VII. ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KERAGAAN PASAR RUMPUT LAUT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "VII. ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KERAGAAN PASAR RUMPUT LAUT"

Transkripsi

1 55 VII. ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KERAGAAN PASAR RUMPUT LAUT Bab ini membahas sistem pemasaran rumput laut dengan menggunakan pendekatan structure, conduct, dan performance (SCP). Struktur pasar (market structure) yang dianalisis yaitu konsentrasi pasar,dan hambatan masuk pasar. Sedangkan perilaku pasar (market conduct) yang dianalisis yaitu saluran pemasaran, kegiatan praktek pembelian dan penjualan, penentuan harga, dan sistem pembayaran. Analisis keragaan pasar (market performance) mencakup margin pemasaran, farmer s share, dan integrasi pasar Struktur Pasar Struktur pasar merupakan suatu dimensi yang menjelaskan pengambilan keputusan oleh perusahaan maupun industri, jumlah perusahaan dalam suatu pasar, distribusi perusahaan menurut berbagai ukuran (pangsa pasar yang terkonsentrasi atau menyebar), deskripsi produk dan syarat-syarat keluar masuk pasar. Struktur pasar sangat diperlukan dan paling banyak digunakan dalam menganalisis sistem pemasaran. Hal ini disebabkan karena melalui analisis pemasaran, secara otomatis didalamnya akan menjelaskan bagaimana perilaku partisipan yang terlibat dan akhirnya akan menunjukkan keragaan yang terjadi akibat dari struktur dan perilaku pasar yang ada dalam sistem pemasaran. Analisis yang dilakukan terhadap struktur pasar rumput laut yaitu konsentrasi pasar, dan hambatan masuk pasar (Kohls et al., 2002). Struktur pasar diidentifikasi dari peran lembaga pemasaran dalam suatu pemasaran rumput laut Konsentrasi Pasar Analisis yang digunakan untuk menganalisis struktur pasar yaitu dengan melihat konsentrasi pasar. Konsentrasi pasar mengukur berapa jumlah output dalam sebuah industri yang diproduksi dari empat perusahaan terbesar dalam sebuah industri (Baye, 2010). Dalam mengukur konsentrasi rasio dapat menggunakan penerimaan penjualan atau kapasitas produksi (Besanko et al., 2010). Semakin besar keempat perusahaan, maka terdapat kecendrungan kekuatan

2 56 dalam suatu pasar. Hal ini menimbulkan kecendrungan penentuan harga yang tidak seimbang. Rasio konsentrasi pedagang pengumpul dilakukan pada empat pedagang pengumpul terbesar (CR 4 ) di Kepulauan Tanakeke. Pengelompokkan empat pedagang pengumpul tersebut berdasarkan pada volume penjualan yang dilakukan dalam pemasaran rumput laut tersebut. Berdasarkan hasil analisis konsentrasi rasio empat pedagang pengumpul terbesar di Kepulauan Tanakeke tahun 2011 (Tabel 17) menunjukkan angka yang cukup tinggi yaitu 52%. Artinya, pemasaran rumput laut didominasi oleh empat pedagang pengumpul terbesar di Kepulauan Tanakeke. Nilai CR 4 yang mendekati nol maka diindikasikan berada pada pasar yang memiliki banyak penjual, yang memberikan peningkatan banyak persaingan antara produsen untuk menjualnya ke konsumen. Jika nilai CR 4 mendekati satu maka diindikasikan pasar terkonsentrasi dan mengalami persaingan yang kecil antara produsen untuk menjualnya ke konsumen (Baye, 2010). Maka, berdasarkan perhitungan CR 4 dapat disimpulkan bahwa pasar rumput laut di Kepulauan Tanakeke bersifat oligopsoni. Tabel 17. Konsentrasi Rasio Empat Pedagang Pengumpul (CR4) Berdasarkan Volume Penjualan di Kepulauan Tanakeke, Kecamatan Mappakasunggu, Kabupaten Takalar, CR No 4 Volume Penjualan Total Penjualan CR 4 52% Hambatan Masuk Pasar Hambatan masuk pasar merupakan suatu hal yang memungkinkan terjadinya penurunan kesempatan atau cepat masuknya pesaing baru. Masuknya pedagang pengumpul akan menimbulkan pesaing bagi pedagang pengumpul pertama yang sudah ada dan dapat terjadi perebutan pasar serta perebutan

3 57 sumberdaya produksi. Kondisi tersebut dapat menimbulkan ancaman bagi para pedagang pengumpul yang sudah ada. Hambatan yang cukup besar banyak dihadapi oleh para pedagang pengumpul yang akan membeli rumput laut dari para petani rumput laut. Hal ini disebabkan adanya ikatan yang kuat antara para pedagang pengumpul dengan petani rumput laut. Hambatan masuk pasar dapat dihitung dengan menggunakan Minimum Efficiency Scale (MES). MES diperoleh dari output/produksi terbesar di Kepulauan Tanakeke terhadap total output/produksi rumput laut di Kepulauan Tanakeke. Jika nilai MES > 10 persen mengindikasikan terdapat hambatan masuk (Jaya, 2001). Berdasarkan hasil analisis MES (Minimum Efficiency Scale) pada tingkat pedagang pengumpul sebesar persen. Hal ini menunjukkan bahwa hambatan masuk ke pasar rumput laut di Kepulauan Tanakeke cukup sulit karena nilai MES lebih dari 10 persen. Sehingga tidak mudah bagi para pedagang pengumpul baru untuk masuk ke dalam pasar tersebut. Selain membutuhkan modal yang cukup besar juga disebabkan telah adanya ikatan yang kuat diantara petani rumput laut dengan pedagang pengumpul, walaupun perjanjian tersebut tidak tertulis, dimana apabila petani meminjam uang untuk modal usaha atau untuk keperluan yang lainnya, maka petani tersebut harus menjual hasil produksinya kepada pedagang pengumpul yang bersangkutan. Hambatan bagi pedagang besar untuk masuk pasar juga relatif besar, hal ini disebabkan telah terjalin ikatan yang kuat antara pedagang besar dengan para pedagang pengumpul, sehingga sulit bagi pedagang besar yang baru untuk mengajak pedagang pengumpul beralih menjual rumput lautnya ke pedagang besar yang lain. Selain itu, para pedagang besar yang baru harus memiliki modal yang cukup besar untuk dapat memberikan pinjaman modal kepada pedagang pengumpul agar dapat membeli rumput laut secara tunai dari para petani rumput laut. Kondisi yang terjadi di lapangan menunjukkan bahwa para pedagang pengumpul yang memiliki rumput laut dalam jumlah banyak dan tidak terikat dengan pedagang besar di tingkat kabupaten dapat melakukan penjualan langsung ke ekportir. Para pedagang pengumpul yang melakukan pemasaran rumput laut pada saluran pemasaran ini disebabkan adanya keinginan untuk mendapatkan

4 58 harga yang lebih tinggi, selain itu karena pedagang pengumpul tersebut memiliki kemampuan untuk mengakses pasar. Hambatan untuk memasuki pasar di tingkat eksportir juga cukup tinggi. Hal ini disebabkan oleh tingginya modal yang harus dimiliki, resiko yang relatif tinggi, akses ke pasar luar negeri yang cukup sulit, serta persaingan harga diantara para eksportir. Resiko yang sering dihadapi oleh para eksportir adalah mutu rumput laut yang mereka beli tidak sesuai dengan standar mutu yang telah ditetapkan. Selain itu, nilai tukar rupiah yang berfluktuasi cukup tinggi, sehingga sering kerugian diakibatkan perubahan nilai tukar yang terjadi sewaktu-waktu. Penentuan harga pembelian rumput laut ditingkat pedagang pengumpul sepenuhnya ditentukan oleh eksportir. Persyaratan mutu yang telah ditetapkan pihak eksportir adalah kadar air antara persen dengan kadar kotoran dan garam maksimal 5 persen dan rendemen minimal 25 persen. Rumput laut yang tidak memenuhi persyaratan mutu tersebut akan dibeli dengan melakukan penyesuaian harga. Selama rumput laut tersebut masih bisa disortasi kembali dan kualitasnya masih dapat ditingkatkan maka rumput laut tersebut akan dibeli oleh para eksportir. Namun, untuk rumput laut yang berasal dari ikatan kerjasama antara para eksportir dengan pedagang pengumpul akan diserap seluruhnya oleh para eksportir walaupun kualitasnya rendah. Hasil analisis struktur pasar rumput laut di Kepulauan Tanakeke menunjukkan bahwa posisi tawar (bargaining position) petani lemah dalam menentukan harga rumput laut, sehingga harga rumput laut yang diterima petani rendah. Lemahnya posisi petani dalam menentukan harga rumput laut disebabkan oleh adanya empat pedagang pengumpul terbesar dan adanya hambatan masuk pasar bagi pedagang baru Perilaku Pasar Perilaku pasar dianalisis secara deskriptif dengan mengacu pada struktur pasar yang telah berlaku. Perilaku pasar pada tingkat yang paling bawah pada hakekatnya merupakan turunan secara kumulatif dari sistem dan perilaku dari para pelaku pemasaran diatasnya. Kesepakatan yang terjadi diantara para petani

5 59 rumput laut dengan para pedagang pengumpul adalah pedagang besar yang berada di ibukota kabupaten tidak diperkenankan melakukan pembelian langsung ke petani rumput laut agar tidak terjadi spekulasi harga beli rumput laut di tingkat petani. Hal tersebut dapat menimbulkan beberapa perilaku dari pedagang besar kepada para pedagang pengumpul yang sudah ada maupun yang akan masuk ke dalam pasar. Analisis perilaku pasar (market conduct) yang diamati yaitu saluran pemasaran, kegiatan praktek pembelian dan penjualan, penentuan harga, dan sistem pembayaran Saluran Pemasaran Rumput Laut Saluran pemasaran merupakan organisasi yang merupakan penghubung antara petani sebagai produsen dengan konsumen sebagai penerima harga produk akhir yang terdiri dari beberapa lembaga perantara. Kotler (2003) mengatakan bahwa saluran pemasaran sebagai sekumpulan organisasi yang saling terkait dalam proses membuat produk atau jasa yang tersedia untuk dikonsumsi atau digunakan. Saluran pemasaran digunakan karena produsen kekurangan sumberdaya untuk melaksanakan pemasaran langsung ke tangan konsumen. Proses tersebut melibatkan perantara yang berperan dalam peningkatan efisiensi dan efektivitas keseluruhan saluran pemasaran (Levens, 2010). Saluran pemasaran yang berbeda akan memberikan keuntungan yang berbeda pula pada setiap lembaga pemasaran. Pada penyampaian hasil panen rumput laut yang dilakukan oleh petani kepada konsumen akhir (eksportir), tidak dapat dilakukan secara langsung. Hal ini dikarenakan lokasi produsen rumput laut yang jauh dari konsumen akhir (eksportir). Beberapa lembaga pemasaran yang terlibat dalam proses distribusi rumput laut antara lain pedagang pengumpul (desa dan kecamatan), pedagang besar, dan eksportir. Saluran pemasaran yang terdapat di Kepulauan Tanakeke dapat dilihat pada Gambar 9. Pada gambar tersebut terlihat bahwa terdapat empat saluran pemasaran rumput laut yaitu:

6 60 1. Petani Pedagang Pengumpul DesaPedagang Pengumpul KecamatanPedagang Besar Eksportir 2. Petani Pedagang Pengumpul DesaPedagang Besar Eksportir 3. Petani Pedagang Pengumpul KecamatanPedagang Besar Eksportir 4. Petani Pedagang Pengumpul DesaEksportir Saluran % Saluran % 22.22% Saluran 2 Petani Rumput Laut 38.89% Saluran 1 Pedagang Pengumpul Desa Pedagang Pengumpul Kecamatan Pedagang Besar Eksportir Gambar 9. Saluran Pemasaran Rumput Laut di Kepulauan Tanakeke, 2011 Pada umumnya pemasaran rumput laut di Kepulauan Tanakeke melalui saluran pemasaran pertama dan merupakan saluran pemasaran rumput laut terpanjang. Saluran ini melibatkan pedagang pengumpul desa, pedagang pengumpul kecamatan, pedagang besar, dan eksportir. Saluran ini merupakan saluran pemasaran yang paling banyak di lewati oleh petani dalam memasarkan rumput lautnya, sebanyak 35 orang petani atau persen menjual hasil panennya ke pedagang pengumpul desa sebesar 30 persen atau kg. Hal ini dikarenakan antara petani dengan pedagang pengumpul desa terjalin ikatan yang kuat (kekeluargaan dan permodalan),

7 61 pedagang pengumpul desa memberikan modal kepada petani dalam usaha budidaya rumput laut. Sehingga berapapun hasil produksi yang dihasilkan akan dijual ke pedagang yang telah memberikan modal. Adanya ikatan yang terbentuk pada saluran diatas, menyebabkan posisi tawar petani lemah dalam menentukan harga rumput laut. Harga rumput laut di tentukan oleh pedagang pengumpul desa, rata-rata harga rumput yang dibeli pedagang pengumpul desa sebesar Rp 5 750/kg. Saluran pemasaran pemasaran kedua melibatkan 4 lembaga pemasaran yang terdiri dari petani, pedagang pengumpul desa, pedagang besar, dan eksportir. Sebanyak persen atau 20 orang petani rumput laut melalui saluran ini. Petani menjual hasil panennya kepada pedagang pengumpul desa sebanyak 24 persen ( kg). Pada saluran ini, transaksi yang terjadi antara petani dengan pedagang pengumpul desa tanpa adanya ikatan (bebas), tidak ada ikatan yang terbentuk antara petani dengan pedagang pengumpul desa, sehingga petani bebas menjual ke pedagang pengumpul yang ada di desa. Petani pada saluran ini memiliki posisi tawar (bargaining position) dalam menentukan harga rumput laut. Namun, posisi tawar yang dimiliki oleh petani tidak begitu kuat dibandingkan dengan pedagang pengumpul desa. Hal ini dikarenakan kualitas dari hasil produksi rumput laut petani kurang bagus (kadar air masih tinggi karena waktu yang singkat untuk melakukan kegiatan penjemuran) dan volume penjualan. Dengan demikian harga jual yang terbentuk berdasarkan kesepakatan internal antar petani dengan pedagang pengumpul desa. Harga rumput laut yang terbentuk pada saluran ini sebesar Rp 6 205/kg. Saluran pemasaran ketiga sama dengan saluran pemasaran kedua, yaitu melibatkan 4 lembaga pemasaran yaitu petani,pedagang pengumpul desa, pedagang besar dan eksportir. Akan tetapi, perbedaan yang terletak antara saluran pemasaran ketiga dan kedua yaitu adanya ikatan permodalan, dimana petani diberikan pinjaman modal dalam membudidayakan rumput laut selain itu pedagang pengumpul desa juga memberikan kebutuhan sehari-hari kepada petani seperti beras, dan pakaian bekas yang masih layak untuk dipakai. Dengan demikian berapapun hasil produksi rumput laut yang dihasilkan akan dijual

8 62 kepada pedagang pengumpul desa yang memberikan modal usaha dalam membudidayakan rumput laut. Petani rumput laut yang melakukan penjualan melalui saluran pemasaran ketiga sebanyak 25 orang atau sebesar persen. Volume penjualan pada saluran ini sebesar 26 persen (98.701). Harga jual yang diterima oleh petani pada saluran ini berkisar Rp 5 975/kg. Hal ini dikarenakan karena adanya ikatan antara petani dengan pedagang pengumpul desa, dan besarnya volume penjualan petani. Selain itu, harga jual yang diterima oleh petani pada saluran ini lebih kecil daripada saluran kedua karena adanya permintaan khusus dari pedagang pengumpul tersebut untuk meningkatkan kualitas. Saluran pemasaran keempat merupakan saluran pemasaran terpendek, karena hanya melibatkan dua lembaga pemasaran. Sebanyak 10 orang petani atau sebesar persen yang melewati saluran ini. Petani pada saluran ini menjual rumput lautnya ke pedagang pengumpul desa. Transaksi yang terjadi antara petani dengan pedagang pengumpul desa tanpa adanya ikatan sehingga petani memperoleh harga yang lebih baik, tetapi masih tergantung juga dari volume rumput laut yang dijual dan harga yang berlaku pada saat itu yang telah disepakati antara pedagang pengumpul desa. Posisi tawar petani lemah karena petani tidak memiliki kemampuan untuk mengakses pasar yang harga jualnya lebih tinggi. Berdasarkan analisis saluran pemasaran, rendahnya harga rumput laut yang diterima oleh petani disebabkan oleh adanya ikatan yang terbentuk antara petani dengan pedagang pengumpul, kualitas rumput laut yang dihasilkan, volume penjualan, dan modal yang dimiliki oleh petani untuk mengakses pasar. Hal ini menyebabkan posisi tawar (bargaining position) petani lemah dalam menentukan harga rumput laut Praktek Pembelian dan Penjualan Praktek pembelian dan penjualan yang terjadi dalam pemasaran rumput laut di Kepulauan Tanakeke merupakan sebuah turunan akumulatif dari struktur pasar yang ada. Praktek pembelian dan penjualan ini sangat dipengaruhi oleh ikatan antara pembeli dan penjual yaitu ikatan langganan, ikatan kekeluargaan, maupun ikatan modal.

9 63 Petani rumput laut biasanya menjual hasil produksinya kepada pedagang yang sama pada setiap periode panen. Ikatan seperti ini terjadi karena seringkali pedagang tersebut merupakan pihak yang memberikan modal kepada petani dengan perjanjian bahwa hasil produksinya harus di jual kepada pemberi modal. Hal yang sama juga terjadi pada pedagang yang berada di atasnya yaitu pedagang besar. Adanya kerjasama seperti bentuk di atas membuat sempitnya ruang gerak bagi petani untuk menjual hasil produksinya. Kemanapun petani menjual hasil produksinya, petani akan memperoleh harga yang sama, atau tidak jauh berbeda. Dilihat dari praktek kerjasama yang dilakukan pedagang tersebut, maka dapat dikatakan bahwa pasar rumput laut mengarah pada persaingan tidak sempurna. Tabel 18. Kegiatan Pembelian dan Penjualan Rumput Laut Setiap Lembaga Pemasaran Bentuk Kegiatan Lembaga Pemasaran Pembelian Penjualan Petani - Pedagang Pengumpul Desa Pedagang Pengumpul Kecamatan Pedagang Besar Eksportir Praktek Penentuan Harga Sistem penentuan harga menunjukkan bagaimana proses yang dilakukan oleh lembaga pemasaran untuk mendapatkan harga yang sesuai dalam sebuah transaksi jual dan beli. Sistem penentuan harga dapat dilihat dari indikator lembaga mana yang menjadi penentu harga. Sistem penentuan harga yang terjadi pada proses pemasaran rumput laut di Kepulauan Tanakeke berdasarkan dua cara yaitu dengan sistem tawar-menawar dan penentuan harga ditentukan oleh pedagang. Berdasarkan Tabel 19, sebanyak 30 orang petani atau sebesar persen penentuan harga rumput laut dilakukan dengan sistem tawar-menawar. Penentuan harga dengan sistem tawar-menawar terjadi pada petani yang tidak memiliki ikatan dengan pedagang pengumpul.

10 64 Sedangkan 60 orang petani atau sebesar persen harga rumput laut ditentukan oleh pedagang pengumpul. Tabel 19. Persentase Lembaga Pemasaran Berdasarkan Sistem Penentuan Harga Rumput Laut di Kepulauan Tanakeke, Kabupaten Takalar, Provinsi Sulawesi Selatan, 2011 ( %) Lembaga Pemasaran Sistem Penentuan Harga Tawar-menawar Pedagang Petani Pedagang Pengumpul Desa Pedagang Pengumpul Kecamatan Pedagang Besar Pada kegiatan praktek penentuan harga rumput laut dilapangan, ternyata petani merupakan pihak yang paling lemah diantara mata rantai pemasaran rumput laut. kondisi ini terjadi karena petani merupakan pihak penerima harga, tanpa mempunyai kekuatan tawar menawar (bargaining power). Kekuatan pembentukan harga ternyata berada pada pedagang yang berada di atas, atau secara vertikal harga rumput laut ditentukan oleh pelaku pemasaran yang berada di atasnya pada setiap lembaga pemasaran. Eksportir adalah pedagang pertama yang menentukan harga rumput laut kering, kemudian diikuti oleh lembaga pemasaran yang ada dibawahnya yaitu pedagang besar. Pedagang besar kemudian menentukan harga beli ditingkat pedagang pengumpul berdasarkan harga jualnya kepada eksportir, demikian seterusnya sampai ke tingkat petani. Petani hanyalah merupakan penerima harga (price taker) dari pedagang diatasnya. Dengan demikian sangatlah wajar apabila petani berada pada posisi yang paling lemah diantara semua mata rantai pemasaran yang terlibat dalam pemasaran rumput laut. Berkaitan dengan hal ini, Syahyuti (1998) mengatakan bahwa pedagang merasa lebih berhak menjadi penilai barang dibanding petani. Senjata pedagang dalam hal ini adalah jumlah informasi yang dimilikinya atau seolah-olah dimilikinya. Pedagang sering memanipulasi kondisi sedemikian rupa sehingga petani menerima kenyataan bahwa hanya pedaganglah yang tahu bagaimana barang tersebut akan diperdagangkan nantinya atau berapa harga yang terjadi. Dengan cara itulah pedagang membangun otoritasnya dalam penilaian barang.

11 65 Dengan melihat kondisi diatas, dapatlah dikatakan bahwa praktek penentuan harga yang terjadi dalam pemasaran rumput laut ini tidak mengarah pada pasar persaingan sempurna (perfect competition), namun mengarah pada pasar persaingan tidak sempurna (imperfect competition), karena pedagang mempunyai kekuatan untuk mempengaruhi harga yang terjadi di pasar, sedangkan pasar persaingan sempurna baik penjual maupun pembeli tidak dapat mempengaruhi harga yang berlaku di pasar Sistem Pembayaran Sistem pembayaran merupakan suatu cara membayar yang digunakan oleh lembaga-lembaga pemasaran dalam melakukan transaksi. Sistem pembayaran juga dapat memperlihatkan bagaimana perpindahan hak milik diantara lembagalembaga pemasaran yang terlibat. Tabel 20. Persentase Pedagang Pengumpul, Pedagang Besar, dan Eksportir Berdasarkan Sistem Pembayaran yang Dilakukan di Kepulauan Tanakeke, 2011 (%) Sistem Pembayaran Ijon Tunai Panjar Pedagang Pengumpul Pedagang Besar Eksportir Tabel 20 menunjukkan bahwa sistem pembayaran terhadap produksi rumput laut cukup beragam. Sistem yang dimaksud meliputi pembayaran cash (tunai), ijon, dan diberi panjar. Pembayaran dengan sistem panjar hampir mirip sistem ijon, namun harga jual rumput laut ditentukan saat panen dengan harga yang berlaku, dan sistem harga yang ditetapkan oleh pedagang pengumpul. Sebanyak 75 persen pedagang pengumpul yang melakukan sistem pembayaran secara ijon, hal ini dilakukan untuk mengikat para petani rumput laut. Dengan demikian, ada ketergantungan pinjaman modal oleh para petani rumput laut dengan para pedagang pengumpul. Hal tersebut mengindikasikan bahwa struktur atau posisi tawar petani rumput laut yang kurang menguntungkan. Para petani rumput laut yang tidak terikat dengan pedagang pengumpul dapat menjual rumput

12 66 lautnya ke pedagang pengumpul lainnya dengan harga yang lebih baik jika tidak terjadi kesepakatan pada saat tawar menawar Keragaan Pasar Analisis Margin Pemasaran Margin pemasaran disetiap lembaga pemasaran merupakan perbedaan antara harga jual dan harga beli pada lembaga tertentu. Margin pemasaran merupakan perbedaan antara harga yang dibayarkan konsumen dengan harga yang diterima produsen (Kohls et al. (2002), Hudson (2007)). Analisis ini dilakukan mulai dari petani rumput laut, pedagang pengumpul yang berada di sentra di produksi rumput laut sampai kepada pedagang besar dan eksportir rumput laut disajikan pada Tabel 21. Terdapat empat saluran pemasaran rumput laut yaitu (1) petani-pedagang pengumpul desa-pedagang pengumpul kecamatan-pedagang besar-eksportir, (2) petani-pedagang pengumpul desapedagang besar-eksportir, (3) petani-pedagang pengumpul desa-pedagang besareksportir, (4) petani-pedagang pengumpul desa-eksportir. Petani yang terikat dengan pedagang pengumpul akan menjual hasil produksi rumput lautnya kepada pedagang pengumpul yang memberikan modal ataupun kebutuhan sehari-hari. Oleh karena itu, harga jual rumput laut petani di keempat saluran berbeda. Pedagang pengumpul desa membeli rumput laut dari petani di tiap saluran berbeda-beda. Pada saluran pertama pedagang pengumpul desa membeli rumput laut dari petani dengan harga Rp 5 750/kg. Harga jual rumput laut petani pada saluran ini ditentukan oleh pedagang pengumpul desa. Pedagang pengumpul desa mengeluarkan biaya pemasaran sebesar persen dari total biaya yang dikeluarkan oleh lembaga pemasaran pada saluran ini. Biaya tersebut terdiri dari biaya sortasi, transportasi, pengepakan, dan retribusi. Biaya yang paling besar dikeluarkan oleh pedagang pengumpul desa yaitu biaya pengepakan dengan nilai sebesar persen atau seharga Rp 50/kg. besarnya biaya pengepakan ya sedangkan biaya yang paling kecil yang dikeluarkan oleh pedagang pengumpul desa yaitu biaya retribusi sebesar Rp 5/kg atau 5.5 persen. Pada saluran ini, pedagang pengumpul desa tidak mengeluarkan biaya susut, hal ini dikarenakan rumput laut yang dibeli dari petani langsung dibawa ke pedagang pengumpul

13 67 kecamatan. Keuntungan yang diperoleh pedagang pengumpul desa pada saluran pertama yaitu Rp 660/kg serta marjin yang diperoleh yaitu Rp 750/kg. Pada saluran dua, pedagang pengumpul desa membeli rumput laut dari petani dengan harga Rp 6 205/kg. Harga jual rumput laut petani pada saluran ini lebih tinggi dibandingkan pada saluran satu. Hal ini disebabkan harga jual rumput laut petani ditentukan oleh kesepakatan antara petani dengan pedagang pengumpul desa. petani memiliki bargaining position dalam menentukan harga rumput laut. Pedagang pengumpul desa mengeluarkan biaya sebesar Rp 165/kg. biaya tersebut terdiri dari biaya sortasi, biaya transportasi, biaya pengepakan, biaya susut, dan biaya retribusi. Biaya transportasi merupakan biaya yang paling besar dikeluarkan oleh pedagang pengumpul desa, yaitu sebesar Rp 55/kg. besarnya biaya tersebut karena pedagang pengumpul desa menanggung biaya transportasi untuk mengambil rumput laut dari petani. Harga jual rumput laut pedagang pengumpul desa pada saluran ini sebesar Rp 8 250/kg. maka, keuntungan yang diperoleh sebesar Rp 1 885/kg dan marginnya sebesar Rp 2 045/kg. Pedagang pengumpul desa pada saluran tiga membeli rumput laut dari petani dengan harga sebesar Rp 5 975/kg. harga jual rumput laut petani ditentukan oleh pedagang pengumpul desa,hal ini dikarenakan adanya ikatan yang terbentuk antara pedagang pengumpul desa dengan petani. Harga jual rumput laut pedagang pengumpul desa pada saluran ini sebesar Rp 7 000/kg. Total biaya pemasaran yang dikeluarkan sebesar Rp 140/kg. keuntungan yang diperoleh pedagang pengumpul desa sebesar Rp 973/kg dan margin pemasaran sebesar Rp 1 025/kg. Keuntungan dan marjin pedagang pengumpul desa di saluran kedua, ketiga, dan keempat lebih besar dibandingkan pada saluran satu karena harga jual lebih tinggi meskipun dengan biaya yang lebih tinggi pula. Pedagang pengumpul kecamatan pada saluran pemasaran satu membeli rumput laut dari pedagang pengumpul desa. Pedagang pengumpul kecamatan menanggung biaya transportasi sebesar Rp 30/kg, dan biaya retribusi sebesar Rp 10/kg. Harga jual rumput laut di tingkat pedagang pengumpul kecamatan yaitu Rp 7000/kg. Berdasarkan hal tersebut, maka keuntungan pedagang pengumpul kecamatan yaitu Rp 1 460/kg dan marginnya yaitu Rp 1 500/kg. Pada saluran

14 68 kedua, ketiga, dan keempat, pedagang pengumpul desa menjual rumput laut langsung ke pedagang besar sehingga pada saluran tersebut pedagang pengumpul kecamatan tidak berperan dalam saluran pemasaran kedua, ketiga, dan keempat. Pedagang besar pada saluran satu membeli rumput dari pedagang pengumpul kecamatan dengan harga Rp 7 000/kg. Total biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh pedagang besar pada saluran satu sebesar Rp 197/kg. Biaya tersebut terdiri atas biaya transportasi, biaya retribusi, dan biaya susut. Biaya yang paling besar dikeluarkan oleh pedagang besar yaitu biaya retribusi sebesar Rp 100/kg. Harga jual rumput laut di tingkat pedagang besar pada saluran satu sebesar Rp 9 000/kg. sehingga keuntungan yang diperoleh yaitu sebesar Rp 2 000/kg dan marginnya sebesar Rp 1 803/kg. Pada saluran dua dan tiga, pedagang besar membeli rumput laut dari pedagang pengumpul desa dengan harga yang berbeda. Pada saluran dua pedagang besar membeli rumput laut dengan harga Rp 8 250/kg sedangkan pada saluran tiga pedagang besar membeli rumput laut dengan harga Rp 7 000/kg. tingginya harga jual pedagang pengumpul desa pada saluran dua disebabkan oleh tingginya biaya transportasi dan biaya susut yang dikeluarkan. Keuntungan yang diperoleh pedagang pengumpul desa pada saluran dua sebesar Rp dan marginnya sebesar Rp 2 045/kg. untuk saluran pemasaran tiga, Total biaya pemasaran yang dikeluarkan yaitu sebesar Rp 140/kg. maka, keuntungan yang diperoleh sebesar Rp 885/kg dan margin sebesar Rp 1 025/kg. tingginya margin pemasaran pedagang pengumpul desa pada saluran tiga dibandingkan saluran satu, dikarenakan harga jual rumput laut pedagang pengumpul desa pada saluran tiga lebih besar. hal ini disebabkan oleh besarnya biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh pedagang pengumpul desa. Pada saluran empat pedagang pengumpul desa membeli rumput laut dari petani dengan harga sebesar Rp 6 805/kg. pedagang pengumpul desa mengeluarkan biaya pemasaran terdiri atas biaya trasnsportasi, biaya sortasi, pengepakan, biaya susut, dan biaya retribusi. Total biaya pemasaran yang dikeluarkan pedagang pengumpul desa sebesar Rp 356/kg. harga jual rumput laut pedagang pengumpul desa ke eksportir sebesar Rp 9 500/kg. Keuntungan yang

15 69 diperoleh pedagang pengumpul desa sebesar Rp 2 339/kg dan marginnya sebesar Rp 2 695/kg. Eksportir pada saluran pemasaran satu, dua, dan tiga membeli rumput laut dari pedagang besar. pada saluran satu eksportir membeli rumput laut dari pedagang besar sebesar Rp 9 000/kg, saluran dua sebesar Rp /kg, dan saluran tiga sebesar Rp Tingginya harga jual pedagang besar pada saluran dua disebabkan oleh besarnya biaya pemasaran yang dikeluarkan. Total biaya pemasaran pedagang besar pada saluran dua yaitu sebesar Rp 210/kg. biaya pemasaran yang dikeluarkan terdiri atas biaya transportasi, biaya retribusi, dan biaya susut. Pada saluran pemasaran empat, eksportir membeli rumput laut dari pedagang pengumpul desa. sehingga harga beli rumput laut di tingkat eksportir pada keempat saluran pemasaran berbeda. Secara umum, total marjin pemasaran satu lebih tinggi dari saluran dua, tiga, dan empat. Hal ini dikarenakan banyaknya lembaga pemasaran yang menyebabkan timbulnya biaya pemasaran di setiap lembaga pemasaran yang terlibat. Sedangkan margin pemasaran terendah yaitu pada saluran pemasaran empat, hal ini dikarenakan pada saluran ini pedagang pengumpul desa langsung menjual rumput laut ke eksportir tanpa melalui pedagang kecamatan, dan pedagang besar.

16 70 Tabel 21. Margin Pemasaran Rumput Laut Eucheuma cottoni di Kepulauan Tanakeke, 2011 (per kg) Saluran Pemasaran Uraian I II III IV Rp/kg Rp/kg Rp/kg Rp/kg PETANI Harga Jual PEDAGANG PENGUMPUL DESA Harga Beli Biaya Sortasi BiayaTransportasi Biaya Pengepakan Biaya Susut Biaya Retribusi Harga Jual Keuntungan Margin Pemasaran PEDAGANG PENGUMPUL KECAMATAN Harga Beli Biaya Transportasi Biaya Retribusi Harga Jual Keuntungan Margin Pemasaran PEDAGANG BESAR Harga Beli Biaya Transportasi Biaya Retribusi Biaya Susut Harga Jual Keuntungan Margin Pemasaran EKSPORTIR Harga Beli Biaya Pengepakan Biaya Transportasi Biaya Susut Biaya Kirim Harga Jual Keuntungan Margin Pemasaran

17 Analisis Farmer s share Farmer s share merupakan perbedaan antara harga retail dan margin pemasaran (Kohls et al, 2002). Farmer s share digunakan dalam mengukur keragaan suatu sistem pemasaran. Bagian yang diterima oleh petani merupakan persentase perbandingan antara harga yang dibayarkan oleh konsumen dengan harga yang diterima oleh petani. Terdapat dua cara dalam menghitung farmer s share yaitu marketing bill approach dan market basket approach Marketing bill approach merupakan rasio dari nilai seluruh produksi petani terhadap nilai yang dibayarkan konsumen (Kohls et al., 2002). Sedangkan menurut Hammond et al.dalam Asmarantaka (2009), marketing bill merupakan margin pemasaran secara agregat atau pendugaan dari biaya total pemasaran dari seluruh produk pertanian yang dibeli konsumen sipil secara domestik. Perhitungannya yaitu perbedaan dari belanja total pangan oleh konsumen sipil (swasta) dikurangi nilai total penerimaan pangan yang diterima petani. Market basket approach merupakan cara untuk menghitung farmer s share melalui rasio dari seluruh nilai yang diproduksi oleh petani terhadap nilai foodstore retail/ pengecer. Market basket approach secara umum memiliki farmer s share yang lebih tinggi dibandingkan dengan marketing bill approach (Kohls et al., 2002). Namun, keduanya cenderung berubah secara bersamaan dari waktu ke waktu. Komoditi yang memiliki value added yang tinggi maka akan memiliki pangsa pasar yang tinggi. Hal ini tergantung dari nilai produk akhir yang dihasilkan. Faktor-faktor yang berpengaruh yaitu tingkat pemrosesan, tingkat keawetan barang, produk musiman, biaya transportasi, dan jumlah produk. Hasil penelitian menunjukkan bahwa harga di tingkat petani pada saluran satu,dua,tiga, dan empat berturut yaitu sebesar Rp 5750/kg, Rp 6205/kg, Rp 5975/kg, dan Rp 6805/kg. sedangkan harga ditingkat eksportir pada saluran satu, dua, tiga, dan empat yaitu Rp 12000/kg. Farmer share merupakan rasio harga rumput laut di tingkat petani dengan harga rumput laut di tingkat eksportir. Meskipun harga rumput laut di tingkat petani di keempat saluran berbeda, namun harga rumput laut di tingkat eksportir yang sama menyebabkan perbedaan nilai farmer share di keempat saluran. Hasil analisis menunjukkan bahwa farmer share pada saluran keempat lebih besar dibandingkan pada farmer share pada saluran

18 72 satu, dua, dan tiga. Farmer share saluran satu, dua, dan tiga berturut-turut sebesar persen, persen, persen sedangkan farmer share pada saluran empat sebesar persen. Bagian harga yang diterima petani merupakan bagian harga yang dibayarkan oleh konsumen dan dinikmati oleh petani. Semakin tinggi bagian harga yang diterima petani maka nilai margin pemasaran semakin rendah. Tabel 22. Persentase Farmer s share pada Setiap Saluran Pemasaran No Saluran Pemasaran Farmer s share 1 Saluran Pemasaran I Saluran Pemasaran II Saluran Pemasaran III Saluran Pemasaran IV Integrasi Pasar Analisis integrasi pasar vertikal merupakan seberapa jauh pembentukan harga suatu komoditi pada satu tingkat lembaga atau pasar dipengaruhi oleh harga ditingkat lembaga lainnya. Arti kata lain yaitu bagaimana harga di pasar lokal dipengaruhi oleh harga pasar acuan dengan mempertimbangkan harga pada waktu yang lalu dengan harga pada saat ini. Perubahan harga pada pasar lokal dapat disebabkan oleh adanya perubahan margin pada pasar lokal dan pasar acuan pada waktu yang sebelumnya (lag time). Analisis integrasi pasar vertikal yang dianalisis yaitu integrasi jangka pendek, integrasi jangka panjang, dan elastisitas Integrasi Jangka Pendek Analisis integrasi pasar rumput laut pada jangka pendek dianalisis dengan menggunakan Indeks Keterpaduan Pasar (IKP) atau Index of Market Connection (IMC). Nilai IKP pada jangka pendek (short run) memperlihatkan hubungan antara pasar lokal dengan pasar acuan (Tabel 22). Analisis integrasi pasar yang dilakukan yaitu melihat hubungan antara petani sebagai pasar lokal dengan pedagang pengumpul, pedagang besar, dan eksportir sebagai pasar acuan. Hasilnya terlihat bahwa petani memiliki integrasi yang lemah. Hal ini ditunjukkan

19 73 dengan nilai IMC yang lebih besar dari satu. Artinya harga rumput laut di tingkat petani saat ini dipengaruhi oleh harga rumput laut di tingkat pedagang pengumpul, pedagang besar, dan eskportir pada waktu sebelumnya meskipun memiliki hubungan yang lemah. Analisis kedua dilakukan pada tingkat pedagang pengumpul sebagai pasar lokal dengan pedagang besar dan eksportir sebagai pasar acuan. Hasilnya terlihat bahwa dalam jangka pendek pedagang pengumpul memiliki integrasi yang kuat dengan pedagang besar. Hal ini ditunjukkan dengan nilai IMC yang lebih kecil dari satu. Artinya, harga rumput laut di tingkat pedagang pengumpul saat ini dipengaruhi oleh harga rumput laut di tingkat pedagang besar pada waktu sebelumnya. Namun tidak memiliki hubungan integrasi dengan eksportir. Hal ini ditunjukkan dengan nilai IMC yang tinggi. Artinya, perubahan harga rumput laut di tingkat eksportir pada waktu sebelumnya tidak mempengaruhi harga rumput laut di tingkat pedagang pengumpul. Analisisnya selanjutnya yaitu hubungan antara pedagang besar dan eksportir. Hasilnya menunjukkan bahwa dalam jangka pendek pedagang besar tidak memiliki hubungan integrasi dengan eksportir. Hal ini ditunjukkan dengan perubahan harga rumput laut di tingkat eksportir pada waktu sebelumnya tidak mempengaruhi harga rumput laut di tingkat pedagang besar pada saat ini. Tabel 22. Indeks Integrasi Pasar Rumput Laut pada Jangka Pendek Petani Pasar Lokal Pasar Acuan IKP/IMC (Short Run) Pedagang pengumpul Pedagang besar Eksportir Pedagang Pengumpul Pedagang besar Eksportir Pedagang Besar Eksportir Integrasi Jangka Panjang Nilai koefisien b 2 menunjukkan hubungan jangka panjang antara pasar lokal (petani) dengan pasar acuan (eksportir). Nilai b 2 pada Tabel 23 menyatakan bahwa integrasi antara pasar lokal rumput laut (petani) dan pasar acuan rumput laut (pedagang pengumpul dan pedagang besar) memiliki integrasi yang kuat hal

20 ini ditunjukkan dengan nilai b 2 lebih besar dari 0.5. Namun, hubungan antara petani dengan eksportir bersifat lemah. Artinya harga rumput laut ditingkat petani saat ini dipengaruhi oleh harga rumput laut di tingkat eksportir pada saat ini dan sebelumnya. Analisis kedua menganalisis hubungan antara pasar lokal (pedagang pengumpul) dengan pasar acuan (pedagang besar dan eksportir). Hasilnya menunjukkan bahwa dalam jangka panjang, pedagang pengumpul memiliki integrasi pasar yang kuat dengan pedagang besar hal ini ditunjukkan dengan nilai b2 yang lebih besar dari 0.5. Namun, hubungan antara pedagang pengumpul dengan eksportir memiliki integrasi yang lemah yaitu sebesar Analisis selanjutnya yaitu hubungan antara pedagang besar sebagai pasar lokal dan eksportir sebagai pasar acuan. Hasilnya menunjukkan bahwa dalam jangka panjang, integrasi antara pasar lokal dan pasar acuan bersifat lemah. Artinya harga rumput laut ditingkat pedagang besar saat ini dipengaruhi oleh harga rumput laut di eksportir saat ini. Tabel 23. Indeks Integrasi Pasar Rumput Laut pada Jangka Panjang Pasar Lokal Pasar Acuan b 2 (Long Run) Petani Pedagang pengumpul Pedagang besar Eksportir Pedagang pengumpul Pedagang besar 0.99 Eksportir 0.30 Pedagang besar Eksportir 0.43 Berdasarkan hasil analisis tersebut (Tabel 23) maka dalam jangka panjang harga rumput laut ditingkat petani saat ini sangat dipengaruhi oleh harga rumput laut di tingkat pedagang pengumpul pada waktu sebelumnya. Jika terjadi perubahan harga di pedagang pengumpul maka akan mempengaruhi harga di tingkat petani saat ini. Lembaga pemasaran rumput laut dalam jangka panjang yang cepat merespon perubahan harga yaitu pedagang pengumpul.

METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Provinsi Lampung khususnya di PTPN VII UU

METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Provinsi Lampung khususnya di PTPN VII UU IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Provinsi Lampung khususnya di PTPN VII UU Bungamayang, Kabupaten Lampung Utara. Lokasi dipilih secara purposive karena PTPN

Lebih terperinci

4 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data Teknik Pengumpulan Data

4 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data Teknik Pengumpulan Data 21 4 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di daerah sentra produksi karet rakyat di Provinsi Jambi. Lokasi yang dipilih yaitu Kabupaten Batanghari dan Kabupaten Bungo.

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN. individu dan kelompok dalam mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN. individu dan kelompok dalam mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Konseptual 3.1.1 Konsep Tataniaga Pemasaran adalah suatu proses sosial yang di dalamnya melibatkan individu dan kelompok dalam mendapatkan apa yang mereka

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Saluran Pemasaran, dan Fungsi Pemasaran Saluran pemasaran jagung menurut Soekartawi (2002) merupakan aliran barang dari produsen kepada konsumen. Saluran pemasaran jagung

Lebih terperinci

TATANIAGA PERTANIAN OLEH : NOVINDRA DEP. EKONOMI SUMBERDAYA & LINGKUNGAN

TATANIAGA PERTANIAN OLEH : NOVINDRA DEP. EKONOMI SUMBERDAYA & LINGKUNGAN TATANIAGA PERTANIAN OLEH : NOVINDRA DEP. EKONOMI SUMBERDAYA & LINGKUNGAN TATANIAGA PERTANIAN Tataniaga Pertanian atau Pemasaran Produk-Produk Pertanian (Marketing of Agricultural), pengertiannya berbeda

Lebih terperinci

VII ANALISIS PEMASARAN KEMBANG KOL 7.1 Analisis Pemasaran Kembang Kol Penelaahan tentang pemasaran kembang kol pada penelitian ini diawali dari petani sebagai produsen, tengkulak atau pedagang pengumpul,

Lebih terperinci

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Saluran Tataniaga Saluran tataniaga sayuran bayam di Desa Ciaruten Ilir dari petani hingga konsumen akhir melibatkan beberapa lembaga tataniaga yaitu pedagang pengumpul

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN. terhadap barang dan jasa sehingga dapat berpindah dari tangan produsen ke

KERANGKA PEMIKIRAN. terhadap barang dan jasa sehingga dapat berpindah dari tangan produsen ke III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual 3.1.1. Konsep Pemasaran Definisi tentang pemasaran telah banyak dikemukakan oleh para ahli ekonomi, pada hakekatnya bahwa pemasaran merupakan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Tataniaga Menurut Hanafiah dan Saefudin (2006) tataniaga dapat didefinisikan sebagai tindakan atau kegiatan yang berhubungan dengan

Lebih terperinci

VII ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR

VII ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR VII ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR 7.1. Analisis Struktur Pasar Struktur pasar nenas diketahui dengan melihat jumlah penjual dan pembeli, sifat produk, hambatan masuk dan keluar pasar,

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis berisi tentang konsep-konsep teori yang dipergunakan atau berhubungan dengan penelitian yang akan dilaksanakan. Berdasarkan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk 28 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasiona Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai variabel yang akan diteliti untuk memperoleh dan menganalisis

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 17 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Pemasaran Definisi tentang pemasaran telah banyak dikemukakan oleh para ahli ekonomi, pada hakekatnya bahwa pemasaran merupakan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Tataniaga Menurut Hanafiah dan Saefudin (2006), istilah tataniaga dan pemasaran merupakan terjemahan dari marketing, selanjutnya tataniaga

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Penelitian ini menggunakan teori sistem pemasaran dengan mengkaji saluran pemasaran, fungsi pemasaran, struktur pasar, perilaku pasar, marjin pemasaran,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Gambar 1 Proyeksi kebutuhan jagung nasional (Sumber : Deptan 2009, diolah)

I. PENDAHULUAN. Gambar 1 Proyeksi kebutuhan jagung nasional (Sumber : Deptan 2009, diolah) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jagung (Zea mays L) merupakan salah satu komoditas pertanian yang memiliki peran penting yaitu sebagai makanan manusia dan ternak. Indonesia merupakan salah satu penghasil

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka Sawi adalah sekelompok tumbuhan dari marga Brassica yang dimanfaatkan daun atau bunganya sebagai bahan pangan (sayuran),

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan rangkaian teori-teori yang digunakan dalam penelitian untuk menjawab tujuan penelitian. Teori-teori yang digunakan

Lebih terperinci

BAB IX ANALISIS PEMASARAN PEPAYA SPO DAN PEPAYA NON SPO. memindahkan suatu produk dari titik produsen ke titik konsumen.

BAB IX ANALISIS PEMASARAN PEPAYA SPO DAN PEPAYA NON SPO. memindahkan suatu produk dari titik produsen ke titik konsumen. BAB IX ANALISIS PEMASARAN PEPAYA SPO DAN PEPAYA NON SPO Pemasaran adalah suatu runtutan kegiatan atau jasa yang dilakukan untuk memindahkan suatu produk dari titik produsen ke titik konsumen. Kelompok

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis penelitian ini didasari oleh teori-teori mengenai konsep sistem tataniaga; konsep fungsi tataniaga; konsep saluran dan

Lebih terperinci

ANALISIS TATANIAGA BERAS

ANALISIS TATANIAGA BERAS VI ANALISIS TATANIAGA BERAS Tataniaga beras yang ada di Indonesia melibatkan beberapa lembaga tataniaga yang saling berhubungan. Berdasarkan hasil pengamatan, lembagalembaga tataniaga yang ditemui di lokasi

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. petani responden menyebar antara tahun. No Umur (thn) Jumlah sampel (%) , ,

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. petani responden menyebar antara tahun. No Umur (thn) Jumlah sampel (%) , , V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Responden 5.1.1 Umur petani responden Umur Petani merupakan salah satu faktor yang berpengaruh pada aktivitas di sektor pertanian. Berdasarkan hasil penelitian

Lebih terperinci

Kinerja Pasar Komoditas Pertanian

Kinerja Pasar Komoditas Pertanian 8 informal kelompok yang mempengaruhi daya tawar dan ketersedian informasi harga serta dampaknya pada harga yang berlaku. Analisis berikutnya yaitu mekanisme penentuan harga, faktor yang mempengaruhi penetapan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Lokasi Penelitian dilakukan pada lokasi yang ditentukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa daerah atau lokasi yang terpilih merupakan salah satu sentra

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional mencakup pengertian yang digunakan

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional mencakup pengertian yang digunakan III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan batasan operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan data dan melakukan analisis sehubungan dengan tujuan

Lebih terperinci

7. KINERJA RANTAI PASOK

7. KINERJA RANTAI PASOK 64 Resiko dan trust building Penyaluran jagung didalam rantai pasok dibangun bertahun-tahun sehingga tercipta distribusi sekarang ini. Setiap anggota rantai pasok memiliki resiko masing-masing dalam proses

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Tataniaga Pada perekonomian saat ini, hubungan produsen dan konsumen dalam melakukan proses tataniaga jarang sekali berinteraksi secara

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Tataniaga Tataniaga atau pemasaran memiliki banyak definisi. Menurut Hanafiah dan Saefuddin (2006) istilah tataniaga dan pemasaran

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kinerja Usahatani Komoditas Gambir Penelitian usahatani gambir yang dilakukan oleh Yuhono (2004), Ermiati (2004) dan Tinambunan (2007), masing-masing memiliki metode, lokasi dan

Lebih terperinci

III. KERANGKA KONSEPTUAL

III. KERANGKA KONSEPTUAL III. KERANGKA KONSEPTUAL 3.1. Structure-Conduct Performance Model Pendekatan Structure, Conduct, and Performance (SCP) adalah pendekatan organisasi pasar atau pelaku pasar yang mencakup atau mengkombinasikan

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 49 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan selama 6 (enam) bulan, sejak bulan Mei hingga Oktober 2011. Penelitian dilaksanakan di tujuh (7) pasar (Lampiran 2a dan 2b),

Lebih terperinci

TATANIAGA RUMPUT LAUT DI DESA KUTUH DAN KELURAHAN BENOA, KECAMATAN KUTA SELATAN, KABUPATEN BADUNG, PROVINSI BALI

TATANIAGA RUMPUT LAUT DI DESA KUTUH DAN KELURAHAN BENOA, KECAMATAN KUTA SELATAN, KABUPATEN BADUNG, PROVINSI BALI Tataniaga Rumput Laut TATANIAGA RUMPUT LAUT DI DESA KUTUH DAN KELURAHAN BENOA, KECAMATAN KUTA SELATAN, KABUPATEN BADUNG, PROVINSI BALI Ni Putu Ayuning Wulan Pradnyani Mahayana 1) dan Ratna Winandi 2) 1,2)

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. untuk mengelola faktor-faktor produksi alam, tenaga kerja, dan modal yang

III. METODE PENELITIAN. untuk mengelola faktor-faktor produksi alam, tenaga kerja, dan modal yang 46 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Pasar Hewan Desa Suka Kecamatan. Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder yang bersifat

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Pasar Hewan Desa Suka Kecamatan. Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder yang bersifat METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Pasar Hewan Desa Suka Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2017 sampai April 2017.

Lebih terperinci

Sosio Ekonomika Bisnis Vol 18. (2) 2015 ISSN Tinur Sulastri Situmorang¹, Zulkifli Alamsyah² dan Saidin Nainggolan²

Sosio Ekonomika Bisnis Vol 18. (2) 2015 ISSN Tinur Sulastri Situmorang¹, Zulkifli Alamsyah² dan Saidin Nainggolan² ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN SAWI MANIS DENGAN PENDEKATAN STRUCTURE, CONDUCT, AND PERFORMANCE (SCP) DI KECAMATAN JAMBI SELATAN KOTA JAMBI Tinur Sulastri Situmorang¹, Zulkifli Alamsyah² dan Saidin Nainggolan²

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN UBI KAYU DI PROVINSI LAMPUNG. (Analysis of Marketing Efficiency of Cassava in Lampung Province)

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN UBI KAYU DI PROVINSI LAMPUNG. (Analysis of Marketing Efficiency of Cassava in Lampung Province) ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN UBI KAYU DI PROVINSI LAMPUNG (Analysis of Marketing Efficiency of Cassava in Lampung Province) Nuni Anggraini, Ali Ibrahim Hasyim, Suriaty Situmorang Program Studi Agribisnis,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dengan kepemilikan rata-rata 2-3 ekor sapi. Biasanya sapi potong banyak

I. PENDAHULUAN. dengan kepemilikan rata-rata 2-3 ekor sapi. Biasanya sapi potong banyak I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini peternakan sapi potong masih dalam bentuk skala rumah tangga dengan kepemilikan rata-rata 2-3 ekor sapi. Biasanya sapi potong banyak dibudidayakan di daerah

Lebih terperinci

Indonesian Journal of Agricultural Economics (IJAE)

Indonesian Journal of Agricultural Economics (IJAE) Volume 6, Nomor 1, Juli 2016 ISSN 2087-409X Indonesian Journal of Agricultural Economics (IJAE) ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KINERJA PEMASARAN IKAN PATIN SALAI DI KECAMATAN XIII KOTO KAMPAR KABUPATEN

Lebih terperinci

6 ANALISIS STRUCTURE, CONDUCT, PERFORMANCE (SCP) PASAR KARET RAKYAT

6 ANALISIS STRUCTURE, CONDUCT, PERFORMANCE (SCP) PASAR KARET RAKYAT 38 tingkat pendidikan tertinggi petani karet mencapai perguruan tinggi (1%). Usia produktif dan tingkat pendidikan berpengaruh dalam respon inovasi teknologi. Selain itu juga, hal ini mengindikasikan bahwa

Lebih terperinci

MINGGU 6. MARKETING MARGIN

MINGGU 6. MARKETING MARGIN MINGGU 6. MARKETING MARGIN Oleh TIM TATANIAGA PRODUK AGRIBISNIS DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013 MARGIN TATANIAGA Konsep Margin Tataniaga (Margin Total)

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kelurahan Sukaresmi, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan secara

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. mall, plaza, pusat perdagangan maupun sebutan lainnya; Pasar Tradisional adalah

TINJAUAN PUSTAKA. mall, plaza, pusat perdagangan maupun sebutan lainnya; Pasar Tradisional adalah TINJAUAN PUSTAKA Pasar adalah area tempat jual beli barang dengan jumlah penjual lebih dari satu baik yang disebut sebagai pusat perbelanjaan, pasar tradisional, pertokoan, mall, plaza, pusat perdagangan

Lebih terperinci

ANALISIS PEMASARAN KEDELAI

ANALISIS PEMASARAN KEDELAI ANALISIS PEMASARAN KEDELAI Bambang Siswadi Universitas Islam Malang bsdidiek171@unisma.ac.id ABSTRAK. Tujuan Penelitian untuk mengetahui saluran pemasaran dan menghitung margin serta menganalisis efisiensi

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA PASAR KARET DI KECAMATAN PANGKALAN KURAS DAN KECAMATAN BUNUT KABUPATEN PELALAWAN

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA PASAR KARET DI KECAMATAN PANGKALAN KURAS DAN KECAMATAN BUNUT KABUPATEN PELALAWAN ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA PASAR KARET DI KECAMATAN PANGKALAN KURAS DAN KECAMATAN BUNUT KABUPATEN PELALAWAN Analisis Struktur, Perilaku dan Kinerja Pasar Karet di Kecamatan Pangkalan Kuras

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN JAGUNG (Zea mays) DI KABUPATEN GROBOGAN (Studi Kasus di Kecamatan Geyer)

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN JAGUNG (Zea mays) DI KABUPATEN GROBOGAN (Studi Kasus di Kecamatan Geyer) ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN JAGUNG (Zea mays) DI KABUPATEN GROBOGAN (Studi Kasus di Kecamatan Geyer) Dimas Kharisma Ramadhani, Endang Siti Rahayu, Setyowati Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

BEBERAPA PENDEKATAN KONSEPTUAL DALAM TELAAH TATANIAGA PERTANIAN. Lecture Notes by: TATIEK KOERNIAWATI

BEBERAPA PENDEKATAN KONSEPTUAL DALAM TELAAH TATANIAGA PERTANIAN. Lecture Notes by: TATIEK KOERNIAWATI BEBERAPA PENDEKATAN KONSEPTUAL DALAM TELAAH TATANIAGA PERTANIAN Lecture Notes by: TATIEK KOERNIAWATI PENDEKATAN KOMODITAS Fokus kajian didasarkan pada spesifikasi salah satu komoditas pertanian Commodity

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis digunakan untuk memberikan gambaran atau batasan-batasan teori yang akan digunakan sebagai landasan dalam penelitian

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Istilah pangsa pasar sering digunakan dalam ekonomi perusahan ataupun

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Istilah pangsa pasar sering digunakan dalam ekonomi perusahan ataupun 38 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.. Kerangka Pemikiran Teoritis 3... Konsep Pangsa Pasar Istilah pangsa pasar sering digunakan dalam ekonomi perusahan ataupun dalam dunia bisnis pada umumnya, untuk menunjukkan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Pasar Definisi yang tertua dan paling sederhana bahwa pasar adalah sebagai suatu lokasi secara fisik dimana terjadi jual beli atau suatu

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN UBI JALAR DI KABUPATEN LAMPUNG TENGAH. (Analysis of the Marketing Efficiency of Sweet Potato In Central Lampung Regency)

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN UBI JALAR DI KABUPATEN LAMPUNG TENGAH. (Analysis of the Marketing Efficiency of Sweet Potato In Central Lampung Regency) ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN UBI JALAR DI KABUPATEN LAMPUNG TENGAH (Analysis of the Marketing Efficiency of Sweet Potato In Central Lampung Regency) Angginesa Pradika, Ali Ibrahim Hasyim, Achdiansyah Soelaiman

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 23 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teori Dasar Perdagangan Internasional Teori perdagangan internasional adalah teori yang menganalisis dasardasar terjadinya perdagangan internasional

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada tiga desa di Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur yaitu Desa Ciherang, Cipendawa, dan Sukatani. Pemilihan lokasi dilakukan

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KINERJA PEMASARAN KENTANG GRANOLA DI KECAMATAN PANGALENGAN, KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KINERJA PEMASARAN KENTANG GRANOLA DI KECAMATAN PANGALENGAN, KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Analisis Struktur, Perilaku, dan Kinerja ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KINERJA PEMASARAN KENTANG GRANOLA DI KECAMATAN PANGALENGAN, KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Vela Rostwentivaivi Sinaga 1), Anna Fariyanti

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Sistem dan Pola Saluran Pemasaran Bawang Merah Pola saluran pemasaran bawang merah di Kelurahan Brebes terbentuk dari beberapa komponen lembaga pemasaran, yaitu pedagang pengumpul,

Lebih terperinci

Melisa Dinda Anggraeni, Nur Baladina * Jurusan Sosial Ekonomi, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya Malang *

Melisa Dinda Anggraeni, Nur Baladina * Jurusan Sosial Ekonomi, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya Malang * Jurnal Ekonomi Pertanian dan Agribisnis (JEPA) Volume I No. 2 Bulan Desember 2017 ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN PENAMPILAN PASAR KENTANG DI DESA SUMBERBRANTAS, KECAMATAN BUMIAJI, KOTA BATU (ANALYSIS

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN PINANG DENGAN PENDEKATAN STRUCTURE CONDUCT AND PERFORMANCE (SCP) DI KECAMATAN BETARA KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN PINANG DENGAN PENDEKATAN STRUCTURE CONDUCT AND PERFORMANCE (SCP) DI KECAMATAN BETARA KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN PINANG DENGAN PENDEKATAN STRUCTURE CONDUCT AND PERFORMANCE (SCP) DI KECAMATAN BETARA KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT JURNAL ITA PURNAMA SARI JURUSAN / PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Cigedug Kecamatan Cigedug Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive)

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Nilai Tambah Nilai tambah merupakan pertambahan nilai suatu komoditas karena mengalami proses pengolahan, penyimpanan, pengangkutan

Lebih terperinci

ANALISIS KERAGAAN PASAR PEMBENIHAN DAN PENDEDERAN IKAN GURAMI (Oshpronemus Gouramy) DI KELURAHAN DUREN MEKAR DAN DUREN SERIBU DEPOK JAWA BARAT

ANALISIS KERAGAAN PASAR PEMBENIHAN DAN PENDEDERAN IKAN GURAMI (Oshpronemus Gouramy) DI KELURAHAN DUREN MEKAR DAN DUREN SERIBU DEPOK JAWA BARAT ANALISIS KERAGAAN PASAR PEMBENIHAN DAN PENDEDERAN IKAN GURAMI (Oshpronemus Gouramy) DI KELURAHAN DUREN MEKAR DAN DUREN SERIBU DEPOK JAWA BARAT Adida 1, Kukuh Nirmala 2, Sri Harijati 3 1 Alumni Program

Lebih terperinci

ANALISIS PEMASARAN NENAS PALEMBANG (KASUS: DESA PAYA BESAR, KECAMATAN PAYARAMAN, KABUPATEN OGAN ILIR, PROVINSI SUMATERA SELATAN)

ANALISIS PEMASARAN NENAS PALEMBANG (KASUS: DESA PAYA BESAR, KECAMATAN PAYARAMAN, KABUPATEN OGAN ILIR, PROVINSI SUMATERA SELATAN) Analisis Pemasaran Nenas Palembang ANALISIS PEMASARAN NENAS PALEMBANG (KASUS: DESA PAYA BESAR, KECAMATAN PAYARAMAN, KABUPATEN OGAN ILIR, PROVINSI SUMATERA SELATAN) Herawati 1) dan Amzul Rifin 2) 1,2) Departemen

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengumpulan Data

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengumpulan Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret April 2012 di Desa Paya Besar, Kecamatan Payaraman, Kabupaten Ogan Ilir, Provinsi Sumatera Selatan. Pemilihan

Lebih terperinci

BAB VI HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diproduksi petani Desa Banjar dipasarkan dalam bentuk segar. Daerah

BAB VI HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diproduksi petani Desa Banjar dipasarkan dalam bentuk segar. Daerah BAB VI HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 6.1 Saluran Pemasaran Desa Banjar merupakan sentra produksi anggur di Kecamatan Banjar dimana sebagian besar petani di desa ini memproduksi anggur. Anggur yang diproduksi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam mengambil sampel responden dalam penelitian ini

III. METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam mengambil sampel responden dalam penelitian ini 33 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Metode yang digunakan dalam mengambil sampel responden dalam penelitian ini menggunakan metode sensus. Pengertian sensus dalam penelitian

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN PENAMPILAN PASAR OUTPUT DAN PASAR INPUT KEDELAI LOKAL DI DESA MLORAH PENDAHULUAN

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN PENAMPILAN PASAR OUTPUT DAN PASAR INPUT KEDELAI LOKAL DI DESA MLORAH PENDAHULUAN P R O S I D I N G 369 ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN PENAMPILAN PASAR OUTPUT DAN PASAR INPUT KEDELAI LOKAL DI DESA MLORAH Excel Virgi Swastika¹, Nur Baladina² 1 Mahasiswa Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian,

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Penentuan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Lima Puluh Kota, Provinsi Sumatera Barat dengan pertimbangan bahwa kabupaten ini merupakan daerah sentra produksi

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor,

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor, 26 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini dilakukan dengan pertimbangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian memegang peranan penting dalam pembangunan nasional. Hal ini didasarkan pada kesadaran bahwa negara Indonesia adalah negara agraris yang harus melibatkan

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Komoditi Kubis 2.2. Sistem Tataniaga dan Efisiensi Tataniaga

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Komoditi Kubis 2.2. Sistem Tataniaga dan Efisiensi Tataniaga II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Komoditi Kubis Kubis juga disebut kol dibeberapa daerah. Kubis merupakan salah satu komoditas sayuran unggulan pada sektor agribisnis yang dapat memberikan sumbangan

Lebih terperinci

VI HASIL DAN PEMBAHASAN

VI HASIL DAN PEMBAHASAN VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Saluran dan Lembaga Tataniaga Dalam menjalankan kegiatan tataniaga, diperlukannya saluran tataniaga yang saling tergantung dimana terdiri dari sub-sub sistem atau fungsi-fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengkomsumsi jamur (sebagai bahan pangan maupun bahan baku obat-obatan).

BAB I PENDAHULUAN. mengkomsumsi jamur (sebagai bahan pangan maupun bahan baku obat-obatan). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jamur adalah salah satu komoditas yang mempunyai masa depan cerah untuk dikembangkan, seiring semakin banyaknya orang yang mengetahui dan menyadari nilai gizi jamur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang pernah dikenal melakukan swasembada beras namun pada pembangunan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang pernah dikenal melakukan swasembada beras namun pada pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang pernah dikenal melakukan swasembada beras namun pada pembangunan masa lampau lebih menekankan pada pertumbuhan ekonomi

Lebih terperinci

Saluran dan Marjin Pemasaran cabai merah (Capsicum annum L)

Saluran dan Marjin Pemasaran cabai merah (Capsicum annum L) Saluran dan Marjin Pemasaran cabai merah (Capsicum annum L) Benidzar M. Andrie 105009041 Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi BenizarMA@yahoo.co.id Tedi Hartoyo, Ir., MSc.,

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN Konsep Pendapatan dan Biaya Usahatani. keuntungan yang diperoleh dengan mengurangi biaya yang dikeluarkan selama

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN Konsep Pendapatan dan Biaya Usahatani. keuntungan yang diperoleh dengan mengurangi biaya yang dikeluarkan selama BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis 3.1.1. Konsep Pendapatan dan Biaya Usahatani Soeharjo dan Patong (1973), mengemukakan definisi dari pendapatan adalah keuntungan yang diperoleh dengan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Sistem Tataniaga Tataniaga adalah suatu kegiatan dalam mengalirkan produk dari produsen (petani) sampai ke konsumen akhir. Tataniaga erat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor hortikultura berperan penting dalam mendukung perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat melalui nilai Produk Domestik Bruto (PDB). Produk Domestik Bruto (PDB)

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN JAGUNG DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN JAGUNG DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN JAGUNG DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Ika Novita Sari 1), Ratna Winandi 2), dan Juniar Atmakusuma 2) 1) Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) NTB 2) Departemen Agribisnis,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pertanian diartikan sebagai rangkaian berbagai upaya untuk meningkatkan pendapatan petani, menciptakan lapangan kerja, mengentaskan kemiskinan, memantapkan

Lebih terperinci

SISTEM PEMASARAN BERAS DI KECAMATAN CIBEBER, KABUPATEN CIANJUR

SISTEM PEMASARAN BERAS DI KECAMATAN CIBEBER, KABUPATEN CIANJUR SISTEM PEMASARAN BERAS DI KECAMATAN CIBEBER, KABUPATEN CIANJUR Alexandro Ephannuel Saragih 1), dan Netti Tinaprilla 2) 1,2) Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk

III. METODOLOGI PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk III. METODOLOGI PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk memperoleh data dan melakukan analisis sehubungan dengan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Pada Tahun Kelompok

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Pada Tahun Kelompok I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu komoditas pertanian yang berpotensi untuk dikembangkan. Pengembangan hortikuktura diharapkan mampu menambah pangsa pasar serta berdaya

Lebih terperinci

ANALISIS PEMASARAN JAMBU METE DI KABUPATEN MUNA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 1 Analysis of Cashew Marketing in Muna District Southeast Sulawesi Province

ANALISIS PEMASARAN JAMBU METE DI KABUPATEN MUNA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 1 Analysis of Cashew Marketing in Muna District Southeast Sulawesi Province ANALISIS PEMASARAN JAMBU METE DI KABUPATEN MUNA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 1 Analysis of Cashew Marketing in Muna District Southeast Sulawesi Province Nurdiyah 2, Anna Fariyanti 3, dan Siti Jahroh 3 1

Lebih terperinci

Program Studi Agribisnis FP USU Jln. Prof. A. Sofyan No. 3 Medan HP ,

Program Studi Agribisnis FP USU Jln. Prof. A. Sofyan No. 3 Medan HP , ANALISIS TATANIAGA SAYURAN KUBIS EKSPOR DI DESA SARIBUDOLOK KECAMATAN SILIMAKUTA KABUPATEN SIMALUNGUN Roma Kasihta Sinaga 1), Yusak Maryunianta 2), M. Jufri 3) 1) Alumni Program Studi Agribisnis FP USU,

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive), dengan pertimbangan bahwa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (costless) karena pembeli (costumer) memiliki informasi yang sempurna dan

BAB 1 PENDAHULUAN. (costless) karena pembeli (costumer) memiliki informasi yang sempurna dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Biaya transaksi muncul akibat kegagalan pasar (Yeager, 1999: 29-30). Menurut Stone et al. (1996: 97), pasar yang selalu berjalan tanpa biaya apapun (costless) karena

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara umum pemasaran adalah proses aliran barang yang terjadi di dalam pasar.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara umum pemasaran adalah proses aliran barang yang terjadi di dalam pasar. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tataniaga Pertanian Secara umum pemasaran adalah proses aliran barang yang terjadi di dalam pasar. Pemasaran adalah kegiatan mengalirkan barang dari produsen ke konsumen akhir

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Pengambilan Responden

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Pengambilan Responden IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan

Lebih terperinci

Volume 5 No. 1 Februari 2017 ISSN:

Volume 5 No. 1 Februari 2017 ISSN: TATANIAGA RUMPUT LAUT DI KELURAHAN TAKKALALA, KECAMATAN WARA SELATAN KOTA PALOPO PROVINSI SULAWESI SELATAN MUHAMMAD ARHAN RAJAB Email : arhanuncp@gmail.com Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA Oleh : RIKA PURNAMASARI A14302053 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mempunyai potensi untuk dikembangkan. Ternak ini berasal dari keturunan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mempunyai potensi untuk dikembangkan. Ternak ini berasal dari keturunan A. Sapi Bali BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sapi Bali merupakan salah satu jenis sapi asal Indonesia yang mempunyai potensi untuk dikembangkan. Ternak ini berasal dari keturunan banteng (Bibos) yang telah mengalami

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Usahatani dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana. produksi danpendapatanyang diinginkan pada waktu tertentu.

III. METODE PENELITIAN. Usahatani dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana. produksi danpendapatanyang diinginkan pada waktu tertentu. 37 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Usahatani dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang petani mengalokasikan sumberdaya yang ada, baik lahan, tenaga

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Petani buah naga adalah semua petani yang menanam dan mengelola buah. naga dengan tujuan memperoleh keuntungan maksimum.

III. METODE PENELITIAN. Petani buah naga adalah semua petani yang menanam dan mengelola buah. naga dengan tujuan memperoleh keuntungan maksimum. 26 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Konsep dasar dan batasan operasional mencakup semua pengertian yang digunakan untuk memperoleh data yang akan dianalisis sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran merupakan konsep dalam mencari kebenaran deduktif atau secara umum ke khusus. Pada kerangka pemikiran teoritis penelitian ini

Lebih terperinci

TATANIAGA PERTANIAN (lanjutan) OLEH : NOVINDRA DEP. EKONOMI SUMBERDAYA & LINGKUNGAN

TATANIAGA PERTANIAN (lanjutan) OLEH : NOVINDRA DEP. EKONOMI SUMBERDAYA & LINGKUNGAN TATANIAGA PERTANIAN (lanjutan) OLEH : NOVINDRA DEP. EKONOMI SUMBERDAYA & LINGKUNGAN Analisis Tataniaga Pertanian Pendekatan Fungsi (The Functional Approach) Pendekatan Kelembagaan (The Institutional Approach)

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. tujuan dan kegunaan tertentu (Sugiyono, 2004). Penelitian ini menggunakan

III. METODE PENELITIAN. tujuan dan kegunaan tertentu (Sugiyono, 2004). Penelitian ini menggunakan III. METODE PENELITIAN Metode penelitian adalah suatu cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu (Sugiyono, 2004). Penelitian ini menggunakan metode penelitian survai. Penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Tanaman kakao merupakan salah satu tanaman perkebunan yang sangat cocok ditanam didaerah tropis

Lebih terperinci

ASPEK SOSIAL EKONOMI JENIS: SUNGKAI

ASPEK SOSIAL EKONOMI JENIS: SUNGKAI ASPEK SOSIAL EKONOMI JENIS: SUNGKAI Program : Pengelolaan Hutan Tanaman Judul RPI : Pengelolaan Hutan Tanaman Penghasil Kayu Pertukangan Koordinator RPI : Drs. Riskan Efendi, MSc. Judul Kegiatan : Budidaya

Lebih terperinci

TATA NIAGA SALAK PONDOH (Salacca edulis reinw) DI KECAMATAN PAGEDONGAN BANJARNEGARA ABSTRAK

TATA NIAGA SALAK PONDOH (Salacca edulis reinw) DI KECAMATAN PAGEDONGAN BANJARNEGARA ABSTRAK 56 TATA NIAGA SALAK PONDOH (Salacca edulis reinw) DI KECAMATAN PAGEDONGAN BANJARNEGARA Agus Trias Budi, Pujiharto, dan Watemin Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Purwokerto Jl. Raya Dukuhwaluh

Lebih terperinci

3 KERANGKA PEMIKIRAN

3 KERANGKA PEMIKIRAN tidak diizinkan untuk melakukan pembelian langsung ke nelayan agar tidak terjadi permainan harga. Komponen pembentukan lembaga penunjang tersebut terdiri dari pengaturan pasar, informasi pasar, penyuluhan

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR TA ANALISIS STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA PEMASARAN SAYURAN BERNILAI EKONOMI TINGGI

LAPORAN AKHIR TA ANALISIS STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA PEMASARAN SAYURAN BERNILAI EKONOMI TINGGI LAPORAN AKHIR TA. 2013 ANALISIS STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA PEMASARAN SAYURAN BERNILAII EKONOMI TINGG GI Oleh: Henny Mayrowani Nur Khoiriyahh Agustin Dewa Ketut Sadra Swastika Miftahul Azis Erna Maria Lokollo

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS. Pengertian pasar telah banyak didefinisikan oleh ahli-ahli ekonomi. Pasar

BAB II LANDASAN TEORITIS. Pengertian pasar telah banyak didefinisikan oleh ahli-ahli ekonomi. Pasar BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1 Teori Pemasaran Pengertian pasar telah banyak didefinisikan oleh ahli-ahli ekonomi. Pasar adalah himpunan semua pelanggan potensial yang sama-sama mempunyai kebutuhan atau

Lebih terperinci