IV. METODOLOGI PENELITIAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IV. METODOLOGI PENELITIAN"

Transkripsi

1 IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data sekunder seperti tabel I-O Indonesia klasifikasi 175 sektor tahun 2005 dan 2008, Survey Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2008, Survey Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) tahun 2008, Statistik Indonesia tahun 2008 yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik, serta data Statistik Kehutanan Indonesia tahun 2008, Statistik Bina Produksi Kehutanan tahun yang bersumber dari Departemen Kehutanan serta data-data hasil studi literatur lainnya yang menunjang penelitian Struktur Tabel Input-Output Miyazawa Penelitian ini menggunakan model I-O Miyazawa yang pertama kali diperkenalkan pada tahun 1968 oleh Miyazawa dan ditulis kembali pada tahun Model ini membuat generalisasi keynesian income multipliers kedalam bentuk matriks inter-relational income multipliers. Model I-O Miyazawa merupakan pengembangan lebih lanjut dari model I-O Leontief. Kelebihan model I-O Miyazawa dibanding model I-O lainnya, model ini telah memasukan golongan pendapatan rumahtangga dalam model. Dengan demikian dapat melakukan analisis dampak perubahan final demand suatu sektor perekonomian terhadap pendapatan rumahtangga pada berbagai golongan pendapatan rumahtangga. Penggunaan model I-O Miyazawa di Indonesia masih sangat terbatas. Oleh karena itu, pada penelitian ini dibangun tabel I-O Miyazawa untuk Indonesia Tahun 2008 sebagai langkah awal untuk menjawab tujuan penelitian. Tabel I-O

2 49 Miyazawa pada penelitian ini diklasifikasi menjadi 30 sektor perekonomian yang dikembangkan dari tabel I-O Indonesia Tahun 2008 ditambah institusi rumahtangga sebagai sektor perekonomian yang diklasifikasi menjadi enam golongan pendapatan yaitu rumahtangga kota untuk pendapatan rendah, sedang dan tinggi serta rumahtangga desa untuk pendapatan rendah, sedang dan tinggi. Selain itu untuk mempertajam pembahasan, sektor-sektor berbasis kehutanan yang menjadi fokus pada penelitian ini dilakukan disagregasi menjadi lima sektor yaitu sektor kayu dan hasil hutan lainnya, industri kayu gergajian, industri kayu lapis, industri bubur kertas dan industri mebel dan kerajinan. Rincian sektor selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Agregasi Sektor Pada Tabel Input-Output Miyazawa Tahun 2008 No. Agregasi Sektor Kelompok 1 Tanaman bahan makanan Padi, jagung, ketela pohon, ubi jalar, umbi-umbian, kacang, kedelai, kacang lainnya, sayuran, buah-buahan, padipadian dan bahan makanan lainnya 2 Tanaman perkebunan Karet, tebu, kelapa, kelapa sawit, hasil tanaman serat, tembakau, kopi, teh, cengkeh, kakao, jambu mete, hasil perkebunan lainnya, hasil pertanian lainnya dan jasa pertanian 3 Peternakan Ternak dan hasil-hasilnya kecuali susu segar, susu segar, unggas dan hasilhasilnya, hasil pemeliharaan hewan lainnya, daging, jeroan dan sejenisnya 4 Perikanan Ikan laut dan hasil laut lainnya, ikan darat dan hasil perairan darat, udang, jasa pertanian 5 Kayu dan hasil hutan lainnya Kayu dan hasil hutan lainnya (Kehutanan) 6 Industri kayu gergajian Kayu gergajian dan awetan 7 Industri kayu lapis dan sejenisnya Kayu lapis dan sejenisnya

3 50 Tabel 7. Lanjutan No. Agregasi Sektor Kelompok 8 Industri mebel dan kerajinan Bahan bangunan dari kayu, perabot rumahtangga dan barang terbuat dari kayu, bambu dan rotan, barang anyaman selain dari plastik 9 Industri bubur kertas Bubur kertas 10 Pertambangan dan penggalian Minyak bumi, gas bumi dan panas bumi, Batu bara, bijih timah, nikel, bauksit, tembaga, emas, perak, biji dan pasir besi, barang tambang logam lainnya, barang tambang mineral bukan logam, garam kasar, garam galian segala jenis 11 Industri makanan Daging olahan awetan, makanan dan minuman dari susu, buah-buahan dan sayuran olahan dan awetan, ikan kering dan asin, ikan olahan dan awetan, kopra, minyak hewani dan nabati, beras, tepung terigu, tepung lainnya, roti, mie makaroni, gula biji-bijian kupasan, coklat dan kembang gula, kopi giling dan kupasan, teh olahan, hasil pengolahan kedele, makanan lainnya dan pakan ternak. 12 Industri minuman Minuman beralkohol dan tak beralkohol 13 Industri rokok Tembakau olahan dan rokok 14 Industri pemintalan Kapuk bersih, benang 15 Industri tekstil, pakaian dan kulit 16 Industri kertas dan barang cetakan 17 Industri pupuk, kimia dan barang dari karet Tekstil, tekstil jadi kecuali pakaian, barang rajutan, pakaian jadi, permadani dan tekstil lainnya, kulit dan olahan, barang dari kulit, alas kaki Kertas dan karton, barang-barang dari kertas dan karton, barang cetakan Kimia dasar kecuali pupuk, pupuk, pestisida, damar sintetis bahan plastik, cat, obat-obatan, jamu, sabun, barang kosmetik, bahan kimia lainnya, karet remah dan asap, ban, barang dari karet dan plastik 18 Industri migas Barang-barang hasil kilang minyak, gas alam cair (LNG) 19 Industri semen Semen

4 51 Tabel 7. Lanjutan No. Agregasi Sektor Kelompok 20 Industri barang mineral bukan logam Keramik dan barang dari tanah liat, kaca, bahan bangunan dari kaca dan tanah liat, semen, barang bukan logam 21 Industri logam dasar, besi dan baja 22 Industri alat angkutan, mesin, peralatan dan lainnya Besi dan baja dasar, barang-barang dari besi dan baja, logam dasar bukan besi, barang dari logam bukan besi, alat dapur dari logam, perabot dari logam, bahan bangunan dari logam, barang logam lainnya Mesin penggerak mula, mesin dan perlengkapannya, mesin pembangkit dan motor listrik, mesin listrik, barang elektronika dan komunikasi, alat-alat listrik untuk rumahtangga, perlengkapan listrik lainnya, baterai dan aki, kapal dan jasa perbaikannya, kereta api, kendaraan bermotor selain sepeda motor, sepeda motor, alat angkut lainnya, pesawat terbang, alat ukur fotografi optik dan jam, barang perhiasan, alat musik dan olahraga, barang industri lainnya 23 Listrik, gas dan air bersih Listrik, gas, air bersih 24 Bangunan Bangunan tempat tinggal dan bukan, prasarana pertanian, jalan jembatan dan pelabuhan, bangunan untuk instalasi listrik gas air dan komunikasi 25 Perdagangan Jasa perdagangan 26 Restoran dan hotel Jasa perhotelan dan restoran 27 Angkutan Jasa angkutan kereta api, jalan raya, laut, danau dan sungai, udara, dan jasa penunjang angkutan 28 Komunikasi Jasa komunikasi 29 Keuangan dan jasa perusahaan Bank, lembaga keuangan lainnya, asuransi, dana pensiun, sewa bangunan dan sewa tanah, jasa perusahaan 30 Jasa - jasa Jasa pemerintahan umum, jasa pendidikan, kesehatan dan lainnya dari pemerintah dan swasta, jasa perorangan Sumber : Badan Pusat Statistik, 2009b

5 52 Matriks dalam tabel I-O Miyazawa pada penelitian ini terdiri dari matriks permintaan antara, matriks permintaan akhir dan matriks input primer. Matriks permintaan antara atau sering disebut matriks input antara merupakan transaksi input-output antar sektor perekonomian yang terdiri dari 30 sektor perekonomian ditambah dengan institusi rumahtangga dengan enam klasifikasi golongan pendapatan yaitu rumahtangga golongan pendapatan rendah, sedang dan tinggi baik di perkotaan dan perdesaan. Dimasukannya institusi rumahtangga dalam matriks permintaan antara merupakan ciri khas model I-O Miyazawa yang membedakannya dengan tabel input-output lainnya yaitu adanya generalisasi keynesian income multipliers kedalam bentuk matriks inter-relational income multipliers. Tabel 8. Struktur Tabel Input-Output Miyazawa Tahun 2008 Kolom Sektor Baris

6 53 Keterangan : a) Sisi baris Baris 1 s.d 30 = sektor ekonomi sebagai penghasil/penyedia produk yang digunakan oleh sektor lain (sektor kolom) sebagai input antara Baris 31 = rumahtangga kota pendapatan rendah Baris 32 = rumahtangga kota pendapatan sedang Baris 33 = rumahtangga kota pendapatan tinggi Baris 34 = rumahtangga desa pendapatan rendah Baris 35 = rumahtangga desa pendapatan sedang Baris 36 = rumahtangga desa pendapatan tinggi Baris 190 = jumlah input antara Baris 202a = surplus usaha sisa Baris 203 = penyusutan Baris 204 = pajak tak langsung bersih Baris 210 = jumlah input b) Sisi kolom Kolom 1 s.d 30 = sektor ekonomi sebagai penghasil/penyedia produk yang digunakan oleh sektor lain (sektor kolom) sebagai input antara Kolom 31 = konsumsi rumahtangga kota pendapatan rendah Kolom 32 = konsumsi rumahtangga kota pendapatan sedang Kolom 33 = konsumsi rumahtangga kota pendapatan tinggi Kolom 34 = konsumsi rumahtangga desa pendapatan rendah Kolom 35 = konsumsi rumahtangga desa pendapatan sedang Kolom 36 = konsumsi rumahtangga desa pendapatan tinggi Kolom 180 = jumlah permintaan antara Kolom 302 = konsumsi pemerintah Kolom 303 = pembentukan modal tetap bruto Kolom 304 = perubahan inventori Kolom 305 = jumlah ekspor untuk barang dan jasa

7 54 Kolom 409 Kolom 600 = jumlah impor untuk barang dan jasa = jumlah output Matriks permintaan akhir dalam model I-O Miyazawa terdiri dari konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap bruto, perubahan inventori dan jumlah ekspor bersih (barang dan jasa). Adapun matriks input primer terdiri dari surplus usaha, pajak tak langsung bersih dan penyusutan. Untuk kepentingan analisis dan kemudahan dalam membaca tabel, maka setiap sektor diberi nomor kode sesuai dengan klasifikasi yang dibuat oleh Badan Pusat Statistik seperti dalam tabel I-O Indonesia klasifikasi 175 sektor. Nomor kode lain yang juga digunakan pada tabel I-O Indonesia Tahun 2008 yang menjadi data dasar dalam penyusunan tabel I-O Miyazawa diantaranya adalah konsumsi rumahtangga (kode 301) yang ditempatkan pada kolom permintaan akhir serta upah dan gaji (kode 201) yang ditempatkan pada kolom input primer Penyusunan Tabel Input-Output Miyazawa Tahun Agregasi atau Disagregasi Sektor Langkah awal yang dilakukan dalam penyusunan tabel I-O Miyazawa adalah melakukan agregasi atau disagregasi sektor perekonomian yang didasarkan pada tabel I-O pada tahun yang sama. Agregasi atau disagregasi sektor dilakukan menurut kepentingan penelitian. Pada penelitian ini, dilakukan agregasi sektor perekonomian menjadi 30 sektor yang didasarkan pada tabel I-O Indonesia Tahun 2008 sebagai tabel dasar. Namun demikian, jika tabel I-O yang dijadikan tabel dasar pada tahun yang akan dianalisis belum tersedia, maka langkah awal yang

8 55 perlu dilakukan adalah menyusun tabel baru atau melakukan up-dating terhadap tabel I-O yang sudah ada sebelumnya. Menurut BPS (2000), berdasarkan jenis data yang tersedia maka metode penyusunan tabel I-O dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu metode survey, metode semi survey dan metode non-survey. Metode survey digunakan apabila seluruh data yang diperlukan dikumpulkan secara langsung melalui survey atau penelitian lapangan. Metode semi survey digunakan apabila sebagian data yang diperlukan dikumpulkan secara langsung melalui survey terutama data pendukung pembentukan matriks kuadran I. Sementara metode non-survey digunakan apabila seluruh data yang diperlukan diperoleh dari suatu tabel I-O lain yang sudah ada Penentuan Jenis Tabel Transaksi Jenis tabel transaksi yang digunakan dalam penyusunan tabel Input Output Miyazawa Tahun 2008 adalah tabel transaksi total atas dasar harga produsen. Nilai transaksi pada tabel ini mencakup nilai dari semua transaksi barang/jasa baik impor maupun domestik dengan menggunakan harga produsen. Oleh karena itu, margin perdagangan dan biaya pengangkutan diperlakukan sebagai input antara yang berasal dari sektor perdagangan dan biaya pengangkutan. Tabel transaksi total atas dasar harga produsen ini berperan penting dalam melakukan analisis dengan model yang diturunkan dari tabel I-O karena transaksi pada tabel ini benar-benar mencerminkan kegiatan ekonomi di suatu wilayah, dalam hal ini perekonomian Indonesia, yang dinilai dengan harga dari sisi produsen.

9 Penyusunan Matriks Inter-Relational Income Multipliers Penyusunan tabel I-O Miyazawa Tahun 2008 memerlukan data data pendukung untuk menyusun matriks inter-relational income multipliers dalam matriks transaksi input antara. Pada penelitian ini, matriks inter-relational income multipliers pada sisi baris dan kolom terdiri dari baris 31 hingga baris 36. Pada sisi baris menjelaskan pendapatan rumahtangga pada berbagai golongan pendapatan di perkotaan maupun perdesaan. Sementara itu, sisi kolom menjelaskan konsumsi rumahtangga pada berbagai golongan pendapatan di perkotaan maupun perdesaan. Data yang digunakan untuk menyusun matriks inter-relational income multipliers yaitu data Susenas Tahun 2008, data Sakernas Tahun 2008 dan data statistik lainnya yang diperoleh dari Bagian Konsolidasi Neraca Sosial Ekonomi, Badan Pusat Statistik. 1. Penyusunan Matrik Baris Menurut Sonis dan Hewings (2000), matriks inter-relational income multipliers sisi baris diperoleh dari pendapatan rumahtangga sebagai balas jasa atas faktor produksi yang dimilikinya. Pada penelitian ini, klasifikasi penggolongan pendapatan rumahtangga rendah, sedang dan tinggi baik di perkotaan maupun perdesaan, didasarkan pada data Upah Minimum Provinsi (UMP) seluruh Indonesia tahun 2008 yang bersumber dari Asosiasi Pengusahan Indonesia (Apindo, 2009) dan komposisi struktur pendapatan rumahtangga dalam Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) Indonesia Tahun 2005 (BPS, 2008c). Data UMP yang dimaksud adalah rata-rata UMP seluruh Indonesia. Data UMP ini digunakan untuk melakukan klasifikasi rumahtangga pendapatan rendah.

10 57 Pada penelitian ini diasumsikan rumahtangga pendapatan rendah baik di perkotaan maupun di perdesaan adalah rumahtangga yang memiliki pendapatan di bawah UMP. Berdasarkan publikasi Apindo (2009), rata-rata UMP seluruh Indonesia tahun 2008 sebesar Rp per bulan. Sementara itu, data SNSE Indonesia Tahun 2005 digunakan untuk melakukan klasifikasi rumahtangga pendapatan tinggi. Hasil perhitungan diperoleh bahwa rumahtangga pendapatan tinggi adalah rumahtangga yang memiliki pendapatan rata-rata di atas Rp per bulan. Adapun rumahtangga pendapatan sedang adalah rumahtangga yang memiliki pendapatan lebih besar dari rumahtangga pendapatan rendah (di atas UMP) dan lebih kecil dari rumahtangga pendapatan tinggi seperti yang terlihat pada Tabel 9. Tabel 9. Klasifikasi Rumahtangga Berdasarkan Golongan Pendapatan Golongan Rumahtangga Pendapatan Rata-Rata (Rp / bulan) Pendapatan Rendah < Pendapatan Sedang < pendapatan < Pendapatan Tinggi > Sumber : 1. Badan Pusat Statistik, 2008c (diolah) 2. Asosiasi Pengusaha Indonesia, 2009 (diolah) Menurut Sonis dan Hewings (2000), pengisian sel pendapatan rumahtangga pada sisi baris (matriks V) dilakukan dengan mengalikan proporsi pendapatan rumahtangga dari setiap sektor dengan total pendapatan rumahtangga menurut golongan pendapatan. Adapun proses perhitungan pendapatan rumahtangga dari setiap sektor menurut golongan pendapatan adalah sebagai berikut :

11 58 ΣS j (P) R ΣS j (P) I j ΣS j (S) θ j V j(l,m,h)(u,r) = ΣC i - ΣW j = ΣS j (P) / ΣS j = R*S j = W j + S j (P) = S j - S j (P) = I j / ΣI j = θ j *ΣI (l,m,h)(u,r) dimana : C i W j S j ΣS j (P) ΣS j (S) R ΣI j θ j V j(l,m,h) l,m,h U,R i,j = konsumsi rumahtangga = upah/gaji = surplus usaha = surplus usaha parsial = surplus usaha sisa = rasio surplus usaha parsial dengan surplus usaha = total pendapatan rumahtangga = proporsi pendapatan rumahtangga = pendapatan rumahtangga pada berbagai golongan pendapatan = rumahtangga pendapatan rendah, sedang, tinggi = rumahtangga perkotaan dan perdesaan = sektor ke-i dan j 2. Penyusunan Matrik Kolom Sonis dan Hewings (2000), pengisian sel pada kolom tabel I-O Miyazawa tahun 2008 (matriks C) dilakukan dengan mengalikan proporsi konsumsi rumahtangga setiap sektor dengan total konsumsi rumahtangga menurut golongan pendapatan. Pada penelitian ini, klasifikasi konsumsi rumahtangga menurut golongan pendapatan didasarkan pada komposisi pengeluaran konsumsi rumahtangga dalam Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) Indonesia Tahun 2005 (BPS, 2008c).

12 59 Hasil perhitungan diperoleh informasi bahwa untuk wilayah perdesaan, konsumsi rata-rata rumahtangga pendapatan rendah sebesar Rp per bulan dan rumahtangga pendapatan tinggi sebesar Rp per bulan. Sedangkan konsumsi rumahtangga pendapatan sedang adalah rumahtangga yang tingkat konsumsinya lebih besar dari konsumsi rumahtangga pendapatan rendah dan lebih kecil dari konsumsi rumahtangga pendapatan tinggi. Sementara itu untuk wilayah perkotaan, konsumsi rata-rata rumahtangga pendapatan rendah sebesar Rp per bulan dan rumahtangga pendapatan tinggi sebesar Rp per bulan. Sedangkan konsumsi rumahtangga pendapatan sedang adalah rumahtangga yang tingkat konsumsinya lebih besar dari konsumsi rumahtangga pendapatan rendah dan lebih kecil dari konsumsi rumahtangga pendapatan tinggi. Klasifikasi konsumsi atau pengeluaran rumahtangga pada berbagai golongan pendapatan rumahtangga pendapatan rendah, sedang dan tinggi baik di wilayah perkotaan maupun wilayah perdesaan secara lengkap disajikan pada Tabel 10. Tabel 10. Klasifikasi Konsumsi Rumahtangga Berdasarkan Golongan Pendapatan Golongan Rumahtangga Konsumi Rata-Rata (Rp / bulan) Desa Pendapatan Rendah < Pendapatan Sedang < konsumsi < Pendapatan Tinggi > Kota Pendapatan Rendah < Pendapatan Sedang < konsumsi < Pendapatan Tinggi > Sumber : Badan Pusat Statistik, 2008c (diolah)

13 60 Proses perhitungan besarnya konsumsi rumahtangga tiap sektor menurut golongan pendapatan adalah sebagai berikut : ή i C i (U,R) (l,m,h) = C i / ΣC i = ή i * ΣC (U,R) (l,m,h) dimana : ή i C i ΣC i l,m,h U,R = proporsi konsumsi rumahtangga = konsumsi rumahtangga = total konsumsi pada berbagai golongan pendapatan = sektor ke-i = rumahtangga pendapatan rendah, sedang, tinggi = rumahtangga perkotaan dan perdesaan Rekonsiliasi Data Tahap rekonsiliasi data dilakukan dalam rangka penyesuaian data dalam penyusunan tabel I-O Miyazawa. Rekonsiliasi data terutama untuk memeriksa konsistensi antar sel. Selain itu keseimbangan input-output juga menjadi hal penting yang dilakukan dalam proses rekonsiliasi data. Penyusunan Tabel I-O / Up-dating Tidak Ketersediaan Tabel Dasar Tabel I-O 2008 Ya Agregasi/Disagregasi Sektor - Susenas Sakernas Data statistik lain Penyusunan Matriks Inter-Relational Income Multipliers Tidak Konsistensi Data Ya Tabel I-O Miyazawa 2008 Gambar 9. Proses Penyusunan Tabel Input-Output Miyazawa Tahun 2008

14 Analisis Data Analisis Pertumbuhan Struktural Pada penelitian ini analisis terhadap faktor-faktor pertumbuhan gross output berdasarkan sistem I-O difokuskan untuk menganalisis perkembangan dan sumber-sumber pertumbuhan gross output sektor berbasis kehutanan di Indonesia. Analisis pertumbuhan gross output didasarkan pada perubahan gross output tahun dasar (I-O tahun 2005) dengan tahun analisis (I-O tahun 2008). West (1993) menyatakan bahwa dalam tabel I-O, total output merupakan penjumlahan antara permintaan antara (intermediate input), permintaan akhir domestik (domestic final demand), ekspor minus impor. Secara matematik dapat dituliskan sebagai berikut : X i AX Fd E IM (36) i i i i dimana : Xi A Fdi Ei IMi = total output sektor i = matriks koefisien input output = permintaan akhir domestik sektor i = ekspor sektor i = impor sektor i Perubahan gross output (ΔX) merupakan selisih antara X t dan X 0, dimana (t) menunjukan tahun dasar (tahun 2005) dan (0) menunjukan tahun proyeksi (tahun 2008). Dengan demikian perubahan gross output disebabakan oleh empat komponen penting yaitu expansion of domestic final demand (FD), exsport expansion (EE), import substitution (IS) dan technological change (IO). Zuhdi (1999), jika impor diasumsikan dalam fungsi permintaan total, maka persamaan impor dapat dituliskan menjadi :

15 62 IM m( AX Fd E) atau IM ( 1 )( AX F E) (37) dimana : μ m D IM = 1- m = rasio penawaran domestik terhadap produksi total = IM/D = koefisien impor = permintaan total = impor Dengan demikian formulasi untuk variabel output (X) dapat dituliskan menjadi : X dimana : μ A X Fd E AX f E..... (38) = rasio penawaran domestik terhadap produksi total = matriks koefisien input - output = total output = permintaan akhir domestik = ekspor Menurut pendekatan ini matriks input-output domestik (A = μ A) adalah matriks yang relevan, sehingga bentuk persamaan keseimbangan adalah : X X AX Fd E..... (39) ( I A)( Fd E).. (40) Selanjutnya untuk menguraikan sumber sumber pertumbuhan output dari satu waktu ke waktu lainnya, digunakan bentuk umum persamaan dekomposisi pertumbuhan output yang dituliskan sebagai berikut : X 1 1 Fd 1 E 1 AX Fd) 0 ( AX (41) X 1[( 1 Fd) E ( AX Fd) 0 ( 1 A) X 0 ]..... (42)

16 63 dimana : Δ X α 1 μ 1 Fd E = perubahan nilai dari variabel dan parameter = total output = (I A) -1 1 = invers matriks identitas dikurangi matriks koefisien input-output domestik tahun proyeksi = matriks rasio penawaran domestik terhadap permintaan total tahun proyeksi = permintaan akhir domestik = ekspor Analisis Dampak Sonis dan Hewings (2000), analisis dampak (impact analysis) pada model I-O Miyazawa dapat digunakan untuk mengukur besarnya dampak peningkatan output suatu sektor, dalam hal ini sektor-sektor berbasis kehutanan, terhadap distribusi pendapatan rumahtangga. Pada model I-O Miyazawa, pendapatan rumahtangga pada berbagai kelompok pendapatan dimasukan dalam matriks kuadran I (matriks M) atau matriks A pada Tabel I-O Leontief. Analisis dampak pada penelitian ini digunakan untuk melihat besarnya dampak perubahan output sektor berbasis kehutanan terhadap distribusi pendapatan rumahtangga dengan menggunakan matriks Miyazawa (M) dan penciptaan lapangan kerja dengan menggunakan matriks Leontief (A). Miller dan Blair (1985), persamaan analisis dampak secara umum dituliskan sebagai berikut : X dimana : ΔX α ij i F ij i = perubahan pendapatan rumahtangga menurut golongan pendapatan atau perubahan lapangan kerja = matriks kebalikan leontief (I-A) -1 atau matriks kebalikan leontief untuk matriks Miyazawa (I-M) -1

17 64 ΔF i = perubahan output karena perubahan permintaan akhir = sektor berbasis kehutanan Analisis Keterkaitan Antar Sektor Analisis keterkaitan merupakan analisis untuk melihat sejauhmana suatu sektor perekonomian, dalam hal ini sektor berbasis kehutanan, mampu mendorong pertumbuhan sektor hulu maupun sektor hilirnya. Analisis keterkaitan juga mengindikasikan apakah sektor berbasis kehutanan dapat menjadi sektor kunci dalam perekonomian nasional atau tidak. Analisis keterkaitan pada penelitian ini menggunakan Tabel I-O Indonesia tahun Analisis indeks keterkaitan mulanya dikembangkan oleh Rasmussen (1956) dan Hirschman (1958) untuk melihat keterkaitan antar sektor, terutama untuk menentukan strategi kebijakan pembangunan. Konsep ini kemudian diperbaiki oleh Cella (1984) dan diterapkan oleh Clements dan Rossi (1991). Dikenal dua jenis keterkaitan yaitu keterkaitan ke belakang (backward linkages) dan keterkaitan ke depan (forward linkages). Keterkaitan ke belakang mencerminkan kemampuan suatu sektor untuk meningkatkan pertumbuhan sektor hulunya. Sektor j dikatakan mempunyai keterkaitan ke belakang yang tinggi apabila BL j mempunyai nilai lebih besar dari satu. Rumus yang digunakan untuk mencari nilai indeks total keterkaitan ke belakang adalah : BL j = dimana: BL j α ij n n i 1 n n i 1 j 1 ij ij = indeks total keterkaitan ke belakang sektor j = matriks kebalikan leontief

18 65 Keterkaitan ke depan merupakan kemampuan suatu sektor untuk mendorong pertumbuhan produksi sektor-sektor lain yang memakai input dari sektor tersebut. Sektor i dikatakan mempunyai indeks total keterkaitan ke depan yang tinggi apabila nilai FLi lebih besar dari satu. Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut : FL i = n n j 1 n n i 1 j 1 ij ij dimana: FL i α ij = indeks total keterkaitan ke depan sektor i = matriks kebalikan leontief Tabel I-O Indonesia Tahun 2008 merupakan bentuk model I-O sisi permintaan (demand driven model) yang mengasumsikan perekonomian tumbuh apabila ada peningkatan final demand sebagai exogenous factor. Sementara model I-O sisi penawaran (supply side model) diasumsikan perekonomian dimungkinkan dapat tumbuh bukan oleh final demand tetapi karena adanya perubahan biaya input primer sebagai exogenous factor. Terkait dengan perhitungan keterkaitan sektor, menurut West (1993) menyatakan bahwa keterkaitan ke belakang (backward linkage) dalam model I-O sisi permintaan merupakan forward linkage dalam model model I-O sisi penawaran.

SINKRONISASI PERENCANAAN PEMBANGUNAN YANG BERBASIS DATA

SINKRONISASI PERENCANAAN PEMBANGUNAN YANG BERBASIS DATA SINKRONISASI PERENCANAAN PEMBANGUNAN YANG BERBASIS DATA Dr. Slamet Sutomo Deputi Kepala Badan Pusat Statistik Bidang Neraca dan Analisis Statistik BPS-Statistik Statistik Indonesia Forum Kepala Bappeda

Lebih terperinci

Kata Pengantar KATA PENGANTAR Nesparnas 2014 (Buku 2)

Kata Pengantar KATA PENGANTAR Nesparnas 2014 (Buku 2) Kata Pengantar KATA PENGANTAR Buku 2 Neraca Satelit Pariwisata Nasional (Nesparnas) ini disusun untuk melengkapi buku 1 Nesparnas, terutama dalam hal penyajian data yang lebih lengkap dan terperinci. Tersedianya

Lebih terperinci

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU 6.1. Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku Aktivitas atau kegiatan ekonomi suatu wilayah dikatakan mengalami kemajuan,

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kata Pengantar

KATA PENGANTAR. Kata Pengantar Kata Pengantar KATA PENGANTAR Buku 2 Neraca Satelit Pariwisata Nasional (Nesparnas) ini disusun untuk melengkapi buku 1 Nesparnas, terutama dalam hal penyajian data yang lebih lengkap dan terperinci. Tersedianya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Banyuwangi memiliki peran strategis dalam pembangunan daerah di Jawa Timur baik dari sisi ekonomi maupun letak geografis. Dari sisi geografis, Kabupaten Banyuwangi

Lebih terperinci

Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007

Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007 Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007 TABEL INPUT OUTPUT Tabel Input-Output (Tabel I-O) merupakan uraian statistik dalam bentuk matriks yang menyajikan informasi tentang transaksi barang

Lebih terperinci

gula (31) dan industri rokok (34) memiliki tren pangsa output maupun tren permintaan antara yang negatif.

gula (31) dan industri rokok (34) memiliki tren pangsa output maupun tren permintaan antara yang negatif. 5. RANGKUMAN HASIL Dari hasil dan pembahasan dalam penelitian ini, dapat dirangkum beberapa poin penting sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu: 1. Deviasi hasil estimasi total output dengan data aktual

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA PERDAGANGAN BESAR

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA PERDAGANGAN BESAR BADAN PUSAT STATISTIK No. 05/01/Th. XIII, 4 Januari 2010 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA PERDAGANGAN BESAR NOVEMBER HARGA GROSIR NAIK 0,73 PERSEN Pada bulan November Indeks harga grosir/agen atau Indeks Harga

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kode Sektor Sektor Eknonomi

Lampiran 1. Kode Sektor Sektor Eknonomi 263 Lampiran 1. Kode Sektor Sektor Eknonomi Kode Nama Sektor 1 Padi 2 Jagung 3 Ubi Kayu 4 Ubi-Ubian Lainnya 5 Kacang-kacangan 6 Sayuran dataran ttinggi 7 Sayuran dataran rendah 8 Jeruk 9 Pisang 10 Buah-buahan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR

GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR Pada bab ini dijelaskan mengenai gambaran umum SNSE Kabupaten Indragiri Hilir yang meliputi klasifikasi SNSE Kabupaten Indragiri

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA PERDAGANGAN BESAR

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA PERDAGANGAN BESAR BADAN PUSAT STATISTIK No. 71/11/Th. XIV, 1 November PERKEMBANGAN INDEKS HARGA PERDAGANGAN BESAR OKTOBER HARGA GROSIR NAIK 0,20 PERSEN Pada bulan Indeks harga grosir/agen atau Indeks Harga Perdagangan Besar

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA PERDAGANGAN BESAR

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA PERDAGANGAN BESAR BADAN PUSAT STATISTIK No. 44/07/Th. XIII, 1 Juli PERKEMBANGAN INDEKS HARGA PERDAGANGAN BESAR JUNI HARGA GROSIR NAIK 0,72 PERSEN Pada bulan Juni Indeks harga grosir/agen atau Indeks Harga Perdagangan Besar

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA PERDAGANGAN BESAR

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA PERDAGANGAN BESAR BADAN PUSAT STATISTIK No. 70/11/Th. XIII, 1 November PERKEMBANGAN INDEKS HARGA PERDAGANGAN BESAR OKTOBER HARGA GROSIR NAIK 0,17 PERSEN Pada bulan Indeks harga grosir/agen atau Indeks Harga Perdagangan

Lebih terperinci

Perkembangan Nilai Ekspor dan Impor Industri Pengolahan Tahun 2017 (dalam US$ juta)

Perkembangan Nilai Ekspor dan Impor Industri Pengolahan Tahun 2017 (dalam US$ juta) Ringkasan Eksekutif Perkembangan Ekspor dan Impor Industri Pengolahan Bulan Februari 2017 A. Pertumbuhan Ekspor Impor Industri Pengolahan 12.000 10.000 8.000 6.000 4.000 2.000 0 Perkembangan Nilai Ekspor

Lebih terperinci

KETERKAITAN ANTARSEKTOR PADA PEREKONOMIAN JAWA TIMUR

KETERKAITAN ANTARSEKTOR PADA PEREKONOMIAN JAWA TIMUR KETERKAITAN ANTARSEKTOR PADA PEREKONOMIAN JAWA TIMUR Keterkaitan Sektor Hulu dan Sektor Hilir Hasil dari analisis dengan menggunakan PCA menunjukkan sektor-sektor perekonomian pada bagian hulu dan sektor-sektor

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA PERDAGANGAN BESAR

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA PERDAGANGAN BESAR BADAN PUSAT STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK No. 76/12/Th. XII, 1 Desember PERKEMBANGAN INDEKS HARGA PERDAGANGAN BESAR OKTOBER HARGA GROSIR TURUN 0,07 PERSEN Pada bulan Oktober Indeks harga grosir/agen

Lebih terperinci

KONSTRUKSI DATA DASAR

KONSTRUKSI DATA DASAR IV. KONSTRUKSI DATA DASAR Sumber data utama yang digunakan untuk membangun data dasar (data base) pada model CGE Indomini adalah Tabel I-O Indonesia tahun 2005. Model CGE Indomini merupakan model CGE yang

Lebih terperinci

BOKS II : TELAAH KETERKAITAN EKONOMI PROPINSI DKI JAKARTA DAN BANTEN DENGAN PROPINSI LAIN PENDEKATAN INTERREGIONAL INPUT OUTPUT (IRIO)

BOKS II : TELAAH KETERKAITAN EKONOMI PROPINSI DKI JAKARTA DAN BANTEN DENGAN PROPINSI LAIN PENDEKATAN INTERREGIONAL INPUT OUTPUT (IRIO) BOKS II : TELAAH KETERKAITAN EKONOMI PROPINSI DKI JAKARTA DAN BANTEN DENGAN PROPINSI LAIN PENDEKATAN INTERREGIONAL INPUT OUTPUT (IRIO) IRIO memiliki kemampuan untuk melakukan beberapa analisa. Kemampuan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengujian Model Input Output Koefisien teknis dalam Tabel Input Output menunjukkan kontribusi suatu sektor dalam pembentukan output total secara langsung. Besaran koefisien

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. deskriptif analitik. Penelitian ini tidak menguji hipotesis atau tidak menggunakan

III. METODE PENELITIAN. deskriptif analitik. Penelitian ini tidak menguji hipotesis atau tidak menggunakan III. METODE PENELITIAN Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitik. Penelitian ini tidak menguji hipotesis atau tidak menggunakan hipotesis, melainkan hanya mendeskripsikan

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN SEKTOR AGROINDUSTRI TERHADAP PEREKONOMIAN DI PROVINSI LAMPUNG

ANALISIS KETERKAITAN SEKTOR AGROINDUSTRI TERHADAP PEREKONOMIAN DI PROVINSI LAMPUNG ANALISIS KETERKAITAN SEKTOR AGROINDUSTRI TERHADAP PEREKONOMIAN DI PROVINSI LAMPUNG (Linkage Analysis of The Agroindustry Sector on Economy In Lampung Province) Rendy Oktaliando, Agus Hudoyo, dan Achdiansyah

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA PERDAGANGAN BESAR

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA PERDAGANGAN BESAR BADAN PUSAT STATISTIK No. 24/04/Th. XIII, 1 April PERKEMBANGAN INDEKS HARGA PERDAGANGAN BESAR FEBRUARI HARGA GROSIR NAIK 0,04 PERSEN, HARGA GROSIR BAHAN BAKU NAIK 0,05 PERSEN Pada bulan Indeks harga grosir/agen

Lebih terperinci

VII. ANALISIS KETERKAITAN SEKTOR BERBASIS KEHUTANAN Keterkaitan Sektor Berbasis Kehutanan

VII. ANALISIS KETERKAITAN SEKTOR BERBASIS KEHUTANAN Keterkaitan Sektor Berbasis Kehutanan VII. ANALISIS KETERKAITAN SEKTOR BERBASIS KEHUTANAN 7.1. Keterkaitan Sektor Berbasis Kehutanan Peran strategis suatu sektor tidak hanya dilihat dari kontribusi terhadap pertumbuhan output, peningkatan

Lebih terperinci

KLASIFIKASI INDUSTRI A. Industri berdasarkan klasifikasi atau penjenisannya 1. Aneka industri 2. Industri mesin dan logam dasar

KLASIFIKASI INDUSTRI A. Industri berdasarkan klasifikasi atau penjenisannya 1. Aneka industri 2. Industri mesin dan logam dasar KLASIFIKASI INDUSTRI Industri adalah suatu usaha atau kegiatan yang melakukan proses atau aktivitas yang mengubah dari sesuatu atau bahan mentah menjadi barang setengah jadi atau barang jadi berupa barang

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA PERDAGANGAN BESAR

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA PERDAGANGAN BESAR BADAN PUSAT STATISTIK No. 78/12/Th. XIII, 1 Desember PERKEMBANGAN INDEKS HARGA PERDAGANGAN BESAR NOVEMBER HARGA GROSIR NAIK 0,36 PERSEN Pada bulan Indeks harga grosir/agen atau Indeks Harga Perdagangan

Lebih terperinci

Analisis Perkembangan Industri

Analisis Perkembangan Industri FEBRUARI 2017 Analisis Perkembangan Industri Pusat Data dan Informasi Februari 2017 Pendahuluan Pada tahun 2016 pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat sebesar 5,02%, lebih tinggi dari pertumbuhan tahun

Lebih terperinci

SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI INDONESIA TAHUN 2008 ISSN : 0216.6070 Nomor Publikasi : 07240.0904 Katalog BPS : 9503003 Ukuran Buku : 28 x 21 cm Jumlah Halaman : 94 halaman Naskah : Subdirektorat Konsolidasi

Lebih terperinci

KLASIFIKASI BAKU LAPANGAN USAHA INDONESIA 1997

KLASIFIKASI BAKU LAPANGAN USAHA INDONESIA 1997 KLASIFIKASI BAKU LAPANGAN USAHA INDONESIA 1997 KODE KETERANGAN 000 KEGIATAN YANG BELUM JELAS BATASANNYA 011 PERTANIAN TANAMAN PANGAN, TANAMAN PERKEBUNAN, DAN HORTIKULTURA 012 PETERNAKAN 013 KOMBINASI PERTANIAN

Lebih terperinci

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 65 V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 5.1. Gambaran Umum dan Hasil dari Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 Pada bab ini dijelaskan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA PERDAGANGAN BESAR

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA PERDAGANGAN BESAR BADAN PUSAT STATISTIK No. 30/05/Th. XIV, 2 Mei PERKEMBANGAN INDEKS HARGA PERDAGANGAN BESAR APRIL HARGA GROSIR TURUN 0,07 PERSEN Pada Bulan April Indeks harga grosir/agen atau Indeks Harga Perdagangan Besar

Lebih terperinci

Kata Pengantar KATA PENGANTAR

Kata Pengantar KATA PENGANTAR 2 Ne r a c asa t e l i tpa r i wi s a t ana s i o na l 201 6 KEMENTERI ANPARI WI SATA Websi t e:ht t p: / / www. kemenpar. go. i d ht t p: / / www. i ndonesi a. t r avel Emai l :pusdat i n@kemenpar. go.

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN ANTAR SEKTOR PADA INDUSTRI, PERDAGANGAN DAN JASA ANGKUTAN DI JAWA TIMUR

ANALISIS KETERKAITAN ANTAR SEKTOR PADA INDUSTRI, PERDAGANGAN DAN JASA ANGKUTAN DI JAWA TIMUR ANALISIS KETERKAITAN ANTAR SEKTOR PADA INDUSTRI, PERDAGANGAN DAN JASA ANGKUTAN DI JAWA TIMUR JURNAL ILMIAH Disusun oleh : Wahyu Setiawan 0810210099 JURUSAN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS

Lebih terperinci

ANALISIS PERKEMBANGAN BISNIS SEKTOR PERTANIAN. Biro Riset LMFEUI

ANALISIS PERKEMBANGAN BISNIS SEKTOR PERTANIAN. Biro Riset LMFEUI ANALISIS PERKEMBANGAN BISNIS SEKTOR PERTANIAN Biro Riset LMFEUI Data tahun 2007 memperlihatkan, dengan PDB sekitar Rp 3.957 trilyun, sektor industri pengolahan memberikan kontribusi terbesar, yaitu Rp

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II TINJAUAN PUSTAKA 21 Definisi Pertumbuhan Ekonomi Menurut Hess dan Ross (2000), pertumbuhan ekonomi merupakan peningkatan total barang dan jasa yang dihasilkan suatu negara pada periode waktu tertentu

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA PERDAGANGAN BESAR

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA PERDAGANGAN BESAR BADAN PUSAT STATISTIK No. 05/01/Th. XIV, 3 Januari 2011 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA PERDAGANGAN BESAR DESEMBER HARGA GROSIR NAIK 0,68 PERSEN Pada bulan Indeks harga grosir/agen atau Indeks Harga Perdagangan

Lebih terperinci

Produk Domestik Bruto (PDB)

Produk Domestik Bruto (PDB) Produk Domestik Bruto (PDB) Gross Domestic Product (GDP) Jumlah nilai produk berupa barang dan jasa yang dihasilkan oleh unitunit produksi di dalam batas wilayah suatu negara (domestik) selama satu tahun.

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN DAN DAMPAK PENGGANDA SEKTOR PERIKANAN PADA PEREKONOMIAN JAWA TENGAH : ANALISIS INPUT OUTPUT

ANALISIS KETERKAITAN DAN DAMPAK PENGGANDA SEKTOR PERIKANAN PADA PEREKONOMIAN JAWA TENGAH : ANALISIS INPUT OUTPUT ANALISIS KETERKAITAN DAN DAMPAK PENGGANDA SEKTOR PERIKANAN PADA PEREKONOMIAN JAWA TENGAH : ANALISIS INPUT OUTPUT OLEH: Abdul Kohar Mudzakir Dosen Lab Sosek Perikanan, Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya

Lebih terperinci

TABEL - VII.1 PERKEMBANGAN NILAI INVESTASI MENURUT SKALA USAHA ATAS DASAR HARGA KONSTAN 1993 TAHUN

TABEL - VII.1 PERKEMBANGAN NILAI INVESTASI MENURUT SKALA USAHA ATAS DASAR HARGA KONSTAN 1993 TAHUN TABEL - VII.1 PERKEMBANGAN NILAI INVESTASI MENURUT SKALA USAHA SKALA USAHA 1 Usaha Kecil (UK) 17.968.449 19.510.919 1.542.470 8,58 2 Usaha Menengah (UM) 23.077.246 25.199.311 2.122.065 9,20 Usaha Kecil

Lebih terperinci

Perkembangan Nilai Ekspor dan Impor Industri Pengolahan Tahun 2016

Perkembangan Nilai Ekspor dan Impor Industri Pengolahan Tahun 2016 Ringkasan Eksekutif Perkembangan Ekspor dan Impor Industri Pengolahan Bulan Desember 2016 A. Pertumbuhan Ekspor Impor Industri Pengolahan 12.000 10.000 8.000 6.000 4.000 2.000 0 Perkembangan Nilai Ekspor

Lebih terperinci

TABEL - IV.1 PERKEMBANGAN NILAI PRODUK DOMESTIK BRUTO (PDB) MENURUT SKALA USAHA ATAS DASAR HARGA KONSTAN 1993 TAHUN

TABEL - IV.1 PERKEMBANGAN NILAI PRODUK DOMESTIK BRUTO (PDB) MENURUT SKALA USAHA ATAS DASAR HARGA KONSTAN 1993 TAHUN TABEL - IV.1 PERKEMBANGAN NILAI PRODUK DOMESTIK BRUTO (PDB) MENURUT SKALA USAHA ATAS DASAR HARGA KONSTAN 1993 SKALA USAHA 1 Usaha Kecil (UK) 184.845.034 194.426.046 9.581.012 5,18 2 Usaha Menengah (UM)

Lebih terperinci

DIREKTORI PERUSAHAAN INDUSTRI DI KOTA DENPASAR TAHUN 2016 KECAMATAN DENPASAR TIMUR

DIREKTORI PERUSAHAAN INDUSTRI DI KOTA DENPASAR TAHUN 2016 KECAMATAN DENPASAR TIMUR KECAMATAN DENPASAR TIMUR 1 Industri Air Minum Dalam Kemasan 4 2 Industri Alas Kaki Lainnya 5 3 Industri Alat Pertanian dari Logam 3 4 Industri Alat-alat Dapur Dari Logam 4 5 Industri Alat-alat Dapur dari

Lebih terperinci

V. MEMBANGUN DATA DASAR MODEL CGE AGROINDUSTRI

V. MEMBANGUN DATA DASAR MODEL CGE AGROINDUSTRI V. MEMBANGUN DATA DASAR MODEL CGE AGROINDUSTRI Sumber data utama yang digunakan untuk membangun Model CGE Agroindustri adalah Tabel Input-Output (I-O) tingkat nasional tahun 2003. Untuk melengkapi data

Lebih terperinci

V. MEMBANGUN DATA DASAR

V. MEMBANGUN DATA DASAR V. MEMBANGUN DATA DASAR Sudah dikemukakan sebelumnya, di bagian metodologi bahwa sumber data utama yang digunakan dalam studi ini dalam rangka membangun Model CGE-Investasi Regional (CGE-IR) adalah Tabel

Lebih terperinci

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional Dalam penerbitan buku tahun 2013 ruang lingkup penghitungan meliputi 9 sektor ekonomi, meliputi: 1. Sektor Pertanian

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten Banjarnegara Pada sub bab ini akan dijelaskan mengenai peranan ekonomi sektoral ditinjau dari struktur permintaan, penerimaan

Lebih terperinci

NO NAMA INDUSTRI JENIS INDUSTRI*)

NO NAMA INDUSTRI JENIS INDUSTRI*) Tabel : SP-1C (T). JUMLAH INDUSTRI/KEGIATAN USAHA KECIL Provinsi : DKI JAKARTA Tahun : 2015 TERPASANG SENYATANYA 1 Industri Makanan Kegiatan Rumah Potong dan Pengepakan Daging Unggas 100.00 55.71 Industri

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan adalah data sekunder yang sebagian besar berasal

III. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan adalah data sekunder yang sebagian besar berasal 39 III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan adalah data sekunder yang sebagian besar berasal dari Tabel Input-Output Kota Bontang Tahun 2010 klasifikasi 46 sektor yang diagregasikan

Lebih terperinci

Keterangan * 2011 ** 2012 ***

Keterangan * 2011 ** 2012 *** Keterangan 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 * 2011 ** 2012 *** Produk Domestik Bruto (%, yoy) 3.64 4.50 4.78 5.03 5.69 5.50 6.35 6.01 4.63 6.22 6.49 6.23 Produk Nasional Bruto (%, yoy)

Lebih terperinci

PDB per kapita atas dasar harga berlaku selama tahun 2011 mengalami peningkatan sebesar 13,8% (yoy) menjadi Rp30,8 juta atau US$ per tahun.

PDB per kapita atas dasar harga berlaku selama tahun 2011 mengalami peningkatan sebesar 13,8% (yoy) menjadi Rp30,8 juta atau US$ per tahun. Indonesia pada tahun 2011 tumbuh sebesar 6,5% (yoy), sedangkan pertumbuhan triwulan IV-2011 secara tahunan sebesar 6,5% (yoy) atau secara triwulanan turun 1,3% (qtq). PDB per kapita atas dasar harga berlaku

Lebih terperinci

GROWTH (%) SHARE (%) JENIS PENGELUARAN 2011** 2012*** Q.1 Q.2 Q.3 Q.4 Q.1 Q.2 Q.3 Q.4 Q.1 Q.2 Q.3 Q.4 Q.1 Q.2 Q.3 Q.

GROWTH (%) SHARE (%) JENIS PENGELUARAN 2011** 2012*** Q.1 Q.2 Q.3 Q.4 Q.1 Q.2 Q.3 Q.4 Q.1 Q.2 Q.3 Q.4 Q.1 Q.2 Q.3 Q. Keterangan 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 * 2011 ** 2012 *** Produk Domestik Bruto (%, yoy) 3.64 4.50 4.78 5.03 5.69 5.50 6.35 6.01 4.63 6.22 6.49 6.23 Produk Nasional Bruto (%, yoy)

Lebih terperinci

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional Dalam penerbitan buku Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Tegal Tahun 2012 ruang lingkup penghitungan meliputi

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Ir. M. Tassim Billah, M.Sc.

KATA PENGANTAR. Ir. M. Tassim Billah, M.Sc. KATA PENGANTAR Dalam rangka meningkatkan pelayanan data dan informasi, Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian (Pusdatin) menerbitkan Buku Saku Statistik Makro Triwulanan. Buku Saku Volume V No. 4 Tahun

Lebih terperinci

V. ANALISA SISTEM. 5.1 Agroindustri Nasional Saat Ini

V. ANALISA SISTEM. 5.1 Agroindustri Nasional Saat Ini V. ANALISA SISTEM 5. Agroindustri Nasional Saat Ini Kebijakan pembangunan industri nasional yang disusun oleh Departemen Perindustrian (5) dalam rangka mewujudkan visi: Indonesia menjadi Negara Industri

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Metode Penelitian Penelitian ini mencakup perekonomian nasional dengan obyek yang diteliti adalah peranan sektor kehutanan dalam perekonomian nasional dan perubahan struktur

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 29 III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian adalah data sekunder berupa Tabel Input-Output Indonesia tahun 2008 yang diklasifikasikan menjadi 10 sektor dan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 38 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan memilih lokasi Kota Cirebon. Hal tersebut karena Kota Cirebon merupakan salah satu kota tujuan wisata di Jawa

Lebih terperinci

Jenis-jenis Sumber Daya Alam

Jenis-jenis Sumber Daya Alam Jenis-jenis Sumber Daya Alam Apa yang dimaksud dengan sumber daya alam? Sumber daya alam merupakan kekayaan alam di suatu tempat yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Berbagai jenis tumbuhan,

Lebih terperinci

PENGUKUHAN PKP PER JENIS USAHA JENIS USAHA :... NAMA/MEREK USAHA/ALAMAT : N.P.W.P NO. P.K.P KETERANGAN (1) (2) (3) (4) (5)

PENGUKUHAN PKP PER JENIS USAHA JENIS USAHA :... NAMA/MEREK USAHA/ALAMAT : N.P.W.P NO. P.K.P KETERANGAN (1) (2) (3) (4) (5) L A M P I R A N I PENGUKUHAN PKP PER JENIS USAHA JENIS USAHA :... SE. NO. /PJ. /19... KLU... NO. URUT NAMA/MEREK USAHA/ALAMAT : N.P.W.P NO. P.K.P KETERANGAN (1) (2) (3) (4) (5) KP. PPN. 9B-1. L A M P I

Lebih terperinci

4. KONSTRUKSI DATA DASAR

4. KONSTRUKSI DATA DASAR 4. KONSTRUKSI DATA DASAR Sumber data utama yang digunakan untuk membangun data dasar (data base) pada model CGE INDOTDL adalah Tabel I-O Indonesia tahun 2008. Model CGE INDOTDL merupakan model CGE yang

Lebih terperinci

Kata Pengantar KATA PENGANTAR

Kata Pengantar KATA PENGANTAR Kata Pengantar KATA PENGANTAR Buku 2 Neraca Satelit Pariwisata Nasional (Nesparnas) 2017 ini disusun untuk melengkapi buku 1 Nesparnas. Buku 2 ini menyajikan data yang lebih lengkap dan terperinci mengenai

Lebih terperinci

M E T A D A T A INFORMASI DASAR. 1 Nama Data : Produk Domestik Bruto (PDB) 2 Penyelenggara. Departemen Statistik Ekonomi dan Moneter, : Statistik

M E T A D A T A INFORMASI DASAR. 1 Nama Data : Produk Domestik Bruto (PDB) 2 Penyelenggara. Departemen Statistik Ekonomi dan Moneter, : Statistik M E T A D A T A INFORMASI DASAR 1 Nama Data : Produk Domestik Bruto (PDB) 2 Penyelenggara Departemen Statistik Ekonomi dan Moneter, : Statistik Bank Indonesia 3 Alamat : Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta

Lebih terperinci

5. HASIL DAN PEMBAHASAN

5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Simulasi Model Pertumbuhan kegiatan kepariwisataan di Indonesia yang dikaitkan dengan adanya liberalisasi perdagangan, dalam penelitian ini, dianalisis dengan menggunakan model

Lebih terperinci

(1.42) (1.45) I II III IV I II III IV I II III IV I II * 2012** 2013***

(1.42) (1.45) I II III IV I II III IV I II III IV I II * 2012** 2013*** 8 6 4 2 5.99 6.29 6.81 6.45 6.52 6.49 6.50 6.29 6.36 6.16 5.81 6.11 6.035.81 3.40 2.69 2.04 2.76 3.37 1.70 1.50 2.82 3.18 1.42 2.61 0-2 (1.42) (1.42) (1.45) I II III IV I II III IV I II III IV I II 2010

Lebih terperinci

LAPORAN STATISTIK KINERJA INDUSTRI INDONESIA 2018

LAPORAN STATISTIK KINERJA INDUSTRI INDONESIA 2018 LAPORAN STATISTIK KINERJA INDUSTRI INDONESIA 2018 METODOLOGI STATISTICAL REPORT iii BAB I PERTUMBUHAN INDUSTRI 1 BAB II PERTUMBUHAN INVESTASI 37 BAB III PERTUMBUHAN EKSPOR - IMPOR HASIL PERTANIAN 58 BAB

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Perkembangan Ekspor dan Impor Industri Pengolahan Bulan Januari Perkembangan Nilai Ekspor dan Impor

Ringkasan Eksekutif Perkembangan Ekspor dan Impor Industri Pengolahan Bulan Januari Perkembangan Nilai Ekspor dan Impor Ringkasan Eksekutif Perkembangan Ekspor dan Impor Industri Pengolahan Bulan Januari 2017 A. Pertumbuhan Ekspor Impor Industri Pengolahan 10.400 10.200 10.000 9.800 9.600 9.400 9.200 9.000 10.136,84 Perkembangan

Lebih terperinci

ANALISIS KEBIJAKAN HUBUNGAN ANTARSEKTOR PEREKONOMIAN NASIONAL

ANALISIS KEBIJAKAN HUBUNGAN ANTARSEKTOR PEREKONOMIAN NASIONAL ANALISIS KEBIJAKAN HUBUNGAN ANTARSEKTOR PEREKONOMIAN NASIONAL Saktyanu K. Dermoredjo Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian Jl. A. Yani No. 70 Bogor 16161 PENDAHULUAN Sesaat setelah

Lebih terperinci

PERANAN SEKTOR AGROINDUSTRI TERHADAP PEREKONOMIAN KABUPATEN ROKAN HILIR: ANALISIS STRUKTUR INPUT-OUTPUT

PERANAN SEKTOR AGROINDUSTRI TERHADAP PEREKONOMIAN KABUPATEN ROKAN HILIR: ANALISIS STRUKTUR INPUT-OUTPUT PERANAN SEKTOR AGROINDUSTRI TERHADAP PEREKONOMIAN KABUPATEN ROKAN HILIR: ANALISIS STRUKTUR INPUT-OUTPUT THE ROLE OF THE AGROINDUSTRY SECTOR TO ECONOMY OF KABUPATEN ROKAN HILIR ANALYSIS OF THE INPUT-OUTPUT

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor Alat analisis Input-Output (I-O) merupakan salah satu instrumen yang secara komprehensif dapat digunakan untuk

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pendapatan regional adalah tingkat (besarnya) pendapatan masyarakat pada

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pendapatan regional adalah tingkat (besarnya) pendapatan masyarakat pada 9 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep dan Definsi Pendapatan regional adalah tingkat (besarnya) pendapatan masyarakat pada wilayah analisis. Tingkat pendapatan dapat diukur dari total pendapatan wilayah

Lebih terperinci

NO NAMA INDUSTRI JENIS INDUSTRI*)

NO NAMA INDUSTRI JENIS INDUSTRI*) Tabel : SP-1A (T). JUMLAH INDUSTRI/KEGIATAN USAHA SKALA MENENGAH DAN BESAR Provinsi : DKI JAKARTA Tahun : 2015 NO NAMA INDUSTRI JENIS INDUSTRI*) 1 Industri Makanan Kegiatan Rumah Potong dan Pengepakan

Lebih terperinci

BPS PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BPS PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR BPS PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR No. 03/02/53/Th. XIV, 1 Februari 2011 Angka sementara nilai ekspor nonmigas Propinsi Nusa Tenggara Timur pada bulan Desember 2010 sebesar 1,778 juta *) US $ dengan volume

Lebih terperinci

-2- Mesin dan/atau Peralatan Industri kecil dan/atau Industri menengah; Mengingat : 1. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kement

-2- Mesin dan/atau Peralatan Industri kecil dan/atau Industri menengah; Mengingat : 1. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kement No.440, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENPERIN. Restrukturisasi Mesin. Peralatan Industri Kecil Indis PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20/M-IND/PER/3/2016 TENTANG PERUBAHAN

Lebih terperinci

D a f t a r I s i. iii DAFTAR ISI. 2.8 Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 2.9 Sektor Jasa-Jasa 85

D a f t a r I s i. iii DAFTAR ISI. 2.8 Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 2.9 Sektor Jasa-Jasa 85 D a f t a r I s i Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Grafik Daftar Tabel DAFTAR ISI Daftar Tabel Pokok Produk Domestik Regional Bruto Kota Samarinda Tahun 2009-2011 BAB I PENDAHULUAN 1 1.1. Umum 1 1.2. Konsep

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

GUBERNUR JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 30 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG UPAH MINIMUM SEKTORAL KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 Nomor Katalog : 9302001.9416 Ukuran Buku : 14,80 cm x 21,00 cm Jumlah Halaman

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI BENGKULU TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI BENGKULU TAHUN 2016 BPS PROVINSI BENGKULU No. 10/02/17/XI, 6 Februari 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI BENGKULU TAHUN 2016 EKONOMI BENGKULU TUMBUH 5,30 PERSEN, MENINGKAT DIBANDINGKAN TAHUN 2015 Perekonomian Provinsi Bengkulu

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di wilayah Pulau Kalimantan didasarkan pada beberapa pertimbangan, yaitu: Pulau Kalimantan sangat kaya akan sumberdaya alam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN jiwa (Central Intelligence Agency (CIA),2017). Indonesia merupakan

BAB I PENDAHULUAN jiwa (Central Intelligence Agency (CIA),2017). Indonesia merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia adalah salah satu negara berkembang di Asia Tenggara. Negara dengan jumlah penduduk ke empat terbesar di dunia yaitu dengan 258.316.051 jiwa (Central Intelligence

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB 4 METODE PENELITIAN BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian yang digunakan Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitatif, yaitu penelitian yang sifatnya memberikan gambaran secara umum bahasan yang diteliti

Lebih terperinci

BAB II URAIAN SEKTORAL. definisi dari masing-masing sektor dan sub sektor, sumber data, dan cara

BAB II URAIAN SEKTORAL. definisi dari masing-masing sektor dan sub sektor, sumber data, dan cara BAB II URAIAN SEKTORAL Uraian sektoral yang disajikan pada bab ini mencakup ruang lingkup dan definisi dari masing-masing sektor dan sub sektor, sumber data, dan cara penghitungan nilai tambah bruto atas

Lebih terperinci

ANALISIS INPUT OUTPUT SEKTOR PEREKONOMIAN PROVINSI KALIMANTAN BARAT TAHUN 2010 DENGAN MENGGUNAKAN MODEL LEONTIF

ANALISIS INPUT OUTPUT SEKTOR PEREKONOMIAN PROVINSI KALIMANTAN BARAT TAHUN 2010 DENGAN MENGGUNAKAN MODEL LEONTIF Buletin Ilmiah Math. Stat. dan Terapannya (Bimaster) Volume 03, No. 1 (2014), hal 83 90. ANALISIS INPUT OUTPUT SEKTOR PEREKONOMIAN PROVINSI KALIMANTAN BARAT TAHUN 2010 DENGAN MENGGUNAKAN MODEL LEONTIF

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 32/05/35/Th. XI, 6 Mei 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN I-2013 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur Triwulan I Tahun 2013 (y-on-y) mencapai 6,62

Lebih terperinci

Analisis Peranan Aktivitas Sektor-Sektor Ekonomi terhadap Perekonomian Jawa Barat: Aplikasi Model Input-Output

Analisis Peranan Aktivitas Sektor-Sektor Ekonomi terhadap Perekonomian Jawa Barat: Aplikasi Model Input-Output Analisis Peranan Aktivitas Sektor-Sektor Ekonomi terhadap Perekonomian Jawa Barat: Aplikasi Model Input-Output 1 Latar belakang Oleh: Victor Firmana dan Ari Tjahjawandita Dalam konteks proses pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perkembangan suatu perekonomian dari suatu periode ke periode. berikutnya. Dari satu periode ke periode lainnya kemampuan suatu negara

I. PENDAHULUAN. perkembangan suatu perekonomian dari suatu periode ke periode. berikutnya. Dari satu periode ke periode lainnya kemampuan suatu negara 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah perekonomian suatu negara dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi mengukur prestasi dari perkembangan suatu perekonomian dari

Lebih terperinci

BPS PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BPS PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR BPS PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR No. 03/03/53/Th. XIV, 1 Maret 2011 Total Nilai Ekspor Propinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2010 sebesar 35,937 juta US$, dengan volume sebesar 151,994 ribu ton. Angka sementara

Lebih terperinci

Sumber : Tabel I-O Kota Tarakan Updating 2007, Data diolah

Sumber : Tabel I-O Kota Tarakan Updating 2007, Data diolah 48 V. DUKUNGAN ANGGARAN DALAM OPTIMALISASI KINERJA PEMBANGUNAN BERBASIS SEKTOR UNGGULAN 5.1. Unggulan Kota Tarakan 5.1.1. Struktur Total Output Output merupakan nilai produksi barang maupun jasa yang dihasilkan

Lebih terperinci

LAPORAN STATISTIK KINERJA INDUSTRI INDONESIA 2017

LAPORAN STATISTIK KINERJA INDUSTRI INDONESIA 2017 LAPORAN STATISTIK KINERJA INDUSTRI INDONESIA 2017 METODOLOGI STATISTICAL REPORT iii BAB I PERTUMBUHAN INDUSTRI 1 BAB II PERTUMBUHAN INVESTASI 37 BAB III PERTUMBUHAN EKSPOR - IMPOR HASIL PERTANIAN 58 BAB

Lebih terperinci

Sebagai suatu model kuantitatif, Tabel IO akan memberikan gambaran menyeluruh mengenai: mencakup struktur output dan nilai tambah masingmasing

Sebagai suatu model kuantitatif, Tabel IO akan memberikan gambaran menyeluruh mengenai: mencakup struktur output dan nilai tambah masingmasing Model Tabel Input-Output (I-O) Regional Tabel Input-Output (Tabel IO) merupakan uraian statistik dalam bentuk matriks yang menyajikan informasi tentang transaksi barang dan jasa serta saling keterkaitan

Lebih terperinci

V. SIMPULAN DAN SARAN. 1. Hasil analisis Tipologi Klassen menunjukkan bahwa:

V. SIMPULAN DAN SARAN. 1. Hasil analisis Tipologi Klassen menunjukkan bahwa: V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan hasil perhitungan dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Hasil analisis Tipologi Klassen menunjukkan bahwa: a. Sektor ekonomi Kota Bandar Lampung

Lebih terperinci

PERANAN SEKTOR PERIKANAN PADA PEREKONOMIAN JAWA TENGAH : ANALISIS INPUT OUTPUT

PERANAN SEKTOR PERIKANAN PADA PEREKONOMIAN JAWA TENGAH : ANALISIS INPUT OUTPUT PERANAN SEKTOR PERIKANAN PADA PEREKONOMIAN JAWA TENGAH : ANALISIS INPUT OUTPUT Oleh : Abdul Kohar Mudzakir Dosen Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Jurusan Perikanan, FPIK, Universitas Diponegoro,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. 3.1 Jenis dan Sumber Data. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yaitu

METODE PENELITIAN. 3.1 Jenis dan Sumber Data. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yaitu III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yaitu data Tabel Input-Output Propinsi Kalimantan Timur tahun 2009 klasifikasi lima puluh

Lebih terperinci

M E T A D A T A INFORMASI DASAR

M E T A D A T A INFORMASI DASAR M E T A D A T A INFORMASI DASAR 1 Nama Data : Produk Domestik Bruto (PDB) 2 Penyelenggara Statistik Departemen Statistik : Bank Indonesia 3 Alamat : Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 4 Contact : Divisi Statistik

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 49/PJ/2011 TENTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 49/PJ/2011 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 49/PJ/2011 TENTANG TEMPAT PENDAFTARAN DAN PELAPORAN USAHA BAGI WAJIB PAJAK PADA

Lebih terperinci

ANALISIS MODEL INPUT-OUTPUT

ANALISIS MODEL INPUT-OUTPUT PELATIHAN UNTUK STAF PENELITI Puslitbang Penyelenggaraan Pos dan Telekomunikasi ANALISIS MODEL INPUT-OUTPUT Oleh Dr. Uka Wikarya Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi Universtas

Lebih terperinci

Industrialisasi Sektor Agro dan Peran Koperasi dalam Mendukung Ketahanan Pangan Nasional. Kementerian Perindustrian 2015

Industrialisasi Sektor Agro dan Peran Koperasi dalam Mendukung Ketahanan Pangan Nasional. Kementerian Perindustrian 2015 Industrialisasi Sektor Agro dan Peran Koperasi dalam Mendukung Ketahanan Pangan Nasional Kementerian Perindustrian 2015 I. LATAR BELAKANG 2 INDUSTRI AGRO Industri Agro dikelompokkan dalam 4 kelompok, yaitu

Lebih terperinci

BAB II : TEKANAN TERHADAP LINGKUNGAN Tabel : SE-12. JUMLAH INDUSTRI/KEGIATAN USAHA SKALA MENENGAH DAN BESAR Provinsi : DKI JAKARTA Tahun : 2009

BAB II : TEKANAN TERHADAP LINGKUNGAN Tabel : SE-12. JUMLAH INDUSTRI/KEGIATAN USAHA SKALA MENENGAH DAN BESAR Provinsi : DKI JAKARTA Tahun : 2009 BAB II : TEKANAN TERHADAP LINGKUNGAN Tabel : SE-. JUMLAH INDUSTRI/KEGIATAN USAHA SKALA MENENGAH DAN BESAR Provinsi : DKI JAKARTA Tahun : 009 NO NAMA INDUSTRI JENIS INDUSTRI*) JUMLAH PERUSAHAAN KAPASITAS

Lebih terperinci

Lapangan usaha/pekerjaan tambahan utama (b4p14) File: sakernas00

Lapangan usaha/pekerjaan tambahan utama (b4p14) File: sakernas00 Lapangan usaha/pekerjaan tambahan utama (b4p14) File: sakernas00 Gambaran Tipe: Kontinyu Format: numeric Width: 8 Desimal: 0 Range: 11-950 Observasi Valid: 0 Tidak Valid: 0 DEFINISI Lapangan usaha/pekerjaan

Lebih terperinci

JURNAL AKUNTANSI & EKONOMI FE. UN PGRI Kediri Vol. 2 No. 2, September 2017

JURNAL AKUNTANSI & EKONOMI FE. UN PGRI Kediri Vol. 2 No. 2, September 2017 PERAN SEKTOR BERBASIS INDUSTRI PADA PEREKONOMIAN PROVINSI JAWA TIMUR (Pendekatan Input-Output) Edy Santoso FEB - Universitas Jember edysantoso@unej.ac.id Abstract The development of industrial sector strongly

Lebih terperinci

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN MALUKU UTARA

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN MALUKU UTARA VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN MALUKU UTARA 6.1. Perkembangan Peranan dan Pertumbuhan Ekonomi Sektoral Maluku Utara Kemajuan perekonomian daerah antara lain diukur dengan: pertumbuhan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. sektor, total permintaan Provinsi Jambi pada tahun 2007 adalah sebesar Rp 61,85

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. sektor, total permintaan Provinsi Jambi pada tahun 2007 adalah sebesar Rp 61,85 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Struktur Perekonomian Provinsi Jambi 5.1.1 Struktur Permintaan Berdasarkan tabel Input-Output Provinsi Jambi tahun 2007 klasifikasi 70 sektor, total permintaan Provinsi Jambi

Lebih terperinci