BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Saluran Tataniaga Saluran tataniaga sayuran bayam di Desa Ciaruten Ilir dari petani hingga konsumen akhir melibatkan beberapa lembaga tataniaga yaitu pedagang pengumpul dan pedagang pengecer. Sistem tataniaga sayuran bayam di Desa Ciaruten Ilir dari produsen hingga ke tingkat konsumen, secara umum memiliki beberapa saluran tataniaga yang berbeda. Saluran tataniaga sayuran bayam di Desa Ciaruten Ilir terdapat 3 saluran tataniaga yaitu ; Saluran tataniaga 1 : petani pedagang pengumpul pedagang pengecer konsumen. Saluran tataniaga 2 Saluran tataniaga 3 : petani pedagang pengecer konsumen. : petani konsumen Saluran Tataniaga 1 Saluran tataniaga satu merupakan saluran tataniaga terdiri dari petani pedagang pengumpul pedagang pengecer konsumen. Dari penelitian yang dilakukan diketahui bahwa petani yang menjual sayuran bayam di Desa Ciaruten Ilir melalui pedagang pengumpul berjumlah 16 orang dari 20 orang petani yang diwawancarai. Alasan petani menggunakan saluran tataniaga ini adalah karena petani tidak perlu memasarkan sendiri produk yang dihasilkannya. Produk petani yang

2 dijual ke pedagang pengumpul sudah pasti terjual habis, karena sudah menjadi resiko pedagang pengumpul jika produknya tidak terjual habis. Harga yang berlaku pada saluran tataniaga ini adalah harga yang terjadi di pasar. Penentuan harga pasar berdasarkan informasi yang berasal dari pedagang lainnya. Sistem pembelian umumnya secara tunai namun ada juga pedagang pen gumpul yang baru membayar produk petani ketika barang sudah habis terjual. Hal ini disebabkan adanya kepercayaan diantara petani dan pedagang pengumpul. Pedagang pengumpul umumnya tidak hanya menjual sayuran bayam tetapi juga menjual komoditas sayuran lainnya seperti selada, kangkung, caesin, kemangi dan sayuran lainlain. Produk sayuran bayam diangkut dengan menggunakan mobil. Biaya transportasi yang dikenakan antara Rp 900 Rp1500/ gabung. Biaya transportasi setiap pedagang pengumpul berbeda beda, hal ini disebabkan karena tujuan pasar yang berbeda. Pedagang pengumpul menjual seluruh komoditas tersebut kepada pedagang pengecer yang terdapat di Pasar Merdeka. Pedagang pengecer berasal dari Bogor dan Jakarta. Pedagang pengumpul menjual sayuran bayam dalam bentuk per gabung dari jam WIB. Satu gabung sayuran bayam terdiri dari 50 ikat. Para pedagang pengumpul ini tidak memiliki kios, tetapi menggelar barang dagangan di sepanjang jalan raya di Pasar Merdeka Saluran Tataniaga 2 Saluran tataniaga dua merupakan saluran tataniaga yang terdiri dari petanipedagang pengecer konsumen. Jenis saluran tataniaga ini dilakukan oleh 3 orang atau 15 persen dari petani responden. Petani membawa sayuran bayam sendiri

3 dengan menggunakan mobil bak terbuka ke pasar Bogor dan langsung menjual hasil panennya ke pedagang pengecer yang berada di pasar Bogor dengan sistem jual yaitu per gabung dan biaya transportasi Rp 1000, /gabung. Pada saluran tataniaga ini, petani juga berperan sebagai pedagang pengumpul yaitu menjual produk sayuran dari jam WIB. Jika produknya tidak habis terjual sayuran bayam dijual secara eceran dalam bentuk ikat kepada konsumen. Petani menjual sayuran dalam secara eceran dalam bentuk ikat dari jam WIB. Para petani ini tidak memiliki kios tetapi menggelar barang dagangan di jalan raya trotoar yang berada di sekitar pintu masuk kebun raya Bogor. Biayabiaya yang harus dikeluarkan oleh petani adalah biaya pengangkutan, biaya sewa tempat dan biaya retribusi. Petani menjual produk sayuran ke pasar, jika terjadi panen dan sayuran yang dibawa ke pasar berbedabeda tergantung dari hasil panen. Alasan petani menggunakan saluran tataniaga dua adalah karena petani akan mendapatkan keuntungan yang lebih besar dibandingkan jika menjualnya ke pedagang pengumpul Saluran Tataniaga 3 Saluran tataniaga tiga merupakan saluran tataniaga yang terdiri dari petani konsumen. Jenis saluran tataniaga ini dilakukan oleh 1 orang atau 5 persen petani responden. Petani membawa sayuran bayam sendiri ke pasar Bogor dan langsung menjual hasil panennya secara eceran dalam bentuk ikat ke konsumen yang berada di pasar Bogor. Pada saluran tataniaga ini, petani juga berperan sebagai pedagang pengecer. Petani menjual sayuran dalam bentuk eceran dari jam WIB.

4 Para petani ini tidak memiliki kios tetapi menggelar barang dagangan di jalan raya. Petani tidak hanya menjual sayuran bayam, tetapi menjual sayuran lainnya seperti : kangkung, kemangi, selada dan caesin. Produk sayuran yang dibawa ke pasar masingmasing sebesar 5 gabung dan tergantung dari hasil panen sayuran yang dilakukan. Biayabiaya yang harus dikeluarkan oleh petani adalah biaya pengangkutan, biaya sewa tempat dan biaya retribusi. Alasan petani menggunakan saluran tataniaga tiga adalah karena petani akan mendapatkan keuntungan yang lebih besar dibandingkan jika menjualnya ke pedagang pengumpul atau ke pedagang pengecer. 6.2 Fungsi Tataniaga Fungsi tataniaga diperlukan dalam kegiatan tataniaga untuk memperlancar distribusi barang dan jasa dari tiap lembaga tataniaga yang terlibat. Secara umum fungsi tataniaga yang dilaksanakan lembaga tataniaga terdiri dari tiga fungsi yaitu fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas. Fungsi pertukaran meliputi kegiatan kegiatan yang dapat memperlancar perpindahan hak milik dari barang dan jasa yang dipasarkan. Fungsi fisik merupakan perlakuan fisik yang perlu dilakukan agar komoditas yang diperlukan konsumen dapat tersedia pada tempat yang diinginkan. Fungsi pertukaran berupa pembelian dan penjualan, fungsi fisik terdiri dari pengolahan hasil, pengangkutan, dan penyimpanan. Fungsi fasilitas meliputi pembiayaan, penanggungan resiko, dan informasi pasar. Fungsi pembiayaan merupakan kegunaan uang untuk berbagai aspek tataniaga. Fungsi penanggungan resiko merupakan penerimaan kemungkinan dari

5 kerugian pemasaran produk yang terdiri dari atas resiko fisik dan resiko harga. Resiko fisik terjadi akibat kerusakan produk sedangkan resiko harga terjadi akibat perubahan nilai produk di pasar. Informasi pasar merupakan hal yang diperlukan produsen dan lembagalembaga tataniaga untuk kondisi pasar, lokasi, jenis mutu, waktu dan harga pasar. Setiap lembaga tataniaga yang terlibat dalam kegiatan tataniaga sayuran bayam mulai dari petani, pedagang pengumpul dan pedagang pengecer menjalankan fungsi tataniaga yang berbedabeda. Lembagalembaga tataniaga yang terlibat dalam kegiatan tataniaga sayuran bayam di Desa Ciaruten Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor yaitu ; Petani Fungsi tataniaga yang dilakukan oleh petani sayuran bayam di Desa Ciaruten Ilir adalah fungsi pertukaran berupa fungsi penjualan, fungsi fisik berupa kegiatan pengemasan, pengangkutan dan fungsi fasilitas berupa informasi pasar, penanggungan resiko dan pembiayaan. a. Fungsi Pertukaran Petani di Desa Ciaruten ilir melakukan fungsi pertukaran berupa fungsi penjualan. Petani bayam di Desa Ciaruten Ilir yang menjual hasil produksinya melalui pedagang pengumpul sebanyak 16 orang dari total petani responden. Sedangkan petani yang langsung menjual produknya kepada pedagang pengecer sebanyak 3 orang dan menjual produknya langsung ke konsumen sebanyak 1 orang dari total petani responden.

6 b. Fungsi Fisik Fungsi fisik hanya dilakukan oleh sebagian petani jika petani tersebut menjual hasil panennya langsung ke pasar dan tidak melalui pedagang pengumpul. Fungsi fisik tersebut terdiri dari kegiatan pengemasan dan pengangkutan. Kegiatan pengemasan sayuran bayam dilakukan dengan mengikat bayam sebanyak 50 ikat menjadi satu gabung. Kegiatan pengangkutan dilakukan oleh petani apabila petani memasarkan produknya langsung ke pasar. Namun apabila petani tidak langsung memasarkan ke pasar melainkan ke pedagang pengumpul maka pedagang pengumpullah yang melakukan kegiatan pengangkutan dan biaya pengangkutan di tanggung oleh pedagang pengumpul. Pada umumnya biaya penyusutan sayuran bayam tidak ada di tingkat petani, karena baik petani yang menjual ke pedagang pengumpul ataupun menjual langsung ke pasar tidak melakukan kegiatan penyimpanan. Petani melakukan kegiatan penjualan hasil panennya pada hari yang sama. c. Fungsi Fasilitas Fungsi fasilitas yang dilakukan oleh petani meliputi informasi pasar, penanggungan resiko dan pembiayaan. Informasi pasar dapat diperoleh petani dengan sangat mudah, tidak terdapat biaya dalam mendapatkan informasi pasar bagi petani. Kegiatan informasi pasar yang dilakukan berupa perkembangan harga dari petani lain yang sebelumnya menjual produknya, kualitas barang yang diinginkan oleh konsumen. Setelah mengetahui informasi pasar petani dapat menentukan keputusan waktu menjual hasil produksinya serta pemilihan saluran tataniaga yang tepat untuk mengoptimalkan kegiatan penjualan untuk mencapai efisiensi tataniaga. Kegiatan penanggungan resiko yang dialami petani berupa

7 penurunan harga sayuran bayam di pasar. Sedangkan untuk fungsi pembiayaan yang dilakukan oleh petani meliputi pembiayaan untuk modal kegiatan produksi. Modal petani berasal dari petani itu sendiri dan tidak berasal dari pinjaman atau pemberian kredit oleh pihak lain, oleh karena itu petani harus dapat mengoptimalkan penggunaan modal yang dimilikinya Pedagang Pengumpul Fungsi tataniaga yang dilakukan oleh pedagang pengumpul adalah fungsi pertukaran berupa fungsi pembelian dan penjualan, fungsi fisik berupa fungsi pengangkutan, fungsi fasilitas berupa informasi pasar, penanggungan resiko dan pembiayaan. a. Fungsi Pertukaran Kegiatan fungsi pertukaran yang dilakukan oleh pedagang pengumpul adalah fungsi pembelian dan fungsi penjualan. Pedagang pengumpul di Desa Ciaruten Ilir melakukan fungsi pembelian ke para petani langganannya. Jumlah petani yang mejadi langganan pedagang pengumpul di Desa Ciaruten Ilir berkisar 5 sampai 7 petani dan memiliki petani langganan di Desa lain.. Setiap terjadi panen petani memberitahu kepada pedagang pengumpul. Pedagang pengumpul mengambil produk sayuran yang telah di panen ke rumah petani, kemudian membawa ke Pasar Merdeka untuk dijual. Penentuan harga yang ada dalam pembelian sayuran bayam melalui proses tawarmenawar berdasarkan informasi pasar yang mereka ketahui sebelumnya.

8 b. Fungsi Fisik Fungsi fisik yang dilakukan oleh pedagang pengumpul yaitu kegiatan pengangkutan. Pedagang pengumpul membawa sayuran bayam dengan mobil pick up dan membayar biaya pengangkutan kepada pemilik mobil tersebut. Biaya pengangkutan para pedagang pengumpul berbedabeda tergantung tujuan pasarnya. c. Fungsi Fasilitas Fungsi fasilitas yang dilakukan oleh pedagang pengumpul meliputi informasi pasar, penanggungan resiko dan pembiayaan. Informasi pasar diperoleh dari sesama pedagang pengumpul lain di Desa Ciaruten Ilir. Penanggungan resiko sepenuhnya menjadi tanggung jawab pedagang pengumpul. Resiko yang bisa muncul seperti penurunan harga, hal ini disebabkan banyaknya produk sayuran bayam di pasar yang berasal dari daerah lain. Fungsi pembiayaan yang dilakukan oleh pedagang pengumpul yaitu penyediaan modal untuk membeli produk sayuran bayam dari petani sampai pedagang pengumpul dapat menjual produk tersebut di pasar Pedagang Pengecer Pedagang pengecer responden berjumlah 8 orang di pasar Bogor dan di pasar Minggu. Fungsi tataniaga yang dilakukan oleh pedagang pengecer adalah fungsi pertukaran berupa fungsi pembelian dan penjualan, fungsi fisik berupa fungsi pengangkutan, fungsi fasilitas berupa informasi pasar, penanggungan resiko dan pembiayaan.

9 a. Fungsi Pertukaran Fungsi tataniaga yang dilakukan pedagang pengecer adalah fungsi pertukaran berupa pembelian dari pedagang pengumpul dan penjualan kepada konsumen. Pembelian yang dilakukan pedagang pengecer dalam bentuk gabung, jumlah pembelian biasanya 5 sampai 20 gabung. Pedagang pengecer melakukan penjualan ke konsumen dalam satuan ikat. b. Fungsi Fisik Fungsi fisik yang dilakukan berupa pengemasan dan pengangkutan. Selain itu biaya retribusi pasar juga ditanggung oleh padagang pengecer sayuran bayam. Pedagang pengecer di Pasar Bogor tidak terdapat biaya transportasi karena pedagang pengumpul langsung membawa barang dagangan di Pasar Bogor, sedangkan pedagang pengecer yang berasal dari Jakarta memerlukan biaya transportasi. c. Fungsi Fasilitas Fungsi fasilitas yang dilakukan oleh pedagang pengecer meliputi informasi pasar, penanggungan resiko dan pembiayaan. 1. Fungsi informasi pasar yang dilaksanakan oleh pedagang pengecer diataranya berupa perkembangan harga di setiap tingkat pasar. Produk yang dihasilkan pesaing serta jenis dan kualitas produk yang diminta oleh konsumen. Harga yang berlaku di pasar Bogor dan pasar Minggu terjadi sesuai dengan mekanisme pasar. Penjual seringkali melakukan diskriminasi harga terhadap konsumen yang membeli komoditas sayuran bayam. 2. Pedagang pengecer juga menanggung resiko pada saat terjadi penurunan harga sayuran bayam di pasar. Jika tidak habis terjual pedagang pengecer selalu

10 berusaha menjual habis sayuran bayam dalam waktu satu hari dengan cara menurunkan harga sayuran bayam atau diborong oleh pedagang sayuran yang lain. 3. Fungsi pembiayaan yang dilakukan oleh pedagang pengecer diantaranya berupa penyediaan modal usaha. Pada umumnya pedagang pengecer melakukan kegiatan pembelian sesuai dengan besarnya modal yang dimilikinya. Produk sayuran yang dijual tidak hanya bayam tetapi beraneka ragam sayuran seperi kangkung, sawi, daun singkong, selada dan sayuran lainnya. Modal yang dipergunakan pedagang pengecer umumnya berasal dari pedagang pengecer itu sendiri dan bukan berasal dari pinjaman dari pihak lain. Modal yang dibutuhkan oleh pedagang pengecer responden berkisar antara Rp sampai dengan Rp per hari. Besarnya modal yang dibutuhkan tergantung dari besar kecilnya jumlah penjualan yang dilakukan pedagang pengecer. Semakin besar modal yang dimiliki pedagang pengecer, maka semakin besar tingkat keuntungan yang diraih. Pedagang pengecer membeli sayuran bayam berkisar antara 5 gabung sampai 20 gabung.

11 Tabel 19. FungsiFungsi Tataniaga Yang Dilaksanakan Oleh Lembaga Lembaga Tataniaga Bayam Pada Setiap Saluran Tataniaga Sayuran Bayam Di Desa Ciaruten Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor Saluran dan Lembaga Fungsi Pertukaran Fungsi Tataniaga Fungsi Fisik Tataniaga jual beli kemas angkut simp an Saluran 1 Petani Pengumpul Pengecer Saluran 2 Petani Pengecer sorta si Fungsi Fasilitas Resiko biaya infor masi Pasar Saluran 3 Petani Keterangan : = melakukan kegiatan fungsi tataniaga = tidak melakukan kegiatan fungsi tataniaga Berdasarkan Tabel 19 diatas diketahui bahwa pada saluran tataniaga satu petani melakukan fungsi pertukaran berupa penjualan, fungsi fisik berupa pengemasan dan fungsi fasilitas berupa resiko, pembiayaan dan informasi pasar. Fungsi pengangkutan tidak dilakukan oleh petani karena pedagang pengumpullah yang membawa produk ke pasar untuk dijual. Kegiatan panen dilakukan oleh petani dan langsung dijual pedagang pengumpul untuk dibawa ke pasar sehingga petani tidak melakukan kegiatan penyimpanan. Pedagang pengumpul pada saluran tataniaga satu melakukan pembelian kepada petani dan penjualan ke pedagang pengecer di Pasar Merdeka. Fungsi pengangkutan dilakukan untuk mengangkut hasil panen dari petani ke pasar. Fungsi pengemasan tidak dilakukan karena produk sayuran bayam yang dibawa pedagang pengumpul langsung dijual ke pedagang pengecer dalam bentuk

12 gabung. Produk yang dijual pedagang pengumpul terjual habis dalam satu hari sehingga tidak ada kegiatan penyimpanan. Pada saluran tataniaga dua, petani melakukan fungsi pertukaran berupa penjualan dan fungsi pengangkutan untuk membawa sayuran bayam yang akan dijual ke pedagang pengecer di Pasar Bogor. Sebelum dijual petani melakukan kegiatan pengemasan berupa menyatukan 50 ikat sayuran bayam menjadi 1 gabung, karena petani menjual dalam bentuk gabung untuk pedagang pengecer. Pada saluran tataniaga dua petani bertindak sebagai pedagang pengumpul. Pedagang pengecer pada saluran tataniaga satu dan dua melakukan fungsi pembelian dari pedagang pengumpul dan penjualan kepada konsumen akhir. Fungsi pengangkutan dilakukan untuk membawa sayuran bayam yang akan dijual ke tempat pedagang pengecer. Fungsi penyimpanan tidak dilakukan, karena produk yang dijual pedagang pengecer terjual habis dalam satu hari. Pada saluran tataniaga tiga fungsifungsi tataniaga yang dilakukan petani sama dengan saluran tataniaga dua, hal yang membedakan petani bertindak sebagai pedagang pengecer. Petani menjual ke konsumen dalam bentuk ikat. 6.3 Struktur Pasar Struktur pasar didefinisikan sebagai sifat atau karakteristik pasar. Faktor penting yang diperlukan dalam penentuan struktur pasar meliputi jumlah pembeli dan penjual yang terlibat, sifat atau keadaan produk, kondisi keluar masuk pasar dan informasi pasar berupa biaya, harga dan kondisi pasar. Petani dan lembaga lembaga tataniaga yang terlibat dalam kegiatan tataniaga sayuran bayam di Desa Ciaruten Ilir menghadapi struktur pasar yang berbeda.

13 6.3.1 Petani Struktur pasar yang dihadapi petani sayuran bayam di Desa Ciaruten Ilir bersifar pasar bersaing sempurna karena jumlah petani yang banyak, tidak dapat mempengaruhi harga dan petani bebas untuk keluar masuk pasar. Produk petani bersifat homogen, hal ini terlihat melalui keseragaman kualitas dari produk sayuran bayam yang dihasilkan petani. Pada saat penelitian dilakukan jumlah petani responden sayuran bayam sebanyak 20 orang. Petani melakukan kegiatan tanam sayuran secara bergilir dari bayam, kangkung, caesin, selada. Informasi harga yang dimiliki petani cukup baik. Petani tidak memerlukan biaya untuk mendapatkan informasi tentang harga. Petani mendapatkan informasi harga dari pedagang pengumpul ataupun dari petani lainnya. Sistem penentuan harga dilakukan oleh pedagang berdasarkan harga yang berlaku di pasar sehingga kedudukan petani dalam sistem tataniaga sangat lemah. Petani tidak memiliki posisi tawar yang memadai dan hanya bertindak sebagai price taker Pedagang Pengumpul Struktur pasar yang dihadapi pedagang pengumpul di Desa Ciaruten Ilir adalah Oligopsoni, karena jumlah penjual dan pembeli sedikit. Terdapat hambatan bagi pedagang lain untuk memasuki pasar pedagang pengumpul. Pada umumnya pedagang pengumpul memiliki hubungan yang erat dengan petani. Setiap pedagang pengumpul telah memiliki petani langganan, meskipun demikian petani mungkin saja menjual produk yang dihasilkannya ke pedagang pegumpul yang bukan langganannya. Jumlah pedagang pengumpul di Desa Ciaruten Ilir lebih sedikit jika dibandingkan jumlah petani. Pedagang

14 pengumpul memiliki kekuatan untuk mempengaruhi harga yang terjadi di Desa Ciaruten Ilir. Informasi pasar diperoleh pedagang pengumpul melalui survei pasar dan dari pedagang lainnya Pedagang Pengecer Struktur pasar yang dihadapi pedagang pengecer adalah pasar persaingan sempurna, karena jumlah pedagang pengecer cukup banyak, produk yang diperjualbelikan bersifat homogen dan pedagang pengecer tidak dapat mempengaruhi pasar sehingga bertindak sebagai price taker. Sistem pembayaran yang berlaku di pasar pengecer adalah tunai. Harga sayuran bayam ditentukan berdasarkan harga yang berlaku di pasar tetapi pembeli dapat melalukan kegiatan tawar menawar dengan pedagang pengecer. Informasi harga didapatkan pedagang pengecer melalui survei pasar atau dari pedagang lainnya. Selain itu pedagang pengecer dapat dengan mudah keluar masuk pasar, karena tidak terdapat hambatan bagi pedagang pengecer lain untuk memasuki pasar. Pedagang pengecer tidak hanya menjual sayuran bayam tetapi juga menjual sayuran lain seperti kangkung, kemangi, daun sinkong dan sayuran lainnya. 6.4 Perilaku Pasar Perilaku pasar adalah pola tingkah laku lembagalembaga tataniaga yang menyesuaikan dengan struktur pasar dimana lembaga tersebut melakukan kegiatan penjualan dan pembelian serta bentukbentuk keputusan yang diambil dalam menghadapi struktur pasar tersebut. Perilaku pasar meliputi kegiatan pembelian dan penjualan, penentuan harga, dan kerjasama antar lembaga tataniaga

15 6.4.1 Praktek Pembelian dan Penjualan a. Praktek Pembelian dan Penjualan di Tingkat Petani Hampir seluruh petani sayuran bayam yang ada di Desa Ciaruten Ilir menjual hasil panennya kepada pedagang pengumpul yang berasal dari desa tersebut. Petani melakukan panen pada pagi hari dan pedagang pengumpul mengambil hasil panen ke rumah petani.yang jadi langganannya. b. Praktek Pembelian dan Penjualan di Tingkat Pedagang Pengumpul Pedagang pengumpul di Desa Ciaruten Ilir umumnya membeli produk sayuran bayam langsung dari petani. Pedagang pengumpul bahkan seringkali yang melakukan kegiatan panen jika membeli dari petani dengan sistem borongan. Pada umumnya pedagang pengumpul telah memilki petani langganan yang menyediakan sayuran bayam yang siap dijual. Pedagang membawa sayuran bayam ke pasar sekitar gabung. Pedagang pengumpul melakukan kegiatan penjualan pada malam hari dari jam WIB di Pasar Merdeka. Penjualan sayuran bayam dalam jumlah gabung kepada pedagang pengecer. c. Praktek Pembelian dan Penjualan di Tingkat pedagang pengecer Pedagang pengecer pada penelitian ini adalah pedagang pengecer yang berada di Pasar Bogor dan Pasar Minggu. Pedagang pengecer melakukan kegiatan pembelian sayuran bayam dari pedagang pengumpul yang berada di pasar Bogor. Pembelian yang dilakukan oleh pedagang pengecer dilakukan secara tunai. Jumlah sayuran yang dibeli dari pedagang pengumpul sekitar 5 gabung sampai dengan 20 gabung dan jumlah yang dijual pada umumnya habis terjual. Pedagang

16 melakukan penjualan dalam bentuk ikat kepada konsumen. Apabila sayuran bayam tidak habis terjual pedagang menurunkan harga untuk menghindari kerugian yang lebih besar Sistem Penentuan Harga Harga terbentuk dari hasil kerjasama antar lembaga dan ada beberapa faktor yang mempengaruhinya. Jumlah permintaan dan penawaran terhadap suatu produk dan faktor geografis menjadi beberapa faktor penentu pembentukkan harga. Harga yang terbentuk harus dapat menguntungkan produsen dan konsumen. Penentuan harga untuk komoditas pertanian berdasarkan mekanisme harga. a. Sistem Penentuan Harga di Tingkat petani Bargaining position ditingkat petani sangat rendah, akibatnya petani tidak memiliki kekuatan dalam menentukan harga. Sehingga petani hanya bertindak sebagai price taker. Penentuan harga sayuran bayam ditentukan oleh pedagang pengumpul berdsasarkan harga yang terjadi di pasar. Pada saat penelitian dilakukan harga jual di tingkat petani ke pedagang pengumpul berkisar antara Rp180 per ikat sampai dengan Rp 300 per ikat. b. Sistem Penentuan Harga di Tingkat Pedagang Pengumpul Harga sayuran bayam di tingkat pedagang pengumpul dipengaruhi oleh kekuatan pedagang pengumpul dalam mempengaruhi harga pasar. Pedagang pengumpul memiliki kebebasan dalam menentukan harga. Sistem pembayaran kepada petani dapat dilakukan secara tunai. Hal yang sama terjadi pada sistem pembayaran atas pembelian yang juga dilakukan secara tunai. Secara umum

17 informasi harga diperoleh dengan mudah melalui survei pasar atau dari pedagang lain. c. Sistem Penentuan Harga di Tingkat Pedagang Pengecer Sistem penentuan harga di tingkat pengecer berdasarkan mekanisme pasar. Akan tetapi harga jual di tingkat pedagang pengecer juga ditentukan oleh besarnya biaya tataniaga yang dikeluarkan, harga beli, tingkat keuntungan yan ingin diraih dan harga jual produk sayuran bayam di pedagang pengecer lainnya. Pada saat penelitian dilakukan harga beli sayuran bayam di tingkat pedagang pengumpul berkisar antara Rp 200 per ikat sampai dengan Rp 300 per ikat. Harga jual sayuran bayam di tingkat konsumen bervariasi yaitu berkisar antara Rp 500 sampai dengan Rp 700 per ikat. Selain itu antara pedagang pengecer dan konsumen masih terdapat tawar menawar dalam kegiatan jual beli produk Kerjasama Antar Lembaga Tataniaga Kerjasama antar lembaga tataniaga dalam saluran tataniaga sangat diperlukan untuk menunjang kelancaran dan kemudahan dalam pemasaran sayuran bayam. Besarnya biaya tataniaga yang dikeluarkan dapat merugikan lembaga tataniaga. Kerjasama antar lembaga tataniaga yang baik akan meminimalkan biaya tataniaga yang dikeluarkan oleh masingmasing lembaga tataniaga. Kerjasama antara petani dengan pedagang pengumpul dilakukan melalui kegiatan jual beli hasil produksi petani. Jalinan kerjasama yang terjadi diantara kedua pihak tersebut sudah cukup baik, karena mereka merupakan penduduk desa

18 yang sama. Hubungan yang mereka jalin merupakan suatu hubungan mitra usaha yang tidak hanya mengutamakan keuntungan akan tetapi berlandaskan kekeluargaan. Sehingga terciptalah sifat saling percaya diantara keduanya sehingga petani seringkali menjual produk yang dihasilkannya hanya kepada pedagang pengumpul langganannya. 6.5 Margin Tataniaga Analisis marjin tataniaga dilakukan untuk mengetahui efisiensi tataniaga suatu produk dari tingkat produsen sampai ke tingkat konsumen. Marjin tataniaga adalah perbedaan harga yang terjadi di setiap lembaga tataniaga. Besarnya marjin tataniaga ditentukan oleh besarnya biaya tataniaga yang terjadi dengan besarnya keuntungan di setiap lembaga tataniaga yang terlibat dalam kegiatan tataniaga suatu produk. Biaya tataniaga terdiri dari komponen biaya panen, biaya pengemasan, biaya pengangkutan, dan biaya retribusi. Sedangkan keuntungan tataniaga diukur dari besarnya imbalan jasa yang diperoleh atas biaya yang dikeluarkan dalam penyaluran suatu produk sayuran bayam. Sistem tataniaga sayuran bayam di Desa Ciaruten Ilir terdiri dari tiga buah saluran tataniaga yaitu saluran tataniaga satu : petani pedagang pengumpul pedagang pengecer konsumen ; saluran tataniaga dua : petani pedagang pengecer konsumen ; saluran tataniaga tiga : petani konsumen. Tabel 20. Marjin Tataniaga Sayuran Bayam Pada Saluran Tataniaga 1, 2 dan 3 di Desa Ciaruten Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Bulan MaretApril 2008 Uraian Saluran tataniaga

19 Petani Biaya produksi Biaya tataniaga Keuntungan Harga jual Nilai (Rp/ikat) % Nilai (Rp/ikat) % Nilai (Rp/ikat) ,5 26,1 41, ,6 6, % 18,6 7,8 73,6 100 Pedagang Pengumpul Harga beli Biaya tataniaga Keuntungan Marjin tataniaga Harga jual ,6 4,3 12,3 16,6 58,3 Pedagang Pengecer Harga beli Biaya tataniaga Keuntungan Marjin tataniaga Harga jual ,3 10,8 30,8 41, ,8 27, Konsumen Total biaya tataniaga Total keuntungan tataniaga Total marjin tataniaga 91 15,1 46 9, , , , Pada saluran tataniaga satu biaya tataniaga yang dikeluarkan pedagang pengumpul terdiri dari biaya pengemasan Rp 8 per ikat, biaya pengangkutan Rp 18 per ikat. Sedangkan biaya tataniaga yang dikeluarkan pedagang pengecer biaya pengangkutan Rp 60 per ikat, biaya retribusi Rp 5 per ikat (Lampiran 3). Total biaya tataniaga yang dikeluarkan sebesar Rp 91 per ikat. Total rata rata biaya

20 tataniaga tersebut terdiri dari biaya tataniaga tiap tiap lembaga tataniaga seperti pedagang pengumpul dan pedagang pengecer. Ratarata biaya tataniaga pada tingkat lembaga tataniaga pedagang pengumpul sebesar Rp 26 per ikat, pedagang pengecer sebesar Rp 65 per ikat. Keuntungan terbesar diperoleh pedagang pengecer sebesar Rp 185 per ikat, petani sebesar Rp 157 per ikat, sedangkan pedagang pengumpul memperoleh keuntungan terkecil yaitu sebesar Rp 74 per ikat. Saluran tataniaga dua merupakan saluran tataniaga yang tidak melibatkan lembaga tataniaga pedagang pengumpul. Petani menjual produk sayuran bayam langsung di bawa ke pasar, petani bertindak sebagai pedagang pengumpul. Pada saluran tataniaga dua biaya tataniaga yang dikeluarkan petani terdiri dari biaya pengemasan Rp 8 per ikat, biaya pengangkutan Rp 20 per ikat, biaya retribusi Rp 4 per ikat. Sedangkan biaya tataniaga yang dikeluarkan pedagang pengecer biaya pengangkutan Rp 10 per ikat, biaya retribusi Rp 4 per ikat (Lampiran 4). Total rata rata biaya tataniaga tersebut terdiri dari biaya tataniaga tiap tiap lembaga tataniaga seperti pedagang pengecer sebesar Rp 14 per ikat. Keuntungan terbesar diperoleh petani sebesar Rp 225 per ikat, sedangkan pedagang pengecer memperoleh keuntungan yaitu sebesar Rp 136 per ikat sayuran bayam. Pada saluran tataniaga tiga petani bertindak sebagai pedagang pengecer, karena hasil produksi sayuran bayam langsung dibawa ke pasar dan dijual langsung ke konsumen dalam bentuk ikat. Pada saluran tataniaga tiga biaya tataniaga yang dikeluarkan petani terdiri dari biaya pengemasan Rp 8 per ikat, biaya pengangkutan Rp 25 per ikat, biaya retribusi Rp 6 per ikat. Petani memperoleh keuntungan terbesar yaitu sebesar Rp 368 per ikat(lampiran 5).

21 Marjin tataniaga sayuran bayam untuk saluran tataniaga 1, 2 dan 3 dapat dilihat pada Tabel Farmer s Share Farmer s Share merupakan perbandingan harga yang diterima petani dengan harga yang dibayar konsumen akhir dan dinyatakan dalam persentase. Farmer s Share memiliki hubungan negatif dengan marjin tataniaga yang mana semakin tinggi marjin tataniaga, maka bagian yang akan diperoleh petani semakin rendah. Farmer s Share pada saluran tataniaga komoditas sayuran bayam dapat dilihat pada Tabel 21. Tabel 21. Farmer s Share Pada Saluran Tataniaga Sayuran Bayam Di Desa Ciaruten Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor Saluran Tataniaga Harga di Harga di tingkat Farmer s Share tingkat petani konsumen (Rp/ikat) Saluran Tataniaga 1 Saluran Tataniaga 2 Saluran Tataniaga , Bagian harga yang terbesar diterima oleh petani terdapat pada saluran tataniaga tiga sebesar 100 persen, karena petani bertindak sebagai pedagang pengecer. Pada saluran tataniaga satu hanya menghasilkan Farmer s Share sebesar 41,66 persen. Hal ini menunjukkan bahwa pada saluran tataniaga satu merupakan saluran tataniaga satu merupakan saluran yang tidak menguntungkan petani, sedangkan pada saluran tataniaga dua hanya memberikan Farmer s Share 70 persen. Farmer s Share yang tinggi dapat dicapai jika petani mampu meningkatkan kualitas produknya dan mengefisienkan saluran tataniaga komoditasnya usahataninya. 6.7 Rasio Keuntungan dan Biaya

22 Tingkat keuntungan pada setiap lembaga tataniaga tersebar tidak merata. Penyebaran keuntungan pada setiap lembaga tataniaga dapat diukur melalui analisa rasio keuntungan dan biaya. Besarnya rasio keuntungan dan biaya setiap lembaga tataniaga pada setiap saluran tataniaga dapat dilihat pada Tabel 22. Berdasarkan Tabel 22 diketahui bahwa rasio keuntungan dan biaya lembaga tataniaga sayuran bayam yang diterima petani pada saluran tataniaga tiga yaitu sebesar 9,43 karena petani bertindak sebagai pedagang pengecer. Rasio tersebut menunjukkan bahwa setiap Rp 1 per ikat biaya tataniaga yang dikeluarkan akan menghasilkan keuntungan sebesar Rp 9,43. Tabel 22. Rasio Keuntungan dan Biaya Lembaga Tataniaga Sayuran Bayam (Rp/ ikat) di Desa Ciaruten Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. Lembaga tataniaga Saluran Tataniaga Petani Li Ci Rasio Li / Ci Pedagang Pengumpul Li Ci Rasio Li / Ci Pedagang Pengecer Li Ci Rasio Li / Ci Total Li Ci Rasio Li / Ci Keterangan : , , ,84 Li : keuntungan lembaga tataniaga Ci : biaya tataniaga , , , ,43 Pada saluran tataniaga satu rasio keuntungan dan biaya terbesar diperoleh pedagang pengumpul dan pedagang pengecer yaitu sebesar 2,84. Pada saluran tataniaga dua rasio keuntungan dan biaya diperoleh petani yaitu sebesar 7,03

23 karena petani tidak memerlukan pedagang pengumpul dalam memasarkan produknya. Sedangkan pada pedagang pengecer memperoleh rasio keuntungan dan biaya terbesar yaitu sebesar 9,71, karena biaya tataniaga yang dikeluarkan kecil. 6.8 Efisiensi Tataniaga Sistem tataniaga terdiri dari kegiatan mendistribusikan produk ke pihak konsumen. Output dari sistem tataniaga adalah kepuasan konsumen atas produk yang dikonsumsinya. Sedangkan input dari sistem tataniaga meliputi tenaga kerja, modal dan manajemen. Efisiensi tataniaga juga didefinisikan sebagai suatu kegiatan perubahan yang dapat meminimalkan biaya input tanpa harus mengurangi kepuasaan konsumen dengan ouput barang dan jasa. Biaya tataniaga merupakan tingkat efisiensi tataniaga yang terjadi. Analisis efisiensi tataniaga mencakup analisis marjin tataniaga, farmer s share serta analisis rasio keuntungan dan biaya. Efisiensi tataniaga dapat juga diketahui melalui penyebaran marjin pada tiap saluran tataniaga. Berdasarkan identifikasi saluran tataniaga yang terdapat di Desa Ciaruten Ilir, bahwa saluran tataniaga yang ada sebanyak tiga saluran tataniaga. Analisis marjin menunjukkan bahwa saluran yang memiliki nilai marjin terkecil adalah saluran tataniaga tiga yaitu sebesar nol atau nilai marjin tataniaga tidak ada dan dianggap saluran tataniaga yang paling efisien. Farmer s share dan rasio keuntungan dan biaya dapat dijadikan indikator efiseinsi tataniaga. Berdasarkan perhitungan Farmer s share yang diterima petani berkisar 41, persen. Farmer s share yang tertinggi yang diperoleh petani

24 terdapat pada saluran tataniaga 3 yaitu sebesar 100 persen. Rasio keuntungan dan biaya tertinggi pada tingkat petani terdapat pada saluran tataniaga 3 yaitu sebesar 9,43. Berdasarkan perhitungan efisiensi tataniaga untuk komoditas sayuran bayam, saluran tataniaga sayuran bayam yang efisien adalah saluran tataniaga tiga karena memiliki marjin tataniaga yang paling kecil, rasio keuntungan dan biaya tertinggi, dan farmer s share yang tertinggi dibandingkan pada saluran tataniaga yang lainnya. Namun pada saluran tataniaga tiga petani berprofesi sebagai pedagang pengecer dan produk yang dijual sedikit sehingga keuntungan secara total yang diperoleh tidak begitu besar dan hanya sebagian kecil dari jumlah petani yang di wawancarai yang melakukan kegiatan tataniaga ini. Apabila petani memilih saluran tataniaga 1 petani dapat menjual produk sayuran bayam dalam jumlah besar kepada pedagang pengumpul dan memperoleh keuntungan yang besar, meskipun marjin tataniaga yang paling besar, rasio keuntungan dan biaya terkecil dan farmer s share yang terkecil. 7.1 Kesimpulan BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

VII ANALISIS PEMASARAN KEMBANG KOL 7.1 Analisis Pemasaran Kembang Kol Penelaahan tentang pemasaran kembang kol pada penelitian ini diawali dari petani sebagai produsen, tengkulak atau pedagang pengumpul,

Lebih terperinci

VII ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR

VII ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR VII ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR 7.1. Analisis Struktur Pasar Struktur pasar nenas diketahui dengan melihat jumlah penjual dan pembeli, sifat produk, hambatan masuk dan keluar pasar,

Lebih terperinci

VI HASIL DAN PEMBAHASAN

VI HASIL DAN PEMBAHASAN VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Saluran dan Lembaga Tataniaga Dalam menjalankan kegiatan tataniaga, diperlukannya saluran tataniaga yang saling tergantung dimana terdiri dari sub-sub sistem atau fungsi-fungsi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Analisis Usahatani dan Pemasaran Kembang Kol

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Analisis Usahatani dan Pemasaran Kembang Kol II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Analisis Usahatani dan Pemasaran Kembang Kol Karo (2010) melakukan penelitian mengenai analisis usahatani dan pemasaran kembang kol di Kelompok Tani Suka Tani, Desa Tugu Utara,

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Desa Ciaruten Ilir, Kecamatan Cibungbulang,

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Desa Ciaruten Ilir, Kecamatan Cibungbulang, BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Ciaruten Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN. individu dan kelompok dalam mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN. individu dan kelompok dalam mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Konseptual 3.1.1 Konsep Tataniaga Pemasaran adalah suatu proses sosial yang di dalamnya melibatkan individu dan kelompok dalam mendapatkan apa yang mereka

Lebih terperinci

VI. ANALISIS TATANIAGA NENAS BOGOR

VI. ANALISIS TATANIAGA NENAS BOGOR VI. ANALISIS TATANIAGA NENAS BOGOR 6.1. Sistem Tataniaga Sistem Tataniaga nenas Bogor di Desa Cipelang yang dimulai dari petani sebagai penghasil (produsen) hingga konsumen akhir, melibatkan beberapa lembaga

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Saluran Pemasaran Cabai Rawit Merah Saluran pemasaran cabai rawit merah di Desa Cigedug terbagi dua yaitu cabai rawit merah yang dijual ke pasar (petani non mitra) dan cabai

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Komoditi Kubis 2.2. Sistem Tataniaga dan Efisiensi Tataniaga

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Komoditi Kubis 2.2. Sistem Tataniaga dan Efisiensi Tataniaga II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Komoditi Kubis Kubis juga disebut kol dibeberapa daerah. Kubis merupakan salah satu komoditas sayuran unggulan pada sektor agribisnis yang dapat memberikan sumbangan

Lebih terperinci

BAB VI ANALISIS USAHA AYAM RAS PEDAGING DI PASAR BARU BOGOR

BAB VI ANALISIS USAHA AYAM RAS PEDAGING DI PASAR BARU BOGOR BAB VI ANALISIS USAHA AYAM RAS PEDAGING DI PASAR BARU BOGOR 6.1 Gambaran Lokasi Usaha Pedagang Ayam Ras Pedaging Pedagang di Pasar Baru Bogor terdiri dari pedagang tetap dan pedagang baru yang pindah dari

Lebih terperinci

ANALISIS TATANIAGA BERAS

ANALISIS TATANIAGA BERAS VI ANALISIS TATANIAGA BERAS Tataniaga beras yang ada di Indonesia melibatkan beberapa lembaga tataniaga yang saling berhubungan. Berdasarkan hasil pengamatan, lembagalembaga tataniaga yang ditemui di lokasi

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5. Gambaran Umum Desa Ciaruten Ilir Desa Ciaruten Ilir merupakan bagian wilayah Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Desa ini merupakan daerah

Lebih terperinci

VI SALURAN DAN FUNGSI TATANIAGA

VI SALURAN DAN FUNGSI TATANIAGA VI SALURAN DAN FUNGSI TATANIAGA 6.1. Lembaga Tataniaga Nenas yang berasal dari Desa Paya Besar dipasarkan ke pasar lokal (Kota Palembang) dan ke pasar luar kota (Pasar Induk Kramat Jati). Tataniaga nenas

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada tiga desa di Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur yaitu Desa Ciherang, Cipendawa, dan Sukatani. Pemilihan lokasi dilakukan

Lebih terperinci

BAB IX ANALISIS PEMASARAN PEPAYA SPO DAN PEPAYA NON SPO. memindahkan suatu produk dari titik produsen ke titik konsumen.

BAB IX ANALISIS PEMASARAN PEPAYA SPO DAN PEPAYA NON SPO. memindahkan suatu produk dari titik produsen ke titik konsumen. BAB IX ANALISIS PEMASARAN PEPAYA SPO DAN PEPAYA NON SPO Pemasaran adalah suatu runtutan kegiatan atau jasa yang dilakukan untuk memindahkan suatu produk dari titik produsen ke titik konsumen. Kelompok

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Pasar Hewan Desa Suka Kecamatan. Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder yang bersifat

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Pasar Hewan Desa Suka Kecamatan. Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder yang bersifat METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Pasar Hewan Desa Suka Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2017 sampai April 2017.

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kelurahan Sukaresmi, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan secara

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Komoditas Bawang Merah

TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Komoditas Bawang Merah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Komoditas Bawang Merah Bawang merah merupakan salah satu komoditas hortikultura yang merupakan anggota Allium yang paling banyak diusahakan dan memiliki nilai ekonomis

Lebih terperinci

VII. ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KERAGAAN PASAR RUMPUT LAUT

VII. ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KERAGAAN PASAR RUMPUT LAUT 55 VII. ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KERAGAAN PASAR RUMPUT LAUT Bab ini membahas sistem pemasaran rumput laut dengan menggunakan pendekatan structure, conduct, dan performance (SCP). Struktur pasar

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Tataniaga Menurut Hanafiah dan Saefudin (2006) tataniaga dapat didefinisikan sebagai tindakan atau kegiatan yang berhubungan dengan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Tataniaga Menurut Hanafiah dan Saefudin (2006), istilah tataniaga dan pemasaran merupakan terjemahan dari marketing, selanjutnya tataniaga

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Pengumpulan Data

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Pengumpulan Data IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Gunung Mulya Kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengumpulan Data

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengumpulan Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret April 2012 di Desa Paya Besar, Kecamatan Payaraman, Kabupaten Ogan Ilir, Provinsi Sumatera Selatan. Pemilihan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Sistem dan Pola Saluran Pemasaran Bawang Merah Pola saluran pemasaran bawang merah di Kelurahan Brebes terbentuk dari beberapa komponen lembaga pemasaran, yaitu pedagang pengumpul,

Lebih terperinci

TATA NIAGA SALAK PONDOH (Salacca edulis reinw) DI KECAMATAN PAGEDONGAN BANJARNEGARA ABSTRAK

TATA NIAGA SALAK PONDOH (Salacca edulis reinw) DI KECAMATAN PAGEDONGAN BANJARNEGARA ABSTRAK 56 TATA NIAGA SALAK PONDOH (Salacca edulis reinw) DI KECAMATAN PAGEDONGAN BANJARNEGARA Agus Trias Budi, Pujiharto, dan Watemin Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Purwokerto Jl. Raya Dukuhwaluh

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk 28 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasiona Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai variabel yang akan diteliti untuk memperoleh dan menganalisis

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis penelitian ini didasari oleh teori-teori mengenai konsep sistem tataniaga; konsep fungsi tataniaga; konsep saluran dan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Pengertian Usahatani Rifai (1973) dalam Purba (1989) mendefinisikan usahatani sebagai pengorganisasian dari faktor-faktor produksi alam, tenaga kerja, modal dan manajemen,

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Kabupaten Brebes merupakan daerah sentra produksi bawang merah di Indonesia, baik dalam hal luas tanam, luas panen, produksi dan produktivitas per

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Penelitian ini menggunakan teori sistem pemasaran dengan mengkaji saluran pemasaran, fungsi pemasaran, struktur pasar, perilaku pasar, marjin pemasaran,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Letak Geografis Kecamatan Pulubala merupakan salah satu dari 18 Kecamatan yang ada di Kabupaten Gorontalo. Secara Geografis Kecamatan ini

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Penentuan Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Cigudeg, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja (purposive), dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN *

I. PENDAHULUAN * I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan pengembangan hortikultura yang ditetapkan oleh pemerintah diarahkan untuk pelestarian lingkungan; penciptaan lapangan kerja dan peningkatan pendapatan; peningkatan

Lebih terperinci

Lampiran.1 Perkembangan Produksi Bayam Di Seluruh Indonesia Tahun

Lampiran.1 Perkembangan Produksi Bayam Di Seluruh Indonesia Tahun Lampiran.1 Perkembangan Produksi Bayam Di Seluruh Indonesia Tahun 2003 2006 No Propinsi Produksi Th 2003 Th 2004 Th 2005 Th 2006 1 Aceh 2.410 4.019 3.859 3.571 2 Sum. Utara 10.958 6.222 3.169 8.996 3 Sum.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. ke konsumen membentuk suatu jalur yang disebut saluran pemasaran. Distribusi

BAB III METODE PENELITIAN. ke konsumen membentuk suatu jalur yang disebut saluran pemasaran. Distribusi 27 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Dalam memasarkan suatu produk diperlukan peran lembaga pemasaran yang akan membentuk suatu jalur yang disebut saluran pemasaran. Untuk mengetahui saluran

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN Konsep Pendapatan dan Biaya Usahatani. keuntungan yang diperoleh dengan mengurangi biaya yang dikeluarkan selama

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN Konsep Pendapatan dan Biaya Usahatani. keuntungan yang diperoleh dengan mengurangi biaya yang dikeluarkan selama BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis 3.1.1. Konsep Pendapatan dan Biaya Usahatani Soeharjo dan Patong (1973), mengemukakan definisi dari pendapatan adalah keuntungan yang diperoleh dengan

Lebih terperinci

Lanjutan Pemasaran Hasil Pertanian

Lanjutan Pemasaran Hasil Pertanian Lanjutan Pemasaran Hasil Pertanian BIAYA, KEUNTUNGAN DAN EFISIENSI PEMASARAN 1) Rincian Kemungkinan Biaya Pemasaran 1. Biaya Persiapan & Biaya Pengepakan Meliputi biaya pembersihan, sortasi dan grading

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Saluran Pemasaran, dan Fungsi Pemasaran Saluran pemasaran jagung menurut Soekartawi (2002) merupakan aliran barang dari produsen kepada konsumen. Saluran pemasaran jagung

Lebih terperinci

KERAGAAN PEMASARAN GULA AREN

KERAGAAN PEMASARAN GULA AREN KERAGAAN PEMASARAN GULA AREN Lina Humaeroh 1) Program Studi Agribisnis Fakultas pertanian Universitas Siliwangi linaanimania@yahoo.com Riantin Hikmah Widi 2) Fakultas Pertanian Univerrsitas Siliwangi riantinhikmahwidi@yahoo.co.id

Lebih terperinci

RESEARCH. Ricky Herdiyansyah SP, MSc. Ricky Sp., MSi/Pemasaran Agribisnis. rikky Herdiyansyah SP., MSi. Dasar-dasar Bisnis DIII

RESEARCH. Ricky Herdiyansyah SP, MSc. Ricky Sp., MSi/Pemasaran Agribisnis. rikky Herdiyansyah SP., MSi. Dasar-dasar Bisnis DIII RESEARCH BY Ricky Herdiyansyah SP, MSc Ricky Herdiyansyah SP., MSc rikky Herdiyansyah SP., MSi. Dasar-dasar Bisnis DIII PEMASARAN : Aliran produk secara fisis dan ekonomik dari produsen melalui pedagang

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Metode Penentuan Daerah Sampel Penelitian ini dilakukan di Desa Namoriam dan Desa Durin Simbelang, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Penentuan daerah

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Nilai Tambah Nilai tambah merupakan pertambahan nilai suatu komoditas karena mengalami proses pengolahan, penyimpanan, pengangkutan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mempunyai potensi untuk dikembangkan. Ternak ini berasal dari keturunan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mempunyai potensi untuk dikembangkan. Ternak ini berasal dari keturunan A. Sapi Bali BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sapi Bali merupakan salah satu jenis sapi asal Indonesia yang mempunyai potensi untuk dikembangkan. Ternak ini berasal dari keturunan banteng (Bibos) yang telah mengalami

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam mengambil sampel responden dalam penelitian ini

III. METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam mengambil sampel responden dalam penelitian ini 33 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Metode yang digunakan dalam mengambil sampel responden dalam penelitian ini menggunakan metode sensus. Pengertian sensus dalam penelitian

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis berisi tentang konsep-konsep teori yang dipergunakan atau berhubungan dengan penelitian yang akan dilaksanakan. Berdasarkan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada kelompok tani Suka Tani di Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, propinsi Jawa Barat. Penentuan lokasi

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor,

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor, 26 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini dilakukan dengan pertimbangan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. untuk mengelola faktor-faktor produksi alam, tenaga kerja, dan modal yang

III. METODE PENELITIAN. untuk mengelola faktor-faktor produksi alam, tenaga kerja, dan modal yang 46 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

Lebih terperinci

Kebutuhan. Keinginan. Pasar. Hubungan. Permintaan. Transaksi. Produk. Nilai & Kepuasan. Pertukaran

Kebutuhan. Keinginan. Pasar. Hubungan. Permintaan. Transaksi. Produk. Nilai & Kepuasan. Pertukaran Kebutuhan Pasar Keinginan Hubungan Permintaan Transaksi Produk Pertukaran Nilai & Kepuasan Memaksimumkan konsumsi Memaksimumkan utilitas (kepuasan) konsumsi Memaksimumkan pilihan Memaksimumkan mutu hidup

Lebih terperinci

Saluran dan Marjin Pemasaran cabai merah (Capsicum annum L)

Saluran dan Marjin Pemasaran cabai merah (Capsicum annum L) Saluran dan Marjin Pemasaran cabai merah (Capsicum annum L) Benidzar M. Andrie 105009041 Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi BenizarMA@yahoo.co.id Tedi Hartoyo, Ir., MSc.,

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive), dengan pertimbangan bahwa

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Pengambilan Responden

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Pengambilan Responden IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Definisi Pedagang Karakteristik pedagang adalah pola tingkah laku dari pedagang yang menyesuaikan dengan struktur pasar dimana pedagang

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. petani responden menyebar antara tahun. No Umur (thn) Jumlah sampel (%) , ,

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. petani responden menyebar antara tahun. No Umur (thn) Jumlah sampel (%) , , V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Responden 5.1.1 Umur petani responden Umur Petani merupakan salah satu faktor yang berpengaruh pada aktivitas di sektor pertanian. Berdasarkan hasil penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Kerangka Teoritis 2.1.1. Pemasaran Pemasaran menarik perhatian yang sangat besar baik oleh perusahaan, lembaga maupun suatu negara. Terjadi pergeseran kebutuhan sifat dari

Lebih terperinci

ANALISIS TATANIAGA UBI JALAR DI DESA PURWASARI KECAMATAN DRAMAGA KABUPATEN BOGOR. JAWA BARAT

ANALISIS TATANIAGA UBI JALAR DI DESA PURWASARI KECAMATAN DRAMAGA KABUPATEN BOGOR. JAWA BARAT ANALISIS TATANIAGA UBI JALAR DI DESA PURWASARI KECAMATAN DRAMAGA KABUPATEN BOGOR. JAWA BARAT Hariry Anwar*, Acep Muhib**, Elpawati *** ABSTRAK Tujuan penelitian menganalisis saluran tataniaga ubi jalar

Lebih terperinci

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. Melinjo (Gnetum gnemon, L.) termasuk tumbuhan berbiji terbuka

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. Melinjo (Gnetum gnemon, L.) termasuk tumbuhan berbiji terbuka II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjuan Pustaka 1. Tanaman Melinjo Melinjo (Gnetum gnemon, L.) termasuk tumbuhan berbiji terbuka (Gymnospermae), dengan tanda-tanda : bijinya tidak terbungkus daging tetapi

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Gapoktan Bunga Wortel Desa Citeko, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Penetuan lokasi penelitian

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan rangkaian teori-teori yang digunakan dalam penelitian untuk menjawab tujuan penelitian. Teori-teori yang digunakan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Data Usahatani Jahe Emprit Dengan Satuan Rp/Ha/Musim Tanam. Petani Klaster

Lampiran 1. Data Usahatani Jahe Emprit Dengan Satuan Rp/Ha/Musim Tanam. Petani Klaster 43 Lampiran 1. Data Usahatani Jahe Emprit Dengan Satuan Rp/Ha/Musim Tanam Petani Klaster 44 Lampiran 1 Usahatani Jahe Dengan Satuan Rp/Ha/Musim Tanam Petani Non Klater 45 Lampiran 2. Output Karakteristik

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Lokasi Penelitian dilakukan pada lokasi yang ditentukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa daerah atau lokasi yang terpilih merupakan salah satu sentra

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan rangkaian teori-teori yang digunakan dalam penelitian untuk menjawab tujuan penelitian. Teori-teori yang digunakan

Lebih terperinci

Sosio Ekonomika Bisnis Vol 18. (2) 2015 ISSN Tinur Sulastri Situmorang¹, Zulkifli Alamsyah² dan Saidin Nainggolan²

Sosio Ekonomika Bisnis Vol 18. (2) 2015 ISSN Tinur Sulastri Situmorang¹, Zulkifli Alamsyah² dan Saidin Nainggolan² ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN SAWI MANIS DENGAN PENDEKATAN STRUCTURE, CONDUCT, AND PERFORMANCE (SCP) DI KECAMATAN JAMBI SELATAN KOTA JAMBI Tinur Sulastri Situmorang¹, Zulkifli Alamsyah² dan Saidin Nainggolan²

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Pada Tahun Kelompok

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Pada Tahun Kelompok I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu komoditas pertanian yang berpotensi untuk dikembangkan. Pengembangan hortikuktura diharapkan mampu menambah pangsa pasar serta berdaya

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Sistem Pemasaran Dalam penelitian ini yang diidentifikasi dalam sistem pemasaran yaitu lembaga pemasaran, saluran pemasaran, serta fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemasaran 2.2 Lembaga dan Saluran Pemasaran

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemasaran 2.2 Lembaga dan Saluran Pemasaran 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemasaran Pemasaran merupakan semua kegiatan yang mengarahkan aliran barangbarang dari produsen kepada konsumen termasuk kegiatan operasi dan transaksi yang terlibat dalam pergerakan,

Lebih terperinci

ANALISIS TATANIAGA BUNGA KRISAN DI KECAMATAN CUGENANG KABUPATEN CIANJUR

ANALISIS TATANIAGA BUNGA KRISAN DI KECAMATAN CUGENANG KABUPATEN CIANJUR ABSTRAK ANALISIS TATANIAGA BUNGA KRISAN DI KECAMATAN CUGENANG KABUPATEN CIANJUR Joko Purwono 1) / Sri Sugyaningsih 2) / Nada Fajriah 3) 1) Dosen Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB,

Lebih terperinci

TATANIAGA PERTANIAN OLEH : NOVINDRA DEP. EKONOMI SUMBERDAYA & LINGKUNGAN

TATANIAGA PERTANIAN OLEH : NOVINDRA DEP. EKONOMI SUMBERDAYA & LINGKUNGAN TATANIAGA PERTANIAN OLEH : NOVINDRA DEP. EKONOMI SUMBERDAYA & LINGKUNGAN TATANIAGA PERTANIAN Tataniaga Pertanian atau Pemasaran Produk-Produk Pertanian (Marketing of Agricultural), pengertiannya berbeda

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian IV. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sukaluyu, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (pusposive). Alasan

Lebih terperinci

ANALISIS KERAGAAN PASAR PEMBENIHAN DAN PENDEDERAN IKAN GURAMI (Oshpronemus Gouramy) DI KELURAHAN DUREN MEKAR DAN DUREN SERIBU DEPOK JAWA BARAT

ANALISIS KERAGAAN PASAR PEMBENIHAN DAN PENDEDERAN IKAN GURAMI (Oshpronemus Gouramy) DI KELURAHAN DUREN MEKAR DAN DUREN SERIBU DEPOK JAWA BARAT ANALISIS KERAGAAN PASAR PEMBENIHAN DAN PENDEDERAN IKAN GURAMI (Oshpronemus Gouramy) DI KELURAHAN DUREN MEKAR DAN DUREN SERIBU DEPOK JAWA BARAT Adida 1, Kukuh Nirmala 2, Sri Harijati 3 1 Alumni Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang) 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat telah menyebabkan konsumsi daging ayam ras (broiler) secara nasional cenderung

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2. 1. Pasar dan Pemasaran Pasar secara sederhana dapat diartikan sebagai tempat bertemunya penjual dan pembeli untuk bertukar barang-barang mereka. Pasar merupakan suatu yang sangat

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Tataniaga Tataniaga atau pemasaran memiliki banyak definisi. Menurut Hanafiah dan Saefuddin (2006) istilah tataniaga dan pemasaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kontribusi dalam upaya pemulihan dan pertumbuhan ekonomi. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. kontribusi dalam upaya pemulihan dan pertumbuhan ekonomi. Salah satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian khususnya tanaman hortikultura selama ini mempunyai peluang yang besar, tidak hanya sebagai penyedia bahan pangan bagi penduduk Indonesia yang saat

Lebih terperinci

Jurnal NeO-Bis Volume 8, No. 2, Desember 2014 DI KECAMATAN CUGENANG KABUPATEN CIANJUR

Jurnal NeO-Bis Volume 8, No. 2, Desember 2014 DI KECAMATAN CUGENANG KABUPATEN CIANJUR ANALISIS TATANIAGA BUNGA KRISAN DI KECAMATAN CUGENANG KABUPATEN CIANJUR Joko Purwono 1) / Sri Sugyaningsih 2) / Nada Fajriah 3) 1) Dosen Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB, 2) Dosen

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Tanaman kakao merupakan salah satu tanaman perkebunan yang sangat cocok ditanam didaerah tropis

Lebih terperinci

ACARA 4. ASPEK PEMASARAN

ACARA 4. ASPEK PEMASARAN ACARA 4. ASPEK PEMASARAN!! Instruksi Kerja : a. Mengidentifikasi pemasaran produk pertanian di wilayah praktek lapang b. Setiap praktikan mencari jurnal tentang pemasaran produk pertanian. c. Identifikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang beriklim tropis dan relatif subur. Atas alasan demikian Indonesia memiliki kekayaan flora yang melimpah juga beraneka ragam.

Lebih terperinci

ANALISIS PEMASARAN JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) DI KOTA PEKANBARU

ANALISIS PEMASARAN JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) DI KOTA PEKANBARU ANALISIS PEMASARAN JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) DI KOTA PEKANBARU MARKETING ANALYSIS OF WHITE OYSTER MUSHROOM (Pleurotus ostreatus) IN PEKANBARU CITY Wan Azmiliana 1), Ermi Tety 2), Yusmini

Lebih terperinci

SISTEM PEMASARAN AGRIBISNIS Sessi 4

SISTEM PEMASARAN AGRIBISNIS Sessi 4 SISTEM PEMASARAN AGRIBISNIS Sessi 4 Pemasaran Aliran produk secara fisis dan ekonomik dari produsen melalui pedagang perantara ke konsumen. Suatu proses sosial dan manajerial yang membuat individu/kelompok

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN Tinjauan Pustaka Tanaman bawang merah diyakini berasal dari daerah Asia Tengah, yakni sekitar Bangladesh, India, dan Pakistan. Bawang merah dapat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS. Pengertian pasar telah banyak didefinisikan oleh ahli-ahli ekonomi. Pasar

BAB II LANDASAN TEORITIS. Pengertian pasar telah banyak didefinisikan oleh ahli-ahli ekonomi. Pasar BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1 Teori Pemasaran Pengertian pasar telah banyak didefinisikan oleh ahli-ahli ekonomi. Pasar adalah himpunan semua pelanggan potensial yang sama-sama mempunyai kebutuhan atau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka Sawi adalah sekelompok tumbuhan dari marga Brassica yang dimanfaatkan daun atau bunganya sebagai bahan pangan (sayuran),

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Ayam buras merupakan keturunan ayam hutan (Gallus - gallus) yang

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Ayam buras merupakan keturunan ayam hutan (Gallus - gallus) yang 9 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Ayam Buras Ayam buras merupakan keturunan ayam hutan (Gallus - gallus) yang berasal dari Asia Tenggara yang sebagian telah di domestikasi (Kingston, 1979). Penyebaran ayam hutan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor hortikultura berperan penting dalam mendukung perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat melalui nilai Produk Domestik Bruto (PDB). Produk Domestik Bruto (PDB)

Lebih terperinci

Program Studi Agribisnis FP USU Jln. Prof. A. Sofyan No. 3 Medan HP ,

Program Studi Agribisnis FP USU Jln. Prof. A. Sofyan No. 3 Medan HP , ANALISIS TATANIAGA SAYURAN KUBIS EKSPOR DI DESA SARIBUDOLOK KECAMATAN SILIMAKUTA KABUPATEN SIMALUNGUN Roma Kasihta Sinaga 1), Yusak Maryunianta 2), M. Jufri 3) 1) Alumni Program Studi Agribisnis FP USU,

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis digunakan untuk memberikan gambaran atau batasan-batasan teori yang akan digunakan sebagai landasan dalam penelitian

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Tinjauan Umum Komoditi Ikan Gurame

II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Tinjauan Umum Komoditi Ikan Gurame II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Komoditi Ikan Gurame 2.1.1 Budidaya Ikan Gurame Menurut Senjaya (2002), pembudidayaan gurame pada usaha pembenihan memegang peranan penting karena selama ini ketersediaan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Tataniaga Pada perekonomian saat ini, hubungan produsen dan konsumen dalam melakukan proses tataniaga jarang sekali berinteraksi secara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Kepiting adalah binatang crustacea. Hewan yang dikelompokkan ke dalam Filum Athropoda, Sub Filum Crustacea, Kelas Malacostraca, Ordo Decapoda, Suborder Pleocyemata

Lebih terperinci

ASPEK SOSIAL EKONOMI JENIS: SUNGKAI

ASPEK SOSIAL EKONOMI JENIS: SUNGKAI ASPEK SOSIAL EKONOMI JENIS: SUNGKAI Program : Pengelolaan Hutan Tanaman Judul RPI : Pengelolaan Hutan Tanaman Penghasil Kayu Pertukangan Koordinator RPI : Drs. Riskan Efendi, MSc. Judul Kegiatan : Budidaya

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE

BAB III MATERI DAN METODE 13 BAB III MATERI DAN METODE 3.1. Kerangka Pemikiran Bidang usaha peternakan saat ini sudah mengalami kemajuan pesat. Kemajuan ini terlihat dari konsumsi masyarakat akan kebutuhan daging meningkat, sehingga

Lebih terperinci

margin pemasaran dapat dihitung dengan rumus matematis sebagai berikut:

margin pemasaran dapat dihitung dengan rumus matematis sebagai berikut: Pemasaran komoditas pertanian dari proses konsentrasi yaitu pengumpulan produk-produk pertanian dari petani ke tengkulak, pedagang pengumpul dan pedagang besar serta diakhiri proses distribusi yaitu penjualan

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN BELIMBING DEWA DI KECAMATAN PANCORAN MAS KOTA DEPOK JAWA BARAT OLEH : SARI NALURITA A

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN BELIMBING DEWA DI KECAMATAN PANCORAN MAS KOTA DEPOK JAWA BARAT OLEH : SARI NALURITA A ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN BELIMBING DEWA DI KECAMATAN PANCORAN MAS KOTA DEPOK JAWA BARAT OLEH : SARI NALURITA A 14105605 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional mencakup pengertian yang digunakan

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional mencakup pengertian yang digunakan III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan batasan operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan data dan melakukan analisis sehubungan dengan tujuan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Kertawangi, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat. Pemilihan lokasi tersebut sebagai lokasi penelitian

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN 15 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Kerangka Pemikiran Berdasarkan beberapa teori dalam Tinjauan Pustaka, terdapat lima variabel yang menjadi dasar pemikiran dalam penelitian ini. Variabel tersebut yaitu:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian memegang peranan penting dalam pembangunan nasional. Hal ini didasarkan pada kesadaran bahwa negara Indonesia adalah negara agraris yang harus melibatkan

Lebih terperinci

KARYA ILMIAH MAHASISWA AGRIBISNIS

KARYA ILMIAH MAHASISWA AGRIBISNIS EFISIENSI TATANIAGA BROKOLI DI LEMBANG JAWA BARAT Hesti. K 1), Marlinda Apriyani 2), Luluk Irawati 2) 1) Mahasiswa Program Studi Agribisnis Politeknik Negeri Lampung 2) Dosen Program Studi Agribisnis Politeknik

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. tujuan dan kegunaan tertentu (Sugiyono, 2004). Penelitian ini menggunakan

III. METODE PENELITIAN. tujuan dan kegunaan tertentu (Sugiyono, 2004). Penelitian ini menggunakan III. METODE PENELITIAN Metode penelitian adalah suatu cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu (Sugiyono, 2004). Penelitian ini menggunakan metode penelitian survai. Penelitian

Lebih terperinci