Integral dan Persamaan Diferensial

dokumen-dokumen yang mirip
Darpublic Nopember 2013

Analisis Rangkaian Listrik Jilid 2

BAB 2 RESPONS FUNGSI STEP PADA RANGKAIAN RL DAN RC. Adapun bentuk yang sederhana dari suatu persamaan diferensial orde satu adalah: di dt

BAB 4 PENGANALISAAN RANGKAIAN DENGAN PERSAMAAN DIFERENSIAL ORDE DUA ATAU LEBIH TINGGI

Pekan #3. Osilasi. F = ma mẍ + kx = 0. (2)

Analisis Rangkaian Listrik Di Kawasan Waktu

BAB KINEMATIKA DENGAN ANALISIS VEKTOR

1 dz =... Materi XII. Tinjaulah integral

x 4 x 3 x 2 x 5 O x 1 1 Posisi, perpindahan, jarak x 1 t 5 t 4 t 3 t 2 t 1 FI1101 Fisika Dasar IA Pekan #1: Kinematika Satu Dimensi Dr.

Gambar 1, Efek transien pada rangkaian RC

PERSAMAAN GERAK VEKTOR SATUAN. / i / = / j / = / k / = 1

1.4 Persamaan Schrodinger Bergantung Waktu

Oleh : Danny Kurnianto; Risa Farrid Christianti Sekolah Tinggi Teknologi Telematika Telkom Purwokerto

3. Kinematika satu dimensi. x 2. x 1. t 1 t 2. Gambar 3.1 : Kurva posisi terhadap waktu

Faradina GERAK LURUS BERATURAN

B a b 1 I s y a r a t

BAB 2 KINEMATIKA. A. Posisi, Jarak, dan Perpindahan

LIMIT FUNGSI. 0,9 2,9 0,95 2,95 0,99 2,99 1 Tidak terdefinisi 1,01 3,01 1,05 3,05 1,1 3,1 Gambar 1

KINEMATIKA. gerak lurus berubah beraturan(glbb) gerak lurus berubah tidak beraturan

B a b 1 I s y a r a t

Analisis Rangkaian Listrik

Analisis Rangkaian Listrik Di Kawasan s

FISIKA. Kelas X GLB DAN GLBB K13 A. GERAK LURUS BERATURAN (GLB)

MODUL 1 RANGKAIAN THEVENIN, PEMBEBANAN DAN ARUS TRANSIEN

BAB IV NILAI EIGEN DAN VEKTOR EIGEN. Bab ini membahas suatu vektor tidak nol x dan skalar l yang mempunyai

BAB 2 LANDASAN TEORI

Slide : Tri Harsono Politeknik Elektronika Negeri Surabaya ITS Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS) - ITS

Soal-Jawab Fisika OSN 2015

III. METODE PENELITIAN

BAB III METODE PEMULUSAN EKSPONENSIAL TRIPEL DARI WINTER. Metode pemulusan eksponensial telah digunakan selama beberapa tahun

Analisis Rangkaian Listrik

MODUL PERTEMUAN KE 3. MATA KULIAH : FISIKA TERAPAN (2 sks)

RANK DARI MATRIKS ATAS RING

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Peramalan adalah kegiatan untuk memperkirakan apa yang akan terjadi di masa

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Kegiatan untuk memperkirakan apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang

Relasi LOGIK FUNGSI AND, FUNGSI OR, DAN FUNGSI NOT

BAB 2 LANDASAN TEORI. Metode Peramalan merupakan bagian dari ilmu Statistika. Salah satu metode

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

FIsika KTSP & K-13 KINEMATIKA. K e l a s A. VEKTOR POSISI

Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Mercu Buana MODUL PERTEMUAN KE 3. MATA KULIAH : FISIKA DASAR (4 sks)

Fisika Dasar. Gerak Jatuh Bebas 14:12:55. dipengaruhi gaya. berubah sesuai dengan ketinggian. gerak jatuh bebas? nilai percepatan gravitasiyang

BAB 2 LANDASAN TEORI. Peramalan adalah kegiatan untuk memperkirakan apa yang akan terjadi di masa yang

PENGUJIAN HIPOTESIS. pernyataan atau dugaan mengenai satu atau lebih populasi.

BAHAN AJAR GERAK LURUS KELAS X/ SEMESTER 1 OLEH : LIUS HERMANSYAH,

Aljabar Linear Elementer

KINEMATIKA GERAK DALAM SATU DIMENSI

Persamaan Differensial

ARUS,HAMBATAN DAN TEGANGAN GERAK ELEKTRIK

BAB 2 LANDASAN TEORI. Produksi padi merupakan suatu hasil bercocok tanam yang dilakukan dengan

BAB III RUNTUN WAKTU MUSIMAN MULTIPLIKATIF

BAB II LANDASAN TEORI. Peramalan (Forecasting) adalah suatu kegiatan yang mengestimasi apa yang akan

MUH1G3/ MATRIKS DAN RUANG VEKTOR

HUMAN CAPITAL. Minggu 16

Pemodelan Data Runtun Waktu : Kasus Data Tingkat Pengangguran di Amerika Serikat pada Tahun

Penyelesaian Persamaan Diferensial Hill Dengan Menggunakan Teori Floquet

Sudaryatno Sudirham. Integral dan Persamaan Diferensial

Percobaan PENYEARAH GELOMBANG. (Oleh : Sumarna, Lab-Elins, Jurdik Fisika FMIPA UNY)

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Permasalahan Nyata Penyebaran Penyakit Tuberculosis

Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri. SAINTEK Fisika Kode:

BAB III ANALISIS INTERVENSI. Analisis intervensi dimaksudkan untuk penentuan jenis respons variabel

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB 7 NILAI EIGEN DAN VEKTOR EIGEN. Dr. Ir. Abdul Wahid Surhim, MT.

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

IR. STEVANUS ARIANTO 1

PERTEMUAN 2 KINEMATIKA SATU DIMENSI

BAB III METODE DEKOMPOSISI CENSUS II. Data deret waktu adalah data yang dikumpulkan dari waktu ke waktu

GERAK LURUS BESARAN-BESARAN FISIKA PADA GERAK KECEPATAN DAN KELAJUAN PERCEPATAN GLB DAN GLBB GERAK VERTIKAL

BAB 2 LANDASAN TEORI

B a b. Aplikasi Dioda

III METODE PENELITIAN

Sudaryatno Sudirham. AnalisisRangkaian. RangkaianListrik di KawasanWaktu #1

=====O0O===== Gerak Vertikal Gerak vertikal dibagi menjadi 2 : 1. GJB 2. GVA. A. GERAK Gerak Lurus

Matematika EBTANAS Tahun 1988

Fungsi Bernilai Vektor

PELATIHAN STOCK ASSESSMENT

Analisis Model dan Contoh Numerik

BAB 2 LANDASAN TEORI

Analisis Gerak Osilator Harmonik Dengan Gaya pemaksa Bebas Menggunakan Metode Elemen Hingga Dewi Sartika junaid 1,*, Tasrief Surungan 1, Eko Juarlin 1

BAB MOMENTUM DAN IMPULS

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang akan datang. Peramalan menjadi sangat penting karena penyusunan suatu

PENYELESAIAN PERSAMAAN DIFERENSIAL PARSIAL LINEAR DENGAN MENGGUNAKAN METODE TRANSFORMASI ARTION-FUNDO. Naufal Helmi, Mariatul Kiftiah, Bayu Prihandono

KARAKTERISTIK UMUR PRODUK PADA MODEL WEIBULL. Sudarno Staf Pengajar Program Studi Statistika FMIPA UNDIP

BAB IV PERHITUNGAN NUMERIK

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB X GERAK LURUS. Gerak dan Gaya. Buku Pelajaran IPA SMP Kelas VII 131

Jawaban Soal Latihan

PEMBAHASAN. Solusi Eksak Persamaan Boltzman dengan Nilai Awal Bobylev Misalkan dipilih nilai awal Bobylev berikut:

PEMODELAN PRODUKSI SEKTOR PERTANIAN

v dan persamaan di C menjadi : L x L x

BAB 2 URAIAN TEORI. waktu yang akan datang, sedangkan rencana merupakan penentuan apa yang akan

BAB 2 LANDASAN TEORI

MA1201 MATEMATIKA 2A Hendra Gunawan

BAB 2 Materi Penunjang

Bab II Dasar Teori Kelayakan Investasi

PERHITUNGAN PARAMETER DYNAMIC ABSORBER

Arus Listrik. Arus dan Gerak Muatan. Q t. Surya Darma, M.Sc Departemen Fisika Universitas Indonesia. Satuan SI untuk arus: 1 A = 1 C/s.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN II. LANDASAN TEORI

Transkripsi:

Sudaryano Sudirham Sudi Mandiri Inegral dan Persamaan Diferensial ii Darpublic

4.1. Pengerian BAB 4 Persamaan Diferensial (Orde Sau) Persamaan diferensial adalah suau persamaan di mana erdapa sau aau lebih urunan fungsi. Persamaan duferensial diklasifikasikan sebagai: 1. Menuru jenis aau ipe: ada persamaan diferensial biasa dan persamaan diferensial parsial. Jenis yang kedua idak kia pelajari di buku ini, karena kia hanya meninjau fungsi dengan sau peubah bebas.. Menuru orde: orde persamaan diferensial adalah orde eringgi 3 d y urunan fungsi yang ada dalam persamaan. adalah orde 3 d y iga; adalah orde dua; adalah orde sau. 3. Menuru deraja: deraja suau persamaan diferensial adalah pangka eringgi dari urunan fungsi orde eringgi. 5 3 d y d y y Sebagai conoh: = e adalah persamaan 3 1 diferensial biasa, orde iga, deraja dua. Dalam buku ini kia hanya akan membahas persamaan diferensial biasa, orde sau dan orde dua, deraja sau. 4.. Solusi Suau fungsi y = f() dikaakan merupakan solusi suau persamaan diferensial jika persamaan ersebu eap erpenuhi dengan diganikannya y dan urunannya dalam persamaan ersebu oleh f() dan urunannya. Kia ambil sau conoh: 4-1

y= ke adalah solusi dari persamaan y= 0 karena urunan y= ke adalah = ke, dan jika ini kia masukkan dalam persamaan akan kia peroleh ke ke = 0 Persamaan erpenuhi. Pada conoh di aas kia liha bahwa persamaan diferensial orde sau mempunyai solusi yang melibakan sau eapan sembarang yaiu k. Pada umumnya suau persamaan orde n akan memiliki solusi yang mengandung n eapan sembarang. Pada persamaan diferensial orde dua yang akan kia bahas di bab berikunya, kia akan menemukan solusi dengan dua eapan sembarang. Nilai dari eapan ini dienukan oleh kondisi awal. 4.3. Persamaan Diferensial Orde Sau Dengan Peubah Yang Dapa Dipisahkan Solusi suau persamaan diferensial bisa diperoleh apabila peubah-peubah dapa dipisahkan; pada pemisahan peubah ini kia mengumpulkan semua y dengan dan semua dengan. Jika hal ini bisa dilakukan maka persamaan ersebu dapa kia uliskan dalam benuk f ( y) g( ) = 0 (4.1) Apabila kia lakukan inegrasi kia akan mendapakan solusi umum dengan sau eapan sembarang K, yaiu Kia ambil dua conoh. f y) g( ) ) = ( K (4.) 1). y e = e. Persamaan ini dapa kia uliskan = e sehingga kia dapakan persamaan dengan peubah erpisah sehingga y e e = 0 e y dan e = K aau e = e K y y e e = K y 4- Sudaryano Sudirham, Inegral dan Persamaan Diferensial

). = 1 y. Pemisahan peubah akan memberikan benuk y = 0 dan K y = sehingga y ln = K aau y = ln K 4.4. Persamaan Diferensial Homogen Orde Sau Suau persamaan disebu homogen jika ia dapa diuliskan dalam benuk y = F (4.3) Persamaan demikian ini dapa dipecahkan dengan membua peubah bebas baru y v= Dengan peubah baru ini maka dv y= v dan = v Persamaan (14.) menjadi dv v = F(v) (4.4) yang kemudian dapa dicari solusinya melalui pemisahan peubah. dv = 0 v F( v) (4.5) Solusi persamaan aslinya diperoleh dengan mengganikan v dengan y/ seelah persamaan erakhir ini dipecahkan. Kia ambil conoh: ( y ) y= 0 Persamaan ini dapa kia ulis y (1 ) y= 0 aau 4-3

y y (1 ) = sehingga 1 ( y / ) = = F( y / ) ( y / ) yang merupakan benuk persamaan homogen. Peubah baru v = y/ memberikan y= v dan dan membua persamaan menjadi dv 1 v v = aau v Dari sini kia dapakan dv = (1 3v ) / v = v dv dv 1 v 1 3v = v = v v vdv aau 0 1 3v = Kia harus mencari solusi persamaan ini unuk mendapakan v sebagai fungsi. Kia perlu pengalaman unuk ini. Kia ahu bahwa d(ln ) 1 =. Kia coba hiung d ln(1 3 ) d ln(1 3 ) d(1 3 ) 1 = = (6) d(1 3 ) 1 3 Kembali ke persamaan kia. Dari percobaan perhiungan di aas kia dapakan solusi dari vdv 0 1 3v = 1 1 adalah ln ln(1 3v ) = K = ln K aau 3 3 3ln ln(1 3v ) = K = ln K 3 sehingga (1 3v ) = K Dalam dan y solusi ini adalah ( 1 3( y / ) ) = K aau ( 3 y ) = K 3 4-4 Sudaryano Sudirham, Inegral dan Persamaan Diferensial

4.5. Persamaan Diferensial Linier Orde Sau Dalam persamaan diferensial linier, semua suku berderaja sau aau nol. Dalam menenukan deraja ini kia harus memperhiungkan pangka dari peubah dan urunannya; misal y(/) adalah berderaja dua karena y dan / masing-masing berpangka sau dan harus kia jumlahkan unuk menenukan deraja dari y(/). Persamaan diferensial orde sau yang juga linier dapa kia uliskan dalam benuk Py= Q (4.6) dengan P dan Q merupakan fungsi aau eapan. Persamaan diferensial benuk inilah selanjunya akan kia bahas dan kia akan membaasi pada siuasi dimana P adalah suau eapan. Hal ini kia lakukan karena kia akan langsung meliha pemanfaaan prakis dengan conoh yang erjadi pada analisis rangkaian lisrik. Dalam analisis rangkaian lisrik, peubah fisis seperi egangan dan arus merupakan fungsi waku. Oleh karena iu persamaan diferensial yang akan kia injau kia uliskan secara umum sebagai a by= f () (4.7) Persamaan diferensial linier orde sau seperi ini biasa kia emui pada perisiwa ransien (aau perisiwa peralihan) dalam rangkaian lisrik. Cara yang akan kia gunakan unuk mencari solusi adalah cara pendugaan. Peubah y adalah keluaran rangkaian (aau biasa disebu anggapan rangkaian) yang dapa berupa egangan aaupun arus sedangkan nilai a dan b dienukan oleh nilai-nilai elemen yang membenuk rangkaian. Fungsi f() adalah masukan pada rangkaian yang dapa berupa egangan aaupun arus dan disebu fungsi pemaksa aau fungsi penggerak. Persamaan diferensial seperi (4.7) mempunyai solusi oal yang merupakan jumlah dari solusi khusus dan solusi homogen. Solusi khusus adalah fungsi yang dapa memenuhi persamaan (4.7) sedangkan solusi homogen adalah fungsi yang dapa memenuhi persamaan homogen a by= 0 (4.8) 4-5

Hal ini dapa difahami karena jika f 1 () memenuhi (4.7) dan fungsi f () memenuhi (4.8), maka y = (f 1 f ) akan memenuhi (4.7) sebab ( f f ) d a by= a 1 b( f1 f) df = 1 df df a bf 1 1 a bf = a bf1 0 Jadi y = (f 1 f ) adalah solusi dari (4.7), dan kia sebu solusi oal yang erdiri dari solusi khusus f 1 dari (4.7) dan solusi homogen f dari (4.8). Perisiwa Transien. Sebagaimana elah disebukan, persamaan diferensial seperi (14.7) dijumpai dalam perisiwa ransien, yaiu selang peralihan dari suau keadaan manap ke keadaan manap yang lain.. Peralihan kia anggap mulai erjadi pada = 0 dan perisiwa ransien yang kia injau erjadi dalam kurun waku seelah mulai erjadi perubahan yaiu dalam kurun waku > 0. Sesaa seelah mulai perubahan kia beri anda = 0 dan sesaa sebelum erjadi perubahan kia beri anda = 0. Solusi Homogen. Persamaan (4.8) menyaakan bahwa y diambah dengan suau koefisien konsan kali /, sama dengan nol unuk semua nilai. Hal ini hanya mungkin erjadi jika y dan / berbenuk sama. Fungsi yang urunannya mempunyai benuk sama dengan fungsi iu sendiri adalah fungsi eksponensial. Jadi kia dapa menduga bahwa solusi dari (4.8) mempunyai benuk eksponensial y = K 1 e s. Jika solusi dugaan ini kia masukkan ke (4.8), kia peroleh ( as b) 0 s s ak1 se bk1e = 0 aau K1 y= 4-6 Sudaryano Sudirham, Inegral dan Persamaan Diferensial (4.9) Peubah y idak mungkin bernilai nol unuk seluruh dan K 1 juga idak boleh bernilai nol karena hal iu akan membua y bernilai nol unuk seluruh. Sau-saunya cara agar persamaan (4.9) erpenuhi adalah as b=0 (4.10) Persamaan (4.10) ini disebu persamaan karakerisik sisem orde perama. Persamaan ini hanya mempunyai sau akar yaiu s = (b/a). Jadi solusi homogen yang kia cari adalah s ( b / a) ya = K1e = K1e (4.11) Nilai K 1 masih harus kia enukan melalui penerapan suau persyaraan erenu yang kia sebu kondisi awal yaiu kondisi pada = 0 sesaa

seelah mulainya perubahan keadaan. Ada kemungkinan bahwa y elah mempunyai nilai erenu pada = 0 sehingga nilai K 1 haruslah sedemikian rupa sehingga nilai y pada = 0 ersebu dapa dipenuhi. Akan eapi kondisi awal ini idak dapa kia erapkan pada solusi homogen karena solusi ini baru merupakan sebagian dari solusi. Kondisi awal harus kia erapkan pada solusi oal dan bukan hanya unuk solusi homogen saja. Oleh karena iu kia harus mencari solusi khusus lebih dulu agar solusi oal dapa kia peroleh unuk kemudian menerapkan kondisi awal. Solusi khusus. Solusi khusus dari (4.7) erganung dari benuk fungsi pemaksa f(). Seperi halnya dengan solusi homogen, kia dapa melakukan pendugaan pada solusi khusus. Benuk solusi khusus haruslah sedemikian rupa sehingga jika dimasukkan ke persamaan (4.7) maka ruas kiri dan ruas kanan persamaan iu akan berisi benuk fungsi yang sama. Jika solusi khusus kia sebu y p, maka y p dan urunannya harus mempunyai benuk sama agar hal ersebu erpenuhi. Unuk berbagai benuk f(), solusi khusus dugaan y p adalah sebagai beriku. Jika f ( ) = 0, maka y p = 0 Jika f ( ) = A= konsan, maka y p = konsan= K Jika Jika α f ( ) = Ae = eksponensial, maka α y p = eksponensial= Ke f ( ) = Asinω, aau f ( ) = Acosω, maka y p = Kc cosω Ks sinω Perhaikan : y= Kc cosω Ks sinω adalah benuk umum fungsi sinus maupun cosinus. Solusi oal. Jika solusi khusus kia sebu y p, maka solusi oal adalah s y= y p ya = y p K1e (4.1) Pada solusi lengkap inilah kia dapa menerapkan kondisi awal yang akan memberikan nilai K 1. Kondisi Awal. Kondisi awal adalah kondisi pada awal erjadinya perubahan yaiu pada = 0. Dalam menurunkan persamaan diferensial pada perisiwa ransien kia harus memilih peubah yang disebu peubah 4-7

saus. Peubah saus harus merupakan fungsi koninyu. Nilai peubah ini, sesaa sesudah dan sesaa sebelum erjadi perubahan harus bernilai sama. Jika kondisi awal ini kia sebu y(0 ) maka y (0 ) = y(0 ) (4.13) Jika kondisi awal ini kia masukkan pada dugaan solusi lengkap (14.1) akan kia peroleh nilai K 1. ( = p 1 1 p y 0 ) y (0 ) K K = y(0 ) y (0 ) (4.14) y p (0 ) adalah nilai solusi khusus pada = 0. Nilai y(0 ) dan y p (0 ) adalah erenu (yaiu nilai pada = 0 ). Jika kia sebu y( 0 ) y p (0 ) = A 0 (4.15) maka solusi oal menjadi s y= y p A0 e (4.16) 4.6. Solusi Pada Berbagai Fungsi Pemaksa Tanpa Fungsi Pemaksa, f() = 0. Jika f() =0 maka solusi yang akan kia peroleh hanyalah solusi homogen saja. Walaupun demikian, dalam mencari soluai kia akan menganggap bahwa fungsi pemaksa eap ada, akan eapi bernilai nol. Hal ini kia lakukan karena kondisi awal harus dierapkan pada solusi oal, sedangkan solusi oal harus erdiri dari solusi homogen dan solusi khusus (walaupun mungkin bernilai nol). Kondisi awal idak dapa dierapkan hanya pada solusi homogen saja aau solusi khusus saja. Conoh: Dari suau analisis rangkaian diperoleh persamaan dv 1000 v= 0 unuk > 0. Kondisi awal adalah v(0 ) = 1 V. Persamaan karakerisik : s 1000= 0 s= 1000 Dugaan solusi homogen : Dugaan solusi khusus: Dugaan solusi oal v p : v= v v p a = A e A e 1000 0 = 0 (karena idak ada fungsi pemaksa) 4-8 Sudaryano Sudirham, Inegral dan Persamaan Diferensial 0 s = 0 A e 1000 0

Kondisi awal : v(0 ) = v(0 ) = 1 V. Penerapan kondisi awal pada memberikan : 1= 0 A0 A0 = 1 1000 Solusi oal menjadi : v= 1 e V dugaan solusi oal Conoh: Pada kondisi awal v(0 ) = 10 menghasilkan persamaan dv 3 v= 0 V, analisis ransien Persamaan karakerisik : s 3= 0 s= 3 Dugaan solusi homogen : Dugaan solusi khusus : Dugaan solusi oal: Kondisi awal : v(0 ) = 10 V 3 va = A0e v p = 0 3 v= vp A0e Penerapan kondisi awal memberikan: 10= 0 A0 3 Solusi oal menjadi: v= 10 e V Fungsi Pemaksa Berbenuk Anak Tangga. Kia elah mempelajari bahwa fungsi anak angga adalah fungsi yang bernilai 0 unuk < 0 dan bernilai konsan unuk > 0. Jadi jika kia hanya meninjau keadaan unuk > 0 saja, maka fungsi pemaksa anak angga dapa kia uliskan sebagai f() = A (eapan). Conoh: Suau analisis rangkaian memberikan persamaan 10 3 dv v=1 dengan kondisi awal v(0 ) = 0 V. 3 3 Persamaan karakerisik : 10 s 1= 0 s= 1/10 = 1000 Dugaan solusi homogen : 1000 va = A0e 4-9

Karena f() = 1 konsan, kia dapa menduga bahwa solusi khusus akan bernilai konsan juga karena urunannya akan nol sehingga kedua ruas persamaan ersebu dapa berisi suau nilai konsan. Dugaan solusi khusus: Masukkan v p vp = K dugaan ini ke persamaan : 1000 Dugaan solusi oal : v= 1 A0e V Kondisi awal : v(0 ) = v(0 ) = 0. 0 K = 1 vp = 1 Penerapan kondisi awal memberikan: 0= 1 A0 A0 = 1 1000 Solusi oal menjadi : v= 1 1 e V Conoh: Pada kondisi awal v(0 ) = 11 V, analisis ransien menghasilkan persamaan dv 5 v= 00 Persamaan karakerisik : s 5= 0 s= 5 Dugaan solusi homogen : Dugaan solusi khusus: Dugaan solusi lengkap: Kondisi awal : 5 va = A0e v p = K 0 5K = 00 v p = 40 5 5 v= v p A0e = 40 A0e v(0 ) = 11V. Penerapan kondisi awal memberikan: 11= 40 A0 A0 = 9 5 Tanggapan oal: v= 40 9 e V. Fungsi Pemaksa Berbenuk Sinus. Beriku ini kia akan mencari solusi jika fungsi pemaksa berbenuk sinus. Karena solusi homogen idak erganung dari benuk fungsi pemaksa, maka pencarian solusi homogen dari persamaan ini sama seperi apa yang kia liha pada conoh-conoh sebelumnya. Jadi dalam hal ini perhaian kia lebih kia ujukan pada pencarian solusi khusus. Dengan pengerian bahwa kia hanya memandang kejadian pada > 0, benuk umum dari fungsi sinus yang muncul pada = 0 kia uliskan y = Acos( ω θ) 4-10 Sudaryano Sudirham, Inegral dan Persamaan Diferensial

Melalui relasi { cosω cosθ sinω θ} y = Acos( ωθ) = A sin benuk umum fungsi sinus dapa kia uliskan sebagai y= A c dengan cosω A sinω A = Acosθ c s dan A = Asinθ Dengan benuk umum seperi di aas kia erhindar dari perhiungan sudu fasa θ, karena sudu fasa ini ercakup dalam koefisien A c dan A s. Koefisien A c dan A s idak selalu ada. Jika sudu fasa θ = 0 maka A s = 0 dan jika θ = 90 o maka A c = 0. Jika kia memerlukan nilai sudu fasa θ dari fungsi sinus yang dinyaakan dengan pernyaaan umum, kia dapa As menggunakan relasi an θ=. Ac Turunan fungsi sinus akan berbenuk sinus juga. Oleh karena iu, penjumlahan y = sinω dan urunannya akan berbenuk fungsi sinus juga. y= A cosω A sinω ; c = Acω sinω Asω cosω d y = Acω s s cosω Aω s ; sinω Conoh: Pada kondisi awal v(0 ) = 0 V suau analisis ransien dv menghasilkan persamaan 5 v=100cos10 Persamaan karakerisik : s 5= 0 s= 5 Dugaan solusi homogen : v a = A e 5 0 Fungsi pemaksa berbenuk sinus. Solusi khusus kia duga akan berbenuk sinus juga. 4-11

Dugaan solusi khusus: v p = Ac cos10 As sin10 Subsiusi solusi khusus ini ke persamaan memberikan: 10Ac sin10 10As cos10 5Ac cos10 5As sin10 = 100 cos10 10Ac 5As = 0 dan 10As 5Ac = 100 As = Ac 0Ac 5Ac = 100 Ac = 4 dan As = 8 Solusi khusus: v p = 4cos10 8sin10 5 Dugaan solusi oal : v= 4cos10 8sin10 A0e Kondisi awal v(0 ) = 0. Penerapan kondisi awal : 0= 4 A0 A0 = 4 5 Jadi: v= 4cos10 8sin10 4e V Conoh: Apabila kondisi awal adalah v(0 ) = 10 V, bagaimanakah solusi pada conoh sebelum ini? Solusi oal elah diperoleh; hanya kondisi awal yang berubah. 5 Solusi oal : v = 4 cos10 8sin10 A0e Kondisi awal v(0 ) = 10 10= 4 A0 A0 = 6 5 Jadi : v = 4 cos10 8 sin10 6 e V Ringkasan. Solusi oal erdiri dari solusi khusus dan solusi homogen. Solusi homogen merupakan bagian ransien dengan konsana waku yang dienukan oleh eapan-eapan dalam persamaan, yang dalam hal rangkaian lisrik dienukan oleh nilai-nilai elemen rangkaian. Solusi khusus merupakan solusi yang erganung dari benuk fungsi pemaksa, yang dalam hal rangkaian lisrik dienukan oleh masukan dari luar; solusi khusus merupakan bagian manap aau kondisi final. 4-1 Sudaryano Sudirham, Inegral dan Persamaan Diferensial

τ = ( ) / y y p A0 e Solusi khusus : dienukan oleh fungsi pemaksa. merupakan komponen manap; eap ada unuk. Solusi homogen : idak dienukan oleh fungsi pemaksa. merupakan komponen ransien; hilang pada ; sudah dapa dianggap hilang pada = 5τ. konsana waku τ = a/b pada (14.10) Soal-Soal: 1. Carilah solusi persamaan diferensial beriku. dv a). 10v= 0, v(0 ) = 10 ; dv b). 15v= 0, v(0 ) = 5. Carilah solusi persamaan diferensial beriku. di a). 8i = 0, i(0 ) = ; di 4 b). 10 i= 0, i(0 ) = 0,005 4-13

3. Carilah solusi persamaan diferensial beriku. dv a). 10v= 10u( ), v(0 ) = 0 ; dv b). 10v= 10u( ), v(0 ) = 5 4. Carilah solusi persamaan diferensial beriku. di 4 a). 10 i= 100u( ), i(0 ) = 0 ; di 4 b). 10 i= 100u( ), i(0 ) = 0,0 5. Carilah solusi persamaan diferensial beriku. dv a). 5v= 10 cos(5) u( ), v(0 ) = 0 ; dv b). 10v= 10 cos(5) u( ), v(0 ) = 5 4-14 Sudaryano Sudirham, Inegral dan Persamaan Diferensial

4-15