V. MEMBANGUN DATA DASAR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "V. MEMBANGUN DATA DASAR"

Transkripsi

1 V. MEMBANGUN DATA DASAR Sudah dikemukakan sebelumnya, di bagian metodologi bahwa sumber data utama yang digunakan dalam studi ini dalam rangka membangun Model CGE-Investasi Regional (CGE-IR) adalah Tabel Input-Output (I-O) tingkat nasional. Untuk melengkapi data tersebut, digunakan data lainnya yaitu Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) atau Social Accounting Matrix (SAM), Tabel Inter-Regional Input-Output (IRIO), serta beberapa sumber data lainnya, seperti nilai investasi, PDB dan PDRB, jumlah penduduk dan tenaga kerja dan lain-lain. Penyusunan data dasar diawali dengan pemilihan komoditi, industri, rumah tangga, sumber komoditi (ekspor atau impor), jenis tenaga kerja dan input-input lainnya. Untuk memadukan agregasi sektor yang digunakan dalam tabel input output dan SNSE dilakukan mapping (pemetaan) antara sektor yang terdapat pada dua sumber data utama tersebut. Bab ini akan dijelaskan bagaimana membangun data dasar model keseimbangan umum Indonesia dengan menggunakan sumber data terbaru yang relevan dengan kondisi perekonomian Indonesia saat ini Tabel Input-Output Indonesia Tahun 2008 Dalam penelitiain ini, Tabel I-O Nasional yang digunakan adalah Tabel I-O yang diterbitkan oleh BPS, yaitu Tabel I-O tahun Tabel I-O 2008 yang dipublikasikan oleh BPS terdiri dari 2 sub grup tabel, yaitu tabel dasar dan tabel analisis. Tabel dasar terdiri dari tabel transaksi total atas dasar harga konsumen, tabel transaksi total atas dasar harga produsen, tabel transaksi domestik atas dasar harga konsumen, tabel transaksi domestik atas harga produsen dan tabel transaksi impor atas dasar harga produsen. Tabel analisis diperoleh dari tabel dasar setelah dilakukan pengolahan terlebih dahulu. Tabel ini meliputi tabel koefisien input,

2 203 matrik kebalikan total atas dasar harga produsen dan matrik kebalikan domestik atas dasar harga produsen. BPS menyusun Tabel I-O tahun 2008 ini dengan jumlah sektor sebanyak 66 sektor Struktur Input-Output Secara detail, struktur dari Tabel I-O dapat dilihat pada Gambar 13. Matriks yang terdapat pada Tabel I-O terdiri dari matriks penyerapan input di tiap industri, matriks produk bersama dan matriks pajak bersama. Kolom dari matriks penyerapan menunjukkan 6 pelaku ekonomi yaitu produsen domestik, investor, rumah tangga, ekspor, pemerintah dan inventori. Semua data yang dihitung pada Tabel I-O dihitung dalam nilai Rupiah. Baris dalam Gambar 5.1 menunjukkan asal dari pembelian komoditas yang dilakukan oleh pelaku ekonomi pada setiap kolom yang meliputi aliran bahan baku, margin, pajak, tenaga kerja, modal, tanah dan biaya lainnya. Aliran bahan baku dasar pada kolom pertama dan kedua menunjukkan aliran komoditas impor dan domestik yang digunakan oleh industri sebagai input atau pembentukan modal. Sebagai contoh, V1BAS (kolom pertama dan baris pertama) adalah nilai dari bahan baku dasar dari komoditas c, sumber s oleh industri i pada produksinya. Aliran bahan baku dasar pada kolom ke tiga menunjukkan komoditas yang dikonsumsi oleh rumah tangga. Aliran bahan baku ke empat, lima dan enam menunjukkan nilai dari komoditi untuk ekspor, dikonsumsi pemerintahdan menambah/mengutangi inventaris. Disini dapat dilihat bahwa hubungan antar komoditi pada tabel input-output menunjukkan hubungan sektoral antar industri dan hubungan aggregat dari pelaku-pelaku ekonomi dalam ekonomi makro.

3 204 Aliran Bahan Baku Margin Pajak Tenaga Kerja Modal Tanah Biaya Lain Matrik Penyerapan Rumah Perubahan Produsen Investor Ekspor Others Tangga Inventori Ukuran I I CxS CxSxM CxS O V1BAS V2BAS V3BAS V4BAS V5BAS V6BAS V1MAR V2MAR V3MAR V4MAR V5MAR n/a V1TAX V2TAX V3TAX V4TAX V5TAX n/a V1LAB V1CAP V1LND V1OCT Dimana : C = Jumlah komoditas I = Jumlah industri S = Asal komoditas O = Jumlah tipe tenaga kerja M = Jumlah komoditas sebagai margin Matrik Produksi Bersama Pajak Impor Ukuran I Ukuran I C MAKE C V0TAR Gambar 13. Data Input-Output pada Model Keseimbangan Umum Sumber: Horridge, et al., 1993; Oktaviani, Alur margin dari baris kedua adalah biaya margin komoditi yang digunakan oleh produsen, investor, rumah tangga, pemerintah dan biaya margin komoditi ekspor. Pajak dimatrikskan pada baris ketiga menunjukkan pajak-pajak komoditi, seperti yang dikonsumsi oleh produsen, investor, rumah tangga dan pemerintah, dan pada akhirnya pajak ekspor. Baris-baris tenaga kerja, modal, lahan, dan biaya-biaya lainnya mencatat penggunaan faktor primer untuk masing-

4 205 masing industri pada kolom pertama, mengindikasikan pengembalian pada faktorfaktor input ini seperti yang digunakan pada tiap sektor. Dua matriks akhir adalah gabungan dari matriks produksi dan matriks pajak impor. Gabungan matriks produksi menunjukkan komposisi komoditi dari output tiap-tiap industri. Studi ini mengasumsikan bahwa sebuah industri dapat memproduksi sebuah komoditi. Matriks bea impor mencatat pembayaran bea impor atas tiap komoditi yang diimpor oleh setiap industri Agregasi dan Disagregasi Sektor Sesuai dengan tujuan penelitian, jumlah sektor yang dianalisis dalam penelitian ini adalah 30 sektor, sementara jumlah sektor dalam Tabel I-O 2008 adalah 66 sektor sehingga harus dilakukan mapping atau pemetaan antara sektor yang dianalisis dengan sektor yang terdapat dalam Tabel I-O yang digunakan tersebut. Penentuan jumlah dan klasifikasi sektor yang dianalisis (30 sektor) didasarkan pada sektor yang ditetapkan dalam RPJM Nasional tahun Mapping dan susunan dari 30 sektor pada model yang digunakan dalam penelitian ini dan 66 sektor dari Tabel I-O tahun 2008 disajikan pada Tabel 10. Agregasi dan disagregasi sektor ini merupakan tahap awal dalai membangun data dasar dengan cara melakukan pemetaan (mapping) antara sektor-sektor yang terdapat pada Tabel I-O tahun 2008 yang jumlahnya 66 sektor dengan sector-sektor yang terdapat pada Tabel SNSE tahun 2005 yang jumlahnya 24 sektor. Data dasar yang dibangun mengikuti langkah-langkah membangun data dasar model ORANI-F (Horridge et al., 1993) dan INDOF (Oktaviani, 2000) yang sudah dimodifikasi dalam model multiregional CGE-IR top down.

5 206 Tabel 10. Agregasi 30 Sektor dalam Penelitian Berdasarkan Tabel Input- Output Indonesia Klasifikasi 66 sektor, Tahun 2008 No. Klasifikasi 66 Sektor No. Agregasi 30 Sektor dalam Penelitian 1 Padi 1 Tanamanan Bahan Makanan 2 Tanaman Kacang-kacangan 1 Tanamanan Bahan Makanan 3 Jagung 1 Tanamanan Bahan Makanan Lainnya 4 Tanaman Umbi-umbian 1 Tanamanan Bahan Makanan 5 Sayur-sayuran dan buah-buahan 1 Tanamanan Bahan Makanan 6 Tanaman makanan lainnya 1 Tanamanan Bahan Makanan 7 Karet 2 Tanaman perkebunan 8 Tebu 2 Tanaman perkebunan 9 Kelapa 2 Tanaman perkebunan 10 Kelapa Swit 2 Tanaman perkebunan 11 Tembakau 2 Tanaman perkebunan 12 Kopi 2 Tanaman perkebunan 13 The 2 Tanaman perkebunan 14 Cengkeh 2 Tanaman perkebunan 15 Hasil tanaman serat 2 Tanaman perkebunan 16 Tanaman perkebunan lainnya 2 Tanaman perkebunan 17 Tanaman lainnya 2 Tanaman perkebunan 18 Peternakan 3 Peternakan dan hasil-hasilnya 19 Pemotongan hewan 3 Peternakan dan hasil-hasilnya 20 Unggas dan hasil-hasilnya 3 Peternakan dan hasil-hasilnya 21 Kayu 4 Kehutanan 22 Hasil hutan lainnya 4 Kehutanan 23 Perikanan 5 Perikanan 24 Penambangan batu bara dan bijih Pertambangan batu bara, biji logam 7 Penambangan minyak, gas dan panas bumi 6 7 logam dan penggalian lainnya Pertambangan minyak, gas dan panas bumi Pertambangan batu bara, biji logam dan penggalian lainnya Penambangan dan penggalian lainnya 27 Industri pengolahan dan pengawetan makanan 9 Industri makanan minuman 28 Industri minyak dan lemak 9 Industri makanan minuman 29 Industri penggilingan padi 9 Industri makanan minuman 30 Industri tepung, segala jenisnya 9 Industri makanan minuman 31 Industri gula 9 Industri makanan minuman 32 Industri makanan lainnya 9 Industri makanan minuman 33 Industri minuman 9 Industri makanan minuman 34 Industri rokok 9 Industri makanan minuman Industri pemintalan Industri tekstil, pakaian dan kulit Industri bambu, kayu dan rotan Industri kertas, barang dari kertas dan karton Industri Tekstil, barang kulit dan alas kaki Industri Tekstil, barang kulit dan alas kaki Industri Barang kayu dan hasil hutan lainnya 12 Industri pulp dan kertas

6 207 Tabel 10. Lanjutan No. Klasifikasi 66 Sektor No. Agregasi 30 Sektor dalam Penelitian 39 Industri pupuk dan pestisida 13 Industri Pupuk Pestisida 40 Industri kimia, karet dan 14 Industri kimia barang dari karet 41 Pengilangan minyak bumi 8 Pengilangan minyak bumi 42 Industri kimia, karet dan 14 Industri barang karet dan plastik barang dari karet 43 Industri barang-barang dari mineral bukan logam 19 Industri barang lainnya 44 Indutri semen 15 Industri semen 45 Industri Logam dasar besi dan 16 Industri dasar besi dan baja baja 46 Industri Logam dasar besi dan 16 Industri logam dasar bukan besi baja 47 Industri barang dari logam 17 Industri barang dari logam 48 Industri mesin, alat-alat dan Industri Alat angkutan, mesin 18 perlengkapan listrik dan peralatannya 49 Industri alat pengangkutan dan Industri Alat angkutan, mesin 18 perbaikannya dan peralatannya 50 Industri barang lain yang belum digolongkan dimanapun 19 Industri lainnya 51 Listrik, gas dan air bersih 20 Listrik, gas dan air bersih 52 Bangunan 21 Bangunan 53 Perdagangan 22 Perdagangan 54 Restoran dan hotel 23 Hotel dan Restoran 55 Angkutan kereta api 24 Angkutan darat 56 Angkutan darat 24 Angkutan darat 57 Angkutan air 25 Angkutan air 58 Angkutan udara 26 Angkutan udara 59 Jasa penunjang angkutan 30 Jasa Lainnya 60 Komunikasi 27 Komunikasi 61 Lembaga keuangan 28 Lembaga keuangan 62 Usaha bangunan dan jasa perusahaan 30 Jasa Lainnya 63 Pemerintahan umum dan pertahanan 29 Jasa pemerintah 64 Jasa sosial kemasyarakatan 30 Jasa Lainnya 65 Jasa lanilla 30 Jasa Lainnya 66 Kegiatan yang tak jelas batasannya 30 Jasa Lainnya Sumber : SNSE Tahun 2005, BPS, 2007b; Tabel I-O Tahun 2008, BPS 2009c (diolah) Sistem Neraca Sosial Ekonomi Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) menyediakan informasi mengenai keadaan sosial-ekonomi makro Indonesia, tidak hanya meliputi informasi Tabel

7 208 Input-Output tapi juga informasi mengenai distribusi pendapatan untuk semua faktor produksi, pendapatan rumah tangga, dan pola dari pengeluaran rumah tangga (BPS, 2007b). Dibandingkan dengan Tabel I-O standar, sebuah Tabel SNSE tidak hanya mengidentifikasi struktur produksi tetapi juga bermanfaat dalam menjelaskan distribusi pendapatan, tenaga kerja, dan akumulasi modal (Jemio dan Jansen, 1993). Badan Pusat Statistik (BPS) secara periodik mengeluarkan Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) atau Social Accounting Matrix (SAM) untuk Indonesia. Pada Tabel SNSE, kolom-kolom menunjukkan pendapatan yang diperoleh oleh masing-masing faktor produksi, institusi, sektor produksi, dan sektor lainnya. Sementara itu baris-baris menunjukkan sisi pengeluaran dari klasifikasi sektor ini. Penyederhanaan dari SAM dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel SNSE Indonesia tahun 2005 dikeluarkan dalam dua kelompok sektoral, yaitu versi 24 x 24 dan 107 x 107. Pengelompokan sektor produksi pada SNSE berbeda dengan pengelompokan pada Tabel I-O. Untuk menggabungkan data dari SNSE dan Tabel I-O, diperlukan pengelompokkan antara sektor keduanya (Oktaviani, 2000). Idealnya SNSE dan Tabel I-O yang digunakan adalah SNSE dan Tabel I-O yang diterbitkan pada tahun yang sama. Namun dikarenakan tabel SNSE tahun 2008 belum terbit, maka penelitian ini menggunakan tabel SNSE tahun Data SNSE digunakan untuk melengkapi data pada Tabel I-O, seperti data mengenai komposisi tenaga kerja (Pertanian; Produksi, Operator Alat Angkutan, Manual dan buruh kasar; Tata Usaha, Penjualan, Jasa-Jasa; Kepemimpinan, Ketatalaksanaan, Militer, Profesional dan Teknisi), pangsa modal dan lahan serta pangsa pendapatan diantara golongan rumah tangga.

8 209 Tabel 11. Tabel Sistem Neraca Sosial Ekonomi Secara Sederhana P E N E R I M A A N Faktor Produksi Institusi termasuk Rumah Tangga Aktivitas Produksi Neraca Modal Luar Negeri 5 Total Sumber: Thorbecke,1985. P E N G E L U A R A N Faktor Produksi Distribusi Pendapatan terhadap RT dan Institusi Lainnya Pengeluaran Faktor Produksi Institusi termasuk Rumah Tangga Transfer, Pajak dan Subsidi Permintaan Barang dan Jasa Institusi Tabungan Institusi Impor Barang dan Jasa Institusi Pengeluaran Institusi Aktivitas Produksi Distribusi Pendapatan Faktor Permintaan antar Industri Aktivitas Produksi Impor Barang Output Kotor Neraca Modal Formasi Modal Impor pada Barang Investasi Aggregate Investasi Neraca Lainnya Luar Negeri Penerimaan Institusi dari Luar Negeri Ekspor Total Penerimaan dari Luar Negeri Total Penerimaan Faktor Produksi Pendapatan Institusi Pendapatan Kotor Tabungan Agregat Total Pengeluaran dari Luar Negeri

9 Klasifikasi Rumah Tangga Dalam penelitian ini, rumah tangga didisagregasi mengikuti pengelompokan pada SNSE tahun 2005 menjadi sepuluh kelompok rumah tangga berdasarkan lokasi dan jenis pekerjaan, yaitu tujuh kelompok rumah tangga perdesaan (rural) dan tiga kelompok rumah tangga di perkotaan (urban). Tujuh kelompok rumah tangga perdesaan (rural) tersebut adalah: 1. Perdesaan 1 adalah buruh di sektor pertanian 2. Perdesaan 2 adalah petani pemilik lahan < 0.5 hektar 3. Perdesaan 3 adalah petani pemilik lahan antara hektar 4. Perdesaan 4 adalah petani pemilik lahan > 1.0 hektar 5. Perdesaan 5 adalah rumah tangga yang berpendapatan rendah di sektor nonpertanian, yaitu rumah tangga di perdesaan non pertanian, pengusaha rendah, tenaga kerja administrasi, pedagang, buruh di sektor transportasi, jasa dan lainnya 6. Perdesaan 6 adalah rumah tangga yang berpendapatan menengah di sektor non-pertanian di perdesaan 7. Perdesaan 7 adalah rumah tangga yang berpendapatan tinggi di sektor nonpertanian, meliputi pengusaha golongan kaya, manajer, tentara, profesional, teknisi, guru dan sebagainya Sedangkan 3 golongan rumah tangga yang berada di perkotaan meliputi: 1. Perkotaan 1 adalah rumah tangga yang berpendapatan rendah yang meliputi pengusaha kelas rendah, tenaga kerja administrasi, pedagang, pekerja angkutan, jasa dan lain sebagainya 2. Perkotaan 2 adalah rumah tangga yang berpendapatan menengah di perkotaan 3. Perkotaan 3 adalah rumah tangga berpendapatan tinggi seperti pengusaha kelas tinggi, menajer, tentara, profesional, teknisi, guru dan lainnya.

10 Klasifikasi Tenaga Kerja Sebuah model keseimbangan umum pada umumnya membutuhkan informasi mengenai pengeluaran tenaga kerja pada setiap sektor berdasarkan jenis pekerjaan. Klasifikasi tenaga kerja yang digunakan dalam penelitian dibagi Tabel 12. Pembayaran Upah Tiap Sektor Berdasarkan Jenis Pekerjaan di Indonesia, Tahun 2008 (Miliar Rupiah) No SEKTOR Terdidik Tidak Terdidik Total 1 Tanaman Bahan Makanan Tanaman Perkebunan Peternakan dan hasil-hasilnya Kehutanan Perikanan Pertambangan minyak, gas dan panas 6 bumi Pertambangan batu bara, biji logam 7 dan penggalian lainnya Pengilangan minyak bumi Industri makanan minuman, tembakau Industri Tekstil, barang kulit dan alas 10 kaki Barang kayu dan hasil hutan lainnya Industri Kertas dan barang cetakan Industri Pupuk Pestisida Industri kimia, karet dan barang dari karet Industri Semen Industri Logam dasar besi dan baja Industri barang dari logam Industri Alat angkutan, mesin dan peralatannya Industri barang lainnya Listrik, gas dan air Bangunan Perdagangan Hotel dan restaurant Angkutan Darat Angkutan Laut Angkutan Udara Komunikasi Lembaga keuangan Jasa pemerintah Jasa Lainnya Total Sumber: SNSE Tahun 2005, BPS, 2007b; Tabel I-O Tahun 2008, BPS 2009c (diolah).

11 212 menjadi 2 jenis pekerjaan, yaitu tenaga kerja terdidik (skill) dan tenaga kerja tidak terdidik (unskill). Untuk mengetahui upah berdasarkan jenis pekerjaannya dibutuhkan data yang berasal dari data SNSE. Pengeluaran upah tenaga kerja berdasarkan jenis pekerjaan yang digunakan dalam penelitian ini disajikan pada Tabel Pendapatan atas Lahan dan Modal Model keseimbangan umun Indonesia juga membutuhkan informasi mengenai pendapatan atas lahan dan modal per sektor. Informasi mengenai pembagian pendapatan atas lahan dan kapital tidak tersedia pada Tabel I-O, melainkan terdapat pada matriks SNSE. Pada SNSE, faktor produksi dibagi menjadi lebih rinci, diantaranya adalah tenaga kerja, lahan, perumahan, dan modal lainnya di daerah pedesaan dan modal-modal lainnya di sekitar perkotaan, modal swasta, modal pemerintah dan modal asing. Untuk memperoleh data pendapatan lahan dan modal ini diperlukan pengelompokan sektor antara SNSE dan Tabel I-O yang diaplikasikan untuk mendapatkan proporsi lahan dan modal pada 30 sektor yang terdapat pada penelitian. Setelah proporsi pendapatan lahan dan kapital diperoleh, nilai tersebut dikalikan dengan nilai total dari surplus usaha (sektor 202 pada Tabel I-O) dan biaya depresiasi (sektor 203 pada Tabel I-O). Pembayaran terhadap faktor produksi lahan dan kapital pada tahun 2008 disajikan pada Tabel Elastisitas dan Parameter Lain Model keseimbangan umum, selain membutuhkan data dasar seperti yang telah dikemukan sebelumnya, juga membutuhkan data parameter elastisitas dan

12 213 beberapa parameter behavioural. Parameter elastisitas yang digunakan dalam model ini adalah elastisitas Armington, elastisitas substitusi tenaga kerja, elastisitas substitusi untuk input primer, elastisitas permintaan ekspor dan elastisitas pengeluaran. Idealnya parameter diperoleh dari estimasi ekonometrika, Tabel 13. Pendapatan Lahan dan Modal di Indonesia, Tahun 2008 (Miliar Rupiah) No SEKTOR Lahan Modal 1 Tanaman Bahan Makanan Tanaman Perkebunan Peternakan dan hasil-hasilnya Kehutanan Perikanan Pertambangan minyak, gas dan panas bumi Pertambangan batu bara, biji logam dan penggalian lainnya Pengilangan minyak bumi Industri makanan minuman, tembakau Industri Tekstil, barang kulit dan alas kaki Barang kayu dan hasil hutan lainnya Industri Kertas dan barang cetakan Industri Pupuk Pestisida Industri kimia, karet dan barang dari karet Industri Semen Industri Logam dasar besi dan baja Industri barang dari logam Industri Alat angkutan, mesin dan peralatannya Industri barang lainnya Listrik, gas dan air Bangunan Perdagangan hotel dan restaurant Angkutan Darat Angkutan Laut Angkutan Udara Komunikasi Lembaga keuangan Jasa pemerintah Jasa Lainnya Total Sumber : SNSE Tahun 2005, BPS, 2007b; Tabel I-O Tahun 2008, BPS 2009c (diolah).

13 214 karena keterbatasan data maka sebagian besar nilai parameter tersebut diperoleh dari hasil studi terdahulu baik studi yang dilakukan di Indonesia maupun studi yang dilakukan di negara lain yang kemudian diaplikasikan pada model Indonesia. Seluruh nilai elastisitas dan parameter lain dalam model CGE-IRP mengikuti Oktaviani (2000). Elastisitas Armington, elastisitas permintaan ekspor, elastisitassubtitusi input primer dan elastisitas tenaga kerja yang digunakan dalam studi ini merupakan hasil estimasi yang dilakukan dalam studi Oktaviani et al. (2007b) dan ditampilkan pada Tabel 14. Elastisitas Armington dihitung berdasarkan asumsi terhadap produk yang terdiferensiasi secara nasional. Asumsi tersebut kemudian diadopsi secara luas dalam model CGE untuk mendefinisikan permintaan barang-barang domestik dan barang-barang impor. Untuk kepentingan penyusunan yang digunakan dalam penelitian ini, elastisitas Armington telah diestimasi dengan menggunakan data runut waktu yang tersedia. Secara umum, hasil estimasi koefisien elastisitas Armington untuk sebagian besar komoditi atau sektor pada perekonomian Indonesia relatif kecil keculai untuk sektor tanaman bahan makanan, perkebunan, kehutanan dan sektor transportasi, perdagangan dan jasa. Hal ini menunjukkan bahwa permintaan terhadap impor tidak begitu dipengaruhi oleh harga atau daya saing produk domestik tidak begitu ditentukan oleh harganya. Elastisitas permintaan ekspor menunjukkan kepekaan permintaan ekspor terhadap perubahan harga di pasar internasional. Berdasarkan asil estimasi terlihat bahwa koefisien elastisitas permintaan ekspor mempunyai kecenderungan yang sama dengan koefisien elastisitas impor. Untuk kelompok sektor industri dan pertambangan, koefisiean elastisitas tersebut relatif kecil dan sebaliknya untuk

14 215 Tabel 14. Nilai Elastisitas Armington, Permintaan Ekspor, Substitusi Input Primer dan Substitusi Tenaga Kerja pada Masing-Masing Komoditi No Klasifikasi Sektor Subtitusi Subtitusi Armington Ekspor Permintaan Faktor Tenaga Primer Kerja 1 Tan. Bahan Makanan Tanaman Perkebunan Peternakan dan hasil-hasilnya Kehutanan Perikanan Pertambangan minyak, gas dan panas bumi Pertambangan batu bara, biji logam dan penggalian lainnya Pengilangan minyak bumi Industri makanan minuman, tembakau Industri Tekstil, barang kulit dan alas kaki Barang kayu dan hasil hutan lainnya Industri Kertas dan barang cetakan Industri Pupuk Pestisida Industri kimia, karet dan barang dari karet Industri Semen Industri Logam dasar besi dan baja Industri barang dari logam Industri Alat angkutan, mesin dan peralatannya Industri barang lainnya Listrik, gas dan air Bangunan perdagangan hotel dan restaurant Angkutan Darat Angkutan Laut Angkutan Udara Komunikasi Lembaga keuangan Jasa pemerintah Jasa Lainnya Sumber: Oktaviani et al., 2007b.

15 216 sebagian sub sektor pertanian dan sektor lainnya seperti jasa, transportasi, perdagangan, bangunan dan listrik, gas serta air bersih. Permintaan ekspor untuk kelompok sektor pertambangan dan industri kurang peka terhadap perubahan harga atau bersifat inelastis. Hal ini dimungkinkan karena daya saing komoditi ekspor lebih ditentukan faktor lain selain harga seperti kualitas, kontinuitas dan lain-lain. Elastisitas pengeluaran berdasarkan kelompok rumah tangga ditampilkan pada Tabel 15. Berdasarkan tabel SNSE 2005, terdapat 10 (sepuluh) kelompok rumah tangga. Karena keterbatasan data, tidak semua sektor dalam penelitian ini tersedia hasil perhitungan nilai elastisitas pengeluarnnya. Dalam hal ini digunakan nilai elastisitas pengeluaran dari sektor lainnya yang diasumsikan mempunyai karakteristik yang sama. Koefisien elastisitas pengeluaran rumahtangga ini diambil dari data susenas yang telah digunakan dalam studi Oktaviani et al. (2007b). Hasil estimasi menunjukkan bahwa koefisien elastisitas pengeluaran secara umum relatif kecil kecuali untuk komoditi peternakan, perikanan, jasa, komunikasi, angkutan udara, perdagangan dan bangunan. Sementara dilihat dari kelompok rumahtangga, secara umum permintaan kelompok rumahtangga golongan bawah terhadap hampir semua komoditi lebih peka terhadap adanya perubahan pengeluaran. Hal ini dimungkinkan karena sebagian besar rumahtangga di Indonesia tergolong rumahtangga golongan menengah ke bawah yang hampir tidak begitu banyak mengkonsumsi komoditi-komoditi lain selain kebutuhan pokok.

16 Tabel 15. Elastisitas Pengeluaran Berdasarkan Kelompok Rumah Tangga 217 No Rural Rural Rural Rural Rural Rural Rural Urban 1 ban 2 ban 3 Ur- Ur- Klasifikasi Sektor Tan. Bahan Makanan Tanaman Perkebunan Peternakan dan hasilhasilnya Kehutanan Perikanan Pertambangan minyak, gas dan panas bumi Pertambangan batu bara, biji logam dan penggalian lainnya Pengilangan minyak bumi Industri makanan minuman, tembakau Industri Tekstil, barang kulit dan alas kaki Barang kayu dan hasil hutan lainnya Ind Kertas dan barang cetakan Industri Pupuk Pestisida Industri kimia, karet dan barang dari karet Industri Semen Ind. Logam dasar besi dan baja Industri barang dari logam Industri Alat angkutan, mesin dan peralatannya Industri barang lainnya Listrik, gas dan air Bangunan perdagangan hotel dan restaurant Angkutan Darat Angkutan Laut Angkutan Udara Komunikasi Lembaga keuangan Jasa pemerintah Jasa Lainnya Sumber: Oktaviani et al., 2007b. Parameter behavioural lain yang digunakan dalam studi ini adalah paramater yang berkaitan dengan investasi yakni rasio investasi dan kapital

17 (investment capital ratio), tingkat depresiasi, faktor depresiasi, nilai depresiasi, 218 serta rasio tingkat pengembalian kapital kotor dan bersih; dan trend tenaga kerja. Parameter investasi menunjukkan hubungan antara tingkat pengembalian kapital dengan stok kapital pada setiap industri. Koefisien-koefisien tersebut dalam penelitian ini menggunakan sebagaimana yang digunakan oleh Oktaviani (2000) yang mengadopsinya dari model ORANI yang digunakan Horridge at al. (1993) untuk perekonomian Australia Agregasi Wilayah Wilayah yang digunakan dalam penelitian ini mencakup seluruh provinsi yang ada di Indonesia yakni 30 wilayah. Untuk membangun model CGE multiregional dengan pendekatan top-down diperlukan beberapa tambahan data antara lain, share output di masing-masing wilayah, share investasi di masingmasing wilayah, share konsumsi dan share ekspor untuk masing-masing wilayah terhadap nasional. Share output untuk masing-masing wilayah terhadap output nasional ditampilkan pada Tabel 16. Sedangkan untuk masing-masing share investasi, ekspor dan share konsumsi terhadap nasional ditampilkan pada Tabel 17; 18; dan 19. Baik nilai share untuk output, konsumsi, investasi, ekspor dan lainnya dihitung berdasarkan data IRIO, khususnya IRIO tahun Share output menunjukkan berapa kontribusi masing-masing wilayah terhadap nilai output yang dihasilkan secara nasional. Karena itu dengan memperhatikan nilai share output dapat diketahui sentra produksi suatu komoditi. Sementara share investasi menunjukkan bagian investasi nasional yang diterima oleh masing-masing wilayah. Dalam hal konsumsi, share menunjukkan peranan masing-masing

18 219 wilayah terhadap pengeluaran konsumsi nasional. Begitu pula dengan share ekspor, share tersebut mununjukkan kontribusi masing-masing wilayah terhadap ekspor nasional. Besarnya share tersebut akan menentukan tingkat PDRB masing-masing wilayah dari sisi pengeluaran. Oleh karena itu shock terhadap variabel eksogen akan mempengaruhi nilai-nilai pengeluaran di masing-masing wilayah yang pada gilirannya akan mengubah nilai PDRBnya Prosedur yang Digunakan Untuk Membangun Data Dasar Pada penelitian ini prosedur yang digunakan untuk membangun data dasar pada model keseimbangan umum Indonesia sebagian besar mengikuti prosedur yang telah dilakukan oleh Oktaviani (2000). Namun demikian ada beberapa modifikasi yang dilakukan, yaitu dalam hal pemilihan industri dan komoditi, pembagian rumah tangga menjadi beberapa golongan dan jenis tenaga kerja. Pembangunan data dasar dimulai dengan mencari data Tabel I-O dan SNSE terbaru, yaitu Tabel I-O tahun 2008 dan SNSE tahun Setelah data tersebut tersedia prosedur berikutnya adalah mengikuti tahapan berikut Membangun Data Dasar Agar diperoleh suatu solusi komputasi model ekonomi keseimbangan umum, beberapa data pendukung terutama data I-O dan SAM harus disiapkan lebih dahulu. Pada sub bab ini diuraikan tahapan membangun data dasar yang akan digunakan atau dikenal dengan istilah membangun raw data. Tahap awal melakukan pemasukan (entry) data tabel I-O yang dengan extention Xls (*.xls) yang selanjutnya dikonversi kedalam bentuk extention csv (*.csv) sebagai raw data dasar model keseimbangan umum. Dalam file *.CSV,

19 220 Tabel 16 Share Output pada 30 Sektor dan 30 Provinsi di Indonesia, Tahun 2005 (%) SEKTOR 1. NAD 2. SUMATRA UTARA 3. SUMATRA BARAT 4. RIAU 5. JAMBI 6. SUMATRA SELATAN 7. BANGKA BELITUNG 8. BENGKULU 9. LAMPUNG 10. DKI JAKARTA 11. JAWA BARAT 12. BANTEN 13. JAWA TENGAH 14. DI YOGYAKARTA 15. JAWA TIMUR 16. KALIMANTAN BARAT 17. KALIMANTAN TENGAH 18. KALIMANTAN SELATAN 19. KALIMANTAN TIMUR 20. SULAWESI UTARA 21. GORONTALO 22. SULAWESI TENGAH 23. SULAWESI SELATAN 24. SULAWESI TENGGARA 25. BALI 26. NUSA TENGGARA BARAT 27. NUSA TENGGARA TIMUR Sumber: Tabel Inter-Regional Input-Output tahun 2005, Bappenas 2007 (diolah). 28. MALUKU 29. MALUKU UTARA 30. PAPUA

20 221 Tabel 17. Share Investasi pada 30 Sektor dan 30 Provinsi di Indonesia, Tahun 2005 (%) SEKTOR 1. NAD 2. SUMATRA UTARA 3. SUMATRA BARAT 4. RIAU 5. JAMBI 6. SUMATRA SELATAN 7. BANGKA BELITUNG 8. BENGKULU 9. LAMPUNG 10. DKI JAKARTA 11. JAWA BARAT 12. BANTEN 13. JAWA TENGAH 14. DI YOGYAKARTA 15. JAWA TIMUR 16. KALIMANTAN BARAT 17. KALIMANTAN TENGAH 18. KALIMANTAN SELATAN 19. KALIMANTAN TIMUR 20. SULAWESI UTARA 21. GORONTALO 22. SULAWESI TENGAH 23. SULAWESI SELATAN 24. SULAWESI TENGGARA 25. BALI 26. NUSA TENGGARA BARAT 27. NUSA TENGGARA TIMUR * ** Sumber: Tabel Inter-Regional Input-Output tahun 2005, Bappenas 2007 (diolah). Keterangan: *) Share dihitung dari Tabel IRIO tahun 2003, Bappenas 2005: **) share dihitung dari Tabel IRIO tahun 2000, Oktaviani et al., MALUKU 29. MALUKU UTARA 30. PAPUA

21 222 Tabel 18. Share Ekspor pada 30 Sektor dan 30 Provinsi di Indonesia, Tahun 2005 (%) SEKTOR 1. NAD 2. SUMATRA UTARA 3. SUMATRA BARAT 4. RIAU 5. JAMBI 6. SUMATRA SELATAN 7. BANGKA BELITUNG Sumber: Tabel Inter-Regional Input-Output tahun 2005, Bappenas 2007 (diolah). 8. BENGKULU 9. LAMPUNG 10. DKI JAKARTA 11. JAWA BARAT 12. BANTEN 13. JAWA TENGAH 14. DI YOGYAKARTA 15. JAWA TIMUR 16. KALIMANTAN 17. KALIMANTAN 18. KALIMANTAN 19. KALIMANTAN 20. SULAWESI UTARA 21. GORONTALO 22. SULAWESI TENGAH 23. SULAWESI SELATAN SULAWESI TENGGARA 25. BALI 26. NUSA TENGGARA 27. NUSA TENGGARA 28. MALUKU 29. MALUKU UTARA 30. PAPUA

22 223 Tabel 19. Share Konsumsi Rumah Tangga pada 30 Sektor dan 30 Provinsi di Indonesia, Tahun 2005 (%) SEKTOR 1. NAD 2. SUMATRA UTARA 3. SUMATRA BARAT 4. RIAU 5. JAMBI 6. SUMATRA SELATAN 7. BANGKA BELITUNG 8. BENGKULU 9. LAMPUNG 10. DKI JAKARTA 11. JAWA BARAT 12. BANTEN 13. JAWA TENGAH 14. DI YOGYAKARTA 15. JAWA TIMUR 16. KALIMANTAN BARAT 17. KALIMANTAN TENGAH 18. KALIMANTAN SELATAN 19. KALIMANTAN TIMUR 20. SULAWESI UTARA 21. GORONTALO 22. SULAWESI TENGAH 23. SULAWESI SELATAN 24. SULAWESI TENGGARA 25. BALI 26. NUSA TENGGARA BARAT 27. NUSA TENGGARA TIMUR Sumber: Tabel Inter-Regional Input-Output tahun 2005, Bappenas 2007 (diolah). 28. MALUKU 29. MALUKU UTARA 30. PAPUA

Kata Pengantar KATA PENGANTAR Nesparnas 2014 (Buku 2)

Kata Pengantar KATA PENGANTAR Nesparnas 2014 (Buku 2) Kata Pengantar KATA PENGANTAR Buku 2 Neraca Satelit Pariwisata Nasional (Nesparnas) ini disusun untuk melengkapi buku 1 Nesparnas, terutama dalam hal penyajian data yang lebih lengkap dan terperinci. Tersedianya

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kata Pengantar

KATA PENGANTAR. Kata Pengantar Kata Pengantar KATA PENGANTAR Buku 2 Neraca Satelit Pariwisata Nasional (Nesparnas) ini disusun untuk melengkapi buku 1 Nesparnas, terutama dalam hal penyajian data yang lebih lengkap dan terperinci. Tersedianya

Lebih terperinci

BOKS II : TELAAH KETERKAITAN EKONOMI PROPINSI DKI JAKARTA DAN BANTEN DENGAN PROPINSI LAIN PENDEKATAN INTERREGIONAL INPUT OUTPUT (IRIO)

BOKS II : TELAAH KETERKAITAN EKONOMI PROPINSI DKI JAKARTA DAN BANTEN DENGAN PROPINSI LAIN PENDEKATAN INTERREGIONAL INPUT OUTPUT (IRIO) BOKS II : TELAAH KETERKAITAN EKONOMI PROPINSI DKI JAKARTA DAN BANTEN DENGAN PROPINSI LAIN PENDEKATAN INTERREGIONAL INPUT OUTPUT (IRIO) IRIO memiliki kemampuan untuk melakukan beberapa analisa. Kemampuan

Lebih terperinci

V. KONSTRUKSI DATA DASAR

V. KONSTRUKSI DATA DASAR V. KONSTRUKSI DATA DASAR Penyusunan data dasar dilakukan secara terintegrasi dengan penyusunan sistem persamaan. Data dasar berperan sebagai pensuplai semua data dan parameter yang dibutuhkan sistem persamaan.

Lebih terperinci

V. MEMBANGUN DATA DASAR MODEL CGE AGROINDUSTRI

V. MEMBANGUN DATA DASAR MODEL CGE AGROINDUSTRI V. MEMBANGUN DATA DASAR MODEL CGE AGROINDUSTRI Sumber data utama yang digunakan untuk membangun Model CGE Agroindustri adalah Tabel Input-Output (I-O) tingkat nasional tahun 2003. Untuk melengkapi data

Lebih terperinci

4. KONSTRUKSI DATA DASAR

4. KONSTRUKSI DATA DASAR 4. KONSTRUKSI DATA DASAR Sumber data utama yang digunakan untuk membangun data dasar (data base) pada model CGE INDOTDL adalah Tabel I-O Indonesia tahun 2008. Model CGE INDOTDL merupakan model CGE yang

Lebih terperinci

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 65 V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 5.1. Gambaran Umum dan Hasil dari Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 Pada bab ini dijelaskan

Lebih terperinci

Kata Pengantar KATA PENGANTAR

Kata Pengantar KATA PENGANTAR Kata Pengantar KATA PENGANTAR Buku 2 Neraca Satelit Pariwisata Nasional (Nesparnas) 2017 ini disusun untuk melengkapi buku 1 Nesparnas. Buku 2 ini menyajikan data yang lebih lengkap dan terperinci mengenai

Lebih terperinci

SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI INDONESIA TAHUN 2008 ISSN : 0216.6070 Nomor Publikasi : 07240.0904 Katalog BPS : 9503003 Ukuran Buku : 28 x 21 cm Jumlah Halaman : 94 halaman Naskah : Subdirektorat Konsolidasi

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di wilayah Pulau Kalimantan didasarkan pada beberapa pertimbangan, yaitu: Pulau Kalimantan sangat kaya akan sumberdaya alam

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR

GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR Pada bab ini dijelaskan mengenai gambaran umum SNSE Kabupaten Indragiri Hilir yang meliputi klasifikasi SNSE Kabupaten Indragiri

Lebih terperinci

gula (31) dan industri rokok (34) memiliki tren pangsa output maupun tren permintaan antara yang negatif.

gula (31) dan industri rokok (34) memiliki tren pangsa output maupun tren permintaan antara yang negatif. 5. RANGKUMAN HASIL Dari hasil dan pembahasan dalam penelitian ini, dapat dirangkum beberapa poin penting sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu: 1. Deviasi hasil estimasi total output dengan data aktual

Lebih terperinci

Kata Pengantar KATA PENGANTAR

Kata Pengantar KATA PENGANTAR 2 Ne r a c asa t e l i tpa r i wi s a t ana s i o na l 201 6 KEMENTERI ANPARI WI SATA Websi t e:ht t p: / / www. kemenpar. go. i d ht t p: / / www. i ndonesi a. t r avel Emai l :pusdat i n@kemenpar. go.

Lebih terperinci

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU 6.1. Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku Aktivitas atau kegiatan ekonomi suatu wilayah dikatakan mengalami kemajuan,

Lebih terperinci

VI. ANALISIS DAMPAK INVESTASI, EKSPOR DAN SIMULASI KEBIJAKAN SEKTOR PERTAMBANGAN

VI. ANALISIS DAMPAK INVESTASI, EKSPOR DAN SIMULASI KEBIJAKAN SEKTOR PERTAMBANGAN VI. ANALISIS DAMPAK INVESTASI, EKSPOR DAN SIMULASI KEBIJAKAN SEKTOR PERTAMBANGAN 6.1. Dampak Kenaikan Investasi Sektor Pertambangan di Bagian ini akan menganalisis dampak dari peningkatan investasi pada

Lebih terperinci

VIII. KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN DAN PENELITIAN LANJUTAN

VIII. KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN DAN PENELITIAN LANJUTAN VIII. KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN DAN PENELITIAN LANJUTAN 8.1. Kesimpulan Hasil studi menunjukkan bahwa prioritas alokasi investasi ke sektor pertanian dan industri berbasis pertanian yang didukung

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS HASIL PENELITIAN

BAB 4 ANALISIS HASIL PENELITIAN BAB 4 ANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini akan menganalisis dampak dari injeksi pengeluaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) pada sektor komunikasi terhadap perekonomian secara agregat melalui sektor-sektor

Lebih terperinci

5. HASIL DAN PEMBAHASAN

5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Simulasi Model Pertumbuhan kegiatan kepariwisataan di Indonesia yang dikaitkan dengan adanya liberalisasi perdagangan, dalam penelitian ini, dianalisis dengan menggunakan model

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor Industri merupakan salah satu sektor yang berperan penting dalam pembangunan nasional. Kontribusi sektor Industri terhadap pembangunan nasional setiap tahunnya

Lebih terperinci

VI. ANALISIS MULTIPLIER PEMBANGUNAN JALAN TERHADAP EKONOMI

VI. ANALISIS MULTIPLIER PEMBANGUNAN JALAN TERHADAP EKONOMI VI. ANALISIS MULTIPLIER PEMBANGUNAN JALAN TERHADAP EKONOMI 6.1. Analisis Multiplier Pembangunan Jalan Terhadap Pendapatan Faktor Produksi Pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan umumnya membutuhkan

Lebih terperinci

KETERKAITAN ANTARSEKTOR PADA PEREKONOMIAN JAWA TIMUR

KETERKAITAN ANTARSEKTOR PADA PEREKONOMIAN JAWA TIMUR KETERKAITAN ANTARSEKTOR PADA PEREKONOMIAN JAWA TIMUR Keterkaitan Sektor Hulu dan Sektor Hilir Hasil dari analisis dengan menggunakan PCA menunjukkan sektor-sektor perekonomian pada bagian hulu dan sektor-sektor

Lebih terperinci

Sektor * 2010** 3,26 3,45 3,79 2,82 2,72 3,36 3,47 4,83 3,98 2,86 2. Pertambangan dan Penggalian

Sektor * 2010** 3,26 3,45 3,79 2,82 2,72 3,36 3,47 4,83 3,98 2,86 2. Pertambangan dan Penggalian Sektor 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009* 2010** (1) (2) (3) (3) (4) (4) (5) (5) (6) (6) (7) 1. Pertanian, Peternakan, Kehutanan Dan Perikanan 3,26 3,45 3,79 2,82 2,72 3,36 3,47 4,83 3,98 2,86

Lebih terperinci

KONSTRUKSI DATA DASAR

KONSTRUKSI DATA DASAR IV. KONSTRUKSI DATA DASAR Sumber data utama yang digunakan untuk membangun data dasar (data base) pada model CGE Indomini adalah Tabel I-O Indonesia tahun 2005. Model CGE Indomini merupakan model CGE yang

Lebih terperinci

TABEL - VII.1 PERKEMBANGAN NILAI INVESTASI MENURUT SKALA USAHA ATAS DASAR HARGA KONSTAN 1993 TAHUN

TABEL - VII.1 PERKEMBANGAN NILAI INVESTASI MENURUT SKALA USAHA ATAS DASAR HARGA KONSTAN 1993 TAHUN TABEL - VII.1 PERKEMBANGAN NILAI INVESTASI MENURUT SKALA USAHA SKALA USAHA 1 Usaha Kecil (UK) 17.968.449 19.510.919 1.542.470 8,58 2 Usaha Menengah (UM) 23.077.246 25.199.311 2.122.065 9,20 Usaha Kecil

Lebih terperinci

M E T A D A T A INFORMASI DASAR. 1 Nama Data : Produk Domestik Bruto (PDB) 2 Penyelenggara. Departemen Statistik Ekonomi dan Moneter, : Statistik

M E T A D A T A INFORMASI DASAR. 1 Nama Data : Produk Domestik Bruto (PDB) 2 Penyelenggara. Departemen Statistik Ekonomi dan Moneter, : Statistik M E T A D A T A INFORMASI DASAR 1 Nama Data : Produk Domestik Bruto (PDB) 2 Penyelenggara Departemen Statistik Ekonomi dan Moneter, : Statistik Bank Indonesia 3 Alamat : Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta

Lebih terperinci

BAB VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 133 BAB VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Struktur Perekonomian Kepulauan Bangka Belitung Sebelum Transformasi Untuk mengetahui struktur perekonomian Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dilakukan analisis struktur

Lebih terperinci

Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007

Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007 Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007 TABEL INPUT OUTPUT Tabel Input-Output (Tabel I-O) merupakan uraian statistik dalam bentuk matriks yang menyajikan informasi tentang transaksi barang

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI B A B BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Berbagai upaya ditempuh untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi, pengurangan pengangguran, kemiskinan dan kesenjangan antarwilayah Dalam konteks pembanguan saat ini,

Lebih terperinci

SINKRONISASI PERENCANAAN PEMBANGUNAN YANG BERBASIS DATA

SINKRONISASI PERENCANAAN PEMBANGUNAN YANG BERBASIS DATA SINKRONISASI PERENCANAAN PEMBANGUNAN YANG BERBASIS DATA Dr. Slamet Sutomo Deputi Kepala Badan Pusat Statistik Bidang Neraca dan Analisis Statistik BPS-Statistik Statistik Indonesia Forum Kepala Bappeda

Lebih terperinci

Produk Domestik Bruto (PDB)

Produk Domestik Bruto (PDB) Produk Domestik Bruto (PDB) Gross Domestic Product (GDP) Jumlah nilai produk berupa barang dan jasa yang dihasilkan oleh unitunit produksi di dalam batas wilayah suatu negara (domestik) selama satu tahun.

Lebih terperinci

TABEL - IV.1 PERKEMBANGAN NILAI PRODUK DOMESTIK BRUTO (PDB) MENURUT SKALA USAHA ATAS DASAR HARGA KONSTAN 1993 TAHUN

TABEL - IV.1 PERKEMBANGAN NILAI PRODUK DOMESTIK BRUTO (PDB) MENURUT SKALA USAHA ATAS DASAR HARGA KONSTAN 1993 TAHUN TABEL - IV.1 PERKEMBANGAN NILAI PRODUK DOMESTIK BRUTO (PDB) MENURUT SKALA USAHA ATAS DASAR HARGA KONSTAN 1993 SKALA USAHA 1 Usaha Kecil (UK) 184.845.034 194.426.046 9.581.012 5,18 2 Usaha Menengah (UM)

Lebih terperinci

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional Dalam penerbitan buku Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Tegal Tahun 2012 ruang lingkup penghitungan meliputi

Lebih terperinci

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional Dalam penerbitan buku tahun 2013 ruang lingkup penghitungan meliputi 9 sektor ekonomi, meliputi: 1. Sektor Pertanian

Lebih terperinci

PDB per kapita atas dasar harga berlaku selama tahun 2011 mengalami peningkatan sebesar 13,8% (yoy) menjadi Rp30,8 juta atau US$ per tahun.

PDB per kapita atas dasar harga berlaku selama tahun 2011 mengalami peningkatan sebesar 13,8% (yoy) menjadi Rp30,8 juta atau US$ per tahun. Indonesia pada tahun 2011 tumbuh sebesar 6,5% (yoy), sedangkan pertumbuhan triwulan IV-2011 secara tahunan sebesar 6,5% (yoy) atau secara triwulanan turun 1,3% (qtq). PDB per kapita atas dasar harga berlaku

Lebih terperinci

VI. STRUKTUR PEREKONOMIAN DAN ANGKA PENGGANDA SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI

VI. STRUKTUR PEREKONOMIAN DAN ANGKA PENGGANDA SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI 157 VI. STRUKTUR PEREKONOMIAN DAN ANGKA PENGGANDA SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI Salah satu kelebihan Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) adalah mampu menjelaskan dengan lengkap tiga aktivitas distribusi

Lebih terperinci

DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT)

DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT) DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT) OLEH SRI MULYANI H14103087 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN

Lebih terperinci

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen)

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen) BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 13/02/35/Th. XII, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR I. PERTUMBUHAN DAN STRUKTUR EKONOMI MENURUT LAPANGAN USAHA Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur

Lebih terperinci

V. PERAN SEKTOR PERTAMBANGAN BATUBARA PADA PEREKONOMIAN

V. PERAN SEKTOR PERTAMBANGAN BATUBARA PADA PEREKONOMIAN V. PERAN SEKTOR PERTAMBANGAN BATUBARA PADA PEREKONOMIAN 5.1. Posisi Pertambangan Batubara Indonesia dalam Pasar Global Seiring dengan semakin meningkatnya harga bahan bakar minyak bumi (BBM) dan semakin

Lebih terperinci

GROWTH (%) SHARE (%) JENIS PENGELUARAN 2011** 2012*** Q.1 Q.2 Q.3 Q.4 Q.1 Q.2 Q.3 Q.4 Q.1 Q.2 Q.3 Q.4 Q.1 Q.2 Q.3 Q.

GROWTH (%) SHARE (%) JENIS PENGELUARAN 2011** 2012*** Q.1 Q.2 Q.3 Q.4 Q.1 Q.2 Q.3 Q.4 Q.1 Q.2 Q.3 Q.4 Q.1 Q.2 Q.3 Q. Keterangan 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 * 2011 ** 2012 *** Produk Domestik Bruto (%, yoy) 3.64 4.50 4.78 5.03 5.69 5.50 6.35 6.01 4.63 6.22 6.49 6.23 Produk Nasional Bruto (%, yoy)

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor Alat analisis Input-Output (I-O) merupakan salah satu instrumen yang secara komprehensif dapat digunakan untuk

Lebih terperinci

VII. ANALISIS MULTIPLIER SEKTORAL DAN EFEK TOTAL

VII. ANALISIS MULTIPLIER SEKTORAL DAN EFEK TOTAL VII. ANALISIS MULTIPLIER SEKTORAL DAN EFEK TOTAL 7.. Analisis Multiplier Output Dalam melakukan kegiatan produksi untuk menghasilkan output, sektor produksi selalu membutuhkan input, baik input primer

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengujian Model Input Output Koefisien teknis dalam Tabel Input Output menunjukkan kontribusi suatu sektor dalam pembentukan output total secara langsung. Besaran koefisien

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN I-2014 No. 32/05/35/Th. XIV, 5 Mei 2014 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur Triwulan I Tahun 2014 (y-on-y) mencapai 6,40

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2015

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2015 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NTB No. 12/02/52/Th.X, 5 Februari 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2015 EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT PADA TRIWULAN IV 2015 TUMBUH 11,98 PERSEN Sampai dengan

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN SEKTOR AGROINDUSTRI TERHADAP PEREKONOMIAN DI PROVINSI LAMPUNG

ANALISIS KETERKAITAN SEKTOR AGROINDUSTRI TERHADAP PEREKONOMIAN DI PROVINSI LAMPUNG ANALISIS KETERKAITAN SEKTOR AGROINDUSTRI TERHADAP PEREKONOMIAN DI PROVINSI LAMPUNG (Linkage Analysis of The Agroindustry Sector on Economy In Lampung Province) Rendy Oktaliando, Agus Hudoyo, dan Achdiansyah

Lebih terperinci

Analisis Perkembangan Industri

Analisis Perkembangan Industri FEBRUARI 2017 Analisis Perkembangan Industri Pusat Data dan Informasi Februari 2017 Pendahuluan Pada tahun 2016 pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat sebesar 5,02%, lebih tinggi dari pertumbuhan tahun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan proses transformasi yang dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan. Pembangunan ekonomi dilakukan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

Keterangan * 2011 ** 2012 ***

Keterangan * 2011 ** 2012 *** Keterangan 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 * 2011 ** 2012 *** Produk Domestik Bruto (%, yoy) 3.64 4.50 4.78 5.03 5.69 5.50 6.35 6.01 4.63 6.22 6.49 6.23 Produk Nasional Bruto (%, yoy)

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TRIWULAN I-2016

PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TRIWULAN I-2016 BPS PROVINSI LAMPUNG No. 09/05/18/Th.XVII, 4 Mei 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TRIWULAN I-2016 EKONOMI LAMPUNG TUMBUH 5,05 PERSEN MENGUAT DIBANDINGKAN TRIWULAN I-2015 Perekonomian Lampung triwulan I-2016

Lebih terperinci

ANALISIS PERKEMBANGAN BISNIS SEKTOR PERTANIAN. Biro Riset LMFEUI

ANALISIS PERKEMBANGAN BISNIS SEKTOR PERTANIAN. Biro Riset LMFEUI ANALISIS PERKEMBANGAN BISNIS SEKTOR PERTANIAN Biro Riset LMFEUI Data tahun 2007 memperlihatkan, dengan PDB sekitar Rp 3.957 trilyun, sektor industri pengolahan memberikan kontribusi terbesar, yaitu Rp

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN Bab ini akan menjelaskan metode yang digunakan pada penelitian ini dan tahapan-tahapan analisis pada penelitian ini. Diawali dengan penjelasan mengenai sumber data yang akan digunakan,

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 32/05/35/Th. XI, 6 Mei 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN I-2013 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur Triwulan I Tahun 2013 (y-on-y) mencapai 6,62

Lebih terperinci

IX. KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Hasil analisis angka pengganda (multiplier) meliputi value added multiplier

IX. KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Hasil analisis angka pengganda (multiplier) meliputi value added multiplier IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1. Kesimpulan 1. Hasil analisis angka pengganda (multiplier) meliputi value added multiplier (VM ), household induced income multiplier (HM), firm income multiplier (FM), other

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perkembangan suatu perekonomian dari suatu periode ke periode. berikutnya. Dari satu periode ke periode lainnya kemampuan suatu negara

I. PENDAHULUAN. perkembangan suatu perekonomian dari suatu periode ke periode. berikutnya. Dari satu periode ke periode lainnya kemampuan suatu negara 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah perekonomian suatu negara dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi mengukur prestasi dari perkembangan suatu perekonomian dari

Lebih terperinci

V. SIMPULAN DAN SARAN. 1. Hasil analisis Tipologi Klassen menunjukkan bahwa:

V. SIMPULAN DAN SARAN. 1. Hasil analisis Tipologi Klassen menunjukkan bahwa: V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan hasil perhitungan dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Hasil analisis Tipologi Klassen menunjukkan bahwa: a. Sektor ekonomi Kota Bandar Lampung

Lebih terperinci

V. STRUKTUR PEREKONOMIAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN PENGELUARAN RUMAHTANGGA

V. STRUKTUR PEREKONOMIAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN PENGELUARAN RUMAHTANGGA V. STRUKTUR PEREKONOMIAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN PENGELUARAN RUMAHTANGGA 5.1. Struktur Perkonomian Sektoral Struktur perekonomian merupakan suatu analisis yang dilakukan terhadap struktur Produk Domestik

Lebih terperinci

VI. PERANAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN KABUPATEN SIAK

VI. PERANAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN KABUPATEN SIAK VI. PERANAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN KABUPATEN SIAK 6.1. Struktur Perekonomian Kabupaten Siak 6.1.1. Struktur PDB dan Jumlah Tenaga Kerja Dengan menggunakan tabel SAM Siak 2003

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten Banjarnegara Pada sub bab ini akan dijelaskan mengenai peranan ekonomi sektoral ditinjau dari struktur permintaan, penerimaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Banyuwangi memiliki peran strategis dalam pembangunan daerah di Jawa Timur baik dari sisi ekonomi maupun letak geografis. Dari sisi geografis, Kabupaten Banyuwangi

Lebih terperinci

Perkembangan Terakhir Sektor Industri Dan Inflasi KADIN INDONESIA

Perkembangan Terakhir Sektor Industri Dan Inflasi KADIN INDONESIA Perkembangan Terakhir Sektor Industri Dan Inflasi KADIN INDONESIA Mudrajad Kuncoro Juli 2008 Peranan Masing- Masing Cabang Industri Terhadap PDB Sektor Industri Tahun 1995-2008* No. Cabang Industri Persen

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH No. 11/02/72/Th. XVII. 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH Ekonomi Sulawesi Tengah pada tahun 2013 yang diukur dari persentase kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI BENGKULU TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI BENGKULU TAHUN 2016 BPS PROVINSI BENGKULU No. 10/02/17/XI, 6 Februari 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI BENGKULU TAHUN 2016 EKONOMI BENGKULU TUMBUH 5,30 PERSEN, MENINGKAT DIBANDINGKAN TAHUN 2015 Perekonomian Provinsi Bengkulu

Lebih terperinci

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA Ekonomi rakyat merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia dan

Lebih terperinci

ANALISIS PERKEMBANGAN INDUSTRI MIKRO DAN KECIL DI INDONESIA

ANALISIS PERKEMBANGAN INDUSTRI MIKRO DAN KECIL DI INDONESIA ANALISIS PERKEMBANGAN INDUSTRI MIKRO DAN KECIL DI INDONESIA Oleh : Azwar Harahap Program Studi Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Riau ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. menjadi dua, yaitu data primer dan data sekunder. Data sekunder adalah data yang

METODE PENELITIAN. menjadi dua, yaitu data primer dan data sekunder. Data sekunder adalah data yang III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Menurut Sugiyono (2005:129) pengumpulan data dilakukan dengan berbagai setting, berbagai sumber, dan berbagai cara. Berdasarkan sumbernya, data dibedakan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH No. 06/02/72/Th. XIV. 7 Februari 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH Ekonomi Sulawesi Tengah tahun 2010 yang diukur dari kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan 2000

Lebih terperinci

(1.42) (1.45) I II III IV I II III IV I II III IV I II * 2012** 2013***

(1.42) (1.45) I II III IV I II III IV I II III IV I II * 2012** 2013*** 8 6 4 2 5.99 6.29 6.81 6.45 6.52 6.49 6.50 6.29 6.36 6.16 5.81 6.11 6.035.81 3.40 2.69 2.04 2.76 3.37 1.70 1.50 2.82 3.18 1.42 2.61 0-2 (1.42) (1.42) (1.45) I II III IV I II III IV I II III IV I II 2010

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kode Sektor Sektor Eknonomi

Lampiran 1. Kode Sektor Sektor Eknonomi 263 Lampiran 1. Kode Sektor Sektor Eknonomi Kode Nama Sektor 1 Padi 2 Jagung 3 Ubi Kayu 4 Ubi-Ubian Lainnya 5 Kacang-kacangan 6 Sayuran dataran ttinggi 7 Sayuran dataran rendah 8 Jeruk 9 Pisang 10 Buah-buahan

Lebih terperinci

DAMPAK IMPLEMENTASI MANDAT KONSUMSI BAHAN BAKAR NABATI TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 1. Institut Pertanian Bogor

DAMPAK IMPLEMENTASI MANDAT KONSUMSI BAHAN BAKAR NABATI TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 1. Institut Pertanian Bogor DAMPAK IMPLEMENTASI MANDAT KONSUMSI BAHAN BAKAR NABATI TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 1 Sugiyono 1, Rina Oktaviani 2, Dedi Budiman Hakim 2, Bustanul Arifin 3 1 Mahasiswa Pascasarjana, IPB 2 Departemen

Lebih terperinci

Perkembangan Indeks Produksi Triwulanan

Perkembangan Indeks Produksi Triwulanan KATALOG BPS : 6104008 Perkembangan Indeks Produksi Triwulanan INDUSTRI MIKRO DAN KECIL 2012-2014 BADAN PUSAT STATISTIK KATALOG BPS : 6104008 Perkembangan Indeks Produksi Triwulanan INDUSTRI MIKRO DAN

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pendapatan regional adalah tingkat (besarnya) pendapatan masyarakat pada

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pendapatan regional adalah tingkat (besarnya) pendapatan masyarakat pada 9 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep dan Definsi Pendapatan regional adalah tingkat (besarnya) pendapatan masyarakat pada wilayah analisis. Tingkat pendapatan dapat diukur dari total pendapatan wilayah

Lebih terperinci

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 11/02/34/Th.XVI, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN SEBESAR 5,40 PERSEN Kinerja perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) selama tahun

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TRIWULAN II-2016 EKONOMI PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN II-2016 TUMBUH 5,21 PERSEN MENGUAT DIBANDINGKAN TRIWULAN II-2015

PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TRIWULAN II-2016 EKONOMI PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN II-2016 TUMBUH 5,21 PERSEN MENGUAT DIBANDINGKAN TRIWULAN II-2015 BPS PROVINSI LAMPUNG No. 09/08/Th.XVII, 5 Agustus 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TRIWULAN II-2016 EKONOMI PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN II-2016 TUMBUH 5,21 PERSEN MENGUAT DIBANDINGKAN TRIWULAN II-2015 Perekonomian

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN INFRASTRUKTUR JALAN, STRUKTUR PEREKONOMIAN DAN KETENAGAKERJAAN DI JAWA BARAT

BAB V GAMBARAN INFRASTRUKTUR JALAN, STRUKTUR PEREKONOMIAN DAN KETENAGAKERJAAN DI JAWA BARAT BAB V GAMBARAN INFRASTRUKTUR JALAN, STRUKTUR PEREKONOMIAN DAN KETENAGAKERJAAN DI JAWA BARAT 5.1. Peran Infrastruktur dalam Perekonomian Investasi infrastruktur transportasi dalam pembangunan ekonomi penting

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I-2010

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I-2010 BADAN PUSAT STATISTIK No. 31/05/Th. XIII, 10 Mei 2010 PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I-2010 EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I-2010 TUMBUH MENINGKAT 5,7 PERSEN Perekonomian Indonesia yang diukur berdasarkan

Lebih terperinci

Statistik Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Tahun

Statistik Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Tahun KATA PENGANTAR Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (U MKM) menjadi sangat strategis, karena potensinya yang besar dalam menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat, dan sekaligus menjadi tumpuan

Lebih terperinci

VI. DAMPAK PENINGKATAN PRODUKTIVITAS TERHADAP KINERJA EKONOMI, PENDAPATAN RUMAHTANGGA DAN TINGKAT KEMISKINAN

VI. DAMPAK PENINGKATAN PRODUKTIVITAS TERHADAP KINERJA EKONOMI, PENDAPATAN RUMAHTANGGA DAN TINGKAT KEMISKINAN VI. DAMPAK PENINGKATAN PRODUKTIVITAS TERHADAP KINERJA EKONOMI, PENDAPATAN RUMAHTANGGA DAN TINGKAT KEMISKINAN Peningkatan produktivitas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah peningkatan produktivitas

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data sekunder seperti tabel I-O Indonesia klasifikasi 175 sektor tahun 2005 dan 2008, Survey Sosial Ekonomi Nasional (Susenas)

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2010

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2010 BADAN PUSAT STATISTIK No. 45/07/Th. XIII, 1 Juli 2010 PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2010 JUMLAH PENDUDUK MISKIN MARET 2010 MENCAPAI 31,02 JUTA Jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran

Lebih terperinci

Tinjauan Perekonomian Berdasarkan PDRB Menurut Pengeluaran

Tinjauan Perekonomian Berdasarkan PDRB Menurut Pengeluaran Berdasarkan PDRB Menurut Pengeluaran Nilai konsumsi rumah tangga perkapita Aceh meningkat sebesar 3,17 juta rupiah selama kurun waktu lima tahun, dari 12,87 juta rupiah di tahun 2011 menjadi 16,04 juta

Lebih terperinci

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Kebijakan Revitalisasi Perkeretaapian Terhadap Pendapatan Faktor Produksi, Institusi, dan Sektor Produksi.

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Kebijakan Revitalisasi Perkeretaapian Terhadap Pendapatan Faktor Produksi, Institusi, dan Sektor Produksi. BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pengaruh Kebijakan Revitalisasi Perkeretaapian Terhadap Pendapatan Faktor Produksi, Institusi, dan Sektor Produksi. Sub bab ini akan membahas tentang analisis hasil terhadap

Lebih terperinci

Analisis Perkembangan Industri

Analisis Perkembangan Industri MARET 2017 Analisis Perkembangan Industri Pusat Data dan Informasi Maret 2017 Pertumbuhan Ekonomi Nasional Pertumbuhan ekonomi nasional, yang diukur berdasarkan PDB harga konstan 2010, pada triwulan IV

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 Nomor Katalog : 9302001.9416 Ukuran Buku : 14,80 cm x 21,00 cm Jumlah Halaman

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2013 SEBESAR -3,30 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2013 SEBESAR -3,30 PERSEN BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2013 SEBESAR -3,30 PERSEN No. 44/08/34/Th. XV, 2 Agustus 2013 Pertumbuhan ekonomi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada

Lebih terperinci

PERANAN PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN TATIEK KOERNIAWATI ANDAJANI, SP.MP.

PERANAN PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN TATIEK KOERNIAWATI ANDAJANI, SP.MP. PERANAN PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN TATIEK KOERNIAWATI ANDAJANI, SP.MP. TM2 MATERI PEMBELAJARAN PENDAHULUAN PERAN PERTANIAN SEBAGAI PRODUSEN BAHAN PANGAN DAN SERAT PERAN PERTANIAN SEBAGAI PRODUSEN BAHAN

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan adalah data sekunder yang sebagian besar berasal

III. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan adalah data sekunder yang sebagian besar berasal 39 III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan adalah data sekunder yang sebagian besar berasal dari Tabel Input-Output Kota Bontang Tahun 2010 klasifikasi 46 sektor yang diagregasikan

Lebih terperinci

Statistik KATA PENGANTAR

Statistik KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) menjadi sangat strategis, karena potensinya yang besar dalam menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat, dan sekaligus menjadi tumpuan sumber

Lebih terperinci

BAB VI ANALISIS MULTIPLIER & DISTRIBUSI PENDAPATAN RUMAH TANGGA. Investasi infrastruktur transportasi di Provinsi Jawa Barat diharapkan

BAB VI ANALISIS MULTIPLIER & DISTRIBUSI PENDAPATAN RUMAH TANGGA. Investasi infrastruktur transportasi di Provinsi Jawa Barat diharapkan 138 BAB VI ANALISIS MULTIPLIER & DISTRIBUSI PENDAPATAN RUMAH TANGGA 6.1. Infrastruktur dan Kinerja perekonomian Investasi infrastruktur transportasi di Provinsi Jawa Barat diharapkan dapat meningkatkan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2016 2 BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 45/08/34/Th.XVIII, 5 Agustus 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2016 EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN II 2016 TUMBUH 5,57 PERSEN LEBIH

Lebih terperinci

V. DESKRIPSI USAHA KECIL MENENGAH DALAM PEREKONOMIAN PROPINSI JAWA TIMUR

V. DESKRIPSI USAHA KECIL MENENGAH DALAM PEREKONOMIAN PROPINSI JAWA TIMUR V. DESKRIPSI USAHA KECIL MENENGAH DALAM PEREKONOMIAN PROPINSI JAWA TIMUR 5.1 Profil dan Peranan Strategis UKM dalam Perekonomian Propinsi Jawa Timur Peranan usaha kecil menengah (UKM) di Jawa Timur cukup

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang masih memegang peranan dalam peningkatan perekonomian nasional. Selain itu, sebagian besar penduduk Indonesia masih menggantungkan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA FEBRUARI 2011

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA FEBRUARI 2011 BADAN PUSAT STATISTIK No.21/04/Th.XIV, 1 April PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA FEBRUARI A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR FEBRUARI MENCAPAI US$14,40 MILIAR Nilai ekspor Indonesia mencapai US$14,40

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA PERDAGANGAN BESAR

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA PERDAGANGAN BESAR BADAN PUSAT STATISTIK No. 24/04/Th. XIII, 1 April PERKEMBANGAN INDEKS HARGA PERDAGANGAN BESAR FEBRUARI HARGA GROSIR NAIK 0,04 PERSEN, HARGA GROSIR BAHAN BAKU NAIK 0,05 PERSEN Pada bulan Indeks harga grosir/agen

Lebih terperinci

PERANAN SEKTOR AGROINDUSTRI TERHADAP PEREKONOMIAN KABUPATEN ROKAN HILIR: ANALISIS STRUKTUR INPUT-OUTPUT

PERANAN SEKTOR AGROINDUSTRI TERHADAP PEREKONOMIAN KABUPATEN ROKAN HILIR: ANALISIS STRUKTUR INPUT-OUTPUT PERANAN SEKTOR AGROINDUSTRI TERHADAP PEREKONOMIAN KABUPATEN ROKAN HILIR: ANALISIS STRUKTUR INPUT-OUTPUT THE ROLE OF THE AGROINDUSTRY SECTOR TO ECONOMY OF KABUPATEN ROKAN HILIR ANALYSIS OF THE INPUT-OUTPUT

Lebih terperinci

Statistik KATA PENGANTAR

Statistik KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) menjadi sangat strategis, karena potensinya yang besar dalam menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat, dan sekaligus menjadi tumpuan sumber

Lebih terperinci

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009 ACEH ACEH ACEH SUMATERA UTARA SUMATERA UTARA SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT RIAU JAMBI JAMBI SUMATERA SELATAN BENGKULU LAMPUNG KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KEPULAUAN RIAU DKI JAKARTA JAWA BARAT

Lebih terperinci

D a f t a r I s i. iii DAFTAR ISI. 2.8 Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 2.9 Sektor Jasa-Jasa 85

D a f t a r I s i. iii DAFTAR ISI. 2.8 Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 2.9 Sektor Jasa-Jasa 85 D a f t a r I s i Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Grafik Daftar Tabel DAFTAR ISI Daftar Tabel Pokok Produk Domestik Regional Bruto Kota Samarinda Tahun 2009-2011 BAB I PENDAHULUAN 1 1.1. Umum 1 1.2. Konsep

Lebih terperinci

VII. PERANAN DAN DAMPAK KEBIJAKAN SUBSIDI PUPUK DALAM PEREKONOMIAN

VII. PERANAN DAN DAMPAK KEBIJAKAN SUBSIDI PUPUK DALAM PEREKONOMIAN VII. PERANAN DAN DAMPAK KEBIJAKAN SUBSIDI PUPUK DALAM PEREKONOMIAN 7.1. Peranan Langsung Sektor Pupuk Terhadap Nilai Tambah Dalam kerangka dasar SNSE 2008, nilai tambah perekonomian dibagi atas tiga bagian

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA APRIL 2015

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA APRIL 2015 BADAN PUSAT STATISTIK No. 48/05/Th. XVIII, 15 Mei PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA APRIL A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR APRIL MENCAPAI US$13,08 MILIAR Nilai ekspor Indonesia April mencapai US$13,08

Lebih terperinci

DAFTAR ISI 1. KERANGKA PIKIR PENYUSUNAN RENCANA STRATEGIS 3 PENGEMBANGAN INDUSTRI NASIONAL

DAFTAR ISI 1. KERANGKA PIKIR PENYUSUNAN RENCANA STRATEGIS 3 PENGEMBANGAN INDUSTRI NASIONAL RENCANA STRATEGIS PENGEMBANGAN INDUSTRI 2010-2014 Agus Tjahajana j Sekretaris Jenderal DAFTAR ISI 1. KERANGKA PIKIR PENYUSUNAN RENCANA STRATEGIS 3 PENGEMBANGAN INDUSTRI NASIONAL 2010-2020 2. PENENTUAN

Lebih terperinci