8. NILAI TAMBAH RANTAI PASOK

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "8. NILAI TAMBAH RANTAI PASOK"

Transkripsi

1 69 adalah biaya yang ditanggung masing-masing saluran perantara yang menghubungkan petani (produsen) dengan konsumen bisnis seperti PPT dan PAP. Sebaran biaya dan keuntungan akan mempengarhui tingkat rasio diantara saluran pemasaran. Saluran nomor satu memiliki total biaya pemasarana Rp. 300/Kg dengan total keuntungan Rp. 350/Kg. Lembaga pemasaran yang menanggung biaya pemasaran adalah koperasi sebesar Rp. 350/Kg dengan keuntungan Rp. 350/Kg. Saluran pemasaran nomor dua memiliki total biaya Rp. 470/kg dengan total keuntungan Rp. 430/Kg. Biaya pemasaran ditanggung oleh PPD dan PB, dimana PPD mengeluarkan biaya pemasaran sebesar Rp. 150/Kg dan keuntungan Rp. 250/Kg dengan B/C rasio PB mengeluarkan biaya pemasaran sebesar Rp. 320/Kg dengan keuntungan Rp. 180/Kg, B/C rasio yang didapatkan PB adalah Saluran pemasaran empat tidak efisien karena ada R/C rasio yang didapatkan lembaga pemasaran bernilai kurang dari satu. Saluran pemasaran nomor tiga memiliki total biaya Rp. 770/kg dengan total keuntungan Rp. 330/Kg. Biaya pemasaran ditanggung oleh PPD, PPK, dan PPB, dimana PPD mengeluarkan biaya pemasaran sebesar Rp. 150/Kg dan keuntungan Rp. 50/Kg dengan B/C rasio 0.33, PPK mengeluarkan biaya sebesar Rp. 300/Kg dengan keuntungan keuntungan Rp100/Kg dengan nilai R/C rasio 0.33, PB mengeluarkan biaya Rp. 320/Kg dan keuntungan Rp. 180 dan R/C rasio sebesar Secara keseluruhan saluran pemasaran jagung di Jawa Barat memiliki nilai B/C yang tidak merata. Nilai R/C yang tidak merata pada setiap saluran pemasaran menandakan adanya perbedaan biaya pemasaran yang ditanggung masing-masing anggota rantai pasok serta keuntungan yang berbeda pada setiap ujung saluran pemasaran. Ternyata, dari tiga jenis saluran pemasaran ada dua saluran pemasaran yang memiiliki nilai perbandingan keuntungan dan biaya dibawah satu, hal ini menandakan bahwa ada ketidakefisienan didalam pengeluaran biaya untuk melakukan aktivitas didalam rantai pasok 8. NILAI TAMBAH RANTAI PASOK Menurut Sudiyono (2002) nilai tambah dapat diukur melalui proses pengolahan nilai atau melalui proses peningkatan harga. Nilai tambah merupakan selisih korbanan dalam perlakuan selama proses pengaliran berlangsung (Setiawan, 2009) sehingga tujuan dari pengukuran nilai tambah adalah melihat bagian sejauh mana balas jasa yang diterima oleh input dari output yang telah diproses tersebut. Pada penelitian kali akan diukur nilai tambah yang dilakukan oleh Petani, Pedagang Pengumpul Desa, Pedagang Pengumpul Kecamatan, dan Pedagang Besar. Semua data yang dikumpulkan merupakan data primer, harga yang digunakan adalah harga yang berlaku pada saat panen raya jagung tahun Nilai tambah yang diukur merupakan nilai tambah pada proses pemasaran jagung saat sebelum dipipil hingga dipasarkan untuk PPT dan

2 70 PAP. Masing-masing anggota Untuk melihat biaya input dan tenaga kerja masing-masing anggota rantai pasok memiliki input, output, harga tenaga kerja, harga bahan baku, dan sumbangan input lain yang berbeda satu sama lain sehingga akan meghasilkan perhitungan nilai tambah yang berbeda. Nilai Tambah Pada Petani Jagung Petani terdapat pada ketiga saluran pemasaran, namun masingmasing petani pada saluran pemasaran tersebut memiliki perbedaan input yang digunakan. Petani pada saluran pertaman adalah petani yang menyalurkan jagung kepada PPD, kemudian PPD menjual jagungnya kepada PAP. Petani pada saluran kedua adalah petani yang menyalurkan jagungnya kepada PPD, kemudian PPD menyalurkan jagungnya kepada PB. Petani pada saluran kegtiga adalah adalah petani yang menjual jagungnya kepada PPK. Jagung yang dijual adalah jagung yang telah dipipil, dengan proses kehilangan yang terjadi saat proses pemipilan adalah 25%. Pada penghitungan nilai tambah kali ini, asumsi lahan yang dipanen adalah satu hektar, jumlah panen jagung 8600 ton jagung yang belum dipipil, harga pokok produksi per kilogram jagung yang belum dipipil adalah Rp. 1000/kg. petani pada saluran pertama menjual jagung pipilan kering dengan harga Rp.3200/kg, Petani pada saluran kedua menjual jagung pipilan kering dengan harga Rp.2950/kg, dan petani pada saluran ketiga menjual jagung pipilan kering dengan harga Rp. 2600/kg. Harga- harga tersebut adalah harga yang berlaku pada musim tanam Januari-April tahun Petani pada saluran pertama memiliki input yang berbeda dari kedua petain lainnya, karena petani pada saluran pertama memiliki mesin pemipilan modern. Input lain yang digunakan petani pada saluran pertam berupa bahan baku yang didapatkan dari satu hektar jagung yaitu 8,6 ton atau 8600 kg yang menghasilkan input sebesar 6,5 ton atau 6500 kg. Untuk memproses bahan baku tersebut maka dibutuhkan mesin pemipil berkapasitas satu hingga dua ton per jam, kegiatan pemipilan hanya memerlukan kurang lebih delapan jam. Input bahan baku lain antara lain biaya sewa, solar bahan bakar, karung, dan tali untuk mengemas jagung pipilan, total pengeluaran untuk input bahan baku lain adalah sebesar Rp. 70/Kg. Input biaya tenaga kerja untuk satu hari yaitu Rp dan bekerja 4 jam per hari, untuk memipil jagung sebanyak 8,6 ton diperlukan waktu dua hari atau 8 jam per periode. Petani pada saluran kedua dan ketiga memiliki cara yang berbeda dari Petani A, mereka menggunakan cara konvensional untuk memipil yaitu dengan memakai ban sepeda atau karet bekas. Input tenaga kerja yang dipergunakan oleh petani ini sebanyak lima orang yang bekerja sebanyak enam jam per hari dengan upah Rp /hari, per periode dibutuhkan waktu kurang lebih delapan hari, sehingga upah rata-rata yang didapatkan per jam pekerja adalah sebesar Rp. 6,666,67. Nilai output diperoleh dari hasil perkalian rata-rata harga output perkilogram dengan faktor konversi. Nilai output pada petani dalam proses pemasaran yaitu petani pada saluran pertama mendapatkan output Rp.2, 418.6, petani pada saluran kedua mendapatkan output sebesar Rp. 2,229.65, dan petani pada saluran ketiga mendapatkan output sebesar Rp.1,

3 71 Nilai tambah berasal dari nilai output yang dihasilkan, pada petani pada saluran pertama nilai tambah yang berhasil didapatkan adalah sebesar Rp. 1,348.6 dengan rasio 55.76%, pada petani pada saluran kedua nilai tambah adalah sebesar Rp.1, dengan rasiosebesar 54,70%, dan yang terakhir pada petani di saluran tiga nilai tambah yang berhasil didapatkan adalah sebesar Rp dengan rasio sebesar 48.60% Tabel 17. Perhitungan Nilai Tambah di Tingkat Petani Saluran No Variabel Output Kg Bahan Baku Kg Input Tenaga Kerja Jam/Periode Faktor Konversi Koefisien Tenaga Kerja Harga Output Rp/Kg 3,200 2,950 2, Upah Rata-Rata Rp/jam 25,000 6, , Pendapatan dan Keuntungan 1 Harga Jagung Rp./Kg 1, , , Biaya Processing Rp./Kg Nilai Output Rp/Kg 2, , , A. Nilai Tambah Rp./Kg 1, , B. Rasio Nilai Tambah % A. Imbalan Tenaga Rp./Kg Kerja B. Bagian Tenaga Kerja % A. Keuntungan Rp./Kg 1, B. Tingkat Keuntungan % Sumber : Data Primer (Diolah) Nilai tambah yang dimiliki masing-masing petani merupakan nilai tambah hasil transformasi input menjadi output tanpa memperhitungkan besaran presentase tenaga kerja Imbalan tenaga kerja merupakan perkalian dari koefisien tenaga kerja dengan upah rata-rata tenaga kerja per HOK. Perhitungan presentase imbalan tenaga kerja terhadap petani pada ketiga saluran pemasaran menghasilkan nilai sebagai berikut, pada petani saluran pertama besaran tenaga kerja per kilogram adalah sebesar Rp.30.77/Kg dengan presentase 2.28%, pada petani saluran kedua besaran tenaga kerja yang didapatkan adalah Rp dengan presentase yaitu 20.18%, sedangkan pada petani saluran ketiga memberikan imbalan untuk tenaga kerja sebesar Rp /Kg dengan presentase 25.77% Maka, dari hasil penghitungan input dan output pada petani jagung di Jawa Baratdapat disimpulkan bahwa apabila petani menggunakan mesin dapat mengurangi imbalan tenaga kerja yang dibayarkan, maka petani dapat memperoleh keuntungan lebih tinggi dibandingkan menggunakan tenaga kerja manual karena tenaga kerja yang digunakan pun lebih sedikit. Apabila

4 72 dikaitkan dengan rantai pasok jagung di Jawa Barat, sulitnya ketersediaan tenaga kerja merupakan salah satu hal yang menjadi permasalahan dalam rantai pasok, maka penggunaan mesin pipil oleh petani akan dapat membantu ketersediaan produk jagung, karena mesin pipil bisa bekerja lebih cepat dibandingkan tenaga kerja manual. Nilai Tambah Jagung Pada Pedagang Pengumpul Desa Pemasaran jagung di Jawa Barat melibatkan pedagang pengumpul Desa (PPD), PPD membeli jagung dari petani, kemudian menjualnya kepada PPK,PB, atau PAP. Pada proses pemasaran PPD hanya melakukan fungsi pemasaran antara lain melakukan jual-beli, melakukan penyimpanan jagung, mencari informasi terkait harga, melakukan pembiayaan kepada petani, dan sebagai lembaga yang ikut menang resiko. PPD tidak melakukan fungsi pengolahan seperti pemipilan ataupun pengeringan (pengolahan) didalam pemasaran. Tabel 18. Perhitungan Nilai Tambah Pedagang Pengumpul Desa Satuan PPD No Variabel 1 Output Kg Bahan Baku Kg Tenaga Kerja Jam/Periode Faktor Konversi Koefisien Tenaga Kerja Harga Output Rp/Kg 3, Upah Rata-Rata Rp/Jam 6, Pendapatan dan Keuntungan 1 Harga Bahan Baku Rp/Kg 2, Sumbangan Input Lain Rp/Kg 80 3 Nilai Output Rp/Kg 3, A. Nilai Tambah Rp./Kg B. Rasio Nilai Tambah % 3.38% 5 A. Imbalan Tenaga Kerja Rp/Kg 65 B. Bagian Tenaga Kerja % 61.31% 6 A. Keuntungan Rp/Kg B. Tingkat Keuntungan % 38.7 Sumber : Data Primer (Diolah) Pada perhitungan nilai tambah Hayami yang dilakukan pada proses pemasaran PPD, didapatkan angka penyaluran jagung setiap periode pengiriman. Setiap memasarkan 10 ton jagung membutuhkan tenaga angkut sejumlah dua orang dengan lama bekerja 10 jam perhari selama dua hari dengan biaya Rp /orang/hari, tenaga pengeringan sebanyak tiga pegawai dengan lama bekerja 10 jam per hari selama tiga hari dengan biaya Rp /orang/hari, tenaga kebersihan gudang sebanyak tiga orang denan lama bekerja 10 jam per hari selama tiga hari dengan biaya Rp /orang/hari, supir bekerja delapan jam selama sehari dengan biaya Rp /orang/hari, dan pegawai administrasi gudang sebanyak dua

5 73 orang dengan lama bekerja 10 jam per hari selama dua hari dengan biaya Rp /orang /hari. Total kebutuhan pegawai adalah 11 orang dengan total lama bekerja 108 jam dan upah yaitu Rp /Jam. Dari hasil perhitungan nilai tambah hayami didapatkan faktor konversi 0.98 yang berasal dari output dan bahan baku selama proses pemasaran. Faktor koefisien tenaga kerja dari perhitungan nilai tambah adalah yang didapatkan dari tenaga kerja dibagi output yang dihasilkan. Harga output yang diperoleh PPD adalah Rp. 3200/kg, harga tersebut adalah harga rata-rata yang diberikan dari masing-masing konsumen yaitu PB, PAP, atau PPK. Harga bahan baku yaitu harga rata-rata pembelian PPD kepada petani, yaitu Rp. 2,950. Nilai output diperoleh dari hasil perkalian rata-rata harga output perkilogram dengan faktor konversi. Nilai output pada PPD dalam proses pemasaran yaitu Rp.3,136.03/kg. Pada perhitungan nilai tambah PPD mendapatkan nilai tambah sebesar Rp /kg dengan presentase nilai tambah rasio sebesar 3.38% nilai tambah tersebut merupakan nilai tambah yang didaptkan dari aktivtias yang pemasaran yang dilakukan oleh PPD. Nilai tersebut belum dikurangi imbalan tenaga kerja, dimana nilai imbalan tenaga kerja didapatkan dari perkalian koefisien tenaga kerja dengan upah rata-rata tenaga kerja per HOK yaitu sebesar Rp. 65/kg dengan presentase sebesar 61.31%, presentase tersebut merupakan imbalan yang diterima oleh tenaga kerja dalam proses pemasaran jagung. Tingkat keuntungan yang dimiliki PPD adalah Rp /kg dengan presentase 38.7% yang berarti persentase tersebut berasal dari nilai tambah merupakan keuntungan petani karena sudah memperhitungkan imbalan tenaga kerja. Nilai Tambah Jagung Pada Koperasi di Jawa Barat Koperasi adalah lembaga pemasaran yang memiliki jangkauan luas terhadap konsumen bisnis.sebelumnya, koperasi ini merupakan koperasi yang dibina oleh dinas industri dan perdagangan (Deperindag) Jawa Barat, maka dengan pembinaan tersebut anggota koperasi dapat menggunakan peralatan modern untuk mengeringkan jagung. Peralatan yang dimiliki oleh koperasi antara lain Dryer berkapasitas 40 Ton dan silo modern berkapasitas 200 Ton. Pada perhitungan nilai tambah Hayami yang dilakukan pada proses pemasaran oleh koperasi, didapatkan angka penyaluran jagung setiap periode pengiriman. Setiap memasarkan 20 ton jagung membutuhkan tenaga angkut sejumlah empat orang dengan lama bekerja 10 jam perhari selama empat hari dengan biaya Rp /orang/hari, tenaga timbang sebanyak dua pegawai dengan lama bekerja 10 jam per hari selama dua hari dengan biaya Rp /orang/hari, tenaga sortir dan grading membutuhkan tenaga sebanyak empat orang denan lama bekerja 10 jam per hari selama sehari hari dengan biaya Rp /orang/hari, supir dibayar kurang lebih Rp /kali pengiriman untuk jarak jauh, pegawai administrasi gudang sebanyak dua orang dengan lama bekerja 10 jam per hari selama dua hari dengan biaya Rp /orang /hari. Total kebutuhan pegawai adalah 13 orang dengan total lama bekerja 130jam dan upah yaitu Rp /Jam.

6 74 Sumbangan input lain pada koperasi yaitu ongkos pengeringan di silo, ongkos transportasi, dan biaya penyusutan yang terjadi saat proses pengeringan. Biaya silo mencapai Rp.200/kg, biaya ini ditetapkan oleh kesepakatan pengurus silo, ongkos transportasi berupa truk biayanya adalah Rp. 25/kg dan biaya penyusutan kurang lebih Rp. 15/kg. Untuk rincian biaya koperasi dapat melihat lampiran 3 (a). Tabel 19. Perhitungan Nilai Tambah di Tingkat Koperasi di Jawa Barat No Variabel Satuan Koperasi 1 Output Kg Bahan Baku Kg Tenaga Kerja Jam/Periode Faktor Konversi Koefisien Tenaga Kerja Harga Output Rp/Kg 3, Upah Rata-Rata Rp/Jam 10, Pendapatan dan Keuntungan 1 Harga Bahan Baku Rp/Kg 2, Sumbangan Input Lain Rp/Kg Nilai Output Rp/Kg 3, A. Nilai Tambah Rp/Kg B. Rasio Nilai Tambah % 9.58% 5 A. Imbalan Tenaga Kerja Rp/Kg 65 B. Bagian Tenaga Kerja % 19.23% 6 A. Keuntungan Rp/Kg B. Tingkat Keuntungan % Sumber : Data Primer (Diolah) Pada hasil perhitungan nilai tambah hayami didapatkan faktor konversi 0.98 yang berasal dari output dan bahan baku selama proses pemasaran. Faktor koefisien tenaga kerja dari perhitungan nilai tambah yaitu pada koperasi adalah , harga output yang diperoleh oleh koperasi adalah Rp. 3600, harga tersebut merupakan harga rata-rata penjualan kepada PPT dan PAP. Nilai output diperoleh dari hasil perkalian rata-rata harga output perkilogram dengan faktor konversi. Nilai output pada koperasi didapatkan nilai sebesar Rp.3,528.03/kg, pada perhitungan nilai tambah koperasi mendapatkan nilai tambah sebesar Rp /kg dan dengan presentase nilai tambah rasio sebesar 9.58% Imbalan tenaga kerja yang diberikan koperasi adalah sebesar Rp. 65/kg dengan presentase sebesar 19, 23%, maka keuntungan yang didapatkan oleh koperasi adalah sebesar Rp /kg. Koperasi memperoleh nilai tambah sebesar Rp atau 9.58% dari nilai output, koperasi masih dapat meningkatkan nilai tambah yang diperoleh dengan mengefisiensikan biaya dari kegiatan pemasaran yang dilakukan, koperasi sendiri saat ini telah dapat memaksimalkan penggunaan

7 75 tenaga kerja sehingga dapat memperoleh keuntungan 80.77% dari nilai tambah. Nilai Tambah Jagung Pada Pedagang Pengumpul Tingkat Kecamatan PPK adalah lembaga yang medapatkan input jagung dari PPD dan menjual jagung kepada PB. PPK merupakan lembaga pemasaran di daerah yang bukan merupakan penghasil utama jagung seperti daerah Garut Selatan dan memiliki spesialisasi bukan jagung melainkan hortikultura, namun PPK tetap menyerap jagung yang dihasilkan petani sekitar karena tidak ada lagi yang bersedia menampung jagung yang dihasilkan petani didaerah tersebut. Pada perhitungan nilai tambah Hayami yang dilakukan pada proses pemasaran PPK, didapatkan angka penyaluran jagung setiap periode pengiriman. Setiap memasarkan 20 ton jagung membutuhkan tenaga angkut yaitu sejumlah delapan orang dengan lama bekerja 10 jam perhari selama empat hari dengan biaya Rp /orang/hari. Jumlah tersebut lebih banyak karena diperlukan pegawai lebih banyak untuk mengangkut jagung pipilan dari rumah petani yang jauh ke gudang PPK, tenaga timbang sebanyak dua pegawai dengan lama bekerja 10 jam per hari selama dua hari dengan biaya Rp /orang/hari, tenaga pengeringan sebanyak empat orang denga lama bekerja 10 jam per hari masing-masing bekerja bergiliran selama dua hari dengan biaya Rp /orang/hari, supir dibayar kurang lebih Rp / hari selama proses pengiriman, pegawai administrasi gudang sebanyak dua orang dengan lama bekerja 10 jam per hari selama dua hari dengan biaya Rp /orang /hari. Total kebutuhan pegawai adalah 17 orang dengan total lama bekerja 200jam dan upah yaitu Rp /Jam. Sumbangan input lain berupa penanggungan resiko, ongkos transportasi, biaya informasi pasar, dan biaya penyusutan. Biaya untuk penanggungan resiko adalah Rp. 50/kg, ongkos transportasi yang ditanggung terdiri dari empat engkol dengan kapasitas lima ton dengan biaya Rp. 50/kg, biaya informasi pasar (biaya komunikasi, pengumpulan informasi, dan biaya tidak terduga) yang ditanggung berkisar Rp. 100/kg, dan biaya penyusutan Rp. 15/Kg sehingga total biaya yang ditanggung menjadi Rp. 215/kg. Pada hasil perhitungan nilai tambah hayami didapatkan faktor konversi 0.98 yang berasal dari output dan bahan baku selama proses pemasaran. Faktor koefisien tenaga kerja dari perhitungan nilai tambah yaitu Harga output yang harga Rp. 3200/kg harga tersebut merupakan harga penjualan kepada PB. PPD adalah Rp. 3200/kg, harga tersebut adalah harga rata-rata yang diberikan dari masing-masing konsumen yaitu PB Nilai output diperoleh dari hasil perkalian rata-rata harga output perkilogram dengan faktor konversi. Nilai output dalam proses pemasaran Rp. 3, dan pada perhitungan nilai tambah mendapatkan nilai tambah sebesar Rp dengan rasio nilai tambah sebesar 3.86%, nilai tambah tersebut merupakan nilai tambah yang didaptkan dari aktivtias yang pemasaran yang dilakukan oleh PPK. Imbalan tenaga kerja yang diberikan adalah sebesar Rp. 80/kg dengan presentase sebesar Rp 66.10%, maka keuntungan yang didapatkan oleh PPK yaitu Rp

8 76 Tabel 20. Perhitungan Nilai Tambah di Tingkat Pedagang Pengumpul Kecamatan No Variabel Satuan Nilai Tambah PPK 1 Output Kg Bahan Baku Kg Tenaga Kerja Jam/Periode Faktor Konversi Koefisien Tenaga Kerja Harga Output Rp/Kg 3, Upah Rata-Rata Rp/Jam 8, Pendapatan dan Keuntungan 1 Harga Bahan Baku Rp/Kg 2, Sumbangan Input Lain Rp/Kg Nilai Output Rp/Kg 3, A. Nilai Tambah Rp/Kg B. Rasio Nilai Tambah % 3.86% A. Imbalan Tenaga 5 Kerja Rp/Kg 80 B. Bagian Tenaga Kerja % 66.10% 6 A. Keuntungan Rp/Kg B. Tingkat Keuntungan % 33.9 Sumber : Data Primer (Diolah) Nilai tambah yang didapatkan PPK adalah sebesar Rp atau 3.8% dari total output, maka PPK seharusnya dapat memaksimalkan nilai tambah yang didapatkan dengan cara melakukan efisiensi kegiatan pemasaran yang dilakukan oleh tenaga kerja, karena imbalan tenaga kerja nilainya 66.10% lebih besar dibandingkan keuntungan yang diperoleh. Nilai Tambah Jagung Pada Pedagang Besar (PB ) Tingkat Kabupaten Pedagang Besar Tingkat Kabupaten (PB) mendapatkan jagung dari dari PPD dan PPK B. Pedagang besar berperan didalam distribusi jagung kepada konsumen-konsumen bisnis seperti Peternak Ayam Petelur (PAP) dan Produsen Pakan Ternak (PPT).PB memiliki aktivtias-aktivtias pemasaran yang memiliki nilai tambah, aktivtias ini banyak macamnya. Didalam perhitungan nilai tambah yang dilakukan PB dapat dilihat pada Tabel 21. Pada perhitungan nilai tambah Hayami yang dilakukan pada proses pemasaran PPD, dibutuhkan 26 orang pegawai untuk memasarkan 20 ton jagung. PB membutuhkan tenaga angkut sejumlah empat orang dengan lama bekerja 10 jam perhari selama dua hari dengan biaya Rp /orang/hari, tenaga penimbangan yang dimiliki PB sebanyak 6 orang dengan upah Rp /hari/orang, tenaga sortir dan grading

9 77 diperlukan sebanyak 6 orang dengan upah Rp /orang/hari, supir dan kenek untuk transportasi jarak jauh berjumlah 2 orang, tenaga pengeringan sebanyak empat pegawai dengan lama bekerja 10 jam per hari selama tiga hari dengan biaya Rp /orang/hari, tenaga kebersihan gudang sebanyak tiga orang denan lama bekerja 10 jam per hari dan pegawai administrasi gudang sebanyak dua orang dengan lama bekerja 10 jam per hari selama dua hari dengan biaya Rp /orang /hari. Total kebutuhan pegawai adalah 26 orang dengan total lama bekerja 260jam dan upah yaitu Rp. 7, /Jam. Tabel 21. Perhitungan Nilai Tambah Pedagang Besar Tingkat Kabupaten di Jawa Barat Satuan Nilai Tambah No Variabel PB 1 Output Kg Bahan Baku Kg Tenaga Kerja Jam/Periode Faktor Konversi Koefisien Tenaga Kerja Harga Output Rp/Jam 3, Upah Rata-Rata Rp/Jam 7, Pendapatan dan Keuntungan 1 Harga Bahan Baku Rp/Kg 3, Sumbangan Input Lain Rp/Kg Nilai Output Rp/Kg 3, A. Nilai Tambah Rp/Kg B. Rasio Nilai Tambah % 5.90% 5 A. Imbalan Tenaga Kerja Rp/Kg 95 B. Bagian Tenaga Kerja % 45.67% 6 A. Keuntungan Rp/Kg B. Tingkat Keuntungan % Sumber : Data Primer (Diolah) Sumbangan input lain terdiri dari biaya yang dikeluarkan untuk memasarkan jagung. Salah satu biaya yang ditanggung oleh PB adalah biaya informasi pasar yang terdiri dari biaya komunikasi, biaya pengumpulan informasi dan harga, dan biaya sosialisasi yaitu Rp , biaya ini ditanggung oleh PB dari pertama kali pengiriman jagung (pengiriman pertama kali) hingga pengiriman terakhir (akhir masa panen) sehingga nilainya akan sangat kecil apabila dibagi dengan total jumlah truk yang dikirimkan dari awal pengiriman jagung kepada konsumen. Biaya lain yang ditanggung oleh PB adalah biaya penanggungan resiko yaitu biaya yang dikeluarkan oleh PB karena kerusakan barang, gagal panen petani, ataupun biaya tidak terduga lainnya sebesar Rp. 50/kg, PB juga menanggung pajak

10 78 dan administrasi perusahaan jumlahnya sebesar Rp. 30/kg, ongkos transportasi per kali angkut kurang lebih Rp. 25/kg, biaya penyusutan kurang lebih Rp. 15/kg. Dari hasil perhitungan nilai tambah hayami didapatkan faktor konversi 0.98 yang berasal dari output dan bahan baku selama proses pemasaran. Faktor koefisien tenaga kerja dari perhitungan nilai tambah adalah yang didapatkan dari tenaga kerja dibagi output yang dihasilkan. Harga output yang diperoleh PPK adalah Rp. 3600/kg, harga tersebut adalah harga rata-rata yang diberikan dari masing-masing konsumen yaitu PPT dan PAP. Harga bahan baku yaitu harga rata-rata pembelian PPK kepada PPD atau PPK adalah Rp.3200/kg Nilai output diperoleh dari hasil perkalian rata-rata harga output per kilogram dengan faktor konversi. Nilai output pada PB dalam proses pemasaran yaitu Rp.3,528.03/kg. Pada perhitungan nilai tambah PB mendapatkan nilai tambah sebesar Rp /kg dengan presentase nilai tambah rasio sebesar 5.90% nilai tambah tersebut merupakan nilai tambah yang didapatkan dari aktivitas pemasaran yang dilakukan oleh PB. Nilai tersebut belum dikurangi imbalan tenaga kerja, dimana nilai imbalan tenaga kerja didapatkan dari perkalian koefisien tenaga kerja dengan upah rata-rata tenaga kerja per HOK yaitu sebesar Rp. 95/kg dengan presentase sebesar 45.67%, presentase tersebut merupakan imbalan yang diterima oleh tenaga kerja dalam proses pemasaran jagung. Tingkat keuntungan yang dimiliki PB adalah Rp /kg dengan presentase 54.33% yang berarti persentase tersebut berasal dari nilai tambah merupakan keuntungan pedagang besar karena sudah memperhitungkan imbalan tenaga kerja. Berdasarkan perhitungan nilai tambah maka dapat disimpulkan bahwa nilai tambah yang diperoleh PB adalah 5.9% dari total output. Nilai tersebut masih dapat ditingkatkan apabila aktivitas pemasaran yang dilakukan oleh PB berjalan dengan efisien, maka yang dapat PB lakukan untuk memaksimalkan nilai tambah adalah memaksimalkan penggunaan tenaga kerja agar dapat memperoleh nilai tambah lebih besar lagi. Distribusi Nilai Tambah Anggota Rantai Pasok Distribusi nilai tambah pada rantai pasok dianalisis untuk melihat perbandingan nilai tambah yang didapatkan masing-masing anggota disepanjang saluran pemasaran yang ada pada rantai pasok. Perhitungan dalam membandingkan distribusi nilai tambah menggunakan ketiga saluran pemasaran yang terdapat pada rantai pasok jagung di Jawa Barat. Rekapitulasi distribusi nilai tambah dapat dilihat pada tabel 22 Saluran pemasaran satu melibatkan petani dan koperasi sebagai anggota rantai pasoknya. Total nilai tambah yang diperoleh saluran pemasaran satu adalah Rp perkilogram, 79.96% nilai tambah dinikmati oleh petani dan hanya 20.04% nilai tambah yang dinikmati oleh koperasi, maka pada saluran pemasaran petani yang menikmati nilai tambah paling besar diantara anggota saluran pemasaran lainnya. Saluran pemasaran dua melibatkan petani, PPD, dan PB. Total nilai tambah yang diperoleh saluran pemasaran dua adalah Rp per kilogram, dengan presentase nilai tambah 79.52% dinikmati petani, 6.91% dinikmati

7. KINERJA RANTAI PASOK

7. KINERJA RANTAI PASOK 64 Resiko dan trust building Penyaluran jagung didalam rantai pasok dibangun bertahun-tahun sehingga tercipta distribusi sekarang ini. Setiap anggota rantai pasok memiliki resiko masing-masing dalam proses

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional meliputi pengertian yang digunakan

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional meliputi pengertian yang digunakan 38 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional meliputi pengertian yang digunakan untuk memperoleh dan menganalisis data yang berhubungan dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Sistem dan Pola Saluran Pemasaran Bawang Merah Pola saluran pemasaran bawang merah di Kelurahan Brebes terbentuk dari beberapa komponen lembaga pemasaran, yaitu pedagang pengumpul,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Persentase Produk Domestik Bruto Pertanian (%) * 2009** Lapangan Usaha

I. PENDAHULUAN. Persentase Produk Domestik Bruto Pertanian (%) * 2009** Lapangan Usaha I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumber pertumbuhan ekonomi yang sangat potensial dalam pembangunan sektor pertanian adalah hortikultura. Seperti yang tersaji pada Tabel 1, dimana hortikultura yang termasuk

Lebih terperinci

perluasan kesempatan kerja di pedesaan, meningkatkan devisa melalui ekspor dan menekan impor, serta menunjang pembangunan wilayah.

perluasan kesempatan kerja di pedesaan, meningkatkan devisa melalui ekspor dan menekan impor, serta menunjang pembangunan wilayah. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pembangunan pertanian dan ketahanan pangan adalah meningkatkan produksi untuk memenuhi penyediaan pangan penduduk, mencukupi kebutuhan bahan baku industri dalam

Lebih terperinci

VI. ANALISIS NILAI TAMBAH INDUSTRI PENGGERGAJIAN KAYU (IPK)

VI. ANALISIS NILAI TAMBAH INDUSTRI PENGGERGAJIAN KAYU (IPK) VI. ANALISIS NILAI TAMBAH INDUSTRI PENGGERGAJIAN KAYU (IPK) 6.1. Analisis Nilai Tambah Jenis kayu gergajian yang digunakan sebagai bahan baku dalam pengolahan kayu pada industri penggergajian kayu di Kecamatan

Lebih terperinci

VI SALURAN DAN FUNGSI TATANIAGA

VI SALURAN DAN FUNGSI TATANIAGA VI SALURAN DAN FUNGSI TATANIAGA 6.1. Lembaga Tataniaga Nenas yang berasal dari Desa Paya Besar dipasarkan ke pasar lokal (Kota Palembang) dan ke pasar luar kota (Pasar Induk Kramat Jati). Tataniaga nenas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Saluran Pemasaran, dan Fungsi Pemasaran Saluran pemasaran jagung menurut Soekartawi (2002) merupakan aliran barang dari produsen kepada konsumen. Saluran pemasaran jagung

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. untuk mendapatkan data melakukan analisa-analisa sehubungan dengan tujuan

III. METODE PENELITIAN. untuk mendapatkan data melakukan analisa-analisa sehubungan dengan tujuan 36 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Konsep dasar dan batasan operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan data melakukan analisa-analisa sehubungan dengan

Lebih terperinci

BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI

BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI 7.1. Produktivitas Usahatani Produktivitas merupakan salah satu cara untuk mengetahui efisiensi dari penggunaan sumberdaya yang ada (lahan) untuk menghasilkan keluaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jagung merupakan komoditi yang penting bagi perekonomian Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. Jagung merupakan komoditi yang penting bagi perekonomian Indonesia, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan komoditi yang penting bagi perekonomian Indonesia, kebutuhan jagung di Indonesia mengalami peningkatan, yaitu lebih dari 10 juta ton pipilan kering

Lebih terperinci

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Konsep dasar merupakan pengertian yang digunakan untuk memperoleh

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Konsep dasar merupakan pengertian yang digunakan untuk memperoleh 22 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN A. Konsep Dasar Konsep dasar merupakan pengertian yang digunakan untuk memperoleh dan menganalisis data sehubungan dengan tujuan penelitian. Agroindustri gula aren dan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Klaster adalah konsentrasi spasial dari industri industri yang sama atau

METODE PENELITIAN. Klaster adalah konsentrasi spasial dari industri industri yang sama atau 32 II. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Konsep dasar dan definisi operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai variabel yang akan diteliti untuk memperoleh dan menganalisis

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian ini adalah di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng,

IV. METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian ini adalah di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng, IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian ini adalah di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian berdasarkan

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS Keberhasilan usahatani yang dilakukan petani biasanya diukur dengan menggunakan ukuran pendapatan usahatani yang diperoleh. Semakin besar pendapatan usahatani

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI TAMBAH AGROINDUSTRI KECAP (Studi Kasus pada Pengusaha Kecap Cap Jago di Desa Cibenda Kecamatan Parigi Kabupaten Pangandaran)

ANALISIS NILAI TAMBAH AGROINDUSTRI KECAP (Studi Kasus pada Pengusaha Kecap Cap Jago di Desa Cibenda Kecamatan Parigi Kabupaten Pangandaran) ANALISIS NILAI TAMBAH AGROINDUSTRI KECAP (Studi Kasus pada Pengusaha Kecap Cap Jago di Desa Cibenda Kecamatan Parigi Kabupaten Pangandaran) Oleh: 1 Nurul Fitry, 2 Dedi Herdiansah, 3 Tito Hardiyanto 1 Mahasiswa

Lebih terperinci

DIVERSIFIKASI NILAI TAMBAH DAN DISTRIBUSI KEREPIK UBI KAYU DI KECAMATAN SARONGGI KABUPATEN SUMENEP

DIVERSIFIKASI NILAI TAMBAH DAN DISTRIBUSI KEREPIK UBI KAYU DI KECAMATAN SARONGGI KABUPATEN SUMENEP 1 DIVERSIFIKASI NILAI TAMBAH DAN DISTRIBUSI KEREPIK UBI KAYU DI KECAMATAN SARONGGI KABUPATEN SUMENEP Ribut Santosa (1) ; Awiyanto (2) ; Amir Hamzah (3) Alamat Penulis :(1,2,3) Program Studi Agribisnis

Lebih terperinci

VII ANALISIS PEMASARAN KEMBANG KOL 7.1 Analisis Pemasaran Kembang Kol Penelaahan tentang pemasaran kembang kol pada penelitian ini diawali dari petani sebagai produsen, tengkulak atau pedagang pengumpul,

Lebih terperinci

TATA NIAGA SALAK PONDOH (Salacca edulis reinw) DI KECAMATAN PAGEDONGAN BANJARNEGARA ABSTRAK

TATA NIAGA SALAK PONDOH (Salacca edulis reinw) DI KECAMATAN PAGEDONGAN BANJARNEGARA ABSTRAK 56 TATA NIAGA SALAK PONDOH (Salacca edulis reinw) DI KECAMATAN PAGEDONGAN BANJARNEGARA Agus Trias Budi, Pujiharto, dan Watemin Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Purwokerto Jl. Raya Dukuhwaluh

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam mengambil sampel responden dalam penelitian ini

III. METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam mengambil sampel responden dalam penelitian ini 33 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Metode yang digunakan dalam mengambil sampel responden dalam penelitian ini menggunakan metode sensus. Pengertian sensus dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB VI ANALISIS USAHA AYAM RAS PEDAGING DI PASAR BARU BOGOR

BAB VI ANALISIS USAHA AYAM RAS PEDAGING DI PASAR BARU BOGOR BAB VI ANALISIS USAHA AYAM RAS PEDAGING DI PASAR BARU BOGOR 6.1 Gambaran Lokasi Usaha Pedagang Ayam Ras Pedaging Pedagang di Pasar Baru Bogor terdiri dari pedagang tetap dan pedagang baru yang pindah dari

Lebih terperinci

VII. ANALISIS PENDAPATAN

VII. ANALISIS PENDAPATAN VII. ANALISIS PENDAPATAN 7.1. Biaya Produksi Usahatani dianalisis dengan cara mengidentifikasikan penggunaan sarana produksi (input). Sarana produksi yang digunakan antara peternak mitra dan peternak non

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk 28 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasiona Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai variabel yang akan diteliti untuk memperoleh dan menganalisis

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada tiga desa di Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur yaitu Desa Ciherang, Cipendawa, dan Sukatani. Pemilihan lokasi dilakukan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 38 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Penelitian 1) Usahatani Karet Usahatani karet yang ada di Desa Retok merupakan usaha keluarga yang dikelola oleh orang-orang dalam keluarga tersebut. Dalam

Lebih terperinci

5 KINERJA, SUMBER RISIKO, DAN NILAI TAMBAH RANTAI PASOK BUAH MANGGIS DI KABUPATEN BOGOR

5 KINERJA, SUMBER RISIKO, DAN NILAI TAMBAH RANTAI PASOK BUAH MANGGIS DI KABUPATEN BOGOR 5 KINERJA, SUMBER RISIKO, DAN NILAI TAMBAH RANTAI PASOK BUAH MANGGIS DI KABUPATEN BOGOR 5.1 Kinerja Rantai Pasok Kinerja rantai pasok merupakan ukuran kinerja secara keseluruhan rantai pasok tersebut (Chopra

Lebih terperinci

METODOLOGI. Waktu dan Tempat. Alat dan Bahan. Metode Penelitian

METODOLOGI. Waktu dan Tempat. Alat dan Bahan. Metode Penelitian 15 METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama ±3 bulan dimulai dari Februari sampai April 2013 yang berlokasikan di Kecamatan Majauleng Kabupaten Wajo Sulawesi Selatan. Alat dan Bahan

Lebih terperinci

4. METODOLOGIPENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian. Jenis dan Sumber Data. Metode Penentuan Responden

4. METODOLOGIPENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian. Jenis dan Sumber Data. Metode Penentuan Responden 27 4. METODOLOGIPENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Provinsi Jawa barat karena merupakan salah satu sentra produksi jagung di Indonesia (BPS, 2013). Pengumpulan data dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang) 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat telah menyebabkan konsumsi daging ayam ras (broiler) secara nasional cenderung

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN Metodologi Penelitian dan Pengumpulan Data. tempat dan waktu btertentu. Metode pengumpulan dengan melakukan

III. METODOLOGI PENELITIAN Metodologi Penelitian dan Pengumpulan Data. tempat dan waktu btertentu. Metode pengumpulan dengan melakukan 41 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Metodologi Penelitian dan Pengumpulan Data Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi kasus yaitu pengamatan yang bersifat spesifik dan

Lebih terperinci

VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI

VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI 6.1. Proses Budidaya Ganyong Ganyong ini merupakan tanaman berimpang yang biasa ditanam oleh petani dalam skala terbatas. Umbinya merupakan

Lebih terperinci

VII NILAI TAMBAH RANTAI PASOK BERAS ORGANIK

VII NILAI TAMBAH RANTAI PASOK BERAS ORGANIK VII NILAI TAMBAH RANTAI PASOK BERAS ORGANIK Terdapat dua konsep nilai tambah yang digunakan dalam menganalisis beberapa kasus, yaitu nilai tambah produk akibat pengolahan dan nilai tambah perolehan pelaku

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. petani responden menyebar antara tahun. No Umur (thn) Jumlah sampel (%) , ,

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. petani responden menyebar antara tahun. No Umur (thn) Jumlah sampel (%) , , V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Responden 5.1.1 Umur petani responden Umur Petani merupakan salah satu faktor yang berpengaruh pada aktivitas di sektor pertanian. Berdasarkan hasil penelitian

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. metode penelitian yang menggambarkan atau menjelaskan kejadian-kejadian atau

III. METODE PENELITIAN. metode penelitian yang menggambarkan atau menjelaskan kejadian-kejadian atau A. Metode Dasar Penelitian III. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Metode deskriptif adalah metode penelitian yang menggambarkan atau menjelaskan kejadian-kejadian atau gejala-gejala

Lebih terperinci

Oleh : Iif Latifah 1, Yus Rusman 2, Tito Hardiyanto 3. Fakultas Pertanian Universitas Galuh 2. Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran

Oleh : Iif Latifah 1, Yus Rusman 2, Tito Hardiyanto 3. Fakultas Pertanian Universitas Galuh 2. Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran ANALISIS NILAI TAMBAH DAN RENTABILITAS AGROINDUSTRI TAHU BULAT (Studi Kasus Pada Perusahaan Tahu Bulat Asian di Desa Muktisari Kecamatan Cipaku Kabupaten Ciamis) Oleh : Iif Latifah 1, Yus Rusman 2, Tito

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Rantai Pasokan Buah Naga 1. Sasaran Rantai Pasok Sasaran rantai pasok merupakan tujuan yang ingin dicapai dalam sebuah rantai pasok. Ada dua sasaran rantai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Letak Geografis Kecamatan Pulubala merupakan salah satu dari 18 Kecamatan yang ada di Kabupaten Gorontalo. Secara Geografis Kecamatan ini

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Sistem Pemasaran Dalam penelitian ini yang diidentifikasi dalam sistem pemasaran yaitu lembaga pemasaran, saluran pemasaran, serta fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. setelah beras. Jagung juga berperan sebagai bahan baku industri pangan dan

PENDAHULUAN. setelah beras. Jagung juga berperan sebagai bahan baku industri pangan dan PENDAHULUAN Latar Belakang Jagung merupakan salah satu tanaman pangan yang memiliki peranan strategis dan bernilai ekonomis serta mempunyai peluang untuk dikembangkan. Hal ini disebabkan karena kedudukannya

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kelurahan Sukaresmi, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan secara

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Penentuan Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Cigudeg, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja (purposive), dengan

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Saluran Pemasaran Cabai Rawit Merah Saluran pemasaran cabai rawit merah di Desa Cigedug terbagi dua yaitu cabai rawit merah yang dijual ke pasar (petani non mitra) dan cabai

Lebih terperinci

ANALISIS KEUNTUNGAN DAN PEMASARAN USAHATANI JAGUNG HIBRIDA DI KABUPATEN LAMPUNG SELATAN. Eka Miftakhul Jannah, Abdul Wahab, Amrizal Nazar ABSTRAK

ANALISIS KEUNTUNGAN DAN PEMASARAN USAHATANI JAGUNG HIBRIDA DI KABUPATEN LAMPUNG SELATAN. Eka Miftakhul Jannah, Abdul Wahab, Amrizal Nazar ABSTRAK ANALISIS KEUNTUNGAN DAN PEMASARAN USAHATANI JAGUNG HIBRIDA DI KABUPATEN LAMPUNG SELATAN Eka Miftakhul Jannah, Abdul Wahab, Amrizal Nazar ABSTRAK Lampung Selatan merupakan salah satu sentra produksi jagung

Lebih terperinci

ANALISIS EKONOMI PAKAN TERNAK TERFERMENTASI BERBASIS LIMBAH AGROINDUSTRI PISANG DI KABUPATEN LUMAJANG

ANALISIS EKONOMI PAKAN TERNAK TERFERMENTASI BERBASIS LIMBAH AGROINDUSTRI PISANG DI KABUPATEN LUMAJANG Volume 01, No 02- Maret 2017 ANALISIS EKONOMI PAKAN TERNAK TERFERMENTASI BERBASIS LIMBAH AGROINDUSTRI PISANG DI KABUPATEN LUMAJANG ECONOMICS ANALYSIS OF FERMENTED FEED BASED ON BANANA AGROINDUSTRY WASTE

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. untuk mengelola faktor-faktor produksi alam, tenaga kerja, dan modal yang

III. METODE PENELITIAN. untuk mengelola faktor-faktor produksi alam, tenaga kerja, dan modal yang 46 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. negara dititikberatkan pada sektor pertanian. Produksi sub-sektor tanaman

I. PENDAHULUAN. negara dititikberatkan pada sektor pertanian. Produksi sub-sektor tanaman I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bagi negara berkembang seperti Indonesia landasan pembangunan ekonomi negara dititikberatkan pada sektor pertanian. Produksi sub-sektor tanaman pangan memberikan kontribusi

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Lampung Timur. Lokasi penelitian

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Lampung Timur. Lokasi penelitian 36 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Lampung Timur. Lokasi penelitian dipilih secara purposive (sengaja) dengan pertimbangan bahwa daerah

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor,

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor, 26 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini dilakukan dengan pertimbangan

Lebih terperinci

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan agribisnis nasional diarahkan untuk meningkatkan kemandirian perekonomian dan pemantapan struktur industri nasional terutama untuk mendukung berkembangnya

Lebih terperinci

BAB VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI CAISIM

BAB VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI CAISIM BAB VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI CAISIM 7.1 Penerimaan Usahatani Caisim Penerimaan usahatani merupakan nilai yang diperoleh petani dari jumlah produksi. Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya

Lebih terperinci

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan Anton J. Supit Dewan Jagung Nasional Pendahuluan Kemajuan teknologi dalam budidaya jagung semakin

Lebih terperinci

VI HASIL DAN PEMBAHASAN

VI HASIL DAN PEMBAHASAN VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Saluran dan Lembaga Tataniaga Dalam menjalankan kegiatan tataniaga, diperlukannya saluran tataniaga yang saling tergantung dimana terdiri dari sub-sub sistem atau fungsi-fungsi

Lebih terperinci

ANALISIS PEMASARAN KEDELAI (Suatu Kasus di Desa Langkapsari Kecamatan Banjarsari Kabupaten Ciamis) Abstrak

ANALISIS PEMASARAN KEDELAI (Suatu Kasus di Desa Langkapsari Kecamatan Banjarsari Kabupaten Ciamis) Abstrak ANALISIS PEMASARAN KEDELAI (Suatu Kasus di Desa Langkapsari Kecamatan Banjarsari Kabupaten Ciamis) Oleh: Yepi Fiona 1, Soetoro 2, Zulfikar Normansyah 3 1) Mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Galuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komoditas hortikultura yang banyak dibudidayakan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komoditas hortikultura yang banyak dibudidayakan masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu komoditas hortikultura yang banyak dibudidayakan masyarakat Indonesia adalah bawang merah ( Allium ascalonicum ). Banyaknya manfaat yang dapat diambil dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha pada Tahun * (Miliar Rupiah)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha pada Tahun * (Miliar Rupiah) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan di Indonesia merupakan salah satu sektor yang telah berperan dalam perekonomian nasional melalui pembentukan Produk

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI TAMBAH. Julian Adam Ridjal PS Agribisnis Universitas Jember

ANALISIS NILAI TAMBAH. Julian Adam Ridjal PS Agribisnis Universitas Jember ANALISIS NILAI TAMBAH Julian Adam Ridjal PS Agribisnis Universitas Jember http://adamjulian.web.unej.ac.id PRICE-CONSUMPTION CURVE AND DEMAND AGRIBISNIS Sistem Agribisnis dan Lembaga Penunjangnya (Soehardjo,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BPS. 2012

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BPS. 2012 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cabai merupakan salah satu komoditas hortikultura yang dibutuhkan dan dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Menurut Direktorat Jenderal Hortikultura (2008) 1 komoditi

Lebih terperinci

V. PERKEMBANGAN PRODUKSI, USAHATANI DAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG PENGEMBANGAN JAGUNG

V. PERKEMBANGAN PRODUKSI, USAHATANI DAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG PENGEMBANGAN JAGUNG V. PERKEMBANGAN PRODUKSI, USAHATANI DAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG PENGEMBANGAN JAGUNG 5.1. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Jagung di Jawa Timur dan Jawa Barat 5.1.1. Jawa Timur Provinsi Jawa Timur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peranan yang tepat dari para pelaku ekonomi. konsumen adalah sebagai pemasok faktor faktor produksi kepada perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. peranan yang tepat dari para pelaku ekonomi. konsumen adalah sebagai pemasok faktor faktor produksi kepada perusahaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perekonomian terus tumbuh dan berkembang seiring dengan meningkatnya kebutuhan manusia. Jika perekonomian dalam suatu negara berjalan stabil maka kesejahteraan

Lebih terperinci

PENDAPATAN DAN NILAI TAMBAH USAHA KOPI BUBUK ROBUSTA DI KABUPATEN LEBONG (STUDI KASUS PADA USAHA KOPI BUBUK CAP PADI)

PENDAPATAN DAN NILAI TAMBAH USAHA KOPI BUBUK ROBUSTA DI KABUPATEN LEBONG (STUDI KASUS PADA USAHA KOPI BUBUK CAP PADI) PENDAPATAN DAN NILAI TAMBAH USAHA KOPI BUBUK ROBUSTA DI KABUPATEN LEBONG (STUDI KASUS PADA USAHA KOPI BUBUK CAP PADI) Income and Value Added of Robusta Ground Coffee in North Lebong Subdistrict Lebong

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI TAMBAH BAWANG MERAH LOKAL PALU MENJADI BAWANG GORENG DI KOTA PALU

ANALISIS NILAI TAMBAH BAWANG MERAH LOKAL PALU MENJADI BAWANG GORENG DI KOTA PALU e-j. Agrotekbis 1 (4) : 353-360, Oktober 2013 ISSN : 2338-3011 ANALISIS NILAI TAMBAH BAWANG MERAH LOKAL PALU MENJADI BAWANG GORENG DI KOTA PALU Analysis Added Value Of Local Palu Onions To Become Fried

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap tahun dengan laju kenaikan lebih dari 20% (Adisarwanto, 2000). Indonesia dengan luas areal bervariasi (Rukmana, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. setiap tahun dengan laju kenaikan lebih dari 20% (Adisarwanto, 2000). Indonesia dengan luas areal bervariasi (Rukmana, 2012). 15 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Indonesia, jagung merupakan bahan pangan penting sumber karbohidrat kedua setelah beras. Di samping itu, jagung pun digunakan sebagai bahan makanan ternak (pakan)

Lebih terperinci

ANALISIS EKONOMI PAKAN TERNAK TERFERMENTASI BERBASIS LIMBAH AGROINDUSTRI PISANG DI KABUPATEN LUMAJANG

ANALISIS EKONOMI PAKAN TERNAK TERFERMENTASI BERBASIS LIMBAH AGROINDUSTRI PISANG DI KABUPATEN LUMAJANG ANALISIS EKONOMI PAKAN TERNAK TERFERMENTASI BERBASIS LIMBAH AGROINDUSTRI PISANG DI KABUPATEN LUMAJANG [ECONOMICS ANALYSIS OF FERMENTED FEED BASED ON BANANA AGROINDUSTRY WASTE IN DISTRICT OF LUMAJANG] Shanti

Lebih terperinci

KINERJA USAHA AGROINDUSTRI KELANTING DI DESA KARANG ANYAR KECAMATAN GEDONGTATAAN KABUPATEN PESAWARAN

KINERJA USAHA AGROINDUSTRI KELANTING DI DESA KARANG ANYAR KECAMATAN GEDONGTATAAN KABUPATEN PESAWARAN KINERJA USAHA AGROINDUSTRI KELANTING DI DESA KARANG ANYAR KECAMATAN GEDONGTATAAN KABUPATEN PESAWARAN (Business Performance of Kelanting Agroindustry in Karang Anyar Village, Gedongtataan District, Pesawaran

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 19 III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran CV ATLAS adalah salah satu IKM yang memiliki tujuan menghasilkan produk yang memiliki nilai jual yang tinggi serta mendapatkan laba atau keuntungan yang

Lebih terperinci

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI KEMBANG KOL

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI KEMBANG KOL VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI KEMBANG KOL 6.1 Sarana Usahatani Kembang Kol Sarana produksi merupakan faktor pengantar produksi usahatani. Saran produksi pada usahatani kembang kol terdiri dari bibit,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Usahatani dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana. produksi danpendapatanyang diinginkan pada waktu tertentu.

III. METODE PENELITIAN. Usahatani dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana. produksi danpendapatanyang diinginkan pada waktu tertentu. 37 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Usahatani dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang petani mengalokasikan sumberdaya yang ada, baik lahan, tenaga

Lebih terperinci

Staf Pengajar Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Unja ABSTRAK

Staf Pengajar Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Unja ABSTRAK ANALISIS NILAI TAMBAH KELAPA DALAM DAN PEMASARAN KOPRA DI KECAMATAN NIPAH PANJANG KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR Kartika Retno Palupi 1, Zulkifli Alamsyah 2 dan saidin Nainggolan 3 1) Alumni Jurusan Agribisnis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nenas diyakini berasal di Selatan Brazil dan Paraguay kemudian

BAB I PENDAHULUAN. Nenas diyakini berasal di Selatan Brazil dan Paraguay kemudian BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Nenas diyakini berasal di Selatan Brazil dan Paraguay kemudian menyebar ke seluruh benua dengan perantara penduduk asli. James Drummond Dole adalah orang pertama yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN dan HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Tinjauan teknologi pengolahan sagu Teknologi merupakan sumberdaya buatan manusia yang kompetitif dan selalu

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura sebagai salah satu subsektor pertanian memiliki peran yang cukup strategis dalam perekonomian nasional. Hal ini tercermin dari perannya sebagai pemenuh kebutuhan

Lebih terperinci

BAB VIII KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. persepsi baik elemen pemerintah maupun masyarakat regional secara umum

BAB VIII KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. persepsi baik elemen pemerintah maupun masyarakat regional secara umum 231 BAB VIII KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1 Kesimpulan Usahatani jagung hibrida di provinsi Gorontalo memunculkan berbagai persepsi baik elemen pemerintah maupun masyarakat regional secara umum

Lebih terperinci

ANALISIS TATANIAGA IKAN PATIN DI TINGKAT PEDAGANG BESAR PENERIMA

ANALISIS TATANIAGA IKAN PATIN DI TINGKAT PEDAGANG BESAR PENERIMA 1 ANALISIS TATANIAGA IKAN PATIN DI TINGKAT PEDAGANG BESAR PENERIMA (Wholesaler Receiver) DARI DAERAH SENTRA PRODUKSI BOGOR KE PASAR INDUK RAMAYANA BOGOR Oleh Euis Dasipah Abstrak Tujuan tataniaga ikan

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PAPRIKA HIDROPONIK

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PAPRIKA HIDROPONIK VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PAPRIKA HIDROPONIK Analisis pendapatan usahatani paprika hidroponik meliputi analisis penerimaan, analisis biaya, analisis pendapatan, dan analisis R/C. Perhitungan usahatani

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI TAMBAH USAHA AGROINDUSTRI DAN PEMASARAN PRODUK GULA AREN DI KECAMATAN GUNUNGSARI KABUPATEN LOMBOK BARAT ABSTRAK

ANALISIS NILAI TAMBAH USAHA AGROINDUSTRI DAN PEMASARAN PRODUK GULA AREN DI KECAMATAN GUNUNGSARI KABUPATEN LOMBOK BARAT ABSTRAK 1 ANALISIS NILAI TAMBAH USAHA AGROINDUSTRI DAN PEMASARAN PRODUK GULA AREN DI KECAMATAN GUNUNGSARI KABUPATEN LOMBOK BARAT Value Added Analysis of Palm Sugar Agro-industry and It s Marketing In Gunungsari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mata pencaharian di bidang pertanian. Sektor pertanian pada setiap tahap

BAB I PENDAHULUAN. mata pencaharian di bidang pertanian. Sektor pertanian pada setiap tahap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang mayoritas penduduknya mempunyai mata pencaharian di bidang pertanian. Sektor pertanian pada setiap tahap pembangunan di Indonesia,

Lebih terperinci

ANALISIS PEMASARAN LADA PERDU (Studi Kasus di Desa Marga Mulya Kecamatan Kawali Kabupaten Ciamis) Abstrak

ANALISIS PEMASARAN LADA PERDU (Studi Kasus di Desa Marga Mulya Kecamatan Kawali Kabupaten Ciamis) Abstrak ANALISIS PEMASARAN LADA PERDU (Studi Kasus di Desa Marga Mulya Kecamatan Kawali Kabupaten Ciamis) Oleh: Erwin Krisnandi 1, Soetoro 2, Mochamad Ramdan 3 1) Mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Galuh

Lebih terperinci

BAB IX ANALISIS PEMASARAN PEPAYA SPO DAN PEPAYA NON SPO. memindahkan suatu produk dari titik produsen ke titik konsumen.

BAB IX ANALISIS PEMASARAN PEPAYA SPO DAN PEPAYA NON SPO. memindahkan suatu produk dari titik produsen ke titik konsumen. BAB IX ANALISIS PEMASARAN PEPAYA SPO DAN PEPAYA NON SPO Pemasaran adalah suatu runtutan kegiatan atau jasa yang dilakukan untuk memindahkan suatu produk dari titik produsen ke titik konsumen. Kelompok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai salah satu negara agraris yang beriklim tropis dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat cerah. Hortikultura

Lebih terperinci

Lanjutan Pemasaran Hasil Pertanian

Lanjutan Pemasaran Hasil Pertanian Lanjutan Pemasaran Hasil Pertanian BIAYA, KEUNTUNGAN DAN EFISIENSI PEMASARAN 1) Rincian Kemungkinan Biaya Pemasaran 1. Biaya Persiapan & Biaya Pengepakan Meliputi biaya pembersihan, sortasi dan grading

Lebih terperinci

SISTEM PEMASARAN AGRIBISNIS Sessi 4

SISTEM PEMASARAN AGRIBISNIS Sessi 4 SISTEM PEMASARAN AGRIBISNIS Sessi 4 Pemasaran Aliran produk secara fisis dan ekonomik dari produsen melalui pedagang perantara ke konsumen. Suatu proses sosial dan manajerial yang membuat individu/kelompok

Lebih terperinci

V. PENGUKURAN KINERJA PELAKU RANTAI PASOK KOPI ORGANIK DENGAN PENDEKATAN DEA

V. PENGUKURAN KINERJA PELAKU RANTAI PASOK KOPI ORGANIK DENGAN PENDEKATAN DEA 57 V. PENGUKURAN KINERJA PELAKU RANTAI PASOK KOPI ORGANIK DENGAN PENDEKATAN DEA 5.1. Parameter Pengukuran Kinerja Pelaku Rantai Pasok Pengukuran kinerja dengan pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA)

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pabrik gula merupakan salah satu industri yang strategis di Indonesia karena pabrik gula bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan pangan pokok, kebutuhan industri lainnya, dan penyedia

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang dipergunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

Lebih terperinci

TELAAHAN TERHADAP JALUR PEMASARAN KEDELAI DI DAERAH TRANSMIGRASI JAMBI

TELAAHAN TERHADAP JALUR PEMASARAN KEDELAI DI DAERAH TRANSMIGRASI JAMBI TELAAHAN TERHADAP JALUR PEMASARAN KEDELAI DI DAERAH TRANSMIGRASI JAMBI Oleh A. Rozany Nurmanaf*) Abstrak Program khusus usahatani kedelai dilaksanakan di berbagai daerah, termasuk diantaranya daerah transmigrasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor ekonomi yang utama di negara-negara berkembang. Peranan atau kontribusi sektor pertanian dalam pembangunan ekonomi suatu negara menduduki

Lebih terperinci

Boks 2. Pembentukan Harga dan Rantai Distribusi Beras di Kota Palangka Raya

Boks 2. Pembentukan Harga dan Rantai Distribusi Beras di Kota Palangka Raya Boks Pola Pembentukan Harga dan Rantai Distribusi Beras di Kota Palangka Raya Pendahuluan Salah satu komoditas yang memiliki kontribusi besar bagi inflasi Kota Palangka Raya adalah beras. Konsumsi beras

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. mengenai variabel yang akan diteliti untuk memperoleh dan menganalisis data

III. METODE PENELITIAN. mengenai variabel yang akan diteliti untuk memperoleh dan menganalisis data 29 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Konsep dasar dan definisi operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai variabel yang akan diteliti untuk memperoleh dan menganalisis

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS BIAYA PENGERINGAN GABAH MENGUNAKAN PENGERING RESIRKULASI

BAB V ANALISIS BIAYA PENGERINGAN GABAH MENGUNAKAN PENGERING RESIRKULASI BAB V ANALISIS BIAYA PENGERINGAN GABAH MENGUNAKAN PENGERING RESIRKULASI 5.1 PENDAHULUAN Pengembangan usaha pelayanan jasa pengeringan gabah dapat digolongkan ke dalam perencanaan suatu kegiatan untuk mendatangkan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Kerangka pemikiran teoritis dalam penelitian ini berisi teori-teori yang

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Kerangka pemikiran teoritis dalam penelitian ini berisi teori-teori yang III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Teoritis Kerangka pemikiran teoritis dalam penelitian ini berisi teori-teori yang dipakai dalam penelitian ini. Teori-teori ini merupakan landasan untuk menjawab tujuan-tujuan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. barang dan jasa akan terdistribusi dengan jumlah, waktu, serta lokasi yang

TINJAUAN PUSTAKA. barang dan jasa akan terdistribusi dengan jumlah, waktu, serta lokasi yang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Manajemen Rantai Pasok Rantai pasok adalah sekumpulan aktivitas dan keputusan yang saling terkait untuk mengintegrasi pemasok, manufaktur, gudang, jasa transportasi, pengecer,

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Metode Penentuan Daerah Sampel Penelitian ini dilakukan di Desa Namoriam dan Desa Durin Simbelang, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Penentuan daerah

Lebih terperinci

6 IMPLEMENTASI MODEL 6.1 Prediksi Produksi Jagung

6 IMPLEMENTASI MODEL 6.1 Prediksi Produksi Jagung 89 6 IMPLEMENTASI MODEL Rancangbangun model penyediaan tepung jagung pada rantai pasok industri berbasis jagung ini dapat digunakan sebagai suatu model yang dapat menganalisis penyediaan tepung jagung

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Nilai Tambah Nilai tambah merupakan pertambahan nilai suatu komoditas karena mengalami proses pengolahan, penyimpanan, pengangkutan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI NILAI TAMBAH AGROINDUSTRI MINYAK KAYU PUTIH DI KPHL TARAKAN

IDENTIFIKASI NILAI TAMBAH AGROINDUSTRI MINYAK KAYU PUTIH DI KPHL TARAKAN IDENTIFIKASI NILAI TAMBAH AGROINDUSTRI MINYAK KAYU PUTIH DI KPHL TARAKAN Mohammad Wahyu Agang Fakultas Pertanian, Universitas Borneo Tarakan Email: wahyoe_89@ymail.com ABSTRAK Agroindustri minyak kayu

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN digilib.uns.ac.id 76 BAB V HASIL PENELITIAN 5.1. Mekanisme Rantai Pasok Jagung Di Kabupaten Grobogan Struktur rantai pasok jagung di Kabupaten Grobogan terdiri atas beberapa tingkatan pelaku mulai dari

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI TAMBAH, KEUNTUNGAN, DAN TITIK IMPAS PENGOLAHAN HASIL RENGGINANG UBI KAYU (RENGGINING) SKALA RUMAH TANGGA DI KOTA BENGKULU

ANALISIS NILAI TAMBAH, KEUNTUNGAN, DAN TITIK IMPAS PENGOLAHAN HASIL RENGGINANG UBI KAYU (RENGGINING) SKALA RUMAH TANGGA DI KOTA BENGKULU ANALISIS NILAI TAMBAH, KEUNTUNGAN, DAN TITIK IMPAS PENGOLAHAN HASIL RENGGINANG UBI KAYU (RENGGINING) SKALA RUMAH TANGGA DI KOTA BENGKULU Andi Ishak, Umi Pudji Astuti dan Bunaiyah Honorita Balai Pengkajian

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada kelompok tani Suka Tani di Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, propinsi Jawa Barat. Penentuan lokasi

Lebih terperinci

VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI

VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI 6.1. Keragaan Usahatani Padi Keragaan usahatani padi menjelaskan tentang kegiatan usahatani padi di Gapoktan Jaya Tani Desa Mangunjaya, Kecamatan Indramayu, Kabupaten

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian mengenai analisis pendapatan usahatani dan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi cabai merah keriting ini dilakukan di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi,

Lebih terperinci