PREDIKSI DAN ANALISIS KESTABILAN GERAK LONGITUDINAL KAPAL BERSAYAP WING-IN-SURFACE EFFECT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PREDIKSI DAN ANALISIS KESTABILAN GERAK LONGITUDINAL KAPAL BERSAYAP WING-IN-SURFACE EFFECT"

Transkripsi

1 PREDIKSI DAN ANAISIS KESTABIAN GERAK ONGITUDINA KAPA BERSAYAP WING-IN-SURFACE EFFECT Hari Muaad Departeen Teknik Penerbangan, Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesa No. 1 Bandung-413 Eail: arad@ae.itb.ac.id Ringkasan Makala ini ebaas asala kestabilan waana kapal bersayap Wing in Surface Effect (WiSE). Paraeter aerodinaika kapal bersayap asil rancangan bersaa antara Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, PT Dirgantara Indonesia dan Institut Teknologi Bandung, diitung dengan enggunakan perangkat lunak Datco Digital buatan Angkatan Udara Aerika Serikat. Harga paraeter aerodinaika yang diperole keudian digunakan untuk eprediksi karakteristik kestabilan gerak longitudinal waana tersebut. Pengaru perukaan (surface effect) pada beberapa paraeter aerodinaika, yang selanjutnya akan epengarui kestabilan gerak longitudinal waana kapal bersayap WiSE akan didiskusikan pada akala ini. Abstract Tis paper discusses te stability of Wing-in-Surface-Effect (WiSE) craft. Te aerodynaic paraeters of new WiSE craft jointly designed by te Agency for te Assessent and Application of Tecnology, Indonesian Aerospace td. and Institute of Tecnology Bandung are estiated using software Digital Datco of te US Air Force. Te aerodynaic paraeters are used to predict te longitudinal stability caracteristics of te WiSE craft. Te surface effect on soe aerodynaic paraetes tat influence te longitudinal stability of te WiSE craft will be discussed in tis paper. Keywords: Wing in surface effect, aerodynaic paraeters, longitudinal stability. 1. PENDAHUUAN Suatu pesawat udara yang terbang dekat dengan perukaan tana atau air akan terkena pengaru yang dikenal sebagai ground effect. Apabila sayap pesawat udara cukup dekat dengan perukaan tana atau air, aka daera antara sayap dengan perukaan akan enjadi bantalan udara (air cusion). Bantalan udara ini dapat enjadi penyangga sayap pesawat udara seingga dengan energi yang saa pesawat udara bisa terbang lebi laa dan lebi jau. Suatu waana transpotasi seperti pesawat udara yang dirancang untuk selalu terbang dekat perukaan tana atau air agar eperole ground effect disebut sebagai waana Wing-in-Ground Effect, disingkat WiGE. Meskipun istila yang digunakan dikenal sebagai ground effect, pada uunya waana WiGE elakukan tinggal landas dan pendaratan di air dan elakukan terbang jelaja di atas perukaan air, seingga dikenal pula sebagai wingsips atau lebi uu dikenal sebagai Wing-in-Surface Effect, disingkat WiSE. Pada akala ini, istila waana transportasi seperti pesawat udara yang dirancang untuk selalu terbang di atas perukaan air disebut sebagai waana kapal bersayap WiSE. Masala utaa waana kapal bersayap WiSE adala kestabilan dan pengendalian waana tersebut. Dibanding dengan kestabilan pesawat udara yang selalu terbang cukup tinggi, aka kestabilan waana WiSE erupakan faktor yang sangat kritis, karena waana ini arus terbang kontinu pada tinggi terbang yang sangat renda (antara 5 15 c dari perukaan air) agar selalu eperole surface effect. Dengan tinggi terbang yang cukup renda tersebut, aka ketidakstabilan (gerak updown) waana WiSE ini sangat potensial untuk enyebabkan suatu kecelakaan yang dapat berakibat fatal. Makala ini ebaas kestabilan gerak longitudinal kapal bersayap. Akan dijadikan studi kasus dala pebaasan pada akala ini adala kestabilan kapal bersayap WIG1B-Wing1, yang erupakan kapal bersayap asil rancangan bersaa antara Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), PT Dirgantara Indonesia (PT DI) dan Institut Teknologi Bandung (ITB). Pebaasan akala ini akan diulai dengan penjelasan secara ringkas tentang kapal bersayap WiSE, sejara pengebangan waana tersebut, dan fenoena aerodinaika yang terjadi pada waana kapal MESIN Vol. XIX No. 1

2 bersayap WiSE. Karakteristik aerodinaika waana kapal bersayap diitung dengan enggunakan perangkat lunak Datco Digital. Peritungan karakteristik aerodinaika yang dilakukan disini tela eperitungkan efek perukaan (tinggi terbang dari perukaan). Selanjutnya, analisis kestabilan gerak longitudinal kapal bersayap WIG1B-Wing1 akan dibaas secara rinci. Beberapa kesipulan tentang asil penelitian akan diberikan pada akir akala ini.. PENGEMBANGAN KAPA BERSAYAP WING- IN SURFACE EFFECT Kapal bersayap WiSE adala pesawat udara yang dala penerbangannya eanfaatkan efek perukaan (surface effect) untuk enciptakan seaca bantalan udara aerodinaika untuk dapat terbang secara efisien. International Maritie Organization (IMO) engklasifikasikan waana kapal bersayap WiSE enjadi tiga tipe, yaitu [14,15]: Tipe A yang anya terbang dala surface effect. Tipe B yang terbang dala surface effect naun sewaktu-waktu dapat terbang tinggi untuk engindari pengalang. Tinggi terbang aksiu pada saat keluar dari surface effect lebi renda dari iniu safe altitude 15. Tipe C yang eanfaatkan surface effect anya untuk tinggal landas dan pendaratan. Pesawat udara ini selalu terbang di atas iniu safe altitude 15, kecuali pada saat tinggal landas dan pendaratan. Pada akala ini, prediksi dan analisis kestabilan statik untuk gerak longitudinal kapal bersayap yang akan dibaas dibatasi untuk jenis kapal bersayap tipe A, kususnya pada saat kondisi dan konfigurasi terbang jelaja.. Sejara Pengebangan Kapal Bersayap Surface effect atau ground effect yang terjadi pada pesawat udara tela laa dirasakan keberadaannya, walaupun pada saat itu belu diengerti fenoena apa yang terjadi, seingga pesawat udara seperti terangkat kebali pada saat pesawat udara terbang dekat dengan perukaan, isalnya pada saat fase tinggal landas dan pendaratan. Fenoena surface effect ini baru dipelajari dan dijelaskan secara teoritis ole Wieselsberger pada taun 19 dengan engaplikasikan teori lifting line dari Prandtl [1,,14]. Pada taun 1935 Kaario dari Finlandia encoba eanfaatkan surface effect untuk ebuat kendaraan salju, naun terjadi asala dengan kestabilan waana tersebut. Keudian, pada taun 194 Troeng dari Swedia encoba ebuat waana surface effect yang terbang dari perairan, tetapi usaanya gagal, juga karena asala kestabilan. Waana surface effect baru berasil dibuat pada taun 6-an secara terpisa ole Uni Soviet, Aerika Serikat, dan Jepang dengan pendekatan yang berbeda-beda. 1 Uni Soviet, yang dapat dikatakan sebagai pelopor pengebangan kapal bersayap WiSE ini, tela berasil engebangkan berbagai jenis waana kapal bersayap. Pada awalnya, Uni Soviet encoba engebangkan kapal ydrofoil, naun kebutuan untuk pengebangan alat transportasi laut yang cepat ebuat penelitian berali ke jenis kapal bersayap WiSE, atau dikenal sebagai Ekranoplan. Ekranoplan pertaa, yaitu SM-P (Self-propelled Model), dibuat pada taun 196 dengan konfigurasi T-tail dan enggunakan teknologi Power Augentation of Ra (PAR), yaitu alat bantu take-off dengan enyeburkan udara ke bawa sayap. Pada taun 1966, Uni Soviet berasil enerbangkan KM (Kapal Prototipe), yang ole negara barat disebut Caspian Sea Monster, dengan bobot 55 ton. Pada saat ini Uni Soviet (Rusia) tela berasil engebangkan beberapa jenis Ekranoplan lain, diantaranya ORYONOK dengan bobot 15 ton dan UN dengan bobot 4 ton, yang digunakan sebagai peluncur peluru berpandu (guided issiles), serta beberapa jenis kapal bersayap yang lebi kecil ukurannya. Perkebangan terakir dari Rusia adala kapal bersayap WiSE untuk penupang koersial Apistar, yang juga enggunakan teknologi PAR. Selain Rusia, pada saat ini tela banyak negara lain yang engebangkan kapal bersayap WiSE, antara lain Jeran, Cina, Taiwan, dan Australia. Naun usaa tersebut sering engadapi asala karena data asil eksperiental pengebangan kapal bersayap asi sangat terbatas. Hal ini sangat berbeda dengan pengebangan pesawat udara konvensional yang berlanjut terus dengan eperatikan data-data eksperiental dari pengebangan pesawat udara sebelunya yang banyak tersedia. Pada pengebangan kapal bersayap WiSE, data-data asil eksperiental asi dianggap raasia, terutaa ole Rusia yang epunyai pengalaan terbanyak..3 Pengebangan Kapal Bersayap di Indonesia Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berupa benua ariti terbesar di dunia, eerlukan waana transportasi antar pulau yang sangat cepat. Pengebangan waana transportasi udara diarapkan dapat engatasi keperluan ini. Naun deikian, pengebangan waana transportasi udara eerlukan biaya yang cukup aal. Sebaliknya, pengebangan waana transportasi laut eerlukan biaya yang relatif lebi kecil dibanding dengan waana transportasi udara. Akan tetapi waana transportasi laut tidak dapat eenui kriteria kecepatan yang tinggi. Dengan engkobinasikan beberapa kelebian dari kedua siste transportasi laut dan udara tersebut, aka dirancangla suatu waana kapal bersayap WiSE ini. Pada pertengaan taun, Indonesia ulai enyusun kegiatan penelitian dan pengebangan kapal bersayap WiSE elalui Progra Riset Unggulan Keitraan [3]. Kegiatan penelitian dan pengebangan ini elibatkan tiga institusi, yaitu Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPP-Teknologi), PT Dirgantara Indonesia (PT DI) dan Institut Teknologi Bandung MESIN Vol. XIX No. 1

3 (ITB). Kegiatan ini diulai secara resi pada taun anggaran 1, dan dibiayai ole kantor Keentrian Negara Riset dan Teknologi elalui kontrak Noor: 8.11/Dep.PPI/ KP/I/1. Target penelitian dan pengebangan ini adala diilikinya keapuan erancang kapal bersayap WiSE kapasitas untuk 1 penupang dengan kecepatan terbang jelaja kurang lebi 1 knots. Sapai dengan saat ini, beberapa konfigurasi awal tela diasilkan dari penelitian ini. Uji terowongan angin untuk engetaui karakteristik aerodinaika kapal bersayap WiSE sedang dilaksanakan di fasilitas uji terowongan angin ilik aboratoriu Aerodinaika, Gas dan Getaran (AGG), yang berada di Serpong..4 Peran ITB pada Pengebangan Kapal Bersayap Dala pengebangan kapal bersayap WiSE, piak ITB, dala al ini Departeen Teknik Penerbangan, elakukan suatu kajian awal tentang stabilitas dan pengendalian dari waana kapal bersayap WiSE yang konfigurasinya dirancang ole PT Dirgantara Indonesia [4,5,6,7]. Paraeter-paraeter aerodinaika dari waana kapal bersayap WiSE diprediski dengan enggunakan perangkat lunak Datco Digital dari USAF [8]. Paraeter-paraeter tersebut diprediksi pada beberapa konfigurasi dan kondisi terbang. Hasil prediksi paraeter-paraeter aerodinaika tersebut digunakan untuk enganalisis kestabilan dan eliat respons gerak waana kapal bersayap WiSE [5]. Dari asil analisis kestabilan waana WiSE, aka dilakukan perancangan siste kendali terbang otoatik waana tersebut, kususnya untuk kendali tinggi terbang, dan keudian dilakukan siulasi gerak dengan siste kendali terbang otoatik yang dirancang (closed loop syste) [6]. 3. FENOMENA AERODINAMIKA KAPA BERSAYAP Surface effect adala fenoena yang terjadi saat pesawat udara terbang dekat dengan perukaan. Fenoena tersebut enyebabkan bertabanya efisiensi aerodinaika jika pesawat udara terbang seakin dekat dengan perukaan [1,,14,16]. Efisiensi tersebut terliat dari rasio antara gaya angkat (ift,) dan gaya abat (Drag,D), atau rasio /D. Pada kondisi terbang datar stasioner, gaya angkat saa dengan gaya berat dan gaya abat saa dengan gaya dorong, seingga rasio /D akan sebanding dengan gaya dorong yang dibutukan untuk endorong pesawat udara dengan berat tertentu. Pada saat pesawat udara terbang dekat dengan perukaan, aka akan terjadi peningkatan gaya angkat dan penurunan gaya abat induksi, seingga secara keseluruan enaba rasio /D. Hal ini dapat terjadi karena dua fenoena, yaitu span doinated surface effect yang enyebabkan penurunan gaya abat induksi dan cord doinated surface effect yang enaba gaya angkat. 3.1 Span Doinated Surface Effect Fenoena ini berkaitan dengan terjadinya gaya abat induksi pada pesawat udara. Gaya abat dapat dibagi enjadi dua, yaitu gaya abat friksi, D f, yang disebabkan ole gesekan perukaan pesawat udara dengan udara dan gaya abat induksi, D i, yang terjadi karena adanya gaya angkat. D = D f + D i (1) Dala bentuk tidak berdiensi, gaya abat tersebut dapat ditulis sebagai berikut: 1 ρ V SC 1 D = ρ V S ( CD f CD i ) + () atau, jika ruas kiri dan kanan persaaan () dibagi dengan 1 ρv S akan diperole persaaan: C D CD f + CD i = (3) Hubungan antara koefisien gaya abat induksi dengan koefisien gaya angkat C dapat dinyatakan dengan odel ateatika, yang dikenal sebagai polar abat parabolik sebagai berikut [9,1]: C C D i = (4) π Ae diana A adala aspect ratio dan e adala bilangan Oswald. Dengan definisi aspect ratio A=b /S, diana b adala rentang sayap (span) dan S adala luas sayap, aka pesaaan (3-4) dapat ditulis enjadi: CD i S π e b = (5) Gaya angkat uncul karena adanya distribusi tekanan udara, diana tekanan udara di perukaan atas sayap lebi kecil daripada di perukaan bawa seingga ada resultan gaya ke atas. Perbedaan tekanan tersebut ebuat udara yang berada pada ujung sayap bergerak dari perukaan bawa ke atas dan engasilkan vorteks. Saat pesawat udara endekati perukaan, vorteks pada ujung sayap tidak eiliki cukup ruang untuk terbentuk secara sepurna, seingga vorteks enjadi lebi lea. Vorteks tersebut juga terdorong ke ara luar seingga effective aspect ratio A eff enjadi lebi besar dari geoetric aspect ratio karena rentang sayap efektif b eff enjadi lebi besar, seperti tapak pada Gabar (1). Gabar 1: Sayap dengan Span Doinated Surface Effect [14] Pada persaaan (5) di atas terliat bawa jika rentang sayap efektif enjadi lebi besar, aka koefisien gaya abat induksi dengan adanya surface effect akan MESIN Vol. XIX No. 1

4 enjadi lebi kecil, seperti terliat pada persaaan berikut: C S C C D i _ S = = (6) πe beff π Aeff e Dari persaaan (4) dan (6), besarnya pengurangan gaya abat induksi dapat diturunkan sebagai berikut: engangkut 1 penupang dan digerakkan dengan esin ROTAX 58 U-DCDI yang epunyai daya 65 HP, yang dipasang di atas badan pesawat bagian belaakng. CD i = CD i CD i _ S = (1 A ) (7) π e A Besarnya rasio A/A eff pada persaaan (7) diodelkan dengan persaaan ateatika sebagai berikut [5]: A Aeff 3 = (8) b b b diana (/b) adala tinggi terbang tak berdiensi. Peodelan ateatika yang diberikan pada persaaan (8) ini berlaku terbatas pada </b<. eff 3. Cord Doinated Surface Effect Saat sayap endekati perukaan, pada bagian bawa sayap akan terbentuk daera dengan tekanan udara lebi besar, seingga gaya angkat enjadi lebi besar dibandingkan dengan jika pesawat udara terbang jau dari perukaan. Hal yang saa terjadi pula pada ekor orisontal pesawat udara. Besarnya koefisien gaya angkat C pesawat udara erupakan penjulaan koefisien gaya angkat pada sayap (wing) W dan koefisien gaya angkat pada ekor orisontal H sebagai berikut [1,,9,1]: V S C C C H H = + W H V S (9) diana V H adala kecepatan udara pada ekor orisontal dan S H adala luas ekor orisontal. Persaaan (9) enunjukkan bawa efek perukaan akan enaba koefisien gaya angkat sayap dan ekor pesawat udara, seingga gaya angkat akan bertaba. Berkurangnya gaya abat induksi dan bertabanya gaya angkat enyebabkan efisiensi aerodinaika (perbandingan /D) dari kapal bersayap WiSE dapat bertaba sekitar -5% dibanding dengan besarnya /D pada kondisi terbang tanpa efek perukaan [11, 1]. Akan diperliatkan pada bagian berikut, bawa penabaan /D tersebut eang sangat diungkinkan PERHITUNGAN KARAKTERISTIK AERODINAMIKA 4.1 Kapal Bersayap WIG1B-Wing1 Seperti tela dibaas sebelunya, kegiatan penelitian dan pengebangan kapal bersayap WiSE ini elibatkan tiga institusi, yaitu BPP-Teknologi, PT Dirgantara Indonesia dan Institut Teknologi Bandung [3]. PT Dirgantara Indonesia elakukan perancangan konfigurasi awal dari waana kapal bersayap WiSE. Sala satu asil rancangan awal waana kapal bersayap ini adala WIG1B-Wing1, seperti tapak pada Gabar (). Waana ini dirancang untuk bisa Gabar : Gabar tiga pandangan kapal bersayap WIG1B-Wing1 Konfigurasi WIG1B-Wing1 ini cukup sederana, yaitu sayap berbentuk persegi dengan luas sayap 5 dan lebar/rentang sayap 1,5. Pada ujung bagian luar sayap ditabakan wing-tip, untuk enurunkan gaya abat. Data uu geoetri konfigurasi ini diberikan pada Tabel (1). Tabel 1: Geoetri kapal bersayap WIG1B-Wing 1 Geoetri Sayap Ekor Horizontal uas, S ( ) Aspek Rasio, AR Taper Rasio, λ Sweepback ¼ cord, Λ ¼ (deg).. Sudut Incidence, i (deg) tbd tbd Sudut Diedral, Γ (deg) -6.. Airfoil tickness ratio, t/c (%) Root Cord, c r () Tip Cord, c t () Span, b () Mean aerodyn. cord, c () Airfoil Clark- NACA- Y 63A1 Ekor Vertikal tbd NACA- 63A1 4. Perangkat unak Datco Digital Untuk eprediksi paraeter aerodinaika pesawat udara yang cepat dan ekonois, diperlukan sebua perangkat lunak atau software yang operasional dan uda diperole secara bebas di pasaran. Sala satu contonya adala USAF Stability and Control Datco (Data Copendiu) [13]. Perangkat lunak ini dapat digunakan untuk eprediksi paraeter aerodinaika. Prosedur estiasi dengan Datco ternyata enibulkan ketidakefisienan karena estiasi dilakukan secara anual seingga ebutukan anours yang cukup besar. Pengebangan Datco enjadi perangkat lunak Datco Digital [8] endekati kebutuan akan siste peritungan yang cepat dan ekonois. MESIN Vol. XIX No. 1

5 Selain engitung karakteristik aerodinaika, Datco Digital dapat juga engitung paraeter kestabilan statik dan dinaik dari pesawat udara dan isil. Software ini juga dapat elakukan peritungan ig-lift device, karakteristik turunan dinaik dan defleksi bidang kendali agar kebali ke kondisi tri. Pengguna Datco Digital engorientasikan pada keutaaan software yaitu einialkan kebutuan input, analisis error pada input, dan beberapa pilian aplikasi yang fleksibel. Fleksibilitas software ini tibul karena pengguna Datco Digital dengan uda dapat enguba jenis eksperien atau analisis data yang dilakukan, tanpa kearusan untuk epunyai keapuan koputasi yang tinggi. Unit data input dasar Datco Digital adala case, yang endefinisikan konfigurasi dan kondisi terbang. Case terdiri dari epat kelopok data, yaitu: a. Group I, input yang endefinisikan kondisi terbang dan referensi diensi. b. Group II, input yang enspesifikasikan geoetri konfigurasi dasar untuk konfigurasi konvensional, endefinisikan body, sayap, ekor dan posisi relatifnya. c. Group III, input yang enspesifikasikan definisi konfigurasi tabaan seperti engine, flaps, control tabs, ground effect, atau twin vertical panels. Input ini juga endefinisikan konfigurasi kusus yang tidak bisa didefinisikan pada group II terasuk sayap dengan aspect ratio renda, konfigurasi wingbody transverse jet control, dan ypesonic flap. d. Group IV, input yang engendalikan eksekusi dari case atau pengeksekusian beberapa case, dan eungkinkan bagi pengguna untuk eili opsi kusus atau enginginkan output tabaan. Datco Digital enggunakan bilangan Mac dan bilangan Reynolds untuk endefinisikan kondisi terbang, diana keduanya dapat dipenui dengan adanya kobinasi bilangan Mac (MACH), kecepatan terbang (VINF), bilangan Reynolds (RNNUB), tinggi terbang (AT), tekanan udara (PINF) dan teperatur udara (TINF). Untuk referensi kecepatan terbang dapat diasukkan bilangan Mac atau kecepatan terbang, sedangkan untuk kondisi atosfer dapat diasukkan tinggi terbang atau tekanan dan teperatur udara. Dengan adanya referensi kecepatan dan kondisi atosfer, aka bilangan Reynolds dapat diitung. Kobinasi antara referensi kecepatan dan kondisi atosfer yang dapat eenui bilangan Mac dan bilangan Reynolds dapat diliat pada Tabel () berikut. Tabel : Kobinasi referensi kecepatan dan kondisi atosfer User Input Progra Coputes MACH, RNNUB MACH, AT VINF, AT PINF, TINF, VINF PINF, TINF, MACH PINF, TINF, RNNUB PINF, TINF, MACH, RNNUB RNNUB, MACH RNNUB, VINF Pada perangkat lunak Datco Digital terdapat tiga kobinasi untuk bilangan Mac dan tinggi terbang sebagai kondisi atosfer, yaitu: i. Mengkobinasikan variasi bilangan Mac dan variasi tinggi terbang secara bersaaan. Progra akan dieksekusi pada bilangan Mac dan tinggi terbang yang pertaa, keudian pada bilangan Mac dan tinggi terbang yang kedua dan seterusnya, seingga jula variasi keduanya arus saa. Kobinasi ini akan dipili jika bilang Reynolds erupakan input, dan jika kondisi atosfer bukan erupakan input. ii. Mengkobinasikan variasi bilangan Mac pada tinggi terbang yang tetap. Progra akan dieksekusi pada tinggi terbang yang pertaa dengan seua variasi bilangan Mac, keudian pada tinggi terbang kedua dengan seua variasi bilangan Mac dan seterusnya sapai seua tinggi terbang tela dieksekusi. Kobinasi ini akan dipili jika kondisi atosfer erupakan input. iii. Mengkobinasikan variasi tinggi terbang pada bilangan Mac yang tetap. Progra akan dieksekusi pada bilangan Mac yang pertaa dengan seua variasi tinggi terbang, keudian pada bilangan Mac kedua dengan seua variasi tinggi terbang dan seterusnya sapai seua bilangan Mac tela dieksekusi. Kobinasi ini akan dipili jika kondisi atosfer erupakan input. Datco Digital asi epunyai beberapa batasan operasional, isalnya: ifting surface pada bagian depan disebut sebagai sayap, sedangkan lifting surface bagian belakang disebut dengan ekor orizontal. Kaida ini berlaku tanpa engiraukan konfigurasi yang sebenarnya. Metode ekor vertikal kebar anya berlaku untuk paraeter kestabilan lateral pada kecepatan subsonik. Efek jet dan propeller power anya berlaku untuk paraeter kestabilan longitudinal pada kecepatan subsonik. Keduanya tidak dapat digunakan pada saat yang bersaaan. Metode surface effect anya berlaku untuk paraeter kestabilan longitudinal pada kecepatan subsonik. Naun deikian, kecepatan terbang waana kapal bersayap WIG1B-Wing1 yang dibaas pada akala ini sangat renda, seingga odel surface effect yang ada pada perangkat lunak ini diarapkan tetap dapat dipakai dan eberikan asil pendekatan yang cukup teliti. Perangkat lunak Datco Digital ini enggunakan input naelist untuk endefinisikan koponen konfigurasi waana terbang yang akan diitung. Sebagai conto, naelist HTPNF enyebabkan perangkat lunak engasusikan bawa konfigurasi waana yang diitung tersebut epunyai ekor orizontal. Dengan beberapa batasan tersebut, aka perlu diperatikan input yang akan diasukkan ke dala MESIN Vol. XIX No. 1 4

6 perangkat lunak Datco Digital agar tidak terjadi kesalaan atau error. Datco Digital epunyai siste analisis diagnosis input yang akan engecek seua input sebelu software tereksekusi. Siste ini akan eeriksa kebenaran seua naelist, variabel, input nuerik dan control card, keudian enapilkan seua data input beserta error yang ungkin terjadi agar pengguna dapat eperbaiki error tersebut. Keterangan rinci tentang naelist dan control card dibaas pada [8]. 4.3 Hasil Peritungan Pada bagian ini akan disajikan asil peritungan karakteristik aerodinaika yang diperole dari perangkat lunak Datco Digital. Karakteristik aerodinaika yang diaksud di sini adala: koefisien gaya abat C D, koefisien gaya angkat C dan koefisien oen pitc C, yang divariasikan teadap sudut serang dan tinggi terbang (dari perukaan). Peritungan dilakukan dengan variasi sudut serang antara sapai 5, tinggi terbang (dari perukaan) dari,6 sapai dengan (dala al ini adala tinggi terbang setinggi satu kali rentang sayap), letak titik berat (center of gravity, c.g) pada ost forward (36% dari ean aerodynaic cord, ac) dan ost aft (45% ac), dan pada kecepatan jelaja 1 knots (51,4 /s). Definisi tinggi terbang disini adala jarak antara perukaan (air), dengan perukaan referensi kapal bersayap, diana jarak perukaan referensi kapal bersayap teradap perukaan bawa body adala,5. Sebagai conto untuk tinggi terbang,6, aka kapal bersayap akan terbang 1 c di atas perukaan air. Hasil peritungan koefisien gaya angkat C, koefisien gaya abat C D, dan koefisien oen pitc C, untuk konfigurasi WIGE1B-Wing1 diberikan pada Tabel (3) sapai dengan Tabel (5), yang erupakan fungsi dari sudut serang dan tinggi terbang [8]. Efisiensi aerodinaika yang dinyatakan dala bentuk rasio C /C D diberikan pada Tabel (6). Tabel 4: Output C D dengan variasi sudut serang dan tinggi terbang. (deg) =.6 =1. C D = 1.5 = 1.8 =. =.5 = Tabel 5: Output C dengan variasi sudut serang dan tinggi terbang. Titik berat pada posisi ost forward. (deg) Free air =.6 =1. = 1.5 C = 1.8 =. =.5 = Tabel 6: Rasio C /C D dengan variasi sudut serang dan tinggi terbang. (deg) free air =.6 =1. = 1.5 C /C D = 1.8 H =. =.5 = Tabel 3: Output C dengan variasi sudut serang dan tinggi terbang. (deg) =.6 =1. = 1.5 = 1.8 =. =.5 = C Data asil peritungan di atas ditapilkan dala bentuk grafik C -, C D -, C /C D - dan C -, untuk berbagai tinggi terbang, seperti tapak Gabar (3) sapai dengan Gabar (7). Gabar (6) adala kurva C - untuk posisi titik berat paling depan (ost forward), sedangkan untuk posisi titik berat paling belakang (ost aft), kurva C - diberikan pada Gabar (7). Pada Gabar (3) terliat bawa arga C untuk tinggi terbang yang seakin dekat dengan perukaan lebi besar dibanding dengan arga C pada tinggi terbang. Hal ini enunjukkan bawa efek perukaan eberikan gaya angkat yang seakin besar. Keiringan kurva C - juga terliat seakin besar dengan adanya efek perukaan tersebut. 5 MESIN Vol. XIX No. 1

7 K urva C vs untuk b eb erap a ting g i terb ang Kurva C aft vs untuk beberapa tinggi terbang C (deg) =.6 = 1. = 1.5 = 1.8 =. =.5 = 3 C (deg) = 3.5 =. 1.8 = 1.5 = 1. =.6 Gabar 3: Kurva C vs untuk beberapa tinggi terbang CD Kurva C D vs untuk beberapa tinggi terbang (deg) = 3 =.5 =. = 1.8 = 1.5 = 1. =.6 Gabar 4: Kurva C D vs untuk beberapa tinggi terbang C /C D Kurva C /C D vs untuk beberapa tinggi terbang a (deg) =.6 = 1. = 1.5 = 1.8. =.5 = 3 Gabar 5: Kurva C /C D vs untuk beberapa tinggi terbang C Kurva C fwd vs untuk beberapa tinggi terbang Gabar 7: Kurva C aft vs untuk beberapa tinggi terbang Untuk koefisien gaya abat C D, terliat pada Gabar (4) bawa terjadi penurunan arga C D dengan adanya surface effect. Bertabanya koefisien gaya angkat dan berkurangnya koefisien gaya abat karena efek perukaan enyebabkan rasio C /C D eningkat, seperti tapak pada Gabar (5). Bakan, rasio C /C D pada =,6 dan sudut serang antara atau 3 bisa encapai apir 4. Dibandingkan dengan arga C /C D pada tinggi terbang, pada kondisi ini terjadi kenaikan arga C /C D lebi dari %. Naun deikian, perlu diingat bawa kapal bersayap WIG1B-Wing1 dirancang untuk terbang di atas air laut yang tenang, yang tinggi gelobangnya diasusikan kurang lebi,5, seingga kapal bersayap ini disarankan untuk terbang jelaja pada tinggi terbang 1,5. Pengaru variasi sudut serang dan tinggi terbang pada koefisien oen pitc, baik pada saat titik berat berada di ost forward aupun di ost aft, dapat diliat pada Gabar (6) dan (7). Terliat, bawa keiringan kurva C - tersebut adala negatif yang berarti kapal bersayap ini stabil statik longitudinal. Berdasarkan analisis kedua grafik koefisien oen pitc di atas, kapal bersayap WIG1B-Wing1 akan lebi stabil statik longitudinal bila titik beratnya berada pada ost forward daripada berada di ost aft, karena keiringan kurva C fwd - lebi negatif daripada kurva C aft -. Dengan enggunakan data yang saa seperti yang diberikan pada Gabar (3), (6) dan (7), arga C dan C dipresentasikan dala bentuk kurva C - dan C - untuk berbagai sudut serang, seperti tapak pada Gabar (8) sapai dengan (1) a (d e g ) = 3 =.5 = 1.8 = 1.5 = 1. =.6 Pada Gabar (8) terliat bawa seakin jau dari perukaan, aka arga C seakin berkurang. Untuk koefisien oen pitc C, seakin tinggi kapal bersayap terbang dari perukaan, aka arga C seakin positif, liat Gabar (9) dan (1). Gabar 6: Kurva C fwd vs untuk beberapa tinggi terbang MESIN Vol. XIX No. 1 6

8 1, 1,8,6,4, C Kurva C vs Tinggi Terbang untuk beberapa sudut serang alpa = 6 deg alpa = 5deg alpa = 4deg alpa = 3deg alpa = deg alpa = 1deg alpa = deg alpa = -1 deg alpa = - deg,5 1 1,5,5 3 3,5 Tinggi Terbang () Gabar 8: Kurva C vs beberapa arga sudut serang C,1,5 -,5 -,1 -,15 -, -,5 -,3 -,35 -,4 Kurva Cfwd vs Tinggi Terbang untuk beberapa sudut serang alpa = - deg alpa = -1 deg,5 1 1,5,5 3 3,5 alpa = deg alpa = 1 deg alpa = deg alpa = 3 deg alpa = 4 deg alpa = 5 deg alpa = 6 deg Tinggi Terbang () Gabar 9: Kurva C fwd vs untuk beberapa arga C,1,5 -,5 -,1 -,15 -, -,5 Kurva Caft vs Tinggi Terbang untuk beberapa sudut serang alpa = - deg alpa = -1 deg alpa = deg,5 1 1,5,5 3 3,5 alpa 1 deg alpa = deg alpa = 3 deg alpa = 4 deg alpa = 5 deg alpa = 6 deg surface effect yang dapat enyebabkan berkurangnya efisiensi aerodinaika. 5.1 Kestabilan Statik ongitudinal Kapal Bersayap Dengan adanya tabaan gaya angkat dan pengurangan gaya abat induksi karena pengaru efek perukaan, aka keseibangan gaya yang bekerja pada waana kapal bersayap juga akan beruba. Hal ini akan enguba pula kestabilan waana kapal bersayap tersebut. Untuk ebaas kestabilan statik longitudinal kapal bersayap, peratikan persaaan keseibangan koefisien oen pitc berikut [1,,9,1]: xcg xacw C = C + ( ) ac W W c c (1) V S xac x H H H cg + ( ) H V S c c diana C acw adala koefisien oen pitc pada saat =, xcg adala letak titik berat waana kapal bersayap, adala letak titik pusat aerodinaika sayap dan xac W xac H adala letak titik pusat aerodinaika ekor orisontal, serta c adala ean aerodynaic cord. Turunan persaaan (1) teradap sudut serang, dikenal sebagai turunan kestabilan pitc, adala: C xcg xacw = ( ) W c c VH SH dε + (1 )C V S d H xach ( c xcg ) c (11) Pada persaaan (11) terliat bawa efek perukaan uncul pada koefisien C (yang seakin besar), (seakin besar) dan sudut downwas ε pada ekor H orizontal (seakin kecil) [1,]. W 7 -,3 Tinggi Terbang () Gabar 1: Kurva C aft vs untuk beberapa arga 5. PREDIKSI DAN ANAISIS KESTABIAN GERAK ONGITUDINA KAPA BERSAYAP Kestabilan waana kapal bersayap WiSE erupakan asala yang paling kritis. Dala sejara pengebangan kapal bersayap, tidak sedikit terjadi kegagalan karena asala kestabilan waana ini. Beroperasinya kapal bersayap WiSE pada daera surface effect selaa terbang akan enibulkan asala ketidakstabilan, karena terbatasnya daera tinggi terbang. Kapal bersayap WiSE arus tetap terbang di daera surface effect dengan variasi tinggi terbang yang sangat sepit. Kesulitannya adala bila tinggi terbang berkurang pesawat udara akan enyentu air, dan jika tinggi bertaba, pesawat udara akan keilangan Persaaan (11) dapat ditulis enjadi lebi sederana sebagai berikut: xcg x C C ( ac = ) (1) c c diana x ac adala letak titik pusat aerodinaika waana kapal bersayap. Persaaan (1) berlaku uu, baik untuk kasus tanpa efek perukaan atau kasus dengan efek perukaan. 5. Paraeter Kestabilan Kapal Bersayap Hal yang perlu diperatikan dala engkaji kestabilan statik gerak longitudinal waana kapal bersayap WiSE adala adanya dua variabel gerak yang arus dianalisis, yaitu sudut serang (biasanya disebut sebagai sudut pitc pada surface effect) dan tinggi terbang. Ini jelas berbeda dengan pesawat udara konvensional yang anya eperatikan sudut serang saja. Dala al ini, paraeter-paraeter kestabilan gerak longitudinal kapal bersayap yang penting untuk MESIN Vol. XIX No. 1

9 dianalisis adala turunan kestabilan teradap sudut serang (atau sudut pitc): dan C, dan turunan kestabilan teradap tinggi terbang : dan C, diana paraeter-paraeter tersebut didefinisikan sebagai berikut: dc dc C = ; C = d d (13) dc dc C ; C = = d d Pada kapal bersayap WiSE, dapat diteukan dua titik pusat aerodinaika yang terpisa dari center of gravity, yaitu titik pusat aerodinaika pitc (biasa terdapat pada pesawat udara konvensional) diana C konstan teradap variasi sudut pitc, didefinisikan sebagai berikut, liat persaaan (1): C x cg xac X = = ( ) (14) c c dan titik pusat aerodinaika tinggi terbang diana C konstan teradap variasi tinggi terbang, C X = (15) Dengan adanya dua variabel gerak tersebut, aka analisis kestabilan statik gerak longitudinal pada waana kapal bersayap dibedakan enjadi dua, yaitu kestabilan static pitc dan kestabilan static eigt. Naun deikian, pada uunya analisis kestabilan untuk waana kapal bersayap lebi banyak enggunakan kriteria kestabilan Irodov yang tela encakup kestabilan static pitc dan kestabilan static eigt [1]. (a) Kestabilan Static Pitc Waana kapal bersayap WiSE bukanla pesawat udara konvensional, naun kriteria kestabilan static pitc arus tetap dipenui, yaitu: C < (16) Pengertian dari paraeter tersebut adala peningkatan sudut pitc akibat adanya gangguan akan dilawan ole oen pitc yang tibul keudian. Untuk engetaui apaka kestabilan static pitc tercapai dapat diliat pada kurva C - Jika keiringan kurva tersebut negatif, aka pesawat udara tersebut stabil. (b) Kestabilan Static Heigt Kondisi pada kestabilan static pitc berlaku apir saa pada kestabilan static eigt, yaitu: < (17) Pengertian dari paraeter di atas adala kondisi stabil akan terjadi jika bertabanya tinggi terbang diikuti dengan berkurangnya gaya angkat, tapi dengan asusi perubaan koefisien oen tidak diperitungkan. Ini artinya kondisi stabil anya berlaku pada kondisi tri, atau C =. (c) Kriteria Kestabilan Irodov Menurut Staufenbiel [1,14], kondisi static eigt stability akan dipenui apabila syarat berikut terpenui, yaitu: C < (18) C Persaaan (18) tersebut bila dielaborasi akan enjadi sebagai berikut: C C < (19) C Jika enggunakan definisi seperti yang tela diberikan pada persaaan (14) dan (15), aka persaaan (19) dapat dituliskan kebali sebagai berikut: X X < () Ketiga persaaan di atas erupakan persaaan Staufenbiel diana kondisi stabil tercapai bila besarnya arga dari persaaan tersebut negatif, tanpa ada keterangan berapa besar arga tersebut. Irodov ebuat kriteria static eigt stability yang berbeda, naun enggunakan pendekatan yang apir saa dengan Staufenbiel. Dala al ini, Irodov tidak enggunakan turunan aerodinaika, elainkan titik pusat aerodinaika. Kriteria kestabilan Irodov ini secara ateatika dinyatakan dengan persaaan (), dan lebi banyak digunakan karena lebi praktis pendekatannya. Pengertian kriteria kestabilan Irodov tersebut adala pesawat udara akan stabil jika titik pusat tinggi terbang berada di depan titik pusat sudut pitc. Besarnya X a -X sering disebut sebagai stability argin. Irodov eberikan kepastian perkiraan arga yang diperlukan untuk encapai kondisi stabil. Berdasarkan pengalaan, besarnya stability argin arus sekitar.1 pada saat terbang jelaja. Ini terjadi karena eskipun dengan besar yang negatif dapat ebuat pesawat udara stabil, naun dengan arga sekitar.1 akan eberikan asil yang lebi baik. Hasil tersebut, yaitu kobinasi baik antara karakteristik kestabilan (statik dan dinaik) [13, 14]. Harga yang lebi kecil akan enyebabkan kestabilan yang arginal seingga akan eakan waktu lebi laa untuk kebali ke posisi seula, sedangkan arga yang terlalu besar dapat enyebabkan osilasi yang tidak stabil. 5. Analisis Kestabilan Gerak ongitudinal Kapal Bersayap WIG1B-Wing 1 Analisis akan dilakukan pada sudut serang =3, kecepatan jelaja V=1 knots (51,4 /s), tinggi terbang 1,, 1,5 dan,, dengan letak titik berat (center of gravity, c.g.) pada posisi paling depan (ost forward) dan paling belakang (ost aft). Data turunan dan C dapat diperole langsung dari output Datco Digital atau bisa diturunkan dari data pada Gabar (3), (6) dan (7). Sedangkan arga turunan MESIN Vol. XIX No. 1 8

10 C dan C diitung dari keiringan kurva grafik C - dan C - pada Gabar (8) sapai dengan (1). Harga-arga paraeter kestabilan gerak longitudinal kapal bersayap WIG1B-Wing1 diberikan pada Tabel (7) dan (8). Tabel 7: Hasil analisis kriteria Irodov pada posisi titik berat paling depan (ost forward c.g.) C C () C C X X X -X [/deg] [/deg] [/] [/] [ - ] [ - ] [ - ] Tabel 8: Hasil analisis kriteria Irodov pada posisi titik berat paling belakang (ost aft c.g.) H () C [/deg] C [/deg] C [/] C [/] X [ - ] X [ - ] X -X [ - ] Dari asil peritungan paraeter kestabilan di atas, dapat disipulkan bawa waana kapal bersayap WIG1B-Wing1 eenui kriteria kestabilan Irodov seperti yang diberikan pada persaaan (). Harga stability argin waana kapal bersayap pada ost forward c.g sekitar.1, liat kolo terakir pada Tabel (7). Hal ini akan eberikan kobinasi cukup baik antara karakteristik kestabilan (statik dan dinaik) dengan keapuan anuver [6]. Naun pada posisi titik berat paling belakang (ost aft c.g), arga utlak stability argin seakin kecil, liat kolo terakir pada Tabel (8). Ini enandakan bawa kestabilan waana tersebut pada ost aft c.g. seakin berkurang atau arjinal. Dengan enggunakan kriteria kestabilan static pitc dan kestabilan static eigt, aupun dengan kriteria kestabilan Irodov, berarti waana kapal bersayap WIG1B-Wing1 erupakan waana yang stabil untuk gerak longitudinalnya, eskipun pada posisi titik berat paling belakang, kestabilannya arjinal. 6. KESIMPUAN Beberapa kesipulan yang dapat ditarik dari pebaasan pada akala ini adala sebagai berikut: Waana kapal bersayap WIG1B-Wing1 yang tela dirancang engalai peningkatan efisiensi aerodinaika yang sangat signifikan, kususnya pada tinggi terbang =,6 dan pada sudut serang antara º ingga 3º. Besarnya rasio C /C D bisa encapai lebi dari 1 % dibanding dengan kondisi. Dari asil prediksi dan analisis kestabilan statik gerak longitudinal kapal bersayap WIG1B-Wing1, aka kapal bersayap ini eenui tiga kriteria kestabilan static pitc, static eigt stability, dan kriteria kestabilan Irodov. Berdasarkan peritungan dan analisis kestabilan gerak longitudinal yang tela dilakukan terdapat al-al yang dapat diperatikan lebi lanjut, yaitu: Kondisi terbang jelaja untuk konfigurasi kapal bersayap WIG1B-Wing1 sebaiknya dilakukan pada tinggi terbang =1,5 dan sudut serang =3º. Hal ini dilakukan dengan pertibangan bawa waana kapal bersayap akan terbang jelaja di perairan laut yang berobak, dengan prakiraan tinggi obak kurang lebi,5, seingga waana ini akan terbang 1, dari perukaan air laut ke body kapal bersayap. Kapal bersayap WIG1B-Wing1 epunyai rasio C /C D yang cukup tinggi dan kestabilan statik gerak longitudinalnya pun terpenui, naun pada saat titik berat pada posisi paling belakang, asil kestabilan yang didapat kurang baik, diana kestabilan dengan keapuan anuvernya kurang. Untuk itu agar keapuan anuver pesawat udara tersebut baik pada kedua letak titik berat, terutaa pada letak titik berat paling belakang, aka perlu dipertibangkan adanya perubaan rancangan waana tersebut, isalnya dengan eperpanjang jarak/posisi ekor orisontal relatif teradap sayap. DAFTAR PUSTAKA 1. Perkins, C.D. and R.E. Hage. Airplane Perforance Stability and Control. Jon Wiley & Sons, Inc., New York, Etkin, B. Dynaics of Atosperic Fligt. Jon Wiley & Sons, Inc., New York, Anon. Proyek Pengebangan Rancang Bangun Alat Angkut Pasukan Kusus Dengan Teknologi Wingin-Ground Effect, Progra Riset Unggulan Keitraan Noor: 8.11/Dep.PPI/KP/I/1, Keentrian Negara Riset dan Teknologi, Dwiastuti, D. Analisis Kestabilan Statik Matra ongitudinal Pesawat Udara Wing-in-Surface Effect Konfigurasi WIG1B-WING1, Tugas Akir, Institut Teknologi Bandung, Bandung, Muaad, H., D. Dwiastuti, Iqbal F. Dasril dan Said D. Jenie. Kaji Awal Stabilitas dan Pengendalian Waana Air-Udara Wing-in Ground Effect (WiGE), aporan Penelitian dengan Dana DPI FTI- ITB, Bandung,. 6. Muaad, H. dan Alaizar, Perancangan Siste Kendali Otoatik ongitudinal Pesawat Air-Udara Wing in Surface Effect (WiSE), Studi Kasus: WIG1B-Wing1, aporan Penelitian dengan Dana DPI FTI-ITB, Bandung,. 7. Muaad, H. Peritungan Prestasi, Dinaika dan Kendali Terbang Kendaraan WiGE, aporan Akir, Kontrak Kerjasaa Antara BPPT dengan ITB, Noor SPK: 9/PK/PPTT/BPPT/V/3, Oktober 3. 9 MESIN Vol. XIX No. 1

11 8. Willias, J.E. Te USAF Stability and Control Digital Datco-Volue I, Users Manual. AFFD-TR Vol I, Air Force Fligt Dynaics aboratory, Wrigt-Patterson Air Force Base, Oio, Mulder, J.A. and J.W.H. Staveren, Fligt Dynaics, Faculty of Aerospace Engineering, Delft University of Tecnology, Delft Te Neterlands,. 1. Jenie, Said D. dan H. Muaad, Diktat Kulia Dinaika Terbang Pesawat Udara, Departeen Teknik Penerbangan, Institut Teknologi Bandung, Cen, F. Xtree Xplorer, Product Report and Business Opportunities on Wing-in-Ground Effect Tecnology, Apistar U.S.A, td. Norfolk, Gera, J. Stability & Control of Wing-in Ground Effect Veicles or Wingsips. Aerican Institute of Aeronautics and Astronautics, Edwards, Hoak, D.E., USAF Stability and Control Datco. Fligt Control Division, Airforce Fligt Dynaics aboratory, Wrigt-Patterson Air Force Base, Oio, ttp:// 15. ttp:// 16. ttp:// MESIN Vol. XIX No. 1 3

Bab IV. Pemodelan, Pengujian dan Analisa. Sistem Steel Ball Magnetic Levitation

Bab IV. Pemodelan, Pengujian dan Analisa. Sistem Steel Ball Magnetic Levitation Bab IV Peodelan, Pengujian dan Analisa Siste Steel Ball Magnetic Levitation Pada bab IV ini akan dijelaskan engenai peodelan, pengujian dari siste yang tela dibuat dan penganalisaan asil pengujian tersebut.

Lebih terperinci

MODEL MATEMATIKA SISTEM PERMUKAAN ZAT CAIR

MODEL MATEMATIKA SISTEM PERMUKAAN ZAT CAIR MODEL MATEMATIKA SISTEM PEMUKAAN ZAT AI PENGANTA Pada bagian ini kita akan enurunkan odel ateatika siste perukaan zat cair. Dengan eperkenalkan prinsip resistansi dan kapasitansi untuk siste perukaan zat

Lebih terperinci

Hubungan Antara Turunan Parsial dan Kekontinuan Pada Fungsi Dua Peubah

Hubungan Antara Turunan Parsial dan Kekontinuan Pada Fungsi Dua Peubah Jurnal EKSPONENSIAL Volue Noor Mei ISSN 85-789 Hubungan Antara Turunan Parsial dan Kekontinuan Pada Fungsi Dua Peuba Relationsip Between Partial Derivatives and Continuit on te Function o Two Variables

Lebih terperinci

PENGARUH POSISI BEBAN DAN MOMEN INERSIA TERHADAP PUTARAN KRITIS PADA MODEL POROS MESIN KAPAL

PENGARUH POSISI BEBAN DAN MOMEN INERSIA TERHADAP PUTARAN KRITIS PADA MODEL POROS MESIN KAPAL PENGARUH POSISI BEBAN DAN MOMEN INERSIA TERHADAP PUTARAN KRITIS PADA MODEL POROS MESIN KAPAL Waris Wibowo Staf Pengajar Akadei Mariti Yogyakarta (AMY) ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk endapatkan

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS DAN SIMULASI MODEL HODGKIN-HUXLEY

BAB 3 ANALISIS DAN SIMULASI MODEL HODGKIN-HUXLEY BAB 3 ANALISIS DAN SIMULASI MODEL HODGKIN-HUXLEY 3.1 Analisis Dinaika Model Hodgkin Huxley Persaaan Hodgkin-Huxley berisi epat persaaan ODE terkopel dengan derajat nonlinear yang tinggi dan sangat sulit

Lebih terperinci

BAB 4 KAJI PARAMETRIK

BAB 4 KAJI PARAMETRIK Bab 4 Kaji Paraetrik BAB 4 Kaji paraetrik ini dilakukan untuk endapatkan suatu grafik yang dapat digunakan dala enentukan ukuran geoetri tabung bujursangkar yang dibutuhkan, sehingga didapatkan harga P

Lebih terperinci

PENGGUNAAN METODE HOMOTOPI PADA MASALAH PERAMBATAN GELOMBANG INTERFACIAL

PENGGUNAAN METODE HOMOTOPI PADA MASALAH PERAMBATAN GELOMBANG INTERFACIAL PENGGUNAAN METODE HOMOTOPI PADA MASALAH PERAMBATAN GELOMBANG INTERFACIAL JAHARUDDIN Departeen Mateatika Fakultas Mateatika Ilu Pengetahuan Ala Institut Pertanian Bogor Jl Meranti, Kapus IPB Daraga, Bogor

Lebih terperinci

BAB III ANALISA TEORETIK

BAB III ANALISA TEORETIK BAB III ANALISA TEORETIK Pada bab ini, akan dibahas apakah ide awal layak untuk direalisasikan dengan enggunakan perhitungan dan analisa teoretik. Analisa ini diperlukan agar percobaan yang dilakukan keudian

Lebih terperinci

Laporan akhir fenomena dasar mesin BAB I PENDAHULUAN

Laporan akhir fenomena dasar mesin BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dala bidang konstruksi sifat aterial yang dapat terdefleksi erupakan suatu hal yantg sangat enakutkan karena bila saja hal tersebut terjadi aka struktur yang dibangun

Lebih terperinci

SUATU CONTOH INVERSE PROBLEMS YANG BERKAITAN DENGAN HUKUM TORRICELLI

SUATU CONTOH INVERSE PROBLEMS YANG BERKAITAN DENGAN HUKUM TORRICELLI Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 16 Mei 009 SUATU CONTOH INVERSE PROBLEMS YANG BERKAITAN DENGAN HUKUM TORRICELLI Suciati

Lebih terperinci

I - 1 BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

I - 1 BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I ENDHUUN I - I ENDHUUN. injauan Uu ir erupakan sala satu eleen yang sangat epengarui keidupan di ala. eua akluk idup sangat eerlukan air dala proses keidupan dan pertubuannya. ada dasarnya jula volue

Lebih terperinci

BAB III METODE ANALISIS

BAB III METODE ANALISIS BAB III METODE ANALISIS 3.1 Penyajian Laporan Dala penyajian bab ini dibuat kerangka agar eudahkan dala pengerjaan laporan. Berikut ini adalah diagra alir tersebut : Studi Pustaka Model-odel Eleen Struktur

Lebih terperinci

Simulasi dan Analisis Kinerja Prediktor Smith pada Kontrol Proses yang Disertai Tundaan Waktu

Simulasi dan Analisis Kinerja Prediktor Smith pada Kontrol Proses yang Disertai Tundaan Waktu 6 Siulasi dan Analisis Kinerja Prediktor Sith pada Kontrol Proses yang Disertai Tundaan Waktu Neilcy Tjahja Mooniarsih Progra Studi Teknik Elektro Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik, Universitas Tanjungpura

Lebih terperinci

1 1. POLA RADIASI. P r Dengan : = ½ (1) E = (resultan dari magnitude medan listrik) : komponen medan listrik. : komponen medan listrik

1 1. POLA RADIASI. P r Dengan : = ½ (1) E = (resultan dari magnitude medan listrik) : komponen medan listrik. : komponen medan listrik 1 1. POLA RADIASI Pola radiasi (radiation pattern) suatu antena : pernyataan grafis yang enggabarkan sifat radiasi suatu antena pada edan jauh sebagai fungsi arah. pola edan (field pattern) apabila yang

Lebih terperinci

MOMENTUM, IMPULS DAN TUMBUKAN

MOMENTUM, IMPULS DAN TUMBUKAN MOMENTUM, IMPULS DAN TUMBUKAN I. TUJUAN PEMBELAJARAN : Setela epelajari ateri ini diarapkan siswa dapat :. enjelaskan pengertian oentu. eruuskan serta engitung oentu suatu benda 3. enjelaskan pengertian

Lebih terperinci

GETARAN PEGAS SERI-PARALEL

GETARAN PEGAS SERI-PARALEL 1 GETARAN PEGAS SERI-PARALEL I. Tujuan Percobaan 1. Menentukan konstanta pegas seri, paralel dan seri-paralel (gabungan). 2. Mebuktikan Huku Hooke. 3. Mengetahui hubungan antara periode pegas dan assa

Lebih terperinci

Getaran adalah gerakan bolak-balik dalam suatu interval waktu tertentu. Getaran berhubungan dengan gerak osilasi benda dan gaya yang berhubungan

Getaran adalah gerakan bolak-balik dalam suatu interval waktu tertentu. Getaran berhubungan dengan gerak osilasi benda dan gaya yang berhubungan 2.1.2. Pengertian Getaran Getaran adalah gerakan bolak-balik dala suatu interval waktu tertentu. Getaran berhubungan dengan gerak osilasi benda dan gaya yang berhubungan dengan gerak tersebut. Seua benda

Lebih terperinci

PERHITUNGAN KARAKTERISTIK AERODINAMIKA, ANALISIS DINAMIKA DAN KESTABILAN GERAK DUA DIMENSI MODUS LONGITUDINAL ROKET RX 250 LAPAN

PERHITUNGAN KARAKTERISTIK AERODINAMIKA, ANALISIS DINAMIKA DAN KESTABILAN GERAK DUA DIMENSI MODUS LONGITUDINAL ROKET RX 250 LAPAN PERHITUNGAN KARAKTERISTIK AERODINAMIKA, ANALISIS DINAMIKA DAN KESTABILAN GERAK DUA DIMENSI MODUS LONGITUDINAL ROKET RX 25 LAPAN Singgih Satrio Wibowo Dosen Program Studi Teknik Aeronautika Jurusan Teknik

Lebih terperinci

Sistem Linear Max-Plus Interval Waktu Invariant

Sistem Linear Max-Plus Interval Waktu Invariant Siste Linear Max-Plus Interval Waktu Invariant A 11 M. Andy udhito Progra Studi Pendidikan Mateatika FKIP Universitas Sanata Dhara Paingan Maguwoharjo Yogyakarta eail: arudhito@yahoo.co.id Abstrak elah

Lebih terperinci

Kajian Fisis pada Gerak Osilasi Harmonis

Kajian Fisis pada Gerak Osilasi Harmonis p-issn: 461-0933 e-issn: 461-1433 Halaan 59 Kajian Fisis pada Gerak Osilasi Haronis Esar Budi Progra Studi Pendidikan Fisika, Fakultas Mateatika dan Ilu Pengetahuan Ala Universitas Negeri Jakarta, Jl.

Lebih terperinci

MODUL 3 SISTEM KENDALI POSISI

MODUL 3 SISTEM KENDALI POSISI MODUL 3 SISTEM KENDALI POSISI Muhaad Aldo Aditiya Nugroho (13213108) Asisten: Dede Irawan (23214031) Tanggal Percobaan: 29/03/16 EL3215 Praktiku Siste Kendali Laboratoriu Siste Kendali dan Koputer - Sekolah

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI TABUNG UDARA TERHHADAP DEBIT PEMOMPAAN POMPA HIDRAM

PENGARUH VARIASI TABUNG UDARA TERHHADAP DEBIT PEMOMPAAN POMPA HIDRAM 25 PENGARUH VARIASI TABUNG UDARA TERHHADAP DEBIT PEMOMPAAN POMPA HIDRAM Budi Hartono Fakultas Teknik, Universitas Ibnu Chaldun, Jl. Raya Serang Cilegon K.5, Serang Banten. Telp. 254-82357 / Fax. 254-82358

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan di bidang-bidang lain, seperti sosial, politik, dan budaya. perbedaan antara yang kaya dengan yang miskin.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan di bidang-bidang lain, seperti sosial, politik, dan budaya. perbedaan antara yang kaya dengan yang miskin. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pebangunan ekonoi erupakan asalah penting bagi suatu negara, untuk itu sejak awal pebangunan ekonoi endapat tepat penting dala skala prioritas pebangunan nasional

Lebih terperinci

KAJIAN METODE ZILLMER, FULL PRELIMINARY TERM, DAN PREMIUM SUFFICIENCY DALAM MENENTUKAN CADANGAN PREMI PADA ASURANSI JIWA DWIGUNA

KAJIAN METODE ZILLMER, FULL PRELIMINARY TERM, DAN PREMIUM SUFFICIENCY DALAM MENENTUKAN CADANGAN PREMI PADA ASURANSI JIWA DWIGUNA Jurnal Mateatika UNAND Vol. 3 No. 4 Hal. 160 167 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Mateatika FMIPA UNAND KAJIAN METODE ZILLMER, FULL PRELIMINARY TERM, DAN PREMIUM SUFFICIENCY DALAM MENENTUKAN CADANGAN PREMI PADA

Lebih terperinci

Kajian Fisis pada Gerak Osilasi Harmonis

Kajian Fisis pada Gerak Osilasi Harmonis p-issn: 461-0933 e-issn: 461-1433 Halaan 59 Naskah diterbitkan: 30 Deseber 015 DOI: doi.org/10.1009/1.0110 Kajian Fisis pada Gerak Osilasi Haronis Esar Budi Progra Studi Pendidikan Fisika, Fakultas Mateatika

Lebih terperinci

Perancangan Sistem Tracking Quadrotor untuk Sebuah Target Bergerak di Darat Menggunakan Sistem Fuzzy

Perancangan Sistem Tracking Quadrotor untuk Sebuah Target Bergerak di Darat Menggunakan Sistem Fuzzy JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 1, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) A-58 Perancangan Siste Tracking Quadrotor untuk Sebuah Target Bergerak di Darat Menggunakan Siste Fuzzy Mochaad Raa Raadhan,

Lebih terperinci

SOLUSI NUMERIK PERSAMAAN DIFUSI ANISOTROPIK

SOLUSI NUMERIK PERSAMAAN DIFUSI ANISOTROPIK SOLUSI NUMERIK PERSAMAAN DIFUSI ANISOTROPIK VERA NURMA YUNITA PROGRAM STUDI MATEMATIKA FSM UNIVERSITAS DIPONEGORO Jl. Prof. H. Soedarto, S.H. Tebalang Searang verre_can@yaoo.co ABSTRAK. Persaaan difusi

Lebih terperinci

TERMODINAMIKA TEKNIK II

TERMODINAMIKA TEKNIK II DIKTAT KULIAH TERMODINAMIKA TEKNIK II TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARMA PERSADA 2005 i DIKTAT KULIAH TERMODINAMIKA TEKNIK II Disusun : ASYARI DARAMI YUNUS Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik

Lebih terperinci

ANALISA KARAKTERISTIK AERODINAMIKA UNTUK KEBUTUHAN GAYA DORONG TAKE OFF DAN CRUISE PADA HIGH SPEED FLYING TEST BED (HSFTB) LAPAN

ANALISA KARAKTERISTIK AERODINAMIKA UNTUK KEBUTUHAN GAYA DORONG TAKE OFF DAN CRUISE PADA HIGH SPEED FLYING TEST BED (HSFTB) LAPAN ANALISA KARAKTERISTIK AERODINAMIKA UNTUK KEBUTUHAN GAYA DORONG TAKE OFF DAN CRUISE PADA HIGH SPEED FLYING TEST BED (HSFTB) LAPAN Oleh : Lintang Madi Sudiro 2106 100 130 Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Konsep teori graf diperkenalkan pertama kali oleh seorang matematikawan Swiss,

I. PENDAHULUAN. Konsep teori graf diperkenalkan pertama kali oleh seorang matematikawan Swiss, I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Konsep teori graf diperkenalkan pertaa kali oleh seorang ateatikawan Swiss, Leonard Euler pada tahun 736, dala perasalahan jebatan Konigsberg. Teori graf erupakan salah satu

Lebih terperinci

Studi Eksperimen Pengaruh Alur Permukaan Sirip pada Sistem Pendingin Mesin Kendaraan Bermotor

Studi Eksperimen Pengaruh Alur Permukaan Sirip pada Sistem Pendingin Mesin Kendaraan Bermotor Jurnal Kopetensi Teknik Vol. 1, No. 1, Noveber 009 1 Studi Eksperien Pengaruh Alur Perukaan Sirip pada Siste Pendingin Mesin Kendaraan Berotor Sasudin Anis 1 dan Aris Budiyono 1, Jurusan Teknik Mesin,

Lebih terperinci

BAB II PENYEARAH DAYA

BAB II PENYEARAH DAYA BAB II PENYEARAH DAYA KOMPETENSI DASAR Setelah engikuti ateri ini diharapkan ahasiswa eiliki kopetensi: Menguasai karakteristik penyearah setengah-gelobang dan gelobang-penuh satu fasa dan tiga fasa Menguasai

Lebih terperinci

BENTUK GELOMBANG AC SINUSOIDAL

BENTUK GELOMBANG AC SINUSOIDAL BENTUK GELOMBANG AC SINUSOIDAL. PENDAHULUAN Pada bab sebelunya telah dibahas rangkaian resistif dengan tegangan dan arus dc. Bab ini akan eperkenalkan analisis rangkaian ac diana isyarat listriknya berubah

Lebih terperinci

SIMULASI GERAK DAN ANALISIS KESTABILAN KOPLING INERSIA WAHANA DIRGANTARA DENGAN BENTUK BADAN RAMPING

SIMULASI GERAK DAN ANALISIS KESTABILAN KOPLING INERSIA WAHANA DIRGANTARA DENGAN BENTUK BADAN RAMPING Jurnal Teknologi Dirgantara Vol. 9 No. Juni :8-4 SIMULASI GERAK DAN ANALISIS KESTABILAN KOPLING INERSIA WAHANA DIRGANTARA DENGAN BENTUK BADAN RAMPING Hari Muhaad, Hilan Saputra, Yazdi I. Jenie, dan Javensius

Lebih terperinci

BAB III. METODE PENELITIAN. Tabel 1. Indikator/ Indikasi Penelitian

BAB III. METODE PENELITIAN. Tabel 1. Indikator/ Indikasi Penelitian 39 BAB III. METODE PENELITIAN 3.1. Tipe Penelitian Penelitian ini terasuk tipe penelitian dengan pendekatan analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Analisis ini dipergunakan untuk enggabarkan tentang

Lebih terperinci

Analisis Pengaruh Pipa Kapiler yang Dililitkan pada Line Suction Terhadap Performansi Mesin Pendingin 1)

Analisis Pengaruh Pipa Kapiler yang Dililitkan pada Line Suction Terhadap Performansi Mesin Pendingin 1) JURNAL TEKNIK MESIN Vol 4, No 2, Oktober 2002: 94 98 Analisis Pengaruh Pipa Kapiler yang Dililitkan pada Line Suction Terhadap Perforansi Mesin Pendingin ) Ekadewi Anggraini Handoyo Dosen Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

ASPEK TEKNIS DAN EKONOMIS PENAMBAHAN MUATAN PETI KEMAS PADA KAPAL K.M. CARAKA JAYA NIAGA 3 TAHAP III

ASPEK TEKNIS DAN EKONOMIS PENAMBAHAN MUATAN PETI KEMAS PADA KAPAL K.M. CARAKA JAYA NIAGA 3 TAHAP III ASPEK TEKNIS DAN EKONOMIS PENAMBAHAN MUATAN PETI KEMAS PADA KAPAL K.M. CARAKA JAYA NIAGA 3 TAHAP III Sulaian ABSTRAK Pada 15 tahun terakhir ini peerintah telah engebangkan siste transportasi laut secara

Lebih terperinci

REVIEW GERAK HARMONIS SEDERHANA

REVIEW GERAK HARMONIS SEDERHANA REVIEW GERAK HARMONIS SEDERHANA Di sekitar kita banyak benda yang bergetar atau berosilasi, isalnya assa yang terikat di ujung pegas, garpu tala, gerigi pada ja ekanis, penggaris elastis yang salah satu

Lebih terperinci

STUDI KARAKTERISTIK PENDINGINAN MODEL SUNGKUP APWR DENGAN LAMINAR SUBCOOLED WATER FILM

STUDI KARAKTERISTIK PENDINGINAN MODEL SUNGKUP APWR DENGAN LAMINAR SUBCOOLED WATER FILM STUDI KARAKTERISTIK PENDINGINAN MODEL SUNGKUP APWR DENGAN LAMINAR SUBCOOLED WATER FILM Diah Hidayanti 1, Aryadi Suwono 1, Nathanael P. Tandian 1, Ari Darawan Pasek 1, dan Efrizon Uar 1 Progra Magister

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. History Analysis), metode respon spektrum (Response Spectrum Method), dangaya

BAB I PENDAHULUAN. History Analysis), metode respon spektrum (Response Spectrum Method), dangaya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gepa dapat terjadi sewaktu waktu akibat gelobang yang terjadi pada sekitar kita dan erabat ke segala arah.gepa bui dala hubungannya dengan suatu wilayah berkaitan

Lebih terperinci

Rancang Bangun Sistem Informasi Perpustakaan Berbasis Web Pada SMPN 71 Jakarta

Rancang Bangun Sistem Informasi Perpustakaan Berbasis Web Pada SMPN 71 Jakarta Siposiu Nasional Ilu Pengetahuan dan Teknologi (SIMNASIPTEK) 207 ISBN: 978-602-6268-4-9 Rancang Bangun Siste Inforasi Perpustakaan Berbasis Web Pada SMPN 7 Jakarta Kurniawati, Ghofar Taufik 2 STMIK Nusa

Lebih terperinci

KAJIAN PERBANDINGAN KINERJA GRAFIK PENGENDALI CUMULATIVE SUM

KAJIAN PERBANDINGAN KINERJA GRAFIK PENGENDALI CUMULATIVE SUM KAJIAN PERBANDINGAN KINERJA GRAFIK PENGENDALI CUMULATIVE SUM (CUSUM) DAN EXPONENTIALLY WEIGHTED MOVING AVERAGE () DALAM MENDETEKSI PERGESERAN RATARATA PROSES Oleh: Nurul Hidayah 06 0 05 Desen pebibing:

Lebih terperinci

19, 2. didefinisikan sebagai bilangan yang dapat ditulis dengan b

19, 2. didefinisikan sebagai bilangan yang dapat ditulis dengan b PENDAHULUAN. Sistem Bilangan Real Untuk mempelajari kalkulus perlu memaami baasan tentang system bilangan real karena kalkulus didasarkan pada system bilangan real dan sifatsifatnya. Sistem bilangan yang

Lebih terperinci

MODUL PERTEMUAN KE 6 MATA KULIAH : FISIKA TERAPAN

MODUL PERTEMUAN KE 6 MATA KULIAH : FISIKA TERAPAN 43 MODUL PERTEMUAN KE 6 MATA KULIAH : MATERI KULIAH: Mekanika klasik, Huku Newton I, Gaya, Siste Satuan Mekanika, Berat dan assa, Cara statik engukur gaya.. POKOK BAHASAN: DINAMIKA PARTIKEL 6.1 MEKANIKA

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI.1. Uu Transforator erupakan suatu alat listrik yang engubah tegangan arus bolak balik dari satu tingkat ke tingkat yang lain elalui suatu gandengan agnet dan berdasarkan prinsip-prinsip

Lebih terperinci

BAB III METODE BEDA HINGGA CRANK-NICOLSON

BAB III METODE BEDA HINGGA CRANK-NICOLSON BAB III METODE BEDA HINGGA CRANK-NICOLSON 3. Metode Beda Hingga Crank-Nicolson (C-N) Metode Crank-Nicolson dikebangkan oleh Crank John dan Phyllips Nicholson pada pertengahan abad ke-, etode ini erupakan

Lebih terperinci

SOAL UJIAN SELEKSI CALON PESERTA OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2013 TINGKAT PROPINSI

SOAL UJIAN SELEKSI CALON PESERTA OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2013 TINGKAT PROPINSI SOAL UJIAN SELEKSI CALON PESERTA OLIMPIADE SAINS NASIONAL 013 TINGKAT PROPINSI FISIKA Waktu : 3,5 ja KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH

Lebih terperinci

Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro, Jl. Prof. Sudharto, Tembalang, Semarang, Indonesia

Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro, Jl. Prof. Sudharto, Tembalang, Semarang, Indonesia APLIKASI KENDALI ADAPTIF PADA SISTEM PENGATURAN TEMPERATUR CAIRAN DENGAN TIPOLOGI KENDALI MODEL REFERENCE ADAPTIVE CONTROLLER (MRAC) Ferry Rusawan, Iwan Setiawan, ST. MT., Wahyudi, ST. MT. Jurusan Teknik

Lebih terperinci

KAJIAN PENENTUAN INCIDENCE ANGLE EKOR PESAWAT PADA Y-SHAPED TAIL AIRCRAFT

KAJIAN PENENTUAN INCIDENCE ANGLE EKOR PESAWAT PADA Y-SHAPED TAIL AIRCRAFT Seminar Nasional Inovasi Dan Aplikasi Teknologi Di Industri 2018 ISSN 2085-4218 KAJIAN PENENTUAN INCIDENCE ANGLE EKOR PESAWAT PADA Y-SHAPED TAIL AIRCRAFT Gunawan Wijiatmoko 1) Meedy Kooshartoyo 2) 1,2

Lebih terperinci

SOAL OLIMPIADE SAINS NASIONAL (OSN) 2007 Bidang studi : FISIKA Tingkat : SMA Waktu : 4 jam

SOAL OLIMPIADE SAINS NASIONAL (OSN) 2007 Bidang studi : FISIKA Tingkat : SMA Waktu : 4 jam Dapatkan soal-soal lainnya di http://foru.pelatihan-osn.co SOAL OLIPIADE SAINS NASIONAL (OSN) 007 Bidang studi : FISIKA Tingkat : SA Waktu : 4 ja 1. (nilai 0) A. Sebuah obil bergerak enuruni suatu jalan

Lebih terperinci

PERCOBAAN 6 VOLTAGE RATION IN COAXIAL LINES

PERCOBAAN 6 VOLTAGE RATION IN COAXIAL LINES PERCOBAAN 6 VOLTAGE RATION IN COAXIAL LINES I. TUJUAN PERCOBAAN a. Mengukur distribusi tegangan pada kondisi diterinasi 60 oh, ujung saluran terbuka dan Short circuit b. Mengukur distribusi λ/4, λ/2 pada

Lebih terperinci

PERHITUNGAN INTEGRAL FUNGSI REAL MENGGUNAKAN TEKNIK RESIDU

PERHITUNGAN INTEGRAL FUNGSI REAL MENGGUNAKAN TEKNIK RESIDU PERHITUNGAN INTEGRAL FUNGSI REAL MENGGUNAKAN TEKNIK RESIDU Warsito (warsito@ail.ut.ac.id) Universitas Terbuka ABSTRAT A function f ( x) ( is bounded and continuous in (, ), so the iproper integral of rational

Lebih terperinci

PERHITUNGAN PARAMETER AERODINAMIKA ROKET POLYOT

PERHITUNGAN PARAMETER AERODINAMIKA ROKET POLYOT BAB 4 PERHITUNGAN PARAMETER AERODINAMIKA ROKET POLYOT 4. Perhitungan Parameter Aerodinamika Roket Polyot Menggunakan Digital Datcom dan Missile Datcom Roket Polyot dalam operasinya memiliki lintas terbang

Lebih terperinci

Efek fotolistrik dan efek compton

Efek fotolistrik dan efek compton Makala Fisika Kuantu Efek fotolistrik dan efek copton D I S U S U N OLEH KRISNA ( 4113416) MUTIA ( 411) ERVINA ( 41134) VIKCY ( 41) FISIKA Non_Dik 11 FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BENTUK NORMAL SMITH DAN MATRIKS BAIK KIRI/KANAN

BENTUK NORMAL SMITH DAN MATRIKS BAIK KIRI/KANAN BENTUK NORMAL SMITH DAN MATRIKS BAIK KIRI/KANAN Yuiati (yui@ail.ut.ac.id) Universitas Terbuka ABSTRACT The Sith noral for and left good atrix have been known in atrix theore. Any atrix over the principal

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Data dan Variabel 2.1.1 Data Pengertian data enurut Webster New World Dictionary adalah things known or assued, yang berarti bahwa data itu sesuatu yang diketahui atau dianggap.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam skala prioritas pembangunan nasional dan daerah di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. dalam skala prioritas pembangunan nasional dan daerah di Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pebangunan ekonoi erupakan asalah penting bagi suatu negara, untuk itu sejak awal pebangunan ekonoi endapat tepat penting dala skala prioritas pebangunan nasional

Lebih terperinci

Membelajarkan Geometri dengan Program GeoGebra

Membelajarkan Geometri dengan Program GeoGebra Mebelajarkan Geoetri dengan Progra GeoGebra Oleh : Jurusan Pendidikan Mateatika FMIPA UNY Yogyakarta Eail: ali_uny73@yahoo.co ABSTRAK Peanfaatan teknologi koputer dengan berbagai progranya dala pebelajaran

Lebih terperinci

1. Penyearah 1 Fasa Gelombang Penuh Terkontrol Beban R...1

1. Penyearah 1 Fasa Gelombang Penuh Terkontrol Beban R...1 DAFTA ISI. Penyearah Fasa Gelobang Penuh Terkontrol Beban..... Cara Kerja angkaian..... Siulasi Matlab...7.3. Hasil Siulasi.... Penyearah Gelobang Penuh Terkontrol Beban -L..... Cara Kerja angkaian.....

Lebih terperinci

OPTIMISASI SISTEM TRANSPORTASI MINYAK TITIK TUANG TINGGI: STUDI KASUS LAPANGAN X

OPTIMISASI SISTEM TRANSPORTASI MINYAK TITIK TUANG TINGGI: STUDI KASUS LAPANGAN X IATMI 2006-TS-30 PROSIDING, Siposiu Nasional & Kongres IX Ikatan Ahli Teknik Perinyakan Indonesia (IATMI) 2006 Hotel The Ritz Carlton Jakarta, 5-7 Noveber 2006 OPTIMISASI SISTEM TRANSPORTASI MINYAK TITIK

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Proses produksi di bidang pertanian secara umum merupakan kegiatan

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Proses produksi di bidang pertanian secara umum merupakan kegiatan 2 III. KERANGKA PEMIKIRAN Proses produksi di bidang pertanian secara uu erupakan kegiatan dala enciptakan dan enabah utilitas barang atau jasa dengan eanfaatkan lahan, tenaga kerja, sarana produksi (bibit,

Lebih terperinci

GERAK SATU DIMENSI. Sugiyanto, Wahyu Hardyanto, Isa Akhlis

GERAK SATU DIMENSI. Sugiyanto, Wahyu Hardyanto, Isa Akhlis GERAK SATU DIMENSI Sugiyanto, Wahyu Hardyanto, Isa Akhlis Bahan Ajar Mata Kuliah Koputasi Fisika A. Gerak Jatuh Bebas Tanpa Habatan Sebuah benda dijatuhkan dari ketinggian tertentu dengan besar kecepatan

Lebih terperinci

Prediksi Umur Kelelahan Struktur Keel Buoy Tsunami dengan Metode Spectral Fatigue Analysis

Prediksi Umur Kelelahan Struktur Keel Buoy Tsunami dengan Metode Spectral Fatigue Analysis JURNAL TEKNIK ITS Vol., (Sept, ) ISSN: 3-97 G-59 Prediksi Uur Kelelahan Struktur Keel Buoy Tsunai dengan Metode Spectral Fatigue Analysis Angga Yustiawan dan Ketut Suastika Jurusan Teknik Perkapalan, Fakultas

Lebih terperinci

ANALISIS ALGORITMA LOCALLY OPTIMAL HARD HANDOFF TERHADAP KECEPATAN DAN KORELASI JARAK

ANALISIS ALGORITMA LOCALLY OPTIMAL HARD HANDOFF TERHADAP KECEPATAN DAN KORELASI JARAK ANALISIS ALGORITMA LOCALLY OPTIMAL HARD HANDOFF TERHADAP KECEPATAN DAN KORELASI JARAK Lucky T Sianjuntak, Maksu Pine Departeen Teknik Elektro, Fakultas Teknik Universitas Suatera Utara, Medan e-ail : LuckyTrasya@gail.co

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segi kuantitas dan kualitasnya. Penambahan jumlah konsumen yang tidak di ikuti

BAB I PENDAHULUAN. segi kuantitas dan kualitasnya. Penambahan jumlah konsumen yang tidak di ikuti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air erupakan kebutuhan yang penting bagi kehidupan anusia. Manusia tidak dapat elanjutkan kehidupannya tanpa penyediaan air yang cukup dala segi kuantitas dan kualitasnya.

Lebih terperinci

Penentuan Akar-Akar Sistem Persamaan Tak Linier dengan Kombinasi Differential Evolution dan Clustering

Penentuan Akar-Akar Sistem Persamaan Tak Linier dengan Kombinasi Differential Evolution dan Clustering Jurnal Kubik, Volue No. ISSN : 338-0896 Penentuan Akar-Akar Siste Persaaan Tak Linier dengan Kobinasi Differential Evolution dan Clustering Jaaliatul Badriyah Jurusan Mateatika, Universitas Negeri Malang

Lebih terperinci

PERENCANAAN ALTERNATIF STRUKTUR BAJA GEDUNG MIPA CENTER (TAHAP I) FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG JURNAL

PERENCANAAN ALTERNATIF STRUKTUR BAJA GEDUNG MIPA CENTER (TAHAP I) FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG JURNAL PERENCANAAN ALTERNATIF STRUKTUR BAJA GEDUNG MIPA CENTER (TAHAP I) FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG JURNAL Diajukan untuk eenuhi persyaratan eperoleh gelar Sarjana

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KECEPATAN, VOLUME DAN KEPADATAN LALU LINTAS RUAS JALAN SILIWANGI SEMARANG

HUBUNGAN ANTARA KECEPATAN, VOLUME DAN KEPADATAN LALU LINTAS RUAS JALAN SILIWANGI SEMARANG HUBUNGAN ANTARA KECEPATAN, OLUME DAN KEPADATAN LALU LINTAS RUAS JALAN SILIWANGI SEMARANG Eko Nugroho Julianto Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Searang (UNNES) Gedung E4, Kapus

Lebih terperinci

PENYEARAH TERKENDALI SATU FASA BERUMPAN BALIK DENGAN PERUBAHAN GAIN PENGENDALI PI (PROPORSIONAL INTEGRAL)

PENYEARAH TERKENDALI SATU FASA BERUMPAN BALIK DENGAN PERUBAHAN GAIN PENGENDALI PI (PROPORSIONAL INTEGRAL) Media Elektrika, ol. 8, No. 1, Juni 015 ISSN 1979-7451 PENYEARAH TERKENDALI SATU FASA BERUMPAN BALIK DENGAN PERUBAHAN GAIN PENGENDALI PI (PROPORSIONAL INTEGRAL) Adhi Kusantoro, ST, MT [1] Ir.Agus Nuwolo,

Lebih terperinci

Jl. Ir. Sutami 36A, Surakarta 57126; Telp

Jl. Ir. Sutami 36A, Surakarta 57126; Telp SIMULASI PERILAKU PONDASI GABUNGAN TELAPAK DAN SUMURAN DENGAN VARIASI DIMENSI TELAPAK DAN DIAMETER SUMURAN PADA TANAH LEMPUNG BERLAPIS DITINJAU DARI NILAI PENURUNAN Habib Abduljabar Waskito 1), Niken Sili

Lebih terperinci

BAB III STRATIFIED CLUSTER SAMPLING

BAB III STRATIFIED CLUSTER SAMPLING BAB III STRATIFIED CUSTER SAMPING 3.1 Pengertian Stratified Cluster Sampling Proses memprediksi asil quick count sangat dipengarui ole pemilian sampel yang dilakukan dengan metode sampling tertentu. Sampel

Lebih terperinci

MODEL MATEMATIKA WAKTU PENGOSONGAN TANGKI AIR

MODEL MATEMATIKA WAKTU PENGOSONGAN TANGKI AIR Prosiding Seinar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA Fakltas MIPA, Universitas Negeri Yogakarta, 6 Mei 9 MODEL MATEMATIKA WAKTU PENGOSONGAN TANGKI AIR Irawati, Kntjoro Adji Sidarto. Gr SMA

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL PENGUKURAN

BAB IV ANALISIS HASIL PENGUKURAN 35 BAB IV ANALISIS HASIL PENGUKURAN Skripsi ini bertujuan untuk elihat perbedaan hasil pengukuran yang didapat dengan enjulahkan hasil pengukuran enggunakan kwh-eter satu fasa pada jalur fasa-fasa dengan

Lebih terperinci

PERCOBAAN 3 RANGKAIAN PENGUAT COMMON SOURCE

PERCOBAAN 3 RANGKAIAN PENGUAT COMMON SOURCE PERCOBAAN 3 RANGKAIAN PENGUAT COMMON OURCE 3.1 Tujuan : 1) Mendeonstrasikan prinsip kerja dan karakteristik dari rangkaian penguat coon source sinyal kecil. 2) Investigasi pengaruh dari penguatan tegangan.

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Hal i ii iii iv v vi vii

DAFTAR ISI. Hal i ii iii iv v vi vii DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING. HALAMAN PENGESAHAN. PERNYATAAN. MOTTO... HALAMAN PERSEMBAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR.. DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMBANG

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Upheaval Buckling Pada Pipa Penyalur Minyak di Riau ± 21 km

Gambar 3.1 Upheaval Buckling Pada Pipa Penyalur Minyak di Riau ± 21 km BAB III STUDI KASUS APANGAN 3.1. Umum Pada bab ini akan dilakukan studi kasus pada pipa penyalur minyak yang dipendam di bawa tana (onsore pipeline). Namun karena dibutukan untuk inspeksi keadaan pipa,

Lebih terperinci

Endang Mugia GS. Peneliti Bidang Teknologi Avionik, Lapan ABSTRACT

Endang Mugia GS. Peneliti Bidang Teknologi Avionik, Lapan   ABSTRACT Pengaruh Nilai Koefisien Aerodinamika... (Endang Mugia GS.) PENGARUH NILAI KOEFISIEN AERODINAMIKA DAN PADA KESTABILAN TERBANG GERAK PERIODE PENDEK (SHORT PERIOD) RKX-200 LAPAN [EFFECT OF AERODYNAMICS COEFFICIENT

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembekuan

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembekuan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pebekuan Pebekuan berarti peindahan panas dari bahan yang disertai dengan perubahan fase dari cair ke padat dan erupakan salah satu proses pengawetan yang uu dilakukan untuk penanganan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Gaya-Gaya pada pesawat terbang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Gaya-Gaya pada pesawat terbang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gaya-Gaya pada pesawat terbang Gaya-gaya utama yang berlaku pada pesawat terbang pada saat terbang dalam keadaan lurus dan datar (straight and level flight). Serta dalam keadaan

Lebih terperinci

III HASIL DAN PEMBAHASAN

III HASIL DAN PEMBAHASAN 7 III HASIL DAN PEMBAHASAN 3. Analisis Metode Dala penelitian ini akan digunakan etode hootopi untuk enyelesaikan persaaan Whitha-Broer-Koup (WBK), yaitu persaaan gerak bagi perabatan gelobang pada perairan

Lebih terperinci

PENJUMLAHAN MOMENTUM SUDUT

PENJUMLAHAN MOMENTUM SUDUT PENJUMAHAN MOMENTUM SUDUT A. Penjulahan Moentu Sudut = + Gabar.9. Penjulahan oentu angular secara klasik. Dua vektor oentu angular dan dijulahkan enghasilkan Jika oentu angular elektron pertaa adalah dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BB IV HSIL DN PEMBHSN.. Hasi Pengabian Data Data asi peneitian sing pup skaa aboratoriu dengan anifod segaris disajikan seperti pada Tabe. berikut. Tabe. Data asi pengujian sing pup dengan anifod segaris

Lebih terperinci

Perbandingan Mean Squared Error (MSE) Metode Prasad-Rao dan Jiang-Lahiri-Wan Pada Pendugaan Area Kecil

Perbandingan Mean Squared Error (MSE) Metode Prasad-Rao dan Jiang-Lahiri-Wan Pada Pendugaan Area Kecil Vol. 2, 2017 Perbandingan Mean Squared Error (MSE) Metode Prasad-Rao dan Jiang-Lahiri-Wan Pada Pendugaan Area Kecil Widiarti 1*, Rifa Raha Pertiwi 2, & Agus Sutrisno 3 Jurusan Mateatika, Fakultas Mateatika

Lebih terperinci

ANALISA EFEKTIVITAS SUDUT DEFLEKSI AILERON PADA PESAWAT UDARA NIR AWAK (PUNA) ALAP-ALAP

ANALISA EFEKTIVITAS SUDUT DEFLEKSI AILERON PADA PESAWAT UDARA NIR AWAK (PUNA) ALAP-ALAP ANALISA EFEKTIVITAS SUDUT DEFLEKSI AILERON PADA PESAWAT UDARA NIR AWAK (PUNA) ALAP-ALAP Gunawan Wijiatmoko 1) 1) TRIE, BBTA3, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Kawasan PUSPIPTEK Gedung 240, Tangerang

Lebih terperinci

Soal Latihan Mekanika I. (3-11 November 2011)

Soal Latihan Mekanika I. (3-11 November 2011) Soal Latihan (3-11 Noveber 2011) Kerjakan soal-soal berikut selaa 1 inggu untuk elatih keapuan Anda. Kerjakan 2-3 soal per hari. Sebelu engerjakan soal-soal tersebut, sebaiknya Anda engerjakan soalsoal

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di PT Tirta Ala Seesta. Perusahaan tersebut berlokasi di Desa Ciburayut, Kecaatan Cigobong, Kabupaten Bogor. Peilihan objek

Lebih terperinci

Soal Seleksi Provinsi 2009 Bidang studi Fisika Waktu: 3 jam

Soal Seleksi Provinsi 2009 Bidang studi Fisika Waktu: 3 jam Soal Seleksi Provinsi 2009 Bidang studi Fisika Waktu: 3 ja 1 (Nilai 15) Sebuah bola pada ketinggian h dari perukaan lantai, ditebakkan secara horizontal dengan kecepatan v 0. Bola engenai lantai dan eantul

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH GANGGUAN HEAT TRANSFER KONDENSOR TERHADAP PERFORMANSI AIR CONDITIONING. Puji Saksono 1) ABSTRAK

ANALISIS PENGARUH GANGGUAN HEAT TRANSFER KONDENSOR TERHADAP PERFORMANSI AIR CONDITIONING. Puji Saksono 1) ABSTRAK ANALISIS PENGARUH GANGGUAN HEAT TRANSFER KONDENSOR TERHADAP PERFORMANSI AIR CONDITIONING Puji Saksono 1) ABSTRAK Kondensor erupakan alat penukar kalor pada sisti refrigerasi yang berfungsi untuk elepaskan

Lebih terperinci

Gerak Harmonik Sederhana Pada Ayunan

Gerak Harmonik Sederhana Pada Ayunan Gerak Haronik Sederhana Pada Ayunan Setiap gerak yang terjadi secara berulang dala selang waktu yang saa disebut gerak periodik. Karena gerak ini terjadi secara teratur aka disebut juga sebagai gerak haronik/haronis.

Lebih terperinci

MODUL FISIKA SMA IPA Kelas 11

MODUL FISIKA SMA IPA Kelas 11 SM IP Kelas Menerapkan konsep dan prinsip mekanika klasik sistem kontinu (benda tegar dan fluida) dalam penyeleaian masala. 3. lirannya stasioner (non turbulen), artinya partikel mengalir menurut garis

Lebih terperinci

ANALISIS HOMOTOPI DALAM PENYELESAIAN SUATU MASALAH TAKLINEAR

ANALISIS HOMOTOPI DALAM PENYELESAIAN SUATU MASALAH TAKLINEAR ANALISIS HOMOTOPI DALAM PENYELESAIAN SUATU MASALAH TAKLINEAR JAHARUDDIN Departeen Mateatika, Fakultas Mateatika dan Iu Pengetahuan Ala, Institut Pertanian Bogor Jln. Meranti, Kapus IPB Draaga, Bogor 1668,

Lebih terperinci

FAMILI BARU DARI METODE ITERASI ORDE TIGA UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN NONLINEAR DENGAN AKAR GANDA ABSTRACT

FAMILI BARU DARI METODE ITERASI ORDE TIGA UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN NONLINEAR DENGAN AKAR GANDA ABSTRACT FAMILI BARU DARI METODE ITERASI ORDE TIGA UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN NONLINEAR DENGAN AKAR GANDA Elvi Syahriah 1, Khozin Mu taar 2 1,2 Progra Studi S1 Mateatika Jurusan Mateatika Fakultas Mateatika

Lebih terperinci

ANALISA TEKNIS DAN EKONOMIS MODIFIKASI LANDING CRAFT TANK (LCT) CONQUEST MENJADI SELF PROPELLED OIL BARGE (SPOB)

ANALISA TEKNIS DAN EKONOMIS MODIFIKASI LANDING CRAFT TANK (LCT) CONQUEST MENJADI SELF PROPELLED OIL BARGE (SPOB) ANALISA TEKNIS DAN EKONOMIS MODIFIKASI LANDING CRAFT TANK (LCT) CONQUEST MENJADI SELF PROPELLED OIL BARGE (SPOB) Mukhaa Ghulauddin 1, Untung Budiarto 1, Good Rindo 1, 1) Progra Studi S1 Teknik Perkapalan,

Lebih terperinci

DISTRIBUSI DUA PEUBAH ACAK

DISTRIBUSI DUA PEUBAH ACAK 0 DISTRIBUSI DUA PEUBAH ACAK Dala hal ini akan dibahas aca-aca fungsi peluang atau fungsi densitas ang berkaitan dengan dua peubah acak, aitu distribusi gabungan, distribusi arginal, distribusi bersarat,

Lebih terperinci

JURNAL LOGIKA, Volume XII, No 3 Tahun 2014 ISSN : KESTABILAN KOLOM DENGAN METODE SNI DAN PPBBI 1984

JURNAL LOGIKA, Volume XII, No 3 Tahun 2014 ISSN : KESTABILAN KOLOM DENGAN METODE SNI DAN PPBBI 1984 JURNAL LOGIKA, Volue XII, No 3 Tahun 2014 ISSN : 1978-2560 www.jurnallogika.co KESTABILAN KOLOM DENGAN METODE SNI DAN PPBBI 1984 Fathur Rohan (Universitas Swadaya Gunung Jati) Abstrak Kolo adalah batang

Lebih terperinci

Turunan Fungsi. Penggunaan Konsep dan Aturan Turunan ; Penggunaan Turunan untuk Menentukan Karakteristik Suatu Fungsi

Turunan Fungsi. Penggunaan Konsep dan Aturan Turunan ; Penggunaan Turunan untuk Menentukan Karakteristik Suatu Fungsi 8 Penggunaan Konsep dan Aturan Turunan ; Penggunaan Turunan untuk Menentukan Karakteristik Suatu Fungsi ; Model Matematika dari Masala yang Berkaitan dengan ; Ekstrim Fungsi Model Matematika dari Masala

Lebih terperinci

PERANCANGAN TATA LETAK SEL UNTUK MEMINIMASI VARIASI BEBAN SEL DAN MAKESPAN

PERANCANGAN TATA LETAK SEL UNTUK MEMINIMASI VARIASI BEBAN SEL DAN MAKESPAN PERANCANGAN TATA LETAK SEL UNTUK MEMINIMASI VARIASI BEBAN SEL DAN MAKESPAN Agus Ristono Teknik Industri UPN Veteran Yogyakarta Jl. Babarsari 02 Tabakbayan Yogyakarta Indonesia 55281 Phone: + 62 274 485

Lebih terperinci

Implementasi Histogram Thresholding Fuzzy C-Means untuk Segmentasi Citra Berwarna

Implementasi Histogram Thresholding Fuzzy C-Means untuk Segmentasi Citra Berwarna JURNAL TEKNIK POMITS Vol., No., (03) ISSN: 337-3539 (30-97 Print) Ipleentasi Histogra Thresholding Fuzzy C-Means untuk Segentasi Citra Berwarna Risky Agnesta Kusua Wati, Diana Purwitasari, Rully Soelaian

Lebih terperinci

KAJIAN PERBANDINGAN RESPON BANGUNAN PADA RANGKA BETON PEMIKUL MOMEN DENGAN METODE GAYA LATERAL EKIVALEN DAN RESPON SPEKTRUM

KAJIAN PERBANDINGAN RESPON BANGUNAN PADA RANGKA BETON PEMIKUL MOMEN DENGAN METODE GAYA LATERAL EKIVALEN DAN RESPON SPEKTRUM KAJIAN PERBANDINGAN RESPON BANGUNAN PADA RANGKA BETON PEMIKUL MOMEN DENGAN METODE GAYA LATERAL EKIVALEN DAN RESPON SPEKTRUM Benny Yohannes 1,Daniel Rubi Teruna 2 1 Departeen Teknik Sipil, Universitas Suatera

Lebih terperinci

RANCANGAN ALAT SISTEM PEMIPAAN DENGAN CARA TEORITIS UNTUK UJI POMPA SKALA LABORATORIUM. Oleh : Aprizal (1)

RANCANGAN ALAT SISTEM PEMIPAAN DENGAN CARA TEORITIS UNTUK UJI POMPA SKALA LABORATORIUM. Oleh : Aprizal (1) RANCANGAN ALAT SISTEM PEMIPAAN DENGAN CARA TEORITIS UNTUK UJI POMPA SKALA LABORATORIUM Oleh : Aprizal (1) 1) Dosen Progra Studi Teknik Mesin. Fakultas Teknik Universitas Pasir Pengaraian Eail. ijalupp@gail.co

Lebih terperinci