PERSAMAAN KEADAAN FASE QGP PADA AWAL ALAM SEMESTA DALAM MODEL FLUIDA RELATIVISTIK

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERSAMAAN KEADAAN FASE QGP PADA AWAL ALAM SEMESTA DALAM MODEL FLUIDA RELATIVISTIK"

Transkripsi

1 UNIVERSITAS INDONESIA PERSAMAAN KEADAAN FASE QGP PADA AWAL ALAM SEMESTA DALAM MODEL FLUIDA RELATIVISTIK RADITYA UTAMA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI FISIKA DEPOK MEI 2011

2 HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar. Nama : Raditya Utama NPM : Tanda Tangan : Tanggal : 18 Mei 2011 i

3 Halaman Pengesahan Skripsi ini diajukan oleh Nama : Raditya Utama NPM : Program Studi : Fisika Judul Skripsi : Persamaan Keadaan Fase QGP pada Awal Alam Semesta dalam Model Fluida Relativistik Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Program Studi Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia Pembimbing I : DEWAN PENGUJI Pembimbing II : Penguji I : Penguji II : Ditetapkan di : Depok Tanggal : 18 Mei 2011

4 Kata Pengantar Pertama-tama penulis ingin mengucap syukur kepada Allah S.W.T, karena atas bimbingan serta ilham dari-nya lah tugas akhir berupa skripsi ini yang merupakan salah satu syarat mendapatkan gelar sarjana dapat terselesaikan. Tema skripsi yang penulis kerjakan merupakan merupakan salah satu bidang fisika yang sangat langka terutama di Indonesia, karena cakupannya yang sangat besar berupa alam semesta membuat beberapa fisikawan sulit untuk melakukan observasi untuk membuktikan sebuah teori. Penulis sendiri baru menggeluti dunia kosmologi dan astrofisika setahun yang lalu semenjak mengikuti kuliah teori medan kuantum dan relativitas umum oleh Dr. L.T. Handoko. Akan tetapi saat ini, penulis merasa telah mengerjakan sebuah bagian terindah dari ilmu fisika dimana fenomenologi yang dihasilkan sangat mencengangkan dan sulit untuk dirasionalisasi dengan pikiran sederhana kita. Akibatnya riset penulis pun cukup berkutat pada pengembangan teori secara analitik dimana penurunan matematis yang telah dipelajari dari matematika dasar hingga lanjutan sangat diperlukan. Proses pengerjaan skripsi ini sangat tidak mudah mengingat seringnya muncul gagasan baru di tengah jalan untuk mengembangkan, mengoreksi, atau menghilangkan suatu bagian yang ditindaklanjuti dengan penghitungan dan interpretasi ulang suatu fenomena. Namun hal ini tidak menyurutkan motivasi penulis untuk menghasilkan karya yang mendekati sempurna agar suatu fakta fisis yang sangat indah dan baru tersebut dapat terjelaskan dan dipertanggungjawabkan dengan baik. Penulis juga sangat beruntung karena mendapat bimbingan yang sangat komprehensif dari para dosen bersangkutan serta diskusi-diskusi intensif dengan para rekan, senior, serta alumni yang ahli di bidang-bidang yang berkaitan, sehingga cukup mempercepat penyelesaian skripsi ini. Hasilnya, riset ini memberikan interpretasi dari fenomena fisis yang baru dan dapat dipertimbangkan iii

5 untuk dilanjutkan pengembangannya di kemudian hari. Penyelesaian skripsi ini dengan cukup baik membuat penulis merasa perlu untuk mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah banyak memberikan dukungan dan koreksi membangun baik dalam konteks akademik maupun non-akademik, antara lain: Dr. L.T. Handoko sebagai pembimbing I yang telah meluangkan banyak waktu untuk membimbing penulis dengan sangat komprehensif dan inspiratif di tengah kesibukannya. Ia pun banyak sekali memberi semangat berilmu dan motivasi hidup dalam konteks non-akademik dan kehidupan pribadi penulis. Dr. Terry Mart sebagai pembimbing II dan ketua peminatan Fisika Nuklir dan Partikel atas saran dan masukan yang sangat berarti bagi riset penulis, serta kebijaksanaanya yang mebuat penulis dapat memberikan seminar TA dengan segera dan pada periode yang diinginkan Dr. Anto Sulaksono dan Dr. Agus Salam sebagai penguji I dan II yang memberikan banyak masukan dan kritikan untuk memperbaiki skripsi penulis sehingga lebih berkembang dan dapat dipertanggungjawabkan. drg. Ida Yulini yang telah menjadi nafas dan cahaya bagi penulis yang tidak akan terganti sampai kapan pun. Terimakasih atas dukungan dan kepercayaan yang telah diberikan sepanjang hidup termasuk pengerjaan riset dan jalan hidup yang penulis pilih. Dukungan moral, finansial, dan cinta yang diberikan akan penulis jaga selamanya. Thanks, Mom. Dr. T.P Djun dan Kak Khalid sebagai pendahulu dari riset penulis atas diskusi dan pengajaran yang sangat intens dan berarti mengingat penulis melanjutkan area riset dari mereka. Keduanya turut memberi masukan pada pemecahan masalah-masalah perhitungan yang penulis hadapi sehingga dapat terselesaikan. Kak Januar sebagai senior fisika nuklir dan partikel 2006 yang telah mengajari penulis berbagai metode komputasi (MAPLE dan MATHEMATICA), iv

6 pengetikan (LATEX), dan dasar-dasar teori medan kuantum. Semua pengajarannya telah membentuk konsep fisika yang sekarang penulis pegang untuk menginterpretasi riset ini. Debat fisika yang sering dilakukannya bersama Kak Khalid sangat asik untuk dinikmati. Haha Teman-teman fisika nuklir dan partikel 2007 (Fera, Ani, Awen, UJ, Bundi, Mamen, Oji, Cepi) yang telah bersama-sama menjalani program fisika nuklir dan partikel dengan segala suka-dukanya termasuk diskusi dan presentasi bergilir dan masalah hilangnya MK nuklir dan partikel. Khusus untuk Fera dan Ani, terimakasih sudah jadi teman akrab penulis untuk berbagi cerita dan lainnya, kalian adalah pasangan yang serasi. Hhe. Para alumni fisika UI (Andy O.L, Kak Andrias, Kak Hans, dan Kak Charles) atas pengarahannya tentang beberapa teori dasar yang penulis butuhkan seperti relativitas umum dan teori medan kuantum juga tentang prosedur dan peluang melanjutkan kuliah ke US yang sangat menentukan bagi masa depan dan riset penulis. Para staf sekretariat fisika UI, terutama Mbak Ratna yang dengan ikhlas dan profesional mengurus administrasi akademik dan tugas akhir penulis sehingga dapat terlaksana dengan semestinya dan pada waktu yang tepat. Ade Denny Hermawan (alias Dentjeh) sebagai sahabat dekat penulis yang terus memberikan semangat dan dukungan secara moral, akademik, finansial, dan persahabatan, sehingga dapat memperlancar pengerjaan skripsi ini. Teman-teman The MM ers (Evan, Andy, dan Afar) yang telah membuat hari-hari penulis lebih ceria akibat banyolan dan hangout bersama sejak awal penulis belajar di fisika UI. Para dosen fisika UI yang telah memberikan ilmu-ilmu yang sangat berarti bagi penulis sehingga membentuk pola pikir yang sekarang ada pada akalpikiran penulis dan menjadi bekal untuk melangkah ke masa depan. v

7 Pihak-pihak lainnya yang mungkin terlupakan oleh penulis dan tidak mungkin disebutkan satu persatu atas kontribusinya dalam segala aspek yang sangat berpengaruh pada aktivitas, karakter, dan karya penulis. Raditya Utama Depok, Mei 2011 vi

8 HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Sebagai Civitas Akademika Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan dibawah ini: Nama : Raditya Utama NPM : Program Studi : S1 Fisika Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Jenis Karya : Skripsi demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty-Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul: PERSAMAAN KEADAAN FASE QGP PADA AWAL ALAM SEMESTA DALAM MODEL FLUIDA RELATIVISTIK beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalih media/ formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/ pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di : Depok Pada tanggal : 18 Mei 2011 Yang menyatakan (Raditya Utama) vii

9 Abstract At least within an epoch of early universe, our universe is predicted to be in a plasma phase of relativistic ideal QCD fluid which is called Quark-Gluon Plasma (QGP). Arise from this hypothese, we try to analyze the effect of general relativity through the curvature of space-time that comes from QGP matters existence. We apply the FRW geometry because of the properties of the matter distribution in early universe which are homogene and isotropic yet expanding as the function of time like the universe we observe today. The goals of this research are to find out the space-time dynamics and the relationship between pressure upon density of certain epoch in early universe. Keywords: early universe, QCD, QGP, general relativity, FRW geometry xi+36 pp.; appendices. References: 8 ( ) Abstrak Pada suatu masa di awal alam semesta, semesta kita diprediksikan berada pada fase plasma berupa fluida ideal QCD relativistik yang dinamakan Quark- Gluon Plasma (QGP). Beranjak dari hipotesis ini, kita mencoba menganalisis efek relativitas umum pada kelengkungan ruang-waktu yang berasal dari keberadaan materi QGP. Kita memakai geometri FRW mengingat sifat distribusi materi di awal alam semesta yang homogen dan isotropik serta mengembang sebagai fungsi waktu seperti semesta yang kita dapat amati saat ini. Tujuan dari penelitian ini adalah mencari-tahu dinamika ruang-waktu serta hubungan antara tekanan terhadap kerapatan pada suatu masa di awal alam semesta. Kata kunci: awal alam semesta, QCD, QGP, relativitas umum, geometri FRW xi+36 hlm.; lamp. Daftar Acuan: 8 ( ) viii

10 Daftar Isi Halaman Pernyataan Orisinalitas Halaman Pengesahan Kata Pengantar Halaman Pernyataan Persetujuan Publikasi Abstrak Daftar Isi Daftar Gambar i ii iii vii viii ix xi 1 Pendahuluan Latar Belakang Perumusan Masalah Metode Penelitian Tujuan Penelitian Fluida Relativistik QCD dan Geometri FRW Fluida Relativistik QCD Penyatuan Magnetofluida Medan Gauge Non-Abelian Formulasi Lagrangian QGP Fluida Sempurna Tensor Energi-Momentum Kekekalan Tensor Energi-Momentum Tekanan dan Kerapatan QGP ix

11 2.3 Geometri FRW Metrik FRW Persamaan Medan FRW Persamaan Kontinuitas dan Medan Kosmologi Persamaan Kontinuitas QGP Model Eksponensial Medan Gluon φ(t) Fungsi Hubble dan Aplikasi Persamaan Medan Kosmologi Hasil dan Pembahasan Dinamika Semesta QGP Persamaan Keadaan Semesta QGP Kesimpulan dan Saran 33 Lampiran 34 A Notasi 35 Daftar Acuan 36 x

12 Daftar Gambar 4.1 H r vs t H i vs t H vs t R vs t p vs ρ xi

13 Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Karakteristik Awal Alam Semesta yang ada pada interval yang sangat pendek sesaat setelah terjadinya ledakan besar sekitar 0,0001 detik mirip dengan apa yang dapat kita observasi di masa sekarang. Kita telah mengetahui bahwa jika kita melihat alam semesta pada skala besar sampai pada batas-batas kemampuan pengamatan saat ini, maka distribusi dari galaksi, bintang, dan materi penyusun alam semesta lainnya tersebar merata tanpa ada pemusatan yang signifikan. Begitu juga dengan adanya bukti bahwa suhu latar gelombang pendek kosmik di setiap arah adalah konstan pada ketelitian yang tinggi. Kedua hal tersebut menunjukkan karakter homogenitas dan isotropi pada alam semesta kita yang tidak berubah dari masa ke masa.[1] Berdasarkan bukti pengamatan di atas, maka kita dapat menyimpulkan bahwa hal tersebut juga terjadi pada Awal Alam Semesta. Perbedaanya adalah pada Awal Alam Semesta semua materi jagad raya termampatkan pada suatu titik kecil yang berarti sangatlah padat dan energetik. Energetikanya ditunjukkan oleh suhu yang dimiliki materi yang mencapai 170 MeV. Hal ini sesuai dengan simulasi Awal Alam Semesta lewat tumbukan proton dan anti-proton di LHC (Large Hadron Collider). Suhu ini cukup untuk melepaskan ikatan kuat di dalam inti atom menjadi quark dan gluon bebas yang sangat energetik dengan interaksi kuat yang tetap ada di antara jarak bebas rata-rata yang besar.[2] Pada kondisi ini terbentuklah fase QCD (Quantum Chromodynamics) pre-hadronik yang terdiri dari fluida quark dan gluon yang relativistik namun saling berinteraksi kuat.[3] 1

14 Model lagrangian sistem QGP (Quark Gluon Plasma) yang dipakai adalah pendekatan yang dihasilkan berdasarkan pada teori lattice gauge dan simetri gauge. Model ini mengasumsikan QGP sebagai lautan gluon yang saling berinteraksi kuat dengan quark dan anti-quark di dalamnya.[4] Model plasma yang dipakai adalah Gluon Dominated dimana konsentrasi gluon jauh lebih besar saat membentuk plasma sehingga kita hanya akan fokus pada lagrangian yang mengandung interaksi gluon saja. Dari sini, kita akan mendapatkan bentuk tensor energi momentum dari Awal Alam Semesta dengan menggunakan prinsip aksi minimal yang simetrik.[5] Penelitian akan berlajut pada aspek geometri dari Awal Alam Semesta dengan memakai teori relativitas umum mengenai gravitasi dalam kelengkungan ruangwaktu. Kita akan memakai geometri FRW (Friedmann-Robertson-Walker) karena mengacu pada sifat-sifat yang telah disebutkan sebelumnya yaitu homogenitas dan isotropi. Untuk pendekatan kita mengambil model fluida sempurna sehingga kita akan mendapatkan fungsi tekanan serta densitas sebagai fungsi waktu pada Awal Alam Semesta. Fungsi ini berhubungan dengan distribusi fluida relativistik medan gluon φ(t) yang kita pakai. Lalu tujuan akhirnya adalah menyelesaikan persamaan kontinuitas dan medan Einstein dengan menggunakan tensor energi momentum dari model QGP sebelumnya sehingga mendapatkan nilai R(t) serta p(ρ) yang merupakan faktor skala ukuran ruang dan persamaan keadaan alam semesta. Nilai ini sangat penting untuk menentukan evolusi dari Awal Alam Semesta itu sendiri terutama pada masa QGP.[6] 1.2 Perumusan Masalah Terdapat model fluida relativistik dengan pendekatan lagrangian QCD yang memiliki simetri gauge yang menjelaskan sistem plasma quark-gluon. Lagrangian dari sistem QGP ini kemudian dicari tensor energi-momentum-nya. Tensor energimomentum kemudian digunakan dalam persamaan kontinuitas dan medan Einstein untuk mencari solusi persamaan ini dalam kerangka kerja geometri FRW untuk awal alam semesta pada fase quark-gluon. Dinamika geometri spacetime awal alam semesta dikarakerisasi oleh faktor skala kosmik R(t) yang ditentukan 2

15 dari solusi persamaan medan Einstein. Selain itu, perhitungan dilakukan untuk mencari set persamaan-persamaan dinamik, seperti persamaan Friedmann, persamaan keadaan fluida QCD, dan set persamaan lain yang mungkin.[7] 1.3 Metode Penelitian Penelitian ini bersifat teoritik, dengan mempergunakan metode teori medan (terutama invarian gauge Yang-Mills) yang berbasis formulasi lagrangian. Lagrangian dipakai untuk merepresentasikan interaksi-interaksi yang diprediksi dalam teori ini. Tensor energi momentum simetrik dari lagrangian tersebut akan dimasukkan ke dalam persaman kontinuitas dan medan Einstein dimana dalam tinjauan Awal Alam Semesta yang homogen dan isotropik, kita gunakan Ricci dan metric tensor FRW. Kemudian kita ambil semua komponen diagonal dari persamaa terbut sampai didapat empat persamaan yang akan dihubungkan menjadi dua persamaan R dan Ŕ. Selain itu dengan menggunakan pendekatan perfect fluid, tekanan dan kerapatan juga diturunkan. Dengan memodelkan bentuk distribusi fluida QGP φ(t), kita akan dapatkan skalar kelengkungan R melalui program numerik Mathematica yang kemudian secara analitik didapatlah faktor skala ruang R. Akhirnya kita plot grafik hubungan R terhadap waktu serta grafik hubungan tekanan terhadap densitas dengan program Mathematica. 1.4 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan hubungan antara faktor skala ruang dengan waktu kosmik Awal Alam Semesta serta hubungan antara tekanan ratarata dengan kerapatan Awal Alam Semesta. 3

16 Bab 2 Fluida Relativistik QCD dan Geometri FRW QGP (Quark-Gliuon Plasma) merupakan salah satu fase yang terbentuk dari hasil interaksi kuat antara quark dan gluon dimana penerapan teori QCD (Quantum Chromodynamcs) sangat diperlukan. Fase tersebut sebenarnya memiliki kemiripan dengan fluida sempurna yang relativistik karena antara quark dan qluon bergerak sangat cepat (relativistik) mendekati partikel bebas yang saling berinteraksi tanpa adanya pergesekan atau aliran energi didalamnya dan hanya ada kerapatan energi dan tekanan. Kata Plasma sendiri diberikan karena penyusun QGP yang salah satunya quark memiliki muatan listrik, sehingga sesuai dengan definisi fase plasma yaitu fase yang berisi banyak partikel bermuatan yang bergerak. Pada penelitian ini, model QGP yang digunakan adalah model yang dibangun oleh Sulaiman dkk, berdasarkan penyatuan magnetofluida pada Lagrangian Yang-Mills. Dari model ini, akan didapat formulasi Lagrangian bersimetri gauge SU(3) x U(1) yang menggambarkan kinetika komponen penyusun QGP beserta medan gauge yang terlibat seperti quark, gluon, dan foton. Lagrangian yang diperoleh akan ditransformasi menjadi bentuk tensor energi-momentum T µν dengan sifat simetrik dan diagonal seperti fluida sempurna. Tensor energi-momentum QGP dari model fluida relativistik akan dianalogikan dengan formulasi tensor energi-momentum standar fluida sempurna sehingga didapatkan bentuk integrasi dari kerapatan energi dan tekanan QGP. Kemudian karena tujuan dari penelitian ini sendiri adalah untuk meninjau fase QGP yang 4

17 diprediksikan muncul pada awal alam semesta, maka kita akan mencoba memasukkan tekanan dan kerapatan tersebut ke dalam struktur geometri FRW yang sesuai dengan sifat homogenitas dan isotropi dari alam semesta. Berawal dari persamaan kontinuitas FRW yang didapat dari kekekalan tensor energi-momentum, grafik faktor skala kosmik terhadap waktu akan diperoleh. Selain itu, dua persamaan medan kosmologi dari medan Einstein juga akan diaplikasikan untuk mendapatkan grafik tekanan terhadap kerapatan. 2.1 Fluida Relativistik QCD Penyatuan Magnetofluida Medan Gauge Non-Abelian Pertama-tama akan dibahas mengenai penggunaan konsep Lagrangian L untuk menggambarkan keadaan dari suatu sistem. Pada sistem klasik, Lagrangian adalah suatu besaran berdimensi energi yang merupakan selisih energi kinetik dengan potensial yang dimiliki suatu sistem baik solid maupun fluida. Bentuk umum dari sebuah Lagrangian adalah, L = T V (2.1) Untuk sistem banyak partikel seperti benda tegar, fluida, atau plasma, kata Lagrangian sendiri lebih digunakan untuk menggambarkan kerapatan Lagrangian L. Lagrangian yang sebenarnya merupakan hasil integrasi seluruh ruang dari kerapatan Lagrangian seperti, L = L d 3 x (2.2) Lagrangian digunakan untuk mendapatkan persamaan gerak dari suatu sistem apabila kita substitusi ke dalam persamaan Euler-Lagrange. Untuk sistem medan klasik, parameter dari suatu lagrangian dan persamaan Euler-Lagrange merupakan medan-medan klasik seperti posisi, sudut, dan lainnya. Tetapi untuk sistem medan kuantum seperti partikel-partikel elementer, parameter-parameternya terdiri dari medan-medan kuantum yang secara umum dibagi menjadi dua yaitu medan boson dan medan fermion dengan spin. Lagrangian dari medan kuantum juga terdiri dari jenis boson yang akan mereproduksi persamaan Klein-Gordon 5

18 dan fermion yang akan mereproduksi persamaan Dirac yaitu, { ( µ Φ) L materi = ( µ Φ) m2 Φ Φ Φ : boson (2.3) iψ /Ψ m Ψ ΨΨ : fermion Pada model QGP yang akan dipakai, konsep yang digunakan adalah penyatuan magnetofluida pada Lagrangian Yang-Mills. Pembahasan berawal dari pengembangan Lagrangian Yang-Mills dengan memperkenalkan suatu simetri gauge kepada partikel bebas. Model ini memberikan gambaran tentang fluida relativistik yang berinteraksi dengan medan gauge Abelian maupun non- Abelian. Salah satu skenario yang diamati adalah interaksi fluida yang terdiri dari fermion dan medan gauge non-abelian bersimetri SU(n) dengan medan gauge Abelian bersimetri U(1). Pertama-tama invarian gauge dalam fluida antara medan fermion non-abelian dengan medan gauge non-abelian ditulis sebagai Ψ Ψ terhadap transformasi U e itaθa (x) = 1 it a θ a (x). T a adalah generator yang merupakan anngota grup Lie sehingga memenuhi sifat komutasi [T a, T b ] = if abc T c dengan f abc adalah konstanta struktur anti-simetrik. Invarian transformasi ini terpenuhi dengan memperkenalkan medan gauge boson U µ dan mengganti turunannya dalam bentuk kovarian D µ = µ ig F T a Uµ, a dimana g F adalah muatan fluida Transformasi kedua yang dilakukan adalah terhadap simetri gauge U(1) Abelian. Transformasi mirip dengan gauge non-abelian hanya simetri U(1) memiliki generator T a = 1. Transformasi ini memenuhi invarian apabila diperkenalan medan gauge A µ A µ A a µ (1/g G )( µ θ a ) + fbc a θb A c µ dan mengganti turunannya dengan bentuk kovarian D µ = µ ig G T a A a µ, dimana g G adalah muatan gauge. Kedua transformasi di atas bekerja secara independen dengan parameter fase θ(x) yang terpisah. Maka, bentuk gabungan kovarian transformasi gauge terhadap fluida fermion adalah, D µ = µ ig F TF a Uµ a ig G TGA a a µ (2.4) Sehingga Lagrangian total dari simetri yang saling independen terdiri dari, L = L materi + L gauge + L int (2.5) dimana suku kinetik dan interaksi dari gauge adalah, L gauge = 1 4 Sa µνs aµν 1 4 F µνf a aµν (2.6) 6

19 L int = a g F J F µ U aµ a + g G J Gµ A aµ (2.7) dengan Sµν a µ Uν a ν Uµ a + g F fbc a U µu b ν. c Medan gauge boson dalam fluida relativistik didefinisikan dengan vektor-4 kecepatan sebagai besarnya dan fungsi distribusi φ yaitu, Uµ a = (U0 a, U a ) = u a µφ = (γ a, γ a v a )φ (2.8) Sekarang formulasi umum Lagrangian fluida relativistik yang terdiri dari fermion dan gauge boson non-abelian berinteraksi dengan gauge boson Abelian telah terbentuk. Pada subbab selanjutnya, kita akan mencoba mengembangkan Lagrangian tersebut untuk fase QGP dengan beberapa asumsi, pendekatan, dan data-data yang diperlukan Formulasi Lagrangian QGP Model Lagrangian fluida relativistik di atas selanjutnya akan digunakan untuk mendeskripsikan QGP pada kondisi mendekati riil sehingga didapat Lagrangian QGP yang sebenarnya. Pertama-tama perlu diingat bahwa penyusun utama QGP adalah quark dan gluon. Quark adalah kuantum dari medan fermion Q yang mengikuti formulasi Lagrangian fermion yang terdiri dari suku kinetik dan suku massa yaitu, L materi = L quark = iqγ µ µ Q m Q QQ (2.9) Sedangkan gluon adalah kuantum dari medan gauge boson Uµ a yang memiliki suku kinetik (Sµν) a 2 dan suku interaksi dengan fluida quark. Sehingga Lagrangian total QGP menjadi, L = iqγ µ µ Q m Q QQ 1 4 Sa µνs aµν a + g F J F µ U aµ (2.10) dengan J F adalah QT a γ µ Q. Sebenarnya di dalam fluida QGP juga terdapat gauge elektromagnetik (foton A µ ) namun berinteraksi sangat kecil bila dibandingkan dengan interaksi kuat gluon sekitar e/g s = α/α s O(10 1 ), sehingga suku 7

20 kinetik dan interaksi foton dapat diabaikan. Pada model QGP yang dipakai, dapat dibuktikan bahwa satu medan gluon U a µ dapat berlaku sebagai sebuah fluida pada skala tertentu. Selain bentuk konvensional partikel titik dengan vektor polarisasi ɛ µ dalam formulasi U a µ Bentuk medan gluon lain juga muncul sebagai transisi fase yaitu, fase hadronik fase QGP ɛ a µ u a µ = ɛ a µφ. (2.11) Saat medan gluon berlaku sebagai partikel titik, medan tersebut berada pada keadaan stabil hadronik. Pada sisi lain keadaan sebelum hadronisasi seperti QGP yang sangat panas, medan gluon berlaku sebagai aliran partikel berenergi dan sifatnya didominasi oleh kecepatan relativistiknya. Kemudian model plasma yang dipakai pada skripsi ini adalah Gluon Dominated, sehingga energi sistem QGP didominasi oleh aliran gluon yang mirip sistem fluida sempurna. Konsekuensi dari data ini membuat suku quark pada Lagrangian QGP dapat diabaikan menjadi, L g = 1 4 Sa µνs aµν + g s J a µu aµ (2.12) Lagrangian di atas adalah bentuk akhir Lagrangian QGP yang mendekati kondisi riil dan akan diubah menjadi tensor energi-momentum sistem QGP pada bab berikutnya. 2.2 Fluida Sempurna Tensor Energi-Momentum Suatu Lagrangian harus diubah menjadi sebuah tensor energi-momentum apabila kita ingin menghubungkannya dengan ruang-waktu tempat sistem itu berada. Oleh karena itu, konsep dasar tensor energi-momentum akan dijelaskan terlebih dahulu. Penjelasan dimulai dengan mengambil sampel perbandingan benda tegar yang diam dan bergerak terhadap suatu kerangka acuan. Suatu benda yang yang diam terhadap kerangka diam seketika S memiliki kerapatan sebesar ρ 0 = m 0 n 0, dengan m 0 adalah massa diam tiap partikel dan n 0 adalah jumlah partikel per unit volume. Sementara menurut kerangka lain S yang bergerak sebesar v terhadap kerangka S, volume dari benda tersebut berkurang akibat dari efek relativistik 8

21 yang ditimbulkan yaitu kontraksi Lorentz ruang pada dimensi yang sejajar v, maka kerapatan benda bagi kerangka S menjadi, ρ = γ 2 νρ 0 (2.13) Dapat disimpulkan bahwa, kerapatan benda bukanlah skalar melainkan komponen ke-00 dari suatu tensor rank 2, mengingat kemungkinan benda tersebut tidak hanya bergerak pada satu dimensi saja. Apabila ingin mengamatinya pada setiap titik di ruang-waktu maka didefinisikan suatu tensor, T µ ν = ρu µ u ν (2.14) Pada kasus fluida riil, komponen-komponen tensor energi-momentum memiliki beberapa arti fisis yaitu : (i) Komponen T 00 menggambarkan kerapatan energi total fluida termasuk energi potensial dari gaya antar partikel dan energi kinetik, (ii) Komponen T 0i menggambarkan aliran panas di dalam fluida, (iii) Komponen T i0 menggambarkan kerapatan mmomentum saat adanya aliran panas, dan (iv) Komponen T ij menggambarkan aliran momentum dimana saat i = j menjadi aliran momentum yang isotropik pada satu arah yang disebut tekanan, sedangkan yang lainnya disebut tegangan geser. Kasus yang diperlukan dalam penelitian ini adalah fluida sempurna, dimana tidak ada gaya di antara partikel-partikel, aliran panas,dan tegangan geser atau kekentalan, sehingga hanya komponen diagonal atau kerapatan dan tekanan saja yang terisi seperti, T µν = = ρc p p p (ρ + p c 2 ) u µ u ν pη µν (2.15) Apabila bentuk tensor energi-momentum tersebut diperumum untuk segala macam metrik ruang-waktu akan menjadi, T µν = (ρ + p ) u µ u ν pg µν (2.16) c 2 Akhirnya kita mendapatkan bentuk tensor energi-momentum untuk fluida sempurna. Pada bagian berikutnya, tensor tersebut akan diaplikasikan pada hukum 9

22 kekekalan, karena esensi dari tensor energi-momentum adalah pengembangan dari bentuk skalar energi Kekekalan Tensor Energi-Momentum Pada bagian ini, tensor energi-momentum akan diekspresikan dalam bentuk hukum kekekalan pada kerangka inersial S dengan koordinat x µ. Analog dengan persamaan kekekalan muatan µ j µ = 0, kekekalan energi-momentum dapat ditulis sebagai, µ T µν = 0 (2.17) Dengan memasukkan tensor energi-momentum fluida sempurna pada hukum kekekalan didapatlah, 0 = µ [( ρ + p c 2 ) u µ u ν pg µν ] = µ ( ρ + p c 2 ) u µ u ν + (ρ + p c 2 ) [( µ u µ )u ν + u µ ( µ u ν )] ( µ p)g µν (2.18) Kemudian kita akan meninjau vektor-4 kecepatan yang memiliki sifat normalisasi u ν u ν = c 2. Dengan menurunkan persamaan ini kita dapatkan, 0 = ( µ u ν )u ν + u ν ( µ u ν ) = 2( µ u ν )u ν (2.19) Kemudian jika persamaan normalisasi dan turunanya tersebut disubstitusikan sebagai syarat batas ke Pers. (2.18), maka akan didapat, ( p ) µ (ρu µ ) + c 2 µ u µ = 0 (2.20) Hasil persamaan ini selanjutnya disebut persamaan kontinuitas fluida sempurna Tekanan dan Kerapatan QGP Pada bagian ini, hubungan antara tensor energi-momentum dengan sebuah lagrangian didefinisikan. Dari sini, kita dapat mentransformasikan Lagrangian QGP menjadi tensor energi-momentum QGP dengan pendekatan fluida sempurna. Tensor energi-momentum T µν sendiri merupakan integrasi dari seluruh ruangwaktu terhadap kerapatan tensor energi-momentum T µν seperti, T µν = T µν d 4 x (2.21) 10

23 Pertama-tama akan dibahas konsep dari aksi suatu sistem menggunakan metode kalkulus variasi. Variasi dari suatu aksi adalah integrasi dari variasi kerapatan Lagrangian terhadap seluruh ruang-waktu δs = δld 4 x atau bentuk yang berhubungan dengan geometri ruang-waktu yaitu δs = g δg µν T µν d 4 x. Oleh karena itu, relasi keduanya dapat dihubungkan menjadi, T µν = 2 g δl g δg µν (2.22) Kerapatan tensor energi-momentum model QGP yang bersifat simetrik dapat dicari dengan memasukkan Lagrangian QGP ke dalam persamaan di atas menjadi, T µν = S a µρs aρ ν g µν L g + 2g s J a µu a ν (2.23) Kemudian tiap komponen dalam kerapatan tensor energi-momentum di atas difaktorkan dan disederhanakan menjadi bentuk, T µν = [8g s f Q m Q φ + g 2 sf 2 g φ 4 ]u µ u ν [4g s f Q m Q φ 1 4 g2 sf 2 g φ 4 ]g µν (2.24) dimana f g adalah faktor penjumlahan warna gluon dari konstanta struktur f abc, sedangkan f Q adalah faktor penjumlahan warna gluon dari J a µu aµ. Formulasi terakhir tensor energi-momentum ini dapat dianalogikan dengan formulasi fluida sempurna yang telah dibahas sebelumnya yaitu, T µν = (E + Pc ) u 2 µ u ν Pg µν (2.25) Sehingga fungsi tekanan dan kerapatan model QGP dapat diperoleh dengan mengintegralkannya terhadap seluruh ruang-waktu seperti, P = Pd 4 x t = [4g s f Q m Q φ g2 sfg 2 φ 4 ] dt dv [ = 4g s f Q m Q 1 g sfg 2 ] φ 3 φ dt dv (2.26) 16f Q m Q ρ = Ed 4 x t = [4g s f Q m Q φ g2 sfg 2 φ 4 ] dt dv [ = 4g s f Q m Q 1 + 5g sfg 2 ] φ 3 φ dt dv (2.27) 16f Q m Q 11

24 Pada akhir dari subbab ini, didapat besaran-besaran pokok yang mendeskripsikan keadaan dari model fluida sempurna relativistik QGP yaitu tekanan dan kerapatan. Kemudian di daalam subbab berikutnya, pembahasan akan megarah kepada karakterisasi ruang-waktu tempat QGP tersebut berada yaitu geometri QGP. Geometri yang akan dibahas adalah geometri FRW karena penelitian ini ingin mencoba menelaah fase QGP pada awal alam semesta. 2.3 Geometri FRW Metrik FRW Alam semesta memiliki sifat yang unik yaitu homogen dan isotropik. Sifat homogenitasnya membuat distribusi materi di alam semesta merata dan sifat isotropinya membuat kedaan gerak dari setiap materi di alam semeta seragam. Dari prinsip inilah, sebuah geometri dikembangkan yang diawali dengan pembentukan metriknya. Pertama-tama yang harus diingat adalah bahwa di alam semesta tidak ada kerangka inersial global, sehingga untuk mendapatkan kerangkan acuan pada alam semesta diperkenalkan kerangka hypersurface. Kerangka ini merupakan generalisasi tiap potongan semesta yang berada pada hypersurface yang sama saat waktu t yang sama. Sehingga komponen ruang dari metriknya memiliki memiliki faktor waktu di dalamnya atau ds 2 = c 2 dt 2 S 2 (t)h ij dx i dx j. Konsekuensi dari sifat homogen dan isotropik sekaligus, maka geometrinya memiliki simetri maksimal dimana kelengkungan cukup didefinisikan dengan satu besaran skalar K. Persamaan kelengkungan geometri ini dapat ditulis sbagai R ijkl = K(g ik g jl g il g jk ) yang memiliki solusi ruang dengan menggunakan koordinat bola yaitu dσ 2 = (1/[1 kr 2 ])dr 2 + r 2 dθ 2 + r 2 sin 2 dφ 2. Lalu dengan mendefinisikan koordinat radial baru dan suatu faktor skala yaitu, r = K 1/2 r (2.28) R(t) = { S(t) K 1/2 : untuk K =/ 0 S(t) : untuk K = 0 (2.29) 12

25 Maka formulasi jarak pada geometri FRW didapat dan dari sini bentuk metrik untuk geometri FRW pun diperoleh [ ] ds 2 = c 2 dt 2 S 2 dr 2 (t) 1 Kr + 2 r2 (dθ 2 + sin 2 θdφ 2 ) [ ] = c 2 dt 2 S2 (t) dr 2 K 1 kr 2 + r2 (dθ 2 + sin 2 θdφ 2 ) [ ] = c 2 dt 2 R2 (t) dr 2 K 1 kr + 2 r2 (dθ 2 + sin 2 θdφ 2 ) (2.30) Metrik yang dihasilkan pada geometri FRW bersifat diagonal dan simetrik yang kemudian akan diaplikasikan ke dalam persamaan medan Einstein pada bagian berikutnya untuk mendapatkan dua persamaan medan kosmologi Persamaan Medan FRW Pada bagian ini, metrik FRW yang didapat akan disubstitusi ke dalam persamaan medan Einstein yang menghubungkan tensor energi-momentum dengan metrik dan kelengkungan. Formulasi matematis persamaan medan Einstein dituliskan dalam bentuk, R µν = κ(t µν 1 2 T g µν) + Λg µν (2.31) dimana komponen diagonal metrik FRW adalah, g 00 = c 2 (2.32) g 11 = R2 (t) 1 kr 2 (2.33) g 22 = R 2 (t)r 2 (2.34) g 33 = R 2 (t)r 2 sin 2 θ (2.35) Lalu setelah mengetahui komponen-komponen metrik FRW, maka nilai simbol Christoffel geometri FRW dapat diperoleh dengan persamaan, Sehingga, Γ σ µν = 1 2 gσρ ( ν g ρµ + µ g ρν ρ g µν ) (2.36) Γ 0 11 = RṘ/[c(1 kr2 )] Γ 0 22 = RṘr2 /c Γ 0 33 = (RṘr2 sin 2 θ)/c Γ 1 01 = cr /R Γ 1 11 = kr/(1 kr 2 ) Γ 1 33 = r(1 kr 2 )sin 2 θ Γ 2 02 = cr /R Γ 2 12 = 1/r Γ 2 33 = sin θ cosθ Γ 3 03 = cr /R Γ 3 13 = 1/r Γ 3 23 = cot θ (2.37) 13

26 Dari simbol Christoffel ini, nilai tensor Ricci yang menggambarkan kelengkungan ruang-waktu didapat dengan formulasi, R µν = ν Γ σ µσ ρ Γ σ µν + Γ ρ µσγ σ ρν Γ ρ µνγ σ ρσ (2.38) Sehingga jika diambil komponen diagonal saja akan menghasilkan, R 00 = 3 R/R (2.39) R 11 = (R R + 2Ṙ2 + 2c 2 k)c 2 /(1 kr 2 ) (2.40) R 22 = (R R + 2Ṙ2 + 2c 2 k)c 2 r 2 (2.41) R 33 = (R R + 2Ṙ2 + 2c 2 k)c 2 r 2 sin 2 θ (2.42) Penerapan konsep hypersurface pada geometri FRW menghasilkan kerangka acuan yang comoving bagi setiap pengamat. Kerangka ini membuat setiap materi tidak bergerak pada ruang di dalam sebuah hypersurface ataupun antar hypersurface, sehingga vektor-4 kecepatan setiap materi dan pengamat di dalam geometri FRW adalah, [u µ ] = (1, 0, 0, 0) (2.43) Apabila kita menggunakan konsep fluida sempurna pada geometri FRW, maka tensor energi-momentumnya sesuai dengan bentuk tensor energi-momentum dari fluida sempurna yang memiliki nilai trace, T = T µ µ = ρc 2 3p (2.44) Kemudian setelah mengetahui semua variabel yang dibutuhkan, kita masukkan semuanya ke dalam persamaan medan Einstein dan mengambil dua komponen saja yaitu, 3 R/R = 1 2 κ(ρc2 + 3p)c 2 + Λc 2 (2.45) [ ] R R 1 + 2Ṙ2 + 2c 2 k = 2 κ(ρc2 p) + Λ c 2 R 2 (2.46) Akhirnya dari dua persmaan independen tersebut, solusi persmaan medan Einstein untuk geometri FRW diperoleh sebagai, R = 4πG ( ρ + 3p ) R c 2 3 Λc2 R (2.47) Ṙ 2 = 8πG 3 ρr Λc2 R 2 c 2 k (2.48) 14

27 Kedua persamaan ini disebut persamaan medan kosmologi, karena penurunanya menggunakan pendekatan-pendekatan yang sesuai dengan pengamatan alam semesta dalam kerangka geometri FRW. 15

28 Bab 3 Persamaan Kontinuitas dan Medan Kosmologi Pada bab ini akan dibahas perhitungan-perhitungan analitik dan komputasi yang bertujuan untuk mendapatkan solusi dari persamaan kontinuitas fluida sempurna serta aplikasi dari persamaan medan kosmologi yang telah dijelaskan di bab sebelumnya. Pembahasan berawal dari hasil tekanan dan kerapatan model QGP sebagai hasil dari analogi struktur tensor energi-momentum fluida sempurna yang dipakai dan kemudian akan dimasukkan ke dalam persamaan kontinuitas hingga didapat solusi persamaan-persamaan dinamik yang merupakan fungsi eksplisit dari waktu. Untuk mendapatkan solusi tersebut, kita juga menerapkan konsep fungsi Hubble H(t) dan parameter perlambatan q(t). Dalam subbab kedua, medan gluon φ(t) yang hanya merupakan fungsi waktu akan didefinisikan dengan model distribusi eksponensial energinya, sehingga fungsi Hubble yang didapat berubah menjadi eksplisit terhadap waktu dari sebelumnya implisit di dalam medan gluon. Kemudian pada subbab terakhir, konstanta-konstanta di dalam fungsi Hubble tersebut akan diisi dengan berbagai asumsi dan model referensi sebelumnya yang akan diplot terhadap waktu sebagai gambaran dinamika semesta QGP dalam kerangka geometri FRW. Hal yang perlu diingat adalah pada bab ini semua satuan megikuti sistem satuan alami dimana = c = 1. 16

29 3.1 Persamaan Kontinuitas QGP Pembahasan subbab pertama akan beranjak dari formulasi tensor energi-momentum fluida sempurna yang memiliki nilai pada komponen non-diagonalnya. Formulsi ini akan dianalogikan dengan formulasi tensor energi-momentum model QGP yang dipakai yang sudah simetrik dan diagonal, sehingga kita mendapatkan dua besaran penting yaitu densitas kerapatan dan densitas tekanan. Rumus kerapatan dan tekanan dapat dihasilkan dengan mengintegralkannya terhadap seluruh ruang-waktu, dimana bagian integral ruang (d 3 x) menggunakan bentuk umum d 3 x = g 11 g 22 g 33 dx 1 dx 2 dx 3 dibahas di bab sebelumnya menjadi, p(t) = λ R 3 φ[1 δφ 3 ]dt dengan mengacu pada metrik FRW yang telah r 2 dr 1 kr 2 (3.1) ρ(t) = λ R 3 φ[1 + κφ 3 ]dt r 2 dr 1 kr 2 (3.2) Untuk mempermudah perhitungan, kita definisikan konstanta-konstanta yang ada dengan konstanta-konstanta yang baru sebagai berikut, F = g sf 2 g f Q m Q δ = 1 16 F κ = 5 16 F λ = 16πg s f Q m Q Selanjutnya akan ditinjau persamaan kontinuitas fluida sempurna pada bab sebelumnya yang berasal dari formulasi umum kekekalan tensor energi-momentum µ T µν. Bentuk persamaan kontinuitas geometri FRW bisa didapat dengan memasukkan nilai-nilai simbol Christoffel Γ σ µν yang telah dirinci pada bab sebelumnya menjadi, ρ + (ρ + p) 3Ṙ R = 0 (3.3) Nilai laju kerapatan didapat dengan menurunkan pers.(3.2) terhadap waktu menjadi, ρ = dρ dt = λr3 φ[1 + κφ 3 ] 17 r 2 dr 1 kr 2 (3.4)

30 Setelah mendapatkan semua fungsi yang dibutuhkan, kita substitusikan Pers. (3.1), (3.2), dan (3.4) ke Pers. (3.3) menjadi, 0 = λ R 3 φ[1 + κφ 3 ] r 2 dr 1 kr 2 + 3Ṙ R (λ + λ R 3 φ[1 + κφ 3 ]dt R 3 φ[1 δφ 3 ]dt r 2 dr 1 kr 2 r 2 dr 1 kr 2 r 2 dr = λ 1 kr 2 (R3 φ[1 + κφ 3 ] + 3Ṙ R 3 φ[2 + (κ δ)φ 3 ]dt) (3.5) R Bagi kedua ruas pada Pers. (3.5) dengan 3λṘ r 2 dr R 1 kr 2 menjadi, R 4 Ṙ φ[1 + κφ3 ] + 3 R 3 φ[2 + (κ δ)φ 3 ]dt = 0 (3.6) Untuk menyederhanakan bentuk integral, Pers. (3.6) diturunkan terhadap waktu menjadi, 0 = d dt ( ) R 4 Ṙ φ[1 + κφ3 ] + 3R 3 φ[2 + (κ δ)φ 3 ] = 4 R 3 φ[1 + κφ 3 ] RR 4 Ṙ 2 φ[1 + κφ3 ] + R4 φ[1 + 4κφ 3 ] + 3R 3 φ[2 + [κ δ]φ 3 ] Ṙ = RR 4 Ṙ φ[1 + 2 κφ3 ] + R4 φ[1 + 4κφ 3 ] + R 3 φ[10 + [7κ 3δ]φ 3 ] (3.7) Ṙ Pers. (3.7) dibagi dengan R 3 sehingga memiliki bentuk seperti, 0 = RR Ṙ φ[1 + 2 κφ3 ] + Ṙ φ[1 + 4κφ 3 ] + φ[10 + [7κ 3δ]φ 3 ] (3.8) R Persamaan terakhir memiliki bentuk yang sangat sulit dipecahkan baik secara analitik maupun komputasi, dimana kita ingin mecari solusi fungsi faktor skala kosmik terhadap waktu R(t). Oleh karena itu, kita akan menggunakan konsep fungsi Hubble H(t) dan parameter perlambatan q(t) sebagai pengganti variabel R(t) yaitu, H(t) = Ṙ(t) R(t) q(t) = R(t)R(t) Ṙ 2 (t) 18 (3.9) (3.10)

31 Kemudian kita akan mencari hubungan antara kedua fungsi baru tersebut dengan menurunkan fungsi Hubble dalam Pers. (3.10) terhadap waktu menjadi, ) dh (Ṙ = d dt dt R = R R Ṙ2 R 2 (3.11) Lalu bagi kedua ruas pada Pers. (3.11) dengan H 2 = Ṙ2 R 2 menjadi, 1 H 2 dh dt = RR Ṙ = q + 1 (3.12) Setelah Pers. (3.12) dipindah ruas, maka didapat bentuk parameter perlambatan sebagai fungsi Hubble yaitu, q = 1 H 2 dh dt 1 = Ḣ H 2 1 (3.13) Akhirnya Pers. (3.8) dapat dinyatakan sebagai fungsi Hubble dan parameter perlambatan dengan mensubtitusikan Pers. (3.10),dan (3.10) ke dalamnya menjadi, qφ(1 + κφ 3 ) + 1 H φ(1 + 4κφ 3 ) + φ(10 + [7κ 3δ]φ 3 ) = 0 (3.14) Sederhanakan Pers. (3.14) dengan memasukkan Pers. (3.13) seperti, 0 = ( Ḣ H 1)φ(1 + 2 κφ3 ) + 1 H φ(1 + 4κφ 3 ) + φ(10 + [7κ 3δ]φ 3 ) = Ḣ H φ(1 + 2 κφ3 ) φ(1 + κφ 3 ) + 1 H φ(1 + 4κφ 3 ) + φ(10 + [7κ 3δ]φ 3 ) = Ḣ H 2 φ(1 + κφ3 ) + 1 H φ(1 + 4κφ 3 ) + φ(9 + [6κ 3δ]φ 3 ) (3.15) Dari Pers. (3.15) kita ingin mencoba mendapatkan solusi akhir yang lebih umum dan deskriptif, sehingga persamaan tersebut akan sedikit dimodifikasi secara analitik dengan salah satu solusi persamaan diferensial orde satu. 19

32 3.2 Model Eksponensial Medan Gluon φ(t) Pada subbab ini, persamaan kontinuitas terakhir yang dihasilkan dalam subbab sebelumnya akan diselesaikan dengan metode Bernoulli untuk persamaan diferensial inhomogen dan noneksak. Pertama-tama, suatu variabel pengganti ν(t) yang merupakan fungsi waktu didefinisikan sebagai, ν = 1 H (3.16) Kemudian Pers. (3.16) diturunkan terhadap waktu untuk menghasilkan salah satu variabel pengganti eksplisit yang diperlukan dalam persamaan yaitu, dν = d ( ) 1 dt dt H = 1 dh H 2 dt = Ḣ (3.17) H 2 Setelah mendapatkan semua variabel pengganti yang diperlukan untuk menyederhanakan Pers. (3.15), substitusikan Pers. (3.16) dan (3.17) ke dalamnya menjadi, νφ(1 + κφ 3 ) + ν φ(1 + 4κφ 3 ) + φ(9 + [6κ 3δ]φ 3 ) = 0 (3.18) Lalu kedua ruas pada Pers. (3.18) dibagi dengan φ(1+κφ 3 ) agar berubah menjadi bentuk persamaan yang akan lebih familiar yaitu, 0 = ν + φ(1 + 4κφ 3 ) φ(1 + κφ 3 ) ν + φ(9 + [6κ 3δ]φ3 ) φ(1 + κφ 3 ) = ν + φ(1 + 4κφ 3 ) 9 + (6κ 3δ)φ3 ν + (3.19) φ(1 + κφ 3 ) 1 + κφ 3 Pada Pers. (3.19), bentuk persamaan diferensial yang didapat sudah sangat sederhana, tetapi sebelumnya nilai-nilai nonvariabel seperti konstanta-konstanta dan medan gluon φ(t, r) harus didefinisikan. Untuk medan gluon yang merupakan fungsi waktu dan posisi, model yang diambil adalah distribusi gelombang bidang dengan asumsi gluon bergerak seperti partikel bebas, sehingga akan terbentuk distribusi eksponensial imajiner vektor-4 momentum yang juga merupakan solusi 20

33 dari persamaan Euler-Lagrange yaitu dengan p µ = (E, p 1, p 2, p 3 ) dan posisi x µ = (t, x 1, x 2, x 3 ) seperti, φ(t, r) = e ipµxµ = e i(et p. r) (3.20) Akan tetapi konsekuensi dari penggunaan geometri FRW pada bab sebelumnya sebagai kerangka ruang-waktu medan gluon dalam QGP adalah bahwa pemilihan kerangka acuan comoving u µ = (1, 0, 0, 0) membuat komponen ruang dari momentum-4 menjadi tidak ada dan menyisakan komponen waktu saja p µ = (E, 0, 0, 0). Maka distribusi medan gluon pada Pers. (3.20) berubah menjadi, φ(t) = e iet (3.21) Sehingga medan gluon hanya merupakan fungsi waktu yang dikopling oleh besar energinya. Kemudian dimasukkan kembali ke Pers. (3.19) menjadi, 0 = ν + ie(1 + 4κei3Et ) 9 + (3κ 6δ)ei3Et ν + (3.22) (1 + κe i3et ) 1 + κe i3et Pers. (3.22) dipindah ruas menjadi, ν + ie(1 + 4κei3Et ) 9 + (3κ 6δ)ei3Et ν = (3.23) (1 + κe i3et ) 1 + κe i3et Bentuk terakhir Pers. (3.23) sangat familiar untuk dipecahkan karena berbentuk persamaan diferensial inhomogen dan noneksak dengan penggunaan metode Bernoulli. Persamaan standar dari metode Bernoulii tersebut dapat ditulis, ν(t) + P (t)ν = Q(t) (3.24) Langkah pertama, kita definisikan faktor pengintegrasi I(t) sebagai, I = e P (t)dt (3.25) Lalu kalikan Pers. (3.24) dengan Pers. (3.25), untuk diubah menjadi bentuk sederhana seperti, IQ(t) = I ν + IP (t)ν = d dt (Iν) ν = IQ(t)dt 21 I (3.26)

34 Pers. (3.26) merupakan solusi persamaan diferensial yang kita cari. Hasil akhirnya diperoleh nilai fungsi pengganti ν(t) yang akan diubah kembali menjadi fungsi Hubble H(t) pada subbab berikutnya. 3.3 Fungsi Hubble dan Aplikasi Persamaan Medan Kosmologi Pada subbab ini, akan dibahas solusi akhir fungsi Hubble yang akan membawa kita pada bentuk fungsi faktor skala beserta turunanya. Selain itu, juga dibahas perumusan relasi tekanan terhadap kerapatan dengan menggunakan dua persamaan medan kosmologi yang telah dibahas di bab sebelumnya. Bagian pertama, solusi fungsi pengganti ν(t) yang didapat akan diubah kembali menjadi fungsi Hubble. Dengan menganalogikan persamaan diferensial inhomogen-noneksak pada Pers. (3.24) dengan persamaan yang dihasilkan perhitungan model QGP pada Pers. (3.23), maka didapatkan nilai-nilai fungsi, P (t) = ie(1 + 4κei3Et ) (1 + κe i3et ) (3.27) 9 + (3κ 6δ)ei3Et Q(t) = (3.28) 1 + κe i3et Untuk menyederhanakan persamaan, perlu didefinisikan konstanta baru yaitu, µ = 6κ 3δ (3.29) Gunakan solusi Pers. (3.26) dengan mensubstitusikan fungsi-fungsi pada Pers. (3.27) dan (3.28) untuk mendapatkan bentuk akhir fungsi Hubble model fluida relativistik QGP. Perhitungan solusi fungsi ν(t) terlebih dahulu menghasilkan, ν(t) = 36i + 4Ee iet + iµe i3et 4E + 4κEe i3et (3.30) Hasil pada Pers. (3.30) yang merupakan fungsi kompleks tersebut akan diseparasi dengan mensubstitusi, sehingga menjadi, e iet = cos(et) + isin(et) (3.31) ν = 36i + 4Ecos(Et) 4Esin(Et) + iµ(cos(3et) + isin(3et)) 4E + 4κE(cos(3Et + isin(3et))) 22

35 = +i cos(et) + κcos(4et) + ( 36κ µ )sin(3et) 4E 1 + κ 2 + 2κcos(3Et) [ sin(et) κsin(4et) + ( 36+µ 36+µκ )cos(3et) + ( 4E 1 + κ 2 + 2κcos(3Et) 4E ) ] (3.32) Maka fungsi ν dapat dipisah menjadi, ν r = ν i = 36κ µ cos(et) + κcos(4et) + ( )sin(3et) 4E 1 + κ 2 + 2κcos(3Et) 36+µ 36+µκ sin(et) κsin(4et) + ( )cos(3et) + ( 4E 1 + κ 2 + 2κcos(3Et) 4E ) (3.33) (3.34) Konversi menjadi fungsi Hubble harus diseparasi dari definisi awal fungsi ν yang kompleks yaitu, H = 1 ν 1 = (3.35) ν r + iν i Dengan ν r dan ν i merupakan komponen riil dan imajiner dari fungsi ν serta keduanya merupakan fungsi riil. Kemudian Pers. (3.35) dikalikan dengan sekawan menjadi, H = = 1 ν r + iν i ν r ν 2 r + ν 2 i ( ) νr iν i ν r iν i ν i i νr 2 + νi 2 maka komponen-komponennya dapat dipisahkan menjadi, (3.36) H r = H i = ν r νr 2 + νi 2 ν i νr 2 + νi 2 (3.37) (3.38) Lalu dengan memakai komponen solusi fungsi ν pada Pers. (3.33) dan (3.34) didapatlah komponen fungsi Hubble yaitu, H r = H i = x z (3.39) x 2 + y 2 y z (3.40) x 2 + y 2 23

36 dengan, ( ) 36κ µ x = cos(et) + κcos(4et) + sin(3et) 4E ( ) ( ) 36 + µ 36 + µκ y = sin(et) κsin(4et) + cos(3et) + 4E 4E z = 1 + κ 2 + 2κcos(3Et) (3.41) Setelah mendapatkan bentuk akhir fungsi Hubble yang pada bab berikutnya akan digunakan untuk mencari nilai fungsi faktor skala, kita juga akan menurunkan fungsi tekanan dan kerapatan terhadap waktu yang diperoleh dengan mensubstitusikan kedua persamaan medan kosmologi yang telah dibahas di bab sebelumnya. Fungsi eksplisit waktu dari tekanan dan kerapatan tersebut didapat setelah memasukkan nilai fungsi faktor skala beserta turunannya pada bab berikutnya. Berikut ini adalah dua persamaan medan kosmologi dengan masih mempertahankan konstanta kosmologi Λ yang biasa disebut persamaan Friedmann-Lemaitre yaitu, R = 4πG 3 (ρ + 3p)R + 1 ΛR 3 (3.42) Ṙ 2 = 8πG 3 ρr ΛR2 k (3.43) Jika kita abaikan nilai kontanta kosmologi yang tidak nol tetapi sangat kecil, Pers. (3.42) dan (3.43) berubah menjadi persamaan Friedmaan Λ = 0 yaitu, R = 4πG (ρ + 3p)R 3 (3.44) Ṙ 2 = 8πG 3 ρr2 k (3.45) Pertama-tama dari Pers. (3.45), nilai fungsi kerapatan dapat ditentukan sebagai, ρ = = 3 8πGR 2 (Ṙ2 + k) 3 (H 2 + kr ) 8πG 2 (3.46) Lalu dengan mensubstitusikan Pers. (3.46) ke Pers. (3.44), diporeleh nilai fungsi tekanan yang eksplisit waktu jika kita masukkan fungsi faktor skala beserta turunannya pada bab berikutnya. Pertama substitusi fungsi tersebut menjadi, R = 4πG [ 3 (H 2 + kr ) ] + 3p R (3.47) 3 8πG 2 24

37 Faktorkan Pers. (3.47) dan pindah ruas menjadi, 4πGRp = 1 2 H2 R 1 k 2 R R (3.48) Dari Pers. (3.48) diperoleh fungsi tekanan yaitu, ( p = 1 H 2 + k 8πG R + 2 R ) 2 R (3.49) Pada bab ini berhasil diperoleh bentuk akhir fungsi Hubble H(t) yang akan digunakan untuk mendapatkan fungsi faktor skala serta fungsi implisit waktu dari tekanan dan kerapatan yang akan dibuat eksplisit dengan mamasukkan fungsi faktor skala dan turunannya pada bab selanjutnya. Semua perhitungan pada bab ini menggunakan model fluida relativistik QGP dengan kerangka geometri FRW. 25

38 Bab 4 Hasil dan Pembahasan Bab ini membahas tentang hasil deskriptif yang diperoleh dari fungsi-fungsi yang didapat pada bab sebelumnya. Akan tetapi hasil yang akan didapat adalah prediksi simulasi produksi QGP pada akselerator, yang akan menjadi prototype fase QGP di awal alam semesta. Pada subbab pertama, fungsi hubble H(t) yang diperoleh akan diplot untuk melihat karakter fase serta kecenderungan dari evolusi semesta QGP pada interval waktu tertentu dan kemudian diubah menjadi fungsi faktor skala kosmik R(t). Lalu pada subbab kedua, fungsi tekanan p(t) dan kerapatan ρ(t) akan diplot secara parametrik sehingga didapat grafik hubungan eksplisit tekanan terhadap kerapatan p(ρ) yang akan menggambarkan area keadaan yang sesuai dengan model QGP. 4.1 Dinamika Semesta QGP Fungsi Hubble yang didapat pada bab sebelumnya akan diaplikasikan dengan memasukkan nilai-nilai konstanta yang dibutuhkan. Konstanta-konstanta tersebut didapat dari referensi paper mengenai bintang kompak dalam model fluida QCD serta data-data literatur umum seperti berikut, f Q = 6 f g = 17, 464 m Q = 0.01 GeV g s =

39 Data energi didapat dari data akselerator RHIC berkisar pada orde 100 GeV. Energi tersebut merupakan energi medan gluon yang terdeteksi sebagai jet gluon yang sama dengan energi total dari dua nukleon bertumbukan dan pecah menjadi quark dan gluon. Sesaat setelah pecah, terbentuk plasma quark gluon dalam waktu singkat sebelum suhu menurun dan terjadi hadronisasi. Lalu massa quark m Q yang digunakan adalah massa quark down, namun nanti akan diamati juga apabila massa quark tersebut divariasikan menjadi up atau strangeness. Sehingga grafik komponen riil fungsi Hubble pada Pers. (3.39) untuk simulasi produksi QGP menjadi, Gambar 4.1: H r vs t dan grafik komponen imajiner fungsi Hubble pada Pers. (3.40) menjadi, Gambar 4.2: H i vs t Kedua grafik tersebut memberikan beberapa gambaran penting. Yang pertama, jika kita bandingkan orde nilai rata-ratanya, maka terlihat bahwa nilai Hubble riil berorde jauh di bawah Hubble imajiner yaitu skitar O( 4) dari O(2) 27

40 sehingga yang signifikan terhadap nilai Hubble sebenarnya adalah komponen imajinernya dan komponen riilnya dapat diabaikan. Lalu dari grafik-grafik tersebut terlihat bahwa terdapat perubahan tren dan nilai secara signifikan pada waktu tertentu. Untuk Hubble riil terjadi pada waktu GeV 1 = 10 8 s dan GeV 1 = 10 7 s yang diprediksi oleh observasi pada umumnya merupakan transisi fase hadronisasi dan baryogenesis yaitu terikatnya quark-quark bebas dalam sebuah hadron yang berinteraksi kuat bermedium gluon (meson atau barion) dan kemudian terbentuk juga barion yang terdiri dari tiga quark. Hal ini dapat terjadi karena pada sekitar waktu-waktu tersebut, suhu plasma sudah terlalu rendah untuk mempertahankan partikel quark tetap bebas yaitu pada suhu K. Kemudian untuk Hubble imajiner terlihat bahwa hanya terjadi satu kali transisi fase yaitu pada GeV 1 = 10 8 s yang merupakan hadronisasi quark. Setelah meninjau komponen riil dan imajiner, maka sekarang akan dilihat nilai mutlak dari fungsi Hubble tersebut. Nilai mutlak H = H 2 r + H 2 i diperoleh dengan memasukkan komponen-komponen pada Pers. (3.39) dan (3.40) menjadi, H = 4Ez x2 + y 2 (4.1) dengan, ( ) 36κ µ x = cos(et) + κcos(4et) + sin(3et) 4E ( ) ( ) 36 + µ 36 + µκ y = sin(et) κsin(4et) + cos(3et) + 4E 4E z = 1 + κ 2 + 2κcos(3Et) dengan mensubstitusi konstanta-konstanta pada model ini, diperoleh plot nilai mutlak Hubble terhadap waktu yaitu, 28

41 Gambar 4.3: H vs t Grafik nilai mutlak Hubble di atas juga menunjukkan bahwa ukuran ruang alam semesta pada waktu awal berosilasi sampai suatu titik perubahan signifikan seperti pada waktu GeV 1 = 10 8 s osilasi alam semesta teredam statis dan akhirnya konstan pada waktu GeV 1 = 10 7 s yaitu di 74 km s 1 /MP arsec. Sama seperti komponen riil dan imajiner, apabila dibandingkan pada rentang epoch yang telah diprediksikan observasi, kedua transisi tersebut merupakan fase hadronisasi dan bariogenesis dari quark dan gluon bebas dalam QGP. Hal lain yang dapat kita simpulkan dari grafik ini adalah cukup dekatnya nilai Hubble pasca-hadronisasi ini dengan nilai Hubble observasi kosmik masa sekarang yaitu sekitar 70 km s 1 /MP arsec. Seperti prediksi umum dalam evolusi alam semesta, ukuran ruang semesta yang dipengaruhi konstanta Hubble tidak banyak berubah antara waktu pasca-hadronisasi dan masa sekarang. Hal terakhir yang dapat diamati adalah ternyata variasi massa quark antara up, down, strangeness, dan lainnya tidak berpengaruh pada nilai Hubble pasca-hadronisasai, walaupun berpengaruh pada amplitudo osilasi nilai Hubble pra-hadronisasi. Setelah mendapatkan grafik Hubble dan menginterpretasinya, sekarang tinjauan akan berlajut ke fungsi faktor skala yang menggambarkan ukuran ruang alam semesta. Faktor skala yang menjadi fungsi waktu R(t) didefinisikan dari fungsi Hubble sebagai berikut, H = Ṙ R = 1 R dr dt (4.2) 29

AWAL ALAM SEMESTA DALAM KERANGKA FLUIDA QCD

AWAL ALAM SEMESTA DALAM KERANGKA FLUIDA QCD UNIVERSITAS INDONESIA AWAL ALAM SEMESTA DALAM KERANGKA FLUIDA QCD M. KHALID NURDIN P. 0606068386 FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI FISIKA DEPOK JUNI 2010 UNIVERSITAS INDONESIA

Lebih terperinci

DISTRIBUSI MATERI PLASMA DALAM BINTANG KOMPAK

DISTRIBUSI MATERI PLASMA DALAM BINTANG KOMPAK UNIVERSITAS INDONESIA DISTRIBUSI MATERI PLASMA DALAM BINTANG KOMPAK CHRISNA SETYO NUGROHO 0606068133 FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM DEPARTEMEN FISIKA DEPOK JUNI 2010 UNIVERSITAS INDONESIA

Lebih terperinci

Bab 2. Persamaan Einstein dan Ricci Flow. 2.1 Geometri Riemann

Bab 2. Persamaan Einstein dan Ricci Flow. 2.1 Geometri Riemann Bab 2 Persamaan Einstein dan Ricci Flow 2.1 Geometri Riemann Sebuah himpunan M disebut sebagai manifold jika tiap titik Q dalam M memiliki lingkungan terbuka S yang dapat dipetakan 1-1 melalui sebuah pemetaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN Perkembangan fisika teoritik melalui Teori Relativitas Umum (TRU) yang dikemukakan oleh Albert Einstein sudah sangat pesat dan cukup baik dalam mendeskripsikan ataupun memprediksi fenomena-fenomena

Lebih terperinci

LAMPIRAN A. Ringkasan Relativitas Umum

LAMPIRAN A. Ringkasan Relativitas Umum LAMPIRAN A Ringkasan Relativitas Umum Besaran fisika harus invarian terhadap semua kerangka acuan. Kalimat tersebut merupakan prinsip relativitas khusus yang pertama. Salah satu besaran yang harus invarian

Lebih terperinci

QGP BERVISKOSITAS DALAM FLUIDA QCD DENGAN PERUSAKAN SIMETRI GAUGE

QGP BERVISKOSITAS DALAM FLUIDA QCD DENGAN PERUSAKAN SIMETRI GAUGE UNIVERSITAS INDONESIA QGP BERVISKOSITAS DALAM FLUIDA QCD DENGAN PERUSAKAN SIMETRI GAUGE EUNIKE FERA 0706262325 FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI FISIKA DEPOK OKTOBER 2011 UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Teori Relativitas. Mirza Satriawan. December 7, Fluida Ideal dalam Relativitas Khusus. M. Satriawan Teori Relativitas

Teori Relativitas. Mirza Satriawan. December 7, Fluida Ideal dalam Relativitas Khusus. M. Satriawan Teori Relativitas Teori Relativitas Mirza Satriawan December 7, 2010 Fluida Ideal dalam Relativitas Khusus Quiz 1 Tuliskan perumusan kelestarian jumlah partikel dengan memakai vektor-4 fluks jumlah partikel. 2 Tuliskan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.4. Hipotesis 1. Model penampang hamburan Galster dan Miller memiliki perbedaan mulai kisaran energi 0.3 sampai 1.0. 2. Model penampang hamburan Galster dan Miller memiliki kesamaan pada kisaran energi

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Teori Relativitas Umum Einstein

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Teori Relativitas Umum Einstein BAB II DASAR TEORI Sebagaimana telah diketahui dalam kinematika relativistik, persamaanpersamaannya diturunkan dari dua postulat relativitas. Dua kerangka inersia yang bergerak relatif satu dengan yang

Lebih terperinci

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 3 (2013), Hal ISSN :

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 3 (2013), Hal ISSN : PRISMA FISIKA, Vol. I, No. (01), Hal. 1-17 ISSN : 7-804 Aplikasi Persamaan Einstein Hyperbolic Geometric Flow Pada Lintasan Cahaya di Alam Semesta Risko 1, Hasanuddin 1, Boni Pahlanop Lapanporo 1, Azrul

Lebih terperinci

PENENTUAN MEDAN GRAVITASI EINSTEIN DALAM RUANG MINKOWSKI MENGGUNAKAN SIMBOL CHRISTOFFEL JENIS I DAN II SKRIPSI MELLY FRIZHA

PENENTUAN MEDAN GRAVITASI EINSTEIN DALAM RUANG MINKOWSKI MENGGUNAKAN SIMBOL CHRISTOFFEL JENIS I DAN II SKRIPSI MELLY FRIZHA PENENTUAN MEDAN GRAVITASI EINSTEIN DALAM RUANG MINKOWSKI MENGGUNAKAN SIMBOL CHRISTOFFEL JENIS I DAN II SKRIPSI Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains MELLY FRIZHA

Lebih terperinci

Metrik Reissner-Nordström dalam Teori Gravitasi Einstein

Metrik Reissner-Nordström dalam Teori Gravitasi Einstein JURNAL FISIKA DAN APLIKASINYA VOLUME 13, NOMOR 1 JANUARI 17 Metrik Reissner-Nordström dalam Teori Gravitasi Einstein Canisius Bernard Program Studi Fisika, Fakultas Teknologi Informasi dan Sains, Universitas

Lebih terperinci

Bab 2. Magnetohidrodinamika. 2.1 Persamaan Gerak Plasma

Bab 2. Magnetohidrodinamika. 2.1 Persamaan Gerak Plasma Bab 2 Magnetohidrodinamika Pada bab ini akan dibahas secara umum persamaan gerak dari plasma yang dinyatakan oleh persamaan momen dan secara singkat tentang quark dan plasma quark-gluon. 2.1 Persamaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA.1 Atom Pion Atom pion sama seperti atom hidrogen hanya elektron nya diganti menjadi sebuah pion negatif. Partikel ini telah diteliti sekitar empat puluh tahun yang lalu, tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akibat dari interaksi di antara penyusun inti tersebut. Penyusun inti meliputi

BAB I PENDAHULUAN. akibat dari interaksi di antara penyusun inti tersebut. Penyusun inti meliputi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem inti dapat dipelajari melalui kesatuan sistem penyusun inti sebagai akibat dari interaksi di antara penyusun inti tersebut. Penyusun inti meliputi proton

Lebih terperinci

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (2013), Hal ISSN : Analisis Lintasan Foton Dalam Ruang-Waktu Schwarzschild

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (2013), Hal ISSN : Analisis Lintasan Foton Dalam Ruang-Waktu Schwarzschild Analisis Lintasan Foton Dalam Ruang-Waktu Schwarzschild Urai astri lidya ningsih 1, Hasanuddin 1, Joko Sampurno 1, Azrul Azwar 1 1 Program Studi Fisika, FMIPA, Universitas Tanjungpura; e-mail: nlidya14@yahoo.com

Lebih terperinci

Teori Dasar Gelombang Gravitasi

Teori Dasar Gelombang Gravitasi Bab 2 Teori Dasar Gelombang Gravitasi 2.1 Gravitasi terlinearisasi Gravitasi terlinearisasi merupakan pendekatan yang memadai ketika metrik ruang waktu, g ab, terdeviasi sedikit dari metrik datar, η ab

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Hukum gravitasi Newton mampu menerangkan fenomena benda-benda langit yang dipengaruhi oleh gaya gravitasi antar benda. Namun, hukum gravitasi Newton ini tidak sesuai dengan teori

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Telah banyak model fisika partikel yang dikembangkan oleh fisikawan untuk mencoba menjelaskan keberadaan partikel-partikel elementer serta interaksi yang menyertainya.

Lebih terperinci

perpindahan, kita peroleh persamaan differensial berikut :

perpindahan, kita peroleh persamaan differensial berikut : 1.1 Pengertian Persamaan Differensial Banyak sekali masalah terapan (dalam ilmu teknik, ilmu fisika, biologi, kimia, sosial, dan lain-lain), yang telah dirumuskan dengan model matematika dalam bentuk persamaan

Lebih terperinci

Bab IV Gravitasi Braneworld IV.1 Pendahuluan

Bab IV Gravitasi Braneworld IV.1 Pendahuluan Bab IV Gravitasi Braneworld IV.1 Pendahuluan Pada Bab III, telah diperoleh sebuah deskripsi teori efektif 4-dimensi dari teori 5- dimensi dengan cara mengkompaktifikasi pada orbifold dalam kerangka kerja

Lebih terperinci

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (2013), Hal. 1-7 ISSN : Visualisasi Efek Relativistik Pada Gerak Planet

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (2013), Hal. 1-7 ISSN : Visualisasi Efek Relativistik Pada Gerak Planet PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (13), Hal. 1-7 ISSN : 337-8 Visualisasi Efek Relativistik Pada Gerak Planet Nurul Asri 1, Hasanuddin 1, Joko Sampurno 1, Azrul Azwar 1 1 Program Studi Fisika, FMIPA, Universitas

Lebih terperinci

Skenario Randal-Sundrum dan Brane Bulk

Skenario Randal-Sundrum dan Brane Bulk Bab VI Skenario Randal-Sundrum dan Brane Bulk VI.1 Pendahuluan Bab ini bertujuan untuk menggeneralisasi hasil yang diperoleh untuk sistem dua buah brane, dengan memperluas skema perturbasi yang telah dibahas

Lebih terperinci

Perluasan Model Statik Black Hole Schwartzchild

Perluasan Model Statik Black Hole Schwartzchild Perluasan Model Statik Black Hole Schwartzchild Abd Mujahid Hamdan Fakultas Sains dan Teknologi UIN Ar-raniry, Banda Aceh, Indonesia mujahid@ar-raniry.ac.id Abstrak: Telah dilakukan perluasan model black

Lebih terperinci

Pendahuluan. Setelah mempelajari bab 1 ini, mahasiswa diharapkan

Pendahuluan. Setelah mempelajari bab 1 ini, mahasiswa diharapkan 1 Pendahuluan Tujuan perkuliahan Setelah mempelajari bab 1 ini, mahasiswa diharapkan 1. Mengetahui gambaran perkuliahan. Mengerti konsep dari satuan alamiah dan satuan-satuan dalam fisika partikel 1.1.

Lebih terperinci

EFEK MESON σ PADA PERSAMAAN KEADAAN BINTANG NEUTRON

EFEK MESON σ PADA PERSAMAAN KEADAAN BINTANG NEUTRON DOI: doi.org/10.21009/0305020501 EFEK MESON σ PADA PERSAMAAN KEADAAN BINTANG NEUTRON Alrizal 1), A. Sulaksono 2) 1,2 Departemen Fisika FMIPA UI, Kampus UI Depok, 16424 1) alrizal91@gmail.com, 2) anto.sulaksono@sci.ui.ac.id

Lebih terperinci

Pengaruh Konstanta Kosmologi Terhadap Model Standar Alam Semesta

Pengaruh Konstanta Kosmologi Terhadap Model Standar Alam Semesta B-8 JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 5 No. (6) 7-5 (-98X Print) Pengaruh Konstanta Kosmologi Terhadap Model Standar Alam Semesta Muhammad Ramadhan dan Bintoro A. Subagyo Jurusan Fisika, Fakultas MIPA, Institut

Lebih terperinci

EFEK SEBARAN BOSON INHOMOGEN PADA BINTANG BOSON

EFEK SEBARAN BOSON INHOMOGEN PADA BINTANG BOSON EFEK SEBARAN BOSON INHOMOGEN PADA BINTANG BOSON M. Fitrah Alfian R. S. *), Anto Sulaksono Departemen Fisika FMIPA UI, Kampus UI Depok, 1644 *) fitrahalfian@sci.ui.ac.id Abstrak Bintang boson statis dengan

Lebih terperinci

Relativitas Khusus Prinsip Relativitas (Kelajuan Cahaya) Eksperimen Michelson & Morley Postulat Relativitas Khusus Konsekuensi Relativitas Khusus

Relativitas Khusus Prinsip Relativitas (Kelajuan Cahaya) Eksperimen Michelson & Morley Postulat Relativitas Khusus Konsekuensi Relativitas Khusus RELATIVITAS Relativitas Khusus Prinsip Relativitas (Kelajuan Cahaya) Eksperimen Michelson & Morley Postulat Relativitas Khusus Konsekuensi Relativitas Khusus Transformasi Galileo Transformasi Lorentz Momentum

Lebih terperinci

ILMU FISIKA. Fisika Dasar / Fisika Terapan Program Studi Teknik Sipil Salmani, ST., MS., MT.

ILMU FISIKA. Fisika Dasar / Fisika Terapan Program Studi Teknik Sipil Salmani, ST., MS., MT. ILMU FISIKA Fisika Dasar / Fisika Terapan Program Studi Teknik Sipil Salmani, ST., MS., MT. DEFINISI ILMU FISIKA? Ilmu Fisika dalam Bahasa Yunani: (physikos), yang artinya alamiah, atau (physis), Alam

Lebih terperinci

Bab 2. Geometri Riemann dan Persamaan Ricci Flow. 2.1 Geometri Riemann Manifold Riemannian

Bab 2. Geometri Riemann dan Persamaan Ricci Flow. 2.1 Geometri Riemann Manifold Riemannian Bab 2 Geometri Riemann dan Persamaan Ricci Flow 2.1 Geometri Riemann Geometri Riemann pertama kali dikemukakan secara general oleh Bernhard Riemann pada abad ke 19. Pada bagian ini akan diberikan penjelasan

Lebih terperinci

Perspektif Baru Fisika Partikel

Perspektif Baru Fisika Partikel 8 Perspektif Baru Fisika Partikel Tujuan Perkuliahan: Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa diharapkan dapat: 1. Mengetahui perkembangan terbaru dari fisika partikel. 2. Mengetahui kelemahan-kelemahan

Lebih terperinci

Theory Indonesian (Indonesia) Sebelum kalian mengerjakan soal ini, bacalah terlebih dahulu Instruksi Umum yang ada pada amplop terpisah.

Theory Indonesian (Indonesia) Sebelum kalian mengerjakan soal ini, bacalah terlebih dahulu Instruksi Umum yang ada pada amplop terpisah. Q3-1 Large Hadron Collider (10 poin) Sebelum kalian mengerjakan soal ini, bacalah terlebih dahulu Instruksi Umum yang ada pada amplop terpisah. Pada soal ini, kita akan mendiskusikan mengenai fisika dari

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK SYMMETRIC NUCLEAR MATTER PADA TEMPERATUR NOL

KARAKTERISTIK SYMMETRIC NUCLEAR MATTER PADA TEMPERATUR NOL KARAKTERISTIK SYMMETRIC NUCLEAR MATTER PADA TEMPERATUR NOL Annisa Fitri 1, Anto Sulaksono 2 1,2 Departemen Fisika FMIPA UI, Kampus UI Depok, 16424 1 annisa.fitri11@sci.ui.ac.id 2 anto.sulaksono@sci.ui.ac.id

Lebih terperinci

DAFTAR SIMBOL. : permeabilitas magnetik. : suseptibilitas magnetik. : kecepatan cahaya dalam ruang hampa (m/s) : kecepatan cahaya dalam medium (m/s)

DAFTAR SIMBOL. : permeabilitas magnetik. : suseptibilitas magnetik. : kecepatan cahaya dalam ruang hampa (m/s) : kecepatan cahaya dalam medium (m/s) DAFTAR SIMBOL n κ α R μ m χ m c v F L q E B v F Ω ħ ω p K s k f α, β s-s V χ (0) : indeks bias : koefisien ekstinsi : koefisien absorpsi : reflektivitas : permeabilitas magnetik : suseptibilitas magnetik

Lebih terperinci

Teori Relativitas. Mirza Satriawan. December 23, Pengantar Kelengkungan. M. Satriawan Teori Relativitas

Teori Relativitas. Mirza Satriawan. December 23, Pengantar Kelengkungan. M. Satriawan Teori Relativitas Teori Relativitas Mirza Satriawan December 23, 2010 Pengantar Kelengkungan Quiz 1 Apakah basis vektor dalam sistem koordinat melengkung selalu konstan? 2 Dalam sistem koordinat apakah basis vektornya selalu

Lebih terperinci

Dinamika Magnetofluida Abelian dan non-abelian dengan Lagrangian Gauge

Dinamika Magnetofluida Abelian dan non-abelian dengan Lagrangian Gauge Dinamika Magnetofluida Abelian dan non-abelian dengan Lagrangian Gauge Tugas Akhir Diajukan sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Sains Andrias Fajarudin 0304027021 Departemen Fisika Fakultas

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA VISKOSITAS MATERI QUARK-GLUON PLASMA DISERTASI

UNIVERSITAS INDONESIA VISKOSITAS MATERI QUARK-GLUON PLASMA DISERTASI UNIVERSITAS INDONESIA VISKOSITAS MATERI QUARK-GLUON PLASMA DISERTASI TJONG PO DJUN 1206327922 FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI MATERIAL SAINS DEPOK 2015 UNIVERSITAS INDONESIA

Lebih terperinci

BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK

BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK Tujuan Instruksional Setelah mempelajari bab ini pembaca diharapkan dapat: 1. Menjelaskan cara penyelesaian soal dengan

Lebih terperinci

SOLUSI PERSAMAAN MEDAN GRAVITASI EINSTEIN-KLEIN-GORDON SIMETRI BOLA

SOLUSI PERSAMAAN MEDAN GRAVITASI EINSTEIN-KLEIN-GORDON SIMETRI BOLA SOLUSI PERSAMAAN MEDAN GRAVITASI EINSTEIN-KLEIN-GORDON SIMETRI BOLA Abdul Muin Banyal 1, Bansawang B.J. 1, Tasrief Surungan 1 1 Jurusan Fisika Universitas Hasanuddin Email : muinbanyal@gmail.com Ringkasan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Persamaan Kontinuitas dan Persamaan Gerak

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Persamaan Kontinuitas dan Persamaan Gerak BAB II DASAR TEORI Ada beberapa teori yang berkaitan dengan konsep-konsep umum mengenai aliran fluida. Beberapa akan dibahas pada bab ini. Diantaranya adalah hukum kekekalan massa dan hukum kekekalan momentum.

Lebih terperinci

POSITRON, Vol. II, No. 1 (2012), Hal ISSN : Efek Reaksi Balik Gelombang Gravitasi pada Lensa Gravitasi

POSITRON, Vol. II, No. 1 (2012), Hal ISSN : Efek Reaksi Balik Gelombang Gravitasi pada Lensa Gravitasi Efek Reaksi Balik Gelombang Gravitasi pada Lensa Gravitasi Imamal Muttaqien 1) 1)Kelompok Keahlian Astrofisika, Jurusan Fisika, Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati,

Lebih terperinci

BINOVATIF LISTRIK DAN MAGNET. Hani Nurbiantoro Santosa, PhD.

BINOVATIF LISTRIK DAN MAGNET. Hani Nurbiantoro Santosa, PhD. BINOVATIF LISTRIK DAN MAGNET Hani Nurbiantoro Santosa, PhD hanisantosa@gmail.com 2 BAB 1 PENDAHULUAN Atom, Interaksi Fundamental, Syarat Matematika, Syarat Fisika, Muatan Listrik, Gaya Listrik, Pengertian

Lebih terperinci

MEDAN SKALAR DENGAN SUKU KINETIK POWER LAW

MEDAN SKALAR DENGAN SUKU KINETIK POWER LAW Prosiding Seminar Nasional Fisika (E-Journal) SNF016 http://snf-unj.ac.id/kumpulan-prosiding/snf016/ VOLUME V, OKTOBER 016 p-issn: 339-0654 e-issn: 476-9398 DOI: doi.org/10.1009/030500505 KOMPAKTIFIKASI

Lebih terperinci

SOLUSI STATIK PERSAMAAN MEDAN EINSTEIN UNTUK RUANG VAKUM BERSIMETRI SILINDER DAN PERSAMAAN GERAK PARTIKEL JATUH BEBAS DARI SOLUSI TERSEBUT

SOLUSI STATIK PERSAMAAN MEDAN EINSTEIN UNTUK RUANG VAKUM BERSIMETRI SILINDER DAN PERSAMAAN GERAK PARTIKEL JATUH BEBAS DARI SOLUSI TERSEBUT SOLUSI STATIK PERSAMAAN MEDAN EINSTEIN UNTUK RUANG VAKUM BERSIMETRI SILINDER DAN PERSAMAAN GERAK PARTIKEL JATUH BEBAS DARI SOLUSI TERSEBUT SKRIPSI Oleh A.Syaiful Lutfi NIM 081810201005 JURUSAN FISIKA FAKULTAS

Lebih terperinci

SOAL LATIHAN PEMBINAAN JARAK JAUH IPhO 2017 PEKAN VIII

SOAL LATIHAN PEMBINAAN JARAK JAUH IPhO 2017 PEKAN VIII SOAL LATIHAN PEMBINAAN JARAK JAUH IPhO 2017 PEKAN VIII 1. Tumbukan dan peluruhan partikel relativistik Bagian A. Proton dan antiproton Sebuah antiproton dengan energi kinetik = 1,00 GeV menabrak proton

Lebih terperinci

Teori Medan Klasik. USSR Academy of Sciences. Miftachul Hadi. Applied Mathematics for Biophysics Group. Physics Research Centre LIPI

Teori Medan Klasik. USSR Academy of Sciences. Miftachul Hadi. Applied Mathematics for Biophysics Group. Physics Research Centre LIPI Teori Medan Klasik L. D. Landau 1, E. M. Lifshitz 2 1,2 Institute of Physical Problems USSR Academy of Sciences Miftachul Hadi Applied Mathematics for Biophysics Group Physics Research Centre LIPI Puspiptek,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Upaya para fisikawan, khususnya fisikawan teoretik untuk mengungkap fenomena alam adalah dengan diajukannya berbagai macam model hukum alam berdasarkan

Lebih terperinci

Supergravitasi dan Kompaktifikasi Orbifold

Supergravitasi dan Kompaktifikasi Orbifold Bab III Supergravitasi dan Kompaktifikasi Orbifold III.1 Pendahuluan Bab ini bertujuan untuk memperoleh deskripsi teori 4-dimensi yang memiliki generator supersimetri melalui kompaktifikasi orbifold dari

Lebih terperinci

Kemudian, diterapkan pengortonormalan terhadap x 2 dan x 3 pada persamaan (1), sehingga diperoleh

Kemudian, diterapkan pengortonormalan terhadap x 2 dan x 3 pada persamaan (1), sehingga diperoleh SOLUSI VAKUM PERSAMAAN MEDAN EINSTEIN UNTUK BENDA SIMETRI AKSIAL STASIONER MENGGUNAKAN PERSAMAAN ERNST Aldytia Gema Sukma 1, Drs. Bansawang BJ, M.Si, Dr. Tasrief Surungan, M.Sc 3 Universitas Hasanuddin,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Relativitas Einstein Relativitas merupakan subjek yang penting yang berkaitan dengan pengukuran (pengamatan) tentang di mana dan kapan suatu kejadian terjadi dan bagaimana

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dan medan hidrodinamik. Pertama, dengan menentukan potensial listrik V dan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dan medan hidrodinamik. Pertama, dengan menentukan potensial listrik V dan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1 Analisis Elektrohidrodinamik Analisis elektrohidrodinamik dimulai dengan mengevaluasi medan listrik dan medan hidrodinamik. Pertama, dengan menentukan potensial listrik

Lebih terperinci

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN Mata Kuliah : Fisika Dasar 1 Kode/SKS : FIS 1 / 3 (2-3) Deskrisi : Mata Kuliah Fisika Dasar ini diberikan untuk mayor yang memerlukan dasar fisika yang kuat, sehingga

Lebih terperinci

K 1. h = 0,75 H. y x. O d K 2

K 1. h = 0,75 H. y x. O d K 2 1. (25 poin) Dari atas sebuah tembok dengan ketinggian H ditembakkan sebuah bola kecil bermassa m (Jari-jari R dapat dianggap jauh lebih kecil daripada H) dengan kecepatan awal horizontal v 0. Dua buah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Gravitasi Newton Mengapa planet, bulan dan matahari memiliki bentuk mendekati bola? Mengapa satelit bumi mengelilingi bumi 90 menit, sedangkan bulan memerlukan waktu 27

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah Pada salah satu cabang ilmu fisika yaitu kosmologi merupakan hal yang menarik untuk dikaji. Kosmologi merupakan ilmu yang mengulas alam semesta beserta dinamikanya.

Lebih terperinci

Pengantar Oseanografi V

Pengantar Oseanografi V Pengantar Oseanografi V Hidro : cairan Dinamik : gerakan Hidrodinamika : studi tentang mekanika fluida yang secara teoritis berdasarkan konsep massa elemen fluida or ilmu yg berhubungan dengan gerak liquid

Lebih terperinci

1/24 FISIKA DASAR (TEKNIK SIPIL) FLUIDA. menu. Mirza Satriawan. Physics Dept. Gadjah Mada University Bulaksumur, Yogyakarta

1/24 FISIKA DASAR (TEKNIK SIPIL) FLUIDA. menu. Mirza Satriawan. Physics Dept. Gadjah Mada University Bulaksumur, Yogyakarta 1/24 FISIKA DASAR (TEKNIK SIPIL) FLUIDA Mirza Satriawan Physics Dept. Gadjah Mada University Bulaksumur, Yogyakarta email: mirza@ugm.ac.id Pendahuluan Dalam bagian ini kita mengkhususkan diri pada materi

Lebih terperinci

Teori Relativitas Khusus

Teori Relativitas Khusus Teori Relativitas Khusus Agus Suroso Fisika Teoretik Energi Tinggi dan Instrumentasi, Institut Teknologi Bandung agussuroso102.wordpress.com, agussuroso@fi.itb.ac.id 19 April 2017 Daftar Isi 1 Relativitas,

Lebih terperinci

Teori Relativitas Khusus

Teori Relativitas Khusus Teori Relativitas Khusus Agus Suroso (agussuroso@fi.itb.ac.id) Fisika Teoretik Energi Tinggi dan Instrumentasi, Institut Teknologi Bandung agussuroso102.wordpress.com 18 April 2017 Agus Suroso (FTETI-ITB)

Lebih terperinci

Pemodelan Matematika dan Metode Numerik

Pemodelan Matematika dan Metode Numerik Bab 3 Pemodelan Matematika dan Metode Numerik 3.1 Model Keadaan Tunak Model keadaan tunak hanya tergantung pada jarak saja. Oleh karena itu, distribusi temperatur gas sepanjang pipa sebagai fungsi dari

Lebih terperinci

BAB V PERAMBATAN GELOMBANG OPTIK PADA MEDIUM NONLINIER KERR

BAB V PERAMBATAN GELOMBANG OPTIK PADA MEDIUM NONLINIER KERR A V PERAMATAN GELOMANG OPTIK PADA MEDIUM NONLINIER KERR 5.. Pendahuluan erkas (beam) optik yang merambat pada medium linier mempunyai kecenderungan untuk menyebar karena adanya efek difraksi; lihat Gambar

Lebih terperinci

Bab III Model Proses Deformasi Benang Viscoelastis Linear di Lingkungan Fluida Newton

Bab III Model Proses Deformasi Benang Viscoelastis Linear di Lingkungan Fluida Newton Bab III Model Proses Deformasi Benang Viscoelastis Linear di Lingkungan Fluida Newton III.1 Stress dan Strain Salah satu hal yang penting dalam pengkonstruksian model proses deformasi suatu fluida adalah

Lebih terperinci

Soal-Jawab Fisika Teori OSN 2013 Bandung, 4 September 2013

Soal-Jawab Fisika Teori OSN 2013 Bandung, 4 September 2013 Soal-Jawab Fisika Teori OSN 0 andung, 4 September 0. (7 poin) Dua manik-manik masing-masing bermassa m dan dianggap benda titik terletak di atas lingkaran kawat licin bermassa M dan berjari-jari. Kawat

Lebih terperinci

MEKANIKA FLUIDA DI SUSUN OLEH : ADE IRMA

MEKANIKA FLUIDA DI SUSUN OLEH : ADE IRMA MEKANIKA FLUIDA DI SUSUN OLEH : ADE IRMA 13321070 4 Konsep Dasar Mekanika Fluida Fluida adalah zat yang berdeformasi terus menerus selama dipengaruhi oleh suatutegangan geser.mekanika fluida disiplin ilmu

Lebih terperinci

Elektron Bebas. 1. Teori Drude Tentang Elektron Dalam Logam

Elektron Bebas. 1. Teori Drude Tentang Elektron Dalam Logam Elektron Bebas Beberapa teori tentang panas jenis zat padat yang telah dibahas dapat dengan baik menjelaskan sifat-sfat panas jenis zat padat yang tergolong non logam, akan tetapi untuk golongan logam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Energi-diri sebuah elektron adalah energi total elektron tersebut di dalam ruang bebas ketika terisolasi dari partikel-partikel lain (Majumdar dan Gupta, 1947).

Lebih terperinci

1. (25 poin) Sebuah bola kecil bermassa m ditembakkan dari atas sebuah tembok dengan ketinggian H (jari-jari bola R jauh lebih kecil dibandingkan

1. (25 poin) Sebuah bola kecil bermassa m ditembakkan dari atas sebuah tembok dengan ketinggian H (jari-jari bola R jauh lebih kecil dibandingkan . (5 poin) Sebuah bola kecil bermassa m ditembakkan dari atas sebuah tembok dengan ketinggian H (jari-jari bola R jauh lebih kecil dibandingkan dengan H). Kecepatan awal horizontal bola adalah v 0 dan

Lebih terperinci

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN JUDUL MATA KULIAH : FISIKA DASAR NOMOR KODE / SKS : FIS 101 / 3(2-3) DESKRIPSI SINGKAT : Mata kuliah Fisika Dasar ini diberikan di TPB untuk membekali seluruh mahasiswa

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Atom Bohr Pada tahun 1913, Niels Bohr, fisikawan berkebangsaan Swedia, mengikuti jejak Einstein menerapkan teori kuantum untuk menerangkan hasil studinya mengenai spektrum

Lebih terperinci

RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) SEMESTER GANJIL 2012/2013

RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) SEMESTER GANJIL 2012/2013 RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) SEMESTER GANJIL 2012/2013 Mata Kuliah : Fisika Dasar/Fisika Pertanian Kode / SKS : PAE 112 / 3 (2 Teori + 1 Praktikum) Status : Wajib Mata Kuliah

Lebih terperinci

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Dapat menambah informasi dan referensi mengenai interaksi nukleon-nukleon

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Dapat menambah informasi dan referensi mengenai interaksi nukleon-nukleon F. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Dapat menambah informasi dan referensi mengenai interaksi nukleon-nukleon di dalam inti atom yang menggunakan potensial Yukawa. 2. Dapat

Lebih terperinci

BAB III APLIKASI METODE EULER PADA KAJIAN TENTANG GERAK Tujuan Instruksional Setelah mempelajari bab ini pembaca diharapkan dapat: 1.

BAB III APLIKASI METODE EULER PADA KAJIAN TENTANG GERAK Tujuan Instruksional Setelah mempelajari bab ini pembaca diharapkan dapat: 1. BAB III APLIKASI METODE EULER PADA KAJIAN TENTANG GERAK Tujuan Instruksional Setelah mempelajari bab ini pembaca diharapkan dapat: 1. Menentukan solusi persamaan gerak jatuh bebas berdasarkan pendekatan

Lebih terperinci

1/32 FISIKA DASAR (TEKNIK SIPIL) KINEMATIKA. menu. Mirza Satriawan. Physics Dept. Gadjah Mada University Bulaksumur, Yogyakarta

1/32 FISIKA DASAR (TEKNIK SIPIL) KINEMATIKA. menu. Mirza Satriawan. Physics Dept. Gadjah Mada University Bulaksumur, Yogyakarta 1/32 FISIKA DASAR (TEKNIK SIPIL) KINEMATIKA Mirza Satriawan Physics Dept. Gadjah Mada University Bulaksumur, Yogyakarta email: mirza@ugm.ac.id Definisi KINEMATIKA Kinematika adalah cabang ilmu fisika yang

Lebih terperinci

VI. Teori Kinetika Gas

VI. Teori Kinetika Gas VI. Teori Kinetika Gas 6.1. Pendahuluan dan Asumsi Dasar Subyek termodinamika berkaitan dengan kesimpulan yang dapat ditarik dari hukum-hukum eksperimen tertentu, dan memanfaatkan kesimpulan ini untuk

Lebih terperinci

APLIKASI LAGRANGIAN NAVIER-STOKES PADA KRISTAL

APLIKASI LAGRANGIAN NAVIER-STOKES PADA KRISTAL APLIKASI LAGRANGIAN NAVIER-STOKES PADA KRISTAL Skripsi Diajukan sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Sains FAHD G07400033 DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Fisika partikel dibangun dari mekanika kuantum relativistik yang kemudian dikembangkan menjadi teori medan kuantum (Quantum Field Theory) disertai

Lebih terperinci

Bahan Minggu XV Tema : Pengantar teori relativitas umum Materi :

Bahan Minggu XV Tema : Pengantar teori relativitas umum Materi : Bahan Minggu XV Tema : Pengantar teori relativitas umum Materi : Teori Relativitas Umum Sebelum teori Relativitas Umum (TRU) diperkenalkan oleh Einstein pada tahun 1915, orang mengenal sedikitnya tiga

Lebih terperinci

SOLUSI PERSAMAAN RICCI FLOW UNTUK RUANG EMPAT DIMENSI BERSIMETRI SILINDER

SOLUSI PERSAMAAN RICCI FLOW UNTUK RUANG EMPAT DIMENSI BERSIMETRI SILINDER SOLUSI PERSAMAAN RICCI FLOW UNTUK RUANG EMPAT DIMENSI BERSIMETRI SILINDER SKRIPSI Oleh Sudarmadi NIM 061810201112 JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS JEMBER 2012 SOLUSI

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Struktur atom Struktur atom merupakan satuan dasar materi yang terdiri dari inti atom beserta awan elektron bermuatan negatif yang mengelilinginya. Inti atom mengandung campuran

Lebih terperinci

PENENTUAN MEDAN GRAVITASI EINSTEIN DALAM RUANG MINKOWSKI MENGGUNAKAN SIMBOL CHRISTOFFEL JENIS I DAN II

PENENTUAN MEDAN GRAVITASI EINSTEIN DALAM RUANG MINKOWSKI MENGGUNAKAN SIMBOL CHRISTOFFEL JENIS I DAN II Proseding Seminar Nasional Fisika dan Aplikasinya Sabtu, 19 November 2016 Bale Sawala Kampus Universitas Padjadjaran, Jatinangor PENENTUAN MEDAN GRAVITASI EINSTEIN DALAM RUANG MINKOWSKI MENGGUNAKAN SIMBOL

Lebih terperinci

Bab II Model Lapisan Fluida Viskos Tipis Akibat Gaya Gravitasi

Bab II Model Lapisan Fluida Viskos Tipis Akibat Gaya Gravitasi Bab II Model Lapisan Fluida Viskos Tipis Akibat Gaya Gravitasi II.1 Gambaran Umum Model Pada bab ini, kita akan merumuskan model matematika dari masalah ketidakstabilan lapisan fluida tipis yang bergerak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Elektromagnetika merupakan cabang fisika yang menjadi tonggak munculnya teori-teori fisika modern dan banyak diterapkan dalam perkembangan teknologi saat ini,

Lebih terperinci

II LANDASAN TEORI. Misalkan adalah suatu fungsi skalar, maka turunan vektor kecepatan dapat dituliskan sebagai berikut :

II LANDASAN TEORI. Misalkan adalah suatu fungsi skalar, maka turunan vektor kecepatan dapat dituliskan sebagai berikut : 2 II LANDASAN TEORI Pada bagian ini akan dibahas teori-teori yang digunakan dalam menyusun karya ilmiah ini. Teori-teori tersebut meliputi sistem koordinat silinder, aliran fluida pada pipa lurus, persamaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Defenisi Medan Bila bicara tentang partikel-partikel, maka akan selalu terkait dengan apa yang disebut dengan medan. Medan adalah sesuatu yang muncul merambah ruang waktu, tidak

Lebih terperinci

Gerak lurus dengan percepatan konstan (GLBB)

Gerak lurus dengan percepatan konstan (GLBB) Jenis Sekolah : SMA Mata Pelajaran : FISIKA Kurikulum : IRISAN (994, 2004, 2006) Program : ILMU PENGETAHUAN ALAM KISI-KISI PENULISAN SOAL TRY OUT UJI SMA NEGERI DAN SWASTA SA No. Urut 2 STANDAR KOMPETENSI

Lebih terperinci

PERHITUNGAN PENAMPANG LINTANG DIFERENSIAL PROSES PRODUKSI HIPERON-SIGMA TAK BERMUATAN PADA HAMBURAN ELEKTRON-NETRON

PERHITUNGAN PENAMPANG LINTANG DIFERENSIAL PROSES PRODUKSI HIPERON-SIGMA TAK BERMUATAN PADA HAMBURAN ELEKTRON-NETRON PERHITUNGAN PENAMPANG LINTANG DIFERENSIAL PROSES PRODUKSI HIPERON-SIGMA TAK BERMUATAN PADA HAMBURAN ELEKTRON-NETRON TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister SIDIKRUBADI

Lebih terperinci

Efek Relativistik Pada Hamburan K + n

Efek Relativistik Pada Hamburan K + n Efek Relativistik Pada Hamburan K + n Putu Adi Kusuma Yudha l, Dr. Agus Salam 2, Dr. Imam Fachruddin 3 1. Departemen Fisika, Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia 2. Departemen Fisika, Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teori relativitas khusus (TRK) yang diperkenalkan Einstein tahun 1905 menyatukan ruang dan waktu menjadi entitas tunggal ruang-waktu (misalnya dalam Hidayat, 2010).

Lebih terperinci

MODEL KOSMOLOGI STANDAR DENGAN MENGGUNAKAN MATHEMATICA 7.0

MODEL KOSMOLOGI STANDAR DENGAN MENGGUNAKAN MATHEMATICA 7.0 MODEL KOSMOLOGI STANDAR DENGAN MENGGUNAKAN MATHEMATICA 7.0 OLEH: BAGUS KURNIA LENCANA 1103100054 PEMBIMBING: AGUS PURWANTO, D.Sc 2 slideshow ta2.nb Latar Belakang Banyak jenis software Masalah Rumit di

Lebih terperinci

Persamaan Diferensial

Persamaan Diferensial Orde Satu Jurusan Matematika FMIPA-Unud Senin, 18 Desember 2017 Orde Satu Daftar Isi 1 Pendahuluan 2 Orde Satu Apakah Itu? Solusi Pemisahan Variabel Masalah Gerak 3 4 Orde Satu Pendahuluan Dalam subbab

Lebih terperinci

Stephen Hawking. Muhammad Farchani Rosyid

Stephen Hawking. Muhammad Farchani Rosyid Stephen Hawking Muhammad Farchani Rosyid Kelompok Penelitian Kosmologi, Astrofisika, Partikel, dan Fisika Matematik (KAMP), Laboratorium Fisika Atom dan Inti, Jurusan Fisika FMIPA, Universitas Gadjah Mada,

Lebih terperinci

MOMENTUM DAN IMPULS FISIKA 2 SKS PERTEMUAN KE-3

MOMENTUM DAN IMPULS FISIKA 2 SKS PERTEMUAN KE-3 MOMENTUM DAN IMPULS FISIKA 2 SKS PERTEMUAN KE-3 By: Ira Puspasari BESARAN-BESARAN PADA BENDA BERGERAK: Posisi Jarak Kecepatan Percepatan Waktu tempuh Energi kinetik Perpindahan Laju Gaya total besaran

Lebih terperinci

Simulasi Geometri Nanoserat Hasil Pemintalan Elektrik

Simulasi Geometri Nanoserat Hasil Pemintalan Elektrik Jurnal Nanosains & Nanoteknologi ISSN 1979-0880 Edisi Khusus, Agustus 2009 Simulasi Geometri Nanoserat Hasil Pemintalan Elektrik Sahrul Saehana (a), Mikrajuddin Abdullah, dan Khairurrijal (b) Kelompok

Lebih terperinci

BAB 8 Teori Relativitas Khusus

BAB 8 Teori Relativitas Khusus Berkelas BAB 8 Teori Relativitas Khusus Standar Kompetensi: Menganalisis berbagai besaran fisis pada gejala kuantum dan batas-batas berlakunya relativitas Einstein dalam paradigma fisika modern. Kompetensi

Lebih terperinci

BAB IV. Analisis Power spectrum CMB dan Power spectrum Galaksi. IV.1 Model Concordance

BAB IV. Analisis Power spectrum CMB dan Power spectrum Galaksi. IV.1 Model Concordance BAB IV Analisis Power spectrum CMB dan Power spectrum Galaksi IV.1 Model Concordance Fisikawan teoritis hanya dapat menduga bentuk power spectrum dari pemodelan berdasarkan alam semesta mengembang dengan

Lebih terperinci

EINSTEIN DAN TEORI RELATIVITAS

EINSTEIN DAN TEORI RELATIVITAS EINSTEIN DAN TEORI RELATIVITAS Freddy Permana Zen, M.Sc., D.Sc. Laboratorium Fisika Teoretik, THEPI Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG I. PENDAHULUAN Fisika awal abad

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Di dalam modul ini Anda akan mempelajari Gas elektron bebas yang mencakup: Elektron

PENDAHULUAN. Di dalam modul ini Anda akan mempelajari Gas elektron bebas yang mencakup: Elektron PENDAHUUAN Di dalam modul ini Anda akan mempelajari Gas elektron bebas yang mencakup: Elektron bebas dalam satu dimensi dan elektron bebas dalam tiga dimensi. Oleh karena itu, sebelum mempelajari modul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dari mana datangnya dunia? Sepanjang sejarah kehidupan manusia, pertanyaan di atas selalu ada dan setiap zaman memiliki caranya masing-masing dalam menjawab.

Lebih terperinci

GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN (GBPP)

GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN (GBPP) Revisi ke: Tanggal: GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN (GBPP) SPMI-UNDIP/GBPP/xx.xx.xx/xxx Disetujui oleh Dekan Fak Mata Kuliah : Fisika Matematika II Kode/ Bobot : PAF 215/4 sks Deskripsi singkat : Mata

Lebih terperinci