DINAMIKA MODEL PENYEMBUHAN SEL DARAH PUTIH KARENA ADANYA VIRUS HIV DENGAN TERAPI PROTEASE INHIBITOR
|
|
- Yuliana Tedja
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 2 DINAMIKA MODEL PENYEMBUHAN SEL DARAH PUIH KARENA ADANYA VIRUS HIV DENGAN ERA PROEASE INHIBIOR DWI LARA NOLAVIA YUNIA DEPAREMEN MAEMAIKA FAKULAS MAEMAIKA DAN ILMU PENGEAHUAN ALAM INSIU PERANIAN BOGOR BOGOR 29
2 2 ABSRAC DWI LARA NOLAVIA YUNIA. Model s Dynamics for Lymphocytes Recovery on the HIV presence with Protease Inhibitor herapy. Supervised by ALI KUSNANO and JAHARUDDIN. HIV is a member of retrovirus that especially attacks lymphocytes or white blood cells, known as CD4 + cells. New cells created from sources within the body such as the thymus and by proliferation of existing cells. In this paper, influence of protease inhibitor therapy in HIV dynamics will be analyzed. he influence can be categoried in three models, which are model HIV without drug therapy, model HIV with protease inhibitor and model cell recovery. In the models, three parameters which are uninfected cells population, infected cells population and virus population are studied. From HIV without drug therapy model it is obtained two types fixed point which are uninfected fixed point and infected fixed point. he stability of fixed point depends on basic reproduction number which is influenceed by the total number of virus produced by a cell during its lifetime. From HIV with protease inhibitor therapy model it is obtained two type fixed points. he stability of fixed point depends on basic reproduction number. Other than influenceed by the total number of virus produced by a cell during its lifetime, basic reproduction number of this model also affected by the effectiveness of a protease inhibitor. Basic reproduction number of this model is smaller than that of model HIV without drug therapy. In the model cell recovery, new cells created only from sources within the body, and cells can be invulnerable to HIV infection after the therapy. From the model it is obtained only one fixed point that is uninfected fixed point. he stability of fixed point depends on basic reproduction number. he total number of virus produced by a cell during its lifetime and the effectiveness of a protease inhibitor determine the basic reproduction number. Basic reproduction number of this model is smallest than that of other models.
3 2 ABSRAK DWI LARA NOLAVIA YUNIA. Dinamika Model Penyembuhan Sel Darah Putih karena Adanya Virus HIV dengan erapi Protease Inhibitor. Dibimbing oleh ALI KUSNANO dan JAHARUDDIN. HIV termasuk salah satu retrovirus yang secara khusus menyerang sel darah putih, yang dikenal sebagai sel CD4 +. Selain dihasilkan dari sumber di dalam tubuh, sel baru juga dihasilkan melalui proliferasi sel yang ada. Pada tulisan ini, dibahas pengaruh terapi protease inhibitor terhadap infeksi HIV. Dalam model yang akan dikonstruksi terdapat tiga variabel, yaitu sel tidak terinfeksi, sel terinfeksi dan virus. Pengaruh terapi tersebut akan dijelaskan pada tiga model, yaitu model HIV tanpa terapi obat, model HIV dengan terapi protease inhibitor dan model penyembuhan sel darah putih. Pada model HIV tanpa terapi obat diperoleh dua titik tetap, yaitu titik tetap tidak terinfeksi dan titik tetap terinfeksi. Kestabilan titik tetap tersebut bergantung pada bilangan reproduksi dasar. Bilangan reproduksi dasar ini dipengaruhi oleh banyaknya virus yang dihasilkan oleh sel terinfeksi. Pada model HIV dengan terapi protease inhibitor juga diperoleh dua titik tetap. Kestabilan titik tetap tersebut bergantung pada bilangan reproduksi dasar. Selain dipengaruhi oleh banyaknya virus yang dihasilkan oleh sel terinfeksi, bilangan reproduksi dasar model ini juga dipengaruhi oleh besarnya efektifitas protease inhibitor. Bilangan reproduksi dasar model HIV dengan terapi protease inhibitor lebih kecil dibandingkan dengan model HIV tanpa terapi obat. Pada model penyembuhan sel darah putih, sel ini hanya dihasilkan oleh sumber di dalam tubuh dan setelah terapi dimulai, sel menjadi kebal terhadap infeksi HIV. Dari model ini hanya diperoleh satu titik tetap tidak terinfeksi yang kestabilannya juga dipengaruhi oleh bilangan reproduksi dasar. Bilangan reproduksi dasar ini dipengaruhi oleh banyaknya virus yang dihasilkan oleh sel terinfeksi dan besarnya efektifitas protease inhibitor. Bilangan reproduksi dasar model penyembuhan sel darah putih paling kecil dibandingkan model lainnya.
4 2 DINAMIKA MODEL PENYEMBUHAN SEL DARAH PUIH KARENA ADANYA VIRUS HIV DENGAN ERA PROEASE INHIBIOR DWI LARA NOLAVIA YUNIA Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Matematika DEPAREMEN MAEMAIKA FAKULAS MAEMAIKA DAN ILMU PENGEAHUAN ALAM INSIU PERANIAN BOGOR BOGOR 29
5 2 Judul Skripsi : Dinamika Model Penyembuhan Sel Darah Putih karena Adanya Virus HIV dengan erapi Protease Inhibitor Nama : Dwi Lara Nolavia Yunita NIM : G Disetujui Pembimbing I Pembimbing II Drs. Ali Kusnanto, M.Si. Dr. Jaharuddin, MS. NIP NIP Diketahui Dr. Drh. Hasim, DEA. NIP Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam anggal Lulus:
6 2 KAA PENGANAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SW yang selalu memberikan rahmat dan karunia sehingga penulis dapat menyelesaian karya ilmiah yang berjudul Dinamika Model Penyembuhan Sel Darah Putih karena Adanya Virus HIV dengan Protease Inhibitor. Shalawat serta salam tidak lupa penulis panjatkan kepada Nabi Muhammad SAW, sahabat dan keluarga, serta para pengikutnya sampai akhir zaman. Keterbatasan dan ketidaksempurnaan membuat penulis membutuhkan bantuan, dukungan dan semangat dari orang-orang, baik secara langsung ataupun tidak langsung yang berkontribusi besar dalam pembuatan karya ilmiah ini. Oleh karena itu penulis mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Drs. Ali Kusnanto, M.Si. selaku pembimbing pertama dan Dr. Jaharuddin, MS. selaku pembimbing kedua, terima kasih atas kesabaran dan bimbingannya selama ini. 2. Dr. Siswandi, M.Si. selaku penguji dan moderator seminar. 3. Ayah, Ibu dan keluarga tercinta yang selalu memberikan dukungan serta doa restunya selama penulis menempuh pendidikan. Kakakku Farah, adikku Gilang teruslah berjuang untuk mencapai cita-cita. 4. Sukarya yang selalu setia menemani dan memberikan dukungannya. 5. Sahabat-sahabat yang selalu memberikan dukungannya dan semangatnya serta nasehat-nasehat yang berharga bagi penulis. 6. eman-teman kosan. Raihana Crew: Mba Mimil, Mba Adis, Mba Diah, Mba Mega, Mba Ipik, Mba way, Mba Rika, Giga, Rya, Kokom, Zizah, Yuli, atik, Yeni, Kasih, Rani, Hilda dan Danah. erima Kasih atas kebersamaannya. 7. eman-teman angkatan 42 : Hesti, Yusep, Ridwan, Lela, iti, Siti, ia, Qnun, Boy, Ricken, Ocoy, Ayu, Dian, Ilyas, Vera, Niken, Vino, Mega, Hikmah, Vita, Jane, dan semuanya yang tidak bisa disebutkan satu persatu. 8. Warno, Nyoman dan Agnes, terima kasih telah bersedia menjadi pembahas. 9. eman-teman angkatan 41, 43, 44 dan semuanya yang tidak bisa disebutkan satu persatu. 1. Seluruh Dosen Departemen Matematika IPB yang telah bersusah payah memberikan ilmunya kepada kami. Staf Departemen Matematika IPB (Ibu Susi, Ibu Ade, Mas Bono, Mas Yono, Mas Denny, Mas Hery dll.) terima kasih atas bantuannya selama ini. Akhir kata, semoga karya ilmiah ini bemanfaat bagi semua pihak. Bogor, September 29 Dwi Lara Nolavia Yunita
7 2 RIWAYA HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 25 Juni 1987 sebagai anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Daryo dan arwiyah. Adapun riwayat pendidikan, penulis mengikuti sekolah dasar di SD Negeri 11 Jakarta dari tahun 1993 sampai 1999, sekolah lanjutan tingkat pertama di SLP Negeri 31 Jakarta dari tahun 1999 sampai 22, sekolah menengah umum di SMU Negeri 18 Jakarta dari tahun 22 sampai 25. Pada tahun 25 penulis melanjutkan ke perguruan tinggi melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) di Departemen Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor.
8 2 DAFAR ISI Halaman DAFAR GAMBAR... DAFAR ABEL... DAFAR LAMRAN... viii viii viii I PENDAHULUAN Latar Belakang ujuan... 1 II LANDASAN EORI... 2 III PEMBAHASAN Model HIV tanpa terapi obat itik etap Analisis Kestabilan itik etap Dinamika Model HIV tanpa erapi Obat Model HIV dengan Protease Inhibitor itik etap Analisis Kestabilan itik etap Dinamika Model HIV dengan erapi Protease Inhibitor Model Penyembuhan Sel Darah Putih itik etap Kestabilan itik etap Dinamika Model Penyembuhan Sel Darah Putih IV SIMPULAN DAFAR PUSAKA LAMRAN... 31
9 2 DAFAR GAMBAR Halaman 1 Diagram infeksi virus HIV Bifurkasi transcritical untuk model HIV tanpa terapi obat Dinamika populasi, * dan V ketika N = Dinamika populasi, * dan V ketika N = Dinamika populasi, * dan V ketika N = , *, V ketika N = Orbit kestabilan di sekitar ( ) 7 Orbit kestabilan di sekitar (, *, V ) ketika N = Orbit kestabilan di sekitar (, *, V ) ketika N = Dinamika populasi, * dan V ketika N = 15 dan R = Dinamika populasi, * dan V ketika N = 18 dan R = Dinamika populasi, * dan V ketika N = 24 dan R = Peran protease inhibitor terhadap virus HIV Bifurkasi ranscritical untuk model HIV anpa erapi Obat... 16, *, V ketika η =.6 dan R = Orbit kestabilan di sekitar ( ) 15 Orbit kestabilan di sekitar (, *, ) 16 Orbit kestabilan di sekitar (, *, ) V ketika η =.7 dan R = V ketika η =.8 dan R = Dinamika populasi, * dan V ketika η =.6 dan R = Dinamika populasi, * dan V ketika η =.7 dan R = Dinamika populasi, * dan V ketika η =.8 dan R = V ketika η =.2 dan R = Orbit kestabilan di sekitar (, *, ) 21 Orbit kestabilan di sekitar (, *, ) 22 Orbit kestabilan di sekitar (, *, ) V ketika η =.3 dan R = V ketika η =.4 dan R = Dinamika populasi, * dan V ketika η =.2 dan R = Dinamika populasi, * dan V ketika η =.3 dan R = Dinamika populasi, * dan V ketika η =.4 dan R = Orbit kestabilan di sekitar (, *, ) 27 Orbit kestabilan di sekitar (, *, ) 28 Orbit kestabilan di sekitar (, *, ) V ketika η =.6 dan R = V ketika η =.7 dan R = V ketika η =.8 dan R = Dinamika populasi, * dan V ketika η =.6 dan R = Dinamika populasi, * dan V ketika η =.7 dan R = Dinamika populasi, * dan V ketika η =.8 dan R = Dinamika populasi, * dan V ketika η =.2 dan R = Dinamika populasi, * dan V ketika η =.3 dan R = Dinamika populasi, * dan V ketika η =.4 dan R =
10 2 DAFAR ABEL Halaman 1 Nilai parameter Kondisi kestabilan titik tetap dari model HIV tanpa terapi obat Kondisi kestabilan titik tetap dari model HIV dengan protease inhibitor... 15
11 2 DAFAR LAMRAN Halaman 1 Pembuktian eorema Penentuan itik etap ak erinfeksi Model HIV tanpa terapi obat Penentuan itik etap erinfeksi Model HIV tanpa terapi obat Penentuan Nilai Eigen itik etap ak erinfeksi E 1 dengan Mathematica Penentuan Nilai Eigen itik etap erinfeksi dengan Mathematica Dinamika HIV tanpa terapi obat untuk R < Orbit Kestabilan Sistem Model HIV tanpa terapi obat untuk R > Dinamika Model HIV tanpa terapi obat untuk R > Penentuan itik etap ak erinfeksi untuk Model HIV dengan Protease Inhibitor Penentuan itik etap erinfeksi untuk Model HIV dengan Protease Inhibitor Penentuan Nilai Eigen itik etap ak erinfeksi dengan F1 = (,,, ss 1 ) dengan Mathematica Penentuan Nilai Eigen itik etap erinfeksi F3 (, *,, ss2 VI VNI ) = dengan Mathematica Orbit Kestabilan Sistem Model HIV dengan Protease Inhibitor untuk R < Orbit Kestabilan Sistem Model HIV dengan Protease Inhibitor untuk R > Dinamika Viral dengan Protease Inhibitor untuk R < Dinamika Viral dengan Protease Inhibitor untuk R > Penentuan itik etap Model Penyembuhan Sel Darah Putih F =,,, ss3 dengan Mathematica Penentuan nilai eigen titik tetap ( ) 19 Orbit Kestabilan Sistem Model Penyembuhan Sel Darah Putih untuk R < Dinamika Model Akibat dari Penyembuhan Sel Darah Putih untuk R > Dinamika Model Akibat dari Penyembuhan Sel Darah Putih untuk R >
12 2 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah sindrom (kumpulan gejala) yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat terinfeksi HIV. Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan sejenis retrovirus (virus yang dapat menggandakan dirinya sendiri pada sel yang ditumpanginya) yang merusak sistem kekebalan tubuh terutama sel darah putih. Sel darah putih ini berfungsi untuk membantu tubuh melawan berbagai penyakit, kuman, bakteri atau virus yang masuk ke dalam tubuh. HIV hidup di semua cairan tubuh tetapi hanya bisa menular melalui cairan tubuh tertentu yaitu darah, sperma, cairan vagina dan ASI. Penularan dapat terjadi melalui hubungan seksual, transfusi darah, jarum suntik yang terkontaminasi, antara ibu dan bayi selama kehamilan, kelahiran dan masa menyusui. Dua spesies HIV yang diketahui menginfeksi manusia adalah HIV-1 dan HIV-2. HIV-1 merupakan sumber dari mayoritas infeksi HIV di dunia, HIV-1 lebih mematikan dan lebih mudah masuk ke dalam tubuh. Sementara HIV-2 sulit dimasukkan dan kebanyakan berada di Afrika Barat (Reeves dan Doms, 22). arget utama dari infeksi HIV adalah suatu kelas limposit, (sel darah putih), yang dikenal sebagai sel CD4 +. Jumlah sel CD4 + normal adalah sekitar 1 mm -3, jika jumlah sel CD4 + kurang dari 2 mm -3, maka pada kondisi ini individu diklasifikasikan terkena AIDS. Sel CD4 + merupakan bagian penting dari sistem kekebalan tubuh, dan jika jumlahnya menyusut, maka sistem tersebut menjadi terlalu lemah untuk melawan infeksi. Infeksi HIV menyebabkan deplesi imunitas sel terutama sel CD4 + dan juga menyebabkan menurunnya fungsi sel tersebut. Seseorang yang positif mengidap HIV, belum tentu mengidap AIDS. Banyak kasus di mana seseorang positif mengidap HIV, tetapi tidak menjadi sakit dalam waktu yang lama. Namun, HIV yang ada pada tubuh seseorang akan terus merusak sistem kekebalan tubuh. Akibatnya, virus dan bakteri yang biasanya tidak berbahaya menjadi sangat berbahaya karena rusaknya sistem kekebalan tubuh. Sampai saat ini HIV/AIDS belum dapat disembuhkan secara total, namun berbagai usaha dilakukan untuk mengembangkan obatobatan yang dapat mengatasinya. Pengobatan yang berkembang saat ini, targetnya adalah enzim-enzim yang dihasilkan oleh HIV dan diperlukan oleh virus tersebut untuk berkembang. Enzim-enzim ini dihambat dengan menggunakan inhibitor yang akan menghambat kerja enzim-enzim tersebut dan pada akhirnya akan menghambat pertumbuhan virus HIV. Salah satu inhibitor yang digunakan pada pengobatan HIV yang akan dikaji dalam tulisan ini adalah protease inhibitor. Beberapa model telah dikembangkan untuk mendeskripsikan sistem kekebalan tubuh, interaksi sistem kekebalan tubuh dengan HIV dan penurunan jumlah sel CD4 +. Baik model stokastik maupun model deterministik telah dikembangkan. Model stokastik, seperti model yang dikembangkan oleh Merrill (1989) bertujuan untuk memperkirakan awal peristiwa suatu penyakit ketika jumlah sel terinfeksi dan virus sedikit. Sementara model deterministik, seperti yang dikembangkan oleh Dolezal dan Hraba (1989), Hraba et al (199), Anderson dan May (1989), dan Perelson (1989) diterapkan pada analisis dengan populasi berukuran sedang maupun besar. Pada model deterministik dijelaskan dinamika sel CD4 + dan populasi virus baik tanpa terapi maupun dengan terapi obat-obatan. Pada tulisan ini akan dibahas tiga model deterministik dari Alan S. Perelson dan Patrick W. Nelson (1998). Pada ketiga model dijelaskan perubahan populasi sel tidak terinfeksi maupun terinfeksi HIV dan perubahan populasi virus. Model I, yaitu model HIV tanpa terapi obat, model II, yaitu model HIV dengan terapi protease inhibitor dan model III, yaitu model penyembuhan sel darah putih. 1.2 ujuan ujuan dari penulisan karya ilmiah ini adalah 1. menganalisis kestabilan dan perilaku serta menampilkan grafik solusi numerik dari model I, II dan III; 2. menganalisis pengaruh penggunaan protease inhibitor dengan efektifitas yang berbeda pada model II dan III.
13 2 II LANDASAN EORI Pemodelan matematika dapat digunakan untuk mengamati pertumbuhan suatu virus, termasuk untuk mengamati pertumbuhan virus HIV di dalam tubuh. Model HIV dari Alan S. perelson dan Patrick W. Nelson adalah sistem persamaan diferensial taklinear. eori sistem persamaan diferensial, pelinearan, serta kestabilannya akan dirangkum dari buku (Farlow 1994), (Verhulst 199), (u 1994), (Anton 1995) dan (Fisher 199). Pertama akan dibahas konsep dari sistem persamaan diferensial linear (SPDL). Misalkan suatu persamaan diferensial orde-1 dinyatakan sebagai berikut ( ) x g ( t) x + a t = (2.1) dengan a ( t ) dan ( ) waktu ( t ). Bila ( ) g t adalah fungsi dari a t adalah suatu matriks berukuran n n dengan koefisien konstan dan g t dinyatakan sebagai vektor konstan b ( ) maka diperoleh bentuk SPDL sebagai berikut dx A dt = x = x + b. (2.2) Selanjutnya akan dibahas konsep dari sistem persamaan linear mandiri. Misalkan diberikan suatu sistem persamaan diferensial orde-1 sebagai berikut dx x f x y dt = = dy y g x, y dt = = (, ) ( ) dengan f dan g fungsi kontinu bernilai real yang dinyatakan dalam x dan y, serta fungsi-fungsi tersebut tidak berubah terhadap waktu, maka sistem (2.3) disebut sistem persamaan diferensial mandiri. Selanjutnya akan dibahas titik tetap suatu sistem persamaan diferensial dan kestabilannya. Misalkan diberikan sistem persamaan diferensial (SPD) sebagai berikut dx n x f ( x ),x dt = = R. (2.4) itik x * disebut titik tetap atau titik keseimbangan, jika memenuhi f ( x* ) =. Misalkan titik x * adalah titik tetap SPD (2.4) x t adalah solusi SPD mandiri dengan dan ( ) (2.3) nilai awal ( ) = x x dengan x x *. itik x * dikatakan titik tetap stabil, jika untuk sembarang ε > terdapat r > sedemikian sehingga jika posisi awal x memenuhi < r x t memenuhi x -x*, maka solusi ( ) ( t ) * < ε x x, untuk setiap t >. Sebaliknya, titik x * dikatakan titik tetap tidak stabil, jika untuk sembarang ε > dan r >, terdapat posisi awal yang memenuhi x -x* < r, sehingga berakibat solusi x ( t ) memenuhi ( t ) * sedikitnya satu t >. x x ε, untuk Untuk menganalisis kestabilan titik tetap dari suatu SPD taklinear, dapat dilakukan dengan pelinearan pada sistem persamaan diferensialnya. Untuk suatu SPD taklinear, analisis kestabilannya dilakukan melalui pelinearan. Misalkan diberikan SPD taklinear sebagai berikut ( ) n x = f x :x R. (2.5) Dengan menggunakan ekspansi aylor untuk suatu titik tetap x *, maka persamaan (2.5) dapat ditulis sebagai berikut x = Ax +ϕ ( x), (2.6) dengan ( *) ( x ) A = Df x = Df f1 f1 x1 x n =. f n fn x1 x n x=x* Persamaan (2.6) merupakan SPD taklinear, ϕ x dengan A adalah matriks Jacobi dan ( ) suku berorde tinggi dengan limϕ ( x ) =. x Selanjutnya Ax pada persamaan (2.6) disebut pelinearan dari sistem taklinear persamaan (2.5) sehingga didapat persamaan berikut x = Ax. (2.7) Misalkan A adalah matriks n n, maka n suatu vektor taknol x di dalam R disebut vektor eigen dari A, jika untuk suatu skalar λ, yang disebut nilai eigen dari A, berlaku
14 3 Ax = λx, (2.8) vektor x disebut vektor eigen yang bersesuaian dengan nilai eigen λ. Untuk mencari nilai eigen dari matriks A yang berukuran n n, maka persamaan (2.8) dapat dituliskan sebagai berikut ( λ ) = A I x, (2.9) dengan I matriks identitas. Persamaan (2.9) mempunyai solusi taknol jika dan hanya jika ( λ ) det A I =. (2.1) Persamaan (2.1) disebut persamaan karakteristik dari A. Selanjutnya akan dibahas kestabilan suatu titik tetap. Misalkan diberikan SPD mandiri dx n x f ( x ),x R dt = =. (2.11) Kemudian ditentukan titik tetap x * yang memenuhi f ( x* ) =. Selanjutnya, dilakukan pelinearan di sekitar titik tetapnya sesuai dengan persamaan (2.6), sehingga diperoleh persamaan (2.7). Analisis kestabilan SPD (2.11), dilakukan melalui analisis kestabilan SPD (2.7). Penentuan kestabilan titik tetap didapat dengan melihat nilai-nilai eigennya, yaitu: λ i, i = 1, 2,..., n yang diperoleh dari persamaan karakteristik dari A, yaitu ( λ ) det A I =. Secara umum kestabilan suatu titik tetap mempunyai 3 perilaku sebagai berikut: 1. Stabil, jika a. setiap nilai eigen real adalah negatif ( λ i < untuk setiap i ), b. setiap komponen nilai eigen kompleks bagian realnya lebih kecil atau sama Re λ untuk setiap dengan nol, ( ( ) i ). 2. idak stabil, jika a. setiap nilai eigen real adalah positif ( λ i > untuk setiap i ), b. setiap komponen nilai eigen kompleks bagian realnya lebih besar dari nol, Re λ > untuk setiap i ). ( ( ) i 3. Sadel, jika Perkalian dua buah nilai eigen real adalah negatif ( λ λ < untuk setiap i dan j sembarang). i j i a. Simpul stabil b. Simpul tidak stabil c. Sadel d. Spiral stabil e. Spiral tidak stabil Adapun bentuk umum kestabilan di sekitar titik tetap adalah sebagai berikut:
15 4 f. Center Selain itu, penentuan kestabilan titik tetap juga didapat berdasarkan kriteria Routh- Hurwitz berikut ini eorema 1: (Routh-Hurwitz Criterion) Misalkan a1, a2,..., a k merupakan bilangan real. Semua nilai eigen dari persamaan karakteristik k k 1 2 ( ) p λ = λ + a λ a λ + a λ + a = 1 k 2 k 1 k mempunyai bagian real yang negatif jika dan hanya jika determinan dari matriks M untuk setiap i = 1, 2,..., k adalah positif dengan a j = jika j > k. Berdasarkan kriteria Routh-Hurwitz, untuk suatu nilai k, dengan k = 2,3, 4. itik tetap x * stabil jika dan hanya jika untuk k = 2; a >, a > 1 2 k = 3; a >, a >, a a > a k = 4; a >, a >, a >, a a a > a + a a i i untuk kasus k = 3 kriteria Routh-Hurwitz disajikan pada eorema 2. eorema 2 Misalkan A, B, C bilangan-bilangan real. Bagian real dari setiap nilai eigen persamaan karakteristik ( ) 3 2 p λ = λ + Aλ + Bλ + C = adalah negatif jika dan hanya jika A, C positif dan AB > C. Bukti (lihat Lampiran 2). Selanjutnya akan dibahas mengenai bilangan reproduksi dasar, R. Bilangan reproduksi dasar adalah rata-rata jumlah infeksi sekunder yang disebabkan oleh datangnya individu terinfeksi tunggal ke dalam populasi yang rentan terserang penyakit, atau bisa juga dikatakan R merupakan reproduksi dasar virus. Berikut adalah analisis untuk nilai R : 1. R < 1 : virus tidak dapat bertahan hidup di dalam populasi. 2. R > 1: virus dapat bertahan hidup di dalam populasi. Dalam karya ilmiah ini juga dibahas mengenai bifurkasi. Misalkan suatu sistem dinamik dx = f ( x, ψ ) (2.12) dt dengan parameter ψ adalah suatu konstanta. Dengan nilai ψ yang bervariasi dan mempunyai suatu nilai kritis ψ. Sistem dinamik tersebut akan stabil jika ψ < ψ dan tidak stabil jika ψ > ψ, maka pada titik ψ terdapat perubahan kestabilan sistem yang disebut bifurkasi. Nilai ψ adalah titik bifurkasi. Salah satu tipe bifurkasi yang dibahas adalah bifurkasi transcritical. Misalkan suatu sistem dinamik itik dx 2 = f ( x, µ ) = µ x x. (2.13) dt * x (, µ ) = merupakan titik tetap yang memenuhi f ( x, µ ) =. Ketika µ <, titik tetap x * 1 = adalah stabil dan titik tetap x = µ tidak stabil. Sedangkan untuk µ >, 2 * titik tetap x * 1 = tidak stabil dan titik tetap x * µ 2 = stabil. Sehingga pada µ = terdapat perubahan kestabilan sistem yang disebut bifurkasi transcritical dengan µ = adalah titik bifurkasi. Persamaan (2.13) merupakan bentuk normal dari bifurkasi transcritical.
16 5 3.1 Model HIV anpa erapi Obat Model yang akan disajikan berikut ini dideskripsikan oleh Alan S. Parelson dan Patrick W. Nelson (1999). Pada model dibahas populasi sel target (sel CD4 + atau sel darah putih) tidak terinfeksi diberi notasi, III PEMBAHASAN Laju infeksi populasi sel terinfeksi diberi notasi dan virus bebas, diberi notasi. Selanjutnya, diagram infeksi virus HIV dapat dilihat pada Gambar 1 berikut. otal virion Sel darah putih terinfeksi Virus Sel darah putih sehat # $ "! Dari Gambar 1 ditunjukkan bahwa sel baru dihasilkan dari sumber di dalam tubuh, seperti timus diberi notasi s, yaitu laju sel baru yang dihasilkan dari sumber di dalam tubuh. Sel juga dihasilkan melalui proliferasi (perkembangbiakan) sel yang ada. Pada tulisan ini, proliferasi dinyatakan dengan sebuah fungsi logistik, dengan p adalah laju proliferasi maksimum yang mengacu pada keberadaan batasan maksimum dari populasi. Bagaimanapun, jumlah total sel dibatasi oleh kepadatan populasi sel pada proliferasi yaitu max Gambar 1 Diagram infeksi virus HIV.. Sel tidak terinfeksi d mempunyai laju kematian alami sebesar sehingga tingkat kematian sel tidak terinfeksi pada suatu waktu adalah d. Pada kehadiran HIV, sel menjadi terinfeksi. Virus ini yaitu V menginfeksi sel dengan laju k menyebabkan jumlah sel tidak terinfeksi,, di dalam tubuh berkurang sebesar kv. Jumlah populasi sel terinfeksi pada waktu t dipengaruhi oleh tingkat infeksi virus dan kematian alami sel tersebut. ingkat infeksi virus adalah kv, dengan laju kematian sel terinfeksi, * adalah δ, maka tingkat kematian sel terinfeksi pada suatu waktu adalah δ *. mati mati mati Selanjutnya, penambahan jumlah virus di dalam tubuh ditandai dengan jumlah total virus yang diproduksi oleh sebuah sel terinfeksi, *, selama waktu hidupnya, yaitu sebanyak N. Jadi, tingkat produksi virus baru adalah Nδ *. Virus mempunyai laju kematian alami sebesar c, menyebabkan jumlah virus pada waktu t berkurang sebesar cv. Konstruksi model matematika untuk model HIV tanpa terapi obat menggunakan asumsi sebagai berikut: 1. Infeksi terjadi karena virus HIV. 2. Sel terinfeksi menghasilkan N virus selama waktu hidupnya. 3. Semua parameter dan variabel yang digunakan taknegatif. Dengan demikian, uraian di atas dapat diekspresikan secara matematika sebagai suatu sistem persamaan diferensial sebagai berikut d = s + p 1 d kv dt max d * = kv δ * (3.1) dt dv = Nδ * cv, dt
17 6 dengan : banyaknya populasi sel tidak terinfeksi, * : banyaknya populasi sel terinfeksi, V : banyaknya populasi virus, s : laju sel baru dihasilkan dari sumber di dalam tubuh, seperti timus, p : laju proliferasi maksimum, max : populasi maksimum sel pada proliferasi, d : laju kematian sel tidak terinfeksi, k δ N c : laju infeksi, : laju kematian sel terinfeksi, : total virus yang diproduksi oleh sel terinfeksi selama waktu hidupnya, : laju kematian virus. Nilai parameter yang digunakan dalam simulasi diperoleh dari Perelson, Kirschner dan De Boer (1993), dengan rincian diberikan pada abel 1 berikut ini. abel 1 Nilai parameter Notasi Nilai s 1 mm -3 hari -1 p.3 hari -1 max 15 mm -3 d.2 hari -1 k.24 mm -3 hari -1 δ.24 hari -1 N bervariasi c 2.4 hari -1 Selanjutnya akan ditentukan titik tetap untuk sistem persamaan (3.1) yang kemudian akan menganalisis kestabilan di sekitar titik tetap tersebut, orbit serta dinamika populasinya itik etap itik tetap dari sistem persamaan (3.1) d akan diperoleh dari persamaan =, dt d * dv = dan =, yaitu dt dt ( ) 2 4sp = + +,,, 2 p max max E1 p d p d max ( ) 2 4sp E2 = p d p d +,,, 2 p max dan E3 = (, *, V ), dengan c = Nk cv * = δ N V s k p ( 1 ) d max = +. k Asumsikan bahwa tidak terdapat virus di dalam sel tubuh ( V = ), maka * = sehingga diperoleh mx ( ) 2 4sp = p d ± p d +. 2 p max Dengan demikian, terdapat dua titik tetap tidak terinfeksi yaitu max ( ) 2 4sp E1 = p d + p d +,,, 2 p max dan max ( ) 2 4sp E2 = p d p d +,,. 2 p max Untuk titik tetap E 2 tidak akan dianalisis karena jumlah populasi sel tidak terinfeksi pada titik tetap E 2 bernilai negatif, sehingga titik tetap yang dianalisis adalah E1 = (,, ss 1 ) dengan mx ( ) 2 4sp ss 1 = p d + p d +. 2 p max itik tetap terinfeksi diperoleh dengan menyelesaikan sistem persamaan (3.1) yaitu E3 = (, *, V ), dengan c = Nk cv * = δ N ( 1 ) s p d max V = +. k k itik tetap terinfeksi ada hanya jika V > yang berarti < < ss Analisis Kestabilan itik etap Untuk melihat perilaku solusi di sekitar titik tetap, maka akan dilakukan pelinearan pada model yang merupakan persamaan diferensial taklinear. Misalkan sistem persamaan (3.1) dituliskan sebagai berikut
18 7 d = P dt d * = Q dt dv = R dt (, *, V ) (, *, V ) (, *, V ) (3.2) Dengan melakukan pelinearan pada sistem persamaan (3.2), diperoleh matriks Jacobi maka P P P * V Q Q Q J = * V R R R * V 2 p + p d kv k max J = kv δ k. Nδ c Pelinearan sistem persamaan diferensial pada titik tetap % akan menghasilkan matriks Jacobi sebagai berikut 2 ss1 p 1 d kss 1 max J1 = δ k ss1. Nδ c Untuk memperoleh nilai eigen digunakan det J λi = persamaan karakteristik ( ) sehingga nilai eigen untuk matriks J 1 adalah 2 ss1 λ1 = p 1 d max c + δ 1 λ ( ) 2 2,3 = ± c + δ 4cδ + 4δ Nkss Karena semua parameter taknegatif, maka λ < sehingga kestabilan titik tetap & 3 tergantung pada nilai eigen λ 1 dan λ 2. Agar titik tetap bersifat stabil, maka ( p d ) max i. λ 1 < yang berarti ss 1 > 2p 1 ii. λ 2 < yang berarti c > Nk ss 1 atau c N <. k ss1 Kondisi stabil dipenuhi, ketika atau ditulis dalam bentuk Nk ss c 1 < 1. c N < k Nk 1 Besaran ss merupakan bilangan c reproduksi dasar virus dalam populasi, diberi notasi R. Ketika R < 1 yang merupakan kondisi stabil, maka virus tidak dapat bertahan di dalam populasi. Sebaliknya, ketika R > 1, maka populasi tidak stabil, karena virus akan bertahan dalam populasi. Pelinearan sistem persamaan diferensial pada titik E3 = (, *, V ), dengan c = Nk cv * = δ N ( 1 ) s p d max V = + k k akan menghasilkan matriks Jacobi sebagai berikut 2 p 1 d kv k max J1 = kv δ k. Nδ c Kestabilan titik tetap & ' bergantung pada nilai eigen pada matriks J 2 yang diperoleh dari det J λi = persamaan karakteristik ( ) atau 3 2 λ + Aλ + Bλ + C = dengan 2 p A = δ + c + ( p d ) + kv max 2 p B = ( δ + c) ( p d ) + kv max C = cδ kv. 2 ss1
19 8 Berdasarkan kriteria Routh-Hurwitz, titik tetap terinfeksi stabil, jika syarat A >, C >, dan AB C > terpenuhi. Karena semua parameter taknegatif, maka diperoleh C >. Pada titik tetap berlaku 2 p s + ( p d ) = kv. max Selama s >, 2 p ( p d ) < kv max atau p ( p d ) < + kv. max Ini memperlihatkan bahwa A >. Bentuk A dan B masing-masing dapat ditulis A = ( δ + c + B 1 ) dan B = ( δ + c) B1, dengan B 1 memuat kv sehingga dapat ditunjukkan bahwa 2 2 ( ) ( ) AB = B δ + c + B δ + c > δ ckv = C 1 1 yang berarti AB C > terpenuhi. abel 2 Kondisi kestabilan titik tetap dari model tanpa terapi obat ss1 ss1 Kondisi E 1 E 3 c ( p d ) max N < > k ss1 2p atau R < 1 Simpul Stabil Sadel c ( p d ) max N > > k ss1 2p atau R > 1 Sadel Spiral Stabil Dari abel 2 terlihat bahwa terjadi perubahan kestabilan titik tetap. Hal ini menunjukkan adanya bifurkasi trancritical c dengan N = merupakan titik bifurkasi. k ss1 Berikut ini akan diperlihatkan bifurkasi transcritical untuk model HIV tanpa terapi obat, titik tetap stabil ditandai dengan garis tebal, sedangkan titik tetap tidak stabil ditandai dengan garis putus-putus pada Dinamika Model HIV tanpa erapi Obat Berikut ini akan diperlihatkan grafik perubahan dinamika dari populasi sel tidak terinfeksi, populasi sel terinfeksi dan populasi virus terhadap waktu ( t ) ketika R < 1. Parameter yang digunakan dipilih dari abel 1 dengan nilai awal ( ) = 1, *( ) = dan V ( ) =.1. c = Nk = ss1 Gambar 2 Bifurkasi transcritical untuk model HIV tanpa terapi obat.
20 9 Gambar 3 Dinamika populasi, * dan V ketika N = 5. Gambar 4 Dinamika populasi, * dan V ketika N = 7. Gambar 5 Dinamika populasi, * dan V ketika N = 8. Dari Gambar 3, 4 dan 5 terlihat bahwa jumlah populasi sel tidak terinfeksi tetap, yaitu 1. Populasi sel terinfeksi pada awalnya meningkat tajam kemudian mengalami penurunan mencapai kestabilan pada angka. Hal ini dikarenakan populasi virus menurun mencapai kestabilan pada angka. Penurunan ini terjadi karena pada kondisi ini virus tidak dapat bertahan di dalam populasi dan akhirnya virus akan punah. Selain itu, terlihat bahwa ketika N = 8 populasi sel terinfeksi meningkat lebih besar dibandingkan ketika N = 5. Sebelum melihat dinamika populasi, berikut ini akan digambarkan bidang fase yang menunjukkan orbit kestabilan untuk R > dengan memilih parameter pada abel 1 1 dengan nilai awal ( ) = 1, ( ) dan V ( ) =.1. * = (i). Ketika R = 1.5 Kondisi R = 1.5 dipenuhi ketika N = 15 sehingga diperoleh titik tetap E = dan E 3 = ( ,32.474, 1 ( 1,,) ). Orbit kestabilannya diberikan pada Gambar 6 berikut. Gambar 6 Orbit kestabilan di sekitar, *, V ketika N = 15. ( )
21 1 Dari Gambar 6 terlihat bahwa orbit membentuk spiral menuju titik tetap E 3, sehingga E 3 stabil. Selain itu, titik tetap E 1 jauh dari bidang fase sehingga E 1 tidak stabil. (ii). Ketika R = 1.8 Kondisi R = 1.8 dipenuhi ketika N = 18 sehingga diperoleh titik tetap E = dan E 3 = ( , , 1 ( 1,,) 73.74). Orbit kestabilannya diberikan pada Gambar 7 berikut. (iii). Ketika R = 2.4 Kondisi R = 2.4 dipenuhi ketika N = 24 sehingga diperoleh titik tetap E = dan E 3 = ( , ( 1,,) ). Orbit kestabilannya diberikan pada Gambar 8 berikut. Gambar 8 Orbit kestabilan di sekitar, *, V ketika N = 24. ( ) Gambar 7 Orbit kestabilan di sekitar, *, V ketika N = 18. ( ) Dari Gambar 7 terlihat bahwa orbit membentuk spiral menuju titik tetap E 3, sehingga E 3 stabil. Selain itu, titik tetap E 1 jauh dari bidang fase sehingga E 1 tidak stabil. Dari Gambar 8 terlihat bahwa orbit membentuk spiral menuju titik tetap E 3, sehingga E 3 stabil. Selain itu, titik tetap E 1 jauh dari bidang fase sehingga E 1 tidak stabil. Grafik perubahan dinamika dari populasi sel tidak terinfeksi, populasi sel terinfeksi dan populasi virus terhadap waktu ( t ) untuk R > 1 diberikan pada Gambar 9, 1 dan 11.
22 11 Gambar 9 Dinamika populasi, * dan V ketika N = 15 dan R = 1.5. Gambar 1 Dinamika populasi, * dan V ketika N = 18 dan R = 1.8.
23 12 Gambar 11 Dinamika populasi, * dan V ketika N = 24 dan R = 2.4. Berdasarkan Gambar 9, 1 dan 11, setelah virus menginfeksi sel. Populasi sel tidak terinfeksi, populasi sel terinfeksi dan populasi virus berfluktuasi menuju nilai stabil. Saat populasi sel tidak terinfeksi mengalami penurunan, maka populasi sel terinfeksi mengalami peningkatan. Peningkatan sel terinfeksi seiring dengan peningkatan populasi virus. Besarnya penurunan populasi sel tidak terinfeksi dipengaruhi oleh besarnya jumlah total virus yang dihasilkan oleh sebuah sel terinfeksi, N. Ketika N = 24 dan R = 2.4, penurunan populasi sel tidak terinfeksi semakin besar dan semikin cepat dibandingkan ketika N = 15 dan R = 1.5 seiring dengan peningkatan populasi virus yang juga semakin besar dan semakin cepat. Jadi, dapat disimpulkan bahwa semakin besar N, maka penurunan populasi sel tidak terinfeksi di dalam tubuh semakin besar dan semakin cepat, sama halnya jika R jauh lebih besar dari satu. 3.2 Model HIV dengan erapi Protease Inhibitor Pada model ini, terapi protease inhibitor diharapkan mampu menekan jumlah virus HIV dalam sel darah putih. Karena setelah terinfeksi virus, jumlah sel darah putih atau sel tidak terinfeksi akan menurun secara drastis dan akan menjadi stabil namun pada tingkat yang lebih rendah dibandingkan dengan jumlah sel darah putih pada individu yang tidak terinfeksi HIV. Hal ini telah diperlihatkan pada model I (model HIV tanpa terapi obat). Penurunan jumlah sel dapat digunakan sebagai kriteria untuk mendiagnosa perkembangan HIV di dalam tubuh. Protease inhibitor berperan sebagai penghambat pembentukkan protein-protein aktif yang akan menjadi virus baru. Gambar 12 berikut ini menjelaskan peran protease inhibitor.
24 13 1. Virus masuk ke dalam sel darah putih sehat 2. Reverse ranscriptase pada genom RNA virus membuat salinan DNA 3. DNA virus bergabung dengan DNA inang, membentuk RNA virus dalam jumlah banyak 4. RNA virus membentuk protein virus 5. Protease Inhibitor menghalangi protein virus membentuk protease virus 6. Virus mati Gambar 12 Peran protease inhibitor terhadap virus HIV. Setelah pemberian protease inhibitor terdapat dua tipe virus yaitu V I yang menunjukkan populasi virus yang belum dipengaruhi oleh protease inhibitor sehingga poliprotein mereka membelah dan tipe V NI menunjukkan populasi virus dengan poliprotein yang tidak membelah dengan adalah konsentrasi total virus. Penambahan jumlah virus yang dipengaruhi oleh protease inhibitor ditandai dengan jumlah total virus yang diproduksi oleh sel terinfeksi dengan efektifitas protease inhibitor sebesar η. Konstruksi model matematika untuk model HIV dengan terapi protease inhibitor ini menggunakan asumsi yang sama dengan model sebelumnya. Sehingga diperoleh model matematika sebagai berikut d = s + p 1 d kvi dt max d * = kvi δ * dt dvi = ( 1 η ) Nδ * cvi dt (3.3) dvni = η Nδ * cvni, dt dengan : banyaknya populasi sel tidak terinfeksi, * : banyaknya populasi sel terinfeksi, V : banyaknya populasi virus, V = V + V V I I NI : banyaknya populasi virus dengan poliprotein yang membelah, V NI : banyaknya populasi virus dengan poliprotein yang tidak membelah, s p : laju sel baru dihasilkan dari sumber di dalam tubuh, seperti timus, : laju proliferasi maksimum, max : populasi maksimum sel pada proliferasi, d : laju kematian sel tidak terinfeksi, k : laju infeksi, δ : laju kematian sel terinfeksi, N : total virus yang diproduksi oleh sel terinfeksi selama waktu hidupnya, c : laju kematian virus. η : efektifitas dari protease inhibitor. Selanjutnya akan ditentukan titik tetap untuk persamaan (3.3) yang kemudian akan menganalisis kestabilan disekitar titik tetap tersebut, orbit serta dinamika populasinya itik etap itik tetap dari sistem persamaan (3.3) d akan diperoleh dari persamaan =, dt dv =, I dv dt = dan NI =, yaitu dt dt d * ( ) 2 4sp = + +,,, 2 p max max F1 p d p d max ( ) 2 4sp F2 = p d p d +,,,, 2 p max dan ( ss I NI ) F, *,, 3 = 2 V V, dengan ss2 = Nk c ( 1 η )
25 14 * = δ N s2 cv I ( 1 η ) s p VI = + k V NI η VI =. 1 η ss 2 ( 1 ) max k d Asumsikan bahwa tidak terdapat virus di dalam sel tubuh ( V = ), maka * = sehingga diperoleh max ( ) 2 4sp = p d ± p d +. 2p max Dengan demikian terdapat dua titik tetap tidak terinfeksi, yaitu max ( ) 2 4sp F1 = p d + p d +,,,, 2 p max dan max ( ) 2 4sp F2 = p d p d +,,,. 2 p max Untuk titik tetap F 2 tidak akan dianalisis karena jumlah populasi sel tidak terinfeksi pada titik tetap F 2 bernilai negatif, sehingga titik tetap yang dianalisis selanjutnya adalah F1 = (,,, 1 ), ss dengan max ( ) 2 4sp ss 1 = p d + p d +. 2 p max itik tetap terinfeksi diperoleh dengan menyelesaikan sistem persamaan (3.3) yaitu ( ss I NI ) F, *,, 3 = 2 V V, dengan ss2 * = = Nk δ N s2 c ( 1 η ) cv I ( 1 η ) s p VI = + k V NI η VI =. 1 η ss 2 ( 1 ) max k d itik tetap terinfeksi ada hanya jika V I > yang berarti < ss 2 < ss Analisis Kestabilan itik etap Untuk melihat perilaku solusi di sekitar titik tetap, maka akan dilakukan pelinearan pada model yang merupakan persamaan diferensial taklinear. Misalkan sistem persamaan (3.3) dituliskan sebagai berikut d = P(, *, VI, VNI ) dt d * = Q(, *, VI, VNI ) dt dvi = R (, *, VI, VNI ) dt dvni = S (, *, VI, VNI ). dt Dengan melakukan pelinearan pada sistem persamaan (3.4), maka diperoleh matriks Jacobi atau P P P P * VI V NI Q Q Q Q * VI VNI J = R R R R * VI VNI S S S S * VI VNI 2 p 1 d kv I k max J = kvi δ k ( 1 η ) Nδ c η Nδ c Pelinearan sistem persamaan diferensial pada titik tetap ( akan menghasilkan matriks Jacobi sebagai berikut 2 ss1 p 1 d kss 1 max J3 = δ kss 1 ( 1 η ) Nδ c η Nδ c sehingga diperoleh nilai eigen 2 ss1 λ1 = p 1 d max c+ δ 1 2 λ2,3 = ± c+ δ 4cδ + 4δ Nk ss1 1 η 2 2 λ 4 = c. (3.4) ( ) ( )
26 15 Karena semua parameter taknegatif, maka λ < dan λ 4 <, sehingga kestabilan di 3 titik ini tergantung pada nilai eigen λ 1 dan λ 2. Agar titik tetap bersifat stabil, maka )* λ 1 < yang berarti ii. 2 ss1 ( p d ) max > 2p λ < yang berarti c Nk ( η ) > 1 ss1 c atau η > 1. Nkss 1 Kondisi stabil dipenuhi, ketika c η > 1 atau ditulis dalam bentuk Nk ss1 ( η ) Nk ss 1 1 < 1. c ( η ) Nk 1 ss 1 Besaran merupakan bilangan c reproduksi dasar virus dalam populasi + untuk model HIV dengan terapi protease inhibitor. Ketika R < 1 yang merupakan kondisi stabil maka virus tidak dapat bertahan di dalam populasi. Sebaliknya, ketika R > 1, maka populasi tidak stabil, karena virus akan bertahan dalam populasi. Subtitusi ss2 kedalam V I sehingga diperoleh c p 1 d sn ( 1 η ) Nk max ( 1 η ) VI = + > c k Pelinearan sistem persamaan diferensial pada titik tetap F 3 akan menghasilkan matriks Jacobi sebagai berikut 2 p 1 d kvi k max J4 = kvi δ k ( 1 η ) Nδ c η Nδ c dengan = ss 2, diperoleh nilai eigen λ 4 = c. Nilai eigen lainnya diperoleh dari 3 2 solusi λ + Aλ + Bλ + C = dengan 2 p A = δ + c + ( p d ) + kvi max 2 p B = ( δ + c) ( p d ) + kvi max C = cδ kv I. Berdasarkan kriteria Routh-Hurwitz, titik tetap terinfeksi stabil, jika syarat A >, C >, dan AB C > terpenuhi. Karena semua parameter taknegatif, maka diperoleh C >. Pada titik tetap berlaku 2 p s + ( p d ) = kvi. max Selama s >, 2 p ( p d ) < kvi max atau p ( p d ) < + kv. I max Ini memperlihatkan bahwa A >. Bentuk A dan B masing-masing dapat ditulis A = ( δ + c + B 1 ) dan B = ( δ + c) B1, dengan B 1 memuat kv sehingga dapat ditunjukkan bahwa 2 2 ( ) ( ) AB = B δ + c + B δ + c > δ ckv = C 1 1 I yang berarti AB C > terpenuhi. abel 3 Kondisi kestabilan titik tetap dari model HIV dengan terapi protease inhibitor ss1 ss1 Kondisi F 1 F 3 N c < k η Simpul Stabil Sadel ( p d ) max > ( ) 2p ss1 1 atau R < 1 ( p d ) max > N > k ( η ) 2p c ss1 1 atau R > 1 Sadel Spiral Stabil
27 16 Dari abel 3 terlihat bahwa terjadi perubahan kestabilan titik tetap. Hal ini menunjukkan adanya bifurkasi trancritical c dengan N = merupakan titik k η ( ) ss1 1 bifurkasi. Berikut ini akan diperlihatkan bifurkasi transcritical untuk model HIV dengan terapi protease inhibitor, titik tetap stabil ditandai dengan garis tebal, sedangkan titik tetap tidak stabil dengan garis putus-putus. Gambar 13 Bifurkasi ranscritical untuk model HIV dengan protease inhibitor Dinamika Model HIV dengan erapi Protease Inhibitor Berikut ini akan digambarkan bidang fase yang menunjukkan orbit kestabilan untuk R <. Parameter yang digunakan dipilih dari 1 abel 1 dengan nilai awal ( ) = , *( ) = , V I ( ) = dan V ( ) =. NI c ss 2 = Nk (i). Ketika R =.96 Kondisi R =.96 dipenuhi ketika N = 24 dan η =.6 sehingga diperoleh titik tetap ( ) ( 1 η ) F 1 = 1,,,. Orbit kestabilannya diberikan pada Gambar 14 berikut. = ss1 Gambar 14 Orbit kestabilan di sekitar (, *, V I ) ketika η =.6 dan R =.96. Dari Gambar 14 terlihat bahwa orbit menuju titik tetap F 1 sehingga F 1 stabil dengan jenis kestabilan simpul. (ii). Ketika R =.72 Kondisi R =.72 dipenuhi ketika N = 24 dan η =.7 sehingga diperoleh titik tetap ( ) F 1 = 1,,,. Orbit kestabilannya diberikan pada Gambar 14 berikut. Gambar 15 Orbit kestabilan di sekitar (, *, V I ) ketika η =.7 dan R =.72. Dari Gambar 15 terlihat bahwa orbit menuju titik tetap F 1, sehingga F 1 stabil dengan jenis kestabilan simpul.
28 16 (iii). Ketika R =.48 Kondisi R =.48 dipenuhi ketika dan η =.8 sehingga diperoleh titik tetap F 1 = ( 1,,,). Orbit kestabilannya diberikan pada Gambar 14 berikut. Gambar 16 Orbit kestabilan di sekitar (, *, V I ) ketika η =.8 dan R =.48. Dari Gambar 16 terlihat bahwa orbit menuju titik tetap F 1, sehingga F 1 stabil dengan jenis kestabilan simpul. Untuk mengamati pengaruh penggunaan protease inhibitor dengan efektifitas yang berbeda pada dinamika HIV maka diperlukan grafik perubahan dinamika dari populasi sel tidak terinfeksi, populasi sel terinfeksi, populasi virus dengan poliprotein yang membelah dan populasi virus dengan poliprotein yang tidak membelah terhadap t. waktu ( ) Berikut ini akan diperlihatkan grafik perubahan dinamika populasi. Parameter yang digunakan dipilih dari abel 1 dengan nilai * = , awal ( ) =, ( ) V ( ) = dan V ( ) =. I NI Gambar 17 Dinamika populasi, *, V I dan V NI ketika η =.6 dan R =.96.
29 18 Gambar 18 Dinamika populasi, *, V I dan V NI ketika η =.7 dan R =.72. Gambar 19 Dinamika populasi, *, V I dan V NI ketika η =.8 dan R =.48.
30 19 Dari Gambar 17, 18 dan 19, setelah terapi protease inhibitor dimulai terlihat bahwa populasi virus dengan poliprotein yang membelah, V I, menurun tajam menuju kestabilan pada angka nol. Penurunan ini terjadi karena pada kondisi ini virus tidak dapat bertahan dalam populasi. Sedangkan populasi virus dengan poliprotein yang tidak membelah, V NI, pada awalnya meningkat tajam kemudian mengalami penurunan menuju kestabilan pada angka. Penurunan populasi virus dengan poliprotein yang membelah menyebabkan populasi sel tidak terinfeksi,, meningkat dan kemudian stabil pada angka 1 dan populasi sel terinfeksi, *, menurun menuju kestabilan pada angka. Kurva dari Gambar 19, yaitu ketika η =.8 dan R =.48 lebih curam jika dibandingkan dengan kurva pada saat η =.6 dan η =.7. Hal ini menunjukkan bahwa pada saat η =.8, kecepatan menuju kestabilan lebih besar sehingga populasi akan semakin cepat menuju kestabilan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin besar nilai η dan nilai R jauh lebih kecil dari 1 maka populasi virus semakin cepat menurun dan akhirnya virus akan punah. Berikut ini akan digambarkan bidang fase yang menunjukkan orbit kestabilan untuk R > dengan memilih parameter pada abel 1 1 dengan nilai awal ( ) = , *( ) = , V I ( ) = dan V ( ) =. NI Gambar 2 Orbit kestabilan di sekitar (, *, V I ) ketika η =.2 dan R = Dari Gambar 2 terlihat bahwa orbit menuju titik tetap F 3 sehingga F 3 stabil dengan bentuk kestabilan spiral. Selain itu, titik tetap F 1 jauh dari bidang fase sehingga F 1 tidak stabil. (ii). Ketika R = 1.68 Kondisi R = 1.68 dipenuhi ketika N = 24 dan η =.3 sehingga diperoleh titik tetap F 1 = ( 1,,,) dan F = ( ) , , , Orbit kestabilannya diberikan pada Gambar 21 berikut (i). Ketika R = 1.92 Kondisi R = 1.92 dipenuhi ketika N = 24 dan η =.2 sehingga diperoleh titik tetap F 1 = ( 1,,,) dan F = ( ) , , , Orbit kestabilannya diberikan pada Gambar 2 berikut. Gambar 21 Orbit kestabilan di sekitar Orbit kestabilan di sekitar (, *, V I ) ketika η =.3 dan R = Dari Gambar 21 terlihat bahwa orbit menuju titik tetap F 3 sehingga F 3 stabil dengan bentuk kestabilan spiral. Selain itu, titik tetap F 1 jauh dari bidang fase sehingga F 1 tidak stabil.
31 2 (iii). Ketika R = 1.44 Kondisi R = 1.44 dipenuhi ketika N = 24 dan η =.4 sehingga diperoleh titik tetap F 1 = ( 1,,,) dan F = ( ) , , , Orbit kestabilannya diberikan pada Gambar 22 berikut. Dari Gambar 22 terlihat bahwa orbit menuju titik tetap F 3 sehingga F 3 stabil dengan bentuk kestabilan spiral. Selain itu, titik tetap F 1 jauh dari bidang fase sehingga F 1 tidak stabil. Untuk nilai R > 1 ini akan dianalisis tiga kondisi, yaitu ketika R = 1.92, R = 1.68 dan R = Berikut ini akan diperlihatkan grafik perubahan dinamika populasi. Parameter yang digunakan dipilih dari abel 1 = , dengan nilai awal ( ) *( ) = , I ( ) V ( ) =. NI V = dan Gambar 22 Orbit kestabilan di sekitar (, *, V I ) ketika η =.4 dan R = Gambar 23 Dinamika populasi, *, V I dan V NI ketika η =.2 dan R = 1.92.
32 21 Gambar 24 Dinamika populasi, *, V I dan V NI ketika η =.3 dan R = Gambar 25 Dinamika populasi, *, V I dan V NI ketika η =.4 dan R = 1.44.
33 22 Berdasarkan Gambar 23, 24 dan 25, setelah terapi protease inhibitor dimulai, populasi virus dengan poliprotein yang tidak membelah,,-, meningkat tajam kemudian berfluktuasi menuju nilai stabil. Seiring dengan meningkatnya populasi virus dengan poliprotein yang tidak membelah, populasi virus dengan poliprotein yang membelah, V I, menurun dan berfluktuasi menuju nilai stabil yang lebih rendah dibandingkan sebelum terapi dimulai. Hal ini menyebabkan populasi sel terinfeksi, *, menurun menuju nilai stabil yang lebih rendah dan populasi sel tidak terinfeksi,, meningkat dan berfluktuasi menuju nilai stabil yang lebih tinggi dibandingkan sebelum terapi dimulai. Selain itu, dari gambar terlihat bahwa populasi virus dengan poliprotein yang membelah stabil pada angka ketika η =.2, ketika η =.3 dan.'/*1' ketika η =.4. Sehingga dapat disimpulkan semakin besar nilai η dan nilai R semakin jauh lebih dar1 1, maka populasi virus dengan poliprotein yang membelah semakin kecil dan populasi sel tidak terinfeksi semakin besar. 3.3 Model Penyembuhan Sel Darah Putih Penyembuhan sel darah putih diamati setelah terapi dimulai, diasumsikan bahwa sel darah putih baru hanya dihasilkan dari sumber di dalam tubuh, seperti timus, diberi notasi s. Sehingga fungsi logistik yang menyatakan proliferasi, yaitu p 1 pada model max sebelumnya menjadi ditiadakan. Akibat lainnya adalah populasi virus dengan poliprotein yang membelah, V I, akan turun dengan cepat (untuk protease inhibitor ct sempurna atau η = 1, VI ( t ) = Ve ) menuju angka nol. Hal ini mengakibatkan kv menjadi ditiadakan. Sehingga diperoleh model matematika penyembuhan sel darah putih sebagai berikut d = s d dt d * = kvi δ * dt dvi = ( 1 η ) Nδ * cvi dt dvni = η Nδ * cvni, dt (3.5) dengan : banyaknya populasi sel tidak terinfeksi, * : banyaknya populasi sel terinfeksi, V : banyaknya populasi virus, V = V + V V I I NI : banyaknya populasi virus dengan poliprotein yang membelah, V NI : banyaknya populasi virus dengan poliprotein yang tidak membelah, s : laju sel baru dihasilkan dari sumber di dalam tubuh, seperti timus, : laju kematian sel tidak terinfeksi, d k : laju infeksi, δ : laju kematian sel terinfeksi, N : total virus yang diproduksi oleh sel terinfeksi selama waktu hidupnya, c : laju kematian virus. η : efektifitas dari protease inhibitor. Selanjutnya akan ditentukan titik tetap untuk persamaan (3.5) yang kemudian akan menganalisis kestabilan disekitar titik tetap tersebut, orbit serta dinamika populasinya itik etap itik tetap dari sistem persamaan (3.5) d d * diperoleh dari persamaan =, =, dt dt dv I =, yaitu F = dt (,,, ss3 ) dv NI = dan dt s dengan ss 3 =. d Untuk melihat perilaku solusi disekitar titik tetap, maka akan dilakukan pelinearan pada model yang merupakan persamaan diferensial taklinear. Misalkan sistem persamaan (3.5) dituliskan sebagai berikut d = P(, *, VI, VNI ) dt d * = Q(, *, VI, VNI ) dt dvi = R (, *, VI, VNI ) dt dvni = S (, *, VI, VNI ). dt (3.6) Dengan melakukan pelinearan pada sistem persamaan (3.6), maka diperoleh matriks Jacobi
II. LANDASAN TEORI. Definisi 1 (Sistem Persamaan Diferensial Biasa Linear) Definisi 2 (Sistem Persamaan Diferensial Biasa Taklinear)
3 II. LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Persamaan Diferensial Biasa Definisi 1 (Sistem Persamaan Diferensial Biasa Linear) Misalkan suatu sistem persamaan diferensial biasa dinyatakan sebagai = + ; =, R (1) dengan
Lebih terperinciANALISIS MODEL MANGSA-PEMANGSA MICHAELIS- MENTEN DENGAN PEMANENAN PADA POPULASI MANGSA HANDANU DWARADI
ANALISIS MODEL MANGSA-PEMANGSA MICHAELIS- MENTEN DENGAN PEMANENAN PADA POPULASI MANGSA HANDANU DWARADI DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Lebih terperinciANALISIS MODEL DINAMIKA HIV DALAM TUBUH DENGAN LAJU INFEKSI TIPE HILL SKRIPSI
ANALISIS MODEL DINAMIKA HIV DALAM TUBUH DENGAN LAJU INFEKSI TIPE HILL SKRIPSI RIYADLOTUS SHOLICHAH PROGRAM STUDI MATEMATIKA DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA
Lebih terperinciMODEL MATEMATIKA STRUKTUR UMUR INFEKSI VIRUS HIV DENGAN KOMBINASI TERAPI OBAT MUHAMMAD BUWING
MODEL MATEMATIKA STRUKTUR UMUR INFEKSI VIRUS HIV DENGAN KOMBINASI TERAPI OBAT MUHAMMAD BUWING SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan
Lebih terperinciIII PEMBAHASAN. μ v. r 3. μ h μ h r 4 r 5
III PEMBAHASAN 3.1 Perumusan Model Model yang akan dibahas dalam karya ilmiah ini adalah model SIDRS (Susceptible Infected Dormant Removed Susceptible) dari penularan penyakit malaria dalam suatu populasi.
Lebih terperinciBIFURKASI HOPF PADA SISTEM PREDATOR PREY DENGAN FUNGSI RESPON TIPE II
BIFURKASI HOPF PADA SISTEM PREDATOR PREY DENGAN FUNGSI RESPON TIPE II SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Lebih terperinciMODEL MATEMATIKA. Gambar 1 Proses Infeksi Virus HIV terhadap sel Darah Putih Sehat (Feng dan Rong 2006)
5 MODEL MATEMATIKA Interaksi Virus Terhadap Sel Darah Putih Sehat AIDS adalah penyakit yang disebabkan oleh virus HIV. Virus ini merusak sistem kekebalan tubuh manusia, sehingga tubuh mudah diserang berbagai
Lebih terperinciMODEL MANGSA PEMANGSA DENGAN RESPON FUNGSIONAL TAK MONOTON RIDWAN IDHAM
MODEL MANGSA PEMANGSA DENGAN RESPON FUNGSIONAL TAK MONOTON RIDWAN IDHAM DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 ABSTRAK RIDWAN IDHAM. Model
Lebih terperinciBab II Teori Pendukung
Bab II Teori Pendukung II.1 Sistem Autonomous Tinjau sistem persamaan differensial berikut, = dy = f(x, y), g(x, y), (2.1) dengan asumsi f dan g adalah fungsi kontinu yang mempunyai turunan yang kontinu
Lebih terperinciModel Matematika Penyebaran Penyakit HIV/AIDS dengan Terapi pada Populasi Terbuka
Model Matematika Penyebaran Penyakit HIV/AIDS dengan Terapi pada Populasi Terbuka M Soleh 1, D Fatmasari 2, M N Muhaijir 3 1, 2, 3 Jurusan Matematika, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Sultan Syarif Kasim
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORI. representasi pemodelan matematika disebut sebagai model matematika. Interpretasi Solusi. Bandingkan Data
A. Model Matematika BAB II KAJIAN TEORI Pemodelan matematika adalah proses representasi dan penjelasan dari permasalahan dunia real yang dinyatakan dalam pernyataan matematika (Widowati dan Sutimin, 2007:
Lebih terperinciANALISIS KESTABILAN DARI SISTEM DINAMIK MODEL SEIR PADA PENYEBARAN PENYAKIT CACAR AIR (VARICELLA) DENGAN PENGARUH VAKSINASI SKRIPSI
ANALISIS KESTABILAN DARI SISTEM DINAMIK MODEL SEIR PADA PENYEBARAN PENYAKIT CACAR AIR (VARICELLA) DENGAN PENGARUH VAKSINASI SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. dalam penulisan skripsi ini. Teori-teori yang digunakan berupa definisi-definisi serta
BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan diuraikan beberapa teori-teori yang digunakan sebagai acuan dalam penulisan skripsi ini. Teori-teori yang digunakan berupa definisi-definisi serta teorema-teorema
Lebih terperinciII LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Persamaan Diferensial Definisi 1 [Sistem Persamaan Diferensial Linear (SPDL)]
II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Persamaan Diferensial Definisi 1 [Sistem Persamaan Diferensial Linear (SPDL)] Suatu sistem persamaan diferensial dinyatakan sebagai berikut: A adalah matriks koefisien konstan
Lebih terperinciBAB III PEMBAHASAN. Ebola. Setelah model terbentuk, akan dilanjutkan dengan analisa bifurkasi pada
BAB III PEMBAHASAN Pada bab ini akan dibentuk model matematika dari penyebaran penyakit virus Ebola. Setelah model terbentuk, akan dilanjutkan dengan analisa bifurkasi pada parameter laju transmisi. A.
Lebih terperinciANALISIS MODEL DINAMIKA TERORISME MAKINUN AMIN
ANALISIS MODEL DINAMIKA TERORISME MAKINUN AMIN DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 ABSTRAK MAKINUN AMIN. Analisis Model Dinamika Terorisme.
Lebih terperinciDinamik Model Epidemi SIRS dengan Laju Kematian Beragam
Jurnal Matematika Integratif ISSN 1412-6184 Volume 10 No 1, April 2014, hal 1-7 Dinamik Model Epidemi SIRS dengan Laju Kematian Beragam Ni matur Rohmah, Wuryansari Muharini Kusumawinahyu Jurusan Matematika,
Lebih terperinciMODEL MANGSA PEMANGSA DENGAN RESPON FUNGSIONAL TAK MONOTON RIDWAN IDHAM
MODEL MANGSA PEMANGSA DENGAN RESPON FUNGSIONAL TAK MONOTON RIDWAN IDHAM DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 011 ABSTRAK RIDWAN IDHAM. Model
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Persamaan diferensial Persamaan diferensial merupakan persamaan yang melibatkan turunanturunan dari fungsi yang tidak diketahui (Waluya, 2006). Contoh 2.1 : Diberikan persamaan
Lebih terperinciBAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Analisis Kestabilan Model Matematika AIDS dengan Transmisi. atau Ibu menyusui yang positif terinfeksi HIV ke anaknya.
BAB IV PEMBAHASAN Pada bab ini dilakukan analisis model penyebaran penyakit AIDS dengan adanya transmisi vertikal pada AIDS. Dari model matematika tersebut ditentukan titik setimbang dan kemudian dianalisis
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Persamaan diferensial Persamaan diferensial adalah suatu persamaan yang di dalamnya terdapat turunan-turunan. Jika terdapat variabel bebas tunggal, turunannya merupakan
Lebih terperinciOleh Nara Riatul Kasanah Dosen Pembimbing Drs. Sri Suprapti H., M.Si
Oleh Nara Riatul Kasanah 1209100079 Dosen Pembimbing Drs. Sri Suprapti H., M.Si JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2014 PENDAHULUAN
Lebih terperinciPENYELESAIAN MODEL INFEKSI HIV PADA SEL DARAH PUTIH (T CD4 + ) DENGAN MENGGUNAKAN METODE PERTURBASI HOMOTOPI WAHFUANAH
PENYELESAIAN MODEL INFEKSI HIV PADA SEL DARAH PUTIH (T CD4 + ) DENGAN MENGGUNAKAN METODE PERTURBASI HOMOTOPI WAHFUANAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 PERNYATAAN MENGENAI TESIS
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung tujuan penulisan. Materi-materi
BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas tentang landasan teori yang digunakan pada bab selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung tujuan penulisan. Materi-materi yang diuraikan berupa definisi-definisi
Lebih terperinciPEMODELAN MATEMATIKA DAN ANALISIS KESTABILAN MODEL PADA PENYEBARAN HIV-AIDS
Buletin Ilmiah Mat. Stat. dan Terapannya (Bimaster) Volume 04, No. 2 (2015), hal 101 110 PEMODELAN MATEMATIKA DAN ANALISIS KESTABILAN MODEL PADA PENYEBARAN HIV-AIDS Dwi Haryanto, Nilamsari Kusumastuti,
Lebih terperinciDINAMIKA PERKEMBANGAN HIV/AIDS DI SULAWESI UTARA MENGGUNAKAN MODEL PERSAMAAN DIFERENSIAL NONLINEAR SIR (SUSCEPTIBLE, INFECTIOUS AND RECOVERED)
DINAMIKA PERKEMBANGAN HIV/AIDS DI SULAWESI UTARA MENGGUNAKAN MODEL PERSAMAAN DIFERENSIAL NONLINEAR SIR (SUSCEPTIBLE, INFECTIOUS AND RECOVERED) Amir Tjolleng 1), Hanny A. H. Komalig 1), Jantje D. Prang
Lebih terperinciBAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. ekuilibrium bebas penyakit beserta analisis kestabilannya. Selanjutnya dilakukan
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai model matematika penyakit campak dengan pengaruh vaksinasi, diantaranya formulasi model penyakit campak, titik ekuilibrium bebas penyakit
Lebih terperinciT - 1 PEMODELAN MATEMATIKA UNTUK MENSIMULASIKAN EFEK POPULASI KARANTINA TERHADAP PENYEBARAN PENYAKIT HIV/AIDS DI PAPUA
T - 1 PEMODELAN MATEMATIKA UNTUK MENSIMULASIKAN EFEK POPULASI KARANTINA TERHADAP PENYEBARAN PENYAKIT HIV/AIDS DI PAPUA Abraham 1, Mahmudi 2 1 Program Studi Matematika FMIPA Universitas Cenderawasih 2 Program
Lebih terperinciPENERAPAN METODE RUNGE-KUTTA ORDE EMPAT PADA MODEL INFEKSI HIV SEL CD4 + T RIZKY HERMAWAN
PENERAPAN METODE RUNGE-KUTTA ORDE EMPAT PADA MODEL INFEKSI HIV SEL CD4 T RIZKY HERMAWAN DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015 PERNYATAAN
Lebih terperinciCreated By Aristastory.Wordpress.com BAB I PENDAHULUAN. Teori sistem dinamik adalah bidang matematika terapan yang digunakan untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teori sistem dinamik adalah bidang matematika terapan yang digunakan untuk memeriksa kelakuan sistem dinamik kompleks, biasanya dengan menggunakan persamaan diferensial
Lebih terperinciSuatu sistem persamaan diferensial dinyatakan sebagai berikut : Misalkan suatu sistem persamaan diferensial (SPD) dinyatakan sebagai
11. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Persamaan Diferensial Definisi 1 [ Sistem Persamaan Diferensial Linear (SPDL) ] Jika suatu sistem persamaan diferensial dinyatakan sebagai berikut : x=ax+b,x(0)=x0,x~%"
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan dibahas tinjauan pustaka yang akan digunakan untuk tesis ini, yang selanjutnya akan di perlukan pada Bab 3. Tinjauan pustaka yang dibahas adalah mengenai yang mendukung
Lebih terperinciOleh : Dinita Rahmalia NRP Dosen Pembimbing : Drs. M. Setijo Winarko, M.Si.
PERMODELAN MATEMATIKA DAN ANALISIS STABILITAS DARI PENYEBARAN PENYAKIT FLU BURUNG (MATHEMATICAL MODEL AND STABILITY ANALYSIS THE SPREAD OF AVIAN INFLUENZA) Oleh : Dinita Rahmalia NRP 1206100011 Dosen Pembimbing
Lebih terperinciIV HASIL DAN PEMBAHASAN
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penentuan Titik Tetap Analisis titik tetap pada sistem persamaan diferensial sering digunakan untuk menentukan suatu solusi yang tidak berubah menurut waktu, yaitu pada saat
Lebih terperinciBAB 4 MODEL DINAMIKA NEURON FITZHUGH-NAGUMO
BAB 4 MODEL DINAMIKA NEURON FITZHUGH-NAGUMO 4.1 Model Dinamika Neuron Fitzhugh-Nagumo Dalam papernya pada tahun 1961, Fitzhugh mengusulkan untuk menerangkan model Hodgkin-Huxley menjadi lebih umum, yang
Lebih terperinciMODEL MATEMATIKA PENGARUH TERAPI OBAT TERHADAP DINAMIKA VIRUS HIV DALAM TUBUH
MODEL MATEMATIKA PENGARUH TERAPI OBAT TERHADAP DINAMIKA VIRUS HIV DALAM TUBUH Tugas Akhir Diajukan untuk memenuhi persyaratan Sidang Sarjana Matematika Oleh: Tita Rostikawati 10102030 PROGRAM STUDI MATEMATIKA
Lebih terperinciBIFURKASI PADA MODEL SUSCEPTIBLE INFECTED RECOVERED (SIR) DENGAN WAKTU TUNDA DAN LAJU PENULARAN BILINEAR SKRIPSI
BIFURKASI PADA MODEL SUSCEPTIBLE INFECTED RECOVERED (SIR) DENGAN WAKTU TUNDA DAN LAJU PENULARAN BILINEAR SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Influenza atau lebih dikenal dengan flu, merupakan salah satu penyakit yang menyerang pernafasan manusia. Penyakit ini disebabkan oleh virus influenza yang
Lebih terperinciIV PEMBAHASAN. ,, dan, dengan menggunakan bantuan software Mathematica ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( )
IV PEMBAHASAN 4.1 Analisis Model HSC Tanpa Terapi 4.1.1 Penentuan Titik Tetap Model HSC Tanpa Terapi Titik tetap dari persamaan (3.1) (3.3) akan diperoleh dengan menetapkan,, dan, dengan menggunakan bantuan
Lebih terperinciMODEL DINAMIKA SEL TUMOR DENGAN TERAPI PENGOBATAN MENGGUNAKAN VIRUS ONCOLYTIC
1 MODEL DINAMIKA SEL TUMOR DENGAN TERAPI PENGOBATAN MENGGUNAKAN VIRUS ONCOLYTIC HIKMAH RAHMAH DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 009 ABSTRACT HIKMAH
Lebih terperinciANALISIS DINAMIKA PENYEBARAN VIRUS DEMAM BERDARAH DENGUE DENGAN DUA SEROTIPE AHMAD SUYUTI LATIF
ANALISIS DINAMIKA PENYEBARAN VIRUS DEMAM BERDARAH DENGUE DENGAN DUA SEROTIPE AHMAD SUYUTI LATIF SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan
Lebih terperinciPEMODELAN MATEMATIKA DAN ANALISIS STABILITAS DARI PENYEBARAN PENYAKIT FLU BURUNG
PEMODELAN MATEMATIKA DAN ANALISIS STABILITAS DARI PENYEBARAN PENYAKIT FLU BURUNG Dinita Rahmalia Universitas Islam Darul Ulum Lamongan, Abstrak. Di Indonesia terdapat banyak peternak unggas sebagai matapencaharian
Lebih terperinciANALISIS KESTABILAN MODEL MANGSA-PEMANGSA DENGAN MANGSA YANG TERINFEKSI DI LINGKUNGAN TERCEMAR
ANALISIS KESTABILAN MODEL MANGSA-PEMANGSA DENGAN MANGSA YANG TERINFEKSI DI LINGKUNGAN TERCEMAR Oleh: Drs. M. Setijo Winarko, M.Si Drs. I Gusti Ngurah Rai Usadha, M.Si Subchan, Ph.D Drs. Kamiran, M.Si Noveria
Lebih terperinciModel Matematika SIV Untuk Penyebaran Virus Tungro Pada Tanaman Padi
Seminar Matematika dan Pendidikan Matematika UNY 2017 Model Matematika SIV Untuk Penyebaran Virus Tungro Pada Tanaman Padi Sischa Wahyuning Tyas 1, Dwi Lestari 2 Universitas Negeri Yogyakarta 1 Universitas
Lebih terperinciIV HASIL DAN PEMBAHASAN
4. Penentuan Titik Tetap I HAIL DAN PEMBAHAAN Analisis titik tetap pada sistem persamaan diferensial sering digunakan untuk menentukan suatu solusi yang tidak berubah terhadap waktu (solusi konstan). Titik
Lebih terperinciANALISIS STABILITAS MODEL MATEMATIKA DARI PENYEBARAN PENYAKIT MENULAR MELALUI TRANSPORTASI ANTAR DUA KOTA
ANALISIS STABILITAS MODEL MATEMATIKA DARI PENYEBARAN PENYAKIT MENULAR MELALUI TRANSPORTASI ANTAR DUA KOTA ANALYSIS OF STABILITY OF SPREADING DISEASE MATHEMATICAL MODEL WITH TRANSPORT-RELATED INFECTION
Lebih terperinciANALISIS MODEL PENYEBARAN PENYAKIT PADA TANAMAN DENGAN PERANTARA SERANGGA SKRIPSI
ANALISIS MODEL PENYEBARAN PENYAKIT PADA TANAMAN DENGAN PERANTARA SERANGGA SKRIPSI SITI KOMARIYAH PROGRAM STUDI S-1 MATEMATIKA DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS AIRLANGGA 2016
Lebih terperinciMODEL MATEMATIKA PENYEBARAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE JUMADI
MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE JUMADI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa
Lebih terperinciPersamaan Diferensial Biasa
Persamaan Diferensial Biasa Titik Tetap dan Sistem Linear Toni Bakhtiar Departemen Matematika IPB Oktober 2012 Toni Bakhtiar (m@thipb) PDB Oktober 2012 1 / 31 Titik Tetap SPD Mandiri dan Titik Tetap Tinjau
Lebih terperinciANALISIS KESTABILAN DAN PROSES MARKOV MODEL PENYEBARAN PENYAKIT EBOLA
Buletin Ilmiah Mat. Stat. dan Terapannya (Bimaster) Volume 04, No. 3 (2015), hal 163-172 ANALISIS KESTABILAN DAN PROSES MARKOV MODEL PENYEBARAN PENYAKIT EBOLA Auliah Arfani, Nilamsari Kusumastuti, Shantika
Lebih terperinciPENGGUNAAN METODE ITERASI VARIASI UNTUK MENYELESAIKAN MASALAH OSILASI BERPASANGAN SANTI SUSILAWATI
PENGGUNAAN METODE ITERASI VARIASI UNTUK MENYELESAIKAN MASALAH OSILASI BERPASANGAN SANTI SUSILAWATI DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
Lebih terperinciBIFURKASI TRANSKRITIKAL PADA SISTEM DINAMIK SKRIPSI
BIFURKASI TRANSKRITIKAL PADA SISTEM DINAMIK SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar
Lebih terperinciAPLIKASI SISTEM PAKAR MENDIAGNOSIS PENYAKIT MENULAR SEKSUAL
APLIKASI SISTEM PAKAR MENDIAGNOSIS PENYAKIT MENULAR SEKSUAL SKRIPSI Disusun Oleh : RIZKY NORANINGTYAS J2A 605 097 PROGRAM STUDI MATEMATIKA JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
Lebih terperinciBIFURKASI HOPF MODEL MANGSA-PEMANGSA DENGAN WAKTU TUNDA NI NYOMAN SURYANI
BIFURKASI HOPF MODEL MANGSA-PEMANGSA DENGAN WAKTU TUNDA NI NYOMAN SURYANI DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN Pada Bab I Pendahuluan ini dijelaskan mengenai latar belakang yang mendasari penelitian yang kemudian dirumuskan dalam rumusan masalah. Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah
Lebih terperinciTINJAUAN TENTANG HIV/AIDS
BAB 2 TINJAUAN TENTANG HIV/AIDS 2.1 Pengenalan Singkat HIV dan AIDS Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, HIV adalah virus penyebab AIDS. Kasus pertama AIDS ditemukan pada tahun 1981. HIV
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. eigen dan vektor eigen, persamaan diferensial, sistem persamaan diferensial, titik
BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini, akan dijelaskan landasan teori yang akan digunakan dalam bab selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung dan memperkuat tujuan penelitian. Landasan teori yang dimaksud
Lebih terperinciIV PEMBAHASAN. 4.1 Penentuan Titik Tetap Model Dinamika Virus HIV Titik tetap persamaan (3.1) diperoleh dengan menentukan dt 0, dt *
6 IV PEMBAHASAN 4. Penentuan Titik Teta Model Dinamika Titik teta ersamaan (3. dieroleh dengan menentukan dt, dt dan dv. Sehingga menurut ersamaan tersebut dieroleh titik teta s d N s dt T, T, V, T, kn
Lebih terperinciANALISIS MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN KOINFEKSI MALARIA-TIFUS
ANALISIS MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN KOINFEKSI MALARIA-TIFUS Nur Hamidah 1), Fatmawati 2), Utami Dyah Purwati 3) 1)2)3) Departemen Matematika, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga Kampus
Lebih terperinciFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2014
JURUSAN MATEMATIKA Nurlita Wulansari (1210100045) Dosen Pembimbing: Drs. M. Setijo Winarko, M.Si Drs. Lukman Hanafi, M.Sc FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dibahas beberapa poin tentang sistem dinamik, kestabilan sistem dinamik, serta konsep bifurkasi. A. Sistem Dinamik Secara umum Sistem dinamik didefinisikan
Lebih terperinciANALISIS KESTABILAN MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN PENYAKIT DBD DENGAN INKUBASI INTRINSIK DAN GABUNGAN INKUBASI INTRINSIK DAN EKSTRINSIK RINANCY TUMILAAR
ANALISIS KESTABILAN MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN PENYAKIT DBD DENGAN INKUBASI INTRINSIK DAN GABUNGAN INKUBASI INTRINSIK DAN EKSTRINSIK RINANCY TUMILAAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Lebih terperinciKATA PENGANTAR. Penulis
KATA PENGANTAR Bismillahirrahmaanirrahiim... Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-nya sehingga penulisan tugas akhir ini dapat terselesaikan dengan
Lebih terperinciIV PEMBAHASAN. jika λ 1 < 0 dan λ 2 > 0, maka titik bersifat sadel. Nilai ( ) mengakibatkan. 4.1 Model SIR
9 IV PEMBAHASAN 4.1 Model SIR 4.1.1 Titik Tetap Untuk mendapatkan titik tetap diperoleh dari dua persamaan singular an ) sehingga dari persamaan 2) diperoleh : - si + s = 0 9) si + )i = 0 didapat titik
Lebih terperinciANALISIS KESTABILAN MODEL INTERAKSI PEMANGSA DAN MANGSA PADA DUA HABITAT YANG BERBEDA ADE NELVIA
ANALISIS KESTABILAN MODEL INTERAKSI PEMANGSA DAN MANGSA PADA DUA HABITAT YANG BERBEDA ADE NELVIA DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini dibahas mengenai tinjauan pustaka yang digunakan dalam penelitian ini, khususnya yang diperlukan dalam Bab 3. Teori yang dibahas adalah teori yang mendukung pembentukan
Lebih terperinciT 3 Model Dinamika Sel Tumor Dengan Terapi Pengobatan Menggunakan Virus Oncolytic
T 3 Model Dinamika Sel Tumor Dengan Terapi Pengobatan Menggunakan Virus Oncolytic Oleh : Ali Kusnanto, Hikmah Rahmah, Endar H. Nugrahani Departemen Matematika FMIPA-IPB Email : alikusnanto@yahoo.com Abstrak
Lebih terperinciMODEL MATEMATIKA PENYEBARAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE TIPE SEIR INFEKSI GANDA ELINORA NAIKTEAS BANO
MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE TIPE SEIR INFEKSI GANDA ELINORA NAIKTEAS BANO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2017 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Lebih terperinciMODEL MATEMATIKA STRUKTUR UMUR INFEKSI VIRUS HIV DENGAN KOMBINASI TERAPI OBAT MUHAMMAD BUWING
MODEL MATEMATIKA STRUKTUR UMUR INFEKSI VIRUS HIV DENGAN KOMBINASI TERAPI OBAT MUHAMMAD BUWING SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. kestabilan model predator-prey tipe Holling II dengan faktor pemanenan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dibahas mengenai dasar teori untuk menganalisis simulasi kestabilan model predator-prey tipe Holling II dengan faktor pemanenan. 2.1 Persamaan Diferensial Biasa
Lebih terperinciBab 3 MODEL DAN ANALISIS MATEMATIKA
Bab 3 MODEL DAN ANALISIS MATEMATIKA Pada bab ini akan dimodelkan permasalahan penyebaran virus flu burung yang bergantung pada ruang dan waktu. Pada bab ini akan dibahas pula analisis dari model hingga
Lebih terperinciPEMODELAN MATEMATIKA PENYEBARAN PENYAKIT VIRUS EBOLA DAN ANALISIS PENGARUH PARAMETER LAJU TRANSMISI TERHADAP PERILAKU DINAMISNYA TUGAS AKHIR SKRIPSI
PEMODELAN MATEMATIKA PENYEBARAN PENYAKIT VIRUS EBOLA DAN ANALISIS PENGARUH PARAMETER LAJU TRANSMISI TERHADAP PERILAKU DINAMISNYA TUGAS AKHIR SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Lebih terperinciKarena v merupakan vektor bukan nol, maka A Iλ = 0. Dengan kata lain, Persamaan (2.2) dapat dipenuhi jika dan hanya jika,
BAB II KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas mengenai definisi-definisi dan teorema-teorema dari nilai eigen, vektor eigen, dan diagonalisasi, sistem persamaan differensial, model predator prey lotka-voltera,
Lebih terperinciANALISIS KESTABILAN MODEL SEII T (SUSCEPTIBLE-EXPOSED-ILL- ILL WITH TREATMENT) PADA PENYAKIT DIABETES MELLITUS TUGAS AKHIR SKRIPSI
ANALISIS KESTABILAN MODEL SEII T (SUSCEPTIBLE-EXPOSED-ILL- ILL WITH TREATMENT) PADA PENYAKIT DIABETES MELLITUS TUGAS AKHIR SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Pada bab ini akan dibahas mengenai definisi-definisi dan teorema-teorema
BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas mengenai definisi-definisi dan teorema-teorema yang akan menjadi landasan untuk pembahasan pada bab III nanti, di antaranya model matematika penyebaran penyakit,
Lebih terperinciPENYELESAIAN NUMERIK DAN ANALISA KESTABILAN PADA MODEL EPIDEMIK SEIR DENGAN PENULARAN PADA PERIODE LATEN
PENYELESAIAN NUMERIK DAN ANALISA KESTABILAN PADA MODEL EPIDEMIK SEIR DENGAN PENULARAN PADA PERIODE LATEN Oleh: Labibah Rochmatika (12 09 100 088) Dosen Pembimbing: Drs. M. Setijo Winarko M.Si Drs. Lukman
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Aljabar Linear Definisi 2.1.1 Matriks Matriks A adalah susunan persegi panjang yang terdiri dari skalar-skalar yang biasanya dinyatakan dalam bentuk berikut: [ ] Definisi 2.1.2
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. pada bab pembahasan. Materi-materi yang akan dibahas yaitu pemodelan
BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dijelaskan mengenai landasan teori yang akan digunakan pada bab pembahasan. Materi-materi yang akan dibahas yaitu pemodelan matematika, teorema Taylor, nilai eigen,
Lebih terperinciANALISIS MODEL MATEMATIKA TENTANG PENGARUH SISTEM IMUN DAN VIRUS TERHADAP DINAMIK PERTUMBUHAN SEL TUMOR DAN SEL NORMAL SKRIPSI
ANALISIS MODEL MATEMATIKA TENTANG PENGARUH SISTEM IMUN DAN VIRUS TERHADAP DINAMIK PERTUMBUHAN SEL TUMOR DAN SEL NORMAL SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Lebih terperinciMODEL MATEMATIKA PENYEBARAN VIRUS WORM PADA JARINGAN SENSOR NIRKABEL SKRIPSI
MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN VIRUS WORM PADA JARINGAN SENSOR NIRKABEL SKRIPSI RADIFA AFIDAH SYAHLANI PROGRAM STUDI S-1 MATEMATIKA DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS AIRLANGGA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai latar belakang yang mendasari penelitian yang kemudian dirumuskan dalam rumusan masalah. Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah
Lebih terperinciModel Deterministik Masalah Kecanduan Narkoba dengan Faktor Kontrol Terhadap Pemakai dan Pengedar Narkoba
Vol. 7 No. 3-22 Juli 2 Model Deterministik Masalah Kecanduan Narkoba dengan Faktor Kontrol Terhadap Pemakai dan Pengedar Narkoba Kasbawati Syamsuddin Toaha Abstrak Salah satu epidemi yang sedang mengancam
Lebih terperinciPENGEMBANGAN MODEL PENYEBARAN PENGGUNA NARKOBA WHITE-COMISKEY LESTARI
PENGEMBANGAN MODEL PENYEBARAN PENGGUNA NARKOBA WHITE-COMISKEY LESTARI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan
Lebih terperinciMODEL PEMANENAN DALAM MANAJEMEN PERIKANAN DIAN LESTARI
MODEL PEMANENAN DALAM MANAJEMEN PERIKANAN DIAN LESTARI DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 ABSTRAK DIAN LESTARI. Model Pemanenan dalam
Lebih terperinciOLEH : IKHTISHOLIYAH DOSEN PEMBIMBING : Dr. subiono,m.sc
OLEH : IKHTISHOLIYAH 1207 100 702 DOSEN PEMBIMBING : Dr. subiono,m.sc JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2011 Pemodelan matematika
Lebih terperinciANALISIS KESTABILAN MODEL DINAMIK PENYEBARAN VIRUS INFLUENZA
ANALISIS KESTABILAN MODEL DINAMIK PENYEBARAN VIRUS INFLUENZA SKRIPSI Oleh Elok Faiqotul Himmah J2A413 JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 28
Lebih terperinciANALISIS MODEL EPIDEMIK SEIRS PADA PENYEBARAN PENYAKIT ISPA (INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT) DI KABUPATEN JEMBER SKRIPSI. Oleh
ANALISIS MODEL EPIDEMIK SEIRS PADA PENYEBARAN PENYAKIT ISPA (INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT) DI KABUPATEN JEMBER SKRIPSI Oleh Rupi Mitayani NIM 091810101023 JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN
Lebih terperinciANALISIS STABILITAS SISTEM DINAMIK UNTUK MODEL MATEMATIKA EPIDEMIOLOGI TIPE-SIR (SUSCEPTIBLES, INFECTION, RECOVER)
Jurnal Euclid, Vol.4, No.1, pp.646 ANALISIS STABILITAS SISTEM DINAMIK UNTUK MODEL MATEMATIKA EPIDEMIOLOGI TIPE-SIR (SUSCEPTIBLES, INFECTION, RECOVER) Herri Sulaiman Program Studi Pendidikan Matematika
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Tumor adalah sel yang telah kehilangan pengendalian dan mekanisme normalnya, sehingga mengalami pertumbuhan yang tidak terkontrol. Sel-sel tumor terbentuk dari sel-sel
Lebih terperinciMODEL PERTUMBUHAN EKONOMI MANKIW ROMER WEIL DENGAN PENGARUH PERAN PEMERINTAH TERHADAP PENDAPATAN
MODEL PERTUMBUHAN EKONOMI MANKIW ROMER WEIL DENGAN PENGARUH PERAN PEMERINTAH TERHADAP PENDAPATAN Desi Oktaviani, Kartono 2, Farikhin 3,2,3 Departemen Matematika, Fakultas Sains dan Matematika, Universitas
Lebih terperinciDINAMIKA INTERAKSI DARI SPEKULASI DAN DIVERSIFIKASI PADA SAHAM DARWISAH
DINAMIKA INTERAKSI DARI SPEKULASI DAN DIVERSIFIKASI PADA SAHAM DARWISAH DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 ABSTRACT DARWISAH. Dynamics
Lebih terperinciAnalisis Kestabilan Model MSEIR Penyebaran Penyakit Difteri Dengan Saturated Incidence Rate
Analisis Kestabilan Model MSEIR Penyebaran Penyakit Difteri Dengan Saturated Incidence Rate I Suryani 1 Mela_YuenitaE 2 12 Jurusan Matematika Fakultas Sains dan Teknologi UIN Sultan Syarif Kasim Riau Jl
Lebih terperinciANALISIS DAN KONTROL OPTIMAL MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN PENYAKIT INFLUENZA H1N1 SKRIPSI
ANALISIS DAN KONTROL OPTIMAL MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN PENYAKIT INFLUENZA H1N1 SKRIPSI DWI VENI YUNITA SARI PROGRAM STUDI S-1 MATEMATIKA DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS
Lebih terperinciMODEL SIRS PADA PROSES PENULARAN PENYAKIT INFLUENZA DENGAN POPULASI YANG TERINFEKSI VIRUS LIA MULYANAH
MODEL SIRS PADA PROSES PENULARAN PENYAKIT INFLUENZA DENGAN POPULASI YANG TERINFEKSI VIRUS LIA MULYANAH DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Lebih terperinciPenerapan Teknik Serangga Steril Dengan Model Logistik. Dalam Pemberantasan Nyamuk Aedes Aegypti. Nida Sri Utami
Penerapan Teknik Serangga Steril Dengan Model Logistik Dalam Pemberantasan Nyamuk Aedes Aegypti Nida Sri Utami Program Studi Pendidikan Matematika FKIP UMS Lina Aryati Jurusan Matematika FMIPA UGM ABSTRAK
Lebih terperinciANALISIS BIFURKASI PADA MODEL MATEMATIS PREDATOR PREY DENGAN DUA PREDATOR SKRIPSI
ANALISIS BIFURKASI PADA MODEL MATEMATIS PREDATOR PREY DENGAN DUA PREDATOR SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Lebih terperinciANALISIS KESTABILAN PADA MODEL PENYEBARAN HIV/AIDS DI KOTA PALU
JIMT Vol. 1 No. 1 Juni 213 (Hal. 74 82) Jurnal Ilmiah Matematika dan Terapan ISSN : 245 766X ANALISIS KESTABILAN PADA MODEL PENYEBARAN HIV/AIDS DI KOTA PALU R. Setiawaty 1, R. Ratianingsih 2, A. I. Jaya
Lebih terperinciANALISIS KESTABILAN MODEL INFEKSI VIRUS HEPATITIS B DENGAN PERTUMBUHAN HEPATOSIT YANG BERSIFAT LOGISTIK DEWI SENJA RAHMAHWATI
ANALISIS KESTABILAN MODEL INFEKSI VIRUS HEPATITIS B DENGAN PERTUMBUHAN HEPATOSIT YANG BERSIFAT LOGISTIK DEWI SENJA RAHMAHWATI DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT
Lebih terperinciKESTABILAN MODEL EPIDEMIK SIS DETERMINISTIK DENGAN ASUMSI KELAHIRAN DAN KEMATIAN
KESTABILAN MODEL EPIDEMIK SIS DETERMINISTIK DENGAN ASUMSI KELAHIRAN DAN KEMATIAN SKRIPSI Oleh: ERNA MEGAWATI NIM: 11321394 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS
Lebih terperinciDINAMIKA ORDE PERTAMA SISTEM NONLINIER TERKOPEL DENGAN RELASI PREDASI, MUTUAL, DAN SIKLIK (Tinjauan Kasus Mangsa-Pemangsa pada Sistem Ekologi)
1 DINAMIKA ORDE PERTAMA SISTEM NONLINIER TERKOPEL DENGAN RELASI PREDASI, MUTUAL, DAN SIKLIK (Tinjauan Kasus Mangsa-Pemangsa pada Sistem Ekologi) Oleh: MADA SANJAYA WS G74103018 DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS
Lebih terperinci