KAJIAN TERBENTUKNYA GELEMBUNG UAP PADA PIPA-PIPA EVAPORATOR KETEL PIPA AIR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN TERBENTUKNYA GELEMBUNG UAP PADA PIPA-PIPA EVAPORATOR KETEL PIPA AIR"

Transkripsi

1 KAJIAN TERBENTUKNYA GELEMBUNG UAP PAA PIPA-PIPA EVAPORATOR KETEL PIPA AIR Tekad Stepu Sta Pengajar epartemen Teknk Mesn Fakultas Teknk Unverstas Sumatera Utara Abstrak Proses pembentukan uap pada ppa evaporator dalam ketel uap ppa ar memlk karakterstk alran dua asa yatu asa uap dan ar. Agar ketel dapat berungs secara eekt, perlu dketau dmana letak pembentukan uap dalam ppa, letak gelembung uap berkembang penu dan juga poss luda pada dndng ppa menjad kerng (dryout, sebab jka luda pada dndng ppa-ppa waterwall kerng, koesen perpndaan panas akan turun secara drasts dan akan membuat temperatur pada dndng ppa (T w menjad nak secara drasts, sengga ppa-ppa waterwall akan menerma panas yang berleban. Konds tersebut dapat mengakbatkan ppa-ppa ketel mengalam: koros, perubaan struktur materal ppa yang akan mempengaru kekuatan materal atau bakan dapat menyebabkan ppa menjad melele. Proses pembentukan uap d dalam ppa tergantung kepada lux panas permukaan, untuk tu perlu dketau besarnya lux panas maksmum dan mnmum yang dapat dberkan pada ppa. Flux panas yang terlalu besar akan menyebabkan ppa mengalam dryout, sebalknya jka terlalu kecl akan membuat proses pembentukan uap dalam ppa terlalu lambat dan kapastas uap yang daslkan renda atau bakan tdak terbentuknya uap. Kata kunc: Gelembung Uap, Ppa evaporator ketel ppa ar. 1. PENAHULUAN Proses penguapan pada ketel uap terjad dalam konds jenu pada suatu tekanan dan temperatur konstan. Tekanan dan temperatur n dnamakan tekanan saturas (P dan temperatur saturas (T. Tekanan dan temperatur saturas menjad speskas dar ketel uap tersebut. Pemberan panas pada luda yang dalam konds jenu, tdak akan memperbesar tempratur tetap akan menamba kualtas uap. Selama proses penguapan alran luda dalam ppa berbeda-beda, karena terbentuknya gelembung-gelembung uap dan yang akan bertamba besar serng dengan penambaan kualtas uap. Alran dan perpndaan panas pada ppa ketel uap n, tergantung kepada poss ppa dan ara alran luda. Namun dalam al n yang akan dbaas anya pada ppa vertkal dan alran luda keatas. 2. TINJAUAN PUSTAKA Perpndaan panas pada proses penguapan pada ppa vertkal dengan alran ke atas dbag dalam empat bagan yatu : perpndaan panas konveks pada asa car (Convecton Sngle-Pase lqud, Subcooled bolng, saturated bolng dan perpndaan panas ponveks pada asa uap (Convecton Sngle-Pase vapor. Poss daera perpndaan panas n berbeda-beda pada ppa, tergantung kepada besar panas permukaan yang dberkan kepada ppa Perpndaan Panas Konveks Pada Fasa Car Perpndaan panas konveks dengan lux Panas ( konstan 51

2 dtung dengan menggunakan persamaan 2-1 berkut n. q conv. A 2-1 A = Luas permukaan yang dpanas. alam ppa luas penampang yang dpanas adala π..z = Fluks panas pada permukaan ppa q conv = Perpndaan panas konveks z = Panjang ppa Sengga untuk ppa dengan dameter, besar perpndaan panas yang terjad adala : q z 2-2 conv Sedangkan perpndaan panas pada luda ddalam ppa adala : q conv W c. ( T ( z T 2-3. p W = laju alran massa pada asa car (kg/s c p = koesen panas konveks pada asa car T (z = Temperatur lokal luda dalam ppa T = Temperatur luda masuk ppa Kesembangan panas pada ppa adala dengan menggabungkan persamaan 2-2dan 2-3 datas persamaan menjad: z W. c. ( T ( z T Laju alran massa W serng dbuat dalam kecepatan massa (G ubungan antara keduanya adala sepert persamaan W G Sengga dengan menyusun ulang persamaan 2-4 datas dan menggabungkannya kedalam persamaan 2-5. ddapatkan persamaan 2-6, untuk mengtung dstrbus panas lokal luda dsepanjang ppa. 4 z T ( z T 2-6 Gc Temperatur permukaan dndng ppa adala temperatur lokal luda dtamba dengan perbedaan p temperatur dndng dengan temperatur lokal : T T ( z T...[ Lt w (...al:145] 2-7 T /...[ Lt o...al:145] 2-8 Sengga persamaan 2-7 datas menjad Tw T ( z 2-9 o Untuk mendapatkan o dtung dar blangan Nusselt menurut persamaan o Nu 2-10 k Nu k o = blangan Nusselt = koesen konveks luda = konduktvtas termal luda = dameter ppa Blangan Nusselt untuk alran lamnar dalam ppa Nu Pr gt 0.17 Re Pr 2 Prw..[ Lt. 2. al:440] 2-11 p berlaku untuk z/ > 50 dan Re 2- < 42000, Sedangkan untuk alran Turbulen dalam ppa dgunakan persamaan ttus-boelter, yang berlaku untuk z/ > 10 dan Re> Re Pr Nu...[ Lt al:445] Perpndaan Panas Pada Subcooled bolng aera subcooled bolng adala daera mula tmbulnya gelembung gelembung pada dndng ppa sampa pada temperatur rata-rata luda sama dengan temperatur saturas luda. Umumnya jens alran yang terjad pada daera n adala alran gelembung (Bubbly low dan alran sumbat (Slug Flow

3 Gambar 2. 1 strbus Temperatur dndng ppa dan ar pada daera subcoolng Temperatur luda pada dndng ppa umumnya leb tngg dar temperatur luda d tenga ppa. Sengga luda yang terleb daulu mencapa temperatur saturas adala pada dndng ppa. Ole karena tu pembentukan gelembung gelembung leb daulu pada dndng ppa. Poss terbentuknya gelembung gelembung awal n dnamakan Nucleat bolng. Gambar Poss Nucleat bolng dapat dlat pada gambar 2-1 datas. Pembentukan gelembung tdak terjad saat Temperatur dndng sama dengan temperatur saturas, tetap ada penambaan temperatur tertentu ( T. Sengga pembentukan Gelembung pada dndng ppa terjad saat T T (T. Ole W karena Penambaan temperatur tersebut poss pembentukan gelembung pada dndng ppa akan bergeser atau bertamba. Pergeseran poss n dnamakan Onset Nucleat bolng (. Temperatur luda ( T d pusat ppa saat tmbulnya gelembung pada dndng ppa dapat dtung menggunakan persamaan 2-6. Sengga dengan mengubungkan konds Onset Nucleat bolng n kedalam persamaan 2-9 dan menyusun ulang kembal persamaan, maka dapat o dketau poss Onset Nucleat bolng ( z NB menurut persamaan 2-13 Untuk ppa yang dpanaskan dengan lux panas ( konstan dengan kecepatan alran massa (G, Panjang ppa sampa tmbulnya gelembung uap dtung dengan persamaan 2-13 dbawa n. G c p ( TSUB ( T 1 znb 4 o...[ Lt. 1. al:146] 2-13 ( T = Beda temperatur SUB saturas dengan temperatur luda masuk ppa ( T = Beda temperatur dndng ppa saat Onset Nucleat bolng dengan Temperatur Saturas = koesen konveks luda z NB = panjang ppa sampa terjadnya nucleat bolng c = koesen panas p konveks pada asa car = Flux panas permukaan 53

4 Pembentukan gelembung uap pada pusat ppa akan terjad saat temperatur luda pada pusat ppa sama dengan temperatur saturas luda ( T (z = T. Poss n adala batas daera subcooled bolng sengga serng dsebut dengan panjang subcooled bolng ( z sc. engan menyusun ulang persamaan 2-8 datas untuk mengtung jarak dar ujung masuk luda sampa temperatur luda sama dengan temperatur saturas luda, ddapatkan persamaan 2-14 berkut n. G c p zsc ( T T [ Lt al:145] 2-14 Sengga daera subcooled bolng adala mula dar terbentuknya gelembung pada dndng ppa (z NB sampa terbentuknya gelembung pada pusat ppa (z SC. Panjang daera n dtung dengan persamaan G c p 1 ( T zsc znb 4 o...[ Lt. 1. al:146] 2-15 strbus temperatur dar dndng ppa sampa pusat ppa dapat dketau dengan menggunakan persamaan 2-16 berkut n. y T ( y TW [ Lt k... al:150] 2-16 Besar arga penambaan temperatur dar temperatur saturas pada saat Onset Nucleat bolng ( T belum dketau. Untuk mengetau arga ( T arus terleb daulu dketau koesen perpndaan panas ke luda car (Sngle Pase Lqud dan koesen perpndaan panas ke gelembung gelembung uap (Subcooled Bolng. Besar lux panas permukaan yang dbutukan pada daera subcooled bolng adala sepert gambar 2-2. aera n dbag dalam dua jens yatu daera Penguapan terpsa (Partal Bolng dan daera penguapan berkembang penu (Fully evelopment Bolng. Pada daera penguapan terpsa lux panas dbag menjad dua bagan yatu lux panas ke luda car dan lux panas ke gelembung ( SPL gelembung uap ( SCB menurut persamaan SPL SCB [ Lt al:156] 2-17 Gambar 2. 2 Grak Flux panas permukaan dan Temperatur permukaan pada daera subcooled bolng 54

5 mana serng dengan bertambanya kualtas uap mula saat luda mencapa temperatur saturas, akan berkurang karena SPL berkurangnya luda car dan SCB akan bertamba. Namun pengurangan SPL mas sebandng dengan penambaan, sengga lux panas mas SCB belum beruba, dan mas danggap anya lux SPL, sampa tercapa temperatur. Pada gambar 2.2, pada saat temperatur dndng mencapa ttk temperatur akan turun menjad temperatur ttk. Hal n karena terjadnya pembentukan uap pada Raso lux panas permukaan SPL dndng. an pada poss nla Onset Nucleat bolng terjad. Pada daera penguapan berkembang penu (ully development bolng lux panas ke luda car ( SPL adala nol, sengga lux panas selurunya adala ke gelembung gelembung uap ( SCB. Menurut Bowrng, grak raso lux panas permukaan dengan perbedaan temperatur saturas dengan temperatur luda ( T SUB (z adala sepert gambar 2.3 berkut. T W= T 1 0 FB 0 Pont Subcooled, T SUB (z Gambar 2. 3 agram Raso lux panas permukaan vs T SUB (z [ Lt. 2. al:158 ] Untuk mencar beda temperatur saturas dengan temperatur bulk luda pada saat tmbulnya gelembung pada dndng ppa (Nucleat bolng ( T SUB z, menurut Bowrng ( NB dgunakan Persamaan 2-18 berkut n. n TSUB ( znb [ Lt. 1. o...al:149] 2-18 Sedangkan untuk mencar beda temperatur saturas dengan temperatur bulk luda pada saat gelembung berkembang penu (Fully evelopment Bolng/FB, menurut Bowrng dgunakan Persamaan berkut n. n TSUB ( z FB [ Lt o al:158] 2-19 Persamaan umum untuk T adala n T [ Lt. 1. al:148]

6 Menurut Jens dan Lottes untuk ar, besar arga 25e p/62 dan arga n 0.25, sengga persamaan 2-20 untuk daera subcooled bolng menjad persamaan 2-23 berkut n p/62 T 25 e [ Lt al:165] 2-21 = lux panas permukaan [MW/m 2 ] p = Tekanan luda [bar] 2.3. Perpndaan Panas Pada Satureted Bolng Setela melewat daera daera berkembang penu pada subcooled bolng, perpndaan panas yang terjad adala perpndaan panas dua asa, yatu asa uap dan ar. Serng dengan tu kualtas uap bertamba. Besarnya penambaan kualtas uap tersebut setela melewat daera berkembang penu berbeda dengan sebelum berkembang penu. Hal n karena dalam daera berkembang penu perpndaan panas kepada alran dua asa, sedangkan sebelum daera berkembang penu sebagan ke asa tunggal ar, dan sebagan ke gelembung uap.kualtas uap mula memlk arga setela gelembung terpsa dar dndng ppa (z d. Grak kualtas uap dapat dlat pada gambar 2.4 * Z Z SC Z Z NB Gambar 2. 4 Kualtas Uap pada dera Subcooled dan Saturated bolng [ Lt. 1. al:179 ] 56

7 Persamaan 2-22 berkut n dgunakan untuk mengtung kualtas uap setela melewat daera berkembang penu (ully development regon atau z > z *. 4 x( z ( z zsc [ Lt G g...al:207] 2-22 Sedangkan kualtas uap sebelum melewat daera berkembang penu (ully development regon z < z * d tung dengan menggunakan persamaan 2-24 berkut n. 4 x' ( z ( z zd [ Lt. 1. G (1 g...al:207] 2-23 z = Panjang ppa sengga uap d lepas dar dndng ppa G c p ( T SUB zd 4 Gv * z = panjang ppa sengga luda mengalam penguapan berkembang penu G c p * ( TSUB z 4 Gv [14 0.1p] 10 6 [ 0 C m Untuk tekanan bar cp ( g g Untuk tekanan bar ( Untuk tekanan datas 50 bar ( / J] 2.4. Perpndaan Panas pada daera postdryout aera postdryout dmula dar poss dryout sampa kepada uap supereat ngga keluar ppa penguap. alam daera n umumnya alran luda adala annular atau wspy annular. Serng dengan bertambanya kualtas uap, pada ttk tertentu akan mencapa kualtas uap 100% secara teorts, panjang ppa ngga luda mencapa kualtas uap 100% atau poss equalbrum z dtung dengan ( EQ persamaan 2-24 berkut n. z EQ G g (1 xo zo [ Lt. 1. al:233] 2-24 z = Panjang ppa ngga EQ mencapa kualtas uap 100% atau poss equalbrum [m] = lux panas permukaan [W/m 2 ] z = Panjang ppa ngga O luda mencapa ttk ryout/krts [m] x = kualtas uap pada O poss dryout G = Kecepatan alran [kg/m 2 s] = ameter ppa [m] = Panas laten pengupan g strbus kualtas uap pada daera postdryout dtung dengan persamaan 2-25 * 4 x ( z xo ( z zo G g...[ Lt. 1 al:233] 2-24 x * ( z = Kualtas uap pada poss z pada ppa z = Poss pada ppa. Yatu daera antara poss dryout ngga kualtas uap mencapa 100% = Raso a / c Namun panjang ppa ngga luda mencapa kualtas uap 100% secara * aktual ( z dtung dengan persamaan 2-26 berkut n. G * g z (1 xo zo [ Lt al:234]

8 strbus temperatur luda pada ppa untuk z < z *, dtung dengan persamaan 2-27, untuk z < z *, dtung dengan persamaan (1 ( z z O Tg ( z T G c pg...[ Lt. 1. al:235] T ( z T g 4( z zeq [ Lt. 1. G c pg...al:235] PEMBAHASAN Serng dengan bertambanya kualtas uap, luda akan mengalam ttk krts atau serng dsebut ryout dan eparture Nucleat bolng (NB. Istla ryout dgunakan untuk lux panas renda serta kualtas uap tngg saat melewat ttk krts. eparture Nucleat bolng (NB untuk lux panas tngg dan kualtas uap renda saat melewat ttk krts. Pada ryout, Fluda car suda tdak kelatan secara sk, tetap berbentuk butr-butr ar dantara uap, dan alran setela melewat ttk krts adala alran drop dan sebelum melewat ttk krts alrannya adala alran annular (Gambar 3.1. Gambar 3.1 ryout Pada NB, dapat terjad saat subcooled bolng dan saturas sebelum kualtas uap mencapa kurang leb 50%, umumnya alran setela ttk krts adala alran wspy annular. Peta untuk melat proses penguapan dapat dlat pada gambar 3.2. Untuk lux panas konstan gars,,, v, v, v dan v. Untuk lux panas permukaan renda (,, gars penguapan melewat perpndaan panas asa car, lalu daera subcooled bolng, saturated bolng, perpndaan panas dua asa dan melewat ttk dryout. Namun untuk lux panas menenga (, v, v gars melewat perpndaan panas asa car dengan sngkat, lalu subcooled bolng agak panjang dan melewat saturas namun tdak melewat perpndaan panas dua asa dan langsung melewat ttk krts dengan konds NB pada saturas. an untuk lux panas tngg (v, v tdak melewat perpndaan panas asa car tetap langsung ke subcooled dan melewat ttk krts dalam konds NB subcooled dengan subcooled lm bolng. Gambar 3.2 Pengaru Fluks panas pada sat alran dua asa [ Lt. 3. al: ] 58

9 Setela melewat ttk krts temperatur akan nak secara drats, karena koesen perpndaan panas turun secara drasts akbat dndng ppa dpenu ole uap (Sngle Pasa Vapor. Gambar 3. 3 Grak Temperatur Fluda dan ndng ppa setela melewat Flux panas Krts (Crtcal Heat Flux [ Lt. 4. al:5-3] 4. KESIMPULAN 1. Untuk lux panas yang tngg, NB atau dryout n bsa mengakbatkan kerusakan ppa karena menerma panas yang berleban (overeatng, bakan dapat mengakbatkan ppa melele, atau jka ppa melewat temperatur krts materalnya, akan mempercepat kerusakan ppa tersebut karena kelelaan. an bakan bagan dalam ppa bsa mengalam koros. Ole karena tu, analsa ttk krts sangat pentng dalam perencanaan ppa ketel. 2. Untuk ppa yang dpanas dengan lux panas permukaan konstan, lux panas krtsnya adala lux panas permukaan tersebut. Sengga untuk mengetau ttk krtsnya adala dengan mengtung kualtas uap pada saat ttk krts tersebut. Second Edton. McGraw Hll. New York: Incropera. Frank P. dkk Fundamental o Heat and Mass Transer. Jon Wley & Sons, Inc. New York: Scltnder, Ernst U. dkk Heat Excanger esgn Handbook. Hemspere Publsng Corporaton. New York: Steam, ts Generaton and Use Eds 41. Te Babcock and Wlcox Company. New York 5. Holman, J. P., dan Jasj, E. (penerjema, Perpndaan Kalor, Eds Keenam, Erlangga : Jakarta, jokosetyardjo, Ir. M.J. Ketel Uap. PT Pradnya Paramta. Jakarta:1932 AFTAR PUSTAKA 1. Coller, Jon G. Convectve Bolng and Condensaton. 59

U JIAN A KHIR S EMESTER M ATEMATIKA T EKNIK

U JIAN A KHIR S EMESTER M ATEMATIKA T EKNIK Jurusan Teknk Spl dan Lngkungan FT UGM U JIAN A KHIR S EMESTER M ATEMATIKA T EKNIK SABTU, JULI OPEN BOOK WAKTU MENIT PETUNJUK ) Saudara bole menggunakan komputer untuk mengerjakan soal- soal ujan n. Tabel

Lebih terperinci

Integrasi. Metode Integra. al Reimann

Integrasi. Metode Integra. al Reimann Integras Metode Integra al Remann Metode Integral Trapezoda Metode Integra al Smpson Permasalaan Integras Pertungan ntegral adala pertungan dasar yang dgunakan dalam kalkulus, dalam banyak keperluan. Integral

Lebih terperinci

BAB VIII. Analisa AC Pada Transistor

BAB VIII. Analisa AC Pada Transistor Bab, Analsa A pada Transstot Hal 166 BAB Analsa A Pada Transstor Analsa A atau serngkal dsebut analsa snyal kecl pada penguat adala analsa penguat snyal A, dengan memblok snyal D yatu dengan memberkan

Lebih terperinci

ANALISA DAN SIMULASI PROSES EVAPORASI PADA PIPA-PIPA EVAPORATOR KETEL UAP PIPA AIR DENGAN KAPASITAS 40 000 kg/jam

ANALISA DAN SIMULASI PROSES EVAPORASI PADA PIPA-PIPA EVAPORATOR KETEL UAP PIPA AIR DENGAN KAPASITAS 40 000 kg/jam ANALISA DAN SIMULASI PROSES EVAPORASI PADA PIPA-PIPA EVAPORATOR KETEL UAP PIPA AIR DENGAN KAPASITAS 40 000 kg/jam SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik PARLOT

Lebih terperinci

BAB VIII PENUTUP 8.1. Kesimpulan Penelitian

BAB VIII PENUTUP 8.1. Kesimpulan Penelitian A VIII PENUTUP 8.. Kesmpulan Peneltan Dalam peneltan yang tela dlakukan, dperole nformas knerja transms dan spektrum gelombang serta stabltas terumbu ottle Reef TM sebaga peredam gelombang ambang terbenam

Lebih terperinci

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS MERCU BUANA

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS MERCU BUANA ANALISA LAJU PERPINDAHAN KALOR PADA KONDENSOR PERALATAN DESTILASI MINYAK ATSIRI ANTARA MENGGUNAKAN PIPA STAINLESS STEEL, PIPA ALUMUNIUM DAN PIPA TEMBAGA Tugas Akr n Dsusun Sebaga Sala Satu Persyaratan

Lebih terperinci

PENGGUNAAN DINDING GESER SEBAGAI ELEMEN PENAHAN GEMPA PADA BANGUNAN BERTINGKAT 10 LANTAI

PENGGUNAAN DINDING GESER SEBAGAI ELEMEN PENAHAN GEMPA PADA BANGUNAN BERTINGKAT 10 LANTAI PENGGUNAAN DINDING GESER SEBAGAI ELEMEN PENAHAN GEMPA PADA BANGUNAN BERTINGKAT 10 LANTAI Reky Stenly Wndah Dosen Jurusan Teknk Spl Fakultas Teknk Unverstas Sam Ratulang Manado ABSTRAK Pada bangunan tngg,

Lebih terperinci

merupakan alternative yang ekonomis.

merupakan alternative yang ekonomis. BAB II STUDI PUSTAKA.1 PENGENALAN STRUKTUR BAJA Sebagamana yang tela dketau, baan baja merupakan kreas manusa modern. Sebelum manusa menggunakan baja pada konstruks utama yang berkembang dengan pesat pada

Lebih terperinci

VLE dari Korelasi nilai K

VLE dari Korelasi nilai K VLE dar orelas nla Penggunaan utama hubungan kesetmbangan fasa, yatu dalam perancangan proses pemsahan yang bergantung pada kecenderungan zat-zat kma yang dberkan untuk mendstrbuskan dr, terutama dalam

Lebih terperinci

Page 1

Page 1 Image Recognton Tresold Sebelum melangka pada proses pendeteksan ss terleb daulu ctra duba ke dalam ctra yang anya terdr dar dua warna saa yatu warna tam yang menampakkan ss obek dan yang lannya akan dbuat

Lebih terperinci

BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA ALAT PENUKAR KALOR

BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA ALAT PENUKAR KALOR BB III PENGUMPULN DN PENGOLHN D L PENUKR KLOR 3.1 Latar belakang lat penukar kalr sangat berpengaru besar dala peras kegatan ndustr, untuk enega aupun engurang penngkatan panas yang seakn tngg serta serng

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. berasal dari peraturan SNI yang terdapat pada persamaan berikut.

BAB III LANDASAN TEORI. berasal dari peraturan SNI yang terdapat pada persamaan berikut. BAB III LANDASAN TEORI 3. Kuat Tekan Beton Kuat tekan beban beton adalah besarna beban per satuan luas, ang menebabkan benda uj beton hanur bla dbeban dengan gaa tekan tertentu, ang dhaslkan oleh mesn

Lebih terperinci

MENGANALISA GANGGUAN PADA 331 WEIGHT FEEDER 2 UNTUK MENINGKATKAN PRODUKSI DI PT. SEMEN GRESIK (PERSERO).Tbk PABRIK TUBAN ABSTRAK

MENGANALISA GANGGUAN PADA 331 WEIGHT FEEDER 2 UNTUK MENINGKATKAN PRODUKSI DI PT. SEMEN GRESIK (PERSERO).Tbk PABRIK TUBAN ABSTRAK Nelson ulstono Teknk Mesn Unverstas Islam Malang 015 MENGANALIA GANGGUAN PADA 331 WEIGHT FEEDER UNTUK MENINGKATKAN PRODUKI DI PT. EMEN GREIK (PERERO).Tbk PABRIK TUBAN Nelson ulstono, Teknk Mesn, Fakultas

Lebih terperinci

STUDI TERMAL HIDRAULIC DESAIN PWR BERDAYA KECIL BERUMUR PANJANG DENGAN BAHAN BAKAR (TH,U)O 2 ABSTRAK. Topan Setiadipura, Arya Adhyaksa Waskita *

STUDI TERMAL HIDRAULIC DESAIN PWR BERDAYA KECIL BERUMUR PANJANG DENGAN BAHAN BAKAR (TH,U)O 2 ABSTRAK. Topan Setiadipura, Arya Adhyaksa Waskita * Rsala Lokakarya Komputas dalam Sans dan Teknolog Nuklr XVII, Agustus 2006 (39-49) STUDI TERMAL HIDRAULIC DESAIN PWR BERDAYA KECIL BERUMUR PANJANG DENGAN BAHAN BAKAR (TH,U)O 2 ABSTRAK Topan Setadpura, Arya

Lebih terperinci

Perbandingan Metode Partial Least Square (PLS) dengan Regresi Komponen Utama untuk Mengatasi Multikolinearitas

Perbandingan Metode Partial Least Square (PLS) dengan Regresi Komponen Utama untuk Mengatasi Multikolinearitas Statstka, Vol. No., 33 4 Me 0 Perbandngan Metode Partal Least Square (PLS) dengan Regres Komponen Utama untuk Mengatas Multkolneartas Nurasana, Muammad Subanto, Rka Ftran Jurusan Matematka FMIPA UNSYIAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan dalam sektor energi wajib dilaksanakan secara sebaik-baiknya. Jika

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan dalam sektor energi wajib dilaksanakan secara sebaik-baiknya. Jika BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Energ sangat berperan pentng bag masyarakat dalam menjalan kehdupan seharhar dan sangat berperan dalam proses pembangunan. Oleh sebab tu penngkatan serta pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENGUAT TRANSISTOR BJT PARAMETER HYBRID / H

BAB I PENGUAT TRANSISTOR BJT PARAMETER HYBRID / H Elektonka nalog BB I PENGUT TRNSISTOR BJT PRMETER HYBRID / H TUJUN Setela mempelaja bab n, nda daapkan dapat: Menca menca penguatan us dengan paamete Menca menca penguatan tegangan dengan paamete Menca

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Fuzzy Set Pada tahun 1965, Zadeh memodfkas teor hmpunan dmana setap anggotanya memlk derajat keanggotaan yang bernla kontnu antara 0 sampa 1. Hmpunan n dsebut dengan hmpunaan

Lebih terperinci

APLIKASI INTEGRAL TENTU

APLIKASI INTEGRAL TENTU APLIKASI INTEGRAL TENTU Aplkas Integral Tentu థ Luas dantara kurva థ Volume benda dalam bdang (dengan metode cakram dan cncn) థ Volume benda putar (dengan metode kult tabung) థ Luas permukaan benda putar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penjadwalan Baker (1974) mendefnskan penjadwalan sebaga proses pengalokasan sumber-sumber dalam jangka waktu tertentu untuk melakukan sejumlah pekerjaan. Menurut Morton dan

Lebih terperinci

BAB VII STABILITAS TEBING

BAB VII STABILITAS TEBING BAB VII STABILITAS TEBING VII - BAB VII STABILITAS TEBING 7. TINJAUAN UMUM Perhtungan stabltas lereng/tebng dgunakan untuk perhtungan keamanan tebng dss-ss sunga yang terganggu kestablannya akbat adanya

Lebih terperinci

BAB II TEORI ALIRAN DAYA

BAB II TEORI ALIRAN DAYA BAB II TEORI ALIRAN DAYA 2.1 UMUM Perhtungan alran daya merupakan suatu alat bantu yang sangat pentng untuk mengetahu konds operas sstem. Perhtungan alran daya pada tegangan, arus dan faktor daya d berbaga

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Universitas Sumatera Utara

BAB 2 LANDASAN TEORI. Universitas Sumatera Utara BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertan Analsa Regres Dalam kehdupan sehar-har, serng kta jumpa hubungan antara satu varabel terhadap satu atau lebh varabel yang lan. Sebaga contoh, besarnya pendapatan seseorang

Lebih terperinci

LAMPIRAN A PENURUNAN PERSAMAAN NAVIER-STOKES

LAMPIRAN A PENURUNAN PERSAMAAN NAVIER-STOKES LAMPIRAN A PENURUNAN PERSAMAAN NAVIER-STOKES Hubungan n akan dawal dar gaya yang beraks pada massa fluda. Gaya-gaya n dapat dbag ke dalam gaya bod, gaya permukaan, dan gaya nersa. a. Gaya Bod Gaya bod

Lebih terperinci

Hukum Termodinamika ik ke-2. Hukum Termodinamika ke-1. Prinsip Carnot & Mesin Carnot. FI-1101: Termodinamika, Hal 1

Hukum Termodinamika ik ke-2. Hukum Termodinamika ke-1. Prinsip Carnot & Mesin Carnot. FI-1101: Termodinamika, Hal 1 ERMODINAMIKA Hukum ermodnamka ke-0 Hukum ermodnamka ke-1 Hukum ermodnamka k ke-2 Mesn Kalor Prnsp Carnot & Mesn Carnot FI-1101: ermodnamka, Hal 1 Kesetmbangan ermal & Hukum ermodnamka ke-0 Jka dua buah

Lebih terperinci

Dasar-dasar Aliran Fluida

Dasar-dasar Aliran Fluida Dasar-dasar Alran Fluda Konsep pentng dalam alran fluda Prnsp kekealan massa, sehngga tmbul persamaan kontnutas Prnsp energ knetk, persamaan persamaan alran tertentu Prnsp momentum, persamaan-persamaan

Lebih terperinci

PENANGANAN BAHAN PADAT S1 TEKNIK KIMIA FT UNS Sperisa Distantina

PENANGANAN BAHAN PADAT S1 TEKNIK KIMIA FT UNS Sperisa Distantina PENANGANAN BAHAN PAAT S1 TEKNIK KIMIA FT UNS Spersa stantna. SCREENING: MENENTUKAN UKURAN PARTIKEL Mater: Cara-cara menentukan ukuran partkel. Analss data ukuran partkel menggunakan screen shaker. Evaluas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. sebuah fenomena atau suatu kejadian yang diteliti. Ciri-ciri metode deskriptif menurut Surakhmad W (1998:140) adalah

BAB III METODE PENELITIAN. sebuah fenomena atau suatu kejadian yang diteliti. Ciri-ciri metode deskriptif menurut Surakhmad W (1998:140) adalah BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Peneltan Metode yang dgunakan dalam peneltan n adalah metode deskrptf. Peneltan deskrptf merupakan peneltan yang dlakukan untuk menggambarkan sebuah fenomena atau suatu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan BAB III METODE PENELITIAN A. Jens Peneltan Peneltan n merupakan peneltan yang bertujuan untuk mendeskrpskan langkah-langkah pengembangan perangkat pembelajaran matematka berbass teor varas berupa Rencana

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 7 BAB LANDASAN TEORI.1 Analsa Regres Analsa regres dnterpretaskan sebaga suatu analsa yang berkatan dengan stud ketergantungan (hubungan kausal) dar suatu varabel tak bebas (dependent varable) atu dsebut

Lebih terperinci

PERTEMUAN I PENGENALAN STATISTIKA TUJUAN PRAKTIKUM

PERTEMUAN I PENGENALAN STATISTIKA TUJUAN PRAKTIKUM PERTEMUAN I PENGENALAN STATISTIKA TUJUAN PRAKTIKUM 1) Membuat dstrbus frekuens. 2) Mengetahu apa yang dmaksud dengan Medan, Modus dan Mean. 3) Mengetahu cara mencar Nla rata-rata (Mean). TEORI PENUNJANG

Lebih terperinci

2.1 Sistem Makroskopik dan Sistem Mikroskopik Fisika statistik berangkat dari pengamatan sebuah sistem mikroskopik, yakni sistem yang sangat kecil

2.1 Sistem Makroskopik dan Sistem Mikroskopik Fisika statistik berangkat dari pengamatan sebuah sistem mikroskopik, yakni sistem yang sangat kecil .1 Sstem Makroskopk dan Sstem Mkroskopk Fska statstk berangkat dar pengamatan sebuah sstem mkroskopk, yakn sstem yang sangat kecl (ukurannya sangat kecl ukuran Angstrom, tdak dapat dukur secara langsung)

Lebih terperinci

P n e j n a j d a u d a u l a a l n a n O pt p im i a m l a l P e P m e b m a b n a g n k g i k t Oleh Z r u iman

P n e j n a j d a u d a u l a a l n a n O pt p im i a m l a l P e P m e b m a b n a g n k g i k t Oleh Z r u iman OTIMISASI enjadualan Optmal embangkt Oleh : Zurman Anthony, ST. MT Optmas pengrman daya lstrk Dmaksudkan untuk memperkecl jumlah keseluruhan baya operas dengan memperhtungkan rug-rug daya nyata pada saluran

Lebih terperinci

Contoh 5.1 Tentukan besar arus i pada rangkaian berikut menggunakan teorema superposisi.

Contoh 5.1 Tentukan besar arus i pada rangkaian berikut menggunakan teorema superposisi. BAB V TEOEMA-TEOEMA AGKAIA 5. Teorema Superposs Teorema superposs bagus dgunakan untuk menyelesakan permasalahan-permasalahan rangkaan yang mempunya lebh dar satu sumber tegangan atau sumber arus. Konsepnya

Lebih terperinci

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN GURU KELAS SD

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN GURU KELAS SD SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 0 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN GURU KELAS SD BAB V STATISTIKA Dra.Hj.Rosdah Salam, M.Pd. Dra. Nurfazah, M.Hum. Drs. Latr S, S.Pd., M.Pd. Prof.Dr.H. Pattabundu, M.Ed. Wdya

Lebih terperinci

UKURAN GEJALA PUSAT &

UKURAN GEJALA PUSAT & UKURAN GEJALA PUSAT & UKURAN LETAK UKURAN GEJALA PUSAT & LETAK Untuk mendapatkan gambaran yang jelas mengena suatu populas atau sampel Ukuran yang merupakan wakl kumpulan data mengena populas atau sampel

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB LANDASAN TEORI. Kerangka Teor Teor-teor ang berkatan dengan pembuatan skrps n dantarana adala teor tentang valuta ag (valas) dan penebab terjadna nla valas tu beruba-uba (berfluktuas). Dpaparkan juga

Lebih terperinci

ANALISA KINERJA COOLING TOWER INDUCED DRAFT TIPE LBC W-300 TERHADAP PENGARUH TEMPERATUR LINGKUNGAN

ANALISA KINERJA COOLING TOWER INDUCED DRAFT TIPE LBC W-300 TERHADAP PENGARUH TEMPERATUR LINGKUNGAN JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 7 No. 7 (2014) 1-6 1 ANALISA KINERJA COOLING TOWER INDUCED DRAFT TIPE LBC W-300 TERHADAP PENGARUH TEMPERATUR LINGKUNGAN Nmas Puspto Pratw 1 Gunawan Nugroo 2 Nur Lala Hamda 3 Jurusan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. meningkatnya arus reaktif. Harmonisa telah terbukti memiliki dampak kerusakan

BAB 1 PENDAHULUAN. meningkatnya arus reaktif. Harmonisa telah terbukti memiliki dampak kerusakan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kualtas daya lstrk sangat dpengaruh oleh penggunaan jens-jens beban tertentu sepert beban non lner dan beban nduktf. Akbat yang dtmbulkannya adalah turunnya

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PEELITIA 3.1. Kerangka Pemkran Peneltan BRI Unt Cbnong dan Unt Warung Jambu Uraan Pekerjaan Karyawan Subyek Analss Konds SDM Aktual (KKP) Konds SDM Harapan (KKJ) Kuesoner KKP Kuesoner KKJ la

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB PEDAHULUA. Latar Belakang Rsko ddentfkaskan dengan ketdakpastan. Dalam mengambl keputusan nvestas para nvestor mengharapkan hasl yang maksmal dengan rsko tertentu atau hasl tertentu dengan rsko yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan dan kestabilan ekonomi, adalah dua syarat penting bagi kemakmuran

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan dan kestabilan ekonomi, adalah dua syarat penting bagi kemakmuran BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan dan kestablan ekonom, adalah dua syarat pentng bag kemakmuran dan kesejahteraan suatu bangsa. Dengan pertumbuhan yang cukup, negara dapat melanjutkan pembangunan

Lebih terperinci

Bab IX PERPINDAHAN PANAS RADIASI ANTAR PERMUKAAN

Bab IX PERPINDAHAN PANAS RADIASI ANTAR PERMUKAAN Perpndahan Panas I Hmsar AMBAITA Bab IX PEPINDAHAN PANAS ADIASI ANTA PEMUKAAN..Perpndahan panas radas antar permukaan dapat danalogkan sepert susunan tahan lstrk.. Pada bagan sebelumnya telah dbahas faktor

Lebih terperinci

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1 Negosas Negosas dapat dkategorkan dengan banyak cara, yatu berdasarkan sesuatu yang dnegosaskan, karakter dar orang yang melakukan negosas, protokol negosas, karakterstk dar nformas,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Hpotess Peneltan Berkatan dengan manusa masalah d atas maka penuls menyusun hpotess sebaga acuan dalam penulsan hpotess penuls yatu Terdapat hubungan postf antara penddkan

Lebih terperinci

ANALISA KINERJA COOLING TOWER INDUCED DRAFT TIPE LBC-W 300 TERHADAP PENGARUH PANAS RADIASI MATAHARI

ANALISA KINERJA COOLING TOWER INDUCED DRAFT TIPE LBC-W 300 TERHADAP PENGARUH PANAS RADIASI MATAHARI TUGAS AKHIR ANALISA KINERJA COOLING TOWER INDUCED DRAFT TIPE LBC-W 300 TERHADAP PENGARUH PANAS RADIASI MATAHARI Oleh: Nmas Puspto Pratw Dosen Pembmbng : Dr.Gunawan Nugroho, S.T,M.T Nur Lala Hamdah, ST.

Lebih terperinci

Perbaikan Unjuk Kerja Sistem Orde Satu PERBAIKAN UNJUK KERJA SISTEM ORDE SATU DENGAN ALAT KENDALI INTEGRAL MENGGUNAKAN JARINGAN SIMULATOR MATLAB

Perbaikan Unjuk Kerja Sistem Orde Satu PERBAIKAN UNJUK KERJA SISTEM ORDE SATU DENGAN ALAT KENDALI INTEGRAL MENGGUNAKAN JARINGAN SIMULATOR MATLAB Perbakan Unjuk Kerja Sstem Orde Satu PERBAIKAN UNJUK KERJA SISTEM ORDE SATU DENGAN ALAT KENDALI INTEGRAL MENGGUNAKAN JARINGAN SIMULATOR MATLAB Endryansyah Penddkan Teknk Elektro, Jurusan Teknk Elektro,

Lebih terperinci

SEARAH (DC) Rangkaian Arus Searah (DC) 7

SEARAH (DC) Rangkaian Arus Searah (DC) 7 ANGKAAN AUS SEAAH (DC). Arus Searah (DC) Pada rangkaan DC hanya melbatkan arus dan tegangan searah, yatu arus dan tegangan yang tdak berubah terhadap waktu. Elemen pada rangkaan DC melput: ) batera ) hambatan

Lebih terperinci

BAB II ENERGI ANGIN t (sec)

BAB II ENERGI ANGIN t (sec) BAB II ENERGI ANGIN II. 1. Umum [] Angn merupakan udara yang berhembus dar suhu tngg ke suhu rendah akbat adanya perbedaan temperatur atmosfer. Perbedaan temperatur pada lokas yang berbeda (gars lntang)

Lebih terperinci

Kecocokan Distribusi Normal Menggunakan Plot Persentil-Persentil yang Distandarisasi

Kecocokan Distribusi Normal Menggunakan Plot Persentil-Persentil yang Distandarisasi Statstka, Vol. 9 No., 4 47 Me 009 Kecocokan Dstrbus Normal Menggunakan Plot Persentl-Persentl yang Dstandarsas Lsnur Wachdah Program Stud Statstka Fakultas MIPA Unsba e-mal : Lsnur_w@yahoo.co.d ABSTRAK

Lebih terperinci

KOEFISIEN PERPINDAHAN KALOR DUA FASA UDARA DAN AIR SEARAH DALAM PIPA VERTIKAL PADA DAERAH ALIRAN KANTUNG (SLUG FLOW)

KOEFISIEN PERPINDAHAN KALOR DUA FASA UDARA DAN AIR SEARAH DALAM PIPA VERTIKAL PADA DAERAH ALIRAN KANTUNG (SLUG FLOW) KOEFISIEN PERPINDAHAN KALOR DUA FASA UDARA DAN AIR SEARAH DALAM PIPA VERTIKAL PADA DAERAH ALIRAN KANTUNG (SLUG FLOW) Imam Syofii, Nuryo Suwito, Kunarto, Deendarlianto Jurusan Teknik Mesin, UGM Email: syofii_imam@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori Galton berkembang menjadi analisis regresi yang dapat digunakan sebagai alat

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori Galton berkembang menjadi analisis regresi yang dapat digunakan sebagai alat BAB LANDASAN TEORI. 1 Analsa Regres Regres pertama kal dpergunakan sebaga konsep statstk pada tahun 1877 oleh Sr Francs Galton. Galton melakukan stud tentang kecenderungan tngg badan anak. Teor Galton

Lebih terperinci

MEKANIKA TANAH 2 KESTABILAN LERENG ROTASI. UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224

MEKANIKA TANAH 2 KESTABILAN LERENG ROTASI. UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224 MEKANIKA TANAH 2 KESTABILAN LERENG ROTASI UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bntaro Sektor 7, Bntaro Jaya Tangerang Selatan 15224 MODEL KERUNTUHAN ROTASI ANALISIS CARA KESEIMBANGAN BATAS Cara n

Lebih terperinci

ANALISA SISTEM MESIN PENDINGIN WATER CHILLER YANG MENGGUNAKAN FLUIDA KERJA R12 DENGAN VARIASI PULI KOMPRESOR

ANALISA SISTEM MESIN PENDINGIN WATER CHILLER YANG MENGGUNAKAN FLUIDA KERJA R12 DENGAN VARIASI PULI KOMPRESOR ANALISA SISTEM MESIN PENDINGIN WATER CHILLER YANG MENGGUNAKAN FLUIDA KERJA R DENGAN VARIASI PULI KOMPRESOR Agung Nugroo Program Studi Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sultan Fata (UNISFAT) Jl.

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. estimasi, uji keberartian regresi, analisa korelasi dan uji koefisien regresi.

BAB 2 LANDASAN TEORI. estimasi, uji keberartian regresi, analisa korelasi dan uji koefisien regresi. BAB LANDASAN TEORI Pada bab n akan durakan beberapa metode yang dgunakan dalam penyelesaan tugas akhr n. Selan tu penuls juga mengurakan tentang pengertan regres, analss regres berganda, membentuk persamaan

Lebih terperinci

MANAJEMEN LOGISTIK & SUPPLY CHAIN MANAGEMENT KULIAH 3: MERANCANG JARINGAN SUPPLY CHAIN

MANAJEMEN LOGISTIK & SUPPLY CHAIN MANAGEMENT KULIAH 3: MERANCANG JARINGAN SUPPLY CHAIN MANAJEMEN LOGISTIK & SUPPLY CHAIN MANAGEMENT KULIAH 3: MERANCANG JARINGAN SUPPLY CHAIN By: Rn Halla Nasuton, ST, MT MERANCANG JARINGAN SC Perancangan jarngan SC merupakan satu kegatan pentng yang harus

Lebih terperinci

BAB V ANALISA PEMECAHAN MASALAH

BAB V ANALISA PEMECAHAN MASALAH BAB V ANALISA PEMECAHAN MASALAH 5.1 Analsa Pemlhan Model Tme Seres Forecastng Pemlhan model forecastng terbak dlakukan secara statstk, dmana alat statstk yang dgunakan adalah MAD, MAPE dan TS. Perbandngan

Lebih terperinci

SOLUTION INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI FISIKA

SOLUTION INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI FISIKA ISTITUT TEKOLOGI BADUG FAKULTAS MATEMATIKA DA ILMU PEGETAHUA ALAM PROGRAM STUDI FISIKA FI-500 Mekanka Statstk SEMESTER/ Sem. - 06/07 PR#4 : Dstrbus bose Ensten dan nteraks kuat Kumpulkan d Selasa 9 Aprl

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. persamaan penduga dibentuk untuk menerangkan pola hubungan variabel-variabel

BAB 2 LANDASAN TEORI. persamaan penduga dibentuk untuk menerangkan pola hubungan variabel-variabel BAB LANDASAN TEORI. Analss Regres Regres merupakan suatu alat ukur yang dgunakan untuk mengukur ada atau tdaknya hubungan antar varabel. Dalam analss regres, suatu persamaan regres atau persamaan penduga

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI DAN METODE

BAB II DASAR TEORI DAN METODE BAB II DASAR TEORI DAN METODE 2.1 Teknk Pengukuran Teknolog yang dapat dgunakan untuk mengukur konsentras sedmen tersuspens yatu mekank (trap sampler, bottle sampler), optk (optcal beam transmssometer,

Lebih terperinci

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN DAN ANALISIS

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN DAN ANALISIS 28 BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN DAN ANALISIS 4.1 Kerangka Pemkran dan Hpotess Dalam proses peneltan n, akan duj beberapa varabel software yang telah dsebutkan pada bab sebelumnya. Sesua dengan tahapan-tahapan

Lebih terperinci

DISTRIBUSI HASIL PENGUKURAN DAN NILAI RATA-RATA

DISTRIBUSI HASIL PENGUKURAN DAN NILAI RATA-RATA DISTRIBUSI HASIL PENGUKURAN DAN NILAI RATA-RATA Dstrbus Bnomal Msalkan dalam melakukan percobaan Bernoull (Bernoull trals) berulang-ulang sebanyak n kal, dengan kebolehjadan sukses p pada tap percobaan,

Lebih terperinci

ANALISIS DATA KATEGORIK (STK351)

ANALISIS DATA KATEGORIK (STK351) Suplemen Respons Pertemuan ANALISIS DATA KATEGORIK (STK351) 7 Departemen Statstka FMIPA IPB Pokok Bahasan Sub Pokok Bahasan Referens Waktu Korelas Perngkat (Rank Correlaton) Bag. 1 Koefsen Korelas Perngkat

Lebih terperinci

IV. UKURAN SIMPANGAN, DISPERSI & VARIASI

IV. UKURAN SIMPANGAN, DISPERSI & VARIASI IV. UKURAN SIMPANGAN, DISPERSI & VARIASI Pendahuluan o Ukuran dspers atau ukuran varas, yang menggambarkan derajat bagamana berpencarnya data kuanttatf, dntaranya: rentang, rentang antar kuartl, smpangan

Lebih terperinci

Perhitungan Critical Clearing Time dengan Menggunakan Metode Time Domain Simulation

Perhitungan Critical Clearing Time dengan Menggunakan Metode Time Domain Simulation PROSEDING SEINAR TUGAS AKHIR TEKNIK ELEKTRO FTI-ITS, JUNI 2012 1 Perhtungan Crtcal Clearng Tme dengan enggunakan etode Tme Doman Smulaton Surya Atmaja, Dr. Eng. Ardyono Pryad, ST,.Eng, Ir.Teguh Yuwono

Lebih terperinci

PERANCANGAN PARAMETER DENGAN PENDEKATAN TAGUCHI UNTUK DATA DISKRIT

PERANCANGAN PARAMETER DENGAN PENDEKATAN TAGUCHI UNTUK DATA DISKRIT BIAStatstcs (05) Vol. 9, No., hal. -7 PERANCANGAN PARAMETER DENGAN PENDEKATAN TAGUCHI UNTUK DATA DISKRIT Faula Arna Jurusan Teknk Industr, Unverstas Sultan Ageng Trtayasa Banten Emal : faulaarna@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode BAB III METODE PENELITIAN Desan Peneltan Metode peneltan yang dgunakan dalam peneltan n adalah metode deskrptf analts dengan jens pendekatan stud kasus yatu dengan melhat fenomena permasalahan yang ada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Semakin tinggi penerimaan Pajak di Indonesia, semakin tinggi pula kualitas

BAB I PENDAHULUAN. Semakin tinggi penerimaan Pajak di Indonesia, semakin tinggi pula kualitas BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pajak merupakan sumber penermaan terpentng d Indonesa. Oleh karena tu Pemerntah selalu mengupayakan bagamana cara menngkatkan penermaan Pajak. Semakn tngg penermaan

Lebih terperinci

RANGKAIAN SERI. 1. Pendahuluan

RANGKAIAN SERI. 1. Pendahuluan . Pendahuluan ANGKAIAN SEI Dua elemen dkatakan terhubung ser jka : a. Kedua elemen hanya mempunya satu termnal bersama. b. Ttk bersama antara elemen tdak terhubung ke elemen yang lan. Pada Gambar resstor

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN 44 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Peneltan Menurut Arkunto (00:3) peneltan ekspermen adalah suatu peneltan yang selalu dlakukan dengan maksud untuk melhat akbat dar suatu perlakuan. Metode yang penuls

Lebih terperinci

STUDI KASUS KELONGSORAN DAN PENANGANAN DINDING PENAHAN TANAH DI TELUK LERONG SUNGAI MAHAKAM SAMARINDA ULU KALIMANTAN TIMUR

STUDI KASUS KELONGSORAN DAN PENANGANAN DINDING PENAHAN TANAH DI TELUK LERONG SUNGAI MAHAKAM SAMARINDA ULU KALIMANTAN TIMUR STUDI KASUS KELONGSORAN DAN PENANGANAN DINDING PENAHAN TANAH DI TELUK LERONG SUNGAI MAHAKAM SAMARINDA ULU KALIMANTAN TIMUR Supraytno ABSTRAK Sehubungan dengan rencana perbakan dndng penahan tanah turap/sheetple

Lebih terperinci

Pemilihan Lokasi Kontinyu (1)

Pemilihan Lokasi Kontinyu (1) Pemlhan Lokas Kontnu 1 - Model Dasar - 6 Oleh : Debrna Puspta Andran Teknk Industr, Unverstas Brawjaa e-mal : debrna@ub.ac.d www.debrna.lecture.ub.ac.d Medan method Gravt method Contour-Lne method Weszfeld

Lebih terperinci

Nama : Crishadi Juliantoro NPM :

Nama : Crishadi Juliantoro NPM : ANALISIS INVESTASI PADA PERUSAHAAN YANG MASUK DALAM PERHITUNGAN INDEX LQ-45 MENGGUNAKAN PORTOFOLIO DENGAN METODE SINGLE INDEX MODEL. Nama : Crshad Julantoro NPM : 110630 Latar Belakang Pemlhan saham yang

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan studi eksperimen yang telah dilaksanakan di SMA

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan studi eksperimen yang telah dilaksanakan di SMA III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Peneltan Peneltan n merupakan stud ekspermen yang telah dlaksanakan d SMA Neger 3 Bandar Lampung. Peneltan n dlaksanakan pada semester genap tahun ajaran 2012/2013.

Lebih terperinci

BAB III PROSEDUR PENELITIAN. penelitian, hal ini dilakukan untuk kepentingan perolehan dan analisis data.

BAB III PROSEDUR PENELITIAN. penelitian, hal ini dilakukan untuk kepentingan perolehan dan analisis data. BAB III PROSEDUR PENELITIAN A. Metode Peneltan Metode peneltan harus dsesuakan dengan masalah dan tujuan peneltan, hal n dlakukan untuk kepentngan perolehan dan analss data. Mengena pengertan metode peneltan,

Lebih terperinci

MODEL PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM DAN ENERGI DENGAN METODE LEAST TRIMMED SQUARED

MODEL PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM DAN ENERGI DENGAN METODE LEAST TRIMMED SQUARED MODEL PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM DAN ENERGI DENGAN METODE LEAST TRIMMED SQUARED Harm Sugart 1 1 FMIPA Unverstas Terbuka. Tangerang Selatan Emal korespondens : arm@ut.ac.d Abstrak Eksplotas sumber daya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. yang digunakan meliputi: (1) PDRB Kota Dumai (tahun ) dan PDRB

BAB III METODE PENELITIAN. yang digunakan meliputi: (1) PDRB Kota Dumai (tahun ) dan PDRB BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jens dan Sumber Data Jens data yang dgunakan dalam peneltan n adalah data sekunder. Data yang dgunakan melput: (1) PDRB Kota Duma (tahun 2000-2010) dan PDRB kabupaten/kota

Lebih terperinci

Pengukuran Laju Temperatur Pemanas Listrik Berbasis Lm-35 Dan Sistem Akuisisi Data Adc-0804

Pengukuran Laju Temperatur Pemanas Listrik Berbasis Lm-35 Dan Sistem Akuisisi Data Adc-0804 Pengukuran Laju Temperatur Pemanas Lstrk Berbass Lm-35 Dan Sstem Akuss Data Adc-0804 Ummu Kalsum Unverstas Sulawes Barat e-mal: Ummu.kalsum@unsulbar.ac.d Abstrak Peneltan n merupakan pengukuran laju temperatur

Lebih terperinci

BAB V MODEL SEDERHANA DISTRIBUSI TEMPERATUR DAN SIMULASINYA

BAB V MODEL SEDERHANA DISTRIBUSI TEMPERATUR DAN SIMULASINYA BAB V MOEL SEERHANA ISTRIBUSI TEMPERATUR AN SIMULASINYA Model matemata yang terdapat pada bab sebelumnya merupaan model umum untu njes uap pada reservor dengan bottom water. Model tersebut merupaan model

Lebih terperinci

TURBIN UAP. Penggunaan:

TURBIN UAP. Penggunaan: Turbin Uap TURBIN UAP Siklus pembangkitan tenaga terdiri dari pompa, generator uap (boiler), turbin, dan kondenser di mana fluida kerjanya (umumnya adala air) mengalami perubaan fasa dari cair ke uap

Lebih terperinci

JURNAL MATEMATIKA DAN KOMPUTER Vol. 4. No. 1, 23-32, April 2001, ISSN :

JURNAL MATEMATIKA DAN KOMPUTER Vol. 4. No. 1, 23-32, April 2001, ISSN : JRNAL MATEMATIKA DAN KOMPTER Vol 4 No 1, 3-3, Aprl 1, ISSN : 141-51 KAJIAN DISKRETISASI DENGAN METODE GALERKIN SEMI DISKRET TERHADAP EFISIENSI SOLSI MODEL RAMBATAN PANAS TANPA SK KONVEKSI Suhartono dan

Lebih terperinci

JURNAL MATEMATIKA DAN KOMPUTER Vol. 5. No. 3, , Desember 2002, ISSN :

JURNAL MATEMATIKA DAN KOMPUTER Vol. 5. No. 3, , Desember 2002, ISSN : JURNAL MATEMATIKA AN KOMPUTER Vol. 5. No. 3, 161-167, esember 00, ISSN : 1410-8518 PENGARUH SUATU ATA OBSERVASI ALAM MENGESTIMASI PARAMETER MOEL REGRESI Hern Utam, Rur I, dan Abdurakhman Jurusan Matematka

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. bersifat statistik dengan tujuan menguji hipotesis yang telah ditetapkan.

III. METODE PENELITIAN. bersifat statistik dengan tujuan menguji hipotesis yang telah ditetapkan. 3 III. METDE PENELITIAN A. Metode Peneltan Metode peneltan merupakan langkah atau aturan yang dgunakan dalam melaksanakan peneltan. Metode pada peneltan n bersfat kuanttatf yatu metode peneltan yang dgunakan

Lebih terperinci

UNSUR-UNSUR CUACA DAN IKLlM

UNSUR-UNSUR CUACA DAN IKLlM UNSUR-UNSUR CUACA DAN KLlM HANDOKO Jurusan Geofska dan Meteorolog, FMlPA PB Cuaca adalah gambaran konds atmosfer jangka pendek (kurang dar 24 jam) pada suatu lokas tertentu. Pernyataan sepert "har n d

Lebih terperinci

Pertemuan ke-4 Analisa Terapan: Metode Numerik. 4 Oktober 2012

Pertemuan ke-4 Analisa Terapan: Metode Numerik. 4 Oktober 2012 Pertemuan ke-4 Analsa Terapan: Metode Numerk 4 Oktober Persamaan Non Non--Lner: Metode NewtonNewton-Raphson Dr.Eng. Agus S. Muntohar Metode Newton Newton--Raphson f( f( f( + [, f(] + = α + + f( f ( Gambar

Lebih terperinci

Penyelesaian Masalah Transshipmen Dengan Metoda Primal-Dual Wawan Laksito YS 2)

Penyelesaian Masalah Transshipmen Dengan Metoda Primal-Dual Wawan Laksito YS 2) ISSN : 69 7 Penyelesaan Masalah Transshpmen Dengan Metoda Prmal-Dual Wawan Laksto YS ) Abstrak Masalah Pemndahan Muatan adalah masalah transportas yang melbatkan sambungan yang harus dlewat. Obektnya adalah

Lebih terperinci

UJI PRIMALITAS. Sangadji *

UJI PRIMALITAS. Sangadji * UJI PRIMALITAS Sangadj * ABSTRAK UJI PRIMALITAS. Makalah n membahas dan membuktkan tga teorema untuk testng prmaltas, yatu teorema Lucas, teorema Lucas yang dsempurnakan dan teorema Pocklngton. D sampng

Lebih terperinci

BAB V TEOREMA RANGKAIAN

BAB V TEOREMA RANGKAIAN 9 angkaan strk TEOEM NGKIN Pada bab n akan dbahas penyelesaan persoalan yang muncul pada angkaan strk dengan menggunakan suatu teorema tertentu. Dengan pengertan bahwa suatu persoalan angkaan strk bukan

Lebih terperinci

BAB V PENGEMBANGAN MODEL FUZZY PROGRAM LINIER

BAB V PENGEMBANGAN MODEL FUZZY PROGRAM LINIER BAB V PENGEMBANGAN MODEL FUZZY PROGRAM LINIER 5.1 Pembelajaran Dengan Fuzzy Program Lner. Salah satu model program lnear klask, adalah : Maksmumkan : T f ( x) = c x Dengan batasan : Ax b x 0 n m mxn Dengan

Lebih terperinci

MODEL MATEMATIKA SISTEM THERMAL

MODEL MATEMATIKA SISTEM THERMAL MODEL MATEMATIA SISTEM THERMAL PENGANTAR Sstem thermal merupakan sstem yang melbatkan pemndahan panas dar bahan yang satu ke bahan yang lan. Sstem thermal dapat danalsa dalam bentuk tahanan dan kapastans,

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MODEL PERSEDIAAN DENGAN MEMPERTIMBANGKAN WAKTU KADALUARSA BAHAN DAN FAKTOR INCREMENTAL DISCOUNT

PENGEMBANGAN MODEL PERSEDIAAN DENGAN MEMPERTIMBANGKAN WAKTU KADALUARSA BAHAN DAN FAKTOR INCREMENTAL DISCOUNT PENGEMBANGAN MODEL PERSEDIAAN DENGAN MEMPERTIMBANGKAN WAKTU KADALUARSA BAHAN DAN FAKTOR INCREMENTAL DISCOUNT Har Prasetyo Jurusan Teknk Industr Unverstas Muhammadyah Surakarta Jl. A. Yan Tromol Pos Pabelan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri I Tibawa pada semester genap

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri I Tibawa pada semester genap 5 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3. Lokas Dan Waktu Peneltan Peneltan n dlaksanakan d SMA Neger I Tbawa pada semester genap tahun ajaran 0/03. Peneltan n berlangsung selama ± bulan (Me,Jun) mula dar tahap

Lebih terperinci

DISTRIBUSI FREKUENSI

DISTRIBUSI FREKUENSI BAB DISTRIBUSI FREKUENSI Kompetens Mampu membuat penyajan data dalam dstrbus frekuens Indkator 1. Menjelaskan dstrbus frekuens. Membuat dstrbus frekuens 3. Menjelaskan macam-macam dstrbus frekuens 4. Membuat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Binatang menggunakan gelombang bunyi/suara untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Binatang menggunakan gelombang bunyi/suara untuk BAB TNJAUAN PUSTAKA Pengertan Gelombang Buny (Akustk) [ 3, 4, -S, 6, 7, S] Gelombang buny adalah gelombang yang drarnbatkan sebaga gelombang mekank longtudnal yang dapat berjalan dalam medum padat, car

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Di dalam matematika mulai dari SD, SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Di dalam matematika mulai dari SD, SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi Daftar Is Daftar Is... Kata pengantar... BAB I...1 PENDAHULUAN...1 1.1 Latar Belakang...1 1.2 Rumusan Masalah...2 1.3 Tujuan...2 BAB II...3 TINJAUAN TEORITIS...3 2.1 Landasan Teor...4 BAB III...5 PEMBAHASAN...5

Lebih terperinci

PENJADWALAN PRODUKSI di PT MEUBEL JEPARA PROBOLINGGO

PENJADWALAN PRODUKSI di PT MEUBEL JEPARA PROBOLINGGO Prosdng Semnar Nasonal Manajemen Teknolog III Program Stud MMTITS, Surabaya 4 Pebruar 2006 PENJADWALAN PRODUKSI d PT MEUBEL JEPARA PROBOLINGGO Mohammad Khusnu Mlad, Bobby Oedy P. Soepangkat, Nurhad Sswanto

Lebih terperinci

Bab VI. Konduksi Transient

Bab VI. Konduksi Transient Perndaan Panas I Preared by: Hmsar AMBARITA Bab VI Konduks Transent Anals temeratur suatu ttk yang beruba seta waktu adala tanggung jawab transent analyss Pada bab-bab sebelumnya kta anya fokus ada embaasan

Lebih terperinci

III.METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini subyek yang digunakan adalah siswa VII A SMPN 5

III.METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini subyek yang digunakan adalah siswa VII A SMPN 5 33 III.METODE PENELITIAN A Jens Dan Desan Peneltan. Jens peneltan yang dgunakan dalam peneltan n adalah peneltan kuanttatf. Peneltan n merupakan peneltan korelas yang bertujuan untuk mengetahu hubungan

Lebih terperinci

BAB IV HUKUM PERTAMA TERMODINAMIKA SISTEM TERBUKA (CONTROL VOLUME)

BAB IV HUKUM PERTAMA TERMODINAMIKA SISTEM TERBUKA (CONTROL VOLUME) Yosef Agung Cahyanta : Termodnamka I 43 BAB IV HUKUM PERTAMA TERMODINAMIKA SISTEM TERBUKA (CONTROL VOLUME) 4.1 ANALISIS TERMODINAMIKA SISTEM TERBUKA Dalam persoalan yang menyangkut adanya alran massa ke/dar

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Data terdr dar dua data utama, yatu data denyut jantung pada saat kalbras dan denyut jantung pada saat bekerja. Semuanya akan dbahas pada sub bab-sub bab berkut. A. Denyut Jantung

Lebih terperinci