Fisika Matematika II 2011/2012

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Fisika Matematika II 2011/2012"

Transkripsi

1 Fisika Matematika II 2/22 diterjemahkan dari: Mathematical Methods for Engineers and Scientists, 2, dan 3 K. T. Tang Penterjemah: Imamal Muttaqien dibantu oleh: Adam, Ma rifatush Sholiha, Nina Yunia, Yudi Fadillah dan Saleh Kurnia JURUSAN FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI SEPTEMBER 2

2 ii

3 Daftar Isi Nilai Eigen Matriks. Nilai Eigen dan Vektor Eigen Persamaan Sekular Sifat-sifat dari Polinomial Karakteristik Sifat-sifat Nilai Eigen Beberapa Terminologi Konjugasi Hermitian Ortogonalitas Proses Gram-Schmidt Matriks Uniter dan Matriks Ortogonal Matriks Uniter Sifat-sifat Matriks Uniter Matriks Ortogonal Elemen Bebas dari Matriks Ortogonal Transformasi Ortogonal dan Matriks Rotasi Diagonalisasi Transformasi Similaritas Diagonalisasi Matriks Persegi Bentuk Kuadratik Matriks Hermitian dan Matriks Simetrik Definisi Nilai Eigen Matriks Hermitian Pendiagonalan Matriks Hermitian Diagonalisasi Simultan Matriks Normal Fungsi sebuah Matriks Fungsi Polinomial sebuah Matriks Evaluasi Fungsi Matriks dengan Pendiagonalan Teorema Cayley-Hamilton

4 iv DAFTAR ISI 2 Transformasi Vektor dan Tensor Cartesian Sifat-sifat Transformasi Vektor Transformasi Vektor Posisi Persamaan Vektor Sudut Euler Sifat-sifat Matriks Rotasi Definisi Vektor dan Skalar dalam Sifat Transformasi Tensor Cartesian Definisi Tensor Delta Kronecker dan Tensor Levi Civita Outer Product Kontraksi Konvensi Penjumlahan Medan Vektor Aturan Pembagian Sifat Simetri Tensor Pseudotensor Contoh Fisika Tensor Momen Inersia Tensor Stress Tensor Strain dan Hukum Hooke Transformasi Laplace 3 3. Definisi dan Sifat-sifat Transformasi Laplace Transformasi Laplace - Sebuah Operator Linier Transformasi Laplace untuk Turunan Substitusi: Pergeseran s Turunan sebuah Transformasi Tabel Transformasi Laplace Solusi Persamaan Diferensial dengan Transformasi Laplace Menyelesaikan Persamaan Diferensial Transformasi Laplace Fungsi Impulsif dan Fungsi Tangga Fungsi Delta Dirac Fungsi Tangga Heaviside Persamaan Diferensial dengan Fungsi Gaya Diskontinu Konvolusi Integral Duhamel Teorema Konvolusi Sifat-sifat Transformasi Laplace

5 DAFTAR ISI v 3.6. Transformasi Integral Integrasi Transformasi Penskalaan Transformasi Laplace Fungsi Periodik Invers Transformasi Laplace Melibatkan Fungsi Periodik Transformasi Laplace dan Fungsi Gamma Ringkasan Operasi Transformasi Laplace Aplikasi Tambahan Transformasi Laplace Menghitung Integral Persamaan Diferensial dengan Koefisien Variabel Persamaan Integral dan Integrodiferensial Inversi dengan Integral Kontur Deret Fourier Deret Fourier untuk Fungsi Berperiode 2π Ortogonalitas Fungsi Trigonometrik Koefisien Fourier Ekspansi sebuah Fungsi dalam Deret Fourier Konvergensi Deret Fourier Kondisi Dirichlet Deret Fourier dan Fungsi Delta Deret Fourier Fungsi Berperiode Sebarang Penggantian Interval Deret Fourier untuk Fungsi Genap dan Ganjil Deret Fourier Fungsi Nonperiodik pada Selang Terbatas Deret Fourier Kompleks Metode Lompatan Sifat-sifat Deret Fourier Teorema Parseval Jumlah Pangkat Bolak-balik Bilangan Bulat Integrasi Deret Fourier Turunan Deret Fourier Deret Fourier dan Persamaan Diferensial Persamaan Diferensial dengan Syarat Batas Osilator Periodik Teredam Transformasi Fourier Integral Fourier sebagai sebuah Batas dari Deret Fourier Integral Fourier Cosinus dan Sinus Transformasi Fourier Cosinus dan Sinus

6 vi DAFTAR ISI 5.2 Tabel Transformasi Fourier Transformasi Fourier Transformasi Fourier dan Fungsi Delta Ortogonalitas Transformasi Fourier Melibatkan Fungsi Delta Pasangan Transformasi Fourier Tiga Dimensi Beberapa Pasangan Transformasi Penting Fungsi Pulsa Persegi Fungsi Gaussian Fungsi Meluruh secara Eksponen Sifat-sifat Transformasi Fourier Sifat Smetri Linieritas, Pergeseran, Penskalaan Transformasi Turunan Transformasi Integral Teorema Parseval Konvolusi Operasi Matematik Konvolusi Teorema Konvolusi Transformasi Fourier dan Persamaan Diferensial Ketidakpastian Gelombang

7 Nilai Eigen Matriks Diberikan sebuah matriks A, untuk menentukan sebuah skalar λ dan matriks kolom tak nol x yang secara simultan memenuhi persamaan Ax = λx (.) disebut sebagai persamaan nilai eigen (eigen dalam bahasa Jerman yang berarti proper- Inggris atau sebenarnya). Solusi dari persamaan ini berkaitan erat dengan pertanyaan apakah matriks tersebut dapat ditransformasikan dalam bentuk diagonal. Persamaan nilai eigen banyak sekali dijumpai dalam aplikasi di bidang teknik seperti vibrasi mekanik, arus bolak-balik, dan dinamika benda tegar. Hal ini juga sangat penting dalam fisika modern. Semua struktur dalam mekanika kuantum berdasarkan pada diagonalisasi dari beberapa jenis matriks.. Nilai Eigen dan Vektor Eigen.. Persamaan Sekular Dalam persamaan nilai eigen, nilai λ disebut sebagai nilai eigen (nilai karakteristik) dan matriks kolom x yang berkaitan dengan ini disebut sebagai vektor eigen (vektor karakteristik). Jika A adalah matriks n n (.) diberikan oleh a a 2 a n x x a 2 a 22 a 2n x 2 x 2 = λ a n a n2 a nn x n x n Karena x x x 2 x 2 λ = λ = λix, x n x n

8 2. NILAI EIGEN MATRIKS dengan I adalah matriks satuan, kita dapat menuliskan (.) sebagai (A λi)x = (.2) Persamaan ini memiliki solusi nontrivial jika dan hanya jika determinan dari matriks koefisien hilang (bernilai nol): a λ a 2 a n a 2 a 22 λ a 2n =. (.3).... a n a n2 a nn λ Ekspansi dari determinan ini menghasilkan polinomial λ berderajat n, yang disebut sebagai polinomial karakteristik P (λ). Persamaan P (λ) = A λi = (.4) disebut sebagai persamaan karakteristik (persamaan sekular). Akar-akarnya sejumlah n adalah nilai eigen dan akan dinyatakan dengan λ, λ 2,..., λ n. Nilainya dapat berupa bilangan riil dan juga kompleks. Ketika salah satu nilai eigen dimasukkan ulang pada (.2), vektor eigen x(x, x 2,..., x n ) dapat dicari. Perhatikan bahwa vektor eigen dapat dikalikan dengan konstanta dan akan tetap menjadi solusi dari persamaan. Kita akan menuliskan x i sebagai vektor eigen untuk nilai eigen λ i. Yaitu, jika P (λ i ) =, maka Ax i = λ i x i. Jika semua nilai eigen yang berjumlah n berbeda, maka kita akan memiliki n vektor eigen yang berbeda. Jika dua atau lebih nilai eigen sama, kita menyebutnya berdegenerasi. Dalam persoalan yang sama, sebuah nilai eigen yang berdegenerasi bisa memiliki satu buah vektor eigen. Di lain pihak, sebuah nilai eigen yang berdegenerasi juga bisa memiliki vektor eigen yang berbeda. Contoh... Carilah nilai eigen dan vektor eigen dari A, jika ( ) 2 A =. 2 Solusi... Polinomial karakteristik dari A adalah λ 2 P (λ) = 2 λ = λ2 2λ 3,

9 .. NILAI EIGEN DAN VEKTOR EIGEN 3 dan persamaan sekularnya Sehingga nilai eigennya adalah λ 2 2λ 3 = (λ + )(λ 3) =. λ =, λ 2 = 3. Jika kita pilih vektor eigen x berkaitan dengan nilai eigen λ = adalah haruslah memenuhi: ( ) ( ) ( ) ( ) λ 2 x 2 2 x = = =. 2 λ x x 2 ( x x 2 ), maka x Sehingga bisa direduksi menjadi 2x + 2x 2 =. Sehingga vektor eigennya x = x 2, yaitu x : x 2 = :. Sehingga vektor eigennya dapat dituliskan ( ) x =. Sebuah konstanta, baik positif atau negatif, yang dikalikan dengan vektor eigen ini akan tetap merupakan solusi, namun kita tidak akan menganggapnya sebagai vektor eigen yang berbeda. Dengan prosedur yang serupa, kita bisa menghitung vektor eigen untuk λ 2 = 3 yaitu ( ) ( ) x2 x 2 = =. x 22 Contoh..2. Carilah nilai eigen dan vektor eigen dari A, jika ( ) 3 5 A =. Solusi..2. Polinomial karakteristik dari A adalah 3 λ 5 P (λ) = λ = λ2 2λ + 2, dan persamaan sekularnya λ 2 2λ + 2 =. Nilai eigennya adalah λ = ± i. ) ( x Jika λ = + i dan vektor eigennya x adalah, maka x harus memenuhi x 2 ( ) ( ) 3 ( + i) 5 x =, ( + i) x 2

10 4. NILAI EIGEN MATRIKS yang memberikan Persamaan pertama memberikan (2 i)x 5x 2 =, x (2 + i)x 2 =. x = 5 2 i x 5(2 + i) 2 = 4 + x 2 = 2 + i x 2, yang juga merupakan hasil yang sama dari persamaan kedua, seperti sudah seharusnya. Sehingga x dapat ditulis sebagai ( ) 2 + i x =. Dengan cara yang sama, untuk λ = λ 2 = i vektor eigen x 2 diberikan oleh ( ) 2 i x 2 =. Sehingga kita telah memiliki sebuah contoh untuk matriks riil dengan nilai eigen dan vektor eigen kompleks. Contoh..3. Carilah nilai eigen dan vektor eigen dari A, jika A = Solusi..3. Polinomial karakteristik dari A adalah 2 λ 2 3 P (λ) = 2 λ 6 = λ 3 λ 2 + 2λ + 45, 2 λ dan persamaan sekularnya λ 3 + λ 2 2λ 45 = (λ 5)(λ + 3) 2 =. Persamaan ini memiliki sebuah akar 5 dan dua akar yang sama -3 λ = 5, λ 2 = 3, λ 3 = 3. Vektor eigen yang dimiliki oleh nilai eigen λ haruslah memenuhi persamaan x x 2 =. 2 5 x 3

11 .. NILAI EIGEN DAN VEKTOR EIGEN 5 Dengan metode eliminasi Gauss, persamaan ini dapat dituliskan yang berarti x x 2 x 3 =, 7x + 2x 2 3x 3 =, x 2 + 2x 3 =. Dengan memilih x 3 = maka x 2 = 2 dan x =. Sehingga untuk nilai eigen λ = 5, vektor eigennya x adalah x = 2. Karena nilai eigen -3 berdegenerasi sebanyak 2, maka vektor eigen yang kita punyai bisa atau dua buah. Marilah kita nyatakan vektor eigennya sebagai memenuhi persamaan x x 2 x 3 x x 2 x 3 =. Dengan metode eliminasi Gauss, persamaan ini dapat dituliskan 2 3 x x 2 x 3 =,. Vektor eigen ini haruslah yang berarti x + 2x 2 3x 3 =. Kita dapat menyatakan x dalam x 2 dan x 3 dan tidak terdapat batasan untuk x 2 dan x 3. Ambil x 2 = c 2 dan x 3 = c 3 sehingga x = 2c 2 + 3x 3, sehingga kita dapat menuliskan x x 2 2c 2 + 3x = c 2 = c 2 + c 3. x 3 c 3 Karena c 2 dan c 3 sebarang, pertama kita bisa memilih c 3 = dan mendapatkan satu vektor eigen, kemudian yang kedus, kita memilih c 2 = untuk memperoleh vektor eigen yang lain. Sehingga berkaitan dengan nilai eigen λ = 3 yang berdegenerasi ini, terdapat dua buah

12 6. NILAI EIGEN MATRIKS vektor eigen 2 3 x 2 =, x 3 =. Dalam contoh ini, kita hanya memiliki dua buah nilai eigen berbeda, tetapi kita tetap memiliki tiga buah vektor eigen yang berbeda. Contoh..4. Carilah nilai eigen dan vektor eigen dari A, jika A = Solusi..4. Polinomial karakteristik dari A adalah 4 λ 6 6 P (λ) = 3 λ 2 = λ 3 + 5λ 2 8λ + 4, 5 2 λ dan persamaan sekularnya λ 3 5λ 2 + 8λ 4 = (λ )(λ 2) 2 =. Tiga buah nilai eigennya λ =, λ 2 = λ 3 = 2. Dari persamaan untuk vektor eigen x yang dimiliki oleh nilai eigen λ x 3 2 x 2 =, 5 2 kita memperoleh solusi Vektor eigen yang dimiliki oleh dua buah nilai eigen berdegenerasi, memenuhi persamaan x x 2 x 3 4 x =. 3 x x x 2 x 3 =.

13 .. NILAI EIGEN DAN VEKTOR EIGEN 7 Dengan menggunakan metode eliminasi Gauss, kita dapat menunjukkan bahwa persamaan ini ekivalen dengan 2 2 x x 2 x 3 =, yang berarti x + x 2 + 2x 3 =, 2x 2 + x 3 =. Jika kita memilih x 3 = 2, maka x 2 = dan x = 3, sehingga 3 x 2 =. 2 Dua buah persamaan di atas tidak mengijinkan adanya vektor eigen yang merupakan perkalian dengan sebuah konstanta dikalikan x 2. Sehingga untuk matriks 3 3 ini, hanya terdapat dua buah vektor eigen yang berbeda.

14 8. NILAI EIGEN MATRIKS..2 Sifat-sifat dari Polinomial Karakteristik Polinomial karakteristik memiliki banyak sifat yang berguna. Untuk mengelaborasinya, pertama kita perhatikan kasus n = 3. a λ a 2 a 3 P (λ) = a 2 a 22 λ a 23 a 3 a 32 a 33 λ a a 2 a 3 λ a 2 a 3 = a 2 a 22 λ a 23 + a 22 λ a 23 a 3 a 32 a 33 λ a 32 a 33 λ a a 2 a 3 a a 3 = a 2 a 22 a 23 + a 2 λ a 23 a 3 a 32 a 33 λ a 3 a 33 λ λ a 2 a 3 λ a 3 + a 22 a 23 + λ a 23 a 32 a 33 λ a 33 λ a a 2 a 3 a a 2 a a 3 a = a 2 a 22 a 23 + a 2 a 22 + a 2 λ a 23 + a 2 λ a 3 a 32 a 33 a 3 a 32 λ a 3 a 33 a 3 λ λ a 2 a 3 λ a 2 λ a 3 λ + a 22 a 23 + a 22 + λ a 23 + λ a 32 a 33 a 32 λ a 33 λ ( ) a a 2 = A + a 2 a 22 + a a 3 a 3 a 33 + a 22 a 23 ( λ) a 32 a 33 + (a + a 22 + a 33 )( λ) 2 + ( λ) 3. (.5) Sekarang jika λ, λ 2 dan λ 3 adalah nilai eigen, maka P (λ ) = P (λ 2 ) = P (λ 3 ) =. Karena P (λ) adalah polinomial orde 3, maka P (λ) = (λ λ)(λ 2 λ)(λ 3 λ) =. Dengan mengekspansikan polinomial karakteristik P (λ) = λ λ 2 λ 3 + (λ λ 2 + λ 2 λ 3 + λ 3 λ )( λ) + (λ + λ 2 + λ 3 )( λ) 2 + ( λ) 3. Bandingkan dengan (.5) λ + λ 2 + λ 3 = a + a 22 + a 33 = Tr A. Hal ini berarti jumlah nilai eigen sama dengan trace dari A. Hubungan ini sangat berguna untuk mengecek apakah nilai eigen yang kita hitung benar. Selanjutnya a a 2 λ λ 2 + λ 2 λ 3 + λ 3 λ = a 2 a 22 + a a 3 a 3 a 33 + a 22 a 23 a 32 a 33,

15 .. NILAI EIGEN DAN VEKTOR EIGEN 9 yang merupakan jumlah dari minor utama (principal minor) atau minor dari elemen diagonal, dan λ λ 2 λ 3 = A. Hal ini berarti perkalian semua nilai eigen tidak lain adalah determinan dari A yang juga merupakan hubungan yang sangat berguna. Jika A adalah matriks singular A =, maka paling tidak salah satu nilai eigen adalah nol. Dari sini berarti jika matriks tersebut memiliki invers, maka tidak ada nilai eigen yang nol. Perhitungan yang sama bisa digunakan untuk mengeneralisasi hubungan-hubungan ini untuk matriks dengan orde yang lebih tinggi. Contoh..5. Carilah nilai eigen dan matriks eigen dari matriks A jika A = Solusi λ 7 5 P (λ) = 4 λ λ ( ) = λ + ( )λ 2 λ = 6 λ + 6λ 2 λ 3 = ( λ)(2 λ)(3 λ) =. Sehingga tiga buah nilai eigennya adalah Sebagai pengecekan, jumlah nilai eigen λ =, λ 2 = 2, λ 3 = 3. λ + λ 2 + λ 3 = = 6, yang sama dengan trace A Selanjutnya hasil kali nilai eigen yang juga determinan dari A Tr A = = 6. λ λ 2 λ 3 = 6, =

16 . NILAI EIGEN MATRIKS Misalkan x adalah x x 2 x 3 vektor eigen berkaitan dengan nilai eigen λ maka 5 λ λ λ x x 2 x = x x 2 x 3 =. Dengan menggunakan metode eliminasi Gauss, dengan mudah dapat ditunjukkan = 3 = Sehingga kita memiliki 4x + 7x 2 5x 3 =, 3x 2 x 3 =. Hanya satu dari tiga buah bilangan yang tak diketahui dapat kita pilih sebarang. Sebagai contoh, pilih x 3 = 3 maka x 2 = dan x = 2. Sehingga untuk nilai eigen λ =, vektor eigennya 2 x =. 3 Dengan cara yang sama, untuk λ 2 = 2 dan λ 3 = 3, vektor eigen yang bersesuaian adalah x 2 =, dan x 3 = Sifat-sifat Nilai Eigen Terdapat beberapa sifat nilai eigen yang sangat berguna dalam aplikasi matriks. Sifat-sifat ini berdiri sendiri tetapi bisa digunakan secara bersamaan Matriks transpos à atau (AT ) memiliki nilai eigen yang sama dengan A. Nilai eigen A dan A T adalah solusi dari A λi = dan A T λi =. Karena A T λi = (A λi) T dan determinan sebuah matriks sama dengan determinan transposnya A λi = (A λi) T = A T λi, persamaan sekular untuk A dan (A) T identik. Maka A dan (A) T memiliki nilai eigen yang sama.

17 dengan A A Ax = A λx = λa x,.2. BEBERAPA TERMINOLOGI Jika A adalah matriks segitiga baik yang atas maupun bawah, maka nilai eigennya adalah elemen diagonal. Jika A λi = adalah a λ a 2 a n a 22 λ a 2n = (a λ)(a 22 λ) (a nn λ) =,.. a nn λ jelas bahwa λ = a, λ = a 22,..., λ = a nn. Jika λ, λ 2,..., λ n adalah nilai eigen dari matriks A, maka nilai eigen dari matriks invers A adalah /λ, /λ 2, /λ 3,..., /λ n. Kalikan persamaan Ax = λx dari kiri dan menggunakan A Ax = Ix = x, kita memiliki x = λa x. Maka A x = λ x. Jika λ, λ 2, λ 3,..., λ n adalah nilai eigen dari matriks A, maka nilai eigen dari matriks A m adalah λ m, λm 2, λm 3,..., λm n. Karena Ax = λx, maka A 2 x = A(Ax) = Aλx = λax = λ 2 x. Dengan cara yang sama A 3 x = λ 3 x,..., A m x = λ m x..2 Beberapa Terminologi Telah kita lihat untuk matriks persegi n n, nilai eigennya dapat berupa bilangan riil maupun imajiner. Jika nilai eigennya berdegenerasi, kita bisa memiliki atau tidak sejumlah n vektor eigen yang berbeda. Bagaimanapun, terdapat jenis matriks yang disebut sebagai matriks hermitian, nilai eigennya selalu riil. Sebuah matriks hermitian n n akan selalu memiliki n buah vektor eigen yang berbeda. Untuk memfasilitasi pembahasan kita tentang matriks ini dan juga sifat-sifatnya. Pertama marilah kita perkenalkan beberapa terminologi berikut..2. Konjugasi Hermitian Konjugasi Kompleks Jika A = (a ij ) m n merupakan sebuah matriks sebarang, yang elemennya dapat berupa bilangan kompleks, konjugasi kompleks matriks tersebut dinotasikan dengan A juga berupa

18 2. NILAI EIGEN MATRIKS sebuah matriks dengan orde m n dengan tiap elemennya adalah kompleks konjugat dari elemen pada matriks A dalam artian (A ) ij = a ij. Jelaslah bahwa (ca) = c A. Konjugasi Hermitian Ketika dua buah operasi dari konjugasi kompleks dan transpos dikerjakan berurutan satu dengan yang lainnya pada sebuah matriks, hasil matriksnya disebut sebagai konjugasi hermitian dari matriks asalnya dan dinotasikan sebagai A, dinamakan A dagger. Orang matematik menyebut A sebagai matriks adjoin. Urutan operasi tidak penting. Yaitu A = (A ) T = (Ã). (.6) Sebagai contoh, jika ( ) (6 + i) ( 6i) A =, (.7) (3 + i) 4 3i maka ( ) T (6 i) (3 i) (6 i) ( + 6i) A = (A ) T = = (3 i) 4 3i ( + 6i) 4, (.8) 3i (6 + i) (3 + i) (6 i) (3 i) A = (Ã) = ( 6i) 4 = ( + 6i) 4. (.9) 3i 3i Konjugasi Hermitian dari Perkalian Matriks Seperti yang telah dipelajari sebelumnya bahwa transpos dari hasil kali dua matriks adalah sama dengan perkalian dua buah transpos matriks dengan urutan yang dibalik. Dari sini kita bisa memperoleh (AB) = B A, karena (AB) = (A B ) T = B Ã = B A. (.)

19 .2. BEBERAPA TERMINOLOGI Ortogonalitas Inner Product Jika a dan b merupakan vektor kolom dengan orde yang sama n, inner product atau perkalian skalar didefinisikan a b. Konjugasi hermitian sebuah vektor kolom adalah vektor baris a a a 2 =. a n = (a a 2 a n), sehingga hasil inner product adalah sebuah bilangan b a b = (a a 2 a b 2 n) =. b n n a k b k. Terdapat dua buah lagi notasi yang biasa digunakan untuk inner product. Notasi yang paling sering digunakan dalam mekanika kuantum adalah notasi bracket yang diperkenalkan Dirac. Vektor baris dinyatakan sebagai bra, sedangkan vektor kolom dinyatakan sebagi ket. Kita dapat menuliskan vektor kolom sebagai b = b, k= sebagai vektor ket dan vektor baris a = a sebagai vektor bra. Inner product dari dua vektor ini biasanya dinyatakan sebagai a b = a b. Perhatikan untuk sebarang skalar, c, a cb = c a b, sedangkan ca b = c a b. Notasi lain yang digunakan adalah tanda kurung: (a, b) = a b = a b. Jika A adalah sebuah matriks (a, Ab) = ( ) A a, b

20 4. NILAI EIGEN MATRIKS merupakan sebuah identitas, karena ( ) ( A a, b = A a) ( b = a A ) b = a Ab = (a, Ab). Sehingga jika (a, Ab) = (Aa, b), maka A hermitian. Orang matematika menyebut hubungan A = A sebagai self-adjoint. Ortogonalitas Dua buah vektor a dan b dikatakan ortogonal jika dan hanya jika a b =. Perhatikan bahwa dalam ruang 3 dimensi riil n a b = a k b k = a b + a 2 b 2 + a 3 b 3 k= hanyalah perkalian dot (titik) dari a dan b. Dalam analisis vektor, jika perkalian dot dari dua buah vektor sama dengan nol, maka dua vektor tersebut tegak lurus. Panjang sebuah Vektor Kompleks Jika kita mengadopsi definisi ini untuk perkalian skalar dua buah vektor kompleks, maka kita mempunyai definisi alami panjang sebuah vektor kompleks dalam ruang berdimensi n. Panjang sebuah vektor kompleks x dari sebuah vektor x adalah x 2 = x x =.2.3 Proses Gram-Schmidt Bebas Linier n n a k a k = a k 2. Himpunan vektor x, x 2,..., x n dikatakan bebas linier jika dan hanya jika n = a i x i =, i= k= yang mengimplikasikan a i =. Jika tidak maka himpunan tersebut saling bergantung linier. Pertama marilah kita uji tiga buah vektor x =, x 2 =, x 3 =, k=

21 .2. BEBERAPA TERMINOLOGI 5 untuk bebas linier. Pertanyaannya apakah kita dapat mencari himpunan a i yang tidak nol semua sehingga a 3 + a 3 a i x i = a + a 2 + a 3 = a 2 =. i= Jelas ini mensyaratkan a =, a 2 = dan a 3 =. Sehingga tiga buah vektor ini bebas linier. Perhatikan bahwa bebas atau bergantung linier adalah sifat dari semua anggota, bukan hanya masing-masing vektor. Jelas jika x, x 2, x 3 merepresentasikan vektor tiga dimensi yang noncoplannar (tak sebidang), maka vektor tersebut bebas linier. a Proses Gram-Schmidt Diberikan sejumlah n vektor bebas linier, kita dapat membangun dari kombinasi liniernya sebuah himpunan dari n buah vektor satuan yang saling ortogonal. Misalkan vektor yang bebas linier x, x 2,..., x n. Definisikan u = x x, sebagai vektor satuan pertama. Sekarang definisikan Perkalian skalar u 2 dan u sama dengan nol u 2 = x 2 (x 2, u )u. (u 2, u ) = (x 2, u ) (x 2, u )(u, u ) =, karena (u, u ) =. Hal ini menunjukkan u 2 ortogonal terhadap u. Kita dapat menormalisasi u 2 : u 2 = u 2 u 2, untuk mendapatkan vektor satuan kedua u 2 yang ortogonal terhadap u. Kita dapat melanjutkan proses ini secara berulang dengan mendefinsikan u k = x k k (x k, u i )u i, i= dan u k = u k u k. Ketika semua x k telah digunakan, kita memiliki sejumlah n vektor satuan u, u 2,..., u k yang saling ortogonal. Himpunan ini dinamakan himpunan ortonormal. Prosedur ini disebut sebagai proses Gram-Schmidt.

22 6. NILAI EIGEN MATRIKS.3 Matriks Uniter dan Matriks Ortogonal.3. Matriks Uniter Jika sebuah matriks persegi U memenuhi kondisi U U = I, maka matriks U dikatakan matriks uniter (satuan). Sejumlah n kolom dalam matriks uniter dapat dianggap sebagai vektor kolom sejumlah n dalam sebuah himpunan ortonormal. dan maka Dengan kata lain, jika u = u u 2., u 2 = u 2 u 22.,..., u n = u n u n2 u n u 2n u nn u j u jn., u i u j = (u i, u i2,..., u u j2, jika i = j in) =,., jika i j u u 2 u n u 2 u 22 u n2 U =.... u n u 2n u nn adalah uniter. Hal ini karena u u 2 u n U u 2 u 22 u 2n =,.... u n u n2 u nn sehingga u u 2 u n u u 2 u n U u 2 u 22 u 2n u 2 u 22 u n2 U = = u n u n2 u nn u n u 2n u nn Dengan mengalikan U dari kanan, kita memiliki U UU = IU. Dari sini kita memperoleh bahwa hermitian konjugat dari sebuah matriks uniter adalah inversnya U = U.

23 .3. MATRIKS UNITER DAN MATRIKS ORTOGONAL Sifat-sifat Matriks Uniter Transformasi uniter tidak merubah panjang vektor (invarian). Misalkan dan Karena maka a = Ub, jadi a = b U, a 2 = a a = b U Ub. U U = U U = I, a 2 = a a = b b = b 2. Sehingga panjang vektor mula-mula sama dengan panjang vektor setelah ditransformasikan. Nilai eigen mutlak sebuah matriks uniter sama dengan satu. Misalkan x adalah vektor eigen non-trivial dari sebuah matriks uniter U untuk sebuah nilai eigen λ. Ux = λx. Lakukan konjugasi hermitian dua sisi x U = λ x. Kalikan dua buah persamaan terakhir x U Ux = λ x λx. Karena U U = I dan λ λ = λ 2, maka x x = λ 2 x x. Sehingga λ 2 =. Dengan kata lain, nilai eigen sebuah matriks uniter haruslah berada pada lingkaran satuan sebuah bidang kompleks berpusat di titik asal..3.3 Matriks Ortogonal Jika semua elemen matriks uniter riil, matriks tersebut dikenal sebagai matriks ortogonal. Sehingga sifat-sifat matriks uniter juga merupakan sifat dari matriks ortogonal. Sebagai tambahan

24 8. NILAI EIGEN MATRIKS Determinan sebuah matriks ortogonal sama dengan satu dan minus satu. Jika A adalah matriks persegi riil, maka dengan definisi A = à = Ã. Sebagai tambahan jika A matriks uniter A = A maka à = A. Sehingga Aà = I. (.) Karena determinan A sama dengan determinan Ã, sehingga Aà = A à = A 2. Tetapi sehingga Aà = I =, A 2 =. Maka determinan dari matriks ortogonal adalah + dan. Sering sekali (.) digunakan untuk mendefinisikan sebuah matriks ortogonal. Yaitu sebuah matriks persegi riil A yang memenuhi (.) disebut sebagai matriks ortogonal. Hal ini sama dengan sebuah pernyataan invers sebuah matriks ortogonal sama dengan transposnya. Jika kita tuliskan dalam elemennya, (.) diberikan oleh a ij ã jk = a ij a kj = δ ik, (.2) j= j= untuk semua i dan j. Dengan cara yang sama ÃA = I dituliskan ã ij a jk = a ji a jk = δ ik. (.3) j= j= Bagaimanapun (.3) tidak bebas terhadap (.2), karena Aà = ÃA. Jika salah satu kondisi terpenuhi (valid), maka kondisi yang lainnya juga harus terpenuhi. Dengan kata-kata, kondisi ini berarti jumlah dari perkalian elemen dua buah kolom (baris) yang berbeda dari sebuah matriks ortogonal adalah nol, sedangkan jumlah dari kuadrat dari elemen kolom (baris) sama dengan satuan. Jika kita menganggap sejumlah n kolom dari matriks sebagai n vektor riil, hal ini berarti n vektor kolom ini ortogonal dan ternormalisasi. Dengan cara yang sama, semua baris dari sebuah matriks ortogonal adalah ortonormal.

25 .3. MATRIKS UNITER DAN MATRIKS ORTOGONAL Elemen Bebas dari Matriks Ortogonal Sebuah matriks persegi berorde n memiliki elemen sejumlah n 2. Untuk sebuah matriks ortogonal, tidak semua elemennya bebas satu dengan yang lain, karena terdapat bebrapa kondisi yang harus terpenuhi. Pertama, terdapat kondisi sejumlah n agar tiap kolom ternormalisasi. Kemudian terdapat sejumlah n(n )/2 agar tiap kolom ortogonal dengan kolom yang lain. Sehingga jumlah parameter bebas sebuah matriks ortogonal adalah n 2 [n + n(n )/2] = n(n )/2. Dengan kata lain, sebuah matriks ortogonal berorde n dikarakterisasi oleh sejumlah n(n )/2 elemen bebas. Untuk n = 2, jumlah parameter bebas adalah. Hal ini diilustrasikan sebagai berikut. Misalkan sebuah matriks ortogonal sebarang orde 2 ( ) a c A =. b d Fakta bahwa tiap kolom ternormalisasi membawa kita kepada a 2 + b 2 =, (.4) c 2 + d 2 =. (.5) Selanjutnya, dua buah kolom ortogonal ( a ) ( ) c b = ac + bd =. (.6) d Solusi umum dari (.4) adalah a = cos θ dan b = sin θ dengan θ sebuah skalar. Dengan cara yang sama solusi dari (.5) adalah c = cos φ dan d = sin φ dengan φ adalah skalar yang lain. Sedangkan (.6) mensyaratkan cos θ cos φ + sin θ sin φ = cos(θ φ) =, sehingga φ = θ ± π 2. Sehingga solusi paling umum matriks ortogonal orde 2 adalah ( ) ( ) cos θ sin θ cos θ sin θ A = atau A 2 =, (.7) sin θ cos θ sin θ cos θ Setiap matriks ortogonal berorde 2 dapat dinyatakan dalam bentuk ini dengan nilai θ tertentu. Jelas bahwa determinan A sama dengan dan determinan A 2 sama dengan -.

26 2. NILAI EIGEN MATRIKS Gambar.: Interpretasi matriks ortogonal A yang determinannya +. (a) sebagai sebuah operator, merotasikan vektor r menjadi r 2 tanpa merubah panjang vektor. (b) sebagai matriks transformasi antara ujung sebuah vektor tetap ketika sumbu koordinatnya dirotasikan. Perhatikan bahwa arah rotasi (b) berlawanan dengan arah rotasi (a)..3.5 Transformasi Ortogonal dan Matriks Rotasi Kenyataan bahwa dalam ruang riil, transformasi ortogonal menjaga tetap panjang sebuah vektor menyarankan kepada kita bahwa matriks ortogonal berasosiasi dengan rotasi sebuah vektor. Matriks ortogonal ini berkaitan dengan dua buah jenis rotasi di dalam ruang. Pertama, kita dapat melihatnya sebagai operator yang merotasikan sebuah vektor. Hal ini sering disebut sebagi transformasi aktif. Kedua kita dapat melihatnya sebagai matriks transformasi ketika sumbu koordinat dari kerangka acuan dirotasikan. Hal ini dikenal sebagai transformasi pasif. Pertama marilah kita perhatikan vektor pada Gambar..(a). Komponen x dan y dari vektor r diberikan oleh x = r cos ϕ dan y = r sin ϕ dengan r adalah panjang vektor. Sekarang marilah kita rotasikan vektor tersebut berlawanan arah jarum jam sebesar sudut θ, sehingga x 2 = r cos(ϕ + θ) dan y 2 = r sin(ϕ + θ). Dengan menggunakan trigonometri, kita dapat menuliskan x 2 = r cos(ϕ + θ) = r cos ϕ cos θ r sin ϕ sin θ = x cos θ y sin θ, y 2 = r sin(ϕ + θ) = r sin ϕ cos θ + r cos ϕ sin θ = y cos θ + x sin θ. Kita dapat menuliskan koefisein dalam bentuk matriks ( x2 y 2 ) ( ) ( ) cos θ sin θ x =. sin θ cos θ Terlihat bahwa matriks koefisien tidak lain adalah matriks ortogonal A dalam (.7). Sehingga matriks ortogonal dengan determinan + disebut juga matriks rotasi. Matriks ini merotasikan r menjadi r 2 tanpa merubah panjang vektor. y

27 .3. MATRIKS UNITER DAN MATRIKS ORTOGONAL 2 Interpretasi kedua dari matriks rotasi adalah sebagai berikut. Misalkan P adalah ujung sebuah vektor tetap. Koordinat P adalah (x, y) dalam sebuah sistem koordinat persegi khusus. Sekarang sumbu koordinatnya dirotasikan searah jarum jam sebesar sudut θ seperti yang ditunjukkan Gambar.. (b). Koordinat P dalam sistem yang dirotasikan menjadi (x, y ). Dari geometri pada Gambar.. (b). jelas bahwa x = OT SQ = OQ cos θ P Q sin θ = x cos θ y sin θ, y = QT + P S = OQ sin θ + P Q cos θ = x sin θ + y cos θ, atau ( ) ( ) ( ) x cos θ sin θ x =. y sin θ cos θ y Perhatikan bahwa matriks yang terlibat di sini adalah matriks ortogonal A. Tetapi, kali ini A bertindak sebagai matriks transformasi antara koordinat ujung vektor tetap ketika sumbu koordinatnya dirotasikan. Ekivalensi antara dua buah interpretasi dapat diharapkan sebelumnya, karena orientasi relatif antara vektor dan sumbu koordinat adalah sama apakah vektor yang dirotasikan berlawanan jarum jam dengan sudut θ atau sumbu koordinat dirotasikan searah jarum jam dengan sudut yang sama. Selanjutnya, marilah kita bahas matriks rotasi A 2 yang memiliki determinan -. Matriks A 2 dapat dinyatakan ( ) ( ) ( ) cos θ sin θ cos θ sin θ A 2 = = =. sin θ cos θ sin θ cos θ Transformasi memberikan ( x2 y 2 ) ( ) ( ) x =, y x 2 = x, y 2 = y. Jelas bahwa di sini hal ini berhubungan dengan pencerminan (refleksi) vektor terhadap sumbu X. Sehingga A 2 dapat dipandang sebagai sebuah operator yang pertama membalik vektor r simetrik sepanjang sumbu X kemudian merotasikannya menjadi r 3 seperti yang terlihat pada Gambar.2. (a). Dalam suku transformasi koordinat, kita dapat menunjukkan (x, y ) dalam persamaan ( ) ( ) ( ) x cos θ sin θ x = y sin θ cos θ y merepresentasikan koordinat baru dari ujung sebuah vektor tetap setelah sumbu Y dibalik dan sumbu koordinat dirotasikan dengan sudut θ, seperti yang ditunjukkan pada Gambar.2 (b). Dalam kasus ini kita harus berhati-hati dengan tanda pada sudut. Perjanjian tanda

28 22. NILAI EIGEN MATRIKS Gambar.2: Dua buah interpretasi matriks ortogonal A 2 yang determinannya -. (a) Sebagai sebuah operator, matriks ini membalik vektor r menjadi r 2 simetrik terhadap sumbu X, dan kemudian merotasikan r 2 menjadi r 3.(b) Sebagai matriks transformasi antara ujung vektor tetap ketika sumbu Y dibalik dan kemudian sumbu koordinat dirotasikan. Perhatikan bahwa (b) arahnya tampak sama dengan (a). adalah sebagai berikut, positif ketika arah rotasi berlawanan jarum jam dan negatif ketika searah jarum jam. Tetapi setelah sumbu Y dibalik seperti tampak pada Gambar.2 (b), rotasi negatif (dalam artian rotasi dari arah sumbu X positif melalui sumbu Y negatif) muncul berlawanan arah jarum jam. Hal ini mengapa pada Gambar. (a),(b), vektor dan sumbu koordinat berotasi dalam arah berlawanan, sedangkan dalam Gambar.2 (a),(b) tampak berotasi searah. Sejauh ini kita telah menggunakan rotasi dalam dua dimensi sebagai contoh. Bagaimanapun kesimpulan bahwa matriks ortogonal yang determinannya + merepresentasikan rotasi murni dan matriks ortogonal yang determinannya - merepresentasikan pencerminan diikuti dengan sebuah rotasi secara umum juga valid untuk dimensi yang lebih tinggi. Kita akan membahas hal ini dalam transformasi vektor..4 Diagonalisasi.4. Transformasi Similaritas Jika A adalah matriks n n dan u adalah matriks kolom n, sehingga Au adalah matriks kolom yang lain. Maka persamaan Au = v (.8)

29 .4. DIAGONALISASI 23 merepresentasikan transformasi linier. Matriks A berperilaku sebagai operator linier, merubah vektor u menjadi v. Misalkan u v u 2 v 2 u =, v =,.. u n v n dengan u i dan v i berturut-turut adalah komponen ke i dari matriks u dan v dalam ruang berdimensi n. Komponen-komponen ini diukur dalam sistem koordinat (kerangka acuan) tertentu. Misalkan vektor satuan e i, dikenal sebagai basis, sepanjang sumbu koordinat sistem ini adalah e =, e. 2 =,..., e. n =,. maka u u 2 u = = u + u u n =.... u n n u i e i. (.9) i= Misalkan terdapat sistem koordinat yang lain, dikenal sebagai sistem aksen (prime). Jika diukur dalam sistem ini, komponen u dan v menjadi u u 2 = u,. v v 2 = v. (.2). u n v n Kita tekanakan di sini bahwa u dan u adalah vektor yang sama tetapi diukur dalam sistem koordinat yang berbeda. Simbol u tidak berarti sebuah vektor yang berbeda dari u, hanya secara sederhana merepresentasikan kumpulan dari komponen u dalam sistem aksen seperti yang terlihat pada (.2). Dengan cara yang sama v dan v adalah vektor yang sama. Kita dapat mencari komponen-komponennya jika kita mengetahui komponen e i dalam sistem aksen. Dalam (.9) u = u e + u 2 e u n e n, u hanyalah angka yang bebas terhadap sistem koordinat. Untuk mencari komponen u dalam koordinat aksen, kita hanya perlu menyatakan e i dalam sistem aksen.

30 24. NILAI EIGEN MATRIKS Misalkan e i yang diukur dalam sistem aksen s s 2 s n s 2 s 22 s 2n e =, e. 2 =,..., e n =,.. s n s n2 s nn sehingga komponen u yang diukur dalam sistem koordinat ini adalah u u n s s 2 s n s n2 s n u 2 s 2 s 22 s 2n = u. + u u. n. u s + u 2 s u n s n u s 2 + u 2 s u n s 2n =. u s n + u 2 s n2 + + u n s nn s s 2 s n u s 2 s 22 s 2 u 2 = s n s n2 s nn Persamaan ini dapat dituliskan dalam bentuk u = T u, (.2) dengan s s 2 s n s 2 s 22 s 2n T =..... s n s n2 s nn Jelas dari analisis di sini bahwa matriks transformasi antara komponen vektor untuk dua buah sistem koordinat adalah sama untuk semua vektor karena hanya bergantung pada transformasi vektor basis dalam dua kerangka acuan. Sehingga v dan v juga dihubungkan dengan transformasi matriks T yang sama v = T v. (.22) Operasi merubah u menjadi v, dinyatakan dalam sistem asalnya adalah Au = v. Jika operasi yang sama dinyatakan dalam koordinat aksen A u = v. u n s nn

31 .4. DIAGONALISASI 25 Karena u = T u dan v = T v, A T u = T v. Kalikan kedua ruas dengan invers T dari kiri T A T u = T T v = v. Karena Au = v maka A = T A T. (.23) Jika kita kalikan persamaan ini dengan T dari kiri dan T dari kanan, kita mempunyai T AT = A. Apa yang sudah kita temukan adalah sepanjang kita mengetahui hubungan antara sumbu koordinat dari dua buah kerangka acuan, kita tidak hanya bisa mentransformasikan sebuah vektor dari satu kerangka ke kerangka lainnya, tetapi kita juga dapat mentrnasformasikan matriks yang merepresentasikan sebuah operator linier dari satu kerangka acuan ke yang lain. Secara umum jika terdapat sebuah matriks non-singular T (mempunyai invers) sehingga T AT = B untuk sebarang matriks persegi A dan B dengan orde yang sama, maka A dan B dikatakan matriks similiar dan transformasi dari A ke B dikenal sebagai transformasi similaritas. Jika dua buah matriks dihubungkan dengan transformasi similaritas, maka matriks tersebut merepresentasikan transformassi linier yang sama dalam dua kerangka acuan/sistem koordinat yang berbeda. Jika sumbu koordinat persegi dalam sistem aksen dibangkitkan oleh rotasi dari sistem asalnya, maka T merupakan matriks ortogonal seperti yang dibahas pada Subbab.3. Dalam kasus tersebut T = T dan transformasi similaritasnya dapat dituliskan sebagai T AT. Jika kita bekerja pada ruang kompleks, matriks transformasinya adalah matriks uniter, dan transformasi similaritasnya adalah T AT. Dua buah transformasi ini dikenal sebagai transformasi similaritas uniter. Sebuah matriks yang dapat dibuat bentuknya menjadi matriks diagonal melalui transformasi similaritas disebut terdiagonalkan (diagonalizeable). Apakah sebuah matriks terdiagonalkan dan bagaimana mendiagonalkannya merupakan pertanyaan yang sangat penting dalam teori transformasi linier. Bukan hanya karena lebih mudah bekerja dengan matriks diagonal, tetapi juga karena merupakan struktur dasar mekanika kuantum. Dalam subbab berikut, kita akan menjawab pertanyaan ini..4.2 Diagonalisasi Matriks Persegi Vektor eigen A dapat digunakan untuk membentuk matriks S sehingga S AS menjadi sebuah matriks diagonal. Proses ini membuat permasalahan fisika menjadi jauh lebih sederhana dengan memilih variabel yang lebih baik.

32 26. NILAI EIGEN MATRIKS Jika A adalah matriks persegi berorde n, nilai eigen λ i dan vektor eigen x i memenuhi persamaan Ax i = λ i x i, (.24) untuk i =, 2,..., n. Tiap vektor eigen adalah matriks kolom dengan elemen sejumlah n x = x x 2., x 2 = x 2 x 22.,..., x n = x n x n2 x n x 2n x nn Tiap n pada (.24) memiliki bentuk a a 2 a n x i λ i x i a 2 a 22 a 2n x i2 λ i x i2 =. (.25) a n a n2 a nn x in λ i x in Secara kolektif dapat kita tuliskan a a 2 a n x x 2 x n λ x λ 2 x 2 λ n x n a 2 a 22 a 2n x 2 x 22 x n2 λ x 2 λ 2 x 22 λ n x n2 = a n a n2 a nn x n x 2n x nn λ x n λ 2 x 2n λ n x nn x x 2 x n λ x 2 x 22 x n2 λ 2 =. (.26) x n x 2n x nn λ n Untuk menyederhanakan penulisan, misalkan x x 2 x n x 2 x 22 x n2 S =, (.27).... x n x 2n x nn.. dan dan menuliskan (.26) sebagai λ λ 2 Λ =, (.28).... λ n AS = SΛ. (.29)

33 .4. DIAGONALISASI 27 Dengan mengalikan dua buah ruas dengan S dari kiri, kita memperoleh S AS = Λ. (.3) Sehingga dengan menggunakan vektor eigen dan invers dari matriks, kita bisa mentransformasikan sebuah matriks A dalam bentuk matriks diagonal yang elemennya adalah nilai eigen dari A. Transformasi (.3) dikenal sebagai diagonalisasi matriks A. ( ) 2 Contoh.4.. Jika A =, carilah S sehingga S AS adalah matriks diagonal. 2 Tunjukkan bahwa S AS adalah nilai eigen dari A. Solusi.4.. karena persamaan sekularnya adalah λ 2 = (λ + )(λ 3) =, 2 λ nilai eigennya adalah λ = dan λ 2 = 3. Vektor eigennya adalah x = ( ) x 2 =. Sehingga ( ) S =. ( ) Mudah untuk dicek bahwa S = dan 2 ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) S AS = 2 λ = = λ 2 ( ) dan Perhatikan bahwa dalam pendiagonalan matriks, S tidak harus uniter. Tetapi jika vektor eigennya ortogonal, maka kita dapat menormalisasi vektor eigen dan membentuk sebuah himpunan ortonormal. matriks dengan anggota himpunan ortonormal ini sebagai kolom merupakan matriks uniter. Proses diagonalisasi menjadi transformasi similaritas uniter yang lebih umum dan berguna. Dua buah vektor eigen pada contoh di atas ortogonal karena ( ) ( ) =. Normalisasinya menghasilkan u = 2 ( ) ( ), u 2 =. 2

34 28. NILAI EIGEN MATRIKS Matriks yang dibangun dengan dua buah vektor eigen ternormalisasi adalah ) U = (u u 2 ( ) =, 2 yang merupakan sebuah matriks ortogonal. Transformasi ŨAU = merupakan transformasi similaritas uniter. ( ) 3 Pertama kita telah mengeliminasi langkah untuk mencari invers dari U, karena U adalah matriks ortogonal, invers dari U tidak lain adalah transposnya. Lebih penting dari itu, U adalah matriks rotasi seperti yang didiskusikan pada Subbab.3. Jika kita merotasikan sumbu koordinat asal agar berimpit dengan u dan u 2, maka A adalah matriks diagonal terhadap sumbu yang dirotasikan. Sumbu koordinat dari sistem acuan, dengan matriks diagonal, disebut sebagai sumbu utama. dalam contoh ini u dan u 2 adalah vektor satuan sepanjang sumbu utama. Dari komponen u, kita dengan mudah mencari orientasi sumbu utama. sudut antara u dengan sumbu horizontal asal, sehingga u = ( ) cos θ sin θ ( ) =, 2 Misalkan θ adalah yang memberikan θ = π/4. Hal ini berarti untuk mendapatkan sumbu utama, kita harus merotasikan koordinat asal sebesar 45 searah dengan jarum jam. Untuk pengecekan yang konsisten, kita dapat menghitung θ 2, sudut antara u 2 dengan sumbu horizontal asal, sehingga u 2 = ( ) cos θ2 sin θ 2 ( ) =, 2 yang memberikan θ 2 = +π/4. Sehingga sudut antara θ dengan θ 2 adalah π/2 sebagaimana mestinya untuk dua buah vektor yang saling tegak lurus dalam ruang 2 dimensi. Karena θ 2 = π/2 + θ, cos θ 2 = sin θ dan sin θ 2 = cos θ, maka matriks uniter U dapat dituliskan ( ) ( ) ) cos θ cos θ 2 cos θ sin θ U = (u u 2 = =, sin θ sin θ 2 sin θ cos θ yang tidak lain adalah matriks seperti yang terlihat pada (.7)..4.3 Bentuk Kuadratik Bentuk kuadratik adalah sebuah pernyataan homogen berderajat dua dalam variabel n. Sebagai contoh Q(x, x 2 ) = 5x 2 4x x 2 + 2x 2 2

35 .4. DIAGONALISASI 29 adalah bentuk kuadratik dalam x dan x 2. Dengan merubah variabel, ekspresi ini dapat diubah sehingga tidak terdapat suku silang. Bentuk tanpa suku silang ini dinamakan sebagai bentuk kanonik. Bentuk kuadratik ini sangatlah penting karena banyak sekali aplikasinya dalam fisika. Langkah pertama untuk merubah dalam bentuk kanonik adalah dengan membagi suku silangnya menjadi dua bagian sama besar, (4x x 2 = 2x x 2 +2x 2 x ), sehingga Q(x, x 2 ) dapat kita tuliskan dengan matriks koefisien ) Q(x, x 2 ) = (x ( ) ( ) 5 2 x x 2, (.3) 2 2 C = ( ) merupakan matriks simetrik. Seperti akan kita lihat dalam Subbab.5 bahwa matriks simetrik selalu bisa didiagonalkan. Dalam kasus khusus ini, pertama kita akan mencari nilai eigen dan vektor eigen dari C 5 λ 2 = (λ )(λ 6) =. 2 2 λ Vektor eigen untuk λ = dan λ 2 = 6 berturut-turut adalah ( ) ( ) v =, v 2 = Sehingga matriks ortogonalnya ) U = (v v 2 = 5 ( 2 ) 2 akan mendiagonalkan matriks koefisiennya ( ) ( ) ( ) ( ) ŨCU = = Jika kita merubah variabel ( x x 2 ) = U ( u dan mengambil transposnya kedua ruas ) ( ) (x x 2 = u u 2 Ũ, kita dapat menuliskan (.3) sebagai ( ) ( ) u ) u u 2 ŨCU = (u ( ) ( ) u u 2 = u 2 + 6u 2 2, (.32) 6 yang merupakan bentuk kanonik (tidak mempunyai suku silang). Ũ. u 2 Perhatikan pula bahwa matriks transformasi T yang dinyatakan pada (.2) sama dengan u 2 ) u 2 x 2

36 3. NILAI EIGEN MATRIKS Contoh.4.2. Tunjukkan bahwa persamaan berikut 9x 2 4xy + 6y 2 2 5x 4 6y = 5 merupakan sebuah elips dengan mentransformasikannya menjadi sebuah bentuk irisan kerucut. Di manakah pusat dan berapakah panjang sumbu mayor dan minornya? Solusi.4.2. Suku kuadratik persamaan tersebut dapat kita tuliskan ( ) ( ) ( ) 9x 2 4xy + 6y x = x y. 2 6 y Nilai eigen dari matriks koefisiennya diberikan oleh 9 λ 2 = (λ 5)(λ ) =. 2 6 λ Vektor eigen ternormalisasi untuk λ = 5 dan λ 2 = berturut-turut adalah ( ) ( ) v =, v 2 = Sehingga matriks ortogonalnya ) U = (v v 2 = 5 ( 2 ) 2 akan mendiagonalkan matriks koefisiennya ( ) ( ) ( ) ( ) ŨCU = = Misalkan yang ekivalen dengan ( ) ( ) x x = U y y = 5 ( ) ( ) 2 x, 2 y x = 5 ( x 2y ), y = 5 ( 2x + y ), maka persamaannya dapat dituliskan ( ) ) x (x y ŨCU 2 5 ( x 2y ) 4 5 ( 2x + y ) = atau y 5x 2 + y 2 x = 5, x 2 + 2y 2 2x = 3.

37 .5. MATRIKS HERMITIAN DAN MATRIKS SIMETRIK 3 Dengan menggunakan (x ) 2 = x 2 2x +, persamaan terakhirnya menjadi atau (x ) 2 + 2y 2 = 4, (x ) y 2 2 =, yang merupakan bentuk standar sebuah elips. Pusat elipsnya berada pada x = / 5 dan y = 2/ 5 (berkaitan dengan x = dan y = ). Panjang sumbu mayor adalah 2 4 = 4 dan panjang sumbu minor adalah 2 2. Untuk mentransformasikan persamaannya dalam bentuk standar, kita telah merotasikan sumbu koordinat. sepanjang v 2. Karena Sumbu mayornya terletak sepanjang v dan sumbu minornya terletak v = ( ) cos θ sin θ ( ) =, 5 2 sumbu mayor elips membuat sudut θ terhadap sumbu horizontal koordinat dan θ = cos (/ 5)..5 Matriks Hermitian dan Matriks Simetrik.5. Definisi Matriks Riil Jika A = A maka a ij = a ij. Karena tiap elemen matriks riil, maka matriks ini dinamakan matriks riil. Matriks Imajiner Jika A = A, hal ini mengimplikasikan bahwa a ij = a ij. Tiap elemen matriks ini imajiner atau nol, sehingga dikatakan matriks imajiner. Matriks Hermitian Sebuah matriks persegi dikatakan hermitian jika A = A. Mudah untuk dibuktikan bahwa elemen sebuah matriks hermitian memenuhi hubungan a ij = a ji. Matriks hermitian sangat penting dalam mekanika (fisika) kuantum. Matriks Simetrik Jika semua elemen matriks riil, maka matriks hermitian hanyalah matriks simetrik. Matriks simetrik sangatlah berguna dalam fisika klasik.

38 32. NILAI EIGEN MATRIKS Matriks Antihermitian dan Matriks Antisimetrik Sebuah matriks dinamakan anti hermitian atau skew-hermitian jika A = A, (.33) yang mengimplikasikan a ij = a ji. Jika elemen semua matriks anti hermitian semuanya riil, maka matriks ini hanyalah matriks anti simetrik..5.2 Nilai Eigen Matriks Hermitian Nilai eigen sebuah matriks hermitian (matriks simetrik riil) semuanya riil. Misalkan A adalah matriks hermitian dan x adalah vektor eigen non trivial untuk nilai eigen λ yang memenuhi persamaan Ax = λx. (.34) Ambil konjugasi hermitian dari persamaan di atas x A = λ x. (.35) Perhatikan bahwa λ hanyalah sebuah bilangan (riil maupun kompleks) sehingga konjugat hermitiannya tidak lain adalah konjugat kompleksnya. Karena hanya sebuah bilangan, maka tidak menjadi masalah untuk mengalikan dari kanan ataupun kiri. Kalikan (.34) dengan x dari kiri x Ax = λx x. Kalikan (.35) dengan x dari kanan x A x = λ x x. Kurangkan persamaan ini dengan persamaan sebelumnya ( (λ λ )x x = x A A ) x, tetapi A hermitian A = A sehingga (λ λ )x x =, karena x x, maka λ = λ dan λ riil. Untuk matriks riil simetrik pembuktiannya juga identik, karena untuk matriks riil, matriks hermitian adalah matriks riil simetrik. Jika dua buah nilai eigen matriks hermitian (matriks riil simetrik) berbeda, maka vektor eigennya ortogonal.

39 .5. MATRIKS HERMITIAN DAN MATRIKS SIMETRIK 33 Misalkan Ax = λ x, Ax 2 = λ 2 x 2. Kalikan persamaan pertama dengan x 2 dari kiri x 2 Ax = λ x 2 x. Ambil konjugasi hermitian persamaan kedua dan kalikan dengan x dari kanan x 2 Ax = λ 2 x 2 x, kita telah menggunakan (Ax 2 ) = x 2 A, A = A dan λ 2 = λ 2. Dengan mengurangkan dua buah persamaan kita mempunyai (λ λ 2 )x 2 x =. Karena λ λ 2, maka x 2 x =. Maka x dan x 2 ortogonal. Pembuktian untuk matriks riil simetrik juga sama..5.3 Pendiagonalan Matriks Hermitian Sebuah matriks hermitian (atau riil simetrik) dapat didiagonalkan dengan matriks uniter (ortogonal riil). Jika nilai eigen sebuah matriks semuanya berbeda, maka matriks tersebut dapat didiagonalkan dengan menggunakan transformasi similaritas seperti yang sudah kita bicarakan sebelumnya. Di sini kita hanya perlu menunjukkan bahwa meskipun nilai eigennya berdegenerasi, sepanjang matriksnya hermitian, maka matriks tersebut bisa didiagonalkan. Kita akan membuktikan dengan membangun sebuah matriks uniter yang akan mendiagonalkan sebuah matriks uniter berdegenerasi. Misalkan λ merupakan nilai eigen berulang dari matriks hermitian H orde n n, kemudian misalkan x adalah vektor eigen untuk nilai eigen λ. Kita dapat mengambil vektor bebas linier n sebarang dengan kondisi hanya yang pertama x dan dengan proses Gram-Schmidt membentuk sebuah himpunan ortonormal untuk vektor sejumlah n yaitu x, x 2,..., x n, masing-masing memiliki elemen sebanyak n. Misalkan U adalah matriks dengan x i sebagai kolom ke i x x 2 x n x 2 x 22 x n2 U =,.... x n x 2n x nn

40 34. NILAI EIGEN MATRIKS seperti yang sudah kita tunjukkan bahwa hal ini mebuat U sebuah matriks uniter. Transformasi uniter U HU memiliki nilai eigen yang sama persis dengan H, karena matriks tersebut memiliki polinomial karakteristik yang sama U HU λi = U HU λu U = U (H λi)u = U (H λi) U = (H λi). Selanjutnya karena H hermitian U HU juga hermitian karena ( U ) ( ) HU = (HU ) U = U H U = U HU. Sekarang x x 2 x n x x 2 x n U HU x 2 x 22 x 2n x 2 x 22 x n2 = H x n x n2 x nn x n x 2n x nn x x 2 x n λ x h 2 h n x 2 x 22 x 2n λ x 2 h 22 h n2 =, x n x n2 x nn λ x n h 2n h nn dengan kenyatan bahwa x adalah vektor eigen dari H untuk nilai eigen λ H x x 2. = λ x x 2 x n x n., dan menuliskan x i h i x in h in x i2 h i2 H =,..

41 .5. MATRIKS HERMITIAN DAN MATRIKS SIMETRIK 35 untuk i. Selanjutnya x x 2 x n λ x h 2 h n U HU x 2 x 22 x 2n λ x 2 h 22 h n2 = x n x n2 x nn λ x n h 2n h nn λ α 22 α 32 α n2 = α 2n α 3n α nn Kolom pertama ditentukan oleh kondisi ortonormal ( ) x i x i2 x in x x 2. x n, jika i =, =, jika i. Baris pertama haruslah transpos dari kolom pertama karena U HU adalah matriks hermitian (atau riil simetrik) dan λ riil dan kompleks konjugat dari nol adalah dirinya sendiri. Fakta krusial dari proses ini adalah elemen ke n terakhir dari baris pertama adalah semuanya nol. Hal ini yang membedakan matriks hermitian (atau riil simetrik) dengan matriks persegi lainnya. Jika λ nilai eigen H berdegenerasi 2, maka dalam polinomial karakteristik p(λ) = H λi terdapat faktor (λ λ) 2. Karena p(λ) = H λi = U HU λi λ λ α 22 λ α 32 α n2 = α 23 α 33 λ α n α 2n α 3n α nn λ α 22 λ α 32 α n2 α 23 α 33 λ α n3 = (λ λ),.... α 2n α 3n α nn λ

42 36. NILAI EIGEN MATRIKS suku α 22 λ α 32 α n2 α 23 α 33 λ α n3.... α 2n α 3n α nn λ harus memiliki faktor (λ λ). Dengan kata lain jika kita mendefinisikan H sebagai submatriks (n ) (n ) α 22 α 32 α n2 α 23 α 33 α n3 = H,.... α 2n α 3n α nn maka λ haruslah merupakan nilai eigen dari H. Sehingga kita bisa mengulangi proses ini dan membentuk himpunan ortonormal dari sejumlah n vektor kolom dengan yang pertama adalah vektor eigen H untuk nilai eigen λ. Misalkan himpunan ortonormal ini y 22 y 2n y 32 y 23 y 33 y =, y. 2 =,..., y. n = dan U 2 adalah matriks uniter lain yang didefinisikan y 22 y 32 y n2 U 2 = y 23 y 33 y n y 2n y 3n y nn transformasi uniter U 2 U 2 y 3n ( ) U HU U 2 dapat dituliskan sebagai y n2 y n3. y nn, λ ( ) y22 y23 y2n α 22 α 32 α n2 U HU U 2 = y32 y33 y3n α 23 α 33 α n yn2 yn3 ynn α 2n α 3n α nn λ y 22 y 32 y n2 λ = y 23 y 33 y n3 β 33 β n y 2n y 3n y nn β 3n β nn

43 .5. MATRIKS HERMITIAN DAN MATRIKS SIMETRIK 37 Jika λ berdegenerasi sebanyak m buah, kita dapat mengulang proses ini m kali. Sisanya dapat didiagonalkan dengan vektor eigen untuk nilai eigen yang berbeda. Setelah matriks n n ditransformasikan n kali, matriksnya menjadi diagonal. Marilah kita definisikan U = U U 2 U n, maka U adalah matriks uniter karena semua U i uniter. Dari sini, matriks hermitian H didiagonalkan dengan transformasi uinter U HU dan teormanya telah dibuktikan. Konstruksi ini membawa kita kepada akibat wajar yang sangat penting Setiap matriks hermitian (atau riil simetrik) n n memiliki sejumlah n vektor eigen ortogonal tanpa memandang jumlah degenerasi nilai eigen. Hal ini karena U HU = Λ dengan elemen matriks diagonal Λ adalah nilai eigen dari H. Karena U = U, maka dari persamaan U(U HU) = UΛ yaitu HU = UΛ, yang menunjukkan bahwa tiap kolom dari U adalah vektor eigen ternormalisasi dari H. Contoh berikut mengilustrasikan bagaimana prosedur ini bekerja. Contoh.5.. Carilah matriks uniter yang mendiagonalkan matriks hermitian 2 i H = i 2 i i 2 Solusi.5.. Nilai eigen H adalah akar dari polinomial karakteristik 2 λ i p(λ) = i 2 λ i = λ3 + 6λ 2 9λ = λ(λ 3) 2 =. i 2 λ Maka nilai eigennya adalah λ = 3, λ 2 = 3, λ 3 =. Jelas terlihat di sini λ = λ = λ 2 = 3 yaitu berdegenerasi 2. Misalkan satu vektor eigen untuk λ adalah E = x x 2 x 3, sehingga 2 λ i i 2 λ i i 2 λ x x 2 x 3 i = i i i x x 2 x 3 =.

44 38. NILAI EIGEN MATRIKS Tiga buah persamaan x + ix 2 + x 3 =, ix x 2 + ix 3 =, x ix 2 x 3 = adalah identik satu sama lain. Sebagai contoh jika kita mengalikan persamaan kedua dengan i kita akan mendapatkan persamaan ketiga (persamaan kedua didapatkan dari persamaan pertama dikalikan i). Persamaan x ix 2 x 3 = (.36) memiliki solusi yang tak hingga. Pilihan sederhana adalah x 2 = sehingga x = x 3. Maka E = merupakan sebuah vektor eigen. Tentu E =, E 2 =, E 3 = bebas linier. Sekarang marilah kita gunakan proses Gram-Schmidt untuk mendapatkan himpunan ortonormal x, x 2, x 3 x = E 2 E = 2, E 2 sudah ternormalisasi dan tegak lurus dengan E dan tentunya x x 2 = E 2 =,

45 .5. MATRIKS HERMITIAN DAN MATRIKS SIMETRIK 39 kemudian x 3 dapat dihitung yaitu x 3 = E 3 (E 3, x )x (E 3, x 2 )x 2 = ( ) ( ) = 2 = 2, x 3 = x 3 2 x 3 = 2. Membentuk sebuah matriks uniter dengan x, x 2, x ) 2 2 U = (x x 2 x 3 = Transformasi similaritas uniter H oleh U adalah U i 2 2 HU = i 2 i 2 2 i = 2 2i. 2i Karena H dan U HU memiliki himpunan nilai eigen yang sama, maka λ = 3 dan λ = haruslah merupakan nilai eigen dari submatriks ( ) 2 2i H =. 2i Hal ini juga bisa ditunjukkan secara langsung. Dua buah vektor eigen H berkaitan dengan λ = 3 dan λ = dapat dicari berturut-turut adalah 6 3 y = 3 i, y 3 2 = 3 i

46 4. NILAI EIGEN MATRIKS Sehingga dan 6 3 U 2 = 3 i 3 i i U = U U 2 = i 3 i i = i 3 i Dapat dengan mudah dihitung bahwa 2 U i 2 HU = i i 2 i i 3 3 i 2 3 = i 3 3 i yang juga merupakan matriks diagonal dan elemen diagonalnya adalah nilai eigen. Selanjutnya tiga buah kolom dari U adalah tiga buah vektor eigen H yang saling ortogonal. 2 i Hu = λ u : i 2 i = 3 2, i i Hu 2 = λ 2 u 2 : i 2 i 6 3 i = i, i i Hu 3 = λ 3 u 3 : i 2 i 3 3 i = i. i Kita telah mengikuti langkah pembuktian untuk mengilustrasikan prosedur. Ketika sudah mapan, kita dapat menggunakan teorema dan proses mencari vektor eigen dapat lebih disederhanakan.

47 .5. MATRIKS HERMITIAN DAN MATRIKS SIMETRIK 4 Dalam contoh ini kita dapat mencari vektor eigen untuk nilai eigen tak berdegenerasi dengan cara biasa. (x, x 2, x 3 ) harus memenuhi Untuk nilai eigen berdegenerasi λ = 3, komponen vektor eigennya x ix 2 x 3 =, seperti ditunjukkan pada (.36). Persamaan ini dapat dituliskan sebagai x 2 = i(x 3 x ), sehingga secara umum x u = i(x 3 x ), dengan x dan x 3 sebarang. Terlihat banwa pemilihan x = x 3, u adalah vektor veigen ternormalisasi x 3 2 u = 2, vektor eigen yang lain harus memenuhi persamaan yang sama dan ortogonal terhadap u. Sehingga x ( ) i(x 3 x ) =, yang memberikan x + x 3 = atau x 3 = x. Dengan normalisasi vektor 2x, kita x mendapatkan vektor eigen lain untuk λ = 3 x 3 6 u 2 = 6 2i. x.5.4 Diagonalisasi Simultan Jika A dan B adalah dua buah matriks hermitian dengan orde yang sama, sebuah pertanyaan penting muncul dari sini. Apakah matriks ini bisa didiagonalkan secara simultan dengan sebuah matriks S? Atau dengan kata lain, apakah terdapat sebuah basis sehingga keduanya diagonal? Jawabannya adalah iya, jika matriks tersebut komut. Pertama kita akan menunjukkan bahwa keduanya bisa didiagonalkan simultan dan kemudian menunjukkan bahwa keduanya komut. Yaitu, jika D = S AS dan D 2 = S BS, dengan D dan D 2 adalah matriks diagonal, sehingga AB = BA.

48 42. NILAI EIGEN MATRIKS Hal ini berasal dari D D 2 = S ASS BS = S ABS, D 2 D = S BSS AS = S BAS. Karena matriks diagonal dengan orde sama selalu komut (D D 2 = D 2 D ), kita mempunyai S ABS = S BAS. Dengan mengalikan S dari kiri dan S dari kanan, kita mempunyai AB = BA. Sekarang kita akan membuktikan bahwa kebalikannya juga benar. Dalam artian jika keduanya komut, maka keduanya dapat didiagonalkan simultan. Pertama, misalkan A dan B adalah matriks 2 2. Karena matriks hermitian selalu bisa didiagonalkan, misalkan S adalah matriks uniter yang mendiagonalkan A ( ) S λ AS =, λ 2 dengan λ dan λ 2 adalah nilai eigen dari A. Misalkan ( ) S b b 2 BS =. b 2 b 22 Sekarang ( ) ( ) ( ) S ABS = S ASS λ b b 2 b λ b 2 λ BS = =, λ 2 b 2 b 22 b 2 λ 2 b 22 λ 2 ( ) ( ) ( ) S BAS = S BSS b b 2 λ b λ b 2 λ 2 AS = =. b 2 b 22 λ 2 b 2 λ b 22 λ 2 Karena AB = BA maka S ABS = S BAS ( ) ( ) b λ b 2 λ b λ b 2 λ 2 =. b 2 λ 2 b 22 λ 2 b 2 λ b 22 λ 2 Dari sini kita mendapatkan b 2 λ 2 = b 2 λ, dan b 2 λ = b 2 λ 2. Jika λ λ 2, maka b 2 = b 2 =. Dengan kata lain ( ) S b BS =. b 22 Dengan kata lain A dan B terdiagonalkan secara simultan. Jika λ = λ 2 = λ, kita tidak dapat menarik kesimpulan S BS diagonal. Dalam kasus ini ( ) λ S AS =. λ

49 .5. MATRIKS HERMITIAN DAN MATRIKS SIMETRIK 43 Selanjutnya karena B hermitian, maka transformasi similaritas S BS juga hermitian, sehingga S BS bisa didiagonalkan. Misalkan T adalah matriks uniter yang mendiagonalkan S BS ( ) λ T (S BS)T =. λ 2 Di lain pihak ( ) ( ) ( ) λ λ λ T (S AS)T = T T = T T =. λ λ λ Sehingga perkalian matriks U = ST mendiagonalkan A dan B. Sehingga tanpa atau dengan degenerasi, sepanjang A dann B komut, maka keduanya dapat didiagonalkan simultan. Meskipun kita hanya menggunakan matriks 2 2, bukti yang sama dapt dengan mudah digunakan untuk matriks dengan orde lebih tinggi. Contoh.5.2. Misalkan ( ) ( ) A =, B = Apakah A dan B dapat didiagonalkan secara simultan? Jika bisa, carilah matriks uniter U yang bisa mendiagonalkannya! Solusi.5.2. ( ) ( ) ( ) AB = =, ( ) ( ) ( ) BA = = Maka [A, B] =, sehingga keduanya dapat didiagonalkan simultan 2 λ = (λ )(λ 3) =. 2 λ Vektor eigen ternormalisasinya untuk λ = dan λ = 3 berturut-turut ( ) ( ) x =, x 2 =. 2 2 Sehingga ( ) ( ) S =, S =. 2 2

50 44. NILAI EIGEN MATRIKS S AS = 2 ( S BS = 2 ( ) ( ) 2 2 ) ( ) ( 2 ( 2 ) ( ) = 3 ) ( ) =. 5 Sehingga keduanya terdiagonalkan simultan. Hal ini juga menunjukkan bahwa dan 5 merupakan nilai eigen dari matriks B. Hal ini dapat dengan mudah diverifikasi karena 3 λ 2 = (λ )(λ 5) =. 2 3 λ Jika kita mendiagonalkan B terlebih dahulu, kita akan mendapatkan hasil yang benar-benar sama..6 Matriks Normal Sebuah matriks persegi dikatakan sebagai matriks normal jika dan hanya jika matriks tersebut komut dengan konjugat hermitiannya. Maka A sebuah matriks normal jika dan hanya jika AA = A A. (.37) Dapat dengan mudah ditunjukkan bahwa semua matriks hermitian (atau riil simetrik), anti hermitian (atau riil anti simetrik) dan uniter (atau riil ortogonal) merupakan matriks normal. Hal yang harus kita lakukan adalah mengganti matriks ini dalam (.37). Dengan sifat dari definisi, jelas bahwa dua buah sisi persamaan tersebut sama. Sejauh ini kita telah menunjukkan bahwa matriks hermitian dapat didiagonalkan dengan menggunakan transformasi similaritas uniter. Apa yang akan kita lihat adalah generalisasi dari teorema ini yaitu setiap matriks normal dapat didiagonalkan. Pertama jika diberikan matriks persegi A, semua elemennya diketahui, sehingga kita dapat mengambil konjugat hermitiannya A. Kemudian misalkan B = ( A + A ), 2 C = ( A A ). 2i Sehingga A = B + ic, (.38) karena ( A ) = A dan (A + B) = A + B ( A + A ) ( = 2 B = 2 C = ( 2i A A ) = 2i ) A + A = B, ( ) A A = C.

51 .6. MATRIKS NORMAL 45 Sehingga B dan C semuanya hermitian. Dengan kata lain semua matriks simetrik dapat didekomposisi menjadi dua buah matriks hermitian seperti pada (.38). Selanjutnya BC = (A 2 AA + A A A 2) 4i CB = ( A 2 A A + AA A 2). 4i Jelas bahwa jika A A = AA, maka BC = CB. Dengan kata lain jika A matriks normal maka B dan C komut. Kita telah menunjukkan dalam Subbab.3 bahwa jika B dan C komut maka keduanya bisa didiagonalkan simultan. sehingga S BS dan S CS semuanya diagonal. Karena sehingga S AS haruslah diagonal. Dalam artian, kita dapat mencari sebuah matriks uniter S S AS = S BS + is CS, Sebaliknya, jika S AS = D diagonal, maka ( S AS ) = S A S = D = D, karena S matriks uniter dan D matriks diagonal. Maka: S AA S = ( S AS ) ( ) S A S = DD, ( (S S A AS = S A S) AS ) = D D. Karena DD = D D, maka kita menyimpulkan Sebuah matriks dapat didiagonalkan dengan transformasi similaritas uinter jika dan hanya jika matriks tersebut matriks normal. Sehingga baik matriks hermitian maupun matriks uniter keduanya dapat didiagonalkan dengan transformasi similaritas uniter. Nilai eigen dari matriks hermitian selalu riil. Hal ini mengapa dalam mekanika kuantum kuantitas fisis yang teramati berkaitan dengan nilai eigen operator hermitian, karena hasil pengukuran pastilah merupakan bilangan riil. Tetapi vektor eigen dari matriks hermitian bisa kompleks, sehingga matriks uniter yang mendiagonalkan matriks hermitian, secara umum, juga kompleks. Sebuah matriks riil simetrik juga merupakan matriks hermitian, sehingga nilai eigennya haruslah juga riil. Karena matriks dan nilai eigen semuanya riil, maka vektor eigennya juga bisa diambil riil. Sehingga matriks pendiagonalnya juga merupakan matriks riil ortogonal. Matriks uniter, termasuk matriks riil ortogonal, dapat didiagonalkan dengan trnansformasi similaritas uniter. Tetapi secara umum, nilai eigen dan vektor eigen matriks uniter adalah kompleks. Maka matriks pendiagonalnya bukan merupakan matriks riil ortogonal, melainkan matriks uniter kompleks. Sebagai contoh, matriks rotasi adalah matriks riil ortogonal, tetapi hanya bisa didiagonalkan dengan matriks uniter kompleks.

52 46. NILAI EIGEN MATRIKS.7 Fungsi sebuah Matriks.7. Fungsi Polinomial sebuah Matriks Matriks persegi sebarang A dapat dikalikan dengan dirinya sendiri. Hukum asosiatif dari perkalian matriks menjamin perkalian A dengan dirinya sendiri sebanyak n kali, yang dinyatakan dengan A n, merupakan operasi tak ambigu. Maka A m A n = A m+n. Selanjutnya kita telah mendefinisikan invers sebuah matriks non singular A sehingga AA = A A = I. Sehingga secara alami kita bisa mendefinisikan A = A = AA = I, dan A n = ( A ) n. Dengan definisi ini, kita bisa mendefinisikan fungsi polinomial dari matriks persegi melalui cara yang persis sama dengan polinomial skalar. ( ) Sebagai contoh, jika f(x) = x 2 +5x+4 dan A =, kita mendefinsikan f(a) sebagai 2 3 f(a) = A 2 + 5A + 4. Karena ( ) ( ) ( ) 3 4 A 2 = =, ( ) ( ) ( ) ( ) f(a) = = Menarik untuk memperhatikan bahwa f(a) dapat dihitung dengan menggunakan suku yang difaktorkan dari f(x). Sebagai contoh f(x) = x 2 + 5x + 4 = (x + )(x + 4), sehingga f(a) = (A + I)(A + 4I) [( ) ( )] [( ) ( )] = ( ) ( ) ( ) = = Contoh.7.. Carilah f(a) jika ( ) A = 2 3 dan f(x) = x x 2.

53 .7. FUNGSI SEBUAH MATRIKS 47 Solusi.7.. f(a) = A A 2 = A ( A 2 ) = ( ) ( ) ( ) 2 4 = Perhatikan bahwa f(a) juga bisa dihitung dengan pecahan parsial. Karena f(x) = x x 2 = 2 x + 2 x +, f(a) = 2 (A I) + (A + I) 2 ( ) ( ) ( ) = + 2 = Evaluasi Fungsi Matriks dengan Pendiagonalan Ketika terdapat matriks persegi A mirip dengan matriks diagonal, penghitungan f(a) dapat lebih disederhanakan. Jika A terdiagonalkan maka S AS = D, dengan D adalah matriks diagonal. Maka: D 2 = S ASS AS = S A 2 S, D k = S A k SS AS = S A k S. Maka A k = SD k S A n + A m = SD n S + SD m S = S (D n + D m ) S. Jika f(a) merupakan sebuah polinomial, maka: f(a) = Sf(D)S. A Selanjutnya karena D adalah matriks diagonal, maka elemennya adalah nilai eigen dari λ k D k λ k 2 =,.... λ k n f(λ ) f(λ 2 ) f(d) =..... f(λ n )

54 48. NILAI EIGEN MATRIKS Sehingga f(λ ) f(λ 2 ) f(a) = S S..... f(λ n ) Contoh.7.2. Carilah f(a) jika ( ) 2 dan f(x) = x 4 4x 3 + 6x 2 x 3. 3 Solusi.7.2. Pertama, kita cari nilai eigen dari A, λ 2 = (λ )(λ 2) =. 3 λ Vektor eigen untuk λ = dan λ 2 = 2 berturut-turut adalah ( ) ( ) 2 u =, u 2 =. Sehingga dan Maka Karena ( ) ( ) 2 S =, S =, 2 ( ) D = S AS =. 2 f(a) = Sf(D)S = S ( f() f(2) ) S. f() =, f(2) = 3, ( ) ( ) ( ) ( ) f(a) = Sf(D)S = = Contoh.7.3. Carilah matriks A sehingga ( ) 4 3 A 2 4A + 4I =. 5 6 Solusi.7.3. Pertama, marilah kita diagonalkan ruas kanan ( ) 4 λ 3 = (λ )(λ 9) =. 5 6 λ

55 .7. FUNGSI SEBUAH MATRIKS 49 Vektor eigen untuk λ = dan λ 2 = 9 berturut-turut adalah ( ) ( ) 3 u =, u 2 =. 5 Sehingga dan Sehingga ( ) ( ) 3 S =, S = 5 3, 5 8 ( ) 4 3 D = S S = 5 6 ( ). 9 ( ) ( ) 4 3 S (A 2 4A + 4I)S = S S = Ruas kiri persamaan juga harus diagonal, karena ruas kanan berupa matriks diagonal. Karena kita telah menunjukkan sepanjang S AS diagonal, maka S A k S akan diagonal. Kita dapat mengasumsikan ( ) S x AS =. x 2 Dari sini kita bisa memperoleh ( ) ( ) x S (A 2 2 4A + 4I)S = 4x + 4 x 2 2 4x =, yang memberikan x 2 4x + 4 = x 2 2 4x = 9. Dari persamaan pertama kita mempunyai x =, 3, dan dari persamaan ( kedua ) kita memperoleh x 2 = 5,. Sehingga terdapat empat buah kombinasi untuk yaitu x x 2 ( ) ( ) ( ) ( ) 3 3 Λ =, Λ 2 =, Λ 3 =, Λ 4 =. 5 5 Sehingga persamaan asalnya memiliki empat buah solusi ( ) ( ) ( ) ( ) 3 A = SΛ S 5 3 = = 5 3, dan dengan cara yang sama ( ) ( ) ( ) A 2 = 3, A 3 = 5 3, A 4 =

56 5. NILAI EIGEN MATRIKS Untuk tiap fungsi skalar yang dapat dinyatakan dalam deret tak hingga, sebuah fungsi matriks yang berhubungan dapat didefinisikan. Sebagai contoh, dengan e x = + x + 2 x2 + 3! x3 +, dan e A = I + A + 2 A2 + 3! A3 +. Jika A terdiagonalkan, maka dengan S AS = D, A n = SD n S, ( e A = S I + D + 2 D2 + ) 3! D3 + S, λ λ 2 D =..... λ n Sehingga kita bisa memperoleh + λ + 2 λ2 e A + λ = S λ λ n + 2 λ2 n + e λ e λ 2 = S..... e λn S Contoh.7.4. Hitunglah e A, jika ( ) 5 A = 5 Solusi.7.4. Karena A simetrik maka terdiagonalkan. λ 5 5 λ = λ2 2λ 24 =, yang memberikan λ = 6, 4. Vektor eigennya adalah ( ) ( ) u =, u 2 =.

57 .7. FUNGSI SEBUAH MATRIKS 5 Maka Sehingga S = ( ) ( ) S =. 2 ( ) ( ) ( ) ( ) e e A 6 = S S = e 6 e 4 2 e 4 (( = e 6 + e 4) ( e 6 e 4) ) ( 2 e 6 e 4) ( e 6 + e 4)..7.3 Teorema Cayley-Hamilton Teorem Cayley-Hamilton yang terkenal menyatakan bahwa setiap matriks persegi memenuhi persamaan karakteristiknya sendiri. Hal ini berarti, jika P (λ) adalah polinomial karakteristik dari matriks A orde ke n, maka P (λ) = A λi = c n λ n + c n λ n + + c, sehingga P (A) = c n A n + c n A n + + c I =. Untuk membuktikan teorema ini, misalkan x i adalah vektor eigen untuk λ i. Sehingga Sekarang P (λ i ) =, Ax i = λ i x i. P (A)x i = ( c n A n + c n A n + + c I ) x i = ( c n λ n i + c n λ n i = P (λ i )x i = x i. + + c ) xi Karena ini berlaku untuk semua vektor eigen dari A, P (A) haruslah matriks nol. Sebagai contoh, jika ( ) 2 A = 2 λ 2 P (λ) = 2 λ = λ2 2λ 3. ( ) ( ) ( ) ( ) P (A) = ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) = = =

58 52. NILAI EIGEN MATRIKS Invers dengan Teorema Cayley-Hamilton Teorema Cayley-Hamilton dapat digunakan untuk mencari invers dari matriks persegi. Kita mulai dari persamaan karakteristik dari A P (λ) = A λi = c n λ n + c n λ n + + c λ + c, kita memiliki P (A) = c n A n + c n A n + + c A + c I =. Mengalikan persamaan dari kiri dengan A, kita peroleh A P (A) = c n A n + c n A n c I + c A =. Sehingga A = c ( cn A n + c n A n c I ). Contoh Carilah A dengan teorema Cayley-Hamilton jika Solusi λ 7 5 P (λ) = 4 λ = 6 λ + 6λ2 λ 3, λ kemudian P (A) = 6I A + 6A 2 A 3, A P (A) = 6A I + 6A A 2 =, A = ( A 2 6A + I ), 6 A = = =

59 .7. FUNGSI SEBUAH MATRIKS 53 Dapat dengan mudah diverifikasi bahwa A A = = Matriks dengan Pangkat yang Tinggi Salah satu aplikasi penting dari teorema Cayley-Hamilton adalah dalam representasi matriks dengan pangkat yang derajatnya tinggi. Dari persamaan P (A) =, kita mempunyai Kalikan dengan A A n = c n ( cn A n + c n 2 A n c A + c I ). (.39) A n+ = c n ( cn A n + c n 2 A n + + c A 2 + c A ), (.4) dan menggantikan A n dari (.39) ke (.4), kita mempunyai ( c A n+ 2 = n c 2 n c ) ( n 2 A n cn c + + c n c 2 c ) n c n + c n c c 2 I. (.4) n Jelas bahwa proses ini dapat dilanjutkan. Sehingga sebarang pangkat bilangan bulat dari sebuah matriks berorde n dapat direduksi menjadi polinomial dari matriks, dengan derajat pangkat paling tinggi adalah n. Sehingga kita bisa mendapatkan pangkat yang tinggi dari A. Contoh Carilah A, jika ( ) 3 A = 3 Solusi Karena λ 3 3 λ = λ2 2λ 8 = (λ 4)(λ + 2) =, nilai eigen dari A adalah λ = 4 dan λ 2 = 2. Nilai eigen dari A haruslah λ dan λ 2, yaitu A x = λ x, A x 2 = λ 2 x 2. Di lain pihak, dari teorema Cayley-Hamilton, kita tahu bahwa A dapat dinyatakan sebagai kombinasi linier dari A dan I karena A adalah matriks dengan orde 2 (n = 2). A = αa + βi,

60 54. NILAI EIGEN MATRIKS dan A x = (αa + βi)x = (αλ + β)x, A x 2 = (αa + βi)x 2 = (αλ 2 + β)x 2. Sehingga λ = αλ + β, λ 2 = αλ 2 + β. Dari sini α = β = ( λ λ ) ( 2 = 4 2 ) λ λ 2 6 ( λ λ 2 λ 2 λ ) ( = ). λ λ 2 3 Maka A = 6 ( 4 2 ) A + 3 ( ) I. Latihan. Carilah nilai eigen dan vektor eigen dari matriks ( ) ( ) ( ) 2 Jawab: λ = 4, x =, λ 2 =, x 2 = Carilah nilai eigen dan vektor eigen dari matriks ( ) 6 2i + 3i i 4 + 3i ( ) ( ) 2i i Jawab: λ = 2, x =, λ 2 = i, x 2 = Carilah nilai eigen dan vektor eigen dari matriks Jawab: λ =, x = 2, λ 2 =, x 2 =, λ 3 = 2, x 3 =. 2 2

61 .7. FUNGSI SEBUAH MATRIKS Jika U U = I, tunjukkan bahwa (a). kolom dari U membentuk himpunan ortonormal; (b) UU = I baris dari U membentuk himpunan ortonormal. 5. Tunjukkan bahwa nilai eigen matriks anti hermitian adalah nol dan imajiner. 6. Carilah nilai eigen dan vektor eigen dari matriks ( ) 7 6i, 5 6i 2 dan tunjukkan bahwa ( vektor ) eigennya saling ( ortogonal. ) 2i Jawab: λ = 2, x =, λ 2 =, x 2 =. 2i 7. Bentuklah sebuah matriks uniter U dengan dua buah vektor eigen ternormalisasi dari soal sebelumnya dan tunjukkan bahwa ( ) 2i Jawab: 5. 2i U U = I 8. Carilah nilai eigen dan vektor eigen dari matriks simetrik berikut ( ) A = Buatlah matriks ortogonal U dengan dua buah vektor eigen ternormalisasi dan tunjukkan bahwa ŨAU = Λ, dengan Λ sebuah ( matriks ) diagonal ( yang ) elemennya adalah nilai eigen dari A Jawab: U = 5, Λ = Diagonalkan matriks hermitian berikut A = dengan transformasi similaritas uniter ( ) + i i 2 U AU = Λ. Carilah matriks uniter U dan matriks diagonal Λ. Jawab: U = ( ) +i +i 3 6, Λ =

62 56. NILAI EIGEN MATRIKS. Diagonalkan matriks simetrik berikut A = dengan transformasi similaritas U AU = Λ. Carilah matriks uniter U dan matriks diagonal Λ Jawab: U = 2 3 6, Λ = Diagonalkan matriks simetrik berikut A = dengan transformasi similaritas ŨAU = Λ. Carilah matriks uniter U dan matriks diagonal Λ Jawab: U = , Λ = Jika A adalah matriks simetrik (Ã A = S AS, tunjukkan bahwa A juga matriks simetrik. = A), S adalah sebuah matriks ortogonal dan 3. Jika u dan v adalah matriks kolom dalam ruang dua dimensi yang dihubungkan dengan persamaan v = Cu, dengan ( ) cos θ sin θ C =, sin θ cos θ carilah C dengan metode berikut (a) Aturan Cramer. (b) Tunjukkan C ortogonal, sehingga C = C. (c) Persamaan v = Cu berarti merotasikan u menjadi v. Karena u = C v, C harus merotasikan kembali v menjadi u. Sehingga C haruslah merupakan matriks rotasi dengan arah berlawanan dengan C.

63 .7. FUNGSI SEBUAH MATRIKS Carilah nilai eigen dan vektor eigen dari matriks rotasi dua dimensi ( ) cos θ sin θ C =. sin θ cos θ Carilah matriks uniter U sehingga ( ) U λ CU = λ 2 ( ) ( ) ( ) Jawab: λ = e iθ, x =, λ 2 = e iθ, x 2 =, U = i i 2 i i 5. Tunjukkan bahwa dalam bentuk kanonik, ekspresi kuadratik Q(x, x 2 ) = 7x x x 2 7x 2 2 adalah Q (x, x 2) = 25x 2 25x 2 2, dengan Carilah matriks ortogonal S. Jawab: ( x x 2 ) ( ) x = S. x 2 ( ) S = ( ) 2 6. Jika A =, dan f(x) = x 3 + 3x 2 3x, carilah f(a). 3 ( ) 3 26 Jawab ( ) 7. Jika A =, carilah A n dan lim n A n. 2 4 ( ( ) Jawab: A n = ( ) n ( ) n ), lim n A n = ( ) Carilah X, jika X 3 =. 7 5 ( ) 2 Jawab: X = Selesaikan persamaan ( ) 4 M 2 5M + 3I = 2 5

64 58. NILAI EIGEN MATRIKS ( ) ( ) ( ) ( ) Jawab: M =, M 2 =, M 3 =, M 4 = Menurut teorema Cayley-Hamilton, tiap matriks persegi memenuhi persamaan karakteristiknya sendiri. Buktikan untuk matriks berikut ( ) ( ) (a), (b) Carilah A dengan teorema Cayley-Hamilton jika 2 A = Jawab: A = 3 2

65 2 Transformasi Vektor dan Tensor Cartesian Hukum-hukum fisika secara universal paling baik jika dideskripsikan dengan kuantitas matematik yang bebas kerangka acuan. Tetapi persoalan fisika yang dinyatakan dalam hukumhukum ini hanya bisa diselesaikan dengan, dalam kebanyakan kasus, hanya jika kuantitas relevannya diuraikan/dipisahkan dalam suatu sistem koordinat. Sebagai contoh, jika kita perhatikan sebuah balok yang bergerak dalam bidang miring, gerakan balok tersebut jelas dapat dinyatakan dalam hukum dinamika Newton II F = ma, tanpa koordinat yang muncul. Tetapi untuk mendapatkan nilai yang benar dari kecepatan, percepatan dan lain sebagainya dari balok, kita harus memilih suatu sistem koordinat. Kita akan mendapatkan jawaban yang benar tidak peduli bagaimana orientasi sumbu yang kita pilih, meskipun ada beberapa pilihan yang lebih sesuai. Kita bisa saja memilih sumbu x sepanjang bidang datar atau bidang miring. Jelaslah komponen x dan y dari F dan a dalam dua koordinat ini berbeda nilainya, tetapi kombinasi keduanya memberikan hasil yang sama. Dengan kata lain, jika sistem koordinat kita rotasikan, komponen sebuah vektor tentu akan berubah. Tetapi perubahannya sedemikian rupa sehingga persamaan vektornya tetap valid. Untuk alasan ini, medan vektor paling baik didefinisikan dalam suku perilaku komponen di bawah rotasi sumbu. Ketika sistem koordinat dirotasikan, transformasi komponen vektor posisi r dapat dinyatakan dalam suku matriks rotasi. Kita akan menggunakan matriks rotasi untuk mendefinisikan semua vektor yang lain. Sifat-sifat matriks rotasi ini akan digunakan untuk analisis beberapa cara untuk mengkombinasikan komponen dua buah vektor atau lebih. Pendekatan pada analisis vektor ini dapat dengan mudah digeneralisasi untuk vektor berdimensi lebih dari tiga. Hal ini juga secara alami membawa kita pada analisis tensor. Beberapa kuantitas fisika tidak berupa skalar maupun vektor. Sebagai contoh, rapat arus listrik J yang bergerak pada sebuah material dihubungkan secara linier dengan medan listrik E yang menyebabkannya. Jika materialnya isotropik, tiga buah komponen J dan E

66 6 2. TRANSFORMASI VEKTOR DAN TENSOR CARTESIAN dihubungkan dengan konstanta yang sama dalam hukum Ohm J i = σe i, dengan σ dikenal sebagai konduktivitas. Tetapi, jika materialnya anisotropik (nonisotropik), arah arus berbeda dengan arah medan. Dalam kasus ini hukum Ohm berbentuk 3 J i = σ ij E j, j= dengan σ ij tensor konduktivitas. Ini merupakan tensor rank dua karena memiliki dua buah subscript i dan j, yang masing-masing bergerak dari ke 3. Sehingga semuanya terdiri dari 9 komponen. Sifat-sifat untuk mendefinisikan sebuah tensor adalah, ketika kita merotasikan sumbu koordinat, komponen-komponennya harus berubah menurut aturan transformasi tertentu, analog dengan transformasi vektor. Sebenarnya, sebuah vektor dengan satu subscript pada komponennya, merupakan tensor rank satu. Sebuah tensor dengan rank n memiliki n subscript. Dalam bab ini, kita akan mempelajari tensor dalam koordinat Cartesian, sehingga dinamakan tensor Cartesian. 2. Sifat-sifat Transformasi Vektor 2.. Transformasi Vektor Posisi Kerangka koordinat yang kita gunakan untuk mendeskripsikan posisi dalam ruang jelaslah sebarang, tetapi terdapat aturan transformasi spesifik untuk merubah vektor dari satu kerangka ke kerangka lain. Anggap sistem koordinat persegi kita rotasikan berlawanan arah jarum jam pada sumbu z sebesar sudut θ. Titik P berada pada posisi (x, y, z) sebelum rotasi. Setelah rotasi letaknya tidak berubah hanya koordinatnya menjadi (x, y, z ), seperti pada Gambar 2.. Sehingga posisi vektor dalam sistem koordinat asalnya adalah r = xi + yj + zk, (2.) dan dalam sistem koordinat yang dirotasikan r = x i + y j + z k, (2.2) dengan (i, j, k) dan (i, j, k ) berturut-turut adalah vektor satuan dalam koordinat asal dan dirotasikan. Hubungan antara sistem aksen dan tak aksen dapat dengan mudah diperoleh karena x = i r = i (xi + yj + zk) = (i i)x + (i j)y + (i k)z ( π ) = x cos θ + y cos 2 θ = x cos θ + y sin θ (2.3) Tensor yang lebih umum bisa dipelajari dala Relativitas Khusus dan Umum.

67 2.. SIFAT-SIFAT TRANSFORMASI VEKTOR 6 Gambar 2.: Sistem koordinat yang dirotasikan pada sumbu z. dirotasikan dan kuantitas tak aksen (biasa) dalam sistem koordinat asal. Kuantitas aksen adalah dalam sistem dan y = j r = j (xi + yj + zk) = (j i)x + (j j)y + (j k)z ( π ) = x cos 2 + θ + y cos θ = x sin θ + y cos θ. (2.4) Karena k = k maka z = z. Jelas bahwa hubungan ini merupakan pernyataan geometrik dari rotasi. Terlihat dalam Gambar 2. x = OA + AB = OQ cos θ = x + (y x tan θ) sin θ = x cos θ = x cos θ + y sin θ, OQ + P A sin θ = + (PQ - AQ) sin θ ( cos θ ) cos θ sin2 θ + y sin θ cos θ y = PA cos θ = (PQ - AQ) cos θ = (y x tan θ) cos θ = y cos θ x sin θ, yang identik dengan (2.3) dan (2.4). Dengan matriks, hubungan ini dapat dinyatakan sebagai Matriks 3 3 ini dikenal sebagai matriks rotasi. x y z cos θ sin θ x = sin θ cos θ y. (2.5) z

68 62 2. TRANSFORMASI VEKTOR DAN TENSOR CARTESIAN 2..2 Persamaan Vektor Kuantitas vektor digunakan untuk menyatakan hukum-hukum fisika yang bebas kerangka koordinat. Sebagai contoh, hukum Newton II tentang dinamika F = ma, (2.6) menghubungkan gaya F dengan massa partikel m dan juga percepatannya a. Tidak ada koordinat yang muncul secara eksplisit dalam persamaan, seperti yang seharusnya karena hukum ini berlaku universal. Tetapi biasanya kita lebih mudah mencari dengan memilih satu sistem koordinat dan bekerja dengan masing-masing komponen. Dalam sistem koordinat tertentu, tiap vektor dinyatakan dalam tiga buah komponen. Ketika kita merubah kerangka acuan, komponen-komponennya akan berubah. Tetapi perubahannya haruslah tertentu sehingga (2.6) terpenuhi. Koordinat akan berubah karena adanya translasi dan/atau rotasi sumbu. Sebuah translasi merubah titik asal sistem koordinat dan menghasilkan konstanta tambahan dalam komponen r. Karena turunan konstanta adalah nol, translasi tidak akan merubah vektor F dan a. Sehingga perubahan penting disebabkan oleh rotasi sumbu. Pertama jika kita perhatikan (2.6) berlaku untuk satu sistem koordinat maka ini juga berlaku untuk semua koordinat yang lain. Persamaannya dapat dituliskan sebagai F ma =, (2.7) dan dibawah rotasi sumbu, vektor nol akan tetap nol dalam sistem koordinat yang baru. Dalam suku komponen-komponennya pada sistem koordinat Cartesian (2.7) dapat dituliskan sebagai (F x ma x )i + (F y ma y )j + (F z ma z )k =, (2.8) sehingga F x = ma x, F y = ma y, F z = ma z. (2.9) Sekarang jika sistem dirotasikan berlawanan arah jarum jam pada sumbu z sebesar sudut θ seperti Gambar 2., (2.7) menjadi (F x ma x )i + (F y ma y )j + (F z ma z )k =, (2.) dengan definisi a x = d2 dt 2 x = d2 (x cos θ + y sin θ) dt2 = a x cos θ + a y sin θ, (2.) a y = d2 dt 2 y = d2 ( x sin θ + y cos θ) dt2 = a x sin θ + a y cos θ, (2.2)

69 2.. SIFAT-SIFAT TRANSFORMASI VEKTOR 63 a z = d2 dt 2 z = d2 dt 2 z = a z. (2.3) Masing-masing komponen (2.) harus identik sama dengan nol. Hal ini memberikan F x = ma x = m(a x cos θ + a y sin θ), F y = ma y = m( a x sin θ + a y cos θ), F z = ma z = ma z. Dengan (2.9), kita memiliki F x = F x cos θ + F y sin θ, F y = F x sin θ + F y cos θ, F z = F z Jika dinyatakan dalam bentuk matriks, hubungan ini dapat dinyatakan sebagai F x cos θ sin θ F x F y = sin θ cos θ F y. (2.4) F z Dengan membandingkan (2.5) dan (2.4), kita melihat bahwa matriks rotasi benar-benar sama. Dengan kata lain komponen vektor F bertransformasi dengan cara yang serupa dengan komponen vektor posisi r. Dalam aplikasi fisis, hal ini berarti agar sebuah kuantitas dapat dipandang sebagai sebuah vektor, nilai yang terukur dari komponen-komponennya dalam sistem terotasi haruslah dihubungkan dengan cara ini pada sistem koordinat asalnya. Orientasi antara dua buah sistem koordinat tidak hanya dibatasi pada sebuah rotasi pada sumbu tertentu. Jika kita mengetahui orientasi relatif sistem, kita dapat mengikuti prosedur (2.3) untuk memperoleh hubungan x (i i) (i j) (i k) x y = (j i) (j j) (j k) y. z (k i) (k j) (k k) z Dalam Subbab 2..3 kita akan mempelajari rotasi sebenarnya yang merubah (i, j, k) menjadi (i, j, k ). F z 2..3 Sudut Euler Kita kadang perlu menyatakan matriks transformasi dalam suku rotasi konkrit yang merubah sumbu koordinat dalam orientasi tertentu. Secara umum rotasi dapat dianggap sebagai kombinasi tiga rotasi yang dilakukan berurutan dalam tiga arah berbeda. Deskripsi paling bermanfaat untuk hal ini adalah dalam suku sudut Euler α, β, γ yang sekarang kita definisikan.

70 64 2. TRANSFORMASI VEKTOR DAN TENSOR CARTESIAN Gambar 2.2: Sudut Euler. (a) Orientasi relatif dua buah sistem koordinat persegi XY Z dan X Y Z dengan titik asal biasa yang dinyatakan dalam tiga buah sudut Euler α, β, γ. Transformasi matriksnya merupakan hasil perkalian tiga buah matriks untuk tiga buah rotasi berikut. (b) Merotasikan α sepanjang sumbu Z, bawa sumbu X agar berhimpit dengan garis simpul (line of nodes). (c) Rotasikan β pada garis simpul. (d) Terakhir rotasikan γ sepanjang sumbu Z.

71 2.. SIFAT-SIFAT TRANSFORMASI VEKTOR 65 Dua buah sistem koordinat ditunjukkan pada Gambar 2.2(a). Misalkan XY Z adalah koordinat sitem mula-mula, X Y Z merupakan sistem koordinat akhir. Perpotongan bidang XY dan X Y dikenal sebagai garis simpul (line of nodes). Orientasi relatif dua buah sistem dispesifikasi tiga buah sudut α, β, γ. Seperti yang terlihat pada Gambar 2.2(a), α adalah sudut antara sumbu X dengan garis simpul, β adalah sudut antara sumbu Z dengan Z, dan γ adalah sudut antara garis simpul dengan sumbu X. Matriks transformasi dari XY Z menjadi X Y Z dapat diperoleh dengan menuliskannya sebagai perkalian tiga buah rotasi terpisah yang masing-masing memiliki matriks rotasi yang relatif sederhana. Pertama kita rotasikan sumbu mula-mula XY Z sebesar sudut α berlawanan arah jarum jam pada sumbu Z. Sistem koordinat resultannya kita berikan label X, Y, Z seperti pada Gambar 2.2(b). Pada langkah kedua sumbu menengahnya (intermediate) dirotasikan pada sumbu X berlawanan arah dengan jarum jam sebesar sudut β untuk memperoleh sumbu menengah X, Y, Z seperti pada Gambar 2.2(c). Terakhir X, Y, Z dirotasikan berlawanan arah jarum jam sebesar sudut γ pada sumbu Z untuk memperoleh sumbu X Y Z seperti pada Gambar 2.2(d). Setelah rotasi pertama, koordinat r dalam sistem mula-mula (x, y, z) menjadi (x, y, z ) dalam sistem X, Y, Z. Keduanya dihubungkan matriks rotasi x cos α sin α x y = sin α cos α y. (2.5) z z Rotasi kedua pada sumbu X. Setelah rotasi (x, y, z ) menjadi (x, y, z ) dengan hubungan x y z = cos β sin β sin β cos β x y z. (2.6) Setelah rotasi terakhir pada sumbu Z koordinat r menjadi (x, y, z ) yang diberikan oleh x cos γ sin γ x y = sin γ cos γ y. (2.7) z Jelas dari (2.5)-(2.7) bahwa x x y = (A) y, (2.8) z z dengan cos γ sin γ cos α sin α (A) = sin γ cos γ cos β sin β sin α cos α. (2.9) sin β cos β z

72 66 2. TRANSFORMASI VEKTOR DAN TENSOR CARTESIAN Maka matriks (A) 3 3 merupakan matriks transformasi yang lengkap. hasil perkalian tiga buah matriks memberikan elemen (A) yaitu cos γ cos α sin γ cos β sin α cosγ sin α + sin γ cos β cos α sin γ sin β (A) = sinγ cos α cos γ cos β sin α sin γ sin α + cos γ cos β cos α cos γ sin β (2.2) sin β sin α sin β cos α cos β Tidak terlalu sulit untuk membuktikan bahwa hasil kali matriks (A) dengan transposenya (A) T adalah matriks identitas I (A)(A T ) = (I). Maka matriks inversnya A diberikan oleh matriks transposenya (A) T x y = (AT ) z Hal ini adalah sifat umum dari matriks rotasi yang akan kita buktikan pada Subbab Perlu diperhatikan di sini penulis lain mendefinisikan sudut Euler sedikik berbeda, karena urutan rotasi yang digunakan dalam mendefinisikan orientasi akhir sistem koordinat boleh sebarang. Di sini kita mengadopsi definsi yang digunakan secara luas dalam buku mekanika klasik. x y z Sifat-sifat Matriks Rotasi Untuk mempelajari sifat-sifat ruang vektor, akan lebih nyaman jika kita menggunakan notasi yang lebih sistematik. Misalkan (x, y, z) adalah (x, x 2, x 3 ); (i, j, k) adalah (e, e 2, e 3 ) dan (V x, V y, V z ) adalah (V, V 2, V 3 ). Kuantitas dalam sistem terotasi diberikan label sebagai kuantitas aksen. Salah satu keuntungan notasi baru adalah mengijinkan kita untuk menggunakan simbol jumlah untuk menuliskan persamaan dalam bentuk yang lebih kompak. Ortogonalitas (i, j, k) dinyatakan sebagai (e i e j ) = (e i e j) = δ ij, dengan simbol δ ij dikenal sebagai delta Kronecker didefinisikan sebagai i = j δ ij =. i j Secara umum, vektor posisi r yang sama dinyatakan dalam dua buah sistem koordinat berbeda dapat dituliskan sebagai 3 3 r = x je j = x j e j. (2.2) j= j=

73 2.. SIFAT-SIFAT TRANSFORMASI VEKTOR 67 Dengan mengambil perkalian dot e i r kita mempunyai e i x je j = (e i e j)x j = δ ij x j = x i. (2.22) j= j= j= Perkalian dot yang sama dari (2.2) memberikan e i x je j = (e i e j )x j = a ij x j. (2.23) j= j= j= Dari (2.22) dan (2.23) diperoleh 3 3 x i = (e i e j )x j = a ij x j, (2.24) j= j= dengan a ij = (e i e j ) (2.25) adalah arah cosinus antara e i dan e j. Perhatikan bahwa i dalam (2.24) tetap sebagai sebuah parameter yang memberikan tiga buah persamaan berbeda ketika kita masukkan nilai, 2, dan 3. Dalam notasi matriks, (2.24) dituliskan sebagai x x 2 x 3 a a 2 a 3 = a 2 a 22 a 23 a 3 a 32 a 33 x x 2 x 3. (2.26) Jika kita mengambil e i r, bukan e i r, dan mengikuti prosedur yang sama kita memperoleh 3 x i = (e i e j)x j, j= karena (e i e j ) adalah cosinus sudut antara e i dengan e j (e j e i) dan dengan definisi (2.25) (e j e i) = a ij, maka yang dapat dinyatakan juga dengan 3 x i = a ji x j, (2.27) j= atau x x 2 x 3 a a 2 a 3 = a 2 a 22 a 23 a 3 a 32 a 33 x x 2 x 3. (2.28) Jika kita bandingkan (2.26) dengan (2.28) kita melihat bahwa inverse matriks rotasi sama dengan transposenya (a ij ) = (a ji ) = (a ij ) T. (2.29) Transformasi sebarang yang memenuhi kondisi ini dikenal sebagai transformasi ortogonal.

74 68 2. TRANSFORMASI VEKTOR DAN TENSOR CARTESIAN Jika kita memberikan nama ulang pada indeks i dan j, kita dapat menuliskan (2.27) sebagai x j = 3 a ij x i. (2.3) i= Jelas dari (2.24) dan persamaan terakhir bahwa a ij = x i = x j. (2.3) x j Kita tekankan di sini bahwa hubungan ini hanya berlaku untuk sistem koordinat Cartesian. Sembilan buah elemen matriks rotasi tidak saling bebas satu dengan yang lainnya. Salah satu cara untuk menurunkan hubungan ini adalah dengan memperhatikan bahwa jika dua buah sistem koordinat memiliki titik asal yang sama maka panjang vektor posisi haruslah sama dalam dua sistem ini. Hal ini mengharuskan i= i= r r = 3 i= i= x 2 i = Dengan menggunakan (2.24), kita mempunyai ( ) x 2 i = x ix i = a ij x j a ik x k = 3 j= k= 3 x j x k j= x i 3 x 2 j. (2.32) i= 3 a ij a ik = i= Hal ini berlaku untuk semua titik, jika dan hanya jika 3 x 2 j. j= k= 3 a ij a ik = δ jk. (2.33) i= Kondisi ini dikenal sebagai syarat ortogonalitas. Matriks sebarang yang elemennya memenuhi syarat ini dikenal sebagai matriks rotasi. Matriks rotasi adalah matriks ortogonal. Dengan semua nilai i dan j yang mungkin, (2.33) terdiri dari enam buah persamaan. persamaan ini ekivalen dengan Himpunan 3 a ji a ki = δ jk. (2.34) i= yang juga bisa didapatkan dari (2.32), tetapi mulai dari kanan ke kiri dengan transformasi (2.27). Contoh 2... Tunjukkan bahwa determinan matriks ortogonal adalah + dan. Solusi 2... Misalkan matriks transformasinya (A). Karena (A)(A ) = (I), determinan dari matriks identitas sama dengan, AA =, untuk transformasi ortogonal A = A T, sehingga AA T = karena AA T = A A T dan A = A T, maka A 2 =. Sehingga A = ±.

75 2.. SIFAT-SIFAT TRANSFORMASI VEKTOR 69 Contoh Tunjukkan bahwa determinan matriks rotasi adalah +. Solusi Kita nyatakan e i dalam {e k} : e i = 3 i= b ike k. 3 (e i e j ) = b ik (e k e j ) = i= Tetapi e i e j = a ij, sehingga b ij = a ij. Maka 3 b ik δ kj = b ij. i= e = a e + a 2 e 2 + a 3 e 3, e 2 = a 2 e + a 22 e 2 + a 23 e 3, e 3 = a 3 e + a 32 e 2 + a 33 e 3. Seperti yang sudah dipelajari dalam analisis vektor, perkalian tiga buah skalar sama dengan determinan komponennya a a 2 a 3 e (e 2 e 3) = a 2 a 22 a 23, a 3 a 32 a 33 yang merupakan matriks rotasi. Di lain pihak e (e 2 e 3) = e e = +. sehingga a a 2 a 3 a 2 a 22 a 23 = + a 3 a 32 a Definisi Vektor dan Skalar dalam Sifat Transformasi Sekarang kita sampai mendefinisikan ulang secara aljabar sebuah vektor dan tensor. Di bawah rotasi sumbu, koordinat vektor posisi dalam sistem mula-mula x i bertransformasi menjadi x i dalam sistem terotasi menurut x i = j a ij x j (2.35) dengan a ij a ik = δ jk. (2.36) i Jika di bawah transformasi ini, kuantitas ϕ tidak berubah, maka ϕ dinamakan sebuah skalar. Hal ini berarti jika ϕ skalar maka ϕ(x, x 2, x 3 ) = ϕ (x, x 2, x 3). (2.37)

76 7 2. TRANSFORMASI VEKTOR DAN TENSOR CARTESIAN Perhatikan bahwa setelah koordinatnya ditransformasikan, bentuk fungsionalnya dapat berubah (yaitu ϕ ), tetapi sepanjang (x, x 2, x 3 ) dan (x, x 2, x 3 ) sama, maka keduanya memiliki nilai yang juga sama. Jika himpunan kuantitas (A, A 2, A 3 ) dalam sistem mula-mula ditransformasikan menjadi (A, A 2, A 3 ) dalam sistem terotasi menurut A i = j a ij A j. (2.38) maka kuantitas A = (A, A 2, A 3 ) dinamakan vektor. Karena (a ij ) = a ji, (2.38) ekivalen dengan A i = a ji A j. (2.39) j Definisi ini memungkinkan generalisasi dan menjamin bahwa kuantitas vektor bebas sistem koordinat. Contoh Anggap A dan B adalah vektor. Tunjukkan bahwa perkalian dotnya A B adalah skalar. Solusi Karena A dan B adalah vektor, di bawah rotasi komponen-komponennya bertransformasi menurut A i = j a ij A j ; B i = j a ij B j. Untuk menunjukkan perkalian dot A B = i A i B i adalah skalar, kita harus membuktikan nilainya pada sitem terotasi sama dengan nilainya pada sistem asalnya (A B) = i = j Sehingga A A adalah skalar. A ib i = ( ) a ij A j a ik A k i j k ( ) a ij A k A j A k = δ jk A j B k = i j j k k A j B j = A B. Contoh Tunjukkan bahwa jika (A, A 2, A 3 ) sedemikian rupa sehingga i A ib i adalah skalar untuk tiap vektor B, maka (A, A 2, A 3 ) adalah vektor. Solusi Karena i A ib i adalah skalar dan B adalah vektor A i B i = A ib i = A i a ij B j. i i i j

77 2.. SIFAT-SIFAT TRANSFORMASI VEKTOR 7 Sekarang i dan j adalah indeks berjalan, kita dapat menamai ulang i sebagai j, dan j sebagai i. Sehingga A i B i = i j A j i a ji B i = i a ji A jb i. j Mengikuti hal ini A i i j a ji A j B i =. Karena identitas ini berlaku untuk tiap B, kita harus memiliki A i = j a ji A j. Sehingga A, A 2, A 3 adalah komponen sebuah vektor. Contoh Tunjukkan dalam koordinat Cartesian, gradien fungsi skalar ϕ adalah fungsi vektor. Solusi Sebagai skalar maka ini haruslah memiliki nilai yang sama pada titik yang diberikan, bebas dari orientasi sistem koordinat ϕ (x, x 2, x 3) = ϕ(x, x 2, x 3 ). (2.4) Turunkan terhadap x i dan gunakan aturan rantai, kita memiliki x i ϕ (x, x 2, x 3) = x i ϕ(x, x 2, x 3 ) = j ϕ x j. (2.4) x j x i Kita peroleh dari (2.3) dalam koordinat Cartesian x j x i = a ij, sehingga ϕ x i = j a ij ϕ x j. (2.42) Sekarang komponen dari ϕ adalah ( ϕ, ϕ, ϕ ). x x 2 x 3 Komponen ini di bawah rotasi sumbu bertransformasi persis sama dengan komponen vektor, sehingga ϕ adalah fungsi vektor.

78 72 2. TRANSFORMASI VEKTOR DAN TENSOR CARTESIAN Sebuah vektor yang komponennya hanyalah berupa angka disebut vektor konstan. Semua vektor konstan berperilaku seperti vektor posisi. Ketika sumbunya dirotasikan, komponennya berubah menjadi himpunan angka sesuai dengan aturan transformasi. Sehingga himpunan tiga angka sebarang dapat dianggap sebagai vektor konstan. Untuk medan vektor, komponennya berupa fungsi dari (x, x 2, x 3 ). Di bawah rotasi, bukan hanya (x, x 2, x 3 ) berubah menjadi (x, x 2, x 3 ), kemunculan fungsi komponennya juga dapat berubah. Hal ini bisa menjadi suatu kerumitan. Secara matematik aturan transformasi memberikan sedikit batasan dengan apa yang kita sebut sebagai sebuah vektor. Kita dapat membuat himpunan tiga buah fungsi sebarang komponen medan vektor hanya dengan mendefinisikan secara sederhana, dalam sistem terotasi, fungsi berkaitan yang diperoleh dari aturan transformasi yang benar sebagai komponen vektor dalam sistem tersebut. Tetapi jika kita membicarakan entitas fisik, kita tidak sebebas itu dalam mendefinisikan komponennya dalam berbagai sistem. Komponen-komponen ini ditentukan oleh fakta fisik. Seperti yang sudah kita sebutkan di awal, semua hukum fisika yang benar haruslah bebas dari sistem koordinat. Dengan kata lain, kemunculan persamaan yang mendeskripsikan hukum fisika haruslah sama dalam semua sistem koordinat. Jika fungsi vektor mempertahankan kemunculannya dalam sistem terotasi, persamaan yang dituliskan dalam suku tersebut akan invarian di bawah rotasi. Sehingga kita memasukkan definisi medan vektor, sebuah syarat tambahan bahwa komponen yang ditransformasikan harus terlihat sama dengan komponen asalnya. Sebagai contoh banyak penulis mendeskripsikan ) ) ( V V 2 = ( x x 2 (2.43) sebagai medan vektor dalam ruang dua dimensi, tetapi yang lain sebaliknya. Jika kita menganggap (2.43) sebagai sebuah vektor, maka komponen vektor ini dalam sistem dengan sumbu yang dirotasikan sebesar sudut θ diberikan oleh ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) V cos θ sin θ V cos θ sin θ x2 = =. V 2 sin θ cos θ V 2 sin θ cos θ x Selanjutnya, koordinatnya haruslah berubah menurut ( ) ( ) ( ) x cos θ sin θ x =. sin θ cos θ x 2 Dengan mudah kita menunjukkan ( ) ( ) V 2x = sin θ cos θ + x 2 (cos2 θ sin 2 θ). (2.44) V 2 x (cos2 θ sin 2 θ) 2x 2 sin θ cos θ Secara matematik kita dapat mendefinisikan (2.44) sebagai komponen vektor dalam sistem terotasi, tetapi bentuknya tidak sama dengan (2.43). x 2

79 2.2. TENSOR CARTESIAN 73 Di lain pihak, perhatikan ekspresi yang sedikit berbeda ( V ) ( x2 ) V 2 = x. (2.45) Dengan aturan transformasi yang sama, kita peroleh ( ) ( ) ( ) V x = 2 (cos 2 θ + sin 2 θ) x = 2, (2.46) V 2 x (cos2 θ + sin 2 θ) x yang memiliki bentuk sama dengan (2.45). Dalam arti, kita mengatakan (2.45) invarian di bawah rotasi. Di bawah definisi kita (2.45) adalah vektor sedangkan (2.43) bukan vektor. 2.2 Tensor Cartesian 2.2. Definisi Definisi sebuah vektor dapat diperluas untuk mendefinisikan jenis yang lebih umum sebuah objek yang dinamakan tensor, yang bisa memiliki subscript lebih dari satu. Jika dalam sistem koordinat persegi ruang tiga dimensi dibawah rotasi koordinat x i = 3 a ij x j j= kuantitas 3 N T i,i 2,,i N (dengan tiap i, i 2,, i N merupakan indeks bebas berjalan dari ke 3) bertransformasi menurut aturan T i,i 2,,i N = 3 3 j = j 2 = 3 j N = a i j a i2 j 2 a in j N T j,j 2,j N, (2.47) sehingga T i,i 2,,i N adalah komponen dari tensor Cartesian rank N. Karena bahasan kita terbatas hanya pada tensor Cartesian, kecuali nanti diberitahukan, maka kata Cartesian kita buang di sini. Rank sebuah tensor adalah jumlah subscript bebas. Sehingga tensor dengan rank nol hanya memiliki satu buah komponen (3 = ). Sehingga kita bisa menganggapnya sebagai skalar. Tensor dengan rank satu memiliki tiga buah komponen (3 = 3). Aturan transformasi komponen-komponennya di bawah rotasi sama dengan aturan pada vektor. Sehingga vektor adalah tensor rank satu. Kasus lainnya paling penting adalah tensor rank dua. Tensor ini memiliki sembilan buah komponen (3 2 = 9), T ij mengikuti aturan transformasi T ij = 3 l= m= 3 a il a jm T lm. (2.48)

80 74 2. TRANSFORMASI VEKTOR DAN TENSOR CARTESIAN Komponen-komponen tensor rank dua dapat dinyatakan dalam matriks 3 3 T T 2 T 3 T ij = T 2 T 22 T 23. T 3 T 32 T 33 Tetapi, hal ini tidak berarti tiap matriks 3 3 membentuk sebuah tensor. Syarat paling penting adalah komponen-komponennya memenuhi aturan transformasi. Sebagai masalah terminologi, tensor rank dua dalam ruang tiga dimensi memiliki sembilan buah komponen T ij. Tetapi sering T ij dianggap sebagai tensor dibandingkan komponen tensor untuk sederhananya.dengan kata lain, T ij digunakan untuk menyatakan komponen keseluruhan sekaligus komponen individu. Konteks ini akan membuat artinya jelas. Contoh Tunjukkan bahwa dalam ruang dua dimensi, kuantitas berikut merupakan tensor rank dua T ij = ( x x 2 x 2 x 2 2 x x 2 Solusi Dalam ruang dua dimensi, tensor rank dua memiliki 4 (2 2 = 4) komponen. Jika ini adalah tensor maka dalam koordinat terotasi bentuknya haruslah ( ) x T ij x 2 x 2 =, x 2 2 x x 2 dengan ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) x a a 2 x cos θ sin θ x = = a 2 a 22 sin θ cos θ x 2 x 2 sekarang kita harus memeriksa jika tiap komponen memenuhi aturan transformasi x 2 T = x x 2 = (cos θx + sin θx 2 ) Hal ini harus dibandingkan dengan = cos θ sin θx 2 + cos 2 θx x 2 sin 2 θx 2 x + sin θ cos θx 2 2. ). T = 2 2 a l a m T lm l= m= = a a T + a a 2 T 2 + a 2 a T 2 + a 2 a 2 T 22 = cos 2 θx x 2 cos θ sin θx 2 + sin θ cos θx 2 2 sin 2 θx x 2. Terlihat bahwa dua buah ekspresi identik. Proses yang sama akan menunjukkan bahwa komponen-komponen lain juga memenuhi aturan transformasi. Sehingga T ij adalah tensor rank dua dalam ruang dua dimensi.

81 2.2. TENSOR CARTESIAN 75 Sifat-sifat transformasi ini tidak diambil begitu saja. Dalam contoh di atas, jika salah satu tanda aljabar kita rubah, aturan transformasinya tidak akan terpenuhi. Sebagai contoh jika T 22 kita rubah menjadi x x 2 ( x x 2 x 2 T ij = x 2 2 x x 2 ), (2.49) maka T 2 2 a l a m T lm l= m= Sehingga (2.49) bukanlah sebuah tensor Tensor Delta Kronecker dan Tensor Levi Civita Tensor Delta Kronecker Delta Kronecker yang sudah kita temui i = j δ ij =, i j merupakan tensor rank dua. Untuk membuktikan ini, perhatikan transformasi berikut δ ij = 3 3 a il a jm δ lm = l= m= 3 a il a jl = δ ij. (2.5) l= Maka δ ij i = j =. i j Sehingga δ ij memenuhi aturan transformasi tensor dan invarian di bawah rotasi. Sebagai tambahan, tensor ini memiliki sifat khusus. Nilai numerik komponennya sama dalam semua sistem koordinat. Tensor dengan sifat ini disebut sebagai tensor isotropik. Karena D ik δ jk = D ij, k tensor delta Kronecker disebut sebagai tensor substitusi. Tensor ini disebut juga sebagai tensor satuan, karena representasi matriksnya δ ij =.

82 76 2. TRANSFORMASI VEKTOR DAN TENSOR CARTESIAN Tensor Levi-Civita Simbol Levi-Civita ε ijk jika (i, j, k) adalah permutasi genap dari (, 2, 3) ε ijk = jika (i, j, k) adalah permutasi ganjil dari (, 2, 3) jika ada indeks berulang yang kita gunakan untuk mendefinisikan determinan orde ketiga, merupakan tensor isotropik rank tiga. Tensor ini dikenal sebagai tensor bolak-balik (alternating tensor). Untuk membuktikan ini, ingat definisi dari determinan orde ketiga a a 2 a 3 a l a 2m a 3n ε lmn = a 2 a 22 a 23. (2.5) l= m= n= a 3 a 32 a 33 Sekarang jika indeks baris (,2,3) diganti dengan (i, j, k), kita memiliki a i a i2 a i3 a il a jm a kn ε lmn = a j a j2 a j3. (2.52) l= m= n= a k a k2 a k3 Hubungan ini dapat didemonstrasikan dengan menuliskan suku tak hilang dalam dua ruas. Hal ini dapat juga dibuktikan dengan memperhatikan hal berikut. Pertama untuk i =, j = 2, k = 3, (2.52) akan tereduksi menjadi (2.5). Sekarang perhatikan efek jika kita merubah i menjadi j dan sebaliknya. Ruas kiri berubah tanda karena a jl a im a kn ε lmn = a jm a il a kn ε mln l= m= n= = l= m= n= 3 3 l= m= n= 3 a il a jm a kn ε lmn. Ruas kanan juga berubah tandanya karena dua buah baris determinan saling bertukar. Jika dua buah indeks i, j, k ada yang sama, maka kedua ruas nilainya nol. Ruas kiri sama dengan nol karena kuantitas tersebut sama dengan negatifnya. Ruas kanan sama dengan nol karena dua baris determinan identik. Hal ini cukup untuk membuktikan hasil karena semua permutasi i, j, k dapat diperoleh dengan pertukaran yang berurutan. Mengikuti sifat-sifat determinan dan definisi ε ijk yaitu a i a i2 a i3 a a 2 a 3 a j a j2 a j3 = ε ijk a 2 a 22 a 23, (2.53) a k a k2 a k3 a 3 a 32 a 33 dan (2.52) menjadi a a 2 a 3 a il a jm a kn ε lmn = ε ijk a 2 a 22 a 23. (2.54) l= m= n= a 3 a 32 a 33

83 2.2. TENSOR CARTESIAN 77 Hubungan ini berlaku untuk sebarang determinan. Sekarang jika a ij adalah elemen matriks rotasi a a 2 a 3 a 2 a 22 a 23 =, a 3 a 32 a 33 seperti pada Contoh Untuk menentukan apakah ε ijk merupakan tensor, kita harus melihat nilainya dalam sistem terotasi. Aturan transformasi mengharuskan ε ijk = a il a jm a kn ε lmn. l= m= n= Tetapi a a 2 a 3 a il a jm a kn ε lmn = ε ijk a 2 a 22 a 23 = ε ijk. l= m= n= a 3 a 32 a 33 Sehingga ε ijk = ε ijk. (2.55) Maka ε ijk adalah tensor isotropik rank tiga. Hubungan δ ijk dengan ε ijk Terdapat sebuah hubungan yang penting dan menarik antara tensor delta Kronecker dan tensor Levi-Civita 3 ε ijk ε ilm = δ jl δ km δ jm δ kl. (2.56) i= Setelah kita jumlahkan terhadap indeks i, terdapat empat buah subscript bebas j, k, l, m. Sehingga (2.56) merepresentasikan 8 (3 4 = 8) persamaan. Tidak sulit untuk membuktikan (2.56) dengan pengamatan berikut:. Jika j = k atau l = m, kedua buah ruas dalam (2.56) sama dengan nol. Jika j = k, ruas kiri sama dengan nol, karena ε ikk =. Ruas kanan juga sama dengan nol karena δ kl δ km δ km δ kl =. Hasil yang sama diperoleh untuk l = m. Sehingga kita hanya perlu mengecek kasus untuk j k dan l m. 2. Agar ruas kiri tidak hilang, i, j, k harus berbeda. Sehingga diberikan j k, i tetap. Perhatikan ε ilm, karena i tetap dan i, l, m harus berbeda agar ε ilm tidak hilang, sehingga l = j, m = k, atau l = k, m = j hanyalah dua pilihan untuk tidak hilang. 3. Untuk l = j dan m = k, ε ijk = ε ilm. Sehingga ε ijk dan ε ilm haruslah memiliki tanda yang sama. (Bisa keduanya + atau keduanya -). Sehingga ruas kiri (2.56) ε ijk ε ilm = +. Dan ruas kanan (2.56) juga sama dengan +, karena l m δ jl δ km δ jm δ kl = δ ll δ mm δ lm δ ml = =.

84 78 2. TRANSFORMASI VEKTOR DAN TENSOR CARTESIAN 4. Untuk l = k dan m = j, ε ijk = ε iml = ε ilm. Sehingga ε ijk dan ε ilm memiliki tanda yang berlawanan. (Satunya - dan yang lain +, begitu juga sebaliknya). Sehingga ruas kiri (2.56) nilainya -. Ruas kanan (2.56) juga nilainya - karena l m δ jl δ km δ jm δ kl = δ ml δ lm δ mm δ ll = = Hal ini telah melingkupi 8 kasus. Dalam tiap kasus ruas kiri sama dengan ruas kanan. Sehingga (2.56) terbukti Outer Product Jika S i i 2 i N merupakan tensor rank N dan T j j 2 j M merupakan tensor rank M, maka S i i 2 i N T j j 2 j M merupakan tensor rank (N + M). Hal ini dikenal sebagai teorema outer product. 2 Outer product juga dikenal sebagai perkalian langsung. Teorema ini dapat dengan mudah dibuktikan. Pertama tensor ini memiliki komponen sebanyak 3 N+M. Di bawah sebuah rotasi S i i 2 i N = T j j 2 j M a i k a in k N S k k N, k k N = a j l a jm l M T l l M, l l N kita telah menuliskan 3 3 j= j2= 3 jn= sebagai 3 j jn (S i i 2 i N T j j 2 j M ) = S i i 2 i N T j j 2 j M = k k N l l N a i k a in k N a j l a jm l M S k k N T l l M, (2.57) yaitu bagaimana tensor rank (M + N) harus bertransformasi. Sebagai contoh outer product dari dua buah vektor adalah tensor rank dua. Misalkan (A, A 2, A 3 ) dan (B, B 2, B 3 ) adalah vektor, sehingga keduanya adalah tensor rank satu. Hasil outer product-nya A i B j adalah tensor rank dua. Sembilan buah komponennya dapat dituliskan dalam bentuk matriks A B A B 2 A B 3 A i B j = A 2 B A 2 B 2 A 2 B 3. A 3 B A 3 B 2 A 3 B 3 Karena A dan B adalah vektor 3 3 A i = a ik A k ; B j = a jl B l, k= l= mengikuti ini 3 3 A ib j = a ik a jl A k B l, k= l= 2 perkalian luar

85 2.2. TENSOR CARTESIAN 79 yang menunjukkan A i B j adalah tensor rank dua, bersesuaian dengan teorema outer product. Kita juga mengatakan di sini, tensor rank dua yang dibentuk dengan vektor A dan B kadang dinyatakan dengan AB (tanpa apapun di antaranya). Ketika kita menuliskannya seperti ini, hal ini dinamakan dyad. Kombinasi linier beberapa dyad disebut dyadic. Karena segala sesuatu yang dapat dilakukan dengan vektor dan dyadic dapat juga dilakukan dengan tensor dan matriks, tetapi tidak dengan cara sebaliknya, maka kita tidak akan mendiskusikan dyadic lagi. Contoh Gunakan teorema outer product untuk membuktikan ekspresi pada Contoh 2.2. ( x x 2 x 2 ) T ij = x 2 2 x x 2 adalah tensor rank dua dalam ruang dua dimensi. Solusi Vektor posisi dua dimensi diberikan oleh ( A ) ( x ) A 2 = x 2. Dalam (2.46), telah kita buktikan bahwa ( B ) ( x2 ) B 2 = x. adalah vektor dalam ruang dua dimensi. Outer product dari keduanya adalah tensor rank dua ( x x 2 x 2 ) A i B j = x 2 2 x x 2 = T ij Kontraksi Kita dapat menurunkan rank sebuah tensor dengan teorema berikut. Jika T i i 2 i 3 i N adalah tensor rank N, maka S i3 i N = δ i i 2 T i i 2 i 3 i N i i 2 adalah tensor rank (N 2). Untuk membuktikan teorema ini, pertama kita perhatikan bahwa S i3 i N memiliki 3 N 2 komponen. Selanjutnya kita harus menunjukkan S i 3 i N = δ i i 2 T i i 2 i 3 i N (2.58) i i 2 memenuhi aturan transformasi tensor.

86 8 2. TRANSFORMASI VEKTOR DAN TENSOR CARTESIAN Dengan T i,i 2,,i N δ i i 2 = δ i i 2, = j j N a i j a i2 j 2 a in j N T j j 2,,j N, (2.58) menjadi S i 3 i N = i i 2 δ i i 2 a i j a i2 j 2 a in j N T j,j 2,,j N j j N = ( ) δ i i 2 a i j a i2 j 2 a i3 j 3 a in j N T j,j 2,,j N. i i 2 j j N Sekarang sehingga S i 3 i N δ i i 2 a i j a i2 j 2 = a i j a i2 j 2 = δ j,j 2, i i 2 i = δ i i 2 a i3 j 3 a in j N T j,j 2,,j N j j N = δ j j 2 a j j 2 T j,j 2,,j N a i3 j 3 a in j N jj2 j 3 j N = j 3 j N a i3 j 3 a in j N S j3 j N. (2.59) Sehingga S i3 i N adalah tensor rank (N 2). Proses mengalikan dengan δ i δ i2 dan menjumlahkan pada i dan i 2 disebut sebagai kontraksi. Sebagai contoh, kita telah menunjukkan bahwa A i B j sebagai outer product dari vektor A dan B, adalah tensor rank dua. Kontraksi dari tensor rank dua adalah tensor rank nol yang tidak lain adalah skalar δ ij A i B j = A i B i = A B. ij i Hal ini tidak lain adalah perkalian dot antara A dan B. Kita bisa menyatakan dengan sederhana, tensor baru dengan rank (N 2) akan diperoleh jika dua buah indeks tensor rank N dibuat sama kemudian dijumlahkan. (Bahasa Jerman kontraksi adalah verjüngung yang dapat diartikan sebagai rejuvenation(inggris)/peremajaan.) Jika rank sebuah tensor 3 atau lebih, kita dapat mengkontraksi dua buah indeks sebarang. Secara umum kita memperoleh tensor (N 2) yang berbeda jika kita kontraksikan pasangan indeks yang berbeda juga. Sebagai contoh dalam tensor rank tiga T i i 2 i 3 = A i B i2 C i3, jika i dan i 2 kita kontraksikan, diperoleh T iii3 = A i B i C i3 = (A B)C i3, i i

87 2.2. TENSOR CARTESIAN 8 (ingat bahwa C i3 dapat merepresentasikan komponen tertentu dari C, dapat juga merepresentasikan komponen keseluruhan, yaitu vektor C sendiri). Di lain pihak jika i 2 dan i 3 kita kontraksikan, diperoleh vektor yang lain T i ii = A i B i C i = A i (B C). i i Sehingga dengan mengkontraksikan indeks pertama dan kedua diperoleh sebuah skalar dikalikan dengan sebuah vektor C, sedangkan kontraksi indeks kedua dan ketiga diperoleh sebuah skalar dikalikan dengan sebuah vektor A. Kontraksi merupakan salah satu operasi yang sangat penting dalam tensor. Sehingga harus diingat Konvensi Penjumlahan Konvensi/perjanjian penjumlahan yang ditemukan Albert Einstein memberikan analisis tensor lebih daya tarik. Kita perhatikan bahwa dalam definsi tensor, (2.47), semua indeks yang dijumlahkan merupakan indeks berulang. Lebih dari itu, selang penjumlahannya ( sampai 3) sudah kita ketahui dari konteks diskusi. Sehingga, tanpa mengurangi informasi, kita bisa membuang tanda penjumlahan dengan pemahaman subscript berulang haruslah dijumlahkan pada selang ini. Subscript berulang ini dinamakan subscript dummy. Subscript ini hanya bisa muncul paling banyak dua kali dalam satu suku. Pemilihan subscript dummy ini bebas. Menggantikan salah satu indeks dummy dengan yang lain merupakan cara/trik yang sering kita temui dalam analisis tensor yang harus dipelajari. Sebagai contoh, perkalian dot AB dapat secara sama dinyatakan dengan A i B i atau A k B k, karena keduanya menyatakan hal yang sama, yaitu A k B k = 3 3 A i B i = A j B j = A B + A 2 B 2 + A 3 B 3 = A B. i= j= Contoh Nyatakan ekspresi A i B j C i dengan konvensi penjumlahan dalam suku notasi vektor biasa. Solusi ( 3 ) A i B j C i = A i C i B j = (B C)B j. i= Perhatikan di contoh tersebut bahwa indeks yang menentukan vektor mana yang harus kita kalikan dot, bukan dari urutan vektor. Urutan di sini tidak penting. Sehingga (A C)B j = A k C k B j tetap valid. Huruf j di sini adalah subscript bebas, dan dapat digantikan dengan indeks lainnya kecuali subscript dummy. Tetapi, jika suku yang digunakan dalam persamaan, maka subscript bebas tiap suku dalam persamaan tersebut harus dinyatakan dengan huruf yang sama.

88 82 2. TRANSFORMASI VEKTOR DAN TENSOR CARTESIAN Dari sekarang dan selanjutnya, jika kita menuliskan sebuah kuantitas dengan N subscript, jika semua subscriptnya berbeda, maka kita mengasumsikan bahwa itu adalah tensor rank N. Jika dua di antaranya ada yang sama, maka tensor ini terkontraksi sehingga ranknya (N 2). Contoh (a) Berapakah rank dari tensor ε ijk A l B m? (b) Berapakah rank dari tensor ε ijk A j B k? (c) Nyatakan ε ijk A j B k dalam vektor biasa. Solusi (a) Karena ε ijk adalah tensor rank tiga dan A l B m tensor rank dua, maka dengan teorema outer product ε ijk A l B m adalah tensor rank 5. (b) ε ijk A j B k terkontraksi dua kali sehingga menjadi tensor rank (5-4=). (c) ε ijk A j B k = j ε ijk A j B k. Jika i =, maka suku tak nol-nya berasal dari j = 2 atau 3, karena ε ijk sama dengan nol jika terdapat dua indeks yang sama. Maka jika j = 2 nilai k = 3. Jika j = 3 maka k haruslah 2. Sehingga ε jk A j B k = ε 23 A 2 B 3 + ε 32 A 3 B 2 = A 2 B 3 A 3 B 2 = (A B) Dengan cara yang sama ε 2jk A j B k = (A B) 2, ε 3jk A j B k = (A B) 3. k Sehingga ε ijk A j B k = (A B) i. Contoh Tunjukkan bahwa A A 2 A 3 ε ijk A i B j C k = B B 2 B 3. C C 2 C 3 Solusi ε ijk A i B j C k = (ε ijk A i B j )C k = (A B) k C k = (A B) C C C 2 C 3 A A 2 A 3 = A A 2 A 3 = B B 2 B 3. B B 2 B 3 C C 2 C 3 Dengan konvensi penjumlahan (2.56) secara sederhana ε ijk ε ilm = δ jl δ km δ jm δ kl. (2.6) Banyak identitas vektor dapat dengan cepat dan elegan dibuktikan dengan persamaan ini.

89 2.2. TENSOR CARTESIAN 83 Contoh Tunjukkan bahwa Solusi A (B C) = (A C)B C(A B) (B C) i = ε ijk B j C k [A (B C)] l = ε lmn A m (B C) n = ε lmn A m ε njk B j C k = ε nlm ε njk A m B j C k ε nlm ε njk A m B j C k = (δ lj δ mk δ lk δ mj )A m B j C k = A k B l C k A j B j C l = (A C)B l (A B)C l. Karena komponen yang berkaitan sesuai, identitas tersebut terbukti. Contoh Tunjukkan bahwa (A B) (C D) = (A C)(B D) (A D)(B C) Solusi (A B) (C D) = ε kij A i B j ε klm C l D m = (δ il δ jm δ im δ jl )A i B k C l D m = A l B m C l D m A m B l C l D m = (A C)(B D) (A D)(B C) Medan Vektor Sebuah medan tensor rank N, T i i N (x, x 2, x 3 ) adalah keseluruhan fungsi 3 N titik tertentu di ruang (x, x 2, x 3 ) memberikan sebuah tensor rank N. Medan skalar adalah medan tensor rank nol. yang pada Kita telah menunjukkan dalam contoh 2..5 bahwa gradien medan skalar adalah medan vektor. Terdapat sebuah teorema untuk hubungan medan tensor. Jika T i i N (x, x 2, x 3 ) adalah medan tensor rank N, maka adalah medan tensor rank N + Bukti teorema ini adalah sebagai berikut ( ) T i i x N (x, x 2, x 3 ) = i x i T i i N (x, x 2, x 3 ) x T i i N (x, x 2, x 3) i = x i j j N a i j a in j N T j j N (x, x 2, x 3 ).

90 84 2. TRANSFORMASI VEKTOR DAN TENSOR CARTESIAN Dengan aturan rantai dan (2.3) x i = j x j x i = j a ij, x j sehingga ( ) T i i x N (x, x 2, x 3 ) = i j j j N a ij a i j a in j N yang menunjukkan bagaimana tensor rank N + berrtransformasi. terbukti. x j T j j N (x, x 2, x 3 ), (2.6) Sehingga teoremanya Untuk menyederhanakan penulisan, kita perkenalkan notasi lain yang berguna. sekarang dan selanjutnya, operator diferensial / x i dinotasikan dengan i. Sebagai contoh x i ϕ = i ϕ, yang merupakan komponen ke i dari ϕ. Hal ini juga bisa merepresentasikan secara keseluruhan dari ( ϕ, ϕ, ϕ ). x x 2 x 3 Maka i ϕ adalah sebuah vektor. (Perhatikan hanya memiliki sebuah subscript.) Dengan cara yang sama e e 2 e 3 A = 2 3, A A 2 A 3 A = A i = i A i = i A i, x i i i ( A) i = ε ijk A k = ε ijk j A k x j j,k 2 ϕ = ϕ = i ( ϕ) i = i i ϕ. Dengan notasi ini, identitas medan vektor dengan mudah didapatkan. Dari Contoh Buktikan ( A) =. Solusi ( A) = i ( A) i = i ε ijk j A k = ε ijk i j A k = ε ijk j i A k ( i j = j i ) = ε jik j i A k = ε ijk i j A k (ganti nama i dan j) = ( A) Sehingga 2 ( A) =. Maka ( A) =.

91 2.2. TENSOR CARTESIAN 85 Contoh Buktikan ( ϕ) =. Solusi [ ϕ] i = ε ijk j ( ϕ) k = ε ijk j k ϕ = ε ikj j k ϕ = ε ijk j k ϕ (ganti nama j dan k) = [ ϕ] i. Dari sini ϕ =. Contoh Buktikan ( A) = ( A) 2 A. Solusi [ ( A)] i = ε ijk j ( A) k = ε ijk j ε klm l A m = ε kij ε klm j l A m = (δ il δ jm δ im δ jl ) j l A m = m i A m l l A i = i m A m l l A i = [ ( A)] i ( 2 A) i. Sehingga ( A) = ( A) ( 2 A), karena komponen yang berkaitan sesuai. Contoh Buktikan (A B) = ( A) B A ( B). Solusi (A B) = i (A B) i = i ε ijk A j B k = ε ijk i (A j B k ) = ε ijk ( i A j )B k + ε ijk A j ( i B k ) = (ε ijk i A j )B k A j (ε ijk i B k ) = ( A) k B k A j ( B) j = ( A) B A ( B) Contoh Buktikan (A B) = ( B)A ( A)B + (B )A (A )B. Solusi [ (A B)] i = ε ijk j (A B) k = ε ijk j ε klm A l B m = ε kij ε klm j (A l B m ) = ε kij ε klm (B m j A l + A l j B m ) = (δ il δ jm δ im δ jl )(B m j A l + A l j B m ) = B m m A i B i l A l + A i m B m A l l B i = [(B )A ( A)B + ( B)A (A )B] i. Karena komponen yang berkaitan sesuai, dua ruas persamaan tersebut haruslah sama.

92 86 2. TRANSFORMASI VEKTOR DAN TENSOR CARTESIAN Aturan Pembagian Cara lain untuk menentukan kuantitas dengan dua buah subscript adalah tensor rank dua adalah dengan aturan pembagian berikut ini. Jika untuk sebarang vektor B, hasil dari menjumlahkan indeks j pada perkalian K ij B j adalah vektor lain A A i = K ij B j, (2.62) dan (2.62) berlaku untuk semua sistem koordinat Cartesian, maka K ij adalah benar-benar tensor rank dua. Untuk membuktikan aturan pembagian, kita menguji komponen A dalam sistem terotasi A i = a il A l = a il K lm B m. Karena B adalah sebuah vektor B m = a jm B j. Diperoleh A i = a il K lm B m = a il K lm a jm B j = a il a jm K lm B j. Tetapi karena (2.62) berlaku untuk semua sistem A i = K ijb j. Dengan mengurangkan kedua persamaan terakhir (K ij a il A jm K lm )B j =. Karena B j sebarang K ij = a il a jm K lm. Sehingga K ij adalah tensor rank dua. Dengan prosedur yang sama, kita dapat menunjukkan bahwa sebuah tensor rank M berhubungan secara linier dengan tensor rank N melalui sebuah kuantitas T dengan subscript sejumlah M + N, dan hubungan ini berlaku untuk semua sistem, maka T adalah tensor rank M + N. Contoh Jika T ij x i x j sama dengan sebuah skalar S, tunjukkan bahwa T ij adalah tensor rank dua. Solusi Karena x i x j merupakan outer product dua buah vektor posisi, maka ini

93 2.2. TENSOR CARTESIAN 87 adalah tensor rank dua. Skalar S adalah tensor rank nol, sehingga dengan aturan pembagian T ij adalah tensor rank dua (2 + = 2). Kita bisa menunjukkannya dengan melihat komponennya dalam sistem terotasi S = T ij x i x j = T lm x l x m. x l = a il x i; x m = a jm x j. S = T lm a il x ia jm x j = a il a jm T lm x l x j, S = T ijx ix j, S = S. Sehingga (T ij a il a jm T lm )x ix j = ; T ij = a il a jm T lm. Maka T ij adalah tensor rank dua Sifat Simetri Tensor Sebuah tensor S ijk disebut simetrik dalam indeks i dan j jika S ijk = S jik. Sebuah tensor A ijk disebut anti simetrik dalam indeks i dan j jika A ijk = A jik. Sebagai contoh outer product r dengan dirinya x i x j adalah tensor simetrik rank dua, delta Kronecker δ ij juga merupakan tensor simetrik rank dua. Di sisi lain tensor Levi-Civita ε ijk adalah anti simetrik pada dua indeksnya, karena ε ijk = ε jik. Simetri adalah sifat fisik tensor. Sifat ini invarian dalam transformasi koordinat. Sebagai contoh, jika S ij adalah tensor simetrik dalam sistem koordinat tertentu, dalam sebuah sistem terotasi S lm = a lia mj S ij = a mj a li S ji = S ml. Maka S ij juga merupakan tensor simetrik dalam sistem yang baru. Hasil yang sama juga diperoleh untuk tensor anti simetrik. Tensor simetrik rank dua S ijk dapat dituliskan dalam bentuk S S 2 S 3 S ij = S 2 S 22 S 23, S 3 S 23 S 33 sedangkan tensor anti simetrik A ijk memiliki bentuk S 2 S 3 A ij = A 2 S 23, A 3 A 23

94 88 2. TRANSFORMASI VEKTOR DAN TENSOR CARTESIAN Sehingga sebuah tensor simetrik rank dua memiliki enam buah komponen bebas, sedangkan sebuah tensor anti simetrik rank dua hanya memiliki tiga buah komponen bebas. Tensor rank dua sebarang T ij dapat direpresentasikan sebagai jumlah sebuah tensor simetrik dan sebuah tensor anti simetrik. Jika diberikan T ij, kita dapat membangun S ij = 2 (T ij + T ji ), A ij = 2 (T ij T ji ). Jelas bahwa S ij simetrik dan A ij anti simetrik. Selanjutnya T ij = S ij + A ij. Sehingga sebuah tensor rank dua sebarang memiliki bagian simetrik dan anti simetrik. Dalam teori matriks sudah kita pelajari bahwa enam buah elemen bebas sebuah matriks dapat direpresentasikan dengan permukaan kuadratik. Dengan cara yang sama, sebuah tensor simetrik rank dua dapat dinyatakan dengan sebuah elipsoid yang unik T ij x i x j = ±, dengan tanda ± adalah untuk determinan T ij. Tiga buah komponen bebas sebuah tensor anti simetrik rank dua juga dapat dinyatakan secara geometrik dengan sebuah vektor Pseudotensor Salah satu alasan mengapa tensor berguna adalah tensor memungkinkan kita merumuskan hukum-hukum fisika yang bebas terhadap arah ruang tertentu. Kita juga mengharapkan bahwa tensor juga bebas apakah kita menggunakan sitem sumbu tangan kanan maupun sistem sumbu tangan kiri. Tetapi tidak semua tensor berperilaku sama ketika kita mentransformasikannya dari sistem sumbu tangan kanan menjadi tangan kiri. Sejauh ini pembahasan kita terbatas pada rotasi dengan aturan tangan kanan. Aturan tangan kanan dinyatakan dengan menamai tiga buah vektor basis e, e 2, e 3 sedemikian rupa sehingga jempol memiliki arah e 3 sedangkan empat buah jari lainnya dapat berputar (curl) dari e ke e 2 tanpa harus melalui negatif e 2. Sebuah sistem tangan kanan dapat dirotasikan menjadi sistem tangan kanan yang lain. Determinan matriks rotasi sama dengan satu seperti pada contoh Sekarang mari kita perhatikan akibat inversi (balikkan). Tiga buah vektor basis e, e 2, e 3 dirubah menjadi e, e 2, e 3 sehingga e = e, e 2 = e 2, e 3 = e 3. Sumbu koordinat baru ini adalah sistem tangan kiri. Dinamakan aturan tangan kiri karena ketika kita menggunakan tangan kiri, jempol memiliki arah e 3 sedangkan empat buah jari lainnya dapat berputar (curl) dari e ke e 2 tanpa harus melalui negatif e 2. Perhatikan kita tidak dapat merotasikan aturan tangan kanan menjadi aturan tangan kiri.

95 2.2. TENSOR CARTESIAN 89 Jika kita menggunakan aturan tangan kanan yang sama untuk definisi perkalian silang dalam semua sistem, sehingga dengan sumbu tangan kanan (e e 2 ) e 3 =, dan dengan sumbu tangan kiri (e e 2) e 3 =. Vektor posisi r = x e + x 2 e 2 + x 3 e 3 jika dinyatakan dalam sistem yang dibalik menjadi r = x e x 2 e 2 x 3 e 3. Dengan kata lain hal ini adalah vektor yang sama r = r, kecuali dalam sistem aksen koefisiennya menjadi negatif karena sumbunya dibalik. Vektor berperilaku seperti ini ketika koordinatnya dirubah dari sistem tangan kanan menjadi sistem tangan kiri disebut vektor polar (kutub). Vektor ini adalah vektor reguler. Perbedaaan mendasar muncul ketika kita menemui perkalian silang dua buah vektor polar. Komponen C = B A diberikan oleh C = A 2 B 3 A 3 B 2, dan begitu seterusnya. Sekarang jika sumbu koordinatnya dibalik, A i menjadi A i, B i menjadi B i tetapi C i menjadi +C i karena merupakan hasil perkalian dua buah bilangan (vektor) nagatif. Hal ini tidak berperilaku seperti vektor polar di bawah inversi. Untuk membedakan, perkalian silang disebut pseudo vektor, juga dikenal sebagai vektor aksial. Sebagai tambahan pada inversi, pencerminan (membalik satu sumbu) dan menukar dua buah sumbu juga mentransformasi sistem tangan kanan menjadi sistem tangan kiri. Matriks transformasi dari operasi kanan-kiri adalah sebagai berikut. Inversi: x x 2 x 3 = Pencerminan terhadap bidang x 2 x 3 x x 2 = x 3 x x 2 x 3 x x 2 x 3.. Menukar sumbu x dan x 2 x x 2 x 3 = x x 2 x 3.

96 9 2. TRANSFORMASI VEKTOR DAN TENSOR CARTESIAN Persamaan ini dapat dituliskan dalam bentuk x i = a ij x j. Jelas bahwa determinan dari matriks transformasi a ij semuanya sama dengan -. Sebuah sistem tangan kiri dapat dirotasikan menjadi sistem tangan kiri yang lain dengan sudut Euler sama seperti sistem tangan kanan. Maka, jika matriks (a ij ) mentransformasikan sistem tangan kanan menjadi sistem tangan kiri, atau sebaliknya, determinan a ij selalu sama dengan -. Selanjutnya, kita dapat menunjukkan, dengan cara yang sama dengan matriks rotasi, elemennya juga memenuhi syarat ortogonalitas: a ik a jk = δ ij. Sehingga transformasi ini juga merupakan transformasi ortogonal. Maka transformasi ortogonal dapat dibagi menjadi dua jenis: transformasi proper (sejati) dengan determinan a ij sama dengan, dan transformasi improper dengan determinan sama dengan -. Jika transformasinya merupakan sebuah rotasi, maka ini merupakan transformasi proper. Jika transformasinya merubah sistem tangan kanan menjadi sistem tangan kiri, maka transformasinya improper. Sebuah pseudovektor dapat didefinisikan memenuhi aturan transformasi berikut V i = a ij a ij V j. Jika transformasinya proper, vektor polar dan pseudotensor bertransformasi dengan cara yang sama. Jika transformasinya improper, vektor polar bertransformasi sebagai vektor reguler, tetapi pseudotensor berubah arah. Psedotensor didefiniskan dengan cara yang sama. Komponen sebuah pseudotensor rank N bertransformasi menurut aturan T i i N = a ij a i j a in j N T j j N, (2.63) yang benar-benar sama dengan tensor reguler, kecuali determinan a ij. Dari definisi ini:. Outer product dua buah pseudotensor rank M dan N adalah tensor reguler rank M +N. 2. Outer product sebuah pseudotensor rank M dan sebuah tensor rank N memberikan sebuah psedotensor rank M + N. 3. Kontraksi sebuah pseudotensor rank N adalah sebuah pseudotensor rank N 2. Pseudotensor rank nol adalah sebuah pseudoskalar, yang berubah tanda di bawah inversi, sedangkan skalar tidak berubah. Sebuah contoh pseudoskalar adalah perkalian tiga skalar (A B) C. Perkalian silang A B adalah pseudotensor rank satu, vektor polar C adalah

97 2.2. TENSOR CARTESIAN 9 tensor reguler rank. Maka (A B) i C i = (A B) C adalah kontraksi pseudotensor rank dua (A B) i C j, sehingga sebuah pseudoskalar. Jika A, B, C adalah tiga buah sisi parallelepiped maka (A B) C adalah volumenya. Jika didefinisikan dengan cara ini, volume adalah pseudoskalar. Kita telah menunjukkan ε ijk adalah sebuah tensor isotropik rank tiga di bawah rotasi. Kita sekarang akan menunjukkan bahwa ε ijk sama untuk kedua sistem baik tangan kanan maupun tangan kiri, maka ε ijk dapat dianggap sebagai pseudotensor rank tiga. Hal ini karena jika kita menginginkan ε ijk = ε ijk di bawah transformasi proper dan improper, maka ε ijk harus dinyatakan sebagai ε ijk = a ij a il a jm a nk ε lmn. (2.64) Karena sperti pada (2.54), mengikuti(2.64) yaitu a il a jm a kn ε lmn = ε ijk a ij, ε ijk = a ij ε ijk a ij = a ij 2 ε ijk = ε ijk. Sehingga ε ijk adalah pseudotensor rank tiga. Contoh Misalkan T 2, T 3, T 23 adalah komponen bebas sebuah tenor anti simetrik, buktikan bahwa T 23, T 3, T 2 dapat dipandang sebagai komponen pseudovektor. Solusi Karena ε ijk adalah pseudotensor rank tiga, T jk adalah tensor rank dua, setelah kita kontraksikan dua kali C i = ε ijk T jk hasilnya C i adalah pseudotensor rank satu, yang tidak lain pseudovektor. Karena T ij = T ji maka T 2 = T 2, T 3 = T 3, T 32 = T 23. Sekarang C = ε 23 T 23 + ε 32 T 32 = T 23 T 32 = 2T 23, C 2 = ε 23 T 3 + ε 23 T 3 = T 3 + T 3 = 2T 3, C 3 = ε 32 T 2 + ε 32 T 2 = T 2 T 2 = 2T 2. Karena (C, C 2, C 3 ) adalah pseudovektor, maka (T 23, T 3, T 2, ) juga merupakan pseudovektor.

98 92 2. TRANSFORMASI VEKTOR DAN TENSOR CARTESIAN Contoh Gunakan kenyataan bahwa ε ijk adalah pseudotensor rank tiga untuk membuktikan A B adalah sebuah pseudotensor. Solusi Misalkan C = A B sehingga C i = ε ijk A j B k. jika dinyatakan dalam sistem baru dengan A, B, C ditransformasikan menjadi A, B, C, perkalian silangnya menjadi C = A B yang dapat dituliskan dalam komponennya karena ε ijk adalah pseudotensor C l = ε lmn A mb n ε lmn = a ij a li a mj a nk ε ijk, sehingga C l menjadi C l = a ij a li a mj a nk ε ijk A mb n. Tetapi sehingga A j = a mj A m, B k = a nk B n, C l = a ij a li ε ijk AjB k = a ij a li C i. Maka C = A B adalah pseudovektor. Karena persamaan matematik yang mendeskripsikan hukum-hukum fisika haruslah bebas sistem koordinat, kita tidak dapat menyamakan tensor dengan rank berbeda karena memiliki sifat yang berbeda di bawah rotasi. Sama seperti ini, dalam fisika klasik, kita tidak dapat menyamakan pseudotensor dengan tensor karena bertransformasi secara berbeda dengan inversi. Tetapi, terdapat kejutan alam di bawah gaya lemah dapat membedakan sistem tangan kiri dengan sistem tangan kanan. Dengan memperkenalkan pseudotensor, peristiwa yang merusak paritas dapat dideskripsikan. 2.3 Contoh Fisika 2.3. Tensor Momen Inersia Salah satu tensor rank dua yang paling sering ditemui adalah tensor momen inersia. Tensor ini menghubungkan momentum sudut L dan kecepatan sudut ω dari gerak rotasi sebuah benda tegar. Momentum sudut L sebuah benda tegar yang berotasi pada titik tertentu diberikan oleh L = r vdm,

99 2.3. CONTOH FISIKA 93 dengan r adalah vektor posisi dari titik tertentu (tetap) ke elemen massa dm dan v adalah kecepatan dm. Kita telah menunjukkan v = ω r, sehingga L = = r(ω r)dm [(r r)ω (r ω)r]dm. Jika kita tuliskan dalam notasi tensor dengan konvensi penjumlahan, komponen ke i dari L adalah L i = [r 2 ω i x j ω j x i ]dm. Karena r 2 ω i = r 2 ω j δ ij, L i = ω j [r 2 δ ij x j x i ]dm = I ij ω j, dengan I ij dikenal sebagai tensor momen inersia, diberikan oleh I ij = [x k x k δ ij xj x i ]dm. (2.65) Karena δ ij dan x i x j keduanya tensor rank dua, I ij tensor simetrik rank dua. Secara eksplisit komponen tensor ini adalah (x x 2 3 )dm x x 2 dm x x 3 dm I ij = x 2 x dm (x 2 + x2 3 )dm x 2 x 3 dm x 3 x dm x 3 x 2 dm. (2.66) (x x2 )dm Tensor Stress Nama tensor berasal dari gaya regangan dalam teori elastisitas. Di dalam benda elastik, terdapat gaya antara bagian bertetangga dari material. Bayangkan sebuah irisan pada benda, material di sebelah kanan memberikan gaya sebesar F pada material di sebelah kiri, dan material pada sebelah kiri memberikan gaya yang sama dan berlawanan arah F pada material di sebelah kanan. Marilah kita uji material melalui luas yang kecil x x 3, Gambar 2.3, dalam bidang imajiner yang tegak lurus sumbu x 2. Jika luas daerah tersebut cukup kecil, kita mengharapkan gaya sebanding dengan luas. Sehingga kita dapat mendefinisikan stress/tekanan P 2 sebagai gaya per satuan luas. Subscript 2 mengindikasikan bahwa gaya yang bekerja pada bidang tegak lurus sumbu x 2 positif. Komponen P 2 sepanjang sumbu (x, x 2, x 3 ) secara berurutan diberikan oleh P 2, P 22, P 32. Sekarang kita dapat melihat pada luas daerah kecil pada bidang yang tegak lurus sumbu x dan mendefinisikan komponen stress sebagai P, P 2, P 3.

100 94 2. TRANSFORMASI VEKTOR DAN TENSOR CARTESIAN Gambar 2.3: Stress P 2, didefinsikan sebagai gaya per satuan luas, pada luas daerah yang kecil tegak lurus sumbu x 2. Komponennya sepanjang tiga buah sumbu secara berurutan adalah P 2, P 22, P 32 Gambar 2.4: Sembilan buah komponen sebuah tensor stress pada sebuah titik dapat direpresentasikan sebagai gaya normal dan tangensial pada sebuah kubus tak hingga di sekeliling titik Sekarang bayangkan bahwa irisannya tegak lurus sumbu x 3 sehingga P 3, P 23, P 33 juga bisa didefiniskan dengan cara yang sama. Jika e, e 2, e 3 adalah vektor basis satuan, hubungan ini dapat dinyatakan P j = P ij e i. (2.67) Komponen stress berjumlah sembilan yaitu: P P 2 P 3 P ij = P 2 P 22 P 23. (2.68) P 3 P 32 P 33 Subscript pertama pada P ij mengindikasikan arah dari komponen gaya, subscript kedua mengindikasikan arah normal pada permukaan tempat gaya bekerja. Arti fisis dari P ij adalah sebagai berikut. Bayangkan kubus tak hingga banyaknya di sekeliling titik di dalam material, seperti Gambar 2.4. Agar jelas, gaya hanya dilukiskan

101 2.3. CONTOH FISIKA 95 Gambar 2.5: Gaya pada permukaan tetrahedron tak hingga. Syarat kesetimbangan mengharuskan tensor stress adalah tensor rank dua. dalam tiga permukaan. Terdapat gaya normal P ii (regangan ditunjukkan tetapi dapat ditekan dengan panah terbalik) dan gaya tangensial/singgung P ij (i j, shear). Perhatikan bahwa dalam kesetimbangan, gaya dalam permukaan berlawanan haruslah sama besar dan berlawanan arah. Lebih dari itu (2.67) simetrik P ij = P ji, karena adanya kesetimbangan rotasional. Sebagai contoh gaya shear pada permukaan atas dalam arah x 2 adalah P 23 x x 2. Torsi di sekitar sumbu x karena gaya ini adalah (P 23 x x 2 ) x 3. Torsi yang berlawanan karena gaya shear pada permukaan kanan adalah (P 32 x 3 x ) x 2. Karena torsi di sekitar sumbu x harus nol, maka (P 23 x x 2 ) x 3 = (P 32 x 3 x ) x dan kita memiliki P 23 = P 32. Dengan argumen yang sama kita dapat membuktikan secara umum P ij = P ji, sehingga (2.68) simetrik. Sekarang kita akan membuktikan sembilan kompoenen (2.68) adalah sebuah tensor, dikenal sebagai tensor stress. Untuk tujuan ini, kita membuat tetrahedron tak hingga dengan sisinya berarah sepanjang sumbu koordinat pada Gambar 2.5. Misalkan a, a 2, a 3 merupakan luas permukaan tegak lurus pada sumbu x, x 2, x 3, gaya per satuan luasnya adalah P, P 2, P 3, karena permukaan ini arahnya ke sumbu negatif. Misalkan a n adalah luas permuakaan terinklinasi dengan satuan normal eksterior n dan P n adalah gaya per satuan luas permukaan ini. Gaya total pada keempat permukaan ini haruslah nol, meskipun terdapat gaya benda, seperti gravitasi. Gaya benda akan sebanding dengan volume, sedangkan semua gaya permukaan akan sebanding dengan luas. Karena dimensinya menuju nol, gaya benda akan sangat kecil dibandingkan dengan gaya permukaan dan dapat diabaikan. Sehingga P n a n P a P 2 a 2 P 3 a 3 =. (2.69)

Matriks biasanya dituliskan menggunakan kurung dan terdiri dari baris dan kolom: A =

Matriks biasanya dituliskan menggunakan kurung dan terdiri dari baris dan kolom: A = Bab 2 cakul fi080 by khbasar; sem1 2010-2011 Matriks Dalam BAB ini akan dibahas mengenai matriks, sifat-sifatnya serta penggunaannya dalam penyelesaian persamaan linier. Matriks merupakan representasi

Lebih terperinci

Eigen value & Eigen vektor

Eigen value & Eigen vektor Eigen value & Eigen vektor Hubungan antara vektor x (bukan nol) dengan vektor Ax yang berada di R n pada proses transformasi dapat terjadi dua kemungkinan : 1) 2) Tidak mudah untuk dibayangkan hubungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tegak, perlu diketahui tentang materi-materi sebagai berikut.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tegak, perlu diketahui tentang materi-materi sebagai berikut. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sebelum pembahasan mengenai irisan bidang datar dengan tabung lingkaran tegak, perlu diketahui tentang materi-materi sebagai berikut. A. Matriks Matriks adalah himpunan skalar (bilangan

Lebih terperinci

NILAI EIGEN DAN VEKTOR EIGEN disebut vektor eigen dari matriks A =

NILAI EIGEN DAN VEKTOR EIGEN disebut vektor eigen dari matriks A = NILAI EIGEN DAN VEKTOR EIGEN >> DEFINISI NILAI EIGEN DAN VEKTOR EIGEN Jika A adalah sebuah matriks n n, maka sebuah vektor taknol x pada R n disebut vektor eigen (vektor karakteristik) dari A jika Ax adalah

Lebih terperinci

Bagian 2 Matriks dan Determinan

Bagian 2 Matriks dan Determinan Bagian Matriks dan Determinan Materi mengenai fungsi, limit, dan kontinuitas akan kita pelajari dalam Bagian Fungsi dan Limit. Pada bagian Fungsi akan mempelajari tentang jenis-jenis fungsi dalam matematika

Lebih terperinci

DIAGONALISASI MATRIKS KOMPLEKS

DIAGONALISASI MATRIKS KOMPLEKS Buletin Ilmiah Mat Stat dan Terapannya (Bimaster) Volume 04, No 3 (2015), hal 337-346 DIAGONALISASI MATRIKS KOMPLEKS Heronimus Hengki, Helmi, Mariatul Kiftiah INTISARI Matriks kompleks merupakan matriks

Lebih terperinci

Matriks - Definisi. Sebuah matriks yang memiliki m baris dan n kolom disebut matriks m n. Sebagai contoh: Adalah sebuah matriks 2 3.

Matriks - Definisi. Sebuah matriks yang memiliki m baris dan n kolom disebut matriks m n. Sebagai contoh: Adalah sebuah matriks 2 3. MATRIKS Pokok Bahasan Matriks definisi Notasi matriks Matriks yang sama Panambahan dan pengurangan matriks Perkalian matriks Transpos suatu matriks Matriks khusus Determinan suatu matriks bujursangkar

Lebih terperinci

BAB 1 BESARAN VEKTOR. A. Representasi Besaran Vektor

BAB 1 BESARAN VEKTOR. A. Representasi Besaran Vektor BAB 1 BESARAN VEKTOR TUJUAN PEMBELAJARAN 1. Menjelaskan definisi vektor, dan representasinya dalam sistem koordinat cartesius 2. Menjumlahan vektor secara grafis dan matematis 3. Melakukan perkalian vektor

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. yang dibicarakan yang akan digunakan pada bab selanjutnya. Bentuk umum dari matriks bujur sangkar adalah sebagai berikut:

BAB 2 LANDASAN TEORI. yang dibicarakan yang akan digunakan pada bab selanjutnya. Bentuk umum dari matriks bujur sangkar adalah sebagai berikut: BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab ini dibicarakan mengenai matriks yang berbentuk bujur sangkar dengan beberapa definisi, teorema, sifat-sifat dan contoh sesuai dengan matriks tertentu yang dibicarakan yang

Lebih terperinci

ALJABAR LINIER MAYDA WARUNI K, ST, MT ALJABAR LINIER (I)

ALJABAR LINIER MAYDA WARUNI K, ST, MT ALJABAR LINIER (I) ALJABAR LINIER MAYDA WARUNI K, ST, MT ALJABAR LINIER (I) 1 MATERI ALJABAR LINIER VEKTOR DALAM R1, R2 DAN R3 ALJABAR VEKTOR SISTEM PERSAMAAN LINIER MATRIKS, DETERMINAN DAN ALJABAR MATRIKS, INVERS MATRIKS

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. pada penulisan bab III. Materi yang diuraikan berisi tentang definisi, teorema, dan

BAB II KAJIAN TEORI. pada penulisan bab III. Materi yang diuraikan berisi tentang definisi, teorema, dan BAB II KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas beberapa hal yang digunakan sebagai landasan pada penulisan bab III. Materi yang diuraikan berisi tentang definisi, teorema, dan beberapa kajian matematika,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Matriks 1. Pengertian Matriks Definisi II.A.1 Matriks didefinisikan sebagai susunan persegi panjang dari bilangan-bilangan yang diatur dalam baris dan kolom. Contoh II.A.1: 9 5

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Matriks 1. Pengertian Matriks Definisi II. A. 1 Matriks didefinisikan sebagai susunan segi empat siku- siku dari bilangan- bilangan yang diatur dalam baris dan kolom (Anton, 1987:22).

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN UNIVERSITAS GUNADARMA

SATUAN ACARA PERKULIAHAN UNIVERSITAS GUNADARMA Mata Kuliah : Matematika Diskrit 2 Kode / SKS : IT02 / 3 SKS Program Studi : Sistem Komputer Fakultas : Ilmu Komputer & Teknologi Informasi. Pendahuluan 2. Vektor.. Pengantar mata kuliah aljabar linier.

Lebih terperinci

BESARAN VEKTOR. Gb. 1.1 Vektor dan vektor

BESARAN VEKTOR. Gb. 1.1 Vektor dan vektor BAB 1 BESARAN VEKTOR Tujuan Pembelajaran 1. Menjelaskan definisi vektor, dan representasinya dalam sistem koordinat cartesius 2. Menjumlahkan vektor secara grafis dan dengan vektor komponen 3. Melakukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A Matriks 1 Pengertian Matriks Definisi 21 Matriks adalah kumpulan bilangan bilangan yang disusun secara khusus dalam bentuk baris kolom sehingga membentuk empat persegi panjang

Lebih terperinci

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN Mata Kuliah : Aljabar Linear Kode / SKS : TIF-5xxx / 3 SKS Dosen : - Deskripsi Singkat : Mata kuliah ini berisi Sistem persamaan Linier dan Matriks, Determinan, Vektor

Lebih terperinci

Aljabar Linear Elementer

Aljabar Linear Elementer BAB I RUANG VEKTOR Pada kuliah Aljabar Matriks kita telah mendiskusikan struktur ruang R 2 dan R 3 beserta semua konsep yang terkait. Pada bab ini kita akan membicarakan struktur yang merupakan bentuk

Lebih terperinci

MATRIKS. Matematika. FTP UB Mas ud Effendi. Matematika

MATRIKS. Matematika. FTP UB Mas ud Effendi. Matematika MATRIKS FTP UB Mas ud Effendi Pokok Bahasan Transpos suatu matriks Matriks khusus Determinan suatu matriks bujursangkar Invers suatu matriks bujursangkar Penyelesaian set persamaan linier Nilai-eigen dan

Lebih terperinci

Pertemuan 1 Sistem Persamaan Linier dan Matriks

Pertemuan 1 Sistem Persamaan Linier dan Matriks Matriks & Ruang Vektor Pertemuan Sistem Persamaan Linier dan Matriks Start Matriks & Ruang Vektor Outline Materi Pengenalan Sistem Persamaan Linier (SPL) SPL & Matriks Matriks & Ruang Vektor Persamaan

Lebih terperinci

a11 a12 x1 b1 Definisi Vektor di R 2 dan R 3

a11 a12 x1 b1 Definisi Vektor di R 2 dan R 3 a11 a12 x1 b1 a a x b 21 22 2 2 Definisi Vektor di R 2 dan R 3 a11 a12 x1 b1 a a x b 21 22 2 2 Pendahuluan Notasi dan Pengertian Dasar Skalar, suatu konstanta yang dituliskan dalam huruf kecil Vektor,

Lebih terperinci

BAB IV TRANSFORMASI LINEAR. sebuah vektor yang unik di dalam W dengan sebuah vektor di dalam V, maka kita mengatakan F

BAB IV TRANSFORMASI LINEAR. sebuah vektor yang unik di dalam W dengan sebuah vektor di dalam V, maka kita mengatakan F BAB IV TRANSFORMASI LINEAR 4.. Transformasi Linear Jika V dan W adalah ruang vektor dan F adalah sebuah fungsi yang mengasosiasikan sebuah vektor yang unik di dalam W dengan sebuah vektor di dalam V, maka

Lebih terperinci

, ω, L dan C adalah riil, tunjukkanlah

, ω, L dan C adalah riil, tunjukkanlah . Jika z j j PROBLEM SE# Sistem Bilangan Kompleks, tentukanlah bagian riil dan bagian imajiner dari bilangan kompleks z z. Carilah harga dan y yang memenuhi persamaan : y j y, j, ( ) ( ). Carilah bentuk

Lebih terperinci

MODUL ALJABAR LINEAR 1 Disusun oleh, ASTRI FITRIA NUR ANI

MODUL ALJABAR LINEAR 1 Disusun oleh, ASTRI FITRIA NUR ANI 214 MODUL ALJABAR LINEAR 1 Disusun oleh, ASTRI FITRIA NUR ANI Astri Fitria Nur ani Aljabar Linear 1 1/1/214 1 DAFTAR ISI DAFTAR ISI... i BAB I MATRIKS DAN SISTEM PERSAMAAN A. Pendahuluan... 1 B. Aljabar

Lebih terperinci

(Departemen Matematika FMIPA-IPB) Matriks Bogor, / 66

(Departemen Matematika FMIPA-IPB) Matriks Bogor, / 66 MATRIKS Departemen Matematika FMIPA-IPB Bogor, 2012 (Departemen Matematika FMIPA-IPB) Matriks Bogor, 2012 1 / 66 Topik Bahasan 1 Matriks 2 Operasi Matriks 3 Determinan matriks 4 Matriks Invers 5 Operasi

Lebih terperinci

MATRIKS Matematika Industri I

MATRIKS Matematika Industri I MATRIKS TIP FTP UB Mas ud Effendi Pokok Bahasan Matriks definisi Notasi matriks Matriks yang sama Panambahan dan pengurangan matriks Perkalian matriks Transpos suatu matriks Matriks khusus Determinan suatu

Lebih terperinci

Kata Pengantar. Puji syukur kehadirat Yang Maha Kuasa yang telah memberikan pertolongan hingga modul ajar ini dapat terselesaikan.

Kata Pengantar. Puji syukur kehadirat Yang Maha Kuasa yang telah memberikan pertolongan hingga modul ajar ini dapat terselesaikan. i Kata Pengantar Puji syukur kehadirat Yang Maha Kuasa yang telah memberikan pertolongan hingga modul ajar ini dapat terselesaikan. Modul ajar ini dimaksudkan untuk membantu penyelenggaraan kuliah jarak

Lebih terperinci

MATRIKS Matematika Industri I

MATRIKS Matematika Industri I MATRIKS TIP FTP UB Mas ud Effendi Pokok Bahasan Matriks definisi Notasi matriks Matriks yang sama Panambahan dan pengurangan matriks Perkalian matriks Transpos suatu matriks Matriks khusus Determinan suatu

Lebih terperinci

Aljabar Linier Elementer. Kuliah 1 dan 2

Aljabar Linier Elementer. Kuliah 1 dan 2 Aljabar Linier Elementer Kuliah 1 dan 2 1.3 Matriks dan Operasi-operasi pada Matriks Definisi: Matriks adalah susunan bilangan dalam empat persegi panjang. Bilangan-bilangan dalam susunan tersebut disebut

Lebih terperinci

TE Teknik Numerik Sistem Linear

TE Teknik Numerik Sistem Linear TE 9467 Teknik Numerik Sistem Linear Operator Linear Trihastuti Agustinah Bidang Studi Teknik Sistem Pengaturan Jurusan Teknik Elektro - FTI Institut Teknologi Sepuluh Nopember O U T L I N E. Objektif.

Lebih terperinci

Matematika II : Vektor. Dadang Amir Hamzah

Matematika II : Vektor. Dadang Amir Hamzah Matematika II : Vektor Dadang Amir Hamzah sumber : http://www.whsd.org/uploaded/faculty/tmm/calc front image.jpg 2016 Dadang Amir Hamzah Matematika II Semester II 2016 1 / 24 Outline 1 Pendahuluan Dadang

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN MATA KULIAH KALKULUS LANJUT A (S1 / TEKNIK INFORMATIKA ) KODE / SKS KD

SATUAN ACARA PERKULIAHAN MATA KULIAH KALKULUS LANJUT A (S1 / TEKNIK INFORMATIKA ) KODE / SKS KD SATUAN ACARA PERKULIAHAN MATA KULIAH KALKULUS LANJUT A (S1 / TEKNIK INFORMATIKA ) KODE / SKS KD-045315 Mingg u Ke Pokok Bahasan dan TIU Sub-pokok Bahasan dan Sasaran Belajar Cara Pengajaran Media Tugas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. nyata (fenomena-fenomena alam) ke dalam bagian-bagian matematika yang. disebut dunia matematika (mathematical world).

II. TINJAUAN PUSTAKA. nyata (fenomena-fenomena alam) ke dalam bagian-bagian matematika yang. disebut dunia matematika (mathematical world). 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pemodelan Matematika Definisi pemodelan matematika : Pemodelan matematika adalah suatu deskripsi dari beberapa perilaku dunia nyata (fenomena-fenomena alam) ke dalam bagian-bagian

Lebih terperinci

MATRIKS A = ; B = ; C = ; D = ( 5 )

MATRIKS A = ; B = ; C = ; D = ( 5 ) MATRIKS A. DEFINISI MATRIKS Matriks adalah suatu susunan bilangan berbentuk segi empat dari suatu unsur-unsur pada beberapa sistem aljabar. Unsur-unsur tersebut bisa berupa bilangan dan juga suatu peubah.

Lebih terperinci

BAB 6 RUANG HASIL KALI DALAM. Dr. Ir. Abdul Wahid Surhim, MT.

BAB 6 RUANG HASIL KALI DALAM. Dr. Ir. Abdul Wahid Surhim, MT. BAB 6 RUANG HASIL KALI DALAM Dr. Ir. Abdul Wahid Surhim, MT. KERANGKA PEMBAHASAN 1. Hasil Kali Dalam 2. Sudut dan Keortogonalan pada Ruang Hasil Kali Dalam 3.Basis Ortogonal, Proses Gram-Schmidt 4.Perubahan

Lebih terperinci

BAB VII MATRIKS DAN SISTEM LINEAR TINGKAT SATU

BAB VII MATRIKS DAN SISTEM LINEAR TINGKAT SATU BAB VII MATRIKS DAN SISTEM LINEAR TINGKAT SATU Sistem persamaan linear orde/ tingkat satu memiliki bentuk standard : = = = = = = = = = + + + + + + + + + + Diasumsikan koefisien = dan fungsi adalah menerus

Lebih terperinci

MATEMATIKA INFORMATIKA 2 TEKNIK INFORMATIKA UNIVERSITAS GUNADARMA FENI ANDRIANI

MATEMATIKA INFORMATIKA 2 TEKNIK INFORMATIKA UNIVERSITAS GUNADARMA FENI ANDRIANI MATEMATIKA INFORMATIKA 2 TEKNIK INFORMATIKA UNIVERSITAS GUNADARMA FENI ANDRIANI SAP (1) Buku : Suryadi H.S. 1991, Pengantar Aljabar dan Geometri analitik Vektor Definisi, Notasi, dan Operasi Vektor Susunan

Lebih terperinci

BAB III PEREDUKSIAN RUANG INDIVIDU DENGAN ANALISIS KOMPONEN UTAMA. Analisis komponen utama adalah metode statistika multivariat yang

BAB III PEREDUKSIAN RUANG INDIVIDU DENGAN ANALISIS KOMPONEN UTAMA. Analisis komponen utama adalah metode statistika multivariat yang BAB III PEREDUKSIAN RUANG INDIVIDU DENGAN ANALISIS KOMPONEN UTAMA Analisis komponen utama adalah metode statistika multivariat yang bertujuan untuk mereduksi dimensi data dengan membentuk kombinasi linear

Lebih terperinci

Part II SPL Homogen Matriks

Part II SPL Homogen Matriks Part II SPL Homogen Matriks SPL Homogen Bentuk Umum SPL homogen dalam m persamaan dan n variabel x 1, x 2,, x n : a 11 x 1 + a 12 x 2 + + a 1n x n = 0 a 21 x 1 + a 22 x 2 + + a 2n x n = 0 a m1 x 1 + a

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. syarat batas, deret fourier, metode separasi variabel, deret taylor dan metode beda

BAB II KAJIAN TEORI. syarat batas, deret fourier, metode separasi variabel, deret taylor dan metode beda BAB II KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas tentang beberapa teori dasar yang digunakan sebagai landasan pembahasan pada bab III. Beberapa teori dasar yang dibahas, diantaranya teori umum tentang persamaan

Lebih terperinci

MAKALAH ALJABAR LINEAR TRANSFORMASI LINEAR ATAU PEMETAAN LINEAR

MAKALAH ALJABAR LINEAR TRANSFORMASI LINEAR ATAU PEMETAAN LINEAR MAKALAH ALJABAR LINEAR TRANSFORMASI LINEAR ATAU PEMETAAN LINEAR Disusun oleh : 1. Supriyani (0903040095) 2. Sri Hartati (0903040113) 3. Anisatul M. (0903040065) TEKNIK INFORMATIKA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN MATA KULIAH : ALJABAR LINIER JURUSAN : TEKNIK KOMPUTER JUMLAH SKS : Definisi, Notasi, dan Operasi Vektor 2.

SATUAN ACARA PERKULIAHAN MATA KULIAH : ALJABAR LINIER JURUSAN : TEKNIK KOMPUTER JUMLAH SKS : Definisi, Notasi, dan Operasi Vektor 2. SATUAN ACARA PERKULIAHAN MATA KULIAH : ALJABAR LINIER JURUSAN : TEKNIK KOMPUTER JUMLAH SKS : 3 Minggu Ke Pokok Bahasan dan TIU Sub Pokok Bahasan Sasaran Belajar Cara Pengajaran Media Tugas Referens i 1

Lebih terperinci

KISI-KISI SOAL UJIAN SEKOLAH TAHUN PELAJARAN 2014/2015

KISI-KISI SOAL UJIAN SEKOLAH TAHUN PELAJARAN 2014/2015 KISI-KISI SOAL UJIAN SEKOLAH TAHUN PELAJARAN 2014/2015 Mata Pelajaran : Matematika Alokasi Waktu : 120 menit Kelas : XII IPA Penyusun Standar Kompetensi Kompetensi Dasar Indikator Materi No Soal Menggunakan

Lebih terperinci

MATRIKS Nuryanto, ST., MT.

MATRIKS Nuryanto, ST., MT. MateMatika ekonomi MATRIKS TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS Setelah mempelajari bab ini, anda diharapkan dapat : 1. Pengertian matriks 2. Operasi matriks 3. Jenis matriks 4. Determinan 5. Matriks invers 6.

Lebih terperinci

SISTEM PERSAMAAN LINEAR

SISTEM PERSAMAAN LINEAR SISTEM PERSAMAAN LINEAR BAB 1 Dr. Abdul Wahid Surhim POKOK BAHASAN 1.1 Pengantar Sistem Persamaan Linear (SPL) 1.2 Eliminasi GAUSS-JORDAN 1.3 Matriks dan operasi matriks 1.4 Aritmatika Matriks, Matriks

Lebih terperinci

GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN (GBPP)

GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN (GBPP) Revisi ke: Tanggal: GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN (GBPP) SPMI-UNDIP/GBPP/xx.xx.xx/xxx Disetujui oleh Dekan Fak Mata Kuliah : Fisika Matematika I Kode/ Bobot : PAF 208/4 sks Deskripsi singkat : Mata

Lebih terperinci

Operasi Eliminasi Gauss. Eliminasi Gauss adalah suatu cara mengoperasikan nilai-nilai di dalam

Operasi Eliminasi Gauss. Eliminasi Gauss adalah suatu cara mengoperasikan nilai-nilai di dalam Operasi Eliminasi Gauss Eliminasi Gauss adalah suatu cara mengoperasikan nilai-nilai di dalam matriks sehingga menjadi matriks yang lebih sederhana (ditemukan oleh Carl Friedrich Gauss). Caranya adalah

Lebih terperinci

Soal-Soal dan Pembahasan Matematika IPA SNMPTN 2012 Tanggal Ujian: 13 Juni 2012

Soal-Soal dan Pembahasan Matematika IPA SNMPTN 2012 Tanggal Ujian: 13 Juni 2012 Soal-Soal dan Pembahasan Matematika IPA SNMPTN 01 Tanggal Ujian: 13 Juni 01 1. Lingkaran (x + 6) + (y + 1) 5 menyinggung garis y 4 di titik... A. ( -6, 4 ). ( -1, 4 ) E. ( 5, 4 ) B. ( 6, 4) D. ( 1, 4 )

Lebih terperinci

digunakan untuk menyelesaikan integral seperti 3

digunakan untuk menyelesaikan integral seperti 3 Bab Teknik Pengintegralan BAB TEKNIK PENGINTEGRALAN Rumus-rumus dasar integral tak tertentu yang diberikan pada bab hanya dapat digunakan untuk mengevaluasi integral dari fungsi sederhana dan tidak dapat

Lebih terperinci

SUMMARY ALJABAR LINEAR

SUMMARY ALJABAR LINEAR SUMMARY ALJABAR LINEAR SUMANANG MUHTAR GOZALI KBK ANALISIS UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG 2010 2 KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam. Shalawat serta

Lebih terperinci

Aljabar Linier Elementer. Kuliah ke-9

Aljabar Linier Elementer. Kuliah ke-9 Aljabar Linier Elementer Kuliah ke-9 Materi kuliah Hasilkali Titik Proyeksi Ortogonal 7/9/2014 Yanita, FMIPA Matematika Unand 2 Hasilkali Titik dari Vektor-Vektor Definisi Jika u dan v adalah vektor-vektor

Lebih terperinci

II. M A T R I K S ... A... Contoh II.1 : Macam-macam ukuran matriks 2 A. 1 3 Matrik A berukuran 3 x 1. Matriks B berukuran 1 x 3

II. M A T R I K S ... A... Contoh II.1 : Macam-macam ukuran matriks 2 A. 1 3 Matrik A berukuran 3 x 1. Matriks B berukuran 1 x 3 11 II. M A T R I K S Untuk mencari pemecahan sistem persamaan linier dapat digunakan beberapa cara. Salah satu yang paling mudah adalah dengan menggunakan matriks. Dalam matematika istilah matriks digunakan

Lebih terperinci

dengan vektor tersebut, namun nilai skalarnya satu. Artinya

dengan vektor tersebut, namun nilai skalarnya satu. Artinya 1. Pendahuluan Penggunaan besaran vektor dalam kehidupan sehari-hari sangat penting mengingat aplikasi besaran vektor yang luas. Mulai dari prinsip gaya, hingga bidang teknik dalam memahami konsep medan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembahasan mendasar mengenai matriks terutama yang berkaitan dengan matriks yang dapat didiagonalisasi telah jelas disajikan dalam referensi yang biasanya digunakan

Lebih terperinci

Materi Aljabar Linear Lanjut

Materi Aljabar Linear Lanjut Materi Aljabar Linear Lanjut TRANSFORMASI LINIER DARI R n KE R m ; GEOMETRI TRANSFORMASI LINIER DARI R 2 KE R 2 Disusun oleh: Dwi Lestari, M.Sc email: dwilestari@uny.ac.id JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Aljabar Matriks 2.1.1 Definisi Matriks Matriks adalah suatu kumpulan angka-angka yang juga sering disebut elemen-elemen yang disusun secara teratur menurut baris dan kolom sehingga

Lebih terperinci

I. Sistem Persamaan Diferensial Linier Orde 1 (Review)

I. Sistem Persamaan Diferensial Linier Orde 1 (Review) I. Sistem Persamaan Diferensial Linier Orde (Review) November 0 () I. Sistem Persamaan Diferensial Linier Orde (Review) November 0 / 6 Teori Umum Bentuk umum sistem persamaan diferensial linier orde satu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Analisis Biplot Biasa

TINJAUAN PUSTAKA Analisis Biplot Biasa TINJAUAN PUSTAKA Analisis Biplot Biasa Analisis biplot merupakan suatu upaya untuk memberikan peragaan grafik dari matriks data dalam suatu plot dengan menumpangtindihkan vektor-vektor dalam ruang berdimensi

Lebih terperinci

BAB III MATRIKS HERMITIAN. dan konsep-konsep lainnya yang berkaitan dengan matriks Hermitian. Matriks

BAB III MATRIKS HERMITIAN. dan konsep-konsep lainnya yang berkaitan dengan matriks Hermitian. Matriks BAB III MATRIKS HERMITIAN Pada bab ini, akan dibahas beberapa konsep penting dari matriks Hermitian dan konsep-konsep lainnya yang berkaitan dengan matriks Hermitian. Matriks Hermitian merupakan kelas

Lebih terperinci

Bab 1 : Skalar dan Vektor

Bab 1 : Skalar dan Vektor Bab 1 : Skalar dan Vektor 1.1 Skalar dan Vektor Istilah skalar mengacu pada kuantitas yang nilainya dapat diwakili oleh bilangan real tunggal (positif atau negatif). x, y dan z kita gunakan dalam aljabar

Lebih terperinci

Analisis Matriks. Ahmad Muchlis

Analisis Matriks. Ahmad Muchlis Analisis Matriks Ahmad Muchlis January 22, 2014 2 Notasi Pada umumnya matriks yang kita bicarakan dalam naskah ini adalah matriks kompleks. Himpunan semua matriks kompleks [real] berukuran m n dinyatakan

Lebih terperinci

Tujuan. Mhs dapat mendemonstrasikan operasi matriks: penjumlahan, perkalian, dsb. serta menentukan matriks inverse

Tujuan. Mhs dapat mendemonstrasikan operasi matriks: penjumlahan, perkalian, dsb. serta menentukan matriks inverse Matriks Tujuan Mhs dapat mendemonstrasikan operasi matriks: penjumlahan, perkalian, dsb. serta menentukan matriks inverse Pengertian Matriks Adalah kumpulan bilangan yang disajikan secara teratur dalam

Lebih terperinci

Vektor. Vektor memiliki besaran dan arah. Beberapa besaran fisika yang dinyatakan dengan vektor seperti : perpindahan, kecepatan dan percepatan.

Vektor. Vektor memiliki besaran dan arah. Beberapa besaran fisika yang dinyatakan dengan vektor seperti : perpindahan, kecepatan dan percepatan. Vektor Vektor memiliki besaran dan arah. Beberapa besaran fisika yang dinyatakan dengan vektor seperti : perpindahan, kecepatan dan percepatan. Skalar hanya memiliki besaran saja, contoh : temperatur,

Lebih terperinci

Sebuah garis dalam bidang xy bisa disajikan secara aljabar dengan sebuah persamaan berbentuk :

Sebuah garis dalam bidang xy bisa disajikan secara aljabar dengan sebuah persamaan berbentuk : Persamaan Linear Sebuah garis dalam bidang xy bisa disajikan secara aljabar dengan sebuah persamaan berbentuk : a x + a y = b Persamaan jenis ini disebut sebuah persamaan linear dalam peubah x dan y. Definisi

Lebih terperinci

SISTEM PERSAMAAN LINEAR ( BAGIAN II )

SISTEM PERSAMAAN LINEAR ( BAGIAN II ) SISTEM PERSAMAAN LINEAR ( BAGIAN II ) D. FAKTORISASI MATRIKS D2 2. METODE ITERASI UNTUK MENYELESAIKAN SPL D3 3. NILAI EIGEN DAN VEKTOR EIGEN D4 4. POWER METHOD Beserta contoh soal untuk setiap subbab 2

Lebih terperinci

BAB II V E K T O R. Untuk menyatakan arah vektor diperlukan sistem koordinat.

BAB II V E K T O R. Untuk menyatakan arah vektor diperlukan sistem koordinat. .. esaran Vektor Dan Skalar II V E K T O R da beberapa besaran fisis yang cukup hanya dinyatakan dengan suatu angka dan satuan yang menyatakan besarnya saja. da juga besaran fisis yang tidak cukup hanya

Lebih terperinci

a11 a12 x1 b1 Kumpulan Materi Kuliah #1 s/d #03 Tahun Ajaran 2016/2016: Oleh: Prof. Dr. Ir. Setijo Bismo, DEA.

a11 a12 x1 b1 Kumpulan Materi Kuliah #1 s/d #03 Tahun Ajaran 2016/2016: Oleh: Prof. Dr. Ir. Setijo Bismo, DEA. a11 a12 x1 b1 a a x b 21 22 2 2 Kumpulan Materi Kuliah #1 s/d #03 Tahun Ajaran 2016/2016: Oleh: Prof. Dr. Ir. Setijo Bismo, DEA. a11 a12 x1 b1 a a x b 21 22 2 2 a11 a12 x1 b1 a a x b 21 22 2 2 Setijo Bismo

Lebih terperinci

Matriks. Modul 1 PENDAHULUAN

Matriks. Modul 1 PENDAHULUAN Modul Matriks Dra. Sri Haryatmi Kartiko, M.Sc. I PENDAHULUAN lmu pengetahuan dewasa ini menjadi semakin kuantitatif. Data numerik dengan skala besar, hasil pengukuran berupa angka sering dijumpai oleh

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN MATA KULIAH : ALJABAR LINIER KODE / SKS : IT / 2 SKS

SATUAN ACARA PERKULIAHAN MATA KULIAH : ALJABAR LINIER KODE / SKS : IT / 2 SKS SATUAN ACARA PERKULIAHAN MATA KULIAH : ALJABAR LINIER KODE / SKS : IT0143231 / 2 SKS Deskripsi: - Mata kuliah ini mempelajari konsep aljabar linear sebagai dasar untuk membuat algoritma dalam permasalahan

Lebih terperinci

1.1. Definisi, Notasi, dan Operasi Vektor 1.2. Susunan Koordinat Ruang R n 1.3. Vektor di dalam R n 1.4. Persamaan garis lurus dan bidang rata

1.1. Definisi, Notasi, dan Operasi Vektor 1.2. Susunan Koordinat Ruang R n 1.3. Vektor di dalam R n 1.4. Persamaan garis lurus dan bidang rata SATUAN ACARA PERKULIAHAN (SAP) MATA KULIAH : MATEMATIKA INFORMATIKA 2 JURUSAN : S1-TEKNIK INFORMATIKA KODE MATA KULIAH : IT-045214 Referensi : [1]. Yusuf Yahya, D. Suryadi. H.S., Agus S., Matematika untuk

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. operasi matriks, determinan dan invers matriks), aljabar max-plus, matriks atas

BAB II KAJIAN PUSTAKA. operasi matriks, determinan dan invers matriks), aljabar max-plus, matriks atas BAB II KAJIAN PUSTAKA Pada bab ini akan diuraikan mengenai matriks (meliputi definisi matriks, operasi matriks, determinan dan invers matriks), aljabar max-plus, matriks atas aljabar max-plus, dan penyelesaian

Lebih terperinci

Yang dibahas : Ortogonal Basis ortogonal Ortonormal Matrik ortogonal Komplemen ortogonal Proyeksi ortogonal Faktorisasi QR

Yang dibahas : Ortogonal Basis ortogonal Ortonormal Matrik ortogonal Komplemen ortogonal Proyeksi ortogonal Faktorisasi QR Ortogonal Yang dibahas : Ortogonal Basis ortogonal Ortonormal Matrik ortogonal Komplemen ortogonal Proyeksi ortogonal Faktorisasi QR Ortogonal Himpunan vektor {v, v,.., v k } dalam R n disebut himpunan

Lebih terperinci

BAB 3 FUNGSI MONOTON MATRIKS

BAB 3 FUNGSI MONOTON MATRIKS BAB 3 FUNGSI MONOTON MATRIKS Pada bab ini akan dibahas fungsi monoton matriks. Dalam mengkontruksi fungsi monoton matriks banyak istilah yang harus kita ketahui sebelumnya. Beberapa konsep yang akan dibahas

Lebih terperinci

SILABUS. Mengenal matriks persegi. Melakukan operasi aljabar atas dua matriks. Mengenal invers matriks persegi.

SILABUS. Mengenal matriks persegi. Melakukan operasi aljabar atas dua matriks. Mengenal invers matriks persegi. SILABUS Nama Sekolah Mata Pelajaran Kelas / Program Semester : SMA NEGERI 2 LAHAT : MATEMATIKA : XII / IPA : GANJIL STANDAR KOMPETENSI: 3. Menggunakan konsep matriks, vektor, dan transformasi dalam pemecahan

Lebih terperinci

1 Sistem Bilangan Real

1 Sistem Bilangan Real Learning Outcome Rencana Pembelajaran Setelah mengikuti proses pembelajaran ini, diharapkan mahasiswa dapat ) Menentukan solusi pertidaksamaan aljabar ) Menyelesaikan pertidaksamaan dengan nilai mutlak

Lebih terperinci

Diferensial Vektor. (Pertemuan III) Dr. AZ Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

Diferensial Vektor. (Pertemuan III) Dr. AZ Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Brawijaya TKS 4007 Matematika III Diferensial Vektor (Pertemuan III) Dr. AZ Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Perkalian Titik Perkalian titik dari dua buah vektor A dan B pada bidang dinyatakan

Lebih terperinci

Jika titik O bertindak sebagai titik pangkal, maka ruas-ruas garis searah mewakili

Jika titik O bertindak sebagai titik pangkal, maka ruas-ruas garis searah mewakili 4.5. RUMUS PERBANDINGAN VEKTOR DAN KOORDINAT A. Pengertian Vektor Posisi dari Suatu Titik Misalnya titik A, B, C Dan D. adalah titik sebarang di bidang atau di ruang. Jika titik O bertindak sebagai titik

Lebih terperinci

MUH1G3/ MATRIKS DAN RUANG VEKTOR

MUH1G3/ MATRIKS DAN RUANG VEKTOR MUHG3/ MATRIKS DAN RUANG VEKTOR TIM DOSEN Determinan Matriks Determinan Matriks Sub Pokok Bahasan Permutasi dan Determinan Matriks Determinan dengan OBE Determinan dengan Ekspansi Kofaktor Beberapa Aplikasi

Lebih terperinci

DASAR-DASAR TEORI RUANG HILBERT

DASAR-DASAR TEORI RUANG HILBERT DASAR-DASAR TEORI RUANG HILBERT Herry P. Suryawan 1 Geometri Ruang Hilbert Definisi 1.1 Ruang vektor kompleks V disebut ruang hasilkali dalam jika ada fungsi (.,.) : V V C sehingga untuk setiap x, y, z

Lebih terperinci

SRI REDJEKI KALKULUS I

SRI REDJEKI KALKULUS I SRI REDJEKI KALKULUS I KLASIFIKASI BILANGAN RIIL n Bilangan yang paling sederhana adalah bilangan asli : n 1, 2, 3, 4, 5,. n n Bilangan asli membentuk himpunan bagian dari klas himpunan bilangan yang lebih

Lebih terperinci

Catatan Kuliah Aljabar Linier

Catatan Kuliah Aljabar Linier Catatan Kuliah Suryadi Siregar Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Komputer Bandung BANDUNG 018 Kata Pengantar Bagian pertama, buku ini membahas tentang, operasi vektor dan aplikasi perkalian vektor.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. yang biasanya dinyatakan dalam bentuk sebagai berikut: =

BAB II LANDASAN TEORI. yang biasanya dinyatakan dalam bentuk sebagai berikut: = BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Matriks Definisi 2.1 (Lipschutz, 2006): Matriks adalah susunan segiempat dari skalarskalar yang biasanya dinyatakan dalam bentuk sebagai berikut: Setiap skalar yang terdapat dalam

Lebih terperinci

KISI-KISI SOAL UJIAN SEKOLAH SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN (SMK)

KISI-KISI SOAL UJIAN SEKOLAH SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN (SMK) 0 KISI-KISI UJIAN SEKOLAH SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN (SMK) MATA PELAJARAN : MATEMATIKA KELAS : XII KELOMPOK : TEKNOLOGI, PERTANIAN DAN KESEHATAN BENTUK & JMl : PILIHAN GANDA = 35 DAN URAIAN = 5 WAKTU :

Lebih terperinci

DERET FOURIER. n = bilangan asli (1,2,3,4,5,.) L = pertemuan titik. Bilangan-bilangan untuk,,,, disebut koefisien fourier dari f(x) dalam (-L,L)

DERET FOURIER. n = bilangan asli (1,2,3,4,5,.) L = pertemuan titik. Bilangan-bilangan untuk,,,, disebut koefisien fourier dari f(x) dalam (-L,L) DERET FOURIER Bila f adalah fungsi periodic yang berperioda p, maka f adalah fungsi periodic. Berperiode n, dimana n adalah bilangan asli positif (+). Untuk setiap bilangan asli positif fungsi yang didefinisikan

Lebih terperinci

BAB II TEORI KODING DAN TEORI INVARIAN

BAB II TEORI KODING DAN TEORI INVARIAN BAB II TEORI KODING DAN TEORI INVARIAN Pada bab 1 ini akan dibahas definisi kode, khususnya kode linier atas dan pencacah bobot Hammingnya. Di samping itu, akan dijelaskanan invarian, ring invarian dan

Lebih terperinci

DIKTAT MATEMATIKA II

DIKTAT MATEMATIKA II DIKTT MTEMTIK II (VEKTOR) Drs.. NN PURNWN, M.T JURUSN PENDIDIKN TEKNIK MESIN FKULTS PENDIDIKN TEKNOLOGI DN KEJURUN UNIVERSITS PENDIDIKN INDONESI 004 VEKTOR I. PENDHULUN 1.1. PENGERTIN Sepotong garis berarah

Lebih terperinci

BAB II MATRIKS POSITIF. Pada bab ini akan dibahas mengenai Teorema Perron, yaitu teori hasil kontribusi

BAB II MATRIKS POSITIF. Pada bab ini akan dibahas mengenai Teorema Perron, yaitu teori hasil kontribusi BAB II MATRIKS POSITIF Pada bab ini akan dibahas mengenai Teorema Perron, yaitu teori hasil kontribusi dari seorang matematikawan German, Oskar Perron. Perron menerbitkan tulisannya tentang sifat-sifat

Lebih terperinci

Yang dipelajari. 1. Masalah Nilai Eigen dan Penyelesaiannya 2. Masalah Pendiagonalan. Referensi : Kolman & Howard Anton. Ilustrasi

Yang dipelajari. 1. Masalah Nilai Eigen dan Penyelesaiannya 2. Masalah Pendiagonalan. Referensi : Kolman & Howard Anton. Ilustrasi 7// NILAI EIGEN dan VEKTOR EIGEN Yang dipelajari.. Masalah Nilai Eigen dan Penyelesaiannya. Masalah Pendiagonalan Referensi : Kolman & Howard Anton. Ilustrasi Misalkan t : R n R n dengan definisi t(x)

Lebih terperinci

BAB II BESARAN VEKTOR

BAB II BESARAN VEKTOR BAB II BESARAN VEKTOR.1. Besaran Skalar Dan Vektor Dalam fisika, besaran dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu besaran skalar dan besaran vektor. Besaran skalar adalah besaran yang dinyatakan dengan

Lebih terperinci

5. PERSAMAAN LINIER. 1. Berikut adalah contoh SPL yang terdiri dari 4 persamaan linier dan 3 variabel.

5. PERSAMAAN LINIER. 1. Berikut adalah contoh SPL yang terdiri dari 4 persamaan linier dan 3 variabel. 1. Persamaan Linier 5. PERSAMAAN LINIER Persamaan linier adalah suatu persamaan yang variabel-variabelnya berpangkat satu. Disamping persamaan linier ada juga persamaan non linier. Contoh : a) 2x + 3y

Lebih terperinci

MODUL V EIGENVALUE DAN EIGENVEKTOR

MODUL V EIGENVALUE DAN EIGENVEKTOR MODUL V EIGENVALUE DAN EIGENVEKTOR 5.. Pendahuluan Biasanya jika suatu matriks A berukuran mm dan suatu vektor pada R m, tidak ada hubungan antara vektor dan vektor A. Tetapi seringkali kita menemukan

Lebih terperinci

BAB V MOMENTUM ANGULAR Pengukuran Simultan Beberapa Properti Dalam keadaan stasioner, momentum angular untuk elektron hidrogen adalah konstan.

BAB V MOMENTUM ANGULAR Pengukuran Simultan Beberapa Properti Dalam keadaan stasioner, momentum angular untuk elektron hidrogen adalah konstan. BAB V MOMENTUM ANGULAR Pengukuran Simultan Beberapa Properti Dalam keadaan stasioner, momentum angular untuk elektron hidrogen adalah konstan. Kriteria apa saa yang dapat digunakan untuk menentukan properti

Lebih terperinci

BAB III PEMODELAN PERSAMAAN INTEGRAL PADA ALIRAN FLUIDA

BAB III PEMODELAN PERSAMAAN INTEGRAL PADA ALIRAN FLUIDA BAB III PEMODELAN PERSAMAAN INTEGRAL PADA ALIRAN FLUIDA 3.1 Deskripsi Masalah Permasalahan yang dibahas di dalam Tugas Akhir ini adalah mengenai aliran fluida yang mengalir keluar melalui sebuah celah

Lebih terperinci

KARTU SOAL UJIAN NASIONAL MADRASAH ALIYAH NEGERI PANGKALPINANG

KARTU SOAL UJIAN NASIONAL MADRASAH ALIYAH NEGERI PANGKALPINANG Jumlah 50 Bentuk Pilihan Ganda Standar Kompetensi : Menggunakan logika matematika dalam pemecahan masalah yang berkaitan dengan pernyataan majemuk dan pernyataan berkuantor Kompetensi Dasar : Menggunakan

Lebih terperinci

BAB III TENSOR. Berdasarkan uraian bab sebelumnya yang telah menjelaskan beberapa

BAB III TENSOR. Berdasarkan uraian bab sebelumnya yang telah menjelaskan beberapa BAB III TENSOR Berdasarkan uraian bab sebelumnya yang telah menjelaskan beberapa istilah dan materi pendukung yang berkaitan dengan tensor, pada bab ini akan dijelaskan pengertian dasar dari tensor. Tensor

Lebih terperinci

APLIKASI MATEMATIKA UNTUK FISIKA DAN TEKNIK

APLIKASI MATEMATIKA UNTUK FISIKA DAN TEKNIK APLIKASI MATEMATIKA UNTUK FISIKA DAN TEKNIK Penulis : Dr. Asep Yoyo Wardaya Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2013 Hak Cipta 2013 pada penulis, Hak Cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak atau

Lebih terperinci

III HASIL DAN PEMBAHASAN

III HASIL DAN PEMBAHASAN Fungsi periodizer kutub tersebut dapat dituliskan pula sebagai: p θ, N, θ 0 = π N N.0 n= n sin Nn θ θ 0. () f p θ, N, θ 0 = π N N j= j sin Nj θ θ 0 diperoleh dengan menyubstitusi variabel θ pada f θ =

Lebih terperinci

OSN Guru Matematika SMA (Olimpiade Sains Nasional)

OSN Guru Matematika SMA (Olimpiade Sains Nasional) ocsz Pembahasan Soal OSN Guru 2012 OLIMPIADE SAINS NASIONAL KHUSUS GURU MATEMATIKA SMA OSN Guru Matematika SMA (Olimpiade Sains Nasional) Disusun oleh: Pak Anang Halaman 2 dari 26 PEMBAHASAN SOAL OLIMPIADE

Lebih terperinci

& & # = atau )!"* ( & ( ( (&

& & # = atau )!* ( & ( ( (& MATRIKS ======PENGERTIAN====== Matriks merupakan Susunan bilangan-bilangan yang membentuk segi empat siku-siku. Susunan bilangan-bilangan tersebut dinamakan entri dalam matriks. Matriks dinotasikan dengan

Lebih terperinci

KISI-KISI SOAL UJIAN SEKOLAH TAHUN 2016

KISI-KISI SOAL UJIAN SEKOLAH TAHUN 2016 KISI-KISI SOAL UJIAN SEKOLAH TAHUN 206 MATA PELAJARAN : MATEMATIKA WAJIB Penyusun : Team MMP Matematika JENJAN : SMA SMA DKI Jakarta KURIKULUM : Kurikulum 203 NOMO Memilih dan menerapkan aturan Bentuk

Lebih terperinci