PENDEKATAN NUMERIK KONTROL SISTEM PILOT OTOMATIS UNTUK GERAK LONGITUDINAL PESAWAT DENGAN METODE PARKER-SOCHACKI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENDEKATAN NUMERIK KONTROL SISTEM PILOT OTOMATIS UNTUK GERAK LONGITUDINAL PESAWAT DENGAN METODE PARKER-SOCHACKI"

Transkripsi

1 PENDEKATAN NUMERIK KONTROL SISTEM PILOT OTOMATIS UNTUK GERAK LONGITUDINAL PESAWAT DENGAN METODE PARKER-SOCHACKI SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains Program Studi Fisika oleh NIKEN SAWITRI NIM: PROGRAM STUDI FISIKA JURUSAN FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2011

2 NUMERICAL APPROACH FOR AUTOMATIC CONTROL OF THE LONGITUDINAL MOTION OF FLIGHT SYSTEM USING PARKER-SOCHACKI METHODS SCRIPTION Presented as Partial Fulfillment for the Requirement to Obtain the Sarjana Science in Physics Department by NIKEN SAWITRI NIM : PHYSICS STUDY PROGRAM PHYSICS DEPARTMENT FACULTY OF SCIENCE DAN TECHNOLOGY SANATA DHARMA UNIVERSITY YOGYAKARTA 2011 ii

3 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI

4 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI

5 tiada burung yang terbang terlalu tinggi saat dia terbang dengan sayapnya sendiri usaha yang tanpa menyerah jauh lebih berharga dibanding hasil yang gemilang Saya persembahkan karya ini kepada Orang tua dan Kakak tercinta Universitas Sanata Dharma v

6 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI

7 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI

8 ABSTRAK PENDEKATAN NUMERIK KONTROL SISTEM PILOT OTOMATIS UNTUK GERAK LONGITUDINAL PESAWAT DENGAN METODE PARKER-SOCHACKI Telah dilakukan pendekatan numerik menggunakan metode Parker-Sochacki untuk melakukan simulasi kontrol gerak longitudinal dan respon sistem pesawat Boeing 747 yang didesain dengan metode ruang keadaan. Sistem tersebut mendapatkan gangguan angin yang konstan sehingga keadaan sistem berubah-ubah. Hasil yang diperoleh dari pendekatan numerik ini lebih akurat dibandingkan terhadap pendekatan numerik dengan metode Runge-Kutta untuk interval waktu yang sama. Untuk tingkat akurasi yang sama, metode Parker-Sochacki membutuhkan waktu yang lebih singkat untuk menyelesaikan simulasi kontrol dan respon pesawat tersebut. viii

9 ABSTRACT NUMERICAL APPROACH FOR AUTOMATIC CONTROL OF THE LONGITUDINAL MOTION OF FLIGHT SYSTEM USING PARKER- SOCHACKI METHODS Numerical approach using Parker-Sochacki method was done for simulating control of longitudinal motion and respond of the Boeing 747 aircraft system that designed using the state space method. The system undergoes constantly gust disturbances such that the state of the system changes continuously. The result of Parker-Sochacki numerical approach is more accurate than the numerical approach using Runge-Kutta method for the same time interval. For the same level of accuracy, the Parker-Sochacki method need less time than the Runge-Kutta method for simulating the control and respond of the aircraft. ix

10 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI

11 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI

12 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... HALAMAN PENGESAHAN... HALAMAN MOTTO... HALAMAN PERSEMBAHAN... HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... i iii iv v v vi LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS... ABSTRAK... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... vii viii ix x xii xv BAB I PENDAHULUAN... 1 xii

13 1.1. Latar Belakang Masalah Rumusan Masalah Batasan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Sistematika Penulisan... 5 BAB II DASAR TEORI Sistem Kontrol Pendekatan Numerik dengan Metode Parker- Sochacki Pendekatan Numerik dengan Metode Runge-Kutta Orde Empat Persamaan Gerak Longitudinal Pesawat BAB III METODE PENELITIAN Desain Sistem Kontrol Pilot Otomatis Penyelesaian Analitik Sistem Kontrol Pilot Otomatis Sebagai Pembanding Penerapan Metode Parker-Sochacki Penerapan Metode Runge-Kutta Orde Empat Sebagai Pembanding xiii

14 3.5. Algoritma BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Komputasi Penyelesaian Analitik Sistem Kontrol Pilot Otomatis untuk Penerbangan Pendekatan Numerik Sistem dengan Gangguan dan Tanpa Kontrol Pendekatan Numerik Sistem Terkontrol dengan Gangguan Bervariasi dengan Metode Parker-Sochacki Pendekatan Numerik dengan Metode Runge-Kutta Sebagai Pembanding BAB V KESIMPULAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA Lampiran xiv

15 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 2.1 : Grafik pendekatan Runge-Kutta Gambar 2.2 : Gambar arah gerak pesawat Gambar 3.1 : Algoritma penyelesaian analitik sistem kontrol pilot otomatis untuk penerbangan Gambar 3.2 : Algoritma pendekatan numerik penyelesaian sistem kontrol pilot otomatis untuk penerbangan dengan metode Parker-Sochacki Gambar 3.3 : Algoritma pendekatan numerik penyelesaian sistem kontrol pilot otomatis untuk penerbangan dengan metode Runge-Kutta Gambar 4.1 : Perubahan sudut kemiringan pesawat ( θθ) dengan penyelesaian analitik Gambar 4.2 : Perbandingan penyelesaian analitik, pendekatan numerik Parker-Sochacki, dan pendekatan numerik Runge-Kuta Gambar 4.3 : Perubahan sudut kemiringan pesawat ( θθ) tanpa kontrol berdasarkan persamaan 4.2 dan xv

16 Gambar 4.4 : Perubahan sudut kemiringan pesawat ( θθ) dan elevator ( δδ ee ) tanpa gangguan angin, dengan kontrol Gambar 4.5 : Perubahan sudut kemiringan pesawat ( θθ) dan elevator ( δδ ee ) untuk uu gg R = 100 ft/s, ww gg = 100 ft/s, dan qq gg = 0 derajat/s Gambar 4.6 : Perubahan sudut kemiringan pesawat ( θθ) dan elevator ( δδ ee ) untuk uu gg R = 500 ft/s, ww gg = 500 ft/s, dan qq gg = 0 derajat/s Gambar 4.7 : Perubahan sudut kemiringan pesawat ( θθ) dan elevator ( δδ ee ) untuk uu gg R = 100 ft/s, ww gg = 100 ft/s, dan qq gg = derajat/s Gambar 4.8 : Perubahan sudut kemiringan pesawat ( θθ) dan elevator ( δδ ee ) untuk uu gg R = 100 ft/s, ww gg = 100 ft/s, dan qq gg = derajat/s Gambar 4.9 : Perubahan sudut kemiringan pesawat ( θθ) dan elevator ( δδ ee ) untuk uu gg R = 100 ft/s, ww gg = 100 ft/s, dan qq gg = derajat/s Gambar 4.10 : Perubahan sudut kemiringan pesawat ( θθ) untuk h = 0,1 s 45 Gambar 4.11 : Perubahan sudut kemiringan pesawat ( θθ) untuk h = 0,01 s Gambar 4.12 : Perubahan sudut kemiringan pesawat ( θθ) untuk xvi

17 h = 0,001 s Gambar 4.13 : Perbandingan simulasi menggunakan pendekatan numerik Runge-Kutta untuk interval waktu 0,1 detik, 0,01 detik, dan 0,001 detik dengan pendekatan numerik Parker-Sochacki untuk interval waktu 0,1 detik xvii

18 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada saat pesawat terbang dibuat dan diterbangkan pertama kali, pesawat tersebut hanya mampu bekerja dalam waktu yang relatif singkat. Seiring dengan perkembangan teknologi, kemampuan kerja pesawat terbang mulai ditingkatkan melalui berbagai penelitian. Kemampuan kerja yang meningkat tersebut memungkinkan pesawat untuk terbang lebih jauh dan lebih lama. Penerbangan yang lebih lama membutuhkan konsentrasi tinggi dan terus menerus dari pilot yang menerbangkannya. Hal tersebut dapat menimbulkan kelelahan yang mengakibatkan menurunnya konsentrasi pilot sehingga dapat terjadi kecelakaan pesawat terbang. Untuk mengatasi hal tersebut, mulai dikembangkan sistem untuk mengendalikan laju pesawat terbang tanpa pengawasan manusia. Sistem ini sering disebut sistem pilot otomatis. Sistem pilot otomatis berfungsi mengatur gerak kontrol pesawat untuk menggerakkan pesawat sesuai dengan yang diharapkan. Ada beberapa jenis gerak pesawat, salah satunya adalah gerak longitudinal, yaitu gerak pesawat naik dan turun yang disebabkan perubahan sudut antara pesawat dengan garis horisontal. Gerak pesawat ini diatur menggunakan bagian pesawat yang disebut elevator [Nelson, 1998]. Oleh karena itu, untuk mengendalikan gerak longitudinal pesawat, perlu didesain kontrol otomatis untuk mengatur gerak elevator. 1

19 2 Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan untuk mendesain kontrol sistem pilot otomatis. Salah satunya adalah dengan metode state space (ruang keadaan). Metode ini pada dasarnya digunakan untuk mendeskripsikan karakteristik suatu sistem dalam bentuk persamaan diferensial [Groesen dan Molenaar, 2007]. Dengan mengetahui karakteristik suatu sistem, dapat dicari kontrol yang tepat untuk mengendalikan sistem agar stabil. Persamaan-persamaan diferensial yang merupakan karakter sistem yang telah dikontrol tersebut dapat disimulasikan menggunakan pendekatan numerik. Simulasi ini berguna untuk memprediksi respon sistem terhadap kontrol yang diberikan sebelum kontrol yang sebenarnya dibuat. Hal ini membantu menekan biaya eksperimen dengan mencegah kesalahan yang mungkin dibuat dalam mendesain kontrol sistem tersebut. Salah satu pendekatan numerik yang dapat dilakukan adalah dengan metode iterasi Picard. Kelebihan dari metode iterasi ini adalah akurasi nilai keluaran yang lebih tinggi untuk pendekatan dengan orde yang lebih tinggi. Namun, karena menggunakan integrasi untuk menyatakan pendekatan pada setiap orde, untuk orde yang semakin tinggi, iterasi Picard semakin sulit dilakukan [Steward dan Bair, 2009]. Untuk menanggulangi kelemahan dari metode iterasi Picard, G. Edgar Parker dan James S. Sochacki melakukan modifikasi untuk menyatakan iterasi Picard dalam bentuk yang lebih sederhana. Modifikasi ini kemudian disebut metode Parker- Sochacki [Steward dan Bair, 2009]. Berkat metode Parker-Sochacki, pendekatan

20 3 numerik suatu persamaan diferensial lebih mudah dilakukan dengan hasil yang lebih akurat dibandingkan dengan solusi menggunakan metode numerik lainnya. Pendekatan numerik dengan metode Parker-Sochacki ideal digunakan untuk melakukan simulasi kontrol dan respon sistem pilot otomatis untuk penerbangan yang dirumuskan dengan metode ruang keadaan. Selain itu, metode pendekatan numerik ini mampu memprediksi keadaan sistem dengan lebih akurat sehingga kontrol sistem dapat disesuaikan dengan keadaan sistem secara lebih cepat dan akurat. Dengan demikian, diharapkan dapat dirumuskan desain kontrol sistem pilot otomatis untuk penerbangan yang lebih baik dengan bantuan metode ini Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan, yang menjadi permasalahan adalah perumusan desain kontrol sistem pilot otomatis gerak longitudinal pesawat menggunakan kombinasi antara metode ruang keadaan dan metode pendekatan numerik Parker-Sochacki Batasan Masalah menyangkut: Permasalahan yang diteliti pada penelitian ini dibatasi pada masalah yang 1. Penggunaan metode ruang keadaan untuk merumuskan karakter sistem dan kontrol optimal pilot otomatis untuk mengendalikan gerak longitudinal pesawat yang dilakukan terhadap pesawat Boeing 747.

21 4 2. Penggunaan penyelesaian analitik untuk merumuskan respon pesawat yang tidak terkena gangguan terhadap kontrol dan dibandingkan dengan penyelesaian menggunakan pendekatan numerik dengan metode Parker- Sochacki dan metode Runge-Kutta untuk kasus yang sama. 3. Penggunaan kombinasi metode ruang keadaan dan pendekatan numerik dengan metode Parker-Sochacki untuk merumuskan desain kontrol dan respon sistem pilot otomatis pesawat yang mendapatkan gangguan. 4. Penggunaan kombinasi metode ruang keadaan dan pendekatan numerik dengan metode Runge-Kutta untuk merumuskan desain kontrol untuk pesawat yang dikenai gangguan dan dibandingkan dengan pendekatan numerik menggunakan metode Parker-Sochacki untuk kasus yang sama Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk merumuskan desain kontrol sistem pilot otomatis untuk mengendalikan gerak longitudinal pesawat menggunakan kombinasi metode ruang keadaan dan pendekatan numerik dengan metode Parker- Sochacki Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Mendapatkan desain optimal kontrol sistem pilot otomatis untuk mengendalikan gerak longitudinal pesawat yang terkena gangguan angin.

22 5 2. Menambah pustaka di bidang fisika komputasi mengenai pendekatan numerik dengan metode Parker-Sochacki untuk melakukan desain kontrol sistem pilot otomatis untuk mengendalikan gerak longitudinal pesawat Sistematika Penulisan BAB I Pendahuluan Pada bab I akan diuraikan latar belakang masalah, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II Dasar Teori Bab II berisi penguraian tentang sistem kontrol dengan metode ruang keadaan, pendekatan numerik dengan metode Parker-Sochacki, pendekatan numerik dengan metode Runge-Kutta orde 4, dan persamaan gerak longitudinal pesawat terbang. BAB III Metode Penelitian Bab III menguraikan langkah-langkah yang dilakukan saat penelitian. BAB IV Hasil dan Pembahasan Pada bab IV akan diuraikan hasil penelitian dan pembahasan penelitian. BAB V Penutup Bab V berisi kesimpulan dari penelitian yang dilakukan dan saran.

23 BAB II DASAR TEORI 2.1. Sistem Kontrol Sistem merupakan kumpulan berbagai elemen yang saling berinteraksi sedemikian rupa sehingga perubahan keadaan sebuah elemen akan mempengaruhi keadaan elemen yang lain. Interaksi antar elemen tersebut dapat dikendalikan sedemikian rupa sehingga dihasilkan keadaan elemen yang sesuai dengan keluaran yang diharapkan. Sistem yang telah dikendalikan disebut sistem terkontrol [Meyers, 1992]. Perumusan proses kontrol sebuah sistem dimulai dengan menganalisis karakter sistem tersebut. Untuk mempermudah proses analisis, suatu sistem dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan-persamaan diferensial. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk menyatakan persamaan karakter sistem adalah metode ruang keadaan (state space). Metode ruang keadaan pada dasarnya merupakan perumusan persamaan-persamaan diferensial orde satu yang mendeskripsikan karakteristik sistem yang dianalisis [Nelson, 1998]. Metode ruang keadaan dinyatakan dalam bentuk persamaan [Ogata, 1985] xx = AAxx + BBμμ (2.1) yy = CCxx (2.2) 6

24 7 Dengan AA adalah matriks keadaan sistem, BB adalah matriks masukan, CC adalah matriks keluaran, xx adalah variabel keadaan, μμ adalah masukan yang diberikan, dan yy adalah keluaran yang dihasilkan. Dengan memperhitungkan pengaruh gangguan pada sistem, persamaan ruang keadaan suatu sistem juga dapat dituliskan sebagai berikut [Nelson, 1998] xx = AAxx + BBμμ + DDεε (2.3) yy = CCxx (2.4) Dengan DD adalah matriks gangguan sistem dan εε adalah variabel gangguan. Pengendalian pada sistem dalam bentuk ruang keadaan dengan menggunakan karakter sistem melalui hukum kontrol dinyatakan dalam persamaan [Nelson, 1998] μμ = kk TT xx + μμ (2.5) dengan kk TT adalah transpose feedback dan μμ adalah masukan yang diberikan tanpa adanya feedback (masukan awal). Persamaan (2.1) yang dikombinasikan dengan persamaan (2.5) akan mengubah persamaan ruang keadaan sistem terkontrol menjadi [Nelson, 1998] xx = (AA BBkk TT )xx + BBμμ (2.6) Desain kontrol suatu sistem dapat dilakukan dengan cara menyamakan persamaan karakteristik sistem tersebut dengan persamaan karakteristik yang

25 8 diharapkan. Persamaan karakteristik sistem diperoleh melalui persamaan [Nelson, 1998] λλλλ (AA BBkk TT ) = 0 (2.7) Sedangkan, karakteristik sistem yang diharapkan ditunjukkan melalui persamaan [Nelson, 1998] λλ 2 + 2ξξ ssss ωω nnssss λλ + ωω 2 nnssss λλ 2 + 2ξξ pp ωω nnpp λλ + ωω 2 nnpp = 0 (2.8) Dengan ξξ ssss adalah damping ratio untuk pergerakan dalam waktu singkat (short phugoid motion), ωω nnssss adalah frekuensi natural tak teredam untuk pergerakan dalam waktu singkat, ξξ pp adalah damping ratio untuk pergerakan dalam waktu yang lama (long phugoid motion) ωω nnpp adalah frekuensi natural tak teredam untuk pergerakan dalam waktu yang lama. Kontrol optimal diperoleh dengan memasukkan persamaan karakteristik sistem yang diharapkan ke dalam persamaan karakteristik sistem yang dimiliki sehingga dapat diperoleh nilai k yang optimal untuk setiap keadaan. Persamaan (2.1) dapat diselesaikan dengan menggunakan metode analitik dengan persamaan sebagai berikut ΦΦ(tt) = L 1 [(ssii AA) 1 ] (2.9) xx (tt) = ΦΦ(tt)xx (0) (2.10)

26 9 Dengan ΦΦ(tt) adalah transisi matriks keadaan dan xx (0) adalah keadaan awal (pada saat t = 0). Persamaan (2.9) dan (2.10) adalah penyelesaian persamaan keadaan dengan matriks transisi dengan metode transformasi Laplace [Nelson, 1998] Pendekatan Numerik dengan Metode Parker-Sochacki Metode ruang keadaan digunakan untuk menyatakan kontrol sistem dalam persamaan diferensial. Persamaan diferensial ini dapat dijabarkan melalui pendekatan secara numerik menggunakan metode Picard. Metode ini pada dasarnya digunakan untuk mencari solusi persamaan diferensial sederhana berbentuk yy (tt) = ff(tt, yy) yy(tt 0 ) = yy 0 (2.11) dari hubungan berulang yang memenuhi [Parker dan Sochacki, 1996] tt yy(tt) = yy 0 + ff ss, yy(ss) dddd (2.12) tt 0 dengan asumsi ff dan kontinyu di daerah sekitar ( tt 0, yy 0 ). Secara khusus, hubungan berulang tersebut dapat dinyatakan dalam bentuk [Parker dan Sochacki, 1996] φφ (0) (tt) = yy 0 φφ (nn ) tt (tt) = yy 0 + ff ss, φφ (nn 1) (ss) dddd, nn = 1,2,. tt 0 (2.13) Untuk orde n yang semakin tinggi, metode tersebut semakin sulit dilakukan. G. Gerard Parker dan James S. Sochacki melakukan modifikasi terhadap metode

27 10 Picard pada persamaan diferensial sederhana dengan tt 0 = 0. Persamaan diferensial sederhana tersebut dikonversi menjadi persamaan polinomial menggunakan substitusi dan sistem penjumlahan [Parker dan Sochacki, 1996]. Pada metode ini, variabel sistem dengan orde yang lebih tinggi diselesaikan menggunakan kondisi awal yang adalah variabel sistem orde sebelumnya. Bentuk umum dari modifikasi iterasi Picard oleh Parker-Sochacki yaitu [Steward dan Bair, 2009]: yy(tt + ΔΔΔΔ) = yy(tt) + nn pp=1 yy pp (ΔΔΔΔ) pp (2.14) dengan yy(tt) adalah nilai yy pada iterasi sampai ke tt, yy pp adalah komponen y. Metode Parker-Sochacki menawarkan penyelesaian yang lebih sederhana dibandingkan dengan metode Picard, dengan tingkat ketelitian yang sama. Hanya diperlukan satu persamaan untuk mendapatkan pendekatan numerik untuk setiap nilai pada tt Pendekatan Numerik dengan Metode Runge-Kutta Orde Empat Selain menggunakan metode Parker-Sochacki, pendekatan numerik untuk menjabarkan persamaan diferensial suatu sistem dapat dilakukan dengan metode Runge-Kutta. Metode Runge-Kutta yang paling sering digunakan adalah metode Runge-Kutta orde empat. Pada metode ini, persamaan diferensial dengan ketentuan seperti pada persamaan (2.11), didekati dengan menggunakan persamaan [Chapra, 2008]

28 11 yy ii+1 = yy ii + φφh (2.15) φφ = 1 6 (kk 1 + 2kk 2 + 2kk 3 + kk 4 ) (2.16) kk 1 = ff(tt ii, yy ii ) (2.17) kk 2 = ff tt ii h, yy ii hkk 1 (2.18) kk 3 = ff tt ii h, yy ii hkk 2 (2.19) kk 4 = ff(tt ii + h, yy ii + hkk 3 ) (2.20) Dengan φφ adalah fungsi penambahan, h adalah interval waktu yang dipilih, kk 1 adalah slope pertama, kk 2 adalah slope kedua, kk 3 adalah slope ketiga, kk 4 adalah slope keempat. Grafik metode Runge-Kutta digambarkan pada grafik 2.1. kk 1 adalah kemiringan grafik pada awal interval waktu (pada saat t = tt ii ). Kemiringan grafik kk 1 ini kemudian digunakan untuk menentukan pendekatan pertama titik y dengan kemiringan grafik kk 2 dan berada di t = tt 1 ii+. Kemiringan grafik kk 2 kemudian 2 digunakan untuk menentukan pendekatan titik y dengan kemiringan grafik kk 3 yang juga berada di titik t = tt 1 ii+. Kemiringan grafik kk 3 digunakan untuk menentukan 2 pendekatan ketiga titik y dengan kemiringan grafik kk 4 yang berada di t = tt ii+1. Kemiringan grafik kk 1, kk 2, kk 3, dan kk 4 kemudian dioperasikan sesuai dengan persamaan

29 12 (2.16) untuk menghasilkan kemiringan rata-rata φφ dalam menentukan pendekatan terakhir titik y di t = tt ii+1 [Chapra, 2008]. Gambar 2.1 Grafik Pendekatan Runge-Kutta 2.4. Persamaan Gerak Longitudinal Pesawat Pesawat di udara dan lingkungan di sekitarnya merupakan salah satu bentuk sistem. Gerak pesawat yang terbang di udara dipengaruhi gaya dan momentum aerodinamis yang bekerja pada pesawat tersebut. Selain itu, gangguan berupa angin juga mempengaruhi gerak pesawat. Sehingga, pada saat mendesain kontrol gerak pesawat otomatis, pengaruh-pengaruh tersebut perlu diperhatikan. Bentuk umum persamaan gaya dan momentum sudut aerodinamis yang bekerja pada pesawat adalah [Nelson, 1998]

30 13 FF xx mmmm ssssss θθ = mm(uu + qqqq rrrr) (2.21) FF yy + mmmm cos θθ sin θθ = mm(vv + rrrr pppp) (2.22) FF zz + mmmm cos θθ cos φφ = mm(ww + pppp qqqq) (2.23) LL xx = II xx pp II xxxx rr + qqqq II zz II yy II xxxx pppp (2.24) LL yy = II yy qq + rrrr(ii xx II zz ) + II xxxx (pp 2 rr 2 ) (2.25) LL zz = II xxxx pp + II zz rr + pppp II yy II xx + II xxxx qqqq (2.26) dengan FF xx, LL xx, uu, pp, dan II xx adalah komponen gaya aerodinamis, komponen momentum sudut aerodinamis, komponen kecepatan linier pesawat, komponen kecepatan sudut pesawat, dan komponen momen inersia pesawat searah sumbu x, FF yy, LL yy, vv, qq, dan II yy adalah komponen gaya aerodinamis, komponen momentum sudut aerodinamis, komponen kecepatan linier pesawat, komponen kecepatan sudut pesawat, dan komponen momen inersia pesawat searah sumbu y, FF zz, LL zz, ww, rr, dan II zz adalah komponen gaya aerodinamis, komponen momentum sudut aerodinamis, komponen kecepatan linier pesawat, komponen kecepatan sudut pesawat, dan komponen momen inersia pesawat searah sumbu z, mm adalah massa pesawat, θθ adalah sudut kenaikan pesawat, dan II xxxx adalah produk komponen momen inersia searah sumbu x dan z.

31 14 Didefinisikan FF xx = FF xx uu + FF xx ww + FF xx δδ ee δδ ee FF yy = FF yy vv + FF yy pp + FF yy rr + FF yy δδ rr δδ rr FF zz = FF zz uu + FF zz ww + FF zz ww + FF zz ww qq + FF zz δδ δδ ee ee ΔLL xx = LL xx vv + LL xx pp + LL xx rr + LL xx δδ rr δδ rr + LL xx δδ aa δδ aa LL yy = LL yy uu + LL yy ww + LL yy ww + LL yy ww qq + LL yy δδ δδ ee ee LL zz = LL zz vv + LL zz pp + LL zz rr + LL zz δδ rr δδ rr + LL zz δδ aa δδ aa (2.27) (2.28) (2.29) (2.30) (2.31) (2.32) Dengan δδ ee adalah perubahan sudut elevator, δδ rr adalah perubahan sudut rudder, δδ aa adalah perubahan sudut aileron. Pada pesawat yang bergerak dengan tenang (tidak melakukan gerakan yang ekstrim), gerak pesawat tersebut dapat diasumsikan terbagi menjadi dua grup persamaan yaitu, persamaan gerak longitudinal (gerak yang disebabkan perubahan sudut θθ) dan persamaan gerak lateral (gerak yang disebabkan perubahan sudut φφ). Persamaan gerak longitudinal terdiri dari persamaan gaya terhadap sumbu x (FF xx ), persamaan komponen gaya searah sumbu z (FF zz ), dan persamaan komponen momentum sudut searah sumbu y (LL yy ). Sedangkan, persamaan gerak lateral terdiri dari persamaan komponen momentum sudut searah sumbu x (LL xx ), persamaan

32 15 komponen momentum sudut searah sumbu z (LL zz ), dan persamaan komponen gaya searah sumbu y (FF yy ) [Nelson, 1998]. Gambar 2.2 Gambar arah gerak pesawat Persamaan gerak longitudinal dan lateral pesawat yang bergerak tenang dapat dianalisis secara terpisah. Untuk persamaan gerak longitudinal, pada proses analisis variabel vv, pp, rr, dan turunannya dianggap nol. Dengan adanya pengaruh angin pada atmosfer, melalui proses linearisasi, persamaan gerak longitudinal pesawat menjadi [Nelson, 1998] dd dddd XX uu uu + XX uu uu gg + ww gg ww XX ww + gg θθ = XX δδ δδ ee (2.33) dd dddd ZZ ww ww + ZZ ww ww gg + uu gg uu ZZ uu uu 0 qq = ZZ δδ δδ ee (2.34) dd dddd MM qq qq + MM qq qq gg + uu gg uu MM uu + ww gg ww MM ww = MM δδ δδ ee (2.35) θθ = qq (2.36)

33 16 Dengan uu gg adalah gangguan searah u, ww gg adalah gangguan searah w, qq gg adalah gangguan searah q, dan didefinisikan XX uu FF xx mm, XX ww FF xx mm, ZZ uu FF zz mm, ZZ ww FF zz mm, MM uu LL yy mm, MM ww LL yy mm, MM qq LL yy mm, XX δδee FF xx δδ ee mm, ZZ δδee FF zz δδ ee mm, MM δδee LL yy δδ ee mm.

34 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Desain Sistem Kontrol Pilot Otomatis Analisis sistem yang terdiri atas pesawat dan lingkungan di sekitarnya yang mempengaruhi gerak pesawat tersebut dilakukan dengan menggunakan metode ruang keadaan. Berdasarkan persamaan umum dari metode ruang keadaan pada persamaan (2.3), persamaan gerak longitudinal pesawat (persamaan (2.33) sampai (2.36)) dituliskan sebagai berikut uu (tt) ww (tt) qq (tt) = θθ (tt) XX uu XX ww 0 gg uu(tt) ZZ uu ZZ ww uu 0 0 ww(tt) + MM uu MM ww MM qq 0 qq(tt) θθ(tt) XX uu XX ww 0 ZZ [ δδ ee (tt)] + uu ZZ ww 0 MM uu MM ww XX δδ ee ZZ δδee MM δδee MM qq 0 uu gg ww gg qq gg (3.1) Persamaan (3.1) tersebut kemudian ditata ulang menjadi uu (tt) XX uu ww (tt) ZZ qq (tt) = uu MM uu θθ (tt) 0 XX ww ZZ ww MM ww 0 0 uu 0 qq MM qq qq gg uu(tt) uu gg XX δδ ee 0 0 ww(tt) ww gg + ZZ δδee [ δδ qq(tt) qq gg 0 θθ(tt) MM ee (tt)] (3.2) δδee 0 dengan qq = qq (tt) qq (tt) qq gg 17

35 18 Secara umum, persamaan (3.2) dapat ditulis xx = AA (xx εε) + BBμμ (3.3) Dari persamaan ini diperoleh matriks keadaan sistem yang baru (AA ) yang berubahubah sesuai dengan nilai qq. Dipilih ξξ ssss = 0,6, ξξ pp = 0,05, ωω ssss = 3,0 derajat/s, dan ωω pp = 0,1 derajat/s. Nilai yang diberikan ini mempengaruhi kontrol dan gerak pesawat sebagai respon terhadap kontrol. Damping ratio dan frekuensi natural tak teredam untuk pergerakan dalam waktu singkat mempengaruhi pola gerak pesawat saat mulai mendapat gangguan (awal dilakukan simulasi). Sedangkan, damping ratio dan frekuensi natural tak teredam untuk pergerakan dalam waktu yang lama mempengaruhi pola gerak pesawat selama simulasi dilakukan. Diperoleh persamaan karakteristik yang dikehendaki, yaitu λλ 4 + 3,61λλ 3 + 9,05λλ 2 + 0,126λλ + 0,09 = 0 (3.4) Pada penelitian, diambil nilai XX uu, XX ww, ZZ uu, ZZ ww, MM uu, MM ww, MM qq, uu 0, XX δδee, ZZ δδee, MM δδee, dan gg dari data penanganan pesawat Boeing 747 [Heffley dan Jewell, 1972]. Matriks keadaan sistem dan matriks masukan menjadi 0,0209 0,2020 AA = 1, ,1220 0,5120 0, ,5725qq 0,3570 qq 32,

36 19 0,959 BB = 6,420 0,378 0 Persamaan karakteristik sistem dicari menggunakan persamaan (2.7). Nilai AA dan BB dimasukkan ke dalam persamaan tersebut sehingga diperoleh konstanta persamaan karakteristik sistem untuk setiap orde λλ sebagai berikut λλ 3 (0,959 kk 1 6,42 kk 2 3, kk 3 + 8, ) (3.5) λλ 2 (5, )kk 1 (2, ,6204qq )kk 2 (2, )kk 3 (3, )kk 4 qq (3, )qq + 2, (3.6) λλ 1 (1,7209qq 1, )kk 1 (1, ,7022 qq )kk 2 (1, )kk 3 (2, )kk 4 qq 7, qq + 1, (3.7) λλ 0 (6,5978 kk 1 qq 2,4828 kk 2 qq 1, kk 4 qq 9, qq ) (3.8) Dengan menyamakan konstanta persamaan (3.4) dengan persamaan (3.5) sampai (3.8), diperoleh nilai kk 1, kk 2, kk 3, dan kk 4 sebagai kontrol yang sesuai untuk sistem tersebut. Sehingga, sesuai dengan persamaan (2.5), tanpa adanya masukan awal,

37 20 δδ ee (tt) = kk 1 uu(tt) uu gg + kk 2 ww(tt) ww gg + kk 3 qq(tt) qq gg + kk 4 θθ(tt) (3.9) 3.2. Penyelesaian Analitik Sistem Kontrol Pilot Otomatis Sebagai Pembanding Berdasarkan persamaan (2.6), persamaan (3.3) dapat ditulis sebagai berikut xx = AA (xx εε) (3.10) AA = AA BBkk TT (3.11) Dengan menggunakan persamaan (2.9), diperoleh ΦΦ(tt) = L 1 [(ssii AA ) 1 ] (3.12) Namun, nilai AA yang terus berubah karena adanya varibel qq yang terus berubah menyebabkan ΦΦ(tt) juga terus berubah. Artinya, penyelesaian analitik untuk setiap nilai tt berbeda. Hal ini sangat sulit dilakukan. Karena itu, sebagai pembanding, dilakukan penyelesaian analitik sistem kontrol pilot otomatis tanpa gangguan (εε = 0). Diberikan 0,0209 0,2020 AA = 1, ,1220 0,5120 0, ,5725 0, ,

38 21 Jika matriks AA dan BB dimasukkan ke dalam persamaan (3.11) dan dengan nilai awal uu(0) = 0, ww(0) = 0, qq(0) = 0, θθ(0) = 5, berdasarkan persamaan (2.10) dan (3.12) diperoleh penyelesaian θθ(tt) = 5 ( 0, , ii)ee ( 1, ,40155 ii)tt (0, , ii)ee ( 1, ,40155 ii)tt + (0, ,234752ii)ee ( 0, , ii)tt + (0, ,234752ii)ee ( 0, , ii)tt (3.13) 3.3. Penerapan Metode Parker-Sochacki Untuk mengawali metode Parker-Sochacki, diperlukan pendefinisian beberapa variabel, seperti uu(tt) = uu 1 + uu 2 tt + uu 3 tt 2 + uu 4 tt uu nn+1 tt nn (3.14) ww(tt) = ww 1 + ww 2 tt + ww 3 tt 2 + ww 4 tt ww nn +1 tt nn (3.15) qq(tt) = qq 1 + qq 2 tt + qq 3 tt 2 + qq 4 tt qq nn +1 tt nn (3.16) θθ(tt) = θθ 1 + θθ 2 tt + θθ 3 tt 2 + θθ 4 tt θθ nn +1 tt nn (3.17) sehingga uu (tt) = uu uu 3 tt + 3 uu 4 tt uu 5 tt (nn + 1) uu nn+2 tt nn (3.18) ww (tt) = ww ww 3 tt + 3 ww 4 tt ww 5 tt (nn + 1) ww nn+2 tt nn (3.19)

39 22 qq (tt) = qq qq 3 tt + 3 qq 4 tt qq 5 tt (nn + 1) qq nn+2 tt nn (3.20) θθ (tt) = θθ θθ 3 tt + 3 θθ 4 tt θθ 5 tt (nn + 1) θθ nn+2 tt nn (3.21) Berdasarkan persamaan ruang keadaan sistem pilot otomatis, uu (tt) = XX uu uu(tt) uu gg + XX ww ww(tt) ww gg gg θθ(tt) + XX δδee δδ ee (tt) (3.22) ww (tt) = ZZ uu uu(tt) uu gg + ZZ ww ww(tt) ww gg + uu 0 qq qq(tt) qq gg + ZZ δδee δδ ee (tt) (3.23) qq (tt) = MM uu uu(tt) uu gg + MM ww ww(tt) ww gg + MM qq qq(tt) qq gg + MM δδee δδ ee (tt) (3.24) θθ (tt) = qq qq(tt) qq gg (3.25) Melalui proses substitusi persamaan (3.14) sampai (3.21) ke dalam persamaan (3.22) sampai (3.25), diperoleh uu 2 = XX uu uu 1 uu gg + XX ww ( ww 1 ww gg ) gg θθ 1 + XX δδee δδ ee (tt) (3.26) ww 2 = ZZ uu uu 1 uu gg + ZZ ww ( ww 1 ww gg ) + uu 0 qq ( qq 1 qq gg ) + ZZ δδee δδ ee (tt) (3.27)

40 23 qq 2 = MM uu uu 1 uu gg + MM ww ( ww 1 ww gg ) + MM qq ( qq 1 qq gg ) + MM δδee δδ ee (tt) (3.28) θθ 2 = qq ( qq 1 qq gg ) (3.29) dan uu nn+1 = XX uu uu nn + XX ww ww nn gg θθ nn + XX δδee δδ ee (tt) nn ww nn +1 = ZZ uu uu nn + ZZ ww ww nn + uu 0 qq qq nn + ZZ δδee δδ ee (tt) nn qq nn +1 = MM uu uu nn + MM ww ww nn + MM qq qq nn + MM δδee δδ ee (tt) nn θθ nn +1 = qq qq nn nn (3.30) (3.31) (3.32) (3.33) dengan n = 2, 3, 4,... adalah orde persamaan (3.14) sampai (3.17). Melalui persamaan (3.26) sampai (3.33), didapatkan nilai setiap variabel pada persamaan (3.14) sampai (3.17). Dari persamaan-persamaan tersebut diperoleh nilai uu, ww, qq, dan θθ pada saat tt. Dengan demikian, komputasi dari pendekatan numerik dengan metode Parker-Sochacki sistem pilot otomatis untuk penerbangan dapat dilakukan.

41 Penerapan Metode Runge-Kutta Orde Empat sebagai Pembanding Persamaan ruang keadaan sistem pilot otomatis pesawat seperti pada persamaan (3.22) sampai (3.25) dijabarkan dengan pendekatan numerik dengan metode Runge-Kutta orde empat. Sesuai dengan persamaan (2.15) sampai (2.20), persamaan ruang keadaan sistem pilot otomatis pesawat dijabarkan sebagai berikut kk uu1 = XX uu ( uu(tt) uu gg ) + XX ww ( ww(tt) ww gg ) gg θθ(tt) + XX δδee δδ ee (tt) (3.34) kk uu2 = XX uu uu(tt) uu gg hkk uu 1 + XX ww ww(tt) ww gg hkk uu 1 gg θθ(tt) hkk uu 1 + XX δδee δδ ee (tt) hkk uu 1 (3.35) kk uu3 = XX uu uu(tt) uu gg hkk uu 2 + XX ww ww(tt) ww gg hkk uu 2 gg θθ(tt) hkk uu 2 + XX δδee δδ ee (tt) hkk uu 2 (3.36) kk uu4 = XX uu uu(tt) uu gg + hkk uu3 + XX ww ww(tt) ww gg + hkk uu3 gg θθ(tt) + hkk uu3 + XX δδee δδ ee (tt) + hkk uu3 (3.37) uu(tt + h) = uu(tt) h kk uu 1 + 2kk uu2 + 2kk uu3 + kk uu4 (3.38) kk ww1 = ZZ uu uu(tt) uu gg + ZZ ww ww(tt) ww gg + uu 0 qq qq(tt) qq gg + ZZ δδee δδ ee (tt) (3.39) kk ww2 = ZZ uu uu(tt) uu gg hkk ww 1 + ZZ ww ww(tt) ww gg hkk ww 1 + uu 0 qq qq(tt) qq gg hkk ww 1 + ZZ δδee δδ ee (tt) hkk ww 1 (3.40)

42 25 kk ww3 = ZZ uu uu(tt) uu gg hkk ww 2 + ZZ ww ww(tt) ww gg hkk ww 2 + uu 0 qq qq(tt) qq gg hkk ww 2 + ZZ δδee δδ ee (tt) hkk ww 2 (3.41) kk ww4 = ZZ uu uu(tt) uu gg + hkk ww3 + ZZ ww ww(tt) ww gg + hkk ww3 + uu 0 qq qq(tt) qq gg + hkk ww3 + ZZ δδee δδ ee (tt) + hkk ww3 (3.42) ww(tt + h) = ww(tt) h kk ww 1 + 2kk ww2 + 2kk ww3 + kk ww4 (3.43) kk qq1 = MM uu uu(tt) uu gg + MM ww ww(tt) ww gg + MM qq qq(tt) qq gg + MM δδee δδ ee (tt) (3.44) kk qq2 = MM uu uu(tt) uu gg hkk qq 1 + MM ww ww(tt) ww gg hkk qq 1 + MM qq qq(tt) qq gg hkk qq 1 + MM δδee δδ ee (tt) hkk qq 1 (3.45) kk qq3 = MM uu uu(tt) uu gg hkk qq 2 + MM ww ww(tt) ww gg hkk qq 2 + MM qq qq(tt) qq gg hkk qq 2 + MM δδee δδ ee (tt) hkk qq 2 (3.46) kk qq4 = MM uu uu(tt) uu gg hkk qq 3 + MM ww ww(tt) ww gg hkk qq 3 + MM qq qq(tt) qq gg hkk qq 3 + MM δδee δδ ee (tt) hkk qq 3 (3.47) qq(tt + h) = qq(tt) h kk qq 1 + 2kk qq2 + 2kk qq3 + kk qq4 (3.48) kk θθ1 = qq qq(tt) qq gg (3.49)

43 26 kk θθ2 = qq qq(tt) qq gg hkk θθ 1 (3.50) kk θθ3 = qq qq(tt) qq gg hkk θθ 2 (3.51) kk θθ4 = qq qq(tt) qq gg + hkk θθ3 (3.52) θθ(tt + h) = θθ(tt) h kk θθ 1 + 2kk θθ2 + 2kk θθ3 + kk θθ4 (3.53) Dengan persamaan-persamaan yang diperoleh (persamaan (3.34) sampai (3.53)), komputasi dari pendekatan numerik dengan metode Runge-Kutta sistem pilot otomatis untuk penerbangan dapat dilakukan Algoritma Flowchart untuk penyelesaian analitik sistem kontrol pilot otomatis digambarkan pada gambar 3.1 Gambar 3.1 Algoritma penyelesaian analitik sistem kontrol pilot otomatis untuk penerbangan

44 27 Flowchart untuk metode Parker-Sochacki digambarkan pada gambar 3.2 Gambar 3.2 Algoritma pendekatan numerik penyelesaian sistem kontrol pilot otomatis untuk penerbangan dengan metode Parker-Sochacki

45 28 Flowchart untuk metode Runge-Kutta digambarkan pada gambar 3.3 Gambar 3.3 Algoritma pendekatan numerik penyelesaian sistem kontrol pilot otomatis untuk penerbangan dengan metode Runge-Kutta Listing program untuk penyelesaian analitik, pendekatan numerik dengan metode Parker-Sochacki, dan pendekatan numerik dengan metode Runge-Kutta terdapat pada Lampiran I.

46 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pendekatan numerik sistem kontrol pilot otomatis untuk penerbangan dilakukan dengan menggunakan metode Parker-Sochacki, dengan masukan awal uu 1 = ww 1 = 0 ft/s, qq 1 = qq gg + 0,1 derajat/s, dan θθ 1 = 5 oo. Nilai uu 1, ww 1, qq 1, dan θθ 1 menunjukkan nilai uu(0), ww(0), qq(0) dan θθ(0). Nilai 0 pada uu 1 dan ww 1 menandakan tidak terjadi perubahan nilai uu dan ww pada awal simulasi yang dilakukan. Sedangkan, nilai 5 o pada θθ 1 menunjukkan nilai simpangan sudut awal pesawat (θθ). Dipilih nilai qq 1 = qq gg + 0,1 karena pada saat mendesain kontrol sistem pesawat, qq gg tidak boleh sama dengan qq 1. Jika hal ini terjadi, maka nilai qq akan menjadi tidak terdefenisi sehingga desain tidak dapat dilakukan. Penambahan nilai 0,1 pada qq 1 tidak terlalu berpengaruh pada perhitungan nilai qq selanjutnya. Selain itu, jika qq 1 diberi nilai 0, maka berapa pun nilai qq gg yang diberikan, nilai qq pertama akan sama dengan 0. Hal ini akan mengakibatkan matriks keadaan sistem menjadi singular dan desain kontrol sistem tidak dapat dilakukan. Komputasi dilakukan dengan ketentuan 1. Gangguan angin (uu gg, ww gg, dan qq gg ) konstan sepanjang waktu komputasi. 29

47 30 2. Gangguan angin diberi nilai yang bervariasi (0 sampai dengan 500 ft/s untuk uu gg dan ww gg, serta 0 sampai dengan derajat/s untuk qq gg ) pada komputasi yang dilakukan. 3. Komputasi dilakukan sampai detik ke 1000 dengan interval waktu 0,1 detik dan orde persamaan 4 untuk setiap nilai yang ditampilkan. Sebagai pembanding, dilakukan juga pendekatan numerik menggunakan metode Runge-Kutta dengan masukan awal yang sama. Pada bagian ini dilakukan komputasi dengan ketentuan 1. Gangguan angin (uu gg, ww gg, dan qq gg ) konstan sepanjang waktu dengan nilai untuk uu gg R = 100 ft/s, ww gg = 100 ft/s, dan qq gg = derajat/s. 2. Komputasi dilakukan sampai detik ke 1000 untuk interval waktu 0,1 detik dan sampai detik ke 100 untuk interval waktu 0,01 detik dan 0,001 detik Komputasi Penyelesaian Analitik Sistem Kontrol Pilot Otomatis untuk Penerbangan Dilakukan komputasi penyelesaian analitik sistem kontrol pilot otomatis untuk penerbangan tanpa gangguan angin seperti yang dijabarkan pada subbab 3.2. Diperoleh hasil seperti yang ditampilkan pada gambar 4.1 sebagai berikut

48 31 Gambar 4.1 Perubahan sudut kemiringan pesawat ( θθ) dengan penyelesaian analitik Perubahan sudut kemiringan pesawat terhadap bidang horisontal dinyatakan dengan θθ. Dari data yang diperoleh, nilai lonjakan maksimum pada awal θθ menurut penyelesaian analitik adalah 5,4293 o. Nilai di mana θθ dianggap cukup stabil (2% dari nilai maksimum θθ) adalah 0, o. θθ mencapai nilai stabil tersebut pada detik ke 821,7. Dilakukan juga perbandingan antara simulasi perubahan sudut pesawat menggunakan penyelesaian analitik, pendekatan numerik Parker-Sochacki, dan

49 32 pendekatan numerik Runge-Kutta. Diperoleh hasil seperti ditampilkan seperti pada gambar 4.2. Gambar 4.2 Perbandingan penyelesaian analitik, pendekatan numerik Parker- Sochacki, dan pendekatan numerik Runge-Kuta Simulasi dilakukan dengan interval waktu 0,1 detik untuk penyelesaian analitik, 0,1 detik dan orde persamaan 4 untuk pendekatan numerik Parker-Sochacki, dan 0,0001 detik untuk pendekatan numerik Runge-Kutta. Simulasi hanya dilakukan sampai detik ke 100 karena diperlukan waktu yang lama untuk melakukan simulasi menggunakan pendekatan numerik Runge-Kutta (19396,58 detik).

50 33 Persentase kesalahan pada pendekatan numerik dengan metode Parker- Sochacki dan Runge-Kutta terhadap penyelesaian analitik simulasi desain kontrol sistem pilot otomatis diperoleh melalui persamaan ee = pp nn pp aa pp aa 100% (4.1) Dengan ee adalah persentase kesalahan dari pendekatan numerik yang dilakukan terhadap penyelesaian analitiknya, pp nn adalah besarnya hasil yang diperoleh melalui pendekatan numerik, dan pp aa adalah besarnya hasil yang diperoleh melalui penyelesaian analitik. Berdasarkan data yang diperoleh, nilai lonjakan maksimal simulasi desain kontrol sistem pilot otomatis yang dilakukan menggunakan penyelesaian analitik adalah 5,4293 o. Sedangkan, nilai lonjakan maksimal simulasi desain kontrol sistem pilot otomatis yang dilakukan menggunakan pendekatan numerik dengan metode Parker-Sochacki dan Runge-Kutta adalah 5,4432 o dan 5,4370 o. Sehingga, persentase kesalahan pendekatan numerik yang dilakukan adalah 0,256% untuk pendekatan numerik dengan metode Parker-Sochacki dengan interval waktu 0,1 detik dan 0,14% untuk pendekatan numerik dengan metode Runge-Kutta dengan interval waktu 0,0001 detik. Pendekatan numerik dengan metode Parker-Sochacki dan Runge-Kutta mampu melakukan simulasi kontrol dan respon pesawat terhadap kontrol dengan cukup akurat. Dengan demikian, pendekatan numerik tersebut sesuai digunakan untuk

51 34 melakukan simulasi kontrol sistem pilot otomatis untuk penerbangan yang didesain menggunakan persamaan ruang keadaan Pendekatan Numerik Sistem Dengan Gangguan Angin dan Tanpa Kontrol Untuk mendesain kontrol sistem pesawat dengan gangguan angin, perlu dilakukan penataan ulang matriks keadaan sistem pesawat dengan memasukkan elemen gangguan angin ke dalam sistem tersebut. Gangguan angin pada pesawat ini menyebabkan matriks keadaan sistem pesawat berubah-ubah sehingga penyelesaian analitik untuk melakukan simulasi kontrol yang didesain menjadi sulit dilaksanakan. Karena itu, pendekatan numerik dengan komputasi diperlukan untuk melakukan simulasi tersebut. Dilakukan penataan ulang matriks keadaan sistem dengan persamaan uu (tt) ww (tt) = qq (tt) θθ (tt) 0,0209 0,2020 1, ,1220 0,5120 0, ,5725 0, ,2 uu(tt) 0 ww(tt) + 0 qq(tt) 0 θθ(tt) 0,0209 0, ,2020 0, , , , uu gg ww gg qq gg (4.2) uu (tt) ww (tt) = qq (tt) θθ (tt) 0,0209 0,2020 1, ,1220 0,5120 0, ,5725qq 0,3570 qq 32,2 uu(tt) uu gg 0 ww(tt) ww gg 0 qq(tt) qq gg 0 θθ(tt) (4.3)

52 35 dengan uu gg = 100 ft/s, ww gg = 100 ft/s, dan qq gg = derajat/s. Untuk mengecek kebenaran penataan ulang matriks keadaan sistem seperti pada persamaan (4.3), dilakukan perbandingan hasil simulasi perubahan sudut pesawat sesuai dengan persamaan (4.2) dan (4.3). Diperoleh hasil seperti terlihat pada gambar 4.3. Gambar 4.3 Perubahan sudut kemiringan pesawat ( θθ) tanpa kontrol berdasarkan persamaan (4.2) dan (4.3) Pada gambar 4.3, ditunjukkan kemiripan hasil yang diperoleh dari persamaan (4.2) dan persamaan (4.3). Hal ini menunjukkan bahwa penataan ulang

53 36 matriks keadaan sistem dengan adanya nilai qq seperti pada persamaan (4.3) dapat dilakukan. Grafik perubahan sudut kemiringan pesawat tanpa kontrol menunjukkan bahwa tanpa adanya kontrol pada pesawat tersebut, sudut kemiringan pesawat menjadi semakin tidak terkendali selama komputasi dilakukan. Hal ini ditunjukkan dengan nilai θθ yang semakin tinggi selama komputasi dilakukan. Sistem yang telah ditata ulang tersebut kemudian dikontrol sedemikian rupa sehingga kestabilannya terjaga Pendekatan Numerik Sistem Terkontrol dengan Gangguan Angin Bervariasi dengan Metode Parker-Sochacki Dilakukan komputasi pendekatan numerik menggunakan metode Parker- Sochacki untuk melakukan simulasi respon sistem terhadap kontrol dengan gangguan angin yang bervariasi. 1. Untuk uu gg R = 0 ft/s, ww gg = 0 ft/s, dan qq gg = 0 derajat/s (tanpa gangguan angin)

54 37 Gambar 4.4 Perubahan sudut kemiringan pesawat ( θθ) dan elevator ( δδ ee ) tanpa gangguan angin, dengan kontrol Nilai θθ maksimum dari data yang diperoleh yaitu 5,4432 o. θθ mencapai nilai yang dianggap stabil pada detik ke 821,9. Nilai maksimum δδ ee dari data yang diperoleh yaitu 1,7757 o. Waktu yang diperlukan untuk melakukan komputasi yaitu 1878,41 detik. Garis biru dan merah pada grafik θθ menunjukkan nilai stabil yang diharapkan.

55 38 2. Untuk uu gg R = 100 ft/s, ww gg = 100 ft/s, dan qq gg = 0 derajat/s Gambar 4.5 Perubahan sudut kemiringan pesawat ( θθ) dan elevator ( δδ ee ) untuk uu gg R = 100 ft/s, ww gg = 100 ft/s, dan qq gg = 0 derajat/s Nilai θθ maksimum dari data yang diperoleh yaitu 5,4470 o. θθ mencapai nilai yang dianggap stabil pada detik ke 821,3. Nilai maksimum δδ ee dari data yang diperoleh yaitu 2,8936 o. Waktu yang diperlukan untuk melakukan komputasi yaitu 1905,78 detik.

56 39 3. Untuk uu gg R = 500 ft/s, ww gg = 500 ft/s, dan qq gg = 0 derajat/s Gambar 4.6 Perubahan sudut kemiringan pesawat ( θθ) dan elevator ( δδ ee ) untuk uu gg R = 500 ft/s, ww gg = 500 ft/s, dan qq gg = 0 derajat/s Nilai θθ maksimum dari data yang diperoleh yaitu 7,7287 o. θθ mencapai nilai yang dianggap stabil pada detik ke 882,4. Nilai maksimum δδ ee dari data yang diperoleh yaitu 13,1532 o. Waktu yang diperlukan untuk melakukan komputasi yaitu 1907,08 detik.

57 40 Pada gambar 4.4 sampai 4.6 ditunjukkan bahwa perubahan nilai uu gg dan ww gg berpengaruh pada bagian awal perubahan sudut pesawat ( θθ). Untuk nilai uu gg dan ww gg yang semakin tinggi, lonjakan pada awal perubahan juga semakin tinggi. Lonjakan ini berpengaruh pada kontrol yang segera bekerja mengendalikan pesawat tersebut. Terlihat nilai maksimal δδ ee pada masing-masing grafik semakin tinggi pada gangguan yang semakin besar. Karena lonjakan perubahan sudut pesawat ini hanya terjadi pada saat pesawat mulai mendapat gangguan angin (awal dilakukan simulasi), lonjakan δδ ee yang tinggi juga hanya terjadi itu. Setelah pesawat mulai terkendali, nilai δδ ee kembali menurun. Nilai gangguan ini juga berpengaruh pada kerja kontrol untuk membuat θθ mencapai nilai yang dianggap stabil. Hal ini terlihat pada waktu yang diperlukan kontrol pada masing-masing grafik untuk membuat θθ mencapai nilai stabil. Pada gangguan yang semakin besar, waktu yang diperlukan untuk membuat θθ mencapai nilai stabil semakin lama.

58 41 4. Untuk uu gg R = 100 ft/s, ww gg = 100 ft/s, dan qq gg = derajat/s Gambar 4.7 Perubahan sudut kemiringan pesawat ( θθ) dan elevator ( δδ ee ) untuk uu gg R = 100 ft/s, ww gg = 100 ft/s, dan qq gg = derajat/s Nilai θθ maksimum dari data yang diperoleh yaitu 5,4553 o. θθ mencapai nilai yang dianggap stabil pada detik ke 821,6. Nilai maksimum δδ ee dari data yang diperoleh yaitu 2,8931 o. Waktu yang diperlukan untuk melakukan komputasi yaitu 1906,92 detik.

59 42 5. Untuk uu gg R = 100 ft/s, ww gg = 100 ft/s, dan qq gg = derajat/s Gambar 4.8 Perubahan sudut kemiringan pesawat ( θθ) dan elevator ( δδ ee ) untuk uu gg R = 100 ft/s, ww gg = 100 ft/s, dan qq gg = derajat/s Nilai θθ maksimum dari data yang diperoleh yaitu 5,4470 o. θθ mencapai nilai yang dianggap stabil pada detik ke 740,6. Nilai maksimum δδ ee dari data yang diperoleh yaitu 32,0741 o. Waktu yang diperlukan untuk melakukan komputasi yaitu 1905,78 detik.

60 43 Adanya nilai qq gg menyebabkan proses penstabilan nilai θθ menjadi terganggu. Pada grafik 4.8 ditunjukkan adanya lonjakan kecil pada grafik θθ. Hal ini menyebabkan adanya lonjakan nilai δδ ee (kontrol) yang berfungsi mempertahankan kestabilan nilai θθ. Pada nilai qq gg yang kecil, kontrol masih mampu mempertahankan kestabilan nilai θθ seperti ditunjukkan pada gambar Untuk uu gg R = 100 ft/s, ww gg = 100 ft/s, dan qq gg = derajat/s Gambar 4.9 Perubahan sudut kemiringan pesawat ( θθ) dan elevator ( δδ ee ) untuk uu gg R = 100 ft/s, ww gg = 100 ft/s, dan qq gg = derajat/s

61 44 Nilai θθ maksimum dari data yang diperoleh yaitu 5,4470 o. Nilai maksimum δδ ee dari data yang diperoleh yaitu 436,9073 o. Karena dilakukan sampai detik ke 4000, waktu yang diperlukan untuk melakukan komputasi menjadi lebih lama, yaitu 7705,22 detik. Gambar 4.9 menunjukkan proses penstabilan θθ (perubahan sudut kemiringan pesawat) yang kurang sempurna. Hal ini disebabkan karena nilai gangguan qq gg yang konstan ( derajat/s) sementara nilai qq 1 berubah-ubah sesuai dengan persamaan yang diberikan. Pada saat tertentu, terjadi lonjakan nilai qq yang menyebabkan ikut melonjaknya nilai θθ. Hal ini berpengaruh pada kontrol yang diberikan untuk menjaga kestabilan nilai θθ. Terlihat pada gambar 4.9, pada saat θθ melonjak, kontrol δδ ee (sudut kemiringan elevator) ikut melonjak secara ekstrim. Lonjakan ini menandakan kontrol bekerja mengembalikan kestabilan θθ setelah terjadi lonjakan seperti terlihat pada gambar 4.9. Setelah terjadi lonjakan, nilai θθ kembali bergerak menuju 0 (stabil). Namun, hal ini sulit dilakukan pada alat yang sebenarnya karena lonjakan δδ ee yang terlalu ekstrim. Hal ini menunjukkan bahwa kontrol yang didesain mampu mengendalikan gerak longitudinal pesawat untuk gangguan qq gg yang kecil Pendekatan Numerik dengan Metode Runge-Kutta sebagai Pembanding Dilakukan komputasi pendekatan numerik menggunakan metode Runge- Kutta untuk melakukan simulasi respon sistem terhadap kontrol dengan interval waktu komputasi yang bervariasi.

62 45 1. Untuk h (interval waktu) = 0,1 detik Gambar 4.10 Perubahan sudut kemiringan pesawat ( θθ) untuk h = 0,1 s Untuk h (interval waktu) 0,1 detik, komputasi tidak memberikan hasil yang akurat. Hal ini ditunjukkan dengan nilai θθ yang menuju tak berhingga seperti terlihat pada gambar Padahal, pada pendekatan numerik dengan metode Parker- Sochacki untuk kasus yang sama (gambar 4.8), kontrol masih mampu mengendalikan θθ untuk nilai qq gg = derajat/s. Waktu yang diperlukan untuk melakukan komputasi metode Runge-Kutta ini adalah 1907,95 detik.

63 46 2. Untuk h = 0,01 detik Gambar 4.11 Perubahan sudut kemiringan pesawat ( θθ) untuk h = 0,01 s Untuk interval waktu 0,01 detik, komputasi tidak dapat memberikan hasil yang cukup akurat. Hal ini ditunjukkan pada nilai θθ yang melonjak sangat rendah seperti pada gambar Waktu yang diperlukan untuk melakukan komputasi ini yaitu 1909,73 detik. Komputasi yang menghasilkan gambar 4.11 ini hanya dilakukan untuk simulasi selama 100 detik. Dibutuhkan waktu yang jauh lebih lama untuk simulasi kontrol selama 1000 detik.

64 47 3. Untuk h = 0,001 detik Gambar 4.12 Perubahan sudut kemiringan pesawat ( θθ) untuk h = 0,001 s Untuk interval waktu 0,001 detik, komputasi juga belum dapat memberikan hasil yang cukup akurat. Hal ini ditunjukkan pada nilai θθ yang melonjak sangat tinggi seperti pada gambar 4.12, walaupun lonjakan sudat tidak setinggi lonjakan θθ pada saat dilakukan simulasi untuk interval waktu 0,01 detik (gambar 4.11). Seperti pada komputasi untuk interval waktu 0,01 detik, simulasi hanya dilakukan selama 100 detik karena dibutuhkan waktu komputasi yang sangat lama untuk memperoleh data simulasi selama 1000 detik. Waktu yang diperlukan untuk melakukan komputasi ini yaitu 18716,51 detik.

65 48 Dilakukan simulasi menggunakan pendekatan numerik dengan metode Runge-Kutta selama 3,5 detik pertama dan dibandingkan dengan pendekatan numerik Parker-Sochacki dalam waktu yang sama. Hasil simulasi dijabarkan pada tabel 4.1. Tabel 4.1 Perbandingan tingkat keberhasilan pendekatan numerik untuk interval waktu 0,1 detik, 0,01 detik, dan 0,001 detik antara metode Runge-Kutta dan Parker- Sochacki No. Interval waktu (detik) 1 0,1 2 0,01 3 0,001 Metode Runge-Kutta Mulai melonjak di detik ke 0,4. Mulai melonjak di detik ke 1,08. Mulai melonjak di detik ke 3,232. Metode Parker- Sochacki Berhasil dilakukan - - Pada data tabel ditunjukkan bahwa pada interval waktu 0,1 detik pendekatan numerik dengan metode Runge-Kutta hanya mampu melakukan simulasi sampai detik ke 0,3. Pada detik ke 0,4 nilai θθ mulai melonjak sehingga menghasilkan simulasi seperti terlihat pada gambar Pada interval waktu 0,01 detik, pendekatan numerik dengan metode Runge-Kutta mampu melakukan simulasi sampai detik ke 1,07. Pada detik ke 1,08 nilai θθ mulai melonjak dan menghasilkan simulasi seperti terlihat pada gambar Pada interval waktu 0,001 detik, pendekatan numerik dengan metode Runge-Kutta mampu melakukan simulasi sampai detik ke 3,232. Pada detik ke 2,233 nilai θθ mulai melonjak dan menghasilkan simulasi seperti terlihat

66 49 pada gambar Grafik hasil simulasi pendekatan numerik Runge-Kutta ditunjukkan pada gambar Gambar 4.13 Perbandingan simulasi menggunakan pendekatan numerik Runge-Kutta untuk interval waktu 0,1 detik, 0,01 detik, dan 0,001 detik dengan pendekatan numerik Parker-Sochacki untuk interval waktu 0,1 detik Berdasarkan grafik di atas, dapat dilihat bahwa dengan metode Runge-Kutta, pada interval waktu 0,001 detik hasil yang diperoleh lebih akurat dibandingkan hasil yang diperoleh pada interval waktu yang lebih besar (0,01 detik dan 0,1 detik). Namun, diperlukan waktu jauh lebih lama untuk memperoleh hasil yang lebih akurat. Hal ini disebabkan banyaknya iterasi yang harus dilakukan untuk mendapatkan hasil yang sama. Untuk interval waktu 0,001 detik (gambar 4.12), diperlukan kali

BAB II LANDASAN TEORI. Pada bab ini, akan diuraikan definisi-definisi dan teorema-teorema yang

BAB II LANDASAN TEORI. Pada bab ini, akan diuraikan definisi-definisi dan teorema-teorema yang BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini, akan diuraikan definisi-definisi dan teorema-teorema yang akan digunakan sebagi landasan pembahasan untuk bab III. Materi yang akan diuraikan antara lain persamaan diferensial,

Lebih terperinci

Analisa Dan Simulasi Model Quaternion Untuk Keseimbangan Pesawat Terbang

Analisa Dan Simulasi Model Quaternion Untuk Keseimbangan Pesawat Terbang JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol., No., () -6 Analisa Dan Simulasi Model Quaternion Untuk Keseimbangan Pesawat Terbang Rizki Fauziah, Kamiran Jurusan Matematika, Fakultas MIPA, Institut Teknologi Sepuluh

Lebih terperinci

Soal 1: Alinemen Horisontal Tikungan Tipe S-C-S

Soal 1: Alinemen Horisontal Tikungan Tipe S-C-S (Oct 4, 01) Soal 1: Alinemen Horisontal Tikungan Tipe S-C-S Suatu tikungan mempunyai data dasar sbb: Kecepatan Rencana (V R ) : 40 km/jam Kemiringan melintang maksimum (e max ) : 10 % Kemiringan melintang

Lebih terperinci

Soal 1: Alinemen Horisontal Tikungan Tipe S-S

Soal 1: Alinemen Horisontal Tikungan Tipe S-S (Oct 5, 01) Soal 1: Alinemen Horisontal Tikungan Tipe S-S Suatu tikungan mempunyai data dasar sbb: Kecepatan Rencana (V R ) : 40 km/jam Kemiringan melintang maksimum (e max ) : 10 % Kemiringan melintang

Lebih terperinci

PEMBAHASAN TES KEMAMPUAN DASAR SAINS DAN TEKNOLOGI SBMPTN 2013 KODE 431

PEMBAHASAN TES KEMAMPUAN DASAR SAINS DAN TEKNOLOGI SBMPTN 2013 KODE 431 PEMBAHASAN TES KEMAMPUAN DASAR SAINS DAN TEKNOLOGI SBMPTN 203 KODE 43. Persamaan lingkaran dengan pusat (,) dan menyinggung garis 3xx 4yy + 2 0 adalah Sebelum menentukan persamaan lingkarannya, kita tentukan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN Pada bab ini dibahas mengenai langkah-langkah yang dilakukan untuk menguji kerja daya sisip dari citra terhadap pesan menggunakan kecocokan nilai warna terhadap pesan berbahasa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Aljabar dapat didefinisikan sebagai manipulasi dari simbol-simbol. Secara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Aljabar dapat didefinisikan sebagai manipulasi dari simbol-simbol. Secara 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Aljabar Definisi II.A.: Aljabar (Wahyudin, 989:) Aljabar dapat didefinisikan sebagai manipulasi dari simbol-simbol. Secara historis aljabar dibagi menjadi dua periode waktu,

Lebih terperinci

PERBANDINGAN SOLUSI MODEL GERAK ROKET DENGAN METODE RUNGE-KUTTA DAN ADAM- BASHFORD

PERBANDINGAN SOLUSI MODEL GERAK ROKET DENGAN METODE RUNGE-KUTTA DAN ADAM- BASHFORD Prosiding Seminar Nasional Matematika, Universitas Jember, 19 November 2014 376 PERBANDINGAN SOLUSI MODEL GERAK ROKET DENGAN METODE RUNGE-KUTTA DAN ADAM- BASHFORD KUSBUDIONO 1, KOSALA DWIDJA PURNOMO 2,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dikemukakan teori-teori yang mendukung pembahasan penyelesaian persamaan diferensial linier tak homogen dengan menggunakan metode fungsi green antara lain: persamaan

Lebih terperinci

Oleh : Annisa Dwi Sulistyaningtyas NRP Dosen Pembimbing : Prof. Dr. Basuki Widodo, M.Sc

Oleh : Annisa Dwi Sulistyaningtyas NRP Dosen Pembimbing : Prof. Dr. Basuki Widodo, M.Sc Oleh : Annisa Dwi Sulistyaningtyas NRP. 1209 100 063 Dosen Pembimbing : Prof. Dr. Basuki Widodo, M.Sc JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERNYATAAN... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR TABEL... xi DAFTAR LAMPIRAN... xii INTISARI... xv ABSTRACT...

Lebih terperinci

n p = putaran poros ( rpm ) ( Aaron, Deutschman, 1975.Hal 485 ) 3. METODOLOGI

n p = putaran poros ( rpm ) ( Aaron, Deutschman, 1975.Hal 485 ) 3. METODOLOGI n p = putaran poros ( rpm ) ( Aaron, Deutschman, 1975.Hal 485 ). METODOLOGI Pada bab ini akan dibahas secara detail mengenai perencanaan dan pembuatan alat,secara keseluruan proses pembuatan dan penyelesaian

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Universitas Sumatera Utara

BAB 2 LANDASAN TEORI. Universitas Sumatera Utara BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Curah Hujan Curah hujan adalah jumlah air yang jatuh di permukaan tanah datar selama periode tertentu yang diukur dengan satuan tinggi milimeter (mm) di atas permukaan horizontal.

Lebih terperinci

BAB IV IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN. pengembangan sistem yang menggunakan metode SDLC (System Development

BAB IV IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN. pengembangan sistem yang menggunakan metode SDLC (System Development BAB IV IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN A. Implementasi Implementasi adalah suatu proses penerapan rancangan program yang telah dibuat kedalam sebuah pemrograman sesuai dengan rencana yang telah di rancang sebelumnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 tegangan bidang pada (a) pelat dengan lubang (b) pelat dengan irisan (Daryl L. Logan : 2007) Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 tegangan bidang pada (a) pelat dengan lubang (b) pelat dengan irisan (Daryl L. Logan : 2007) Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Umum Balok tinggi adalah elemen struktur yang dibebani sama seperti balok biasa dimana besarnya beban yang signifikan dipikul pada sebuah tumpuan dengan gaya tekan yang menggabungkan

Lebih terperinci

SELF TUNING PI PADA PENGENDALI KECEPATAN PUTARAN MOTOR INDUKSI TIGA FASA TANPA SENSOR KECEPATAN DENGAN KONTROL VEKTOR ARUS DAN OBSERVER DALAM SUMBU DQ

SELF TUNING PI PADA PENGENDALI KECEPATAN PUTARAN MOTOR INDUKSI TIGA FASA TANPA SENSOR KECEPATAN DENGAN KONTROL VEKTOR ARUS DAN OBSERVER DALAM SUMBU DQ SELF TUNING PI PADA PENGENDALI KECEPATAN PUTARAN MOTOR INDUKSI TIGA FASA TANPA SENSOR KECEPATAN DENGAN KONTROL VEKTOR ARUS DAN OBSERVER DALAM SUMBU DQ Raden Irwan Febriyanto (NPM : 99) Departemen Teknik

Lebih terperinci

APLIKASI METODE STATE FEEDBACK LINEARIZATION PADA SISTEM KENDALI GERAK KAPAL

APLIKASI METODE STATE FEEDBACK LINEARIZATION PADA SISTEM KENDALI GERAK KAPAL JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (13) 1-6 1 APLIKASI METODE STATE FEEDBACK LINEARIZATION PADA SISTEM KENDALI GERAK KAPAL Dwi Ariyani Khalimah, DR. Erna Apriliani, M.Si Jurusan Matematika, Fakultas Matematika

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN STRUKTUR RANGKA KENDARAAN HYBRID RODA TIGA

RANCANG BANGUN STRUKTUR RANGKA KENDARAAN HYBRID RODA TIGA 1 RANCANG BANGUN STRUKTUR RANGKA KENDARAAN HYBRID RODA TIGA Agil Erbiansyah dan Prof. Ir. I Nyoman Sutantra M.Sc.,Ph.D. Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Lebih terperinci

PERBANDINGAN SOLUSI NUMERIK INTEGRAL LIPAT DUA PADA FUNGSI FUZZY DENGAN METODE ROMBERG DAN SIMULASI MONTE CARLO

PERBANDINGAN SOLUSI NUMERIK INTEGRAL LIPAT DUA PADA FUNGSI FUZZY DENGAN METODE ROMBERG DAN SIMULASI MONTE CARLO PERBANDINGAN SOLUSI NUMERIK INTEGRAL LIPAT DUA PADA FUNGSI FUZZY DENGAN METODE ROMBERG DAN SIMULASI MONTE CARLO Ermawati i, Puji Rahayu ii,, Faihatus Zuhairoh iii i Dosen Jurusan Matematika FST UIN Alauddin

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR. Disusun oleh : CLAUDYA B. BENEDICTA Dosen Pembimbing : Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan NIP

TUGAS AKHIR. Disusun oleh : CLAUDYA B. BENEDICTA Dosen Pembimbing : Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan NIP ANALISIS KEKAKUAN STRUKTUR PORTAL TERBUKA DIBANDINGKAN DENGAN PEMANFAATAN DINDING BATA SEBAGAI BRACING TERHADAP GAYA GEMPA SECARA MODAL ANALYSIS 2D DAN PROGRAM ETABS 3D TUGAS AKHIR Diajukan untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Transformator adalah suatu alat listrik yang dapat memindahkan dan mengubah energi dari satu atau lebih rangkaian listrik ke rangkaian listrik yang lain, melalui suatu

Lebih terperinci

Kontrol Fuzzy Takagi-Sugeno Berbasis Sistem Servo Tipe 1 untuk Sistem Pendulum-Kereta

Kontrol Fuzzy Takagi-Sugeno Berbasis Sistem Servo Tipe 1 untuk Sistem Pendulum-Kereta JURNAL TEKNIK POMITS Vol., No., () ISSN: 7-59 (-97 Print) B-7 Kontrol Fuzzy Takagi-Sugeno Berbasis Sistem Servo Tipe untuk Sistem Pendulum-Kereta Helvin Indrawati dan Trihastuti Agustinah Jurusan Teknik

Lebih terperinci

Key Word. KeyWord yang didapatkan dari hasil analisa yang telah dilakukan adalah : DYNAMIC and EXCLUSIVE. Diagram KeyWord

Key Word. KeyWord yang didapatkan dari hasil analisa yang telah dilakukan adalah : DYNAMIC and EXCLUSIVE. Diagram KeyWord Key Word KeyWord yang didapatkan dari hasil analisa yang telah dilakukan adalah : DYNAMIC and EXCLUSIVE Diagram KeyWord DefinisiKeyWord dynamic: merujuk pada hasil karya yang penuh semangat dan gerak/laju/sehingga

Lebih terperinci

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

DAFTAR RIWAYAT HIDUP DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama : Asfahana Asyiqin Binti Mohamad Sahimi Tempat/ Tanggal Lahir : Selangor/ 27 Juni 1987 Agama Alamat Riwayat Pendidikan : Islam : Jln. B. Cempaka 3, No.4, Medan Baru : 1. Sekolah

Lebih terperinci

Edy Sarwo Agus Wibowo, Yuni Yulida, Thresye

Edy Sarwo Agus Wibowo, Yuni Yulida, Thresye Jurnal Matematika Murni dan Terapan εpsilon Vol.7 No.2 (2013) Hal. 12-19 PENYELESAIAN SISTEM PERSAMAAN DIFERENSIAL LINIER MELALUI DIAGONALISASI MATRIKS Edy Sarwo Agus Wibowo, Yuni Yulida, Thresye Program

Lebih terperinci

FAKTOR INTEGRASI PERSAMAAN DIFERENSIAL LINIER ORDE-1 UNTUK MENYELESAIKAN RANGKAIAN RC SIGIT KUSMARYANTO

FAKTOR INTEGRASI PERSAMAAN DIFERENSIAL LINIER ORDE-1 UNTUK MENYELESAIKAN RANGKAIAN RC SIGIT KUSMARYANTO FAKTOR INTEGRASI PERSAMAAN DIFERENSIAL LINIER ORDE- UNTUK MENYELESAIKAN RANGKAIAN RC SIGIT KUSMARYANTO http://sigitkus.lecture.ub.ac.id Persamaan Diferensial Linier Orde- yang berbentuk + PPPP = QQ, P

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1. Surat Ijin Melakukan Penelitian

LAMPIRAN 1. Surat Ijin Melakukan Penelitian LAMPIRAN LAMPIRAN Surat Ijin Melakukan Penelitian Lampiran Surat Ijin Melakukan Uji Instrumen Penelitian Lampiran Surat Keterangan Uji Pakar Insrtumen Lampiran 4 Surat Keterangan Melakukan Uji

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.6. Jaringan Syaraf Tiruan Jaringan syaraf tiruan atau neural network merupakan suatu sistem informasi yang mempunyai cara kerja dan karakteristik menyerupai jaringan syaraf pada

Lebih terperinci

Herlyn Basrina, Yuni Yulida, Thresye Program Studi Matematika Fakultas MIPA Universitas Lambung Mangkurat

Herlyn Basrina, Yuni Yulida, Thresye Program Studi Matematika Fakultas MIPA Universitas Lambung Mangkurat Jurnal Matematika Murni dan Terapan εpsilon SOLUSI DARI PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA LINIER ORDE 2 DALAM BENTUK POLINOMIAL TAYLOR Herlyn Basrina, Yuni Yulida, Thresye Program Studi Matematika Fakultas MIPA

Lebih terperinci

Arie Wijaya, Yuni Yulida, Faisal

Arie Wijaya, Yuni Yulida, Faisal Vol.9 No.1 (215) Hal. 12-19 HUBUNGAN ANTARA TRANSFORMASI LAPLACE DENGAN TRANSFORMASI ELZAKI Arie Wijaya, Yuni Yulida, Faisal PS Matematika Fakultas MIPA Universitas Lambung Mangkurat Jl. A. Yani Km. 36

Lebih terperinci

Kompensasi Kesalahan Sensor Berbasis Descriptor Dengan Performa HH pada Winding Machine

Kompensasi Kesalahan Sensor Berbasis Descriptor Dengan Performa HH pada Winding Machine Proceeding Tugas Akhir-Juni 215 1 Kompensasi Kesalahan Sensor Berbasis Descriptor Dengan Performa HH pada Winding Machine Hendra Antomy, Trihastuti Agustinah Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

KUESIONER. Strata Pendidikan yang Sedang Diikuti *) : 1. Semester I 2. Semester III 3. Semester V 4. Semester VII

KUESIONER. Strata Pendidikan yang Sedang Diikuti *) : 1. Semester I 2. Semester III 3. Semester V 4. Semester VII KUESIONER Identitas Subjek Penelitian (*) Lingkari Salah Satu *) : P / W Pendidikan yang Sedang Diikuti *) : 1. I 2. III 3. V 4. VII Berilah tanda ( ) pada SATU jawaban yang PALING BENAR menurut Anda.

Lebih terperinci

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

DAFTAR RIWAYAT HIDUP Lampiran 1 DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama : Ade Irma Tempat/Tanggal Lahir : Medan, 23 Juli 1989 Agama : Islam Alamat : Jl. Pendidikan No. 20A Dusun III Desa Tanjung Selamat Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Fluida 2.1.1 Pengertian Fluida Fluida didefinisikan sebagai zat yang berdeformasi terus-menerus selama dipengaruhi suatu tegangan geser. Tegangan (gaya per satuan luas) geser

Lebih terperinci

KAJIAN KELENGKUNGAN PERSAMAAN

KAJIAN KELENGKUNGAN PERSAMAAN KAJIAN KELENGKUNGAN PERSAMAAN KURVA DI RR Iis Herisman, Komar Baihaqi Jurusan Matematika, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya iis@matematikaitsacid, komar@matematikaitsacid Abstrak Tujuan dari

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. genetik (genom) yang mengandung salah satu asam nukleat yaitu asam

BAB III PEMBAHASAN. genetik (genom) yang mengandung salah satu asam nukleat yaitu asam BAB III PEMBAHASAN A. Formulasi Model Matematika Secara umum virus merupakan partikel yang tersusun atas elemen genetik (genom) yang mengandung salah satu asam nukleat yaitu asam deoksiribonukleat (DNA)

Lebih terperinci

APLIKASI MASALAH 0/1 KNAPSACK MENGGUNAKAN ALGORITMA GREEDY

APLIKASI MASALAH 0/1 KNAPSACK MENGGUNAKAN ALGORITMA GREEDY PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI APLIKASI MASALAH 0/1 KNAPSACK MENGGUNAKAN ALGORITMA GREEDY Skripsi Diajukan untuk Menempuh Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar

Lebih terperinci

ANALISIS SOLUSI NUMERIK MODEL GERAK ROKET DENGAN METODE RUNGE-KUTTA DAN MILNE

ANALISIS SOLUSI NUMERIK MODEL GERAK ROKET DENGAN METODE RUNGE-KUTTA DAN MILNE ANALISIS SOLUSI NUMERIK MODEL GERAK ROKET DENGAN METODE RUNGE-KUTTA DAN MILNE SKRIPSI Oleh Nuril Afandi NIM 091810101032 JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS JEMBER

Lebih terperinci

Penyelesaian Numerik dan Analisa Kestabilan pada Model Epidemik SEIR dengan Memperhatikan Adanya Penularan pada Periode Laten

Penyelesaian Numerik dan Analisa Kestabilan pada Model Epidemik SEIR dengan Memperhatikan Adanya Penularan pada Periode Laten Penyelesaian Numerik dan Analisa Kestabilan pada Model Epidemik SEIR dengan Memperhatikan Adanya Penularan pada Periode Laten Labibah Rochmatika,Drs. M. Setijo Winarko, M.Si dan Drs. Lukman Hanafi, M.Sc

Lebih terperinci

Kontrol Tracking Fuzzy-Optimal untuk Sistem Pendulum-Kereta

Kontrol Tracking Fuzzy-Optimal untuk Sistem Pendulum-Kereta JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 2, (213) ISSN: 2337-3539 (231-9271 Print) B-333 Kontrol Tracking Fuzzy-Optimal untuk Sistem Pendulum-Kereta Adenia Rahma Putri dan Trihastuti Agustinah Jurusan Teknik Elektro,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. glide/refleksi geser, grup simetri, frieze group, graphical user interface (GUI) dijelaskan mengenai operasi biner.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. glide/refleksi geser, grup simetri, frieze group, graphical user interface (GUI) dijelaskan mengenai operasi biner. BAB II KAJIAN PUSTAKA Secara umum, pada bab ini membahas mengenai kajian teori yang digunakan dalam penelitian yaitu, grup, transformasi, translasi, refleksi, rotasi, glide/refleksi geser, grup simetri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Ilmu fisika merupakan ilmu yang mempelajari berbagai macam fenomena alam dan berperan penting dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu peran ilmu fisika

Lebih terperinci

MEMUTUSKAN : Pasal I...

MEMUTUSKAN : Pasal I... PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P. 64/Menhut-II/2008 TENTANG PERUBAHAN KETUJUH ATAS PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR P.13/MENHUT-II/2005 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA DEPARTEMEN KEHUTANAN DENGAN

Lebih terperinci

PERKIRAAN SELANG KEPERCAYAAN UNTUK PARAMETER PROPORSI PADA DISTRIBUSI BINOMIAL

PERKIRAAN SELANG KEPERCAYAAN UNTUK PARAMETER PROPORSI PADA DISTRIBUSI BINOMIAL PERKIRAAN SELANG KEPERCAYAAN UNTUK PARAMETER PROPORSI PADA DISTRIBUSI BINOMIAL Jainal, Nur Salam, Dewi Sri Susanti Program Studi Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lambung

Lebih terperinci

Penyelesaian : Latihan : Tentukan persamaan garis a. Melalui (3, 0) dan (0, 6) b. Melalui (0, 1) dan (4, 0) c. 3 x

Penyelesaian : Latihan : Tentukan persamaan garis a. Melalui (3, 0) dan (0, 6) b. Melalui (0, 1) dan (4, 0) c. 3 x Latihan : Tentukan persamaan garis a. Melalui (3, 0) dan (0, 6) b. Melalui (0, 1) dan (4, 0) c. y 3 x 9 3. Hubungan dua buah garis Letak dua buah garis y = m 1 x + c 1 dan y = m 2 x + c 2 dalam satu bidang

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGANDAN KONSEP VISUAL. 3.1 Strategi Perancangan

BAB III PERANCANGANDAN KONSEP VISUAL. 3.1 Strategi Perancangan BAB III PERANCANGANDAN KONSEP VISUAL 3.1 Strategi Perancangan Untuk menyadarkan pengguna baru motor klasik akan pentingnya perawatan dan penggunaan mesin model lama supaya mesin tetap stabil dalam keadaan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL YANG DIPEROLEH

BAB IV HASIL YANG DIPEROLEH BAB IV : HASIL YANG DIPEROLEH 25 BAB IV HASIL YANG DIPEROLEH Model yang telah diturunkan pada bab 3, selanjutnya akan dianalisis dengan menggunakan MATLAB 7.0 untuk mendapatkan hasil numerik. 4.1 Simulasi

Lebih terperinci

BAB IV MATERI KERJA PRAKTEK

BAB IV MATERI KERJA PRAKTEK BAB IV MATERI KERJA PRAKTEK 4.1. Gambaran Umum Proyek yang penulis dapatkan berawal dari keperluan untuk membuat website Angel Eyes Cloth yang merupakan UKM yang bergelut di bidang clothing. Briefing yang

Lebih terperinci

BAB IV MATERI KERJA PRAKTEK

BAB IV MATERI KERJA PRAKTEK BAB IV MATERI KERJA PRAKTEK 4.1 Perancangan Desain layout iklan interaktif Cheesy Ria Pzza Hut Praktikan ditempatkan pada bagian desain grafis (Graphic Designer) lebih tepatnya junior designer. Selama

Lebih terperinci

ANALISIS SIMULASI GEJALA CHAOS PADA GERAK PENDULUM NONLINIER. Oleh: Supardi. Jurusan Pendidikan Fisika Universitas Negeri Yogyakarta

ANALISIS SIMULASI GEJALA CHAOS PADA GERAK PENDULUM NONLINIER. Oleh: Supardi. Jurusan Pendidikan Fisika Universitas Negeri Yogyakarta ANALISIS SIMULASI GEJALA CHAOS PADA GERAK PENDULUM NONLINIER Oleh: Supardi Jurusan Pendidikan Fisika Universitas Negeri Yogyakarta Penelitian tentang gejala chaos pada pendulum nonlinier telah dilakukan.

Lebih terperinci

Bagian Humas dan Protokol Pasal 87

Bagian Humas dan Protokol Pasal 87 Bagian Humas dan Protokol Pasal 87 (1) Kepala Bagian Humas dan Protokol dipimpin oleh seorang Kepala dan mempunyai tugas pokok merencanakan operasional, mengelola, mengkoordinasikan, mengendalikan, mengevaluasi

Lebih terperinci

Kerangka Acuan SURVEI MAWAS DIRI A. PENDAHULUAN

Kerangka Acuan SURVEI MAWAS DIRI A. PENDAHULUAN Kerangka Acuan SURVEI MAWAS DIRI A. PENDAHULUAN Survei Mawas Diri adalah kegiatan pengenalan, pengumpulan dan pengkajian masyarakat kesehatan yang dilakukan oleh kader dan tokok masyarakat setempat dibawah

Lebih terperinci

Respon Getaran Lateral dan Torsional Pada Poros Vertical Axis Wind Turbine (VAWT) Savonius Tipe U

Respon Getaran Lateral dan Torsional Pada Poros Vertical Axis Wind Turbine (VAWT) Savonius Tipe U Respon Getaran Lateral dan Torsional Pada Poros Vertical Axis Wind Turbine (VAWT) Savonius Tipe U OLEH: HELMI QOSIM 2410 100 030 DOSEN PEMBIMBING IR. YERRI SUSATIO, MT DR. RIDHO HANTORO, ST, MT Pendahuluan

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGOLAHAN DATA 4.1 Non-Hirarki Cluster (K-Means Cluster) 4.1.1 Print Output dan Analisa Output A. Initial Cluster Center Initial Cluster Centers Cluster 1 2 Kenyamanan 2 5 Kebersihan 3 5 Luas_Parkir

Lebih terperinci

BAB IV MATERI KERJA PRAKTIK

BAB IV MATERI KERJA PRAKTIK BAB IV MATERI KERJA PRAKTIK A. MEMBUAT DESAIN BANNER IKLAN WEBSITE Tugas yang diberikan pembimbing lapangan utuk membuat desain banner website Tangerang Kota dengan ketentuan ukuran yang telah ditentukan.

Lebih terperinci

Jurnal Matematika Murni dan Terapan Epsilon Juni 2014 Vol. 8 No. 1 METODE KARMARKAR SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN MASALAH PEMROGRAMAN LINEAR

Jurnal Matematika Murni dan Terapan Epsilon Juni 2014 Vol. 8 No. 1 METODE KARMARKAR SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN MASALAH PEMROGRAMAN LINEAR Jurnal Matematika Murni dan Terapan Epsilon Juni 204 Vol. 8 No. METODE KARMARKAR SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN MASALAH PEMROGRAMAN LINEAR Bayu Prihandono, Meilyna Habibullah, Evi Noviani Program Studi

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.182, 2015 BNPB. Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia. Penanggulangan Bencana. Pemberlakuan. Penetapan. PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Persamaan diferensial adalah suatu persamaan diantara derivatif-derivatif yang dispesifikasikan pada suatu fungsi yang tidak diketahui nilainya dan diketahui jumlah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Matriks 1. Pengertian Matriks Definisi II.A.1 Matriks didefinisikan sebagai susunan persegi panjang dari bilangan-bilangan yang diatur dalam baris dan kolom. Contoh II.A.1: 9 5

Lebih terperinci

BAB III STRATEGI PERANCANGAN DAN KONSEP VISUAL FILM DOKUMENTER KARINDING

BAB III STRATEGI PERANCANGAN DAN KONSEP VISUAL FILM DOKUMENTER KARINDING BAB III STRATEGI PERANCANGAN DAN KONSEP VISUAL FILM DOKUMENTER KARINDING 3.1. STRATEGI KOMUNIKASI Media komunikasi visual, merupakan media yang tepat dan efektif dalam menyampaikan sebuah informasi. Keberhasilan

Lebih terperinci

BAB III REKONTRUKSI TERBANG DENGAN PROGRAM X-PLANE

BAB III REKONTRUKSI TERBANG DENGAN PROGRAM X-PLANE BAB III REKONTRUKSI TERBANG DENGAN PROGRAM X-PLANE 3.1 Pendahuluan Dalam tugas akhir ini, mengetahui optimalnya suatu penerbangan pesawat Boeing 747-4 yang dikendalikan oleh seorang pilot dengan menganalisis

Lebih terperinci

PENGARUH PERUBAHAN NILAI PARAMETER TERHADAP NILAI ERROR PADA METODE RUNGE-KUTTA ORDE 3

PENGARUH PERUBAHAN NILAI PARAMETER TERHADAP NILAI ERROR PADA METODE RUNGE-KUTTA ORDE 3 PENGARUH PERUBAHAN NILAI PARAMETER TERHADAP NILAI ERROR PADA METODE RUNGE-KUTTA ORDE 3 Tornados P. Silaban 1, Faiz Ahyaningsih 2 1) FMIPA, UNIMED, Medan, Indonesia email: tornados.p_silaban@yahoo.com 2)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang biasanya dari struktur cangkang terbagi tiga, yaitu : a) Permukaan Rotasional, yaitu bentuk permukaan yang berasal dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang biasanya dari struktur cangkang terbagi tiga, yaitu : a) Permukaan Rotasional, yaitu bentuk permukaan yang berasal dari BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Struktur Cangkang Menurut (Schodeck, 1998), pengertian cangkang merupakan suatu bentuk struktur berdimensi tiga yang tipis dan kaku serta memiliki permukaan lengkung. Permukaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Aljabar Max-Plus Himpunan bilangan riil (R) dengan diberikan opersai max dan plus dengan mengikuti definisi berikut : Definisi II.A.1: Didefinisikan εε dan ee 0, dan untuk himpunan

Lebih terperinci

PENYELESAIAN PERSAMAAN SCHRODINGER TIGA DIMENSI UNTUK POTENSIAL NON-SENTRAL ECKART DAN MANNING- ROSEN MENGGUNAKAN METODE ITERASI ASIMTOTIK

PENYELESAIAN PERSAMAAN SCHRODINGER TIGA DIMENSI UNTUK POTENSIAL NON-SENTRAL ECKART DAN MANNING- ROSEN MENGGUNAKAN METODE ITERASI ASIMTOTIK PENYELESAIAN PERSAMAAN SCHRODINGER TIGA DIMENSI UNTUK POTENSIAL NON-SENTRAL ECKART DAN MANNING- ROSEN MENGGUNAKAN METODE ITERASI ASIMTOTIK Disusun oleh : Muhammad Nur Farizky M0212053 SKRIPSI PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

BAB V ULASAN KARYA PERANCANGAN. Dalam tahap pembuatan nya terbagi menjadi 3 bagian, yaitu:

BAB V ULASAN KARYA PERANCANGAN. Dalam tahap pembuatan nya terbagi menjadi 3 bagian, yaitu: BAB V ULASAN KARYA PERANCANGAN PROSES PERANCANGAN Dalam tahap pembuatan nya terbagi menjadi 3 bagian, yaitu: a. Pra Produksi 1) Pengumpulan Data Mengumpulkan data-data yang mendukung terwujudnya karya

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis model epidemik beserta simulasinya, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis model epidemik beserta simulasinya, diperoleh kesimpulan sebagai berikut: BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Pada bab ini disimpulkan hasil analisa model epidemik bertipe SIA dengan transmisi vertikal, dan penyakit menyebar melalui transfer transpacental (bersifat turun temurun) dengan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM (FMIPA)

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM (FMIPA) RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) PERTEMUAN KE I DAN II 1. Fakultas/Program Studi : MIPA / Fisika 2. Mata Kuliah/Kode

Lebih terperinci

INTEGRAL RIEMANN-LEBESGUE

INTEGRAL RIEMANN-LEBESGUE INTEGRAL RIEMANN-LEBESGUE Ikram Hamid Program Studi Pendidikan Matematika Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam FKIP Universitas Khairun ABSTRACT In this paper, we discuss a Riemann-type

Lebih terperinci

PERENCANAAN ALTERNATIF MASJID RAYA AN NUR POLITEKNIK NEGERI MALANG DENGAN MENGGUNAKAN PROFIL CASTELLATED BEAM NON KOMPOSIT

PERENCANAAN ALTERNATIF MASJID RAYA AN NUR POLITEKNIK NEGERI MALANG DENGAN MENGGUNAKAN PROFIL CASTELLATED BEAM NON KOMPOSIT PERENCANAAN ALTERNATIF MASJID RAYA AN NUR POLITEKNIK NEGERI MALANG DENGAN MENGGUNAKAN PROFIL CASTELLATED BEAM NON KOMPOSIT NASKAH TERPUBLIKASI TEKNIK SIPIL Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PERHUBUNGAN NOMOR : PK.11 / BPSDMP TENTANG

PERATURAN KEPALA BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PERHUBUNGAN NOMOR : PK.11 / BPSDMP TENTANG PERATURAN KEPALA BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PERHUBUNGAN NOMOR : PK.11 / BPSDMP - 2016 TENTANG PENYEMPURNAAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PERHUBUNGAN NOMOR PK.04/BPSDMP-2014

Lebih terperinci

STUDI PERPINDAHAN PANAS DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM KOORDINAT SEGITIGA

STUDI PERPINDAHAN PANAS DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM KOORDINAT SEGITIGA STUDI PERPINDAHAN PANAS DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM KOORDINAT SEGITIGA Oleh : Farda Nur Pristiana 1208 100 059 JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 \ BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Informasi-informasi faktual yang diperoleh berdasarkan hasil observasi maupun penelitian sangatlah beragam. Informasi yang dirangkum sedemikian rupa disebut dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Untuk mengungkapkan perilaku dinamik suatu sistem fisik seperti mekanik, listrik, hidrolik dan lain sebagainya, umumnya sistem fisik dimaksud dimodelkan dengan sistem

Lebih terperinci

Sesi Perdagangan Pasar Saat ini Setelah Perubahan Sesi Pra-Pembukaan Reguler s.d s.d Sesi I

Sesi Perdagangan Pasar Saat ini Setelah Perubahan Sesi Pra-Pembukaan Reguler s.d s.d Sesi I PERUBAHAN JAM PERDAGANGAN BURSA Peraturan No II-A Tentang Perdagangan Efek Bersifat Ekuitas Diberlakukan: 2 Januari 2013 Pokok Perubahan 1. Memajukan 30 menit awal waktu perdagangan. 2. Penerapan sesi

Lebih terperinci

Silabus. EKM 2050 Pengantar Manajemen. Program Studi: Strata 1 (S-1) Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Silabus. EKM 2050 Pengantar Manajemen. Program Studi: Strata 1 (S-1) Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Silabus EKM 2050 Pengantar Manajemen Program Studi: Strata 1 (S-1) Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Institut Keuangan Perbankan dan Informatika Asia Perbanas Jalan Perbanas, Karet Kuningan, Setiabudi,

Lebih terperinci

Lampiran 3. Permohonan Data Awal

Lampiran 3. Permohonan Data Awal 1 2 3 Lampiran 3 Permohonan Data Awal 4 Lampiran 4 Permohonan Data BPM 5 6 Lampiran 6 Lembar Observasi 7 8 9 Lampiran 9 Kartu Skor Pudji Rochjati 10 11 Lampiran 10 Satuan Acara Penyuluhan & Leaflet 12

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semua negara mempunyai mata uang sebagai alat tukar. Pertukaran uang dengan barang yang terjadi disetiap negara tidak akan menimbulkan masalah mengingat nilai uang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berbagai gejala alam menampilkan perilaku yang rumit, tidak dapat diramalkan dan tampak acak (random). Keacakan ini merupakan suatu yang mendasar, dan tidak akan hilang

Lebih terperinci

SIFAT-SIFAT PEMETAAN BILINEAR

SIFAT-SIFAT PEMETAAN BILINEAR SIFAT-SIFAT PEMETAAN BILINEAR Mustafa A.H. Ruhama Program Studi Pendidikan Matematika Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam FKIP Universitas Khairun ABSTRACT Let UU, VV and WW are vector

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN DESAIN

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN DESAIN BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN DESAIN 5.1 Spesifikasi Buku Berikut rincian spesifikasi buku: Ukuran : 15 cm x 21 cm Jenis cover : Art carton Material : Fancy Bentuk buku : Persegi panjang (portrait) Fungsi

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/43/KPTS/013/2006 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/43/KPTS/013/2006 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/43/KPTS/013/2006 TENTANG TIM PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA INVESTASI NON PMDN / PMA PROPINSI JAWA TIMUR TAHUN 2006 GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendesain bangunan terutama dari segi struktural. Gerakan tanah akibat gempa bumi

BAB I PENDAHULUAN. mendesain bangunan terutama dari segi struktural. Gerakan tanah akibat gempa bumi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang dilalui 2 jalur seismik. Hal ini menyebabkan gempa bumi sering terjadi di negara ini. Bagi seorang insinyur teknik sipil khususnya

Lebih terperinci

ANALISA KESTABILAN PERSAMAAN GERAK ROKET TIGA DIMENSI TIPE RKX- 200 LAPAN DAN SIMULASINYA

ANALISA KESTABILAN PERSAMAAN GERAK ROKET TIGA DIMENSI TIPE RKX- 200 LAPAN DAN SIMULASINYA ANALISA KESTABILAN PERSAMAAN GERAK ROKET TIGA DIMENSI TIPE RKX- 200 LAPAN DAN SIMULASINYA MOHAMMAD RIFA I 1208100703 JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI

Lebih terperinci

KOMPUTASI NUMERIK GERAK PROYEKTIL DUA DIMENSI MEMPERHITUNGKAN GAYA HAMBATAN UDARA DENGAN METODE RUNGE-KUTTA4 DAN DIVISUALISASIKAN DI GUI MATLAB

KOMPUTASI NUMERIK GERAK PROYEKTIL DUA DIMENSI MEMPERHITUNGKAN GAYA HAMBATAN UDARA DENGAN METODE RUNGE-KUTTA4 DAN DIVISUALISASIKAN DI GUI MATLAB KOMPUTASI NUMERIK GERAK PROYEKTIL DUA DIMENSI MEMPERHITUNGKAN GAYA HAMBATAN UDARA DENGAN METODE RUNGE-KUTTA4 DAN DIVISUALISASIKAN DI GUI MATLAB Tatik Juwariyah Fakultas Teknik Universitas Pembangunan Nasional

Lebih terperinci

BAB V VISUALISASI KARYA

BAB V VISUALISASI KARYA digilib.uns.ac.id BAB V VISUALISASI KARYA 1. Konsep Logo A. Logo Acara dan Graphic Standard Manual Logo dari event Solo Vape Expo menggunakan logotype yang berupa singkatan dari nama event yaitu SOVAPE.

Lebih terperinci

Siti Sulistiani, Oni Soesanto, M. Mahfuzh Shiddiq

Siti Sulistiani, Oni Soesanto, M. Mahfuzh Shiddiq PENENTUAN LOKASI TERBAIK LINGKUNGAN PERUMAHAN DI PERKOTAAN DENGAN PENDEKATAN FUZZY Siti Sulistiani, Oni Soesanto, M. Mahfuzh Shiddiq Program Studi Matematika Fakultas MIPA Unlam Email: sulistiani51@gmail.com

Lebih terperinci

BAB IV MATERI KERJA PRAKTEK

BAB IV MATERI KERJA PRAKTEK BAB IV MATERI KERJA PRAKTEK A. Foto Produk Winston 1. Brief Tugas yang diberikan oleh pembimbing lapangan adalah untuk memoto produk Winston dengan teknik fotografi dan selanjutnya foto tersebut diedit

Lebih terperinci

2 3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara R

2 3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara R BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1805, 2014 KEMENPAN RB. Analis Keuangan. Pusat. Daerah. Jabatan Fungsional. PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

Interpolasi dan Ekstrapolasi

Interpolasi dan Ekstrapolasi Interpolasi dan Ekstrapolasi JURNAL 01 Didalam pengertian matematika dasar, interpolasi adalah perkiran suatu nilai tengah dari satu set nilai yang diketahui. Interpoloasi dalam arti luas merupakan upaya

Lebih terperinci

Tugas Akhir Kajian Tekuk Torsi Dinding Geser Gedung Bertingkat Dengan Memperhitungkan Peran Diafragma Lantai BAB III METODOLOGI

Tugas Akhir Kajian Tekuk Torsi Dinding Geser Gedung Bertingkat Dengan Memperhitungkan Peran Diafragma Lantai BAB III METODOLOGI BAB III METODOLOGI III.1. Uraian Umum Untuk mengetahui sampai sejauh mana peranan pelat lantai terhadap momen kritis tekuk torsi dinding geser, maka dilakukan beberapa langkah perhitungan. Langkah yang

Lebih terperinci

Kuesioner Penelitian Analisis Strategi Bisnis PT. Trijaya Pratama Futures. Kuesioner ini disusun dalam rangka merumuskan masukan mengenai lingkungan

Kuesioner Penelitian Analisis Strategi Bisnis PT. Trijaya Pratama Futures. Kuesioner ini disusun dalam rangka merumuskan masukan mengenai lingkungan L-1 Lampiran 1 Kuesioner Penelitian Analisis Strategi Bisnis PT. Trijaya Pratama Futures Kuesioner ini disusun dalam rangka merumuskan masukan mengenai lingkungan internal dan eksternal perusahaan yang

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-6 1

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-6 1 JURNAL TEKNIK POMITS Vol., No., (23) -6 Pengendalian Rasio Bahan Bakar dan Udara Pada Boiler Menggunakan Metode Kontrol Optimal Linier Quadratic Regulator (LQR) Virtu Adila, Rusdhianto Effendie AK, Eka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Didunia nyata banyak soal matematika yang harus dimodelkan terlebih dahulu untuk mempermudah mencari solusinya. Di antara model-model tersebut dapat berbentuk sistem

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PEMETAAN LINEAR DAN BILINEAR

HUBUNGAN ANTARA PEMETAAN LINEAR DAN BILINEAR HUBUNGAN ANTARA PEMETAAN LINEAR DAN BILINEAR Mustafa A.H. Ruhama Program Studi Pendidikan Matematika, Jurusan Pendidikan MIPA, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Unveristas Khairun ABSTRAK Let UU,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 17 BAB TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan diuraikan teori dan metode yang digunakan untuk mendukung analisis data. Teori dan metode itu diantaranya adalah rancangan faktorial, analisis regresi dan metode

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI PROGRAM PENGEMBANGAN KECAMATAN FASE II TAHUN 2004 PADA DESA SUMBERWARU KECAMATAN SUKOWONO KABUPATEN JEMBER SKRIPSI

IMPLEMENTASI PROGRAM PENGEMBANGAN KECAMATAN FASE II TAHUN 2004 PADA DESA SUMBERWARU KECAMATAN SUKOWONO KABUPATEN JEMBER SKRIPSI IMPLEMENTASI PROGRAM PENGEMBANGAN KECAMATAN FASE II TAHUN 2004 PADA DESA SUMBERWARU KECAMATAN SUKOWONO KABUPATEN JEMBER SKRIPSI diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi syarat-syarat untuk menyelesaikan

Lebih terperinci

BAB 5 PEMBAHASAN DESAIN

BAB 5 PEMBAHASAN DESAIN BAB 5 PEMBAHASAN DESAIN 5.1. Font 5.1.1. Tagline Myriad Pro Bold Aa Bb Cc Dd Ee Ff Gg Hh Ii Jj Kk Ll Mm Nn Oo Pp Qq Rr Ss Tt Uu Vv Ww Xx Yy Zz 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0! @ # $ % ^ & * ( ) _ + = - < >? / } {

Lebih terperinci

KAJIAN NUMERIK MODEL HIDDEN MARKOV SATU WAKTU SEBELUMNYA UNTUK NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLAR AMERIKA AULIA RETNONINGTYAS

KAJIAN NUMERIK MODEL HIDDEN MARKOV SATU WAKTU SEBELUMNYA UNTUK NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLAR AMERIKA AULIA RETNONINGTYAS KAJIAN NUMERIK MODEL HIDDEN MARKOV SATU WAKTU SEBELUMNYA UNTUK NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLAR AMERIKA AULIA RETNONINGTYAS DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT

Lebih terperinci

GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR

GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 53 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA SEKRETARIAT DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA

Lebih terperinci