VII. ANALISIS MULTIPLIER SEKTORAL DAN EFEK TOTAL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "VII. ANALISIS MULTIPLIER SEKTORAL DAN EFEK TOTAL"

Transkripsi

1 VII. ANALISIS MULTIPLIER SEKTORAL DAN EFEK TOTAL 7.. Analisis Multiplier Output Dalam melakukan kegiatan produksi untuk menghasilkan output, sektor produksi selalu membutuhkan input, baik input primer maupun input antara yang berasal dari sektor produksi lainnya. Kenaikan output suatu sektor produksi akan mendorong peningkatan permintaan faktor produksi yang pada akhirnya akan mendorong peningkatan sektor produksi lainnya. Peningkatan permintaan faktor produksi akan mengakibatkan kenaikan balas jasa faktor produksi yang dimiliki oleh institusi. Keseluruhan proses kegiatan produksi ini dapat terlihat pada Social Accounting Matrix Inter-regional Jawa-Bali Sumatera (IRSAMJASUM) melalui nilai koefisien multiplier yang menggambarkan perubahan output yang terjadi pada suatu sektor bila terjadi shock (guncangan) output pada sektor tertentu. Analisis accounting multiplier effect digunakan untuk menganalisis dampak perubahan variabel eksogen terhadap variabel endogen seperti output sektor produksi, institusi dan faktorial. Perubahan variabel eksogen tersebut membuat output sektor yang diguncang meningkat pertama sekali sebesar nilai guncangan yang diberikan, kemudian menjalar sebagai dampak ke sektor atau wilayah lain. Pada dasarnya, koefisien multiplier merupakan penjumlahan dampak langsung dan dampak tidak langsung. Dampak langsung merupakan dampak yang langsung diterima sektor produksi tertentu sebesar nilai injeksi yang diberikan kepadanya Multiplier Output Intra-regional Pada Lampiran 7, koefisien pengganda (multiplier) output bruto intraregional terbesar di Sumatera adalah sektor industri makanan, minuman, dan tembakau dengan nilai Ini mengandung makna bahwa shock sebesar unit

2 53 moneter pada sektor tersebut di Sumatera, menyebabkan output sektor itu meningkat unit moneter yang terdiri dari efek langsung sebesar unit moneter (sama besarnya dengan nilai guncangan awal) dan.698 unit moneter sebagai dampak tidak langsung. Kondisi ini mengandung pengertian bahwa output sektor ini sebesar unit moneter mendorong sektor tersebut meningkatkan permintaan input, baik input primer maupun input antara yang berasal dari sektor lain. Guna memenuhi kebutuhan input antara tersebut, sektor-sektor lain meningkatkan produksinya yang berarti meningkatkan kebutuhan faktor produksi. Pada sisi lain, peningkatan permintaan input meningkatkan pendapatan institusi sebagai pemilik faktor produksi. Meningkatnya pendapatan institusi menyebabkan institusi lebih komsumtif sehingga mendorong peningkatan output sektor-sektor lain, begitu seterusnya terjadi secara berulang hingga tidak terjadi lagi efek guncangan tersebut. Dampak pengganda (multiplier effect) pada SAM menggambarkan peningkatan output suatu wilayah dan distribusi pendapatan, baik distribusi pendapatan faktorial maupun pendapatan institusi. Nilai tambah sektor industri makanan, minuman, dan tembakau di Sumatera sebesar.6 ternyata bukan yang terbaik. Makna dari nilai ini adalah guncangan output pada sektor tersebut, menghasilkan nilai tambah sebesar.6 yang terdistribusikan melalui tenagakerja sebesar.557 dan modal/ kapital sebesar.64. Bila ditinjau dari sisi koefisien multiplier nilai tambah, ternyata sektor industri makanan, minuman, dan tembakau bersifat padat modal, yang tercermin dari nilai koefisien multiplier bukan tenagakerja (modal) sebesar.64 lebih besar dibandingkan nilai tenagakerja.557. Sektor konstruksi jalan dan jembatan di Sumatera memiliki koefisien pengganda output bruto sebesar (Gambar 29), merupakan yang terbesar

3 54 keempat setelah sektor industri makanan, minuman dan tembakau, sektor listrik, gas dan air minum, dan sektor industri kayu dan barang dari kayu, Nilai ini menunjukkan bahwa sektor konstruksi jalan dan jembatan memiliki kontribusi cukup signifikan dalam output bruto di Sumatera Output Bruto Dampak Langsung Dampak Tidak Langsung Nilai Tambah Tenaga Kerja Bukan tenaga kerja Industri Maakanan, minuman dan Tambak(tertinggi) Konstruksi Jalan dan Jembatan Gambar 29. Multiplier Output dan Nilai Tambah di Sumatera Tahun 27 Nilai tambah sektor jalan dan jembatan sebesar.55 bersifat padat modal yang ditunjukkan dari nilai koefisien multiplier bukan tenagakerja.68 jauh lebih besar dari koefisien multiplier tenagakerja sebesar.437. Bila dibandingkan kedua sektor yang merupakan agregasi sektor konstruksi, ternyata konstruksi jalan dan jembatan, dan konstruksi non jalan dan jembatan memiliki nilai multiplier berimbang, baik multiplier output bruto maupun nilai tambah (pendapatan). Sama halnya dengan pulau Sumatera, sektor industri makanan, minuman, dan tembakau di Jawa-Bali memiliki koefisien pengganda output bruto terbesar yakni sebesar 3. (Lampiran 8). Bila diamati dari koefisien nilai tambah, ternyata sektor industri makanan, minuman, dan tembakau di Jawa-Bali bersifat padat karya. Hal tersebut tercermin dari nilai koefisien pengganda tenagakerja (.892) lebih besar dibandingkan nilai bukan tenagakerja/ modal (.82).

4 55 Koefisien multiplier sektor peternakan dan perikanan juga cukup tinggi (3.4) dengan nilai tambah sebesar.477 di Jawa-Bali. Untuk Jawa-Bali, sektor yang tidak membutuhkan keahlian khusus umumnya bersifat padatkarya, berbeda dengan sektor yang berciri spesialisasi seperti sektor industri kimia pupuk, hasil dari tanah liat dan semen, dan sektor listrik, gas dan air minum, serta sektor bank dan asuransi, besaran multiplier bukan tenagakerja (modal) jauh lebih besar daripada tenagakerja. Sementara itu, shock pada setiap sektor di pulau Jawa-Bali terhadap perekonomiannya (intra-regional) memberikan dampak ekonomi yang lebih besar dibandingkan shock di setiap sektor di wilayah Sumatera. Hal ini dapat diketahui dari besaran nilai multiplier setiap sektor untuk output bruto di wilayah Jawa-Bali lebih besar dari nilai koefisien pengganda di wilayah Sumatera Output Bruto Dampak Langsung Dampak Tidak Langsung Nilai Tambah Tenaga Kerja Bukan tenaga kerja Industri Maakanan, minuman dan Tambak(tertinggi) Konstruksi Jalan dan Jembatan Gambar 3. Multiplier Output dan Nilai Tambah di Jawa-Bali Tahun 27 Sektor konstruksi jalan dan jembatan di Jawa-Bali memiliki koefisien pengganda output bruto sebesar (Gambar 3), lebih kecil dari koefisien pengganda output bruto konstruksi non jalan dan jembatan sebesar yang

5 56 berarti dampak yang ditimbulkannya lebih kecil. Nilai tambah sektor jalan dan jembatan sebesar.323 bersifat padatkarya dan padatmodal yang seimbang, ditunjukkan dari nilai koefisien multiplier tenagakerja.645 hampir sama dengan koefisien multiplier bukan tenagakerja (modal) sebesar.678. Hal tersebut dapat dimaklumi mengingat pulau Jawa-Bali memiliki penduduk yang melimpah sehingga tenagakerja dapat terserap dengan banyak, namun juga memiliki kapital yang besar. Hal ini dapat dibandingkan dengan pulau Sumatera yang lebih bersifat padatmodal Multiplier Output Inter-regional Koefisien pengganda inter-regional model IRSAM pada dasarnya memiliki makna yang selaras dengan koefisien pengganda intra-regional pada model SAM, bedanya pada IRSAM tergambarkan efek perubahan neraca eksogen terhadap endogen pada suatu wilayah melimpah keluar (spill-over) dan mempengaruhi neraca endogen wilayah lain. Lampiran 9 menunjukkan koefisien pengganda inter-regional antar wilayah. Bila terjadi peningkatan output di Sumatera, akan berdampak pada peningkatan output perekonomian sektor-sektor produksi di Jawa-Bali yang selalu lebih besar dibandingkan apabila terjadi kenaikan output di Jawa-Bali yang berdampak terhadap peningkatan output di Sumatera. Koefisien pengganda inter-regional menggambarkan peningkatan output suatu sektor produksi tertentu di suatu wilayah sebesar nilai penggandanya bila terjadi peningkatan output di wilayah lain sebesar unit moneter. Lampiran 2 menunjukkan bahwa koefisien penggada inter-regional Jawa-Bali terhadap pulau Sumatera pada seluruh sektor besarnya jauh di bawah satu. Koefisien multiplier inter-regional output bruto yang jauh di bawah satu tersebut mencerminkan

6 57 kurangnya efek pengganda yang melimpah ke pulau Sumatera akibat adanya shock (guncangan) di berbagai sektor di Jawa-Bali. Gambar 3 menunjukkan sektor di Jawa-Bali yang memberikan kontribusi terbesar dalam peningkatan output sektoral di Sumatera adalah sektor listrik, gas, dan air minum (.432), disusul sektor industri kayu dan barang dari kayu (.422). Berdasarkan koefisien pengganda sektor listrik, gas dan air minum ini menunjukan bahwa sektor ini banyak meng-input dari output sektor di Sumatera sehingga menimbulkan nilai koefisien pengganda terbesar dibanding sektor produksi lainnya. Sebagai contoh, output batubara yang dihasilkan sektor produksi di Sumatera banyak dibutuhkan sebagai input oleh sektor listrik, gas, dan air minum di Jawa-Bali untuk meningkatkan output sektor tersebut. Pengganda output yang terjadi dari Jawa-Bali ke Sumatera menimbulkan nilai tambah yang relatif kecil. Nilai tambah berupa kapital (modal) lebih banyak digunakan daripada tenagakerja Output Bruto Sum- JB Output Bruto JB- Sum Nilai Tambah Sum- JB Nilai Tambah JB- Sum Listrik gas, air minum industri pemintalan tekstil konstruksi jalan dan jembt Gambar 3. Multiplier Output dan Nilai Tambah Inter-regional Tahun 27

7 58 Kebalikannya, spill-over dari Sumatera ke Jawa-Bali relatif tinggi (sebagian besar di atas ). Pengganda output bruto terbesar dari Sumatera ke Jawa-Bali disumbangkan oleh sektor industri pemintalan, tekstil, pakaian dan kulit (.95), disusul berikutnya oleh sektor transportasi dan komunikasi sebesar.88 dan sektor perdagangan, restoran dan hotel sebesar.23. Sektor industri pemintalan, tekstil, pakaian dan kulit ini juga menyebabkan peningkatan nilai tambah yang dilimpahkan ke Jawa-Bali baik berupa balas jasa modal (bukan tenagakerja) maupun balas jasa tenagakerja. Balas jasa modal relatif besar dibandingkan balas jasa tenagakerja, hal ini menunjukkan bahwa wilayah Jawa-Bali relatif lebih besar dalam meng-input modal daripada tenagakerja nya ke Sumatera. Khusus sektor konstruksi jalan dan jembatan, spill-over effect output bruto dari Sumatera ke Jawa-Bali adalah.3, hampir 4.2 kali spill-over effect Jawa- Bali ke Sumatera sebesar.238. Begitu pula spill-over effect nilai tambah dari Sumatera ke Jawa-Bali (.55) jauh lebih besar daripada spill-over effect dari Jawa-Bali ke Sumatera (.3). Analisis multiplier sektor konstruksi jalan dan jembatan dalam penelitian ini memperkuat hasil penelitian yang dilakukan oleh Alim (26), yang menganalisis keterkaitan sektor produksi antara pulau Jawa dan Sumatera pada tahun 22. Berdasarkan analisis Alim (26), efek multiplier yang melimpah dari Sumatera ke Jawa (spill-over effect) lebih besar dibandingkan spill-over effect dari Jawa ke Sumatera termasuk sektor konstruksi. Kondisi ini memberikan indikasi bahwa:. Dalam aktivitas perdagangan antara Jawa-Bali dan Sumatera, aliran uang yang tercipta dari kegiatan tersebut lebih besar dari Sumatera ke Jawa-Bali dibanding sebaliknya.

8 59 2. Peningkatan permintaan input Sumatera dari output sektor-sektor produksi Jawa-Bali relatif besar dibanding sebaliknya, sehingga aktivitas produksi meningkat di Jawa-Bali dan pada akhirnya meningkatkan output pada semua sektor produksi di Jawa-Bali karena efek berantai (multiplier effect), dan 3. Tidak signifikannya efek sebar balik (backwash effect) ke perekonomian Sumatera akibat peningkatan ekonomi di Jawa-Bali padahal peningkatan tersebut awalnya berasal dari kemajuan ekonomi Sumatera. Perbedaan spill-over juga dapat menunjukkan perbedaan impor kedua wilayah untuk memenuhi kebutuhan input maupun komsumsi. Analisis menunjukkan bahwa impor Sumatera dari Jawa-Bali jauh lebih besar dari impor Jawa-Bali dari Sumatera Analisis Multiplier Pendapatan Institusi. Peningkatan perekonomian melalui shock terhadap suatu sektor akan meningkatkan pendapatan para pelaku ekonomi yaitu sektor institusi yang terdiri dari rumahtangga, perusahaan dan pemerintah dengan dampak yang berbedabeda. Keadaan ini pada akhirnya menyebabkan perubahan distribusi pendapatan antar institusi rumahtangga, pemerintah dan perusahaan maupun distribusi pendapatan antar golongan rumahtangga. Dampak shock terhadap distribusi pendapatan institusi dapat dilihat melalui sebaran nilai multiplier masing-masing institusi, artinya bila terjadi guncangan output satu unit moneter di sektor tertentu, akan mengakibatkan kenaikan pendapatan institusi (rumahtangga, pemerintah, dan perusahaan) sebesar nilai multiplier masing-masing institusi tersebut Multiplier Pendapatan Institusi Intra-regional Lampiran 2 dan Gambar 32 menunjukkan dampak shock setiap sektor terhadap pendapatan masing masing institusi di Sumatera. Peningkatan output

9 6 sektor konstruksi jalan dan jembatan memberikan pengaruh terhadap pendapatan institusi secara total sebesar.693, artinya shock (guncangan output) unit moneter pada sektor konstruksi jalan dan jembatan, meningkatkan pendapatan institusi secara agregat.693 unit moneter, yang didistribusikan melalui rumahtangga.694, perusahaan sebesar.332 dan pemerintah sebesar.279. Guncangan output sektor pertanian tanaman pangan dan tanaman lainnya di Sumatera memberikan pengaruh paling besar terhadap kenaikan pendapatan institusi secara agregat dibandingkan sektor-sektor lain yaitu sebesar.4789 yang terdistribusi melalui kenaikan pendapatan rumahtangga sebesar.57, disusul perusahaan.3369 dan pemerintah.264 (Gambar 32). Hal ini menunjukkan sektor tersebut lebih banyak menggunakan input primer dibandingkan sektor lainnya, sehingga lebih meningkatkan nilai tambah sektor tersebut dibandingkan sektor lain di Sumatera. Kenaikan nilai tambah tersebut didistribusikan ke faktor produksi yaitu tenagakerja dan bukan tenagakerja dalam bentuk balas jasa tenagakerja (upah dan gaji) dan balas jasa kapital/ surplus usaha (upah sewa kapital) Rumahtangga Perusahaan Pemerintah T otal institusi Pertanian Tanaman Pangan dan tanaman lain Konstruksi Jalan dan jembatan Gambar 32. Multiplier Output terhadap Pendapatan Institusi Sumatera (Intra-regional)

10 6 Sektor lain yang memberikan kenaikan pendapatan institusi terbesar berikutnya adalah sektor jasa pemerintah dan jasa lainnya (.4), peternakan dan perikanan (.227), sektor kehutanan dan perburuan (.226), sektor industri kimia, pupuk, hasil dari tanah liat dan semen (.22). Peningkatan output setiap sektor di Sumatera memberikan dampak terhadap kenaikan pendapatan institusi, baik rumahtangga, perusahaan/ produsen maupun pemerintah, namun dampak terbesar terjadi pada peningkatan pendapatan rumahtangga dibandingkan terhadap pendapatan perusahaan maupun pemerintah. Hal ini mengindikasikan bahwa secara agregat rumahtangga paling mendapat keuntungan setiap terjadinya kenaikan output pada sektor produksi. Lampiran 2 dan Gambar 33 menunjukkan kenaikan pendapatan terbesar terjadi pada rumahtangga golongan rendah di desa setiap terjadinya kenaikan output pada masing-masing sektor produksi. Guncangan output sektor konstruksi jalan dan jembatan meningkatkan pendapatan rumahtangga sebesar.694, yang terdistribusi melalui rumahtangga buruh tani sebesar.23, pengusaha tani sebesar.996, rumahtangga golongan rendah desa sebesar.754, golongan atas desa sebesar.3, golongan rendah kota sebesar.56, dan golongan atas kota sebesar Buruh T ani Pengusaha Tani RT Rendah Desa RT Atas Desa.56 RT Rendah Kota RT Atas Kota Total Rumah T angga Pertanian Tanaman Pangan dan tanaman lain Konstruksi Jalan dan jembatan Gambar 33. Multiplier Output terhadap Pendapatan Rumahtangga Sumatera (Intra- regional)

11 62 Lain halnya dengan Sumatera, dampak shock sektor konstruksi jalan dan jembatan terhadap kenaikan pendapatan institusi di Jawa-Bali secara agregat lebih besar dibandingkan Sumatera, yaitu sebesar.475, masing-masing terdistribusi sebesar.995 untuk rumahtangga,.359 untuk perusahaan dan.75 untuk pemerintah (Lampiran 22 dan Gambar 34). Kenaikan pendapatan institusi terbesar secara agregat di Jawa-Bali terjadi bila ada guncangan output pada sektor transportasi dan komunikasi. Efek kenaikan institusi terbesar berikutnya adalah akibat shock di sektor pertanian tanaman pangan dan tanaman lainnya sebesar.95, sektor jasa pemerintahan dan jasa lainnya sebesar.762 dan sektor-sektor lainnya Rumahtangga Perusahaan Pemerintah T otal institusi Transportasi dan komunikasi (terbesar) Pertanian tanaman pangan dan tanaman lain (terbesar2) Konstruksi Jalan dan Jembatan Gambar 34. Multiplier Output terhadap Pendapatan Institusi Jawa - Bali (Intra- regional) Tahun 27 Guncangan output sektor konstruksi jalan dan jembatan menyebabkan kenaikan pendapatan institusi sebesar.475 artinya guncangan output unit moneter pada sektor konstruksi jalan dan jembatan, meningkatkan pendapatan institusi sebesar.475 unit moneter yang terdistribusi melalui rumahtangga sebesar.995, perusahaan sebesar.359 dan pemerintah.75.

12 Buruh T ani Pengusaha Tani.4.9 RT Rendah Desa.8. RT Atas Desa RT Rendah Kota.29 RT Atas Kota Total Rumah T angga Transportasi dan komunikasi (terbesar) Konstruksi Jalan dan Jembatan Gambar 35. Multiplier Output terhadap Pendapatan Rumahtangga Jawa-Bali (Intra-regional) Tahun 27 Dampak shock pada sektor pertanian, tanaman pangan dan tanaman lainnya ternyata menghasilkan kenaikan pendapatan rumahtangga terbesar dibandingkan shock pada sekor lain yaitu sebesar.59, dan golongan rumahtangga rendah kota memperoleh porsi terbesar yaitu.4358 (Lampiran 23). Sama halnya kenaikan pendapatan rumahtangga di Sumatera, kenaikan pendapatan rumahtangga Jawa-Bali untuk setiap sektor relatif merata. Namun kenaikan pendapatan rumahtangga secara agregat di Sumatera akibat kenaikan pendapatan seluruh sektor lebih kecil dibandingkan Jawa-Bali. Ini menunjukkan bahwa akibat guncangan output sektor produksi, rumahtangga di Jawa-Bali lebih menikmati kenaikan pendapatan dibandingkan rumahtangga di Sumatera Multiplier Pendapatan Institusi Inter-regional. Peningkatan pendapatan institusi inter-regional suatu wilayah sebenarnya mencerminkan alokasi pendapatan yang diterima oleh institusi di wilayah tersebut yang berasal dari alokasi pendapatan faktor produksi wilayah lain akibat peningkatan perekonomian wilayah lain tersebut (spill-over effect). Alokasi pendapatan faktor ini diperoleh sebagai kompensasi kepemilikan faktor produksi

13 64 yang dimiliki rumahtangga di wilayah lain, misalnya rumahtangga di Sumatera memiliki faktor produksi tertentu di Jawa-Bali. Pendapatan yang akan diterima oleh rumahtangga di Sumatera akibat kepemilikan faktor di Jawa-Bali dinamakan pendapatan inter-regional rumahtangga. Lampiran 24 menunjukkan peningkatan pendapatan inter-regional rumahtangga di Jawa-Bali akibat guncangan output pada sektor produksi di Sumatera mencapai 2.5 sampai 5 kali lebih tinggi dibandingkan sebaliknya RT Sum-Jawa Bali RT Jawa Bali- Sum Perusahaan Sum-Jawa Bali.8 Perusahaan Jawa Bali-Sum Pemda Sum- Jawa Bali Pemda Jawa Bali-Sum Transportasi dan komunikasi (terbesar) Pertanian tanaman pangan dan tanaman lain (terbesar2) Konstruksi Jalan dan Jembatan Gambar 36. Multiplier Pendapatan Institusi Inter-regional Tahun 27 Rumahtangga Jawa-Bali menerima peningkatan pedapatan rumahtangga sebesar.3827 yang disebabkan peningkatan sektor konstruksi jalan dan jembatan di Sumatera. Angka ini berarti shock sebesar unit moneter pada sektor konstruksi jalan dan jembatan di Sumatera, meningkatkan pendapatan rumah tangga di Jawa-Bali secara agregat sebesar.3827 unit moneter. Sementara itu peningkatan yang diterima rumahtangga Sumatera dari Jawa-Bali sebesar.84 atau hampir 5 kali lebih kecil dari Jawa-Bali ke Sumatera.

14 Buruh Tani Pengusaha Tani RT Rendah Desa RT Atas Desa.2.2. RT Rendah Kota..9.8 RT Atas Kota Total Rumah Tangga Industri Maakanan, minuman dan Tambak(tertinggi) Transportasi dan komunikasi Konstruksi Jalan dan Jembatan Gambar 37. Multiplier Pendapatan Rumahtangga Jawa-Bali (Inter- regional) Akibat Guncangan Output di Sumatera. Peningkatan pendapatan paling besar diterima rumahtangga di Jawa-Bali sebesar.4334 yang disebabkan peningkatan output sektor industri pemintalan, tekstil, pakaian, dan kulit di Sumatera. Sektor lain di Sumatera yang menyumbang multiplier terbesar berikutnya ke Jawa-Bali adalah sektor transportasi dan komunikasi (.4292), sektor perdagangan, restoran, dan hotel (.43), dan sektor-sektor lainnya (Lampiran 25 atau Gambar 37). Pada gambar diatas, secara parsial guncangan output sebesar unit moneter pada sektor konstruksi jalan dan jembatan di Sumatera mengakibatkan kenaikan pendapatan institusi rumahtangga di Jawa-Bali sebesar.3827 unit moneter yang didistribusikan ke rumahtangga buruh tani sebesar.234 unit moneter, rumah tangga pengusaha tani sebesar.799 unit moneter, ke rumahtangga golongan rendah di desa sebesar.548 unit moneter, ke rumahtangga golongan atas desa sebesar.3 unit moneter, ke rumahtangga golongan rendah di kota sebesar.92 unit moneter, ke rumahtangga golongan atas kota sebesar,843 unit moneter. Hal ini berarti rumahtangga golongan rendah kota memperoleh porsi

15 66 terbesar dibandingkan golongan rumahtangga lainnya di Jawa-Bali sebagai akibat adanya shock pada output sektor konstruksi jalan dan jembatan serta di Sumatera. Sebaliknya, guncangan output unit moneter pada sektor konstruksi jalan dan jembatan di Jawa-Bali (Lampiran 26 dan Gambar 38) menyebabkan kenaikan pendapatan di Sumatera sebesar.84 unit moneter yang di distribusikan ke rumahtangga buruh tani sebesar.32 unit moneter, rumahtangga pengusaha tani sebesar.33 unit moneter, rumahtangga golongan rendah di desa.232 unit moneter, rumahtangga golongan atas desa.53 unit moneter, rumahtangga golongan rendah di kota.54 unit moneter, dan rumahtangga golongan atas kota. unit moneter. Rumahtangga golongan rendah desa di Sumatera yang memperoleh kenaikan pendapatan terbesar akibat adanya shock pada sektor konstruksi jalan dan jembatan dan sektor-sektor lain di Jawa-Bali Buruh Tani Pengusaha Tani RT Rendah Desa RT Atas Desa RT Rendah Kota RT Atas Kota.8 Total Rumah Tangga Transportasi dan komunikasi (terbesar) Konstruksi Jalan dan Jembatan Gambar 38. Multiplier Pendapatan Rumahtangga Sumatera (interregional) Akibat Guncangan Output di Jawa-Bali 7.3. Analisis Spill-over dan Efek Total Robert D (998), dalam kajian ekonomi regional mengenai keterkaitan wilayah perkotaan dan pedesaan menjelaskan bahwa analisis dekomposisi multiplier terbagi menjadi dua bagian, yakni analisis dekomposisi multiplier

16 67 intra-regional dan analisis dekomposisi multiplier inter-regional. Spillover effect dan total effect dapat diperoleh dengan menggunakan analisis dekomposisi multiplier. Analisis dekomposisi multiplier intra-regional mengandung makna tentang pengaruh (efek) berantai dari guncangan output (shock) sektor produksi pada suatu wilayah terhadap perekonomian wilayah itu sendiri, sedangkan analisis dekomposisi multiplier inter-regional menjelaskan pengaruh shock yang terjadi pada sektor produksi di suatu wilayah terhadap perekonomian wilayah lain. Pengaruh atau efek total yang terjadi akibat shock output sektor produksi berlangsung melalui 3 tahapan yakni Own effect yang menunjukkan pengaruh shock output pada wilayah sendiri, open loop effect menunjukkan pengaruh guncangan output dari suatu wilayah ke wilayah lainnya, dan closed loop effect menunjukkan pengaruh guncangan output yang kembali dari wilayah lain ke wilayah/ blok neraca awal. Efek total intra-regional terjadi melalui dua tahapan yaitu own effect dan closed loop effect, sedangkan efek total inter-regional terjadi melalui tahapan open loop effect dan closed loop effect. Berdasarkan analisis IRSAMJASUM 27, ketergantungan sektor-sektor terhadap sektor konstruksi jalan dan jembatan di Sumatera cukup besar. Shock pada sektor konstruksi jalan dan jembatan di Sumatera sebesar unit moneter memberikan efek total multiplier (intra dan inter-regional) sebesar unit moneter (gambar 39). Berdasarkan analisis dekomposisi multiplier, total efek sebesar unit moneter tersebut terdistribusikan untuk mendorong kegiatan produksi atau sektor-sektor di wilayah sendiri Sumatera (self generate/ efek total intra-regional) di Sumatera sebesar unit moneter yang bersumber dari injeksi awal sebesar unit moneter, own effect sebesar 3.4 dan close loop effect

17 68 sebesar.255, serta kegiatan sektor konstruksi jalan dan jembatan yang mempengaruhi perekonomian Jawa-Bali (efek total inter-regional) sehingga terjadi limpahan (spill-over) sebesar 2.7 unit moneter yang bersumber dari open loop effect sebesar 2.8 dan close loop effect sebesar.99 (Lampiran 27) Dtot Intra-Regional Dtot Inter-regional Efek Total Multiplier Pertanian tanaman pangan dan tanaman lain (terbesar2) Konstruksi Jalan dan Jembatan Gambar 39. Analisis Spill-over dan Efek Total Sumatera Tahun 27 Ketergantungan (interdependency) sektor-sektor terhadap sektor pertanian tanaman pangan dan tanaman lainnya di Sumatera sangat besar, dibuktikan besar efek total multiplier (intra dan inter-regional) 7.85 unit moneter bila terjadi shock di sektor pertanian tanaman pangan dan tanaman lainnya di Sumatera dan paling besar dibandingkan bila guncangan di sektor lain Sektor yang memberi efek total multiplier terbesar kedua di Sumatera adalah sektor jasa pemerintahan dan jasa lainnya, serta terbesar ketiga sektor industri makanan, minuman, dan tembakau yang masing-masing 7.72 unit moneter dan 7.67 unit moneter. Lampiran 28 menunjukkan shock pada sektor konstruksi jalan dan jembatan di Jawa-Bali sebesar unit memberikan efek total multiplier (intra dan interregional) 6.28 unit moneter (Gambar 38). Berdasarkan analisis dekomposisi multiplier, total efek sebesar 6.28 unit moneter terdistribusikan pada dorongan

18 69 kegiatan produksi atau sektor-sektor di wilayah sendiri Jawa-Bali (self generate/ efek total intra-regional) sebesar unit moneter yang bersumber dari injeksi awal unit, own effect 4.62 dan close loop effect.266, serta kegiatan sektor konstruksi jalan dan jembatan yang mempengaruhi perekonomian Sumatera (efek total inter-regional) sehingga terjadi spill-over sebesar.639 unit moneter yang bersumber dari open loop effect.68 dan close loop effect sebesar.3. Gambar 4. Analisis Spill-over dan Efek Total Jawa-Bali Sama halnya dengan Sumatera, shock pada output sektor pertanian tanaman pangan dan tanaman lainnya di Jawa-Bali sebesar unit memberikan efek total paling besar dibandingkan bila terjadi guncangan di sektor lain yaitu sebesar unit moneter. Sektor kedua yang memberikan efek total terbesar di Jawa- Bali adalah jasa pemerintahan dan jasa lainnya sebesar 7.86 unit moneter serta sektor peternakan dan perikanan sebesar 6.94 unit moneter. Dampak limpahan (spill-over effect) dari Jawa-Bali ke Sumatera relatif sangat kecil hanya berkisar.43 persen dari dampak limpahan dari Sumatera ke Jawa-Bali, mengandung arti bahwa dampak yang terjadi dengan pemberian shock pada sektor jalan dan jembatan di Jawa-Bali sebagian besar dirasakan dampaknya di Jawa-Bali saja dan hanya sebagian kecil dilimpahkan ke Sumatera. Kondisi ini

19 7 sejalan dengan kontribusi PDRB pulau Sumatera terhadap nasional yang cenderung mengecil (BPS, 29). Demikian pula dengan rata-rata PDRB per kapita pulau Sumatera yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan pulau Jawa- Bali bahkan dengan pulau Sulawesi atau pulau Kalimantan (Farid dan Irawan, 27). Kondisi ini pada akhirnya dapat menyebabkan ketimpangan pendapatan regional yang semakin melebar antara pulau Jawa-Bali dengan pulau Sumatera.

V. STRUKTUR PEREKONOMIAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN PENGELUARAN RUMAHTANGGA

V. STRUKTUR PEREKONOMIAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN PENGELUARAN RUMAHTANGGA V. STRUKTUR PEREKONOMIAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN PENGELUARAN RUMAHTANGGA 5.1. Struktur Perkonomian Sektoral Struktur perekonomian merupakan suatu analisis yang dilakukan terhadap struktur Produk Domestik

Lebih terperinci

IX. ANALISIS SIMULASI KEBIJAKAN

IX. ANALISIS SIMULASI KEBIJAKAN IX. ANALISIS SIMULASI KEBIJAKAN Simulasi kebijakan merupakan salah satu cara yang lazim dilakukan untuk mengambil suatu kebijakan umum (public policy). Dalam penelitian ini, dilakukan berberapa skenario

Lebih terperinci

VI. ANALISIS DAMPAK INVESTASI, EKSPOR DAN SIMULASI KEBIJAKAN SEKTOR PERTAMBANGAN

VI. ANALISIS DAMPAK INVESTASI, EKSPOR DAN SIMULASI KEBIJAKAN SEKTOR PERTAMBANGAN VI. ANALISIS DAMPAK INVESTASI, EKSPOR DAN SIMULASI KEBIJAKAN SEKTOR PERTAMBANGAN 6.1. Dampak Kenaikan Investasi Sektor Pertambangan di Bagian ini akan menganalisis dampak dari peningkatan investasi pada

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI. Kebijakan di sektor transportasi jalan dengan investasi atau pengeluaran

IV. METODOLOGI. Kebijakan di sektor transportasi jalan dengan investasi atau pengeluaran IV. METODOLOGI Kebijakan di sektor transportasi jalan dengan investasi atau pengeluaran pemerintah (goverment expenditure) melalui APBN akan meningkatkan output sektor industri disebabkan adanya efisiensi/

Lebih terperinci

VI. PERANAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN KABUPATEN SIAK

VI. PERANAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN KABUPATEN SIAK VI. PERANAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN KABUPATEN SIAK 6.1. Struktur Perekonomian Kabupaten Siak 6.1.1. Struktur PDB dan Jumlah Tenaga Kerja Dengan menggunakan tabel SAM Siak 2003

Lebih terperinci

SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI INDONESIA TAHUN 2008 ISSN : 0216.6070 Nomor Publikasi : 07240.0904 Katalog BPS : 9503003 Ukuran Buku : 28 x 21 cm Jumlah Halaman : 94 halaman Naskah : Subdirektorat Konsolidasi

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS HASIL PENELITIAN

BAB 4 ANALISIS HASIL PENELITIAN BAB 4 ANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini akan menganalisis dampak dari injeksi pengeluaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) pada sektor komunikasi terhadap perekonomian secara agregat melalui sektor-sektor

Lebih terperinci

BAB VI ANALISIS MULTIPLIER & DISTRIBUSI PENDAPATAN RUMAH TANGGA. Investasi infrastruktur transportasi di Provinsi Jawa Barat diharapkan

BAB VI ANALISIS MULTIPLIER & DISTRIBUSI PENDAPATAN RUMAH TANGGA. Investasi infrastruktur transportasi di Provinsi Jawa Barat diharapkan 138 BAB VI ANALISIS MULTIPLIER & DISTRIBUSI PENDAPATAN RUMAH TANGGA 6.1. Infrastruktur dan Kinerja perekonomian Investasi infrastruktur transportasi di Provinsi Jawa Barat diharapkan dapat meningkatkan

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor Alat analisis Input-Output (I-O) merupakan salah satu instrumen yang secara komprehensif dapat digunakan untuk

Lebih terperinci

VI. ANALISIS MULTIPLIER PEMBANGUNAN JALAN TERHADAP EKONOMI

VI. ANALISIS MULTIPLIER PEMBANGUNAN JALAN TERHADAP EKONOMI VI. ANALISIS MULTIPLIER PEMBANGUNAN JALAN TERHADAP EKONOMI 6.1. Analisis Multiplier Pembangunan Jalan Terhadap Pendapatan Faktor Produksi Pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan umumnya membutuhkan

Lebih terperinci

P U S J A T A N. Muktar Napitupulu 1), Mangara Tambunan 2), Arief Daryanto 3), Rina Oktaviani 4)

P U S J A T A N. Muktar Napitupulu 1), Mangara Tambunan 2), Arief Daryanto 3), Rina Oktaviani 4) DAMPAK INFRASTRUKTUR JALAN TERHADAP PEREKONOMIAN PULAU JAWA-BALI DAN SUMATERA (THE IMPACT OF ROAD INFRASTRUCTURE ON ECONOMICS IN JAVA, BALI AND SUMATERA) Muktar Napitupulu 1), Mangara Tambunan 2), Arief

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N. sebagai sarana untuk memperlancar mobilisasi barang dan jasa serta sebagai

BAB I P E N D A H U L U A N. sebagai sarana untuk memperlancar mobilisasi barang dan jasa serta sebagai BAB I P E N D A H U L U A N 1.1 Latar Belakang Investasi infrastruktur transportasi dalam pembangunan ekonomi penting sebagai sarana untuk memperlancar mobilisasi barang dan jasa serta sebagai sarana untuk

Lebih terperinci

V. PERAN SEKTOR PERTAMBANGAN BATUBARA PADA PEREKONOMIAN

V. PERAN SEKTOR PERTAMBANGAN BATUBARA PADA PEREKONOMIAN V. PERAN SEKTOR PERTAMBANGAN BATUBARA PADA PEREKONOMIAN 5.1. Posisi Pertambangan Batubara Indonesia dalam Pasar Global Seiring dengan semakin meningkatnya harga bahan bakar minyak bumi (BBM) dan semakin

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di wilayah Pulau Kalimantan didasarkan pada beberapa pertimbangan, yaitu: Pulau Kalimantan sangat kaya akan sumberdaya alam

Lebih terperinci

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 65 V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 5.1. Gambaran Umum dan Hasil dari Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 Pada bab ini dijelaskan

Lebih terperinci

VII. PERANAN DAN DAMPAK KEBIJAKAN SUBSIDI PUPUK DALAM PEREKONOMIAN

VII. PERANAN DAN DAMPAK KEBIJAKAN SUBSIDI PUPUK DALAM PEREKONOMIAN VII. PERANAN DAN DAMPAK KEBIJAKAN SUBSIDI PUPUK DALAM PEREKONOMIAN 7.1. Peranan Langsung Sektor Pupuk Terhadap Nilai Tambah Dalam kerangka dasar SNSE 2008, nilai tambah perekonomian dibagi atas tiga bagian

Lebih terperinci

VI. STRUKTUR PEREKONOMIAN DAN ANGKA PENGGANDA SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI

VI. STRUKTUR PEREKONOMIAN DAN ANGKA PENGGANDA SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI 157 VI. STRUKTUR PEREKONOMIAN DAN ANGKA PENGGANDA SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI Salah satu kelebihan Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) adalah mampu menjelaskan dengan lengkap tiga aktivitas distribusi

Lebih terperinci

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU 6.1. Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku Aktivitas atau kegiatan ekonomi suatu wilayah dikatakan mengalami kemajuan,

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR

GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR Pada bab ini dijelaskan mengenai gambaran umum SNSE Kabupaten Indragiri Hilir yang meliputi klasifikasi SNSE Kabupaten Indragiri

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN INFRASTRUKTUR JALAN, STRUKTUR PEREKONOMIAN DAN KETENAGAKERJAAN DI JAWA BARAT

BAB V GAMBARAN INFRASTRUKTUR JALAN, STRUKTUR PEREKONOMIAN DAN KETENAGAKERJAAN DI JAWA BARAT BAB V GAMBARAN INFRASTRUKTUR JALAN, STRUKTUR PEREKONOMIAN DAN KETENAGAKERJAAN DI JAWA BARAT 5.1. Peran Infrastruktur dalam Perekonomian Investasi infrastruktur transportasi dalam pembangunan ekonomi penting

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN Bab ini akan menjelaskan metode yang digunakan pada penelitian ini dan tahapan-tahapan analisis pada penelitian ini. Diawali dengan penjelasan mengenai sumber data yang akan digunakan,

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. sektor, total permintaan Provinsi Jambi pada tahun 2007 adalah sebesar Rp 61,85

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. sektor, total permintaan Provinsi Jambi pada tahun 2007 adalah sebesar Rp 61,85 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Struktur Perekonomian Provinsi Jambi 5.1.1 Struktur Permintaan Berdasarkan tabel Input-Output Provinsi Jambi tahun 2007 klasifikasi 70 sektor, total permintaan Provinsi Jambi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor Industri merupakan salah satu sektor yang berperan penting dalam pembangunan nasional. Kontribusi sektor Industri terhadap pembangunan nasional setiap tahunnya

Lebih terperinci

BOKS II : TELAAH KETERKAITAN EKONOMI PROPINSI DKI JAKARTA DAN BANTEN DENGAN PROPINSI LAIN PENDEKATAN INTERREGIONAL INPUT OUTPUT (IRIO)

BOKS II : TELAAH KETERKAITAN EKONOMI PROPINSI DKI JAKARTA DAN BANTEN DENGAN PROPINSI LAIN PENDEKATAN INTERREGIONAL INPUT OUTPUT (IRIO) BOKS II : TELAAH KETERKAITAN EKONOMI PROPINSI DKI JAKARTA DAN BANTEN DENGAN PROPINSI LAIN PENDEKATAN INTERREGIONAL INPUT OUTPUT (IRIO) IRIO memiliki kemampuan untuk melakukan beberapa analisa. Kemampuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan proses transformasi yang dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan. Pembangunan ekonomi dilakukan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang masih memegang peranan dalam peningkatan perekonomian nasional. Selain itu, sebagian besar penduduk Indonesia masih menggantungkan

Lebih terperinci

gula (31) dan industri rokok (34) memiliki tren pangsa output maupun tren permintaan antara yang negatif.

gula (31) dan industri rokok (34) memiliki tren pangsa output maupun tren permintaan antara yang negatif. 5. RANGKUMAN HASIL Dari hasil dan pembahasan dalam penelitian ini, dapat dirangkum beberapa poin penting sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu: 1. Deviasi hasil estimasi total output dengan data aktual

Lebih terperinci

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional Dalam penerbitan buku Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Tegal Tahun 2012 ruang lingkup penghitungan meliputi

Lebih terperinci

BAB 5 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB 5 ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB 5 ANALISIS DAN PEMBAHASAN Dalam penelitian ini, dilakukan beberapa macam analisis, yaitu analisis angka pengganda, analisis keterkaitan antar sektor, dan analisis dampak pengeluaran pemerintah terhadap

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5. A 5.1 Kesimpulan Dari hasil analisis 21 sektor perekonomian pada tabel Input-Ouput Provinsi Jawa Tengah tahun 2004 dan 2008 pada penelittian ini, beberapa kesimpulan yang

Lebih terperinci

PERAN SEKTOR AGROINDUSTRI DALAM PEREKONOMIAN NASIONAL DAN PENDAPATAN RUMAH TANGGA PERTANIAN. Sri Hery Susilowati 1

PERAN SEKTOR AGROINDUSTRI DALAM PEREKONOMIAN NASIONAL DAN PENDAPATAN RUMAH TANGGA PERTANIAN. Sri Hery Susilowati 1 PERAN SEKTOR AGROINDUSTRI DALAM PEREKONOMIAN NASIONAL DAN PENDAPATAN RUMAH TANGGA PERTANIAN Sri Hery Susilowati 1 ABSTRAK Penelitian bertujuan untuk menganalisis peran sektor agroindustri dalam perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Selain itu pembangunan adalah rangkaian dari upaya dan proses yang

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Selain itu pembangunan adalah rangkaian dari upaya dan proses yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pembangunan adalah kemajuan yang diharapkan oleh setiap negara. Pembangunan adalah perubahan yang terjadi pada semua struktur ekonomi dan sosial. Selain itu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, sehingga pembangunan bidang pertambangan merupakan tanggung jawab bersama. Oleh karenanya

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perekonomian Kota Cirebon Berdasarkan Struktur Permintaan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perekonomian Kota Cirebon Berdasarkan Struktur Permintaan 60 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Peranan Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perekonomian Kota Cirebon Berdasarkan Struktur Permintaan Alat analisis Input-Output (I-O) merupakan salah satu instrumen yang

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI BENGKULU TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI BENGKULU TAHUN 2016 BPS PROVINSI BENGKULU No. 10/02/17/XI, 6 Februari 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI BENGKULU TAHUN 2016 EKONOMI BENGKULU TUMBUH 5,30 PERSEN, MENINGKAT DIBANDINGKAN TAHUN 2015 Perekonomian Provinsi Bengkulu

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. menjadi dua, yaitu data primer dan data sekunder. Data sekunder adalah data yang

METODE PENELITIAN. menjadi dua, yaitu data primer dan data sekunder. Data sekunder adalah data yang III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Menurut Sugiyono (2005:129) pengumpulan data dilakukan dengan berbagai setting, berbagai sumber, dan berbagai cara. Berdasarkan sumbernya, data dibedakan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten Banjarnegara Pada sub bab ini akan dijelaskan mengenai peranan ekonomi sektoral ditinjau dari struktur permintaan, penerimaan

Lebih terperinci

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional Dalam penerbitan buku tahun 2013 ruang lingkup penghitungan meliputi 9 sektor ekonomi, meliputi: 1. Sektor Pertanian

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2008

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2008 No. 19/05/31/Th. X, 15 Mei 2008 PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2008 Perekonomian DKI Jakarta pada triwulan I tahun 2008 yang diukur berdasarkan PDRB atas dasar harga konstan 2000 menunjukkan

Lebih terperinci

Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007

Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007 Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007 TABEL INPUT OUTPUT Tabel Input-Output (Tabel I-O) merupakan uraian statistik dalam bentuk matriks yang menyajikan informasi tentang transaksi barang

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data tabel FSNSE pada tahun Jenis data

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data tabel FSNSE pada tahun Jenis data 38 III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data tabel FSNSE pada tahun 2005. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari

Lebih terperinci

DAMPAK TRANSFER PAYMENT TERHADAP PENDAPATAN RUMAHTANGGA PETANI DAN PEMBANGUNAN EKONOMI DI INDONESIA

DAMPAK TRANSFER PAYMENT TERHADAP PENDAPATAN RUMAHTANGGA PETANI DAN PEMBANGUNAN EKONOMI DI INDONESIA Dampak Transfer Payment (Achmad Zaini) 15 DAMPAK TRANSFER PAYMENT TERHADAP PENDAPATAN RUMAHTANGGA PETANI DAN PEMBANGUNAN EKONOMI DI INDONESIA (The Impact of Transfer Payment on Income of Farmers Household

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. mengenai dampak investasi pemerintah di sektor perdagangan sebesar Rp27

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. mengenai dampak investasi pemerintah di sektor perdagangan sebesar Rp27 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis multiplier dan analisis jalur struktural (SPA) mengenai dampak investasi pemerintah di sektor perdagangan sebesar Rp27 trilyun terhadap

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA No. 52/ V / 15 Nopember 2002 PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA INDONESIA TRIWULAN III TAHUN 2002 TUMBUH 2,39 PERSEN Indonesia pada triwulan III tahun 2002 meningkat sebesar 2,39 persen terhadap triwulan II

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perkembangan suatu perekonomian dari suatu periode ke periode. berikutnya. Dari satu periode ke periode lainnya kemampuan suatu negara

I. PENDAHULUAN. perkembangan suatu perekonomian dari suatu periode ke periode. berikutnya. Dari satu periode ke periode lainnya kemampuan suatu negara 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah perekonomian suatu negara dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi mengukur prestasi dari perkembangan suatu perekonomian dari

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT PEREKONOMIAN KALIMANTAN BARAT PERTUMBUHAN PDRB TAHUN 2013 MENCAPAI 6,08 PERSEN No. 11/02/61/Th. XVII, 5 Februari 2014 Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tahun

Lebih terperinci

DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT)

DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT) DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT) OLEH SRI MULYANI H14103087 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan BAB I PENDAHULUAN 1. A 1.1 Latar Belakang Kewenangan Pemerintah Daerah menjadi sangat luas dan strategis setelah pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan indikator ekonomi makro yang dapat digunakan untuk melihat tingkat keberhasilan pembangunan ekonomi suatu daerah. Laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Majalengka

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi Suryana (2000 : 3), mengungkapkan pembangunan ekonomi adalah suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk suatu masyarakat

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I-2010

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I-2010 BADAN PUSAT STATISTIK No. 31/05/Th. XIII, 10 Mei 2010 PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I-2010 EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I-2010 TUMBUH MENINGKAT 5,7 PERSEN Perekonomian Indonesia yang diukur berdasarkan

Lebih terperinci

PENGARUH INVESTASI SEKTOR PERTANIAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN DI PROVINSI SULAWESI TENGAH

PENGARUH INVESTASI SEKTOR PERTANIAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN DI PROVINSI SULAWESI TENGAH J. Agroland 17 (1) : 63 69, Maret 2010 ISSN : 0854 641X PENGARUH INVESTASI SEKTOR PERTANIAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN DI PROVINSI SULAWESI TENGAH The Effect of Investment of Agricultural

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Uraian dalam Bab ini menjelaskan hasil pengolahan data dan pembahasan terhadap 4 (empat) hal penting yang menjadi fokus dari penelitian ini, yaitu: (1) peranan sektor kehutanan

Lebih terperinci

Produk Domestik Bruto (PDB)

Produk Domestik Bruto (PDB) Produk Domestik Bruto (PDB) Gross Domestic Product (GDP) Jumlah nilai produk berupa barang dan jasa yang dihasilkan oleh unitunit produksi di dalam batas wilayah suatu negara (domestik) selama satu tahun.

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 Nomor Katalog : 9302001.9416 Ukuran Buku : 14,80 cm x 21,00 cm Jumlah Halaman

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Kuncoro (2010: 4) menyebutkan bahwa pembangunan di Negara Sedang

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Kuncoro (2010: 4) menyebutkan bahwa pembangunan di Negara Sedang BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Kuncoro (2010: 4) menyebutkan bahwa pembangunan di Negara Sedang Berkembang (NSB) pada awalnya identik dengan strategi pertumbuhan ekonomi, yaitu usaha untuk meningkatkan

Lebih terperinci

V. METODE PENELITIAN

V. METODE PENELITIAN V. METODE PENELITIAN 5.. Konstruksi Model IRSAM KBI-KTI Sebagaimana telah diungkapkan dalam Bab terdahulu bahwa studi ini akan menggunakan model Sistem Neraca Sosial Ekonomi Antarregional KBI-KTI atau

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 72/11/35/Th. X, 5 November 2012 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN III-2012 Ekonomi Jawa Timur Triwulan III Tahun 2012 (y-on-y) mencapai 7,24 persen

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH No. 11/02/72/Th. XVII. 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH Ekonomi Sulawesi Tengah pada tahun 2013 yang diukur dari persentase kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar

Lebih terperinci

V. MEMBANGUN DATA DASAR

V. MEMBANGUN DATA DASAR V. MEMBANGUN DATA DASAR Sudah dikemukakan sebelumnya, di bagian metodologi bahwa sumber data utama yang digunakan dalam studi ini dalam rangka membangun Model CGE-Investasi Regional (CGE-IR) adalah Tabel

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN Hal-hal yang akan diuraikan dalam pembahasan dibagi dalam tiga bagian yakni bagian (1) penelaahan terhadap perekonomian Kabupaten Karo secara makro, yang dibahas adalah mengenai

Lebih terperinci

KETERKAITAN SEKTOR EKONOMI DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI JAWA: PENDEKATAN SOCIAL ACCOUNTING MATRIX

KETERKAITAN SEKTOR EKONOMI DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI JAWA: PENDEKATAN SOCIAL ACCOUNTING MATRIX KETERKAITAN SEKTOR EKONOMI DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI JAWA: PENDEKATAN SOCIAL ACCOUNTING MATRIX (Economic Sectors Linkages and Income Distribution Analysis in Java: Soocial Accounting Matrix Approach)

Lebih terperinci

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Kebijakan Revitalisasi Perkeretaapian Terhadap Pendapatan Faktor Produksi, Institusi, dan Sektor Produksi.

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Kebijakan Revitalisasi Perkeretaapian Terhadap Pendapatan Faktor Produksi, Institusi, dan Sektor Produksi. BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pengaruh Kebijakan Revitalisasi Perkeretaapian Terhadap Pendapatan Faktor Produksi, Institusi, dan Sektor Produksi. Sub bab ini akan membahas tentang analisis hasil terhadap

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2008

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2008 BPS PROVINSI DKI JAKARTA No. 41/11/31/Th. X, 17 November 2008 PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2008 Perekonomian DKI Jakarta pada triwulan III tahun 2008 yang diukur berdasarkan PDRB

Lebih terperinci

IX. KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Hasil analisis angka pengganda (multiplier) meliputi value added multiplier

IX. KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Hasil analisis angka pengganda (multiplier) meliputi value added multiplier IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1. Kesimpulan 1. Hasil analisis angka pengganda (multiplier) meliputi value added multiplier (VM ), household induced income multiplier (HM), firm income multiplier (FM), other

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan perkapita penduduk yang diikuti oleh perubahan fundamental dalam struktur ekonomi suatu negara. Pembangunan

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 32/05/35/Th. XI, 6 Mei 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN I-2013 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur Triwulan I Tahun 2013 (y-on-y) mencapai 6,62

Lebih terperinci

DAMPAK INVESTASI SWASTA YANG TERCATAT DI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN JAWA TENGAH (ANALISIS INPUT-OUTPUT)

DAMPAK INVESTASI SWASTA YANG TERCATAT DI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN JAWA TENGAH (ANALISIS INPUT-OUTPUT) DIPONEGORO JOURNAL OF ECONOMICS Volume 2, Nomor 3, Tahun 2013, Halaman 1-9 http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jme DAMPAK INVESTASI SWASTA YANG TERCATAT DI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN JAWA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi menjadi prioritas utama bagi negara-negara

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi menjadi prioritas utama bagi negara-negara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi menjadi prioritas utama bagi negara-negara berkembang hal ini disebabkan karena terjadinya keterbelakangan ekonomi yang mengakibatkan lambatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang menyebabkan GNP perkapita (Gross National Product) atau pendapatan. masyarakat meningkat dalam periode waktu yang panjang.

BAB I PENDAHULUAN. yang menyebabkan GNP perkapita (Gross National Product) atau pendapatan. masyarakat meningkat dalam periode waktu yang panjang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara umum pembangunan ekonomi di definisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan GNP perkapita (Gross National Product) atau pendapatan masyarakat meningkat dalam

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan adalah data sekunder yang sebagian besar berasal

III. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan adalah data sekunder yang sebagian besar berasal 39 III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan adalah data sekunder yang sebagian besar berasal dari Tabel Input-Output Kota Bontang Tahun 2010 klasifikasi 46 sektor yang diagregasikan

Lebih terperinci

DIPONEGORO JOURNAL OF ECONOMICS Volume 2, Nomor 1, Tahun 2013, Halaman 1

DIPONEGORO JOURNAL OF ECONOMICS Volume 2, Nomor 1, Tahun 2013, Halaman 1 DIPONEGORO JOURNAL OF ECONOMICS Volume 2, Nomor 1, Tahun 2013, Halaman 1 http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jme ANALISIS DAMPAK SUBSIDI PANGAN (RASKIN) TERHADAP TINGKAT PENDAPATAN RUMAH TANGGA DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya perekonomian nasional yang optimal. Inti dari tujuan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya perekonomian nasional yang optimal. Inti dari tujuan pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1. A 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator kemajuan ekonomi suatu negara. Semakin tinggi pertumbuhan ekonomi maka semakin baik pula perekonomian negara

Lebih terperinci

INDIKATOR MAKRO EKONOMI KABUPATEN TEGAL

INDIKATOR MAKRO EKONOMI KABUPATEN TEGAL III. EKONOMI MAKRO KABUPATEN TEGAL TAHUN 2013 Pembangunan ekonomi merupakan suatu hal mendasar suatu daerah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi itu sendiri pada dasarnya

Lebih terperinci

PERAN SEKTOR AGROINDUSTRI DALAM PEREKONOMIAN NASIONAL DAN PENDAPATAN RUMAH TANGGA PERTANIAN

PERAN SEKTOR AGROINDUSTRI DALAM PEREKONOMIAN NASIONAL DAN PENDAPATAN RUMAH TANGGA PERTANIAN PERAN SEKTOR AGROINDUSTRI DALAM PEREKONOMIAN NASIONAL DAN PENDAPATAN RUMAH TANGGA PERTANIAN Sri Hery Susilowati Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Jl. A. Yani No. 70 Bogor 16161 Abstract

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2013 SEBESAR -3,30 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2013 SEBESAR -3,30 PERSEN BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2013 SEBESAR -3,30 PERSEN No. 44/08/34/Th. XV, 2 Agustus 2013 Pertumbuhan ekonomi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada

Lebih terperinci

1.1. Latar Belakang dan Masalah

1.1. Latar Belakang dan Masalah 1.1. Latar Belakang dan Masalah Secara agregat, perekonomian suatu negara atau wilayah dapat dibagi ke dalam sektor-sektor pertanian, industri dan jasa-jasa. Masing-masing sektor ini memiliki peranan penting

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS. penelitian mengenai dampak investasi infrastruktur transportasi terhadap

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS. penelitian mengenai dampak investasi infrastruktur transportasi terhadap BAB III KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS 3.1. Kerangka Pemikiran Berdasarkan studi pustaka dan kerangka pemikiran yang digunakan, penelitian mengenai dampak investasi infrastruktur transportasi terhadap penyerapan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN SIMALUNGUN TAHUN 2012

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN SIMALUNGUN TAHUN 2012 BPS KABUPATEN SIMALUNGUN No. 01/08/1209/Th. XII, 1 Agustus 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN SIMALUNGUN TAHUN 2012 Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Simalungun tahun 2012 sebesar 6,06 persen mengalami percepatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional merupakan cerminan keberhasilan pembangunan. perlu dilaksanakan demi kehidupan manusia yang layak.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional merupakan cerminan keberhasilan pembangunan. perlu dilaksanakan demi kehidupan manusia yang layak. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya pembangunan adalah suatu proses perubahan yang direncanakan dan merupakan rangkaian kegiatan yang berkesinambungan, berkelanjutan dan bertahap menuju tingkat

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. deskriptif analitik. Penelitian ini tidak menguji hipotesis atau tidak menggunakan

III. METODE PENELITIAN. deskriptif analitik. Penelitian ini tidak menguji hipotesis atau tidak menggunakan III. METODE PENELITIAN Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitik. Penelitian ini tidak menguji hipotesis atau tidak menggunakan hipotesis, melainkan hanya mendeskripsikan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Model ekonomi keseimbangan umum digunakan untuk menganalisis secara

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Model ekonomi keseimbangan umum digunakan untuk menganalisis secara BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Model ekonomi keseimbangan umum digunakan untuk menganalisis secara bersamaan perubahan-perubahan makroekonomi maupun perekonomian secara sektoral dan regional, serta

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PDRB TRIWULAN II-2009 KALIMANTAN SELATAN

PERKEMBANGAN PDRB TRIWULAN II-2009 KALIMANTAN SELATAN No. 026/08/63/Th.XII, 10 Agustus 2009 PERKEMBANGAN PDRB TRIWULAN II-2009 KALIMANTAN SELATAN Pertumbuhan ekonomi triwulan II-2009 terhadap triwulan I-2009 (q to q) mencapai angka 16,68 persen. Pertumbuhan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SEKADAU TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI SEKADAU TAHUN 2014 z BPS KABUPATEN SEKADAU No.01/11/6109/Th. I, 5 November 2015 PERTUMBUHAN EKONOMI SEKADAU TAHUN 2014 PEREKONOMIAN SEKADAU TAHUN 2014 TUMBUH 6,11 PERSEN MELAMBAT SEJAK LIMA TAHUN TERAKHIR Perekonomian Kabupaten

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pendapatan rata-rata masyarakat pada wilayah tersebut. Dalam menghitung

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pendapatan rata-rata masyarakat pada wilayah tersebut. Dalam menghitung BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep dan Definsi Pendapatan regional adalah tingkat (besarnya) pendapatan masyarakat pada wilayah analisis. Tingkat pendapatan dapat diukur dari total pendapatan wilayah maupun

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi Kalimantan Timur dan berbatasan langsung dengan Negara Bagian Sarawak, Malaysia. Kabupaten Malinau

Lebih terperinci

Tabel PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan 2000 di Kecamatan Ngadirejo Tahun (Juta Rupiah)

Tabel PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan 2000 di Kecamatan Ngadirejo Tahun (Juta Rupiah) 3.14. KECAMATAN NGADIREJO 3.14.1. PDRB Kecamatan Ngadirejo Besarnya Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kecamatan Ngadirejo selama lima tahun terakhir dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 3.14.1

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG 2008 2011 NOMOR KATALOG : 9302008.1114 UKURAN BUKU JUMLAH HALAMAN : 21,00 X 28,50 CM : 78 HALAMAN + XIII NASKAH : - SUB BAGIAN TATA USAHA - SEKSI STATISTIK SOSIAL

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN I-2014

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN I-2014 BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN No. 26/05/73/Th. VIII, 5 Mei 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN I-2014 PEREKONOMIAN SULAWESI SELATAN TRIWULAN I 2014 BERTUMBUH SEBESAR 8,03 PERSEN Perekonomian

Lebih terperinci

KINERJA PEREKONOMIAN SULAWESI SELATAN TRIWULAN II 2014

KINERJA PEREKONOMIAN SULAWESI SELATAN TRIWULAN II 2014 BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN No. 46/08/73/Th. VIII, 5 Agustus 2014 KINERJA PEREKONOMIAN SULAWESI SELATAN TRIWULAN II 2014 Perekonomian Sulawesi Selatan pada triwulan II tahun 2014 yang dihitung berdasarkan

Lebih terperinci

PDB per kapita atas dasar harga berlaku selama tahun 2011 mengalami peningkatan sebesar 13,8% (yoy) menjadi Rp30,8 juta atau US$ per tahun.

PDB per kapita atas dasar harga berlaku selama tahun 2011 mengalami peningkatan sebesar 13,8% (yoy) menjadi Rp30,8 juta atau US$ per tahun. Indonesia pada tahun 2011 tumbuh sebesar 6,5% (yoy), sedangkan pertumbuhan triwulan IV-2011 secara tahunan sebesar 6,5% (yoy) atau secara triwulanan turun 1,3% (qtq). PDB per kapita atas dasar harga berlaku

Lebih terperinci

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN PEREKONOMIAN KABUPATEN MANDAILING NATAL PROVINSI SUMATERA UTARA

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN PEREKONOMIAN KABUPATEN MANDAILING NATAL PROVINSI SUMATERA UTARA ANALISIS SEKTOR UNGGULAN PEREKONOMIAN KABUPATEN MANDAILING NATAL PROVINSI SUMATERA UTARA Andi Tabrani Pusat Pengkajian Kebijakan Peningkatan Daya Saing, BPPT, Jakarta Abstract Identification process for

Lebih terperinci

6. HASIL DAN PEMBAHASAN

6. HASIL DAN PEMBAHASAN 6. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan dibahas tentang kenaikan tarif dasar listrik (TDL) dan respon kebijakan untuk meminimisasi dampak negatif terhadap perekonomian Indonesia. Mengingat sejak bulan

Lebih terperinci

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen)

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen) BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 13/02/35/Th. XII, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR I. PERTUMBUHAN DAN STRUKTUR EKONOMI MENURUT LAPANGAN USAHA Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN II 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN II 2013 No. 45/08/72/Th. XVI, 02 Agustus 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN II 2013 Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah yang diukur berdasarkan kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan teknologi dan serta iklim perekonomian dunia.

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan teknologi dan serta iklim perekonomian dunia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hakekatnya pertumbuhan ekonomi mempunyai tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pertumbuhan ekonomi suatu daerah merupakan salah satu usaha daerah untuk

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2014 No. 47/08/72/Thn XVII, 05 Agustus PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN II TAHUN Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah yang diukur berdasarkan kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) pada triwulan

Lebih terperinci

Sebagai upaya untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan di

Sebagai upaya untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan di 120 No. 1 2 3 4 Tabel 3.5 Kegiatan Pembangunan Infrastruktur dalam MP3EI di Kota Balikpapan Proyek MP3EI Pembangunan jembatan Pulau Balang bentang panjang 1.314 meter. Pengembangan pelabuhan Internasional

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Bogor merupakan sebuah kota yang berada di Provinsi Jawa Barat. Kedudukan Kota Bogor yang terletak di antara wilayah Kabupaten Bogor dan dekat dengan Ibukota Negara

Lebih terperinci

BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN

BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN No. 63/11/73/Th. VIII, 5 November 2014 EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN III TUMBUH SEBESAR 6,06 PERSEN Perekonomian Sulawesi Selatan pada triwulan III tahun 2014 yang diukur

Lebih terperinci