Metode Lattice-Boltzmann, Aplikasi pada Kasus Difusi Kalor. Abstract

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Metode Lattice-Boltzmann, Aplikasi pada Kasus Difusi Kalor. Abstract"

Transkripsi

1 AIP/123-QED Metode Lattice-Boltzmann, Aplikasi pada Kasus Difusi Kalor Ridho Muhammad Akbar Departemen Fisika, Institut Teknologi Bandung, Indonesia (Dated: December 9, 2015) Abstract Abstrak - Metode Lattice-Boltzmann adalah metode penyelesaian kasus fenomena transfer menggunakan cara pandang mesoskopik, melihat sistem secara statistik menggunakan fungsi distribusi. Pada tlisan ini, metode Lattice-Boltzmann digunakan untuk menyelesaikan fenomena transfer paling sederhana yaitu fenomena difusi kalor. Simulasi dilakukan dalam 1D dan 2D menggunakan model D1Q2 dan D2Q9. Simulasi menunjukkan bahwa metode Lattice-Boltzmann memberikan hasil yang cocok dengan solusi analitik dan solusi numerik menggunakan metode beda hingga finite difference. ridho.akbar@s.itb.ac.id 1

2 I. PENDAHULUAN Ada dua jenis metode pendekatan umum yang digunakan dalam simulasi fenomena transfer, baik itu transfer kalor, transfer massa, maupun transfer momentum. Kedua jenis metode tersebut adalah metode disrit dan metode kontinum. Pada pendekatan kontinum, sistem, misalnya fluida, dianggap sebagai benda yang kontinu walaupun sebenarnya jarak antar sati partikel fluida dengan molekul fluida yang lain sangat besar dibandingkan dengan ukuran molekul itu sendiri. Persamaan diferensial dapat diselesaikan dengan mengaplikasikan kekekalan energi, massa, dan momentum pada suatu area kecil (infinitesimal) yang kita sebut dengan kontrol volume. Karena akan sangat sulit untuk menyelesaikan persamaan diferensial secara langsung, maka digunakanlah skema-skema penyelesaian seperti finite volume, finite difference, atau finite element untuk mengonversi persamaan diferensial menjadi persamaan aljabar yang mudah diselesaikan. Pada metode kontinum, hal pertama yang dilakukan adalah mendefinisikan persamaan diferensial yang menjelaskan keadaan sistem. Kemudian dilakukan diskritisasi daerah domain penyelesaian menjadi grid atau elemen. Besaran-besaran fenomenologi seperti temperatur, massa jenis, dan sebagainya direpresentasikan pada setiap grid dan bervariasi secara linier antara grid satu dengan grid yang lain. Pendekatan kontinum menyelesaikan sistem secara makroskopis. Kita dapat pandang bahwa nilai besaran tersebut sebagai nilai ratarata semua partikel yang ada di dalam grid tersebut. Masalah yang dijumpai pada metode ini adalah sulitnya menemukan solusi untuk sistem-sistem dengan geometri yang kompleks atau dengan syarat-syarat batas yang kompleks. Di sisi lain, pendekatan diskrit melihat sistem sebagai kumpulan partikel yang berinteraksi satu sama lain. Dengan demikian, kita diharuskan mendefinisikan gaya-gaya yang bekerja tiap partikel dan menyelesaikan hukum II Newton untuk mengetahui posisi dan kecepatan partikel. Pada metode ini, kita tidak bisa mendapatkan nilai besaran fenomenologi secara langsung namun dapat dihitung dari posisi dan kecepatan partikel. Misalnya, besaran temperatur berhubungan dengan energi kinetik rata-rata pertikel yang tidak lain adalah massa partikel dikalikan dengan setengah dari kuadrat kecepatan rata-rata pertikel. Begitu juga dengan besaran lain seperti tekanan, massa jenis, konsentrasi, dan sebagainya. Simulasi ini disebut dengan Molecular Dynamics (MD) dan melihat sistem secara mikroskopis kemudian menerjemahkannya menjadi besaran-besaran fenomenologi (makroskopis) melalui 2

3 mekanika statistik. Metode MD menjawab kekurangan-kekurangan yang dialami oleh metode kontinum. Karena MD berangkat dari persaman yang paling fundamental, hukum II Newton, dan melihat keadaan masing-masing partikel dalam sistem. maka kerumitan geometri dan syarat batas bukanlah masalah. MD bahkan dapat menangani sistem multifasa dengan atau tanpa transisi fasa dengan baik. Namun kelemahan dari MD adalah biaya komputasi yang panjang, baik waktu komputasi maupun memori. Bayangkan saja, dalam satu mol gas saja terdapat partikel dan harus dihitung interaksi antar satu partikel dengan masing-masing partikel yang lain. Muncul pula pertanyaan pada metode MD, untuk mengetahui keadaan makroskopis suatu sistem apakah perlu ktia mengetahui keadaan mikroskopis seluruh partikel penyusunnya? Muncul sebagai alternatif, metode Lattice-Boltzmann (LBM) memandang sistem di antara skala mikroskopis dan makroskopis. LBM tidak memandang sistem sebagai benda yang kontinum, tidak juga memperhitungkan sifat-sifat setiap partikel, melainkan memperhatikan sifat kolektif beberapa partikel sebagai suatu kesatuan yang direpresentasikan dengan fungsi distribusi. Setiap grid pada domain penyelesaian memiiki fungsi distribusi yang berbedabeda yang merepresentasikan keadaan mikroskopis kolektif pada grid tersebut dan dapat ditransformasi sehingga dapat dihitung nilai besaran makroskopisnya. Cara pandang ini dikenal dengan istilah pendekatan mesoskopis (di antara makroskopis dan mikroskopis). Gambar 1. Ilustrasi perbandingan cara pandang sistem untuk metode kontinum (kiri), LBM (tengah), dan MD (kanan). Pada metode kontinum sistem dianggap sebagai benda yang kontinu sehingga solusi ada di semua grid tanpa mempertahikan tingkah laku masing-masing partikel. Pada metode LBM, tingkah laku partikel di setiap grid diperhitungkan secara kolektif sebagai fungsi distribusi. Pada metode MD, tingkah laku setiap partikel diperhitungkan. 3

4 II. METODE LATTICE-BOLTZMANN Kebanyakan fenonema transfer dideskripsikan secara matematis melalui persamaan diferensial parsial, misalnya persamaan Navier-Stokes pada kasus aliran fluida. Karena LBM tidak menyelesaikan sistem secara makroskopis, maka kita tidak perlu menyelesaikan persamaan Navier-Stokes (pada kasus aliran fluida) melainkan menyelesaikan persamaan transfer Boltzmann (Boltzmann Transport Equatoin). A. Persamaan Transfer Boltzmann Ludwig Eduard Boltzmann, fisikawan Austria yang terkena dengan inovasinya dalam mekanika statistik menyatakan bahwa setiap sistem dapat dideskripsikan secara statistik melalui fungsi distribusi f(r, c, t), jumlah partikel dengan kecepatan antara c dan c + dc di antara posisi r dan r + dr dalam rentang waktu t sampai t + dt pada suatu asembli. Ketika gaya external F diberikan pada sistem, kita dapat menyatakan fungsi distribusinya menjadi; f(r+cdt, c+ F dt, t+dt) dengan m adalah massa partikel. Jika tidak ada tumbukan m antar partikel maka tidak akan ada perubahan jumlah partikel pada interval keadaan drdc. Kita dapat tuliskan sebagai; f(r + cdt, c + F dt, t + dt)drdc f(r, c, t)drdc = 0 (1) m Akan tetapi, tentu saja tumbukan terjadi antar partikel sehingga ruas kanan pada persamaan (1) diganti dengan operator tumbukan Ω(f) yang menyatakan laju perubahan fungsi distribusi per satuan waktu. Persamaan 1 dapat ditulis kembali menjadi; f(r + cdt, c + F dt, t + dt)drdc f(r, c, t)drdc = Ω(f)drdcdt (2) m bagi kedua ruas dengan drdcdt didapat; atau dapat kita tulis menjadi; df dt = f r c + f F c m + f t f t + c f + F m f c = Ω(f) (3) = Ω(f) (4) Persamaan 4 adalah persamaan transfer Boltzmann yang perlu diselesaikan untuk mendapatkan solusi dari kasus fenomena transfer. Keindahan dari metode Lattice-Boltzmann 4

5 ini adalah pada kesederhanaan persamaan yang digunakan. Hanya dengan menggunakan persamaan transfer Boltzmann tersebut kita dapat menyelesaikan berbagai sistem fenomena transfer yang kompleks. B. Aproksimasi BGKW Dibalik kesederhanaan persamaan transfer Boltzmann, permasalahan timbul pada operator Ω(f) dimana sulit menentukan ekspresi eskplisit untuk operator tersebut. Akan tetapi pada tahun 1954, empat orang fisikawan, Bhatnagar, Gross, Krook, dan Welander (independen di tempat yang berbeda) memperkenalkan ekspresi untuk menyatakan operator Ω(f) yang kemudian dikenal dengan nama Approksimasi BGKW; Ω(f) = ω(f eq f) = 1 τ (f eq f) (5) dimana τ disebut sebagai waktu relaksasi. Besaran τ inilah yang menjadi jembatan antara dunia makroskopis (fenomenologi) dan dunia mikroskopis. Variabel f eq adalah fungsi distribusi equilibrium yang tidak lain adalah fungsi distribusi Maxwell-Boltzmann untuk kasus klasik. Aproksimasi tersebut terbukti sangat baik saat dicoba dalam kasus-kasus fenomean transfer partikel-partikel klasik. Dengan approksimasi ini, maka persamaan (4) dapat ditulis kembali menjadi; f t + c f + F m f c = 1 τ (f eq f) (6) Ide dari LBM adalah menyelesaikan persamaan (6) melalui dua tahap, collision/tumbukan dan streaming/aliran. Tahap tumbukkan adalah proses mencari fungsi distribusi equilibrium baru sedangkan proses aliran adalah proses perambatan fungsi distribusi ke grid berikutnya sesuai dengan arah rambat yang didefinisikan. Kedua tahap ini dilakukan di setiap selang waktu sampai batas waktu atau iterasi tertentu. C. Fungsi Distribusi Equilibrium Untuk suatu sistem partikel dengan densitas ρ yang berada dalam suatu medium dengan kecepatan makroskipis v (kecepatan rata-rata tiap partikel), maka distribusi kecepatan tiap partikel ( c) dalam sistem tersebut memenuhi distribusi Maxwell-Boltzmann; [ ] f eq n ( c v) 2 ( c) = exp (2πθ) 2/3 2θ 5 (7)

6 dimana θ = kt, T adalah temperatur dan k adalah konstanta Boltzmann. Persamaan tersebut dapat ditulis kembali menjadi; [ ] f eq n [ c 2 ] ( c) = (2πθ) exp c v v 2 exp 3/2 2θ 2θ Mengingat expansi Taylor untuk fungsi e x ; (8) e x = 1 + x + x2 2 + x xn n! kita dapat tulis persamaan (8) menjadi; f eq n [ c 2 ] [ ] ( c) = (2πθ) exp c v v ( c v v2 ) 2 + 3/2 2θ 2θ 8θ 2 (9) (10) dengan mengabaikan suku v n untuk n > 2, maka persamaan (10) dapat disusun kembali menjadi; f eq ( c) = n [ c 2 ] ][A (2πθ) exp + B( c v) + C( c v) 2 + Dv 2 3/2 2θ dimana A, B, C,dan D adalah konstanta yang harus dihitung berdasarkan sistem yang ditinjau. Densitas n ternyata dapat dipandang sebagai suatu fungsi skalar yang mendeskripsikan keadaan makroskopis sistem, misalnya densitas massa (massa jenis), densitas energi (temperatur), densitas populasi (konsentrasi), dan sebagainya tergantung sistem yang ditinjau. [ ] Kemudian, komponen 1/(2πθ) 3/2 exp c 2 /2θ dapat kita pandang sebagai suatu fungsi bobot yang bergantung pada kecepatan, misal w( c). pada persamaan (11) untuk setiap arah vektor menjadi; ] f eq ( c) = Φw( c) [A + B( c v) + C( c v) 2 + Dv 2 (11) Kita dapat melakukan diskritisasi dimana Φ adalah fungsi skalar (besaran makroskopis) dan w i adalah fungsi bobot. (12) III. ALGORITMA DAN PEMROGRAMAN A. Diskritisasi Persamaan Transfer Boltzmann Sebelum mengaplikasikan persamaan (6) dalam program komputer, kita perlu melakukan diskritisasi terlebih dahulu. Dalam kasus difusi dimana tidak ada gaya eksternal yang bek- 6

7 erja, maka persamaan (6) dapat didiskritisasi sebagai berikut; f k (x, t + t) f k (x, t) t + c k fk(x + x, t + t) f k (x, t + t) x = 1 τ [ f k (x, t) f eq k (x, t) ] Diketahui bahwa x = c k t maka persamaan (13) dapat ditulis kembali menjadi; (13) f k (x + x, t + t) = f k (x, t) [ 1 ω ] + ωf eq k (x, t) (14) dimana ω = t/τ disebut dengan frekuensi tumbukan. Dalam LBM, persamaan (14) diselesaikan melalui dua tahap yaitu tumbukkan dan aliran. Tahap tumbukkan dapat ditulis sebagai; f k (x, t + t) = f k (x, t) [ 1 ω ] + ωf eq k (x, t) (15) yang dapat dipandang sebagai proses mencari fungsi equilibrium baru. Sementara proses aliran dapat ditulis sebagai; f k (x + x, t + t) = f k (x, t + t) (16) Fungsi distribusi equilibrium (12) sendiri dapat ditulis dalam bentuk diskrit menjadi; ] = Φw k [A + B(c k v) + C(c k v) 2 + Dv 2 (17) f eq k kita pilih w k sedemikian sehingga k w k = 1. Dapat ditunjukkan dengan menggunakan integral Gauss dari persamaan (7) bahwa hubungan antara besaran makroskopis dan mesoskopis memenuhi hubungan; f k = Φ (18) k f k c k = Φ v (19) k B. Model Kecepatan Persamaan menyatakan probabilitas partikel mengalir pada arah k dengan kecepatan c k. Pada LBM, beberapa jumlah kemungkinan arah kecepatan ditentukan dan biasa dinyatakan dalam dimbol DmQn (m dimensi dengan n kemungkinan arah kecepatan). Dalam tulisan ini, akan ditinjau model kecepatan D1Q2 untuk menyelesaikan kasus difusi 1D dan D2Q9 untuk menyelesaikan kasus 2D. Banyak model-model kecepatan lain yang dapat digunakan untuk menyelesaikan kasus-kasus fenomena transfer. 7

8 Gambar 2. Model kecepatan D2Q9 (a) dan model kecepatan D1Q2 (b). Pada model D2Q9, arah no.9 adalah keadaan partikel tidak bergerak, yang tidak ada pada model D1Q2. Dapat pula dibuat model D1Q3 dan mempertimbangkan partikel diam untuk kasus 1D, namum model D1Q2 sudah cukup baik menyelesaikan kasus difusi 1D. Nilai w k untuk masing-masing arah kecepatan pada model D2Q9 adalah; w k = 4/9; k = 9 (20) w k = 1/9; k = 1, 2, 3, 4 (21) w k = 1/36; k = 5, 6, 7, 8 (22) sementara untuk model D1Q2, nilai w k nya adalah; w k = 1/2; k = 1, 2 (23) Gambar 3 menunjukkan ilustrasi proses aliran fungsi distribusi (persamaan (16)) dalam 1D sesuai dengan model kecepatan D1Q2. Gambar 3. Ilustrasi proses aliran 1D. f 1 mengalir ke arah kanan dan f 2 mengalir ke arah kiri sesuai dengan model kecepatan pada Gambar 2 8

9 Gambar 4. Diagram Alir metode LBM. Nomor di dalam tanda kurung menyatakan nomor persamaan yang digunakan dalam proses yang bersangkutan. Untuk tahap syarat batas akan dibahas pada bagian berikutnya C. Diagrm Alir Algoritma Gambar 4 menunjukkan diagram alir metode LBM untuk menyelesaikan kasus-kasus fenomena transfer. Algoritma LBM terlihat sangat sederhana dan mudah diaplikasikan untuk berbagai kasus, meskipun dalam geometri yang rumit. Pada bagian berikutnya, diagram alir ini akan diaplikasikan dalam penyelesaian kasus difusi termal dalam 1D dan 2D. IV. STUDI KASUS PERSAMAAN DIFUSI Persamaan difusi termal dinyatakan sebagai beriku; ρc T t = (k T ) (24) 9

10 dimana T, ρ, C, k masing-masing adalah temperatur, massa jenis, kalor jenis, dan konduktifitas medium. Jika ρ, C dan k konstan, maka persamaan (24) menjadi; dimana α adalah difusifitas termal medium. T t = α 2 T (25) Kita tidak akan menyelesaikan persamaan difusi (25) secara langsung, melainkan melalui persamaan (13) dimana besaran α terkait dengan besaran τ melalui hubungan; ( α = ( x)2 τ 1 ) td 2 dimana x adalah ukuran partisi bidang (ukuran grid), t adalah ukuran partisi waktu (selang waktu), dan D adalah dimensi sistem yang ditinjau. Misalka untuk model kecepatan D2Q9 maka D = 2 dan D = 1 untuk model kecepatan D1Q2. Hubungan antara α (besaran makroskopis) dengan τ (besaran mikroskopis) ini dapat ditunjukkan melalui expnasi Chapman-Enskog yang tidak dijelasakan dalam tulisan ini. Pada tulisan ini, semua simulasi dilakukan dengan menetapkan nilai α = 0.25, Pada kasus difusi, tidak ada perpindahan massa dari medium, artinya medium tidak bergerak dan suku-suku yang mengandung kecepatan pada persamaan (17) bernilai nol. Sehingga fungsi distribusi equilibrium untuk kasus difusi adalah; (26) f eq k = Aw kφ (27) persamaan (27) harus memenuhi persamaan (18) sehingga kita dapatkan nilai A = 1. Setiap persoalan sistem fisis memiliki syarat batas yang berbeda-beda. Pada sub bagian berikut akan dibahas beberapa permasalahan sistem fisis beserta syarat-syarat batasnya. Perlu dicatat bahwa semua besaran yang digunakan dalam tulisan ini tidak memiliki satuan (dimensionless unit). Hal ini biasa digunakan pada simulasi-simulasi fisika, transformasi sederhana dapat digunakan untuk mengonversi dimensionless unit tersebut menjadi satuan fisis yang berarti. Namun bagaimanapun, tujuan dari tulisan ini hanyalah untuk menunjukkan bahwa LBM dapat digunakan untuk menyelesaikan persamaan difusi, sehingga transformasi demikian tidak dilakukan dalam tulisan ini. A. Difusi 1D, Syarat Batas Temperatur Konstan (Syarat batas Dirichlet) Anggaplah ada suatu batang dengan panjang 100 unit dengan temperatur mula-mula 0. Pada waktu t = 0 sisi kanan batang dihubungkan dengan suatu reservoir panas dengan 10

11 Gambar 5. Kasus Difusi 1D dengan syarat batas temperatur konstan temperatur konstan 1. Kasus ini ditunjukkan oleh Gambar 5. Misalkan nilai α = 0.25, maka dengan LBM akan kita tentukan distribusi temperatur sepanjang batang. Pada sisi kiri (x = 0), nilai f eq 1 (0) = w 1 T w = 0.5T w dan f eq 2 (0) = w 2 T w = 0.5T w. Nilai f 2 (0) dapat diketahui dari proses aliran, sehingga nilai f 1 (0) harus kita tentukan. Diketahui bahwa T (0) = f 1 (0) + f 2 (0) = T w maka kita dapatkan; f 1 (0) = T w f 2 (0). Pada sisi kanan (x = N), nilai f eq 1 (N) = f eq 2 (N) = 0.5T (N) = 0. Nilai f 1 (N) dapat diketahui dari proses streaming, sehingga nilai f 2 (N) perlu kita tentukan. yang sama dengan sebelumnya kita dapatkan bahwa f 2 (N) = f 1 (N). Dengan cara B. Difusi 1D, Syarat Batas Adiabatik (Syarat Batas Neumann) Persoalan yang sama seperti kasus 1, namun sisi kanan batang ditutup dengan isolator sehingga ujung kanan batang bersifat adiabatik, tidak ada kalor yang keluar atau masuk dari batang, seperti digambarkan pada Gambar 6. Hukum Fourier tentang transfer kalor menyatakan bahwa flux kalor berbanding lurus dengan gradien temperatur; q = k T x = k T i T i 1 x (28) pada kondisi adiabatik, tidak ada transfer kalor sehingga didapatkan T i = T i 1 atau pada kasus kedua ini, T (N) = T (N 1). Karena T (N) = f 1 (N) + f 2 (N) dan f 1 (N) = f 1 (N 1) (proses aliran) maka dapat kita simpulkan bahwa f 2 (N) = f 2 (N 1). Gambar 6. Kasus Difusi 1D dengan syarat batas adiabatik 11

12 C. Difusi 2D pada Plat Persegi Pada kasus ini, kita tinjau peristiwa difusi 2D pada pelat persegi. Misalkan sebuah pelat persegi seperti pada Gambar 7. Dua variasi akan ditinjau pada kasus ini. Pertama adalah apabila semua sisi pelat dibuat memiliki temperatur konstan seperti pada Gambar 7(a). Variasi kedua adalah sisi selatan pelat dibuat adiabatik dengan menempelkannya pada isolator seperti gambar 7(b). Gambar 7. Kasus Difusi 2D dengan syarat batas (a) temperatur konstan di semau sisi, syarat batas Dirichlet, dan (b) salah satu sisi dibuat adiabatik, syarat batas Neumann. Untuk kasus (a), kita dapat menggunakan prinsip yang sama seperti yang kita lakukan pada kasus difusi 1D dengan syarat batas Dirichlet. Pada sisi barat pelat, f 2, f 3, f 4, f 6, dan f 7 dapat diketahui melalui proses aliran, maka kita perlu menghitung f 1, f 5, dan f 8. Berdasarkan persamaan proses tumbukkan (15) dan aliran (16), kita dapat tuliskan hubungan; f 1 f eq 1 = f 3 f eq 3, f 5 f eq 5 = f 7 f eq 7, dan f 8 f eq 8 = f 6 f eq 6. Kita ketahui bahwa f eq k (x, y) = w kt (x, y). Dari sini, nilai f 1, f 5, dan f 8 dapat dihitung melalui hubungan; f 1 (0, y) = w 1 T W + f 3 (0, y) w 3 T W (29) f 5 (0, y) = w 5 T W + f 7 (0, y) w 7 T W (30) f 8 (0, y) = w 8 T W + f 6 (0, y) w 6 T W (31) dimana index W melambangkan sisi barat (west). Dengan cara yang sama, kita dapatkan persamaan untuk menghitung fungsi distribusi yang tidak diketahui untuk sisi timur, utara, 12

13 dan selatan; f 3 (L x, y) = w 3 T E + f 1 (L x, y) w 3 T E (32) f 7 (L x, y) = w 7 T E + f 5 (L x, y) w 7 T E (33) f 6 (L x, y) = w 6 T E + f 8 (L x, y) w 6 T E (34) f 4 (x, L y ) = w 4 T N + f 2 (x, L y ) w 2 T N (35) f 7 (x, L y ) = w 7 T N + f 5 (x, L y ) w 5 T N (36) f 8 (x, L y ) = w 8 T N + f 6 (x, L y ) w 6 T N (37) f 2 (x, 0) = w 2 T S + f 4 (x, 0) w 4 T S (38) f 5 (x, 0) = w 5 T S + f 7 (x, 0) w 7 T S (39) f 6 (x, 0) = w 6 T S + f 8 (x, 0) w 8 T S (40) Untuk kasus (b), kita harus menentuka syarat batas fungsi distribusi pada sisi selatan sedemikian sehingga perpindahan kalor pada arah sumbu-y sama dengan nol. Kita dapat mengaplikasikan persamaan (28) sehingga didapat hubungan, T (x, 0) = T (x, 1). Karena T (x, y) = i f i(x, y) maka kita mendapat hubungan; i f i(x, 0) = i f i(x, 1). Masuk akal apabila kita mengambil kesimpulan bahwa, f i (x, 0) = f i (x, 1). Untuk fungsi distribusi yang tidak diketahui pada sisi-sisi lain dapat ditentukan dengan cara yang sama dengan kasus (a). D. Difusi 2D pada Channel Pada kasus ini, kita meninjau suatu sistem yang terdiri dari bidang reservoir dan suatu bidang penampungan yang keduanya terhubung oleh suatu channel dengan lebar a seperti pada Gambar 8(a). Perlu diketahui meskipun T pada tulisan ini adalah temperatur, namun pada kenyataannya T bisa berupa fungsi skalar lainnya seperti molaritas gas, densitas elektron, dan zat-zat lain yang dapat mengalami difusi. Bagaimanapun, karena difusi kalor yang sedang kita tinjau, maka kita anggap saja bahwa T adalah temperatur dan bidang penyimpanan yang dimaksud adalah bidang penyimpanan kalor. Artinya, pada kasus ini, ktia mencoba memanaskan pelat di bagian kanan dengan cara menghubungkan pelat tersebut pada reservoir kalor melalui sebuah batang konduktor penghubung. Jika difusi gas yang sedang kita tinjau, maka channel dapat diartikan seba- 13

14 gai selang atau jika difusi elektron yang sedang kita tinjau, maka channel dapat diartikan sebagai kabel atau logam penghantar. Gambar 8. (a)kasus Difusi 2D dari reservoir menuju bidang penampungan melalui channel dengan lebar a dan (b) penyederhanannya Karena reservoir berada dalam keadaan tunak (tidak terjadi perubahan apa-apa pada reservoir), maka sistem dapat disederhanakan menjadi seperti Gambar 8(b). Kita dapat memvariasikan nilai a dan melihat pengaruhnya pada distribusi temperatur di bidang penampungan. Syarat-syarat batas yang digunakan pada kasus ini dapat diturunkan dengan cara yang sama dengan pada kasus difusi 2D pada pelat persegi. V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Difusi 1D, Syarat Batas Temperatur Konstan (Syarat batas Dirichlet) Gambar 9 menunjukkan hasil simulasi difusi panas 1D dengan syarat batas temperatur konstan beserta perbandingan hasil secafa analitik dan secara numerik melalui metode finite difference (FDM). Secara analitik, distribusi temperatur untuk kasus difusi 1D, dengan syarat batas seperti pada kasus yang ditinjau di tulisan ini, pada waktu t yang jauh dari waktu steady state, memenuhi persamaan; ( ) x T (x, t) = T (0, t) erf 2 αt (41) 14

15 dimana; erf(x) = 2 x e t2 dt (42) π 0 Gambar 9. Hasil simulasi LBM untuk difusi 1D dengan syarat batas temperatur konstan pada iterasi ke-100, 2000, dan Solusi analitik dan hasil simulasi dengan Finite Difference Method (FDM) disajikan pula sebagai pembanding. Sementara saat waktu sudah mendekati waktu steady state, maka distribusi temperatur akan memenuhi persamaan linier, yang dapat diturunkan langsung dari persamaan difusi; T (x) = T (0) x 100 (43) Dapat dilihat bahwa solusi yang didapatkan dari LBM dan FDM cocok dengan solusi analitik. 15

16 B. Difusi 1D, Syarat Batas Adiabatik (Syarat batas Neumann) Gambar 10 menunjukkan solusi hasil simulasi untuk kasus kedua. Terlihat bahwa FDM dan LBM menghasilkan solusi yang serupa. Gambar 10. Hasil simulasi LBM dan FDM untuk difusi 1D dengan syarat batas adiabatik pada iterasi ke 100, 2000, dan C. Difusi 2D Pada Plat Persegi Gambar 11 menunjukkan distribusi temperatur di dalam plat setelah iterasi untuk kasus syarat batas temperatur konstan. Terlihat bahwa simulasi LBM dan FDM memberikan hasil yang identik. Perbandingan yang lebih jelas ditunjukkan pada Gambar 12 yang menyajikan profil temperatur sepanjang sumbu-x pada posisi y = L y /2 serta sepanjang sumbu-y pada posisi x = L x /2. 16

17 Gambar 11. Distribusi temperatur setelah iterasi, hasil simulasi (a) LBM dan (b) FDM untuk difusi 2D pada plat persegi dengan syarat batas temperatur konstan Gambar 12. Profil temperatur sepanjang sumbu-x pada posisi y = L y /2 dan sepanjang sumbu-y pada posisi x = L x /2. LBM dan FDM memberikan hasil yang identik. Untuk kasus dengan geometri yang sama namun menggunakan syarat batas Neumann (Adiabatik pada sisi selatan), distribusi temperatur dalam pelat ditunjukkan oleh Gambar 13. Dapat dilihat kembali bahwa metode LBM dan FDM memberikan hasil yang identik. 17

18 Gambar 13. Distribusi temperatur dalam pelat apabila bagian selatan pelat diberi isolator sehingga adiabatik. (a) LBM dan (b) FDM memberikan hasil yang identik. D. Difusi 2D pada Channel) Pada kasus ini, disimulasikan difusi melalui 3 variasi lebar celah a yaitu a = 10, a = 20, dan a = 60. Hasil yang ditunjukkan oleh Gambar 14, Gambar 15, dan Gambar 16. Hasil menunjukkan bahwa semakin besar lebar channel maka proses difusi dari reservoir di sisi kiri menuju pelat di sisi kanan menjadi lebih cepat. Pada iterasi ke-20000, temperatur pelat di sisi kanan berada pada nilai sekitar 0.5 untuk a = 10, 0.65 untuk a = 20 dan 0.85 untuk a = 60. VI. KESIMPULAN Pada tulisan ini telah ditunjukkan bahwa metode Lattice-Boltzmann dapat digunakan untuk menyelesaikan kasus difusi tanpa menyelesaikan secara langsung persamaan difusi melainkan menyelesaikan persamaan Transfer Boltzmann (Boltzmann Transport Equation) yang disesuaikan dengan kasus difusi. Penyelesaian dengan cara pandang yang berbeda ini terbukti sesuai dengan hasil analitik dan memberikan hasil yang identik dengan metode numerik lain yaitu metode beda hingga (Finite Difference Method). Pada umumna, metode Lattice-Boltzmann digunakan dalam menyelesaikan kasus-kasus aliran fluida. Tulisan ini menunjukkan bahwa Lattice-Boltzmann juga dapat digunakan un- 18

19 tuk menyelesaikan persamaan difusi dan tidak menutup kemungkinan untuk aplikasi pada kasus perambatan gelombang (persamaan gelombang), baik gelombang mekanik, gelombang elektrobagnetik, atau penyelesaian persamaan gelombang pada fisika kuantum (Persamaan Schrodinger). Tantangannya adalah menentukan expresi dari fungsi distribusi equilibrium yang sesuai dengan sistem serta menentukan approksimasi yang sesuai untuk operator tumbukan dimana approksimasi BGKW mungkin tidak relevan, misalnya, untuk fenomena kuantum. VII. PERNYATAAN Penulis mengucapkan terima kasih pada Prof. Umar Fauzi dari kelompok penelitian Fisika Batuan Departemen Fisika Institut Teknologi Bandung atas diskusi yang bermanfaat. Bagi pembaca, simulasi yang menunjukkan proses difusi termal pada kasus Difusi 2D pada channel dapat dilihat pada tautan berikut: Kode pemrograman (MATLAB) dapat diunduh pada tautan berikut: com/file/d/0bwq0tda_6p05zjnxtw04eelsrve/view?usp=sharing. Komentar, diskusi dan pertanyaan mengenai tulisan ini dapat dikirimkan melalui alamat itb.ac.id [1] Mohamad, A. A Lattice Boltzmann Method, Fundamental and Engineering Application. London: Springer. [2] Wagner, Alexander A Practical Introduction to Lattice-Boltzmann Method. Departemen Fisika, Universitas North Dakota, Amerika Serikat. 19

20 Gambar 14. Distribusi temperatur pada bidang untuk lebar channel a = 10. Simulasi untuk waktu t = 1, t = 5000, t = 10000, t =

21 Gambar 15. Distribusi temperatur pada bidang untuk lebar channel a = 20. Simulasi untuk waktu t = 1, t = 5000, t = 10000, t =

22 Gambar 16. Distribusi temperatur pada bidang untuk lebar channel a = 60. Simulasi untuk waktu t = 1, t = 5000, t = 10000, t =

Simulasi Perpindahan Panas pada Lapisan Tengah Pelat Menggunakan Metode Elemen Hingga

Simulasi Perpindahan Panas pada Lapisan Tengah Pelat Menggunakan Metode Elemen Hingga JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 4, No.2, (2015) 2337-3520 (2301-928X Print) A-13 Simulasi Perpindahan Panas pada Lapisan Tengah Pelat Menggunakan Metode Elemen Hingga Vimala Rachmawati dan Kamiran Jurusan

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang dan Identifikasi Masalah

1.1 Latar Belakang dan Identifikasi Masalah BAB I PENDAHULUAN Seiring dengan pertumbuhan kebutuhan dan intensifikasi penggunaan air, masalah kualitas air menjadi faktor yang penting dalam pengembangan sumberdaya air di berbagai belahan bumi. Walaupun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan kotoran manusia atau kotoran binatang. Semua polutan tersebut masuk. ke dalam sungai dan langsung tercampur dengan air sungai.

I. PENDAHULUAN. dan kotoran manusia atau kotoran binatang. Semua polutan tersebut masuk. ke dalam sungai dan langsung tercampur dengan air sungai. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Dalam kehidupan, polusi yang ada di sungai disebabkan oleh limbah dari pabrikpabrik dan kotoran manusia atau kotoran binatang. Semua polutan tersebut masuk

Lebih terperinci

BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS. benda. Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang

BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS. benda. Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS 2.1 Konsep Dasar Perpindahan Panas Perpindahan panas dapat terjadi karena adanya beda temperatur antara dua bagian benda. Panas akan mengalir dari

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Perpindahan panas adalah perpindahan energi yang terjadi pada benda atau material yang bersuhu tinggi ke benda atau material yang bersuhu rendah, hingga tercapainya kesetimbangan

Lebih terperinci

Contoh klasik dari persamaan hiperbolik adalah persamaan gelombang yang dinyatakan oleh

Contoh klasik dari persamaan hiperbolik adalah persamaan gelombang yang dinyatakan oleh APLIKASI PERSAMAAN DIFFERENSIAL PARSIAL Persamaan diferensial parsial dijumpai dalam kaitan dengan berbagai masalah fisik dan geometris bila fungsi yang terlibat tergantung pada dua atau lebih peubah bebas.

Lebih terperinci

Pemodelan Distribusi Suhu pada Tanur Carbolite STF 15/180/301 dengan Metode Elemen Hingga

Pemodelan Distribusi Suhu pada Tanur Carbolite STF 15/180/301 dengan Metode Elemen Hingga Pemodelan Distribusi Suhu pada Tanur Carbolite STF 15/180/301 dengan Metode Elemen Hingga Wafha Fardiah 1), Joko Sampurno 1), Irfana Diah Faryuni 1), Apriansyah 1) 1) Program Studi Fisika Fakultas Matematika

Lebih terperinci

1. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

1. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sistem merupakan sekumpulan obyek yang saling berinteraksi dan memiliki keterkaitan antara satu obyek dengan obyek lainnya. Dalam proses perkembangan ilmu pengetahuan,

Lebih terperinci

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. analitik dengan metode variabel terpisah. Selanjutnya penyelesaian analitik dari

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. analitik dengan metode variabel terpisah. Selanjutnya penyelesaian analitik dari BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan dibahas penurunan model persamaan panas dimensi satu. Setelah itu akan ditentukan penyelesaian persamaan panas dimensi satu secara analitik dengan metode

Lebih terperinci

RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) SEMESTER GANJIL 2012/2013

RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) SEMESTER GANJIL 2012/2013 RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) SEMESTER GANJIL 2012/2013 Mata Kuliah : Fisika Dasar/Fisika Pertanian Kode / SKS : PAE 112 / 3 (2 Teori + 1 Praktikum) Status : Wajib Mata Kuliah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perpindahan Kalor Kalor adalah energi yang diterima oleh benda sehingga suhu benda atau wujudnya berubah. Ukuran jumlah kalor dinyatakan dalam satuan joule (J). Kalor disebut

Lebih terperinci

Sidang Tugas Akhir - Juli 2013

Sidang Tugas Akhir - Juli 2013 Sidang Tugas Akhir - Juli 2013 STUDI PERBANDINGAN PERPINDAHAN PANAS MENGGUNAKAN METODE BEDA HINGGA DAN CRANK-NICHOLSON COMPARATIVE STUDY OF HEAT TRANSFER USING FINITE DIFFERENCE AND CRANK-NICHOLSON METHOD

Lebih terperinci

BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK

BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK Tujuan Instruksional Setelah mempelajari bab ini pembaca diharapkan dapat: 1. Menjelaskan cara penyelesaian soal dengan

Lebih terperinci

BAB V PERAMBATAN GELOMBANG OPTIK PADA MEDIUM NONLINIER KERR

BAB V PERAMBATAN GELOMBANG OPTIK PADA MEDIUM NONLINIER KERR A V PERAMATAN GELOMANG OPTIK PADA MEDIUM NONLINIER KERR 5.. Pendahuluan erkas (beam) optik yang merambat pada medium linier mempunyai kecenderungan untuk menyebar karena adanya efek difraksi; lihat Gambar

Lebih terperinci

METODE ELEMEN BATAS UNTUK MASALAH TRANSPORT

METODE ELEMEN BATAS UNTUK MASALAH TRANSPORT METODE ELEMEN BATAS UNTUK MASALAH TRANSPORT Agusman Sahari. 1 1 Jurusan Matematika FMIPA UNTAD Kampus Bumi Tadulako Tondo Palu Abstrak Dalam paper ini mendeskripsikan tentang solusi masalah transport polutan

Lebih terperinci

POSITRON, Vol. IV, No. 1 (2014), Hal ISSN :

POSITRON, Vol. IV, No. 1 (2014), Hal ISSN : Simulasi Profil Aliran Fluida Pada Media Berpori Menggunakan Metode Lattice Boltzman Model BGK D2Q9 Latifah Maesaroh 1*), Yudha Arman 1), Yoga Satria Putra 1) 1) Program Studi Fisika, FMIPA, Universitas

Lebih terperinci

Pemodelan Matematika dan Metode Numerik

Pemodelan Matematika dan Metode Numerik Bab 3 Pemodelan Matematika dan Metode Numerik 3.1 Model Keadaan Tunak Model keadaan tunak hanya tergantung pada jarak saja. Oleh karena itu, distribusi temperatur gas sepanjang pipa sebagai fungsi dari

Lebih terperinci

Persamaan Poisson. Fisika Komputasi. Irwan Ary Dharmawan

Persamaan Poisson. Fisika Komputasi. Irwan Ary Dharmawan (Pendahuluan) 1D untuk syarat batas Robin 2D dengan syarat batas Dirichlet Fisika Komputasi Jurusan Fisika Universitas Padjadjaran http://phys.unpad.ac.id/jurusan/staff/dharmawan email : dharmawan@phys.unpad.ac.id

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dinamika fluida adalah salah satu disiplin ilmu yang mengkaji perilaku dari zat cair dan gas dalam keadaan diam ataupun bergerak dan interaksinya dengan benda padat.

Lebih terperinci

PDP linear orde 2 Agus Yodi Gunawan

PDP linear orde 2 Agus Yodi Gunawan PDP linear orde 2 Agus Yodi Gunawan Pada bagian ini akan dipelajari tiga jenis persamaan diferensial parsial (PDP) linear orde dua yang biasa dijumpai pada masalah-masalah dunia nyata, yaitu persamaan

Lebih terperinci

Perpindahan Panas. Perpindahan Panas Secara Konduksi MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh 02

Perpindahan Panas. Perpindahan Panas Secara Konduksi MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh 02 MODUL PERKULIAHAN Perpindahan Panas Secara Konduksi Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Teknik Teknik Mesin 02 13029 Abstract Salah satu mekanisme perpindahan panas adalah perpindahan

Lebih terperinci

BAB III PEMODELAN DENGAN METODE VOLUME HINGGA

BAB III PEMODELAN DENGAN METODE VOLUME HINGGA A III PEMODELAN DENGAN METODE VOLUME HINGGA 3.1 Teori Dasar Metode Volume Hingga Computational fluid dnamic atau CFD merupakan ilmu ang mempelajari tentang analisa aliran fluida, perpindahan panas dan

Lebih terperinci

BAB I BESARAN DAN SISTEM SATUAN

BAB I BESARAN DAN SISTEM SATUAN 1.1. Pendahuluan BAB I BESARAN DAN SISTEM SATUAN Fisika berasal dari bahasa Yunani yang berarti Alam. Karena itu Fisika merupakan suatu ilmu pengetahuan dasar yang mempelajari gejala-gejala alam dan interaksinya

Lebih terperinci

Metode Elemen Batas (MEB) untuk Model Konduksi-Konveksi dalam Media Anisotropik

Metode Elemen Batas (MEB) untuk Model Konduksi-Konveksi dalam Media Anisotropik Metode Elemen Batas (MEB) untuk Model Konduksi-Konveksi dalam Media Anisotropik Moh. Ivan Azis September 13, 2011 Daftar Isi 1 Pendahuluan 1 2 Masalah nilai batas 1 3 Persamaan integral batas 2 4 Hasil

Lebih terperinci

steady/tunak ( 0 ) tidak dipengaruhi waktu unsteady/tidak tunak ( 0) dipengaruhi waktu

steady/tunak ( 0 ) tidak dipengaruhi waktu unsteady/tidak tunak ( 0) dipengaruhi waktu Konduksi Tunak-Tak Tunak, Persamaan Fourier, Konduktivitas Termal, Sistem Konduksi-Konveksi dan Koefisien Perpindahan Kalor Menyeluruh Marina, 006773263, Kelompok Kalor dapat berpindah dari satu tempat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Dalam bab ini dibahas tentang dasar-dasar teori yang digunakan untuk mengetahui kecepatan perambatan panas pada proses pasteurisasi pengalengan susu. Dasar-dasar teori tersebut meliputi

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Berikut adalah diagram alir penelitian konduksi pada arah radial dari pembangkit energy berbentuk silinder. Gambar 3.1 diagram alir penelitian konduksi

Lebih terperinci

VI. Teori Kinetika Gas

VI. Teori Kinetika Gas VI. Teori Kinetika Gas 6.1. Pendahuluan dan Asumsi Dasar Subyek termodinamika berkaitan dengan kesimpulan yang dapat ditarik dari hukum-hukum eksperimen tertentu, dan memanfaatkan kesimpulan ini untuk

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Persamaan Kontinuitas dan Persamaan Gerak

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Persamaan Kontinuitas dan Persamaan Gerak BAB II DASAR TEORI Ada beberapa teori yang berkaitan dengan konsep-konsep umum mengenai aliran fluida. Beberapa akan dibahas pada bab ini. Diantaranya adalah hukum kekekalan massa dan hukum kekekalan momentum.

Lebih terperinci

PARTIKEL DALAM SUATU KOTAK SATU DIMENSI

PARTIKEL DALAM SUATU KOTAK SATU DIMENSI PARTIKEL DALAM SUATU KOTAK SATU DIMENSI Atom terdiri dari inti atom yang dikelilingi oleh elektron-elektron, di mana elektron valensinya bebas bergerak di antara pusat-pusat ion. Elektron valensi geraknya

Lebih terperinci

BAB III PERSAMAAN DIFUSI, PERSAMAAN KONVEKSI DIFUSI, DAN METODE PEMISAHAN VARIABEL

BAB III PERSAMAAN DIFUSI, PERSAMAAN KONVEKSI DIFUSI, DAN METODE PEMISAHAN VARIABEL BAB III PERSAMAAN DIFUSI, PERSAMAAN KONVEKSI DIFUSI, DAN METODE PEMISAHAN VARIABEL Dalam menyelesaikan persamaan pada tugas akhir ini terdapat beberapa teori dasar yang digunakan. Oleh karena itu, pada

Lebih terperinci

Fisika Panas 2 SKS. Adhi Harmoko S

Fisika Panas 2 SKS. Adhi Harmoko S Fisika Panas SKS Adhi Harmoko S Balon dicelupkan ke Nitrogen Cair Balon dicelupkan ke Nitrogen Cair Bagaimana fenomena ini dapat diterangkan? Apa yang terjadi dengan molekul-molekul gas di dalam balon?

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori. 2.1 Persamaan Air Dangkal (SWE)

Bab 2. Landasan Teori. 2.1 Persamaan Air Dangkal (SWE) Bab 2 Landasan Teori Dalam bab ini akan dibahas mengenai Persamaan Air Dangkal dan dasar-dasar teori mengenai metode beda hingga untuk menghampiri solusi dari persamaan diferensial parsial. 2.1 Persamaan

Lebih terperinci

Agus Suroso. Pekan Kuliah. Mekanika. Semester 1,

Agus Suroso. Pekan Kuliah. Mekanika. Semester 1, Agus Suroso 14 Pekan Kuliah B Mekanika ( C a t a t a n K u l i a h F I 2 1 0 4 M e k a n i k a B ) Semester 1, 2017-2018 Sistem Partikel (2) 10 10 1 Gerak relatif pada sistem dua partikel 10 2 Tumbukan

Lebih terperinci

Solusi Penyelesaian Persamaan Laplace dengan Menggunakan Metode Random Walk Gapar 1), Yudha Arman 1), Apriansyah 2)

Solusi Penyelesaian Persamaan Laplace dengan Menggunakan Metode Random Walk Gapar 1), Yudha Arman 1), Apriansyah 2) Solusi Penyelesaian Persamaan Laplace dengan Menggunakan Metode Random Walk Gapar 1), Yudha Arman 1), Apriansyah 2) 1) Program Studi Fisika Jurusan Fisika Universitas Tanjungpura 2)Program Studi Ilmu Kelautan

Lebih terperinci

Getaran Dalam Zat Padat BAB I PENDAHULUAN

Getaran Dalam Zat Padat BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pendahuluan Getaran atom dalam zat padat dapat disebabkan oleh gelombang yang merambat pada Kristal. Ditinjau dari panjang gelombang yang digelombang yang digunakan dan dibandingkan

Lebih terperinci

1 Energi Potensial Listrik

1 Energi Potensial Listrik FI101 Fisika Dasar II Potensial Listrik 1 Energi Potensial Listrik gus Suroso (agussuroso@fi.itb.ac.id) Pada kuliah sebelumnya, telah dibahas besaran-besaran gaya dan medan elektrostatik yang timbul akibat

Lebih terperinci

ANALISA NUMERIK DISTRIBUSI PANAS TAK TUNAK PADA HEATSINK MENGGUNAKAN METODA FINITE DIFFERENT

ANALISA NUMERIK DISTRIBUSI PANAS TAK TUNAK PADA HEATSINK MENGGUNAKAN METODA FINITE DIFFERENT PILLAR OF PHYSICS, Vol. 4. November 2014, 81-88 ANALISA NUMERIK DISTRIBUSI PANAS TAK TUNAK PADA HEATSINK MENGGUNAKAN METODA FINITE DIFFERENT Fahendri *), Festiyed **), dan Hidayati **) *) Mahasiswa Fisika,

Lebih terperinci

Studi Analitik dan Numerik Perpindahan Panas pada Fin Trapesium (Studi Kasus pada Finned Tube Heat Exchanger)

Studi Analitik dan Numerik Perpindahan Panas pada Fin Trapesium (Studi Kasus pada Finned Tube Heat Exchanger) JURNAL TEKNIK POMITS Vol., No., (013) ISSN: 337-3539 (301-971 Print) B-316 Studi Analitik dan Numerik Perpindahan Panas pada Fin Trapesium (Studi Kasus pada Finned Tube Heat Exchanger) Ahmad Zaini dan

Lebih terperinci

Simulasi Konduktivitas Panas pada Balok dengan Metode Beda Hingga The Simulation of Thermal Conductivity on Shaped Beam with Finite Difference Method

Simulasi Konduktivitas Panas pada Balok dengan Metode Beda Hingga The Simulation of Thermal Conductivity on Shaped Beam with Finite Difference Method Prosiding Matematika ISSN: 2460-6464 Simulasi Konduktivitas Panas pada Balok dengan Metode Beda Hingga The Simulation of Thermal Conductivity on Shaped Beam with Finite Difference Method 1 Maulana Yusri

Lebih terperinci

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (2013), Hal ISSN :

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (2013), Hal ISSN : Simulasi Aliran Fluida Melewati Penghalang Aerodinamis Menggunakan Metode Kisi Boltzmann Model BGK D2Q9 Indah Pertiwi 1, Yudha Arman 1, Yoga Satria Putra 1 1 Program Studi Fisika, FMIPA, Universitas Tanjungpura,

Lebih terperinci

FENOMENA PERPINDAHAN. LUQMAN BUCHORI, ST, MT JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNDIP

FENOMENA PERPINDAHAN. LUQMAN BUCHORI, ST, MT JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNDIP FENOMENA PERPINDAHAN LUQMAN BUCHORI, ST, MT luqman_buchori@yahoo.com JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNDIP Peristiwa Perpindahan : Perpindahan Momentum Neraca momentum Perpindahan Energy (Panas) Neraca

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Metode Beda Hingga Metode perbedaan beda hingga adalah metode yang sangat popular. Pada intinya metode ini mengubah masalah Persamaan Differensial Biasa (PDB) nilai batas dari

Lebih terperinci

BENDA TEGAR FISIKA DASAR (TEKNIK SISPIL) Mirza Satriawan. menu. Physics Dept. Gadjah Mada University Bulaksumur, Yogyakarta

BENDA TEGAR FISIKA DASAR (TEKNIK SISPIL) Mirza Satriawan. menu. Physics Dept. Gadjah Mada University Bulaksumur, Yogyakarta 1/36 FISIKA DASAR (TEKNIK SISPIL) BENDA TEGAR Mirza Satriawan Physics Dept. Gadjah Mada University Bulaksumur, Yogyakarta email: mirza@ugm.ac.id Rotasi Benda Tegar Benda tegar adalah sistem partikel yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. syarat batas, deret fourier, metode separasi variabel, deret taylor dan metode beda

BAB II KAJIAN TEORI. syarat batas, deret fourier, metode separasi variabel, deret taylor dan metode beda BAB II KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas tentang beberapa teori dasar yang digunakan sebagai landasan pembahasan pada bab III. Beberapa teori dasar yang dibahas, diantaranya teori umum tentang persamaan

Lebih terperinci

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN Mata Kuliah : Fisika Dasar 1 Kode/SKS : FIS 1 / 3 (2-3) Deskrisi : Mata Kuliah Fisika Dasar ini diberikan untuk mayor yang memerlukan dasar fisika yang kuat, sehingga

Lebih terperinci

PENYELESAIAN PERSAMAAN POISSON 2D DENGAN MENGGUNAKAN METODE GAUSS-SEIDEL DAN CONJUGATE GRADIENT

PENYELESAIAN PERSAMAAN POISSON 2D DENGAN MENGGUNAKAN METODE GAUSS-SEIDEL DAN CONJUGATE GRADIENT Teknikom : Vol. No. (27) E-ISSN : 2598-2958 PENYELESAIAN PERSAMAAN POISSON 2D DENGAN MENGGUNAKAN METODE GAUSS-SEIDEL DAN CONJUGATE GRADIENT Dewi Erla Mahmudah, Muhammad Zidny Naf an 2 STMIK Widya Utama,

Lebih terperinci

11/25/2013. Teori Kinetika Gas. Teori Kinetika Gas. Teori Kinetika Gas. Tekanan. Tekanan. KINETIKA KIMIA Teori Kinetika Gas

11/25/2013. Teori Kinetika Gas. Teori Kinetika Gas. Teori Kinetika Gas. Tekanan. Tekanan. KINETIKA KIMIA Teori Kinetika Gas Jurusan Kimia - FMIPA Universitas Gadjah Mada (UGM) KINETIKA KIMIA Drs. Iqmal Tahir, M.Si. Laboratorium Kimia Fisika,, Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Gadjah Mada,

Lebih terperinci

Teori Relativitas. Mirza Satriawan. December 7, Fluida Ideal dalam Relativitas Khusus. M. Satriawan Teori Relativitas

Teori Relativitas. Mirza Satriawan. December 7, Fluida Ideal dalam Relativitas Khusus. M. Satriawan Teori Relativitas Teori Relativitas Mirza Satriawan December 7, 2010 Fluida Ideal dalam Relativitas Khusus Quiz 1 Tuliskan perumusan kelestarian jumlah partikel dengan memakai vektor-4 fluks jumlah partikel. 2 Tuliskan

Lebih terperinci

Penyelesaian Persamaan Poisson 2D dengan Menggunakan Metode Gauss-Seidel dan Conjugate Gradient

Penyelesaian Persamaan Poisson 2D dengan Menggunakan Metode Gauss-Seidel dan Conjugate Gradient Teknikom : Vol. No. (27) ISSN : 2598-2958 (online) Penyelesaian Persamaan Poisson 2D dengan Menggunakan Metode Gauss-Seidel dan Conjugate Gradient Dewi Erla Mahmudah, Muhammad Zidny Naf an 2 STMIK Widya

Lebih terperinci

TEST KEMAMPUAN DASAR FISIKA

TEST KEMAMPUAN DASAR FISIKA TEST KEMAMPUAN DASAR FISIKA Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan pernyataan BENAR atau SALAH. Jika jawaban anda BENAR, pilihlah alasannya yang cocok dengan jawaban anda. Begitu pula jika

Lebih terperinci

Penentuan Distribusi Suhu pada Permukaan Geometri Tak Tentu Menggunakan Metode Random Walk Balduyanus Yosep Godja a), Andi Ihwan a)*, Apriansyah b)

Penentuan Distribusi Suhu pada Permukaan Geometri Tak Tentu Menggunakan Metode Random Walk Balduyanus Yosep Godja a), Andi Ihwan a)*, Apriansyah b) POSITRON, Vol. VI, No. 1 (1), Hal. 17 - ISSN : 1-9 Penentuan Distribusi Suhu pada Permukaan Geometri Tak Tentu Menggunakan Metode Random Walk Balduanus Yosep Godja a), Andi Ihwan a)*, Apriansah b) a Jurusan

Lebih terperinci

PERCOBAAN PENENTUAN KONDUKTIVITAS TERMAL BERBAGAI LOGAM DENGAN METODE GANDENGAN

PERCOBAAN PENENTUAN KONDUKTIVITAS TERMAL BERBAGAI LOGAM DENGAN METODE GANDENGAN PERCOBAAN PENENTUAN KONDUKTIVITAS TERMA BERBAGAI OGAM DENGAN METODE GANDENGAN A. Tujuan Percobaan. Memahami konsep konduktivitas termal. 2. Menentukan nilai konduktivitas termal berbagai logam dengan metode

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perpindahan energi yang mungkin terjadi antara material atau benda sebagai akibat

BAB I PENDAHULUAN. perpindahan energi yang mungkin terjadi antara material atau benda sebagai akibat BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Ilmu termodinamika merupakan ilmu yang berupaya untuk memprediksi perpindahan energi yang mungkin terjadi antara material atau benda sebagai akibat dari perbedaan suhu

Lebih terperinci

(2) dengan adalah komponen normal dari suatu kecepatan partikel yang berhubungan langsung dengan tekanan yang diakibatkan oleh suara dengan persamaan

(2) dengan adalah komponen normal dari suatu kecepatan partikel yang berhubungan langsung dengan tekanan yang diakibatkan oleh suara dengan persamaan Getaran Teredam Dalam Rongga Tertutup pada Sembarang Bentuk Dari hasil beberapa uji peredaman getaran pada pipa tertutup membuktikan bahwa getaran teredam di dalam rongga tertutup dapat dianalisa tidak

Lebih terperinci

dengan g adalah percepatan gravitasi bumi, yang nilainya pada permukaan bumi sekitar 9, 8 m/s².

dengan g adalah percepatan gravitasi bumi, yang nilainya pada permukaan bumi sekitar 9, 8 m/s². Hukum newton hanya memberikan perumusan tentang bagaimana gaya mempengaruhi keadaan gerak suatu benda, yaitu melalui perubahan momentumnya. Sedangkan bagaimana perumusan gaya dinyatakan dalam variabelvariabel

Lebih terperinci

KIMIA FISIKA I TC Dr. Ifa Puspasari

KIMIA FISIKA I TC Dr. Ifa Puspasari KIMIA FISIKA I TC20062 Dr. Ifa Puspasari TEORI KINETIK GAS (1) Dr. Ifa Puspasari Apa itu Teori Kinetik? Teori kinetik menjelaskan tentang perilaku gas yang didasarkan pada pendapat bahwa gas terdiri dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan suatu ilmu pengetahuan yang sering disebut sebagai induk dari ilmu-ilmu pengetahuan yang lain. Hal ini karena, matematika banyak diterapkan

Lebih terperinci

STUDI PERPINDAHAN PANAS DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM KOORDINAT SEGITIGA

STUDI PERPINDAHAN PANAS DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM KOORDINAT SEGITIGA STUDI PERPINDAHAN PANAS DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM KOORDINAT SEGITIGA Oleh : Farda Nur Pristiana 1208 100 059 JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH

Lebih terperinci

Copyright all right reserved

Copyright  all right reserved Latihan Soal UN Paket C 2011 Program IP Mata Ujian : Fisika Jumlah Soal : 20 1. Pembacaan jangka sorong berikut ini (bukan dalam skala sesungguhnya) serta banyaknya angka penting adalah. 10 cm 11 () 10,22

Lebih terperinci

MODUL 4 IMPULS DAN MOMENTUM

MODUL 4 IMPULS DAN MOMENTUM MODUL 4 IMPULS DAN MOMENTUM A. TUJUAN PEMBELAJARAN 1. Menjelaskan definisi impuls dan momentum dan memformulasikan impuls dan momentum 2. Memformulasikan hukum kekekalan momentum 3. Menerapkan konsep kekekalan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Di dalam modul ini Anda akan mempelajari Gas elektron bebas yang mencakup: Elektron

PENDAHULUAN. Di dalam modul ini Anda akan mempelajari Gas elektron bebas yang mencakup: Elektron PENDAHUUAN Di dalam modul ini Anda akan mempelajari Gas elektron bebas yang mencakup: Elektron bebas dalam satu dimensi dan elektron bebas dalam tiga dimensi. Oleh karena itu, sebelum mempelajari modul

Lebih terperinci

Doc. Name: SBMPTN2015FIS999 Version:

Doc. Name: SBMPTN2015FIS999 Version: SBMPTN 2015 Fisika Kode Soal Doc. Name: SBMPTN2015FIS999 Version: 2015-09 halaman 1 16. Posisi benda yang bergerak sebagai fungsi parabolik ditunjukkan pada gambar. Pada saat t 1 benda. (A) bergerak dengan

Lebih terperinci

Soal-Jawab Fisika Teori OSN 2013 Bandung, 4 September 2013

Soal-Jawab Fisika Teori OSN 2013 Bandung, 4 September 2013 Soal-Jawab Fisika Teori OSN 0 andung, 4 September 0. (7 poin) Dua manik-manik masing-masing bermassa m dan dianggap benda titik terletak di atas lingkaran kawat licin bermassa M dan berjari-jari. Kawat

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori. 2.1 Persamaan Air Dangkal Linier (Linier Shallow Water Equation)

Bab 2. Landasan Teori. 2.1 Persamaan Air Dangkal Linier (Linier Shallow Water Equation) Bab 2 Landasan Teori Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai Persamaan Air Dangkal linier (Linear Shallow Water Equation), metode beda hingga, metode ekspansi asimtotik biasa, dan metode ekspansi asimtotik

Lebih terperinci

Teori Kinetik & Interpretasi molekular dari Suhu. FI-1101: Teori Kinetik Gas, Hal 1

Teori Kinetik & Interpretasi molekular dari Suhu. FI-1101: Teori Kinetik Gas, Hal 1 FI-1101: Kuliah 13 TEORI KINETIK GAS Teori Kinetik Gas Suhu Mutlak Hukum Boyle-Gay y Lussac Gas Ideal Teori Kinetik & Interpretasi molekular dari Suhu FI-1101: Teori Kinetik Gas, Hal 1 FISIKA TERMAL Cabang

Lebih terperinci

Teori Kinetik Gas Teori Kinetik Gas Sifat makroskopis Sifat mikroskopis Pengertian Gas Ideal Persamaan Umum Gas Ideal

Teori Kinetik Gas Teori Kinetik Gas Sifat makroskopis Sifat mikroskopis Pengertian Gas Ideal Persamaan Umum Gas Ideal eori Kinetik Gas eori Kinetik Gas adalah konsep yang mempelajari sifat-sifat gas berdasarkan kelakuan partikel/molekul penyusun gas yang bergerak acak. Setiap benda, baik cairan, padatan, maupun gas tersusun

Lebih terperinci

BAHAN AJAR FISIKA KELAS XI SMA SEMESTER 1 BERDASARKAN KURIKULUM 2013 USAHA DAN ENERGI. Disusun Oleh : Nama : Muhammad Rahfiqa Zainal NIM :

BAHAN AJAR FISIKA KELAS XI SMA SEMESTER 1 BERDASARKAN KURIKULUM 2013 USAHA DAN ENERGI. Disusun Oleh : Nama : Muhammad Rahfiqa Zainal NIM : BAHAN AJAR FISIKA KELAS XI SMA SEMESTER 1 BERDASARKAN KURIKULUM 2013 USAHA DAN ENERGI Disusun Oleh : Nama : Muhammad Rahfiqa Zainal NIM : 1201437 Prodi : Pendidikan Fisika (R) JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB TINJAUAN PUSTAKA. Definisi Gelombang dan klasifikasinya. Gelombang adalah suatu gangguan menjalar dalam suatu medium ataupun tanpa medium. Dalam klasifikasinya gelombang terbagi menjadi yaitu :. Gelombang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Anda harus dapat

PENDAHULUAN Anda harus dapat PENDAHULUAN Di dalam modul ini Anda akan mempelajari Teori Pita Energi yang mencakup : asal mula celah energi, model elektron hampir bebas, model Kronig-Penney, dan persamaan sentral. Oleh karena itu,

Lebih terperinci

SOLUSI PENYEBARAN PANAS PADA BATANG KONDUKTOR MENGGUNAKAN METODE CRANK-NICHOLSON

SOLUSI PENYEBARAN PANAS PADA BATANG KONDUKTOR MENGGUNAKAN METODE CRANK-NICHOLSON SOLUSI PENYEBARAN PANAS PADA BATANG KONDUKTOR MENGGUNAKAN METODE CRANK-NICHOLSON Viska Noviantri Mathematics & Statistics Department, School of Computer Science, Binus University Jl. K.H. Syahdan No. 9,

Lebih terperinci

FENOMENA PERPINDAHAN LANJUT

FENOMENA PERPINDAHAN LANJUT FENOMENA PERPINDAHAN LANJUT LUQMAN BUCHORI, ST, MT luqman_buchori@yahoo.com DR. M. DJAENI, ST, MEng JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNDIP Peristiwa Perpindahan : Perpindahan Momentum Neraca momentum

Lebih terperinci

BAB IV OSILATOR HARMONIS

BAB IV OSILATOR HARMONIS Tinjauan Secara Mekanika Klasik BAB IV OSILATOR HARMONIS Osilator harmonis terjadi manakala sebuah partikel ditarik oleh gaya yang besarnya sebanding dengan perpindahan posisi partikel tersebut. F () =

Lebih terperinci

FENOMENA PERPINDAHAN. LUQMAN BUCHORI, ST, MT JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNDIP

FENOMENA PERPINDAHAN. LUQMAN BUCHORI, ST, MT  JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNDIP FENOMENA PERPINDAHAN LUQMAN BUCHORI, ST, MT luqman_buchori@yahoo.com luqmanbuchori@undip.ac.id JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNDIP Peristiwa Perpindahan : Perpindahan Momentum Neraca momentum Perpindahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA.1 Atom Pion Atom pion sama seperti atom hidrogen hanya elektron nya diganti menjadi sebuah pion negatif. Partikel ini telah diteliti sekitar empat puluh tahun yang lalu, tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Persamaan Diferensial Parsial (PDP) digunakan oleh Newton dan para ilmuwan pada abad ketujuhbelas untuk mendeskripsikan tentang hukum-hukum dasar pada fisika.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembahasan tentang persamaan diferensial parsial terus berkembang baik secara teori maupun aplikasi. Dalam pemodelan matematika pada permasalahan di bidang

Lebih terperinci

Solusi Numerik Persamaan Gelombang Dua Dimensi Menggunakan Metode Alternating Direction Implicit

Solusi Numerik Persamaan Gelombang Dua Dimensi Menggunakan Metode Alternating Direction Implicit Vol. 11, No. 2, 105-114, Januari 2015 Solusi Numerik Persamaan Gelombang Dua Dimensi Menggunakan Metode Alternating Direction Implicit Rezki Setiawan Bachrun *,Khaeruddin **,Andi Galsan Mahie *** Abstrak

Lebih terperinci

Elektron Bebas. 1. Teori Drude Tentang Elektron Dalam Logam

Elektron Bebas. 1. Teori Drude Tentang Elektron Dalam Logam Elektron Bebas Beberapa teori tentang panas jenis zat padat yang telah dibahas dapat dengan baik menjelaskan sifat-sfat panas jenis zat padat yang tergolong non logam, akan tetapi untuk golongan logam

Lebih terperinci

Fluida atau zat alir adalah zat yang dapat mengalir. Zat cair dan gas adalah fluida. Karena jarak antara dua partikel di dalam fluida tidaklah tetap.

Fluida atau zat alir adalah zat yang dapat mengalir. Zat cair dan gas adalah fluida. Karena jarak antara dua partikel di dalam fluida tidaklah tetap. Fluida Fluida atau zat alir adalah zat yang dapat mengalir. Zat cair dan gas adalah fluida. Karena jarak antara dua partikel di dalam fluida tidaklah tetap. Molekul-moleku1di dalam fluida mempunyai kebebasan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK ALIRAN PANAS DALAM LOGAM PENGHANTAR LISTRIK THE CHARACTERISTICS OF HEAT FLOW IN AN ELECTRICAL METAL CONDUCTOR

KARAKTERISTIK ALIRAN PANAS DALAM LOGAM PENGHANTAR LISTRIK THE CHARACTERISTICS OF HEAT FLOW IN AN ELECTRICAL METAL CONDUCTOR UJIAN TUGAS AKHIR KARAKTERISTIK ALIRAN PANAS DALAM LOGAM PENGHANTAR LISTRIK THE CHARACTERISTICS OF HEAT FLOW IN AN ELECTRICAL METAL CONDUCTOR Diusulkan oleh : Mudmainnah Farah Dita NRP. 1209 100 008 Dosen

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Atom Bohr Pada tahun 1913, Niels Bohr, fisikawan berkebangsaan Swedia, mengikuti jejak Einstein menerapkan teori kuantum untuk menerangkan hasil studinya mengenai spektrum

Lebih terperinci

Pengantar Oseanografi V

Pengantar Oseanografi V Pengantar Oseanografi V Hidro : cairan Dinamik : gerakan Hidrodinamika : studi tentang mekanika fluida yang secara teoritis berdasarkan konsep massa elemen fluida or ilmu yg berhubungan dengan gerak liquid

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. dengan menggunakan penyelesaian analitik dan penyelesaian numerikdengan. motode beda hingga. Berikut ini penjelasan lebih lanjut.

BAB III PEMBAHASAN. dengan menggunakan penyelesaian analitik dan penyelesaian numerikdengan. motode beda hingga. Berikut ini penjelasan lebih lanjut. BAB III PEMBAHASAN Pada bab ini akan dibahas tentang penurunan model persamaan gelombang satu dimensi. Setelah itu akan ditentukan persamaan gelombang satu dimensi dengan menggunakan penyelesaian analitik

Lebih terperinci

Gaya merupakan besaran yang menentukan sistem gerak benda berdasarkan Hukum Newton. Beberapa fenomena sistem gerak benda jika dianalisis menggunakan

Gaya merupakan besaran yang menentukan sistem gerak benda berdasarkan Hukum Newton. Beberapa fenomena sistem gerak benda jika dianalisis menggunakan Gaya merupakan besaran yang menentukan sistem gerak benda berdasarkan Hukum Newton. Beberapa fenomena sistem gerak benda jika dianalisis menggunakan konsep gaya menjadi lebih rumit, alternatifnya menggunakan

Lebih terperinci

Gambar 2.1 Bagian-bagian mesin press BTPTP [9]

Gambar 2.1 Bagian-bagian mesin press BTPTP [9] BAB II DASAR TEORI MESIN PRESS BTPTP, KARAKTERISTIK BTPTP DAN METODE ELEMEN HINGGA 2.1 Mesin press BTPTP Pada dasarnya prinsip kerja mesin press BTPTP sama dengan mesin press batako pada umumnya dipasaran

Lebih terperinci

IX. Aplikasi Mekanika Statistik

IX. Aplikasi Mekanika Statistik IX. Aplikasi Mekanika Statistik 9.1. Gas Ideal Monatomik Sebagai test case termodinamika statistik, kita coba terapkan untuk gas ideal monatomik. Mulai dengan fungsi partisi: ε j Z = g j exp j k B T Energi

Lebih terperinci

peroleh. SEcara statistika entropi didefinisikan sebagai

peroleh. SEcara statistika entropi didefinisikan sebagai BAB 5 Entropi 5.1 Entropi (S) Pertama-tama mari kita definisikan sebuah besaran termodinamika yang bernama entropi secara statistika. Secara termodinamika, entropi telah didefinisikan melalui hubungan

Lebih terperinci

Pembahasan Soal SNMPTN 2012 SELEKSI NASIONAL MASUK PERGURUAN TINGGI NEGERI. Disertai TRIK SUPERKILAT dan LOGIKA PRAKTIS.

Pembahasan Soal SNMPTN 2012 SELEKSI NASIONAL MASUK PERGURUAN TINGGI NEGERI. Disertai TRIK SUPERKILAT dan LOGIKA PRAKTIS. Pembahasan Soal SNMPTN 2012 SELEKSI NASIONAL MASUK PERGURUAN TINGGI NEGERI Disertai TRIK SUPERKILAT dan LOGIKA PRAKTIS Fisika IPA Disusun Oleh : Pak Anang Kumpulan SMART SOLUTION dan TRIK SUPERKILAT Pembahasan

Lebih terperinci

3. Teori Kinetika Gas

3. Teori Kinetika Gas 3. Teori Kinetika Gas - Partikel gas dan interaksi - Model molekular gas ideal - Energi dalam - Persamaan keadaan gas - Kecepatan partikel (rms, rata-rata, modus) 3.1. Partikel Gas dan Interaksi Padat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dan medan hidrodinamik. Pertama, dengan menentukan potensial listrik V dan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dan medan hidrodinamik. Pertama, dengan menentukan potensial listrik V dan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1 Analisis Elektrohidrodinamik Analisis elektrohidrodinamik dimulai dengan mengevaluasi medan listrik dan medan hidrodinamik. Pertama, dengan menentukan potensial listrik

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. diketahui) dengan dua atau lebih peubah bebas dinamakan persamaan. Persamaan diferensial parsial memegang peranan penting di dalam

TINJAUAN PUSTAKA. diketahui) dengan dua atau lebih peubah bebas dinamakan persamaan. Persamaan diferensial parsial memegang peranan penting di dalam II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persamaan Diferensial Parsial Persamaan yang mengandung satu atau lebih turunan parsial suatu fungsi (yang diketahui) dengan dua atau lebih peubah bebas dinamakan persamaan diferensial

Lebih terperinci

METODE ELEMEN HINGGA DAN PENERAPANNYA DALAM TEKNIK KIMIA: ARTIKEL REVIEW. Ummi Habibah *) Abstrak

METODE ELEMEN HINGGA DAN PENERAPANNYA DALAM TEKNIK KIMIA: ARTIKEL REVIEW. Ummi Habibah *) Abstrak METODE ELEMEN HINGGA DAN PENERAPANNYA DALAM TEKNIK KIMIA: ARTIKEL REVIEW Ummi Habibah *) Abstrak Problem rekayasa dan teknik kimia khususnya yang memiliki model matematika banyak yang berbentuk persamaan

Lebih terperinci

Bab 4 DINDING SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG

Bab 4 DINDING SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG Bab 4 DINDING SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG Pada bab sebelumnya telah dibahas mengenai dasar laut sinusoidal sebagai reflektor gelombang. Persamaan yang digunakan untuk memodelkan masalah dasar

Lebih terperinci

SIMULASI SEBARAN PANAS PADA SILINDER TUNGKU SEKAM DENGAN BERBANTUAN FDM (FINITE DIFFERENCE METHOD) IMAN NOOR

SIMULASI SEBARAN PANAS PADA SILINDER TUNGKU SEKAM DENGAN BERBANTUAN FDM (FINITE DIFFERENCE METHOD) IMAN NOOR i SIMULASI SEBARAN PANAS PADA SILINDER TUNGKU SEKAM DENGAN BERBANTUAN FDM (FINITE DIFFERENCE METHOD) IMAN NOOR DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

Bab 2 TEORI DASAR. 2.1 Model Aliran Panas

Bab 2 TEORI DASAR. 2.1 Model Aliran Panas Bab 2 TEORI DASAR 2.1 Model Aliran Panas Perpindahan panas adalah energi yang dipindahkan karena adanya perbedaan temperatur. Terdapat tiga cara atau metode bagiamana panas dipindahkan: Konduksi Konduksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu ilmu pengetahuan yang sudah lama dipelajari dan berkembang pesat. Perkembangan ilmu matematika tidak terlepas dari perkembangan

Lebih terperinci

Osilasi Harmonis Sederhana: Beban Massa pada Pegas

Osilasi Harmonis Sederhana: Beban Massa pada Pegas OSILASI Osilasi Osilasi terjadi bila sebuah sistem diganggu dari posisi kesetimbangannya. Karakteristik gerak osilasi yang paling dikenal adalah gerak tersebut bersifat periodik, yaitu berulang-ulang.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dasar Dasar Perpindahan Kalor Perpindahan kalor terjadi karena adanya perbedaan suhu, kalor akan mengalir dari tempat yang suhunya tinggi ke tempat suhu rendah. Perpindahan

Lebih terperinci

MATERI PELATIHAN GURU FISIKA SMA/MA

MATERI PELATIHAN GURU FISIKA SMA/MA MATERI PELATIHAN GURU FISIKA SMA/MA a. Judul: Pembelajaran Gerak Rotasi dan Keseimbangan Benda Tegar Berbasis Koop untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Siswa SMA b. Kompetensi Dasar Setelah berpartisipasi

Lebih terperinci