III. KERANGKA PEMIKIRAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "III. KERANGKA PEMIKIRAN"

Transkripsi

1 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Penelitian ini menggunakan teori sistem pemasaran dengan mengkaji saluran pemasaran, fungsi pemasaran, struktur pasar, perilaku pasar, marjin pemasaran, farmer s share, serta rasio keuntungan dan biaya cabai rawit merah. Adapun analisis keterpaduan pasar dilihat antara tingkat petani cabai rawit merah dengan pedagang besar Pasar Induk Kramat Jati (PIKJ). Keterpaduan pasar ini diukur dengan menggunakan pendekatan model Autoregressive Distributed Lag Sistem Pemasaran Kotler (2002) berpendapat pemasaran adalah suatu proses sosial dan manajerial yang di dalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan mempertukarkan prosuk yang bernilai kepada pihak lain. Menurut Purcell (1979), pemasaran adalah suatu proses atau sistem yang menjembatani gap antara apa yang diproduksi dan apa yang diinginkan konsumen. Pemasaran juga dapat diartikan sebagai salah satu kegiatan dalam perekonomian yang membantu dalam menciptakan nilai ekonomi. Nilai ekonomi itu sendiri menentukan harga barang dan jasa. Faktor penting dalam menciptakan nilai tersebut adalah produksi, pemasaran dan konsumsi. Pemasaran menjadi penghubung antara kegiatan produksi dan konsumsi sehingga sistem pemasaran merupakan suatu kesatuan konseptual yang secara fisik terdiri dari bagian-bagian yang bekerja bersama dalam suatu kesatuan yang terorganisasi (Purcell 1979). Dalam kegiatan pemasaran ini, aktivitas pertukaran merupakan hal sentral. Pertukaran merupakan kegiatan pemasaran dimana seseorang berusaha menawarkan sejumlah barang atau jasa dengan sejumlah nilai keberbagai macam kelompok sosial untuk memenuhi kebutuhannya. Pemasaran sebagai kegiatan manusia diarahkan untuk memuaskan keinginan dan kebutuhan melalui proses pertukaran. Menurut Limbong dan Sitorus (1985), sistem pemasaran mencakup segala kegiatan dan usaha yang berhubungan dengan perpindahan hak milik dan fisik 15

2 dari barang-barang hasil pertanian dan kebutuhan usaha pertanian dari produsen ke tangan konsumen termasuk di dalamnya kegiatan-kegiatan tertentu yang menghasilkan perubahan bentuk dari barang yang dimaksud untuk lebih memudahkan penyalurannya dan memberikan kepuasan yang lebih tinggi kepada konsumennya. Bila ditinjau dari segi ekonomi, kegiatan pemasaran merupakan kegiatan produktif karena memberikan kegunaan benda, waktu, tempat dan hak milik Saluran Pemasaran Menurut Limbong dan Sitorus (1985), saluran pemasaran adalah rangkaian lembaga-lembaga niaga yang dilalui barang dalam penyalurannya dari produsen ke konsumen dimana di dalamnya terlibat beberapa lembaga pemasaran. Lembaga pemasaran menurut fungsi yang dilakukan dibedakan atas: (1) lembaga fisik pemasaran yaitu lembaga-lembaga yang menjalankan fungsi fisik, misalnya badan pengangkut atau transportasi, (2) lembaga perantara pemasaran adalah suatu lembaga yang khusus mengadakan fungsi pertukaran, (3) lembaga fasilitas pemasaran adalah lembaga-lembaga yang melaksanakan fungsi-fungsi fasilitas seperti Bank Desa, Kredit Desa, KUD. Adapun lembaga pemasaran menurut penguasaan terhadap barang terdiri atas: (1) lembaga yang tidak memiliki tetapi menguasai barang misalnya agen, perantara dan broker, (2) lembaga pemasaran yang memiliki dan menguasai barang misalnya pedagang pengumpul, pedagang pengecer, grosir, eksportir dan importir, (3) lembaga pemasaran yang tidak memiliki dan tidak menguasai adalah fasilitas pengangkut, pergudangan, asuransi, dan lain-lain. Ada beberapa faktor penting yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan saluran pemasaran yaitu sebagai berikut: 1. Pertimbangan pasar, meliputi konsumen akhir dengan melihat potensi pembeli, geografi pasar, kebiasaan pembeli, dan volume tataniaga. 2. Pertimbangan barang, meliputi nilai barang per unit, besar, berat, harga, tingkat kerusakan, dan jenis barang. 3. Pertimbangan intern perusahaan, meliputi sumber permodalan, pengalaman manajemen, pengawasan, penyaluran dan pelayanan. 16

3 4. Pertimbangan terhadap lembaga dalam rantai tataniaga, meliputi segi kemampuan lembaga perantara dan kesesuaian lembaga perantara dengan kebijakan perusahaan. Banyaknya jumlah lembaga yang terlibat dalam saluran pemasaran dipengaruhi oleh jarak dari podusen ke konsumen, semakin jauh jarak antara produsen ke konsumen akan mengakibatkan panjangnya rantai pemasaran serta banyaknya aktivitas bisnis yang dilakukan perlu melibatkan sejumlah pelakupelaku pemasaran. Selain itu banyaknya lembaga yang terlibat dalam saluran pemasaran juga dipengaruhi oleh sifat komoditinya apakah cepat rusak atau tidak. Komoditi yang cepat rusak membutuhkan rantai pemasaran yang pendek dan harus dengan cepat diolah atau langsung diterima oleh konsumen. Kemudian saluran pemasaran tergantung pula pada skala produksi. Bila produksi berlangsung dalam ukuran-ukuran kecil, maka jumlah produk yang dihasilkan berukuran kecil pula, dan akan tidak menguntungkan bila produsen menjual langsung ke pasar. Dalam keadaan yang demikian kehadiran pedagang perantara diharapkan, dan saluran yang akan dilalui produk cenderung panjang. Kekuatan modal dan sumberdaya yang dimiliki juga berpengaruh bagi keterlibatan lembagalembaga tersebut dalam saluran pemasaran karena produsen atau pedagang yang posisi modalnya kuat akan dapat melakukan lebih banyak fungsi pemasaran sehingga pemasaran dapat diperpendek Fungsi Pemasaran Lembaga pemasaran di setiap saluran melakukan fungsi-fungsi pemasaran. Fungsi dari pemasaran tersebut dinyatakan sebagai kegiatan, tindakan ataupun jasa dalam proses pengalirannya dari produsen sampai konsumen. Menurut Limbong dan Sitorus (1985), secara garis besar fungsi pemasaran dapat dikelompokkan sebagai berikut: 1. Fungsi pertukaran merupakan fungsi yang mencakup perpindahan hak milik barang atau jasa dari penjual kepada pembeli. Fungsi ini terdiri atas fungsi pembelian dan penjualan. a. Fungsi pembelian diperlukan untuk menentukan jenis barang yang akan dibeli yang sesuai dengan kebutuhannya baik untuk dikonsumsi langsung maupun untuk kebutuhan produksi. Kegiatan utama dari 17

4 fungsi ini adalah menentukan jenis, jumlah, kualitass, tempat pembelian, serta cara pembelian barang dan jasa yang akan dibeli b. Fungsi penjualan diperlukan untuk mencari tempat dan waktu yang tepat untuk melakukan penjualan barang sesuai dengan yang diinginkan konsumen baik dilihat dari jumlah, mutu bentuk, dan mutunya. 2. Fungsi fisik merupakan fungsi yang mencakup aktivitas penanganan, pergerakan, dan perubahan fisik dari komoditas pemasaran. Fungsi ini mencakup fungsi penyimpanan, fungsi pengangkutan, dan fungsi pengolahan. a) Fungsi penyimpanan diperlukan untuk menyimpan barang selama belum dikonsumsi atau menunggu diangkut ke daerah pemasaran atau menunggu sebelum diolah. Fungsi penyimpanan ini terutama sangat penting bagi hasil-hasil pertanian yang biasanya dihasilkan secara musiman tetapi dikonsumsi sepanjang tahun. Pelaksanaan penyimpanan akan memberikan kegunaan waktu dan selama pelaksanaan penyimpanan dilakukan beberapa tindakan untuk menjaga mutu, hal ini terutama bagi hasil-hasil pertanian yang mempunyai sifat mudah busuk. b) Fungsi pengangkutan bertujuan untuk menyediakan barang dan jasa di daerah konsumen sesuai dengan kebutuhan konsumen baik menurut waktu, jumlah dan mutunya. Fungsi pengangkutan mempunyai kegiatan perencanaan jenis alat angkutan yang digunakan, volume yang diangkut, waktu pengangkutan, dan jenis barang yang akan diangkut. c) Fungsi pengolahan bertujuan untuk meningkatkan kualitas barang bersangkutan baik dalam rangka memperkuat daya tahan barang maupun meningkatkan nilainya serta untuk memenuhi kebutuhan konsumen. 3. Fungsi fasilitas merupakan fungsi yang mencakup aktivitas yang memperlancar atau sebagai perantara antara fungsi pertukaran dan fungsi fisik yang terjadi antara produsen dan konsumen. Fungsi fasilitas 18

5 mencakup fungsi standardisasi dan grading, fungsi keuangan, fungsi penanggungan risiko, dan fungsi informasi pasar, dan fungsi pembiayaan. a) Fungsi standarisasi adalah suatu ukuran atau penentuan mutu suatu barang seperti warna, susunan kimia, ukuran bentuk, kekuatan dan ketahanan, kadar air, tingkat kematangan, rasa, dan kriteria lainnya. Sedangkan grading merupakan tindakan menggolongkan atau mengklasifikasikan hasil-hasil pertanian menurut standarisasi yang diinginkan sehingga kelompok-kelompok barang yang terkumpul sudah menurut satu ukuran standar. Fungsi standarisasi dan grading akan mempermudah memberikan nilai terhadap barang bersangkutan, mudah pelaksanaan jual beli, mengurangi biaya pemasaran terutama biaya pengangkutan dan dapat memperluas pasaran. b) Fungsi penanggungan risiko, risiko yang mungkin terjadi di dalam proses pemasaran dapat dibedakan atas dua macam yaitu risiko fisik berupa kebakaran, kehilangan, susut dan lainnya serta risiko ekonomi atau risiko penurunan harga akibat kebijakan moneter dan adanya perubahan harga. c) Fungsi informasi pasar merliputi kegiatan pengumpulan informasi pasar serta menafsirkan data informasi pasar tersebut. Dengan mendapat informasi pasar yang lengkap, maka akan dapat lebih terarah pelaksanaan proses produksi baik dilihat dari jumlah yang diinginkan, kapan dibutuhkan, barang apa yang diinginkan dan dimana diinginkan. d) Fungsi pembiayaan adalah penyediaan biaya untuk keperluan selama proses pemasaran dan juga kegiatan pengelolaan biaya tersebut. Biaya ini dapat berupa kontan maupun kredit. Dengan sistem pemberian kredit bagi para pembeli akan dapat memperluas pasar dari suatu barang maupun jasa yang dipasarkan. 19

6 3.1.4 Struktur Pasar Struktur pasar merupakan tipe atau jenis pasar yang didefinisikan sebagai hubungan antara pembeli dan penjual yang secara strategi mempengaruhi penentuan harga dan pengorganisasian pasar (Asmarantaka 2009). Struktur pasar mempengaruhi efektivitas pasar dalam realitas sehari-hari yang diukur dengan variabel-variabel seperti harga, biaya dan jumlah produksi. Empat faktor penentu dari karakteristik struktur pasar yaitu jumlah atau ukuran perusahaan, kondisi atau keadaan produk, kondisi keluar masuk pasar, dan tingkat pengetahuan yang dimiliki partisipan dalam pemasaran. Berikut lima jenis struktur pasar dengan berbagai karakteristiknya. Tabel 3. Karakteristik dan Struktur Pasar Karakteristik Kemudahan Jumlah Sifat produk Masuk perusahaan Pasar Banyak Homogen Mudah, tidak ada hambatan Banyak Diferensiasi Relatif mudah Sedikit Homogen Sulit dengan beberapa hambatan Sedikit Diferensiasi Sulit dengan beberapa Pengaruh perusahaan terhadap harga Tidak berpengaruh Sedikit berpengaruh, dibatasi subtitusi Berpengaruh, dibatasi pesaing Berpengaruh, dibatasi oleh oleh oleh Struktur pasar dan produk Sudut pembeli Persaingan sempurna Persaingan monopilistik Oligopsoni murni Oligopsoni diferensiasi Sudut penjual Persaingan sempurna Persaingan monopolistik Oligopoli murni Oligopoli diferensiasi hambatan pesaing Satu Unik Tertutup Berpengaruh Monopsoni Monopoli Sumber: Hammond dan Dahl (1977), Kolhs dan Uhl (1985) Menurut Kirana (2003), berdasarkan sifat dan bentuknya, pasar dibedakan menjadi dua macam struktur pasar yaitu: (1) pasar persaingan sempurna, (2) pasar tidak bersaing sempurna. Pasar dapat digolongkan ke dalam struktur pasar bersaing sempurna jika memenuh ciri-ciri antara lain: terdapat banyak penjual maupun pembeli, pembeli dan penjual hanya menguasai sebagian kecil dari barang dan jasa yang dipasarkan sehingga tidak dapat mempengaruhi harga pasar sehingga penjual dan pembeli berperan sebagai penerima harga (price taker), barang dan jasa yang dipasarkan bersifat homogen, penjual dan pembeli bebas 20

7 keluar masuk pasar. Namun pada umumnya, karakteristik jumlah penjual dan keadaan komoditi yang diperjualbelikan merupakan karakteristik utama dalam menentukan struktur pasar Perilaku Pasar Menurut Asmarantaka (2009), perilaku pasar adalah seperangkat strategi dalam pemilihan yang ditempuh baik oleh penjual maupun pembeli untuk mencapai tujuannya masing-masing. Perilaku pasar adalah strategi produksi dan konsumsi dari lembaga pemasaran dalam struktur pasar tertentu yang meliputi kegiatan pembelian dan penjualan, penentuan harga, dan kerjasama antara lembaga-lembaga pemasaran yang ada. Perilaku pasar sering juga disebut sebagai saluran tingkah laku dari lembaga pemasaran yang menyesuaikan dengan struktur pasar tempat lembaga tersebut melakukan kegiatan pembelian dan penjualan. Perilaku suatu pemasaran akan sangat jelas terlihat pada saat beroperasi, misalnya pada saat penentuan harga, lokasi, promosi, penjualan, pembelian dan strategi pemasaran. Sedangkan menurut Kohl dan Uhl (2002), ada empat hal yang harus diperhatikan untuk mengetahui perilaku pasar yaitu: (1) Input-output system, sistem input-output ini menerangkan bagaimana tingkah laku perusahaan dalam mengelola sejumlah input menjadi satu set output, (2) Power system, menjelaskan bagaimana suatu perusahaan dalam suatu sistem pemasaran, misalnya kedudukan perusahaan dalam suatu sistem pemasaran sebagai perusahaan yang memonopoli suatu produk sehingga perusahaan tersebut dapat sebagai penentu harga, (3) Communications system, mempelajari tentang perilaku perusahaan mengenai mudah tidaknya mendapatkan informasi dan, (4) System for adapting to internal and external change, menerangkan bagaimana perilaku perusahaan dalam beradaptasi pada suatu sistem pemasaran agar dapat bertahan di pasar. Perilaku pasar dapat diketahui dengan mengamati praktik penjualan dan pembelian yang dilakukan oleh masing-masing lembaga pemasaran, sistem penentuan harga, kemampuan pasar menerima jumlah produk yang dijual, stabilitas pasar dan pembayaran serta kerjasama diantara berbagai lembaga pemasaran. 21

8 3.1.6 Marjin Pemasaran Marjin pemasaran adalah perbedaan antara harga di tingkat lembaga pemasaran di dalam sistem pemasaran. Pengertian marjin sering digunakan untuk menjelaskan fenomena yang menjebatani gap antara pasar di tingkat petani dengan pasar di tingkat eceran (Asmarantaka 2009). Tomek dan Robinson (1990), memberikan dua alternatif dari definisi marjin pemasaran yaitu: (1) perbedaan harga yang dibayarkan konsumen dengan harga yang diterima produsen (petani) yang secara matematis dapat dirumuskan yaitu M=Pr-Pf, (2) harga dari kumpulan jasa-jasa pemasaran sebagai akibat adanya aktivitas-aktivitas bisnis yang terjadi dalam sistem pemasaran tersebut. Secara grafis, marjin pemasaran dapat digambarkan sebagai jarak vertikal antara kurva permintaan primer dengan kurva permintaan turunan, atau antara kurva penawaran primer dengan kurva penawaran turunan. Harga (P) Dr Sr Pr Df Sf Pf M Qr, f Gambar 2. Marjin Pemasaran Keterangan : Sr Penawaran tingkat pengecer, Dr Permintaan tingkat pengecer, Q Jumlah keseimbangan di tingkat petani dan pengecer, Sf Penawaran tingkat petani, Df Permintaan tingkat petani, M Marjin pemasaran Perbedaan harga jual dari lembaga yang satu dengan lembaga lain sampai ke tingkat konsumen akhir disebabkan karena adanya perbedaan kegiatan dari etiap lembaga. Semakin banyak lembaga tataniaga yang terlibat dalam 22

9 penyaluran suatu komoditas dari titik produsen sampai ke titik konsumen, maka akan semakin besar perbedaan harga komoditas tersebut di titik produsen dibandingkan harga yang akan dibayarkan oleh konsumen. Perbedaan harga yang terjadi antara lembaga pemaasaran satu dengan lembaga pemasaran lainnya dalam saluran pemasaran suatu komoditas yang sama disebut sebagai marjin pemasaran. Pada umumnya besarnya marjin pemasaran merupakan indikator yang paling sering digunakan untuk mendeteksi terjadinya efisiensi pemasaran. Marjin pemasaran yang rendah belum tentu dapat mencerminkan pasar itu sudah efisien. Namun, marjin yang tinggi juga tidak selalu ditunjukkan oleh adanya keuntungan pedagang yang berlebihan. Hal ini karena besarnya marjin pemasaran tersebut pada dasarnya merupakan total biaya pemasaran yang meliputi biaya operasional pemasaran yang dikeluarkan pedagang (biaya pengangkutan, penyimpanan, sortasi, grading) dan keuntungan pedagang (Irawan 2007). Ketika nilai margin pemasaran tinggi sebagai akibat adanya pengolahan dan penanganan produk lebih lanjut dan berdampak pada peningkatan kepuasan konsumen maka tingginya marjin pemasaran mengindikasikan sistem pemasaran tersebut berlangsung secara efisien. Nilai marjin pemasaran dipengaruhi oleh sifat barang yang diperdagangkan, tingkat pengolahan, biaya pemasaran, keuntungan lembaga pemasaran, harga eceran dan harga produsen. Sifat komoditas atau barang juga mempengaruhi marjin pemasaran dan jarak antar daerah produsen dengan konsumen, serta biaya-biaya tidak resmi (Azzaino 1982 : Mubyarto 1979) Farmer s Share Salah satu indikator untuk melihat efisiensi pemasaran yaitu dapat dilihat dengan membandingkan bagian yang diterima petani (farmer s share) terhadap harga yang dibayarkan konsumen akhir (Limbong dan Sitorus 1985). Farmer s share mempunyai hubungan negatif dengan marjin pemasaran artinya semakin tinggi marjin pemasaran, maka bagian yang diterima oleh petani semakin rendah yang secara matematis farmer s share dapat dirumuskan sebagai berikut: Fs x 100% 23

10 Keterangan : Fs = Persentase yang diterima petani, Pf = Harga di tingkat petani, Pr = Harga di tingkat konsumen Rasio Keuntungan dan Biaya Asmarantaka (2009), efisiensi operasional lebih tepat menggunakan rasio antara keuntungan (π) dengan biaya (C) karena pembanding oppurtunity cost dari biaya adalah keuntungan, sehingga indikatornya adalah π/c dan nilainya harus positif ( > 0). Menurut Limbong dan Sitorus (1985), tingkat efisiensi suatu sistem pemasaran dapat dilihat dari penyebaran rasio keuntungan dan biaya. Meratanya penyebaran rasio keuntungan dan biaya serta marjin pemasaran terhadap biaya pemasaran, maka secara teknis sistem pemasaran tersebut semakin efisien. Untuk mengetahui penyebaran rasio keuntungan dan biaya pada masing-masing lembaga pemasaran dapat dirumuskan sebagai berikut : Rasio keuntungan biaya (π/c) Keterangan : πi = keuntungan lembaga pemasaran, Ci = biaya pemasaran Keterpaduan Pasar Keterpaduan pasar penting dilakukan untuk melihat sejauh mana kelancaran informasi dan efisiensi pemasaran pada pasar. Menurut Asmarantaka (2009), keterpaduan pasar merupakan indikator dari efisiensi pemasaran, khususnya efisiensi harga yaitu suatu ukuran yang menunjukkan seberapa jauh perubahan harga yang terjadi pada pasar acuan akan menyebabkan terjadi perubahan pada pasar pengikutnya. Keterpaduan pasar dapat terjadi jika terdapat informasi pasar yang memadai dan informasi ini disalurkan dengan cepat dari satu pasar ke pasar lainnya misalnya perubahan harga dari salah satu pasar disalurkan atau ditransfer secara cepat ke pasar lain sehingga fluktuasi perubahan harga terjadi pada suatu pasar dapat segera tertangkap oleh pasar lain dengan ukuran 24

11 perubahan yang sama. Hal tersebut pada gilirannya merupakan faktor yang dapat digunakan sebagai sinyal dalam pengambilan keputusan bagi produsen (Heytens 1986). Analisis keterpaduan pasar erat kaitannya dengan analisis struktur pasar. Menurut Comforti (2004), integrasi harga yang simetris terjadi pada pasar yang menganut prinsip law of one price artinya jika harga pada suatu pasar mengalami peningkatan maka pasar yang menjual produk yang sama akan merespon perubahan harga tersebut mengikuti harga yang terjadi di pasar. Hal ini menandakan bahwa pasar sudah terintegrasi dengan baik dan sudah efisien karena persebaran informasinya merata yang dapat dilihat melalui respon yang ditimbulkan terhadap perubahan harga tersebut. Keterpaduan pasar digunakan untuk melihat tingkat keeratan hubungan antar pasar produsen (petani) dan pasar acuan (Pasar Induk Kramat Jati). Suatu pasar dikatakan terpadu dengan baik apabila harga pada suatu lembaga pemasaran diteruskan kepada lembaga pemasaran lainnya dalam satu rantai pemasaran. Adanya keterpaduan pasar juga menunjukkan transmisi harga yang baik antara pelaku. Hal ini dapat terjadi karena kedekatan hubungan dan pola komunikasi yang baik antar pelaku. Tingkat keterpaduan pasar yang tinggi menunjukkan telah lancarnya arus informasi diantara lembaga pemasaran sehingga harga yang terjadi pada pasar yang dihadapi oleh lembaga pemasaran yang lebih rendah dipengaruhi oleh lembaga pemasaran yang lebih tinggi. Hal ini dikarenakan apabila arus informasi berjalan dengan lancar dan seimbang, tingkat lembaga pemasaran yang lebih rendah mengetahui informasi yang dihadapi oleh lembaga pemasaran di atasnya, sehingga dapat menentukan posisi tawarnya dalam pembentukan harga (Sianturi 2005). Keterpaduan pasar dapat diukur dengan menggunakan pendekatan, yaitu 1) metode korelasi (r), 2) metode regresi sederhana, 3) hubungan lag bersebaran autoregresif (Autoregressive Distribute Lag) antara harga di tingkat pasar acuan dan pasar pengikut. Menurut Ravallion (1986) model keterpaduan pasar autoregresif dapat digunakan untuk mengukur bagaimana harga di pasar lokal dipengaruhi oleh harga di pasar acuan dengan mempertimbangkan harga pada waktu yang lalu (t-1) dan harga pada saat ini (t). Aktivitas pasar-pasar tersebut 25

12 dihubungkan oleh adanya arus komoditi, sehingga harga dan jumlah komoditi yang dipasarkan akan berubah jika terjadi perubahan harga di pasar lain. Hubungan antara kedua pasar dapat dibedakan ke dalam hubungan jangka pendek dan jangka panjang. Model statistik yang mampu menjelaskan perubahan harga pada pasar lokal sebagai fungsi dari beberapa variabel bebas menurut Heytens (1986) adalah sebagai berikut : P it - P it-1 = ß0 + (1+ ß 1) P it-1 + ß 2 (P jt - P jt-1 ) + (ß 3- ß 1 ) P jt-1 + ß 4X t + e t..(1) Keterangan: P it = Harga di tingkat pasar lokal pada waktu ke-t (rupiah/kilogram) P it-1 P jt = Harga di tingkat pasar lokal pada waktu ke t-1 (rupiah/kilogram) = Harga di tingkat pasar rujukan/acuan pada waktu ke-t (rupiah/kilogram) P jt-1 =Harga di tingkat pasar rujukan/acuan pada waktu ke t-1 X t ß i e t (rupiah/kilogram) = Peubah exogenus (musim panen atau regional) = Parameter estimasi dengan i = 1,2,3,...n = Random error Jika diasumsikan bahwa deret waktu di pasar lokal dan pasar acuanmempunyai pola musim yang sama, maka tidak perlu memasukkan peubah boneka (Xt) untuk musim setempat, persamaan dapat disederhanakan lagi menjadi: P it = b 0 + b 1 P it-1 + b 2 (P jt - P jt-1 ) + b 3 P jt-1 + e t..(2) Dimana: b 1 = 1+ ß 1, b 2 = ß 2, b 3 = ß 3- ß 1 b 1 = Koefisien perubahan harga di tingkat pasar lokal b 2 = Koefisien perubahan margin harga di tingkat pasar acuan b 3 =Koefisien perubahan harga di tingkat pasar acuan Berdasarkan persamaan (2) dapat diketahui bahwa koefisien b2 mengukur bagaimana perubahan harga di pasar acuan diteruskan ke pasar lokal. Keterpaduan pasar dalam jangka panjang dicapai jika b2 = 1, maka perubahan harga yang terjadi bersifat netral dan proposional dengan persentase yang 26

13 sama.tentunya b2 tidak harus sama dengan satu, meskipun informasi perubahan harga ditingkat pasar acuan secara langsung diteruskan ke pasar lokal. Jika P jt - P jt-1 = 0, maka pasar acuan berada pada keseimbangan jangka pendek, berarti koefisien b 2 dikeluarkan dari persamaan. Koefisien yang menghubungkan dua bentuk harga (1+ ß 1 ) dan (ß 3- ß 1 ) menjelaskan kontribusi relatif dari pasar lokal pada saat diinginkan. Kedua bentuk harga yang diperoleh ini dapat digunakan untuk mengetahui indeks keterpaduan pasar (IMC = Index Market connection). IMC merupakan rasio dari kedua bentuk harga tersebut, yaitu bentuk harga pasar lokal terhadap bentuk harga pasar acuannya. Nilai IMC ini dapat digunakan untuk mengetahui keterpaduan pasar dalam jangka pendek. Secara matematik dapat dirumuskan sebagai berikut : IMC = atau IMC = Jika harga yang terjadi di pasar rujukan pada waktu sebelumnya merupakan faktor utama yang mempengaruhi harga yang terjadi di suatu pasar lokal tertentu, berarti kedua pasar tersebut terhubungkan dengan baik. Hal ini menunjukkan bahwa informasi permintaan dan penawaran di pasar rujukan diteruskan ke pasar lokal dan akan mempengaruhi harga yang terjadi di pasar lokal tersebut. Jika koefisien b1 = 0 dan b3 > 0 maka nilai IMC = 0 artinya harga di tingkat pasar lokal pada waktu sebelumnya tidak berpengaruh terhadap harga yang diterima pada pasar lokal sekarang. Hal ini berarti pasar tersebut berada dalam keadaan integrasi jangka pendek yang kuat. Jika koefisien b1 > 0 dan koefisien b3 = 0, maka IMC menjadi tak hingga. Hal ini menunjukkan pasar tersebut mengalami segmentasi pasar. Integrasi pasar jangka pendek akan cenderung terjadi pada kondisi dimana b1< b3 sehingga nilai IMC antara 0 dan 1. Semakin mendekati nol maka derajat integrasi pasar jangka pendek relatif tinggi. Jika nilai b2= 1 berarti bahwa pasar berada dalam keseimbangan jangka panjang yang kuat dimana kenaikan harga di pasar rujukan akan segera diteruskan ke pasar lokal. Berdasarkan penjelasan di atas dapat diketahui bahwa koefisien b2 digunakan untuk mengetahui keterpaduan jangka panjang dan IMC untuk mengetahui ketertpaduan pasar jangka pendek. Keterpaduan jangka pendek 27

14 disebut juga keterkaitan pasar dalam menjelaskan bagaimana pelaku pemasaran berhasil menghubungkan pasar-pasar yang secara geografis terpisah melalui aliran informasi dan komoditas Efisiensi Pemasaran Menurut Asmarantaka (2009), pemasaran yang efisien adalah pasar persaingan sempurna, namun struktur pasar ini secara nyata tidak dapat ditemukan. Ukuran efisien adalah kepuasan dari konsumen, produsen, maupun lembaga-lembaga yang terlibat dalam mengalirkan barang dan jasa. Ukuran untuk menentukan tingkat kepuasan tersebut sulit dan sangat relatif. Kegiatan pemasaran dikatakan efisien apabila biaya pemasaran dapat ditekan sehingga keuntungan pemasaran dapat lebih tinggi, persentase perbedaan harga yang dibayarkan konsumen dan produsen tidak terlalu tinggi. Efisiensi pemasaran dapat ditinjau dari input output yaitu efisiensi operasional dan efisiensi harga. Efisiensi operasional berhubungan dengan penanganan aktivitas-aktivitas yang dapat meningkatkan rasio dari output-input pemasaran. Input pemasaran adalah sumberdaya (tenaga kerga, pengepakan, mesin-mesin, dan lainnya) yang diperlukan untuk melaksanakan fungsi-fungsi pemasaran. Output pemasaran termasuk di dalamnya adalah kegunaan waktu, tempat, bentuk, dan kepemilikan yang berhubungan dengan kepuasan konsumen. Oleh sebab itu sumberdaya adalah biaya, sedangkan kegunaan (utilities) adalah benefit dari rasio efisiensi pemasaran. Rasio efisiensi pemasaran (operasional) dapat dilihat dari peningkatan dalam dua cara yaitu : 1. Pada perubahan sistem pemasaran dengan mengurangi biaya perlakuan pada fungsi-fungsi pemasaran tanpa mengubah manfaat atau kepuasaan konsumen. 2. Meningkatkan kegunaan output dari proses pemasaran tanpa meningkatkan biaya pemasaran. Pengukuran efisiensi operasional juga dapat diketahui dengan menganalisis marjin pemasaran atau sebaran harga antara harga di tingkat petani dengan di tingkat pengecer. Efisiensi harga adalah bentuk kedua dari efisiensi pemasaran. Efisiensi ini menekankan kepada kemampuan dari sistem pemasaran 28

15 yang sesuai dengan keinginan konsumen. Sasaran dari efisiensi harga adalah efisiensi alokasi sumberdaya dan maksimum output (ekonomi). Efisiensi harga dapat tercapai apabila masing-masing pihak yang terlibat dalam pemasaran merasa puas atau responsif terhadap harga yang berlaku. Efisiensi harga dapat dianalisis melalui ada atau tidaknya keterpaduan pasar antara pasar acuan dengan pasar pengikutnya, misalnya antara pasar di tingkat petani dengan pasar di tingkat konsumen akhir. 3.2 Kerangka Pemikiran Operasional Cabai merupakan salah satu komoditas sayuran unggulan nasional dan memiliki nilai ekonomis cukup tinggi. Kebutuhan cabai rawit merah terus meningkat setiap tahun sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan berkembangnya industri yang membutuhkan bahan baku cabai rawit merah. Selain itu, cabai tidak dapat disubstitusi oleh komoditas lain, sehingga bila terjadi ketidakseimbangan antara produksi dan serapan pasar pasti akan terjadi fluktuasi harga. Salah satu faktor yang menjadi penyebab terjadinya ketidakseimbangan tersebut yaitu pola produksi (adanya on season dan off season) dan pola tanam yang tidak terencana dan tidak terkoodinasi antar tiap kabupaten sentra produksi cabai rawit merah sehingga petani-petani cabai rawit merah memperoleh pendapatan yang fluktuatif sehingga pendapatan menjadi tidak pasti. Salah satu sentra produksi cabai rawit merah berada di Desa Cigedug Kecamatan Cigedug. Jaringan pemasaran cabai rawit merah di Kecamatan Cigedug pada umumnya melalui pedagang pengumpul desa, semua petani di Desa Cigedug menjual hasil panennya kepada pihak pedagang pengumpul desa atau dengan kata lain petani bergantung kepada pedagang pengumpul desa dalam pemasaran cabai rawit merah. Kondisi ini terjadi akibat petani memiliki kelemahan memasarkan sendiri dikarenakan butuh modal yang besar khususnya dalam menyewa alat transportasi dan pengalaman yang cukup sehingga pengambilan keputusan dalam penetapan harga lebih cenderung kepada pihak pedagang pengumpul desa. Selain itu, akses informasi harga cabai rawit merah yang diterima petani tidak lancar. Kondisi ini melemahkan posisi petani karena daya tawar petani yang lemah. Selanjutnya cabai rawit merah disalurkan ke pasar 29

16 induk seperti Pasar Induk Cikajang, Pasar Induk Kramat Jati dan Pasar Induk Caringin. Berdasarkan kondisi yang terjadi di Desa Cigedug Kecamatan Cigedug, Kabupaten Garut maka perlu dianalisis sistem pemasaran sehingga dapat diambil kebijakan yang tepat untuk memperbaiki mekanisme pasar dan rekomendasi bagi para petani yang memberikan bagian keuntungan yang layak untuk petani maupun lembaga pemasaran. 30

17 Salah satu sentra produksi cabai rawit merah (Capsicum frutescens) di Desa Cigedug Kecamatan Cigedug Kabupaten Garut. Fluktuasi harga cabai rawit merah tinggi Adanya ketergantungan petani kepada pengumpul sehingga posisi tawar petani rendah. Analisis Sistem Pemasaran Analisis saluran pemasaran Analisis fungsi pemasaran Analisis struktur pasar Analisis perilaku pasar Analisis marjin pemasaran Analisis farmer s share Analisis rasio keuntungan dan biaya Analisis keterpaduan pasar petani cabai rawit merah di Desa Cigedug dengan Pasar Induk Kramat Jati Rekomendasi Gambar 3. Kerangka Pemikiran Operasional 31

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis berisi tentang konsep-konsep teori yang dipergunakan atau berhubungan dengan penelitian yang akan dilaksanakan. Berdasarkan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Cigedug Kecamatan Cigedug Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive)

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN. individu dan kelompok dalam mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN. individu dan kelompok dalam mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Konseptual 3.1.1 Konsep Tataniaga Pemasaran adalah suatu proses sosial yang di dalamnya melibatkan individu dan kelompok dalam mendapatkan apa yang mereka

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Tataniaga Menurut Hanafiah dan Saefudin (2006) tataniaga dapat didefinisikan sebagai tindakan atau kegiatan yang berhubungan dengan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis penelitian ini didasari oleh teori-teori mengenai konsep sistem tataniaga; konsep fungsi tataniaga; konsep saluran dan

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Tataniaga Tataniaga atau pemasaran memiliki banyak definisi. Menurut Hanafiah dan Saefuddin (2006) istilah tataniaga dan pemasaran

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Nilai Tambah Nilai tambah merupakan pertambahan nilai suatu komoditas karena mengalami proses pengolahan, penyimpanan, pengangkutan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan rangkaian teori-teori yang digunakan dalam penelitian untuk menjawab tujuan penelitian. Teori-teori yang digunakan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Tataniaga Menurut Hanafiah dan Saefudin (2006), istilah tataniaga dan pemasaran merupakan terjemahan dari marketing, selanjutnya tataniaga

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Tataniaga Pada perekonomian saat ini, hubungan produsen dan konsumen dalam melakukan proses tataniaga jarang sekali berinteraksi secara

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan rangkaian teori-teori yang digunakan dalam penelitian untuk menjawab tujuan penelitian. Teori-teori yang digunakan

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN Konsep Pendapatan dan Biaya Usahatani. keuntungan yang diperoleh dengan mengurangi biaya yang dikeluarkan selama

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN Konsep Pendapatan dan Biaya Usahatani. keuntungan yang diperoleh dengan mengurangi biaya yang dikeluarkan selama BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis 3.1.1. Konsep Pendapatan dan Biaya Usahatani Soeharjo dan Patong (1973), mengemukakan definisi dari pendapatan adalah keuntungan yang diperoleh dengan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis digunakan untuk memberikan gambaran atau batasan-batasan teori yang akan digunakan sebagai landasan dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran merupakan konsep dalam mencari kebenaran deduktif atau secara umum ke khusus. Pada kerangka pemikiran teoritis penelitian ini

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Lokasi Penelitian dilakukan pada lokasi yang ditentukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa daerah atau lokasi yang terpilih merupakan salah satu sentra

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Pasar Definisi yang tertua dan paling sederhana bahwa pasar adalah sebagai suatu lokasi secara fisik dimana terjadi jual beli atau suatu

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Pada dasarnya tataniaga memiliki pengertian yang sama dengan

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Pada dasarnya tataniaga memiliki pengertian yang sama dengan 20 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Tataniaga Pada dasarnya tataniaga memiliki pengertian yang sama dengan pemasaran. Para ahli telah mendefinisikan pemasaran atau

Lebih terperinci

TATANIAGA PERTANIAN OLEH : NOVINDRA DEP. EKONOMI SUMBERDAYA & LINGKUNGAN

TATANIAGA PERTANIAN OLEH : NOVINDRA DEP. EKONOMI SUMBERDAYA & LINGKUNGAN TATANIAGA PERTANIAN OLEH : NOVINDRA DEP. EKONOMI SUMBERDAYA & LINGKUNGAN TATANIAGA PERTANIAN Tataniaga Pertanian atau Pemasaran Produk-Produk Pertanian (Marketing of Agricultural), pengertiannya berbeda

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam mengambil sampel responden dalam penelitian ini

III. METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam mengambil sampel responden dalam penelitian ini 33 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Metode yang digunakan dalam mengambil sampel responden dalam penelitian ini menggunakan metode sensus. Pengertian sensus dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2. 1. Pasar dan Pemasaran Pasar secara sederhana dapat diartikan sebagai tempat bertemunya penjual dan pembeli untuk bertukar barang-barang mereka. Pasar merupakan suatu yang sangat

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN. terhadap barang dan jasa sehingga dapat berpindah dari tangan produsen ke

KERANGKA PEMIKIRAN. terhadap barang dan jasa sehingga dapat berpindah dari tangan produsen ke III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual 3.1.1. Konsep Pemasaran Definisi tentang pemasaran telah banyak dikemukakan oleh para ahli ekonomi, pada hakekatnya bahwa pemasaran merupakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. komoditas pertanian tersebut karena belum berjalan secara efisien. Suatu sistem

II. TINJAUAN PUSTAKA. komoditas pertanian tersebut karena belum berjalan secara efisien. Suatu sistem II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kerangka Teoritis Secara umum sistem pemasaran komoditas pertanian termasuk hortikultura masih menjadi bagian yang lemah dari aliran komoditas. Masih lemahnya pemasaran komoditas

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Definisi Pedagang Karakteristik pedagang adalah pola tingkah laku dari pedagang yang menyesuaikan dengan struktur pasar dimana pedagang

Lebih terperinci

II. KERANGKA PEMIKIRAN

II. KERANGKA PEMIKIRAN II. KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Pemasaran Mubyarto (1977), mengemukakan bahwa di Indonesia istilah tataniaga disamakan dengan pemasaran atau distribusi, yaitu semacam kegiatan ekonomi yang membawa atau menyampaikan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Desa Ciaruten Ilir, Kecamatan Cibungbulang,

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Desa Ciaruten Ilir, Kecamatan Cibungbulang, BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Ciaruten Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemasaran 2.2 Lembaga dan Saluran Pemasaran

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemasaran 2.2 Lembaga dan Saluran Pemasaran 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemasaran Pemasaran merupakan semua kegiatan yang mengarahkan aliran barangbarang dari produsen kepada konsumen termasuk kegiatan operasi dan transaksi yang terlibat dalam pergerakan,

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive), dengan pertimbangan bahwa

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kelurahan Sukaresmi, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan secara

Lebih terperinci

VII. ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KERAGAAN PASAR RUMPUT LAUT

VII. ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KERAGAAN PASAR RUMPUT LAUT 55 VII. ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KERAGAAN PASAR RUMPUT LAUT Bab ini membahas sistem pemasaran rumput laut dengan menggunakan pendekatan structure, conduct, dan performance (SCP). Struktur pasar

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Produk Hasil Perikanan Tangkap Penangkapan ikan adalah kegiatan untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak dibudidayakan dengan alat atau cara apapun. Produk hasil perikanan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Istilah pangsa pasar sering digunakan dalam ekonomi perusahan ataupun

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Istilah pangsa pasar sering digunakan dalam ekonomi perusahan ataupun 38 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.. Kerangka Pemikiran Teoritis 3... Konsep Pangsa Pasar Istilah pangsa pasar sering digunakan dalam ekonomi perusahan ataupun dalam dunia bisnis pada umumnya, untuk menunjukkan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Sistem Tataniaga Tataniaga adalah suatu kegiatan dalam mengalirkan produk dari produsen (petani) sampai ke konsumen akhir. Tataniaga erat

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Provinsi Lampung khususnya di PTPN VII UU

METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Provinsi Lampung khususnya di PTPN VII UU IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Provinsi Lampung khususnya di PTPN VII UU Bungamayang, Kabupaten Lampung Utara. Lokasi dipilih secara purposive karena PTPN

Lebih terperinci

VII ANALISIS PEMASARAN KEMBANG KOL 7.1 Analisis Pemasaran Kembang Kol Penelaahan tentang pemasaran kembang kol pada penelitian ini diawali dari petani sebagai produsen, tengkulak atau pedagang pengumpul,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional mencakup pengertian yang digunakan

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional mencakup pengertian yang digunakan III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan batasan operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan data dan melakukan analisis sehubungan dengan tujuan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Usahatani Pertanian sebagai kegiatan manusia dalam membuka lahan dan menanaminya dengan berbagai jenis tanaman yang termasuk tanaman

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk 28 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasiona Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai variabel yang akan diteliti untuk memperoleh dan menganalisis

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS. Pengertian pasar telah banyak didefinisikan oleh ahli-ahli ekonomi. Pasar

BAB II LANDASAN TEORITIS. Pengertian pasar telah banyak didefinisikan oleh ahli-ahli ekonomi. Pasar BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1 Teori Pemasaran Pengertian pasar telah banyak didefinisikan oleh ahli-ahli ekonomi. Pasar adalah himpunan semua pelanggan potensial yang sama-sama mempunyai kebutuhan atau

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 17 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Pemasaran Definisi tentang pemasaran telah banyak dikemukakan oleh para ahli ekonomi, pada hakekatnya bahwa pemasaran merupakan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual Kerangka pemikiran konseptual berisi teori dan konsep kajian ilmu yang digunakan dalam penelitian. Teori dan konsep yang digunakan dalam penelitian

Lebih terperinci

III. KERANGKA KONSEPTUAL

III. KERANGKA KONSEPTUAL III. KERANGKA KONSEPTUAL 3.1. Structure-Conduct Performance Model Pendekatan Structure, Conduct, and Performance (SCP) adalah pendekatan organisasi pasar atau pelaku pasar yang mencakup atau mengkombinasikan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. yang terletak di Jalan Taman Cut Mutiah nomor 11, Menteng, Jakarta Pusat

III. METODOLOGI PENELITIAN. yang terletak di Jalan Taman Cut Mutiah nomor 11, Menteng, Jakarta Pusat III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di Kantor Pemasaran Bersama (KPB) PTPN yang terletak di Jalan Taman Cut Mutiah nomor 11, Menteng, Jakarta Pusat 10330.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN Tinjauan Pustaka Tanaman bawang merah diyakini berasal dari daerah Asia Tengah, yakni sekitar Bangladesh, India, dan Pakistan. Bawang merah dapat

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Saluran Pemasaran Cabai Rawit Merah Saluran pemasaran cabai rawit merah di Desa Cigedug terbagi dua yaitu cabai rawit merah yang dijual ke pasar (petani non mitra) dan cabai

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 23 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teori Dasar Perdagangan Internasional Teori perdagangan internasional adalah teori yang menganalisis dasardasar terjadinya perdagangan internasional

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada tiga desa di Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur yaitu Desa Ciherang, Cipendawa, dan Sukatani. Pemilihan lokasi dilakukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara umum pemasaran adalah proses aliran barang yang terjadi di dalam pasar.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara umum pemasaran adalah proses aliran barang yang terjadi di dalam pasar. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tataniaga Pertanian Secara umum pemasaran adalah proses aliran barang yang terjadi di dalam pasar. Pemasaran adalah kegiatan mengalirkan barang dari produsen ke konsumen akhir

Lebih terperinci

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Saluran Tataniaga Saluran tataniaga sayuran bayam di Desa Ciaruten Ilir dari petani hingga konsumen akhir melibatkan beberapa lembaga tataniaga yaitu pedagang pengumpul

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Pengertian Usahatani Rifai (1973) dalam Purba (1989) mendefinisikan usahatani sebagai pengorganisasian dari faktor-faktor produksi alam, tenaga kerja, modal dan manajemen,

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengumpulan Data

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengumpulan Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret April 2012 di Desa Paya Besar, Kecamatan Payaraman, Kabupaten Ogan Ilir, Provinsi Sumatera Selatan. Pemilihan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Kepiting adalah binatang crustacea. Hewan yang dikelompokkan ke dalam Filum Athropoda, Sub Filum Crustacea, Kelas Malacostraca, Ordo Decapoda, Suborder Pleocyemata

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Kabupaten Brebes merupakan daerah sentra produksi bawang merah di Indonesia, baik dalam hal luas tanam, luas panen, produksi dan produktivitas per

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Teori Produksi Produksi adalah suatu kegiatan yang mengubah input menjadi output. Kegiatan tersebut dalam ekonomi biasa dinyatakan dalam fungsi produksi. Terdapat berbagai

Lebih terperinci

Lanjutan Pemasaran Hasil Pertanian

Lanjutan Pemasaran Hasil Pertanian Lanjutan Pemasaran Hasil Pertanian BIAYA, KEUNTUNGAN DAN EFISIENSI PEMASARAN 1) Rincian Kemungkinan Biaya Pemasaran 1. Biaya Persiapan & Biaya Pengepakan Meliputi biaya pembersihan, sortasi dan grading

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. untuk mengelola faktor-faktor produksi alam, tenaga kerja, dan modal yang

III. METODE PENELITIAN. untuk mengelola faktor-faktor produksi alam, tenaga kerja, dan modal yang 46 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Gapoktan Bunga Wortel Desa Citeko, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Penetuan lokasi penelitian

Lebih terperinci

PEMBENTUKAN HARGA CABAI MERAH KERITING

PEMBENTUKAN HARGA CABAI MERAH KERITING PEMBENTUKAN HARGA CABAI MERAH KERITING (Capsicum annum L) DENGAN ANALISIS HARGA KOMODITAS DI SENTRA PRODUKSI DAN PASAR INDUK (Suatu Kasus pada Sentra produksi Cabai Merah Keriting di Kecamatan Cikajang,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Pasar Hewan Desa Suka Kecamatan. Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder yang bersifat

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Pasar Hewan Desa Suka Kecamatan. Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder yang bersifat METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Pasar Hewan Desa Suka Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2017 sampai April 2017.

Lebih terperinci

VII ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR

VII ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR VII ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR 7.1. Analisis Struktur Pasar Struktur pasar nenas diketahui dengan melihat jumlah penjual dan pembeli, sifat produk, hambatan masuk dan keluar pasar,

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Penentuan Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Cigudeg, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja (purposive), dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pupuk Bersubsidi Pupuk bersubsidi ialah pupuk yang pengadaanya dan penyalurannya mendapat subsidi dari pemerintah untuk kebtuhan petani yang dilaksanakan atas dasar program

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Pola Distribusi Pemasaran Cabai Distribusi adalah penyampaian aliran barang dari produsen ke konsumen atau semua usaha yang mencakup kegiatan arus barang

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN SAYURAN DATARAN TINGGI KABUPATEN KARO PROVINSI SUMATERA UTARA

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN SAYURAN DATARAN TINGGI KABUPATEN KARO PROVINSI SUMATERA UTARA Evi Naria ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN SAYURAN DATARAN TINGGI KABUPATEN KARO PROVINSI SUMATERA UTARA Efendi H. Silitonga Staf Pengajar Universitas Katolik Santo Thomas Sumatera Utara Medan Abstract North

Lebih terperinci

4 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data Teknik Pengumpulan Data

4 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data Teknik Pengumpulan Data 21 4 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di daerah sentra produksi karet rakyat di Provinsi Jambi. Lokasi yang dipilih yaitu Kabupaten Batanghari dan Kabupaten Bungo.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Petani buah naga adalah semua petani yang menanam dan mengelola buah. naga dengan tujuan memperoleh keuntungan maksimum.

III. METODE PENELITIAN. Petani buah naga adalah semua petani yang menanam dan mengelola buah. naga dengan tujuan memperoleh keuntungan maksimum. 26 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Konsep dasar dan batasan operasional mencakup semua pengertian yang digunakan untuk memperoleh data yang akan dianalisis sesuai dengan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada kelompok tani Suka Tani di Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, propinsi Jawa Barat. Penentuan lokasi

Lebih terperinci

ANALISIS TATANIAGA BERAS

ANALISIS TATANIAGA BERAS VI ANALISIS TATANIAGA BERAS Tataniaga beras yang ada di Indonesia melibatkan beberapa lembaga tataniaga yang saling berhubungan. Berdasarkan hasil pengamatan, lembagalembaga tataniaga yang ditemui di lokasi

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Usahatani Ilmu Usahatani biasanya diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumberdaya yang ada secara

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Komoditi Kubis 2.2. Sistem Tataniaga dan Efisiensi Tataniaga

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Komoditi Kubis 2.2. Sistem Tataniaga dan Efisiensi Tataniaga II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Komoditi Kubis Kubis juga disebut kol dibeberapa daerah. Kubis merupakan salah satu komoditas sayuran unggulan pada sektor agribisnis yang dapat memberikan sumbangan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Mei sampai Juni 2013 di Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan. PPN Pekalongan berada dipantai utara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka Sawi adalah sekelompok tumbuhan dari marga Brassica yang dimanfaatkan daun atau bunganya sebagai bahan pangan (sayuran),

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Pengumpulan Data

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Pengumpulan Data IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Gunung Mulya Kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Analisis Usahatani dan Pemasaran Kembang Kol

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Analisis Usahatani dan Pemasaran Kembang Kol II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Analisis Usahatani dan Pemasaran Kembang Kol Karo (2010) melakukan penelitian mengenai analisis usahatani dan pemasaran kembang kol di Kelompok Tani Suka Tani, Desa Tugu Utara,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Rakyat 2.1.1 Pengertian Hutan Rakyat Hutan secara singkat dan sederhana didefinisikan sebagai suatu ekosistem yang didominasi oleh pohon. Penekanan hutan sebagai suatu

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 49 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan selama 6 (enam) bulan, sejak bulan Mei hingga Oktober 2011. Penelitian dilaksanakan di tujuh (7) pasar (Lampiran 2a dan 2b),

Lebih terperinci

HUBUNGAN SALURAN TATANIAGA DENGAN EFISIENSI TATANIAGA CABAI MERAH

HUBUNGAN SALURAN TATANIAGA DENGAN EFISIENSI TATANIAGA CABAI MERAH HUBUNGAN SALURAN TATANIAGA DENGAN EFISIENSI TATANIAGA CABAI MERAH (Capsicum annuum SP.) (Kasus : Desa Beganding, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo) Masyuliana*), Kelin Tarigan **) dan Salmiah **)

Lebih terperinci

11. KERANGKA PEMIKIRAN

11. KERANGKA PEMIKIRAN 11. KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Tinjauan Teoritis 2.1.1. Pemasaran Pemasaran adalah semua kegiatan penyediaan barang atau jasa yang tepat kepada konsumen pada waktu, tingkat harga serta komunikasi dan promosi

Lebih terperinci

Kinerja Pasar Komoditas Pertanian

Kinerja Pasar Komoditas Pertanian 8 informal kelompok yang mempengaruhi daya tawar dan ketersedian informasi harga serta dampaknya pada harga yang berlaku. Analisis berikutnya yaitu mekanisme penentuan harga, faktor yang mempengaruhi penetapan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Kertawangi, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat. Pemilihan lokasi tersebut sebagai lokasi penelitian

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN. Indonesia. Bawang merah bagi Kabupaten Brebes merupakan trademark

BAB 1. PENDAHULUAN. Indonesia. Bawang merah bagi Kabupaten Brebes merupakan trademark BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kapupaten Brebes merupakan sentra produksi bawang merah terbesar di Indonesia. Bawang merah bagi Kabupaten Brebes merupakan trademark mengingat posisinya sebagai

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Tataniaga Pertanian Menurut Limbong dan Sitorus (1985), tataniaga pertanian adalah segala kegiatan dan usaha yang berhubungan dengan perpindahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Sawi adalah sayuran terpenting dalam spesies ini. Tanaman ini dikenal sebagai petsai (bahasa Mandarin, yang berarti sayuran putih), dan di AS dikenal sebagai

Lebih terperinci

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. Melinjo (Gnetum gnemon, L.) termasuk tumbuhan berbiji terbuka

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. Melinjo (Gnetum gnemon, L.) termasuk tumbuhan berbiji terbuka II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjuan Pustaka 1. Tanaman Melinjo Melinjo (Gnetum gnemon, L.) termasuk tumbuhan berbiji terbuka (Gymnospermae), dengan tanda-tanda : bijinya tidak terbungkus daging tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian memegang peranan penting dalam pembangunan nasional. Hal ini didasarkan pada kesadaran bahwa negara Indonesia adalah negara agraris yang harus melibatkan

Lebih terperinci

SISTEM PEMASARAN CABAI RAWIT MERAH (Capsicum frutescens) DI DESA CIGEDUG KECAMATAN CIGEDUG KABUPATEN GARUT

SISTEM PEMASARAN CABAI RAWIT MERAH (Capsicum frutescens) DI DESA CIGEDUG KECAMATAN CIGEDUG KABUPATEN GARUT SISTEM PEMASARAN CABAI RAWIT MERAH (Capsicum frutescens) DI DESA CIGEDUG KECAMATAN CIGEDUG KABUPATEN GARUT SKRIPSI ASMAYANTI H34080034 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Saluran Pemasaran, dan Fungsi Pemasaran Saluran pemasaran jagung menurut Soekartawi (2002) merupakan aliran barang dari produsen kepada konsumen. Saluran pemasaran jagung

Lebih terperinci

Saluran dan Marjin Pemasaran cabai merah (Capsicum annum L)

Saluran dan Marjin Pemasaran cabai merah (Capsicum annum L) Saluran dan Marjin Pemasaran cabai merah (Capsicum annum L) Benidzar M. Andrie 105009041 Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi BenizarMA@yahoo.co.id Tedi Hartoyo, Ir., MSc.,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. ke konsumen membentuk suatu jalur yang disebut saluran pemasaran. Distribusi

BAB III METODE PENELITIAN. ke konsumen membentuk suatu jalur yang disebut saluran pemasaran. Distribusi 27 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Dalam memasarkan suatu produk diperlukan peran lembaga pemasaran yang akan membentuk suatu jalur yang disebut saluran pemasaran. Untuk mengetahui saluran

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Komoditas Bawang Merah

TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Komoditas Bawang Merah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Komoditas Bawang Merah Bawang merah merupakan salah satu komoditas hortikultura yang merupakan anggota Allium yang paling banyak diusahakan dan memiliki nilai ekonomis

Lebih terperinci

SISTEM PEMASARAN BERAS DI KECAMATAN CIBEBER, KABUPATEN CIANJUR

SISTEM PEMASARAN BERAS DI KECAMATAN CIBEBER, KABUPATEN CIANJUR SISTEM PEMASARAN BERAS DI KECAMATAN CIBEBER, KABUPATEN CIANJUR Alexandro Ephannuel Saragih 1), dan Netti Tinaprilla 2) 1,2) Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor

Lebih terperinci

Agriekonomika, ISSN ANALISIS INTEGRASI PASAR BAWANG MERAH DI KABUPATEN PAMEKASAN

Agriekonomika, ISSN ANALISIS INTEGRASI PASAR BAWANG MERAH DI KABUPATEN PAMEKASAN e ISSN 2407-6260 April 2013 ANALISIS INTEGRASI PASAR BAWANG MERAH DI KABUPATEN PAMEKASAN Siti Sumaiyah Slamet Subari Aminah Happy M.Ariyani Prodi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BPS. 2012

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BPS. 2012 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cabai merupakan salah satu komoditas hortikultura yang dibutuhkan dan dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Menurut Direktorat Jenderal Hortikultura (2008) 1 komoditi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka Pada umumnya semua tanaman dapat diusahakan secara organik karena pada mulanya tanaman tumbuh secara alami, tanpa tambahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. membangun, dimana 80% penduduknya bermatapencaharian pokok di sektor

I. PENDAHULUAN. membangun, dimana 80% penduduknya bermatapencaharian pokok di sektor I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara yang sedang berkembang atau membangun, dimana 80% penduduknya bermatapencaharian pokok di sektor pertanian. Sektor pertanian merupakan

Lebih terperinci

Desa Cigugur Girang, Kecamatan Parongpong, Kabupaten Bandung, Jawa bawah bimbingan ARIF IMAM SUROSO).

Desa Cigugur Girang, Kecamatan Parongpong, Kabupaten Bandung, Jawa bawah bimbingan ARIF IMAM SUROSO). HERU SURAWlAT WIDIA. Analisis Saluran Pemasaran Paprika Hidroponik di Desa Cigugur Girang, Kecamatan Parongpong, Kabupaten Bandung, Jawa Barat @i bawah bimbingan ARIF IMAM SUROSO). Pengembangan agribisnis

Lebih terperinci

4. METODOLOGIPENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian. Jenis dan Sumber Data. Metode Penentuan Responden

4. METODOLOGIPENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian. Jenis dan Sumber Data. Metode Penentuan Responden 27 4. METODOLOGIPENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Provinsi Jawa barat karena merupakan salah satu sentra produksi jagung di Indonesia (BPS, 2013). Pengumpulan data dilakukan

Lebih terperinci

TATANIAGA PERTANIAN (lanjutan) OLEH : NOVINDRA DEP. EKONOMI SUMBERDAYA & LINGKUNGAN

TATANIAGA PERTANIAN (lanjutan) OLEH : NOVINDRA DEP. EKONOMI SUMBERDAYA & LINGKUNGAN TATANIAGA PERTANIAN (lanjutan) OLEH : NOVINDRA DEP. EKONOMI SUMBERDAYA & LINGKUNGAN Analisis Tataniaga Pertanian Pendekatan Fungsi (The Functional Approach) Pendekatan Kelembagaan (The Institutional Approach)

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kerangka Teoritis Kelayakan Usahatani

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kerangka Teoritis Kelayakan Usahatani 6 2.1 Kerangka Teoritis 2.1.1 Kelayakan Usahatani II. TINJAUAN PUSTAKA Menurut Soeharjo dkk (1973) dalam Assary (2001) Suatu usahatani dikatakan layak atau berhasil apabila usahatani tersebut dapat menutupi

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk

III. METODOLOGI PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk III. METODOLOGI PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk memperoleh data dan melakukan analisis sehubungan dengan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PENELITIAN

III. KERANGKA PENELITIAN 23 III. KERANGKA PENELITIAN 3.1 Teori Harga Harga merupakan sinyal utama yang menjadi arah bagi pengambilan keputusan produsen, konsumen dan dan pelaku pemasaran dalam pasar. Menurut Kohls & Uhl (2002),

Lebih terperinci