DEPARTEMEN MATEMATIKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DEPARTEMEN MATEMATIKA"

Transkripsi

1 PEMADANAN BILATERAL DENGAN RANCANG GAN BUJURSANGKAR LATIN MUHAMAD SYAZALI G DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKAA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008

2 ABSTRACT MUHAMAD SYAZALI. Bilateral Matching with Latin Squares. Under the supervision of TONI BAKHTIAR and RETNO BUDIARTI. In this paper we are interested in a particular type of matching process. We match everyone in the population to someone else exactly once. We view the bilateral matching process as a sequence of involutions from a population to itself. The bilateral matching process is then constructed by arranging the involutions by means of Latin square. We perform the matching process into several steps. First, we describe how to construct meetings two different agents but the same size. Second, we reconsider the first step when agents belong to an odd-sized population. Finally, we exploit the two earlier steps to construct a matching procedure for any finite population. This paper is equipped with a practical application that might be applied to economics.

3 ABSTRAK MUHAMAD SYAZALI. Pemadanan Bilateral dengan Rancangan Bujursangkar Latin. Dibimbing oleh TONI BAKHTIAR dan RETNO BUDIARTI. Di dalam karya ilmiah ini, yang dikaji adalah sebuah bentuk khusus dari proses pemadanan, yang bertujuan memadankan setiap orang di dalam suatu populasi ke setiap orang lainnya tepat satu kali. Proses pemadanan bilateral dipandang sebagai sebuah rangkaian berbagai involusi dari sebuah populasi itu sendiri. Proses pemadanan bilateral kemudian dikonstruksi oleh aturan involusi menggunakan bujursangkar latin. Pembentukan proses pemadanan dibagi ke dalam beberapa tahap. Pertama, mendiskripsikan bagaimana menyusun pertemuan di antara dua agen yang berbeda tetapi memiliki ukuran populasi yang sama. Tahap kedua, mempertimbangkan kembali tahap pertama ketika agen-agen tersebut memiliki populasi yang berukuran ganjil. Terakhir, dua tahap sebelumnya digunakan untuk menyusun sebuah prosedur pemadanan untuk setiap populasi yang terbatas. Karya ilmiah ini dilengkapi dengan sebuah aplikasi praktis yang menarik pada percobaan di ilmu ekonomi.

4 PEMADANAN BILATERAL DENGAN RANCANGAN BUJURSANGKAR LATIN Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana sains pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor Oleh : MUHAMAD SYAZALI G DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008

5 Judul : Pemadanan Bilateral dengan Rancangan Bujursangkar Latin Nama : Muhamad Syazali NRP : G Menyetujui: Pembimbing I, Pembimbing II, Dr. Toni Bakhtiar, M.Sc. Ir. Retno Budiarti, MS. NIP NIP Mengetahui: Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor Dr. drh. Hasim, DEA. NIP Tanggal Lulus:

6 PRAKATA Puji Syukur penulis haturkan kepada Allah SWT yang telah memberikan limpahan ramat dan hidayahnya sehingga dapat terselesaikannya karya ilmiah ini. Shalawat serta salam senantiasa selalu tercurahkan teruntuk Nabi Muhamad SAW yang telah mengantarkan kita semua umatnya sehingga dapat memperoleh petunjuk jalan yang benar, beserta keluarganya, para sahabat, dan semoga tercurahkan juga untuk kita semua sebagai umatnya hingga akhir zaman. Keberhasilan penyusunan karya ilmiah ini juga tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Bapak atas kerja keras bapak sehingga penulis dapat menyelesaikan studinya di sini, serta do a, keikhlasan, nasehat dan semangat yang senantiasa diberikan. Ibu tercinta yang senantiasa menyokong semangat penulis, do anya serta nasehat yang tak henti-hentinya. 2. Kakak-kakakku: Mas Edy Prasetyo dan Mas Rahmad Junaidi yang telah menjadi motifator karena keberhasilan kalian yang telah lebih dahulu sehingga dapat menjadi contoh untuk adikadiknya. 3. Adik-adikku: Istihana, Rofiqul Umam dan Fajri Farid yang menjadi inspirasi bagi penulis agar selalu menjadi contoh yang baik. 4. Bapak Toni Bakhtiar dan Ibu Retno Budiarti selaku dosen pembimbing dan Bapak Siswandi selaku dosen penguji, terima kasih atas kesabaran dan dukungan dalam membimbing dan mengarahkan penulis. 5. Semua dosen Departemen Matematika (terima kasih atas ilmunya selama ini). 6. Bu Ade, Bu Susi, Mas Bono, Bu Marisi, Mas Deny, Mas yono. 7. Rani Dwi Astuti, terima kasih atas do anya, semangat dan dukungan yang selalu diberikan, serta kesabarannya untuk mendengarkan keluhan penulis. 8. Sahabat-sahabatku di rumah: Joko, Agus, Syahril, Yam-yam, Sopwanudin untuk do a dan semangat kalian serta pertemanan selama ini. 9. Teman seperjuangan penulis dari MA Nurhamdani mudah-mudahan cepat menyusul, Verry Andriawan (terima kasih konsultasi ke dosen statistiknya). 10. The Al-father s yang telah memberikan dukungan dan pertemanan serta kekeluargannya selama ini. 11. Nono hartono, SPi dan Erick yang sudah banyak meminjamkan banyak fasilitas. 12. Eci dan Fitrie atas bantuan proses editing. 13. Teman-teman Math 41: Mora (terima kasih terjemahannya), Uwie, Nurjannah, Ika, Sifa, Intan, Ahdiani, Diah, Mahar, Eva, Eni, Army, Ayu, Ani, Tities, Tia, Darwisah, Endit, Sita, Niken, Rizul, Rita, Fariz, Adji, Frederick, Rangga M, Mimin, Mahnur, Triyadi, Idris, Yaya dan teman-teman Math 41 lainnya yang tak dapat disebutkan satu per satu (terima kasih telah menjadi teman seperjuangan dan memberikan kenangan selama ini). 14. Math 42: Vino, Erlin, Eyyi, Niken, Jane, Idhun, Moko, dan math 42 lainnya. 15. Math 43: Putri Giani terima kasih buat diktat matdis dan grafnya. 16. Seluruh Pihak yang telah memberikan konstribusi dalam pembuatan karya ilmiah ini yang tak dapat disebutkan satu per satu. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat dalam dunia Ilmu Pengetahuan khususnya matematika dan menjadi inspirasi bagi penelitian selanjutnya. Bogor, Juli 2008 Muhamad Syazali

7 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bandar Lampung, pada tanggal 21 November 1986 sebagai anak ke tiga dari enam bersaudara, anak dari pasangan Prayitno dan Saiti. Penulis menjalani jenjang pendidikan di SD Negeri 4 Sawah Brebes (1998), SLTP N 5 Bandar Lampung (2001), MAN 1 (MODEL) Bandar Lampung (2004) dan pada tahun yang sama berhasil masuk IPB melalui jalur USMI Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Departemen Matematika. Selama masa studi di Departemen Matematika IPB, penulis pernah menjadi pengurus Gumatika (staf Departemen Keilmuan 2004/2005, dan Staf PSDM 2005/2006), pengurus SERUM- G (Staf PSDM 2004/2005), Ketua Divisi Kewirausahaan SERUM-G (2005/2006). Ketua Dewan Legislatif Gumatika (DLG) periode 2006/2007. Selain itu penulis pernah terlibat dalam beberapa kegiatan antara lain mengikuti G-FORCE 42, Matematika RIA dalam Pesta Sains tahun 2005 dan 2006, Asisten Dosen Mata Kuliah Kalkulus III (2007).

8 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... viii I. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan... 1 II. LANDASAN TEORI Matriks Bujursangkar Latin Konstruksi Bujursangkar Latin Konstruksi Bujursangkar Latin Konstruksi Bujursangkar Latin Fungsi Permutasi Involusi... 5 III. MATRIKS PEMADANAN DAN BUJURSANGKAR LATIN... 6 IV. MATRIKS PEMADANAN MAKSIMAL... 7 V. PENERAPAN DALAM BIDANG EKONOMI VI. SIMPULAN DAN SARAN VII. DAFTAR PUSTAKA... 13

9 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Banyak bujursangkar latin dari populasi berukuran n sebarang. 3 Tabel 2. Titik tetap... 10

10 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada kondisi-kondisi tertentu keheterogenan unit percobaan tidak bisa dikendalikan hanya dengan pengelompokkan satu sisi keragaman unit-unit percobaan namun memerlukan penanganan yang lebih kompleks. Kondisi ini tentunya memerlukan bentuk rancangan yang lain. Salah satu rancangan yang mampu mengendalikan komponen keragaman unit-unit percobaan lebih dari satu sisi komponen adalah rancangan bujursangkar latin (latin square). Tulisan ini menawarkan prosedur sederhana yang dapat digunakan untuk membangun sekuen (rangkaian) dari petemuan berpasang-pasangan diantara pelaku yang berasal dari populasi yang finite (terbatas) dengan menggunakan rancangan bujursangkar latin tersebut. Proses pertemuan yang dipelajari memiliki dua sifat, pertama rangkaian dari pertemuan tersebut adalah eksogen yang berarti bahwa setiap pelaku bertemu dengan pelaku yang lain tepat satu kali. Kedua, dalam setiap periode proses ini memaksimumkan banyaknya dari pemasangan dalam populasi. Dalam ilmu ekonomi proses pertemuan berpasang-pasangan dengan sifat ini digunakan untuk meyatakan konsep dari persaingan dagang secara eksplisit. Dalam mengembangkan prosedur untuk menciptakan rangkaian pemasangan yang diinginkan digunakan bentuk khusus dari permutasi yang disebut involusi. Dengan memanfaatkan beberapa hasil matematis dari bujursangkar latin, alasan untuk bekerja dengan objek matematika ini adalah proses pemasangan yang merupakan cara untuk membagi populasi X ke dalam himpunan agen-agen yang disjoint secara berulangulang. Karena diketahui bahwa pertemuan yang dipandang adalah bilateral, maka proses pemasangan dapat dilihat sebagai rangkaian involusi dari X ke X. 1.2 Tujuan Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah memasangkan agen satu dengan agen lainnya dalam populasi yang terbatas di mana setiap agen bertemu dengan agen lainnya tepat satu kali dengan memperagakan bagaimana membangun bujursangkar latin sedemikian rupa sehingga setiap baris, pada awalnya adalah involusi dari baris pertama yang akhirnya didapatkan suatu matriks pemadanan. II. LANDASAN TEORI 2.1 Matriks Matriks adalah kumpulan bilangan yang disusun dalam bentuk persegi panjang atau bujur sangkar yang tersusun dalam baris dan kolom. Ukuran atau ordo dari suatu matriks ditentukan oleh banyaknya baris dan kolom yang membentuknya. Secara umum matriks dapat ditulis sebagai berikut = elemen matrik A yang terletak pada baris ke-i, kolom ke-j ; i=1,2,,m ; j=1,2,..,n = ukuran atau ordo matriks A, yaitu a11 a12 L a1 n a21 a22 a 2n A L = M M O M am1 am2 L amn [Leon 2001] 2.2 Bujursangkar Latin Definisi 1 (Bujursangkar Latin) Diketahui ada n symbol berbeda, bujursangkar latin adalah matriks dengan entri simbol-simbol yang diketahui yang disusun sedemikian rupa sehingga setiap simbol muncul tepat satu kali dalam setiap baris dan kolom. [Aliprantis, et al 2006] Contoh 1 : Diberikan himpunan simbol-simbol {1, 2, 3, 4} dan {@, #, $, &}, matriks # $ & $ # dan # $ # $ adalah dua contoh dari bujursangkar latin. Tentu saja bila diketahui himpunan n simbol,

11 secara umum dapat diperoleh banyak bujursangkar latin yang berbeda, dan juga banyaknya bujursangkar latin yang terbentuk akan semakin bertambah bergantung pada n. Walaupun bujursangkar latin telah dipelajari secara rinci dalam matematika banyaknya bujursangkar latin yang ada telah dihitung hanya untuk 10. [Aliprantis, et al 2006] Diketahui himpunan populasi 1,, dengan n agen. Ada tiga prosedur pembangunan bujursangkar latin yang masing-masing menghasilkan matriks yang spesifik Konstruksi Bujursangkar Latin 1 Bujursangkar latin ini dinotasikan dengan dan baris pertamanya adalah vektor (1, 2,...., n). Baris lainnya dari dihasilkan secara rekursif dengan cara menggeser satu tempat ke kiri baris yang sebelumnya secara siklik. Yang berarti baris kedua diperoleh dengan cara menggeser baris pertama satu tempat ke kiri, dalam contoh di atas baris kedua adalah (2, 3,...., n, 1) dan baris ke tiga adalah vektor (3, 4,...., n, 1, 2). Dengan demikian adalah matriks seperti berikut : n 2 n 1 n 2 3 L n 1 n L n 1 2 M M O M M M n 1 n L n 4 n 3 n 2 n 1 n 3 n 2 n 1 L Jika menggunakan notasi standar untuk bujursangkar latin ini maka setiap entri diberikan formula sebagai berikut: j jika i = 1 dan 1 j n a ij = i+ j 1 nχy( i+ j 1) = i+ j 1 jikai 2 dan i j n i+ 1 j ( n i) 1 jika i 2 dan n i+ 2 j n di mana χy : N {0,1} adalah fungsi karakteristik dari himpunan 1, 2, dengan χy( k) = 1jika k Ydan χy( k) = 0 jika k Y. Contoh 2 Saat 4 konstruksi ini akan menghasilkan bujursangkar latin L = Konstruksi Bujursangkar Latin 2 Misalkan notasi untuk bujursangkar latin ini adalah. Matriks ini memiliki baris pertama (1, 2,..., n) dan konstruksinya dibuat secara rekursif tepat seperti cara pertama, tetapi satu-satunya perbedaan terletak pada cara penggeserannya yang ke arah kanan bukan ke arah kiri. Hal ini berarti baris kedua dari diperoleh dengan cara menggeser baris pertama ke kanan secara siklik, dalam contoh, baris ke dua adalah vektor (n, 1,, n-2, n-1), dan baris ketiga adalah vektor (n-1, n, 1,, n-2), dan seterusnya. Bujursangkar latin yang terbentuk adalah 1 2 L n 2 n 1 n n 1 L n 3 n 2 n 1 + n 1 n L n 4 n 3 n 2 L = M M O M M M 3 4 L n n 1 n 1 L Dengan notasi maka formula untuk entri dari adalah j jika i= 1dan1 j n a ij = n+ 1 + j i nχy( n+ 1+ j 1) = ( n i) + j+ 1 jika i 2 dan1 j i 1 j i+ 1 jika i 2 dan i j n

12 Contoh 3 Di mana saat 4 kita mendapatkan ini sebanyak 1 maka diperoleh bujursangkar latin seperti berikut : L + = Konstruksi Bujursangkar Latin 3 Bujursangkar latin dinotasikan dengan di mana baris pertama adalah (n, n-1, 1) dan baris lainnya dibentuk dengan cara mengikuti prosedur rekursif dengan cara menggeser baris pertama satu tempat ke kiri, sehingga baris ke dua yang terbentuk adalah (n-1,n-2,, 1, n). Dengan mengulang proses n n 1 L 2 1 n 1 n 2 L 1 n M M O M M L = n 1+ i n i L n i+ 3 n i+ 2 M M O M M 2 1 M n M 3 2 Dengan maka formula untuk entri dari L adalah n+ 1 j jika i= 1dan1 j n a ij = n+ 1 ( i+ j 1) + nχy( i+ j 1) = n+ 2 i j jikai 2dan1 j n i+ 1 2n i+ 2 j jikai 2dann i+ 2 j n Contoh 4 Saat 4 bujursangkar latin L adalah seperti berikut : L = Berdasarkan dari ketiga konstruksi bujursangkar latin di atas maka untuk sembarang populasi berukuran n terdapat beberapa bujursangkar latin yang dapat dibentuk. Banyaknya bujursangkar latin yang dapat dibentuk dari populasi berukuran n dapat dilihat dari Tabel 1 berikut: Tabel 1 Banyak bujursangkar latin dari populasi berukuran n sebarang. Ukuran Contoh bujursangkar A B C B C A A B C D B C D A A B C D E B A E C D A B C D E F B C F A D E A B C D E F G B C D E F G A ABC...N BCD...A latin standar C A B C D A B C D A E B C F B E A D C D E F G A B CDE...B D A B C D E B A C D E A B F C D E F G A B C. E C D B A E A D F C B F D E C B A E F G A B C D F G A B C D E.. Banyaknya bujursangkar latin standar Banyaknya bujursangkar latin yang terbentuk G A B C D E F PAB...(P-1) ! 1! Banyaknya bujursangkar latin standar [Montgomery 2001]

13 2.3 Fungsi Definisi 2 (Fungsi) Fungsi (pemetaan) f dari himpunan A ke himpunan B, dinotasikan, adalah suatu relasi dari A ke B yang setiap anggota dari A muncul hanya sekali sebagai komponen pertama dari pasangan terurut keanggotaan relasi yang bersangkutan. Kurtz 1992] Dari definisi dia atas, jika,, maka dapat ditulis b = f (a). Dalam hal ini b disebut imej dari a dibawa oleh f, sedangkan a disebut preimej dari b oleh f. Penulisan ringkas dengan menerapkan lambang logika dari definisi di atas dapat dinyatakan sebagai berikut. jika dan hanya jika!,atau f : A B jika dan hanya jika ( a A) [ b = f ( a) c = f( a)] maka b = c. Contoh 5 Misalkan 1,2,3 dan,,,, perhatikan bahwa 1,, 2,, 3, adalah fungsi dari A ke B, sedangkan 1,, 2, dan 1,, 2,, 2,, 3, bukan merupakan fungsi dari A ke B. Definisi 3 (Fungsi Injektif) Fungsi f disebut fungsi injektif (satu-satu) apabila f tidak pernah mencapai nilai yang sama dua kali; yakni, jika maka [Stewart 2001] Contoh 6 Misalkan 1,2,3 dan B = {a,b,c,d,e}. fungsi 1,, 2,, 3, adalah injektif, sedangkan fungsi 1,, 2,, 3, bukan merupakan fungsi injektif. Perhatikan Contoh 6 di atas komponen ke dua dari semua anggota f muncul hanya sekali, sehingga f adalah fungsi injektif. Sekarang perhatikan fungsi, unsur a muncul dua kali sebagai komponen ke dua di dalam kenggotaan, sehingga tidak injektif. Definisi 4 (Fungsi Surjektif) Suatu fungsi : disebut fungsi surjektif, jika, artinya. [Kurtz 1992] Contoh 7 Jika 1,2,3,4 dan,,, 1,, 2,, 3,, 4, dan 1,, 2,, 3,, 4, adalah dua fungsi surjektif dari A ke B, sedangkan fungsi 1,, 2,, 3,, 4, tidak surjektif. Dalam Contoh 7 terlihat bahwa semua anggota B muncul sebagai komponen ke dua di dalam ke anggotaan f 1 dan f 2, sehingga f 1 dan f 2 adalah fungsi surjektif. Sekarang perhatikan fungsi, ada anggota B yaitu z yang tidak muncul sebagai komponen ke dua di dalam kenggotaan, sehingga tidak surjektif. Definisi 5 (Fungsi Bijektif) f fungsi bijektif jika dan hanya jika f fungsi injektif dan f fungsi surjektif [Kurtz 1992] Contoh 8 Jika 1,2,3 dan,,, 1,, 2,, 3, adalah fungsi bijektif karena merupakan fungsi injektif dan surjektif. Contoh 9 Jika 1,2,3 dan,,,, 1,, 2,, 3, bukan fungsi bijektif karena merupakan fungsi injektif tetapi tidak surjektif. 2.4 Permutasi Definisi 6 (Permutasi) Permutasi dari himpunan terbatas X yang tidak kosong adalah fungsi bijektif dari X ke X. [Biggs 1989] Dalam pemasangan dari anggota X ke X yang biasa dijumpai permutasi dapat dipandang sebagai suatu susunan yang dapat dibentuk dari sekumpulan objek yang dapat dipilih sebagian atau seluruhnya. Jika ada n benda yang berbeda maka banyaknya susunan yang berbeda (permutasi) dari n benda tersebut adalah:,! Permutasi merupakan penyusunan kembali suatu kumpulan objek dalam urutan yang berbeda dari urutan yang semula. Sebagai contoh, kata-kata dalam kalimat sebelumnya permutasi merupakan penyusunan kembali suatu kumpulan objek dalam urutan yang

14 berbeda dari urutan yang semula dapat disusun kembali sebagai "merupakan Permutasi suatu urutan yang berbeda urutan yang kumpulan semula objek penyusunan kembali dalam dari". Proses mengembalikan objek-objek tersebut pada urutan yang baku (sesuai ketentuan) disebut sorting. Jika terdapat suatu untai abjad abcd, maka untai itu dapat dituliskan kembali dengan urutan yang berbeda: acbd, dacb, dan seterusnya. Selengkapnya ada 24 cara menuliskan ke empat huruf tersebut dalam urutan yang berbeda satu sama lain. Setiap untai baru yang tertulis mengandung unsurunsur yang sama dengan untai semula abcd, hanya saja ditulis dengan urutan yang berbeda. Maka setiap untai baru yang memiliki urutan berbeda dari untai semula ini disebut dengan permutasi dari abcd. Contoh 10 Berikut ini adalah permutasi dari abcd abcd abdc acbd acdb adbc adcb bacd badc bcad bcda bdac bdca cabd cadb cbad cbda cdab cdba dabc dacb dbac dbca dcab dcba [Wikipedia Indonesia 2008] 2.5 Involusi Definisi 7 (Aturan pemadanan bilateral) Aturan pemadanan bilateral untuk populasi X adalah fungsi yang memenuhi artinya o untuk semua, dengan yang merupakan pemetaan identitas pada X. [Aliprantis, et al 2006] Berdasarkan definisi di atas, jika merupakan aturan pemadanan bilateral, maka fungsi invertible dan adalah permutasi dari X karena adalah fungsi surjektif satu-satu. Bagaimanapun juga, merupakan bentuk khusus dari permutasi yang inversnya adalah dirinya sendiri. Sebagai contoh ; fungsi ini dalam ilmu matematika kita kenal sebagai involusi. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa cara apapun untuk memasangkan agen-agen dalam populasi haruslah sedemikian rupa sehingga pasangan dari agen tersebut adalah agen itu sendiri. Oleh karena itu, jika adalah aturan pemadanan dan agen x dipadankan dengan agen, maka kita sebut adalah pasangan dari x. Dengan cara serupa, adalah pasangan dari jadi himpunan, dapat disebut aturan pemadanan bilateral. Contoh 11 Berikut contoh sederhana dari aturan pemadanan bilateral (involusi) Andaikan 0, dan didefinisikan dengan. [Aliprantis, et al 2006] Contoh 12 Misal diberikan bujursangkar latin dengan L = Perhatikan matriks L di atas, misalkan saja matriks di atas menggambarkan pemadanan pada populasi 4 dan diasumsikan populasi agen 1,2,3,4 sehingga dari matriks tersebut dapat diperoleh pemadanan yang setiap barisnya diartikan sebagai periode pemadanannya. Dengan demikian baris pertama merupakan periode pemadanan pertama di mana belum ada agen yang dipadankan. Selanjutnya perhatikan pada baris ke dua atau periode ke dua, diperoleh pemadanan {(1,2),(2,1),(3,4),(4,3)}, kemudian dapat dilihat bahwa dari pemadanan ini agen 1 dipadankan dengan agen 2, pada baris yang sama agen 2 dipadankan dengan agen 1. Begitu juga untuk agen 3 yang dipadankan dengan agen 4, pada baris yang sama juga agen 4 dipadankan dengan agen 3. Dapat dilihat dengan jelas bahwa baris ke tiga dan ke empat pada matriks L di atas dikenakan hal yang sama seperti pada baris ke dua. Oleh karena itu, hal inilah yang menyebabkan matriks L tersebut memiliki sifat involusi di mana baris lainnya merupakan involusi dari baris pertama.

15 III. MATRIKS PEMADANAN DAN BUJURSANGKAR LATIN Tiga konstruksi bujursangkar latin yang telah dibahas sebelumnya akan digunakan untuk mencari model pemadanan bilateral yang diinginkan diantara agen-agen yang akan dipasangkan dalam populasi yang terhingga. Seperti pada Definisi 7 pemadanan bilateral pada populasi X adalah fungsi yang memenuhi untuk semua x X, di mana merupakan bentuk permutasi yang disebut involusi. Dalam hal ini agen sebagai pasangan dari agen x sedemikian rupa sehingga pertemuan secara sederhana ini merupakan rangkaian dari pemadanan bilateral. Proses pemadanan adalah memasangkan agen dengan agen lainnya yang feasible dalam suatu populasi yang terbatas, di mana akan dipastikan bahwa agen-agen tersebut bertemu dengan setiap agen yang ada (kecuali dirinya sendiri) tepat satu kali. Hal tersebut akan mengakibatkan jika terdapat populasi yang terdiri atas n agen maka proses pemasangan yang diinginkan tidak dapat lebih dari 1 periode. Hal itu dikarenakan setiap agen dapat dipasangkan paling banyak dengan 1 individu berbeda. Untuk memformalisasikan proses pemadanan yang demikian maka diperkenalkan bentuk khusus dari suatu matriks yaitu bujursangkar latin. Definisi 8 (Matriks pemadanan) Misal 1,2,, adalah populasi. Matriks berukuran dengan anggota yang berasal dari populasi X disebut matriks pemadanan bila: 1) Baris pertama adalah vektor (1,2,,n). 2) Baris-baris lainnya merupakan involusi dari baris pertama. 3) Jika n genap maka setiap kolom memiliki entri yang berbeda. 4) Jika n ganjil maka dalam setiap kolom j agen j muncul paling banyak dua kali dan entri lainnya pada kolom tersebut seluruhnya berbeda yaitu agen X\{j}. Sebuah matriks pemadanan M dikatakan maksimal: a) Jika n genap maka M berukuran dengan m = n. b) Jika n ganjil maka M berukuran dengan m = n+1. [Aliprantis, et al 2006] Diberikan populasi 1,2,,, akan dilihat banyaknya matriks pemadanan maksimal yang dapat dibuat dari populasi X. Untuk populasi X berukuran n dinotasikan matriks pemadanan maksimal dengan. Perhatikan dua matriks berikut, misalkan populasi dengan 3 dan 4. Dua matriks pemadanan maksimal dari populasipopulasi tersebut adalah: μ 3 = μ = Baris pertama adalah semua agen dari populasi X, yang terurut dari 1, 2,, n. Terlihat bahwa setiap baris yang berurutan membagi populasi ke dalam pasanganpasangan pada beberapa periode. Untuk melihat hal ini terjadi, andaikan t=0 yang merupakan tahap awal di mana tak ada agen yang dipasangkan, dalam hal ini adalah baris pertama. Oleh karena itu, setiap baris i menandakan periode pemasangan 1. Partisi pada periode t dengan demikian diindentifikasikan dengan mengasosiasikan setiap elemen dalam kolom j pada baris pertama dengan elemen yang terdapat pada kolom yang sama pada baris 1. Contoh 13 Sebagai contoh, matriks pemadanan di atas menjelaskan rangkaian dari tiga pasangan pertemuan pada populasi X={1,2,3,4}, sehingga dapat dilihat matriks pemadanan berikut: t Dalam Contoh 13 perhatikan baris ke dua yang merupakan periode 1. Pada periode pertama ini diperoleh pemadanan {(1,2),(2,1),(3,4),(4,3)} di mana agen 1 dipasangkan dengan agen 2 pada kolom pertama dan kolom dua menyatakan bahwa agen 2 dipasangkan dengan agen 1. Dua kolom lain menyatakan bahwa agen 3 dipasangkan dengan agen 4 pada kolom ke tiga, dan agen 4 dipasangkan dengan agen 3 pada kolom ke empat. Pada saat 2 yaitu periode ke dua diperoleh pemadanan

16 {(1,3),(2,4),(3,1),(4,2)} yang berarti pada periode ke dua yaitu baris ke tiga pada kolom pertama, agen 1 dipasangkan dengan agen 3. Lalu pada kolom dua agen 2 dipasangkan dengan agen 4, pada kolom berikutnya yaitu kolom tiga agen 3 dipasangkan dengan agen 1 dan kolom empat agen 4 dipasangkan dengan agen 2. Selanjutnya pada periode 3 yaitu periode ke tiga diperoleh pemadanan {(1,4),(2,3),(3,2),(4,1)} artinya pada periode ke tiga yaitu baris ke empat pada kolom pertama agen 1 dipasangkan dengan agen 4, pada kolom dua agen 2 dipasangkan dengan agen 3, pada kolom tiga agen 3 dipasangkan dengan agen 2, dan pada kolom empat agen 4 dipasangkan dengan agen 1. Matriks pemadanan maksimal menjelaskan pemasangan di antara n agen dengan tidak ada agen yang bertemu dengan pasangan yang sama lagi. Perlu diketahui bahwa semua matriks pemadanan maksimal sembarang dengan n genap adalah bujursangkar latin yang memenuhi batasan tambahan bahwa setiap baris adalah involusi dari baris pertama. Hal ini merupakan kasus khusus karena tidak semua bujursangkar latin memenuhi sifat involusi. Contoh 14 Misal diberiakan matriks bujursangkar latin berikut dengan populasi 1,2,3, Perhatikan matriks bujursangkar latin pada Contoh 14 di atas, pada baris ke dua diperoleh pemadanan {(1,2),(2,3),(3,4),(4,1)} yang artinya pada baris ke dua ini pada kolom satu agen 1 dipasangkan dengan agen 2 tetapi pada kolom dua agen 2 tidak dipasangkan dengan agen 1 melainkan dengan agen 3, hal ini bertentangan dengan sifat involusi sehingga matriks bujursangkar latin pada Contoh 14 ini bukan merupakan matriks pemadanan. Untuk popolasi X saat jumlah agen n ganjil matriks pemadanan maksimal bukan merupakan bujursangkar latin karena matriks pemadanan maksimal memiliki baris sebanyak 1. Perlu diingat pada Definisi 8 merupakan matriks pemadanan jika pada saat n ganjil maka dalam setiap kolom j agen j muncul paling banyak dua kali dan entri lainnya pada kolom tersebut seluruhnya berbeda yaitu agen X\{j}. Hal ini mengakibatkan jika n ganjil maka dengan mengeliminasi baris pertama dari matriks dapat diperoleh matriks bujursangkar latin. Contoh 15 Misal n=3, didapatkan matriks pemadanan maksimal. Jika baris pertama dari dieliminasi, maka diperoleh bujursangkar latin L μ 3 = L = IV. MATRIKS PEMADANAN MAKSIMAL Bagian ini akan membahas eksistensi matriks pemadanan maksimal untuk sebarang populasi terbatas yang kemudian akan diperlihatkan bagaimana membentuk matriks pemadanan yang maksimal. Andaikan terdapat X populasi yang terdiri atas dua grup, sebut saja grup A dan grup B. Setiap grup memiliki anggota yang sama banyaknya misalkan n anggota. Untuk lebih mudahnya diinterpretasikan setiap grup tersusun atas agen yang homogen, sebagai contohnya, grup pembeli dan grup penjual. Tujuan selanjutnya adalah memasangkan tepat satu kali setiap agen dari A dengan agen dari B, jadi setiap agen dari satu grup dipadankan dengan agen pada grup lainnya dalam keadaan mutlak saling asing, artinya setiap agen dipadankan dengan agen lainnya tepat satu kali dan dalam setiap periode pemadanan setiap agen yang diperoleh adalah maksimal artinya semua agen memperoleh pasangannya masingmasing. Perlu diingat bahwa kaidah pemadanan ini dapat menghasilkan paling bayak n periode dari pemadanan, karena setiap agen dapat berpasangan dengan paling banyak n agen

17 dari grup lainnya. Permasalahan di sini adalah bagaimana membentuk pemadanan maksimal yang diharapkan dan bagaimana cara sistematis untuk memperoleh pemadanan yang maksimal tersebut. Dalam hal ini kita menggambarkan dalam sebuah matriks yang sebelumnya sudah disebutkan sebagai matriks pemadanan maksimal. Terdapat dua hal yang diperoleh dari permasalahan di atas. Pertama hal tersebut menetapkan bahwa agen dipasangkan dalam keadaan mutlak saling asing paling banyak n kali. Ke dua diperoleh prosedur untuk membentuk kaidah pemadanan pada sembarang populasi. Misal dinotasikan X = AuB berarti dan, dengan kata lain X adalah union disjoint dari A dan B. Lema 1 Andaikan 1,..., dan 1,...,2, maka matriks M(A,B) berukuran L n 1 n n+ 1 n+ 2 L 2n 1 2n n+ 1 n+ 2 L 2n 1 2n 1 2 L n 1 n M( A, B) = n+ 2 n+ 3 L 2n n+ 1 n 1 L n 2 n 1 M M O M M M M O M M 2n n+ 1 L 2n 2 2n L n 1 adalah matriks pemadanan dari populasi X=AuB sedemikian sehingga setiap agen di A adalah pasangan yang terpadankan dengan setiap agen di B. [Aliprantis, et al 2006] Bukti Notasi M(A,B) menggambarkan di mana agen pada himpunan A dipadankan dengan agen pada himpunan B dengan tidak memasangkan dengan dirinya sendiri. Andaikan adalah bujursangkar latin dari himpunan 1,...,2 yang dibangun berdasarkan konstruksi bujursangkar latin #1 pada Bab II, dan melambangkan bujursangkar latin dari himpunan 1,..., yang dibangun berdasarkan konstruksi bujursangkar latin #2. Sehingga dengan demikian diperoleh matriks 1... n n n M( A, B) = + L ( B) L ( A). Dengan demikian M(A,B) adalah matriks pemadanan yang sesuai untuk populasi X = AuB. Perlu diperhatikan pada matriks pemadanan M(A,B) yang diperoleh dari Lema 1 bukan merupakan matriks pemadanan yang maksimal, karena matriks M(A,B) tidak menggambarkan pemadanan antar agen dalam himpunan itu sendiri melainkan pemadanan antar agen pada himpunan A dan B saja. Yang perlu diingat juga berdasarkan Definisi 8, matriks pemadanan maksimal M berukuran di mana saat n ganjil maka 1 dan saat n genap maka. Untuk lebih jelas lihat Contoh 16 berikut. Contoh 16 Andai 1,..,8 dengan 1,2,3,4 dan 5,6,7,8. Maka berdasarkan Lema 1 di atas diperoleh matriks berikut M( A, B ) = Perhatikan matriks pada Contoh 16 di atas, terlihat bahwa matriks pemadanan M(A,B) yang terbentuk dari populasi 1,..,8 di mana 8. Matriks pemadanan M(A,B) yang terbentuk tidak berukuran seperti yang didasarkan pada Definisi 8 sehingga dapat disimpulkan matriks pemadanan M(A,B) yang diperoleh tidaklah maksimal. Selanjutnya akan dibahas prosedur untuk mendapatkan matriks pemadanan maksimal

18 yang diinginkan untuk memadankan setiap agen yang ada pada populasi yang terbatas. Teorema 1 Setiap populasi yang terbatas mempunyai matriks pemadanan maksimal. [Aliprantis, et al 2006] Bukti Pembuktian dari teorema ini terdiri atas dua bagian. Pada bagian pertama, akan ditunjukkan eksistensi matriks pemadanan maksimal untuk sebarang populasi ganjil, dan pada bagian kedua akan ditunjukkan eksistensi dari matriks pemadanan maksimal untuk sebarang populasi genap. Sekarang akan dibuktikan untuk bagian yang pertama untuk populasi ganjil. Misalkan diberikan populasi 1,.,, di mana n ganjil. Dengan menggunakan konstruksi bujursangkar latin 3 pada Bab II maka diperoleh bujursangkar latin L, sedemikian sehingga diperoleh matriks berukuran 1 sebagai berikut: L n 2 n 1 n n n 1 n 2 L n 1 n 2 n 3 L 2 1 n 1... n μn = n 2 n 3 n 4 L 1 n n 1 = L M M M O M M M 2 1 n L n n 1 L Matriks tersebut merupakan matriks pemadanan maksimal untuk populasi X di mana n ganjil. Pada bagian ke dua untuk populasi genap, andaikan diberikan populasi 1,.,2, dan misalkan banyaknya populasi X adalah 2 2, di mana p dan k adalah bilangan natural dengan p bilangan ganjil. Untuk menyelesaikannya dipandang dalam dua kasus. Pertama jika populasi 2 2 dibagi menjadi dua populasi n yang sama banyak sebut saja menjadi populasi agen A dan agen B maka masing-masing populasi agen pada A dan B memiliki banyak anggota n dengan n genap. Kedua kasus di mana jika 2 2 dibagi menjadi dua populasi n yang sama banyak juga maka masing-masing populasi A dan B memiliki anggota n dengan n ganjil. Sekarang akan dibahas terlebih dahulu untuk kasus yang pertama Kasus 1 : p = 1 Sehingga diperoleh populasi banyaknya X adalah 2 2. Akan dibuktikan adanya matriks pemadanan maksimal dengan menggunakan induksi matematika pada k. Basis induksi: Untuk 1, maka 2 2 sehingga diperoleh matriks 2 2 μ = 2 1 yang merupakan matriks pemadanan maksimal untuk populasi 2 2. Hipotesis Induksi: Anggap benar untuk sehingga 2 2 terdapat matriks pemadanan maksimal. Langkah Induksi Akan dibuktikan benar terdapat matriks pemadanan maksimal untuk 1 sehingga 2 2. Untuk membuktikannya misalkan 1,,2 = AuB di mana 1,,2 dan 2 1,,2. Dari hipotesis induksi diketahui bahwa terdapat matriks pemadanan maksimal berukuran 2 2 untuk 2 2. Sehingga terdapat matriks pemadanan maksimal untuk populasi 1,,2 dan matriks pemadanan maksimal untuk populasi 2 1,,2. Berdasarkan Lema 1 maka diperoleh μ ( ) ( ) 2h A μ 2h B μ 2h+ 1 = μ ( B) ( A) 2h μ 2h yang merupakan matriks pemadanan maksimal untuk populasi 1,,2 = AuB.

19 Selanjutnya akan dibahas keberadaan matriks pemadanan maksimal untuk kasus yang ke dua. Kasus 2 : 1 Dalam kasus dipilih 2 2, dan untuk membuktikannya masih dapat menggunakan induksi matematika pada k. Basis Induksi Untuk k=1, maka diperoleh 2 2, akibatnya 1,,2. Misalkan X = AuB dengan 1,, dan 1,,2 di mana A dan B masing-masing memiliki p agen. Misalkan dan adalah bujursangkar latin (p-1) x p yang dibentuk dengan menghapus baris pertama dari dan. Selanjutnya perlu diingat bahwa p ganjil. Andaikan dan merupakan matriks pemadanan maksimal 1 untuk A dan B yang dapat dibuat berdasarkan Definisi 8. Perlu diingat juga, pada Definisi 8 diketahui bahwa jika n ganjil maka dalam setiap kolom j agen j muncul paling banyak dua kali. Kemunculan agen j untuk yang ke dua kalinya ini disebut titik tetap di mana pada periode ini agen j dipasangkan dengan dirinya sendiri. Untuk membuat supaya hal ini tidak terjadi maka dapat dilakukan dengan cara menukar titik tetap tersebut dengan titik tetap pada matriks pemadanan lainnya. Untuk lebih jelas titik tetap yang terdapat pada matriks pemadanan maksimal ditukar dengan titik tetap yang ada pada matriks pemadanan maksimal pada. Untuk mengetahui letak titik tetap yang dimaksud, misalkan saja melambangkan yang dibulatkan ke integer yang lebih besar, dan 2 1. Sehingga diperoleh tabel untuk mencari titik tetap untuk setiap baris j dari dan berikut. Tabel 2 Titik tetap. Baris k j = 2k 1,., j = 2k + 1 1,.., 1 p (k 1) 2p - (k - 1) Lalu misalkan dan adalah matrik pemadanan maksimal yang diperoleh dengan menukar titik-titik tetap dari dan dalam setiap periode (baris). Sebagai contoh misalkan agent 1 yang muncul pada entri (p+1,1) dari yang dipasangkan dengan dirinya sendiri dengan kata lain tidak memiliki pasangan pada baris tersebut sementara itu agen 1 yang juga muncul pada entri 1,1 dari juga tidak memiliki pasangan pada baris tersebut, maka dengan menukar agen 1 pada baris tersebut dari dengan agen p+1 pada baris yang sama dari. Dengan prosedur yang serupa untuk agen-agen lainnya sehingga diperoleh matriks pemadanan maksimal dan. Lalu berdasarkan Lema 1, maka diperoleh matriks 2p x 2p sebagai berikut yang merupakan matriks pemadanan maksimal dari populasi 1,.,2. Hipotesisi Induksi Misalkan terdapat matriks pemadanan maksimal untuk populasi 2n = 2 h p, di mana. Langkah Induksi Sekarang akan diperlihatkan bahwa terdapat matriks pemadanan maksimal untuk populasi X pada saat 1 sehingga populasi 2n = 2 h+1 p. Untuk membuktikannya misalkan 1,,2 = AuB di mana 1,,2 dan 2 1,,2. Dari hipotesis induksi diketahui bahwa terdapat matriks pemadanan maksimal berukuran 2 2 untuk 2 2. Sehingga terdapat matriks pemadanan maksimal untuk populasi 1,,2 dan matriks pemadanan maksimal untuk populasi 2 1,,2. Berdasarkan Lema 1 maka diperoleh μ ( ) ( ) 2h A μ 2h B μ 2h+ 1 = μ ( B) ( A) 2h μ 2h

20 yang merupakan matriks pemadanan maksimal untuk populasi 1,,2 = AuB. Teorema 1 menunjukkan eksistensi dari matriks pemadanan maksimal untuk sembarang populasi terbatas dan pada beberapa kasus menyediakan algoritma untuk membangun matriks pemadanan maksimal pada populasi yang terbatas. Untuk lebih jelas perhatikan contoh-contoh berikut. Contoh 17 Misal populasi yang ganjil dengan 3. Maka matriks pemadanan maksimal yang diperoleh adalah μ 3 = Perhatikan matriks pada Contoh 17 di atas agen 1 muncul dua kali pada kolom pertama, kemunculan agen 1 pada baris selain baris pertama dalam Contoh 17 pada baris terakhir (ke empat) ini yang disebut sebagai titik tetap pada matriks pemadanan maksimal. Contoh 18 Misalkan diberikan populasi genap 1,2,3,4,5,6, di mana k=1 dan p=3. Misalkan 1,2,3 dan 4,5,6. Sehingga diperoleh matriks pemadanan maksimal untuk A dan B sebagai berikut μ 3 ( A) =, μ 3 ( B) = Selanjutnya dengan menukar titik-titik tetap pada dan akan diperoleh matriks pemadanan maksimal untuk A dan B berikut μ' ( A) =, ' ( ) 3 μ B = Kemudian ingat kembali, berdasarkan defnisi dari dan, maka diperoleh matriks L ( A) 1 = dan L ( B) 1 = Dengan demikian matriks 6 6 ' ' μ 3 ( A) μ 3 ( B) μ 6 = + L ( B) 1 L ( A) = adalah matriks pemadanan maksimal dari populasi X. V. PENERAPAN DALAM BIDANG EKONOMI Dalam percobaan ekonomi matriks pemadanan ini dapat dikaitkan untuk mencari pemadanan di antara pelaku ekonomi. Misalkan saja penjual dan pembeli. Andaikan akan dijalankan percobaan untuk memasangkan penjual dan pembeli. Andaikan juga hanya terdapat delapan subyek yang terkumpul yang terdiri dari empat penjual dan empat pembeli. Selanjutnya akan dipasangkan masing-masing subyek sedemikian rupa sehingga setiap pembeli dapat bertemu setiap penjual tepat satu kali untuk paling banyak dalam empat periode. Yang perlu diingat pemadanan yang dilakukan harus dalam keadaan mutlak saling asing, di mana setiap penjual dipadankan dengan pembeli tepat satu kali, dan dalam setiap periode pemadanan antara penjual dan pembeli yang diperoleh maksimal artinya semua penjual dan pembeli memperoleh pasangan. Dengan demikian tujuannya adalah meminimalkan interaksi berulang. Pemilihan secara acak dari semua kemungkinan pasangan yang muncul akan mengakibatkan tidak diperolehnya tujuan tersebut, dan peluang bahwa pemadanan yang dilakukan dalam keadaan mutlak saling asing

21 dengan menggunakan kaidah pemadanan menjadi kecil. Untuk mengetahui kenapa hal tersebut terjadi, dimulai dengan mengetahui bahwa jumlah dari pemasangan yang muncul adalah (n!) n. Dengan menyadari bahwa semua matriks di mana simbol 1,,n muncul tepat satu kali dalam tiap baris, tetapi dapat muncul lebih dari sekali dalam tiap kolom. Dengan demikian terdapat n! pilihan untuk baris pertama, n! untuk baris kedua, dan seterusnya sampai n! pilihan untuk baris ke-n. Hal ini mengakibatkan jika diasumsikan bahwa setiap pemasangan memiliki peluang yang sama untuk muncul, peluang untuk memperoleh pemasangan dalam keadaan mutlak saling asing adalah! Dengan merupakan jumlah dari bujursangkar latin yang dapat diciptakan untuk populasi berukuran n. Misalkan diberikan 3 maka = 12 yang mengakibatkan peluang bahwa pemadanan dalam keadaan mutlak saling asing. Untuk n=4 memiliki = 576 bujursangkar latin yang dapat dibentuk sehingga peluangnya adalah. Dari dua contoh populasi ini dapat dilihat jika semakin besar nilai n maka peluang terjadi pemadanan dalam keadaan mutlak saling asing semakin kecil. Jadi dapat disimpulakn jika maka 0. Hal ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana membangun kaidah pemadanan dalam keadaan mutlak saling asing yang diperlukan, di mana kaidah tersebut sedemikian sehingga dapat digunakan untuk membangun beberapa matriks pemadanan. Hal ini menimbulkan fleksibilitas dalam mendesain kaidah pemadanan dan mendesain matriks pemadanan khususnya, sehingga dapat mengurangi peluang pemadanan yang berulang. Untuk lebih jelas menggambarkan masalah ini, perhatikan Contoh 19 berikut. Di mana diketahui populasi berukuran delapan, akan dibangun beberapa bujursangkar latin berorde empat lalu secara acak memilih pemasangan yang terbentuk tersebut. Diperlukan lebih dari satu bujursangkar latin karena bila hanya menggunakan satu bujursangkar latin mengakibatkan jika pasangan berulang, maka partisi dari keseluruhan populasi juga berulang. Contoh 19 Andai diberikan populasi pembeli,,, dan diberikan populasi penjual 1,2,3,4. Dari masing-masing populasi tersebut dapat dibangun beberapa bujursangkar latin yang mungkin, berdasarkan Tabel 1 pada bab II lebih dari 4!3!4 bujursangkar latin yang dapat dibangun. Kemudian akan digunakan untuk membentuk matriks pemadanan. Ingat bahwa bujursangkar latin tertentu menghasilkan matriks pemadanan yang tertentu pula. Sebagai contoh, agar mudah diamati untuk bujursangkar latin L = Akan menghasilkan matriks pemadanan sebagai berikut a b c d a b c d M( A, B) = d a b c c d a b b c d a Secara serupa, bujursangkar latin berikut menghasilkan matriks pemadanan yang berbeda dengan M(A,B) L =, L = L =, L = Kemudian dapat dipilih matriks pemadanan pada setiap empat periode, secara acak dan independen, untuk meminimalkan interaksi berulang saat mempertahankan keacakan dalam pemasangan sebagaimana dalam mempartisi populasi. Jika hanya digunakan L 1 dan mengulangnya setiap waktu, sebagai contoh, jika a berpasangan secara berulang-ulang dengan 1, maka pasangan (b,2),(c,3),(d,4) juga akan berulang. maka dari itu, mengetahui bagaimana membangun matriks pemadanan akan menghasilkan proses pemadanan sedemikian rupa sehingga tidak terjadi pemadanan berulang.

22 VI. SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan Dalam proses pemadanan setiap agen dipadankan dengan agen lainnya tepat satu kali. Jika banyaknya populasi (agen) yang ada adalah ganjil, maka dalam proses pemadanan pada periode tertentu terdapat agen yang tidak memiliki pasangan melainkan dipasangkan dengan dirinya sendiri. Jika banyaknya populasi (agen) yang ada adalah genap, maka dalam proses pemasangan masing-masing agen akan bertemu dengan agen lain tepat satu kali. Untuk masalah pemadanan antara n penjual dan n pembeli maka matriks pemadanan yang diperoleh akan berukuran Saran Di dalam tulisan ini telah ditawarkan prosedur pembentukkan matriks pemadanan untuk populasi yang terbatas secara manual untuk selanjutnya pembentukan matriks pemadanan yang diinginkan dapat dibentuk dengan bantunan program komputer sehingga dapat memungkinkan membentuk matriks pemadanan untuk populasi yang besar. VII DAFTAR PUSTAKA Aliprantis CD, Camera G, Puzzello D, Matching and Anonymity. Economic Theory. Aliprantis CD, Camera G, Puzzello D, Bilateral Matching with Latin Squares. Departement of Economics, Purdue University. West Lafayette: USA. Biggs, NL Discrete mathematics, revised edition. Biddles ltd: London. Kurtz, DC Foundations of Abstract Mathematics. McGraw-Hill, Inc: Singapore. Leon, SJ Aljabar Linear dan Aplikasinya. Erlangga: Jakarta. Montgomery, DC Design and Analysis of Experiments. John Wiley & Sons, INC: New York. Stewart, J Kalkulus, edisi ke-4 jilid 1. Gunawan H. & Susila I.N., alih bahasa; Hardani W. & Mahanani N., editor. Erlangga, Jakarta. Terjemahan dari Calculus. Wikipedi Indonesia Permutasi. [18 maret 2008].

IV. MATRIKS PEMADANAN MAKSIMAL

IV. MATRIKS PEMADANAN MAKSIMAL {(1,),(2,4),(,1),(4,2)} yang berarti pada periode ke dua yaitu baris ke tiga pada kolom pertama, agen 1 dipasangkan dengan agen. Lalu pada kolom dua agen 2 dipasangkan dengan agen 4, pada kolom berikutnya

Lebih terperinci

Pencarian. Kecerdasan Buatan Pertemuan 3 Yudianto Sujana

Pencarian. Kecerdasan Buatan Pertemuan 3 Yudianto Sujana Pencarian Kecerdasan Buatan Pertemuan 3 Yudianto Sujana Metode Pencarian dan Pelacakan Hal penting dalam menentukan keberhasilan sistem cerdas adalah kesuksesan dalam pencarian. Pencarian = suatu proses

Lebih terperinci

KECERDASAN BUATAN METODE HEURISTIK / HEURISTIC SEARCH ERWIEN TJIPTA WIJAYA, ST., M.KOM

KECERDASAN BUATAN METODE HEURISTIK / HEURISTIC SEARCH ERWIEN TJIPTA WIJAYA, ST., M.KOM KECERDASAN BUATAN METODE HEURISTIK / HEURISTIC SEARCH ERWIEN TJIPTA WIJAYA, ST., M.KOM KERANGKA MASALAH Generate And Test Hill Climbing Best First Search PENCARIAN HEURISTIK Kelemahan blind search : 1.

Lebih terperinci

Combinatorics. Aturan Jumlah. Teknik Menghitung (Kombinatorik) Contoh

Combinatorics. Aturan Jumlah. Teknik Menghitung (Kombinatorik) Contoh Combinatorics Teknik Menghitung (Kombinatorik) Penjumlahan Perkalian Kombinasi Adalah cabang dari matematika diskrit tentang cara mengetahui ukuran himpunan terbatas tanpa harus melakukan perhitungan setiap

Lebih terperinci

Metode Pencarian & Pelacakan dengan Heuristik

Metode Pencarian & Pelacakan dengan Heuristik Metode Pencarian & Pelacakan dengan Heuristik Pencarian Buta (Blind Search) Breadth-First Search Depth-First Search Pencarian Terbimbing (Heuristics Search) Generate & Test Hill Climbing Best-First Search

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diuraikan mengenai konsep teori grup, teorema lagrange dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diuraikan mengenai konsep teori grup, teorema lagrange dan II. TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan diuraikan mengenai konsep teori grup, teorema lagrange dan autokomutator yang akan digunakan dalam penelitian. Pada bagian pertama ini akan dibahas tentang teori

Lebih terperinci

BAB III METODE PELACAKAN/PENCARIAN

BAB III METODE PELACAKAN/PENCARIAN BAB III METODE PELACAKAN/PENCARIAN Hal penting dalam menentukan keberhasilan sistem cerdas adalah kesuksesan dalam pencarian. Pencarian = suatu proses mencari solusi dari suatu permasalahan melalui sekumpulan,

Lebih terperinci

Perancangan Kriptografi Block Cipher 64 Bit Berbasis pada Pola Terasering Artikel Ilmiah

Perancangan Kriptografi Block Cipher 64 Bit Berbasis pada Pola Terasering Artikel Ilmiah Perancangan Kriptografi Block Cipher 64 Bit Berbasis pada Pola Terasering Artikel Ilmiah Peneliti : Onie Dhestya Nanda Hartien (672012058) Prof. Ir. Danny Manongga, M.Sc., Ph.D. Program Studi Teknik Informatika

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. yang biasanya dinyatakan dalam bentuk sebagai berikut: =

BAB II LANDASAN TEORI. yang biasanya dinyatakan dalam bentuk sebagai berikut: = BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Matriks Definisi 2.1 (Lipschutz, 2006): Matriks adalah susunan segiempat dari skalarskalar yang biasanya dinyatakan dalam bentuk sebagai berikut: Setiap skalar yang terdapat dalam

Lebih terperinci

PENENTUAN NILAI EIGEN DAN VEKTOR EIGEN DARI MATRIKS TRIDIAGONAL 2-TOEPLITZ DENGAN PENDEKATAN POLINOMIAL CHEBYSHEV MELIZA DITA UTAMI

PENENTUAN NILAI EIGEN DAN VEKTOR EIGEN DARI MATRIKS TRIDIAGONAL 2-TOEPLITZ DENGAN PENDEKATAN POLINOMIAL CHEBYSHEV MELIZA DITA UTAMI PENENTUAN NILAI EIGEN DAN VEKTOR EIGEN DARI MATRIKS TRIDIAGONAL 2-TOEPLITZ DENGAN PENDEKATAN POLINOMIAL CHEBYSHEV MELIZA DITA UTAMI DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT

Lebih terperinci

PENERAPAN SOCIALLY OPTIMAL CHOICE FUNCTION DALAM STRATEGI DOMINAN LINA YASMINA MAHBUBAH

PENERAPAN SOCIALLY OPTIMAL CHOICE FUNCTION DALAM STRATEGI DOMINAN LINA YASMINA MAHBUBAH PENERAPAN SOCIALLY OPTIMAL CHOICE FUNCTION DALAM STRATEGI DOMINAN LINA YASMINA MAHBUBAH DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 PERNYATAAN

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1. Proses Pembuatan Kopi Tanpa Ampas. Green Bean Kopi Tempur. Jadi. Digiling. Diseduh. Jadi. Hasil Seduhan Kopi Tempur. Disaring.

LAMPIRAN 1. Proses Pembuatan Kopi Tanpa Ampas. Green Bean Kopi Tempur. Jadi. Digiling. Diseduh. Jadi. Hasil Seduhan Kopi Tempur. Disaring. LAMPIRAN 1. Proses Pembuatan Kopi Tanpa Ampas Dis ang rai Green Bean Kopi Tempur Jadi Mesin Penyangrai Digiling Hasil Sangrai Biji Kopi Tempur Jadi Mesin Penggiling Diseduh Bubuk Kopi Tempur Jadi Kompor

Lebih terperinci

TEORI GRUP SUMANANG MUHTAR GOZALI KBK ALJABAR & ANALISIS

TEORI GRUP SUMANANG MUHTAR GOZALI KBK ALJABAR & ANALISIS TEORI GRUP SUMANANG MUHTAR GOZALI KBK ALJABAR & ANALISIS UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG 2010 2 KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam. Shalawat serta

Lebih terperinci

PENYELESAIAN MASALAH PENGIRIMAN PAKET KILAT UNTUK JENIS NEXT-DAY SERVICE DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK PEMBANGKITAN KOLOM. Oleh: WULAN ANGGRAENI G

PENYELESAIAN MASALAH PENGIRIMAN PAKET KILAT UNTUK JENIS NEXT-DAY SERVICE DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK PEMBANGKITAN KOLOM. Oleh: WULAN ANGGRAENI G PENYELESAIAN MASALAH PENGIRIMAN PAKET KILAT UNTUK JENIS NEXT-DAY SERVICE DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK PEMBANGKITAN KOLOM Oleh: WULAN ANGGRAENI G54101038 PROGRAM STUDI MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU

Lebih terperinci

7. LAMPIRAN Formula Adonan Arem-Arem 1 kilogram beras 3 liter santan Kara yang diencerkan 1 sachet royco rasa daging ayam Daun pandan

7. LAMPIRAN Formula Adonan Arem-Arem 1 kilogram beras 3 liter santan Kara yang diencerkan 1 sachet royco rasa daging ayam Daun pandan 7. LAMPIRAN 7.1. Formula Arem-Arem, untuk 5 arem-arem (Lampiran 1) 7.1.1. Formula Isian Daging Ayam 25 gram bawang merah 5 gram bawang putih 5 gram cabai merah 5 gram daging ayam 1 gram gula pasir 1 sendok

Lebih terperinci

KEKONSISTENAN PENDUGA FUNGSI INTENSITAS PROSES POISSON PERIODIK DENGAN TREN LINEAR. Oleh: LIA NURLIANA

KEKONSISTENAN PENDUGA FUNGSI INTENSITAS PROSES POISSON PERIODIK DENGAN TREN LINEAR. Oleh: LIA NURLIANA KEKONSISTENAN PENDUGA FUNGSI INTENSITAS PROSES POISSON PERIODIK DENGAN TREN LINEAR Oleh: LIA NURLIANA PROGRAM STUDI MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan dibahas landasan teori, penelitian terdahulu, kerangka berpikir, dan hipotesis yang mendasari penyelesaian Traveling Salesman Problem dalam menentukan lintasan

Lebih terperinci

SISTEM SCHREIER PADA FREE GROUP. Skripsi untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana S-1. Program Studi Matematika

SISTEM SCHREIER PADA FREE GROUP. Skripsi untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana S-1. Program Studi Matematika SISTEM SCHREIER PADA FREE GROUP Skripsi untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana S-1 Program Studi Matematika diajukan oleh Yulianita 05610008 Kepada PROGRAM STUDI MATEMATIKA FAKULTAS

Lebih terperinci

PENGKONSTRUKSIAN BILANGAN TIDAK KONGRUEN

PENGKONSTRUKSIAN BILANGAN TIDAK KONGRUEN Jurnal Matematika UNAND Vol. 2 No. 4 Hal. 27 33 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND PENGKONSTRUKSIAN BILANGAN TIDAK KONGRUEN RATI MAYANG SARI Program Studi Matematika Fakultas Matematika

Lebih terperinci

DERET KOMPOSISI DARI SUATU MODUL

DERET KOMPOSISI DARI SUATU MODUL DERET KOMPOSISI DARI SUATU MODUL SKRIPSI Oleh : ANI NURHAYATI J2A 006 001 PROGRAM STUDI MATEMATIKA JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2010

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. operasi matriks, determinan dan invers matriks), aljabar max-plus, matriks atas

BAB II KAJIAN PUSTAKA. operasi matriks, determinan dan invers matriks), aljabar max-plus, matriks atas BAB II KAJIAN PUSTAKA Pada bab ini akan diuraikan mengenai matriks (meliputi definisi matriks, operasi matriks, determinan dan invers matriks), aljabar max-plus, matriks atas aljabar max-plus, dan penyelesaian

Lebih terperinci

Implementasi Pencocokan String Tidak Eksak dengan Algoritma Program Dinamis

Implementasi Pencocokan String Tidak Eksak dengan Algoritma Program Dinamis Implementasi Pencocokan String Tidak Eksak dengan Algoritma Program Dinamis Samudra Harapan Bekti 13508075 Program Studi Teknik Informatika Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung,

Lebih terperinci

PELABELAN TOTAL SISI-AJAIB SUPER PADA GRAF DAN GRAF

PELABELAN TOTAL SISI-AJAIB SUPER PADA GRAF DAN GRAF PELABELAN TOTAL SISI-AJAIB SUPER PADA GRAF DAN GRAF SKRIPSI SARJANA MATEMATIKA Oleh: NURUL MUSTIKA SIREGAR 06134005 JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS ANDALAS

Lebih terperinci

KETERKONTROLAN BEBERAPA SISTEM PENDULUM SAKIRMAN

KETERKONTROLAN BEBERAPA SISTEM PENDULUM SAKIRMAN KETERKONTROLAN BEBERAPA SISTEM PENDULUM SAKIRMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Keterkontrolan

Lebih terperinci

PENERAPAN DAN PERBANDINGAN CARA PENGUKURAN RESPON PADA ANALISIS KONJOIN

PENERAPAN DAN PERBANDINGAN CARA PENGUKURAN RESPON PADA ANALISIS KONJOIN PENERAPAN DAN PERBANDINGAN CARA PENGUKURAN RESPON PADA ANALISIS KONJOIN (Studi Kasus: Preferensi Mahasiswa Statistika IPB Angkatan 44, 45, dan 46 terhadap Minat Bidang Kerja) DONNY ARIEF SETIAWAN SITEPU

Lebih terperinci

KONSTRUKSI MATRIKS SINGULAR DARI SUATU MATRIKS YANG MEMENUHI SIFAT KHUSUS TUGAS AKHIR

KONSTRUKSI MATRIKS SINGULAR DARI SUATU MATRIKS YANG MEMENUHI SIFAT KHUSUS TUGAS AKHIR KONSTRUKSI MATRIKS SINGULAR DARI SUATU MATRIKS YANG MEMENUHI SIFAT KHUSUS TUGAS AKHIR Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains pada Jurusan Matematika Oleh : EKA WAHYUDININGSIH

Lebih terperinci

BAHAN AJAR ANALISIS REAL 1. DOSEN PENGAMPU RINA AGUSTINA, S. Pd., M. Pd. NIDN

BAHAN AJAR ANALISIS REAL 1. DOSEN PENGAMPU RINA AGUSTINA, S. Pd., M. Pd. NIDN BAHAN AJAR ANALISIS REAL 1 DOSEN PENGAMPU RINA AGUSTINA, S. Pd., M. Pd. NIDN. 0212088701 PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH METRO 2015 1 KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

G a a = e = a a. b. Berdasarkan Contoh 1.2 bagian b diperoleh himpunan semua bilangan bulat Z. merupakan grup terhadap penjumlahan bilangan.

G a a = e = a a. b. Berdasarkan Contoh 1.2 bagian b diperoleh himpunan semua bilangan bulat Z. merupakan grup terhadap penjumlahan bilangan. 2. Grup Definisi 1.3 Suatu grup < G, > adalah himpunan tak-kosong G bersama-sama dengan operasi biner pada G sehingga memenuhi aksioma- aksioma berikut: a. operasi biner bersifat asosiatif, yaitu a, b,

Lebih terperinci

Aplikasi Teori Peluang dalam Permainan Poker

Aplikasi Teori Peluang dalam Permainan Poker Aplikasi Teori Peluang dalam Permainan Poker Rien Nisa and 13510098 Program Studi Teknik Informatika Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesha 10 Bandung 40132, Indonesia

Lebih terperinci

NILAI EIGEN DAN VEKTOR EIGEN DARI MATRIKS TRIDIAGONAL NISA RACHMANI G

NILAI EIGEN DAN VEKTOR EIGEN DARI MATRIKS TRIDIAGONAL NISA RACHMANI G NILAI EIGEN DAN VEKTOR EIGEN DARI MATRIKS TRIDIAGONAL NISA RACHMANI G54103051 DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 ABSTRACT NISA RACHMANI.

Lebih terperinci

MATRIKS KUASIDEFINIT SUGENG MULYADI

MATRIKS KUASIDEFINIT SUGENG MULYADI MATRIKS KUASIDEFINIT SUGENG MULYADI DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 ABSTRAK SUGENG MULYADI. Matriks Kuasidefinit. Dibimbing oleh FARIDA

Lebih terperinci

PELABELAN TOTAL TITIK AJAIB PADA COMPLETE GRAPH

PELABELAN TOTAL TITIK AJAIB PADA COMPLETE GRAPH PELABELAN TOTAL TITIK AJAIB PADA COMPLETE GRAPH SKRIPSI Oleh : Novi Irawati J2A 005 038 PROGRAM STUDI MATEMATIKA JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

PENYELESAIAN SISTEM PERSAMAAN LINIER KOMPLEKS MENGGUNAKAN METODE ITERASI GAUSS-SEIDEL TUGAS AKHIR

PENYELESAIAN SISTEM PERSAMAAN LINIER KOMPLEKS MENGGUNAKAN METODE ITERASI GAUSS-SEIDEL TUGAS AKHIR PENYELESAIAN SISTEM PERSAMAAN LINIER KOMPLEKS MENGGUNAKAN METODE ITERASI GAUSS-SEIDEL TUGAS AKHIR Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains pada Jurusan Matematika Oleh :

Lebih terperinci

Aljabar Linear. & Matriks. Evangs Mailoa. Pert. 5

Aljabar Linear. & Matriks. Evangs Mailoa. Pert. 5 Aljabar Linear & Matriks Pert. 5 Evangs Mailoa Pengantar Determinan Menurut teorema 1.4.3, matriks 2 x 2 dapat dibalik jika ad bc 0. Pernyataan ad bc disebut sebagai determinan (determinant) dari matriks

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini diberikan beberapa definisi mengenai teori grup yang mendukung. ke. Untuk setiap, dinotasikan sebagai di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini diberikan beberapa definisi mengenai teori grup yang mendukung. ke. Untuk setiap, dinotasikan sebagai di II. TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini diberikan beberapa definisi mengenai teori grup yang mendukung proses penelitian. 2.1 Teori Grup Definisi 2.1.1 Operasi Biner Suatu operasi biner pada suatu himpunan adalah

Lebih terperinci

MATERI ALJABAR LINEAR LANJUT RUANG VEKTOR

MATERI ALJABAR LINEAR LANJUT RUANG VEKTOR MATERI ALJABAR LINEAR LANJUT RUANG VEKTOR Disusun oleh: Dwi Lestari, M.Sc email: dwilestari@uny.ac.id JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

Lebih terperinci

PENYELESAIAN MAGIC SQUARE SEBAGAI PERMASALAHAN SISTEM PERSAMAAN LINEAR (SPL) RISMANTO FERNANDUS SIRINGO-RINGO

PENYELESAIAN MAGIC SQUARE SEBAGAI PERMASALAHAN SISTEM PERSAMAAN LINEAR (SPL) RISMANTO FERNANDUS SIRINGO-RINGO PENYELESAIAN MAGIC SQUARE SEBAGAI PERMASALAHAN SISTEM PERSAMAAN LINEAR (SPL) RISMANTO FERNANDUS SIRINGO-RINGO DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

KAJIAN MATRIKS JORDAN DAN APLIKASINYA PADA SISTEM LINEAR WAKTU DISKRIT

KAJIAN MATRIKS JORDAN DAN APLIKASINYA PADA SISTEM LINEAR WAKTU DISKRIT KAJIAN MATRIKS JORDAN DAN APLIKASINYA PADA SISTEM LINEAR WAKTU DISKRIT Nama Mahasiswa : Aprilliantiwi NRP : 1207100064 Jurusan : Matematika Dosen Pembimbing : 1 Soleha, SSi, MSi 2 Dian Winda Setyawati,

Lebih terperinci

KAJIAN PENDEKATAN REGRESI SINYAL P-SPLINE PADA MODEL KALIBRASI. Oleh : SITI NURBAITI G

KAJIAN PENDEKATAN REGRESI SINYAL P-SPLINE PADA MODEL KALIBRASI. Oleh : SITI NURBAITI G KAJIAN PENDEKATAN REGRESI SINYAL P-SPLINE PADA MODEL KALIBRASI Oleh : SITI NURBAITI G14102022 DEPARTEMEN STATISTIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 ABSTRAK SITI

Lebih terperinci

PELABELAN TOTAL TITIK AJAIB PADA COMPLETE GRAPH K DENGAN N GENAP

PELABELAN TOTAL TITIK AJAIB PADA COMPLETE GRAPH K DENGAN N GENAP PELABELAN TOTAL TITIK AJAIB PADA COMPLETE GRAPH K DENGAN N GENAP Novi Irawati, Robertus Heri Jurusan Matematika FMIPA Universitas Diponegoro Semarang ABSTRACT Let G be a graph with vertex set and edge

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERSETUJUAN... II HALAMAN PENGESAHAN... III KATA PENGANTAR... IV DAFTAR ISI... V BAB I PENDAHULUAN...

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERSETUJUAN... II HALAMAN PENGESAHAN... III KATA PENGANTAR... IV DAFTAR ISI... V BAB I PENDAHULUAN... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERSETUJUAN... II HALAMAN PENGESAHAN... III KATA PENGANTAR... IV DAFTAR ISI... V BAB I PENDAHULUAN... 1 A. LATAR BELAKANG MASALAH... 1 B. PEMBATASAN MASALAH... 2 C.

Lebih terperinci

MATEMATIKA DASAR PENDIDIKAN BIOLOGI UPI 0LEH: UPI 0716

MATEMATIKA DASAR PENDIDIKAN BIOLOGI UPI 0LEH: UPI 0716 MATEMATIKA DASAR PENDIDIKAN BIOLOGI UPI 0LEH: UPI 0716 N0 TOPIK FUNGSI 2.1 DEFINISI FUNGSI 2.2 DAERAH DEFINISI DAN DAERAH HASIL 2.3 JENIS-JENIS FUNGSI 2.4 OPERASI ALJABAR FUNGSI 2.5 FUNGSI GENAP, GANJIL,

Lebih terperinci

INF-104 Matematika Diskrit

INF-104 Matematika Diskrit Jurusan Informatika FMIPA Unsyiah February 13, 2012 Apakah Matematika Diskrit Itu? Matematika diskrit: cabang matematika yang mengkaji objek-objek diskrit. Apa yang dimaksud dengan kata diskrit (discrete)?

Lebih terperinci

Contoh. Teknik Menghitungdan Kombinatorial. Contoh. Combinatorics

Contoh. Teknik Menghitungdan Kombinatorial. Contoh. Combinatorics Contoh Teknik Menghitungdan Kombinatorial Berapa banyak pelat nomor bisa dibuat dengan mengunakan 3 huruf dan 3 angka? Berapa banyak pelat nomor bisa dibuat dengan menggunakan 3 huruf dan 3 angka tapi

Lebih terperinci

UNIVERSITAS GADJAH MADA. Bahan Ajar:

UNIVERSITAS GADJAH MADA. Bahan Ajar: UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN MATEMATIKA PROGRAM STUDI S1 MATEMATIKA Sekip Utara, Gedung Jurusan Matematika, Yogyakarta - 55281 Bahan Ajar: BAB / POKOK BAHASAN

Lebih terperinci

PENJADWALAN MATA KULIAH MENGGUNAKAN INTEGER NONLINEAR PROGRAMMING Studi Kasus di Bina Sarana Informatika Bogor ERLIYANA

PENJADWALAN MATA KULIAH MENGGUNAKAN INTEGER NONLINEAR PROGRAMMING Studi Kasus di Bina Sarana Informatika Bogor ERLIYANA PENJADWALAN MATA KULIAH MENGGUNAKAN INTEGER NONLINEAR PROGRAMMING Studi Kasus di Bina Sarana Informatika Bogor ERLIYANA DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. negatifnya. Yang termasuk dalam bilangan cacah yaitu 0,1,2,3,4, sehingga

II. TINJAUAN PUSTAKA. negatifnya. Yang termasuk dalam bilangan cacah yaitu 0,1,2,3,4, sehingga II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bilangan Bulat Bilangan Bulat merupakan bilangan yang terdiri dari bilangan cacah dan negatifnya. Yang termasuk dalam bilangan cacah yaitu 0,1,2,3,4, sehingga negatif dari bilangan

Lebih terperinci

Aplikasi Matriks Circulant Untuk Menentukan Nilai Eigen Dari Graf Sikel (Cn)

Aplikasi Matriks Circulant Untuk Menentukan Nilai Eigen Dari Graf Sikel (Cn) Aplikasi Matriks Circulant Untuk Menentukan Nilai Eigen Dari Graf Sikel (Cn) T 24 Siti Rahmah Nurshiami dan Triyani Program Studi Matematika, Fakultas Sains dan Teknik Universitas Jenderal soedirman, Purwokerto

Lebih terperinci

Bilangan Stirling Jenis Kedua ( Stirling Number of the Second Kind ) Definisi 1. Bilangan Stirling jenis kedua, dinotasikan dengan

Bilangan Stirling Jenis Kedua ( Stirling Number of the Second Kind ) Definisi 1. Bilangan Stirling jenis kedua, dinotasikan dengan Bilangan Stirling Jenis Kedua ( Stirling Number of the Second Kind ) Definisi 1. Bilangan Stirling jenis kedua, dinotasikan dengan, adalah banyaknya cara menyusun partisi suatu himpunan dengan elemen ke

Lebih terperinci

Logika, Himpunan, dan Fungsi

Logika, Himpunan, dan Fungsi Logika, Himpunan, dan Fungsi A. Logika Matematika Logika matematika adalah ilmu untuk berpikir dan menalar dengan menggunakan bahasa serta simbol-simbol matematika dengan benar. 1) Kalimat Matematika Kalimat

Lebih terperinci

Aljabar Linear Elementer MA SKS. 07/03/ :21 MA-1223 Aljabar Linear 1

Aljabar Linear Elementer MA SKS. 07/03/ :21 MA-1223 Aljabar Linear 1 Aljabar Linear Elementer MA SKS 7//7 : MA- Aljabar Linear Jadwal Kuliah Hari I Hari II jam jam Sistem Penilaian UTS 4% UAS 4% Quis % 7//7 : MA- Aljabar Linear Silabus : Bab I Matriks dan Operasinya Bab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Struktur aljabar merupakan suatu himpunan tidak kosong yang dilengkapi

BAB I PENDAHULUAN. Struktur aljabar merupakan suatu himpunan tidak kosong yang dilengkapi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Struktur aljabar merupakan suatu himpunan tidak kosong yang dilengkapi dengan aksioma dan suatu operasi biner. Teori grup dan ring merupakan konsep yang memegang

Lebih terperinci

Diktat Kuliah. Oleh:

Diktat Kuliah. Oleh: Diktat Kuliah TEORI GRUP Oleh: Dr. Adi Setiawan UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2015 Kata Pengantar Aljabar abstrak atau struktur aljabar merupakan suatu mata kuliah yang menjadi kurikulum nasional

Lebih terperinci

Analisis Instruksional (AI) dan Silabus. MAT100 Pengantar Matematika. Program Studi S-1 Matematika Departemen Matematika Institut Pertanian Bogor

Analisis Instruksional (AI) dan Silabus. MAT100 Pengantar Matematika. Program Studi S-1 Matematika Departemen Matematika Institut Pertanian Bogor Analisis Instruksional (AI) dan Silabus MAT100 Pengantar Matematika Program Studi S-1 Matematika Departemen Matematika Institut Pertanian Bogor ANALISIS INSTRUKSIONAL (AI) DAN SILABUS MATA KULIAH MAT100

Lebih terperinci

EVALUASI DAYA HASIL SEMBILAN HIBRIDA CABAI BESAR IPB DI REMBANG OLEH DIMAS PURWO ANGGORO A

EVALUASI DAYA HASIL SEMBILAN HIBRIDA CABAI BESAR IPB DI REMBANG OLEH DIMAS PURWO ANGGORO A EVALUASI DAYA HASIL SEMBILAN HIBRIDA CABAI BESAR IPB DI REMBANG OLEH DIMAS PURWO ANGGORO A34304035 PROGRAM STUDI HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN DIMAS PURWO ANGGORO.

Lebih terperinci

DIAGONALISASI MATRIKS KOMPLEKS

DIAGONALISASI MATRIKS KOMPLEKS Buletin Ilmiah Mat Stat dan Terapannya (Bimaster) Volume 04, No 3 (2015), hal 337-346 DIAGONALISASI MATRIKS KOMPLEKS Heronimus Hengki, Helmi, Mariatul Kiftiah INTISARI Matriks kompleks merupakan matriks

Lebih terperinci

MATRIKS PASCAL DAN SIFAT-SIFATNYA YOGIE BUDHI RANTUNG

MATRIKS PASCAL DAN SIFAT-SIFATNYA YOGIE BUDHI RANTUNG MATRIKS PASCAL DAN SIFAT-SIFATNYA YOGIE BUDHI RANTUNG DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

ENUMERASI DIGRAF TIDAK ISOMORFIK

ENUMERASI DIGRAF TIDAK ISOMORFIK Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 14 Mei 2011 ENUMERASI DIGRAF TIDAK ISOMORFIK Mulyono Jurusan Matematika FMIPA UNNES Email:

Lebih terperinci

MATRIKS BUJUR SANGKAR AJAIB ORDE GENAP KELIPATAN EMPAT MENGGUNAKAN METODE DURER

MATRIKS BUJUR SANGKAR AJAIB ORDE GENAP KELIPATAN EMPAT MENGGUNAKAN METODE DURER MATRIKS BUJUR SANGKAR AJAIB ORDE GENAP KELIPATAN EMPAT MENGGUNAKAN METODE DURER Fitri Aryani, Lutfiatul Ikromah Jurusan Matematika Fakultas Sains Teknologi, UIN SUSKA Riau Email: baihaqi_fatimah78@yahoocom

Lebih terperinci

Perluasan Teorema Cayley-Hamilton pada Matriks

Perluasan Teorema Cayley-Hamilton pada Matriks Vol. 8, No.1, 1-11, Juli 2011 Perluasan Teorema Cayley-Hamilton pada Matriks Nur Erawati, Azmimy Basis Panrita Abstrak Teorema Cayley-Hamilton menyatakan bahwa setiap matriks bujur sangkar memenuhi persamaan

Lebih terperinci

UJI KECOCOKAN ( MATCHING TEST

UJI KECOCOKAN ( MATCHING TEST 7. LAMPIRAN Lampiran 1.Worksheet, Scoresheet dan Hasil Seleksi Panelis Terlatih WORKSHEET UJI KECOCOKAN (MATCHING TEST) Jenis Uji Sensori : kecocokan Tanggal Pengujian : Jenis Sampel : larutan rasa dasar

Lebih terperinci

BAB 1 OPERASI PADA HIMPUNAN BAHAN AJAR STRUKTUR ALJABAR, BY FADLI

BAB 1 OPERASI PADA HIMPUNAN BAHAN AJAR STRUKTUR ALJABAR, BY FADLI BAB 1 OPERASI PADA HIMPUNAN Tujuan Instruksional Umum : Setelah mengikuti pokok bahasan ini mahasiswa dapat menggunakan operasi pada himpunan untuk memecahkan masalah dan mengidentifikasi suatu himpunan

Lebih terperinci

Materi Kuliah Matematika Komputasi FUNGSI

Materi Kuliah Matematika Komputasi FUNGSI Materi Kuliah Matematika Komputasi FUNGSI Misalkan A dan B himpunan. FUNGSI Relasi biner f dari A ke B merupakan suatu fungsi jika setiap elemen di dalam A dihubungkan dengan tepat satu elemen di dalam

Lebih terperinci

AUTOMORFISME GRAF BINTANG DAN GRAF LINTASAN

AUTOMORFISME GRAF BINTANG DAN GRAF LINTASAN AUTOMORFISME GRAF BINTANG DAN GRAF LINTASAN Reni Tri Damayanti Mahasiswa Pascasarjana Jurusan Matematika Universitas Brawijaya Email: si_cerdazzz@rocketmail.com ABSTRAK Salah satu topik yang menarik untuk

Lebih terperinci

Invers Tergeneralisasi Matriks atas Z p

Invers Tergeneralisasi Matriks atas Z p SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA UNY 2016 Invers Tergeneralisasi Matriks atas Z p Evi Yuliza 1 1 Fakultas MIPA Universitas Sriwijaya evibc3@yahoocom PM A-1 - Abstrak Sebuah matriks

Lebih terperinci

ANALISIS BIPLOT UNTUK MEMETAKAN MUTU SEKOLAH YANG SESUAI DENGAN NILAI UJIAN NASIONAL SUJITA

ANALISIS BIPLOT UNTUK MEMETAKAN MUTU SEKOLAH YANG SESUAI DENGAN NILAI UJIAN NASIONAL SUJITA ANALISIS BIPLOT UNTUK MEMETAKAN MUTU SEKOLAH YANG SESUAI DENGAN NILAI UJIAN NASIONAL SUJITA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

PELABELAN TOTAL SUPER (a, d)-titik ANTIMAGIC PADA GRAF BERARAH KAUTZ

PELABELAN TOTAL SUPER (a, d)-titik ANTIMAGIC PADA GRAF BERARAH KAUTZ PELABELAN TOTAL SUPER (a, d)-titik ANTIMAGIC PADA GRAF BERARAH KAUTZ SKRIPSI Oleh Moch. Fathul Hilal NIM 080210101060 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

memberikan output berupa solusi kumpulan pengetahuan yang ada.

memberikan output berupa solusi kumpulan pengetahuan yang ada. MASALAH DAN METODE PEMECAHAN MASALAH (Minggu 2) Pendahuluan Sistem yang menggunakan kecerdasan buatan akan memberikan output berupa solusi dari suatu masalah berdasarkan kumpulan pengetahuan yang ada.

Lebih terperinci

BAB IV TEKNIK PELACAKAN

BAB IV TEKNIK PELACAKAN BAB IV TEKNIK PELACAKAN A. Teknik Pelacakan Pelacakan adalah teknik untuk pencarian :sesuatu. Didalam pencarian ada dua kemungkinan hasil yang didapat yaitu menemukan dan tidak menemukan. Sehingga pencarian

Lebih terperinci

2 G R U P. 1 Struktur Aljabar Grup Aswad 2013 Blog: aswhat.wordpress.com

2 G R U P. 1 Struktur Aljabar Grup Aswad 2013 Blog: aswhat.wordpress.com 2 G R U P Struktur aljabar adalah suatu himpunan tak kosong S yang dilengkapi dengan satu atau lebih operasi biner. Jika himpunan S dilengkapi dengan satu operasi biner * maka struktur aljabar tersebut

Lebih terperinci

Uraian Singkat Himpunan

Uraian Singkat Himpunan Uraian Singkat Himpunan Yus Mochamad Cholily Jurusan Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Malang email:ymcholily@gmail.com March 3, 2014 1 Daftar Isi 1 Tujuan 3 2 Notasi Himpunan 3 3 Operasi

Lebih terperinci

PELABELAN TOTAL TITIK AJAIB PADA GRAF LENGKAP DENGAN METODE MODIFIKASI MATRIK BUJURSANGKAR AJAIB DENGAN n GANJIL, n 3

PELABELAN TOTAL TITIK AJAIB PADA GRAF LENGKAP DENGAN METODE MODIFIKASI MATRIK BUJURSANGKAR AJAIB DENGAN n GANJIL, n 3 Jurnal Matematika UNAND Vol. 5 No. 1 Hal. 34 40 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND PELABELAN TOTAL TITIK AJAIB PADA GRAF LENGKAP DENGAN METODE MODIFIKASI MATRIK BUJURSANGKAR AJAIB DENGAN

Lebih terperinci

Himpunan dan Fungsi. Modul 1 PENDAHULUAN

Himpunan dan Fungsi. Modul 1 PENDAHULUAN Modul 1 Himpunan dan Fungsi Dr Rizky Rosjanuardi P PENDAHULUAN ada modul ini dibahas konsep himpunan dan fungsi Pada Kegiatan Belajar 1 dibahas konsep-konsep dasar dan sifat dari himpunan, sedangkan pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A Matriks 1 Pengertian Matriks Definisi 21 Matriks adalah kumpulan bilangan bilangan yang disusun secara khusus dalam bentuk baris kolom sehingga membentuk empat persegi panjang

Lebih terperinci

DINAMIKA INTERAKSI DARI SPEKULASI DAN DIVERSIFIKASI PADA SAHAM DARWISAH

DINAMIKA INTERAKSI DARI SPEKULASI DAN DIVERSIFIKASI PADA SAHAM DARWISAH DINAMIKA INTERAKSI DARI SPEKULASI DAN DIVERSIFIKASI PADA SAHAM DARWISAH DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 ABSTRACT DARWISAH. Dynamics

Lebih terperinci

Aljabar Linear Elementer MUG1E3 3 SKS

Aljabar Linear Elementer MUG1E3 3 SKS // ljabar Linear Elementer MUGE SKS // 9:7 Jadwal Kuliah Hari I Selasa, jam. Hari II Kamis, jam. Sistem Penilaian UTS % US % Quis % // 9:7 M- ljabar Linear // Silabus : Bab I Matriks dan Operasinya Bab

Lebih terperinci

Matematika Diskrit 1

Matematika Diskrit 1 Dr. Ahmad Sabri Universitas Gunadarma Pendahuluan Apakah Matematika Diskrit itu? Matematika diskrit adalah kajian terhadap objek/struktur matematis, di mana objek-objek tersebut diasosiasikan sebagai nilai-nilai

Lebih terperinci

MATRIKS JORDAN DAN APLIKASINYA PADA SISTEM LINIER WAKTU DISKRIT. Soleha, Dian Winda Setyawati Jurusan Matematika, FMIPA Institut Teknologi Surabaya

MATRIKS JORDAN DAN APLIKASINYA PADA SISTEM LINIER WAKTU DISKRIT. Soleha, Dian Winda Setyawati Jurusan Matematika, FMIPA Institut Teknologi Surabaya MATRIKS JORDAN DAN APLIKASINYA PADA SISTEM LINIER WAKTU DISKRIT Soleha, Dian Winda Setyawati Jurusan Matematika, FMIPA Institut Teknologi Surabaya Abstract. Matrix is diagonalizable (similar with matrix

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR SM 1330 GRUP ALTERNATING A. FARIS UBAIDILLAH NRP Dosen Pembimbing Dr. Subiono, MS.

TUGAS AKHIR SM 1330 GRUP ALTERNATING A. FARIS UBAIDILLAH NRP Dosen Pembimbing Dr. Subiono, MS. TUGAS AKHIR SM 1330 GRUP ALTERNATING A. FARIS UBAIDILLAH NRP 1202 100 043 Dosen Pembimbing Dr. Subiono, MS. JURUSAN MATEMATIKA Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Lebih terperinci

Aljabar Linier Lanjut. Kuliah 1

Aljabar Linier Lanjut. Kuliah 1 Aljabar Linier Lanjut Kuliah 1 Materi Kuliah (Review) Multiset Matriks Polinomial Relasi Ekivalensi Kardinal Aritmatika 23/8/2014 Yanita, FMIPA Matematika Unand 2 Multiset Definisi Misalkan S himpunan

Lebih terperinci

MATEMATIKA INFORMATIKA 2 FUNGSI

MATEMATIKA INFORMATIKA 2 FUNGSI MATEMATIKA INFORMATIKA 2 FUNGSI PENGERTIAN FUNGSI Definisi : Misalkan A dan B dua himpunan tak kosong. Fungsi dari A ke B adalah aturan yang mengaitkan setiap anggota A dengan tepat satu anggota B. ATURAN

Lebih terperinci

HAND OUT ANALISIS REAL 1 (MT403) KOSIM RUKMANA

HAND OUT ANALISIS REAL 1 (MT403) KOSIM RUKMANA HAND OUT ANALISIS REAL 1 (MT403) KOSIM RUKMANA JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2008 1 Identitas Mata Kuliah 1. Nama Mata Kuliah : Analisis

Lebih terperinci

ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO

ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

Lebih terperinci

PREDIKSI JANGKA PANJANG DARI PROSES POISSON SIKLIK DENGAN FUNGSI INTENSITAS GLOBAL DIKETAHUI AGUSTINA MARGARETHA

PREDIKSI JANGKA PANJANG DARI PROSES POISSON SIKLIK DENGAN FUNGSI INTENSITAS GLOBAL DIKETAHUI AGUSTINA MARGARETHA PREDIKSI JANGKA PANJANG DARI PROSES POISSON SIKLIK DENGAN FUNGSI INTENSITAS GLOBAL DIKETAHUI AGUSTINA MARGARETHA DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

PENENTUAN SOLUSI OPTIMAL UNTUK ALOKASI KEKAYAAN KE DALAM KONSUMSI DAN INVESTASI PELI SUKARSO

PENENTUAN SOLUSI OPTIMAL UNTUK ALOKASI KEKAYAAN KE DALAM KONSUMSI DAN INVESTASI PELI SUKARSO PENENTUAN SOLUSI OPTIMAL UNTUK ALOKASI KEKAYAAN KE DALAM KONSUMSI DAN INVESTASI PELI SUKARSO DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 ABSTRAK

Lebih terperinci

II. KONSEP DASAR GRUP. abstrak (abstract algebra). Sistem aljabar (algebraic system) terdiri dari suatu

II. KONSEP DASAR GRUP. abstrak (abstract algebra). Sistem aljabar (algebraic system) terdiri dari suatu II KONSEP DASAR GRUP Suatu cabang matematika yang mempelajari struktur aljabar dinamakan aljabar abstrak abstract algebra Sistem aljabar algebraic system terdiri dari suatu himpunan obyek satu atau lebih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Fungsi Definisi A.1 Diberikan A dan B adalah dua himpunan yang tidak kosong. Suatu cara atau aturan yang memasangkan atau mengaitkan setiap elemen dari himpunan A dengan tepat

Lebih terperinci

ANALISIS PENYELESAIAN RUBIK 2X2 MENGGUNAKAN GRUP PERMUTASI

ANALISIS PENYELESAIAN RUBIK 2X2 MENGGUNAKAN GRUP PERMUTASI βeta p-issn: 2085-5893 e-issn: 2541-0458 Vol. 4 No. 2 (Nopember) 2011, Hal. 151-161 βeta2011 ANALISIS PENYELESAIAN RUBIK 2X2 MENGGUNAKAN GRUP PERMUTASI Abdurahim 1, Mamika Ujianita Romdhini 2, I Gede Adhitya

Lebih terperinci

KAITAN SPEKTRUM KETETANGGAAN DARI GRAF SEKAWAN

KAITAN SPEKTRUM KETETANGGAAN DARI GRAF SEKAWAN Jurnal Matematika UNAND Vol. 3 No. 4 Hal. 1 5 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND KAITAN SPEKTRUM KETETANGGAAN DARI GRAF SEKAWAN DWI HARYANINGSIH Program Studi Matematika, Fakultas Matematika

Lebih terperinci

PELABELAN GRACEFUL SISI BERARAH PADA GRAF GABUNGAN GRAF SIKEL DAN GRAF STAR. Putri Octafiani 1, R. Heri Soelistyo U 2

PELABELAN GRACEFUL SISI BERARAH PADA GRAF GABUNGAN GRAF SIKEL DAN GRAF STAR. Putri Octafiani 1, R. Heri Soelistyo U 2 PELABELAN GRACEFUL SISI BERARAH PADA GRAF GABUNGAN GRAF SIKEL DAN GRAF STAR Putri Octafiani 1, R. Heri Soelistyo U 2 1,2 Jurusan Matematika FMIPA UNDIP Jl. Prof. H. Soedarto, S. H, Tembalang, Semarang

Lebih terperinci

BAB 3 FUNGSI. f : x y

BAB 3 FUNGSI. f : x y . Hubungan Relasi dengan Fungsi FUNGSI Relasi dari himpunan P ke himpunan Q disebut fungsi atau pemetaan, jika dan hanya jika tiap unsur pada himpunan P berpasangan tepat hanya dengan sebuah unsur pada

Lebih terperinci

Himpunan dan Sistem Bilangan Real

Himpunan dan Sistem Bilangan Real Modul 1 Himpunan dan Sistem Bilangan Real Drs. Sardjono, S.U. PENDAHULUAN M odul himpunan ini berisi pembahasan tentang himpunan dan himpunan bagian, operasi-operasi dasar himpunan dan sistem bilangan

Lebih terperinci

Teknik Pencarian Heuristik

Teknik Pencarian Heuristik Teknik Pencarian Heuristik Generate and Test Hill Climbing Best First Search Problem Reduction Constraint Satisfaction Means End Analysis Referensi Sri Kusumadewi - bab 2 Rich & Knight bab 3 Teknik Pencarian

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas sekilas mengenai konsep-konsep yang berkaitan dengan himpunan dan fungsi.

BAB 1. PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas sekilas mengenai konsep-konsep yang berkaitan dengan himpunan dan fungsi. BAB PENDAHULUAN Bab ini akan membahas sekilas mengenai konsep-konsep yang berkaitan dengan himpunan dan fungsi Himpunan Real Ada beberapa notasi himpunan yang sering digunakan dalam Analisis () merupakan

Lebih terperinci

KETERKONTROLAN BEBERAPA SISTEM PENDULUM SAKIRMAN

KETERKONTROLAN BEBERAPA SISTEM PENDULUM SAKIRMAN KETERKONTROLAN BEBERAPA SISTEM PENDULUM SAKIRMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Keterkontrolan

Lebih terperinci

ANTI -FUZZY - SUBGRUP KIRI DARI NEAR RING AHMAD SYAFI IH

ANTI -FUZZY - SUBGRUP KIRI DARI NEAR RING AHMAD SYAFI IH ANTI -FUZZY - SUBGRUP KIRI DARI NEAR RING AHMAD SYAFI IH DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

Lebih terperinci

ANALISIS STRATEGI PEMASARAN DEPO PEMASARAN IKAN (DPI) AIR TAWAR SINDANGWANGI Kabupaten Majalengka, Jawa Barat. Oleh : WIDYA ANJUNG PERTIWI A

ANALISIS STRATEGI PEMASARAN DEPO PEMASARAN IKAN (DPI) AIR TAWAR SINDANGWANGI Kabupaten Majalengka, Jawa Barat. Oleh : WIDYA ANJUNG PERTIWI A ANALISIS STRATEGI PEMASARAN DEPO PEMASARAN IKAN (DPI) AIR TAWAR SINDANGWANGI Kabupaten Majalengka, Jawa Barat Oleh : WIDYA ANJUNG PERTIWI A14104038 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

Grup Permutasi dan Grup Siklis. Winita Sulandari

Grup Permutasi dan Grup Siklis. Winita Sulandari Grup Permutasi dan Grup Siklis Winita Sulandari Grup Permutasi Suatu Permutasi dari suatu himpunan berhingga S yang tidak kosong, dinyatakan sebagai suatu pemetaan bijektif dari himpunan S pada dirinya

Lebih terperinci

PRATIKUM METODE KOMPUTASI MATEMATIKA TERAPAN

PRATIKUM METODE KOMPUTASI MATEMATIKA TERAPAN PRATIKUM METODE KOMPUTASI OLEH : N E W T O N NRP. G551150031 MATEMATIKA TERAPAN FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015 DAFTAR ISI DAFTAR ISI ii Pratikum Metode

Lebih terperinci

PENERAPAN MATRIK DAN ALJABAR VEKTOR PADA MASALAH PENUGASAN DENGAN METODE HUNGARIA. Januari Ritonga ABSTRAK

PENERAPAN MATRIK DAN ALJABAR VEKTOR PADA MASALAH PENUGASAN DENGAN METODE HUNGARIA. Januari Ritonga ABSTRAK PENERAPAN MATRIK DAN ALJABAR VEKTOR PADA MASALAH PENUGASAN DENGAN METODE HUNGARIA Januari Ritonga ABSTRAK Tulisan ini berdasarkan studi literatur penerapan artikel-artikel yang berhubungan dengan penerapan

Lebih terperinci