BAB 2 LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 LANDASAN TEORI

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan dibahas konsep-konsep yang mendasari konsep representasi

Teori Bilangan (Number Theory)

II. TINJAUAN PUSTAKA. bilangan yang mendukung proses penelitian. Dalam penyelesaian bilangan

LANDASAN TEORI. bilangan coprima, bilangan kuadrat sempurna (perfect square), kuadrat bebas

Materi Pembinaan Olimpiade SMA I MAGELANG TEORI BILANGAN

R. Rosnawati Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY

TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diberikan beberapa definisi teori pendukung dalam proses

BAB I INDUKSI MATEMATIKA

Pengantar Teori Bilangan

Matematika Diskrit. Reza Pulungan. March 31, Jurusan Ilmu Komputer Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

BAB III PENGEMBANGAN TEOREMA DAN PERANCANGAN PROGRAM

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diberikan konsep dasar (pengertian) tentang bilangan sempurna,

Nama Mata Kuliah : Teori Bilangan Kode Mata Kuliah/SKS : MAT- / 2 SKS

BAB 4. TEOREMA FERMAT DAN WILSON

Lembar Kerja Mahasiswa 1: Teori Bilangan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada bagian ini diterangkan materi yang berkaitan dengan penelitian, diantaranya konsep

TEORI BILANGAN Setelah mempelajari modul ini diharapakan kamu bisa :

BAB II KETERBAGIAN. 1. Mahasiswa bisa memahami pengertian keterbagian. 2. Mahasiswa bisa mengidentifikasi bilangan prima

Pembagi Persekutuan Terbesar dan Teorema Bezout

2 BILANGAN PRIMA. 2.1 Teorema Fundamental Aritmatika

Disajikan pada Pelatihan TOT untuk guru-guru SMA di Kabupaten Bantul

TEORI BILANGAN. Bilangan Bulat Bilangan bulat adalah bilangan yang tidak mempunyai pecahan desimal, misalnya 8, 21, 8765, -34, 0.

BAHAN AJAR TEORI BILANGAN. DOSEN PENGAMPU RINA AGUSTINA, S. Pd., M. Pd. NIDN

MODUL PERSIAPAN OLIMPIADE. Oleh: MUSTHOFA

Pengantar Teori Bilangan

DAFTAR ISI 3 TEORI KONGRUENSI 39 4 TEOREMA FERMAT DAN WILSON 40

II. LANDASAN TEORI. Secara umum, apabila α bilangan bulat dan b bilangan bulat positif, maka ada

PERANCANGAN PROGRAM APLIKASI UJI PRIMALITAS BERDASARKAN TEOREMA POCKLINGTON

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

Contoh-contoh soal induksi matematika

DIKTAT KULIAH (2 sks) MX 127 Teori Bilangan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pada bab ini dibahas landasan teori yang akan digunakan untuk menentukan ciri-ciri dari polinomial permutasi atas finite field.

ANALISIS PERBANDINGAN TEOREMA LUCAS-LEHMER DAN TEOREMA POCKLINGTON DALAM UJI PRIMALITAS

n suku Jadi himpunan bilangan asli dapat disajikan secara eksplisit N = { 1, 2, 3, }. Himpunan bilangan bulat Z didenisikan sebagai

1 TEORI KETERBAGIAN. Jadi himpunan bilangan asli dapat disajikan secara eksplisit N = { 1, 2, 3, }. Himpunan bilangan bulat Z didenisikan sebagai

PENGUJIAN BILANGAN CARMICHAEL. (Skripsi) Oleh SELMA CHYNTIA SULAIMAN

Manusia itu seperti pensil Pensil setiap hari diraut sehingga yang tersisa tinggal catatan yang dituliskannya. Manusia setiap hari diraut oleh rautan

3 TEORI KONGRUENSI. Contoh 3.1. Misalkan hari ini adalah Sabtu, hari apa setelah 100 hari dari sekarang?

Pertemuan 4 Pengantar Teori Bilangan

MAKALAH KRIPTOGRAFI CHINESE REMAINDER

BAB 2 LANDASAN TEORI. Universitas Sumatera Utara

Bab 2: Kriptografi. Landasan Matematika. Fungsi

Bilangan Prima dan Teorema Fundamental Aritmatika

TEORI BILANGAN (3 SKS)

Nama Mata Kuliah : Teori Bilangan Kode Mata Kuliah/SKS : MAT- / 2 SKS

Teori bilangan. Nama Mata Kuliah : Teori bilangan Kode Mata Kuliah/SKS : MAT- / 2 sks. Deskripsi Mata Kuliah. Tujuan Perkuliahan.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diberikan konsep dasar (pengertian) tentang bilangan sempurna,

BAB 4. TEOREMA FERMAT DAN WILSON

Setelah mengikuti materi Bab ini mahasiswa diharapkan mampu: 2. Mendefinisikan factor persekutuan, kelipatan persekutuan, FPB, dan KPK.

Kongruen Lanjar dan Berbagai Aplikasi dari Kongruen Lanjar

BAB II LANDASAN TEORI. yang mendasari pembahasan pada bab-bab berikutnya. Beberapa definisi yang

APOTEMA: Jurnal Pendidikan Matematika. Volume 2, Nomor 2 Juli 2016 p ISSN BILANGAN SEMPURNA GENAP DAN KEPRIMAAN BI LANGAN MERSENNE

BAB 3 PENGEMBANGAN TEOREMA DAN PERANCANGAN PROGRAM

METODE SOLOVAY-STRASSEN UNTUK PENGUJIAN BILANGAN PRIMA

Aplikasi Chinese Remainder Theorem dalam Secret Sharing

Faktor Persekutuan Terbesar (FPB)

Pemfaktoran prima (2)

MODUL PERKULIAHAN EDISI 1 MATEMATIKA DISKRIT

Pengantar Teori Bilangan. Kuliah 4

Aplikasi Teori Bilangan Dalam Algoritma Enkripsi-Dekripsi Gambar Digital

Integer (Bilangan Bulat)

BAB I NOTASI, KONJEKTUR, DAN PRINSIP

BAB I TEORI KETERBAGIAN DALAM BILANGAN BULAT

Metode pembuktian untuk proposisi yang berkaitan dengan bilangan bulat adalah induksi matematik.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Sieve of Eratosthenes, Algoritma Bilangan Prima

Jurnal Apotema Vol.2 No. 2 62

Keterbagian Pada Bilangan Bulat

II. TINJAUAN PUSTAKA. terkait dengan pokok bahasan. Berikut ini diberikan pengertian-pengertian dasar

BAB V BILANGAN BULAT

Penyelesaian Persamaan Linear Dalam Bentuk Kongruen

Aplikasi Bilangan Prima dalam Pembentukan Basis Bilangan

OLIMPIADE MATEMATIKA TINGKAT SEKOLAH MENENGAH ATAS MATERI : TEORI BILANGAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pengantar Teori Bilangan. Kuliah 10

Pengantar Teori Bilangan. Kuliah 6

Sieve of Eratosthenes dan Aplikasinya Dalam Problem Solving

BAB II DASAR TEORI. membahas tentang penerapan skema tanda tangan Schnorr pada pembuatan tanda

BAB 4. TEOREMA FERMAT DAN WILSON

FUNGSI-FUNGSI PADA TEORI BILANGAN DAN APLIKASINYA PADA PERHITUNGAN KALENDER. Sangadji *

BAB VI BILANGAN REAL

INDUKSI MATEMATIS Drs. C. Jacob, M.Pd Pengantar Apakah suatu formula untuk jumlah dari n bilangan bulat positif ganjil

PENDAHULUAN INDUKSI MATEMATIKA Di dalam Matematika, sebuah pernyataan atau argumen dan bahkan sebuah rumus sekalipun tidak hanya sekedar dibaca.

II. SISTEM BILANGAN RIIL. Handout Analisis Riil I (PAM 351)

ALGORITMA DAN BILANGAN BULAT

BAHAN AJAR TEORI BILANGAN

BAHAN AJAR TEORI BILANGAN

STRUKTUR ALJABAR: GRUP

TEORI KETERBAGIAN.

Himpunan dan Fungsi. Modul 1 PENDAHULUAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA. Bahan Ajar: DAERAH IDEAL UTAMA DAN DAERAH EUCLID

KEKONVERGENAN DERET RECIPROCALS PRIMA YANG BERHUBUNGAN DENGAN BILANGAN FERMAT ABSTRACT

Sistem Bilangan Real

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Bilangan Totient sempurna (Perpect Totient Number atau PTN) adalah suatu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Struktur Aljabar I. Pada bab ini disajikan tentang pengertian. grup, sifat-sifat dasar grup, ordo grup dan elemennya, dan konsep

PENERAPAN FAKTOR PRIMA DALAM MENYELESAIKAN BENTUK ALJABAR (Andi Syamsuddin*)

Tentukan semua bilangan bulat x sedemikian sehingga x 1 (mod 10). Jawab. x 1 (mod 10) jika dan hanya jika x 1 = 10 k untuk setiap k bilangan bulat.

KATA PENGANTAR. Yogyakarta, November Penulis

Transkripsi:

BAB 2 LANDASAN TEORI Sejak tiga abad yang lalu, pakar-pakar matematika telah menghabiskan banyak waktu untuk mengeksplorasi dunia bilangan prima. Banyak sifat unik dari bilangan prima yang menakjubkan. Pada bab ini, akan dibahas teori bilangan prima serta sifatsifatnya dan teori uji primalitas. 2.1 Bilangan Prima Bilangan bulat positif 1 hanya mempunyai satu pembagi positif. Setiap bilangan bulat positif lainnya mempunyai minimal dua pembagi positif karena pasti dapat dibagi oleh 1 dan bilangan itu sendiri. Definisi 2.1.1. Bilangan prima adalah bilangan bulat positif yang lebih besar dari 1 dan hanya dapat dibagi oleh 1 dan bilangan itu sendiri. Contoh : bilangan bulat positif 2, 3, 5, 89, dan 101 adalah bilangan-bilangan prima. 2.2 Greatest Common Divisor (Pembagi Persekutuan Terbesar)

7 Definisi 2.2.1 Suatu bilangan bulat b dikatakan dapat habis dibagi oleh bilangan bulat a 0, ditulis dengan notasi a b, jika terdapat bilangan bulat c sedemikian sehingga b = ac. Kita tuliskan a b untuk menunjukkan bahwa b tidak habis dibagi a. Definisi 2.2.2 Kita ambil bilangan bilangan bulat positif a dan b, dengan setidaknya salah satu dari keduanya tidak sama dengan 0. Greatest Common Divisor dari a dan b, ditandakan dengan gcd(a,b) adalah bilangan bulat positif d yang memenuhi syarat-syarat: i. d a dan d b. ii. Jika c a dan c b, maka c d. Definisi 2.2.3 Dua bilangan bilangan bulat a dan b, di mana salah satu dari keduanya tidak sama dengan 0, dikatakan relatif prima jika gcd( a, b) = 1. Teorema 2.2.1 Algoritma pembagian Diberikan bilangan bilangan bulat a dan b, di mana b > 0. Maka terdapatlah bilangan bulat yang tunggal q dan r yang memenuhi: a = qb + r, 0 r < b. Bilangan bilangan q dan r berturut turut disebut sebagai hasil bagi dan sisa dalam pembagian a oleh b.

8 Teorema di atas berlaku sebagai fondasi utama teorema teorema dan algoritma algoritma yang akan dikembangkan berikutnya. Di bawah ini diberikan beberapa sifat tentang divisibilitas dari bilangan bilangan bulat. Teorema 2.2.2 Sifat bilangan Untuk bilangan bilangan bulat sembarang a, b, c berlaku: (i) a 0, 1 a, a a. (ii) a 1 jika dan hanya jika a = ±1. (iii) Jika a b dan c d, maka ac bd. (iv) Jika a b dan b c, maka a c. (v) a b dan b a jika dan hanya jika a = ±b. (vi) Jika a b dan b 0, maka a b. (vii) Jika a b dan a c, maka a (bx + cy) untuk semua bilangan bulat x, y. Teorema berikut ini menyatakan bahwa gcd( a, b) dapat dinyatakan sebagai kombinasi linear dari a dan b. Kombinasi linear dari a dan b adalah ekspresi dari ax + by, di mana x dan y adalah bilangan bilangan bulat sembarang. Teorema 2.2.3

9 Kita misalkan a dan b adalah bilangan bilangan bulat, di mana keduanya tidak bersama sama 0. Maka terdapatlah bilangan bilangan bulat x dan y sedemikian sehingga: gcd( a, b) = ax + by. Teorema berikut ini mengkarakterisasikan dua bilangan bulat yang relatif prima dengan kombinasi liniernya. Teorema 2.2.4 Misalkan a dan b adalah bilangan - bilangan bulat, di mana keduanya tidak bersama - sama 0. Maka a dan b relatif prima jika dan hanya jika terdapat bilangan bilangan bulat x dan y yang memenuhi persamaan 1 = ax + by. Bukti: Jika a dan b adalah relatif prima maka gcd( a, b) = 1. Dengan Teorema 2.2.3 terdapatlah bilangan bulat x dan y yang memenuhi 1 = ax + by. Dan untuk konversnya, kita misalkan bahwa 1 = ax + by untuk bilangan bulat x dan y, dan d = gcd( a, b). Karena d a dan d b, dengan Teorema 2.2.2 (bagian vii) menghasilkan d (ax + by), atau d 1. Oleh karena d adalah bilangan bulat positif, kondisi terakhir ini mengharuskan d sama dengan 1, sehingga a dan b relatif prima. 2.3 Modulo

10 Definisi 2.3.1. Diberikan suatu bilangan bulat positif m. Untuk bilangan bulat a dan b, maka a dikatakan kongruen terhadap b mod m jika m (a-b). Jika a kongruen terhadap b mod m, maka kita nyatakan dengan a b (mod m) (Atau, a b habis dibagi oleh m). Jika m (a-b), kita nyatakan dengan a b ( mod m), dibaca a tidak kongruen dengan b mod m. Bilangan bulat positif m disebut modulus. Bentuk jamak dari modulus adalah moduli. Teorema 2.3.1. Untuk bilangan bulat a dan b, maka a b ( mod m) jika dan hanya jika terdapat bilangan bulat k yang memenuhi a = b + km. Bukti: Jika a b ( mod m), maka m (a-b). Dapat dikatakan bahwa terdapat bilangan bulat k yang memenuhi km = a b sehingga a = b + km. Untuk konversnya, jika terdapat bilangan bulat k yang memenuhi a = b + km, jelas bahwa km = a b, maka m (a-b) sehingga a b ( mod m). Contoh : 23 3 (mod 5) sehingga 23 = 3 + 4 5 Teorema 2.3.2. Sifat-sifat modulo Untuk sembarang bilangan bulat m, di mana m lebih besar dari 1 dan bilangan-bilangan bulat sembarang a, b, c, dan d berlaku : i. a a( mod m)

11 ii. Jika a b( mod m), maka b a( mod m) iii. Jika a b( mod m) dan b c( mod m), maka a c( mod m) iv. Jika a b( mod m) dan c d( mod m),maka a + c b + d ( mod m) v. Jika a b( mod m) dan c d( mod m),maka a c b d ( mod m) Bukti: vi. Jika a b( mod m) dan c d( mod m), maka ac bc (mod m) i. Karena m ( a a) = 0, kita dapatkan a a( mod m) ii. Jika a b( mod m), maka m ( a b).. Untuk itu, ada sebuah bilangan bulat k demikian sehingga km = a b. Hal ini menunjukkan bahwa ( k) m = b a, sehingga m ( a b) Akibatnya, b a( mod m).. iii. Jika a b( mod m) dan b c( mod m), maka m ( a b) dan m ( b c). Untuk itu, terdapat bilangan-bilangan bulat k dan l sedemikian sehingga km = a b dan lm = b c. Oleh karena itu, a c = ( a b) + ( b c) = km + lm = ( k + l)m, sehingga m ( a c) dan a c( mod m). iv. Karena a b( mod m) dan c d( mod m) bahwa m ( a b) dan m ( c d ), kita dapat mengetahui. Untuk itu, kita dapat bilangan-bilangan bulat k dan l dengan km = a b dan

12 lm = c d. Bukti ini juga dapat digunakan untuk membuktikan sifat (v) dan (vi). Karena ( a + c) ( b + d ) = ( a b) + ( c d ) = km + lm = ( k + l)m sehingga m [( a + c) ( b + d )]. Maka, a c b + d( mod m) v. Karena +. ( a c) ( b d ) = ( a b) ( c d ) = km lm = ( k l)m, didapat m [( a c) ( b d )], sehingga a ( mod m) c b d. vi. Karena ac bd = ac bc + bc bd = = = c ( a b) + b( c d ) ckm + blm ( + bl) m ck Didapat m ( ac bd ), sehingga ac bd( mod m). Definisi 2.3.2. Order dari bilangan bulat modulo n Ambil n bilangan bulat dengan n lebih besar dari 1 dan gcd (a, n) = 1. Order dari a mod n adalah bilangan bulat positif terkecil k sedemikian sehingga a k 1 ( mod n). Teorema 2.3.3.

13 Misalkan bilangan bulat a mempunyai order k mod n, maka a h 1 ( mod n) jika dan hanya jika k h. 2.4 Teorema Fundamental Aritmetika Teorema 2.4.1 Setiap bilangan bulat positif p yang lebih besar dari 1 adalah bilangan prima atau hasil kali dari bilangan bilangan prima dengan penyajian atau penulisan yang tunggal, terlepas dari urutan faktor faktornya. 2.5 Teorema Euclid Terdapat beberapa versi pembuktian dari pernyataan bahwa terdapatlah tak berhingga banyak bilangan bilangan prima. Euclid secara elegan membuktikan peryataan tersebut yang ditampilkan pada bukti dari teorema ini. Teorema 2.5.1 Terdapat tak berhingga banyak bilangan bilangan prima. Bukti: Kita urutkan bilangan bilangan prima dari yang terkecil ke yang lebih besar dan ditulis sebagai: p =, p = 3, p = 5, p 7,. 1 2 2 3 4 = Andaikan terdapat berhingga banyak bilangan bilangan prima yang banyaknya adalah n dan bilangan prima yang terbesar adalah p n. Dibentuklah bilangan bulat positif :

14 P = p1 p2... pn + 1. Karena P lebih besar dari 1, dengan Teorema Fundamental Aritmetika maka P habis dibagi oleh suatu bilangan prima misalnya p yang merupakan salah satu dari n bilangan prima di atas. Mengingat = P p p... p dengan p membagi 1 1 2 n sekaligus P dan hasil kali p p... p 1 2 n maka dapat disimpulkan bahwa p juga membagi 1 yang jelas menimbulkan kontradiksi. 2.6 Metode Eratosthenes Uji primalitas adalah suatu masalah yang sangat penting dalam konsep bilangan. Metode klasik yang cukup dikenal untuk uji primalitas adalah dari Eratosthenes yang dikenal dengan nama Sieve of Eratosthenes yang digunakan untuk mencari semua bilangan prima yang lebih kecil dari bilangan bulat positif n. Metode tersebut berdasarkan pada proposisi berikut. Proposisi 2.6.1 Bila bilangan bulat a > 1 tidak mempunyai pembagi prima p a, maka a adalah prima. Bukti Andaikan a bukan bilangan prima. Maka a dapat ditulis sebagai a = bc di mana 1 < b < a dan 1 < c < a. Misalkan b c kita peroleh b 2 bc = a sehingga

15 b a. Karena b > 1, berdasar pada Teorema Fundamental Aritmetika b mempunyai paling sedikit satu pembagi prima p. Sehingga diperoleh p b a. Selanjutnya mengingat p b dan b a maka p a yang menimbulkan suatu kontradiksi. Jadi yang benar bahwa a adalah prima. Untuk mencari semua bilangan prima dari 2 sampai dengan n metode Eratosthenes dapat dijelaskan sebagai berikut : Urutkan semua bilangan bulat positif dari 2 sampai dengan n dari yang paling kecil ke yang paling besar. Eliminir semua bilangan komposit yang berbentuk 2p,3p,4p,5p, di mana p adalah bilangan prima yang memenuhi p n. Yang tersisa adalah semua bilangan prima dari 2 sampai dengan n. Untuk n = 100, metode Eratosthenes secara sistematis mengeleminir bilangan - bilangan komposit yang merupakan kelipatan 2, kelipatan 3, kelipatan 5, atau kelipatan 7 dari semua bilangan bulat positif dari 2 sampai dengan 100. 2.7 Fungsi Euler Phi Definisi 2.7.1 Untuk bilangan bulat n 1,φ (n) menyatakan banyaknya semua bilangan bulat positif yang lebih kecil atau sama dengan n, dan relatif prima terhadap n. Bila n merupakan bilangan prima makaφ (n) = n 1. Teorema 2.7.1

16 Fungsiφ merupakan fungsi multiplikatif. Teorema ini menunjukkan bahwa φ ( mn) = φ( m) φ( n) untuk semua bilangan bilangan bulat m 1 dan n 1. Contoh: Sebagai contoh kita ambil m = 5, n = 6, dan φ( mn ) = φ(30) = 8. Dari seluruh bilangan bulat yang tidak lebih dari 30 hanya terdapat 8 bilangan yang merupakan relatif prima terhadap 30, yaitu 1, 7, 11, 13, 17, 19, 23, 29. Sedangkan 30 = 5 6. Maka kita dapatkan pula φ( 5) = 4 yaitu 1, 2, 3, 4 dan φ ( 6) = 2 yaitu 1 dan 5. Sehingga φ ( 30) = φ(5 6) = φ(5) φ(6) = 4 2 = 8. Lemma 2.7.1 Misalkan a dan n adalah bilangan bulat yang lebih besar dari 1 dan gcd( a, n) = 1. Jika a1, a1,..., aφ ( n) merupakan bilangan bilangan bulat positif yang lebih kecil dari n dan relatif prima terhadap n, maka aa1, aa2,..., aaφ ( n) kongruen modulo n terhadap a1, a2,..., aφ ( n) dalam suatu urutan tertentu. Teorema 2.7.2 Teorema Euler φ ( ) Jika n bilangan bulat dengan n 1 dan gcd( a, n) = 1, maka a n 1(modn). Bukti Misalkan n bilangan bulat dengan n > 1, dan a1, a2,..., aφ ( n) adalah bilangan bilangan bulat positif yang lebih kecil daripada n dan relatif prima terhadap n.

17 Oleh karena gcd( a, n) = 1, dengan Lemma 2.7.1 maka aa1, aa2,..., aaφ ( n) kongruen modulo n terhadap a1, a2,..., aφ ( n) dalam suatu urutan tertentu. Sehingga dapat ditulis aa aa 1 2 a (mod n) 1 a (modn) 2 aa φ ( n) a φ ( n) (modn di mana a 1, a 2,..., a adalah bilangan bilangan bulat φ ( n) a1, a2,..., aφ ( n) dalam suatu urutan tertentu. Hasil yang kita dapatkan dari kekongruensianφ (n) adalah aa1)( aa2 )...( aaφ ( n) ) a 1a 2... a φ ( n (mod n) ( ) a1a2... aφ ( n) (mod n). Sehingga a φ ( n) a a... a ) a a... a (mod n). ( 1 2 φ ( n) 1 2 φ ( n) Oleh karena gcd( a i, n) = 1untuk setiap i, berdasarkan Lemma 2.7.1 ) gcd( a a2... aφ ( n), n) 1 = 1. Sehingga kita dapat membagi kedua ruas dari kongruensi sebelumnya dengan faktor persekutuan a1 a2... aφ ( n), dan kita dapatkan φ ( ) a n 1(modn). 2.8 Teorema Fermat Teorema 2.8.1. Fermat Little Theorem

18 Jika p adalah prima dan a adalah bilangan bulat positif yang tidak habis dibagi dengan p, maka a p-1 1 ( mod p). Bukti : Misalkan p-1 adalah bilangan bulat yang pertama sebagai kelipatan dari a sehingga bilangan bulat tersebut adalah sebagai berikut a, 2a, 3a,, (p-1)a Tidak satupun dari bilangan bulat tersebut yang kongruen terhadap mod p atau kongruen terhadap nol. Jika persyaratan tersebut dipenuhi, maka ra sa ( mod p), di mana 1 r s p 1. Kemudian diperoleh r s ( mod p), di mana hal ini sangatlah tidak mungkin. Oleh karena itu, bilangan-bilangan bulat yang sebelumnya haruslah kongruen mod a, 2a, 3a,, (p-1)a terhadap p dalam suatu urutan tertentu. Dengan mengalikan semua kongruensian tersebut bersamasama, kita dapatkan bahwa di mana a 2a 3a... ( p 1) 1 2 3... ( p 1) mod p ( p 1)! 1 a p ( p 1 )! ( mod p) Setelah (p-1)! dihilangkan dari kedua sisi persamaan kekongruensianan di atas ( hal ini dapat terjadi karena p relatif prima terhadap (p-1)! sehingga p (p- 1)! ), maka hasil terakhir dari persamaan tersebut adalah p 1 a 1 ( mod p) sehingga Teorema Fermat terbukti. Teorema 2.8.2 Teorema Akibat

19 Jika p adalah bilangan prima, maka a p a(mod p) untuk suatu bilangan bulat a. Bukti : Jika p a, maka a p 0 a (mod p). Jika p a, maka menurut Teorema 1 Fermat, kita dapatkan a p 1(mod p). Ketika kekongruensian ini kita kalikan dengan a, akan kita dapatkan a p a(mod p). 2.9 Bilangan Mersenne Suatu bilangan bulat berbentuk 2 m 1 telah dipelajari secara mendalam oleh banyak matematikawan terdahulu. Pada tahun 1536, Hudalricus Regius menunjukkan bahwa 2 11 1 bukan bilangan prima karena dapat difaktorkan menjadi 23 89. Marin Mersenne pada tahun 1644 menyatakan bahwa 2 m 1 adalah bilangan prima untuk m = 2, 3, 5, 7, 13, 17, 19, 31, 67, 127, dan 257 dan merupakan bilangan komposit untuk m lainnya, dan hingga saat ini jika 2 m 1 merupakan bilangan prima dikatakan sebagai bilangan prima Mersenne. Definisi 2.9.1. Jika m adalah bilangan bulat positif, maka M m = 2 m 1 disebut bilangan Mersenne ke-m; jika p adalah bilangan prima dan M p = 2 p 1 adalah prima, maka M p disebut sebagai bilangan prima Mersenne.

20 Teorema 2.9.1. Jika p adalah bilangan prima ganjil, maka setiap pembagi dari bilangan Mersenne M p = 2 p - 1 berbentuk 2kp + 1, di mana k adalah bilangan bulat positif. Bukti : Ambil q sebagai bilangan prima yang membagi M p = 2 p 1. Dengan menggunakan teorema Fermat, kita tahu bahwa q (2 q-1 1). Karena q merupakan faktor pembagi dari 2 p 1 dan 2 q-1-1, kita tahu bahwa (2 p 1, 2 q-1-1) > 1. Dari yang telah dibuktikan pada teorema 2.3.1 di atas, kita dapatkan p (q 1) sehingga ada sebuah bilangan bulat positif m sedemikian sehingga q 1 = mp. Karena q adalah bilangan ganjil, maka m haruslah bilangan genap, m = 2k, di mana k adalah suatu bilangan bulat positif. Kita dapatkan q = mp + 1 = 2kp + 1. Karena setiap pembagi dari M p adalah sebuah produk dari pembagi prima dari Mp, setiap pembagi prima dari M p berbentuk 2kp + 1, dan hasil dari bilangan yang berbentuk seperti ini akan memiliki bentuk yang sama, yaitu bilangan ganjil.