Persamaan Schrödinger dalam Matriks dan Uraian Fungsi Basis

dokumen-dokumen yang mirip
PENGGUNAAN METODE HOMOTOPI PADA MASALAH PERAMBATAN GELOMBANG INTERFACIAL

BAB 2 LANDASAN TEORI

PENJUMLAHAN MOMENTUM SUDUT

KEBERADAAN SOLUSI PERSAMAAN DIOPHANTIN MATRIKS POLINOMIAL DAN PENYELESAIANNYA MENGGUNAKAN TITIK-TITIK INTERPOLASI

BAB III PEMODELAN SISTEM DINAMIK PLANT. terbuat dari acrylic tembus pandang. Saluran masukan udara panas ditandai dengan

DISTRIBUSI DUA PEUBAH ACAK

Perbandingan Bilangan Dominasi Jarak Satu dan Dua pada Graf Hasil Operasi Comb

USAHA DAN ENERGI DALAM ELEKTROSTATIKA

Bab III S, TORUS, Sebelum mempelajari perbedaan pada grup fundamental., dan figure eight terlebih dahulu akan dipelajari sifat dari grup

Sistem Linear Max-Plus Interval Waktu Invariant

BAB III ESTIMASI PARAMETER PADA MODEL REGRESI LOGISTIK 2-LEVEL. Model hirarki 2-level merupakan model statistik yang digunakan untuk

BAB III METODE BEDA HINGGA CRANK-NICOLSON

PERSAMAAN SCHRÖDINGER TAK BERGANTUNG WAKTU DAN APLIKASINYA PADA SISTEM POTENSIAL 1 D

BAB II LANDASAN TEORI

Simulasi Struktur Energi Elektronik Atom, Molekul, dan Nanomaterial dengan Metode Ikatan Terkuat

1 1. POLA RADIASI. P r Dengan : = ½ (1) E = (resultan dari magnitude medan listrik) : komponen medan listrik. : komponen medan listrik

III HASIL DAN PEMBAHASAN

PERHITUNGAN INTEGRAL FUNGSI REAL MENGGUNAKAN TEKNIK RESIDU

MATRIKS DALAM LABORATORIUM oleh : Sugata Pikatan

BAB I PENDAHULUAN. History Analysis), metode respon spektrum (Response Spectrum Method), dangaya

IV. METODE PENELITIAN

BAHASAN ALGORITME ARITMETIK GF(3 ) Telah dijelaskan sebelumnya bahwa dalam mengonstruksi field GF(3 )

BENTUK GELOMBANG AC SINUSOIDAL

ANALISIS HOMOTOPI DALAM PENYELESAIAN SUATU MASALAH TAKLINEAR

BAB III METODE ANALISIS

BAB III m BAHASAN KONSTRUKSI GF(3 ) dalam penelitian ini dapat dilakukan dengan mengacu pada konsep perluasan filed pada Bab II bagian 2.8.

BAB 2 LANDASAN TEORI

SIFAT-SIFAT OPERASI ARITMATIKA, DETERMINAN DAN INVERS PADA MATRIKS INTERVAL TUGAS AKHIR. Oleh : NURSUKAISIH

LAMPIRAN. Hubungan antara koordinat kartesian dengan koordinat silinder:

REVIEW GERAK HARMONIS SEDERHANA

Diberikan sebarang relasi R dari himpunan A ke B. Invers dari R yang dinotasikan dengan R adalah relasi dari B ke A sedemikian sehingga

Kecepatan atom gas dengan distribusi Maxwell-Boltzmann (1) Oleh: Purwadi Raharjo

Fisika Matematika II 2011/2012

SOLUSI NUMERIK PERSAMAAN DIFUSI ANISOTROPIK

KAJIAN PERBANDINGAN KINERJA GRAFIK PENGENDALI CUMULATIVE SUM

BAB III UJI STATISTIK PORTMANTEAU DALAM VERIFIKASI MODEL RUNTUN WAKTU

BAB II LANDASAN TEORI

matematika K-13 PEMBAGIAN HORNER DAN TEOREMA SISA K e l a s

BABAK PENYISIHAN SELEKSI TINGKAT PROVINSI BIDANG KOMPETISI

FAMILI BARU DARI METODE ITERASI ORDE TIGA UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN NONLINEAR DENGAN AKAR GANDA ABSTRACT

(x- x 1. Contoh soal: jawab: x 2 + y 2 = 2 2 x 2 + y 2 = 4. x 2 + y 2 = 4. jawab: (x 5) 2 + (y 2) 2 = 4 2

Definisi 3.3: RUANG SAMPEL KONTINU Ruang sampel kontinu adalah ruang sampel yang anggotanya merupakan interval pada garis bilangan real.

By. Risa Farrid Christianti, S.T.,M.T.

SOLUSI NUMERIK PERSAMAAN POISSON MENGGUNAKAN JARINGAN FUNGSI RADIAL BASIS PADA KOORDINAT POLAR

GERAK SATU DIMENSI. Sugiyanto, Wahyu Hardyanto, Isa Akhlis

GETARAN PEGAS SERI-PARALEL

Penentuan Akar-Akar Sistem Persamaan Tak Linier dengan Kombinasi Differential Evolution dan Clustering

MAKALAH SEMINAR TUGAS AKHIR ANALISIS TEKSTUR MENGGUNAKAN METODE TRANSFORMASI PAKET WAVELET Rosanita Listyaningrum*, Imam Santoso**, R.

MODEL MATEMATIKA SISTEM PERMUKAAN ZAT CAIR

MATHunesa (Volume 3 No 3) 2014

I. PENDAHULUAN. Konsep teori graf diperkenalkan pertama kali oleh seorang matematikawan Swiss,

BAB I PENDAHULUAN. segi kuantitas dan kualitasnya. Penambahan jumlah konsumen yang tidak di ikuti

BAB I PENDAHULUAN. dalam skala prioritas pembangunan nasional dan daerah di Indonesia

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

II LANDASAN TEORI 2.1 Persamaan Dasar Fluida

Perhitungan Tahanan Kapal dengan Metode Froude

6. OPTIKA FOURIER 6.1. ANALISIS FOURIER

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 3 ANALISIS DAN SIMULASI MODEL HODGKIN-HUXLEY

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Proses produksi di bidang pertanian secara umum merupakan kegiatan

Perbandingan Mean Squared Error (MSE) Metode Prasad-Rao dan Jiang-Lahiri-Wan Pada Pendugaan Area Kecil

Membelajarkan Geometri dengan Program GeoGebra

RANCANGAN ALAT SISTEM PEMIPAAN DENGAN CARA TEORITIS UNTUK UJI POMPA SKALA LABORATORIUM. Oleh : Aprizal (1)

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN INTERNET SERVICE PROVIDER MENERAPKAN METODE ELIMINATION AND CHOICE TRANSLATION REALITY (ELECTRE)

PARTIKEL DALAM SUATU KOTAK SATU DIMENSI

KONSTRUKSI KODE CROSS BIFIX BEBAS TERNAIR BERPANJANG GENAP UNTUK MENGATASI MASALAH SINKRONISASI FRAME

INSTANTON. Casmika Saputra Institut Teknologi Bandung

BAB II PENYEARAH DAYA

CLASSIFIER BERDASAR TEORI BAYES. Pertemuan 4 KLASIFIKASI & PENGENALAN POLA

ANALISIS EMPIRICAL ORTHOGONAL FUNCTION (EOF) BERBASIS EIGEN VALUE PROBLEM (EVP) PADA DATASET SUHU PERMUKAAN LAUT INDONESIA

PETUNJUK UMUM Pengerjaan Soal Tahap Final Diponegoro Physics Competititon Tingkat SMA

Kebergantungan Faktor Pengisian (Fill Factor) Sel Surya Terhadap Besar Celah Pita Energi Material Semikonduktor Pembuatnya : Suatu Tinjauan Matematika

Surya Darma, M.Sc Departemen Fisika Universitas Indonesia. Pendahuluan

SELEKSI OLIMPIADE TINGKAT KABUPATEN/KOTA 2014 TIM OLIMPIADE FISIKA INDONESIA 2015

BENTUK NORMAL SMITH DAN MATRIKS BAIK KIRI/KANAN

Perancangan Sistem Tracking Quadrotor untuk Sebuah Target Bergerak di Darat Menggunakan Sistem Fuzzy

KELUARGA METODE ITERASI ORDE EMPAT UNTUK MENCARI AKAR GANDA PERSAMAAN NONLINEAR ABSTRACT

(x- x 1. Contoh soal: jawab: x 2 + y 2 = 2 2 x 2 + y 2 = 4. x 2 + y 2 = 4. jawab: (x 5) 2 + (y 2) 2 = 4 2

SOAL OLIMPIADE SAINS NASIONAL (OSN) 2007 Bidang studi : FISIKA Tingkat : SMA Waktu : 4 jam

Soal-Soal dan Pembahasan Matematika IPA SBMPTN/SNMPTN 2008

Penyelesaian Algortima Pattern Generation dengan Model Arc-Flow pada Cutting Stock Problem (CSP) Satu Dimensi

Pelabelan Total Super (a,d) - Sisi Antimagic Pada Graf Crown String (Super (a,d)-edge Antimagic Total Labeling of Crown String Graph )

Konstruksi Kode Cross Bifix Bebas Ternair Untuk Panjang Ganjil

BAB III. METODE PENELITIAN. Tabel 1. Indikator/ Indikasi Penelitian

BAB V PERENCANAAN STRUKTUR

MODUL PERTEMUAN KE 6 MATA KULIAH : FISIKA TERAPAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SOAL UJIAN SELEKSI CALON PESERTA OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2013 TINGKAT PROPINSI

BAB IV ANALISIS HASIL PENGUKURAN

Sistem Pendukung Keputusan Penentuan Guru Berprestasi Menggunakan Fuzzy-Analytic Hierarchy Process (F-AHP) (Studi Kasus : SMA Brawijaya Smart School)

KAJIAN METODE ZILLMER, FULL PRELIMINARY TERM, DAN PREMIUM SUFFICIENCY DALAM MENENTUKAN CADANGAN PREMI PADA ASURANSI JIWA DWIGUNA

Solusi Treefy Tryout OSK 2018

BAB 4 KAJI PARAMETRIK

BAB 2 LANDASAN TEORI

Soal Seleksi Provinsi 2009 Bidang studi Fisika Waktu: 3 jam

BAB III ANALISA TEORETIK

ANALISIS VEKTOR. Aljabar Vektor. Operasi vektor

BAB IV GENERATOR BILANGAN RANDOM

ANALISA GELOMBANG KEJUT TERHADAP KARAKTERISTIK ARUS LALU LINTAS DI JALAN WALANDA MARAMIS BITUNG

Transkripsi:

Bab 2 Persaaan Schrödinger dala Matriks dan Uraian Fungsi Basis 2.1 Matriks Hailtonian dan Fungsi Basis Tingkat-tingkat energi yang diizinkan untuk sebuah elektron dala pengaruh operator Hailtonian Ĥ dapat ditentukan dari peecahan persaaan Schrödinger yang sesuai. Persaaan Schrödinger tak bergantung waktu untuk sebuah fungsi keadaan Φ α diberikan oleh ĤΦ α = E α Φ α. (2.1) Persaaan tersebut boleh dipecahkan dala bentuk persaaan atriks dengan encari nilai eigen representasi atriks Ĥ. Fungsi gelobang Φ α keudian dinyatakan sebagai kobinasi linear dari hipunan M buah fungsi basis {u }: M Φ α ( r) = c u ( r), (2.2) =1 dengan c sebagai koefisien setiap basis. Fungsi basis di sini erupakan vektor kolo dengan koefisien ekspansi sebagai eleen-eleennya: Φ( r) {c 1 c 2...... c M } T. Jika seluruh basis u ( r) dipilih sedeikian rupa sehingga bentuknya enyerupai fungsi gelobang Φ α, aka ukuran atriks Hailtonian [H dan waktu koputasinya dapat direduksi secara signifikan. Substitusikan ekspansi Φ α ke dala persaaan Schrödinger: Ĥ c u ( r) = E c u ( r), 3

2.2. CONTOH APLIKASI PADA MOLEKUL HIDROGEN 4 kalikan dengan u n( r) dan integrasikan kedua ruas untuk seluruh r: [ u n( r) Ĥ [ c u ( r) d r = u n( r) E c u ( r) d r H n c = E S n c, (2.3) dengan u n( r)ĥu ( r)d r = H n, u n( r)u ( r)d r = S n. Pers. (2.3) keudian dapat dituliskan dala bentuk persaaan atriks: [H{φ} = E[S{φ}, (2.4) dengan eleen atriks [H diberikan oleh H n, eleen [S oleh S n, dan eleen {φ} oleh c. Dala peilihannya, fungsi basis boleh dibuat ortogonal sehingga S n = δ n, yaitu [S enjadi atriks identitas. Peilihan ini tentunya tergantung kebutuhan apakah eudahkan atau tidak. 2.2 Contoh Aplikasi pada Molekul Hidrogen Dengan enggunakan ruusan fungsi basis, tingkat energi yang terbentuk antarato yang eiliki elektronegativitas saa, isalnya gas hidrogen (H 2 ), dapat diturunkan secara analitik. Misalkan ada dua fungsi basis nonortogonal yang akan digunakan: u N ( r) dan u N ( r), asing-asing berkaitan dengan orbital 1s dari ato hidrogen kiri dan kanan pada gabar 2.1. Secara nuerik, pilihan basis olekul hidrogen seperti itu eungkinkan untuk erepresentasikan atriks Hailtonian berukuran 2 2, bukan (isalnya) 1000 1000 u N r u N ' r + + U N R U N ' Gabar 2.1 Peilihan fungsi basis untuk olekul hidrogen, yaitu orbital-orbital ato 1s [8. Ditunjukkan pula sketsa potensial akibat dua inti positif.

2.2. CONTOH APLIKASI PADA MOLEKUL HIDROGEN 5 dengan etode konvensional seperti beda hingga. Seandainya akurasi etode ingin diperasalahkan, sebenarnya tidak akan ada perbedaan berarti karena atriks yang berukuran 1000 1000 itu pun nantinya tereduksi jadi 2 2. Paraeter yang berbeda di sini adalah kecepatan perhitungan, peilihan fungsi basis yang tepat akan enghasilkan perhitungan yang cepat [7. Anggap interaksi antarelektron diabaikan, sehingga operator Hailtonian hanya berasal dari interaksi inti dan elektron, yaitu Kedua fungsi basis yang dipilih eenuhi Ĥ = 2 2 2 + U N ( r) + U N ( r). (2.5) [ 2 serta fungsi gelobang Φ( r) dituliskan sebagai 2 2 + U N ( r) u N ( r) = E 0 u N ( r), (2.6) [ 2 2 2 + U N ( r) u N ( r) = E 0 u N ( r), (2.7) Φ( r) = c N u N ( r) + c N u N ( r). (2.8) Persaaan Schrödinger dala bentuk atriks untuk siste ini akan enjadi [H [ cn c N = E[S [ cn c N. (2.9) Jika u N ( r) dan u N dapat dituliskan dianggap ternoralisasi (eski tidak ortogonal), aka atriks [S [ 1 s [S =, (2.10) s 1 dengan s = u N ( r)u N ( r)d r = u N ( r)u N ( r)d r. Untuk atriks Hailtonian, [ H11 H 12 [H =, H 21 H 22

2.2. CONTOH APLIKASI PADA MOLEKUL HIDROGEN 6 koponen-koponennya adalah: H 11 = u NĤu N d r = u N[E 0 u N + U N u N d r = E 0 + a, (a = u NU N u N d r) sehingga H 22 = H 11 = E 0 + a H 21 = u N Ĥu Nd r = u N [E 0u N + U N u N d r = E 0 s + b, (b = u N U N u Nd r) H 12 = H 21 = E 0 s + b, [ E0 + a E 0 s + b H =. (2.11) E 0 s + b E 0 + a Untuk enyederhanakan, isalkan lagi A = E 0 + a dan B = E 0 s + b, lalu inversikan persaaan atriks [H{φ} = E[S{φ}: E [ cn c N = [ 1 [ [ 1 s A B cn s 1 B A c N [ [ [ = 1 1 s A B cn 1 s 2 s 1 B A c N = 1 1 s 2 [ [ A sb B sa cn. B sa A sb c N Dari persaaan terakhir ini didapatkan dua nilai eigen dan vektor eigen yang berkaitan. Nilai eigen yang lebih rendah adalah bonding level: E B = E 0 + a + b 1 + s, sedangkan nilai eigen yang lebih tinggi adalah antibonding level: E A = E 0 + a b 1 s. Integral a, b, dan s dapat dihitung secara analitik aupun nuerik dan hasilnya sudah diberikan di banyak referensi [8. Meskipun hanya digunakan dua fungsi basis,

2.2. CONTOH APLIKASI PADA MOLEKUL HIDROGEN 7 tetapi itu sudah cukup karena ikatan pada hidrogen didoinasi kobinasi orbital 1s. Secara foral, jika diberi [ [S 1 E1 O [H =, O E 2 dan eleen O << E 1 E 2, aka pengaruh basis-basis selain 1s tidak begitu signifikan untuk olekul hidrogen. Aturan ini juga dapat digeneralisasi untuk peilihan fungsi basis pada olekul lain. Kedua elektron dari dua ato hidrogen keudian eilih enepati energi E B yang lebih rendah. Kerapatan elektron dapat dihitung dari 2 Φ B0 2, yaitu dengan ensubstitusikan dulu vektor eigen yang terkait dengan E B ke dala fungsi gelobang (2.8) : Φ B0 = dengan C nor = 2(1 + s) adalah konstanta noralisasi. 1 Cnor [u N ( r) + u N ( r), (2.12) Gabar 2.2 Kerapatan elektron di subu yang enghubungkan dua ato hidrogen dala olekul. Faktor pengali 2 untuk perhitungan kerapatan elektron uncul dari spin-nya. Fungsi gelobang ini erupakan fungsi gelobang spasial yang tidak eperhitungkan spin. Dengan deikian, dua elektron dengan spin berbeda bisa eiliki fungsi gelobang spasial yang saa.

2.3. FORMALISME DALAM RUANG HILBERT 8 2.3 Foralise dala Ruang Hilbert Peruusan fungsi gelobang dala fungsi basis Φ( r) = c u ( r) analog dengan vektor dala ruang 3D yang dituliskan sebagai kobinasi linear vektor satuan. Misalnya dala koordinat kartesian: V = V x î + V y ĵ + V zˆk. Seentara untuk Φ( r): Φ( r) = c 1 u 1 + c 2 u 2 + c 3 u 3 +..., (2.13) ini dapat dipandang sebagai ruang dengan diensi yang lebih tinggi (enuju tak hingga). Jenis ruang ini sering disebut sebagai ruang Hilbert. Salah satu operasi endasar untuk seluruh jenis ruang vektor adalah perkalian titik (atau perkalian skalar). Untuk dua vektor a dan b dala koordinat kartesian 3D diketahui bentuk perkalian skalarnya adalah a b = a x b x + a y b y + a z b z, sedangkan dala ruang Hilbert, perkalian titik dua fungsi f( r) dan g( r) didefinisikan sebagai integral irisan keduanya: f g = f ( r)g( r)d r. (2.14) Notasi...... erupakan notasi bra dan ket yang diberikan oleh Dirac. Dala notasi tersebut, fungsi gelobang Φ( r) dipandang sebagai vektor keadaan ket yang diekspansi dari ket basis, yaitu notasi untuk u ( r), atau Φ = φ. (2.15) Basis-basis yang dipilih dapat eiliki sifat ortogonal satu saa lain. Dala ruang vektor biasa, dua buah vektor dikatakan ortogonal jika a b = 0, sedangkan dala ruang Hilbert, dua fungsi basis bersifat ortogonal jika f g = f ( r)g( r)d r = 0. (2.16) Ruusan yang lebih uu diperoleh dengan enggunakan delta Kronecker untuk fungsi-fungsi basis yang ternoralisasi n = u n( r)u ( r)d r = δ n. (2.17)

2.3. FORMALISME DALAM RUANG HILBERT 9 Misalkan fungsi basis yang dipilih tidak ortogonal, aka n = S n, (2.18) dengan S n adalah eleen atriks [S. Jika fungsi basis deikian ingin diubah enjadi fungsi basis yang ortogonal, aka dapat digunakan ruusan ũ i ( r) = n [S 1/2 ni u n ( r). (2.19) ũ i ( r) erupakan hipunan fungsi yang ortogonal. Sekarang andaikan fungsi gelobang telah diuraikan dala fungsi basis tertentu. Fungsi basis tersebut dapat ditransforasi ke dala hipunan fungsi basis lain dengan cara Φ( r) = c u ( r) Φ( r) = c iu i( r). (2.20) i Transforasi tersebut dapat dideskripsikan oleh sebuah atriks transforasi [C yang diperoleh dengan cara enuliskan basis baru dala suku-suku basis laa: u i( r) = C i u ( r). (2.21) Dari pers. (2.20) dan (2.21), c = i C i c i, (2.22) atau lebih eudahkan dala notasi atriks: {φ} = [C{φ } (2.23) Lebih uu, sebarang atriks [A dala representasi baru dapat dihubungkan dengan atriks [A dala representasi yang laa oleh A ji = j CnjA n C i [A = [C + [A[C, (2.24) i dengan [C + erupakan transpos dari atriks yang berisi konjugat kopleks dari eleeneleen [C. Ada pula jenis transforasi khusus yang enjaga besar (nor) dari sebuah vektor keadaan, yaitu c c = i c i c i {φ} + {φ} = {φ } + {φ }. (2.25) Substitusikan {φ} dari pers. (2.23) ke dala persaaan tersebut: {φ } + [C + [C{φ } = {φ } + {φ } [C + [C = I.

2.3. FORMALISME DALAM RUANG HILBERT 10 Matriks [C yang eenuhi kondisi ini erupakan atriks uniter, atau [C + = [C 1, (2.26) dan transforasinya disebut sebagai transforasi uniter. Foralise terakhir, untuk enjain sebuah besaran bersifat riil, aka operator yang terkait dengan besaran tersebut haruslah operator Heritian. Sifat operator Heritian dinyatakan oleh [A = [A + A n = A n. (2.27) Sebagai contoh, isalkan  erupakan sebuah fungsi seperti U( r), aka operator tersebut akan Heritian selaa nilainya riil (deikian pula sebaliknya): ( [U n = u ( r)u( r)u n ( r)d r) = [U n. (2.28)