PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI"

Transkripsi

1 METODE HIMPUNAN AKTIF UNTUK MENYELESAIKAN MASALAH PEMROGRAMAN KUADRATIK Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains Program Studi Matematika Oleh: Yudith Kase NIM: PROGRAM STUDI MATEMATIKA JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2012

2 ACTIVE SET METHODS TO SOLVE QUADRATIC PROGRAMMING PROBLEMS Thesis Presented as Partial Fulfillment of the Requirements to obtain The Sarjana Sains Degree in Mathematics By: Yudith Kase Student Number : MATHEMATICS STUDY PROGRAM, MATHEMATICS DEPARTMENT FACULTY OF SCIENCE AND TECHNOLOGY SANATA DHARMA UNIVERSITY YOGYAKARTA 2012 ii

3 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI iii

4 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI iv

5 v

6 HALAMAN PERSEMBAHAN Ketika hatiku merasa pahit dan buah pinggangku menusuk-nusuk rasanya, aku dungu dan tidak mengerti, seperti hewan aku di dekat-mu; tetapi aku tetap di dekat-mu; Engkau memegang tangan kananku. Dengan nasihat-mu Engku menuntun aku, dan kemudian Engkau mengangkat aku ke dalam kemuliaan. (Mazmur 73:21-24) Skripsi ini kupersembahkan kepada: Tuhan Yesus dan Bunda Maria, juru selamat dan pelindungku Almarhum Bapa yang selalu mendoakanku, Mama dan kedua saudaraku terkasih Engel dan Ewal My beloved sister Ima Teme beserta keluarga Universitas kebangganku Sanata Dharma vi

7 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI vii

8 ABSTRAK Penentuan penyelesaian masalah pemrograman nonlinear, seperti masalah pemrograman kuadratik konveks berkendala tidak mudah dilakukan secara analitik. Namun, tidak berarti bahwa masalah tersebut tidak dapat diselesaikan. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk menyelesaikannya adalah Metode Himpunan Aktif. Metode himpunan aktif merupakan metode untuk menyelesaikan masalah pemrograman kuadratik konveks yang melibatkan kendala berupa persamaan dan pertidaksamaan. Dalam metode himpunan aktif, yang diselesaikan adalah submasalah pemrograman kuadratik konveks, yakni dengan membangun sebuah himpunan kerja yang terdiri dari kendala-kendala pertidaksamaan aktif. Kendala-kendala pertidaksamaan aktif digunakan karena memiliki nilai nol pada penyelesaiannya sehingga dapat digantikan oleh kendala berupa persamaan, sedangkan kendala pertidaksamaan tidak aktif dapat dihilangkan dari himpunan kerja. Selanjutnya, dicari penyelesaian untuk arah layak. Jika arah layak sama dengan nol dan syarat Karush-Kuhn-Tucker dipenuhi maka akan diperoleh penyelesaian yang merupakan peminimum dari fungsi objektif pada masalah pemrograman kuadratik konveks. Jika tidak, maka perlu dibangun himpunan kerja yang lain dan diselesaikan submasalah baru tersebut. Kelebihan dari metode himpunan aktif, yaitu lebih sederhana perhitungannya karena tidak semua kendala digunakan. Tetapi jika pemilihan titik awal tidak tepat atau dengan kata lain titik awal menyebabkan tidak ditemukannya kendala aktif maka akan dibutuhkan banyak iterasi untuk mencapai hasilnya. Kata Kunci: himpunan aktif, Karush-Kuhn-Tucker, konveks, pengali Lagrange, arah layak. viii

9 ABSTRACT Determination of the solution of nonlinear programming problems, such as the convex quadratic programming problems that involve constraints is not easy done analitcally. However, it does not mean that the problem can not be completed. One of the methods that can be used to solve this problem is Active Set Methods. Active Set Method is a method to solve the problems of convex quadratic programming with involving constrains in the form of equalities and inequalities. In the Active Set Method, the convex quadratic programming subproblems are solved by first building a working set of active ineqaulity constraints. The active inequality constraints are used because it has zero value on the solution so that it can be replaced by equality constraints, whereas inactive inequality constraints can be removed from a working set. Next, looking for a solution for the feasible direction. If the feasible direction equal to zero and the condition of Karush Kuhn Tucker is satisfied, so it will be obtained a solution that is the minimizer of objective function in the convex quadratic programming problems. If not, it is necessary to build another working set and solved the new subprobems. The advantages of the Active Set Method that is simpler in its computation because not all constraints are used. But if the selection of starting point is not appropriate or in other words, the starting point causes not to find active constraints then it needs much iteration to achieve the results. Keywords: active set, Karush-Kuhn-Tucker, convex, Lagrange multiplier, feasible direction. ix

10 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas kasih dan penyertaan-nya sehingga skripsi berjudul METODE HIMPUNAN AKTIF UNTUK MENYELESAIKAN MASALAH PEMROGRAMAN KUADRATIK dapat penulis selesaikan dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai syarat kelulusan guna memperoleh gelar Sarjana Sains di Universitas Sanata Dharma. Dalam penyusunan skripsi ini, tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada: 1. Lusia Krismiyati Budiasih, S.Si., M.Si., selaku dosen pembimbing dan Kaprodi Matematika yang telah meluangkan waktu serta penuh kesabaran membimbing dan menuntun penulis dalam penyusunan skripsi ini. 2. P.H. Prima Rosa, S.Si., M.Sc., selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Sanata Dharma. 3. M.V. Any Herawati, S.Si., M.Si., selaku dosen penguji dan dosen pembimbing Angkatan Dr. Marcellinus Andy Rudhito, S.Pd., M.Si., selaku dosen penguji. 5. Prof. Drs. R. Soemantri, Herry Pribawanto, S.Si., M.Si. dan A. Prasetyadi, S.Si., M.Si., yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini. x

11 6. Bapak dan Ibu dosen yang telah memberikan bekal ilmu baik yang berhubungan dengan akademik maupun non akademik. 7. Staf FST khususnya Pak Tukija, Ibu Linda dan Ibu Rina, Karyawan Perpustakaan USD serta Mas Susilo selaku Laboran. 8. Almarhum Bapak yang telah tenang di sisi Bapa, Mama dan kedua saudaraku Engel, Ewal serta Ka ima yang selalu mendukung penulis. 9. Teman-teman seperjuangan (Nooppy, Donat, Amel, Marcell, Fenny, Ethus, Moyo dan Widi). Friendship Never Be A Part guys. 10. Ina dan Adel, anak kos Aulia, Ao, Sende, Novi, Wiwi, Elvira, Tere, Tesa dan Asri, ka Merlin, Pipot serta teman KKN kelompok 31 angkatan XLII. 11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang telah mendukung penulis dalam penyusunan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih sangat jauh dari sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran dari berbagai pihak akan penulis terima dengan senang hati. Semoga skripsi ini berguna bagi semua pihak. Yogyakarta, 29 Februari 2012 Penulis Yudith Kase xi

12 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN JUDUL DALAM BAHASA INGGRIS... ii HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... iii HALAMAN PENGESAHAN... iv PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... v HALAMAN PERSEMBAHAN... vi LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS... vii ABSTRAK... viii ABSTRACT... ix KATA PENGANTAR... x DAFTAR ISI... xii DAFTAR GAMBAR... xv DAFTAR TABEL... xvi xii

13 BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Rumusan Masalah... 3 C. Pembatasan Masalah... 3 D. Tujuan penulisan... 3 E. Manfaat Penulisan... 4 F. Metode Penulisan... 4 G. Sistematika Penulisan... 4 BAB II RUANG VEKTOR DAN TEORI OPTIMASI... 6 A. Ruang Vektor... 6 B. Himpunan Konveks dan fungsi Konveks C. Teori Optimasi BAB III METODE HIMPUNAN AKTIF UNTUK MENYELESAIKAN MASALAH PEMROGRAMAN KUADRATIK A. Pemrograman Kuadratik B. Metode Himpunan Aktif BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran xiii

14 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xiv

15 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Fungsi = Gambar 2.2 Himpunan Konveks dan yang bukan Himpunan Konveks Gambar 2.3 Fungsi Konveks dan Bukan Fungsi Konveks Gambar 3.1 Diagram Alir Metode Himpunan Aktif xv

16 DAFTAR TABEL Tabel 3.1 Output Penyelesaian contoh 3.3 dengan Matlab Tabel 3.2 Tabel Perbandingan Nilai Awal Metode Himpunan Aktif xvi

17 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Optimasi merupakan pokok persoalan yang sering dijumpai dalam kehidupan. Optimasi menyangkut bagaimana menghadapi berbagai macam kemungkinan untuk mencapai hasil yang optimal, contohnya pengoptimalan dalam pemakaian lahan parkir. Dalam pengoptimalan pemakaian lahan parkir terdapat hal-hal yang berpengaruh, misalnya jenis kendaraan dan jumlah kendaraan. Permasalahan tersebut dapat dimodelkan secara matematis. Misalkan pengoptimalan pemakaian lahan parkir dinyatakan dengan fungsi f. Hal-hal yang mempengaruhi dinyatakan dengan variabel misalnya 1, 2,,. Variabel-variabel tersebut perlu diberi batasan yang disebut sebagai kendala sedangkan fungsi,,, disebut fungsi objektif. Fungsi objektif yang sering dijumpai adalah berbentuk linear. Namun dengan adanya perkembangan muncul faktor-faktor yang menyebabkan ketidaklinearan suatu fungsi sehingga memicu munculnya permasalahan nonlinear. Permasalahan nonlinear merupakan masalah untuk mengoptimumkan fungsi objektif terhadap himpunan variabel real, di mana salah satu atau keduanya dari fungsi objektif dan kendala berbentuk nonlinear. Dalam permasalahan nonlinear, fungsi objektif dioptimalkan dengan melibatkan

18 2 kendala. Namun, pada masalah-masalah lainnya fungsi objektif dapat pula dioptimalkan walaupun tidak melibatkan kendala. Pemrograman kuadratik merupakan salah satu dari masalah pemrograman nonlinear yang melibatkan kendala. Masalah pemrograman kuadratik merupakan masalah optimasi nonlinear dengan fungsi objektif berbentuk kuadratik dan kendalanya berbentuk linear. Jika fungsi objektif merupakan fungsi konveks maka dikatakan masalah pemrograman kuadratik konveks. Untuk menyelesaikan masalah pemrograman kuadratik, khususnya pemrograman kuadratik konveks dapat digunakan beberapa metode, antara lain Metode Titik Dalam, Metode Dual dan Metode Himpunan Aktif. Dalam penulisan ini akan dipaparkan tentang Metode Himpunan Aktif. Metode himpunan aktif adalah metode untuk menyelesaikan masalah pemrograman kuadratik dengan kendala berupa persamaan yang dapat digeneralisasikan untuk menyelesaikan masalah pemrograman kuadratik dengan kendala yang bersifat umum. Dengan kata lain metode himpunan aktif dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah pemrograman kuadratik yang melibatkan kendala berupa persamaan dan pertidaksamaan. Secara intuitif dalam metode himpunan aktif, kendala pertidaksamaan yang tidak aktif tidak berperan dalam pencapaian penyelesaian, sehingga dapat dihilangkan. Dalam metode himpunan aktif, dibangun sebuah subhimpunan dari kendala berupa persamaan yang diberi indeks dengan suatu himpunan kerja. Salah satu syarat optimal untuk optimasi berkendala adalah syarat Karush-Kuhn-

19 3 Tucker. Jika penyelesaian dari submasalah pemrograman kuadratik dengan kendala persamaan dalam himpunan kerja adalah layak untuk masalah pemrograman kuadratik semula dan syarat Karush-Kuhn-Tucker dipenuhi maka akan diperoleh penyelesaiannya. Jika syarat Karush-Kuhn-Tucker tidak dipenuhi maka himpunan kerja tersebut dihilangkan dan diselesaikan submasalah baru. B. RUMUSAN MASALAH Pokok-pokok permasalahan yang akan dibahas dalam tulisan ini yaitu: 1. Bagaimana menyelesaikan masalah pemrograman kuadratik dengan metode himpunan aktif? 2. Bagaimana algoritma metode himpunan aktif dan implementasinya dalam MATLAB untuk menyelesaikan masalah pemrograman kuadratik? C. PEMBATASAN MASALAH Pembahasan metode himpunan aktif dalam tulisan ini hanya dibatasi pada masalah pemrograman kuadratik konveks dan pada masalah optimasi yang melibatkan kendala. D. TUJUAN PENULISAN Tujuan penulisan ini yaitu untuk menyelesaikan masalah pemrograman kuadratik yang melibatkan kendala dengan menggunakan metode himpunan aktif

20 4 dan untuk menyusun algoritma metode himpunan aktif dengan menggunakan bahasa pemrograman MATLAB. E. MANFAAT PENULISAN Manfaat dari tulisan ini yaitu untuk memperoleh pengetahuan tentang metode himpunan aktif yang digunakan untuk menyelesaikan masalah pemrograman kuadratik yang melibatkan kendala serta dapat menggunakan bahasa pemrograman MATLAB untuk menyelesaikan masalah pemrograman kuadratik. F. METODE PENULISAN Metode yang digunakan penulis adalah metode studi pustaka yaitu dengan mempelajari buku-buku yang berkaitan dengan metode himpunan aktif untuk menyelesaikan masalah pemrograman kuadratik. G. SISTEMATIKA PENULISAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Perumusan Masalah C. Pembatasan Masalah D. Tujuan Penulisan E. Manfaat Penulisan F. Metode Penulisan

21 5 G. Sistematika Penulisan BAB II RUANG VEKTOR DAN TEORI OPTIMASI A. Ruang Vektor B. Himpunan Konveks dan Fungsi Konveks C. Teori Optimasi BAB III METODE HIMPUNAN AKTIF UNTUK MENYELESAIKAN MASALAH PEMROGRAMAN KUADRATIK A. Pemrograman Kuadratik B. Metode Himpunan Aktif BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran

22 BAB II RUANG VEKTOR DAN TEORI OPTIMASI Dalam Bab II ini akan dibahas tentang ruang vektor, matriks, himpunan dan fungsi konveks serta teori optimasi. Matriks yang akan dibahas, yaitu matriks Hesse dan matriks semidefinit positif. Untuk teori optimasi diawali dengan penjelasan optimasi berkendala dan optimasi tidak berkendala serta penjelasan-penjelasan lain yang berkaitan dengan teori optimasi. A. Ruang Vektor Definisi 2.1 Ruang R adalah himpunan dari semua kumpulan terurut,,,. Definisi 2.2 Misalkan himpunan tak kosong yang dilengkapi dengan operasi 1. Jumlah: untuk setiap,, Perkalian skalar: untuk setiap dan skalar R,. Himpunan dengan operasi penjumlahan dan perkalian skalar dikatakan membentuk suatu ruang vektor atas R jika memenuhi aksioma-aksioma berikut: a. +=+, untuk setiap,. b. ++=++, untuk setiap,,.

23 7 c. Terdapat elemen sehingga +=, untuk setiap. d. Untuk setiap terdapat elemen sehingga + =0. e. +=+, untuk setiap skalar R dan untuk setiap,. f. (+=+, untuk setiap skalar, R dan untuk setiap. g. (=, untuk setiap skalar, R dan untuk setiap. h. 1=, untuk setiap. Contoh 2.1 Buktikan bahwa R =,,, R, R,, R adalah ruang vektor. Bukti Misalkan =,,, dan =,,,, maka += +, +,, + =,,, a. += +, +,, + = +, +,, + =+ b. ++= +, +,, + +,,,

24 8 =,,, +,,, +,,, =,,, +,,, +,,, =,,, +,,, +,,, =,,, + +, +,, + =++ c. +=,,, +0,0,,0 = +0, +0,, +0 =,,, = d. + =,,, +,,, = +, +,, + =0,0,,0 = e. += +, +,, + =,,, +,,, =,,, +,,, =+

25 9 f. + =+,,, =+,+,,+ = +, +,, + =,,, +,,, =,,, +,,, =+ g. =,,, =,,, =,,, =,,, = h. 1=1,,, =1,1,,1 =,,, = Karena R =,,, R, R,, R dengan operasi penjumlahan dan perkalian skalar memenuhi aksioma-aksioma seperti pada Definisi 2.2 maka terbukti bahwa R membentuk ruang vektor.

26 10 Definisi 2.3 Misalkan = banyaknya baris pada matriks dan = banyaknya kolom pada matriks maka matriks dikatakan bujur sangkar jika =. Definisi 2.4 Suatu matriks bujur sangkar dikatakan simetrik jika = dengan adalah transpose dari. Definisi 2.5 Misalkan R adalah matriks simetrik. dikatakan definit positif jika > 0, R,. dikatakan semidefinit positif jika 0, R. dikatakan semidefinit negatif jika 0, R, 0. dikatakan indefinit jika tidak semidefinit positif atau semidefinit negatif. Contoh 2.2 Diberikan sebuah matriks simetrik berikut: = Untuk mengkaji bahwa matriks bersifat definit positif, maka: =

27 11 = = = = Persamaan (2.1) adalah penjumlahan kuadrat dan oleh karena itu hasilnya tidak negatif. Persamaan (2.1) akan bernilai nol jika dan hanya jika 2 =0 dan =0, yang secara tidak langsung menyatakan pula bahwa =0. Hal ini membuktikan bahwa >0 untuk semua 0. Jadi, dapat disimpulkan bahwa matriks bersifat definit positif. Contoh 2.3 Diberikan sebuah matriks simetrik berikut: = Untuk mengkaji bahwa matriks bersifat semidefinit positif, maka: = = 2 2 = Berdasarkan hasil di atas, dapat disimpulkan bahwa matriks bersifat semidefinit positif karena R jumlahan kuadrat di atas 0.

28 12 Contoh 2.4 Diberikan sebuah matriks simetrik berikut: = Untuk mengkaji bahwa matriks bersifat semidefinit positif, maka: = = = = = = Berdasarkan hasil di atas, dapat disimpulkan bahwa matriks bersifat semidefinit positif karena R jumlahan kuadrat di atas 0. Definisi 2.6 Diberikan titik R dan >0. Kitar titik dengan radius yang diberi notasi didefinisikan dengan = R <

29 13 Definisi 2.7 Barisan di R dikatakan konvergen ke R, atau dikatakan titik limit dari, jika untuk setiap >0 ada bilangan asli sehingga untuk semua, barisan memenuhi <. Definisi 2.8 Jika barisan mempunyai limit, maka barisan tersebut dikatakan konvergen. Jika barisan tidak mempunyai limit, maka barisan tersebut dikatakan divergen. Definisi 2.9 Misalkan R dan R. Titik dinamakan titik interior dari jika terdapat >0 sehingga. Definisi 2.10 Himpunan dikatakan terbuka dalam R jika setiap titik dari adalah titik interior. Definisi 2.11 Himpunan R adalah tertutup jika dan hanya jika komplemennya adalah terbuka.

30 14 Definisi 2.12 Misalkan R dan misalkan :R R merupakan fungsi bernilai real yang mempunyai turunan parsial orde ke-2 dalam himpunan terbuka yang memuat. Matriks Hesse dari adalah matriks turunan parsial ke-2 yang dievaluasi pada : = ) ( n n n n n x f x x f x x f x x f x f x x f x x f x x f x f H L M O M M L L x Definisi 2.13 Himpunan vektor,, di ruang vektor V disebut bebas linear jika persamaan + + = Hanya dipenuhi oleh bilangan = = =0. Contoh 2.5 Diketahui =1,0,1, =2, 3,4 dan =3,5,2. Buktikan bahwa,, bebas linear. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

31 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 15 Bukti Untuk membuktikan bahwa kumpulan tersebut bebas linear maka dibentuk persamaan berikut + + = = = =0 Selanjutnya, akan digunakan operasi baris elementer untuk mencari nilai dari, dan Tambahkan -1 kali baris pertama ke baris ketiga untuk memperoleh Tambahkan 2 kali baris kedua ke 3 dikali baris ketiga untuk memperoleh =0 = =0 3 =0 = =0

32 16 =0 Kerana = = =0 maka dapat disimpulkan bahwa kumpulan vektor,, bebas linear. Definisi 2.14 Hasil kali dalam (inner product) R adalah sebuah fungsi yang mengasosiasikan sebuah bilangan real, dengan sepasang vektor dan di R sedemikian rupa sehingga aksioma-aksioma berikut ini terpenuhi bagi semua vektor, dan di R dan semua bilangan skalar R. 1., =, ; (Aksioma Kesimetrian) 2. +, =, +, ; (Aksioma Penjumlahan) 3., =, ; (Aksioma Homogenitas) 4., 0; (Aksioma Positivitas), =0 jika dan hanya jika =0; Sebuah ruang vektor real yang memiliki sebuah hasil kali dalam disebut ruang hasil kali dalam real (Real Inner Product Space). Definisi 2.15 Hasil kali dalam baku untuk R adalah hasil kali skalar, =

33 17 Definisi 2.16 Norma (norm) atau panjang sebuah vektor di R, dinotasikan dengan, didefinisikan sebagai =, = = Definisi 2.17 Dua vektor dan pada R dikatakan ortogonal jika, =0. Teorema 2.18 (Teorema Pythagoras) Jika dan adalah vektor-vektor ortogonal di dalam sebuah ruang hasil kali dalam R, maka + = + Bukti + = +,+ =, +, +, +, =, +, +, +, = +2, + = +

34 18 Definisi 2.19 Jika dan adalah vektor-vektor ortogonal di dalam ruang hasil kali dalam di R dan, maka proyeksi skalar dari pada diberikan oleh =, 2.2 dan proyeksi vektor dari pada diberikan oleh = 1 =,, 2.3 Teorema 2.20 Jika, dan adalah proyeksi vektor dari pada, maka 1. dan adalah ortogonal. 2. = jika dan hanya jika adalah sebuah perkalian skalar dari. Bukti 1. Karena dan, = α, α = α, =α

35 19, =,, = Hal ini mengakibatkan, =,, = =0 2. Jika =, maka proyeksi vektor dari pada diberikan oleh =,, =,, = = Sebaliknya, jika =, menurut persamaan (2.3) maka = = = Teorema 2.21 (Ketaksamaan Cauchy-Schwarz dalam R ) Jika dan adalah vektor-vektor di dalam ruang hasil kali dalam R, maka,

36 20 Bukti Jika =, maka, =0= Jika, maka misalkan sebagai proyeksi vektor dari pada. Karena ortogonal pada, maka menurut Teorema Pythagoras + = Jadi,, = = dan dari sini diperoleh, = Dengan mengambil akar diperoleh, Teorema 2.22 (Ketaksamaan Cauchy-Buniakowski-Schwarz) Misalkan, R. Maka 2.4

37 21 Bukti Pertidaksamaan (2.4) akan bersifat trivial jika dan hanya jika = atau =. Oleh karena itu, misalkan dan tak nol. Misalkan adalah sebarang bilangan real. Maka 0 + = + = +2 + = +2 + Misalkan =, =, dan =, sehingga pertidaksamaan di atas menjadi untuk semua R. Hal ini dapat terjadi jika dan hanya jika diskriminan atau =2 4=4 4<0. Karena itu, <. Dengan mensubstitusikan nilai, dan, maka diperoleh Selanjutnya dengan mengambil akar diperoleh

38 22 Definisi 2.23 Pemetaan disebut norm jika dan hanya jika memenuhi sifat-sifat berikut: 1. 0, R. 2. =0 jika dan hanya jika =0. 3. =, R, R ,, R. Contoh 2.6 Akan dibuktikan bahwa = adalah norm. Bukti Untuk membuktikan bahwa = adalah norm, maka harus ditunjuk- kan bahwa = memenuhi masing-masing sifat dari Definisi Misalkan dan adalah sebarang vektor di R, dan adalah sebarang bilangan real, maka 1. Akan ditunjukkan bahwa 0. Untuk 0, maka = 0 2. Akan ditunjukkan bahwa = Jika =0 maka =0,. =0 jika dan hanya jika =0.

39 23 Oleh karena itu, =0 dan =0. Sebaliknya, jika =0 maka =0. Karena 0, dengan demikian =0 hanya dipenuhi jika =0 sehingga =0. 3. Akan ditunjukkan bahwa =, R, R. = = = 4. Akan ditunjukkan bahwa + +,, R. + = + + = + (Ketaksamaan Cauchy-Schwarz) Jadi, + + Contoh 2.7 Akan dibuktikan bahwa = adalah norm.

40 24 Bukti Untuk membuktikan bahwa = adalah norm, maka harus di- tunjukkan bahwa = memenuhi masing-masing sifat dari Definisi Misalkan dan adalah sebarang vektor di R, dan adalah sebarang bilangan real, maka 1. Akan ditunjukkan bahwa 0. Karena 0 untuk sebarang bilangan real, maka = 2. Akan ditunjukkan bahwa = =0 jika dan hanya jika =0. Jika =0 maka =0,. Oleh karena itu, =0 dan =0. Sebaliknya, jika =0 maka =0. 0 Karena 0, dengan demikian =0 hanya dipenuhi jika =0 sehingga =0. 3. Akan ditunjukkan bahwa =, R, R. =

41 25 = = = 4. Akan ditunjukkan bahwa + +,, R. + = + = (Sifat Nilai Mutlak) +2 + (Teorema 2.22) = + Dengan mengambil akar maka diperoleh + + Teorema 2.24 Misalkan,, adalah sebarang vektor di R, dengan maka berlaku =

42 =0 jika dan hanya jika = =. Bukti 1. Akan dibuktikan bahwa 0. = Karena 0 untuk sebarang bilangan real dan maka diperoleh Akan dibuktikan bahwa =0 jika dan hanya jika =. Jika = maka =,. Oleh karena itu =0 dan =0. Sebaliknya, jika =0, maka =0. Karena 0, dengan demikian =0 hanya dipenuhi jika =0, sehingga =. 3. Akan dibuktikan bahwa +. = + = +, + =, +, +, +,

43 27 = +, +, + = +2, = + Dengan mengambil akar maka diperoleh Akan dibuktikan bahwa =. = 1 = 1 = Jadi, terbukti bahwa =. Teorema 2.25 (Hukum Paralelogram) Untuk semua, R, + + =2 + Bukti: + + = +,+ +, =,+ +,+ +,, =, +, +, +, +,,, +,

44 28 =, +, +, +, =2, +2, =2 +2 =2 + Definisi 2.26 Barisan R disebut barisan Cauchy jika lim, =0 Dengan kata lain untuk setiap >0, terdapat sebuah bilangan bulat sehingga < untuk semua,>. Definisi 2.27 Misalkan adalah sebuah relasi pada himpunan, maka disebut relasi urutan parsial jika memenuhi tiga sifat berikut: 1. Refleksif adalah fefleksif jika dan hanya jika untuk setiap. 2. Antisimetris adalah antisimetris jika dan hanya jika dan, maka = untuk setiap,. 3. Transitif

45 29 adalah transitif jika dan hanya jika dan, maka untuk setiap,,. Relasi urutan parsial biasanya dinotasikan dengan ; dan dibaca mendahului. Relasi, yaitu melampaui, juga sebuah urutan parsial dari, disebut urutan dual. Definisi 2.28 Himpunan bersama-sama dengan suatu relasi urutan parsial pada disebut himpunan terurut parsial (partially ordered set). Contoh 2.8 Perhatikan bilangan bulat positif N. Dikatakan membagi ditulis, jika terdapat N sedemikian sehingga =. Contoh 2 4, 3 12, 7 21 dan seterusnya. Tunjukkan bahwa pembagian adalah sebuah pengurutan parsial dari N, yaitu, tunjukkan bahwa a.. b. Jika dan maka =. c. Jika dan maka. Penyelesaian a. Karena 1 =, maka. (Refleksif).

46 30 b. Anggap dan, misal = dan =. Maka = sehingga = 1. Karena dan adalah bilangan bulat positif maka = 1 dan = 1. Dengan demikian =. (Antisimetris). c. Anggap dan, misal = dan =. Maka = sehingga. (Transitif). Definisi 2.29 Misalkan adalah subhimpunan dari sebuah himpunan yang terurut secara parsial. Definisikan: a. Batas atas dan supremum dari. Elemen dalam disebut batas atas dari jika melampaui ( ) setiap elemen dari, yaitu adalah batas atas dari jika,. Jika suatu batas atas dari mendahului ( ) setiap batas atas lain dari maka disebut batas atas terkecil atau supremum dari dan dinyatakan dengan: sup() b. Batas bawah dan infimum dari. Elemen dalam disebut batas bawah dari jika mendahului ( ) setiap elemen dari, yaitu adalah batas bawah dari jika,. Jika suatu batas atas dari melampaui ( ) setiap batas bawah lain dari maka disebut batas bawah terbesar atau infimum dari dan dinyatakan dengan: inf()

47 31 Definisi 2.30 Misalkan merupakan subhimpunan tak kosong dari R. a. Himpunan dikatakan terbatas ke atas jika ada bilangan R sedemikian sehingga untuk semua. Setiap bilangan dikatakan batas atas dari. b. Himpunan dikatakan terbatas ke bawah jika ada bilangan R sedemikian sehingga untuk semua. Setiap bilangan dikatakan batas bawah dari. Lemma 2.31 Batas bawah dari himpunan tak kosong di R adalah infimum dari jika dan hanya jika > 0 terdapat sedemikian sehingga + >. Bukti ( ) Diketahui = inf dan > 0. Akan ditunjukkan terdapat sedemikian sehingga + >. Jika batas bawah maka. Karena + > maka + bukan batas bawah. Karena + bukan batas bawah maka harus ada sehingga + >.

48 32 ( ) Jika suatu batas bawah, dan > 0 terdapat sedemikian sehingga + >. Akan dibuktikan = inf. Misalkan bahwa suatu batas bawah. Karena dan suatu batas bawah maka. Karena + > maka + >. Jadi > 0 berlaku + >. Andaikan > maka jika diambil = akan diperoleh + = sehingga > + > dan > + > yang kontradiksi dengan pernyataan bahwa batas bawah. Jadi, jika batas bawah haruslah sehingga merupakan batas bawah terbesar atau = inf. Definisi 2.32 Misalkan = merupakan barisan bilangan real. Barisan dikatakan naik jika memenuhi pertidaksamaan dan dikatakan turun jika memenuhi pertidaksamaan Jika barisan merupakan barisan naik atau barisan turun maka merupakan barisan monoton.

49 33 Teorema 2.33 Barisan turun dan terbatas ke bawah adalah konvergen. Bukti: Diberikan turun dan terbatas ke bawah. Karena : N maka terdapat R dan = inf : N. Jadi, untuk setiap N berlaku (2.5) Karena = inf : N, maka untuk > 0 yang diberikan terdapat N dan > (2.6) Karena turun, maka mengingat (2.5) dan (2.6), untuk setiap berlaku > > + (2.7) Jadi, diperoleh pernyataan bahwa untuk setiap > 0 terdapat N sedemikian sehingga untuk setiap N dan, maka <. Jadi, konvergen dan lim ==inf : N. B. Himpunan Konveks dan Fungsi Konveks Definisi 2.34 Sebuah Fungsi : R R dikatakan kontinu pada R jika untuk setiap > 0 yang diberikan, terdapat > 0 sedemikian sehingga jika < maka <.

50 34 Definisi 2.35 Limit () untuk mendekati adalah, ditulis lim f ( x) = L x c jika dan hanya jika untuk setiap > 0 yang diberikan, terdapat > 0 sedemikian sehingga bila 0 < < berlaku <. Teorema 2.36 Misalkan adalah konstanta, dan adalah fungsi-fungsi yang memiliki limit di. Maka 1. lim k = k ; x c 2. limkf ( x) = k lim f ( x) ; x c x c 3. [ f ( x) + g( x) ] = lim f ( x) + lim g( x) = K + L lim ; x c x c x c 4. [ f ( x) g( x) ] = lim f ( x) lim g( x) = K L lim ; x c x c x c Bukti: 1. Misalkan didefinisikan = maka harus dibuktikan lim f ( x) = k. Misalkan >0, harus ditunjukkan bahwa dapat dicari >0 sedemikian sehingga < bila 0< < x c

51 35 Ambil sebarang >0 maka untuk 0< < berlaku = =0< Jadi terbukti bahwa lim k = k x c 2. Jika = 0 maka () = 0, maka lim x c [ 0 f ( x) ] lim0 = 0 = 0 f ( x) = x c Limit di atas adalah kasus khusus dari rumus 1, dengan = 0. Oleh karena itu, rumus 1 adalah benar untuk = 0. Asumsikan bahwa 0. Misalkan > 0, x c lim f ( x) = K maka melalui definisi limit ada 1 > 0 sedemikian sehingga bila 0 < < berlaku < Pilih = 1 dan harus ditunjukkan bahwa bila 0< < berlaku < Misalkan 0< <, maka = < = Jadi, terbukti bahwa limkf ( x) = k lim f ( x) x c x c

52 36 3. Misalkan > 0, lim f ( x) = K dan lim g( x) = L maka ada 1 > 0 dan 2 > 0 x c x c sedemikian sehingga < bila 0< < 2 dan < bila 0< < 2 Pilih =min,. Harus ditunjukkan bahwa bila 0< < berlaku + + Misalkan bahwa 0< <, maka + + = + + < = Jadi terbukti bahwa [ f ( x) + g( x) ] = lim f ( x) + lim g( x) = K + L lim x c x c x c 4. Untuk membuktikan rumus 4, akan digunakan informasi dari rumus-rumus sebelumnya. lim x c [ f ( x) g( x) ] = lim[ f ( x) + ( 1) g( x) ] x c = lim f ( x) + lim( 1) g( x) x c = lim f ( x) + ( 1)lim g( x) x c = lim f ( x) lim g( x) x c = K L x c x c x c (melalui rumus 3) (melalui rumus 3) (melalui rumus 2)

53 37 Teorema 2.37 Diberikan himpunan, fungsi dan yang didefinisikan pada ke dalam dan R. Jika dan kontinu di [, ], maka kontinu di [, ]. Bukti: Misalkan sebarang titik di [, ]. Akan dibuktikan lim[ f ( x) g( x) ] = f ( c) g( c) x c Karena dan kontinu di, maka lim f ( x) = f ( c) dan lim g( x) = g( c). x c Menurut teorema tentang limit fungsi diperoleh: lim x c [ f ( x) g( x) ] = f ( c) g( c) Karena adalah sebarang titik di [, ] maka kontinu di setiap titik pada x c = lim f ( x) lim g( x) x c x c interval [, ]. Definisi 2.38 Andaikan daerah asal dari, yang memuat titik maka 1. () adalah nilai maksimum pada jika () () untuk semua. 2. () adalah nilai minimum pada jika () () untuk semua. 3. () adalah nilai ekstrim pada jika merupakan nilai maksimum atau nilai minimum.

54 38 Teorema 2.39 (Teorema Titik Kritis) Andaikan terdefinisikan pada selang yang memuat titik. Jika () adalah nilai ekstrim, maka haruslah berupa suatu titik kritis; yakni berupa salah satu: 1. Titik ujung dari ; atau 2. Titik stasioner dari yakni titik sedemikian sehingga () = 0; atau 3. Titik singular dari yakni titik sedemikian sehingga () tidak ada; Bukti: Misalkan () berupa nilai maksimum pada dan misalkan bahwa bukan titik ujung atau pun titik singular. Harus diperlihatkan bahwa adalah titik stasioner. Karena () adalah nilai maksimum, maka () () untuk semua dalam, yaitu () () 0 Jadi, jika <, sehingga < 0, maka sedangkan jika >, maka () () () () 0 (2.8) 0 (2.9) Karena bukan titik singular maka () ada. Akibatnya, untuk maka () () lim = () 0

55 39 dan untuk maka () () lim = () 0 Jadi, dapat disimpulkan bahwa () = 0 atau merupakan titik stasioner. Teorema 2.40 (Teorema Nilai Rata-rata) Jika kontinu pada selang tertutup [, ] dan terdiferensial dalam interval (, ) maka terdapat paling sedikit satu bilangan dalam (, ) dimana atau ekuivalen dengan () = () () () () = ()( ) Bukti: Pembuktian Teorema Nilai Rata-rata ini didasarkan pada analisis dari fungsi () = () (), yang akan diperlihatkan pada Gambar 2.1

56 40 Gambar 2.1 Persamaan = () pada Gambar 2.1 adalah persamaan garis yang melalui (, ()) dan (, ( ()). Karena garis ini mempunyai kemiringan dan melalui (, ()) maka bentuk kemiringan persamaannya adalah () () = Selanjutnya dihasilkan rumus () () () () ( ) () = () () = () () () () Perhatikan bahwa () = () = 0 dan untuk dalam (, ) () = () () () ( )

57 41 Jika diketahui bahwa terdapat suatu bilangan dalam (, ) yang memenuhi () = 0 maka bukti selesai. Hal ini didasarkan pada persamaan terakhir bahwa 0 = () () () Karena dan kontinu maka kontinu di [, ]. Oleh karena itu () ada untuk suatu dalam (, ) Berdasarkan sifat bahwa jika kontinu pada interval tertutup [, ], maka mencapai nilai maksimum dan minimum. Jadi harus mencapai nilai maksimum ataupun nilai minimum pada [, ]. Jika kedua nilai ini kebetulan nol, maka () secara identik adalah nol pada [, ], akibatnya () = 0 untuk semua dalam (, ). Jika salah satu nilai maksimum atau nilai minimum berlainan dengan nol, maka nilai tersebut dicapai pada sebuah titik dalam, karena () = () = 0. Karena mempunyai turunan di setiap titik dari (, ), sehingga dengan Teorema Titik Kritis () = 0. Definisi 2.41 Sebuah fungsi : R R dikatakan terdiferensial secara kontinu pada R, jika () ada dan kontinu, = 1. Gradien dari pada didefinisikan sebagai () = (),, ()

58 42 Jika terdiferensial secara kontinu pada setiap titik dari sebuah himpunan terbuka R, maka dikatakan terdiferensial secara kontinu pada dan dinotasikan dengan (). Definisi 2.42 Sebuah fungsi : R R yang terdiferensial secara kontinu dikatakan terdiferensial dua kali secara kontinu pada R, jika () ada dan kontinu, = 1. Matriks Hesse dari pada didefinisikan sebagai matriks simetri yang elemennya [ ()] = (), 1, Jika terdiferensial dua kali secara kontinu pada setiap titik dari sebuah himpunan terbuka R, maka dikatakan terdiferensial dua kali secara kontinu pada dan dinotasikan dengan () (). Definisi 2.43 Himpunan R adalah konveks jika untuk setiap,, segmen garis yang menghubungkan dan juga terletak di. Segmen garis yang menghubungkan dan didefinisikan dengan: + (1 ), [0,1] (2.10)

59 43 Jadi, subhimpunan dari R adalah konveks jika dan hanya jika untuk setiap dan di dan setiap dengan 0 1, vektor + (1 ) juga di. Berikut diberikan beberapa gambar yang mendeskripsikan himpunan konveks dan yang bukan himpunan konveks. Gambar 2.2 Definisi 2.44 Misalkan R merupakan himpunan konveks tak kosong. Misalkan : R R. Jika untuk setiap, dan semua (0,1), ( + (1 ) ) ( ) + (1 )( ) (2.11) maka dikatakan konveks pada.

60 44 Gambar 2.3 Gambar 2.3 merupakan contoh dari fungsi konveks dan bukan konveks. Interpretasi geometri fungsi konveks menyatakan bahwa nilai fungsi di bawah tali busur yang bersesuaian yaitu nilai fungsi konveks di titik pada segmen garis + (1 ) kurang dari atau sama dengan tinggi dari tali busur yang menghubungkan titik-titik (, ( ) dan (, ( ). Contoh 2.9 : R R didefinisikan oleh =, untuk R. Buktikan bahwa fungsi tersebut adalah fungsi konveks. Penyelesaian: Melalui Definisi 2.44 akan dibuktikan bahwa ( + (1 )) () + (1 )() Ambil, R dan semua [0,1] maka () = dan () =. ( + (1 )) = ( + (1 ))

61 45 = + 2(1 ) + (1 ) = + 2( ) + (1 2 + ) = + 2( ) + ( 2 + ) Karena [0,1] maka <, sehingga ( + (1 )) < + 2( ) + ( 2 + ) = + 2(0) + ( ) = + ( ) = + (1 ) = () + (1 )() Karena ( + (1 )) () + (1 )(), maka dapat disimpulkan bahwa = adalah fungsi konveks untuk sebarang [0,1]. Contoh 2.10 Diberikan = untuk R. Akan ditunjukkan bahwa adalah fungsi konveks. Penyelesaian: adalah fungsi konveks bila memenuhi ( + (1 )) () + (1 )() Ambil, R 2 di mana = ( 1, 2 ), = 1, 2 dan semua [0,1] maka

62 46 + (1 ) = + (1 ) = + sehingga, ( + (1 )) = ( ) + ( ) + = (( ) + ) + (( ) + ) 2(( ) + ) 5(( ) + ) = ( ) 2 + 2( ) ( ) 2 + 2( ) ( + ) 5( + ) = ( ) = ( ) = ( ) Karena [0,1] maka 2 <, sehingga

63 47 ( + (1 )) < ( ) = = = = ( ) = ( ) + (1 )( ) + = () + (1 )() Karena ( + (1 )) () + (1 )() maka dapat disimpulkan bahwa = adalah fungsi konveks untuk sebarang [0,1].

64 48 Definisi 2.45 (Turunan Berarah) Misalkan : R R terdiferensial secara kontinu pada himpunan terbuka R. Maka untuk dan R, turunan berarah dari pada dalam arah didefinisikan sebagai ( + ) () (; ) lim = () (2.12) dimana () adalah gradien dari pada, merupakan vektor 1. Untuk semua,, diperoleh atau () = () + + ( ) ( ), (0,1) () = () + () ( ) + ( ). Definisi 2.46 Misalkan (). Untuk sebarang, R, turunan berarah kedua dari pada dalam arah d didefinisikan dengan ( + ; ) (; ) (; ) lim = () (2.13) dimana () merupakan matriks Hesse dari pada. Untuk sebarang, +, ada (, + ) sedemikian sehingga ( + ) = () + () () atau

65 49 ( + ) = () + () () + ( ) Teorema 2.47 Misalkan R adalah himpunan konveks terbuka tak kosong dan misalkan : R R adalah fungsi yang terdiferensial. Maka adalah konveks jika dan hanya jika () () + () ( ),, (2.14) Bukti: Syarat Perlu: Misalkan () adalah fungsi konveks, maka untuk semua dengan 0 < < 1 dan, R. ( + (1 )) () + (1 )() ( + ) () + () () + ( ) () () + () + ( ) () () () Oleh karena itu, + ( ) () () () Tetapkan 0 maka diperoleh () ( ) () () () () () ( )

66 50 () () + () ( ) Syarat Cukup: Asumsikan bahwa (2.14) berlaku. Ambil sebarang, dan tetapkan = + (1 ), 0 < < 1. Maka ( ) () + () ( ) ( ) () + () ( ) Oleh karena itu, ( ) + (1 )( ) () + () ( ) + (1 )() + () ( ) = () + () ( ) + (1 )() + (1 ) () ( ) = () + () ( ) + () α() + () ( ) () ( ) = () + () ( + + ) = () + () ( + (1 α) ) = () + () ( ) = () + 0 = ( + (1 ) ) yang berarti bahwa () adalah fungsi konveks.

67 51 Teorema 2.48 Misalkan R adalah himpunan konveks terbuka tak kosong, dan misalkan : R R terdiferensial dua kali secara kontinu. Maka adalah konveks jika dan hanya jika matriks Hesse adalah semidefinit positif pada setiap titik dalam. Bukti: Syarat cukup: Misalkan bahwa matriks Hesse () adalah semidefinit positif pada setiap titik. Akan dibuktikan bahwa adalah konveks. Pertimbangkan,. Melalui Teorema Nilai Rata-rata diperoleh, () = () + () ( ) ( ) ()( ) dimana = + ( ), (0,1). Perhatikan bahwa. Karena () adalah semidefinit positif maka ( ) ()( ) 0 Akibatnya, () () + () ( ) Oleh karena itu melalui Teorema 2.47, adalah fungsi konveks. Syarat perlu: Misalkan bahwa adalah fungsi konveks dan misalkan. Akan dibuktikan bahwa () 0, R.

68 52 Karena adalah himpunan terbuka, maka ada > 0 sedemikian sehingga ketika <,+. Melalui Teorema (2.15) Karena terdiferensial dua kali pada, maka += Dengan mensubstitusikan persamaan (2.16) ke pertidaksamaan (2.15) maka Jadi, setelah disubstitusikan diperoleh Bagi dengan dan tetapkan 0, maka 0 Jadi, dapat disimpulkan bahwa Matriks Hesse adalah semidefinit positif. Teorema 2.49 (Teorema Proyeksi) Misalkan R merupakan himpunan konveks tertutup tak kosong dan, maka ada titik tunggal dengan jarak minimal dari yaitu

69 53 = inf (2.17) Selanjutnya, adalah titik minimal dari persamaan (2.17) jika dan hanya jika, 0, (2.18) atau dapat dikatakan bahwa adalah proyeksi () dari pada jika dan hanya jika (2.18) berlaku. Bukti Misalkan inf =>0 (2.19) Karena adalah batas bawah terbesar maka,. Misalkan terdapat sebuah titik 1 dan. Kemudian, dibuat ruas garis yang menghubungkan titik 1 dan titik y. Selanjutnya, dari titik 1 dibuat kitar dengan radius 1. Dari titik limit yang diperoleh dari kitar 1 dan berada pada garis yang menghubungkan titik 1 dan titik y, diperoleh titik 2. Kemudian, dari titik 2 dibuat kitar dengan radius 1 2. Dari titik limit yang diperoleh dari kitar 2 dan berada pada garis yang menghubungkan titik 2 dan titik y, diperoleh titik 3. Demikian seterusnya, hingga diperoleh titik 1. Kemudian dari titik 1 dibuat kitar dengan radius 1. Dari titik limit yang diperoleh dari kitar 1 tersebut dan terletak pada ruas garis yang menghubungkan titik 1 dan titik y diperoleh titik. Dengan demikian akan ada barisan.

70 54 Akan ditunjukkan bahwa. Karena =inf maka berdasarkan Lemma 2.31, untuk setiap = >0 terdapat dengan sedemikian sehingga + >. Dengan demikian, terbentuk barisan yang terbatas dan turun. Berdasarkan Teorema 2.33, maka akan konvergen dan lim = = inf. Berikut ini akan dibuktikan adalah barisan Cauchy dan oleh karena itu ada limit. Melalui Teorema Parallelogram diketahui bahwa = Misalkan ambil, di mana diganti dengan dan diganti dengan. Dengan mensubstitusikan dan ke Hukum Parallelogram di atas maka diperoleh = = Karena maka ( + ) 2 = = (2.20)

71 55 Dari definisi diketahui bahwa inf = sehingga =,. Dengan mengganti =, diperoleh γ 2 2 (2.21) Jadi, dengan menggunakan persamaan (2.20) dan (2.21) diperoleh Ambil k dan m cukup besar sehingga dan. Dengan demikian dipenuhi = 0 atau 0 yang menunjukkan bahwa adalah barisan Cauchy dengan limit. Karena tertutup maka. Hal ini menunjukkan bahwa ada sehingga =. Jadi, barisan adalah barisan Cauchy. Akan dibuktikan bahwa adalah tunggal. Andaikan tidak tunggal, artinya ada dan dengan =. Melalui Hukum Parallelogram, misalkan diganti dengan dan diganti dengan, maka diperoleh =

72 56 2 = Karena + 2 Akibatnya, = = = , maka menurut (2.21), = 0 Jadi, 0, padahal > 0. Jadi, ada kontradiksi. Terbukti =. Akan dibuktikan bahwa jika, 0,, maka adalah titik minimum dari = inf. Ambil x sebarang di S dan misalkan, 0, dipenuhi, sehingga 2 = + 2 = + + 2, = + + 2( ) ( ) Karena 2 0 dan ( ) ( ) 0, maka 2 2 dan adalah titik minimum dari

73 57 = inf. Akan dibuktikan bahwa jika adalah titik minimum dari = inf, maka, 0,. Misalkan 2 2,. Karena + ( ) dengan (0,1), maka diperoleh ( + ( )) 2 2 ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) 0 Bagi dengan dan misalkan 0, maka diperoleh, 0,. Teorema 2.50 Misalkan R merupakan himpunan konveks tertutup tak kosong dan. Maka terdapat vektor tak nol dan bilangan real sehingga > dan α, (2.22) dengan kata lain

74 58 > sup, (2.23) yang mengatakan bahwa terdapat hiperbidang = =α yang secara tegas membagi dan. Bukti: Karena adalah himpunan konveks tertutup tidak kosong dan, maka melalui Teorema Proyeksi terdapat titik tunggal sehingga 0, Karena 0 maka = 0 Diberikan = 0, maka 0 = + = + = + = + = + Karena itu +,

75 59 Tetapkan =sup sehingga + =α+ Jadi benar bahwa terdapat vektor tak nol dan bilangan real sehingga α+ Lemma 2.51 (Lemma Farkas ) Misalkan R dan R. Maka tepat satu dari sistem berikut mempunyai penyelesaian: Sistem 1 0, > 0 (2.24) Sistem 2 =, 0 (2.25) Bukti: Misalkan bahwa terdapat penyelesaian untuk Sistem 2 yaitu terdapat 0 sedemikian sehingga =. Akan dibuktikan bahwa Sistem 1 tidak mempunyai penyelesaian. Misalkan memenuhi 0 Karena 0 maka = ( ) = 0 yang menunjukkan bahwa Sistem 1 tidak mempunyai penyelesaian.

76 60 Sekarang misalkan bahwa Sistem 2 tidak mempunyai penyelesaian. Misalkan = =, 0 yang adalah himpunan konveks tertutup tidak kosong dan. Akan dibuktikan bahwa Sistem 1 mempunyai penyelesaian. Melalui Teorema (2.50) terdapat R dan R sehingga > dan,. Karena 0, 0=0. Maka >0. Perhatikan pula bahwa = = =, 0 Karena 0 maka 0. Jadi ada vektor R yang merupakan penyelesaian dari Sistem 1. C. Teori Optimasi Teori optimasi merupakan salah satu bidang dalam matematika terapan dan riset operasi yang dapat diaplikasikan dalam bidang sains, teknik, manejemen bisnis dan militer. Melalui teori optimasi ini masalah-masalah yang dihadapi akan didefinisikan secara matematis dan diselesaikan dengan menggunakan alat bantu matematika sehingga diperoleh penyelesaian dari masalah tersebut. Adapun bentuk umum dari masalah optimasi adalah sebagai berikut :

77 61 min () (2.26) dengan x adalah vektor di R, () adalah fungsi objektif, R adalah himpunan kendala atau daerah layak. Masalah optimasi ini juga terbagi menjadi dua bagian, yaitu masalah optimasi berkendala dan masalah optimasi tanpa kendala. Jika himpunan kendala = R maka (2.26) merupakan masalah optimasi tanpa kendala dengan bentuk umum: R () (2.27) Untuk masalah optimasi berkendala memiliki bentuk umum sebagai berikut: min R () (2.28) () = 0, = 1,, (2.29) () 0, = + 1,, (2.30) dengan E dan I masing-masing adalah himpunan indeks dari kendala berupa persamaan dan kendala berupa pertidaksamaan, (), ( = 1,, ) merupakan fungsi kendala. = 1,, dan = + 1,, dimana dan adalah bilangan bulat tak negatif dengan 0. Dilihat dari bentuk fungsi objektif dan fungsi kendala, masalah optimasi ini dapat dibagi pula menjadi dua bagian. Jika fungsi objektif maupun fungsi kendala berbentuk linear maka merupakan masalah optimasi linear. Jika fungsi

78 62 objektifnya tidak linear maka merupakan masalah optimasi nonlinear. Sebuah fungsi dikatakan fungsi linear jika memenuhi syarat-syarat berikut: 1. Fungsi yang belum diketahui dan derivatif-derivatifnya secara aljabar hanya berderajat satu. 2. Tidak ada hasil kali yang berkaitan dengan fungsi yang belum diketahui dan derivatif-derivatifnya atau dua atau lebih derivatif. 3. Tidak memuat fungsi transendental. Fungsi yang tidak linear merupakan fungsi nonlinear. Definisi 2.52 Titik R dikatakan sebagai titik layak atau disebut juga penyelesaian layak jika dan hanya jika memenuhi semua kendala pada persamaan dan pertidaksamaan (2.29)-(2.30). Himpunan semua titik layak dikatakan himpunan layak atau daerah layak. Definisi 2.53 Penyelesaian optimum merupakan penyelesaian layak yang memiliki nilai terkecil untuk fungsi tujuan minimum.

79 63 Definisi 2.54 Misalkan nilai optimal dari masalah optimasi dinotasikan dengan yang merupakan nilai minimum dari fungsi objektif dalam daerah layak, yakni = min(): () = 0, = 1,,, () 0, = + 1, Masalah optimasi dikatakan tidak layak jika daerah layaknya kosong dan bernilai +. Masalah optimasi dikatakan tidak terbatas ke bawah jika ada titik layak sedemikian sehingga () atau bernilai. Secara umum metode optimasi adalah metode iterasi yang bertujuan untuk mencari peminimum dari sebuah masalah optimasi. Metode iterasi mengacu pada berbagai teknik yang menggunakan aproksimasi pada setiap langkahnya untuk mendapatkan penyelesaian yang lebih akurat dari masalah-masalah optimasi baik masalah optimasi linear maupun nonlinear. Metode ini diawali dengan memberikan nilai awal R. Kemudian dibangun barisan iterasi melalui beberapa aturan iterasi sehingga ketika barisan adalah berhingga maka titik akhirnya adalah penyelesaian optimum dari masalah optimasi. Jika barisan adalah tak hingga maka barisan tersebut memiliki titik limit yang adalah penyelesaian optimum dari masalah optimasi.

80 64 Definisi 2.55 Titik dikatakan peminimum lokal jika ada > 0 sedemikian sehingga ( ) () untuk semua R memenuhi <. Titik dikatakan peminimum lokal tegas jika ada > 0 sedemikian sehingga ( ) < () untuk semua R dengan dan <. Definisi 2.56 Titik dikatakan peminimum global jika ( ) () untuk semua R. Titik dikatakan peminimum global tegas jika ( ) < () untuk semua R dengan. Definisi 2.57 Misalkan : R R terdiferensialkan pada R. Jika terdapat vektor R sehingga: (), < 0 maka disebut arah turun dari fungsi di. Definisi 2.58 Titik R dikatakan titik stasioner (atau kritis) untuk yang terdiferensial jika ( ) = 0.

81 65 Algoritma dari metode optimasi dapat diterima apabila iterasi bergerak terus menerus ke arah peminimum lokal dan dengan cepat konvergen ke titik. Jika aturan konvergensi yang diberikan telah dipenuhi maka iterasi dapat dihentikan. Iterasi dihentikan berdasarkan kriteria penghentian berikut: ( ) (2.31) dimana adalah toleransi yang ditentukan. Jika (2.31) dipenuhi maka vektor gradien ( ) cenderung menuju nol dan barisan iterasi konvergen ke titik stasioner. Misalkan merupakan iterasi ke-, arah ke-, panjang langkah ke-, maka iterasi ke- + 1 yaitu: = + (2.32) Berdasarkan persamaan (2.32) dapat dilihat bahwa adanya perbedaan panjang langkah dan perbedaan arah membentuk metode yang berbeda. Kebanyakan metode iterasi disebut metode turun (descent methods) yang berarti memenuhi setiap iterasi ( ) = ( + ) < ( ) (2.33) dimana adalah arah turun seperti pada Definisi Definisi 2.59 Misalkan dengan adalah daerah layak dan R. Jika ada barisan ( = 1,2, ) dan > 0, ( = 1,2, ) sehingga

82 66 +, dan, 0, maka arah batas disebut arah layak sekuensial dari di. Himpunan semua arah layak sekuensial dari di adalah (, ) = +,, 0 Berdasarkan definisi di atas, jika himpunan = + maka adalah barisan titik layak yang memenuhi 1., 2. lim = 3. untuk semua yang cukup besar. Jika =, maka = yang berarti bahwa = + adalah barisan titik layak dengan arah layak. Definisi 2.60 Misalkan dan R. Jika c ( ) = 0, c ( ) 0, ( ) Maka dikatakan arah layak linear dari di. Himpunan semua arah layak linear dari di adalah

83 67 (, ) c = ( ) = 0, c ( ) 0, ( ) Skema dasar dari metode optimasi mengikuti algoritma berikut: Algoritma 2.61 Langkah 0. (Langkah Awal) Diberikan titik awal R dan toleransi < 0 Langkah 1. (Kriteria Penghentian) Jika ( ), berhenti Langkah 2. (Pencarian Arah) Menurut beberapa skema iteratif, cari yang adalah arah turun. Langkah 3. Menentukan ukuran langkah sehingga nilai fungsi objektif menurun yaitu ( + ) < ( ) Langkah 4. (Pengulangan) Tetapkan = +, = + 1, dan ulang ke langkah 1. Efisiensi dari metode optimasi dapat diukur dari kecepatan konvergensinya. Ada beberapa jenis kecepatan konvergensi, diantaranya kecepatan konvergensi hasil bagi (Q-konvergensi) dan kecepatan konvergensi akar (R-konvergensi). Misalkan barisan iterasi dibangun oleh sebuah algoritma yang konvergen ke dalam suatu norm, yaitu:

84 68 lim = 0 (2.34) Jika ada bilangan real 1 dan konstanta positif yang adalah independen dari jumlah k iterasi sehingga lim = (2.35) maka mempunyai orde- dari kecepatan Q-konvergensi. Secara khusus: 1. Ketika = 1 dan (0,1), barisan dikatakan konvergen ke Q-linear. 2. Ketika = 1 dan = 0, atau 1 < < 2 dan > 0, barisan dikatakan konvergen ke Q-superlinear. 3. Ketika = 2, dapat dikatakan bahwa barisan mempunyai kecepatan konvergensi Q-kuadratik. Kecepatan konvergensi ini bergantung pada dan. Andaikan bahwa ada dua barisan dan dan orde-q dan faktor-q secara berturut-turut, dan,. Jika > maka barisan dengan orde Q- lebih cepat konvergen dibandingkan dengan orde Q-. Sebagai contoh, barisan konvergen kuadratik akan lebih cepat konvergen jika dibandingkan dengan barisan konvergen linear dan superlinear. Ketika = maka orde-q dari kecepatan konvergensinya adalah sama, jika < maka barisan lebih cepat konvergen daripada.

85 69 Teorema 2.62 (Teorema Taylor) Misalkan : R R terdiferensial secara kontinu dan bahwa R, maka ( + ) = () + ( + ) (2.36) untuk suatu (0,1). Bukti: Akan dibuktikan terdiferensial secara kontinu. Misalkan : R R terdiferensial secara kontinu pada himpunan terbuka R, maka untuk dan R turunan berarah dari pada dengan arah, didefinisikan dengan ( + ) () (; ) = lim = () (2.37) Pandang untuk norm fungsi () =. Dari definisi persamaan (2.37) diperoleh bahwa + + ( ; ) = lim = lim Jika >0 diperoleh + = + untuk semua yang cukup kecil. Jika <0, diperoleh + = = 1 =. Jika =0, + = 0+ =. Selanjutnya diperoleh + ;= lim

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI METODE TITIK-INTERIOR PADA PEMROGRAMAN KUADRATIK KONVEKS Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains Program Studi Matematika Oleh: Fenny Basuki NIM: 831143 PROGRAM

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diberikan landasan teori tentang optimasi, fungsi, turunan,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diberikan landasan teori tentang optimasi, fungsi, turunan, BAB II KAJIAN PUSTAKA Pada bab ini akan diberikan landasan teori tentang optimasi, fungsi, turunan, pemrograman linear, metode simpleks, teorema dualitas, pemrograman nonlinear, persyaratan karush kuhn

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pemrograman nonlinear, fungsi konveks dan konkaf, pengali lagrange, dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pemrograman nonlinear, fungsi konveks dan konkaf, pengali lagrange, dan BAB II KAJIAN PUSTAKA Kajian pustaka pada bab ini akan membahas tentang pengertian dan penjelasan yang berkaitan dengan fungsi, turunan parsial, pemrograman linear, pemrograman nonlinear, fungsi konveks

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dijelaskan mengenai teori teori yang berhubungan dengan pembahasan ini sehingga dapat dijadikan sebagai landasan berpikir dan akan mempermudah dalam hal pembahasan

Lebih terperinci

Syarat Fritz John pada Masalah Optimasi Berkendala Ketaksamaan. Caturiyati 1 Himmawati Puji Lestari 2. Abstrak

Syarat Fritz John pada Masalah Optimasi Berkendala Ketaksamaan. Caturiyati 1 Himmawati Puji Lestari 2. Abstrak Syarat Fritz John pada Masalah Optimasi Berkendala Ketaksamaan Caturiyati 1 Himmawati Puji Lestari 2 1,2 Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY 1 wcaturiyati@yahoo.com 2 himmawatipl@yahoo.com Abstrak

Lebih terperinci

SYARAT FRITZ JOHN PADA MASALAH OPTIMASI BERKENDALA KETAKSAMAAN. Caturiyati 1 Himmawati Puji Lestari 2. Abstrak

SYARAT FRITZ JOHN PADA MASALAH OPTIMASI BERKENDALA KETAKSAMAAN. Caturiyati 1 Himmawati Puji Lestari 2. Abstrak Syarat Fritz John... (Caturiyati) SYARAT FRITZ JOHN PADA MASALAH OPTIMASI BERKENDALA KETAKSAMAAN Caturiyati 1 Himmawati Puji Lestari 2 1,2 Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY 1 wcaturiyati@yahoo.com

Lebih terperinci

APLIKASI MASALAH 0/1 KNAPSACK MENGGUNAKAN ALGORITMA GREEDY

APLIKASI MASALAH 0/1 KNAPSACK MENGGUNAKAN ALGORITMA GREEDY PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI APLIKASI MASALAH 0/1 KNAPSACK MENGGUNAKAN ALGORITMA GREEDY Skripsi Diajukan untuk Menempuh Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar

Lebih terperinci

KOMBINASI PERSYARATAN KARUSH KUHN TUCKER DAN METODE BRANCH AND BOUND PADA PEMROGRAMAN KUADRATIK KONVEKS BILANGAN BULAT MURNI

KOMBINASI PERSYARATAN KARUSH KUHN TUCKER DAN METODE BRANCH AND BOUND PADA PEMROGRAMAN KUADRATIK KONVEKS BILANGAN BULAT MURNI Jurnal LOG!K@ Jilid 7 No 1 2017 Hal 52-60 ISSN 1978 8568 KOMBINASI PERSYARATAN KARUSH KUHN TUCKER DAN METODE BRANCH AND BOUND PADA PEMROGRAMAN KUADRATIK KONVEKS BILANGAN BULAT MURNI Khoerunisa dan Muhaza

Lebih terperinci

METODE SEQUENTIAL QUADRATIC PROGRAMMING (SQP) PADA OPTIMASI NONLINIER BERKENDALA SKRIPSI

METODE SEQUENTIAL QUADRATIC PROGRAMMING (SQP) PADA OPTIMASI NONLINIER BERKENDALA SKRIPSI METODE SEQUENTIAL QUADRATIC PROGRAMMING (SQP) PADA OPTIMASI NONLINIER BERKENDALA SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata Satu (S1) pada Program Studi Matematika

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Efektivitas Efektivitas berasal dari kata efektif, yang merupakan kata serapan dari bahasa Inggris yaitu effective yang artinya berhasil. Menurut kamus ilmiah popular, efektivitas

Lebih terperinci

Prosiding Matematika ISSN:

Prosiding Matematika ISSN: Prosiding Matematika ISSN: 2460-6464 Optimisasi Fungsi Nonlinier Dua Variabel Bebas dengan Satu Kendala Pertidaksamaan Menggunakan Syarat Kuhn-Tucker Optimization of Nonlinear Function of Two Independent

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga SIFAT JARAK PADA RUANG METRIK SKRIPSI SITI MAISYAROH

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga SIFAT JARAK PADA RUANG METRIK SKRIPSI SITI MAISYAROH SIFAT JARAK PADA RUANG METRIK SKRIPSI SITI MAISYAROH PROGRAM STUDI S-1 MATEMATIKA DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS AIRLANGGA 2012 SIFAT JARAK PADA RUANG METRIK SKRIPSI Sebagai

Lebih terperinci

OPTIMASI BIAYA PRODUKSI PADA HOME INDUSTRY SUSU KEDELAI MENGGUNAKAN PENDEKATAN PENGALI LAGRANGE DAN PEMROGRAMAN KUADRATIK TUGAS AKHIR SKRIPSI

OPTIMASI BIAYA PRODUKSI PADA HOME INDUSTRY SUSU KEDELAI MENGGUNAKAN PENDEKATAN PENGALI LAGRANGE DAN PEMROGRAMAN KUADRATIK TUGAS AKHIR SKRIPSI OPTIMASI BIAYA PRODUKSI PADA HOME INDUSTRY SUSU KEDELAI MENGGUNAKAN PENDEKATAN PENGALI LAGRANGE DAN PEMROGRAMAN KUADRATIK TUGAS AKHIR SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Lebih terperinci

METODE SEQUENTIAL QUADRATIC PROGRAMMING (SQP) UNTUK MENYELESAIKAN PERSOALAN NONLINEAR BERKENDALA SKRIPSI YANI

METODE SEQUENTIAL QUADRATIC PROGRAMMING (SQP) UNTUK MENYELESAIKAN PERSOALAN NONLINEAR BERKENDALA SKRIPSI YANI METODE SEQUENTIAL QUADRATIC PROGRAMMING (SQP) UNTUK MENYELESAIKAN PERSOALAN NONLINEAR BERKENDALA SKRIPSI YANI 070803040 DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

METODE PENYELESAIAN UNTUK PERSOALAN PERTIDAKSAMAAN VARIASIONAL DENGAN KENDALA PERSAMAAN DAN PERTIDAKSAMAAN

METODE PENYELESAIAN UNTUK PERSOALAN PERTIDAKSAMAAN VARIASIONAL DENGAN KENDALA PERSAMAAN DAN PERTIDAKSAMAAN METODE PENYELESAIAN UNTUK PERSOALAN PERTIDAKSAMAAN VARIASIONAL DENGAN KENDALA PERSAMAAN DAN PERTIDAKSAMAAN TESIS Oleh RUTH MAYASARI SIMANJUNTAK 117021050/MT FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

Lebih terperinci

METODE REDUCED-GRADIENT PADA OPTIMASI NONLINIER BERKENDALA PERTIDAKSAMAAN NONLINIER SKRIPSI. Oleh : Normayati Sumanto J2A

METODE REDUCED-GRADIENT PADA OPTIMASI NONLINIER BERKENDALA PERTIDAKSAMAAN NONLINIER SKRIPSI. Oleh : Normayati Sumanto J2A METODE REDUCED-GRADIENT PADA OPTIMASI NONLINIER BERKENDALA PERTIDAKSAMAAN NONLINIER SKRIPSI Oleh : Normayati Sumanto J2A 005 037 PROGRAM STUDI MATEMATIKA JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI ( ) =

II. LANDASAN TEORI ( ) = II. LANDASAN TEORI 2.1 Fungsi Definisi 2.1.1 Fungsi Bernilai Real Fungsi bernilai real adalah fungsi yang domain dan rangenya adalah himpunan bagian dari real. Definisi 2.1.2 Limit Fungsi Jika adalah suatu

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Di dalam BAB II ini akan dibahas materi yang menjadi dasar teori pada

BAB II DASAR TEORI. Di dalam BAB II ini akan dibahas materi yang menjadi dasar teori pada BAB II DASAR TEORI Di dalam BAB II ini akan dibahas materi yang menjadi dasar teori pada pembahasan BAB III, mulai dari definisi sampai sifat-sifat yang merupakan konsep dasar untuk mempelajari Fungsi

Lebih terperinci

BAB III KEKONVERGENAN LEMAH

BAB III KEKONVERGENAN LEMAH BAB III KEKONVERGENAN LEMAH Bab ini membahas inti kajian tugas akhir. Di dalamnya akan dibahas mengenai kekonvergenan lemah beserta sifat-sifat yang terkait dengannya. Sifatsifat yang dikaji pada bab ini

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pemrograman Non linier Pemrograman non linier adalah suatu bentuk pemrograman yang berhubungan dengan suatu perencanaan aktivitas tertentu yang dapat diformulasikan dalam model

Lebih terperinci

PROGRAM FRAKSIONAL LINIER DENGAN KOEFISIEN INTERVAL. Annisa Ratna Sari 1, Sunarsih 2, Suryoto 3. Jl. Prof. H. Soedarto, S.H. Tembalang Semarang

PROGRAM FRAKSIONAL LINIER DENGAN KOEFISIEN INTERVAL. Annisa Ratna Sari 1, Sunarsih 2, Suryoto 3. Jl. Prof. H. Soedarto, S.H. Tembalang Semarang PROGRAM FRAKSIONAL LINIER DENGAN KOEFISIEN INTERVAL Annisa Ratna Sari 1, Sunarsih 2, Suryoto 3 1,2,3 Jurusan Matematika FSM Universitas Diponegoro Jl. Prof. H. Soedarto, S.H. Tembalang Semarang Abstract.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN II LANDASAN TEORI

I PENDAHULUAN II LANDASAN TEORI I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu observasi yang berguna dalam bidang komputasi di tahun 1970 adalah observasi terhadap permasalahan relaksasi Lagrange. Josep Louis Lagrange merupakan tokoh ahli

Lebih terperinci

5. Sifat Kelengkapan Bilangan Real

5. Sifat Kelengkapan Bilangan Real 5. Sifat Kelengkapan Bilangan Real Sifat aljabar dan sifat urutan bilangan real telah dibahas sebelumnya. Selanjutnya, akan dijelaskan sifat kelengkapan bilangan real. Bilangan rasional ℚ juga memenuhi

Lebih terperinci

Staff Pengajar Jurusan Teknik Mesin, FT-Universitas Sebelas Maret Surakarta

Staff Pengajar Jurusan Teknik Mesin, FT-Universitas Sebelas Maret Surakarta DESAIN OPTIMASI UNGSI TAK LINIER MENGGUNAKAN METODE PENYELIDIKAN IBONACCI Yemi Kuswardi Nurul Muhayat Abstract: optimum design is an action to design the best product based on the problem. Theoretically,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ruang metrik merupakan ruang abstrak, yaitu ruang yang dibangun oleh

TINJAUAN PUSTAKA. Ruang metrik merupakan ruang abstrak, yaitu ruang yang dibangun oleh II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ruang Metrik Ruang metrik merupakan ruang abstrak, yaitu ruang yang dibangun oleh aksioma-aksioma tertentu. Ruang metrik merupakan hal yang fundamental dalam analisis fungsional,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Berikut diberikan landasan teori mengenai Teori Portofolio, Turunan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Berikut diberikan landasan teori mengenai Teori Portofolio, Turunan BAB II KAJIAN PUSTAKA Berikut diberikan landasan teori mengenai Teori Portofolio, Turunan Parsial, Supremum dan Infimum, Himpunan Konveks, Program Nonlinear, Matriks Definit Positif dan Definit Negatif,

Lebih terperinci

PENERAPAN SISTEM PERSAMAAN LINEAR ITERATIF MAKS-PLUS PADA MASALAH LINTASAN TERPANJANG

PENERAPAN SISTEM PERSAMAAN LINEAR ITERATIF MAKS-PLUS PADA MASALAH LINTASAN TERPANJANG PENERAPAN SISTEM PERSAMAAN LINEAR ITERATIF MAKS-PLUS PADA MASALAH LINTASAN TERPANJANG oleh MIRA AMALIA M0113030 SKRIPSI ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB 2 RUANG HILBERT. 2.1 Definisi Ruang Hilbert

BAB 2 RUANG HILBERT. 2.1 Definisi Ruang Hilbert BAB 2 RUANG HILBERT Pokok pembicaraan kita dalam tugas akhir ini berpangkal pada teori ruang Hilbert. Untuk itu di bab ini akan diberikan definisi ruang Hilbert dan ciri-cirinya, separabilitas ruang Hilbert,

Lebih terperinci

PERBANDINGAN PENYELESAIAN SISTEM OREGONATOR DENGAN METODE ITERASI VARIASIONAL DAN METODE ITERASI VARIASIONAL TERMODIFIKASI

PERBANDINGAN PENYELESAIAN SISTEM OREGONATOR DENGAN METODE ITERASI VARIASIONAL DAN METODE ITERASI VARIASIONAL TERMODIFIKASI PERBANDINGAN PENYELESAIAN SISTEM OREGONATOR DENGAN METODE ITERASI VARIASIONAL DAN METODE ITERASI VARIASIONAL TERMODIFIKASI oleh AMELIA FEBRIYANTI RESKA M0109008 SKRIPSI ditulis dan diajukan untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Zaman yang semakin berkembang membuat persoalan semakin kompleks, tidak terkecuali persoalan yang melibatkan persoalan matematika. Dalam pemecahannya, matematika memegang

Lebih terperinci

OPTIMASI TANAMAN PANGAN DI KOTA MAGELANG DENGAN PEMROGRAMAN KUADRATIK DAN METODE FUNGSI PENALTI EKSTERIOR SKRIPSI

OPTIMASI TANAMAN PANGAN DI KOTA MAGELANG DENGAN PEMROGRAMAN KUADRATIK DAN METODE FUNGSI PENALTI EKSTERIOR SKRIPSI OPTIMASI TANAMAN PANGAN DI KOTA MAGELANG DENGAN PEMROGRAMAN KUADRATIK DAN METODE FUNGSI PENALTI EKSTERIOR SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. optimasi biaya produksi pada home industry susu kedelai Pak Ahmadi

BAB IV PEMBAHASAN. optimasi biaya produksi pada home industry susu kedelai Pak Ahmadi BAB IV PEMBAHASAN Pada bab ini akan dipaparkan tentang penerapan model nonlinear untuk optimasi biaya produksi pada home industry susu kedelai Pak Ahmadi menggunakan pendekatan pengali lagrange dan pemrograman

Lebih terperinci

BAHAN AJAR ANALISIS REAL 1. DOSEN PENGAMPU RINA AGUSTINA, S. Pd., M. Pd. NIDN

BAHAN AJAR ANALISIS REAL 1. DOSEN PENGAMPU RINA AGUSTINA, S. Pd., M. Pd. NIDN BAHAN AJAR ANALISIS REAL 1 DOSEN PENGAMPU RINA AGUSTINA, S. Pd., M. Pd. NIDN. 0212088701 PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH METRO 2015 1 KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

METODE PENGALI LAGRANGE DAN APLIKASINYA DALAM BIDANG EKONOMI SKRIPSI RAHMAD HIDAYAT

METODE PENGALI LAGRANGE DAN APLIKASINYA DALAM BIDANG EKONOMI SKRIPSI RAHMAD HIDAYAT METODE PENGALI LAGRANGE DAN APLIKASINYA DALAM BIDANG EKONOMI SKRIPSI RAHMAD HIDAYAT 110803018 DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2015 METODE

Lebih terperinci

BAB 2 PROGRAM LINIER DAN TAK LINIER. Program linier (Linear programming) adalah suatu masalah matematika

BAB 2 PROGRAM LINIER DAN TAK LINIER. Program linier (Linear programming) adalah suatu masalah matematika BAB 2 PROGRAM LINIER DAN TAK LINIER 2.1 Program Linier Program linier (Linear programming) adalah suatu masalah matematika yang mempunyai fungsi objektif dan kendala berbentuk linier untuk meminimalkan

Lebih terperinci

OPTIMISASI PEMROGRAMAN CEMBUNG MENGGUNAKAN SYARAT KUHN-TUCKER SKRIPSI

OPTIMISASI PEMROGRAMAN CEMBUNG MENGGUNAKAN SYARAT KUHN-TUCKER SKRIPSI OPTIMISASI PEMROGRAMAN CEMBUNG MENGGUNAKAN SYARAT KUHN-TUCKER SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna

Lebih terperinci

DASAR-DASAR TEORI RUANG HILBERT

DASAR-DASAR TEORI RUANG HILBERT DASAR-DASAR TEORI RUANG HILBERT Herry P. Suryawan 1 Geometri Ruang Hilbert Definisi 1.1 Ruang vektor kompleks V disebut ruang hasilkali dalam jika ada fungsi (.,.) : V V C sehingga untuk setiap x, y, z

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI. Pada bab ini akan dijelaskan mengenai teori-teori yang berhubungan dengan

II. LANDASAN TEORI. Pada bab ini akan dijelaskan mengenai teori-teori yang berhubungan dengan II. LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dijelaskan mengenai teori-teori yang berhubungan dengan penelitian ini sehingga dapat dijadikan sebagai landasan berfikir dalam melakukan penelitian dan akan mempermudah

Lebih terperinci

OPTIMASI PEMROGRAMAN KUADRATIK DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA PRIMAL-DUAL INTERIOR POINT

OPTIMASI PEMROGRAMAN KUADRATIK DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA PRIMAL-DUAL INTERIOR POINT TUGAS AKHIR CF 1380 OPTIMASI PEMROGRAMAN KUADRATIK DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA PRIMAL-DUAL INTERIOR POINT NIKE DWI WINARTI NRP 5202 100 028 Dosen Pembimbing Rully Soelaiman, S.Kom, M.Kom JURUSAN SISTEM

Lebih terperinci

SKRIPSI SOLUSI INTEGER UNTUK MASALAH PEMROGRAMAN LINEAR BILEVEL. Jessica Christella NPM:

SKRIPSI SOLUSI INTEGER UNTUK MASALAH PEMROGRAMAN LINEAR BILEVEL. Jessica Christella NPM: SKRIPSI SOLUSI INTEGER UNTUK MASALAH PEMROGRAMAN LINEAR BILEVEL Jessica Christella NPM: 2013710013 PROGRAM STUDI MATEMATIKA FAKULTAS TEKNOLOGI INFORMASI DAN SAINS UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN 2017 FINAL

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Optimasi Non-Linier Suatu permasalahan optimasi disebut nonlinier jika fungsi tujuan dan kendalanya mempunyai bentuk nonlinier pada salah satu atau keduanya. Optimasi nonlinier

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN ALGORITMA ITERATIF UNTUK MINIMISASI FUNGSI NONLINEAR

PENGEMBANGAN ALGORITMA ITERATIF UNTUK MINIMISASI FUNGSI NONLINEAR PENGEMBANGAN ALGORITMA ITERATIF UNTUK MINIMISASI FUNGSI NONLINEAR TESIS Oleh FADHILAH JULI YANTI HARAHAP 127021019/MT FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014

Lebih terperinci

METODE ITERASI VARIASIONAL PADA MASALAH STURM-LIOUVILLE

METODE ITERASI VARIASIONAL PADA MASALAH STURM-LIOUVILLE METODE ITERASI VARIASIONAL PADA MASALAH STURM-LIOUVILLE oleh HILDA ANGGRIYANA M0109035 SKRIPSI ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar Sarjana Sains Matematika JURUSAN

Lebih terperinci

METODE STEEPEST DESCENT DENGAN UKURAN LANGKAH BARU UNTUK PENGOPTIMUMAN NIRKENDALA DJIHAD WUNGGULI

METODE STEEPEST DESCENT DENGAN UKURAN LANGKAH BARU UNTUK PENGOPTIMUMAN NIRKENDALA DJIHAD WUNGGULI 1 METODE STEEPEST DESCENT DENGAN UKURAN LANGKAH BARU UNTUK PENGOPTIMUMAN NIRKENDALA DJIHAD WUNGGULI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015 2 3 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. operasi yang mampu menyelesaikan masalah optimasi sejak diperkenalkan di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. operasi yang mampu menyelesaikan masalah optimasi sejak diperkenalkan di BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemrograman Linier (Linear Programming) Pemrograman linier (linear programming) merupakan salah satu teknik riset operasi yang mampu menyelesaikan masalah optimasi sejak diperkenalkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Berikut ini adalah beberapa definisi dan teorema yang menjadi landasan dalam penentuan harga premi, fungsi permintaan, dan kesetimbangannya pada portfolio heterogen. 2.1 Percobaan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. memahami sifat-sifat dari barisan fungsi. Pada bab ini akan diuraikan materimateri

BAB II KAJIAN TEORI. memahami sifat-sifat dari barisan fungsi. Pada bab ini akan diuraikan materimateri BAB II KAJIAN TEORI Analisis kekonvergenan pada barisan fungsi, apakah barisan fungsi itu? Apakah berbeda dengan barisan pada umumnya? Tentunya sebelum membahas mengenai barisan fungsi, apa saja jenis

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung tujuan penulisan. Materi-materi

BAB II LANDASAN TEORI. selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung tujuan penulisan. Materi-materi BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas tentang landasan teori yang digunakan pada bab selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung tujuan penulisan. Materi-materi yang diuraikan berupa definisi-definisi

Lebih terperinci

Masalah maksimisasi dapat ditinjau dari metode minimisasi, karena

Masalah maksimisasi dapat ditinjau dari metode minimisasi, karena Lecture 2: Optimization of Function of One Variable A. Pendahuluan Ide dasar dari masalah optimisasi adalah mengoptimumkan (memaksimumkan/ meminimumkan) suatu besaran skalar yang merupakan harga suatu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pada Bab Landasan Teori ini akan dibahas mengenai definisi-definisi, dan

BAB II LANDASAN TEORI. Pada Bab Landasan Teori ini akan dibahas mengenai definisi-definisi, dan BAB II LANDASAN TEORI Pada Bab Landasan Teori ini akan dibahas mengenai definisi-definisi, dan teorema-teorema yang akan menjadi landasan untuk pembahasan pada Bab III nanti, diantaranya: fungsi komposisi,

Lebih terperinci

METODE URUTAN PARSIAL UNTUK MENYELESAIKAN MASALAH PROGRAM LINIER FUZZY TIDAK PENUH

METODE URUTAN PARSIAL UNTUK MENYELESAIKAN MASALAH PROGRAM LINIER FUZZY TIDAK PENUH METODE URUTAN PARSIAL UNTUK MENYELESAIKAN MASALAH PROGRAM LINIER FUZZY TIDAK PENUH Sesar Sukma Jiwangga 1, Bambang Irawanto 2, Djuwandi 3 1 Program Studi S1, Matematika, Departemen Matematika FSM Universitas

Lebih terperinci

3 LIMIT DAN KEKONTINUAN

3 LIMIT DAN KEKONTINUAN Menurut Bartle dan Sherbet (994), Analisis matematika secara umum dipahami sebagai tubuh matematika yang dibangun oleh berbagai konsep limit. Pada bab sebelumnya kita telah mempelajari limit barisan, kekonvergenan

Lebih terperinci

METODE TRANSFORMASI DIFERENSIAL FRAKSIONAL UNTUK MENYELESAIKAN MASALAH STURM-LIOUVILLE FRAKSIONAL

METODE TRANSFORMASI DIFERENSIAL FRAKSIONAL UNTUK MENYELESAIKAN MASALAH STURM-LIOUVILLE FRAKSIONAL METODE TRANSFORMASI DIFERENSIAL FRAKSIONAL UNTUK MENYELESAIKAN MASALAH STURM-LIOUVILLE FRAKSIONAL oleh ASRI SEJATI M0110009 SKRIPSI ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. digunakan untuk membentuk fungsi tujuan dari masalah pemrograman nonlinear

BAB III PEMBAHASAN. digunakan untuk membentuk fungsi tujuan dari masalah pemrograman nonlinear BAB III PEMBAHASAN Pada bab ini akan dijelaskan tentang konsep dasar metode kuadrat terkecil yang digunakan untuk membentuk fungsi tujuan dari masalah pemrograman nonlinear dan langkah-langkah penyelesaiannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini semakin banyak permasalahan pada kehidupan sehari-hari yang memerlukan pendekatan optimisasi dalam penyelesaiannya. Sebagai contoh, misalkan sebuah perusahaan

Lebih terperinci

BAB III OPERATOR LINEAR TERBATAS PADA RUANG HILBERT. Operator merupakan salah satu materi yang akan dibahas dalam fungsi

BAB III OPERATOR LINEAR TERBATAS PADA RUANG HILBERT. Operator merupakan salah satu materi yang akan dibahas dalam fungsi BAB III OPERATOR LINEAR TERBATAS PADA RUANG HILBERT 3.1 Operator linear Operator merupakan salah satu materi yang akan dibahas dalam fungsi real yaitu suatu fungsi dari ruang vektor ke ruang vektor. Ruang

Lebih terperinci

3 LIMIT DAN KEKONTINUAN

3 LIMIT DAN KEKONTINUAN Menurut Bartle dan Sherbet (1994), Analisis matematika secara umum dipahami sebagai tubuh matematika yang dibangun dari berbagai konsep limit. Pada bab sebelumnya kita telah mempelajari limit barisan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A Matriks 1 Pengertian Matriks Definisi 21 Matriks adalah kumpulan bilangan bilangan yang disusun secara khusus dalam bentuk baris kolom sehingga membentuk empat persegi panjang

Lebih terperinci

PERBANDINGAN METODE SIMPLEKS DENGAN ALGORITMA TITIK INTERIOR DALAM PENYELESAIAN MASALAH PROGRAM LINIER SKRIPSI AGUSTINA ANGGREINI SITORUS

PERBANDINGAN METODE SIMPLEKS DENGAN ALGORITMA TITIK INTERIOR DALAM PENYELESAIAN MASALAH PROGRAM LINIER SKRIPSI AGUSTINA ANGGREINI SITORUS PERBANDINGAN METODE SIMPLEKS DENGAN ALGORITMA TITIK INTERIOR DALAM PENYELESAIAN MASALAH PROGRAM LINIER SKRIPSI AGUSTINA ANGGREINI SITORUS 120803060 DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

BAB III TURUNAN DALAM RUANG DIMENSI-n

BAB III TURUNAN DALAM RUANG DIMENSI-n BAB III TURUNAN DALAM RUANG DIMENSI-n 1. FUNGSI DUA PEUBAH ATAU LEBIH fungsi bernilai riil dari peubah riil, fungsi bernilai vektor dari peubah riil Fungsi bernilai riil dari dua peubah riil yakni, fungsi

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pemrograman Non Linier Pemrograman Non linier merupakan pemrograman dengan fungsi tujuannya saja atau bersama dengan fungsi kendala berbentuk non linier yaitu pangkat dari variabelnya

Lebih terperinci

BAB III INTEGRAL LEBESGUE. Pada bab sebelumnya telah disebutkan bahwa ruang dibangun oleh

BAB III INTEGRAL LEBESGUE. Pada bab sebelumnya telah disebutkan bahwa ruang dibangun oleh BAB III INTEGRAL LEBESGUE Pada bab sebelumnya telah disebutkan bahwa ruang dibangun oleh fungsi-fungsi terukur dan memenuhi sifat yang berkaitan dengan integral Lebesgue. Kajian mengenai keterukuran suatu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. berkaitan dengan optimasi, pemrograman linear, pemrograman nonlinear, quadratic

BAB II KAJIAN TEORI. berkaitan dengan optimasi, pemrograman linear, pemrograman nonlinear, quadratic BAB II KAJIAN TEORI Kajian teori pada bab ini membahas tentang pengertian dan penjelasan yang berkaitan dengan optimasi, pemrograman linear, pemrograman nonlinear, quadratic programming dan algoritma genetika.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Berikut diberikan landasan teori mengenai teori himpunan fuzzy, program

BAB II KAJIAN TEORI. Berikut diberikan landasan teori mengenai teori himpunan fuzzy, program BAB II KAJIAN TEORI Berikut diberikan landasan teori mengenai teori himpunan fuzzy, program linear, metode simpleks, dan program linear fuzzy untuk membahas penyelesaian masalah menggunakan metode fuzzy

Lebih terperinci

ANALISIS KARAKTERISTIK FUNGSI LAGRANGE DALAM MENYELESAIKAN PERMASALAHAN OPTIMASI BERKENDALA SKRIPSI THERESIA M. MANIK

ANALISIS KARAKTERISTIK FUNGSI LAGRANGE DALAM MENYELESAIKAN PERMASALAHAN OPTIMASI BERKENDALA SKRIPSI THERESIA M. MANIK ANALISIS KARAKTERISTIK FUNGSI LAGRANGE DALAM MENYELESAIKAN PERMASALAHAN OPTIMASI BERKENDALA SKRIPSI THERESIA M. MANIK 120803069 DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSTITAS

Lebih terperinci

OPTIMISASI KONVEKS: KONSEP-KONSEP

OPTIMISASI KONVEKS: KONSEP-KONSEP Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 14 Mei 2011 OPTIMISASI KONVEKS: KONSEP-KONSEP Caturiyati 1 dan Himmawati Puji Lestari

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Pada bab II ini dibahas teori-teori pendukung yang digunakan untuk pembahasan selanjutnya yaitu tentang Persamaan Nonlinier, Metode Newton, Aturan Trapesium, Rata-rata Aritmatik dan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA Ruang Norm Sumanang Muhtar Gozali UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA Definisi. Misalkan suatu ruang vektor atas. Norm pada didefinisikan sebagai fungsi. : yang memenuhi N1. 0 N2. 0 0 N3.,, N4.,, Kita dapat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSATAKA

II. TINJAUAN PUSATAKA 4 II. TINJAUAN PUSATAKA 2.1 Operator Definisi 2.1.1 (Kreyszig, 1989) Suatu pemetaan pada ruang vektor khususnya ruang bernorma disebut operator. Definisi 2.1.2 (Kreyszig, 1989) Diberikan ruang Bernorm

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Dalam bab ini akan dibahas beberapa konsep mendasar meliputi ruang vektor,

TINJAUAN PUSTAKA. Dalam bab ini akan dibahas beberapa konsep mendasar meliputi ruang vektor, II. TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dibahas beberapa konsep mendasar meliputi ruang vektor, ruang Bernorm dan ruang Banach, ruang barisan, operator linear (transformasi linear) serta teorema-teorema

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengoptimalan merupakan ilmu Matematika terapan dan bertujuan untuk mencapai suatu titik optimum. Dalam kehidupan sehari-hari, baik disadari maupun tidak, sebenarnya

Lebih terperinci

PROGRAM LINIER FUZZY PENUH DENGAN ALGORITMA MULTI OBJECTIVE LINEAR PROGRAMMING. Jl. Prof. H. Soedarto, S.H. Tembalang Semarang

PROGRAM LINIER FUZZY PENUH DENGAN ALGORITMA MULTI OBJECTIVE LINEAR PROGRAMMING. Jl. Prof. H. Soedarto, S.H. Tembalang Semarang PROGRAM LINIER FUZZY PENUH DENGAN ALGORITMA MULTI OBJECTIVE LINEAR PROGRAMMING Mohamad Ervan S 1, Bambang Irawanto 2, Sunarsih 1,2,3 Jurusan Matematika FSM Universitas Diponegoro Jl. Prof. H. Soedarto,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas beberapa pengertian dari optimasi bersyarat dengan kendala persamaan menggunakan multiplier lagrange serta penerapannya yang akan digunakan sebagai landasan

Lebih terperinci

FUZZY LINIER PROGRAMMING UNTUK PEMILIHAN JENIS KENDARAAN DALAM MENGANTISIPASI KEMACETAN LALU LINTAS DI KOTA MEDAN

FUZZY LINIER PROGRAMMING UNTUK PEMILIHAN JENIS KENDARAAN DALAM MENGANTISIPASI KEMACETAN LALU LINTAS DI KOTA MEDAN FUZZY LINIER PROGRAMMING UNTUK PEMILIHAN JENIS KENDARAAN DALAM MENGANTISIPASI KEMACETAN LALU LINTAS DI KOTA MEDAN Zulfikar Sembiring 1* 1 Fakultas Teknik, Universitas Medan Area * Email : zoelsembiring@gmail.com

Lebih terperinci

Teori Dualitas dan Penerapannya (Duality Theory and Its Application)

Teori Dualitas dan Penerapannya (Duality Theory and Its Application) Teori Dualitas dan Penerapannya (Duality Theory and Its Application) Kuliah 6 TI2231 Penelitian Operasional I 1 Materi Bahasan 1 Teori dualitas 2 Metode simpleks dual TI2231 Penelitian Operasional I 2

Lebih terperinci

OPTIMASI TANAMAN PANGAN DI KOTA MAGELANG DENGAN PEMROGRAMAN KUADRATIK DAN METODE FUNGSI PENALTI EKSTERIOR

OPTIMASI TANAMAN PANGAN DI KOTA MAGELANG DENGAN PEMROGRAMAN KUADRATIK DAN METODE FUNGSI PENALTI EKSTERIOR 40 Jurnal Matematika Vol 6 No 2 Tahun 2017 OPTIMASI TANAMAN PANGAN DI KOTA MAGELANG DENGAN PEMROGRAMAN KUADRATIK DAN METODE FUNGSI PENALTI EKSTERIOR OPTIMIZATION OF FOOD CROPS IN MAGELANG WITH QUADRATIC

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 HIMPUNAN CRIPS Himpunan adalah suatu kumpulan objek-objek yang mempunyai kesamaan sifat tertentu. Suatu himpunan harus terdefinisi secara tegas, artinya untuk setiap objek selalu

Lebih terperinci

SISTEM BILANGAN REAL

SISTEM BILANGAN REAL DAFTAR ISI 1 SISTEM BILANGAN REAL 1 1.1 Sifat Aljabar Bilangan Real..................... 1 1.2 Sifat Urutan Bilangan Real..................... 6 1.3 Nilai Mutlak dan Jarak Pada Bilangan Real............

Lebih terperinci

BAB V KEKONVERGENAN BARISAN PADA DAN KETERKAITAN DENGAN. Pada subbab 4.1 telah dibahas beberapa sifat dasar yang berlaku pada koleksi

BAB V KEKONVERGENAN BARISAN PADA DAN KETERKAITAN DENGAN. Pada subbab 4.1 telah dibahas beberapa sifat dasar yang berlaku pada koleksi BAB V KEKONVERGENAN BARISAN PADA DAN KETERKAITAN DENGAN Pada subbab 4.1 telah dibahas beberapa sifat dasar yang berlaku pada koleksi semua fungsi yang terintegralkan Lebesgue, 1. Sebagaimana telah dirumuskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Derivatif memegang peranan penting dalam syarat optimalitas fungsi, yaitu untuk mencapai ekstrim, derivatif order satu fungsi tersebut harus bernilai nol.

Lebih terperinci

III RELAKSASI LAGRANGE

III RELAKSASI LAGRANGE III RELAKSASI LAGRANGE Relaksasi Lagrange merupakan salah satu metode yang terus dikembangkan dalam aplikasi pemrograman matematik. Sebagian besar konsep teoretis dari banyak aplikasi menggunakan metode

Lebih terperinci

BAB IV REDUKSI BIAS PADA PENDUGAAN

BAB IV REDUKSI BIAS PADA PENDUGAAN BAB IV REDUKSI BIAS PADA PENDUGAAN 4.1. Asimtotik Orde-2 Berdasarkan hasil simulasi pada Helmers dan Mangku (2007) kasus kernel seragam, aproksimasi asimtotik orde pertama pada ragam dan bias, gagal memprediksikan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Aljabar Linear Definisi 2.1.1 Matriks Matriks A adalah susunan persegi panjang yang terdiri dari skalar-skalar yang biasanya dinyatakan dalam bentuk berikut: [ ] Definisi 2.1.2

Lebih terperinci

OPTIMALISASI HASIL PRODUKSI DENGAN METODE KUHN TUCKER PADA PABRIK ROTI WN SKRIPSI ANTA DIKA KARO-KARO

OPTIMALISASI HASIL PRODUKSI DENGAN METODE KUHN TUCKER PADA PABRIK ROTI WN SKRIPSI ANTA DIKA KARO-KARO OPTIMALISASI HASIL PRODUKSI DENGAN METODE KUHN TUCKER PADA PABRIK ROTI WN SKRIPSI ANTA DIKA KARO-KARO 110803035 DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. ini sehingga dapat dijadikan sebagai landasan berpikir dan akan mempermudah. dalam hal pembahasan hasil utama berikutnya.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. ini sehingga dapat dijadikan sebagai landasan berpikir dan akan mempermudah. dalam hal pembahasan hasil utama berikutnya. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan dijelaskan mengenai teori-teori yang berhubungan dengan pembahasan ini sehingga dapat dijadikan sebagai landasan berpikir dan akan mempermudah dalam hal pembahasan

Lebih terperinci

OPTIMISASI KONVEKS: Konsep-konsep

OPTIMISASI KONVEKS: Konsep-konsep OPTIMISASI KONVEKS: Konsep-konsep Caturiyati, M.Si 1 dan Himmawati Puji Lestari, M.Si 2 1,2 Jurdik Matematika FMIPA UNY 1 wcaturiyati@yahoo.com 2 himmawatipl@yahoo.com Abstrak Pada masalah optimisasi konveks

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Turunan fungsi f adalah fungsi lain f (dibaca f aksen ) yang nilainya pada ( ) ( ) ( )

II. TINJAUAN PUSTAKA. Turunan fungsi f adalah fungsi lain f (dibaca f aksen ) yang nilainya pada ( ) ( ) ( ) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Turunan Turunan fungsi f adalah fungsi lain f (dibaca f aksen ) yang nilainya pada sebarang bilangan c adalah asalkan limit ini ada. Jika limit ini memang ada, maka dikatakan

Lebih terperinci

3 LIMIT DAN KEKONTINUAN

3 LIMIT DAN KEKONTINUAN Menurut Bartle dan Sherbet (1994), Analisis matematika secara umum dipahami sebagai tubuh matematika yang dibangun oleh berbagai konsep limit. Pada bab sebelumnya kita telah mempelajari limit barisan,

Lebih terperinci

Sistem Hasil Kali Persamaan Diferensial Otonomus pada Bidang

Sistem Hasil Kali Persamaan Diferensial Otonomus pada Bidang Sistem Hasil Kali Persamaan Diferensial Otonomus pada Bidang SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna

Lebih terperinci

KEKONVERGENAN NET DAN SUBNET PADA RUANG TOPOLOGIS. Oleh : FATKHAN YUDI RIANSA J2A Skripsi

KEKONVERGENAN NET DAN SUBNET PADA RUANG TOPOLOGIS. Oleh : FATKHAN YUDI RIANSA J2A Skripsi KEKONVERGENAN NET DAN SUBNET PADA RUANG TOPOLOGIS Oleh : FATKHAN YUDI RIANSA J2A 006 019 Skripsi Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Jurusan Matematika Fakultas

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. eigen dan vektor eigen, persamaan diferensial, sistem persamaan diferensial, titik

BAB II LANDASAN TEORI. eigen dan vektor eigen, persamaan diferensial, sistem persamaan diferensial, titik BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini, akan dijelaskan landasan teori yang akan digunakan dalam bab selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung dan memperkuat tujuan penelitian. Landasan teori yang dimaksud

Lebih terperinci

11. FUNGSI MONOTON (DAN FUNGSI KONVEKS)

11. FUNGSI MONOTON (DAN FUNGSI KONVEKS) 11. FUNGSI MONOTON (DAN FUNGSI KONVEKS) 11.1 Definisi dan Limit Fungsi Monoton Misalkan f terdefinisi pada suatu himpunan H. Kita katakan bahwa f naik pada H apabila untuk setiap x, y H dengan x < y berlaku

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. operasi matriks, determinan dan invers matriks), aljabar max-plus, matriks atas

BAB II KAJIAN PUSTAKA. operasi matriks, determinan dan invers matriks), aljabar max-plus, matriks atas BAB II KAJIAN PUSTAKA Pada bab ini akan diuraikan mengenai matriks (meliputi definisi matriks, operasi matriks, determinan dan invers matriks), aljabar max-plus, matriks atas aljabar max-plus, dan penyelesaian

Lebih terperinci

PENGANTAR ANALISIS REAL

PENGANTAR ANALISIS REAL Seri Analisis dan Geometri No. 1 (2009), -15 158 (173 hlm.) PENGANTAR ANALISIS REAL Oleh Hendra Gunawan Edisi Pertama Bandung, Januari 2009 2000 Dewey Classification: 515-xx. Kata Kunci: Analisis matematika,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap manusia memiliki kebutuhan yang harus dipenuhi. Kebutuhan manusia untuk setiap orangnya berbeda-beda, baik dari kuantitas maupun dari kualitas. Di zaman

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Matriks Matriks adalah himpunan bilangan real yang disusun secara empat persegi panjang, mempunyai baris dan kolom dengan bentuk umum : Tiap-tiap bilangan yang berada didalam

Lebih terperinci

Metode Simpleks (Simplex Method) Materi Bahasan

Metode Simpleks (Simplex Method) Materi Bahasan Metode Simpleks (Simplex Method) Kuliah 03 TI2231 Penelitian Operasional I 1 Materi Bahasan 1 Rumusan Pemrograman linier dalam bentuk baku 2 Pemecahan sistem persamaan linier 3 Prinsip-prinsip metode simpleks

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada suatu eksperimen atau pengamatan terhadap suatu keadaan, pengambilan data merupakan salah satu bagian terpenting, agar hasil dari eksperimen dapat lebih

Lebih terperinci

Ruang Norm-n Berdimensi Hingga

Ruang Norm-n Berdimensi Hingga Jurnal Matematika Integratif. Vol. 3, No. 2 (207), pp. 95 04. p-issn:42-684, e-issn:2549-903 doi:0.2498/jmi.v3.n2.986.95-04 Ruang Norm-n Berdimensi Hingga Moh. Januar Ismail Burhan Jurusan Matematika dan

Lebih terperinci

URAIAN POKOK-POKOK PERKULIAHAN

URAIAN POKOK-POKOK PERKULIAHAN Pertemuan ke-: 10, 11, dan 12 Penyusun : Kosim Rukmana Materi: Barisan Bilangan Real 7. Barisan dan Limit Barisan 6. Teorema Limit Barisan 7. Barisan Monoton URAIAN POKOK-POKOK PERKULIAHAN 7. Barisan dan

Lebih terperinci