VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dalam menganalisis salurah buah di Jakarta, dibagi menjadi dua bagian yaitu

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dalam menganalisis salurah buah di Jakarta, dibagi menjadi dua bagian yaitu"

Transkripsi

1 VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Analisis Saluran Pemasaran Dalam menganalisis salurah buah di Jakarta, dibagi menjadi dua bagian yaitu saluran pemasaran buah impor dan saluran pemasaran buah lokal Saluran Pemasaran Buah Impor Dari hasil penelitian di lapangan diketahui bahwa peran importir sangat penting dalam masuknya buah impor ke Indonesia. Importir mengatur waktu, jumlah dan asal buah impor, menjadikan keberadaan buah impor sampai di tingkat pengecer selalu tersedia tiap bulan dengan harga yang lebih stabil. Seperti apel, importir memasukkan apel impor dari Amerika Serikat, Cina, Australia, Perancis dan Selandia Baru. Di saat penelitian, apel impor yang beredar di pasaran berasal dari Cina (sekitar 50 persen) dan Amerika Serikat (sekitar 50 persen). Importir banyak mengimpor dari Cina di sekitar bulan Maret - April. Sedangkan impor dari Amerika Serikat selalu ada tiap bulan. Selain itu juga yang ada sepanjang tahun adalah dari Australia, Perancis dan Selandia Baru, namun dalam volume yang lebih kecil dibanding dari Amerika Serikat. Untuk jeruk impor, pada waktu penelitian (Februari-Juni), asal jeruk yang diimpor oleh importir pada umumnya berasal dari Cina (sekitar 60 persen) dan Pakistan (sekitar 40 persen). Dari data importir diketahui bahwa jeruk banyak berasal dari Cina sekitar bulan Nopember - Maret. Sedangkan dari Pakistan yaitu antara bulan Desember - Mei. Setelah pasokan dari Pakistan berkurang, maka jeruk masuk dari Australia (Mei - Juli), selanjutnya Amerika latin seperti Brazil dan Argentina (Juli - September).

2 Sedangkan untuk anggur impor, pada saat penelitian yaitu bulan Pebruari-Juni, importir pada umumnya mengimpor dari Amerika Serikat (60 persen) dan Australia (40 persen). Dalam siklus tahunan, anggur diimpor dari Australia dalam jumlah banyak yaitu sekitar bulan Nopember - Desember. Sedangkan dari Amerika Serikat, Cili dan Israel (melalui Lebanon) saling mengisi sepanjang tahun untuk menutupi kecukupan pasokan dari Australia dan Pakistan. Demikian rotasi masuknya buah impor sehingga sepanjang tahun hampir selalu tersedia di pasaran. Jalur selanjutnya, importir menyalurkan ke pedagang grosir dan pengecer besar seperti pasar swalayan baik yang berada di Jakarta maupun di kota-kota besar lainnya. Pedagang grosir yang berada di Jakarta sebagian besar berada di Pasar Induk Kramat Jati Saluran Pemasaran Buah Lokal Buah lokal yang ada di Jakarta khususnya buah yang diteliti yaitu jeruk, apel dan salak berasal dari propinsi sentra produksi buah tersebut. Jeruk pada umumnya masuk dari Medan, Jawa Barat, Pontianak dan Jawa Timur. Sedangkan apel berasal dari Jawa Timur. Untuk buah salak berasal dari DI. Yogyakarta dan Jawa Barat. Pada umumnya buah lokal yang masuk ke Jakarta melalui jalur pemasaran dari tingkat bawah sampai ke konsumen yaitu pedagang pengumpul, pedagang grosir dan pedagang pengecer. Pedagang pengumpul berada di lokasi produksi dan biasanya pemiliknya adalah penduduk asli setempat dan tinggal di lokasi tersebut. Di tingkat grosir, pedagang grosir di Pasar Induk Kramat Jati terbagi dua yaitu padagang khusus buah impor dan pedagang khusus buah lokal. Pedagang grosir ini menjual dalam volume besar dan biasanya yang membeli di tempat ini untuk dijual kembali dalam bentuk eceran atau disebut pedagang pengecer.

3 IMPOR PENGUMPUL GRO SIR BUAH LOKAL v IMPORTIR v PEDAGANG GROSIR BUAH IMPOR PENGECER Gambar 20. Jalur Pemasaran Buah Impor dan Buah Lokal di DKI Jakarta 6.2. Analisis Struktur Pasar Analisis struktur pasar dilakukan dengan melihat (1) jumlah lembaga pemasaran yang ada, (2) hambatan bagi pesaing baru untuk memasuki pasar, (3) keadaan produk yang diperjualbelikan, (4) penentu harga dan (5) sumber informasi Struktur Pasar di Tingkat Pedagang Pengumpul Dari lokasi diperoleh jumlah pedagang pengumpul di sentra-sentra produksi jumlahnya terbatas, biasanya tidak lebih dari 10 pedagang pengumpul untuk masingmasing buah. Karena itu sedikit pilihan bagi petani untuk menjual produknya, sehingga

4 76 penentuan harga lebih menonjol ke pedagang pengumpul. Selain itu keterbatasan informasi harga yang dimiliki oleh petani menjadikan posisi petani dalam penentuan harga menjadi semakin lemah. Pedagang pengumpul memperoleh informasi harga melalui telepon dari pedagang grosir. Pada tingkat pedagang pengumpul di sentra produksi berbagai macam buah lokal, terjadi hambatan bagi pedagang baru untuk memasuki pasar. Hal ini disebabkan dibutuhkan modal yang cukup banyak karena cara pembayaran ke petani dalam bentuk tunai sedangkan ke pedagang grosir dalam bentuk konsinyasi. Karena pembayaran dalam bentuk konsinyasi inilah yang menjadi hambatan arus tunai dari pedagang grosir ke pedagang pengumpul yang menjadikan pedagang pengumpul membutuhkan modal yang tidak sedikit. Dari hasil wawancara diperoleh bahwa bisa terjadi pengiriman buah lima sampai sepuluh kali dari pedagang pengumpul ke pedagang grosir di Pasar Induk Kramat Jati, baru kemudian dibayar satu pengiriman, padahal diketahui sekali pengiriman berharga sekitar Rp 20 jutaltruk. Karena itu dapat dikatakan bahwa pedagang pengumpul memiliki posisi yang lebih kuat dibandingkan posisi petani dalam ha1 penentuan harga, sehingga struktur pasar yang terjadi antara petani dan pedagang pengumpul adalah struktur pasar oligopoli Struktur Pasar di Tingkat Importir Hambatan untuk memasuki pasar di tingkat importir sangat tinggi. Hal ini disebabkan oleh tingginya modal yang diperlukan, resiko yang relatif tinggi, akses ke eksportir negara asal dan kepercayaan dari eksportir negara asal tersebut serta persaingan harga diantara importir itu sendiri. Karena itu struktur pasar di tingkat

5 importir adalah oligopoli. Resiko yang tertinggi yang dihadapi importir adalah fluktuasi nilai tukar rupiah yang sangat tinggi, sehingga tidak jarang mengalami kerugian akibat perubahan nilai tukar yang tidak terduga. Informasi harga buah impor diperoleh dari harga beli importir yang ditentukan oleh jumlah penawaran yang ada dari negara-negara importir, tingkat nilai tukar dan tingkat daya beli masyarakat yang tercermin dari perputaran stok di tingkat pedagang grosir Struktur Pasar di Tingkat Pedagang Grosir Hambatan untuk memasuki pasar di tingkat grosir sangat tinggi. Hal ini disebabkan keterbatasan tempat berjualan atau kios di Pasar Induk Kramat Jati, sehingga mengakibatkan tingginya sewa kios pertahun. Sewa kios pertahun rata-rata sekitar Rp 35 juta hingga Rp 45 juta pertahun. Kepemilikan kios di Pasar Induk Kramat Jati ini adalah sistem kontrak kepemilikan dan biasanya pemilik kontrakan ini dikontrakkan lagi ke pedagang. Hal inilah yang menjadikan tingginya harga sewa kios di Pasar Induk Kramat Jati ini. Informasi harga untuk buah lokal diperoleh masing-masing pedagang grosir berdasarkan keadaan banyaknya jenis buah tersebut yang masuk ke Pasar Induk Kramat Jati. Bila kondisi buah yang diperdagangkan banyak maka ini dijadikan alasan untuk menurunkan harga belinya ke pedagang pengumpul. Sebaliknya jika kondisi pasokan jenis buah tersebut terbatas maka pedagang grosir berani menaikkan harga belinya ke pedagang pengumpul. Namun fluktuasi harga yang bagaimanapun, posisi pedagang grosir lebih kuat baik kepada pedagang pengumpul maupun ke pedagang pengecer. Pedagang pengumpul dan pedagang pengecer hanya bisa menerima harga yang ditentukan lebih kuat oleh pedagang grosir.

6 Harga buah impor di tingkat grosir ditentukan oleh harga beli dari importir dan kemampuan daya serap pasar yang dilihat dari perputaran stok di tingkat grosir. Pedagang grosir buah impor tidak mengejar marjin yang lebih tinggi, tapi lebih menekankan perputaran stok yang lebih tinggi. Karena itu untuk pedagang grosir buah lokal posisinya sangat kuat ke pedagang pengumpul. Sedangkan pedagang grosir buah impor posisinya relatif seimbang dengan importir Struktur Pasar di Tingkat Pedagang Pengecer Hambatan untuk memasuki pasar di tingkat pedagang pengecer lebih rendah. Apalagi saat sekarang ini dengan mudahnya ditemukan kios semi permanen atau non permanen di tempat-tempat umum atau fasilitas umum. Pada umurnnya pedagang pengecer ini menjual berbagai macam buah lokal dan impor yang dengan mudah diperoleh dari pemasok. Harga beli buah lokal dari pedagang grosir ditentukan lebih kuat oleh pedagang grosir tapi masih ada sedikit proses tawar menawar. Tapi dibanding dengan buah impor, posisi pedagang grosir sangat hat. Harga jual berbagai macam buah dari pengecer ke konsumen didasarkan pada harga beli dari pedagang grosir serta pada proses tawar menawar dengan konsumen. Karena itu kemampuan untuk saling mempengaruhi cukup besar. Dengan melihat kemudahan memasuki pasar pengecer, jumlah pedagang pengecer yang banyak yang berarti mudahnya pendatang baru memasuki pasar, kesamaan produk yang homogen serta sedikit kemampuan dalam mempengaruhi harga maka struktur pasar pedagang pengecer adalah kompetisi monopolistik.

7 Tabel 9. Struktur Pasar Pada Berbagai Tingkat Pemasaran Buah Impor dan Buah Lokal di DKI Jakarta Tahun 2001 Tingkat Pemasaran Struktur Pasar Pedagang Pengumpul Importir Grosir Pengecer Oligopoli Oligopoli Oligopoli Monopolistik Dari Tabel 9 dapat disimpulkan bahwa struktur pasar buah impor dan buah lokal di DKI Jakarta pada umumnya bersifat oligopoli kecuali di tingkat pedagang pengecer Analisis Perilaku Pasar Perilaku pasar mengamati proktek penjualan dan pembelian diantara berbagai lembaga pemasaran Perilaku Pasar Buah Impor Perilaku pasar buah impor, importir melakukan penjualan dengan pedaang grosir dengan prinsip saling kenal dan percaya sehingga dalam pemesanannya pedagang grosir tinggal menelpon ke importir dan langsung diantar. Biaya transportasi ditanggung oleh importir, sehingga pedagang grosir cukup menyediakan tenaga bongkarnya. Sistem pembayaran antara importir dan pedagang grosir adalah tunai dan harga yang berlaku adalah proses tawar menawar. Harga per satuan adalah harga per kardus, yang biasanya berisi 10 sampai 20 kg per kardus.

8 Di tingkat pedagang grosir ini, padagang mengkhususkan menjual buah impor. Pedagang grosir menjual buah impor masih dalam kemasan kardus, jadi satuan penjualan adalah harga per kardus. Pembelian buah impor yang dilakukan oleh pedagang pengecer adalah mendatangi langsung kios pedagang grosir yang berada di Pasar Induk Kramarjati yang biasanya disebut lapak. Rata-rata pedagang pengecer membeli 3 sampai 5 kardus per sekali pembelian dan langsung dibayar tunai saat itu juga. Selanjutnya pedagang pengecer menjual buah impor ini dipajang bersama-sama dengan buah lokal. Biasanya di di tingkat pengecer ini buah impor seperti jeruk, ape1 dan pear dijual dalam satuan buah. Sedangkan anggur dijual dalam kilogram Perilaku Pasar Buah Lokal Pedagang pengumpul berada di sentra produsen dan jumlahnya terbatas dibanding jumlah petani. Seperti ape1 dan jeruk, pedagang pengumpul mendatangi kebun petani. Apabila telah terjadi kesepakatan harga perkilogram dalam ukuran campuran, maka dilakukan pemetikan oleh tenaga yang diupah oleh pedagang pengumpul. Setelah itu diangkut ke gudang milik pedagang pengumpul untuk dilakukan proses selanjutnya. Proses selanjutnya adalah sortasi dan grading. Untuk ape1 selanjutnya dikemas ke dalam kardus yang memuat sekitar 30 kg, sedangkan jeruk dimasukkan ke keranjang yang terbuat dari bambu yang memuat sekitar 50 sampai 60 kg. Setelah dilakukan pengepakan maka diangkut dengan menggunakan truk ukuran sekitar kg ke lokasi pesanan baik yang berada di Jakarta maupun yang berada di kota lain. Untuk salak, petani atau pedagang pengumpul kecil yang mendatangi pedagang pengumpul dengan membawa langsung produknya dalam bentuk ukuran

9 yang beraneka ragam dan belum dibersihkan. Pedagang pengumpul membeli secara tunai dan selanjutnya dilakukan proses pembersihan, grading, sortasi. Setelah itu dilakukan pengepakan dalam ukuran 50 kg per keranjang atau kotak kardus yang selanjutnya dikirim ke pedagang grosir atau biasa disebut suplier dengan menggunakan jasa pengangkutan. Hubungan antara pedagang pengumpul dan pedagang grosir pada umumnya sangat dekat, biasanya ada hubungan keluarga atau sekampung. Adanya hubungan yang demikian ini yang menjadikan pedagang pengumpul lain kesulitan untuk menembus pasar grosir buah di Kramat Jati. Selain itu pula yang menjadikan pedagang pengumpul lain kesulitan menembus pasar grosir Kramat Jati adalah waktu pembayaran pedagang grosir yang telat ke pedagang pengumpul bisa mencapai 3 bulan atau 4 sampai 5 kali pengantaran barang baru dibayar pengantaran yang pertama Analisis Marjin Pemasaran Analisis marjin pemasaran untuk buah impor dimulai dari tingkat importir sampai ke tingkat pedagang pengecer. Sedangkan untuk buah lokal dianalisis mulai dari pedagang pengumpul yang berada di sentra produksi sampai ke tingkat pedagang pengecer di sentra konsumen Analisis Marjin Pemasaran Buah Impor a. Marjin Pemasaran di Tingkat Importir Komponen biaya pemasaran buah impor dari importir terdiri atas biaya-biaya bongkar muat, penyusutan, retribusi, transportasi dan sewa tempat seperti yang tertera pada Tabel 10.

10 Tabel 10. Analisis Marjin Pemasaran Buah Impor di Tingkat Importir, Pedagang Grosir d Apel in Rdka. - Harga beli Importir (1 Biaya: - Pembersihan - Sortasi - Pengepakan - Bongkar muat - Penyusutan - Retribusi - Transportasi - Sewa tempat Keuntungan Margin pemasaran Harga jual BIC rasio Harga beli P.Grosir Biaya: - Bongkar muat - Sortasi - Penyusutan - Retribusi - Sewa tempat Keuntungan Margin pemasaran Harga jual BIC rasio m Pedagang Pengecer Tahun 2001 Par Jeruk impor Anggur O/o * Rpkg I O/o * Rplkg I O/o * Harga beli P. Pengecer - Biaya: - Transportasi - Penyusutan - Retribusi - Sewa tempat Keuntungan Margin pemasaran Harga jual BIC rasio Keterangan: % * = persentase dari harga jl A masing-masing tingkat pemasa Biaya bongkar muat di tingkat importir terdiri dari biaya tenaga kerja untuk menaikkan dan menurunkan barang di pelabuhan dan di tempat penjualan. Hasil analisis menunjukkan kandungan biaya bongkar muat tertinggi diantara buah impor adalah jeruk impor (0.15 persen dari harga jual). Biaya bongkar muat jeruk impor adalah sebesar Rp 15.00/kg, ape1 impor sebesar Rp llkg (0.1 1 persen dari harga jual) dan anggur adalah sebesar Rp kg (0.08 persen dari harga jual).

11 Biaya penyusutan merupakan biaya terbesar yang dikeluarkan di tingkat importir. Hasil analisis menunjukkan biaya penyusutan terbesar adalah anggur (3.52 persen dari harga jual). Biaya penyusutan untuk apel impor sebesar Rp lkg (2.75 persen dari harga jual), jeruk impor Rp lkg (2.60 persen dari harga jual) dan anggur sebesar Rp kg. Kandungan biaya retribusi dari hasil analisis marjin pemasaran untuk apel, jeruk dan anggur adalah masing-masing sebesar Rp 2.50lkg. Untuk apel dan jeruk, biaya retribusi ini sebesar 0.03 persen dari harga jual masing-masing. Sedangkan untuk anggur adalah sebesar 0.01 persen dari harga jualnya di tingkat importir. Biaya transportasi yang dikeluarkan oleh importir adalah biaya transpor dari pelabuhan ke tempat penjualan dan biaya dari tempat penjualan ke tempat pesanan yang dalam ha1 ini pedagang grosir di Pasar Induk Kramat Jati. Hasil analisis menunjukkan biaya transportasi untuk ketiga jenis buah ini masing-masing sebesar Rp kg. Untuk apel biaya ini sebesar 0.42 persen, jeruk sebesar 0.41 persen dari harga jualnya dan anggur sebesar 0.20 persen dari harga jualnya. Biaya sewa tempat dimaksud adalah biaya yang dikeluarkan untuk melakukan kegiatan pemasaran, termasuk didalamnya penggudangan yang menggunakan ruang pendingin. Dari ketiga jenis buah ini, biaya sewa tertinggi adalah anggur (0.86 persen dari harga jual). Sedangkan biaya sewa tempat untuk apel adalah sebesar Rp 21.18lkg (0.22 persen dari harga jual), jeruk sebesar Rp 45.00lkg (0.45 persen dari harga jual) sedangkan untuk anggur sendiri adalah sebesar Rp 180.OO/kg. Apabila dihitung rasio keuntungan terhadap biaya pemasaran (BIC rasio) di tingkat importir maka rasio terbesar berturut-turut adalah anggur (1.55), apel (1.35)

12 84 dan jeruk (1.16). Nilai BIC rasio di tingkat importir ini lebih dari satu, artinya satu unit biaya dikeluarkan maka keuntungan yang diperoleh lebih dari satu unit. Jika membandingkan persentase marjin pemasaran diantara ketiga buah impor tersebut, maka marjin pemasaran tertinggi di tingkat importir adalah anggur yaitu persen dari harga jualnya masing-masing. Sedangkan buah impor lain seperti apel impor yaitu sebesar 8.30 persen dan jeruk impor sebesar persen dari harga jualnya. Nilai marjin pemasaran masing-masing buah tersebut adalah untuk apel impor sebesar Rp Ikg7 jeruk impor sebesar Rp /kg dan anggur sebesar Rp lkg. b. Marjin Pemasaran di Tingkat Pedagang Grosir Komponen biaya pemasaran buah impor di tingkat pedagang grosir terdiri atas biaya-biaya bongkar muat, retribusi dan sewa tempat seperti yang tertera pada Tabel 10. Biaya bongkar muat di tingkat pedagang grosir buah impor adalah biaya tenaga kerja yang dikeluarkan untuk menurunkan buah dari angkutan dan mengaturnya di dalam tempat penjualan dan mengeluarkannya jika ada pembelian. Hasil analisis menunjukkan biaya bongkar muat tertinggi adalah jeruk yaitu 0.33 persen dari harga jualnya dengan nilai Rp 35.00lkg. Biaya bongkar muat untuk apel impor sebesar Rp 27.78lkg (0.27 persen dari harga jual) dan jeruk sebesar Rp 35.00lkg (0.33 persen dari harga jual). Sewa tempat di tingkat pedagang grosir adalah sewa kios yang berada di Pasar lnduk Kramat Jati, dimana rata-rata sewa kios pertahun antara Rp 30 juta hingga Rp 50 juta seusai besarnya kios atau lapak. Hasil analisis marjin pemasaran diperoleh sewa kios untuk apel impor adalah sebesar Rp22.95lkg (0.22 persen dari harga jual),

13 85 jeruk sebesar Rp 42.26lkg (0.44 persen dari harga jual) dan anggur sebesar Rp 66.67lkg (0.30 persen dari harga jual). Apabila dihitung rasio keuntungan terhadap biaya pemasaran (BIC rasio) inaka besar rasio terbesar di tingkat pedagang grosir berturut-turut adalah anggur (8.46), apel (8.07) dan anggur (8.07). Semua jenis buah impor di tingkat pedagang grosir memiliki nilai BIC rasio lebih dari satu, artinya satu unit biaya dikeluarkan maka keuntungan yang diperoleh lebih dari satu unit. Jika membandingkan persentase marjin pemasaran diantara ketiga buah impor tersebut, maka marjin pemasaran tertinggi di tingkat grosir adalah jeruk impor yaitu sebesar 4.76 persen. Sedangkan buah impor lain seperti apel impor yaitu 4.51 persen dari harga jualnya dan anggur sebesar 4.33 persen dari harga jualnya. Nilai marjin pemasaran masing-masing adalah jeruk sebesar Rp /kg, apel impor sebesar Rp kg dan anggur sebesar Rp lkg. c. Marjin Pemasaran di Tingkat Pedagang Pengecer Komponen biaya pemasaran buah impor di tingkat pedagang pengecer terdiri atas biaya-biaya transportasi, penyusutan, retribusi dan sewa kios. Kegiatan transportasi dilakukan untuk mengangkut buah dari pasar induk ke kios penjualan pengecer, dimana biasanya menggunakan ojek motor atau kendaraan pick up. Hasil analisis menunjukkan biaya transportasi tertinggi adalah jeruk impor yaitu 1.67 persen dari harga jualnya dengan nilai Rp lkg. Biaya transportasi untuk apel impor sebesar Rp kg (1.38 persen dari harga jual) dan jeruk impor sebesar Rp lkg (1.67 persen dari harga jual). Biaya penyusutan terjadi akibat adanya buah yang rusak atau terlalu matang, biasanya ini dijual murah atau dibuang. Biaya penyusutan ini merupakan biaya

14 pemasaran terbesar yang dikeluarkan di tingkat pedagang pengecer untuk buah impor. Hasil analisis marjin pemasaran diperoleh biaya penyusutan tertinggi di anggur yaitu sebesar 2.56 persen dari harga jualnya. Sedangkan biaya penyusutan untuk apel impor sebesar Rp lkg (1.41 persen dari harga jual) dan jeruk sebesar Rp lkg (2.13 persen dari harga jual). Biaya retribusi yang dikeluarkan di tingkat pedagang pengecer diantaranya retribusi sampah. Hasil analisis menunjukkan kandungan biaya retribusi terhadap biaya pemasaran apel di tingkat pedagang pengecer ini adalah sebesar Rp 13.20lkg (0.11 persen dari harga jual), jeruk sebesar Rp 12.07lkg (0.10 persen dari harga jual) dan anggur sebesar Rp 12.5 llkg (0.05 persen dari harga jual). Sewa tempat di tingkat pedagang pengecer adalah sebagai iuran lokasi yang biasanya yang dibayarkan kepada pemilik lokasi tersebut. Hasil analisis marjin pemasaran diperoleh sewa kios untuk apel impor adalah sebesar Rp 56.78lkg (0.49 persen dari harga jual), jeruk sebesar Rp kg (0.68 persen dari harga jual) dan anggur sebesar Rp kg (0.27 persen dari harga jual). Apabila dihitung rasio keuntungan terhadap biaya pemasaran (BIC rasio) di tingkat pedagang pengecer buah impor maka rasio tersebesar berturut-turut adalah ape1 (2.48), jeruk (1.44) dan anggur (1.21). Jika membandingkan persentase marjin pemasaran di tingkat pedagang pengecer diantara ketiga buah impor tersebut, maka marjin pemasaran tertinggi adalah apel impor yaitu persen dari harga jualnya. Sedangkan buah impor lain seperti jeruk impor yaitu sebesar persen dan anggur sebesar 8.54 persen dari harga jualnya. Nilai marjin pemasaran di tingkat pedagang pengecer ini untuk apel adalah Rp /kg, jeruk sebesar Rp lkg dan anggur sebesar Rp lkg.

15 Analisis Marjin Pemasaran Buah Lokal a. Marjin Pemasaran di Tingkat Pedagang Pengumpul Komponen biaya pemasaran buah lokal dari petani ke pedagang pengumpul terdiri atas biaya-biaya pembersihan, sortasi, pengepakan, bongkar muat, penyusutan, retribusi, transportasi dan sewa kios seperti yang tertera pada Tabel 11. Hasil analisis marjin pemasaran, biaya pembersihan untuk apel lokal tidak ada karena tidak dilakukan kegiatan pembersihan. Pada salak dilakukan pembersihan yaitu membersihkan buah dari duri-duri kecil yang ada di kulit buah, dimana hasil analisis marjin pemasarannya menunjukkan biaya per kilogramnya adalah Rp 10.00lkg (0.24 persen dari harga jual), sedangkan jeruk lokal sebesar Rp 4.44lkg (0.21 persen dari harga jual). Kegiatan sortasi dan grading biasanya dilakukan sekaligus, dimana kegiatan ini terdiri dari pemisahan buah rusak dan pengelompokan buah berdasarkan ukuran fisiknya. Untuk apel lokal biaya sortasi sebesar Rp 31.1 llkg (0.80 persen dari harga jual), jeruk sebesar Rp 14.47lkg (0.79 persen dari harga jual) dan salak sebesar Rp 20.00lkg (0.48 persen dari harga jual). Biaya pengepakan berasal dari harga kemasan jual, biasanya dalam bentuk keranjang atau kardus. Untuk apel biasanya menggunakan kardus ukuran volume antara kg. Jeruk biasanya menggunakan keranjang bambu ukuran sekitar 50 kg. Sedangkan salak menggunakan kardus dan keranjang ukuran sekitar 45 kg. Hasil analisis menunjukkan biaya pengepakan terbesar adalah apel lokal yaitu sebesar Rp lkg (3.21 persen dari harga jual). Sedangkan biaya pengepakan untuk jeruk sebesar Rp (2.86 persen dari harga jual) dan salak sebesar Rp (1.67 persen dari harga jual).

16 Biaya bongkar muat di tingkat pedagang pengumpul terdiri dari biaya tenaga kerja untuk menaikkan dan menurunkan barang dari angkutan setelah pembelian dari petani ke tempat proses sortasi dan grading, serta menaikkan barang yang siap jual ke angkutan. Hasil analisis menunjukkan total biaya bongkar muat ape1 lokal adalah sebesar Rp 15.00lkg (0.38 persen dari harga jual). Sedangkan biaya bongkar muat untuk jeruk sebesar Rp 11.56lkg (0.55 persen dari harga jual). Biaya bongkar muat salak adalah sebesar Rp 10.00lkg (0.24 persen dari harga jual). Biaya penyusutan adalah biaya yang dikorbankan akibat penyisihan buah yang rusak yang ditemukan pada saat sortasi. Ditingkat pedagang pengumpul, rata-rata buah yang dipisahkan sekitar 1 kg dari tiap pembelian 100 kg, sehingga biaya penyusutan apel adalah sebesar Rp 28lkg (0.72 persen dari harga jual), jeruk Rp 15.00lkg (0.71 dari harga jual) dan salak sebesar Rp 30.00lkg (0.71 dari harga jual). Biaya retribusi yang dikeluarkan diantaranya untuk iuran kebersihan, keamanan dan lain-lain yang dikeluarkan tiap hari atau tiap bulan. Hasil analisis memperlihatkan biaya retribusi apel rata-rata sebesar Rp 0.37/kg, jeruk sebesar Rp O.lO/kg dan salak sebesar 0.33lkg. Biaya transportasi merupakan biaya terbesar dalam kegiatan pemasaran yang dilakukan di tingkat pedagang pengumpul. Biaya transportasi terdiri dari biaya mengangkut buah dari kebun ke tempat penyortiran dan pengemasan dan mengangkut buah yang siap jual ke lokasi pedagang grosir. Biaya ini tinggi karena pengangkutan penjualan adalah pengangkutan antarkota antar propinsi. Hasil analisis menunjukkan biaya transpor tertinggi jeruk yaitu sebesar persen dari harga jual dengan nilai

17 89 Rp /kg. Sedangkan untuk apel adalah sebesar Rp lkg (5.98 persen dari harga jual) dan salak sebesar Rp lkg (4.52 persen dari harga jual). Biaya sewa tempat dimaksud adalah biaya yang dikeluarkan untuk melakukan kegiatan pemasaran, mulai pembersihan, sortasi, grading dan pengepakan di tingkat pedagang pengumpul. Hasil analisis menunjukkan biaya sewa tempat untuk apel adalah sebesar Rp 3.09lkg (0.08 persen dari harga jual), jeruk sebesar Rp 1.48lkg (0.07 persen dari harga jual) sedangkan untuk salak adalah sebesar Rp 2.78lkg (0.07 persen dari harga jual). Apabila dihitung rasio keuntungan terhadap biaya pemasaran (BIC rasio) maka rasio terbesar di tingkat pedagang pengumpul berturut-turut adalah apel (1.52), salak (1.40) dan jeruk (0.67). Nilai B/C rasio apel dan salak di tingkat pedagang pengumpul ini lebih dari satu, artinya satu unit biaya dikeluarkan maka keuntungan yang diperoleh lebih dari satu unit. Jika membandingkan persentase marjin pemasaran di tingkat pedagang pengumpul diantara ketiga buah lokal tersebut, maka marjin pemasaran tertinggi adalah jeruk lokal yaitu persen dari harga jualnya. Sedangkan buah lokal lain seperti apel lokal yaitu sebesar persen dan salak sebesar persen dari harga jualnya. Nilai marjin pemasaran di tingkat pedagang pengumpul ini untuk jeruk lokal adalah Rp /kg, apel lokal sebesar Rp kg dan salak sebesar Rp lkg. b. Marjin Pemasaran di Tingkat Pedagang Grosir Komponen biaya pemasaran buah lokal di tingkat pedagang grosir terdiri atas biaya-biaya bongkar muat, sortasi, penyusutan, retribusi dan sewa kios seperti yang tertera pada Tabel 11.

18 I I Tabel 11. Harga jual Petani Analisis Marjin Pemasaran Buah Lokal di Tingkat Pedagang - - Pengumpul, Peda ;ang Gro iir dan Pedagang Pengecer Tahun 2001 A~el lokal Rpkg O/o " Jeruk lokal Salak Rpkg O/O * Rplkg O h * Harga beli P.Pengumpu1 Hiaya: - Pembersihan - Sortasi - Pengepakan - Bongkar muat - Penyusutan - Retribusi - Transportasi - Sewa tempat Keuntungan Margin pemasaran Harga jual BIC rasio 1.52 tfarga beli P.Grosir Hiaya - Bongkar muat - Sortasi - Penyusutan Retribusi - Sewa tempat I Keuntungan Margin pemasaran Harga -. jual BIC rasio Harga beli P. Pengecer - Biaya: - Transportasi - Penyusutan - Retribusi - Sewa tempat Keuntungan Margin pemasaran Harga jual [BIG rasio 2.39 Keterangan: % * = persentase dari harga ual masing.masing tingkat pemasaran Biaya bongkar muat di tingkat pedagang grosir buah lokal adalah biaya tenaga kerja yang dikeluarkan untuk menurunkan buah dari angkutan dan mengaturnya di dalam kios penjualan dan mengeluarkannya jika ada pembelian. Hasil analisis menunjukkan biaya bongkar muat untuk ape1 lokal sebesar Rp 10.00lkg (0.21 persen dari harga jual), jeruk sebesar Rp 11.56lkg (0.38 persen dari harga jual) dan salak sebesar Rp 8.00lkg (0.15 persen dari harga jual).

19 Kegiatan sortasi biasanya dilakukan untuk memisahkan buah yang rusak akibat saat bongkar muat dan dalam perjalanan atau buah terlalu matang. Hasil analisis menunjukkan biaya sortasi untuk apel adalah Rp 8.331kg (0.17 persen dari harga jual), jeruk sebesar Rp 10.00lkg (0.33 persen dari harga jual) dan salak sebesar Rp 10.00/kg (0.19 persen dari harga jual). 8 Buah yang mengalami kerusakan atau penyusutan di tingkat pedagang grosir untuk apel lokal mencapai 1 banding 100, sedangkan untuk jeruk mencapai sekitar 2 banding 60 dan salak adalah 1 banding 50. Karena itu hasil analisis rnarjin pemasaran menunjukkan biaya menyusutan apel sebesar Rp kg (0.84 persen dari harga jual), jeruk sebesar Rp 97.22lkg (3.18 persen dari harga jual) dan salak sebesar Rp kg (1.16 persen dari harga jual). Sewa kios di tingkat pedagang grosir adalah sewa kios yang berada di Pasar Induk Kramat Jati, dimana rata-rata sewa kios pertahun antara Rp 30 juta hingga Rp 50 juta tergantung besarnya kios atau lapak. Hasil analisis marjin pemasaran diperoleh sewa kios untuk apel lokal adalah sebesar Rp 52.08lkg (1.09 persen dari harga jual), jeruk sebesar Rp kg (1.08 persen dari harga jual) dan salak sebesar Rp kg (1.00 persen dari harga jual). Apabila dihitung rasio keuntungan terhadap biaya pemasaran (BIC rasio) maka besar rasio terbesar di tingkat pedagang grosir berturut-turut adalah apel (6.80), salak (6.45) dan jeruk (5.29). Semua jenis buah lokal di tingkat pedagang grosir memiliki nilai B/C rasio lebih dari satu, artinya satu unit biaya dikeluarkan maka keuntungan yang diperoleh lebih dari satu unit. Jika membandingkan persentase marjin pemasaran di tingkat pedagang grosir diantara ketiga buah lokal tersebut, maka marjin pemasaran tertinggi adalah jeruk lokal

20 yaitu persen dari harga jualnya. Sedangkan buah lokal lain seperti apel lokal yaitu sebesar persen dan salak sebesar persen dari harga jualnya. Nilai marjin pemasaran di tingkat pedagang grosir ini untuk jeruk lokal adalah Rp /kg, apel lokal sebesar Rp 866lkg dan salak sebesar Rp lkg. c. Marjin Pemasaran di Tingkat Pedagang Pengecer Komponen biaya pemasaran buah lokal di tingkat pedagang pengecer terdiri atas biaya-biaya transportasi, penyusutan, retribusi dan sewa kios. Kegiatan transportasi dilakukan untuk mengangkut buah dari pasar induk ke kios penjualan pengecer, dimana biasanya menggunakan ojek motor atau kendaraan pick up. Hasil analisis menunjukkan biaya transportasi untuk apel lokal rata-rata sebesar P,p lkg (1.75 persn dari harga jual). Sedangkan biaya transportasi jeruk lokal di tingkat pengecer secara rata-rata sebesar Rp 93.10/kg(2.12 persen dari harga jual). Untuk salak biaya transportasi sebesar Rp kg (1.67 persen dari harga jual). Biaya penyusutan terjadi akibat adanya buah yang rusak atau terlalu matang, biasanya ini dijual murah atau dibuang. Hasil analisis marjin pemasaran diperoleh biaya penyusutan apel lokal sebesar Rp lkg (3.42 persen dari harga jual), jeruk sebesar Rp lkg (4.53 persen dari harga jual) dan salak sebesar Rp kg (2.74 persen dari harga jual). Sewa kios di tingkat pedagang pengecer adalah biasanya sebagai iuran lokasi I yang biasanya yang dibayarkan kepada pemilik lokasi tersebut. Hasil analisis marjin pemasaran diperoleh sewa kios untuk apel lokal adalah sebesar Rp 47.02lkg (0.78 persen dari harga jual), jeruk sebesar Rp 51.67lkg (1.18 persen dari harga jual) dan salak sebesar Rp 52.74lkg (0.85 persen dari harga jual).

21 Apabila dihitung rasio keuntungan terhadap biaya pemasaran (BIC rasio) di tingkat pedagang pengecer buah lokal maka rasio terbesar berturut-turut adalah ape1 (2.39), jeruk (2.69) dan salak (2.09). Jika membandingkan persentase marjin pemasaran di tingkat pedagang pengecer diantara ketiga buah lokal tersebut, maka marjin pemasaran tertinggi adalah jeruk lokal yaitu persen dari harga jualnya. Sedangkan buah lokal lain seperti ape1 lokal yaitu sebesar persen dan salak sebesar persen dari harga jualnya. Nilai marjin pemasaran di tingkat pedagang grosir ini untuk jeruk lokal adalah Rp /kg, ape1 lokal sebesar Rp kg dan salak sebesar Rp kg Analisis Keterpaduan Pasar Keterpaduan pasar menunjukkan seberapa jauh pembentukan harga suatu komoditas pada tingkat lembaga pemasaran tertentu dipengaruhi oleh harga di tingkat lembaga lainnya. Penelitian ini melihat keterpaduan pasar beberapa jenis buah impor dan buah lokal secara vertikal antara Pasar Induk Kramat Jati sebagai pasar grosir dengan pasar eceran buah di wilayah Pasar Kramat Jati, Pasar Minggu, Terminal Kp. Rambutan dan Terminal UKI. Model ekonometrika dalam tulisan ini menggunakan model Ravallion dengan metode kuadrat terkecil (OLS): dimana: Pit = Harga buah di pasar grosir pada minggu ke-t (rupiahkg) Pit-l = lag harga buah di pasar grosir pada minggu ke- t (rupiahkg) Pjt = Harga buah di pasar acuan j (pasar pengecer) pada rninggu ke -t (rupiahkg1 Pj,_l = Lag harga buah di pasar acuan j (pasar pengecer) pada rninggu ke t-i bi = Parameter estimasi ei = Random error (gallat)

22 Selain itu juga menggunakan indeks keterpaduan pasar, untuk melihat seberapa besar derajat keterpaduan pasar dalam jangka panjang: Hasil pendugaan model didasarkan pada: 1. Nilai koefisien determinasi (R~), untuk mengukur kebaikan sesuai (goodness of fit) yaitu proporsi keragaman peubah penjelas. 2. Nilai statistik uji-t (pada taraf oc = 5%, 10% dan 15%) untuk mengetahui pengaruh masing-masing peubah eksogen terhadap peubah endogen. 3. Nilai statistik uji F, untuk mengetahui pengaruh peubah bebas secara bersama-sama terhadap peubah terikat. 4. Statistik Durbin Watson, untuk melihat adanya serial korelasi atau tidak dalam persamaan tersebut. Namun karena adanya peubah beda kala (variabel lag endogen) dalam persamaan, maka untuk menguji adanya serial korelasi atau tidak yaitu dengan menggunakan Statistik Durbin-h. Dengan menggunakan metode kuadrat terkecil diatas terdapat 21 persamaan. Hal ini diperoleh dari kombinasi antara jenis buah dan pasar pengecernya. Sebagian besar jenis buah dikombinasikan dengan empat pasar pengecer yaitu Terminal Kp. Rambutan, Terminal UKI, Pasar Minggu dan Pasar Kramat Jati. Kecuali untuk ape1 lokal hanya dengan dua pasar pengecer yaitu Pasar Minggu dan Pasar Kramat Jati dan anggur dengan tiga pasar pengecer Terminal Kp. Rambutan, Pasar Minggu dan Pasar Kramat Jati karena pasar lainnya tidak ada jenis buah tersebut diperjualbelikan. Data yang digunakan adalah yang diperoleh dari pencatatan P.D. Pasar induk Kramat Jati untuk data harga tingkat grosir. Sedangkan data harga tingkat pengecer

23 masing-masing pasar merupakan harga rata-rata enam pedagang pengecer per jenis buah di pasar tersebut. Data harga yang dikumpulkan tersebut adalah data harga mingguan dari bulan Pebruari sampai Juni 2002 dengan jumlah n data untuk masingmasing buah sebesar Analisis Keterpaduan Pasar Ape1 Impor Hasil pengujian terhadap regresi keterpaduan pasar apel impor antara pasar grosir Kramat Jati dengan pasar pengecer di Terminal Kp. Rambutan, Terminal UKI, Pasar Minggu dan Pasar Kramat Jati dapat dilihat pada Tabel 12. Koefisien determinasi R2 untuk apel impor di Rambutan, UKI, Pasar Minggu dan Kramat Jati masing-masing menunjukkan bahwa harga apel impor di masing-masing pasar pengecer sebesar 94.9, 92, 91.7 dan 95.5 persen dipengaruhi oleh variasi peubah bebas, sedangkan sisanya dipengaruhi oleh variasi peubah bebas yang lain. Hal ini diperkuat oleh nilai F-hitung yang berpengaruh nyata pada taraf uji 0.05 persen di keempat pasar pengecer. Berarti harga apel impor di masing-masing pasar pengecer minimal ada satu peubah bebas berpengaruh nyata terhadap variasi dari peubah terikat. Sedangkan nilai Durbin-h untuk apel impor di masing-masing pasar pengecer tidak berada diluar wilayah d-tabel pada taraf uji 0.05 artinya tidak terdapat serial korelasi dalam persamaan regresi tersebut. Hasil analisis regresi untuk pengecer Terminal Kp. Rambutan menunjukkan nilai t-hitung dari koefisien regresi bl, b2 dan b3 untuk pasar pengecer Terminal Kp. Rambutan berpengaruh nyata pada taraf uji 0.10, 0.05 dan Hal tersebut menunjukkan bahwa koefisien regresi tersebut berpengaruh nyata secara terpisah terhadap peubah terikat. Artinya harga apel impor yang diterima pada bulan lalu, perubahan harga di tingkat pasar grosir dan harga grosir bulan lalu secara terpisah

24 berpengaruh nyata terhadap harga ape1 impor di pasar pengecer Terminal Kp. Rambutan bulan ini. T Jraian constant Koefisien bl Koefisien b2 Koefisien b3 R2 F-hitung 1)urbin-W Ilurbin h IMC Tabel 12. Hasil Analisis Keterpaduan Pasar Ape1 Impor di Pasar Grosir Kramat Jati dengan Pasar Pengecer Tah n 2001 Teminal KD. Rambutan I Terminal UKI I Pasar Nilai t-hitung 1.09 c 2.92 b 4.80 a 2.45 c Nilai Keterangan: a = nyata pada taraf uji 5% b = nyata pada taraf uji 10% c = nyata pada taraf uji 15% d = nyata pada taraf uji 20% e = tidak nyata pada taraf uji 20% t-hitung 1.10 c 6.59 a 1.74 a 0.43 e Nilai t-hitung Nilai 0.80 e a d ~ Pasar Krarnatjati t-hitung 0.92 d 5.72 a 1.61b 226c Nilai koefisien regresi bl, b2 dan b3 masing-masing sebesar 0.565, dan Hal ini berarti jika terjadi perubahan harga bulan lalu di pasar pengecer Terminal Kp. Rambutan sebesar Rp 100Ikg maka akan meningkatkan harga di pasar pengecer Terminal Kp. Rambutan bulan ini sebesar Rp 56.5lkg cateris paribus. Sedangkan jika terjadi peningkatan selisih harga bulan lalu dan bulan ini sebesar 1P.p 100Ikg di pasar grosir maka akan meningkatkan harga di tingkat pasar pengecer Terminal Kp. Rambutan sebesar Rp 54.81kg bulan ini, cateris paribus. Jika terjadi peningkatan harga bulan lalu di tingkat grosir sebesar Rp 1001kg maka akan meningkatkan harga di pasar pengecer Terminal Kp. Rambutan sebesar Rp 39.8lkg di bulan ini, cateris paribus. Hasil regresi untuk ape1 impor di Terminal UKI menunjukkan nilai t-hitung dari koefisien regresi bl dan b2 berpengaruh nyata pada taraf uji Sedangkan nilai

25 t-hitung dari koefisien regresi b3 tidak berpengaruh nyata pada taraf uji Hal tersebut menunjukkan bahwa koefisien regresi bl dan b2 berpengaruh nyata secara terpisah terhadap peubah terikat. Artinya harga apel impor di pasar pengecer Terminal UKI yang diterima pada bulan lalu berpengaruh secara nyata terhadap harga apel impor di pasar pengecer Terminal UKI bulan ini. Nilai koefisien bl sebesar 0.882, artinya jika terjadi peningkatan harga apel impor bulan lalu di pasar pengecer Terminal UKI sebesar Rp 100Ikg maka akan meningkatkan harga apel impor di pasar pengecer Terminal UKI sebesar Rp 88.2lkg di bulan ini. Sedangkan nilai koefisien b2 sebesar 0.239, artinya jika terjadi peningkatan selisih harga di tingkat grosir sebesar Rp 1OOIkg maka akan meningkatkan Rp 23.91kg harga apel impor di pengecer Terminal UKI bulan ini. Sedangkan hasil regresi di pengecer Pasar Minggu meunjukkan nilai t-hitung dari koefisien regresi bl, bl dan b3 masing-masing berpengaruh nyata pada taraf uji 0.05, 0.10 dan Hal tersebut menunjukkan bahwa koefisien regresi tersebut berpengaruh nyata secara terpisah terhadap peubah terikat. Artinya harga apel impor yang diterima pada bulan lalu, perubahan harga di tingkat pasar grosir dan harga grosir bulan lalu secara terpisah berpengaruh nyata terhadap harga apel impor di pasar pengecer Pasar Minggu bulan ini. Nilai koefisien regresi bl, b2 dan b3 masing-masing sebesar 0.778, dan Hal ini berarti jika terjadi perubahan harga bulan lalu di pasar pengecer Pasar Minggu sebesar Rp 100Ikg maka akan meningkatkan harga di pasar pengecer Pasar Minggu bulan ini sebesar Rp 77.8lkg cateris paribus. Sedangkan jika terjadi peningkatan selisih harga bulan lalu dan bulan ini di tingkat grosir sebesar Rp 100Ikg maka akan meningkatkan harga di tingkat pasar pengecer Pasar Minggu sebesar

26 17.7lkg bulan ini, cateris paribus. Jika terjadi peningkatan harga bulan lalu di tingkat grosir sebesar Rp 100Ikg maka akan meningkatkan harga di Pasar Minggu sebesar Rp 18.9lkg di bulan ini, cateris paribus. Hasil regresi untuk pasar pengecer Kramat Jati menunjukkan nilai t-hitung dari koefisien regresi bl dan b2 untuk pasar pengecer Kramat Jati berpengaruh nyata pada taraf uji sampai Hal ini menunjukkan bahwa koefisien regresi bl dan b2 berpengaruh nyata secara terpisah terhadap peubah terikat, dengan demikian harga apel impor yang diterima pada bulan lalu dan selisih harga tingkat grosir secara terpisah berpengaruh nyata terhadap harga apel impor di pasar pengecer Kramat Jati bulan ini. Nilai koefisien regresi bl dan b2 masing-masing sebesar dan Hal ini berarti jika terjadi perubahan harga bulan lalu di pasar pengecer Kramat Jati sebesar Rp 100Ikg maka akan meningkatkan harga di pasar pengecer Kramat Jati bulan ini sebesar Rp 75.2lkg cateris paribus. Jika terjadi peningkatan selisih harga bulan ini dan bulan lalu di tingkat grosir sebesar Rp 100Ikg maka akan meningkatkan harga di pasar pengecer Kramat Jati sebesar Rp 15.71kg di bulan ini, cateris paribus. Dengan memperhatikan nilai koefisien b2 dalam persamaan regresi untuk apel impor di ketiga pasar pengecer maka diketahui bahwa pengecer di Terminal Kp. Rambutan merniliki keterpaduan pasar jangka pendek yang lebih tinggi dengan pasar grosir Kramat Jati dibanding pasar pengecer lainnya. Hal ini diketahui dari nilai koefisien b2 dari persamaan regresi Terminal Kp. Rambutan lebih tinggi dibanding pasar lainnya yaitu Sedangkan derajat keterpaduan pasar jangka pendek yang paling rendah adalah di pasar grosir Pasar Minggu, yaitu dengan nilai koefisien b2 sebesar

27 Sedangkan jika melihat derajat keterpaduan jangka panjang, tidak ada pasar pengecer ape1 impor yang memiliki keterpaduan pasar dalam jangka panjang dengan pasar grosir Kramat Jati. Namun jika membandingkan antara pasar pengecer maka yang lebih memiliki keterpaduan pasar dalarn jangka panjang adalah pasar pengecer Kp. Rambutan Analisis Keterpaduan Pasar Jeruk Impor Hasil pengujian terhadap regresi keterpaduan pasar jeruk impor antara pasar grosir Kramat Jati dengan pasar pengecer di Terminal Kp. Rambutan, Terminal UKI, Pasar Minggu dan Pasar Kramat Jati dapat dilihat pada Tabel 13. Koefisien determinasi R~ untuk jeruk impor di Rambutan, UKI, Pasar Minggu dan Kramat Jati menunjukkan bahwa harga jeruk impor di masing-masing pasar pengecer sebesar 85.2, 87.7, 90.3 dan 86.5 persen dipengaruhi oleh variasi peubah bebas, sedangkan sisanya dipengaruhi oleh variasi peubah bebas yang lain. Hal ini diperkuat oleh nilai F-hitung yang berpengaruh nyata pada taraf uji 0.05 persen di keempat pasar pengecer. Hal ini berarti harga jeruk impor di masing-masing pasar pengecer minimal ada satu peubah bebas berpengaruh nyata terhadap variasi dari peubah terikat. Sedangkan nilai Durbinh untuk jeruk impor di masing-masing pasar pengecer tidak berada diluar wilayah d-tabel pada taraf uji 0.05, artinya tidak terdapat serial korelasi dalam persamaan regresi tersebut.

28 T Jraian Tabel 13. Hasil Analisis Keterpaduan Pasar Jeruk Impor di Pasar Grosir Kramat Jati dengan Pasar Pengecer Tahun 2001 constant Koefisien b 1 Koefisien b2 Koefisien b3 22 F-hitung Durbin-W Durbin h IMC Teminal Kp. Rambutan Nilai #NUM! 1.32 t-hitung 0.92 d 2.19a 125 c 1.95 a Terminal UKI Nilai Keterangan: a = nyata pada taraf uji 5% b = nyata pada taraf uji 10% c = nyata pada taraf uji 15% d = nyata pada taraf uji 20% e = tidak nyata pada taraf uji 20% t-hitung 1,03 d 5.52a 0.08 e 2.04 a Pasar Minggu Nilai t-hitung 0,30e 4.99a 1.98 a 1.68 b Pasar Kramatjati Nilai t-htung -0,l8e 3.57a 0.21 e 1.24 c Hasil analisis regresi untuk pengecer Terminal Kp. Rambutan menunjukkan nilai t-hitung dari koefisien regresi bl, b2 dan b3 untuk pasar pengecer Terminal Kp. Rambutan berpengaruh nyata pada taraf uji 0.05, 0.15 dan Hal tersebut menunjukkan bahwa koefisien regresi tersebut berpengaruh nyata secara terpisah terhadap peubah terikat, artinya harga jeruk impor yang diterima pada bulan lalu, perubahan harga di tingkat pasar grosir dan harga grosir bulan lalu secara terpisah berpengaruh nyata terhadap harga jeruk impor di pasar pengecer Terminal Kp. Rambutan bulan ini. Nilai koefisien regresi bl, b2 dan b3 masing-masing sebesar 0.558, dan Hal ini berarti jika terjadi perubahan harga bulan lalu di pasar pengecer Terminal Kp. Rambutan sebesar Rp 100Ikg maka akan meningkatkan harga di pasar pengecer Terminal Kp. Rambutan bulan ini sebesar Rp 55.81kg cateris paribus. Sedangkan jika terjadi peningkatan selisih harga bulan lalu dan bulan ini sebesar Rp 100Ikg di pasar grosir maka akan meningkatkan harga di tingkat pasar pengecer

29 Terminal Kp. Rambutan sebesar Rp 29.9lkg bulan ini, cateris paribus. Jika terjadi peningkatan harga bulan lalu di tingkat grosir sebesar Rp 100Ikg maka akan meningkatkan harga di pasar pengecer Terminal Kp. Rambutan sebesar Rp 42.2lkg di bulan ini, cateris paribus. Hasil regresi untuk jeruk impor di Terminal UKI menunjukkan nilai t-hitung dari koefisien regresi bl dan b3 berpengaruh nyata pada taraf uji Sedangkan nilai t-hitung dari koefisien regresi b2 tidak berpengaruh nyata pada taraf uji Hal tersebut menunjukkan bahwa koefisien regresi bl dan b3 berpengaruh nyata secara terpisah terhadap peubah terikat, artinya harga jeruk impor di pasar pengecer Terminal UKI yang diterima pada bulan lalu dan harga bulan lalu di pasar grosir berpengaruh secara nyata terhadap harga jeruk impor di pasar pengecer Terminal UKI bulan ini. Nilai koefisien bl sebesar 0.744, artinya jika terjadi peningkatan harga jeruk impor bulan lalu di pasar pengecer Terminal UKI sebesar Rp 1001kg maka akan meningkatkan harga jeruk impor di pasar pengecer Terminal UKI sebesar Rp 74.4lkg di bulan ini. Sedangkan nilai koefisien b3 sebesar 0.012, artinya jika terjadi peningkatan harga bulan di tingkat grosir sebesar Rp 100/kg maka akan meningkatkan Rp 1.2lkg harga jeruk impor di pengecer Terminal UKI bulan ini. Sedangkan hasil regresi di pengecer Pasar Minggu menunjukkan nilai t-hitung dari koefisien regresi bl, b2 dan b3 masing-masing berpengaruh nyata pada taraf uji 0.05, 0.05 dan Hal tersebut menunjukkan bahwa koefisien regresi tersebut berpengaruh nyata secara terpisah terhadap peubah terikat, dengasn demikian harga jeruk impor yang diterima pada bulan lalu, perubahan harga di tingkat pasar grosir dan harga grosir bulan lalu secara terpisah berpengaruh nyata terhadap harga jeruk impor di pasar pengecer Pasar Minggu bulan ini.

30 102 Nilai koefisien regresi b 1, b2 dan b3 masing-masing sebesar 0.786, dan Hal ini berarti jika terjadi perubahan harga bulan lalu di pasar pengecer Pasar Minggu sebesar Rp 1001kg maka akan meningkatkan harga di pasar pengecer Pasar Minggu bulan ini sebesar Rp 78.6lkg cateris paribus. Sedangkan jika terjadi peningkatan selisih harga bulan lalu dan bulan ini di tingkat grosir sebesar Rp 100Ikg maka akan meningkatkan harga di tingkat pasar pengecer Pasar Minggu sebesar Rp 33.8lkg bulan ini, cateris paribus. Jika terjadi peningkatan harga bulan lalu di tingkat grosir sebesar Rp 100/kg maka akan meningkatkan harga di Pasar Minggu sebesar Rp 24.7lkg di bulan ini, cateris paribus. Hasil regresi untuk pasar pengecer Kramat Jati menunjukkan nilai t-hitung dari koefisien regresi b 1,dan b3 untuk pasar pengecer Kramat Jati masing-masing berpengaruh nyata pada taraf uji 0.05 dan Hal ini menunjukkan bahwa koefisien regresi bl dan b2 berpengaruh nyata secara terpisah terhadap peubah terikat, dengan demikian harga jeruk impor yang diterima pada bulan lalu dan harga tingkat grosir bulan lalu secara terpisah berpengaruh nyata terhadap harga jeruk impor di pasar pengecer Kramat Jati bulan ini. Nilai koefisien regresi bl dan b3 masing-masing sebesar dan Hal ini berarti jika terjadi perubahan harga bulan lalu di pasar pengecer Kramat Jati sebesar Rp 100Ikg maka akan meningkatkan harga di pasar pengecer Kramat Jati bulan ini sebesar Rp 78.2lkg cateris paribus. Jika terjadi peningkatan harga bulan lalu di tingkat grosir sebesar Rp 100Ikg maka akan meningkatkan harga di pasar pengecer Kramat Jati sebesar Rp /kg di bulan ini, cateris paribus. Dengan memperhatikan nilai koefisien b2 dalam persamaan regresi untuk jeruk impor di keempat pasar pengecer maka diketahui bahwa pengecer di Pasar Minggu

31 memiliki nilai koefisien tertinggi yang berarti memiliki keterpaduan pasar jangka pendek yang lebih tinggi dibanding dengan pasar pengecer lainnya. Hal ini diketahui dari nilai koefisien b2 dari persamaan regresi Pasar Minggu lebih tinggi dibanding pasar lainnya yaitu Sedangkan derajat keterpaduan pasar jangka pendek yang paling rendah adalah di pasar pengecer Terminal UKI, yaitu dengan nilai koefisien b2 sebesar Sedangkan jika melihat derajat keterpaduan jangka panjang, tidak ada pasar pengecer jeruk impor yang memiliki keterpaduan pasar dalam jangka panjang dengan pasar grosir Kramat Jati. Namun jika membandingkan antara pasar pengecer maka yang lebih memiliki keterpaduan pasar dalam jangka panjang secara relatif dibanding yang lainnya Terminal Kp. Rambutan Analisis Keterpaduan Pasar Anggur Hasil pengujian terhadap regresi keterpaduan pasar anggur antara pasar grosir Kramat Jati dengan pasar pengecer di Terminal Kp. Rambutan, Pasar Minggu dan Pasar Kramat Jati dapat dilihat pada Tabel 14. Koefisien determinasi R~ untuk anggur di Rambutan, Pasar Minggu dan Kramat Jati menunjukkan bahwa harga anggur di masing-masing pasar pengecer sebesar 92.6, 84.0 dan 60.8 persen dipengaruhi oleh variasi peubah bebas, sedangkan sisanya dipengaruhi oleh variasi peubah bebas yang lain. Hal ini diperkuat oleh nilai F-hitung yang berpengaruh nyata pada taraf uji 0.05 persen di ketiga pasar pengecer. Hal ini berarti harga anggur di masing-masing pasar pengecer minimal ada satu peubah bebas berpengaruh nyata terhadap variasi dari peubah terikat. Sedangkan nilai Durbin-h untuk anggur di masing-masing pasar pengecer tidak berada diluar wilayah d-tabel pada taraf uji 0.05, artinya tidak terdapat serial korelasi dalam persamaan regresi tersebut.

VII ANALISIS PEMASARAN KEMBANG KOL 7.1 Analisis Pemasaran Kembang Kol Penelaahan tentang pemasaran kembang kol pada penelitian ini diawali dari petani sebagai produsen, tengkulak atau pedagang pengumpul,

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive), dengan pertimbangan bahwa

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Saluran Pemasaran Cabai Rawit Merah Saluran pemasaran cabai rawit merah di Desa Cigedug terbagi dua yaitu cabai rawit merah yang dijual ke pasar (petani non mitra) dan cabai

Lebih terperinci

VI SALURAN DAN FUNGSI TATANIAGA

VI SALURAN DAN FUNGSI TATANIAGA VI SALURAN DAN FUNGSI TATANIAGA 6.1. Lembaga Tataniaga Nenas yang berasal dari Desa Paya Besar dipasarkan ke pasar lokal (Kota Palembang) dan ke pasar luar kota (Pasar Induk Kramat Jati). Tataniaga nenas

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Lokasi Penelitian dilakukan pada lokasi yang ditentukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa daerah atau lokasi yang terpilih merupakan salah satu sentra

Lebih terperinci

BAB IX ANALISIS PEMASARAN PEPAYA SPO DAN PEPAYA NON SPO. memindahkan suatu produk dari titik produsen ke titik konsumen.

BAB IX ANALISIS PEMASARAN PEPAYA SPO DAN PEPAYA NON SPO. memindahkan suatu produk dari titik produsen ke titik konsumen. BAB IX ANALISIS PEMASARAN PEPAYA SPO DAN PEPAYA NON SPO Pemasaran adalah suatu runtutan kegiatan atau jasa yang dilakukan untuk memindahkan suatu produk dari titik produsen ke titik konsumen. Kelompok

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Sistem dan Pola Saluran Pemasaran Bawang Merah Pola saluran pemasaran bawang merah di Kelurahan Brebes terbentuk dari beberapa komponen lembaga pemasaran, yaitu pedagang pengumpul,

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Cigedug Kecamatan Cigedug Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive)

Lebih terperinci

TATA NIAGA SALAK PONDOH (Salacca edulis reinw) DI KECAMATAN PAGEDONGAN BANJARNEGARA ABSTRAK

TATA NIAGA SALAK PONDOH (Salacca edulis reinw) DI KECAMATAN PAGEDONGAN BANJARNEGARA ABSTRAK 56 TATA NIAGA SALAK PONDOH (Salacca edulis reinw) DI KECAMATAN PAGEDONGAN BANJARNEGARA Agus Trias Budi, Pujiharto, dan Watemin Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Purwokerto Jl. Raya Dukuhwaluh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertaniannya langsung kepada pedagang pengecer dan konsumen. Di dalam

I. PENDAHULUAN. pertaniannya langsung kepada pedagang pengecer dan konsumen. Di dalam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Petani produsen di Indonesia tidak biasa memasarkan produk hasil pertaniannya langsung kepada pedagang pengecer dan konsumen. Di dalam sistem agribisnis di Indonesia,

Lebih terperinci

VII ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR

VII ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR VII ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR 7.1. Analisis Struktur Pasar Struktur pasar nenas diketahui dengan melihat jumlah penjual dan pembeli, sifat produk, hambatan masuk dan keluar pasar,

Lebih terperinci

ANALISIS TATANIAGA IKAN PATIN DI TINGKAT PEDAGANG BESAR PENERIMA

ANALISIS TATANIAGA IKAN PATIN DI TINGKAT PEDAGANG BESAR PENERIMA 1 ANALISIS TATANIAGA IKAN PATIN DI TINGKAT PEDAGANG BESAR PENERIMA (Wholesaler Receiver) DARI DAERAH SENTRA PRODUKSI BOGOR KE PASAR INDUK RAMAYANA BOGOR Oleh Euis Dasipah Abstrak Tujuan tataniaga ikan

Lebih terperinci

ANALISIS TATANIAGA BERAS

ANALISIS TATANIAGA BERAS VI ANALISIS TATANIAGA BERAS Tataniaga beras yang ada di Indonesia melibatkan beberapa lembaga tataniaga yang saling berhubungan. Berdasarkan hasil pengamatan, lembagalembaga tataniaga yang ditemui di lokasi

Lebih terperinci

VI HASIL DAN PEMBAHASAN

VI HASIL DAN PEMBAHASAN VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Saluran dan Lembaga Tataniaga Dalam menjalankan kegiatan tataniaga, diperlukannya saluran tataniaga yang saling tergantung dimana terdiri dari sub-sub sistem atau fungsi-fungsi

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada tiga desa di Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur yaitu Desa Ciherang, Cipendawa, dan Sukatani. Pemilihan lokasi dilakukan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. ditanam di lahan kering daerah pengunungan. Umur tanaman melinjo di desa ini

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. ditanam di lahan kering daerah pengunungan. Umur tanaman melinjo di desa ini V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Profil Usahatani Tanaman Melinjo Tanaman melinjo yang berada di Desa Plumbon Kecamatan Karagsambung ditanam di lahan kering daerah pengunungan. Umur tanaman melinjo di desa ini

Lebih terperinci

. Lampiran 1. Perkembangan volume ekspor buah Volume Ekspor (Ton) 1 Nanas %

. Lampiran 1. Perkembangan volume ekspor buah Volume Ekspor (Ton) 1 Nanas % 48 . Lampiran 1. Perkembangan volume ekspor buah 2007-2011 NO KOMODITAS Volume Ekspor (Ton) 2007 2008 2009 2010 2011 Rata rata Pertumbuhan 2007 2011 1 Nanas 110.112 269.664 179.310 159.009 189.223 30%

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Saluran Pemasaran, dan Fungsi Pemasaran Saluran pemasaran jagung menurut Soekartawi (2002) merupakan aliran barang dari produsen kepada konsumen. Saluran pemasaran jagung

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN 34 IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian faktor-faktor yang mempengaruhi harga komoditas kakao dunia tidak ditentukan. Waktu pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Februari

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Desa Ciaruten Ilir, Kecamatan Cibungbulang,

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Desa Ciaruten Ilir, Kecamatan Cibungbulang, BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Ciaruten Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja

Lebih terperinci

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Saluran Tataniaga Saluran tataniaga sayuran bayam di Desa Ciaruten Ilir dari petani hingga konsumen akhir melibatkan beberapa lembaga tataniaga yaitu pedagang pengumpul

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 44 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Integrasi Pasar (keterpaduan pasar) Komoditi Kakao di Pasar Spot Makassar dan Bursa Berjangka NYBOT Analisis integrasi pasar digunakan untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. yang terletak di Jalan Taman Cut Mutiah nomor 11, Menteng, Jakarta Pusat

III. METODOLOGI PENELITIAN. yang terletak di Jalan Taman Cut Mutiah nomor 11, Menteng, Jakarta Pusat III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di Kantor Pemasaran Bersama (KPB) PTPN yang terletak di Jalan Taman Cut Mutiah nomor 11, Menteng, Jakarta Pusat 10330.

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. petani responden menyebar antara tahun. No Umur (thn) Jumlah sampel (%) , ,

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. petani responden menyebar antara tahun. No Umur (thn) Jumlah sampel (%) , , V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Responden 5.1.1 Umur petani responden Umur Petani merupakan salah satu faktor yang berpengaruh pada aktivitas di sektor pertanian. Berdasarkan hasil penelitian

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk 28 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasiona Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai variabel yang akan diteliti untuk memperoleh dan menganalisis

Lebih terperinci

Lampiran 1. Produksi buah alpukat menurut provinsi (ton) tahun 2010

Lampiran 1. Produksi buah alpukat menurut provinsi (ton) tahun 2010 48 Lampiran 1. Produksi buah alpukat menurut provinsi (ton) tahun 2010 Provinsi Alpukat Aceh 5,095 Sumatera Utara 7,644 Sumatera Barat 29,457 R i a u 535 J a m b i 2,379 Sumatera Selatan 3,382 Bengkulu

Lebih terperinci

VII. ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KERAGAAN PASAR RUMPUT LAUT

VII. ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KERAGAAN PASAR RUMPUT LAUT 55 VII. ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KERAGAAN PASAR RUMPUT LAUT Bab ini membahas sistem pemasaran rumput laut dengan menggunakan pendekatan structure, conduct, dan performance (SCP). Struktur pasar

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. berhubungan dengan penelitian. terdiri dari sawi, kol, wortel, kentang, dan tomat.

III. METODE PENELITIAN. berhubungan dengan penelitian. terdiri dari sawi, kol, wortel, kentang, dan tomat. 33 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional 1. Konsep Dasar Konsep dasar dan definisi operasional merupakan pengertian dan petunjuk yang digunakan untuk memperoleh dan menganalisis

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Profil Sentra Produksi Pisang di Lampung. Tanjung Karang merupakan Ibukota sekaligus pusat pemerintahan provinsi Lampung, sebagai salah satu provinsi sentra produksi utama

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Penelitian ini menggunakan teori sistem pemasaran dengan mengkaji saluran pemasaran, fungsi pemasaran, struktur pasar, perilaku pasar, marjin pemasaran,

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Katz, et al Utilization of Mass Cammunications By The Individual.

DAFTAR PUSTAKA. Katz, et al Utilization of Mass Cammunications By The Individual. DAFTAR PUSTAKA Berlo, D. 1960. The Process Of Communication, AW. Introduction To Theory And Practice. Holt Rinehart and Winston, Inc. New York. Chicago. San Francisco. Atlanta. Dallas. Montreal. Toronto.

Lebih terperinci

KINERJA PEMASARAN JERUK SIAM DI KABUPATEN JEMBER, JAWA TIMUR (Marketing Work of Tangerine in Jember Regency, East Java)

KINERJA PEMASARAN JERUK SIAM DI KABUPATEN JEMBER, JAWA TIMUR (Marketing Work of Tangerine in Jember Regency, East Java) KINERJA PEMASARAN JERUK SIAM DI KABUPATEN JEMBER, JAWA TIMUR (Marketing Work of Tangerine in Jember Regency, East Java) Lizia Zamzami dan Aprilaila Sayekti Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kelurahan Sukaresmi, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan secara

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 23 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teori Dasar Perdagangan Internasional Teori perdagangan internasional adalah teori yang menganalisis dasardasar terjadinya perdagangan internasional

Lebih terperinci

VI. ANALISIS TATANIAGA NENAS BOGOR

VI. ANALISIS TATANIAGA NENAS BOGOR VI. ANALISIS TATANIAGA NENAS BOGOR 6.1. Sistem Tataniaga Sistem Tataniaga nenas Bogor di Desa Cipelang yang dimulai dari petani sebagai penghasil (produsen) hingga konsumen akhir, melibatkan beberapa lembaga

Lebih terperinci

VI ANALISIS EKSPOR KEPITING INDONESIA

VI ANALISIS EKSPOR KEPITING INDONESIA VI ANALISIS EKSPOR KEPITING INDONESIA 6.1 Pengujian Asumsi Gravity model aliran perdagangan ekspor komoditas kepiting Indonesia yang disusun dalam penelitian ini harus memenuhi kriteria pengujian asumsi-asumsi

Lebih terperinci

5 AKTIVITAS DISTRIBUSI HASIL TANGKAPAN

5 AKTIVITAS DISTRIBUSI HASIL TANGKAPAN 5 AKTIVITAS DISTRIBUSI HASIL TANGKAPAN Aktivitas pendistribusian hasil tangkapan dilakukan untuk memberikan nilai pada hasil tangkapan. Nilai hasil tangkapan yang didistribusikan sangat bergantung kualitas

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Metode Penentuan Daerah Sampel Penelitian ini dilakukan di Desa Namoriam dan Desa Durin Simbelang, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Penentuan daerah

Lebih terperinci

BAB VI ANALISIS USAHA AYAM RAS PEDAGING DI PASAR BARU BOGOR

BAB VI ANALISIS USAHA AYAM RAS PEDAGING DI PASAR BARU BOGOR BAB VI ANALISIS USAHA AYAM RAS PEDAGING DI PASAR BARU BOGOR 6.1 Gambaran Lokasi Usaha Pedagang Ayam Ras Pedaging Pedagang di Pasar Baru Bogor terdiri dari pedagang tetap dan pedagang baru yang pindah dari

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis berisi tentang konsep-konsep teori yang dipergunakan atau berhubungan dengan penelitian yang akan dilaksanakan. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. ke konsumen membentuk suatu jalur yang disebut saluran pemasaran. Distribusi

BAB III METODE PENELITIAN. ke konsumen membentuk suatu jalur yang disebut saluran pemasaran. Distribusi 27 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Dalam memasarkan suatu produk diperlukan peran lembaga pemasaran yang akan membentuk suatu jalur yang disebut saluran pemasaran. Untuk mengetahui saluran

Lebih terperinci

PERDAGANGAN KOMODITAS STRATEGIS 2015

PERDAGANGAN KOMODITAS STRATEGIS 2015 BPS PROVINSI SUMATRA SELATAN No. 13/02/16/Th.XVIII, 05 Februari 2016 PERDAGANGAN KOMODITAS STRATEGIS 2015 DI SUMATRA SELATAN, MARJIN PERDAGANGAN DAN PENGANGKUTAN BERAS 15,24 PERSEN, CABAI MERAH 24,48 PERSEN,

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Tataniaga Menurut Hanafiah dan Saefudin (2006), istilah tataniaga dan pemasaran merupakan terjemahan dari marketing, selanjutnya tataniaga

Lebih terperinci

Lanjutan Pemasaran Hasil Pertanian

Lanjutan Pemasaran Hasil Pertanian Lanjutan Pemasaran Hasil Pertanian BIAYA, KEUNTUNGAN DAN EFISIENSI PEMASARAN 1) Rincian Kemungkinan Biaya Pemasaran 1. Biaya Persiapan & Biaya Pengepakan Meliputi biaya pembersihan, sortasi dan grading

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Pada Tahun Kelompok

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Pada Tahun Kelompok I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu komoditas pertanian yang berpotensi untuk dikembangkan. Pengembangan hortikuktura diharapkan mampu menambah pangsa pasar serta berdaya

Lebih terperinci

VIII PENGENDALIAN PERSEDIAAN BERAS ORGANIK

VIII PENGENDALIAN PERSEDIAAN BERAS ORGANIK VIII PENGENDALIAN PERSEDIAAN BERAS ORGANIK Analisis pengendalian persediaan dilakukan hanya pada ani Sejahtera Farm karena ani Sejahtera Farm menjadi inti atau fokus analisis dalam rantai pasok beras organik.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Sawi adalah sayuran terpenting dalam spesies ini. Tanaman ini dikenal sebagai petsai (bahasa Mandarin, yang berarti sayuran putih), dan di AS dikenal sebagai

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis penelitian ini didasari oleh teori-teori mengenai konsep sistem tataniaga; konsep fungsi tataniaga; konsep saluran dan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identitas Petani Pemasaran melinjo di Desa Kepek Kecamatan Saptosari menerapkan sistem kiloan yaitu melinjo dibeli oleh pedagang dari petani dengan satuan rupiah per kilogram.

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN JERUK MANIS. (MARKETING EFFICIENCY ANALYSIS OF SWEET ORANGE) Djoko Koestiono 1, Ahmad Agil 1

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN JERUK MANIS. (MARKETING EFFICIENCY ANALYSIS OF SWEET ORANGE) Djoko Koestiono 1, Ahmad Agil 1 AGRISE Volume X No. 1 Bulan Januari 2010 ISSN: 1412-1425 ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN JERUK MANIS (MARKETING EFFICIENCY ANALYSIS OF SWEET ORANGE) Djoko Koestiono 1, Ahmad Agil 1 1) Jurusan Sosial Ekonomi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif.

METODE PENELITIAN. Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. III. METODE PENELITIAN A. Metode Dasar Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode ini secara garis besar merupakan kegiatan penelitian yang hendak membuat gambaran

Lebih terperinci

VIII. ANALISIS PENDAPATAN USAHA PEMBESARAN LELE DUMBO DI CV JUMBO BINTANG LESTARI

VIII. ANALISIS PENDAPATAN USAHA PEMBESARAN LELE DUMBO DI CV JUMBO BINTANG LESTARI VIII. ANALISIS PENDAPATAN USAHA PEMBESARAN LELE DUMBO DI CV JUMBO BINTANG LESTARI 8.1. Analisis Biaya Usaha Pembesaran Lele Dumbo CV Jumbo Bintang Biaya merupakan suatu hal penting yang harus diperhatikan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 39 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Daya Saing Komoditi Mutiara Indonesia di Negara Australia, Hongkong, dan Jepang Periode 1999-2011 Untuk mengetahui daya saing atau keunggulan komparatif komoditi

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Tataniaga Menurut Hanafiah dan Saefudin (2006) tataniaga dapat didefinisikan sebagai tindakan atau kegiatan yang berhubungan dengan

Lebih terperinci

ANALISIS EFlSlENSl PEMASARAN BUAH LOKAL DAN BUAH IMPOR Dl DKI JAKARTA

ANALISIS EFlSlENSl PEMASARAN BUAH LOKAL DAN BUAH IMPOR Dl DKI JAKARTA ANALISIS EFlSlENSl PEMASARAN BUAH LOKAL DAN BUAH IMPOR Dl DKI JAKARTA Oleh: PRAYUDI SYAMSURI PROGRAM PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2002 Tdakkah engkau Wiat, 6ahwa sesungguhnya gahli telbli mnumnkan

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Komoditi Kubis 2.2. Sistem Tataniaga dan Efisiensi Tataniaga

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Komoditi Kubis 2.2. Sistem Tataniaga dan Efisiensi Tataniaga II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Komoditi Kubis Kubis juga disebut kol dibeberapa daerah. Kubis merupakan salah satu komoditas sayuran unggulan pada sektor agribisnis yang dapat memberikan sumbangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Dalam rangka memasuki era globalisasi terdapat dua ha1 strategis yang

I. PENDAHULUAN Dalam rangka memasuki era globalisasi terdapat dua ha1 strategis yang I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam rangka memasuki era globalisasi terdapat dua ha1 strategis yang perlu diperhatikan, yaitu perdagangan bebas dan globalisasi informasi. Dalam rangka perdagangan bebas

Lebih terperinci

Agriekonomika, ISSN ANALISIS INTEGRASI PASAR BAWANG MERAH DI KABUPATEN PAMEKASAN

Agriekonomika, ISSN ANALISIS INTEGRASI PASAR BAWANG MERAH DI KABUPATEN PAMEKASAN e ISSN 2407-6260 April 2013 ANALISIS INTEGRASI PASAR BAWANG MERAH DI KABUPATEN PAMEKASAN Siti Sumaiyah Slamet Subari Aminah Happy M.Ariyani Prodi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 TEKNOLOGI PROSES PRODUKSI Proses produksi PT Amanah Prima Indonesia dimulai dari adanya permintaan dari konsumen melalui Departemen Pemasaran yang dicatat sebagai pesanan dan

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN. individu dan kelompok dalam mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN. individu dan kelompok dalam mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Konseptual 3.1.1 Konsep Tataniaga Pemasaran adalah suatu proses sosial yang di dalamnya melibatkan individu dan kelompok dalam mendapatkan apa yang mereka

Lebih terperinci

Lampiran 1. Data Usahatani Jahe Emprit Dengan Satuan Rp/Ha/Musim Tanam. Petani Klaster

Lampiran 1. Data Usahatani Jahe Emprit Dengan Satuan Rp/Ha/Musim Tanam. Petani Klaster 43 Lampiran 1. Data Usahatani Jahe Emprit Dengan Satuan Rp/Ha/Musim Tanam Petani Klaster 44 Lampiran 1 Usahatani Jahe Dengan Satuan Rp/Ha/Musim Tanam Petani Non Klater 45 Lampiran 2. Output Karakteristik

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Pasar Hewan Desa Suka Kecamatan. Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder yang bersifat

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Pasar Hewan Desa Suka Kecamatan. Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder yang bersifat METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Pasar Hewan Desa Suka Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2017 sampai April 2017.

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Struktur, Perilaku, dan Kinerja Industri Kakao di Indonesia. Kegiatan penelitian ini

METODE PENELITIAN. Struktur, Perilaku, dan Kinerja Industri Kakao di Indonesia. Kegiatan penelitian ini IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Bogor, Provinsi Jawa Barat dengan studi kasus Struktur, Perilaku, dan Kinerja Industri Kakao di Indonesia. Kegiatan penelitian

Lebih terperinci

PERGERAKAN HARGA CPO DAN MINYAK GORENG

PERGERAKAN HARGA CPO DAN MINYAK GORENG 67 VI. PERGERAKAN HARGA CPO DAN MINYAK GORENG Harga komoditas pertanian pada umumnya sangat mudah berubah karena perubahan penawaran dan permintaan dari waktu ke waktu. Demikian pula yang terjadi pada

Lebih terperinci

8.2. PENDEKATAN MASALAH

8.2. PENDEKATAN MASALAH jeruk impor di Indonesia saat ini menjadi perhatian tersendiri bagi pemerintah. Jeruk impor sudah sampai ke lokasi konsumen di sentra produksi jeruk nusantara dengan harga yang lebih murah daripada jeruk

Lebih terperinci

Boks 2 MANGENTE POLA PERDAGANGAN BAWANG MERAH DI MALUKU

Boks 2 MANGENTE POLA PERDAGANGAN BAWANG MERAH DI MALUKU Boks 2 MANGENTE POLA PERDAGANGAN BAWANG MERAH DI MALUKU Boks 1 Komoditas Penyumbang Inflasi Ambon Triwulan I-2013 menjabarkan bahwa bawang putih, bawang merah, cakalang asap, dan pisang merupakan komoditas

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam mengambil sampel responden dalam penelitian ini

III. METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam mengambil sampel responden dalam penelitian ini 33 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Metode yang digunakan dalam mengambil sampel responden dalam penelitian ini menggunakan metode sensus. Pengertian sensus dalam penelitian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. mall, plaza, pusat perdagangan maupun sebutan lainnya; Pasar Tradisional adalah

TINJAUAN PUSTAKA. mall, plaza, pusat perdagangan maupun sebutan lainnya; Pasar Tradisional adalah TINJAUAN PUSTAKA Pasar adalah area tempat jual beli barang dengan jumlah penjual lebih dari satu baik yang disebut sebagai pusat perbelanjaan, pasar tradisional, pertokoan, mall, plaza, pusat perdagangan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional mencakup pengertian yang digunakan

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional mencakup pengertian yang digunakan III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan batasan operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan data dan melakukan analisis sehubungan dengan tujuan

Lebih terperinci

Teknologi Penanganan Panen Dan Pascapanen Tanaman Jeruk

Teknologi Penanganan Panen Dan Pascapanen Tanaman Jeruk Teknologi Penanganan Panen Dan Pascapanen Tanaman Jeruk Penanganan pascapanen sangat berperan dalam mempertahankan kualitas dan daya simpan buah-buahan. Penanganan pascapanen yang kurang hati-hati dan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional meliputi pengertian yang digunakan

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional meliputi pengertian yang digunakan 38 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional meliputi pengertian yang digunakan untuk memperoleh dan menganalisis data yang berhubungan dengan

Lebih terperinci

Desa Cigugur Girang, Kecamatan Parongpong, Kabupaten Bandung, Jawa bawah bimbingan ARIF IMAM SUROSO).

Desa Cigugur Girang, Kecamatan Parongpong, Kabupaten Bandung, Jawa bawah bimbingan ARIF IMAM SUROSO). HERU SURAWlAT WIDIA. Analisis Saluran Pemasaran Paprika Hidroponik di Desa Cigugur Girang, Kecamatan Parongpong, Kabupaten Bandung, Jawa Barat @i bawah bimbingan ARIF IMAM SUROSO). Pengembangan agribisnis

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2. 1. Pasar dan Pemasaran Pasar secara sederhana dapat diartikan sebagai tempat bertemunya penjual dan pembeli untuk bertukar barang-barang mereka. Pasar merupakan suatu yang sangat

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA Sejarah pepaya Pepaya (Carica papaya L.) berasal dari daerah tropis Amerika Tengah dan

II TINJAUAN PUSTAKA Sejarah pepaya Pepaya (Carica papaya L.) berasal dari daerah tropis Amerika Tengah dan 8 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sejarah pepaya Pepaya (Carica papaya L.) berasal dari daerah tropis Amerika Tengah dan Hindia Barat yaitu sekitar Mexico, Costa Rica dan Nikaragua. Melalui pelautpelaut bangsa

Lebih terperinci

V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN DAN PENAWARAN BERAS DI INDONESIA

V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN DAN PENAWARAN BERAS DI INDONESIA V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN DAN PENAWARAN BERAS DI INDONESIA 5.1. Hasil Estimasi Model Hasil estimasi model dalam penelitian ini ditunjukkan secara lengkap pada Lampiran 4 sampai Lampiran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang ada. Penelitian tentang tata niaga gabah/ beras ini berusaha menggambarkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang ada. Penelitian tentang tata niaga gabah/ beras ini berusaha menggambarkan 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan dibahas mengenai teori-teori yang mendasari penelitian ini. Pembahasan ini menjadi panduan dalam memahami dan memecahkan permasalahan yang ada. Penelitian tentang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN Tinjauan Pustaka Tanaman bawang merah diyakini berasal dari daerah Asia Tengah, yakni sekitar Bangladesh, India, dan Pakistan. Bawang merah dapat

Lebih terperinci

Adreng Purwoto, Handewi P.S. Rachman, dan Sri Hastuti Suhartini. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Jl. A. Yani No.

Adreng Purwoto, Handewi P.S. Rachman, dan Sri Hastuti Suhartini. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Jl. A. Yani No. KORELASI HARGA DAN DERAJAT INTEGRASI SPASIAL ANTARA PASAR DUNIA DAN PASAR DOMESTIK UNTUK KOMODITAS PANGAN DALAM ERA LIBERALISASI PERDAGANGAN (Kasus Provinsi Sulawesi Selatan) Adreng Purwoto, Handewi P.S.

Lebih terperinci

BAB 4. ANALISIS dan HASIL PENELITIAN

BAB 4. ANALISIS dan HASIL PENELITIAN BAB 4 ANALISIS dan HASIL PENELITIAN 4.1 Pelaksanaan Kegiatan Distribusi Perusahaan Untuk melaksanakan kegiatan pemasarannya, PT. ANUGERAH IDEALESTARI telah menunjuk PT. ANUGERAH CENTRAL AUTOMOTIVE sebagai

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN EKSPOR KARET ALAM INDONESIA. Setelah dilakukan pengolahan data time series bulanan tahun 2005 sampai

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN EKSPOR KARET ALAM INDONESIA. Setelah dilakukan pengolahan data time series bulanan tahun 2005 sampai FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN EKSPOR KARET ALAM INDONESIA 6.1 Pengujian Hipotesis Setelah dilakukan pengolahan data time series bulanan tahun 2005 sampai 2008, diperoleh hasil regresi sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan elemen aktiva yang sangat aktif dalam operasi perusahaanperusahaan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan elemen aktiva yang sangat aktif dalam operasi perusahaanperusahaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara umum, perusahaan dagang dapat didefinisikan sebagai perusahaan yang kegiatan utama usahanya adalah membeli dan menyimpan barang dagang serta kemudian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Tempat Penelitian 4.1.1 Sejarah dan Perkembangan Pasar Induk Kramat Jati didirikan pada 28 Desember 1973, diremajakan pada tanggal 01 Maret 2003 s/d 31 Desember

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Tanaman kakao merupakan salah satu tanaman perkebunan yang sangat cocok ditanam didaerah tropis

Lebih terperinci

ANALISIS PEMASARAN LADA PERDU (Studi Kasus di Desa Marga Mulya Kecamatan Kawali Kabupaten Ciamis) Abstrak

ANALISIS PEMASARAN LADA PERDU (Studi Kasus di Desa Marga Mulya Kecamatan Kawali Kabupaten Ciamis) Abstrak ANALISIS PEMASARAN LADA PERDU (Studi Kasus di Desa Marga Mulya Kecamatan Kawali Kabupaten Ciamis) Oleh: Erwin Krisnandi 1, Soetoro 2, Mochamad Ramdan 3 1) Mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Galuh

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Sistem Pemasaran Dalam penelitian ini yang diidentifikasi dalam sistem pemasaran yaitu lembaga pemasaran, saluran pemasaran, serta fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan

Lebih terperinci

SISTEM PEMASARAN AGRIBISNIS Sessi 4

SISTEM PEMASARAN AGRIBISNIS Sessi 4 SISTEM PEMASARAN AGRIBISNIS Sessi 4 Pemasaran Aliran produk secara fisis dan ekonomik dari produsen melalui pedagang perantara ke konsumen. Suatu proses sosial dan manajerial yang membuat individu/kelompok

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN KOMODITAS STRATEGIS 2015

PERKEMBANGAN KOMODITAS STRATEGIS 2015 No. 17/03/36/Th.X, 1 Maret 2016 PERKEMBANGAN KOMODITAS STRATEGIS 2015 DI BANTEN, MARGIN PERDAGANGAN DAN PENGANGKUTAN BERAS 4,97 PERSEN, CABAI MERAH 23,04 PERSEN, BAWANG MERAH 13,18 PERSEN, JAGUNG PIPILAN

Lebih terperinci

8. NILAI TAMBAH RANTAI PASOK

8. NILAI TAMBAH RANTAI PASOK 69 adalah biaya yang ditanggung masing-masing saluran perantara yang menghubungkan petani (produsen) dengan konsumen bisnis seperti PPT dan PAP. Sebaran biaya dan keuntungan akan mempengarhui tingkat rasio

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Packing House Packing house ini berada di Desa Hegarmanah, Kecamatan Cicantayan, Kabupaten Sukabumi. Packing house dibangun pada tahun 2000 oleh petani diatas lahan

Lebih terperinci

V. PEMBAHASAN Perkembangan Produksi Pupuk Urea PT. Pupuk Kujang Produksi Pupuk Urea

V. PEMBAHASAN Perkembangan Produksi Pupuk Urea PT. Pupuk Kujang Produksi Pupuk Urea V. PEMBAHASAN 5.1. Perkembangan Produksi Pupuk Urea PT. Pupuk Kujang 5.1.1. Produksi Pupuk Urea ton 700.000 600.000 500.000 400.000 300.000 200.000 100.000 - Tahun Sumber : Rendal Produksi PT. Pupuk Kujang,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka Sub Terminal Agribisnis (STA) merupakan sarana pusat informasi dan komoditi produksi unggulan pertanian dan tempat untuk mempertemukan pengusaha/pedagang dengan

Lebih terperinci

ANALISIS PEMASARAN DODOL SIRSAK

ANALISIS PEMASARAN DODOL SIRSAK ANALISIS PEMASARAN DODOL SIRSAK (Annona muricata) (Suatu Kasus pada Pengusaha Pengolahan Dodol Sirsak di Desa Singaparna Kecamatan Singaparna Kabupaten Tasikmalaya) Oleh: Angga Lenggana 1, Soetoro 2, Tito

Lebih terperinci

VI ANALISIS RISIKO HARGA

VI ANALISIS RISIKO HARGA VI ANALISIS RISIKO HARGA 6.1 Analisis Risiko Harga Apel PT Kusuma Satria Dinasasri Wisatajaya PT Kusuma Satria Dinasasri Wisatajaya merupakan perusahaan yang bergerak di bidang pembudidayaan tanaman hortikultura

Lebih terperinci

Msi = x 100% METODE PENELITIAN

Msi = x 100% METODE PENELITIAN 20 III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang diperoleh dari Biro Pusat Statistik (BPS), Perpustakaan IPB,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Komoditas Bawang Merah

TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Komoditas Bawang Merah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Komoditas Bawang Merah Bawang merah merupakan salah satu komoditas hortikultura yang merupakan anggota Allium yang paling banyak diusahakan dan memiliki nilai ekonomis

Lebih terperinci

BAB VI ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR TEH PTPN

BAB VI ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR TEH PTPN BAB VI ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR TEH PTPN 6.1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ekspor Teh PTPN Analisis regresi berganda dengan metode OLS didasarkan pada beberapa asumsi yang harus

Lebih terperinci

Lampiran 1. Perhitungan Premium Nilai Tukar dan Nilai Tukar Bayangan Tahun 2009

Lampiran 1. Perhitungan Premium Nilai Tukar dan Nilai Tukar Bayangan Tahun 2009 LAMPIRAN Lampiran 1. Perhitungan Premium Nilai Tukar dan Nilai Tukar Bayangan Tahun 2009 Uraian Jumlah (Rp) Total Ekspor (Xt) 1,211,049,484,895,820.00 Total Impor (Mt) 1,006,479,967,445,610.00 Penerimaan

Lebih terperinci

PASAR. Oleh: Delima Hasri. Azahari

PASAR. Oleh: Delima Hasri. Azahari LAPORAN AKHIR TA. 2013 ANALISIS STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA PASAR BUAH-BUAHAN Oleh: Bambang Sayaka Sahat M. Pasaribu Ening Ariningsih Sri Nuryanti Delima Hasri Azahari Edi A. Saubari Yuni Marisa PUSAT SOSIAL

Lebih terperinci

ANALISIS PEMASARAN KEDELAI (Suatu Kasus di Desa Langkapsari Kecamatan Banjarsari Kabupaten Ciamis) Abstrak

ANALISIS PEMASARAN KEDELAI (Suatu Kasus di Desa Langkapsari Kecamatan Banjarsari Kabupaten Ciamis) Abstrak ANALISIS PEMASARAN KEDELAI (Suatu Kasus di Desa Langkapsari Kecamatan Banjarsari Kabupaten Ciamis) Oleh: Yepi Fiona 1, Soetoro 2, Zulfikar Normansyah 3 1) Mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Galuh

Lebih terperinci

ANALISIS KEUNTUNGAN DAN PEMASARAN USAHATANI JAGUNG HIBRIDA DI KABUPATEN LAMPUNG SELATAN. Eka Miftakhul Jannah, Abdul Wahab, Amrizal Nazar ABSTRAK

ANALISIS KEUNTUNGAN DAN PEMASARAN USAHATANI JAGUNG HIBRIDA DI KABUPATEN LAMPUNG SELATAN. Eka Miftakhul Jannah, Abdul Wahab, Amrizal Nazar ABSTRAK ANALISIS KEUNTUNGAN DAN PEMASARAN USAHATANI JAGUNG HIBRIDA DI KABUPATEN LAMPUNG SELATAN Eka Miftakhul Jannah, Abdul Wahab, Amrizal Nazar ABSTRAK Lampung Selatan merupakan salah satu sentra produksi jagung

Lebih terperinci