Adreng Purwoto, Handewi P.S. Rachman, dan Sri Hastuti Suhartini. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Jl. A. Yani No.
|
|
- Iwan Darmali
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 KORELASI HARGA DAN DERAJAT INTEGRASI SPASIAL ANTARA PASAR DUNIA DAN PASAR DOMESTIK UNTUK KOMODITAS PANGAN DALAM ERA LIBERALISASI PERDAGANGAN (Kasus Provinsi Sulawesi Selatan) Adreng Purwoto, Handewi P.S. Rachman, dan Sri Hastuti Suhartini Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Jl. A. Yani No. 70 Bogor Abstrak Liberalisasi perdagangan komoditas pangan memunculkan dua pertanyaan penting, yaitu: (1) apakah dinamika harga di tingkat pasar dunia secara otomatis akan mempengaruhi naik turunnya harga di tingkat konsumen domestik, dan (2) apakah pasar domestik secara otomatis akan menjadi pasar bagi komoditas pangan impor yang harganya relatif lebih murah. Pertanyaan pertama mempunyai hubungan dengan permasalahan ketahanan pangan di tingkat rumah tangga/individu, sedangkan pertanyaan kedua memiliki kaitan dengan permasalahan kemandirian pangan nasional/regional. Hasil analisis (di tingkat nasional) untuk menjawab pertanyaan pertama dengan menggunakan metode statistik deskriptif menunjukkan bahwa naik turunnya harga beras, jagung, dan kedelai di tingkat konsumen domestik dalam dasawarsa terakhir praktis tidak dipengaruhi oleh dinamika harga beras, jagung dan kedelai di pasar dunia, tetapi dipengaruhi sepenuhnya oleh dinamika nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat. Sementara itu, hasil analisis (kasus di Sulawesi Selatan) untuk menjawab pertanyaan kedua dengan menggunakan metode ekonometrika menunjukkan bahwa indeks keterkaitan (integrasi) dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang antara pedagang besar beras, jagung dan kedelai di Provinsi Sulawesi Selatan dengan importir masuk dalam kategori lemah atau sangat lemah. Artinya, dinamika harga beras, jagung dan kedelai di tingkat perdagangan besar di Provinsi Sulawesi Selatan praktis tidak mengikuti dinamika harga beras, jagung dan kedelai di tingkat importir, sehingga paling tidak selama periode analisis , Provinsi Sulawesi Selatan tidak menjadi pasar bagi beras, jagung maupun kedelai impor. Kata kunci : liberalisasi perdagangan, ketahanan pangan, korelasi harga, integrasi pasar PENDAHULUAN Secara teoritis liberalisasi perdagangan global yang ditandai dengan penghapusan bea masuk impor dan hambatan perdagangan lainnya akan membuat pasar pangan dunia dan pasar pangan domestik secara spasial semakin terintegrasi (Erwidodo, 1999; Amang dan Sawit, 1997). Inilah yang membuat kalangan pembuat kebijaksanaan khawatir sehingga seringkali muncul pertanyaan, yaitu: (1) apakah dinamika harga di tingkat pasar dunia secara otomatis akan mempengaruhi naik 70
2 turunnya harga di tingkat konsumen domestik, dan (2) apakah pasar domestik secara otomatis akan menjadi pasar bagi komoditas pangan impor yang harganya relatif lebih murah. Munculnya kedua pertanyaan diatas adalah wajar. Justifikasinya, apabila dinamika harga di tingkat pasar dunia secara otomatis mempengaruhi naik turunnya harga di tingkat konsumen domestik maka berarti ketahanan pangan di tingkat rumah tangga rentan terhadap gejolak harga di pasar dunia. Padahal syarat kecukupan (sufficiency condition) terwujudnya ketahanan pangan di tingkat rumah tangga/individu adalah bahwa harga pangan terjangkau daya beli masyarakat (Dewan Bimas Ketahanan Pangan, 2001). Salah satu karakteristik yang harus dimiliki oleh harga tersebut sudah barang tentu adalah stabil. Demikian pula, apabila pasar domestik secara otomatis menjadi pasar bagi komoditas pangan impor maka berarti kemandirian pangan nasional menurun. Hal ini karena semakin tinggi persentase pangan impor terhadap ketersediaan pangan nasional berarti semakin rendah kemandirian pangan nasional. Padahal ketahanan pangan perlu diupayakan sebesar mungkin bertumpu pada produksi pangan domestik (Dewan Bimas Ketahanan Pangan, 2001). Bertitik tolak dari fakta diatas makalah ini bertujuan (1) menganalisis korelasi harga pangan di pasar dunia dan di pasar domestik dan (2) menganalisis derajat integrasi spasial antara pasar pangan dunia dengan pasar pangan domestik. METODE ANALISIS Untuk menjawab tujuan pertama digunakan metode statistik deskriptif berupa pengukuran korelasi sederhana antara harga dunia dan harga domestik, antara harga dunia dan nilai tukar, serta antara harga domestik dan nilai tukar. Data harga dunia, harga domestik maupun data nilai tukar adalah data bulanan selama periode waktu Untuk menjawab tujuan kedua digunakan metode ekonometrika berupa pendugaan model yang dikembangkan oleh Ravallion (1986) dengan spesifikasi sebagai berikut: dimana: PF t PF t-1 = c 0 (PF t-1 PC t-1 ) + c 1 (PC t - PC t-1 ) + c 2 PC t-1 + c 3 X PF t dan PF t-1 = harga di pasar cabang/pengikut pada waktu t dan t-1 PC t dan PC t-1 = harga di pasar sentral/pemimpin pada waktu t dan t-1 X = vektor non-harga Provinsi yang diambil sebagai kasus untuk menjawab tujuan kedua adalah Sulawesi Selatan dengan pertimbangan sebagai sentra produksi pangan dan bahan 71
3 pangan impor telah beredar di pasar setempat. Mengingat dalam perdagangan dunia Indonesia berstatus sebagai pengimpor bersih (net importer) beras, jagung maupun kedelai, maka posisi Indonesia adalah sebagai penerima harga (price taker). Dalam posisi seperti ini, hubungan spasial antara pasar dunia dan pasar domestik bersifat hirarkis dalam arti pasar dunia merupakan pasar sentral (pemimpin), sedangkan pasar domestik adalah pasar cabang (pengikut). Dengan perkataan lain, harga di pasar dunia menjadi acuan dalam pembentukan harga di pasar domestik. Dalam hubungan ini, harga di pasar dunia direpresentasikan oleh harga di tingkat importir di Ujung Pandang, sedangkan harga di pasar domestik direpresentasikan oleh harga di tingkat pedagang besar (grosir), di tingkat produsen atau harga di tingkat konsumen di Provinsi Sulawesi Selatan. Untuk pendugaan model diatas digunakan data harga nominal bulanan di tingkat importir, pedagang besar (grosir), produsen, dan pengecer selama periode tahun Berdasarkan parameter-parameter hasil pendugaan model bersangkutan selanjutnya dihitung indeks keterkaitan vertikal dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang diantara berbagai tingkat pasar. HASIL DAN PEMBAHASAN Korelasi Harga Pangan di Pasar Dunia dan Domestik Selama tiga dasawarsa terakhir perkembangan trend harga beras, jagung maupun harga kedelai di pasar dunia adalah sebagai berikut. Trend harga beras di pasar dunia pada dasawarsa sebesar 1,85 persen per tahun, pada dasawarsa sebesar 0,98 persen per tahun, dan pada dasawarsa sebesar -3,56 persen per tahun. Trend harga jagung di pasar dunia pada dasawarsa sebesar 6,18 persen per tahun, pada dasawarsa sebesar 1,01 persen per tahun, dan pada dasawarsa sebesar -2,60 persen per tahun. Trend harga kedelai di pasar dunia pada dasawarsa sebesar 7,92 persen per tahun, pada dasawarsa sebesar -0,30 persen per tahun, dan pada dasawarsa sebesar 0,55 persen per tahun. Tampak bahwa trend harga beras dan jagung di pasar dunia pada dasawarsa turun. Penurunan harga beras dan jagung di pasar dunia pada dasawarsa pada hakekatnya merupakan konsekuensi logis pemberlakuan liberalisasi perdagangan global sejak awal dasawarsa 1990-an. Argumentasinya, liberalisasi perdagangan global akan menciptakan persaingan semakin ketat diantara negara-negara produsen untuk komoditas sejenis sehingga hanya negara produsen yang berproduksi dengan cara yang efisien (least cost production) yang akan bertahan. Dengan perkataan lain hanya negara produsen yang memiliki keunggulan komparatif yang akan bertahan. Karena liberalisasi perdagangan global secara teoritis akan mendorong pasar komoditas pangan dunia dan pasar domestik secara spasial semakin terintegrasi 72
4 (terkait), maka kenaikan ataupun penurunan harga komoditas pangan di pasar dunia akan ditransmisikan secara sempurna ke pasar domestik. Dengan demikian, penurunan harga beras, jagung atau kedelai di pasar dunia sudah barang tentu diharapkan akan membuat harga komoditas yang sama di tingkat konsumen domestik juga turun. Namun ternyata realita menunjukkan lain, yaitu harga beras, jagung, dan kedelai di tingkat konsumen domestik (di tingkat nasional) justru menunjukkan kecenderungan meningkat. Trend harga beras di tingkat konsumen domestik pada dasawarsa sebesar 13,16 persen per tahun, pada dasawarsa sebesar 9,53 persen per tahun dan pada dasawarsa sebesar 20,13 persen per tahun. Trend harga jagung di tingkat konsumen domestik pada dasawarsa sebesar 15,87 persen per tahun, pada dasawarsa sebesar 9,03 persen per tahun dan pada dasawarsa sebesar 20,40 persen per tahun. Trend harga kedelai di tingkat konsumen domestik pada dasawarsa sebesar 7,92 persen per tahun, pada dasawarsa sebesar 10,05 persen per tahun dan pada dasawarsa sebesar 18,32 persen per tahun. Fenomena ini sudah barang tentu menarik untuk dibahas. Untuk itu terlebih dahulu akan disajikan persamaan paritas harga impor sebagai berikut (Simatupang dan Syafaat, 1999): dimana: HKD = (1+t) * HIP * E + M* HIP *E HKD t HIP E M = harga komoditas pangan di pasar konsumen domestik (Rp/unit) = koefisien tarif impor efektif (bea masuk dan hambatan perdagangan lainnya) = harga komoditas pangan impor di pelabuhan (US$/unit) = nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (Rp/US$) = koefisien biaya pemasaran (ongkos dan laba pemasaran) Berdasarkan persamaan diatas dapat diperhatikan bahwa ada empat faktor yang berpengaruh terhadap harga komoditas pangan di tingkat konsumen domestik, yaitu: (a) tarif impor (t), (b) tingkat harga komoditas pangan di pelabuhan (HIP), (c) nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (E), dan (d) biaya pemasaran (M). Implikasinya, walaupun tarif impor (t) dihapuskan sama sekali dan biaya pemasaran (M) menjadi rendah sekali sebagai dampak peningkatan efisiensi pemasaran, penurunan harga komoditas pangan di pasar dunia (HIP) tidak secara otomatis akan menurunkan harga pangan di tingkat konsumen domestik (HKD) selama persentase penurunan harga komoditas pangan di pasar dunia (HIP) jauh lebih rendah dibandingkan dengan persentase kenaikan nilai tukar (persentase depresiasi nilai tukar) (E). Dengan perkataan lain, ada kemungkinan bahwa dinamika harga beras, jagung dan kedelai di tingkat konsumen domestik lebih dipengaruhi oleh dinamika nilai tukar rupiah terhadap 73
5 dollar Amerika Serikat daripada oleh dinamika harga beras, jagung dan kedelai di pasar dunia. Tabel 1. Koefisien Korelasi Harga Dunia, Harga Domestik dan Nilai Tukar pada Pasar Beras, Jagung dan Kedelai, Korelasi antara Harga dunia dan harga domestik Harga dunia dan nilai tukar Harga domestik dan nilai tukar Koefisien korelasi Pasar beras Pasar jagung Pasar kedelai ,2727 0,4495-0,6064 0,2190 0,1036-0,6168-0,1929-0,1181-0,1865 0,3874 0,2785-0,5923 0,3074-0,0085-0,6660 0,1953-0,2178-0,0672 0,9111 0,9574 0,9475 0,9277 0,9608 0,9475 0,8590 0,9647 0,9494 Pernyataan diatas didukung oleh data pada Tabel 1. Data pada tabel ini menunjukkan bahwa pada dasawarsa perkembangan harga dunia dan harga konsumen domestik untuk komoditas beras, jagung, dan kedelai memiliki arah yang bertolak belakang yang diindikasikan oleh nilai koefisien korelasi yang relatif besar dan bertanda negatif. Dalam hal ini koefisien korelasi harga dunia dan harga konsumen domestik untuk ketiga komoditas pangan tersebut adalah sebagai berikut : beras (-0,6064), jagung (-0,6168), dan kedelai (-0,1865). Sementara itu dalam dasawarsa yang sama perkembangan nilai tukar dan harga konsumen domestik untuk ketiga komoditas pangan yang sama memiliki arah yang sama yang diindikasikan oleh nilai koefisien korelasi yang besar dan bertanda positif, yaitu beras (0,9475), jagung (0,9475), dan kedelai (0,9494). Dapat disimpulkan bahwa pada dasawarsa dinamika harga beras, jagung dan kedelai di tingkat konsumen domestik memang praktis dipengaruhi sepenuhnya oleh dinamika nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat dan tidak dipengaruhi oleh dinamika harga beras, jagung dan kedelai di pasar dunia. Dari uraian diatas yang patut dicatat adalah bahwa dalam era liberalisasi perdagangan global yang ditandai oleh penghapusan bea masuk impor dan hambatan perdagangan lainnya, penurunan harga komoditas pangan di pasar dunia tidak secara otomatis akan menurunkan harga komoditas pangan serupa di tingkat konsumen domestik selama persentase penurunan harga komoditas pangan di pasar dunia jauh lebih rendah dibandingkan dengan persentase kenaikan nilai tukar (persentase depresiasi nilai tukar). Implikasinya, kecenderungan penurunan harga beras, jagung dan 74
6 kedelai di pasar dunia hanya akan memiliki arti positif bagi ketahanan pangan di tingkat rumah tangga/individu jika nilai tukar berada dalam kondisi kuat dan stabil. Derajat Integrasi Spasial Antara Pasar Dunia dan Domestik Indeks keterkaitan vertikal dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang diantara berbagai tingkat pasar untuk komoditas beras, jagung dan kedelai di Provinsi Sulawesi Selatan disajikan pada Tabel 2. Perlu diketahui bahwa derajat keterkaitan jangka pendek adalah kuat jika indeks bernilai 0 (nol), sedangkan derajat keterkaitan jangka panjang adalah kuat jika indeks bernilai 1 (satu). Tabel 2. Indeks Keterkaitan Vertikal Diantara Beberapa Tingkat Pasar untuk Komoditas Beras, Jagung, dan Kedelai di Provinsi Sulawesi Selatan, Keterkaitan antara 1. Importir dengan pedagang besar (grosir) Indeks keterkaitan dalam jangka pendek Pasar Pasar Pasar beras jagung kedelai 7,1257-8,7972-1,4689 Indeks keterkaitan dalam jangka panjang Pasar Pasar Pasar beras jagung kedelai 0,2616 ( 0,0199-0, Importir dengan produsen 7,8855 7,1877 5,7136 0,1189 ( 0,0182 ( 0,0796 ( 3. Importir dengan konsumen 8,5600-9, ,8325 0,0820 ( 0,0405 ( Catatan: Indeks keterkaitan jangka pendek = 0 berarti derajat keterkaitannya adalah kuat Indeks keterkaitan jangka panjang = 1 berarti derajat keterkaitannya adalah kuat -0,0113 Pada pasar beras indeks keterkaitan jangka pendek dan jangka panjang berikut kategorinya diantara beberapa tingkat pasar adalah sebagai berikut: antara importir dengan pedagang besar (jangka pendek:7,1257/sangat lemah, dan jangka panjang: 0,2616/, antara importir dengan produsen (jangka pendek: 7,8855/ sangat lemah, dan jangka panjang:0,1189/, dan antara importir dengan pengecer (jangka pendek:8,5600/sangat lemah, dan jangka panjang:0,0820/. Pada pasar jagung indeks keterkaitan jangka pendek dan jangka panjang berikut kategorinya diantara beberapa tingkat pasar adalah sebagai berikut: antara importir dengan pedagang besar (jangka pendek:-8,7972/sangat lemah, dan jangka panjang: 0,0199/ sangat, antara importir dengan produsen (jangka pendek: 7,1877/sangat lemah, dan jangka panjang:0,0182/, dan antara importir dengan pengecer (jangka 75
7 pendek:-9,5754/sangat lemah, dan jangka panjang:0,0405/. Sementara itu, pada pasar kedelai indeks keterkaitan jangka pendek dan jangka panjang berikut kategorinya diantara beberapa tingkat pasar adalah sebagai berikut: antara importir dengan pedagang besar (jangka pendek:-1,4689/sangat lemah, dan jangka panjang:-0,1051/, antara importir dengan produsen (jangka pendek: 5,7136/sangat lemah, dan jangka panjang:0,0796/agak kuat), dan antara importir dengan pengecer (jangka pendek: 42,8325/sangat lemah, dan jangka panjang:-0,0113/sangat. Karena indeks keterkaitan jangka pendek maupun jangka panjang antara importir dengan pedagang besar (grosir), antara importir dengan produsen, dan antara importir dengan pengecer baik pada pasar beras, jagung maupun kedelai secara umum masuk dalam kategori lemah atau sangat lemah, maka berarti dinamika harga beras, jagung, dan kedelai di tingkat pedagang besar, produsen maupun di tingkat pengecer di Provinsi Sulawesi Selatan praktis tidak mengikuti dinamika harga beras, jagung dan kedelai di tingkat importir. Dengan perkataan lain, paling tidak selama periode analisis Provinsi Sulawesi Selatan tidak menjadi pasar bagi beras, jagung maupun kedelai impor. Implikasinya, paling tidak hingga periode tersebut kemandirian pangan di Provinsi Sulawesi Selatan tetap tinggi. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kesimpulan Dalam era liberalisasi perdagangan global, penurunan harga komoditas pangan di pasar dunia tidak secara otomatis akan menurunkan harga komoditas pangan serupa di tingkat konsumen domestik selama persentase penurunan harga komoditas pangan di pasar dunia jauh lebih rendah dibandingkan dengan persentase kenaikan nilai tukar (persentase depresiasi nilai tukar). Kecenderungan penurunan harga beras, jagung dan kedelai di pasar dunia hanya akan memiliki arti positif bagi ketahanan pangan di tingkat rumah tangga/individu jika nilai tukar berada dalam kondisi kuat dan stabil. Di Provinsi Sulawesi Selatan dinamika harga beras, jagung, dan kedelai di tingkat pedagang besar, produsen maupun di tingkat pengecer praktis tidak mengikuti dinamika harga beras, jagung dan kedelai di tingkat importir. Dengan perkataan lain, paling tidak selama periode analisis Provinsi Sulawesi Selatan tidak menjadi pasar bagi beras, jagung maupun kedelai impor, sehingga paling tidak hingga periode tersebut kemandirian pangan di Provinsi Sulawesi Selatan tetap tinggi. Implikasi Kebijakan Kebijakan stabilisasi nilai tukar harus dijadikan sebagai salah satu instrumen dalam mewujudkan ketahanan pangan di tingkat rumah tangga/individu. Karena nilai 76
8 tukar yang tidak stabil akan menyebabkan harga pangan berfluktuasi dan akibatnya aksesibilitas masyarakat terhadap pangan menjadi tidak pasti. Agar kemandirian pangan di provinsi-provinsi sentra produksi pangan seperti Sulawesi Selatan dapat dipertahankan dalam era liberalisasi perdagangan global maka yang harus diperhatikan adalah: (a) pemasukan bahan pangan impor pada provinsiprovinsi yang berstatus surplus jangan dilakukan menjelang/pada musim panen raya, (b) pemasukan bahan pangan impor hanya dilakukan pada provinsi-provinsi yang berstatus defisit dan setelah memperhatikan bahwa perdagangan antar pulau tidak mungkin menutupi defisit tersebut ditinjau dari segi fisik (volume) maupun ekonomi (harga), dan (c) pencegahan penyelundupan bahan pangan ke pasar domestik. DAFTAR PUSTAKA Amang, B dan M.H. Sawit Perdagangan Global dan Implikasinya pada Ketahanan Pangan Nasional. Agro-Ekonomika No. 2 Tahun XXVII:1-14. Perhepi, Jakarta. Dewan Bimas Ketahanan Pangan Kebijakan Pemantapan Ketahanan Pangan Nasional. Jakarta. Erwidodo Effects of Trade Liberalization on Agriculture in Indonesia: Institutional and Structural Aspects. Working Paper Series No. 41. The CGPRT Centre, Bogor. Ravallion, M Testing Market Integration. American Journal of Agricultura Economics, 68 (1): Simatupang, P dan N. Syafaat Analisis Penyebab Anjloknya Harga KomoditasPertanian Selama Semester Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Bogor. 77
DAMPAK LIBERALISASI PERDAGANGAN TERHADAP KINERJA KETAHANAN PANGAN NASIONAL
ISBN : 979-3566-20-5 DAMPAK LIBERALISASI PERDAGANGAN TERHADAP KINERJA KETAHANAN PANGAN NASIONAL Handewi P. Saliem Sri Hastuti Suhartini Adreng Purwoto Gatoet Sroe Hardono PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. ASEAN sebagai organisasi regional, kerjasama ekonomi dijadikan sebagai salah
17 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ASEAN terbentuk pada tahun 1967 melalui Deklarasi ASEAN atau Deklarasi Bangkok tepatnya pada tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok oleh Wakil Perdana Menteri merangkap
Lebih terperinciDAMPAK LIBERALISASI PERDAGANGAN TERHADAP KINERJA KETAHANAN PANGAN NASIONAL 1)
Dampak Pengembangan liberalisasi Inovasi perdagangan Pertanian... 1(1), 2008: 47-55 47 DAMPAK LIBERALISASI PERDAGANGAN TERHADAP KINERJA KETAHANAN PANGAN NASIONAL 1) Handewi P.S.Rachman, Sri Hastuti Suhartini,
Lebih terperinciKERANGKA PEMIKIRAN. transformasi input (resources) ke dalam output atau yang melukiskan antara
III. KERANGKA PEMIKIRAN Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah dikemukakan di atas, menganalisis harga dan integrasi pasar spasial tidak terlepas dari kondisi permintaan, penawaran, dan berbagai kebijakan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
11 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Tarif Bawang Merah Sejak diberlakukannya perjanjian pertanian WTO, setiap negara yang tergabung sebagai anggota WTO harus semakin membuka pasarnya. Hambatan perdagangan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Perkembangan Jagung Jagung merupakan salah satu komoditas utama tanaman pangan yang mempunyai
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. (Riyadi, 2002). Dalam komponen pengeluaran konsumsi masyarakat Indonesia
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beras merupakan makanan pokok dari 98 persen penduduk Indonesia (Riyadi, 2002). Dalam komponen pengeluaran konsumsi masyarakat Indonesia beras mempunyai bobot yang paling
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. pertumbuhan produksi pertanian tidak sebesar laju permintaan pangan. Tabel 1.1
BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Permasalahan pangan di sisi penyediaan saat ini adalah permintaan pangan yang tinggi seiring dengan tingginya laju pertumbuhan penduduk, sementara pertumbuhan produksi
Lebih terperinciMETODE ANALISIS HARGA PANGAN 1
METODE ANALISIS HARGA PANGAN 1 Handewi P.S. Rachman Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Jl. A. Yani No. 70 Bogor 16161 Abstrak Harga dan kaitannya dengan peningkatan pendapatan dan kesejahteraan
Lebih terperinciANALISIS KEBIJAKAN PENENTUAN HARGA PEMBELIAN GABAH 1)
74 Pengembangan Inovasi Pertanian 1(1), 2008: 74-81 Erizal Jamal et al. ANALISIS KEBIJAKAN PENENTUAN HARGA PEMBELIAN GABAH 1) Erizal Jamal, Hendiarto, dan Ening Ariningsih Pusat Analisis Sosial Ekonomi
Lebih terperinciKOMPARASI EKONOMI JAGUNG INDONESIA DENGAN NEGARA PRODUSEN UTAMA PENDAHULUAN
KOMPARASI EKONOMI JAGUNG INDONESIA DENGAN NEGARA PRODUSEN UTAMA P R O S I D I N G 95 Nuhfil Hanani Jurusan Sosial Ekonomi, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya Malang PENDAHULUAN Sektor pertanian
Lebih terperinciVII. DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DAN PERUBAHAN LINGKUNGAN EKONOMI TERHADAP DINAMIKA EKSPOR KARET ALAM
VII. DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DAN PERUBAHAN LINGKUNGAN EKONOMI TERHADAP DINAMIKA EKSPOR KARET ALAM 7.1. Dampak Kenaikan Pendapatan Dampak kenaikan pendapatan dapat dilihat dengan melakukan simulasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perdagangan luar negeri yang mempunyai peranan penting bagi suatu negara,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam perjalanan waktu yang penuh dengan persaingan, negara tidaklah dapat memenuhi sendiri seluruh kebutuhan penduduknya tanpa melakukan kerja sama dengan
Lebih terperinciLAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 ANALISIS KEBIJAKAN PENENTUAN HARGA PEMBELIAN GABAH
LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 ANALISIS KEBIJAKAN PENENTUAN HARGA PEMBELIAN GABAH Oleh : Erizal Jamal Khairina M. Noekman Hendiarto Ening Ariningsih Andi Askin PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan orientasi yaitu dari orientasi peningkatan produksi ke orientasi peningkatan pendapatan dan kesejahteraan.
Lebih terperinci4. KEBIJAKAN KEDELAI NASIONAL
4. KEBIJAKAN KEDELAI NASIONAL 4.1. Konsep Kebijakan Kebijakan dapat diartikan sebagai peraturan yang telah dirumuskan dan disetujui untuk dilaksanakan guna mempengaruhi suatu keadaan, baik besaran maupun
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN
TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN Tinjauan Pustaka Jagung merupakan salah satu komoditas utama tanaman pangan yang mempunyai peranan strategis dalam pembangunan pertanian dan perekonomian
Lebih terperinciIII. KERANGKA TEORI. sisi produksi maupun pasar, disajikan pada Gambar 1. Dari sisi produksi,
III. KERANGKA TEORI Pasar jagung, pakan dan daging ayam ras di Indonesia dapat dilihat dari sisi produksi maupun pasar, disajikan pada Gambar 1. Dari sisi produksi, keterkaitan ketiga pasar tersebut dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. negara (Krugman dan Obstfeld, 2009). Hampir seluruh negara di dunia melakukan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perekonomian negara-negara di dunia saat ini terkait satu sama lain melalui perdagangan barang dan jasa, transfer keuangan dan investasi antar negara (Krugman dan Obstfeld,
Lebih terperinciIII. KERANGKA PEMIKIRAN
23 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teori Dasar Perdagangan Internasional Teori perdagangan internasional adalah teori yang menganalisis dasardasar terjadinya perdagangan internasional
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. sembilan persen pertahun hingga disebut sebagai salah satu the Asian miracle
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini peranan minyak bumi dalam kegiatan ekonomi sangat besar. Bahan bakar minyak digunakan baik sebagai input produksi di tingkat perusahaan juga digunakan untuk
Lebih terperinciMANAJEMEN KETAHANAN PANGAN ERA OTONOMI DAERAH DAN PERUM BULOG 1)
56 Pengembangan Inovasi Pertanian 1(1), 2008: 56-65 Handewi P.S. Rachman et al. MANAJEMEN KETAHANAN PANGAN ERA OTONOMI DAERAH DAN PERUM BULOG 1) Handewi P.S. Rachman, A.Purwoto, dan G.S. Hardono Pusat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia yang memberikan energi dan zat gizi yang tinggi. Beras sebagai komoditas pangan pokok dikonsumsi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan salah satu sektor utama di negara ini. Sektor tersebut
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertanian merupakan salah satu sektor utama di negara ini. Sektor tersebut memiliki peranan yang cukup penting bila dihubungkan dengan masalah penyerapan
Lebih terperinciBAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,
BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA 4.1 Perkembangan Laju Inflasi di Indonesia Tingkat inflasi merupakan salah satu indikator fundamental ekonomi suatu negara selain faktor-faktor lainnya seperti
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan tingginya ketidakpastian perekonomian global, nilai tukar
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejalan dengan tingginya ketidakpastian perekonomian global, nilai tukar Rupiah terus mengalami tekanan depresiasi. Ketidakpastian pemulihan ekonomi dunia juga telah
Lebih terperinciII TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Harga Gula Domestik
II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Harga Gula Domestik Menurut Susila (2005), Indonesia merupakan negara kecil dalam perdagangan dunia dengan pangsa impor sebesar 3,57 persen dari impor gula dunia sehingga Indonesia
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. metode two stage least squares (2SLS). Pada bagian ini akan dijelaskan hasil
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Seperti yang telah dijelaskan pada Bab IV, model integrasi pasar beras Indonesia merupakan model linier persamaan simultan dan diestimasi dengan metode two stage least squares
Lebih terperinciVII. ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KERAGAAN PASAR RUMPUT LAUT
55 VII. ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KERAGAAN PASAR RUMPUT LAUT Bab ini membahas sistem pemasaran rumput laut dengan menggunakan pendekatan structure, conduct, dan performance (SCP). Struktur pasar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dari keadaan ekonomi negara lain. Suatu negara akan sangat tergantung dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan ekonomi suatu negara pada dewasa ini tidak dapat dipisahkan dari keadaan ekonomi negara lain. Suatu negara akan sangat tergantung dengan negara lain
Lebih terperinciPerkembangan Harga Beras, Terigu Dan Gula Di Indonesia Tahun 2008 Selasa, 31 Maret 2009
Perkembangan Harga Beras, Terigu Dan Gula Di Indonesia Tahun 2008 Selasa, 31 Maret 2009 Sembilan bahan pokok (Sembako) merupakan salah satu masalah vital dalam suatu Negara. Dengan demikian stabilitasnya
Lebih terperinciIII. METODOLOGI PENELITIAN. yang terletak di Jalan Taman Cut Mutiah nomor 11, Menteng, Jakarta Pusat
III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di Kantor Pemasaran Bersama (KPB) PTPN yang terletak di Jalan Taman Cut Mutiah nomor 11, Menteng, Jakarta Pusat 10330.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia
Lebih terperinciVII. ANALISIS DAYA SAING USAHATANI JAGUNG
VII. ANALISIS DAYA SAING USAHATANI JAGUNG 7.1. Profitabilitas Privat dan Sosial Analisis finansial dan ekonomi usahatani jagung memberikan gambaran umum dan sederhana mengenai tingkat kelayakan usahatani
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. umumnya, khususnya sebagai sumber penyediaan energi dan protein. Neraca
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beras merupakan bahan pangan pokok bagi penduduk Indonesia pada umumnya, khususnya sebagai sumber penyediaan energi dan protein. Neraca Bahan Makanan (NBM) Indonesia
Lebih terperinciIV. FLUKTUASI MAKROEKONOMI INDONESIA
49 IV. FLUKTUASI MAKROEKONOMI INDONESIA 4.1 Produk Domestik Bruto (PDB) PDB atas dasar harga konstan merupakan salah satu indikator makroekonomi yang menunjukkan aktivitas perekonomian agregat suatu negara
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Kandungan Nutrisi Serealia per 100 Gram
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kekayaan sumber daya alam dalam bidang pertanian merupakan keunggulan yang dimiliki Indonesia dan perlu dioptimalkan untuk kesejahteraan rakyat. Pertanian merupakan aset
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang ada. Penelitian tentang tata niaga gabah/ beras ini berusaha menggambarkan
14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan dibahas mengenai teori-teori yang mendasari penelitian ini. Pembahasan ini menjadi panduan dalam memahami dan memecahkan permasalahan yang ada. Penelitian tentang
Lebih terperinciIX. KESIMPULAN DAN SARAN
203 IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dikemukakan di atas, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Analisis terhadap faktor-faktor yang
Lebih terperinciPEMBENTUKAN HARGA CABAI MERAH KERITING
PEMBENTUKAN HARGA CABAI MERAH KERITING (Capsicum annum L) DENGAN ANALISIS HARGA KOMODITAS DI SENTRA PRODUKSI DAN PASAR INDUK (Suatu Kasus pada Sentra produksi Cabai Merah Keriting di Kecamatan Cikajang,
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Analisis Daya Saing Analisis keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif digunakan untuk mempelajari kelayakan dan prospek serta kemampuan komoditi susu sapi lokal dalam
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. B. Belanja Negara (triliun Rupiah)
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sedang fokus terhadap pembangunan nasional. Menurut data Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Beras bagi bangsa Indonesia dan negara-negara di Asia bukan hanya sekedar komoditas pangan atau
Lebih terperinciIV. METODE PENELITIAN
IV. METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Lokasi Penelitian dilakukan pada lokasi yang ditentukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa daerah atau lokasi yang terpilih merupakan salah satu sentra
Lebih terperinciVIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan net ekspor baik dalam
219 VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1. Kesimpulan 8.1.1. Berdasarkan pengujian, diperoleh hasil bahwa guncangan ekspor nonagro berpengaruh positip pada kinerja makroekonomi Indonesia, dalam
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan subsektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi kebutuhan pangan yang terus
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. penting dalam perekonomian nasional. Ditinjau dari kontribusinya terhadap
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian sampai saat ini masih mempunyai peranan yang cukup penting dalam perekonomian nasional. Ditinjau dari kontribusinya terhadap pendapatan nasional, sektor
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diinginkan tersebut atau lebih dikenal dengan perdagangan internasional.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Suatu negara yang memiliki rasa ketergantungan dari negara lainnya, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dirasa tidaklah mencukupi, apabila hanya mengandalkan sumber
Lebih terperincihambatan sehingga setiap komoditi dapat memiliki kesempatan bersaing yang sama. Pemberian akses pasar untuk produk-produk susu merupakan konsekuensi l
BAB V 5.1 Kesimpulan KESIMPULAN DAN SARAN Dalam kesepakatan AoA, syarat hegemoni yang merupakan hubungan timbal balik antara tiga aspek seperti form of state, social force, dan world order, seperti dikatakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masalah konsumsi beras dan pemenuhannya tetap merupakan agenda
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah konsumsi beras dan pemenuhannya tetap merupakan agenda penting dalam pembangunan ekonomi Indonesia. Beras merupakan makanan pokok utama penduduk Indonesia
Lebih terperinciANALISIS DAYASAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS KENTANG
ANALISIS DAYASAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS KENTANG VI. 6.1 Analisis Dayasaing Hasil empiris dari penelitian ini mengukur dayasaing apakah kedua sistem usahatani memiliki keunggulan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang sehingga perekonomian
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang sehingga perekonomian masih sangat bergantung pada negara lain. Teori David Ricardo menerangkan perdagangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris karena memiliki kekayaan alam yang berlimpah, terutama di bidang sumber daya pertanian seperti lahan, varietas serta iklim yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang melanda kawasan Asia ( ) terutama bagi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang melanda kawasan Asia (1997-1998) terutama bagi Indonesia, memberikan pelajaran yang sangat berharga bahwa para pelaku ekonomi pada sektor pertanian
Lebih terperinciKAJIAN KEMUNGKINAN KEMBALI KE KEBIJAKAN HARGA DASAR GABAH, KENAIKAN HARGA GABAH DAN TARIF TAHUN 2007
KAJIAN KEMUNGKINAN KEMBALI KE KEBIJAKAN HARGA DASAR GABAH, KENAIKAN HARGA GABAH DAN TARIF TAHUN 2007 Ringkasan Kemungkinan kembali Ke Kebijakan Harga Dasar Gabah (HGD) 1. Kebijakan Kebijakan Harga Pembelian
Lebih terperinciIII. KERANGKA PENELITIAN
23 III. KERANGKA PENELITIAN 3.1 Teori Harga Harga merupakan sinyal utama yang menjadi arah bagi pengambilan keputusan produsen, konsumen dan dan pelaku pemasaran dalam pasar. Menurut Kohls & Uhl (2002),
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Gula merupakan salah satu komoditas perkebunan strategis Indonesia baik
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditas perkebunan strategis Indonesia baik dari dimensi ekonomi, sosial, maupun politik. Indonesia memiliki keunggulan komparatif sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia sangat tidak terbatas sedangkan alat pemenuh kebutuhan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebutuhan manusia sangat tidak terbatas sedangkan alat pemenuh kebutuhan tersebut sangat terbatas. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut setiap manusia tidak dapat
Lebih terperinciIX. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN
IX. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 9.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian ini dapat dikemukakan beberapa kesimpulan: 1. Model ekonomi tanaman pangan Indonesia yang dibangun dengan pendekatan
Lebih terperinciV GAMBARAN UMUM PERKEMBANGAN DAN IMPOR KEDELAI INDONESIA
V GAMBARAN UMUM PERKEMBANGAN DAN IMPOR KEDELAI INDONESIA 5.1. Sejarah Perkembangan Kedelai Indonesia Sejarah masuknya kacang kedelai ke Indonesia tidak diketahui dengan pasti namun kemungkinan besar dibawa
Lebih terperinciVI ANALISIS EKSPOR KEPITING INDONESIA
VI ANALISIS EKSPOR KEPITING INDONESIA 6.1 Pengujian Asumsi Gravity model aliran perdagangan ekspor komoditas kepiting Indonesia yang disusun dalam penelitian ini harus memenuhi kriteria pengujian asumsi-asumsi
Lebih terperinciAnalisis Penyebab Kenaikan Harga Beras
Analisis Kebijakan 1 Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras Ada dua pendapat mengenai faktor penyebab kenaikan harga beras akhirakhir ini yaitu : (1) stok beras berkurang;
Lebih terperinciFAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETERSEDIAAN BERAS DAN JAGUNG DI PROVINSI SUMATERA UTARA
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETERSEDIAAN BERAS DAN JAGUNG DI PROVINSI SUMATERA UTARA Wenny Mahdalena L.G*), Tavi Supriana**), Satia Negara Lubis**) *) Alumni Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian
Lebih terperinciPERGERAKAN HARGA CPO DAN MINYAK GORENG
67 VI. PERGERAKAN HARGA CPO DAN MINYAK GORENG Harga komoditas pertanian pada umumnya sangat mudah berubah karena perubahan penawaran dan permintaan dari waktu ke waktu. Demikian pula yang terjadi pada
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang merupakan salah satu indikator keberhasilan suatu negara dapat dicapai melalui suatu sistem yang bersinergi untuk mengembangkan potensi yang dimiliki
Lebih terperinciEVALUASI KEBIJAKAN HARGA GABAH TAHUN 2004
EVALUASI KEBIJAKAN HARGA GABAH TAHUN 2004 Pantjar Simatupang, Sudi Mardianto dan Mohamad Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian Jalan A. Yani 70 Bogor 16161 PENDAHULUAN Paket Kebijakan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang sangat cepat dan berdampak luas bagi perekonomian, baik di dalam negeri maupun di tingkat dunia
Lebih terperinciKETERPADUAN PASAR DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HARGA KAKAO INDONESIA. Muhammad Firdaus 1 dan Ariyoso 2. Institut Pertanian Bogor
KETERPADUAN PASAR DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HARGA KAKAO INDONESIA Muhammad Firdaus 1 dan Ariyoso 2 1 Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor 2 Program
Lebih terperinciVIII. KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Dalam periode September Oktober 2009 terbukti telah terjadi
329 VIII. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan 1. Dalam periode September 1994 - Oktober 2009 terbukti telah terjadi banjir impor bagi komoditas beras, jagung dan kedele di Indonesia, dengan tingkat tekanan
Lebih terperinci1 Universitas Indonesia
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai merupakan komoditas strategis di Indonesia karena kedelai merupakan salah satu tanaman pangan penting di Indonesia setelah beras dan jagung. Komoditas ini mendapatkan
Lebih terperinci5. HASIL DAN PEMBAHASAN
5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Simulasi Model Pertumbuhan kegiatan kepariwisataan di Indonesia yang dikaitkan dengan adanya liberalisasi perdagangan, dalam penelitian ini, dianalisis dengan menggunakan model
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan sektor properti dan real estat yang ditandai dengan kenaikan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan sektor properti dan real estat yang ditandai dengan kenaikan harga tanah dan bangunan yang lebih tinggi dari laju inflasi setiap tahunnya menyebabkan semakin
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia, tercapainya kecukupan produksi beras nasional sangat
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tidak bisa dipungkiri beras merupakan kebutuhan pokok paling penting dimasyarakat Indonesia. Mengingat perannya sebagai komoditas pangan utama masyarakat
Lebih terperinciTinjauan Pasar Daging dan Telur Ayam. Informasi Utama :
Nov 10 Des-10 Jan-11 Feb-11 Mar-11 Apr-11 Mei-11 Jun-11 Jul-11 Agust-11 Sep-11 Okt-11 Nop-11 Edisi : 11/AYAM/TKSPP/2011 Tinjauan Pasar Daging dan Telur Ayam Informasi Utama : Harga daging ayam di pasar
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Indonesia, tercapainya kecukupan produksi beras nasional sangat penting
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mengingat perannya sebagai komoditas pangan utama masyarakat Indonesia, tercapainya kecukupan produksi beras nasional sangat penting sebagai salah satu faktor yang
Lebih terperinciJudul : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Impor Minyak Bumi Di Indonesia Tahun Nama : Made Ayu Julia Kusuma Dewi NIM :
Judul : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Impor Minyak Bumi Di Indonesia Tahun 1996-2015 Nama : Made Ayu Julia Kusuma Dewi NIM : 1306105133 ABSTRAK Kebutuhan sehari-hari masyarakat di era globalisasi
Lebih terperinciIV. METODE PENELITIAN
34 IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian faktor-faktor yang mempengaruhi harga komoditas kakao dunia tidak ditentukan. Waktu pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Februari
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM 4.1 Gambaran Umum Inflasi di Pulau Jawa
IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Gambaran Umum Inflasi di Pulau Jawa Selama periode 2001-2010, terlihat tingkat inflasi Indonesia selalu bernilai positif, dengan inflasi terendah sebesar 2,78 persen terjadi pada
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dalam hal lapangan pekerjaan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1.
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian penduduknya bermata pencaharian di sektor pertanian. Menurut data BPS (2010), jumlah penduduk yang bekerja di sektor
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu negara, terutama untuk negara-negara yang sedang berkembang. Peningkatan kesejahteraan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Globalisasi dalam bidang ekonomi menyebabkan berkembangnya sistem perekonomian ke arah yang lebih terbuka antar negara. Perekonomian terbuka inilah yang membawa suatu
Lebih terperinciAnalisis fundamental. Daftar isi. [sunting] Analisis fundamental perusahaan. Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Analisis fundamental Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas Analisis fundamental adalah metode analisis yang didasarkan pada fundamental ekonomi suatu perusahaan. Teknis ini menitik beratkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang berlimpah, dimana banyak Negara yang melakukan perdagangan internasional, Sumberdaya yang melimpah tidak
Lebih terperinciKondisi Perekonomian Indonesia
KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA Kondisi Perekonomian Indonesia Tim Ekonomi Kadin Indonesia 1. Kondisi perekonomian dunia dikhawatirkan akan benar-benar menuju jurang resesi jika tidak segera dilakukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya alam yang beraneka ragam dan memiliki wilayah yang cukup luas. Hal ini yang membuat Indonesia menjadi
Lebih terperinciBAB III KEBIJAKAN STABILISASI HARGA
BAB III KEBIJAKAN STABILISASI HARGA 131 132 STABILISASI HARGA DAN PASOKAN PANGAN POKOK Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama dan pemenuhannya merupakan bagian dari hak asasi manusia
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling hakiki dan harus dipenuhi oleh negara maupun masyarakatnya. Menurut Undang Undang nomor 7 tahun 1996 tentang
Lebih terperinciVI. HASIL PENDUGAAN MODEL EKONOMI PUPUK DAN SEKTOR PERTANIAN
VI. HASIL PENDUGAAN MODEL EKONOMI PUPUK DAN SEKTOR PERTANIAN 6.1. Hasil Pendugaan Model Ekonomi Pupuk dan Sektor Pertanian Kriteria pertama yang harus dipenuhi dalam analisis ini adalah adanya kesesuaian
Lebih terperinciANALISIS KEBIJAKSANAAN PEMBANGUNAN PERTANIAN RESPON TERHADAP ISU AKTUAL I. PENDAHULUAN
ANALISIS KEBIJAKSANAAN PEMBANGUNAN PERTANIAN RESPON TERHADAP ISU AKTUAL I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perekonomian nasional dan dunia saat ini ditandai dengan berbagai perubahan yang berlangsung secara
Lebih terperinciIII KERANGKA PEMIKIRAN
III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Teori Permintaan Permintaan adalah jumlah barang atau jasa yang rela dan mampu dibeli oleh konsumen selama periode tertentu (Pappas & Hirschey
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu faktor penggerak perekonomian dunia saat ini adalah minyak mentah. Kinerja dari harga minyak mentah dunia menjadi tolok ukur bagi kinerja perekonomian dunia
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perdagangan internasional merupakan kegiatan pertukaran barang dan jasa
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teori-teori 2.1.1 Perdagangan Internasional Perdagangan internasional merupakan kegiatan pertukaran barang dan jasa yang dilakukan penduduk suatu negara dengan penduduk
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Situasi Penawaran dan permintaan Beras di Indonesia. Kondisi penawaran dan permintaan beras di Indonesia dapat diidentifikasi
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Situasi Penawaran dan permintaan Beras di Indonesia Kondisi penawaran dan permintaan beras di Indonesia dapat diidentifikasi berdasarkan perkembangan komponen utamanya yaitu produksi,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. seiring dengan perkembangan ekonomi, baik perkembangan ekonomi domestik
BAB I PENDAHULUAN 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan moneter di Indonesia telah mengalami berbagai perubahan seiring dengan perkembangan ekonomi, baik perkembangan ekonomi domestik maupun global.
Lebih terperinciVII. DAMPAK PERUBAHAN KEBIJAKAN PEMERINTAH DAN FAKTOR LAINNYA TERHADAP KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF PADA USAHATANI JAMBU BIJI
VII. DAMPAK PERUBAHAN KEBIJAKAN PEMERINTAH DAN FAKTOR LAINNYA TERHADAP KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF PADA USAHATANI JAMBU BIJI Analisis sensitivitas perlu dilakukan karena analisis dalam metode
Lebih terperinciPROSPEK KETAHANAN PANGAN NASIONAL (ANALISIS DARI ASPEK KEMANDIRIAN PANGAN)
PROSPEK KETAHANAN PANGAN NASIONAL (ANALISIS DARI ASPEK KEMANDIRIAN PANGAN) Handewi P.S. Rachman, Sri Hastuti Suhartini, dan Gatoet Sroe Hardono Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Jl.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. jasa. Oleh karena itu, sektor riil ini disebut juga dengan istilah pasar barang. Sisi
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istilah sektor riil dalam pembahasan mengenai ekonomi makro menggambarkan kondisi perekonomian dipandang dari sisi permintaan dan penawaran barang dan jasa. Oleh karena
Lebih terperinciperluasan kesempatan kerja di pedesaan, meningkatkan devisa melalui ekspor dan menekan impor, serta menunjang pembangunan wilayah.
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pembangunan pertanian dan ketahanan pangan adalah meningkatkan produksi untuk memenuhi penyediaan pangan penduduk, mencukupi kebutuhan bahan baku industri dalam
Lebih terperinciIII. KERANGKA PEMIKIRAN
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis berisi tentang konsep-konsep teori yang dipergunakan atau berhubungan dengan penelitian yang akan dilaksanakan. Berdasarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam rumusan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dijelaskan bahwa salah satu tujuan nasional Bangsa Indonesia yaitu mewujudkan kesejahteraan umum bagi seluruh rakyat
Lebih terperinci