IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IV. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 TEKNOLOGI PROSES PRODUKSI Proses produksi PT Amanah Prima Indonesia dimulai dari adanya permintaan dari konsumen melalui Departemen Pemasaran yang dicatat sebagai pesanan dan selanjutnya diserahkan ke Departemen Produksi. Produk jus yang dihasilkan berupa jus jambu biji, jus sirsak, jus apel, jus nanas, dan jus strawberi. Produk dikemas dalam berbagai jenis kemasan yaitu kemasan botol 330 ml, botol 1 liter, botol 2 liter dan galon 5 liter. Tahapan proses produksi terdiri dari produksi puree dan produksi jus yang diuraikan sebagai berikut: Produksi puree Proses produksi puree diawali dengan persiapan bahan baku (pencucian dan sortasi). Selanjutnya, bahan baku diekstrak untuk memperoleh puree (bubur buah). Untuk beberapa buah seperti sirsak dan nanas, harus dikupas terlebih dahulu kemudian dipotong menjadi beberapa bagian. Untuk buah yang memiliki biji seperti jambu biji, disaring dahulu ke dalam mesin penyaring berputar berbentuk silinder. Selanjutnya puree ditambahkan air dan bahan tambahan lain. Puree kemudian dikemas, ditimbang dan dimasukkan ke dalam bak pemanas untuk dipasteurisasi selama 30 menit. Puree yang telah dipasteurisasi didinginkan pada bak pendingin dan selanjutnya diangkut dengan troli untuk disimpan ke dalam kontainer dengan suhu rendah yang mencapai 2 C atau lebih rendah lagi. Diagram alir proses pembuatan puree terlampir pada Lampiran Produksi jus Pembuatan jus diawali dengan melihat batchsheet produksi yang memuat tentang jus apa saja yang akan diproduksi tiap harinya, bahan baku yang digunakan, bahan tambahan yang digunakan, jumlah yang harus diproduksi, kemasan yang dipakai beserta ukuran-ukuran bahan baku dan bahan penunjang. Bahan baku yang digunakan berupa puree, yang diambil dari kontainer pendingin. Bahan-bahan penunjang seperti bahan tambahan diambil dari ruang penyimpanan dan disesuaikan dengan ukuran yang ada dalam batchsheet. Pengaturan warna, rasa, dan aroma jus dilakukan selama jus diaduk dalam blending tank. Pengujian warna, rasa dan aroma dilakukan oleh bagian QC yang terdiri dari staf, supervisor dan manajer QC serta oleh manajer pabrik. Jika jus telah dinyatakan memenuhi syarat maka selanjutnya dilakukan proses pengemasan. Diagram alir pembuatan jus terlampir pada Lampiran 2.

2 Secara umum, tahapan produksi yang dilakukan oleh perusahaan dapat dilihat pada Gambar 3 dan peta proses operasi terlampir pada Lampiran 3. Buah Segar Proses Pembuatan Puree Proses Pembuatan Jus Buah Jus Puree Permintaan Konsumen Pasar Gambar 3. Sistem produksi jus Berdasarkan sistem tersebut dapat dilihat bahwa buah segar diproses menjadi puree untuk langsung dijadikan produk akhir berupa jus dan juga untuk dijadikan sebagai persediaan jika bahan baku berlimpah. puree tersebut kemudian akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan jus pada jadwal produksi berikutnya. Volume produksi jus tiap jenis buah terlampir pada Lampiran 4. Setiap jenis buah segar akan menghasilkan jumlah jus dan puree yang tidak sama. Demikian pula untuk puree setiap buah segar tersebut, akan menghasilkan liter jus yang berbedabeda. Jumlah produk yang dihasilkan per kilogram buah segar dapat dilihat pada Tabel 2 dan perhitungan neraca massa produksi jus terlampir pada Lampiran 5-9. Jenis Buah Tabel 2. Jumlah produk yang dihasilkan dari 1 kg buah segar/puree Jumlah Buah Segar (kg) Puree (kg) Jus (liter) kg Buah untuk 1 kg puree kg Puree untuk 1 liter jus kg Buah untuk 1 liter jus Apel 1 0,92 6,21 1,086 0,148 0,161 Nanas 1 0,78 8,98 1,282 0,086 0,111 Jambu 1 0,82 3,2 1,219 0,256 0,312 Sirsak 1 0,87 14,78 1,149 0,058 0,067 Strawberi 1 0,95 6,43 1,052 0,147 0,155 Ket: Data diolah 19

3 4.2 PENGELOLAAN BAHAN BAKU Dalam proses produksi, pengaturan persediaan bahan baku merupakan salah satu aspek yang sangat penting guna menunjang keoptimalan produksi. Terhadap bahan baku tersebut, perusahaan melakukan pengelolaan yang dimulai dari pengadaan, penerimaan dan pengeluaran bahan baku Organisasi Pengelola Bahan Baku Sistem Pengadaan Bahan Baku Dalam melakukan pengadaan terhadap bahan baku, PT Amanah Prima Indonesia melibatkan beberapa departemen di antaranya Departemen Marketing, Departemen Produksi dan Departemen Purchasing. Mekanisme pengadaan bahan baku buah segar dapat dilihat pada Gambar 4. Marketing Purchasing Produksi Supplier Raw Material House Produksi Warehouse Gambar 4. Mekanisme pengadaan bahan baku buah segar di PT Amanah Prima Indonesia a. Departemen Marketing Besarnya produksi jus di PT Amanah Prima Indonesia bergantung dari besarnya pesanan konsumen. Data mengenai jumlah pesanan tersebut diterima oleh Departemen Marketing. Melalui sistem informasi di PT Amanah Prima Indonesia, data berupa PO (Purchasing Order) ditransfer ke Departemen Purchasing dan Departemen Produksi. b. Departemen Produksi Departemen Produksi selanjutnya membuat MRS (Material Requirement Status) BOM yang terdiri dari beberapa jenis bahan baku beserta jumlahnya yang digunakan dalam proses pembuatan jus buah. Setelah selesai menyusun MRS BOM, 20

4 dilakukan pengecekan terhadap ketersediaan stok di gudang. Jika stok tersedia dalam batas aman, maka pembelian bahan baku disesuaikan dengan ketersediaan bahan baku tersebut. Namun jika ketersediaan stok bahan baku di bawah batas aman, maka pembelian bahan baku dilakukan sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan berdasarkan MRS BOM. c. Departemen Purchasing Departemen Purchasing membuat Purchasing Order (PO) yang ditujukan ke supplier bahan baku. Untuk bahan baku buah segar, pemesanan dilakukan oleh supervisor purchasing melalui media komunikasi telepon Sistem Penerimaan Bahan Baku Dalam melakukan penerimaan terhadap bahan baku, PT Amanah Prima Indonesia melibatkan beberapa departemen di antaranya Departemen Purchasing, Departemen Gudang dan Departemen Quality Control. Mekanisme penerimaan bahan baku di PT Amanah Prima Indonesia dapat dilihat pada Gambar 5. a. Departemen Purchasing Departemen Purchasing menerima surat jalan dari supplier, selanjutnya dilakukan pengecekan terhadap PO dengan tujuan untuk melakukan penyesuaian antara pemesanan dan bahan baku yang datang. Surat jalan yang telah dicocokkan dengan PO terhadap jenis dan kuantitas bahan baku, harus ditandatangani oleh pejabat yang berwenang di Departemen Purchasing. b. Departemen Gudang Departemen Gudang melakukan pengecekan terhadap jenis dan jumlah bahan baku yang diterima. Jika jumlah bahan baku yang dikirim tidak sesuai dengan jumlah yang telah dipesan, maka Departemen Gudang akan melaporkan ke Departemen Purchasing. Oleh Departemen Purchasing, informasi tersebut akan disampaikan ke supplier agar dilakukan pengiriman kembali sesuai dengan jumlah yang kurang. Jika jumlah yang dikirim sesuai dengan jumlah bahan yang dipesan, maka Departemen Gudang akan langsung melakukan pengkodean terhadap bahan yang masuk. c. Departemen Quality Control Di samping itu, pengecekan juga dilakukan oleh Departemen Quality Control terhadap kualitas bahan. Jika terjadi reject, maka akan dilakukan claim yang akan diinformasikan ke supplier melalui Departemen Purchasing. Akan tetapi jika tidak terjadi reject, maka bahan tersebut akan disimpan di tempat penyimpanan sementara selama 1-2 hari sampai siap untuk digunakan dalam proses produksi. 21

5 Bahan baku datang Surat jalan Penyesuaian Supplier Purchasing Cek PO Tidak Ya Penandatangan surat jalan Claim Gudang penyimpanan sementara (buah segar) Warehouse Cek kuantitas Tidak Laporan ke Dept. Purchasing Ya Pengkodean Penyimpanan Quality Control Cek kualitas Tidak Ya Gambar 5. Mekanisme penerimaan bahan baku buah segar di PT Amanah Prima Indonesia Sistem Pengeluaran Bahan Baku Dalam melakukan pengeluaran terhadap bahan baku, PT Amanah Prima Indonesia melibatkan beberapa departemen diantaranya Departemen Produksi, Departemen Purchasing dan Departemen Gudang. Mekanisme pengeluaran bahan baku di PT Amanah Prima Indonesia dapat dilihat pada Gambar 6. a. Departemen Purchasing Dalam sistem pengeluaran bahan baku, Departemen Purchasing berperan dalam menginstruksikan pengeluaran material dari gudang. Hal ini dapat membantu Departemen Gudang dalam mempersiapkan bahan baku yang akan dikeluarkan. 22

6 b. Departemen Gudang Sebelum mengeluarkan bahan baku, Departemen Gudang akan mengecek TPB (Tanda Pengeluaran Barang) terlebih dahulu. Jumlah dan jenis bahan yang dikeluarkan harus sesuai dengan TPB tersebut. Selanjutnya, dilakukan persiapan terhadap bahan baku yang akan dikeluarkan lebih dulu. c. Departemen Produksi Departemen Produksi mengolah rencana harian sebagai acuan untuk mengeluarkan bahan baku dari gudang, dengan sebelumnya melakukan pengecekan stok di gudang. Selanjutnya Departemen Produksi akan mengecek jumlah dan size run sebelum dikirim ke bagian produksi untuk digunakan. Instruksi Pengeluaran Material Purchasing Bahan Baku di Gudang Tidak Produksi Cek stok Ya Rencana Harian Tidak Cek TPB Ya Warehouse Persiapan Tidak Pengeluaran Bahan Baku Cek jumlah dan size run Ya Produksi Pengiriman ke Produksi Proses Gambar 6. Mekanisme pengeluaran bahan baku buah segar di PT Amanah Prima Indonesia 23

7 Metode pengaturan pengeluaran bahan baku yang digunakan di PT Amanah Prima Indonesia adalah metode FIFO (First In First Out), yaitu bahan baku yang lebih dulu masuk ke gudang penyimpanan akan terlebih dahulu digunakan untuk proses produksi. Hal ini bertujuan agar bahan baku yang digunakan untuk proses produksi tidak melewati batas kadaluarsa Bahan Baku Jenis Bahan Baku Bahan baku adalah bahan utama yang digunakan untuk menghasilkan suatu produk. Dalam hal ini, bahan baku berupa buah segar diproses dan diubah menjadi puree sebagai bahan baku lanjutan untuk produksi jus. Buah segar yang digunakan oleh PT Amanah Prima Indonesia berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Selain itu, perusahaan juga mengimpor buah dari luar negeri untuk jenis buah tertentu yang tidak dapat dipenuhi oleh buah lokal. Analisis yang dilakukan pada penelitian ini hanya pada lima jenis bahan baku dengan tingkat permintaan yang cukup besar oleh konsumen yaitu jambu biji merah, sirsak, apel, nanas dan strawberi. Sebelum digunakan untuk produksi, bahan baku berupa buah harus disortir terlebih dahulu. Proses penyortiran harus terus diawasi untuk mendapatkan kualitas buah sebagai bahan baku yang terjamin. Penyortiran buah dilakukan berdasarkan tingkat kematangan buah. Buah yang telah lulus sortir dan telah dicuci diolah menjadi puree atau bubur buah. Pada saat tertentu, ketika jumlah persediaan buah segar jumlahnya berlimpah, maka sebagian dari bahan baku buah segar tersebut diolah menjadi puree (bubur buah). Adanya persediaan puree ini bertujuan untuk mengantisipasi kekurangan bahan baku buah segar untuk proses produksi berikutnya Supplier Bahan Baku Bahan baku buah segar tersebut dipasok dari petani yang sudah terikat kerja sama dengan perusahaan. Buah jambu biji merah dipasok dari Depok, Bogor dan Majalengka. Buah sirsak dan apel dipasok dari daerah Jawa Timur. Buah nanas berasal dari Palembang, sedangkan untuk buah strawberi, dipasok dari Bandung. Variasi buah segar dan asalnya dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Jenis, asal dan supplier buah segar Buah Asal Supplier Jambu biji merah Depok, Bogor, dan Majalengka - Sirsak Mojokerto Pasar Induk Apel Malang Pasar Induk Nanas Palembang Pasar Induk Strawberi Bandung Pasar Induk Sumber: Departemen Purchasing 24

8 4.3 KEBIJAKAN PERUSAHAAN DALAM PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU Pengendalian persediaan bahan baku merupakan salah satu aspek yang sangat penting bagi berlangsungnya kelancaran suatu produksi. Pengendalian persediaan bahan baku pada produk minuman jus merupakan salah satu sistem yang dapat menjamin kelancaran ketersediaan bahan baku, sehingga proses produksi pun berjalan lancar. Tujuan lain dari sistem pengendalian bahan baku adalah untuk meminimumkan biaya persediaan bahan baku. PT Amanah Prima Indonesia merupakan perusahaan yang menjalankan proses produksinya dengan menggunakan bahan baku bersifat mudah rusak dan ketersediaannya juga berdasarkan kondisi musim. Untuk itu, pengelolaan persediaan bahan baku perlu dilakukan dengan baik dan terpadu oleh perusahaan untuk mendukung aktivitas produksi dan untuk mencapai tingkat efektifitas pengadaan bahan baku yang tinggi Kuantitas dan Frekuensi Pemesanan Bahan Baku Buah Segar Dalam menentukan jumlah bahan baku yang akan dipesan, PT Amanah Prima Indonesia melakukan perhitungan jumlah kebutuhan baku sesuai dengan target produksi berdasarkan permintaan konsumen. Perhitungan besarnya jumlah bahan baku yang akan dipesan dilakukan berdasarkan MRS BOM yang berisi jumlah dan jenis bahan baku yang diperlukan untuk melakukan proses produksi. Selanjutnya, Departemen Purchasing melakukan pemesanan bahan baku langsung ke supplier, dengan sebelumnya melakukan pengecekan persediaan bahan baku di gudang. Hal ini menunjukkan bahwa besarnya jumlah bahan baku yang dipesan, ditentukan oleh besarnya kebutuhan bahan baku yang diperlukan untuk proses produksi, jumlah persediaan yang ada di gudang dan rencana produksi. Manajemen yang tepat dalam menentukan jumlah pemesanan bahan baku merupakan hal yang sangat penting untuk dilakukan oleh perusahaan. Hal ini bertujuan agar tidak terjadi kelebihan atau kekurangan persediaan bahan baku di gudang. Jika perusahaan melakukan pemesanan buah dalam jumlah kg yang besar dengan frekuensi pemesanan rendah, dan terjadi kelebihan persediaan, maka kondisi yang terjadi adalah perusahaan akan mengeluarkan biaya menahan persediaan yang tinggi meskipun biaya pemesanannya rendah. Sebaliknya, jika perusahaan melakukan pemesanan buah dalam jumlah kg yang kecil dengan frekuensi pemesanan tinggi, maka kondisi yang terjadi adalah perusahaan akan mengeluarkan biaya pemesanan yang tinggi meskipun biaya menahan persediaannya rendah. Frekuensi dan rata-rata jumlah per pesan untuk setiap jenis buah segar dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Frekuensi pemesanan buah segar Jenis Frekuensi Rata-Rata Jumlah per Pesan (kg) Apel ,3 Jambu ,3 Nanas ,4 Sirsak ,4 Strawberi ,6 Total Ket: Data diolah berdasarkan data selama 2 tahun ( ) 25

9 Berdasarkan Tabel 4 tersebut, dalam dua tahun, frekuensi pemesanan bahan baku apel sebanyak 46 kali, jambu biji merah sebanyak 194 kali, nanas sebanyak 34 kali, sirsak sebanyak 83 kali dan strawberi sebanyak 24 kali. Frekuensi pemesanan terbanyak dilakukan untuk bahan baku jambu biji merah karena kebutuhannya yang sangat tinggi. Rata-rata jumlah per pesan untuk masing-masing bahan baku: apel sebesar 220,3 kg, jambu biji merah sebesar 906,3 kg, nanas sebesar 532,4 kg, sirsak sebesar 624,4 kg, dan strawberi sebesar 235,6 kg Waktu Tunggu Pengadaan Bahan Baku Buah Segar Waktu tunggu pengadaan bahan baku merupakan waktu yang dibutuhkan dari bahan baku dipesan hingga bahan baku tersebut diterima atau tiba di gudang. PT Amanah Prima Indonesia melakukan pemesanan bahan baku dari berbagai pemasok. Waktu tunggu untuk bahan baku buah segar berbeda-beda berdasarkan pemasoknya. Secara lebih jelas, waktu tunggu pengadaan bahan baku untuk masing-masing buah segar dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Waktu tunggu pengadaan bahan baku buah segar Jenis Buah Segar Lead Time (hari) Order Apel 2 Strawberi 3 Nanas 2 Jambu 1 Sirsak 2 Sumber: PT Amanah Prima Indonesia Waktu tunggu untuk pengadaan bahan baku segar apel, nanas dan sirsak adalah selama 2 hari. Sedangkan waktu tunggu untuk pengadaan buah strawberi dan jambu masing-masing yaitu 3-4 hari dan 1-2 hari Pembelian Bahan Baku Buah Segar PT Amanah Prima Indonesia melakukan pembelian bahan baku berupa buah segar dari beberapa petani buah dan supplier di pasar induk Kramat Jati. Data yang diperoleh dari perusahaan tentang pembelian bahan baku buah segar pada 2009 dan 2010 dapat dilihat pada Tabel 6 dan 7. Tabel 6. Pembelian bahan baku buah segar per bulan (2009) Bulan Pembelian (kg) Apel Jambu Nanas Sirsak Strawberi Januari Februari Maret April Mei , Juni

10 Tabel 6. Pembelian bahan baku buah segar per bulan (2009) (lanjutan) Bulan Pembelian (kg) Apel Jambu Nanas Sirsak Strawberi Juli , ,5 Agustus , September Oktober November Desember Total , ,5 Rata-rata , ,9 217,8 Sumber: Departemen Purchasing Tabel 7. Pembelian bahan baku buah segar per bulan (2010) Bulan Pembelian (kg) Apel Jambu Nanas Sirsak Strawberi Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Total Rata-rata 572, , , ,8 253,4 Sumber: Departemen Purchasing Berdasarkan Tabel 6 dan 7 tersebut dapat dilihat bahwa pembelian buah jambu biji merah merupakan pembelian dengan jumlah yang terbanyak dibanding pembelian terhadap jenis buah lainnya. Hal ini disebabkan jumlah permintaan terhadap jus buah berbahan baku jambu biji merah cukup tinggi dibanding yang lain. Jumlah buah segar yang dibeli untuk sirsak, nanas dan jambu biji merah cukup bervariasi tiap bulannya, sedangkan pembelian buah apel dan strawberi relatif stabil setiap bulan Tingkat Pemakaian Bahan Baku Buah Segar Sistem pemakaian bahan baku yang digunakan di PT Amanah Prima Indonesia adalah metode FIFO (First In First Out), yaitu bahan baku yang lebih dulu masuk ke gudang penyimpanan akan terlebih dahulu digunakan untuk proses produksi. Tingkat pemakaian buah segar pada dasarnya merupakan jumlah pemakaian buah segar untuk diproduksi menjadi puree. Jumlah pemakaian bahan baku buah segar setiap bulannya bersifat fluktuatif berdasarkan ketersediaan buah segar itu sendiri. 27

11 Buah segar yang tersedia di tempat penyimpanan, sebagian besar langsung digunakan untuk proses produksi puree. Sebagian kecil lainnya terdapat buah segar yang disimpan dulu beberapa hari jika kondisi kematangannya belum memenuhi syarat untuk dapat digunakan dalam proses produksi. Data tentang pemakaian bahan baku buah segar pada 2009 dan 2010 di PT Amanah Prima Indonesia dapat disajikan dalam Tabel 8 dan 9. Tabel 8. Rata-rata pemakaian buah segar per bulan (2009) Bulan Pemakaian (kg) Apel Jambu Nanas Sirsak Strawberi Januari Februari Maret April , Mei Juni Juli ,5 Agustus , September , Oktober November Desember Total , ,5 Rata-rata ,96 505, ,92 217,79 Standar Deviasi 141, ,9 352, ,4 113,4 Sumber: Departemen Produksi Berdasarkan Tabel 8, dapat dilihat bahwa selama tahun 2009, PT Amanah Prima Indonesia menggunakan bahan baku apel sebesar kg, jambu biji merah sebesar ,5 kg, nanas sebesar kg, sirsak sebesar kg dan strawberi sebesar 2.613,5 kg. Rata-rata pemakaian buah segar per bulan masing-masing yaitu: apel sebesar 272 kg, jambu sebesar 5.987,9 kg, nanas sebesar 505,2 kg, sirsak sebesar 2.355,9 kg dan strawberi sebesar 113,4 kg. Pemakaian bahan baku jambu biji merah merupakan pemakaian bahan baku terbesar dibanding bahan baku buah segar lainnya. Pemakaian buah jambu biji segar di bulan pertama cukup besar yaitu sebesar kg. Dua bulan berikutnya yaitu pada bulan Februari dan Maret, tidak ada buah jambu biji yang digunakan untuk proses produksi. Pemakaian buah jambu biji selanjutnya terjadi pada bulan April hingga Oktober dengan jumlah yang cukup besar. Puncak pemakaian tertinggi terjadi pada bulan Agustus yaitu sebesar ,6 kg. 28

12 Gambar 7. Grafik tingkat pemakaian bahan baku buah segar tahun 2009 Pada grafik di atas (Gambar 7), dapat dilihat bahwa untuk bahan baku apel, pemakaian tertinggi terjadi pada September dan terendah pada Maret. Pemakaian bahan baku jambu biji merah tertinggi pada Agustus dan terendah pada Mei, sedangkan untuk bahan baku nanas, pemakaian tertinggi terjadi pada November dan terendah pada Januari. Bahan baku sirsak banyak digunakan pada Mei dan terendah digunakan pada Februari. Untuk bahan baku strawberi, pemakaian tertinggi terjadi pada Juli dan terendah pada Mei. Besarnya pemakaian bahan baku yang berbeda-beda disebabkan adanya ketidakpastian ketersediaan bahan baku buah segar yang terjadi berdasarkan musim panen. Tabel 9. Rata-rata pemakaian buah segar per bulan (2010) Bulan Pemakaian (kg) Apel Jambu Nanas Sirsak Strawberi Januari Februari Maret April , Mei , Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Total Rata-rata 572, , , ,83 253,42 Standar Deviasi 264, ,2 492, ,6 Sumber: PT Amanah Prima Indonesia 29

13 Berdasarkan Tabel 9, dapat dilihat bahwa selama tahun 2010, PT Amanah Prima Indonesia menggunakan bahan baku apel sebesar kg, jambu biji merah sebesar kg, nanas sebesar kg, sirsak sebesar kg dan strawberi sebesar kg. Rata-rata pemakaian buah segar per bulan masing-masing yaitu: apel sebesar 264,3 kg, jambu sebesar 8.663,17 kg, nanas sebesar 1.003,3 kg, sirsak sebesar 1.962,8 kg dan strawberi sebesar 253,4 kg. Pemakaian bahan baku jambu biji merah merupakan pemakaian bahan baku terbesar dibanding bahan baku buah segar lainnya. Puncak pemakaian jambu biji tertinggi terjadi pada bulan Agustus yaitu sebesar kg. Gambar 8. Grafik tingkat pemakaian bahan baku tahun 2010 Berdasarkan Gambar 8, untuk bahan baku apel, pemakaian tertinggi terjadi pada Maret dan terendah pada Januari dan Februari. Pemakaian bahan baku jambu biji merah tertinggi pada Agustus dan terendah pada Februari, sedangkan untuk bahan baku nanas, pemakaian tertinggi terjadi pada September dan terendah pada Maret. Bahan baku sirsak, banyak digunakan pada Februari dan sedikit digunakan pada April. Untuk bahan baku strawberi, pemakaian tertinggi terjadi pada Februari dan terendah pada Desember Apel Pemakaian rata-rata apel selama tahun 2009 sebesar 272 kg per bulan. Sedangkan selama tahun 2010, pemakaian rata-rata apel sebesar 572,6 kg per bulan. Dalam satu bulan, rata-rata bahan baku berupa buah segar yang diterima langsung digunakan untuk proses produksi. Hal ini menyebabkan persediaan bahan baku di gudang tiap bulannya tidak sama. Bahkan di beberapa bulan tertentu, tidak ada persediaan bahan baku berupa apel segar di tempat penerimaan awal. Rincian tingkat persediaan apel segar dapat dilihat dalam Tabel

14 Bulan Tabel 10. Tingkat persediaan apel segar (2009 dan 2010) Awal (kg) Penerimaan (kg) Pemakaian (kg) Akhir (kg) Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Total Rata-rata per bulan 41, , ,6 41,7 10 Rata-rata per minggu 10,4 2, , ,1 10,4 2,5 Standar deviasi per bulan 73,2 33,2 121,4 265,1 141,4 264,3 73,2 33,2 Sumber: PT Amanah Prima Indonesia Berdasarkan Tabel 10 di atas, selama tahun 2009, persediaan rata-rata apel segar sebesar 41,7 kg per bulan. Sedangkan selama tahun 2010, persediaan rata-rata apel segar sebesar 10 kg per bulan. Standar deviasi persediaan apel segar per minggu pada 2009 sebesar 73,2 kg dan pada 2010 sebesar 33,2 kg Jambu Biji Merah Pemakaian rata-rata jambu biji merah selama tahun 2009 sebesar kg per bulan. Sedangkan selama tahun 2010, pemakaian rata-rata jambu biji sebesar 8.663,2 kg per bulan. Rincian jumlah persediaan jambu biji merah segar dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Tingkat persediaan jambu biji segar (2009 dan 2010) Penerimaan (kg) Pemakaian (kg) Bulan Awal (kg) Akhir (kg) Januari Februari Maret April , ,5 273,5 0,5 31

15 Bulan Tabel 11. Tingkat persediaan jambu biji segar (2009 dan 2010) (lanjutan) Awal (kg) Penerimaan (kg) Pemakaian (kg) Akhir (kg) Mei 273,5 0, , ,5 0 0 Juni Juli , ,5 0 Agustus 10, , , , September 92, , Oktober November Desember Total* Rata-rata per bulan* Rata-rata per minggu* Standar deviasi per bulan* Sumber: PT Amanah Prima Indonesia (* pembulatan) Berdasarkan Tabel 11, selama tahun 2009, persediaan rata-rata jambu biji segar sebesar 339 kg per bulan. Sedangkan selama tahun 2010, persediaan rata-rata jambu biji segar sebesar kg per bulan. Standar deviasi persediaan jambu biji merah segar per minggu pada 2009 sebesar kg dan pada 2010 sebesar kg Nanas Pemakaian rata-rata nanas selama tahun 2009 sebesar 505,3 kg per bulan. Sedangkan selama tahun 2010, pemakaian rata-rata nanas adalah sebesar 1.003,3 kg per bulan. Rincian persediaan nanas segar dijelaskan pada Tabel 12. Tabel 12. Tingkat persediaan nanas segar (2009 dan 2010) Penerimaan (kg) Pemakaian (kg) Bulan Awal (kg) Akhir (kg) Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus

16 Bulan Tabel 12. Tingkat persediaan nanas segar (2009 dan 2010) (lanjutan) Awal (kg) Penerimaan (kg) Pemakaian (kg) Akhir (kg) September Oktober November Desember Total Rata-rata per bulan 15, , ,3 505, ,3 15,1 0 Rata-rata per minggu 3, ,3 250,8 126,3 250,8 3,8 0 Standar deviasi per bulan ,9 492,2 352,5 492, Sumber: PT Amanah Prima Indonesia Berdasarkan Tabel 12 di atas, selama tahun 2009, persediaan rata-rata nanas segar sebesar 15,1 kg per bulan. Sedangkan selama tahun 2010, tidak ada persediaan nanas segar di tempat penyimpanan karena seluruh bahan baku yang diterima di tempat penyimpanan tersebut, langsung digunakan untuk proses produksi. Standar deviasi persediaan nanas segar per minggu sebesar 50 kg pada Sirsak Pemakaian rata-rata sirsak segar selama tahun 2009 sebesar 2.355,9 kg per bulan. Sedangkan selama tahun 2010, pemakaian rata-rata sirsak segar adalah sebesar 1.962,8 kg per bulan. Selama tahun 2009, persediaan rata-rata sirsak segar sebesar 162 kg per bulan. Sedangkan selama tahun 2010, persediaan rata-rata sirsak segar sebesar 252,4 kg per bulan. Rincian persediaan sirsak segar dijelaskan pada Tabel 13. Tabel 13. Tingkat persediaan sirsak segar (2009 dan 2010) Penerimaan (kg) Pemakaian (kg) Bulan Awal (kg) Akhir (kg) Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember

17 Tabel 13. Tingkat persediaan sirsak segar (2009 dan 2010) (lanjutan) Penerimaan (kg) Pemakaian (kg) Awal (kg) Akhir (kg) Total Rata-rata per bulan , , , , , ,4 Rata-rata per minggu 40,5 63, , ,7 40,5 63,1 Standar deviasi per bulan 293,2 401, , , , ,2 401,7 Sumber: PT Amanah Prima Indonesia Strawberi Pemakaian rata-rata strawberi selama tahun 2009 sebesar 217,8 kg per bulan. Sedangkan selama tahun 2010, pemakaian rata-rata strawberi adalah sebesar 253,4 kg per bulan. Rincian jumlah persediaan strawberi segar dijelaskan dalam Tabel 14. Tabel 14. Tingkat persediaan strawberi segar (2009 dan 2010) Penerimaan (kg) Pemakaian (kg) Bulan Awal (kg) Akhir (kg) Januari Februari Maret April Mei Juni Juli , , Agustus September Oktober November Desember Total , , Rata-rata per bulan 28, ,8 253,4 217,8 253,4 28,8 0 Rata-rata per minggu 7,2 0 54,4 63,4 54,4 63,4 7,2 0 Standar deviasi per bulan 64,4 0 73,8 51,6 113,4 51,6 64,4 0 Sumber: PT Amanah Prima Indonesia Berdasarkan Tabel 14 di atas, selama tahun 2009, persediaan rata-rata strawberi sebesar 28,8 kg per bulan. Sedangkan selama tahun 2010, tidak ada persediaan strawberi segar yang terjadi karena seluruh bahan baku yang diterima langsung digunakan untuk proses produksi. 34

18 4.3.5 Tingkat Pemakaian Puree Dalam proses produksi yang dilakukan oleh PT Amanah Prima Indonesia, buah segar diolah menjadi puree untuk langsung diproses lebih lanjut menjadi jus dan untuk dijadikan sebagai persediaan. Adanya persediaan berupa puree ini bertujuan agar ketersediaan bahan baku tetap dapat dijaga ketika buah segar tidak dapat dipenuhi oleh pemasok akibat kondisi panen yang tidak pasti. Jumlah puree yang dihasilkan dari proses produksi buah segar pada 2009 dan 2010 dijelaskan dalam Tabel 15 dan 16. Tabel 15. Produksi puree yang dihasilkan dari buah segar per bulan (2009) Bulan Puree (kg) Apel Jambu Nanas Sirsak Strawberi Januari ,8 292,5 704,7 216,6 Februari ,1 237,5 Maret 147, ,3 223,3 April 239, , ,2 0 Mei 312, ,3 443, ,9 156,8 Juni 361, ,7 651, ,5 0 Juli 165, , ,9 406,1 Agustus 177, ,3 613, ,6 242,3 September 494, ,7 670, ,9 224,2 Oktober 349, ,6 244,2 November 174, , ,9 253,7 Desember 395, ,5 292, ,4 278,4 Total 3.002, , , ,1 Rata-rata 250, ,1 394, ,7 206,9 Sumber: PT Amanah Prima Indonesia Tabel 16. Produksi puree yang dihasilkan dari buah segar per bulan (2010) Bulan Puree (kg) Apel Jambu Nanas Sirsak Strawberi Januari 174, ,9 681, ,6 223,3 Februari 174, ,6 681, ,9 321,1 Maret 933, ,3 173, ,7 248 April 404, , ,8 318,3 Mei 294, ,4 536, ,6 285 Juni 386, ,4 386, ,9 193,8 Juli 502, , , ,3 191,9 Agustus 450, ,7 776, ,2 September , , ,1 Oktober , ,4 237,5 November , , ,8 225,2 Desember 791, , ,8 173,9 Total 6.321, , , , ,3 Rata-rata 526, ,8 782, ,7 240,8 Sumber: PT Amanah Prima Indonesia 35

19 Puree Apel Pemakaian rata-rata puree apel sebagai bahan baku untuk produksi jus selama tahun 2009 sebesar 294,8 kg per bulan. Sedangkan selama tahun 2010, pemakaian rata-rata puree apel sebesar 532,2 kg per bulan. Bulan Tabel 17. Tingkat persediaan puree apel (2009 dan 2010) Awal (kg) Produksi (kg) Pemakaian (kg) Akhir (kg) Januari 636,1 101, ,8 438, ,3 Februari , ,8 296,7 215,9 85,3 50,1 Maret 85,3 50,1 147,2 933,8 147,1 869,5 85,3 114,4 April 85,3 114,4 239,2 404,8 311,8 447,8 12,7 71,4 Mei 12,7 71,4 312,8 294,4 299,8 363,9 25,7 1,9 Juni 25,7 1,9 361,6 386,4 288,7 364,1 98,5 24,2 Juli 98,5 24,2 165,6 502,3 189, ,2 61,5 Agustus 74,2 61,5 177,6 450,8 224,7 483,8 27,1 28,5 September 27,1 28, ,2 728,2 100,8 36,3 Oktober 100,8 36,3 349, ,6 716,5 38,9 55,8 November 38,9 55,8 174, ,4 708,5 16,2 83,4 Desember 16,2 83,4 395,6 791,2 310,4 837,8 101,5 36,7 Total , , , ,1 - - Rata-rata 131, ,2 526,8 294,8 532,2 87,3 54,6 Sumber: PT Amanah Prima Indonesia Berdasarkan Tabel 17 di atas, selama tahun 2009, persediaan rata-rata puree apel sebesar 87,3 kg per bulan. Sedangkan selama tahun 2010, persediaan rata-rata puree apel sebesar 54,6 kg per bulan Puree Jambu Biji Merah Pemakaian rata-rata puree jambu biji merah sebagai bahan baku untuk produksi jus selama tahun 2009 sebesar 4.571,3 kg per bulan. Sedangkan selama tahun 2010, pemakaian ratarata puree jambu sebesar 7.415,9 kg per bulan. Rincian jumlah persediaan puree jambu biji merah dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18. Tingkat persediaan puree jambu biji merah (2009 dan 2010)* Awal (kg) Akhir (kg) Bulan Produksi (kg) Pemakaian (kg) Januari Februari Maret April Mei

20 Tabel 18. Tingkat persediaan puree jambu biji merah (2009 dan 2010)* (lanjutan) Bulan Awal (kg) Produksi (kg) Pemakaian (kg) Akhir (kg) Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Total Rata-rata Sumber: PT Amanah Prima Indonesia (*angka pembulatan) Berdasarkan Tabel 18 di atas, selama tahun 2009, persediaan rata-rata puree jambu biji sebesar 4.193,1 kg per bulan. Sedangkan selama tahun 2010, persediaan rata-rata puree jambu biji sebesar 3.557,3 kg per bulan Puree Nanas Pemakaian rata-rata puree nanas sebagai bahan baku untuk produksi jus selama tahun 2009 sebesar 407,7 kg per bulan. Sedangkan selama tahun 2010, pemakaian rata-rata puree nanas sebesar 777,1 kg per bulan. Selama tahun 2009, persediaan rata-rata puree nanas sebesar 273,9 kg per bulan. Sedangkan selama tahun 2010, persediaan rata-rata puree nanas sebesar 242,4 kg per bulan. Rincian persediaan puree nanas dijelaskan pada Tabel 19. Awal (kg) Tabel 19. Tingkat persediaan puree nanas (2009 dan 2010) Akhir (kg) Bulan Produksi (kg) Pemakaian (kg) Januari ,9 292,5 681,7 255,2 627,8 329,3 182,8 Februari 329,3 182, ,7 205,8 603,8 123,5 260,7 Maret 123,5 260, ,9 287,4 256,8 187,1 177,8 April 187,1 177, ,1 750, ,1 Mei ,1 443,8 536,6 355, ,8 Juni ,8 651,3 386,1 432,3 391, ,2 Juli , ,7 438, ,1 147,4 284,8 Agustus 147,4 284,8 613,1 776, ,3 260,5 110,6 September 260,5 110,6 670, ,8 422,8 995,5 508,5 668,9 Oktober 508,5 668, ,9 139,5 126,9 November 139,5 126,9 829, ,5 738,2 996,7 230,4 397,8 Desember 230,4 397,8 292, , ,7 128,9 195,1 Total , , , Rata-rata 287,5 236,9 394,1 782,6 407,7 777,1 273,9 242,4 Sumber: PT Amanah Prima Indonesia 37

21 Puree Sirsak Pemakaian rata-rata puree sirsak selama tahun 2009 sebesar kg per bulan. Sedangkan selama tahun 2010, pemakaian rata-rata puree nanas adalah sebesar 1.663,6 kg per bulan. Rincian jumlah persediaan puree sirsak dijelaskan dalam Tabel 20. Bulan Tabel 20. Tingkat persediaan puree sirsak (2009 dan 2010)* Awal (kg) Produksi (kg) Pemakaian (kg) Akhir (kg) Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Total Rata-rata Sumber: PT Amanah Prima Indonesia (*angka pembulatan) Berdasarkan Tabel 20, dapat dilihat bahwa selama tahun 2009, persediaan rata-rata puree sirsak sebesar 591,5 kg per bulan. Sedangkan selama tahun 2010, persediaan rata-rata puree sirsak sebesar 659,2 kg per bulan Puree Strawberi Pemakaian rata-rata puree strawberi selama tahun 2009 sebesar 195,7 kg per bulan. Sedangkan selama tahun 2010, pemakaian rata-rata puree strawberi sebesar 247,4 kg per bulan. Rincian jumlah persediaan puree strawberi dijelaskan dalam Tabel 21. Tabel 21. Tingkat persediaan puree strawberi (2009 dan 2010) Awal (kg) Akhir (kg) Bulan Produksi (kg) Pemakaian (kg) Januari ,8 216,6 223,3 183,3 224,9 68,3 168,1 Februari 68,3 168,1 237,5 321, ,3 108,8 186 Maret 108, , ,2 275,9 171,8 158 April 171, , ,5 29,8 150,8 Mei 29,8 150,8 156, ,1 343,8 81,5 92 Juni 81, ,8 62, ,3 101,7 Juli 19,3 101,7 406,1 191,9 298,3 224,8 127,2 68,9 38

22 Bulan Tabel 21. Tingkat persediaan puree strawberi (2009 dan 2010) (lanjutan) Awal (kg) Produksi (kg) Pemakaian (kg) Akhir (kg) Agustus 127,2 68,9 242,3 187,2 283,1 221,7 86,3 34,3 September 86,3 34,3 224,2 284,1 170,2 265,8 140,3 52,6 Oktober 140,3 52,6 244,2 237,5 190,8 259,5 193,6 30,6 November 193,6 30,6 253,7 225, ,8 154,3 65 Desember 154, ,4 173,9 262,8 149,2 169,8 89,6 Total , ,1 - - Rata-rata 101,3 106,5 206,9 240,7 195,7 247,4 112,6 99,8 Sumber: PT Amanah Prima Indonesia Berdasarkan Tabel 21 tersebut, selama tahun 2009, persediaan rata-rata puree strawberi sebesar 126,6 kg per bulan. Sedangkan selama tahun 2010, persediaan rata-rata puree strawberi sebesar 99,8 kg per bulan Biaya-Biaya PT Amanah Prima Indonesia mengeluarkan sejumlah biaya atas persediaan bahan baku yang digunakan untuk proses produksi jus yaitu biaya pemesanan dan biaya penyimpanan bahan baku. Masing-masing bahan baku yang diperhitungkan adalah bahan baku berupa buah segar dan puree Biaya Pemesanan (Ordering Cost) Biaya pemesanan pada dasarnya terdiri dari biaya pengadaan dan biaya pemesanan tetap. Biaya pemesanan tetap per pesan untuk buah segar sebesar Rp , sedangkan untuk puree sebesar Rp Biaya pengadaan merupakan biaya yang dikeluarkan untuk mengadakan sejumlah bahan baku dalam proses produksi. Perhitungan biaya pengadaan buah segar sebagai bahan baku dalam produksi puree, didasarkan pada harga buah segar per kg dan jumlah kg per pesan. Sedangkan perhitungan biaya pengadaan puree sebagai bahan baku dalam produksi jus, didasarkan pada besarnya biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi puree per kg dan jumlah kg puree yang dihasilkan per periode (bulan). a. Biaya Pengadaan Buah Segar Biaya pengadaan buah segar termasuk dalam jenis biaya pengadaan yang disebut dengan ordering cost karena pengadaan barang berasal dari pembelian. Dalam sekali pengadaan, biaya yang dikeluarkan untuk apel sebesar Rp ,50/pesan, jambu biji sebesar Rp ,00/pesan, nanas sebesar Rp ,00/pesan, sirsak sebesar Rp ,00/pesan dan strawberi sebesar Rp ,00/pesan. Total biaya pengadaan bahan baku buah segar masing-masing untuk: apel segar sebesar Rp ,00 per bulan, jambu biji merah sebesar Rp ,00 per bulan, nanas sebesar Rp ,00 per bulan, sirsak sebesar Rp ,00 per bulan, dan strawberi sebesar Rp ,00 per bulan. Rincian biaya pengadaan buah segar dijelaskan dalam Tabel

23 Jenis Frekuensi Rata- Rata Pemesanan per Bulan Tabel 22. Biaya pengadaan buah segar Rata-Rata Jumlah per Pesan (kg) Harga Rata-Rata per kg Total Biaya (Rp/bulan) Apel 2 220, , Jambu 8 906, , Nanas 2 532, , Sirsak 4 624, , Strawberi 1 235, , Ket.: Data diolah berdasarkan data 2 tahun ( ) b. Biaya Produksi Puree Biaya produksi puree ini disebut juga dengan set up cost karena pengadaan barang berasal dari produksi sendiri. Rincian biaya pengadaan puree dijelaskan dalam Tabel 23. Tabel 23. Biaya produksi puree Jenis Rata-Rata Jumlah Produksi per Bulan (kg) Nilai Rata-Rata per kg Total Biaya (Rp/bulan) Apel 388, ,5 Jambu 6.006, Nanas 588, ,4 Sirsak 1.878, Strawberi 223, ,2 Ket.: Data diolah berdasarkan data 2 tahun ( ) Biaya Penyimpanan (Holding Cost) Biaya penyimpanan terdiri dari biaya penyimpanan tetap dan biaya menahan persediaan. Biaya penyimpanan tetap per bulan untuk buah segar sebesar Rp , sedangkan untuk puree sebesar Rp Biaya menahan persediaan adalah biaya yang dikeluarkan atas adanya persediaan di tempat penyimpanan. yang dimaksud adalah persediaan berupa buah segar dan persediaan berupa puree. Biaya menahan persediaan per kg buah segar dipengaruhi oleh harga bahan baku buah segar per kg. Sedangkan biaya menahan persediaan per kg puree dipengaruhi oleh nilai puree per kg. Kedua biaya menahan persediaan tersebut dipengaruhi pula oleh suku bunga yang berlaku saat itu. Selama tahun 2009 dan 2010, suku bunga bank yang berlaku adalah sebesar 12% per tahun atau sekitar 1% per bulan. Hasil perhitungan biaya menahan persediaan untuk masing-masing jenis bahan baku buah dan puree dapat dilihat dalam Tabel 24 dan rincian perhitungan tiap jenis bahan baku terlampir pada Lampiran 10a dan 10b. Jenis Bahan Baku Tabel 24. Biaya menahan persediaan buah segar dan puree pada 2009 dan 2010 Total Biaya Menahan (Rp/kg/thn) Rata-Rata Biaya Menahan (Rp/kg) Buah Segar Apel Jambu Biji Nanas

24 Tabel 24. Biaya menahan persediaan buah segar dan puree pada 2009 dan 2010 (lanjutan) Jenis Bahan Baku Total Biaya Menahan (Rp/kg/thn) Rata-Rata Biaya Menahan (Rp/kg) Sirsak Strawberi Puree Apel Jambu Biji Nanas Sirsak Strawberi Ket: data diolah Total Biaya Perhitungan total biaya persediaan menurut perusahaan dilakukan dengan menjumlahkan total biaya pemesanan (persamaan 5) dan total biaya penyimpanan (persamaan 6). Hasil perhitungan total biaya persediaan dapat dilihat pada Tabel 25. Tabel 25. Hasil perhitungan total biaya persediaan menurut perusahaan pada 2009 dan 2010 Jenis Bahan Baku Biaya Penyimpanan (Rp/thn) Biaya Pemesanan (Rp/thn) Total Biaya (Rp/thn) Buah Segar Apel Jambu Nanas Sirsak Strawberi Puree Apel Jambu Nanas Sirsak Strawberi Ket: data diolah 4.4 ANALISIS PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU Sebagai salah satu input dalam proses produksi, bahan baku memiliki kedudukan yang strategis dalam manajemen perusahaan karena perannya yang sangat penting, baik sebagai bahan baku utama maupun besarnya biaya yang harus dikeluarkan untuk memenuhi pengadaannya. bahan baku perlu dilakukan untuk menjaga kelangsungan proses produksi. Hal ini merupakan bentuk antisipasi terhadap kondisi proses produksi ataupun kondisi pengadaan bahan baku yang tidak pasti. 41

25 4.4.1 Analisis ABC Analisis ABC pertama kali diperkenalkan oleh HF Dickie pada 1950-an (Herjanto, 2007). Model analisis ABC digunakan untuk melakukan klasifikasi persediaan dalam kategori berdasarkan tingkat kepentingannya. akan dikategorikan dalam tiga kategori yaitu A, B dan C dengan basis volume penggunaan biaya persediaan dalam setahun. Bahan baku berupa buah segar yang digunakan dalam kegiatan produksi perusahaan sangat beragam jenisnya. Jumlah persediaan masing-masing bahan baku buah segar tersebut sangat banyak. Analisis ABC digunakan untuk mengetahui jenis buah segar yang perlu mendapat prioritas. Analisis ABC merupakan alat yang sangat berguna untuk menentukan jenis persediaan bahan baku buah segar yang penting untuk dikendalikan berdasarkan kriteria tertentu yang dianggap penting bagi perusahaan. Hal ini dikarenakan setiap unit persediaan bahan baku merupakan modal dalam proses produksi. Analisis ini dilakukan dengan mengalikan jumlah persediaan yang digunakan dalam satu tahun dengan harga per unit persediaan. Bahan baku yang digunakan untuk analisis sebanyak lima jenis buah segar yaitu jambu biji merah, apel, sirsak, nanas dan strawberi. Pada model analisis ABC, bahan baku tersebut akan dikategorikan ke dalam tiga kategori yaitu kategori A (sangat penting), kategori B (penting) dan kategori C (kurang penting). Setiap kategori tersebut memiliki porsi penyerapan modal dan jumlah bahan baku yang berbeda-beda. Basis yang digunakan untuk menghitung penggunaan biaya jenis persediaan tertentu adalah jumlah unit kebutuhan persediaan per tahun dikalikan dengan biaya per unit. Kategori persediaan A adalah persediaan yang berjumlah sekitar 15% dari jumlah total persediaan, namun menghabiskan sekitar 60-80% dari total biaya persediaan dalam setahun. Kategori B adalah persediaan dengan jumlah sekitar 35% dari jumlah total persediaan, namun menghabiskan biaya sekitar 15-25% dari total biaya persediaan. Sedangkan kategori C adalah persediaan dengan jumlah sekitar 50% dari total persediaan dan menghabiskan biaya sekitar 5-10% dari total biaya persediaan per tahun. Klasifikasi bahan baku berupa buah segar dengan analisis ABC dapat dilihat pada Tabel 26. Jenis Buah Tabel 26. Klasifikasi bahan baku dengan analisis ABC Harga per unit (Rp/kg) Volume Kebutuhan (kg) Nilai (Rp) Penyerapan Modal (%) Kelas Jambu 3.532, ,3 A Sirsak 4.616, ,0 B Strawberi , ,6 C Nanas 2.429, ,1 Apel 4.118, ,0 Ket: Data diolah berdasarkan data kebutuhan bahan baku 2010 Berdasarkan Tabel 26, dapat dilihat bahwa bahan baku yang termasuk dalam kategori A adalah jambu. Kategori A memiliki persentase penyerapan modal sebesar 64,3% atau sejumlah Rp ,00 dari total biaya persediaan. Bahan baku yang termasuk dalam kategori B adalah sirsak. Bahan baku pada kategori B ini memiliki persentase penyerapan modal sebesar 19,0% atau sejumlah Rp ,00 dari jumlah total biaya persediaan bahan baku. Sedangkan bahan baku yang termasuk dalam kategori C adalah strawberi, nanas dan apel. 42

26 Kategori C memiliki persentase penyerapan modal sebesar 6,6% (strawberi), 5,1% (nanas) dan 5,0% (apel) dari total biaya persediaan bahan baku. Berdasarkan klasifikasi tersebut, perusahaan dapat membuat kebijakan persediaan bahan baku sebagai berikut: a. pengembangan sumber dana untuk penerimaan bahan baku kategori A lebih ditingkatkan dibanding bahan baku kategori C b. pengendalian yang lebih ketat diperlukan untuk bahan baku kategori A c. peramalan bahan baku kategori A harus lebih diperhatikan dibanding peramalan bahan baku kategori B dan C Berdasarkan hasil analisis ABC, perusahaan harus mengendalikan persediaan bahan baku yang lebih ketat terhadap bahan baku yang termasuk kategori A, yaitu buah jambu biji merah segar. Hal ini dikarenakan bahan baku dalam kategori tersebut memiliki jumlah pemakaian yang lebih besar dibanding bahan baku dalam kategori B dan C. Selain itu, bahan baku dalam kategori A juga menyerap modal persediaan bahan baku yang lebih besar dibanding bahan baku dalam kategori B dan C. Oleh karena itu, perusahaan harus melakukan analisis ABC terhadap bahan baku pembuatan jus secara periodik terutama jika terjadi perubahan volume produksi dan penambahan jenis persediaan, sehingga manajemen atau pengendalian persediaan tetap terkontrol dengan baik Perhitungan EOQ (Economic Order Quantity) EOQ Dalam Menentukan Jumlah kg Puree yang Optimal untuk Diproduksi Dalam melakukan perhitungan EOQ untuk menentukan berapa besar jumlah (kg) puree yang optimal untuk diproduksi dari buah segar, terdapat beberapa aspek yang menjadi bagian dari formulasi tersebut. Total permintaan (D) merupakan besar permintaan atau kebutuhan puree yang diperlukan untuk memproduksi sejumlah jus buah (liter). Data ini diolah berdasarkan data volume produksi jus pada 2009 dan 2010 yang diperoleh dari Departemen Produksi. Volume jus dalam liter dikonversi ke kg puree yang diperlukan untuk proses produksi. Sedangkan biaya pemesanan (S) merupakan biaya pengadaan puree per periode produksi dan biaya set up (tetap). Biaya penyimpanan (H) dalam rupiah per unit per tahun merupakan biaya penyimpanan setiap kali produksi puree dalam setahun pada 2009 dan Jumlah permintaan terhadap puree untuk menghasilkan jus buah (kg), besarnya biaya pemesanan (Rp) dan biaya penyimpanan (Rp/unit/thn) pada PT Amanah Prima Indonesia selama tahun dapat dilihat pada Tabel 27. Tabel 27. Permintaan terhadap puree, biaya pemesanan dan biaya penyimpanan periode Jenis Permintaan terhadap Biaya Pemesanan Biaya Penyimpanan Tahun puree puree (kg)* (Rp) (Rp/unit/thn) Apel Jambu

III. METODE PENELITIAN 3.1 KERANGKA PEMIKIRAN

III. METODE PENELITIAN 3.1 KERANGKA PEMIKIRAN III. METODE PENELITIAN 3.1 KERANGKA PEMIKIRAN Bahan baku merupakan salah satu faktor yang memiliki pengaruh besar dalam memperlancar proses produksi. Banyaknya yang tersedia akan menentukan besarnya penggunaan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Produksi Proses Produksi

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Produksi Proses Produksi HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Produksi Proses Produksi Proses produksi adalah suatu rangkaian operasi yang dilalui bahan baku baik secara fisik maupun kimia untuk meningkatkan nilai tambah dan nilai jualnya.

Lebih terperinci

VII PERENCANAAN PENGADAAN PERSEDIAAN TUNA

VII PERENCANAAN PENGADAAN PERSEDIAAN TUNA VII PERENCANAAN PENGADAAN PERSEDIAAN TUNA Perencanaan pengadaan persediaan tuna tahun 2010 didasarkan kepada proyeksi permintaan hasil ramalan metode peramalan time series terbaik yaitu dekomposisi aditif.

Lebih terperinci

COST ACCOUNTING MATERI-9 BIAYA BAHAN BAKU. Universitas Esa Unggul Jakarta

COST ACCOUNTING MATERI-9 BIAYA BAHAN BAKU. Universitas Esa Unggul Jakarta COST ACCOUNTING MATERI-9 BIAYA BAHAN BAKU Universitas Esa Unggul Jakarta PENGERTIAN BAHAN BAKU Adalah bahan yang membentuk bagian menyeluruh dari produk jadi. Bahan baku dapat diperoleh dari pembelian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perkembangan ekonomi dewasa ini, dunia usaha tumbuh dengan semakin pesat. Sehingga menuntut perusahaan untuk bekerja dengan lebih efisien dalam menghadapi persaingan

Lebih terperinci

BAB 6 MANAJEMEN PERSEDIAAN

BAB 6 MANAJEMEN PERSEDIAAN BAB 6 MANAJEMEN PERSEDIAAN Perusahaan memiliki persediaan dengan tujuan untuk menjaga kelancaran usahanya. Bagi perusahaan dagang persediaan barang dagang memungkinkan perusahaan untuk memenuhi permintaan

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK

BAB III PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK BAB III PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK 3.1 Bidang Pelaksanaan Kerja Praktek Selama kurang lebih 1 (satu) bulan terhitung sejak 05 Juli s/d 13 Agustus 2010 penulis melaksanakan kerja praktek di Balai Besar Bahan

Lebih terperinci

B I A YA B A H AN A. Perencanaan Bahan Tujuan perencanaan bahan Masalah yang timbul dalam perencanaan bahan

B I A YA B A H AN A. Perencanaan Bahan Tujuan perencanaan bahan Masalah yang timbul dalam perencanaan bahan 1 B I A YA B A H AN Masalah yang dihadapi manajemen yang berhubungan dengan bahan adalah keterlambatan tersedianya bahan akan mempengaruhi kelancaran kegiatan produksi, sedangkan persediaan bahan yang

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH Dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi, maka penulis menggunakan metode penyelesaian masalah yang dapat digambarkan sebagai berikut: Penelitian Pendahuluan Identifikasi

Lebih terperinci

MANAJEMEN PERSEDIAAN (INVENTORY)

MANAJEMEN PERSEDIAAN (INVENTORY) MANAJEMEN PERSEDIAAN (INVENTORY) KONSEP DASAR Salah satu fungsi manajerial yang sangat penting dalam operasional suatu perusahaan adalah pengendalian persediaan (inventory control), karena kebijakan persediaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di dunia usaha saat ini semakin ketat. Hal ini disebabkan tuntutan

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di dunia usaha saat ini semakin ketat. Hal ini disebabkan tuntutan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan dan kemajuan teknologi, kondisi persaingan yang ada di dunia usaha saat ini semakin ketat. Hal ini disebabkan tuntutan konsumen

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Dalam melaksanakan aktivitas produksi suatu barang, setiap perusahaan, baik perusahaan jasa atau pun perusahaan perdagangan serta perusahaan manufaktur pasti mengadakan persediaan.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persediaan 2.1.1 Pengertian Persediaan Masalah umum pada suatu model persediaan bersumber dari kejadian yang dihadapi setiap saat dibidang usaha, baik dagang ataupun industri.

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Persediaan pada Supply Chain Persediaan adalah bahan atau barang yang disimpan yang akan digunakan untuk memenuhi tujuan tertentu, misalnya untuk proses produksi atau perakitan,

Lebih terperinci

PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU PRODUK ALE- ALE PADA PT TIRTA ALAM SEGAR DENGAN METODE ABC DAN ECONOMIC ORDER QUANTITY (EOQ)

PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU PRODUK ALE- ALE PADA PT TIRTA ALAM SEGAR DENGAN METODE ABC DAN ECONOMIC ORDER QUANTITY (EOQ) PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU PRODUK ALE- ALE PADA PT TIRTA ALAM SEGAR DENGAN METODE ABC DAN ECONOMIC ORDER QUANTITY (EOQ) Nama : Snezana Yofanda NPM : 37412094 Jurusan : Teknik Industri Pembimbing

Lebih terperinci

Manajemen Persediaan (Inventory Management)

Manajemen Persediaan (Inventory Management) Manajemen Persediaan (Inventory Management) 1 A. PERSEDIAAN (INVENTORY) Persediaan adalah bahan/barang yang disimpan yang akan digunakan untuk memenuhi tujuan tertentu misalnya untuk proses produksi atau

Lebih terperinci

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP Hak cipta dan penggunaan kembali: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah, memperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda mencantumkan nama penulis

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bentuk Penelitian Bentuk penelitian pada penelitian ini adalah penelitian komparatif dengan pendekatan kualitatif. Menurut Sujarweni (2015:74), penelitian komparatif adalah

Lebih terperinci

Manajemen Persediaan

Manajemen Persediaan Manajemen Persediaan 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 A B C 20 40 60 80 100 100 80 60 40 20 Prof. Dr. Ir. Zulkifli Alamsyah, M.Sc. Program Studi Agribisnis FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS JAMBI Persediaan Pengertian

Lebih terperinci

Metode Pengendalian Persediaan Tradisional L/O/G/O

Metode Pengendalian Persediaan Tradisional L/O/G/O Metode Pengendalian Persediaan Tradisional L/O/G/O Perencanaan Persediaan Input data yang harus dipertimbangkan dalam merencanakan jumlah dan periode siklus waktu antar pemesanan/ pembuatan adalah: Total

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 Definisi dan Fungsi Persediaan Persediaan adalah sunber daya mengganggur (idle resources) yang menunggu proses lebih lanjut. Yang dimaksud proses lanjut tersebut adalah berupa

Lebih terperinci

MANAJEMEN PRODUKSI- OPERASI

MANAJEMEN PRODUKSI- OPERASI INVENTORY MANAGEMENT MANAJEMEN PRODUKSI- OPERASI Manajemen Persediaan Manajemen persediaan merupakan suatu cara untuk mengelola dan mengendalikan persediaan agar dapat melakukan pemesanan yang tepat sehingga

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Persediaan merupakan suatu aktiva yang meliputi barang-barang milik perusahaan dengan maksud untuk dijual dalam suatu periode usaha tertentu, atau persediaan barang-barang yang masi

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Fungsi Pengendalian Persediaan Masalah pengendalian persediaan merupakan salah satu masalah penting yang dihadapi oleh perusahaan. Kekurangan bahan baku akan mengakibatkan adanya

Lebih terperinci

PEMODELAN SISTEM Asumsi Penyusunan Model Rancang Bangun Sistem Penunjang Keputusan

PEMODELAN SISTEM Asumsi Penyusunan Model Rancang Bangun Sistem Penunjang Keputusan PEMODELAN SISTEM Asumsi Penyusunan Model Perencanaan produksi agregat dan jadwal induk produksi jus berbahan baku buah segar menggunakan beberapa asumsi untuk mendukung penyusunan model. Asumsi-asumsi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Manajemen Produksi dan Operasi Manajemen produksi terdiri dari dua kata yaitu manajemen dan produksi maka dari itu sebelum mengetahui mengenai manajemen produksi

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Manajemen Persediaan Manajemen persediaan adalah menentukan keseimbangan antara investasi persediaan dengan pelayanan pelanggan (Heizer dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap perusahaan dagang selalu mengadakan persediaan (inventory).

BAB I PENDAHULUAN. Setiap perusahaan dagang selalu mengadakan persediaan (inventory). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Setiap perusahaan dagang selalu mengadakan persediaan (inventory). Tanpa adanya persediaan, para pengusaha akan dihadapkan pada risiko bahwa perusahaannya

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA DAN HASIL PENELITIAN

BAB IV ANALISIS DATA DAN HASIL PENELITIAN BAB IV ANALISIS DATA DAN HASIL PENELITIAN Bab ini meliputi 2 bagian utama, yaitu analisis data dan hasil penelitian. Analisis data menjabarkan dan mengalkulasikan penelitian yang telah dipaparkan secara

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Deskriptif

BAB IV METODE PENELITIAN. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Deskriptif BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Jenis/Disain Penelitian Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Deskriptif Kuantitatif. Deskriptif yaitu menganalisa, mengendalikan dan mendiskripsikan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.2. Manajemen Persediaan Persediaan adalah bahan atau barang yang disimpan yang akan digunakan untuk memenuhi tujuan tertentu, misalnya untuk proses produksi atau perakitan untuk

Lebih terperinci

BAB III METODE ECONOMIC ORDER QUANTITY DAN PERIOD ORDER QUANTITY

BAB III METODE ECONOMIC ORDER QUANTITY DAN PERIOD ORDER QUANTITY BAB III METODE ECONOMIC ORDER QUANTITY DAN PERIOD ORDER QUANTITY A. Penentuan Ukuran Pemesanan (Lot Sizing) Lot sizing merupakan teknik dalam meminimalkan jumlah barang yang akan dipesan, sehingga dapat

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 64 4.1 Pengumpulan Data 4.1.1 Data Penjualan BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN PT. Surya Toto Indonesia bergerak di bidang ceramic sanitary wares and plumbing hardware., salah satu produknya yaitu kloset tipe

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perusahaan jasa boga dan perusahaan pertanian maupun peternakan.

I. PENDAHULUAN. perusahaan jasa boga dan perusahaan pertanian maupun peternakan. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era globalisasi saat ini bisnis di Indonesia berkembang dengan pesat. Setiap perusahaan berlomba-lomba untuk menemukan sebuah solusi yang tepat agar dapat bertahan

Lebih terperinci

MANAJEMEN PERSEDIAAN (INVENTORY)

MANAJEMEN PERSEDIAAN (INVENTORY) MANAJEMEN PERSEDIAAN (INVENTORY) KONSEP DASAR Salah satu fungsi manajerial yang sangat penting dalam operasional suatu perusahaan adalah pengendalian persediaan (inventory controll), karena kebijakan persediaan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Persediaan Persediaan merupakan komponen penting dalam suatu kegiatan produksi maupun distribusi suatu perusahaan. Persediaan digunakan sebagai cadangan atau simpanan pengaman

Lebih terperinci

Berupa persediaan barang berwujud yang digunakan dalam proses produksi. Diperoleh dari sumber alam atau dibeli dari supplier

Berupa persediaan barang berwujud yang digunakan dalam proses produksi. Diperoleh dari sumber alam atau dibeli dari supplier Hand Out Manajemen Keuangan I Disusun oleh Nila Firdausi Nuzula Digunakan untuk melengkapi buku wajib Inventory Management Persediaan berguna untuk : a. Menghilangkan resiko keterlambatan datangnya bahan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Persediaan Persediaan (inventory) adalah sumber daya ekonomi fisik yang perlu diadakan dan dipelihara untuk menunjang kelancaran produksi, meliputi bahan baku (raw

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persediaan Penilaian atas persediaan akan memberikan akibat langsung terhadap penentuan income dan penyajian arus kas. Persediaan merupakan salah satu aktiva yang sangat penting

Lebih terperinci

Lampiran 1. Sebaran Bulanan Kebutuhan dan Ketersediaan Beras Tahun 2011 (ARAM II) Sumber : Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 2011

Lampiran 1. Sebaran Bulanan Kebutuhan dan Ketersediaan Beras Tahun 2011 (ARAM II) Sumber : Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 2011 LAMPIRAN Lampiran 1. Sebaran Bulanan Kebutuhan dan Ketersediaan Beras Tahun 2011 (ARAM II) Sumber : Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 2011 Lampiran 2. Rincian Luas Lahan dan Komponen Nilai Input Petani

Lebih terperinci

Syukriah, Putri Narisa Lia. Jurusan Teknik Industri, Universitas Malikussaleh, Lhokseumawe, Indonesia

Syukriah, Putri Narisa Lia. Jurusan Teknik Industri, Universitas Malikussaleh, Lhokseumawe, Indonesia PENGENDALIAN PENGOLAHAN BIJI KOPI MENGGUNAKAN METODE ECONOMIC ORDERQUANTITY(EOQ) PADA PABRIK KOPERASI BAITUL QIRADH (KBQ) BABURRAYYAN TAKENGON ACEH TENGAH Syukriah, Putri Narisa Lia Jurusan Teknik Industri,

Lebih terperinci

MANAJEMEN PERSEDIAAN. Heizer & Rander

MANAJEMEN PERSEDIAAN. Heizer & Rander MANAJEMEN PERSEDIAAN Persediaan : stok dari elemen-elemen/item-item untuk memenuhi kebutuhan di masa yang akan datang atau bahan/barang yang disimpan yang akan digunakan untuk memenuhi tujuan tertentu

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persediaan 2.1.1 Pengertian Persediaan Persediaan dapat diartikan sebagai suatu aktiva yang meliputi barang-barang milik perusahaan dengan maksud untuk dijual dalam suatu periode

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satunya dipengaruhi oleh pengendalian persediaan (inventory), karena hal

BAB I PENDAHULUAN. salah satunya dipengaruhi oleh pengendalian persediaan (inventory), karena hal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pada hakikatnya setiap perusahaan baik jasa maupun perusahaan produksi selalu memerlukan persediaan. Tanpa adanya persediaan, para pengusaha akan dihadapkan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian Bahan baku merupakan salah satu input pada suatu proses produksi yang mempunyai peranan penting, baik perannya sebagai bahan baku utama, maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH CV. Titian Mandiri merupakan suatu perusahaan yang bergerak di bidang industri air minum dalam kemasan dengan merk produk Ciryo yang beredar kemasan galon dengan

Lebih terperinci

Pertemuan 7 MANAJEMEN PERSEDIAAN (INVENTORY MANAGEMENT)

Pertemuan 7 MANAJEMEN PERSEDIAAN (INVENTORY MANAGEMENT) Pertemuan 7 MANAJEMEN PERSEDIAAN (INVENTORY MANAGEMENT) Objektif: 12. Mahasiswa dapat mengetahui pengertian dan jenis-jenis persediaan. 13. Mahasiswa dapat menghitung biaya-biaya dalam persediaan. 14.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Persediaan adalah bahan atau barang yang disimpan yang akan digunakan untuk memenuhi tujuan tertentu, misalnya untuk digunakan dalam proses produksi atau perakitan,

Lebih terperinci

1. Profil Sistem Grenda Bakery Lianli merupakan salah satu jenis UMKM yang bergerak di bidang agribisnis, yang kegiatan utamanya adalah memproduksi

1. Profil Sistem Grenda Bakery Lianli merupakan salah satu jenis UMKM yang bergerak di bidang agribisnis, yang kegiatan utamanya adalah memproduksi 1. Profil Sistem Grenda Bakery Lianli merupakan salah satu jenis UMKM yang bergerak di bidang agribisnis, yang kegiatan utamanya adalah memproduksi roti dan bermacam jenis kue basah. Bahan baku utama yang

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 7 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Persediaan Persediaan dapat diartikan sebagai aktiva yang meliputi barang-barang milik perusahaan dengan maksud untuk dijual dalam suatu periode tertentu, atau persediaan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN MASALAH. 4.1 Sistem Pengadaan Perlengkapan Produksi pada PT. Indomo Mulia

BAB IV PEMBAHASAN MASALAH. 4.1 Sistem Pengadaan Perlengkapan Produksi pada PT. Indomo Mulia 46 BAB IV PEMBAHASAN MASALAH 4.1 Sistem Pengadaan Perlengkapan Produksi pada PT. Indomo Mulia PT Indomo mulia merupakan perusahaan yang bergerak dibidang distribusi peralatan rumah tangga salah satu produk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. berkembang pesat. Setiap perusahaan berlomba-lomba untuk menemukan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. berkembang pesat. Setiap perusahaan berlomba-lomba untuk menemukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era globalisasi telah membuat bisnis di Indonesia sangat berkembang pesat. Setiap perusahaan berlomba-lomba untuk menemukan sebuah solusi yang tepat agar dapat bertahan

Lebih terperinci

VIII PENGENDALIAN PERSEDIAAN BERAS ORGANIK

VIII PENGENDALIAN PERSEDIAAN BERAS ORGANIK VIII PENGENDALIAN PERSEDIAAN BERAS ORGANIK Analisis pengendalian persediaan dilakukan hanya pada ani Sejahtera Farm karena ani Sejahtera Farm menjadi inti atau fokus analisis dalam rantai pasok beras organik.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahan baku merupakan salah satu unsur yang menentukan kelancaran proses

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahan baku merupakan salah satu unsur yang menentukan kelancaran proses 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Bahan baku merupakan salah satu unsur yang menentukan kelancaran proses produksi suatu perusahaan. Apabila persediaan bahan baku tidak mencukupi, maka proses

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Sistem Persediaan Yang Digunakan Oleh PT Garuda Makmur Mandiri 4.1.1 Pengadaan Barang Dalam pencapaian tujuan dari suatu perusahaan diperlukan adanya efektifitas

Lebih terperinci

BAB 5 ANALISIS DAN USULAN PERBAIKAN

BAB 5 ANALISIS DAN USULAN PERBAIKAN BAB 5 ANALISIS DAN USULAN PERBAIKAN 5.. Analisis Prosedur pada Sistem Informasi Persediaan Berdasarkan Pengumpulan data pada bab 4 terdapat 6 prosedur Sistem Informasi Persediaan. Enam Prosedur Sistem

Lebih terperinci

METODOLOGI Kerangka Pemikiran

METODOLOGI Kerangka Pemikiran METODOLOGI Kerangka Pemikiran Semakin berkembangnya perusahaan agroindustri membuat perusahaanperusahaan harus bersaing untuk memasarkan produknya. Salah satu cara untuk memenangkan pasar yaitu dengan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 7 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Arti dan Fungsi Persediaan 2.1.1 Pengertian Persediaan Pengertian persediaan menurut Handoko (1996) adalah suatu istilah umum yang menunjukkan segala sesuatu atau sumberdaya-sumberdaya

Lebih terperinci

ANALISIS MANAJEMEN PERSEDIAAN PADA PT. KALIMANTAN MANDIRI SAMARINDA. Oleh :

ANALISIS MANAJEMEN PERSEDIAAN PADA PT. KALIMANTAN MANDIRI SAMARINDA. Oleh : ANALISIS MANAJEMEN PERSEDIAAN PADA PT. KALIMANTAN MANDIRI SAMARINDA Oleh : Boys Bidil Noor Fakultas Ekonomi, Univeritas 17 agustus Samarinda Email : boy.aidil@gmail.com ABSTRAKSI Penelitian ini untuk bertujuan

Lebih terperinci

VII NILAI TAMBAH RANTAI PASOK BERAS ORGANIK

VII NILAI TAMBAH RANTAI PASOK BERAS ORGANIK VII NILAI TAMBAH RANTAI PASOK BERAS ORGANIK Terdapat dua konsep nilai tambah yang digunakan dalam menganalisis beberapa kasus, yaitu nilai tambah produk akibat pengolahan dan nilai tambah perolehan pelaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan perusahaan adalah untuk mendapat keuntungan dengan biaya

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan perusahaan adalah untuk mendapat keuntungan dengan biaya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Laju perekonomian yang semakin meningkat dan tingkat persaingan yang semakin tajam, suatu perusahaan harus lebih giat dalam mencapai tujuan. Tujuan perusahaan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Kecamatan Ngadiluwih, Kediri. UD. Pilar Jaya adalah perusahaan yang

BAB III METODE PENELITIAN. Kecamatan Ngadiluwih, Kediri. UD. Pilar Jaya adalah perusahaan yang BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di UD. Pilar Jaya yang berlokasi di Desa Banjarejo, Kecamatan Ngadiluwih, Kediri. UD. Pilar Jaya adalah perusahaan yang memproduksi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Persediaan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Persediaan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Persediaan Menurut Pardede (2005), persediaan (inventory) adalah sejumlah barang atau bahan yang tersedia untuk digunakan sewaktu-waktu di masa yang akan datang. Sediaan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Material Requirements Planning 2.1.1 Definisi MRP MRP adalah dasar komputer mengenai perencanaan produksi dan inventory control. MRP juga dikenal sebagai tahapan waktu perencanaan

Lebih terperinci

MANAJEMEN PERSEDIAAN

MANAJEMEN PERSEDIAAN MANAJEMEN PERSEDIAAN PERSEDIAAN: TIPE, MANFAAT DAN BIAYA Jenis Persediaan: a. Persediaan bahan mentah. Bahan mentah adalah bahan yang akan digunakan untuk memproduksi barang dagangan. b. Persediaan barang

Lebih terperinci

PENCATATAN PERSEDIAAN PAKAN APUNG SPLA12-5 DI PT X UNIT LAMPUNG RECORDING OF STOCK OF FLOATING FEED SPLA12-5 IN THE PT X UNIT LAMPUNG

PENCATATAN PERSEDIAAN PAKAN APUNG SPLA12-5 DI PT X UNIT LAMPUNG RECORDING OF STOCK OF FLOATING FEED SPLA12-5 IN THE PT X UNIT LAMPUNG PENCATATAN PERSEDIAAN PAKAN APUNG SPLA12-5 DI PT X UNIT LAMPUNG RECORDING OF STOCK OF FLOATING FEED SPLA12-5 IN THE PT X UNIT LAMPUNG Alvino Yudhistria 1, Luluk Irawati 2, Sri Handayani 2 1 Mahasiswa,

Lebih terperinci

Manajemen Keuangan. Pengelolaan Persediaan. Basharat Ahmad, SE, MM. Modul ke: Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Program Studi Manajemen

Manajemen Keuangan. Pengelolaan Persediaan. Basharat Ahmad, SE, MM. Modul ke: Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Program Studi Manajemen Manajemen Keuangan Modul ke: Pengelolaan Persediaan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Basharat Ahmad, SE, MM Program Studi Manajemen www.mercubuana.ac.id Pengelolaan Persediaan Materi Pembelajaran Persediaan

Lebih terperinci

ANALISIS PERENCANAAN PENGENDALIAN BAHAN BAKU MENGGUNAKAN TEKNIK LOTTING DI PT AGRONESIA INKABA BANDUNG

ANALISIS PERENCANAAN PENGENDALIAN BAHAN BAKU MENGGUNAKAN TEKNIK LOTTING DI PT AGRONESIA INKABA BANDUNG ANALISIS PERENCANAAN PENGENDALIAN BAHAN BAKU MENGGUNAKAN TEKNIK LOTTING DI PT AGRONESIA INKABA BANDUNG I Made Aryantha dan Nita Anggraeni Program Studi Teknik Industri, Universitas Komputer Indonesia,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Universitas Sumatera Utara

BAB 2 LANDASAN TEORI. Universitas Sumatera Utara BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pentingnya Persediaan Bagi Perusahaan Suatu perusahaan akan selalu mempunyai persediaan, baik persediaan berupa persediaan bahan baku, persediaan barang setengah jadi ataupun persediaan

Lebih terperinci

MANAJEMEN PERSEDIAAN YULIATI,SE,MM

MANAJEMEN PERSEDIAAN YULIATI,SE,MM MANAJEMEN PERSEDIAAN YULIATI,SE,MM Mengapa Perusahaan Mempunyai Persediaan? Persediaan diperlukan untuk mengantisipasi ketidaksempurnaan pasar. Contoh: Jika perusahaan membutuhkan bahan mentah untuk proses

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN SISTEM INFORMASI MANAJEMEN PERSEDIAAN BAHAN BAKU MENGGUNAKAN METODE ECONOMIC ORDER QUANTITY (STUDI KASUS: PT.

PENGEMBANGAN SISTEM INFORMASI MANAJEMEN PERSEDIAAN BAHAN BAKU MENGGUNAKAN METODE ECONOMIC ORDER QUANTITY (STUDI KASUS: PT. PENGEMBANGAN SISTEM INFORMASI MANAJEMEN PERSEDIAAN BAHAN BAKU MENGGUNAKAN METODE ECONOMIC ORDER QUANTITY (STUDI KASUS: PT. NMS SALATIGA) 1) Imanuel Susanto, 2) Agustinus Fritz Wijaya Program Studi Sistem

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah penulis uraikan pada bab-bab sebelumnya, maka terdapat beberapa hal yang dapat penulis kemukakan sebagai kesimpulan, antara

Lebih terperinci

MANAJEMEN PERSEDIAAN ILHAM SUGIRI HAMZAH KARIM AMRULLAH ARIE TINO YULISTYO

MANAJEMEN PERSEDIAAN ILHAM SUGIRI HAMZAH KARIM AMRULLAH ARIE TINO YULISTYO MANAJEMEN PERSEDIAAN ILHAM SUGIRI HAMZAH KARIM AMRULLAH ARIE TINO YULISTYO Persediaan : PENGERTIAN - Segala sesuatu/sumber daya organisasi yang disimpan dalam antisipasinya terhadap pemenuhan permintaan

Lebih terperinci

INVENTORY Klasifikasi Bahan Baku :

INVENTORY Klasifikasi Bahan Baku : INVENTORY Model ini digunakan untuk memecahkan kasus yang berhubungan dengan persediaan barang untuk proses produksi dan biaya produksi dalam kaitannya dengan permintaan pelanggan terhadap suatu produk

Lebih terperinci

ANALISIS PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU DENGAN METODE EOQ. Hanna Lestari, M.Eng

ANALISIS PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU DENGAN METODE EOQ. Hanna Lestari, M.Eng ANALISIS PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU DENGAN METODE EOQ Hanna Lestari, M.Eng 1 Masalah produksi merupakan hal penting bagi perusahaan karena berkaitan dengan pencapaian laba perusahaan. Jika proses

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. untuk mengetahui penilaian kinerja persediaan produk Trigger Coil pada PT. ETB

BAB IV METODE PENELITIAN. untuk mengetahui penilaian kinerja persediaan produk Trigger Coil pada PT. ETB 46 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian Jenis rancangan penelitian yang digunakan adalah observasi analitik yaitu untuk mengetahui penilaian kinerja persediaan produk Trigger Coil pada PT.

Lebih terperinci

Analisis Persediaan Bahan Baku PT. BS dengan Metode Economic Order Quantity (EOQ)

Analisis Persediaan Bahan Baku PT. BS dengan Metode Economic Order Quantity (EOQ) Analisis Persediaan Bahan Baku PT. BS dengan Metode Economic Order Quantity (EOQ) Jessica Juventia, Lusia P.S Hartanti Program Studi Teknik Industri Universitas Pelita Harapan Surabaya, Indonesia Jessicajuventia28@gmail.com,

Lebih terperinci

PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU DENGAN MENGGUNAKAN METODE EOQ PADA UD. ADI MABEL

PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU DENGAN MENGGUNAKAN METODE EOQ PADA UD. ADI MABEL PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU DENGAN MENGGUNAKAN METODE EOQ PADA UD. ADI MABEL Fahmi Sulaiman 1 * & Nanda 1 1 Program Studi Teknik Industri, Politeknik LP3I Medan Tel: 061-7322634 Fax: 061-7322649

Lebih terperinci

Bab 2 LANDASAN TEORI

Bab 2 LANDASAN TEORI Bab 2 LANDASAN TEORI 1.8 Persediaan 2.1.1 Definisi dan Fungsi Persediaan Masalah umum pada suatu model persediaan bersumber dari kejadian yang dihadapi tiap saat di bidang usaha, baik dagang ataupun industri.

Lebih terperinci

Persediaan adalah barang yang sudah dimiliki oleh perusahaan tetapi belum digunakan

Persediaan adalah barang yang sudah dimiliki oleh perusahaan tetapi belum digunakan Persediaan adalah barang yang sudah dimiliki oleh perusahaan tetapi belum digunakan Persediaan merupakan faktor yang penting dalam mencapai tujuan perusahaan, karena kekurangan/kelebihan persediaan akan

Lebih terperinci

PERANCANGAN PENGELOLAAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU PIPA PVC DI PT. DJABES SEJATI MENGGUNAKAN METODE JUST IN TIME (JIT) ABSTRAK

PERANCANGAN PENGELOLAAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU PIPA PVC DI PT. DJABES SEJATI MENGGUNAKAN METODE JUST IN TIME (JIT) ABSTRAK PERANCANGAN PENGELOLAAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU PIPA PVC DI PT. DJABES SEJATI MENGGUNAKAN METODE JUST IN TIME (JIT) Oleh : Henny Wunas, I Nyoman Pujawan Wunas_henny@yahoo.com, pujawan@ie.its.ac.id ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persediaan Semua jenis perusahaan baik itu perusahaan manufaktur, perusahaan jasa dan perusahaan dagang memiliki persediaan sebagai aktiva lancar. Persediaan bagi perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan pesat di indonesia, pengusaha dituntut untuk bekerja dengan lebih efisien

BAB I PENDAHULUAN. dengan pesat di indonesia, pengusaha dituntut untuk bekerja dengan lebih efisien BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam perkembangan ekonomi dewasa ini dimana dunia usaha tumbuh dengan pesat di indonesia, pengusaha dituntut untuk bekerja dengan lebih efisien dalam menghadapi

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Pengendalian Persediaan Setiap perusahaan, apakah itu perusahaan dagang, pabrik, serta jasa selalu mengadakan persediaan, karena itu persediaan sangat penting. Tanpa adanya

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PEMBUATAN PUREE MANGGA Oleh: Masnun, BPP Jambi BAB. I. PENDAHULUAN

TEKNOLOGI PEMBUATAN PUREE MANGGA Oleh: Masnun, BPP Jambi BAB. I. PENDAHULUAN TEKNOLOGI PEMBUATAN PUREE MANGGA Oleh: Masnun, BPP Jambi BAB. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mangga merupakan komoditas buah yang mudah rusak. Kerusakan buah mangga dapat disebabkan karena ketidak hati-hatian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 BAHAN BAKU

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 BAHAN BAKU II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 BAHAN BAKU Bahan baku merupakan bahan mentah yang akan diolah menjadi barang jadi sebagai hasil utama dari perusahaan yang bersangkutan (Indrajit dan Djokopranoto, 2003). Menurut

Lebih terperinci

BAB II KONSEP PERSEDIAAN DAN EOQ. menghasilkan barang akhir, termasuk barang akhirnya sendiri yang akan di jual

BAB II KONSEP PERSEDIAAN DAN EOQ. menghasilkan barang akhir, termasuk barang akhirnya sendiri yang akan di jual BAB II KONSEP PERSEDIAAN DAN EOQ II.1 Pengertian Persediaan Persediaaan adalah semua sediaan barang- barang untuk keperluan menghasilkan barang akhir, termasuk barang akhirnya sendiri yang akan di jual

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 33 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Objek Penelitian 1. Sejarah Perusahaan PT.Subur Mitra Grafistama merupakan salah satu perusahaan percetakan yang berada di Jakarta yang telah ada sejak tahun

Lebih terperinci

Pengendalian Persediaan Bahan Baku untuk Waste Water Treatment Plant (WWTP) dengan

Pengendalian Persediaan Bahan Baku untuk Waste Water Treatment Plant (WWTP) dengan Petunjuk Sitasi: Fatimah, Syukriah, & Nurul, A. (2017). Pengendalian Persediaan Bahan Baku untuk Waste Water Treatment Plant (WWTP) dengan. Prosiding SNTI dan SATELIT 2017 (pp. H137-142). Malang: Jurusan

Lebih terperinci

BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA

BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA 4.1 Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan adalah data yang didapat dari bulan Mei 2007 sampai bulan Juli 2007 yaitu berupa data-data yang berkaitan dengan perencanaan

Lebih terperinci

Prosiding Manajemen ISSN:

Prosiding Manajemen ISSN: Prosiding Manajemen ISSN: 2460-6545 Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku Roti Guna Meminimumkan Biaya Persediaan Menggunakan Metode Economic Order Quantity (Studi Kasus Pada CV. Foker Cake Cimahi)

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Bentuk penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan

BAB III METODE PENELITIAN. Bentuk penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bentuk Penelitian Bentuk penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif dalam menentukan jumlah optimasi. Data yang dikumpulkan berupa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dan menurut Rangkuti (2007) Persediaan bahan baku adalah:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dan menurut Rangkuti (2007) Persediaan bahan baku adalah: 10 2.1. Persediaan 2.1.1. Pengertian Persediaan BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam perusahaan setiap manajer operasional dituntut untuk dapat mengelola dan mengadakan persediaan agar terciptanya efektifitas

Lebih terperinci

Bagaimana perusahaan bapak mengatasi masalah keterlambatan produk yang dipesan? dan bagaimana menjelaskan keterlambatan tersebut ke customer?

Bagaimana perusahaan bapak mengatasi masalah keterlambatan produk yang dipesan? dan bagaimana menjelaskan keterlambatan tersebut ke customer? Wawancara I Pertanyaan no. 1 Bagaimana perusahaan bapak mengatasi masalah keterlambatan produk yang dipesan? dan bagaimana menjelaskan keterlambatan tersebut ke customer? Jb. belum ada cara untuk mengatasi

Lebih terperinci

MODUL PERKULIAHAN MANAJEMEN KEUANGAN. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Helsinawati, SE, MM Bisnis

MODUL PERKULIAHAN MANAJEMEN KEUANGAN. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Helsinawati, SE, MM Bisnis MODUL PERKULIAHAN MANAJEMEN KEUANGAN MANAJEMEN PERSEDIAAN Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Ekonomi dan Manajemen 84008 Helsinawati, SE, MM Bisnis S! 12 Abstract Berdasarkan Analisa

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. Jenis dan metode yang digunakan peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini adalah

BAB 3 METODE PENELITIAN. Jenis dan metode yang digunakan peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini adalah 32 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Metode Penelitian Jenis dan metode digunakan peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini adalah dengan menggunakan jenis penelitian deskriptif dan menggunakan metode

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap usaha yang dijalankan perusahaan bertujuan mencari laba atau

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap usaha yang dijalankan perusahaan bertujuan mencari laba atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap usaha yang dijalankan perusahaan bertujuan mencari laba atau profit, seperti usaha dagang, usaha jasa maupun manufaktur berupaya mencapai tujuan yaitu

Lebih terperinci

BAB VI HASIL PENELITIAN

BAB VI HASIL PENELITIAN 60 BAB VI HASIL PENELITIAN 6.1 Kegiatan Manjemen Persediaan di RSUD Pasar Rebo Metode yang dipakai untuk perencanaan obat di RSUD Pasar Rebo adalah dengan menggunakan acuan tahun sebelumnya. Perencanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini tidak sedikit industri konveksi/industri pakaian jadi

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini tidak sedikit industri konveksi/industri pakaian jadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat ini tidak sedikit industri konveksi/industri pakaian jadi di Indonesia mengalami penurunan akibat semakin melemahnya pasar domestik karena penurunan daya

Lebih terperinci

Mata Kuliah Pemodelan & Simulasi

Mata Kuliah Pemodelan & Simulasi MODEL INVENTORY Mata Kuliah Pemodelan & Simulasi Pertemuan Ke- 9 Riani L. JurusanTeknik Informatika Universitas Komputer Indonesia 1 Pendahuluan Inventory merupakan pengumpulan atau penyimpanan komoditas

Lebih terperinci