V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010"

Transkripsi

1 65 V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN Gambaran Umum dan Hasil dari Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 Pada bab ini dijelaskan mengenai gambaran umum dari SNSE Kabupaten Musi Rawas tahun 2010, yang meliputi penjelasan mengenai matrik SNSE yang berukuran 10 x 10, yang merupakan agregasi dari matrik SNSE Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 berukuran 54 x 54, selain itu dibahas pula mengenai hasil interpretasi SNSE, kinerja perekonomian berdasarkan SNSE, kinerja sosial berdasarkan SNSE dan neraca daerah terintegrasi. Adapun klasifikasi SNSE Kabupaten Musi Rawas disusun oleh BPS Kabupaten Musi Rawas bekerjasama dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Musi Rawas, berdasarkan karakteristik dari Kabupaten Musi Rawas sendiri. Penyusunan Tabel SNSE Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010, dimaksudkan untuk mengetahui sejauhmana perkembangan pembangunan yang telah dilaksanakan selama ini, selain itu juga untuk mengidentifikasi hambatan apa saja yang terjadi dalam pelaksanaan pembangunan sehingga dapat dicarikan pemecahan masalah yang pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan dari masyarakat Kabupaten Musi Rawas. Gambaran umum mengenai SNSE Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010, dapat dilihat pada Tabel 23 dibawah, dimana dari tabel tersebut menunjukkan bahwa total output seluruh aktivitas ekonomi di Kabupaten Musi Rawas tahun 2010, mencapai Rp. 10,60 triliun yang terdiri dari : (1) output domestik sebesar Rp. 8,36 triliun (diperoleh dari nilai komoditas domestik sebesar Rp. 10,60 triliun dikurangi nilai komoditas impor sebesar Rp. 2,24 triliun); dan (2) nilai komoditas impor sendiri sebesar Rp. 2,24 triliun. Dari output sebesar Rp. 10,60 triliun tersebut, menghasilkan pendapatan regional/pdrb bagi Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010, sebesar Rp. 7,68 triliun atau sekitar 91,9 persen dari total output domestik. Dari sisi penawaran (supply), PDRB merupakan penjumlahan dari : (1) balas jasa faktor produksi tenaga kerja sebesar Rp. 2,27 triliun; (2) faktor produksi kapital/modal (termasuk penyusutan) sebesar Rp. 5,28 triliun; dan (3) pajak tak langsung neto sebesar Rp. 119,4 miliar. Perhitungan PDRB dari sisi permintaan (demand) merupakan akumulasi dari permintaan : (1) konsumsi rumah tangga

2 66 sebesar Rp. 3,34 triliun; (2) permintaan konsumsi pemerintah sebesar Rp. 670,8 miliar; (3) investasi sebesar Rp. 1,03 triliun; (4) ekspor sebesar Rp. 4,87 triliun dikurangi impor yang berjumlah Rp. 2,24 triliun. Berikut ini disampaikan Tabel SNSE Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 sebagai berikut. Tabel 23. SNSE Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 (10 x 10) (Rp Miliar) Faktor Produksi Institusi Sektor Neraca Lainnya Klasifikasi Jumlah Tenaga Kerja , ,9 Kapital , ,4 Rumah tangga , ,0 22,1 249,1 325,1 121, ,5 Perusahaan ,2 90,9 418,7 167,2 75, ,0 Pemerintah 5-135, ,0 356,8 119,4 4, ,6 Komoditi Domestik Komoditi Impor Neraca Kapital Pajak Tak Langsung Neto Luar Kabupaten ,7 561, ,3 929, , , ,3 109,1 920,0 109, , , ,6 277, , ,4 119,4 10 4,1 353,2 486,5 254,6 50, , , ,9 Jumlah 2.277, , , , , , ,2 119, ,9 Sumber : SNSE Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 Dari Tabel 23. diatas terlihat bahwa nilai kebocoran wilayah (regional leakage) yang terjadi di Kabupaten Musi Rawas pada tahun 2010, sebesar Rp. 357,3 miliar. Besarnya kebocoran wilayah yang berasal dari pendapatan faktor produksi tenaga kerja yang dikirim ke luar wilayah sebesar Rp. 4,1 miliar (perpotongan antara baris 10 dengan kolom 1). Selain itu juga terdapat kebocoran wilayah yang berasal dari pendapatan faktor produksi modal/kapital yang dikirim ke luar wilayah sebesar Rp. 353,2 miliar (perpotongan antara baris 10 dengan kolom 2). Kedua komponen tersebut merupakan penyebab terjadinya kebocoran wilayah (regional leakage) di Kabupaten Musi Rawas. Selain itu, terdapat pula transfer dari rumahtangga ke luar daerah (capital outflow) sebesar Rp. 486,5 miliar (baris 10 kolom 3), transfer dari perusahaan ke luar daerah sebesar Rp. 254,6 miliar (baris 10 kolom 4), transfer dari pemerintah ke luar daerah sebesar Rp. 50,7 miliar (baris 10 kolom 5), impor sebesar Rp. 2,24 triliun (baris 10 kolom 7) dan piutang ke luar daerah sebesar Rp. 1,68 triliun (baris 10 kolom 8).

3 67 Pada tahun 2010, total pendapatan rumah tangga yang ada di Kabupaten Musi Rawas sebesar Rp. 4,71 triliun (baris 3) yang bersumber dari : (1) pendapatan tenaga kerja sebesar Rp. 2,27 triliun; (2) pendapatan kapital sebesar Rp. 1,71 triliun; (3) transfer antar rumah tangga sebesar Rp. 22,1 miliar; (4) transfer perusahaan ke rumahtangga sebesar Rp. 249,1 miliar; (5) transfer pemerintah ke rumah tangga sebesar Rp. 325,1 miliar; dan (6) transfer dari luar daerah ke rumahtangga sebesar Rp. 121,4 miliar. Selanjutnya untuk pendapatan institusi perusahaan sebesar Rp. 3,97 triliun (baris 4) bersumber dari : (1) pendapatan modal sebesar Rp. 3,22 miliar; (2) pendapatan rumahtangga sebesar Rp. 90,9 miliar; (3) transfer antar perusahaan sebesar Rp. 418,7 miliar; (4) transfer pemerintah ke perusahaan sebesar Rp. 167,2 miliar; dan transfer dari luar daerah ke perusahaan sebesar Rp. 75,0 miliar. Selain itu, untuk penerimaan pemerintah sebesar Rp. 1,84 triliun (baris 5) bersumber dari : (1) pajak langsung dari rumahtangga sebesar Rp. 135,4 miliar; (2) pajak langsung dari perusahaan sebesar Rp. 1,23 triliun; (3) transfer antar pemerintah sebesar Rp. 356,8 miliar; (4) penerimaan dari pajak tidak langsung sebesar Rp. 119,4 miliar; dan (5) transfer dari luar daerah ke pemerintah sebesar Rp. 4,9 miliar Kinerja Ekonomi Kabupaten Musi Rawas Berdasarkan SNSE Tahun 2010 Untuk melihat kinerja ekonomi Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010, yang diturunkan dari kerangka SNSE Kabupaten Musi Rawas tahun 2010, maka komponen dapat dilihat berupa : (1) struktur perekonomian; (2) output perekonomian; dan (3) nilai tambah bruto. pembahasan berikut ini. Sebagaimana dijelaskan dalam Struktur Perekonomian Kabupaten Musi Rawas Berdasarkan SNSE Tahun 2010 Untuk melihat struktur perekonomian Kabupaten Musi Rawas berdasarkan SNSE Tahun 2010, maka dapat dilihat peranan dari sektor-sektor produksi terhadap perekonomian di Kabupaten Musi Rawas, sebagaimana terlihat pada Tabel 25. dibawah ini.

4 68 Tabel 24. Struktur Perekonomian Kabupaten Musi Rawas Berdasarkan SNSE Tahun 2010 (Juta Rp.) No Sektor Produksi PDRB Persentase 1 - Tanaman Pangan - Tanaman Perkebunan - Peternakan - Kehutanan - Perikanan ,0 949,030, , ,0 50,581, ,0 40,48 12,35 20,72 3,00 0,66 3,76 2 Pertambangan - Migas - Non Migas - Penggalian , ,0 0, ,30 26,90 0,00 3,40 3 Industri - Ind. Makanan dan Minuman - Ind. Barang dari Kayu dan Hasil Hutan - Ind. Kertas dan Barang Cetakan - Ind. Pupuk, Kimia dan Brg Karet - Ind. Barang Galian Bukan Logam - Ind. Migas - Ind. Barang-barang lainnya , , , , ,5 0,0 0,0 9,32 6,46 0,62 0,01 2,12 0,11 0,00 0,00 4 Listrik dan air bersih 6.199,0 0,08 5 Konstruksi ,0 4,82 6 Perdagangan, restoran dan hotel - Perdagangan - Hotel dan Restoran , , ,0 5,25 5,04 0,21 7 Angkutan dan komunikasi - Angkutan Jalan Raya - Angkutan Sungai, danau dan Penyebrangan - Angkutan Udara - Jasa Penunjang Angkutan - Komunikasi 8 Lembaga keuangan dan jasa perusahaan - Bank dan Lembaga Keuangan lainnya - Sewa bangunan 9 Jasa-jasa - Pemerintahan Umum - Jasa Sosial Kemasyarakatan - Jasa-jasa Lainnya , ,0 323,0 0,0 424, , , , , , , , ,0 0,53 0,38 0,00 0,00 0,10 0,14 1,65 0,05 1,60 7,58 5,48 1,27 0,82 Jumlah ,1 100,00 Sumber : SNSE Kabupaten Musi Rawas tahun 2010 Dari Tabel 24. diatas, terlihat bahwa komposisi PDRB Kabupaten Musi Rawas masih di dominasi oleh sektor pertanian dan sektor pertambangan, dimana kedua sektor tersebut memiliki karakteristik teknologi yang berbeda. Sektor pertanian sarat dengan muatan tenaga kerja (labor intensive), sedangkan untuk sektor pertambangan sarat dengan muatan modal (capital intensive). Pada Tabel

5 diatas terlihat pula, kontribusi sektor pertanian memiliki andil tertinggi bagi penciptaan PDRB di Kabupaten Musi Rawas yakni senilai Rp. 3,11 triliun atau sebesar 40,48 persen, adapun dari sektor pertanian yang paling tinggi peranannya adalah sektor tanaman perkebunan yang mampu memberi kontribusi senilai Rp. 1,59 triliun atau sebesar 20,72 persen dari total perekonomian wilayah Kabupaten Musi Rawas, menyusul kemudian sektor tanaman pangan senilai Rp. Rp. 949,03 miliar atau sebesar 12,35 persen. Kontribusi dari sektor pertambangan dan penggalian mempunyai nilai sebesar Rp. Rp. 2,32 triliun atau sebesar 30,30 persen, terdiri dari kontribusi yang berasal dari sektor minyak dan gas bumi sebesar Rp. 2,06 triliun atau 26,90 persen dan sektor penggalian sebesar Rp. 261,01 miliar atau sebesar 3,40 persen. Untuk sektor industri sendiri mempunyai andil terhadap PDRB sebesar Rp. 716,01 miliar atau sebesar 9,32 persen, dengan kontribusi terbesar yang berasal dari sektor industri makanan dan minuman yakni sebesar Rp. 496,42 miliar atau sebesar 6,46 persen dan kontribusi dari sektor industri pupuk, kimia dan bahan karet sebesar Rp. 162,57 miliar atau sebesar 2,12 persen. Bila kita telaah lebih dalam lagi, berdasarkan sub sektor perekonomian terlihat bahwa kontribusi sektor minyak dan gas bumi merupakan sektor terbesar terhadap penciptaan PDRB Kabupaten Musi Rawas sebesar 26,90 persen, diikuti oleh sektor perkebunan khususnya komoditas karet, kelapa sawit dan kopi juga memberi kontribusi terbesar kedua yakni sebesar 20,72 persen terhadap penciptaan PDRB Kabupaten Musi Rawas tahun Sehingga hal tersebut menjadi dasar bagi pemerintah daerah Kabupaten Musi Rawas untuk mendukung pertumbuhan sektor pertambangan dan sektor perkebunan karena selain menjadi basis bagi perekonomian wilayah, sektor tersebut juga dapat dianggap sebagai leading sector bagi pertumbuhan sektor-sektor perekonomian lainnya. Selain itu, sektor yang juga memainkan peran yang cukup penting dalam perekonomian di Kabupaten Musi Rawas adalah sektor perdagangan dengan menyumbang kontribusi terhadap PDRB Kabupaten Musi Rawas sebesar 5,04 persen serta sektor perikanan sebesar 3,76 persen.

6 Output Perekonomian Kabupaten Musi Rawas Berdasarkan SNSE Tahun 2010 Output merupakan nilai produksi (baik barang maupun jasa) yang dihasilkan oleh sektor-sektor ekonomi di suatu negara/wilayah, dengan memperhatikan besarnya output yang diciptakan oleh sektor-sektor dalam perekonomian wilayah, berarti dapat mengetahui pula prospek sumbangan sektorsektor yang berpotensi untuk dapat mendorong pembentukan output di suatu daerah (Aris, 2011). Berdasarkan Tabel 25. menunjukkan bahwa besarnya nilai output seluruh aktivitas ekonomi di Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 sebesar Rp. 10,60 triliun. Dimana output sektor pertanian masih mendominasi perekonomian Kabupaten Musi Rawas, dengan kontribusi mencapai Rp. 4,09 triliun atau sebesar 38,58 persen dari total output perekonomian. Sedangkan sektor pertambangan memiliki kontribusi sebesar Rp. 2,58 triliun atau sebesar 24,35 persen dan sektor industri memiliki kontribusi senilai Rp. 1,60 triliun atau sebesar 15,18 persen. Sedangkan untuk sektor-sektor perekonomian lainnya, peranannya terhadap pembentukan output perekonomian di Kabupaten Musi Rawas berjumlah kurang dari 10 persen. Berikut ini disampaikan tabel output dan nilai tambah bruto menurut sektor di Kabupaten Musi Rawas Tahun Tabel 25. Output dan Nilai Tambah Bruto Menurut Sektor (Rp Juta) Sektor Output Biaya Antara Nilai Tambah Bruto Jumlah % Jumlah % Jumlah % ,6 38, ,6 33, ,0 40,48 Pertambangan ,1 24, ,1 8, ,0 30,30 Industri ,2 15, ,2 30, ,0 9,32 Listrik dan air bersih ,0 0, ,0 0, ,0 0,08 Konstruksi ,3 8, ,3 17, ,0 4,82 Perdagangan, restoran dan hotel ,1 4, ,1 1, ,0 5,25 Angkutan dan komunikasi ,1 0, ,1 0, ,0 0,53 Lembaga keuangan dan jasa perusahaan ,3 1, ,2 0, ,1 1,65 Jasa-jasa ,1 7, ,1 5, ,0 7,58 Jumlah ,7 100, ,7 100, ,1 100,00 Sumber : SNSE Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 Selain itu, untuk lebih jelasnya lagi maka berikut ini juga disampaikan komposisi output sektor perekonomian di Kabupaten Musi Rawas tahun 2010.

7 71 Tabel 26. Komposisi Output Sektor Perekonomian Kabupaten Musi Rawas 2010 No Sektor Nilai (Juta Rupiah) Persentase (%) 1 Padi ,8 9,43 2 Jagung 9.120,3 0,09 3 Tanaman Umbi-umbian ,4 0,30 4 Karet ,5 17,87 5 Kopi ,9 0,36 6 Kelapa Sawit ,4 2,85 7 Tanaman Lainnya ,7 0,82 8 Peternakan dan Hasil-hasilnya ,3 2,97 9 Kehutanan ,7 0,52 10 Perikanan ,5 3,37 11 Pertambangan Migas ,7 21,37 12 Pertambangan Non Migas 0,0 0,00 13 Penggalian ,4 2,98 14 Industri Makanan dan Minuman ,6 11,31 15 Industri barang dari kayu dan hasil hutan lainnya ,9 1,13 16 Industri kertas dan barang cetakan 1.708,8 0,02 17 Industri pupuk, kimia dan barang dari karet ,8 2,55 18 Industi barang galian bukan logam (batubata) ,1 0,17 19 Industri Migas 0,0 0,00 20 Industri barang-barang lainnya 0,0 0,00 21 Listrik, Gas dan Air bersih ,0 0,25 22 Bangunan ,3 8,29 23 Perdagangan ,9 4,05 24 Hotel dan Restoran ,1 0,29 25 Angkutan jalan raya ,3 0,39 26 Angkutan sungai, danau dan penyeberangan 408,1 0,00 27 Angkutan udara 0,0 0,00 28 Jasa penunjang angkutan 497,0 0,00 29 Komunikasi ,7 0,12 30 Bank dan lembaga keuangan lainnya ,8 0,20 31 Sewa bangunan ,5 1,23 32 Pemerintahan umum ,7 5,33 33 Jasa Sosial kemasyarakatan ,3 1,06 34 Jasa-jasa lainnya ,2 0,65 T O T A L ,7 100,00 Sumber : SNSE Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010, (data diolah) Berdasarkan Tabel 26. bila dilihat dari komposisi output perekonomian di Kabupaten Musi Rawas, terlihat. bahwa nilai output dari sektor pertambangan migas dan sektor karet merupakan sektor yang paling dominan kontribusinya dalam menciptakan output perekonomian di Kabupaten Musi Rawas. Sektor pertambangan migas mempunyai nilai output sebesar Rp. 2,26 triliun atau sebesar 21,37 persen, diikuti sektor komoditas karet sebesar Rp. 1,89 triliun atau sebesar 17,87 persen. Selain kedua sektor tersebut, sektor dominan lainnya terhadap

8 72 pembentukan output perekonomian wilayah adalah sektor industri makanan dan minuman sebesar Rp. 1,19 triliun atau sebesar 11,31 persen, sektor komoditas padi sebesar Rp. 1,0 triliun atau sebesar 9,43 persen dan sektor bangunan sebesar Rp. 879,51 milyar atau sebesar 8,29 persen Nilai Tambah Bruto Kabupaten Musi Rawas Berdasarkan SNSE Tahun 2010 Nilai PDRB Kabupaten Musi Rawas mencerminkan tingkat pendapatan regional Kabupaten Musi Rawas melalui seluruh aktivitas ekonominya. Nilai tersebut diperoleh dari total output dikurangi dengan biaya antara yang dikeluarkan oleh seluruh aktivitas ekonomi. Besarnya kontribusi masing-masing sektor terhadap PDRB berbeda dengan kontribusi terhadap nilai output. Perbedaan ini mencerminkan perbedaan tingkat teknologi yang digunakan di masing-masing sektor. Pada pembahasan ini dijelaskan mengenai kontribusi dari nilai tambah bruto (NTB) di Kabupaten Musi Rawas, dimana terlihat bahwa nilai tambah bruto untuk sektor pertanian sebesar Rp. 3,11 triliun atau sebesar 40,48 persen, sedangkan nilai tambah bruto untuk sektor pertambangan sebesar Rp. 2,32 triliun atau sebesar 30,30 persen dan nilai tambah bruto dari sektor industri sebesar Rp. 716,01 miliar atau sebesar 9,32 persen. Secara total nilai tambah bruto Kabupaten Musi Rawas pada tahun 2010 mencapai Rp. 7,68 triliun dengan sektor yang berkontribusi besar adalah sektor pertambangan migas yaitu sebesar Rp. 2,06 triliun atau sebesar 26,90 persen, disusul sektor karet sebesar Rp. 1,32 triliun atau sebesar 17,25 persen, sektor padi sebesar Rp. 832 miliar atau sebesar 10,83 persen, industri makanan dan minuman sebesar Rp. 496 miliar atau sebesar 6,46 persen dan sektor pemerintahan umum sebesar Rp. 421 miliar atau sebesar 5,48 persen, seperti terlihat pada Tabel 27. dibawah ini..

9 73 Tabel 27. Nilai Tambah Bruto Sektor Perekonomian Kabupaten Musi Rawas Berdasarkan Harga Produsen Tahun 2010 (Juta Rp.) No Sektor Nilai % 1 Padi ,0 10,83 2 Jagung 7.259,9 0,09 3 Tanaman Umbi-umbian ,2 0,36 4 Karet ,3 17,25 5 Kopi ,3 0,36 6 Kelapa Sawit ,4 3,10 7 Tanaman Lainnya ,0 1,06 8 Peternakan dan Hasil-hasilnya ,0 3,00 9 Kehutanan ,0 0,66 10 Perikanan ,0 3,76 11 Pertambangan Migas ,0 26,90 12 Pertambangan Non Migas 0,0 0,00 13 Penggalian ,0 3,40 14 Industri Makanan dan Minuman ,1 6,46 15 Industri barang dari kayu dan hasil hutan lainnya ,9 0,62 16 Industri kertas dan barang cetakan 883,0 0,01 17 Industri pupuk, kimia dan barang dari karet ,5 2,12 18 Industi barang galian bukan logam (batubata) 8.222,5 0,11 19 Industri Migas 0,0 0,00 20 Industri barang-barang lainnya 0,0 0,00 21 Listrik, Gas dan Air bersih 6.199,0 0,08 22 Bangunan ,0 4,82 23 Perdagangan ,0 5,04 24 Hotel dan Restoran ,0 0,21 25 Angkutan jalan raya ,0 0,38 26 Angkutan sungai, danau dan penyeberangan 323,0 0,00 27 Angkutan udara 0,0 0,00 28 Jasa penunjang angkutan 424,0 0,01 29 Komunikasi ,0 0,14 30 Bank dan lembaga keuangan lainnya 3.708,0 0,05 31 Sewa bangunan ,1 1,60 32 Pemerintahan umum ,0 5,48 33 Jasa Sosial kemasyarakatan ,0 1,27 34 Jasa-jasa lainnya ,0 0,82 T O T A L ,1 100,00 Sumber : SNSE Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010, (data diolah) 5.3. Kinerja Sosial Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 Berbagai kinerja sosial yang dapat digambarkan dalam kerangka SNSE Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010, diantaranya adalah : (1) distribusi upah dan gaji tenaga kerja menurut sektor usaha dan produktivitas tenaga kerja sektoral; (2) distribusi pendapatan tenaga kerja menurut rumah tangga; (3) distribusi balas jasa faktor produksi; (4) distribusi pendapatan rumah tangga (disposable income); (5) distribusi pengeluaran rumah tangga; dan (6) transfer antar institusi. Berbagai indikator kinerja sosial tersebut akan diuraikan lebih terperinci sebagai berikut.

10 Distribusi Upah dan Gaji Menurut Sektor dan Produktivitas Tenaga Kerja Sektoral Berdasarkan Tabel SNSE Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010, terlihat bahwa untuk distribusi upah dan gaji tenaga kerja menurut sektor usaha menunjukkan distribusi upah dan gaji terbesar terdapat pada sektor pertanian, hal tersebut dikarenakan sektor pertanian merupakan sektor yang menjadi mata pencaharian dominan bagi masyarakat di Kabupaten Musi Rawas. Untuk sektor pertanian sendiri penduduk yang berusaha di sektor perkebunan sebanyak 60 persen, dan sisanya berusaha pada sektor pertanian lain seperti petani tanaman pangan, peternak dan pengembangan sektor perikanan. Pada tahun 2010, di Kabupaten Musi Rawas untuk upah dan gaji yang merupakan imbalan tenaga kerja di sektor pertanian mencapai Rp. 785,37 milyar atau sekitar 0,87 persen dari total upah dan gaji Kabupaten Musi Rawas. Meskipun alokasi upah dan gaji paling besar masuk ke sektor pertanian, akan tetapi produktivitas tenaga kerja sektor pertanian hanya sebesar Rp. 4,03 juta per tenaga kerja, rendahnya produktivitas tenaga kerja sektor pertanian tersebut terutama terkait dengan rendahnya nilai tukar hasil pertanian serta banyaknya tenaga kerja yang menggantungkan hidupnya di sektor ini yakni mencapai orang atau sebanyak 75,44 persen dari jumlah tenaga kerja yang ada di Kabupaten Musi Rawas. Bila dilihat dari secara khusus untuk sektor perkebunan, pada tahun 2010 jumlah tenaga kerja yang bekerja pada sektor perkebunan sebanyak orang atau 45,27 persen dari total tenaga kerja, dan dengan upah dan gaji secara total yang diterima oleh para pekerja pada sektor perkebunan sebesar Rp. 471,22 milyar, sehingga produktivitas tenaga kerja pada sektor perkebunan mencapai Rp. 6,72 juta per tenaga kerja. Jika dilihat dari tingkat produktivitas, maka sektor perkebunan memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat produktivitas sektor pertanian lainnya secara umum. Selanjutnya berdasarkan distribusi upah dan gaji di kabupaten Musi Rawas, yang memiliki pendapatan paling kecil adalah sektor listrik, gas dan air minum yakni sebesar Rp. 1,99 milyar, hal ini disebabkan sedikitnya tenaga kerja yang bekerja di sektor ini yakni sebanyak 120 orang, dengan tingkat produktivitas mencapai Rp.16,65 juta per tenaga kerja. Selain itu, terlihat pada Tabel 29.

11 75 dibawah, upah dan gaji terbesar diterima oleh para pekerja di sektor pertambangan dan penggalian yakni sebesar Rp. 578,60 miliar, dengan jumlah tenaga kerja pada sektor ini sebanyak orang sehingga tingkat produktivitas dari tenaga kerja pada sektor pertambangan dan penggalian menjadi yang paling tinggi yakni sebesar Rp. 320,20 juta per tenaga kerja, kemudian disusul sektor konstruksi bangunan dengan tingkat produktivitas tenaga kerja sebesar Rp. 39,05 juta per tenaga kerja dan sektor industri dengan tingkat produktivitas tenaga kerja sebesar Rp. 37,43 juta per tenaga kerja. Selain itu, sektor-sektor yang memiliki jumlah tenaga kerja yang cukup besar dengan produktivitas tenaga kerja yang relatif tinggi adalah sektor jasa-jasa dan sektor industri. Berikut ini disampaikan mengenai distribusi upah dan gaji tenaga kerja menurut sektor usaha di Kabupaten Musi Rawas Tahun Tabel 28. Distribusi Upah dan Gaji Tenaga Kerja Menurut Sektor Usaha Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 No Sektor Jumlah TK (Orang) Upah & Gaji (Rp. Juta) Produktivitas TK (Rp. Juta/Org) % Jumlah TK % Upah & Gaji % Produktivitas TK ,90 4,03 75,44 34,48 0,87 a. Perkebunan b. Lainnya , ,96 6,72 10,08 45,27 30,18 20,69 13,79 1,44 2,17 2 Pertambangan dan ,20 320,20 0,70 25,40 68,79 Penggalian 3 Industri ,90 37,43 2,04 8,63 8,04 4 Listrik, Gas dan ,10 16,65 0,05 0,09 3,58 Air 5 Konstruksi ,80 39,05 1,19 5,26 8,39 6 Perdagangan ,00 5,00 9,85 5,58 1,07 7 Angkutan, Pergudangan & Komunikasi ,30 1,44 3,26 0,53 0,31 8 Keuangan ,90 17,83 0,40 0,80 3,83 9 Jasa ,40 23,83 7,12 19,23 5,12 Kemasyarakatan Jumlah ,70 465,46 100,00 100,00 100,00 Sumber :SNSE Kabupaten Musi Rawas 2010, (data diolah) Distribusi Pendapatan Tenaga Kerja Menurut Rumah Tangga Berdasarkan Tabel SNSE Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010, juga dapat menunjukkan distribusi pendapatan tenaga kerja menurut klasifikasi rumah tangga, dimana berdasarkan SNSE Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 untuk rumahtangga diklasifikasikan dalam empat kategori yaitu : (1) kategori

12 76 rumahtangga pertanian; (2) rumahtangga produksi, operator alat angkutan, manual dan buruh kasar; (3) rumahtangga tata usaha, penjualan jasa-jasa; dan (4) rumahtangga kepemimpinan, ketatalaksanaan, militer, professional dan teknisi. Penyusunan klasifikasi tersebut berdasarkan data ketenagakerjaan yang diintroduksi ke dalam SNSE Musi Rawas tahun 2010, dimana proporsi tenaga kerja berdasarkan klasifikasi rumah tangga terbesar adalah pada kelompok rumah tangga pertanian. Berdasarkan Tabel 29. terlihat bahwa distribusi pendapatan tenaga kerja paling besar terdapat pada kelompok rumahtangga pertanian dengan nilai sebesar Rp. 766,17 miliar atau sebesar 34,48 persen dari total pendapatan tenaga kerja, kemudian disusul oleh kelompok rumahtangga produksi, operator alat angkutan, manual dan buruh kasar dengan nilai sebesar Rp. 621,45 miliar atau 27,28 persen dari total pendapatan tenaga kerja, rumahtangga tata usaha, penjualan, jasa-jasa dengan nilai sebesar Rp. 504,02 miliar, dan yang terakhir adalah rumahtangga kepemimpinan, ketatalaksanaan, militer, professional dan teknisi dengan nilai Rp. 367,07 miliar atau sebesar 16,11 persen. Tabel 29. Distribusi Pendapatan Tenaga Kerja Menurut Kelompok Rumah Tangga di Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 No Rumah Tangga Jumlah TK (Orang) Pendapatan TK (Rp. Juta) Pendapatan Ekuivalen TK (Rp. Juta/TK) % Jumlah TK % Pendapatan TK % Pendapatan Ekuivalen ,70 4,03 75,44 34,48 3,82 a. Perkebunan ,94 4,03 45,27 20,69 3,82 b. Tanaman Lainnya ,96 4,03 30,18 13,79 3,82 2 Produksi, Operator Alat ,80 17,89 13,46 27,28 16,93 Angkutan, Manual dan buruh kasar 3 Tata Usaha, Penjualan, Jasajasa ,90 22,22 8,79 22,13 21,02 4 Kepemimpinan, Ketatalaksanaan, Militer, Profesional dan Teknisi ,10 61,56 2,31 16,11 58,23 Jumlah ,70 105,71 100,00 100,00 100,00 Sumber : SNSE Kabupaten Musi Rawas 2010, (data diolah) Dari Tabel 29. diatas terlihat bahwa sektor perkebunan di Kabupaten Musi Rawas, banyak menyerap tenaga kerja yakni sebesar orang atau sebesar 45,27 persen dari total tenaga kerja di Kabupaten Musi Rawas, namun disisi lain pendapatan dari tenaga kerja pada sektor perkebunan belum dapat mendukung untuk memperoleh penghasilan yang relatif cukup baik yakni dengan pendapatan rata-rata sebesar Rp. 4,03 juta per tenaga kerja, sehingga dalam usaha

13 77 memperoleh penghasilan yang lebih baik, maka banyak pekerja yang mulai berpindah lapangan pekerjaan dari sektor pertanian khususnya pada sektor perkebunan ke sektor bukan pertanian yang pendapatannya jauh lebih baik. Selain itu, rendahnya pendapatan para petani yang bergantung pada sektor perkebunan diakibatkan dari menurunnya nilai tambah dari sektor pertanian dikarenakan relatif rendahnya harga-harga komoditas sektor pertanian terutama komoditas perkebunan Distribusi Balas Jasa Faktor Produksi Pembahasan mengenai distribusi balas jasa faktor produksi, ditunjukkan oleh analisis pengganda pendapatan pada Tabel SNSE Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010, dimana dapat dilihat pada matrik pendapatan institusi kepada rumah tangga dan perusahaan sebagai pemilik faktor produksi (Lampiran Tabel 2). Tabel 30. Distribusi Balas Jasa Faktor Produksi Berdasarkan Golongan Masyarakat Bukan Institusi Tenaga Kerja Kapital Multiplier % Multiplier % Buruh 0,7714 5,63 0,0361 2,37 Pengusaha 2, ,65 0,1280 8,41 Golongan Bawah 3, ,25 0, ,38 Penerima Pendapatan 1,0955 7,99 0,0715 4,70 Golongan Atas 3, ,83 0, ,07 Perusahaan 2, ,65 0, ,06 Jumlah 13, ,00 1, ,00 Sumber :SNSE Kabupaten Musi Rawas 2010, (data diolah) Bila dilihat dari Tabel 30. diatas terlihat bahwa untuk distribusi balas jasa faktor produksi tenaga kerja, balas jasa terbesar diterima oleh tenaga kerja yang berasal dari tenaga kerja golongan atas bukan pertanian yakni sebesar 27,83 persen, diikuti oleh balas jasa yang diterima oleh tenaga kerja golongan bawah bukan pertanian sebesar 22,25 persen. Sedangkan untuk distribusi balas jasa faktor produksi kapital/modal, balas jasa yang diterima dari kapital didominasi oleh perusahaan sebesar 57,06 persen dan modal/kapital yang berasal dari rumahtangga golongan atas bukan pertanian sebesar 16,07 persen serta modal/kapital yang berasal dari golongan bawah bukan petani sebesar 11,38 persen. Sedangkan untuk petani sendiri, baik sebagai buruh maupun pemilik lahan hanya menguasai kapital/modal sebesar 10,78 persen.

14 Distribusi Pendapatan Rumah Tangga (Disposable Income) Total pendapatan seluruh rumah tangga di Kabupaten Musi Rawas tahun 2010 mencapai Rp. 4,71 triliun, dimana pendapatan rumah tangga tersebut berasal dari : 1) upah/gaji sebesar Rp. 2,27 triliun; 2) pendapatan kapital sebesar Rp. 1,71 triliun; dan 3) transfer sebesar Rp. 722,69 miliar. Golongan rumah tangga yang memperoleh pendapatan paling besar adalah rumahtangga golongan atas bukan pertanian, dengan pendapatan sebesar Rp. 1,46 triliun. Sedangkan golongan rumah tangga yang paling kecil pendapatan rumah tangganya adalah rumah tangga buruh pertanian, dengan total pendapatan sebesar Rp. 370,50 miliar. Dari total pendapatan rumah tangga tersebut, sebesar Rp. 3,34 triliun atau sekitar 70,95 persennya digunakan untuk konsumsi. Sedangkan pendapatan rumah tangga yang digunakan untuk pengeluaran transfer, seperti transfer ke rumah tangga lain, transfer ke luar wilayah dan membayar pajak rumah tangga, nilainya sebesar Rp 753,33 miliar atau sekitar 15,99 persen dari total pendapatan. Sehingga diperoleh selisih antara pendapatan dan pengeluaran, yang dapat dianggap sebagai tabungan rumah tangga mencapai Rp 615,19 miliar atau 13,06 persen dari pendapatan. Rumah tangga golongan atas bukan pertanian merupakan rumahtangga yang mempunyai tabungan terbesar yakni sebesar Rp 326,54 miliar. Rumah tangga golongan atas bukan pertanian dapat memiliki tabungan sebesar 22,32 persen dari total pendapatannya. Adapun sumber-sumber pendapatan rumahtangga dapat berasal dari pendapatan upah/gaji, dan nonupah/nongaji, dimana dalam SNSE Kabupaten Musi Rawas tahun 2010, sumber pendapatan non upah dipisahkan menjadi dua bagian meliputi pendapatan modal dan pendapatan transfer (transfer payment) dari rumah tangga lainnya. Tabel.31. Struktur Pendapatan Rumah Tangga di Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 (dalam Juta Rp.) Pendapatan Golongan Rumah Tangga Upah/Gaji Kapital Transfer Total Nilai % Nilai % Nilai % Nilai % Buruh ,8 46, ,1 10, ,9 43, ,8 100,00 Pengusaha ,0 54, ,3 27, ,6 18, ,9 100,00 Golongan ,0 46, ,7 38, ,8 14, ,5 100,00 Bawah Bukan Penerima ,2 46, ,0 39, ,7 14, ,9 100,00 Pendapatan Golongan Atas ,6 46, ,3 45, ,5 8, ,5 100,00 Jumlah ,7 48, ,3 36, ,6 15, ,6 100,00 Sumber : SNSE Kabupaten Musi Rawas 2010, (data diolah)

15 79 Jika diperhatikan dari Tabel 31 diatas, terlihat bahwa golongan rumahtangga di Kabupaten Musi Rawas tahun 2010, baik rumah tangga berpendapatan tinggi di pertanian (pengusaha) maupun rumahtangga golongan atas bukan pertanian dalam mencari sumber-sumber pendapatannya cenderung lebih banyak mengandalkan pendapatan yang berasal dari kapital/modal sebagai sumber pendapatan utama. Kontribusi pendapatan modal pada komposisi pendapatan kapital kedua golongan rumah tangga tersebut berada pada kisaran 27 persen 45 persen, dan pendapatan modal yang paling banyak adalah pendapatan modal golongan rumah tangga atas bukan pertanian yakni sebesar 45,3 persen. Hal tersebut sangat berbeda dengan rumah tangga pengusaha pertanian yang mengandalkan pendapatan terbesar bersumber dari upah/gaji yakni sebesar 54,2 persen, serta rumahtangga golongan bawah bukan pertanian juga mengandalkan pendapatan yang bersumber dari upah/gaji yakni sebesar 46,87 persen. Selain itu juga, terlihat bahwa sebagian rumah tangga yang berpendapatan tinggi baik di pertanian maupun bukan pertanian adalah pemilik modal yang menerima sewa dan bunga dari usaha investasi sumber daya ekonomi yang dimilikinya, sehingga hal tersebut dapat memberikan tanda bahwa apabila seseorang ingin pendapatannya lebih tinggi lagi, maka orang tersebut harus memobilisasi sumber pendapatannya kepada kepemilikan modal. Beberapa cara untuk meningkatkan pendapatan dengan cara menanamkan modal dalam bentuk usaha, menyewakan rumah ataupun properti, dan yang paling mudah adalah mendepositokan sebagian kekayaan atau tabungannya ke bank. Untuk transfer payment, bagi golongan pendapatan bawah bukan pertanian ataupun buruh baik pada golongan rumah tangga pertanian dan bukan pertanian menjadi salah satu sumber pendapatan utama setelah upah/gaji. Adapun andil transfer payment dalam membentuk total pendapatan rumahtangga mencapai 43,70 persen untuk golongan rumahtangga pertanian dan 14,96 persen untuk golongan rumahtangga bukan pertanian, sedangkan pendapatan kapital bukan merupakan pendapatan yang utama dalam sumber pendapatan mereka Distribusi Pengeluaran Rumah Tangga Struktur pengeluaran rumah tangga di Kabupaten Musi Rawas tahun 2010, pengeluaran untuk konsumsi terbesar berasal dari rumahtangga buruh pertanian

16 80 sebesar Rp. 279,35 miliar atau 94,57 persen, diikuti rumah tangga pengusaha pertanian sebesar Rp. 893,19 miliar atau 83,11 persen dan rumah tangga penerima pendapatan bukan pertanian sebesar Rp. 361,98 miliar atau 72,10 persen. Untuk pengeluaran transfer terbesar berasal dari rumahtangga golongan bawah bukan pertanian sebesar Rp. 285,87 miliar atau 22,34 persen, selanjutnya rumahtangga golongan atas bukan pertanian sebesar Rp. 243,80 miliar atau 15,69 persen dan rumahtangga penerima pendapatan bukan pertanian sebesar Rp. 67,50 miliar atau 13,45 persen. Seperti yang terlihat pada Tabel 32. berikut ini. Tabel 32. Struktur Pengeluaran Rumah Tangga di Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 (dalam Juta Rp.) Pengeluaran Rumah Tangga Konsumsi Transfer Total Tabungan Nilai % Nilai % Nilai % Nilai % Buruh ,0 94, ,0 5, ,0 99,84 476,8 0,16 Pengusaha ,2 83, ,7 11, ,9 94, ,1 5,52 Golongan Bawah ,4 69, ,7 22, ,1 91, ,4 8,05 Bukan Penerima Pendapatan ,3 72, ,5 13, ,8 85, ,1 14,46 Golongan Atas ,5 58, ,1 15, ,6 74, ,9 25,31 Jumlah ,3 71, ,1 15, ,3 86, ,3 100,00 Sumber : SNSE Kabupaten Musi Rawas 2010, (data diolah) Untuk tabungan, jumlah terbesar berasal dari rumah tangga golongan atas bukan pertanian sebesar Rp. 393,22 miliar juta atau 25,31 persen, selanjutnya rumahtangga penerima pendapatan bukan pertanian sebesar Rp. 72,58 miliar atau 14,46 persen dan rumahtangga golongan bawah bukan pertanian sebesar Rp. 102,97 miliar atau 8,05 persen, dari analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin mapan golongan rumahtangga maka akan semakin besar pula jumlah yang dapat mereka tabung Transfer Antar Institusi Tabel SNSE Kabupaten Musi Rawas tahun 2010, juga memperlihatkan transfer antar institusi seperti : 1) transfer antar rumah tangga; 2) transfer perusahaan dan pemerintah ke rumah tangga; serta 3) transfer rumah tangga dan perusahaan ke pemerintah. Berdasarkan Tabel SNSE Kabupaten Musi Rawas tahun 2010, menunjukkan bahwa rumahtangga di Kabupaten Musi Rawas memperoleh total transfer sebesar Rp milyar. Golongan rumah tangga

17 81 yang paling besar memperoleh transfer adalah rumah tangga pengusaha pertanian diikuti oleh rumahtangga golongan bawah bukan pertanian. Selain itu, untuk transfer dari pemerintah ke rumah tangga yang paling besar dinikmati oleh rumahtangga pengusaha pertanian dan rumah tangga buruh pertanian. Seperti terlihat pada Tabel 34. dibawah, dimana transfer yang diterima oleh pemerintah sebesar Rp. 1,72 triliun bersumber dari : (1) pajak langsung yang dibayarkan rumah tangga sebesar Rp. 135,4 milyar; (2) pajak langsung yang dibayarkan perusahaan sebesar Rp. 1,23 triliun; dan (3) transfer antar pemerintah sebesar Rp. 356,77 milyar dimana nilai ini tidak lain adalah nilai transfer pemerintah pusat atau propinsi ke daerah dalam bentuk dana perimbangan. Tabel 33. Sumber Transfer Institusi di Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 No Institusi Sumber Transfer (Rp. Juta) Rumah Perusahaan Pemerintah Tangga Total Transfer A Transfer ke Rumah Tangga 1 Buruh 5.845, , , ,90 2 Pengusaha 4.911, , , ,30 3 Golongan Bawah Non 4 Penerima Pendapatan Non 5 Golongan Atas Non 6.069, , , , , , , , , , , ,60 Jumlah , , , ,50 B Transfer ke Perusahaan , , , ,00 C Transfer ke Pemerintah , , , ,50 Sumber : SNSE Kabupaten Musi Rawas 2010, (data diolah) 5.4. Neraca Daerah Terintegrasi Tabel SNSE selain dapat menunjukkan kinerja ekonomi dan kinerja sosial seperti yang telah digambarkan diatas, juga dapat membentuk beberapa neraca umum yang terintegrasi berupa : (1) neraca pendapatan dan pengeluaran institusi; (2) neraca kapital; dan (3) neraca luar negeri (luar daerah) Neraca Pendapatan dan Pengeluaran Institusi Neraca pendapatan dan pengeluaran institusi menggambarkan besarnya pendapatan dan pengeluaran secara agregat dari seluruh institusi yang terdiri dari rumah tangga, perusahaan dan pemerintah. Komponen dari pengeluaran institusi rumah tangga terdiri dari : (1) transfer antar rumah tangga, (2) alokasi pengeluaran

18 82 rumah tangga ke perusahaan, (3) pengeluaran pajak dari rumah tangga, (4) pengeluaran rumah tangga untuk belanja komoditas, (5) tabungan rumah tangga, dan (6) transfer dari rumah tangga ke luar daerah. Sedangkan untuk pengeluaran institusi perusahaan terdiri dari : (1) Transfer dari perusahaan ke rumah tangga, (2) transfer antar perusahaan, (3) pembayaran pajak langsung, (4) tabungan perusahaan, dan (5) transfer dari perusahaan ke luar daerah. Untuk pengeluaran institusi pemerintah terdiri dari : (1) transfer pemerintah ke rumah tangga, (2) transfer pemerintah ke perusahaan, (3) transfer antar pemerintah, (4) pengeluaran pemerintah, (5) tabungan pemerintah, dan (6) transfer pemerintah ke luar daerah. Total nilai pengeluaran seluruh institusi di daerah ini adalah sebesar Rp. 10,525 triliun. Adapun pengeluaran terbesar adalah pengeluaran rumah tangga untuk belanja sebesar Rp. 3,34 triliun, diikuti oleh pengeluaran perusahaan untuk ditabung sebesar Rp. 1,18 triliun. Komponen pendapatan institusi rumah tangga terdiri dari : (1) pendapatan rumah tangga dari tenaga kerja, (2) pendapatan rumah tangga dari modal, (3) pendapatan transfer antar rumah tangga, (4) pendapatan transfer dari Perusahaan, (5) pendapatan transfer dari pemerintah, dan (6) transfer dari luar daerah ke rumah tangga. Pendapatan institusi perusahaan terdiri dari : (1) pendapatan perusahaan dari modal, (2) pendapatan dari rumah tangga, (3) pendapatan antar perusahaan, (4) pendapatan dari pemerintah, dan (5) transfer dari luar daerah ke perusahaan. Sedangkan pendapatan institusi pemerintah berasal dari : (1) pendapatan pajak langsung dari rumah tangga, (2) pendapatan pajak langsung dari perusahaan, (3) transfer antar pemerintah, (4) penerimaan dari pajak tidak langsung, dan (5) transfer dari luar daerah ke pemerintah. Berdasarkan neraca ini, maka pendapatan institusi paling besar dari pendapatan modal yakni sebesar Rp. 3,22 triliun, diikuti oleh pendapatan rumah tangga yang berasal dari tenaga kerja sebesar Rp. 2,27 triliun, seperti terlihat pada Tabel 34 berikut ini.

19 83 Tabel 34. Neraca Pendapatan dan Pengeluaran Institusi Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 (Milyar Rupiah) No Pengeluaran Nilai No Pendapatan Nilai 1 Rumah Tangga 4.705,50 1 Rumah Tangga 4.705,50 a. Transfer Antar RT 22,1 a. Pendapatan RT dari Tenaga 2.273,8 b. Alokasi Pengeluaran 90,9 Kerja RT ke Persh. c. Pengeluaran Pajak dari RT 135,4 b. Pendapatan RT dari Modal c. Pendapatan Transfer Antar RT d. Pendapatan Transfer dari Persh 1.714,0 22,1 d. Pengeluaran RT untuk 3.342,0 e. Pendapatan Transfer dari 249,1 belanja Komoditas Pemerintah e. Tabungan RT f. Transfer dari Luar Daerah ke 325,1 f. Transfer dari RT ke 628,5 RT Luar Daerah 486,5 121,4 2 Perusahaan 3.972,0 2 Perusahaan 3.972,0 a. Transfer Persh ke RT b. Transfer Antar Persh. 249,1 418,7 a. Pendapatan Persh dari Modal b. Pendapatan dari RT ,2 90,9 c. Pembayaran Pajak 1.231,0 c. Pendapatan Antar Perusahaan 418,7 Langsung d. Tabungan Persh ,6 d. Pendapatan dari Pemerintah e. Transfer dari Luar Daerah ke 167,2 75,0 e. Transfer dari Persh. ke Luar Daerah 254,6 Persh. 3 Pemerintah 1.847,6 3 Pemerintah 1.847,6 a. Transfer Pemerintah ke 325,1 a. Pendapatan Pajak Langsung 135,4 RT dari RT b. Transfer Pemerintah ke Persh. 167,2 b. Pendapatan Pajak Langsung dari Persh ,0 c. Transfer Antar 356,8 c. Transfer Antar Pemerintah 356,8 Pemerintah d. Pengeluaran Pemerintah 670,8 d. Penerimaan dari Pajak Tdk Langsung e. Transfer dari Luar Daerah ke 119,4 4,9 e. Tabungan Pemerintah f. Transfer Pemerintah ke Luar Daerah 277,1 50,7 Pemerintah Total ,1 Total ,1 Sumber : SNSE Kabupaten Musi Rawas 2010, (data diolah) Neraca Kapital Neraca kapital menggambarkan perbandingan besarnya investasi dan piutang sebagai sisi pengeluaran untuk dalam neraca kapital dengan tabungan dan pinjaman luar wilayah sebagai sisi pendapatan. Berdasarkan neraca kapital SNSE Kabupaten Musi Rawas tahun 2010, tergambar bahwa investasi di Kabupaten Musi Rawas sebesar Rp. 1,03 triliun dan nilai piutang sebesar Rp. 1,68 triliun yang berasal dari selisih penerimaan dan pengeluaran transaksi berjalan dan transaksi modal luar negeri.

20 84 Tabel 35. Neraca Kapital Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 (Rp. Miliar) No Pengeluaran Nilai No Pendapatan Nilai 1 Investasi Barang Modal 929,0 1 Tabungan institusi Domestik 2 Investasi Barang Modal 109,4 a. Tabungan Masyarakat 628,5 Impor 3 Piutang 1.685,8 b. Tabungan Perusahaan 1.818,6 c. Tabungan Pemerintah 277,1 2 Pinjaman Luar Negeri (Netto) 0,00 Total 2.724,2 Total 2.724,2 Sumber : SNSE Kabupaten Musi Rawas 2010, (data diolah) Berdasarkan Tabel 35. diatas, total pengeluaran neraca kapital Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 sebesar Rp. 2,72 triliun. Pembiayaan sisi pengeluaran dari neraca kapital ini tidak menggunakan dana pinjaman luar negeri, tetapi diperoleh dari tabungan institusi, terutama tabungan masyarakat dan tabungan perusahaan. Total tabungan institusi bernilai Rp. 2,72 triliun yang komponen terbesarnya berasal dari : (1) tabungan perusahaan sebesar Rp. 1,81 triliun; dan (2) tabungan masyarakat sekitar Rp. 628,5 miliar. Untuk tabungan pemerintah sendiri mencapai angka sebesar Rp. 277,1 miliar. Pada neraca diatas juga terlihat bahwa jumlah tabungan rumah tangga merupakan komponen kedua terbesar dari total tabungan institusi. Dari tabungan tersebut paling besar berasal dari golongan atas bukan pertanian (25,31 persen) dan golongan penerima pendapatan (14,46 persen) seperti yang telah dijelaskan pada Tabel Neraca Luar Negeri (Luar Daerah) Neraca luar negeri (luar daerah) dalam Tabel SNSE Kabupaten Musi Rawas tahun 2010, menggambarkan besarnya transaksi ekonomi luar negeri dengan berbagai pelaku ekonomi di Kabupaten Musi Rawas. Berdasarkan arah dari arus uang, maka yang menjadi komponen pengeluaran neraca luar negeri ini adalah : (1) nilai ekspor; (2) transfer dari luar; (3) penerimaan faktor produksi dari luar; dan (4) piutang. Sedangkan dari komponen pendapatan terdiri dari : (1) nilai impor; (2) transfer ke luar; (3) pembayaran faktor produksi ke luar; dan (4) hutang, seperti terlihat pada Tabel 36 dibawah ini.

21 85 Tabel 36. Neraca Luar Negeri (Luar Daerah) di Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 (Milyar Rupiah) No Pengeluaran Nilai No Pendapatan Nilai 1 Ekspor 4.875,5 1 Impor 2.241,9 2 Transfer dari Luar ke RT 121,4 2 Pendapatan TK dikirim ke Luar 4,1 Daerah 3 Transfer dari Luar ke Persh 75,0 3 Pendapatan Modal dikirim ke Luar Daerah 353,2 4 Transfer dari Luar Ke 4,9 4 Transfer dari RT ke Luar Daerah 486,5 Pemerintah 5 Transfer dari Persh ke Luar Daerah 254,6 6 Transfer dari Pem. ke Luar Daerah 50,7 7 Piutang Luar Daerah 1.685,8 Total 5.076,9 Total 5.076,9 Sumber : SNSE Kabupaten Musi Rawas 2010, (data diolah) Tabel 36. diatas menggambarkan neraca luar negeri (luar daerah) untuk di Kabupaten Musi Rawas tahun 2010 diperkirakan sebesar Rp. 5,07 triliun, dimana besarnya ekspor dari berbagai sektor berjumlah Rp. 4,87 triliun dan nilai impornya sebesar Rp. 2,24 triliun, sedangkan nilai penerimaan produksi dari luar daerah sebesar Rp. 201,3 miliar yang berasal dari : (1) balas jasa yang diterima daerah dari tenaga kerja yang bekerja di luar wilayah (seperti upah TKI) sebesar Rp. 121,4 miliar; (2) balas jasa yang diterima dari luar daerah akibat dari kegiatan investasi perusahaan di luar wilayah sebesar Rp. 75 miliar; serta (3) penerimaan transfer dari luar ke pemerintah sebesar Rp. 4,9 miliar. Sedangkan pembayaran faktor produksi ke luar berjumlah sekitar Rp. 357,4 miliar berupa : (1) pembayaran faktor produksi tenaga kerja sebesar Rp. 353,2 milyar; dan (2) faktor produksi modal ke luar wilayah sebesar Rp. 4,1 milyar Peran Sektor Perkebunan Terhadap Perekonomian Kabupaten Musi Rawas Output dari tanaman sektor perkebunan mempunyai kontribusi sebesar Rp. 2,23 triliun atau sebesar 54,64 persen dari total output sektor pertanian yang berjumlah Rp. 4,09 triliun, sehingga sektor perkebunan dirasakan sangat penting dalam pembentukan output sektor pertanian di Kabupaten Musi Rawas, oleh sebab itu perlunya perhatian semua pihak terhadap pengembangan sektor tersebut dalam mendorong pembangunan wilayah di Kabupaten Musi Rawas seperti tergambar pada Tabel 37. Dibawah ini.

22 86 Tabel 37. Output Sektor di Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 No Sektor Nilai (Juta Rupiah) (%) 1 Padi ,8 24,45 2 Jagung 9.120,3 0,22 3 Tanaman Umbi-umbian ,4 0,77 4 Karet ,5 46,32 5 Kopi ,9 0,93 6 Kelapa Sawit ,4 7,38 7 Tanaman Lainnya ,7 2,14 8 Peternakan dan Hasil-hasilnya ,3 7,69 9 Kehutanan ,7 1,35 10 Perikanan ,5 8,74 Total Output Sektor Kelompok ,6 100,00 Sumber : SNSE Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010, (data diolah) Selain itu pula, untuk mengetahui secara rinci peranan dari sektor perkebunan di Kabupaten Musi Rawas, maka perlu dijelaskan mengenai perbandingan kontribusi sektor perkebunan terutama dalam pembentukan nilai output, nilai tambah bruto, dan pendapatan. Dari Tabel 39. dibawah, terlihat bahwa sektor karet merupakan sektor terbesar dalam pembentukan output sektor perkebunan. Artinya sektor karet merupakan sektor utama yang berperan dalam kelompok sektor perkebunan dengan kontribusi sebesar 84,79 persen. Oleh karena itu, sektor komoditas karet memiliki peran penting dalam pengembangan sektor perkebunan di Kabupaten Musi Rawas, bila dibandingkan dengan komoditas perkebunan lainnya. Seperti terlihat pada Tabel 38 dibawah ini. Tabel 38. Distribusi Output Sektor Perkebunan di Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 No Sektor Kelompok Perkebunan Output (Juta Rupiah) Persentase (%) Jumlah Kepala Rumah Tangga Luas Areal Tanam (Ha) Produktivitas (Juta Rupiah) Rp./KRT Rp/Ha 1 Karet ,5 84, ,98 5,75 2 Kopi ,9 1, ,21 0,95 3 Kelapa Sawit ,4 13, ,02 8,77 Total Output ,9 100, Sumber : SNSE Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010, (data diolah) Selanjutnya, bila dilihat dari sisi produktivitas sektor perkebunan berdasarkan jumlah kepala rumah tangga, maka sektor kelapa sawit mempunyai produktivitas tertinggi diantara sektor yang lain yakni sebesar Rp. 22,02 juta per kepala rumah tangga. Demikian juga pada sisi produktivitas sektor perkebunan berdasarkan luas tanam, maka juga akan terlihat bahwa sektor kelapa sawit

23 87 mempunyai nilai produktivitas tertinggi diantara kedua jenis komoditas perkebunan lainnya yakni sebesar Rp. 8,77 per hektar. Kondisi tersebut dapat mengindikasikan bahwa untuk sektor tanaman karet masih belum optimal terutama dalam menghasilkan output baik dilihat berdasarkan luasan areal tanam maupun jumlah kepala keluarga yang mengusahakannya, dan berarti pula bahwa land rent lahan karet terlihat juga masih rendah dibandingkan dengan sektor kelapa sawit. Berikutnya juga akan dibahas mengenai nilai tambah bruto sektor perkebunan seperti dijelaskan pada Tabel 39 dibawah ini. Tabel 39. Distribusi Nilai Tambah Bruto (NTB) Sektor Perkebunan di Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 No Sektor Kelompok Perkebunan Output (Juta Rupiah) Persentase Jumlah Kepala Rumah Tangga Luas Areal Tanam (Ha) Produktivitas (Juta Rupiah) Rp/KRT Rp/Ha 1 Karet ,3 83, ,48 4,02 2 Kopi ,3 1, ,42 0,69 3 Kelapa Sawit ,4 14, ,38 6,93 Total Output ,0 100, Sumber : SNSE Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010, (data diolah) Dari Tabel 39. diatas terlihat bahwa sektor karet merupakan sektor terbesar dalam pembentukan output sektor perkebunan dengan kontribusi sebesar Rp. 1,32 triliun atau sebesar 83,29 persen dimana sektor komoditas karet memiliki peran penting dalam sektor perkebunan bila dibandingkan dengan sektor perkebunan lainnya. Selanjutnya, bila dilihat dari sisi produktivitasnya, maka output yang berdasarkan tenaga kerja yang mengusahakannya, maka sektor kelapa sawit mempunyai produktivitas tertinggi sebesar Rp. 17,38 juta per kepala rumah tangga. Demikian juga pada sisi produktivitas berdasarkan luasan areal tanam, terlihat sektor kelapa sawit juga mempunyai nilai tertinggi diantara kedua jenis komoditas perkebunan lainnya yakni sebesar Rp. 6,93 juta per hektar, sehingga dari kondisi tersebut dapat mengindikasikan bahwa sektor tanaman karet di Kabupaten Musi Rawas juga masih belum optimal digarap, hal tersebut dikarenakan sebanyak 38,5 persen dari total lahan yang digarap untuk tanaman karet merupakan lahan yang ditanami tanaman yang belum menghasilkan (TBM) dan juga banyaknya tanaman karet yang rusak.

24 Peran Sektor Perkebunan Terhadap Pembentukan Struktur Perekonomian Wilayah Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 Pembahasan ini akan menjelaskan mengenai kontribusi masing-masing komoditas perkebunan terhadap pembentukan struktur output, nilai tambah bruto, pendapatan dan penyerapan tenaga kerja, dimana bila dilihat dari sisi pembentukan output perekonomian, komoditas karet mempunyai nilai output terbesar yakni sebesar Rp. 1,89 triliun atau sebesar 36,64 persen, bila dibandingkan dengan komoditas kopi dan kelapa sawit. Sedangkan untuk nilai tambah bruto, komoditas kelapa sawit mempunyai nilai tambah bruto terbesar yakni sebesar Rp. 238,5 milyar atau sebesar 26,65 persen, bila dibandingkan dengan komoditas karet dan kopi. Selain itu, sektor kopi ternyata juga memberikan kontribusi yang paling tinggi dari sisi ekspor dan investasi dengan nilai Rp. 34,9 milyar atau sebesar 32,59 persen, sedangkan untuk nilai balas jasa tenaga kerja terbesar dari berasal dari komoditas kelapa sawit yakni sebesar Rp. 79,1 milyar atau sebesar 8,84 persen, seperti terlihat pada Tabel 40. berikut ini. Tabel 40. Kontribusi Sektor Perkebunan Terhadap Pembentukan Struktur Perekonomian Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 No Peran Sektor Terhadap Karet Kopi Kelapa Sawit Pembentukan Nilai % Nilai % Nilai % 1 Output (Rp Juta) ,5 36, ,9 35, ,4 33,76 2 Nilai Tambah Bruto (Rp ,3 25, ,3 25, ,4 26,65 Juta) 3 Ekspor dan investasi (Rp ,1 30, ,9 32, ,4 30,75 Juta) 4 Tenaga Kerja (Rp. Juta) ,3 6, ,7 6, ,6 8,84 Total ,2 100, ,8 100, ,8 100,0 Sumber : SNSE Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010, (data diolah) Dari hasil analisis diatas, dapat dinyatakan bahwa secara umum sektor komoditas karet apabila ditinjau dari aspek pembentukan output, nilai tambah bruto, ekspor dan investasi ternyata memiliki peran yang sangat besar dan mempunyai arti sangat penting bagi perekonomian di Kabupaten Musi Rawas, akan tetapi untuk nilai balas jasa tenaga kerja ternyata masih dibawah komoditas kelapa sawit, sehingga dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa komoditas karet belum dapat optimal sepenuhnya dinikmati oleh penduduk yang bekerja dan berusaha di sektor karet dikarenakan masih kecilnya nilai dari pengusahaan komoditas karet yakni sebesar 6,94 persen, sedangkan dari total jumlah kepala

GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR

GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR Pada bab ini dijelaskan mengenai gambaran umum SNSE Kabupaten Indragiri Hilir yang meliputi klasifikasi SNSE Kabupaten Indragiri

Lebih terperinci

SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI INDONESIA TAHUN 2008 ISSN : 0216.6070 Nomor Publikasi : 07240.0904 Katalog BPS : 9503003 Ukuran Buku : 28 x 21 cm Jumlah Halaman : 94 halaman Naskah : Subdirektorat Konsolidasi

Lebih terperinci

VI. PERANAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN KABUPATEN SIAK

VI. PERANAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN KABUPATEN SIAK VI. PERANAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN KABUPATEN SIAK 6.1. Struktur Perekonomian Kabupaten Siak 6.1.1. Struktur PDB dan Jumlah Tenaga Kerja Dengan menggunakan tabel SAM Siak 2003

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS HASIL PENELITIAN

BAB 4 ANALISIS HASIL PENELITIAN BAB 4 ANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini akan menganalisis dampak dari injeksi pengeluaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) pada sektor komunikasi terhadap perekonomian secara agregat melalui sektor-sektor

Lebih terperinci

Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007

Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007 Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007 TABEL INPUT OUTPUT Tabel Input-Output (Tabel I-O) merupakan uraian statistik dalam bentuk matriks yang menyajikan informasi tentang transaksi barang

Lebih terperinci

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU 6.1. Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku Aktivitas atau kegiatan ekonomi suatu wilayah dikatakan mengalami kemajuan,

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 32/05/35/Th. XI, 6 Mei 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN I-2013 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur Triwulan I Tahun 2013 (y-on-y) mencapai 6,62

Lebih terperinci

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN MALUKU UTARA

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN MALUKU UTARA VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN MALUKU UTARA 6.1. Perkembangan Peranan dan Pertumbuhan Ekonomi Sektoral Maluku Utara Kemajuan perekonomian daerah antara lain diukur dengan: pertumbuhan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH No. 11/02/72/Th. XVII. 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH Ekonomi Sulawesi Tengah pada tahun 2013 yang diukur dari persentase kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2011

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2011 No.43/08/33/Th.V, 5 Agustus 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2011 PDRB Jawa Tengah pada triwulan II tahun 2011 meningkat sebesar 1,8 persen dibandingkan triwulan I tahun 2011 (q-to-q).

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH No. 06/02/72/Th. XIV. 7 Februari 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH Ekonomi Sulawesi Tengah tahun 2010 yang diukur dari kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan 2000

Lebih terperinci

Produk Domestik Bruto (PDB)

Produk Domestik Bruto (PDB) Produk Domestik Bruto (PDB) Gross Domestic Product (GDP) Jumlah nilai produk berupa barang dan jasa yang dihasilkan oleh unitunit produksi di dalam batas wilayah suatu negara (domestik) selama satu tahun.

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN III TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN III TAHUN 2014 No. 68/11/33/Th.VIII, 5 November 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN III TAHUN 2014 Perekonomian Jawa Tengah yang diukur berdasarkan besaran PDRB atas dasar harga berlaku pada triwulan III tahun

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2014 No.51/08/33/Th.VIII, 5 Agustus 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2014 Perekonomian Jawa Tengah yang diukur berdasarkan besaran PDRB atas dasar harga berlaku pada triwulan II tahun

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan indikator ekonomi makro yang dapat digunakan untuk melihat tingkat keberhasilan pembangunan ekonomi suatu daerah. Laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Majalengka

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN I-2014 No. 32/05/35/Th. XIV, 5 Mei 2014 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur Triwulan I Tahun 2014 (y-on-y) mencapai 6,40

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA TENGAH

BPS PROVINSI JAWA TENGAH BPS PROVINSI JAWA TENGAH No.24/05/33/Th.IV, 10 Mei 2010 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN I TAHUN 2010 PDRB Jawa Tengah pada triwulan I tahun 2010 meningkat sebesar 6,5 persen dibandingkan triwulan

Lebih terperinci

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional Dalam penerbitan buku Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Tegal Tahun 2012 ruang lingkup penghitungan meliputi

Lebih terperinci

VI. ANALISIS DAMPAK INVESTASI, EKSPOR DAN SIMULASI KEBIJAKAN SEKTOR PERTAMBANGAN

VI. ANALISIS DAMPAK INVESTASI, EKSPOR DAN SIMULASI KEBIJAKAN SEKTOR PERTAMBANGAN VI. ANALISIS DAMPAK INVESTASI, EKSPOR DAN SIMULASI KEBIJAKAN SEKTOR PERTAMBANGAN 6.1. Dampak Kenaikan Investasi Sektor Pertambangan di Bagian ini akan menganalisis dampak dari peningkatan investasi pada

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 Nomor Katalog : 9302001.9416 Ukuran Buku : 14,80 cm x 21,00 cm Jumlah Halaman

Lebih terperinci

VI. STRUKTUR PEREKONOMIAN DAN ANGKA PENGGANDA SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI

VI. STRUKTUR PEREKONOMIAN DAN ANGKA PENGGANDA SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI 157 VI. STRUKTUR PEREKONOMIAN DAN ANGKA PENGGANDA SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI Salah satu kelebihan Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) adalah mampu menjelaskan dengan lengkap tiga aktivitas distribusi

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor Alat analisis Input-Output (I-O) merupakan salah satu instrumen yang secara komprehensif dapat digunakan untuk

Lebih terperinci

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional Dalam penerbitan buku tahun 2013 ruang lingkup penghitungan meliputi 9 sektor ekonomi, meliputi: 1. Sektor Pertanian

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten Banjarnegara Pada sub bab ini akan dijelaskan mengenai peranan ekonomi sektoral ditinjau dari struktur permintaan, penerimaan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN I TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN I TAHUN 2014 No. 28/05/72/Thn XVII, 05 Mei 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN I TAHUN 2014 Perekonomian Sulawesi Tengah triwulan I-2014 mengalami kontraksi 4,57 persen jika dibandingkan dengan triwulan

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT No. 38/08/61/Th. XIII, 5 Agustus 2010 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN BARAT TRIWULAN II TAHUN 2010 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kalimantan Barat triwulan II-2010 menurun

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN INFRASTRUKTUR JALAN, STRUKTUR PEREKONOMIAN DAN KETENAGAKERJAAN DI JAWA BARAT

BAB V GAMBARAN INFRASTRUKTUR JALAN, STRUKTUR PEREKONOMIAN DAN KETENAGAKERJAAN DI JAWA BARAT BAB V GAMBARAN INFRASTRUKTUR JALAN, STRUKTUR PEREKONOMIAN DAN KETENAGAKERJAAN DI JAWA BARAT 5.1. Peran Infrastruktur dalam Perekonomian Investasi infrastruktur transportasi dalam pembangunan ekonomi penting

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang masih memegang peranan dalam peningkatan perekonomian nasional. Selain itu, sebagian besar penduduk Indonesia masih menggantungkan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2007

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2007 BPS PROVINSI DKI JAKARTA No. 30/08/31/Th.IX, 15 AGUSTUS 2007 PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2007 Perekonomian DKI Jakarta pada triwulan II tahun 2007 yang diukur berdasarkan PDRB atas

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TAHUN 2008

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TAHUN 2008 No.05/02/33/Th.III, 16 Februari 2009 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TAHUN 2008 PDRB Jawa Tengah triwulan IV/2008 menurun 3,7 persen dibandingkan dengan triwulan III/2007 (q-to-q), dan bila dibandingkan

Lebih terperinci

D a f t a r I s i. iii DAFTAR ISI. 2.8 Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 2.9 Sektor Jasa-Jasa 85

D a f t a r I s i. iii DAFTAR ISI. 2.8 Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 2.9 Sektor Jasa-Jasa 85 D a f t a r I s i Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Grafik Daftar Tabel DAFTAR ISI Daftar Tabel Pokok Produk Domestik Regional Bruto Kota Samarinda Tahun 2009-2011 BAB I PENDAHULUAN 1 1.1. Umum 1 1.2. Konsep

Lebih terperinci

VII. PERANAN DAN DAMPAK KEBIJAKAN SUBSIDI PUPUK DALAM PEREKONOMIAN

VII. PERANAN DAN DAMPAK KEBIJAKAN SUBSIDI PUPUK DALAM PEREKONOMIAN VII. PERANAN DAN DAMPAK KEBIJAKAN SUBSIDI PUPUK DALAM PEREKONOMIAN 7.1. Peranan Langsung Sektor Pupuk Terhadap Nilai Tambah Dalam kerangka dasar SNSE 2008, nilai tambah perekonomian dibagi atas tiga bagian

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2007

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2007 BPS PROVINSI DKI JAKARTA No. 40/11/31/Th. IX, 15 November 2007 PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2007 Perekonomian DKI Jakarta pada triwulan III tahun 2007 yang diukur berdasarkan PDRB

Lebih terperinci

M E T A D A T A INFORMASI DASAR. 1 Nama Data : Produk Domestik Bruto (PDB) 2 Penyelenggara. Departemen Statistik Ekonomi dan Moneter, : Statistik

M E T A D A T A INFORMASI DASAR. 1 Nama Data : Produk Domestik Bruto (PDB) 2 Penyelenggara. Departemen Statistik Ekonomi dan Moneter, : Statistik M E T A D A T A INFORMASI DASAR 1 Nama Data : Produk Domestik Bruto (PDB) 2 Penyelenggara Departemen Statistik Ekonomi dan Moneter, : Statistik Bank Indonesia 3 Alamat : Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG 2008 2011 NOMOR KATALOG : 9302008.1114 UKURAN BUKU JUMLAH HALAMAN : 21,00 X 28,50 CM : 78 HALAMAN + XIII NASKAH : - SUB BAGIAN TATA USAHA - SEKSI STATISTIK SOSIAL

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2007

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2007 BPS PROVINSI D.K.I. JAKARTA PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2007 No. 17/05/31/Th.IX, 15 MEI 2007 Perekonomian DKI Jakarta pada triwulan I tahun 2007 yang diukur berdasarkan PDRB atas dasar

Lebih terperinci

M E T A D A T A. INFORMASI DASAR 1 Nama Data : Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) 2 Penyelenggara Statistik

M E T A D A T A. INFORMASI DASAR 1 Nama Data : Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) 2 Penyelenggara Statistik M E T A D A T A INFORMASI DASAR 1 Nama Data : Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) 2 Penyelenggara Statistik : Departemen Statistik Ekonomi dan Moneter, Bank Indonesia 3 Alamat : Jl. M.H. Thamrin No.

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH No. 06/08/72/Th. XIV, 5 Agustus 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah yang diukur berdasarkan kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH No.12/02/33/Th.VII, 5 Februari 2013 PERTUMBUHAN PDRB JAWA TENGAH TAHUN 2012 MENCAPAI 6,3 PERSEN Besaran PDRB Jawa Tengah pada tahun 2012 atas dasar harga berlaku mencapai

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2008

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2008 No. 19/05/31/Th. X, 15 Mei 2008 PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2008 Perekonomian DKI Jakarta pada triwulan I tahun 2008 yang diukur berdasarkan PDRB atas dasar harga konstan 2000 menunjukkan

Lebih terperinci

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 11/02/34/Th.XVI, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN SEBESAR 5,40 PERSEN Kinerja perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) selama tahun

Lebih terperinci

PDB per kapita atas dasar harga berlaku selama tahun 2011 mengalami peningkatan sebesar 13,8% (yoy) menjadi Rp30,8 juta atau US$ per tahun.

PDB per kapita atas dasar harga berlaku selama tahun 2011 mengalami peningkatan sebesar 13,8% (yoy) menjadi Rp30,8 juta atau US$ per tahun. Indonesia pada tahun 2011 tumbuh sebesar 6,5% (yoy), sedangkan pertumbuhan triwulan IV-2011 secara tahunan sebesar 6,5% (yoy) atau secara triwulanan turun 1,3% (qtq). PDB per kapita atas dasar harga berlaku

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH No. 06/05/72/Thn XIV, 25 Mei 2011 PEREKONOMIAN SULAWESI TENGAH TRIWULAN I TAHUN 2011 MENGALAMI KONTRAKSI/TUMBUH MINUS 3,71 PERSEN Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT PEREKONOMIAN KALIMANTAN BARAT PERTUMBUHAN PDRB TAHUN 2013 MENCAPAI 6,08 PERSEN No. 11/02/61/Th. XVII, 5 Februari 2014 Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tahun

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pendapatan regional adalah tingkat (besarnya) pendapatan masyarakat pada

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pendapatan regional adalah tingkat (besarnya) pendapatan masyarakat pada 9 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep dan Definsi Pendapatan regional adalah tingkat (besarnya) pendapatan masyarakat pada wilayah analisis. Tingkat pendapatan dapat diukur dari total pendapatan wilayah

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 72/11/35/Th. X, 5 November 2012 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN III-2012 Ekonomi Jawa Timur Triwulan III Tahun 2012 (y-on-y) mencapai 7,24 persen

Lebih terperinci

Tabel-Tabel Pokok TABEL-TABEL POKOK. Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 / 2014 81

Tabel-Tabel Pokok TABEL-TABEL POKOK. Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 / 2014 81 TABEL-TABEL POKOK Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 / 2014 81 Tabel 1. Tabel-Tabel Pokok Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Lamandau Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN I TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN I TAHUN 2014 No.29/05/33/Th.VIII, 5 Mei 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN I TAHUN 2014 Perekonomian Jawa Tengah yang diukur berdasarkan besaran PDRB atas dasar harga berlaku pada triwulan I tahun 2014 mencapai

Lebih terperinci

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen)

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen) BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 13/02/35/Th. XII, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR I. PERTUMBUHAN DAN STRUKTUR EKONOMI MENURUT LAPANGAN USAHA Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur

Lebih terperinci

IX. KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Hasil analisis angka pengganda (multiplier) meliputi value added multiplier

IX. KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Hasil analisis angka pengganda (multiplier) meliputi value added multiplier IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1. Kesimpulan 1. Hasil analisis angka pengganda (multiplier) meliputi value added multiplier (VM ), household induced income multiplier (HM), firm income multiplier (FM), other

Lebih terperinci

Kinerja ekspor mengalami pertumbuhan negatif dibanding triwulan sebelumnya terutama pada komoditas batubara

Kinerja ekspor mengalami pertumbuhan negatif dibanding triwulan sebelumnya terutama pada komoditas batubara No. 063/11/63/Th.XVII, 6 November 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN III-2013 Secara umum pertumbuhan ekonomi Kalimantan Selatan triwulan III-2013 terjadi perlambatan. Kontribusi terbesar

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR No. 07/08/53/TH.XVI, 2 AGUSTUS PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA TIMUR LAJU PEREKONOMIAN NTT TRIWULAN I - 5,42 % (Y on Y) atau 4,67 % (Q to Q) 5,42

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT No. 23/05/61/Th. XIII, 10 Mei 2010 PEREKONOMIAN KALIMANTAN BARAT TRIWULAN I TAHUN 2010 Kinerja perekonomian Kalimantan Barat pada triwulan I-2010 dibandingkan triwulan IV-2009,

Lebih terperinci

ESI TENGAH. sedangkan PDRB triliun. konstruksi minus. dan. relatif kecil yaitu. konsumsi rumah modal tetap. minus 5,62 persen.

ESI TENGAH. sedangkan PDRB triliun. konstruksi minus. dan. relatif kecil yaitu. konsumsi rumah modal tetap. minus 5,62 persen. No. N 28/05/72/Th. XVI, 6 Mei 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAW ESI TENGAH TRIWULAN I TAHUN 2013 Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah yang diukur dengan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Uraian dalam Bab ini menjelaskan hasil pengolahan data dan pembahasan terhadap 4 (empat) hal penting yang menjadi fokus dari penelitian ini, yaitu: (1) peranan sektor kehutanan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2013 SEBESAR -3,30 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2013 SEBESAR -3,30 PERSEN BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2013 SEBESAR -3,30 PERSEN No. 44/08/34/Th. XV, 2 Agustus 2013 Pertumbuhan ekonomi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Lubuklinggau, September 2014 WALIKOTA LUBUKLINGGAU H. SN. PRANA PUTRA SOHE

KATA PENGANTAR. Lubuklinggau, September 2014 WALIKOTA LUBUKLINGGAU H. SN. PRANA PUTRA SOHE KATA PENGANTAR Buku Indikator Ekonomi Kota Lubuklinggau ini dirancang khusus bagi para pelajar, mahasiswa, akademisi, birokrat, dan masyarakat luas yang memerlukan data dan informasi dibidang perekonomian

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU

PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU No. 19/05/14/Th.XI, 10 Mei PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU Ekonomi Riau Tanpa Migas y-on-y Triwulan I Tahun sebesar 5,93 persen Ekonomi Riau dengan migas pada triwulan I tahun mengalami kontraksi sebesar 1,19

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO Triwulan II-29 Perekonomian Indonesia secara tahunan (yoy) pada triwulan II- 29 tumbuh 4,%, lebih rendah dari pertumbuhan triwulan sebelumnya (4,4%). Sementara itu, perekonomian

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO Tahun 28 Perekonomian Indonesia tahun 28 tumbuh 6,6%(yoy), mengalami perlambatan dibandingkan pertumbuhan tahun 27 (6,28%). Dari sisi produksi, pertumbuhan ekonomi didorong

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU

PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU No. 38/08/14/Th.XIV, 2 Agustus 2013 PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU Ekonomi Riau Tanpa Migas Triwulan II Tahun 2013 mencapai 2,68 persen Ekonomi Riau termasuk migas pada triwulan II tahun 2013, yang diukur dari

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TAHUN 2008 SEBESAR 5,02 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TAHUN 2008 SEBESAR 5,02 PERSEN BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 08/02/34/Th. XI, 16 Februari 2009 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TAHUN 2008 SEBESAR 5,02 PERSEN ekonomi Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada tahun

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2014 No. 47/08/72/Thn XVII, 05 Agustus PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN II TAHUN Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah yang diukur berdasarkan kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) pada triwulan

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK No. 07/02/53/TH.XVII, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA TIMUR 5,62 Y on Y 2,37 Q to Q Pertumbuhan Ekonomi NTT Triwulan IV 2013 Tumbuh sebesar 5,62% (Y on Y) dan 2,37%

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi Kalimantan Timur dan berbatasan langsung dengan Negara Bagian Sarawak, Malaysia. Kabupaten Malinau

Lebih terperinci

BERITA RESMISTATISTIK

BERITA RESMISTATISTIK BERITA RESMISTATISTIK BPS PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT No. 72/11/52/Th. VII, 6 November-2013 PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT PADA TRIWULAN III-2013 PDRB Provinsi NTB pada triwulan III-2013 a. Dengan

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT No. 09/02/61/Th. XIII, 10 Februari 2010 PEREKONOMIAN KALIMANTAN BARAT TAHUN 2009 Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tahun 2009 meningkat 4,76 persen dibandingkan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pendapatan rata-rata masyarakat pada wilayah tersebut. Dalam menghitung

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pendapatan rata-rata masyarakat pada wilayah tersebut. Dalam menghitung BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep dan Definsi Pendapatan regional adalah tingkat (besarnya) pendapatan masyarakat pada wilayah analisis. Tingkat pendapatan dapat diukur dari total pendapatan wilayah maupun

Lebih terperinci

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB. SUBANG TAHUN 2012

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB. SUBANG TAHUN 2012 BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB. SUBANG TAHUN 2012 4.1.Gambaran Umum Geliat pembangunan di Kabupaten Subang terus berkembang di semua sektor. Kemudahan investor dalam menanamkan modalnya di Kabupaten

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA TENGAH

BPS PROVINSI JAWA TENGAH BPS PROVINSI JAWA TENGAH No. 06/05/33/Th.III, 15 Mei 2009 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN I TAHUN 2009 PDRB JAWA TENGAH TRIWULAN I TH 2009 TUMBUH 5,5 PERSEN PDRB Jawa Tengah pada triwulan I tahun

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN I-2014

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN I-2014 BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN No. 26/05/73/Th. VIII, 5 Mei 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN I-2014 PEREKONOMIAN SULAWESI SELATAN TRIWULAN I 2014 BERTUMBUH SEBESAR 8,03 PERSEN Perekonomian

Lebih terperinci

Keterangan * 2011 ** 2012 ***

Keterangan * 2011 ** 2012 *** Keterangan 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 * 2011 ** 2012 *** Produk Domestik Bruto (%, yoy) 3.64 4.50 4.78 5.03 5.69 5.50 6.35 6.01 4.63 6.22 6.49 6.23 Produk Nasional Bruto (%, yoy)

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 20

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 20 No. 10/02/63/Th XIV, 7 Februari 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 20 010 Perekonomian Kalimantan Selatan tahun 2010 tumbuh sebesar 5,58 persen, dengan n pertumbuhan tertinggi di sektor

Lebih terperinci

VI. ANALISIS MULTIPLIER PEMBANGUNAN JALAN TERHADAP EKONOMI

VI. ANALISIS MULTIPLIER PEMBANGUNAN JALAN TERHADAP EKONOMI VI. ANALISIS MULTIPLIER PEMBANGUNAN JALAN TERHADAP EKONOMI 6.1. Analisis Multiplier Pembangunan Jalan Terhadap Pendapatan Faktor Produksi Pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan umumnya membutuhkan

Lebih terperinci

GROWTH (%) SHARE (%) JENIS PENGELUARAN 2011** 2012*** Q.1 Q.2 Q.3 Q.4 Q.1 Q.2 Q.3 Q.4 Q.1 Q.2 Q.3 Q.4 Q.1 Q.2 Q.3 Q.

GROWTH (%) SHARE (%) JENIS PENGELUARAN 2011** 2012*** Q.1 Q.2 Q.3 Q.4 Q.1 Q.2 Q.3 Q.4 Q.1 Q.2 Q.3 Q.4 Q.1 Q.2 Q.3 Q. Keterangan 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 * 2011 ** 2012 *** Produk Domestik Bruto (%, yoy) 3.64 4.50 4.78 5.03 5.69 5.50 6.35 6.01 4.63 6.22 6.49 6.23 Produk Nasional Bruto (%, yoy)

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT No. 27/05/61/Th. XVII, 5 Mei PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN BARAT TRIWULAN I- EKONOMI KALIMANTAN BARAT TUMBUH 4,69 PERSEN Perekonomian Kalimantan Barat yang diukur berdasarkan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II-2011

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II-2011 No. 43/08/63/Th XV, 05 Agustus 20 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II-20 Ekonomi Kalimantan Selatan pada triwulan II-20 tumbuh sebesar 5,74 persen jika dibandingkan triwulan I-20 (q to q)

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO Tahun 27 Perekonomian Indonesia pada Tahun 27 tumbuh 6,32%, mencapai pertumbuhan tertinggi dalam lima tahun terakhir. Dari sisi produksi, semua sektor mengalami ekspansi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses perubahan yang dilakukan melalui upaya-upaya terencana untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara ekonomi dengan

Lebih terperinci

BPS PROVINSI MALUKU PERTUMBUHAN EKONOMI MALUKU PDRB MALUKU TRIWULAN IV TAHUN 2013 TUMBUH POSITIF SEBESAR 5,97 PERSEN

BPS PROVINSI MALUKU PERTUMBUHAN EKONOMI MALUKU PDRB MALUKU TRIWULAN IV TAHUN 2013 TUMBUH POSITIF SEBESAR 5,97 PERSEN BPS PROVINSI MALUKU No. 01/05/81/Th.XV, 05 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI MALUKU PDRB MALUKU TRIWULAN IV TAHUN 2013 TUMBUH POSITIF SEBESAR 5,97 PERSEN PDRB Maluku pada triwulan IV tahun 2013 bertumbuh

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN II 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN II 2013 No. 45/08/72/Th. XVI, 02 Agustus 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN II 2013 Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah yang diukur berdasarkan kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) pada

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU

PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU No. 24/05/14/Th.XV, 5 Mei 2014 PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU Ekonomi Riau termasuk migas pada triwulan I tahun 2014, yang diukur dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan 2000, mengalami

Lebih terperinci

DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT)

DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT) DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT) OLEH SRI MULYANI H14103087 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT No. 26/05/61/Th. XV, 7 Mei 2012 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN BARAT TRIWULAN I-2012 EKONOMI KALIMANTAN BARAT TUMBUH 6,0 PERSEN Perekonomian Kalimantan Barat yang diukur berdasarkan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN I TAHUN 2012

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN I TAHUN 2012 No. 27/05/72/Thn XV, 7 Mei 2012 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN I TAHUN 2012 Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah yang diukur dengan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN IV/2011 DAN TAHUN 2011

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN IV/2011 DAN TAHUN 2011 No. 06/02/62/Th. VI, 6 Februari 2012 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN IV/2011 DAN TAHUN 2011 Pertumbuhan ekonomi Kalimantan Tengah tahun 2011 (kumulatif tw I s/d IV) sebesar 6,74 persen.

Lebih terperinci

V. STRUKTUR PEREKONOMIAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN PENGELUARAN RUMAHTANGGA

V. STRUKTUR PEREKONOMIAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN PENGELUARAN RUMAHTANGGA V. STRUKTUR PEREKONOMIAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN PENGELUARAN RUMAHTANGGA 5.1. Struktur Perkonomian Sektoral Struktur perekonomian merupakan suatu analisis yang dilakukan terhadap struktur Produk Domestik

Lebih terperinci

IX. ANALISIS SIMULASI KEBIJAKAN

IX. ANALISIS SIMULASI KEBIJAKAN IX. ANALISIS SIMULASI KEBIJAKAN Simulasi kebijakan merupakan salah satu cara yang lazim dilakukan untuk mengambil suatu kebijakan umum (public policy). Dalam penelitian ini, dilakukan berberapa skenario

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2010

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2010 No. 01/02/53/Th. XIV, 07 Februari 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2010 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi NTT tahun 2010 yang diukur dari kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas

Lebih terperinci

Sumber : Tabel I-O Kota Tarakan Updating 2007, Data diolah

Sumber : Tabel I-O Kota Tarakan Updating 2007, Data diolah 48 V. DUKUNGAN ANGGARAN DALAM OPTIMALISASI KINERJA PEMBANGUNAN BERBASIS SEKTOR UNGGULAN 5.1. Unggulan Kota Tarakan 5.1.1. Struktur Total Output Output merupakan nilai produksi barang maupun jasa yang dihasilkan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA No. 52/ V / 15 Nopember 2002 PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA INDONESIA TRIWULAN III TAHUN 2002 TUMBUH 2,39 PERSEN Indonesia pada triwulan III tahun 2002 meningkat sebesar 2,39 persen terhadap triwulan II

Lebih terperinci

Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia

Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia Perekonomian Indonesia tahun 2004 yang diciptakan UKM berdasarkan besaran Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga berlaku mencapai Rp

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN I- 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN I- 2013 No. 027/05/63/Th XVII, 6 Mei 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN I- 2013 Perekonomian Kalimantan Selatan triwulan 1-2013 dibandingkan triwulan 1- (yoy) tumbuh sebesar 5,56 persen, dengan

Lebih terperinci

VII. STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR BERDASARKAN KAJIAN TABEL I-O ANTAR WILAYAH

VII. STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR BERDASARKAN KAJIAN TABEL I-O ANTAR WILAYAH VII. STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR BERDASARKAN KAJIAN TABEL I-O ANTAR WILAYAH 7.1. Nilai Tambah Nilai Tambah Bruto (NTB) yang biasa disebut juga Produk Domestik Regional Bruto

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. sektor, total permintaan Provinsi Jambi pada tahun 2007 adalah sebesar Rp 61,85

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. sektor, total permintaan Provinsi Jambi pada tahun 2007 adalah sebesar Rp 61,85 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Struktur Perekonomian Provinsi Jambi 5.1.1 Struktur Permintaan Berdasarkan tabel Input-Output Provinsi Jambi tahun 2007 klasifikasi 70 sektor, total permintaan Provinsi Jambi

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN I-2011

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN I-2011 No. 06/05/62/Th.V, 5 Mei 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN I-2011 PDRB Kalimantan Tengah Triwulan I-2011 dibanding Triwulan yang sama tahun 2010 (year on year) mengalami pertumbuhan sebesar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor Industri merupakan salah satu sektor yang berperan penting dalam pembangunan nasional. Kontribusi sektor Industri terhadap pembangunan nasional setiap tahunnya

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN IV/2012 DAN TAHUN 2012

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN IV/2012 DAN TAHUN 2012 No. 06/02/62/Th. VII, 5 Februari 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN IV/2012 DAN TAHUN 2012 Perekonomian Kalimantan Tengah triwulan IV-2012 terhadap triwulan III-2012 (Q to Q) secara siklikal

Lebih terperinci

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 /

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 / BAB IV TINJAUAN EKONOMI 2.1 STRUKTUR EKONOMI Produk domestik regional bruto atas dasar berlaku mencerminkan kemampuan sumber daya ekonomi yang dihasilkan oleh suatu daerah. Pada tahun 2013, kabupaten Lamandau

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2008

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2008 BPS PROVINSI DKI JAKARTA No. 41/11/31/Th. X, 17 November 2008 PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2008 Perekonomian DKI Jakarta pada triwulan III tahun 2008 yang diukur berdasarkan PDRB

Lebih terperinci