solar System Effect di ruang-waktu Schwarzschild de Sitter 13 Semakin dekat jarak objek terhadap Matahari, maka pengaruh konstanta kosmologi terhadap kelengkungan geodesik juga akan semakin besar. 7. Kesimpulan Telah dilakukan kajian pengaruh konstanta kosmologi terhadap Solar Sistem dimana konstanta kosmologi Ʌ pada metric ruang-waktu Schwarzschild de Sitter berperan sebagai parameter bebas yang dianalisis pada hasil pengamatan beberapa fenomena kosmologi sehingga didapatkan nilai mutlak dari konstanta kosmologi Ʌ seperti dibawah ini: Tabel 1. Konstanta Kosmologi pada pengamatan Solar System Fenomena Kosmologi Persamaan Konstanta Kosmologi (Ʌ) Nilai Eksperiment Konstanta Kosmologi (Ʌ) Pergeseran Merkurius Perihelion Λ = 9m2 l 4 Λ cm 2 Pembelokan Cahaya Waktu Tunda Gravitasi Kelengkungan Geodesik = 4GM rc 2 3 Ʌ 432G2 2 M ʘ c 7 8 R v ʘ Ʌ 3 ( M r 3 Ω 0 2 ) Tidak memiliki nilai ekperimen Λ m 2 Λ m 2 Dari table 1, dapat diketahui bahwa: Pada fenomena Pergeseran Perihelion Merkurius, konstanta kosmologi memiliki persamaan Λ = 9m2 l4 dengan nilai eksperimennya sebesar Λ cm 2 yang dipengaruhi oleh semi lactus rectum Matahari (m) dan planet (l) Pada fenomena Pembelokan Cahaya, nilai deviasi total sebesar = 4GM rc 2 dan tidak memiliki nilai eksak konstanta kosmologi Pada fenomena Waktu Tunda Gravitasi, konstanta kosmologi memiliki 3 persamaan Ʌ 432G2 2 M ʘ c 7 R ʘ 8 v dengan nilai eksperimennya sebesar

14 14 Philin Yolanda Dwi Sagita Λ m 2 yang dipengaruhi oleh massa Matahari (M ʘ ), radius Matahari (R ʘ ), dan kecepatan orbit Bumi terhadap Matahari (v ) Pada fenomena Kelengkungan Geodesik, konstanta kosmologi memiliki persamaan Ʌ 3 ( M r 3 Ω 0 2 ) dengan nilai eksperimennya sebesar Λ m 2 dan dipengaruhi oleh kecepatan rotasi objek pada pusat gravitasi (Ω 0 ), massa Matahari sebagai pusat gravitasi (M), dan jarak objek terhadap Matahari (r). 8. Daftar Pustaka [1] Purwanto, Agus, Catatan Kuliah: Teori Gravitasi, ITS Press, hal , (Buku) [2] Hidayat, Taufiq, Teori Relativitas Einstein, Penerbit ITB, hal , (Buku) [3] Kagramanova, Valeria, Solar System Effect in Schwarzschild de Sitter spacetime, Arxiv:gr-qc/ v2, hal. 2-3, (Jurnal) [4] Valenkin, A. Shellard, E.P.S. Cosmic Strings and Other Topological Defect, Cambridge University Press, hal , (Buku) [5] Arrosyidi, Abu Fadlol, Solusi Schwarzschild dan Kerr untuk Persamaan Medan Gravitasi Einstein, Tugas Akhir, Jurusan Fisika FMIPA, Universitas Airlangga, Surabaya, (Tugas Akhir) [6] Purwanto, Agus, Pengantar Kosmologi, ITS Press, hal , (Buku) [7] Mcmahon, David, Relativity Demystified, McGraw-Hill, hal , (Buku) [8] Rindler, Wolfgang, Relativity, Second Edition, Oxford University Press, hal , (Buku) [9] D Inverno, Ray, Introduction Einstein s Relativity, Clarendon Press, hal , (Buku) [10] Will, Clifford M., Theory and Experimental in Gravitational Physics, Revised Edition, Cambridge University Press, hal , (Buku) [11] Rindler, Wolfgang, Ishak, Mustapha, The Contribution of The Cosmological Constant to Relativistic Bending of Light Revisited, arxiv: v1[astro-ph], hal. 3-5, (Jurnal) [12] Bertotti B. Less, L. Tortora, P. A Test of General Relativity Using Radio Links with The Cassini Spacecraft, Nature, 425:374, hal 7, (Jurnal)

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (2013), Hal ISSN : Analisis Lintasan Foton Dalam Ruang-Waktu Schwarzschild

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (2013), Hal ISSN : Analisis Lintasan Foton Dalam Ruang-Waktu Schwarzschild Analisis Lintasan Foton Dalam Ruang-Waktu Schwarzschild Urai astri lidya ningsih 1, Hasanuddin 1, Joko Sampurno 1, Azrul Azwar 1 1 Program Studi Fisika, FMIPA, Universitas Tanjungpura; e-mail: nlidya14@yahoo.com

Lebih terperinci

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (2013), Hal. 1-7 ISSN : Visualisasi Efek Relativistik Pada Gerak Planet

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (2013), Hal. 1-7 ISSN : Visualisasi Efek Relativistik Pada Gerak Planet PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (13), Hal. 1-7 ISSN : 337-8 Visualisasi Efek Relativistik Pada Gerak Planet Nurul Asri 1, Hasanuddin 1, Joko Sampurno 1, Azrul Azwar 1 1 Program Studi Fisika, FMIPA, Universitas

Lebih terperinci

Bahan Minggu XV Tema : Pengantar teori relativitas umum Materi :

Bahan Minggu XV Tema : Pengantar teori relativitas umum Materi : Bahan Minggu XV Tema : Pengantar teori relativitas umum Materi : Teori Relativitas Umum Sebelum teori Relativitas Umum (TRU) diperkenalkan oleh Einstein pada tahun 1915, orang mengenal sedikitnya tiga

Lebih terperinci

4. Orbit dalam Medan Gaya Pusat. AS 2201 Mekanika Benda Langit

4. Orbit dalam Medan Gaya Pusat. AS 2201 Mekanika Benda Langit 4. Orbit dalam Medan Gaya Pusat AS 2201 Mekanika Benda Langit 4. Orbit dalam Medan Gaya Pusat 4.1 Pendahuluan Pada bab ini dibahas gerak benda langit dalam medan potensial umum, misalnya potensial sebagai

Lebih terperinci

3. ORBIT KEPLERIAN. AS 2201 Mekanika Benda Langit. Monday, February 17,

3. ORBIT KEPLERIAN. AS 2201 Mekanika Benda Langit. Monday, February 17, 3. ORBIT KEPLERIAN AS 2201 Mekanika Benda Langit 1 3.1 PENDAHULUAN Mekanika Newton pada mulanya dimanfaatkan untuk menentukan gerak orbit benda dalam Tatasurya. Misalkan Matahari bermassa M pada titik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Gravitasi Newton Mengapa planet, bulan dan matahari memiliki bentuk mendekati bola? Mengapa satelit bumi mengelilingi bumi 90 menit, sedangkan bulan memerlukan waktu 27

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN Perkembangan fisika teoritik melalui Teori Relativitas Umum (TRU) yang dikemukakan oleh Albert Einstein sudah sangat pesat dan cukup baik dalam mendeskripsikan ataupun memprediksi fenomena-fenomena

Lebih terperinci

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 3 (2013), Hal ISSN :

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 3 (2013), Hal ISSN : PRISMA FISIKA, Vol. I, No. (01), Hal. 1-17 ISSN : 7-804 Aplikasi Persamaan Einstein Hyperbolic Geometric Flow Pada Lintasan Cahaya di Alam Semesta Risko 1, Hasanuddin 1, Boni Pahlanop Lapanporo 1, Azrul

Lebih terperinci

PENENTUAN MEDAN GRAVITASI EINSTEIN DALAM RUANG MINKOWSKI MENGGUNAKAN SIMBOL CHRISTOFFEL JENIS I DAN II

PENENTUAN MEDAN GRAVITASI EINSTEIN DALAM RUANG MINKOWSKI MENGGUNAKAN SIMBOL CHRISTOFFEL JENIS I DAN II Proseding Seminar Nasional Fisika dan Aplikasinya Sabtu, 19 November 2016 Bale Sawala Kampus Universitas Padjadjaran, Jatinangor PENENTUAN MEDAN GRAVITASI EINSTEIN DALAM RUANG MINKOWSKI MENGGUNAKAN SIMBOL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Upaya para fisikawan, khususnya fisikawan teoretik untuk mengungkap fenomena alam adalah dengan diajukannya berbagai macam model hukum alam berdasarkan

Lebih terperinci

Perluasan Model Statik Black Hole Schwartzchild

Perluasan Model Statik Black Hole Schwartzchild Perluasan Model Statik Black Hole Schwartzchild Abd Mujahid Hamdan Fakultas Sains dan Teknologi UIN Ar-raniry, Banda Aceh, Indonesia mujahid@ar-raniry.ac.id Abstrak: Telah dilakukan perluasan model black

Lebih terperinci

Kemudian, diterapkan pengortonormalan terhadap x 2 dan x 3 pada persamaan (1), sehingga diperoleh

Kemudian, diterapkan pengortonormalan terhadap x 2 dan x 3 pada persamaan (1), sehingga diperoleh SOLUSI VAKUM PERSAMAAN MEDAN EINSTEIN UNTUK BENDA SIMETRI AKSIAL STASIONER MENGGUNAKAN PERSAMAAN ERNST Aldytia Gema Sukma 1, Drs. Bansawang BJ, M.Si, Dr. Tasrief Surungan, M.Sc 3 Universitas Hasanuddin,

Lebih terperinci

Pengaruh Konstanta Kosmologi Terhadap Model Standar Alam Semesta

Pengaruh Konstanta Kosmologi Terhadap Model Standar Alam Semesta B-8 JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 5 No. (6) 7-5 (-98X Print) Pengaruh Konstanta Kosmologi Terhadap Model Standar Alam Semesta Muhammad Ramadhan dan Bintoro A. Subagyo Jurusan Fisika, Fakultas MIPA, Institut

Lebih terperinci

Momen Inersia. distribusinya. momen inersia. (karena. pengaruh. pengaruh torsi)

Momen Inersia. distribusinya. momen inersia. (karena. pengaruh. pengaruh torsi) Gerak Rotasi Momen Inersia Terdapat perbedaan yang penting antara masa inersia dan momen inersia Massa inersia adalah ukuran kemalasan suatu benda untuk mengubah keadaan gerak translasi nya (karena pengaruh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Gravitasi Newton Beberapa teori dapat membandingkan ketelitian ramalannya dengan teori gravitasi universal Newton. Ramalan mekanika benda angkasa untuk posisi planet sesuai

Lebih terperinci

3. MEKANIKA BENDA LANGIT

3. MEKANIKA BENDA LANGIT 3. MEKANIKA BENDA LANGIT 3.1. ELIPS Sebelum belajar Mekanika Benda Langit lebih lanjut, terlebih dahulu perlu diketahui salah satu bentuk irisan kerucut yaitu tentang elips. Gambar 3.1. Geometri Elips

Lebih terperinci

Bab 2. Persamaan Einstein dan Ricci Flow. 2.1 Geometri Riemann

Bab 2. Persamaan Einstein dan Ricci Flow. 2.1 Geometri Riemann Bab 2 Persamaan Einstein dan Ricci Flow 2.1 Geometri Riemann Sebuah himpunan M disebut sebagai manifold jika tiap titik Q dalam M memiliki lingkungan terbuka S yang dapat dipetakan 1-1 melalui sebuah pemetaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Fisika adalah upaya menemukan kaidah-kaidah atau pola-pola keteraturan yang ditaati oleh alam. Pola-pola keteraturan itu sering pula disebut hukum alam (Rosyid,

Lebih terperinci

Teori Dasar Gelombang Gravitasi

Teori Dasar Gelombang Gravitasi Bab 2 Teori Dasar Gelombang Gravitasi 2.1 Gravitasi terlinearisasi Gravitasi terlinearisasi merupakan pendekatan yang memadai ketika metrik ruang waktu, g ab, terdeviasi sedikit dari metrik datar, η ab

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Relativitas Einstein Relativitas merupakan subjek yang penting yang berkaitan dengan pengukuran (pengamatan) tentang di mana dan kapan suatu kejadian terjadi dan bagaimana

Lebih terperinci

GAYA GESEK. Gaya Gesek Gaya Gesek Statis Gaya Gesek Kinetik

GAYA GESEK. Gaya Gesek Gaya Gesek Statis Gaya Gesek Kinetik GAYA GESEK (Rumus) Gaya Gesek Gaya Gesek Statis Gaya Gesek Kinetik f = gaya gesek f s = gaya gesek statis f k = gaya gesek kinetik μ = koefisien gesekan μ s = koefisien gesekan statis μ k = koefisien gesekan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Fisika merupakan upaya menemukan pola-pola keteraturan alam dan membingkainya menjadi bagan berpikir yang runtut, yakni berupa kaitan logis antara konsepkonsep

Lebih terperinci

SOLUSI PERSAMAAN MEDAN GRAVITASI EINSTEIN-KLEIN-GORDON SIMETRI BOLA

SOLUSI PERSAMAAN MEDAN GRAVITASI EINSTEIN-KLEIN-GORDON SIMETRI BOLA SOLUSI PERSAMAAN MEDAN GRAVITASI EINSTEIN-KLEIN-GORDON SIMETRI BOLA Abdul Muin Banyal 1, Bansawang B.J. 1, Tasrief Surungan 1 1 Jurusan Fisika Universitas Hasanuddin Email : muinbanyal@gmail.com Ringkasan

Lebih terperinci

PENENTUAN MEDAN GRAVITASI EINSTEIN DALAM RUANG MINKOWSKI MENGGUNAKAN SIMBOL CHRISTOFFEL JENIS I DAN II SKRIPSI MELLY FRIZHA

PENENTUAN MEDAN GRAVITASI EINSTEIN DALAM RUANG MINKOWSKI MENGGUNAKAN SIMBOL CHRISTOFFEL JENIS I DAN II SKRIPSI MELLY FRIZHA PENENTUAN MEDAN GRAVITASI EINSTEIN DALAM RUANG MINKOWSKI MENGGUNAKAN SIMBOL CHRISTOFFEL JENIS I DAN II SKRIPSI Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains MELLY FRIZHA

Lebih terperinci

SOAL PEMBINAAN JARAK JAUH IPhO 2017 Pekan V Dosen Penguji : Dr. Rinto Anugraha

SOAL PEMBINAAN JARAK JAUH IPhO 2017 Pekan V Dosen Penguji : Dr. Rinto Anugraha SOAL PEMBINAAN JARAK JAUH IPhO 2017 Pekan V Dosen Penguji : Dr. Rinto Anugraha 1. Pulsar, Bintang Netron, Bintang dan Keruntuhan Gravitasi 1A. Pulsar Pulsar atau Pulsating Radio Sources pertama kali diamati

Lebih terperinci

r 21 F 2 F 1 m 2 Secara matematis hukum gravitasi umum Newton adalah: F 12 = G

r 21 F 2 F 1 m 2 Secara matematis hukum gravitasi umum Newton adalah: F 12 = G Gaya gravitasi antara dua benda merupakan gaya tarik menarik yang besarnya berbanding lurus dengan massa masing-masing benda dan berbanding terbalik dengan kuadrat jarak antara keduanya Secara matematis

Lebih terperinci

Satuan Besaran dalam Astronomi. Dr. Chatief Kunjaya KK Astronomi ITB

Satuan Besaran dalam Astronomi. Dr. Chatief Kunjaya KK Astronomi ITB Satuan Besaran dalam Astronomi Dr. Chatief Kunjaya KK Astronomi ITB Kompetensi Dasar X.3.1 Memahami hakikat fisika dan prinsipprinsip pengukuran (ketepatan, ketelitian dan aturan angka penting) X.4.1 Menyajikan

Lebih terperinci

Metrik Reissner-Nordström dalam Teori Gravitasi Einstein

Metrik Reissner-Nordström dalam Teori Gravitasi Einstein JURNAL FISIKA DAN APLIKASINYA VOLUME 13, NOMOR 1 JANUARI 17 Metrik Reissner-Nordström dalam Teori Gravitasi Einstein Canisius Bernard Program Studi Fisika, Fakultas Teknologi Informasi dan Sains, Universitas

Lebih terperinci

Jika sebuah sistem berosilasi dengan simpangan maksimum (amplitudo) A, memiliki total energi sistem yang tetap yaitu

Jika sebuah sistem berosilasi dengan simpangan maksimum (amplitudo) A, memiliki total energi sistem yang tetap yaitu A. TEORI SINGKAT A.1. TEORI SINGKAT OSILASI Osilasi adalah gerakan bolak balik di sekitar suatu titik kesetimbangan. Ada osilasi yang memenuhi hubungan sederhana dan dinamakan gerak harmonik sederhana.

Lebih terperinci

POSITRON, Vol. II, No. 1 (2012), Hal ISSN : Efek Reaksi Balik Gelombang Gravitasi pada Lensa Gravitasi

POSITRON, Vol. II, No. 1 (2012), Hal ISSN : Efek Reaksi Balik Gelombang Gravitasi pada Lensa Gravitasi Efek Reaksi Balik Gelombang Gravitasi pada Lensa Gravitasi Imamal Muttaqien 1) 1)Kelompok Keahlian Astrofisika, Jurusan Fisika, Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati,

Lebih terperinci

FISIKA UNTUK UNIVERSITAS JILID I ROSYID ADRIANTO

FISIKA UNTUK UNIVERSITAS JILID I ROSYID ADRIANTO i FISIKA UNTUK UNIVERSITAS JILID I ROSYID ADRIANTO Departemen Fisika Universitas Airlangga, Surabaya E-mail address, P. Carlson: i an cakep@yahoo.co.id URL: http://www.rosyidadrianto.wordpress.com Puji

Lebih terperinci

KINEMATIKA. Fisika. Tim Dosen Fisika 1, ganjil 2016/2017 Program Studi S1 - Teknik Telekomunikasi Fakultas Teknik Elektro - Universitas Telkom

KINEMATIKA. Fisika. Tim Dosen Fisika 1, ganjil 2016/2017 Program Studi S1 - Teknik Telekomunikasi Fakultas Teknik Elektro - Universitas Telkom KINEMATIKA Fisika Tim Dosen Fisika 1, ganjil 2016/2017 Program Studi S1 - Teknik Telekomunikasi Fakultas Teknik Elektro - Universitas Telkom Sasaran Pembelajaran Indikator: Mahasiswa mampu mencari besaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pengetahuan manusia tentang benda-benda di luar angkasa terus meningkat dari tahun ke tahun. Salah satu benda angkasa yang menarik perhatian adalah bintang.

Lebih terperinci

Soal-Jawab Fisika Teori OSN 2013 Bandung, 4 September 2013

Soal-Jawab Fisika Teori OSN 2013 Bandung, 4 September 2013 Soal-Jawab Fisika Teori OSN 0 andung, 4 September 0. (7 poin) Dua manik-manik masing-masing bermassa m dan dianggap benda titik terletak di atas lingkaran kawat licin bermassa M dan berjari-jari. Kawat

Lebih terperinci

BENDA TEGAR FISIKA DASAR (TEKNIK SISPIL) Mirza Satriawan. menu. Physics Dept. Gadjah Mada University Bulaksumur, Yogyakarta

BENDA TEGAR FISIKA DASAR (TEKNIK SISPIL) Mirza Satriawan. menu. Physics Dept. Gadjah Mada University Bulaksumur, Yogyakarta 1/36 FISIKA DASAR (TEKNIK SISPIL) BENDA TEGAR Mirza Satriawan Physics Dept. Gadjah Mada University Bulaksumur, Yogyakarta email: mirza@ugm.ac.id Rotasi Benda Tegar Benda tegar adalah sistem partikel yang

Lebih terperinci

Oleh : Kunjaya TPOA, Kunjaya 2014

Oleh : Kunjaya TPOA, Kunjaya 2014 Oleh : Kunjaya Kompetensi Dasar X.3.5 Menganalisis besaran fisis pada gerak melingkar dengan laju konstan dan penerapannya dalam teknologi X.4.5 Menyajikan ide / gagasan terkait gerak melingkar Pengertian

Lebih terperinci

Albert Einstein and the Theory of Relativity

Albert Einstein and the Theory of Relativity Albert Einstein and the Theory of Relativity 1 KU1101 Konsep Pengembangan Ilmu Pengetahuan Bab 07 Great Idea: Semua pengamat, tidak peduli apa kerangka referensinya, mengamati hukum alam yang sama 1. Pendahuluan

Lebih terperinci

KAJIAN TEORITIS TRANSFORMASI METRIK SCHWARZCHILD DALAM DUA KOORDINAT

KAJIAN TEORITIS TRANSFORMASI METRIK SCHWARZCHILD DALAM DUA KOORDINAT Proseding Seminar Nasional Fisika dan Aplikasinya Sabtu, 19 November 2016 Bale Sawala Kampus Universitas Padjadjaran, Jatinangor KAJIAN TEORITIS TRANSFORMASI METRIK SCHWARZCHILD DALAM DUA KOORDINAT ALMIZAN

Lebih terperinci

MEDAN SKALAR DENGAN SUKU KINETIK POWER LAW

MEDAN SKALAR DENGAN SUKU KINETIK POWER LAW Prosiding Seminar Nasional Fisika (E-Journal) SNF016 http://snf-unj.ac.id/kumpulan-prosiding/snf016/ VOLUME V, OKTOBER 016 p-issn: 339-0654 e-issn: 476-9398 DOI: doi.org/10.1009/030500505 KOMPAKTIFIKASI

Lebih terperinci

Stephen Hawking. Muhammad Farchani Rosyid

Stephen Hawking. Muhammad Farchani Rosyid Stephen Hawking Muhammad Farchani Rosyid Kelompok Penelitian Kosmologi, Astrofisika, Partikel, dan Fisika Matematik (KAMP), Laboratorium Fisika Atom dan Inti, Jurusan Fisika FMIPA, Universitas Gadjah Mada,

Lebih terperinci

Fisika Dasar 9/1/2016

Fisika Dasar 9/1/2016 1 Sasaran Pembelajaran 2 Mahasiswa mampu mencari besaran posisi, kecepatan, dan percepatan sebuah partikel untuk kasus 1-dimensi dan 2-dimensi. Kinematika 3 Cabang ilmu Fisika yang membahas gerak benda

Lebih terperinci

K 1. h = 0,75 H. y x. O d K 2

K 1. h = 0,75 H. y x. O d K 2 1. (25 poin) Dari atas sebuah tembok dengan ketinggian H ditembakkan sebuah bola kecil bermassa m (Jari-jari R dapat dianggap jauh lebih kecil daripada H) dengan kecepatan awal horizontal v 0. Dua buah

Lebih terperinci

Bab III INTERAKSI GALAKSI

Bab III INTERAKSI GALAKSI Bab III INTERAKSI GALAKSI III.1 Proses Dinamik Selama Interaksi Interaksi merupakan sebuah proses saling mempengaruhi yang terjadi antara dua atau lebih obyek. Obyek-obyek yang saling berinteraksi dapat

Lebih terperinci

Teori Relativitas Khusus

Teori Relativitas Khusus Teori Relativitas Khusus Agus Suroso (agussuroso@fi.itb.ac.id) Fisika Teoretik Energi Tinggi dan Instrumentasi, Institut Teknologi Bandung agussuroso102.wordpress.com 18 April 2017 Agus Suroso (FTETI-ITB)

Lebih terperinci

BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK

BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK Tujuan Instruksional Setelah mempelajari bab ini pembaca diharapkan dapat: 1. Menjelaskan cara penyelesaian soal dengan

Lebih terperinci

EINSTEIN DAN TEORI RELATIVITAS

EINSTEIN DAN TEORI RELATIVITAS EINSTEIN DAN TEORI RELATIVITAS Freddy Permana Zen, M.Sc., D.Sc. Laboratorium Fisika Teoretik, THEPI Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG I. PENDAHULUAN Fisika awal abad

Lebih terperinci

TATA KOORDINAT BENDA LANGIT. Kelompok 6 : 1. Siti Nur Khotimah ( ) 2. Winda Yulia Sari ( ) 3. Yoga Pratama ( )

TATA KOORDINAT BENDA LANGIT. Kelompok 6 : 1. Siti Nur Khotimah ( ) 2. Winda Yulia Sari ( ) 3. Yoga Pratama ( ) TATA KOORDINAT BENDA LANGIT Kelompok 6 : 1. Siti Nur Khotimah (4201412051) 2. Winda Yulia Sari (4201412094) 3. Yoga Pratama (42014120) 1 bintang-bintang nampak beredar dilangit karena bumi berotasi. Jika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Energi-diri sebuah elektron adalah energi total elektron tersebut di dalam ruang bebas ketika terisolasi dari partikel-partikel lain (Majumdar dan Gupta, 1947).

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Hukum gravitasi Newton mampu menerangkan fenomena benda-benda langit yang dipengaruhi oleh gaya gravitasi antar benda. Namun, hukum gravitasi Newton ini tidak sesuai dengan teori

Lebih terperinci

1. (25 poin) Sebuah bola kecil bermassa m ditembakkan dari atas sebuah tembok dengan ketinggian H (jari-jari bola R jauh lebih kecil dibandingkan

1. (25 poin) Sebuah bola kecil bermassa m ditembakkan dari atas sebuah tembok dengan ketinggian H (jari-jari bola R jauh lebih kecil dibandingkan . (5 poin) Sebuah bola kecil bermassa m ditembakkan dari atas sebuah tembok dengan ketinggian H (jari-jari bola R jauh lebih kecil dibandingkan dengan H). Kecepatan awal horizontal bola adalah v 0 dan

Lebih terperinci

SOAL DAN PEMBAHASAN FINAL SESI I LIGA FISIKA PIF XIX TINGKAT SMA/MA SEDERAJAT PAKET 1

SOAL DAN PEMBAHASAN FINAL SESI I LIGA FISIKA PIF XIX TINGKAT SMA/MA SEDERAJAT PAKET 1 SOAL DAN PEMBAHASAN FINAL SESI I LIGA FISIKA PIF XIX TINGKAT SMA/MA SEDERAJAT PAKET 1 1. Terhadap koordinat x horizontal dan y vertikal, sebuah benda yang bergerak mengikuti gerak peluru mempunyai komponen-komponen

Lebih terperinci

I. Hukum lintasan : Semua planet bergerak dalarn lintasan berupa elips, dengan matahari pada salah satu titik fokusnya.

I. Hukum lintasan : Semua planet bergerak dalarn lintasan berupa elips, dengan matahari pada salah satu titik fokusnya. RENCANA PEMBELAJARAN 10. POKOK BAHASAN: GAYA SENTRAL Gaya sentral adalah gaya bekerja pada benda, di mana garis kerjanya selalu melalui titik tetap, disebut pusat gaya. Arah gaya sentral mungkin menuju

Lebih terperinci

Intensitas spesifik Fluks energi Luminositas Bintang sebagai benda hitam (black body) Kompetensi Dasar: Memahami konsep pancaran benda hitam

Intensitas spesifik Fluks energi Luminositas Bintang sebagai benda hitam (black body) Kompetensi Dasar: Memahami konsep pancaran benda hitam RADIASI BENDA HITAM Intensitas spesifik Fluks energi Luminositas Bintang sebagai benda hitam (black body) Kompetensi Dasar: Memahami konsep pancaran benda hitam Teori Benda Hitam Jika suatu benda disinari

Lebih terperinci

Kata kunci: cermin Einstein, cermin Relativistik, foton, pemantulan cahaya.

Kata kunci: cermin Einstein, cermin Relativistik, foton, pemantulan cahaya. 1 PEMANTULAN CERMIN DATAR RELATIVISTIK: ANALISIS FREKUENSI DAN SUDUT PANTUL CAHAYA TERHADAP KECEPATAN CERMIN DAN SUDUT DATANG Muhammad Firmansyah Kasim, Muhammad Fauzi Sahdan, Nabila Khrisna Dewi Institut

Lebih terperinci

BAHAN AJAR FISIKA GRAVITASI

BAHAN AJAR FISIKA GRAVITASI BAHAN AJAR FISIKA GRAVITASI OLEH SRI RAHMAWATI, S.Pd SMA NEGERI 5 MATARAM Pernahkah kalian berfikir, mengapa bulan tidak jatuh ke bumi atau meninggalkan bumi? Mengapa jika ada benda yang dilepaskan akan

Lebih terperinci

SKRIPSI PIKO. M

SKRIPSI PIKO. M MODIFIKASI RUMUS GRAVITASI NEWTON DALAM TRANSFORMASI RUANG-WAKTU DATAR MENGGUNAKAN SOLUSI SCHWARZSCHILD SKRIPSI PIKO. M 110801068 DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Relativitas Khusus Prinsip Relativitas (Kelajuan Cahaya) Eksperimen Michelson & Morley Postulat Relativitas Khusus Konsekuensi Relativitas Khusus

Relativitas Khusus Prinsip Relativitas (Kelajuan Cahaya) Eksperimen Michelson & Morley Postulat Relativitas Khusus Konsekuensi Relativitas Khusus RELATIVITAS Relativitas Khusus Prinsip Relativitas (Kelajuan Cahaya) Eksperimen Michelson & Morley Postulat Relativitas Khusus Konsekuensi Relativitas Khusus Transformasi Galileo Transformasi Lorentz Momentum

Lebih terperinci

Benda B menumbuk benda A yang sedang diam seperti gambar. Jika setelah tumbukan A dan B menyatu, maka kecepatan benda A dan B

Benda B menumbuk benda A yang sedang diam seperti gambar. Jika setelah tumbukan A dan B menyatu, maka kecepatan benda A dan B 1. Gaya Gravitasi antara dua benda bermassa 4 kg dan 10 kg yang terpisah sejauh 4 meter A. 2,072 x N B. 1,668 x N C. 1,675 x N D. 1,679 x N E. 2,072 x N 2. Kuat medan gravitasi pada permukaan bumi setara

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensial Coulomb untuk Partikel yang Bergerak Dalam bab ini, akan dikemukakan teori-teori yang mendukung penyelesaian pembahasan pengaruh koreksi relativistik potensial Coulomb

Lebih terperinci

GRAVITASI. Gambar 1. Gaya gravitasi bekerja pada garis hubung kedua benda.

GRAVITASI. Gambar 1. Gaya gravitasi bekerja pada garis hubung kedua benda. GAVITASI Pernahkah anda berfikir, mengapa bulan tidak jatuh ke bumi atau meninggalkan bumi? engapa jika ada benda yang dilepaskan akan jatuh ke bawah dan mengapa satelit tidak jatuh? Lebih jauh anda dapat

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL DITJEN MANAJEMEN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SMA

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL DITJEN MANAJEMEN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SMA KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL DITJEN MANAJEMEN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SMA Soal Test Olimpiade Sains Nasional 2010 Bidang : ASTRONOMI Materi : Teori (Pilihan Berganda) Tanggal

Lebih terperinci

SP FISDAS I. acuan ) , skalar, arah ( ) searah dengan

SP FISDAS I. acuan ) , skalar, arah ( ) searah dengan SP FISDAS I Perihal : Matriks, pengulturan, dimensi, dan sebagainya. Bisa baca sendiri di tippler..!! KINEMATIKA : Gerak benda tanpa diketahui penyebabnya ( cabang dari ilmu mekanika ) DINAMIKA : Pengaruh

Lebih terperinci

Fisika Umum (MA101) Kinematika Rotasi. Dinamika Rotasi

Fisika Umum (MA101) Kinematika Rotasi. Dinamika Rotasi Fisika Umum (MA101) Topik hari ini: Kinematika Rotasi Hukum Gravitasi Dinamika Rotasi Kinematika Rotasi Perpindahan Sudut Riview gerak linear: Perpindahan, kecepatan, percepatan r r = r f r i, v =, t a

Lebih terperinci

Analisis Dimensi 1. Oleh : Abdurrouf Tujuan. 0.2 Ringkasan

Analisis Dimensi 1. Oleh : Abdurrouf Tujuan. 0.2 Ringkasan Analisis Dimensi 1 Oleh : Abdurrouf 2 0.1 Tujuan Setelah mempelajari topik ini, diharapkan peserta dapat memahami pengertian dimensi, mengenal dimensi besaran pokok, dapat menurunkan dimensi besaran satuan,

Lebih terperinci

Dinamika. DlNAMIKA adalah ilmu gerak yang membicarakan gaya-gaya yang berhubungan dengan gerak-gerak yang diakibatkannya.

Dinamika. DlNAMIKA adalah ilmu gerak yang membicarakan gaya-gaya yang berhubungan dengan gerak-gerak yang diakibatkannya. Dinamika Page 1/11 Gaya Termasuk Vektor DlNAMIKA adalah ilmu gerak yang membicarakan gaya-gaya yang berhubungan dengan gerak-gerak yang diakibatkannya. GAYA TERMASUK VEKTOR, penjumlahan gaya = penjumlahan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB 2 GRAVITASI A. Medan Gravitasi B. Gerak Planet dan Satelit Rangkuman Bab Evaluasi Bab 2...

DAFTAR ISI. BAB 2 GRAVITASI A. Medan Gravitasi B. Gerak Planet dan Satelit Rangkuman Bab Evaluasi Bab 2... DAFTAR ISI KATA SAMBUTAN... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... v BAB 1 KINEMATIKA GERAK... 1 A. Gerak Translasi... 2 B. Gerak Melingkar... 10 C. Gerak Parabola... 14 Rangkuman Bab 1... 18 Evaluasi

Lebih terperinci

BAB VI Usaha dan Energi

BAB VI Usaha dan Energi BAB VI Usaha dan Energi 6.. Usaha Pengertian usaha dalam kehidupan sehari-hari adalah mengerahkan kemampuan yang dimilikinya untuk mencapai. Dalam fisika usaha adalah apa yang dihasilkan gaya ketika gaya

Lebih terperinci

Dinamika Rotasi, Statika dan Titik Berat 1 MOMEN GAYA DAN MOMEN INERSIA

Dinamika Rotasi, Statika dan Titik Berat 1 MOMEN GAYA DAN MOMEN INERSIA Dinamika Rotasi, Statika dan Titik Berat 1 MOMEN GAYA DAN MOMEN INERSIA Dalam gerak translasi gaya dikaitkan dengan percepatan linier benda, dalam gerak rotasi besaran yang dikaitkan dengan percepatan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Teori Relativitas Umum Einstein

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Teori Relativitas Umum Einstein BAB II DASAR TEORI Sebagaimana telah diketahui dalam kinematika relativistik, persamaanpersamaannya diturunkan dari dua postulat relativitas. Dua kerangka inersia yang bergerak relatif satu dengan yang

Lebih terperinci

Teori Relativitas. Mirza Satriawan. December 7, Fluida Ideal dalam Relativitas Khusus. M. Satriawan Teori Relativitas

Teori Relativitas. Mirza Satriawan. December 7, Fluida Ideal dalam Relativitas Khusus. M. Satriawan Teori Relativitas Teori Relativitas Mirza Satriawan December 7, 2010 Fluida Ideal dalam Relativitas Khusus Quiz 1 Tuliskan perumusan kelestarian jumlah partikel dengan memakai vektor-4 fluks jumlah partikel. 2 Tuliskan

Lebih terperinci

GETARAN DAN GELOMBANG

GETARAN DAN GELOMBANG 1/19 Kuliah Fisika Dasar Teknik Sipil 2007 GETARAN DAN GELOMBANG Mirza Satriawan Physics Dept. Gadjah Mada University Bulaksumur, Yogyakarta email: mirza@ugm.ac.id GETARAN Getaran adalah salah satu bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dihasilkan oleh planet meliputi kecepatan dan posisi setiap saat yang dialami

BAB I PENDAHULUAN. yang dihasilkan oleh planet meliputi kecepatan dan posisi setiap saat yang dialami BAB I PENDAHULUAN Simulasi tentang gerak planet dalam tatasurya merupakan topik yang sangat menarik untuk dilakukan. Simulasi ini akan menggambarkan bagaimana gerak yang dihasilkan oleh planet meliputi

Lebih terperinci

GRAVITASI B A B B A B

GRAVITASI B A B B A B 23 B A B B A B 2 GRAVITASI Sumber: www.google.co.id Pernahkah kalian berfikir, mengapa bulan tidak jatuh ke bumi atau meninggalkan bumi? Mengapa jika ada benda yang dilepaskan akan jatuh ke bawah dan mengapa

Lebih terperinci

perpindahan, kita peroleh persamaan differensial berikut :

perpindahan, kita peroleh persamaan differensial berikut : 1.1 Pengertian Persamaan Differensial Banyak sekali masalah terapan (dalam ilmu teknik, ilmu fisika, biologi, kimia, sosial, dan lain-lain), yang telah dirumuskan dengan model matematika dalam bentuk persamaan

Lebih terperinci

Keunggulan Pendekatan Penyelesaian Masalah Fisika melalui Lagrangian dan atau Hamiltonian dibanding Melalui Pengkajian Newton

Keunggulan Pendekatan Penyelesaian Masalah Fisika melalui Lagrangian dan atau Hamiltonian dibanding Melalui Pengkajian Newton Keunggulan Pendekatan Penyelesaian Masalah Fisika melalui Lagrangian dan atau Hamiltonian dibanding Melalui Pengkajian Newton Nugroho Adi P January 19, 2010 1 Pendekatan Penyelesaian Masalah Fisika 1.1

Lebih terperinci

Teori Relativitas Khusus

Teori Relativitas Khusus Teori Relativitas Khusus Agus Suroso Fisika Teoretik Energi Tinggi dan Instrumentasi, Institut Teknologi Bandung agussuroso102.wordpress.com, agussuroso@fi.itb.ac.id 19 April 2017 Daftar Isi 1 Relativitas,

Lebih terperinci

DINAMIKA ROTASI DAN KESETIMBANGAN BENDA TEGAR

DINAMIKA ROTASI DAN KESETIMBANGAN BENDA TEGAR DINAMIKA ROTASI DAN KESETIMBANGAN BENDA TEGAR Fisika Kelas XI SCI Semester I Oleh: M. Kholid, M.Pd. 43 P a g e 6 DINAMIKA ROTASI DAN KESETIMBANGAN BENDA TEGAR Kompetensi Inti : Memahami, menerapkan, dan

Lebih terperinci

Teori Relativitas. Mirza Satriawan. December 23, Pengantar Kelengkungan. M. Satriawan Teori Relativitas

Teori Relativitas. Mirza Satriawan. December 23, Pengantar Kelengkungan. M. Satriawan Teori Relativitas Teori Relativitas Mirza Satriawan December 23, 2010 Pengantar Kelengkungan Quiz 1 Apakah basis vektor dalam sistem koordinat melengkung selalu konstan? 2 Dalam sistem koordinat apakah basis vektornya selalu

Lebih terperinci

1/32 FISIKA DASAR (TEKNIK SIPIL) KINEMATIKA. menu. Mirza Satriawan. Physics Dept. Gadjah Mada University Bulaksumur, Yogyakarta

1/32 FISIKA DASAR (TEKNIK SIPIL) KINEMATIKA. menu. Mirza Satriawan. Physics Dept. Gadjah Mada University Bulaksumur, Yogyakarta 1/32 FISIKA DASAR (TEKNIK SIPIL) KINEMATIKA Mirza Satriawan Physics Dept. Gadjah Mada University Bulaksumur, Yogyakarta email: mirza@ugm.ac.id Definisi KINEMATIKA Kinematika adalah cabang ilmu fisika yang

Lebih terperinci

SOLUSI SOAL - SOAL FISIKA UNTUK UNIVERSITAS JILID I ROSYID ADRIANTO

SOLUSI SOAL - SOAL FISIKA UNTUK UNIVERSITAS JILID I ROSYID ADRIANTO SOLUSI SOAL - SOAL FISIKA UNTUK UNIVERSITAS JILID I ROSYID ADRIANTO Departemen Fisika Universitas Airlangga, Surabaya E-mail address, P. Carlson: i an cakep@yahoo.co.id URL: http://www.rosyidadrianto.wordpress.com

Lebih terperinci

Pembahasan Soal Gravitasi Newton Fisika SMA Kelas X

Pembahasan Soal Gravitasi Newton Fisika SMA Kelas X Soal Gravitasi Newton Fisika SMA Kelas X http://gurumuda.net Contoh soal hukum gravitasi Newton Pelajari contoh soal hukum Newton tentang gravitasi lalu kerjakan soal hukum Newton tentang gravitasi. 1.

Lebih terperinci

Fisika Dasar I (FI-321)

Fisika Dasar I (FI-321) Fisika Dasar I (FI-31) Topik hari ini Getaran dan Gelombang Getaran 1. Getaran dan Besaran-besarannya. Gerak harmonik sederhana 3. Tipe-tipe getaran (1) Getaran dan besaran-besarannya besarannya Getaran

Lebih terperinci

ANTIREMED KELAS 11 FISIKA

ANTIREMED KELAS 11 FISIKA ANTIREED KELAS 11 FISIKA Hukum Newton dan ravitasi - Latihan Soal Doc. Name: AR11FIS001 Version: 01-07 halaman 1 01. Perhatikan 3 buah massa yang berinteraksi berikut ini. Resultan gaya gravitasi pada

Lebih terperinci

Gambar 7.1 Sebuah benda bergerak dalam lingkaran yang pusatnya terletak pada garis lurus

Gambar 7.1 Sebuah benda bergerak dalam lingkaran yang pusatnya terletak pada garis lurus BAB 7. GERAK ROTASI 7.1. Pendahuluan Gambar 7.1 Sebuah benda bergerak dalam lingkaran yang pusatnya terletak pada garis lurus Sebuah benda tegar bergerak rotasi murni jika setiap partikel pada benda tersebut

Lebih terperinci

Listrik Statik. Agus Suroso

Listrik Statik. Agus Suroso Listrik Statik Agus Suroso Muatan Listrik Ada dua macam: positif dan negatif. Sejenis tolak menolak, beda jenis tarik menarik. Muatan fundamental e =, 60 0 9 Coulomb. Atau, C = 6,5 0 8 e. Atom = proton

Lebih terperinci

SOAL SELEKSI OLIMPIADE SAINS TINGKAT KABUPATEN/KOTA 2014 CALON TIM OLIMPIADE ASTRONOMI INDONESIA 2015

SOAL SELEKSI OLIMPIADE SAINS TINGKAT KABUPATEN/KOTA 2014 CALON TIM OLIMPIADE ASTRONOMI INDONESIA 2015 HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG SOAL SELEKSI OLIMPIADE SAINS TINGKAT KABUPATEN/KOTA 2014 CALON TIM OLIMPIADE ASTRONOMI INDONESIA 2015 Bidang Astronomi Waktu : 150 menit KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

Lebih terperinci

Catatan Kuliah FI1101 Fisika Dasar IA Pekan #8: Osilasi

Catatan Kuliah FI1101 Fisika Dasar IA Pekan #8: Osilasi Catatan Kuliah FI111 Fisika Dasar IA Pekan #8: Osilasi Agus Suroso update: 4 November 17 Osilasi atau getaran adalah gerak bolak-balik suatu benda melalui titik kesetimbangan. Gerak bolak-balik tersebut

Lebih terperinci

Hukum Newton Tentang Gravitasi

Hukum Newton Tentang Gravitasi Hukum Newton Tentang Gravitasi Kalian tentu sering mendengar istilah gravitasi. Apa yang kalian ketahui tentang gravitasi? Apa pengaruhnya terhadap planet-planet dalam sistem tata surya? Gravitasi merupakan

Lebih terperinci

MEKANIKA NEWTONIAN. Persamaan gerak Newton. Hukum 1 Newton. System acuan inersia (diam)

MEKANIKA NEWTONIAN. Persamaan gerak Newton. Hukum 1 Newton. System acuan inersia (diam) MEKANIKA NEWTONIAN Persamaan gerak Newton Seperti diketahui bahwa dinamika adalah cabang dari mekanika yang membahas tentang hokum-hukum fisika tentang gerak benda. Dalam catatan kecil ini kita akan membahas

Lebih terperinci

PROGRAM PERSIAPAN OLIMPIADE SAINS BIDANG ASTRONOMI 2014 SMA 2 CIBINONG TES 20 MEI 2014

PROGRAM PERSIAPAN OLIMPIADE SAINS BIDANG ASTRONOMI 2014 SMA 2 CIBINONG TES 20 MEI 2014 PROGRAM PERSIAPAN OLIMPIADE SAINS BIDANG ASTRONOMI 2014 SMA 2 CIBINONG TES 20 MEI 2014 NAMA PROVINSI TANGGAL LAHIR ASAL SEKOLAH KABUPATEN/ KOTA TANDA TANGAN 1. Dilihat dari Bumi, bintang-bintang tampak

Lebih terperinci

DEPARTMEN IKA ITB Jurusan Fisika-Unej BENDA TEGAR. MS Bab 6-1

DEPARTMEN IKA ITB Jurusan Fisika-Unej BENDA TEGAR. MS Bab 6-1 Jurusan Fisika-Unej BENDA TEGAR Kuliah FI-1101 Fisika 004 Dasar Dr. Linus Dr Pasasa Edy Supriyanto MS Bab 6-1 Jurusan Fisika-Unej Bahan Cakupan Gerak Rotasi Vektor Momentum Sudut Sistem Partikel Momen

Lebih terperinci

Kumpulan soal-soal level Olimpiade Sains Nasional: solusi:

Kumpulan soal-soal level Olimpiade Sains Nasional: solusi: Kumpulan soal-soal level Olimpiade Sains Nasional: 1. Sebuah batang uniform bermassa dan panjang l, digantung pada sebuah titik A. Sebuah peluru bermassa bermassa m menumbuk ujung batang bawah, sehingga

Lebih terperinci

TES STANDARISASI MUTU KELAS XI

TES STANDARISASI MUTU KELAS XI TES STANDARISASI MUTU KELAS XI. Sebuah partikel bergerak lurus dari keadaan diam dengan persamaan x = t t + ; x dalam meter dan t dalam sekon. Kecepatan partikel pada t = 5 sekon adalah ms -. A. 6 B. 55

Lebih terperinci

MOMENTUM - TUMBUKAN FISIKA DASAR (TEKNIK SISPIL) (+GRAVITASI) Mirza Satriawan. menu

MOMENTUM - TUMBUKAN FISIKA DASAR (TEKNIK SISPIL) (+GRAVITASI) Mirza Satriawan. menu FISIKA DASAR (TEKNIK SISPIL) 1/34 MOMENTUM - TUMBUKAN (+GRAVITASI) Mirza Satriawan Physics Dept. Gadjah Mada University Bulaksumur, Yogyakarta email: mirza@ugm.ac.id Sistem Partikel Dalam pembahasan-pembahasan

Lebih terperinci

BAB 2 GRAVITASI PLANET DALAM SISTEM TATA SURYA

BAB 2 GRAVITASI PLANET DALAM SISTEM TATA SURYA BAB 2 GRAVITASI PLANET DALAM SISTEM TATA SURYA PET AK ONSEP PETA KONSEP Bab 2 Gravitasi Planet dalam Sistem Tata Surya Gravitasi Gravitasi planet Hukum Gravitasi Newton Menentukan massa bumi! Fisika XI

Lebih terperinci

BAB V PERAMBATAN GELOMBANG OPTIK PADA MEDIUM NONLINIER KERR

BAB V PERAMBATAN GELOMBANG OPTIK PADA MEDIUM NONLINIER KERR A V PERAMATAN GELOMANG OPTIK PADA MEDIUM NONLINIER KERR 5.. Pendahuluan erkas (beam) optik yang merambat pada medium linier mempunyai kecenderungan untuk menyebar karena adanya efek difraksi; lihat Gambar

Lebih terperinci

BAB 1 Keseimban gan dan Dinamika Rotasi

BAB 1 Keseimban gan dan Dinamika Rotasi BAB 1 Keseimban gan dan Dinamika Rotasi titik berat, dan momentum sudut pada benda tegar (statis dan dinamis) dalam kehidupan sehari-hari.benda tegar (statis dan Indikator Pencapaian Kompetensi: 3.1.1

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Aliran hele shaw..., Azwar Effendy, FT UI, 2008

BAB II DASAR TEORI. Aliran hele shaw..., Azwar Effendy, FT UI, 2008 BAB II DASAR TEORI 2.1 KLASIFIKASI ALIRAN FLUIDA Secara umum fluida dikenal memiliki kecenderungan untuk bergerak atau mengalir. Sangat sulit untuk mengekang fluida agar tidak bergerak, tegangan geser

Lebih terperinci

ANTIREMED KELAS 11 FISIKA

ANTIREMED KELAS 11 FISIKA ANTIREED KELAS 11 FISIKA UTS Fisika Latihan 1 Doc. Name: AR11FIS01UTS Version : 2014-10 halaman 1 01. erak sebuah benda memiliki persamaan posisi r = (-6-3t)i + (8 + 4t)j Semua besaran menggunakan satuan

Lebih terperinci

Laju Pengembangan Alam Semesta Berdasarkan Data Supernova Tipe Ia

Laju Pengembangan Alam Semesta Berdasarkan Data Supernova Tipe Ia ISSN 2302-8491 Jurnal Fisika Unand Vol. 5, No. 4, Oktober 2016 Laju Pengembangan Alam Semesta Berdasarkan Data Supernova Tipe Ia Fitri Rahma Yanti 1*, Wildian 1, Premana W. Premadi 2 Jurusan Fisika, Universitas

Lebih terperinci