BAB VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB VI. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 133 BAB VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Struktur Perekonomian Kepulauan Bangka Belitung Sebelum Transformasi Untuk mengetahui struktur perekonomian Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dilakukan analisis struktur perekonomian menggunakan data IRIO (Bappenas, 2005). Melalui analisis data IRIO dapat diketahui struktur perekonomian secara lebih lengkap dibandingkan menggunakan data Input Output Regional, karena selain terlihat keterkaitan antar sektor di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, dapat juga dilihat keterkaitan antar sektor dengan sektor yang sama maupun sektor lainnya di Provinsi yang lain. Dari gambar 12 terlihat bahwa Provinsi Kepulauan Bangka Belitung mempunyai hubungan perekonomian dengan provinsi-provinsi lainnya di Indonesia. Terlihat bahwa Provinsi Jawa Barat menduduki peringkat pertama dari sisi input antara. Artinya perekonomian Provinsi Bangka Belitung mendapatkan input dari Provinsi lain yaitu secara berurutan dari Provinsi Jawa Barat, disusul DKI Jakarta, Jawa Timur dan Banten, baru kemudian provinsi lainnya. Sedangkan dari sisi output, perekonomian Provinsi Bangka Belitung digunakan sebagai masukan oleh perekonomian Provinsi lain yaitu secara berurutan ke Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Banten kemudian provinsi lainnya. Sedangkan gambar 13 memperlihatkan perbandingan input antara dengan permintaan antara dalam persen untuk Provinsi Bangka Belitung dengan Provinsi lain, sebagai contoh, untuk hubungan perekonomian antara Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dengan Provinsi Jawa Barat, terlihat bahwa permintaan antara lebih kurang 20 persen sedangkan input antara adalah 80 persen. Berdasarkan interpretasi awal data IRIO tahun 2005 tersebut, maka analisis selanjutnya mengenai struktur perekonomian Provinsi Kepulauan Bangka Belitung akan dilakukan keterkaitannya dengan Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten dan Sumatera Selatan. Pemilihan Provinsi Sumatera Selatan adalah untuk melihat keterkaitan perekonomian Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dengan Provinsi induknya sebelum berdiri sendiri menjadi Provinsi.

2 PAPUA 29. MALUT 28. MALUKU 27. NTT 26. NTB 25. BALI 24. SULTRA 23. SULSEL 22. SULTENG 21. GORONTALO 20. SULUT 19. KALTIM 18. KALSEL 17. KALTENG 16. KALBAR 15. JATIM 14. DIY 13. JATENG 12. BANTEN 11. JABAR 10. DKI JAKARTA 9. LAMPUNG 8. BENGKULU 6. SUMSEL 5. JAMBI 4. RIAU 3. SUMBAR 2. SUMUT 1. NAD 0 200, , , ,000 1,000,000 1,200,000 Permintaan Antara Input Antara Gambar 12. Grafik Total Input Antara dan Permintaan Antara Provinsi Bangka Belitung dengan Provinsi lain 30. PAPUA 29. MALUT 28. MALUKU 27. NTT 26. NTB 25. BALI 24. SULTRA 23. SULSEL 22. SULTENG 21. GORONTALO 20. SULUT 19. KALTIM 18. KALSEL 17. KALTENG 16. KALBAR 15. JATIM 14. DIY 13. JATENG 12. BANTEN 11. JABAR 10. DKI JAKARTA 9. LAMPUNG 8. BENGKULU 6. SUMSEL 5. JAMBI 4. RIAU 3. SUMBAR 2. SUMUT 1. NAD 0% 20% 40% 60% 80% 100% Permintaan Antara Input Antara Gambar 13. Grafik Perbandingan Input Antara dengan Permintaan Antara dalam Persen untuk Provinsi Bangka Belitung dengan Provinsi lain

3 Struktur Permintaan Barang dan Jasa Permintaan terhadap barang dan jasa pada suatu wilayah pada periode waktu tertentu adalah merupakan seluruh permintaan yang digunakan oleh sektor produksi (permintaan antara), permintaan untuk memenuhi konsumsi akhir domestik (permintaan akhir), dan permintaan untuk ekspor. Sedangkan kalau dilihat dari sisi penawaran adalah merupakan seluruh penawaran barang dan jasa pada suatu wilayah pada waktu tertentu yang berasal dari produksi lokal (barang dan jasa yang diproduksi di daerah tersebut), impor domestik (barang dan jasa yang di impor dari daerah lain dalam satu negara dan barang dan jasa impor dari luar negeri). Struktur permintaan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Sumatera Selatan, DKI Jakarta, dan Jawa Barat seperti terlihat pada Tabel 13 dibawah ini. Berdasarkan data pada struktur permintaan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tabel 12, nilai total permintaan barang dan jasa pada periode tahun 2005 mencapai Rp 23,572,472.4 juta. Perinciannya, permintaan pada kelompok sektor sekunder (sektor riil) paling besar, yaitu Rp 9,630,930.8 juta (40.9 persen), selanjutnya kelompok sektor tersier (jasa-jasa) sebesar Rp 7,426,797.3 juta (31.5 persen) dan terakhir kelompok sektor primer (pertanian dan pertambangan) sebesar Rp 6,514,744.3 juta (27.6 persen). Dari sisi permintaan dan penawaran barang dan jasa di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, dapat dirinci lagi sebagai berikut: 1. Jumlah permintaan antara, yaitu permintaan barang dan jasa yang digunakan oleh sektor produksi baik yang ada di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, mencapai Rp ,9 juta (setara dengan persen dari pemintaan total). 2. Jumlah permintaan, yaitu permintaan barang dan jasa yang digunakan untuk konsumsi akhir di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, dan untuk memenuhi permintaan ekspor ke luar Provinsi dan luar negeri jumlahnya mencapai Rp ,5 juta (setara dengan 59,83% persen dari permintaan total). Selanjutnya berdasarkan data pada struktur permintaan Provinsi Sumatera Selatan, DKI Jakarta, Jawa Barat dan Banten (Tabel 13), dapat diketahui bahwa hanya Provinsi Sumatera Selatan yang masih mengandalkan sektor primer dalam

4 136 perekonomiannya. Provinsi Jawa Barat dan Banten sektor sekunder yang lebih dominan, sedangkan Prov. DKI Jakarta mengandalkan sektor tersier yaitu sektor jasa. Tabel 13. Struktur Permintaan Prov. Kepulauan Bangka Belitung, Sumatera Selatan dan DKI Jakarta 2005 Atas Dasar Harga Produsen PROV SEKTOR JUMLAH PERMINTAAN ANTARA (Juta) % JUMLAH PERMINTAAN AKHIR (FD) (Juta) % JUMLAH PERMINTAAN (Juta) % PRIMER 4,616, ,898, ,514, BABEL SEKUNDER TERSIER 2,226, ,403, ,626, ,800, ,630, ,426, JML 9,469, ,102, ,572, PRIMER 37,698, ,678, ,376, SUMSEL SEKUNDER TERSIER 28,536, ,368, ,448, ,267, ,904, ,716, JML 79,683, ,314, ,997, PRIMER 1,035, ,701, ,736, DKI JKT SEKUNDER TERSIER 50,909, ,877, ,718, ,887, ,786, ,605, JML 239,662, ,466, ,128, PRIMER 51,626, ,911, ,538, JABAR SEKUNDER TERSIER 323,467, ,753, ,732, ,996, ,220, ,729, JML 483,826, ,662, ,488, PRIMER 5,454, ,211, ,666, BANTEN SEKUNDER TERSIER 76,785, ,040, ,259, ,874, ,825, ,134, JML 116,499, ,126, ,626, Sumber : Tabel IRIO 2005 diolah (Bappenas) Berdasarkan kondisi tersebut, ternyata Prov. Bangka Belitung sudah mulai mengalami proses transformasi dari perekonomian berbasis sektor primer menuju sektor sekunder.

5 Struktur Output Pengertian output disini adaiah seluruh nilai produksi barang dan jasa yang dihasilkan oleh sektor-sektor ekonomi disuatu Provinsi. Analisis struktur output ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran sektor-sektor mana saja yang mampu memberikan sumbangan yang besar dalam perekonomian di provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Sumatera Selatan dan DKI Jakarta, Jawa barat dan Banten. Struktur output Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dapat dilihat pada Tabel 14. Total nilai produksi barang dan jasa yang produksi oleh sektor-sektor ekonomi di Kepulauan Bangka Belitung mencapai Rp 23,572,472.4 juta Tabel 14. Sepuluh Terbesar Peringkat Output Menurut Provinsi Tahun 2005 Atas Dasar Harga Berlaku Tabel 14 Lanjutan PROV SEKTOR JUMLAH OUTPUT (Juta) Persentase (%) Industri dasar besi dan baja dan logam dasar bukan besi 6,815,959.3 Pertambangan batu bara, biji logam dan penggalian lainnya 3,367,247.9 Perdagangan 2,241,829.2 Bangunan 1,969, Tanaman perkebunan 1,270, BABEL Perikanan 1,184, Industri kelapa sawit 1,010, Jasa-jasa lainnya 916, Industri lainnya 672, Pemerintahan umum dan pertahanan 639, SUMSEL Jumlah 20,089, Pertambangan minyak, gas dan panas bumi 21,927, Industri kelapa sawit 19,872, Pengilangan minyak bumi 17,189, Industri karet dan barang dari karet 14,492, Bangunan 13,191, Perdagangan 11,578, Tanaman perkebunan 7,825, Jasa-jasa lainnya 6,444, Industri makanan minuman 4,661,

6 138 Tabel 14 Lanjutan PROV SEKTOR JUMLAH OUTPUT (Juta) Persentase (%) Pemerintahan umum dan pertahanan 3,809, DKI JKT Jumlah 120,993, Bangunan 124,793, Jasa-jasa lainnya 120,458, Lembaga keuangan 119,600, Perdagangan 94,441, Industri alat angkutan dan perbaikiannya 72,172, Hotel dan Restoran 46,729, Komunikasi 24,111, Industri tekstil dan produk tekstil 22,745, Angkutan darat 19,034, Industri lainnya 18,340, Jumlah 662,427, Industri mesin listrik dan peralatan listrik 162,799, Industri tekstil dan produk tekstil 132,635, Perdagangan 73,018, Industri makanan minuman 48,992, Industri barang dari logam 47,367, JABAR Industri alat angkutan dan perbaikiannya 39,327, Industri lainnya 35,088, Bangunan 30,675, Angkutan darat 28,830, Industri karet dan barang dari karet 25,400, BANTEN Jumlah 624,134, Industri tekstil dan produk tekstil 30,651, Industri lainnya 24,788, Industri petrokimia 24,545, Perdagangan 18,613, Industri alas kaki 16,793, Listrik, gas dan air bersih 12,817, Industri dasar besi dan baja dan logam dasar bukan besi 10,171, Industri makanan minuman 9,758,

7 139 Tabel 14 Lanjutan PROV SEKTOR JUMLAH OUTPUT (Juta) Persentase (%) Angkutan Udara 7,894, Jasa-jasa lainnya 7,258, Jumlah 163,292, Sumber: Diolah dari Tabel IRIO 2005 (Bappenas) Dilihat dari struktur penciptaan output lima sektor terbesar penciptaan output adalah sektor Industri dasar besi dan baja dan logam dasar bukan besi (33.9 persen), Pertambangan batu bara, biji logam dan penggalian lainnya. Timah masuk dalam sektor ini (16.8), sektor perdagangan (11.2 persen ), sektor bangunan (9.8 persen) dan tanaman perkebunan (6.3 persen). Dilihat dari besarnya output yang dihasilkan kelima sektor di atas, sektorsektor tersebut merupakan leading sector di Kepulauan Bangka Belitung. Sedangkan untuk provinsi Sumatera Selatan, sektor pertambangan minyak, gas dan panas bumi berada di urutan pertama, DKI Jakarta sektor bangunan, Jawa Barat sektor industri mesin listrik dan peralatan listrik, dan Banten adalah industri tekstil yang berada di urutan pertama Struktur Nilai Tambah Bruto Nilai tambah bruto adalah jasa terhadap faktor produksi yang tercipta karena adanya kegiatan poduksi. Daiam Tabel 1-O Interregional ini, nilai tambah dirinci lagi menurut: (1) upah dan gaji, (2) surplus usaha (sewa, bunga dan keuntungan), (3) penyusutan dan pajak tidak langsung. Besarnya nilai tambah di tiap-tiap sektor ditentukan secara bersama-sama oleh besarnya output (besarnya nilai produksi) yang dihasilkan dalam proses produksi. Oleh karena itu, suatu sektor yang memiliki nilai output besar belum tentu memiliki nilai tambah yang juga besar, karena masih tergantung pula dari berapa besar biaya produksi yang dikeluarkan. Struktur nilai tambah bruto sektor produksi di Kepulauan Bangka Belitung dapat dilihat pada Tabel 15. Pada tabel tersebut, sektor produksi di Kepulauan Bangka Belitung yang memberikan nilai tambah bruto terbesar secara berturut-

8 140 turut (lima terbesar) adaiah: Pertambangan batu bara, biji logam dan penggalian lain Rp 2,700, juta (atau setara dengan persen dari total nilai tambah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung), Industri dasar besi dan baja dan logam dasar bukan besi nilai Rp 2,198, juta (atau setara dengan persen dari total nilai tambah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung), sektor Perdagangan dengan nilai Rp 1,664, juta (atau setara dengan persen dari total nilai tambah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung), sektor Perkebunan 1,031, juta (atau setara dengan 9.16 persen dari total nilai tambah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung), dan sektor perikanan dengan nilai Rp 914, juta (atau setara dengan 8.13 persen dari total nilai tambah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung). Tabel 15. Sepuluh Terbesar Peringkat Nilai Tambah Bruto Menurut Provinsi Tahun 2005 Tabel 15 Lanjutan PROV SEKTOR Nilai % Pertambangan batu bara, biji logam dan penggalian lainnya 2,700, Industri dasar besi dan baja dan logam dasar bukan besi 2,198, BANGKA BELITUNG Perdagangan 1,664, Tanaman perkebunan 1,031, Perikanan 914, Bangunan 729, Pemerintahan umum dan pertahanan 639, Jasa-jasa lainnya 611, Industri kelapa sawit 399, Industri lainnya 364, JUMLAH 11,254, Pertambangan minyak, gas dan panas bumi 20,230, Pengilangan minyak bumi 8,574, SUMATERA SELATAN Perdagangan 8,336, Tanaman perkebunan 6,464, Bangunan 5,079, Jasa-jasa lainnya 4,532, Industri karet dan barang dari karet 3,810, Pemerintahan umum dan pertahanan 3,809, Industri kelapa sawit 3,225, Pertambangan batu bara, biji logam dan penggalian lainnya 3,016, JUMLAH 67,078, Lembaga keuangan 89,617, DKI JAKARTA Jasa-jasa lainnya 88,512, Perdagangan 65,372, Bangunan 45,570, Industri alat angkutan dan perbaikiannya 31,298, Hotel dan Restoran 22,287,

9 141 Tabel 15 Lanjutan PROV SEKTOR Nilai % Komunikasi 18,045, Pemerintahan umum dan pertahanan 17,053, Angkutan darat 8,697, Industri tekstil dan produk tekstil 6,235, JUMLAH 392,691, Perdagangan 62,830, Industri tekstil dan produk tekstil 41,850, Industri mesin listrik dan peralatan listrik 41,845, JAWA BARAT Pemerintahan umum dan pertahanan 18,842, Industri lainnya 18,135, Tanaman bahan makanan lainnya 17,863, Jasa-jasa lainnya 17,607, Industri makanan minuman 17,152, Industri alat angkutan dan perbaikiannya 16,148, Angkutan darat 15,107, JUMLAH 267,385, Perdagangan 11,805, Industri tekstil dan produk tekstil 11,028, Industri petrokimia 8,507, BANTEN Industri alas kaki 6,502, Jasa-jasa lainnya 4,829, Industri lainnya 4,166, Industri dasar besi dan baja dan logam dasar bukan besi 3,744, Angkutan darat 3,160, Listrik, gas dan air bersih 3,073, Padi 2,873, JUMLAH 59,692, Sumber: Diolah dari Tabel IRIO 2005 (Bappenas) Selanjutnya pada Tabel 15 disajikan nilai tambah bruto Sumatera Selatan, DKI Jakarta, Jawa Barat dan Banten menurut komponen-komponennya. Struktur Komponen Nilai Tambah Bruto Selanjutnya pada Tabel 16 disajikan nilai tambah bruto Kepulauan Bangka Belitung menurut komponen-komponennya. Pada tahun 2005, komponen surplus usaha menyumbangkan nilai tambah sebesar Rp 7,696,611 juta, komponen upah gaji menyumbangkan nilai tambah sebesar Rp 3,551,413 juta, komponen penyusutan menyumbangkan nilai tambah sebesar Rp 967,813juta, komponen pajak tak langsung menyumbangkan nilai tambah sebesar Rp 559,046 juta, sedangkan komponen subsidi bernilai Rp -31,616 juta.

10 142 Selanjutnya di Provinsi Sumatera Selatan, DKI Jakarta, Jawa Barat dan Banten, komponen nilai tambah bruto dapat dilihat di tabel 16 Tabel 16. Komposisi NTB di Masing-Masing Provinsi Tahun 2005 Jumlah Input Antara Babel Sumsel DKI Jabar Banten Lokal 8,575,862 58,228, ,341, ,752,291 90,052, Domestik 2,055,656 9,076,708 64,633, ,096, ,296, Impor 197,687 2,113,040 86,223, ,232, ,381, Jumlah 10,829,205 69,418, ,197, ,080, ,730,855.7 Upah Gaji 3,551,413 17,685, ,940, ,298, ,473, INPUT PRIMER Surplus Usaha 7,696,611 58,088, ,934, ,637, ,838,221.8 Penyusutan 967,813 4,329,349 29,729, ,255, ,691, Pajak Tak Langsung 559,046 2,697,089 5,374, ,344, ,942, Subsidi -31, ,845-48, ,127, ,050, Jumlah 12,743,267 82,579, ,930, ,408, ,895, Jumlah Input 23,572, ,997, ,128, ,488, ,626,217.8 Sumber : Diolah dari Tabel IRIO 2005 (Bappenas) Struktur Permintaan Akhir Barang dan jasa yang diproduksi oleh suatu daerah, selain digunakan dalam proses produksi (sebagai permintaan antara) juga dipergunakan untuk memenuhi permintaan akhir oleh konsumen akhir. Permintaan akhir meliputi : (1) konsumsi rumah tangga dan lembaga nirlaba, (2) konsumsi pemerintah (pusat dan daerah), (3) investasi yang dilakukan oleh pemerintah pusat, daerah, dan swasta, (4) perubahan stok, dan (5) ekspor ke luar daerah atau luar negeri. Apabila seluruh komponen permintaan akhir ini dijumlahkan dan dikurangi dengan jumlah barang dan jasa yang di impor, maka akan sama dengan jumlah penggunaan akhir barang dan jasa yang berasal dari faktor produksi lokal atau domestik. Pada Tabel 17 dapat dilihat bahwa struktur permintaan akhir Kepulauan Bangka Belitung dengan nilai total Rp 14,102, juta. Nilai permintaan akhir untuk pengeluaran konsumsi rumah tangga nilainya Rp 4,796, juta (setara dengan persen dari total permintaan akhir Kepulauan Bangka Belitung), pengeluaran untuk konsumsi pemerintah nilainya Rp 853, juta (setara dengan 6.05 persen dari total permintaan akhir), pembentukan modal tetap bruto dengan nilai Rp 1,720, juta (setara dengan persen dari total

11 143 permintaan akhir), perubahan stok nilainya Rp 49, juta (setara dengan 0.35 persen dari total permintaan akhir), dan ekspor dari total permintaan nilainya Rp 6,683, juta (setara dengan persen dari total permintaan akhir). Tabel 17 juga memperlihatkan struktur permintan akhir Provinsi Sumatera Selatan, DKI Jakarta, Jawa Barat dan Banten. Tabel 17 Struktur Permintaan Akhir Masing-Masing Provinsi Tahun 2005 Prov Kode Sektor Nilai % Kepulauan Bangka Belitung Sumatera Selatan DKI Jakarta Jawa Barat 1 Konsumsi Rumah Tangga 4,796, Konsumsi Pemerintah 853, Pembentukan Modal Tetap Bnito 1,720, Perubahan Stok 49, Ekspor 6,683, Jumlah Permintaan Akhir 14,102, Kode Sektor Nilai Konsumsi Rumah Tangga 32,590, Konsumsi Pemerintah 5,123, Pembentukan Modal Tetap Bnito 12,662, Perubahan Stok 680, Ekspor 21,256, Jumlah Permintaan Akhir 72,314, Kode Sektor Nilai % Konsumsi Rumah Tangga 175,160, Konsumsi Pemerintah 30,910, Pembentukan Modal Tetap Bnito 155,986, Perubahan Stok 1,730, Ekspor 173,677, Jumlah Permintaan Akhir 537,466, Kode Sektor Nilai Konsumsi Rumah Tangga 226,990, Konsumsi Pemerintah 28,436, Pembentukan Modal Tetap Bnito 76,239, Perubahan Stok 5,446, Ekspor 62,549, Jumlah Permintaan Akhir 399,662, Banten Kode Sektor Nilai % Konsumsi Rumah Tangga 51,955, Konsumsi Pemerintah 5,160, Pembentukan Modal Tetap Bnito 12,549, Perubahan Stok 917, Ekspor 34,543, Jumlah Permintaan Akhir 105,126, Sumber : Diolah dari Tabel IRIO 2000 dan 2005 (Bappenas)

12 Daya Penyebaran dan Derajat Kepekaan Salah satu keunggulan analisis dengan model 1-0 ini adalah dapat menganalisis seberapa jauh tingkat hubungan atau keterkaitan antar sektor produksi. Besarnya tingkat keterkaitan dapat dilihat dari dua sisi, yaitu daya dorong ke hilir {forward linkage) atau disebut juga derajat kepekaan, dan daya mengait ke hulu (backward linkage) atau biasa disebut daya penyebaran. Dari daya penyebaran dan derajat kepekaan ini diturunkan pula indeks daya penyebaran dan indeks derajat kepekaan. Kedua analisis di atas dapat digunakan sebagai pedoman untuk menganalisis dan menentukan sektor-sektor unggulan yang akan dikembangkan dalam pembangunan ekonomi suatu wilayah Indeks Daya Penyebaran (IDP) Sektor yang memiliki daya penyebaran (DP) yang tinggi mengindikasikan sektor tersebut memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap sektor lain. Sebaliknya sektor yang memiliki derajat kepekaan (DK) tinggi berarti sektor tersebut memiliki keterkaitan kedepan atau daya dorong yang cukup kuat dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya. Pada tabel 18 disajikan indeks daya penyebaran dan derajat kepekaan sektor-sektor produksi di Kepulauan Bangka Belitung, Sumatera Selatan, DKI Jakarta, Jawa Barat dan Banten. Adapun indeks daya penyebaran (IDP) memberikan indikasi bahwa sektorsektor yang memiliki indeks daya penyebaran lebih dari satu, berarti daya penyebaran sektor tersebut di atas rata-rata daya penyebaran secara keseluruhan. Pengertian yang sama juga berlaku untuk indeks derajat kepekaan (IDK). Sektor yang mempunyai indeks derajat kepekaan lebih dari satu, berarti derajat kepekaan sektor tersebut di atas derajat kepekaan rata-rata secara keseluruhan. Berdasarkan Tabel 18, pada tahun 2005 dapat dilihat sektor-sektor produksi yang memiliki daya penyebaran tinggi di Kepulauan Bangka Belitung, Lima tertinggi sektor tersebut meliputi Industri makanan minuman, industri pengolahan hasil laut, angkutan udara, industri barang dari logam, Industri dasar besi dan baja dan logam dasar bukan besi.

13 145 Tabel 18. Sektor Produksi yang memiliki Daya Penyebaran Tinggi Menurut Provinsi Tahun 2005 Tabel 18. Lanjutan Prop No SEKTOR IDP 1 Industri makanan minuman Industri pengolahan hasil laut Angkutan Udara Industri barang dari logam Industri dasar besi dan baja dan logam dasar bukan besi Industri petrokimia Listrik, gas dan air bersih Industri alat angkutan dan perbaikannya Bangunan Industri pulp dan kertas Industri barang kayu, rotan dan bambu Industri kelapa sawit Hotel dan Restoran Angkutan Air Industri tekstil dan produk tekstil Peternakan dan hasil-hasilnya Industri karet dan barang dari karet Industri lainnya Angkutan darat Padi Industri kelapa sawit Industri pengolahan hasil laut Industri lainnya Industri makanan minuman Angkutan Udara Listrik, gas dan air bersih Industri karet dan barang dari karet Industri tekstil dan produk tekstil Industri dasar besi dan baja dan logam dasar bukan besi Industri barang dari logam Angkutan Air Industri pulp dan kertas Industri barang kayu, rotan dan bambu Industri semen Bangunan Hotel dan Restoran Industri petrokimia Pengilangan minyak bumi Angkutan darat Industri pengolahan hasil laut Industri kelapa sawit Industri barang kayu, rotan dan bambu Angkutan Air Bangunan Industri lainnya 1.63 Bangka Belitung Sumatera Selatan DKI Jakarta

14 146 Tabel 18. Lanjutan Prop No SEKTOR IDP 7 Industri petrokimia Industri makanan minuman Hotel dan Restoran Listrik, gas dan air bersih Industri karet dan barang dari karet Industri tekstil dan produk tekstil Industri alas kaki Angkutan Udara Angkutan darat Industri barang dari logam Industri dasar besi dan baja dan logam dasar bukan besi Industri mesin listrik dan peralatan listrik Industri alat angkutan dan perbaikiannya Industri barang kayu, rotan dan bambu Angkutan Udara Industri dasar besi dan baja dan logam dasar bukan besi Industri mesin listrik dan peralatan listrik Angkutan Air Industri pengolahan hasil laut Industri tekstil dan produk tekstil Industri barang dari logam Industri kelapa sawit Industri makanan minuman Industri alas kaki Bangunan Industri karet dan barang dari karet Industri petrokimia Industri pulp dan kertas Industri alat angkutan dan perbaikiannya Listrik, gas dan air bersih Industri semen Hotel dan Restoran Peternakan dan hasil-hasilnya Industri lainnya Angkutan darat Pertambangan minyak, gas dan panas bumi Angkutan Udara Industri pengolahan hasil laut Industri makanan minuman Industri barang kayu, rotan dan bambu Industri mesin listrik dan peralatan listrik Industri pulp dan kertas Angkutan Air Listrik, gas dan air bersih Industri lainnya Industri alas kaki Industri tekstil dan produk tekstil Industri alat angkutan dan perbaikiannya 1.30 Jawa Barat Banten

15 147 Tabel 18. Lanjutan Prop No SEKTOR IDP 14 Industri kelapa sawit Angkutan darat Hotel dan Restoran Industri dasar besi dan baja dan logam dasar bukan besi Industri karet dan barang dari karet Bangunan Peternakan dan hasil-hasilnya Industri barang dari logam Industri barang kayu, rotan dan bambu Angkutan Udara Industri pengolahan hasil laut Industri makanan minuman Pengilangan minyak bumi Angkutan Air Industri kelapa sawit Industri pulp dan kertas Industri semen Peternakan dan hasil-hasilnya Bangunan Listrik, gas dan air bersih Angkutan darat Hotel dan Restoran Industri dasar besi dan baja dan logam dasar bukan besi Pertambangan batu bara, biji logam dan penggalian lainnya 1.02 Sumber : Diolah dari Tabel IRIO 2000 dan 2005 (Bappenas) Rest of Indonesia Indeks Derajat Kepekaan (IDK) Adapun indeks daya penyebaran (IDP) memberikan indikasi bahwa sektorsektor yang memiliki indeks daya penyebaran lebih dari satu, berarti daya penyebaran sektor tersebut di atas rata-rata daya penyebaran secara keseluruhan. Pengertian yang sama juga berlaku untuk indeks derajat kepekaan (IDK). Sektor yang mempunyai indeks derajat kepekaan lebih dari satu, berarti derajat kepekaan sektor tersebut di atas derajat kepekaan rata-rata secara keseluruhan. Pada tabel 19 dapat dilihat indeks derajat kepekaan Kepulauan Bangka Belitung, sektor-sektor yang memiliki derajat kepekaan tinggi (di atas rata-rata sektor lainnya) dengan nilai indeks derajat kepekaan lebih besar daripada satu. Selanjutnya pada Tabel 19 dapat dilihat pada indeks derajat kepekaan Sumatera Selatan, DKI Jakarta, Jawa barat dan Banten, sektor-sektor yang memiliki derajat kepekaan tinggi (di atas rata-rata sektor lainnya) dengan nilai indeks derajat kepekaan lebih besar daripada satu.

16 148 Tabel 19. Sektor Produksi yang memiliki Derajat Kepekaan Tinggi Menurut Provinsi Tahun 2005 Tabel 19 Lanjutan Prop No SEKTOR IDK 1 Bangunan Pertambangan batu bara, biji logam dan penggalian lainnya 4.40 Banten Jawa Barat DKI Jakarta Sumatera Selatan Bangka Belitung 3 Perikanan Perdagangan Industri dasar besi dan baja dan logam dasar bukan besi Tanaman perkebunan Industri kelapa sawit Jasa-jasa lainnya Tanaman bahan makanan lainnya Industri barang kayu, rotan dan bambu Pengilangan minyak bumi Perdagangan Industri karet dan barang dari karet Pertambangan minyak, gas dan panas bumi Jasa-jasa lainnya Industri kelapa sawit Perikanan Tanaman perkebunan Pertambangan batu bara, biji logam dan penggalian lainnya Padi Listrik, gas dan air bersih Bangunan Perdagangan Industri alat angkutan dan perbaikiannya Jasa-jasa lainnya Lembaga keuangan Bangunan Komunikasi Perdagangan Industri mesin listrik dan peralatan listrik Industri tekstil dan produk tekstil Industri alat angkutan dan perbaikiannya Industri barang dari logam Industri petrokimia Industri karet dan barang dari karet Pertambangan minyak, gas dan panas bumi Industri pulp dan kertas Jasa-jasa lainnya Bangunan Pengilangan minyak bumi Industri makanan minuman Perdagangan Industri petrokimia Industri tekstil dan produk tekstil 3.07

17 149 Tabel 19 Lanjutan Prop No SEKTOR IDK Rest Of Indonesia 4 Industri karet dan barang dari karet Industri pulp dan kertas Jasa-jasa lainnya Industri lainnya Angkutan Udara Angkutan darat Industri mesin listrik dan peralatan listrik Industri dasar besi dan baja dan logam dasar bukan besi Industri makanan minuman Industri barang kayu, rotan dan bambu Padi Industri makanan minuman Pengilangan minyak bumi Pertambangan batu bara, biji logam dan penggalian lainnya Industri kelapa sawit Perdagangan Tanaman perkebunan Industri pulp dan kertas Pertambangan minyak, gas dan panas bumi Perikanan Jasa-jasa lainnya Industri karet dan barang dari karet Kehutanan Industri barang kayu, rotan dan bambu 1.03 Sumber : Diolah dari Tabel IRIO 2005 (Bappenas) Neraca Perdagangan Antar Provinsi Neraca Perdagangan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Impor Perdagangan antar wilayah, khususnya antara Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dengan Provinsi Sumatera Selatan, DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten dan Rest of Indonesian (ROI), dapat dilihat pada struktur penawaran dan permintaan sektor produksi di Kepulauan Bangka Belitung. Struktur permintaan terhadap barang dan jasa yang berasal dari Kepulauan Bangka Belitung memberikan gambaran berapa banyak barang dan jasa yang berasal dari Kepulauan Bangka Belitung dipergunakan oleh Kepulauan Bangka Belitung sendiri, barang dan jasa yang diekspor ke Sumatera Selatan, DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten dan wilayah lain di Indonesia, dan luar negeri untuk memenuhi kebutuhan faktor produksi dan konsumsi akhir. Sedangkan dari sisi penawaran memperlihatkan berapa besar output barang dan jasa yang diimpor dari Provinsi Sumatera Selatan, DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, daerah lain di Indonesia dan dari luar negeri.

18 Struktur Perekonomian Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Setelah Transformasi dari Sektor Pertambangan Timah ke Sektor Non Pertambangan Timah Analisis Sistem Dinamik Untuk menganalisa struktur perekonomian Provinsi Kepulauan Bangka Belitung setelah transformasi dari sektor pertambangan Timah ke non timah, pada sub bab ini akan dilakukan analisis sistem dinamik sektor perekonomian. Analisis dinamik sektor perekonomian ini berdasarkan data IRIO tahun 2005 sebagai basis data dalam pembuatan model sistem dinamik. Model sistem dinamik yang menggunakan basis data IRIO 2005 ini hanya mengkaitkan 6 sektor hasil agregasi dari data IRIO 2005, 35 sektor yaitu sektor pertanian, timah, tambang lainnya (selain timah), industri pengolahan, perdagangan hotel & restoran, dan jasa lainnya. Sedangkan provinsi yang dimasukkan dalam model adalah Provinsi Jawa Barat dengan pertimbangan bahwa berdasarkan data IRIO 2005, Provinsi yang paling besar kontribusinya dalam hubungan perekonomian dengan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung adalah Provinsi Jawa Barat. Sedangkan provinsi lainnya dimasukkan dalam kelompok Rest of Indonesia. Model sistem dinamik yang ditampilkan dalam laporan ini adalah untuk sektor timah di provinsi Kepulauan Bangka Belitung, sedangkan lima sektor lainnya dan sektor lainnya di Provinsi Jawa Barat ditampilkan dalam lampiran. Sebelum dilakukan analisis struktur perekonomian menggunakan sistem dinamik, terlebih dahulu dilakukan analisis input-output regional tahun Untuk analisis ini dilakukan agregasi jumlah sektor yang dianalisis dari 35 sektor menjadi 6 sektor dengan memisahkan timah dari sektor pertambangan. Analisis Sektor Unggulan Berdasarkan kriteria pada Tabel 6, maka diperoleh total skor masing-masing sektor yang dapat dilihat pada tabel 20.

19 151 Tabel 20 Skor Total Masing-Masing Sektor Kode Sektor TOTAL SKOR 1 3 Pertanian Industri Perdagangan, Hotel dan Restoran 15 2 Pertambangan Konstruksi Angkutan dan Komunikasi Jasa Lainnya 12 4 Listrik, Gas, dan Air Minum 10 8 Lembaga Keuangan 7 Sumber : Data diolah (2012) Sektor unggulan yang layak dikembangkan untuk keberlanjutan pembangunan ekonomi Provinsi Kepulauan Bangka Belitung adalah sektor pertanian dan industri Juta Rupiah Tani Timah Tmbg Industri Dagang Jasa Gambar 14. Transformasi Struktur Perekonomian Prov. Kep. Babel Berdasar Harga Berlaku ( ) Jumlah TK Tani Timah Tmbg Industri Dagang Jasa Gambar 15. Transformasi Struktur Ketenagakerjaan Prov. Kep. Bangka Belitung ( ) Gambar 14 dan Gambar 15 memperlihatkan proses transformasi struktur perekonomian dan ketenagakerjaan di Provinsi Bangka Belitung, sebelum

20 152 berakhirnya tambang timah, data PDRB sampai tahun 2009, dan data ketenagakerjaan sampai tahun Sektor Industri sejak tahun 2000 memberikan kontribusi paling tinggi dalam sumbangannya terhadap PDRB Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, disusul oleh sektor pertanian dan sektor jasa. Tetapi mulai tahun 2003 sektor jasa lebih unggul dibandingkan sektor pertanian dalam berkontribusi terhadap PDRB Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Hal yang cukup menarik dari proses transformasi struktur perekonomian tersebut adalah, pada tahun 2005 PDRB timah mengalami lonjakan yang cukup besar, hingga mengalahkan PDRB pertanian. Ternyata lonjakan PDRB timah ini diikuti oleh sektor-sektor yang lain yaitu sektor industri dan jasa. Dalam penyerapan tenaga kerja seperti terlihat pada gambar 15, ternyata terjadi transformasi ketenaga kerjaan dari sektor timah ke sektor pertanian, yaitu ketika jumlah tenaga kerja pada sektor timah mengalami peningkatan, jumlah tenaga kerja sektor pertanian mengalami penurunan. Begitu juga sebaliknya, ketika jumlah tenaga kerja sektor timah turun, terjadi peningkatan jumlah tenaga kerja sektor pertanian. Hal ini menunjukkan adanya transformasi ketenagakerjaan antara sektor timah dengan sektor pertanian. Hal lain yang cukup menarik adalah walaupun sektor industri mempunyai PDRB tertinggi dibandingkan sektor lain, tetapi penyerapan tenaga kerja sektor ini sangat rendah, menunjukkan bahwa sektor industri tidak mampu menciptakan jumlah tenaga kerja yang banyak dibanding sektor pertanian. Perubahan Final Demand Formula yang digunakan ΔFD = ΔC + ΔG + ΔX + ΔI ΔM Berdasarkan rumusan tersebut, perubahan final demand merupakan penjumlahan perubahan pengeluaran konsumsi rumah tangga (ΔC), perubahan pengeluaran konsumsi pemerintah (ΔG), perubahan ekspor (ΔX), perubahan investasi (ΔI), dikurangi dengan perubahan impor (ΔM) masing-masing sektor. Perubahan konsumsi rumah tangga, perubahan pengeluaran pemerintah, perubahan ekspor dan perubahan investasi akan menambah final demand sedangkan perubahan impor akan bersifat mengurangi final demand.

21 153 Perubahan pengeluaran pemerintah dihitung dari perkalian antara pengeluaran konsumsi pemerintah dengan laju pertumbuhan pengeluaran konsumsi pemerintah yang dikehendaki. Perubahan pengeluaran konsumsi pemerintah ini selanjutnya akan menambah pengeluaran konsumsi pemerintah yang dikehendaki. Laju pertumbuhan pengeluaran konsumsi pemerintah adalah parameter kebijakan yang dalam simulasi nilainya dapat diubah-ubah sesuai dengan kebijakan yang akan dilakukan Perubahan ekspor dihitung dari perkalian antara ekspor dengan laju pertumbuhan ekspor yang dikehendaki. Perubahan ekspor ini selanjutnya akan menambah ekspor yang dikehendaki. Laju pertumbuhan ekspor merupakan parameter kebijakan yang dalam semulasi nilainya dapat diubah sesuai dengan kebijakan yang akan diambil. Perubahan pengeluaran komsumsi rumah tangga dihitung berdasarkan kecenderungan tambahan konsumsi marginal yaitu angka perbandingan antara tambahan konsumsi dan tambahan pendapatan; rasio setiap tambahan pendapatan akibat konsumen mengalokasikan dana untuk konsumsi (marginal propensity to consume) Perubahan impor dihitung dihitung dari perkalian rasio impor terhadap output dengan rata-rata perubahan output masing-masing sektor. Rasio impor terhadap output dan rata-rata perubahan output mempunyai hubungan positif dengan perubahan impor. Artinya jika rata-rata perubaha output dan rasio impor terhadap output meningkat, maka perubahan impor juga akan meningkat atau sebaliknya jika rata-rata perubahan output dan rasio impor terhadap output menurun, maka perubahan impor juga akan menurun. Perubahan investasi dihitung dari perkalian antara pertambahan investasi yang dikehendaki dengan rata-rata investasi masing-masing sektor. Pertambahan investasi merupakan parameter kebijakan yang dalam simulasi angkanya dapat diubah sesuai dengan kebijakannya. Pertambahan investasi yang dikehendaki dan rata-rata investasi mempunyai hubungan positif dengan perubahan investasi. Artinya jika rata-rata investasi dan pertambahan investasi yang dikendaki mengalami peningkatan, maka perubahan investasi juga akan mengalami peningkatan atau sebaliknya jika ra-rata investasi dan pertambahan investasi yang

22 154 dikehendaki mengalami penurunan, maka perubahan investasi juga akan mengalami penurunan. Perubahan Final Demand Timah Prov. Bangka Belitung wk _peny_rata2_g_tim a h_1 rasio_nt_thd_output_ti m ah_1 PDRB_TIMAH_AWAL_1 rasio_x_thd_output_ti m ah_1 G_Tim ah_1 G_tim ah_awal_1 output_tim ah05_1 Wk_peny_rata2_x_tim ah_1 X_Tim ah_1 x_tim ah_awal_1 Rata2_G_tim ah_1 Rasio_G_tim ah_thd_ou tput_1 Lj_pertm bhn_x_tim ah_ hist_1 rata2_x_thd_tim ah_1 lj_prtm bhn_x_tim ah_y dkh_1 G_tim ah_ydkh_1 Perub_G_tim ah_1 Tahun_Skenario perub_x_tim ah_1 X_tim ah_ydkh_1 lj_prtm bh_g_tim ah_his t_1 Tahun_Skenario PDRB_TIMAH_1 Lj_prtm bh_g_tim ah_yd kh_1 lj_prtm bh_g_tim ah_sk enario_1 lj_prtm bhn_x_tim ah_s kenario_1 lj_harga_tim ah PERUB_FD_TIMAH_1 INVEST_TIMAH_1 G_tim ah_ydkh_1 C_Tim ah_1 M_tim ah_ydkh_1 FD_TIMAH_1 C_Tim ah_1 perub_c_tim ah_1 Expectation_Form ation _Tim e_1 Expected_Incom e_1 rasio_m_tim ah_thd_ou tput_awal_1 M_tim ah_awal_1 perub_inv_tim ah_1 rasio_m_tim ah_thd_ou pengali_m_tim tput_1 ah_ydk h_1 output_tim ah05_1 M_TIMAH_1 pengali_m_tim ah_hist _1 MPC_Tim ah_1 pert_inv_tim ah_skenar pert_inv_tim ah_ydhk_1 io_1 perub_m_tim ah_1 Tahun_Skenario Tahun_Skenario pert_inv_tim ah_hist_1 pengali_m_tim ah_ske nario_1 rata2_invest_tim ah_1 INVEST_TIMAH_1 Nilai_Inv_tim ah_awal_1 pengali_inv_tim ah_1 Depresiasi_tim ah05_1 nilai_perub_output_tim ah_awal_1 Perub_Output_Tim ah_ 1 rata2_perub_output_ti m ah_1 wk _rata2_output_tim a h_1 wk _rata2_inv_tim ah_1 li_prtm bhn_output_tim kapital_tim ah05_1output_tim ah05_1 um ur_kap_tim ah_1 ah_1 KOR_tim ah_ydkh_1 Gambar 16 Diagram Alir Perubahan Final Demand untuk Komoditas Timah di Prov. Kepulauan Bangka Belitung Perubahan Output Perubahan output sektor untuk masing-masing sektor diperoleh dari hasil perkalian matriks invers koefisien Interregional Input-Output masing-masing sektor dengan perubahan final demand masing-masing sektor tersebut. Ke delapan

23 155 belas koefisien dan kedelapan belas perubahan final demand pada masing-masing sektor mempunyai hubungan positif dengan perubahan outputnya masing-masing. Artinya jika kedelapanbelas koefisien dan perubahan final demand pada masingmasing sektor meningkat, maka perubahan output juga akan meningkat. Sebaliknya jika ke-18 koefisien dan kedelapan belas perubahan final demand pada masing-masing sektor menurun, maka perubahan output juga akan menurun. Perubahan output ini bersama dengan besarnya KOR untuk masing-masing sektor selanjutnya akan menentukan pertambahan kapital yang diinginkan pada masing-masing sektor. Pertambahan kapital yang diinginkan selanjutnya akan menentukan besarnya investasi yang diinginkan di setiap sektornya. Investasi dan Kapital Perubahan output yang telah dihitung pada bagian sebelumnya akan dipakai untuk menghitung besarnya penambahan kapital yang dikehendaki pada masingmasing sektor. Pertambahan kapital yang dikehendaki masing-masing sektor dalam model yang dibangun ditentukan oleh perkalian antara perubahan output dengan besarnya KOR pada masing-masing sektor. Perubahan output dan besarnya koefisien KOR mempunyai hubungan positif dengan tambahan kapital yang dikehendaki masing-masing sektor. Artinya jika perubahan output dan koefisien KOR meningkat, maka pertambahan kapital yang dikehendaki akan meningkat juga, atau sebaliknya jika perubahan output dan koefisien KOR menurun, maka tambahan kapital yang dikehendaki akan menurun. Pertambahan kapital yang diinginkan bersama-sama dengan depresiasi akan menentukan besarnya investasi yang dikehendaki pada masing-masing sektor. Investasi yang dikehendaki dihitung dengan menjumlahkan pertambahan kapital yang diinginkan dengan depresiasinya. Jadi investasi yang dikehendaki akan semakin besar kalau pertambahan kapital yang dikehendaki dan depresiasinya juga akan semakin besar, atau sebaliknya investasi yang dikehendaki akan semakin kecil jika pertambahan kapital yang dikehendaki dan depresiasinya semakin kecil.

24 156 Diagram Alir Perubahan Output Timah Prov. Bangka Belitung Koef_A26_BB Koef_A21_BJ Koef_A22_BJ Koef_A23_BJ Koef_A24_BJ Koef_A25_BJ Koef_A26_BJ Koef_A21_BI Koef_A25_BB Koef_A22_BI Koef_A24_BB Koef_A23_BI Koef_A23_BB Koef_A24_BI Koef_A22_BB Koef_A25_BI Koef_A21_BB Koef_A26_BI PERUB_FD_PERTANIAN_1 PERUB_FD_TIMAH_1 Perub_Output_Timah_1 PERUB_FD_PERTANIAN_3 PERUB_FD_TIMAH_3 PERUB_FD_TAMBANG_1 PERUB_FD_TAMBANG_3 PERUB_FD_INDUSTRI_1 PERUB_FD_INDUSTRI_3 PERUB_FD_DAGANG_1 PERUB_FD_DAGANG_3 PERUB_FD_JASA_1 PERUB_FD_JASA_3 PERUB_FD_PERTANIAN_2 PERUB_FD_TAMBANG_2 PERUB_FD_DAGANG_2 PERUB_FD_TIMAH_2 PERUB_FD_INDUSTRI_2 PERUB_FD_JASA_2 Gambar 17 Diagram alir perubahan output untuk komoditas timah di Prov. Kepulauan Bangka Belitung Depresiasi diperoleh dengan cara membagi kapital dengan umur kapital pada masing-masing sektor. Depresiasi dengan umur kapital mempunyai hubungan negatif sedangkan depresiasi dengan kapitalnya sendiri mempunyai hubungan positif. Artinya semakin lama umur kapital maka depresiasinya

25 157 semakin kecil, sedangkan semakin besar nilai kapital maka depresiasinya akan semakin besar juga. Kapital ditentukan oleh investasi dan depresiasinya. Kapital akan bertambah karena adanya investasi dan berkurang karena depresiasi. Nilai kapital ini selanjutnya akan dipakai dalam perhitungan output. Investasi ditentukan oleh besarnya tingkat investasi yang diinginkan. Hubungan antara investasi dengan tingkat investasi yang diinginkan adalah positif, artinya semakin besar tingkat investasi yang diinginkan maka semakin besar pula investasi yang terjadi. Output Output masing-masing sektor dihitung dengan menggunakan konsep KOR. Output masing-masing sektor diperoleh dengan membagi kapital masing-masing sektor dengan KOR-nya. Kapital dengan output mempunyai hubungan positif, artinya semakin besar nilai kapital maka output juga akan semakin besar. Sebaliknya, KOR dengan output mempunyai hubungan negatif, artinya semakin besar nilai KOR maka semakin kecil nilai outputnya. Besarnya KOR ini dapat dijadikan sebagai parameter kebijakan, yaitu untuk menstimulasikan perilaku suatu sektor produksi apabila sektor produksi tersebut lebih diarahkan ke sektor produksi hulu dan hilir. Nilai output sektor selanjutnya akan dipakai untuk menghitung besarnya PDRB masing-masing sektor tersebut. PDRB PDRB dalam model diperoleh dari hasil perkalian antara output masingmasing sektor dengan rasio nilai tambah masing-masing sektor terhadap outputnya masing-masing. Output dengan rasio nilai tambah terhadap output pada masing-masing sektor memperlihatkan hubungan positif, jika output dan rasio nilai tambah terhadap outputnya meningkat maka PDRB juga akan mengalami peningkatan dan sebaliknya. PDRB masing-masing sektor ini selanjutnya akan dipakai dalam perhitungan kebutuhan tenaga kerja pada masing-masing sektor tersebut.

26 158 Investasi, Output & PDRB Timah Prov. Bangka Belitung Lj_pert_Prodtv_TK_Tim ah_hist_1 rasio_nt_thd_output_ti mah_1 Lj_pert_prodktv_TK_Ti mah_skenario_1 KOR_timah_skenario_ 1 Sisa_Cad_Timah PDRB_TIMAH_1 lj_prtmbh_prodtv_tk_ti wk _skenario_prodtv_t mah_ydkh_1 K_timah_1 lj_harga_timah Tahun_Skenario Perub_invest_timah_1 INVEST_TIMAH_1 KOR_timah_ydkh_1 output_timah_1 tk_timah_1 prodtv_tk_timah_1 Level_9 KOR_TIMAH_hist_1 KAPITAL_TIMAH PDRB_TIMAH_AWAL_1 prodtv_tk_timah_awal _1 tk_timah_awal_1 Rate_5 invest_timah_ydkh_1 Sisa_Cad_Timah rata2_depr_timah_1 depr_timah_4 pert_kap_timah_1 wk _rata2_timah_1 umur_kap_timah_1 KOR_timah_ydkh_1 Perub_Output_Timah_ 1 Gambar 18 Diagram alir investasi, output dan PDRB untuk komoditas timah di Prov. Kepulauan Bangka Belitung Perhitungan keterkaitan antar sektor dengan menggunakan tabel input output regional (IRIO) selain dapat menghitung besarnya perubahan final demand, perubahan konsumsi rumah tangga, perubahan konsumsi pemerintah, perubahan ekspor dan perubahan import dapat juga menghitung besarnya final demand, konsumsi rumah tangga, pengeluaran pemerintah, ekspor dan impor yang terjadi pada masing-masing sektor pada masing-masing wilayah. Besarnya pengeluaran pemerintah dan ekspor ditentukan dengan rumusan sebagai berikut :

27 PDRB (000 RUPIAH) 159 FD = C + G + I + X M G + X = FD + M (C+I) Analisis sistem dinamik transformasi perekonomian Provinsi Kepulauan Bangka Belitung menggunakan sistem dinamik dilakukan dengan tiga skenario, dengan asumsi laju perubahan harga timah sebesar 0.77 % pertahun, berdasarkan data time series harga harian, menurut PT Timah Tbk. Data yang dihasilkan dari simulasi ini adalah data nominal Skenario a. Skenario 1 : Konservatif pesimistik Bertahan dengan kondisi yang ada sekarang sambil mengadakan sedikit perbaikan. Kegiatan penambangan timah tetap dibiarkan tumbuh sesuai mekanisme pasar dan keinginan masyarakat / investor untuk melakukan eksplorasi sampai cadangan timah habis dan kegiatan pertambangan berhenti dengan sendirinya. Produksi Timah rata-rata ton pertahun PDRB 15,000,000 10,000,000 5,000,000 PDRB_DAGANG_1 PDRB_INDUSTRI_1 PDRB_JASA_1 PDRB_PERTANIAN_1 PDRB_TAMBANG_1 PDRB_TIMAH_1 0 2,005 2,010 2,015 2,020 2,025 TAHUN Gambar 19. Transformasi Perekonomian Jika Produksi Timah ton/tahun Gambar 19 dan gambar 20 memperlihatkan transformasi struktur perekonomian dan ketenagakerjaan jika prosuksi timah sebesar ton pertahun. Cadangan timah akan habis tahun Terlihat bahwa sektor pertanian mengalami peningkatan ketika tambang timah berhenti berproduksi karena ada peralihan investasi dari sektor timah ke sektor pertanian. Tetapi sektor jasa sedikit

28 Jumlah (orang) 160 mengalami goncangan karena sektor jasa memiliki keterkaitan erat dengan sektor pertambangan timah. Demikian juga dari sisi ketenagakerjaan, ada transformasi struktur ketenagakerjaan dari sektor timah ke sektor pertanian, ketika produksi timah di Provinsi Bangka Belitung terhenti karena ketiadaan bahan baku. Jumlah Tenaga Kerja 600, , ,000 tk_dagang_1 tk_industri_1 tk_jasa_1 tk_pertanian_1 tk_tambang_1 tk_timah_1 0 2,005 2,010 2,015 2,020 2,025 Tahun Gambar 20. Transformasi Ketenagakerjaan Jika Produksi Timah ton/tahun. Gambar 20 memperlihatkan hasil simulasi model untuk penyerapan tenaga kerja per sektor sampai dengan tahun 2025 jika produksi timah rata-rata ton per tahun. Sektor pertanian merupakan sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja, disusul oleh timah dan jasa. Ketika cadangan timah habis tahun 2020, dan diasumsikan tidak ada lagi kegiatan pertambangan, maka penyerapan tenaga kerja sektor timah menjadi nol. Sektor pertanian menerima limpahan tenaga kerja dari sektor timah sehingga jumlah tenaga kerja yang terserap di sektor pertanian menjadi meningkat dari semula 409,264 pada tahun 2019 menjadi 443,649 pada tahun 2020 dan meningkat lagi pada tahun 2021 menjadi 516,624. Sedangkan sektor industri mengalami penurunan jumlah tenaga kerja dari semula pada tahun 2021, satu tahun setelah berakhirnya aktivitas penambangan timah, menjadi pada tahun Sektor lain yang terpengaruh dengan berhentinya kegiatan penambangan timah adalah sektor jasa yang mengalami penurunan jumlah tenaga kerja dua tahun setelah berhentinya eksplorasi timah

29 161 yaitu sebesar tenaga kerja pada tahun 2021, dari semula pada tahun Secara keseluruhan, berdasarkan simulasi, ketika timah berhenti berproduksi pada tahun 2020, akan terdapat tenaga kerja yang kehilangan pekerjaan dari sektor timah dan tidak terserap di sektor lainnya terutama sektor pertanian di Provinsi Kepulauan bangka Belitung. Tabel 21 Jumlah Tenaga Kerja Jika Produksi Timah Ton Per Tahun Tahun Jumlah Tenaga Kerja Pertanian Timah Tambang lainnya Industri perdagangan Jasa lainnya Total , ,400 9,514 17,573 68,292 90, , , ,123 9,697 18,215 77,829 96, , , ,390 10,065 19,158 81, , , , ,302 10,654 20,414 91, , , , ,058 11,496 22,009 97, , , , ,805 13,891 23, , , , , ,948 15,860 26, , , , , ,585 18,153 29, , , , , ,851 20,817 32, , , , , ,964 23,900 35, , , , , ,147 27,450 40, , ,875 1,004, , ,673 31,521 44, , ,859 1,098, , ,835 36,171 50, , ,987 1,202, , ,980 41,463 56, , ,573 1,317, , ,488 47,467 62, , ,816 1,443, ,649-54,259 70, , ,047 1,188, ,624-60,215 69, , ,181 1,277, ,927-65,815 74, , ,491 1,370, ,374-72,039 81, , ,780 1,480, ,368-78,912 88, , ,533 1,598, ,782-86,571 97, , ,724 1,729,893 Sumber : data simulasi (2012) b. Skenario 2 : Moderat optimistik Melakukan perbaikan tetapi tidak maksimal. Yaitu dengan melakukan penurunan laju produksi petambangan timah secara perlahan. Produksi Timah rata-rata ton pertahun

30 Jumlah (orang) PDRB (000 RUPIAH) 162 PDRB 60,000,000 30,000,000 PDRB_DAGANG_1 PDRB_INDUSTRI_1 PDRB_JASA_1 PDRB_PERTANIAN_1 PDRB_TAMBANG_1 PDRB_TIMAH_1 0 2,005 2,010 2,015 2,020 2,025 2,030 2,035 2,040 TAHUN Gambar 21. Transformasi Perekonomian Jika Produksi Timah Ton / Tahun Gambar 21 dan Gambar 22 memperlihatkan transformasi perekonomian dan ketenagakerjaan ketika produksi timah rata-rata ton pertahun. Kegiatan pertambangan timah dapat bertahan sampai tahun Jumlah Tenaga Kerja 2,500,000 2,000,000 1,500,000 1,000,000 tk_dagang_1 tk_industri_1 tk_jasa_1 tk_pertanian_1 tk_tambang_1 tk_timah_1 500, ,005 2,010 2,015 2,020 2,025 2,030 2,035 2,040 Tahun Gambar 22. Transformasi ketenagakerjaan jika produksi timah ton / tahun Gambar 22 memperlihatkan hasil simulasi model untuk penyerapan tenaga kerja per sektor sampai dengan tahun 2025 jika produksi timah rata-rata ton per tahun. Meskipun timah mampu bertahan sampai dengan tahun 2034 jika

31 163 rata-rata produksi timah dikurangi menjadi ton pertahun, tetapi dari segi ketenaga kerjaan akan terjadi gejolak yang cukup besar karena akan terdapat 1,506,210 tenaga kerja dari sektor timah yang kehilangan pekerjaan. Tabel 22 Jumlah tenaga kerja jika produksi timah ton per tahun Tahun Jumlah Tenaga Kerja Pertanian Timah Tambang lainnya Industri perdagangan Jasa lainnya Total , ,400 9,514 17,573 68,292 90, , , ,123 9,697 18,215 77,829 96, , , ,390 10,065 19,158 81, , , , ,302 10,654 20,414 91, , , , ,058 11,496 22,009 97, , , , ,805 13,891 23, , , , , ,948 15,860 26, , , , , ,585 18,153 29, , , , , ,851 20,817 32, , , , , ,964 23,900 35, , , , , ,147 27,450 40, , ,875 1,004, , ,673 31,521 44, , ,859 1,098, , ,835 36,171 50, , ,987 1,202, , ,980 41,463 56, , ,573 1,317, , ,488 47,467 62, , ,816 1,443, , ,792 54,259 70, , ,047 1,583, , ,372 61,926 78, , ,543 1,738, , ,771 70,562 88, , ,675 1,908, , ,589 80,271 98, , ,799 2,096, , ,500 91, , , ,351 2,304, , , , , , ,776 2,533, , , , , , ,596 2,785, , , , , , ,363 3,063, , , , , , ,708 3,370, ,487 1,092, , , , ,314 3,708, ,006,687 1,221, , , , ,948 4,081, ,094,099 1,364, , , ,915 1,018,451 4,493, ,189,398 1,523, , , ,796 1,122,761 4,947, ,293,323 1,700, , , ,048 1,237,914 5,448, ,406,685 1,897, , , ,945 1,365,060 6,000, ,530, , , ,850 1,505,470 4,494, ,846, , , ,115 1,445,726 4,826, ,975, , , ,067 1,551,424 5,169, ,186, , , ,450 1,644,610 5,596, ,384, , , ,334 1,763,803 6,049, ,609, , ,644 1,040,101 1,898,271 6,561,707 Sumber : Data simulasi (2012)

32 PDRB (000 RUPIAH) 164 Ketika cadangan timah habis tahun 2035, dan diasumsikan tidak ada lagi kegiatan pertambangan, maka penyerapan tenaga kerja sektor timah menjadi nol. Sektor pertanian menerima limpahan tenaga kerja dari sektor timah sehingga jumlah tenaga kerja yang terserap di sektor pertanian menjadi meningkat. Sedangkan sektor industri mengalami penurunan jumlah tenaga kerja. Sektor lain yang terpengaruh dengan berhentinya kegiatan penambangan timah adalah sektor jasa yang mengalami penurunan jumlah tenaga kerja dua tahun setelah berhentinya eksplorasi timah. c. Skenario 3 : Progresif optimistik Melakukan perbaikan secara menyeluruh, dengan menghentikan kegiatan pertambangan timah. Produksi timah dihentikan sejak tahun 2012 PDRB 10,000,000 5,000,000 PDRB_DAGANG_1 PDRB_INDUSTRI_1 PDRB_JASA_1 PDRB_PERTANIAN_1 PDRB_TAMBANG_1 PDRB_TIMAH_1 0 2,005 2,010 2,015 2,020 TAHUN Gambar 23. Transformasi perekonomian jika produksi timah dihentikan tahun 2012 Jika produksi timah dihentikan sejak tahun 2012, maka perekonomian wilayah Bangka Belitung akan berjalan lebih lambat, tetapi resiko kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh tambang timah dapat dicegah lebih dini, walaupun free riding juga akan terjadi karena cadangan timah masih tersedia.

33 Jumlah (orang) 165 Jumlah Tenaga Kerja 400, , ,000 tk_dagang_1 tk_industri_1 tk_jasa_1 tk_pertanian_1 tk_tambang_1 tk_timah_1 100, ,005 2,010 2,015 2,020 Tahun Gambar 24. Transformasi ketenagakerjaan jika produksi timah dihentikan tahun 2012 Tabel 23. Produktivitas Tenaga Kerja Pertanian terhadap PDRB Pertanian Tabel 23. Lanjutan Tahun PDRB Pertanian (Juta Rupiah) TK Pertanian (Orang) Produktivitas (PDRB/TK) , ,00 17, , ,21 17, , ,45 17, , ,57 17, , ,27 17, , ,16 17, , ,65 17, , ,88 17, , ,42 17, , ,83 17, , ,24 17, , ,64 17, , ,43 17, , ,10 17, , ,15 17, , ,27 17, , ,92 17,85

34 166 Tabel 23. Lanjutan Tahun PDRB Pertanian (Juta Rupiah) TK Pertanian (Orang) Produktivitas (PDRB/TK) , ,76 17, , ,62 17, , ,73 17, , ,38 17, , ,03 17, , ,79 17, , ,01 17, , ,32 17, , ,73 17, , ,10 17, , ,50 17, , ,72 17, , ,47 17, , ,71 18, , ,39 18, , ,89 18, , ,78 18, , ,85 18, , ,74 18,05 Sumber : Data Simulasi tahun Validasi terhadap model. Validasi model dilakukan dengan pengecekan secara dimensional (satuan ukuran) terhadap variabel-variabel model, meliputi level, rate dan konstanta terhadap data aktual, mengetahui ketepatan penggunaan metode integrasi dan time step yang dipilih, serta meminta stakeholder untuk mengevaluasi model yang dibuat. Validasi model merupakan usaha untuk menyimpulkan apakah model sistem yang dibangun merupakan perwakilan yang sah dari realitas yang dikaji sehingga dapat menghasilkan kesimpulan yang meyakinkan (Eriyatno, 2003). Validasi model umumnya dilakukan sesuai dengan tujuan pemodelan, yaitu dengan membandingkan perilaku dinamis model dengan kondisi sistem nyata, apabila model telah dianggap valid, selanjutnya model dapat dipergunakan sebagai wakil sistem nyata.

35 167 PDRB Perdagangan (juta rupiah) 6,000,000 4,000,000 2,000, Dagang- Estimasi Dagang - Aktual 5,000,000 4,000,000 3,000,000 2,000,000 1,000, Timah-Estimasi Timah- Aktual PDRB Pertanian (juta rupiah) 6,000,000 4,000,000 2,000, PDRB Tambang Lainnya (juta rupiah) 500, Tani-Estimasi Tani - Aktual Tambang - Estimasi Tambang - Aktual PDRB Industri (juta rupiah) PDRB Jasa (juta rupiah) 6,000,000 6,000,000 4,000,000 4,000,000 2,000,000 2,000, Industri-Estimasi Industri - Aktual Jasa-Estimasi Jasa- Aktual Sumber : Hasil Simulasi (2012) Gambar 25. Validasi Model Sistem Dinamik Transformasi Perekonomian Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Menurut Muhammadi et al. (2001), validasi model terbagi atas dua tahap, yaitu validasi struktur model dan validasi kinerja output model. Validasi struktur model bertujuan melihat sejauhmana keserupaan struktur model mendekati struktur nyata. Sebagai model struktural yang berorientasi proses, keserupaan struktur model dengan struktur nyata ditunjukkan dengan sejauhmana interaksi variabel model dapat menirukan interaksi kejadian nyata. Validasi kinerja model output dilakukan dengan membandingkan secara visual output simulasi dengan pola perilaku secara empirik, jika ada penyimpangan yang menonjol, kemudian memperbaiki variabel dari parameter model berdasarkan hasil penelusuran terhadap sebab-sebab penyimpangan tersebut. Dari hasil visual, kinerja model dapat dipergunakan karena sesuai

36 168 dengan kinerja sistem nyata sehingga memenuhi syarat sebagai model ilmiah yang taat pada fakta. Hasil validasi model secara visual menunjukkan bahwa struktur perekonomian pada model menyerupai sturktur nyata (aktual) berdasarkan data PDRB Provinsi bangka Belitung tahun 2005 sampai tahun Dengan demikian model dapat dipergunakan untuk analisis selanjutnya Risk Analysis Optimasi Model Optimasi model dilakukan untuk mendapatkan nilai yang paling optimal dari kebijakan yang diambil dalam model. Dari tiga skenario, dipilih skenario kedua yaitu produksi timah rata-rata ton per tahun. Dengan skenario ini, maka cadangan timah kemungkinan habis pada tahun Masih tersedia cukup waktu bagi Provinsi Kepulauan Bangka Belitung untuk mempersiapkan diri menghadapi berakhirnya era tambang timah. Dari pilihan tersebut dilakukan optimasi terhadap pilihan kebijakan tersebut. Berapa jumlah produksi timah yang paling optimal, berapa persen pengalihan investasi dari timah ke sektor pertanian dan sektor industri pengolahan. Asumsi yang dipakai adalah laju harga timah. Selama ini proses reinvestasi tidak dilakukan oleh perusahaan penambangan timah. Jika kegiatan penambangan timah telah selesai dilakukan di suatu wilayah, maka yang dilakukan oleh perusahaan penambangan timah adalah melakukan reklamasi lahan atau meninggalkan begitu saja lahan bekas galian timah menjadi kolong-kolong. Kabupaten Bangka Barat, mulai tahun 2011 tidak mau lagi menerapkan proses reklamasi ketika kegiatan penambangan timah selesai dilakukan. Pemerintah Kabupaten bangka Barat menerapkan proses reinvestasi dengan menggunakan dana yang diambil dari dana reklamasi. Bangka Barat menerapkan sistem reinvestasi, yang melibatkan tiga komponen yakni Pemda, masyarakat dan perusahaan penambangan timah. Semua tindakan pemulihan lahan, kewajiban perusahaan penambangan timah, masyarakat dilibatkan untuk perawatan dan yang menuai hasil dari lahan yang dilakukan reinvestasi. Dengan menggunakan asumsi terhadap laju harga timah dunia, optimasi dilakukan untuk menemukan kebijakan yang paling optimal berapa jumlah ratarata produksi timah pertahun agar mendapatkan PDRB total yang paling baik.

37 PDRB (000 RUPIAH) PDRB (000 RUPIAH) PDRB (000 RUPIAH) PDRB (000 RUPIAH) PDRB (000 RUPIAH) PDRB (000 RUPIAH) PDRB (000 RUPIAH) PDRB (000 RUPIAH) PDRB (000 RUPIAH) PDRB (000 RUPIAH) 169 PDRB PDRB 150,000, ,000, ,000,000 50,000,000 PDRB_DAGANG_1 PDRB_INDUSTRI_1 PDRB_JASA_1 PDRB_PERTANIAN_1 PDRB_TAMBANG_1 PDRB_TIMAH_1 50,000,000 PDRB_DAGANG_1 PDRB_INDUSTRI_1 PDRB_JASA_1 PDRB_PERTANIAN_1 PDRB_TAMBANG_1 PDRB_TIMAH_1 0 2,005 2,010 2,015 2,020 2,025 2,030 2,035 2, ,005 2,010 2,015 2,020 2,025 2,030 2,035 2,040 TAHUN PDRB TAHUN PDRB 100,000, ,000,000 50,000,000 PDRB_DAGANG_1 PDRB_INDUSTRI_1 PDRB_JASA_1 PDRB_PERTANIAN_1 PDRB_TAMBANG_1 PDRB_TIMAH_1 50,000,000 PDRB_DAGANG_1 PDRB_INDUSTRI_1 PDRB_JASA_1 PDRB_PERTANIAN_1 PDRB_TAMBANG_1 PDRB_TIMAH_1 0 2,005 2,010 2,015 2,020 2,025 2,030 2,035 2,040 TAHUN PDRB 150,000, ,005 2,010 2,015 2,020 2,025 2,030 2,035 2,040 TAHUN PDRB For evaluation purposes only! 150,000, ,000, ,000,000 PDRB_DAGANG_1 PDRB_DAGANG_1 PDRB_INDUSTRI_1 PDRB_INDUSTRI_1 PDRB_JASA_1 PDRB_JASA_1 PDRB_PERTANIAN_1 PDRB_PERTANIAN_1 PDRB_TAMBANG_1 PDRB_TAMBANG_1 50,000,000 PDRB_TIMAH_1 50,000,000 PDRB_TIMAH_1 0 2,005 2,010 2,015 2,020 2,025 2,030 2,035 2, ,005 2,010 2,015 2,020 2,025 2,030 2,035 2,040 TAHUN PDRB TAHUN PDRB 150,000, ,000, ,000,000 PDRB_DAGANG_1 PDRB_DAGANG_1 PDRB_INDUSTRI_1 PDRB_INDUSTRI_1 PDRB_JASA_1 PDRB_JASA_1 PDRB_PERTANIAN_1 PDRB_PERTANIAN_1 50,000,000 PDRB_TAMBANG_1 PDRB_TIMAH_1 50,000,000 PDRB_TAMBANG_1 PDRB_TIMAH_1 0 2,005 2,010 2,015 2,020 2,025 2,030 2,035 2, ,005 2,010 2,015 2,020 2,025 2,030 2,035 2,040 TAHUN PDRB TAHUN PDRB 100,000,000 60,000,000 50,000,000 PDRB_DAGANG_1 PDRB_INDUSTRI_1 PDRB_JASA_1 PDRB_PERTANIAN_1 PDRB_TAMBANG_1 PDRB_TIMAH_1 40,000,000 PDRB_DAGANG_1 PDRB_INDUSTRI_1 PDRB_JASA_1 PDRB_PERTANIAN_1 PDRB_TAMBANG_1 PDRB_TIMAH_1 20,000, ,005 2,010 2,015 2,020 2,025 2,030 2,035 2,040 TAHUN 0 2,005 2,010 2,015 2,020 2,025 2,030 2,035 2,040 Gambar 26. Beberapa tampilan proses optimasi dengan 40 kali run menggunakan software Powersim Studio 8, gambar kanan bawah adalah yang paling optimal. TAHUN Berdasarkan uji optimasi terhadap model, diperoleh hasil bahwa jumlah produksi timah paling optimal adalah ,93 ton per tahun. Dengan demikian cadangan timah dapat bertahan sampai tahun 2032.

38 PDRB (000 RUPIAH) 170 Untuk mengetahui proses optimasi dapat dilihat pada gambar berikut, yaitu ketika proses optimasi dilakukan dengan 40 kali run, dengan menggunakan software Powersim Studio 8. PDRB 60,000,000 40,000,000 PDRB_DAGANG_1 PDRB_INDUSTRI_1 PDRB_JASA_1 PDRB_PERTANIAN_1 PDRB_TAMBANG_1 PDRB_TIMAH_1 20,000, ,005 2,010 2,015 2,020 2,025 2,030 2,035 2,040 Gambar 27 Grafik Simulasi Paling Optimal Model Sistem Dinamik Transformasi Perekonomian Prov. Kep. Bangka Belitung. Terlihat bahwa dalam proses optimasi, model akan mencari kondisi yang paling optimal. Sektor yang mengalami gejolak sangat besar adalah sektor timah. Ini menunjukkan bahwa harga timah sangat menentukan PDRB sektor timah. Sedangkan sektor yang lain yang terlihat ikut mengalami gejolak adalah sektor industri, jasa dan sektor pertanian, yaitu adanya perubahan besaran nilai PDRB karena pengaruh harga timah. Simulasi Monte Carlo TAHUN Untuk mengetahui sensitivitas PDRB sektor perubahan harga timah, dilakukan simulasi Monte Carlo. dan PDRB total terhadap Ide pertama model Monte Carlo dicetuskan Enrico Fermi di tahun 1930an. Pada saat itu para fisikawan di Laboratorium Sains Los Alamos sedang memeriksa perlindungan radiasi dan jarak yang akan neutron tempuh melalui beberapa macam material. Namun data yang didapatkan tidak dapat membantu untuk memecahkan masalah yang ingin mereka selesaikan karena ternyata masalah tersebut tidak bisa diselesaikan dengan penghitungan analitis.

39 171 Lalu John von Neumann dan Stanislaw Ulam memberikan ide untuk memecahkan masalah dengan memodelkan eksperimen di komputer. Metode tersebut dilakukan secara untung-untungan. Takut hasil karyanya dicontek orang, metode tersebut diberi kode nama Monte Carlo. Nama Monte Carlo kemudian akhirnya menjadi populer oleh Enrico Fermi, Stanislaw Ulam, dan rekan-rekan mereka sesama peneliti fisika. Nama Monte Carlo merujuk kepada sebuah kasino terkenal di Monako. Di sanalah paman dari Stanislaw Ulam sering meminjam uang untuk berjudi. Kegunaan dari ketidakteraturan dan proses yang berulang memiliki kesamaan dengan aktivitas di kasino. Hal yang berbeda dari simulasi Monte Carlo adalah ia membalikkan bentuk simulasi yang umum. Metode ini akan mencari kemungkinan terlebih dahulu sebelum memahami permasalahan yang ada. Sementara umumnya menggunakan simulasi untuk menguji masalah yang sebelumnya telah dipahami. Walaupun pendekatan terbalik ini sudah ada sejak lama, namun baru setelah metode Monte Carlo populer pendekatan ini diakui. Penggunaan metode paling awal diketahui digunakan oleh Enrico Fermi di tahun Pada waktu itu beliau menggunakan metode acak untuk menghitung sifat dari neutron yang baru ditemukan. Baru setelah komputer pertama diperkenalkan sekitar tahun 1945 metode Monte Carlo mulai dipelajari lebih lanjut. Metode ini telah digunakan di bidang fisika, kimia fisika, dan lain-lain. Rand Corporation dan U.S. Air Force merupakan sponsor utama dalam pengembangan metode Monte Carlo pada waktu itu dan metode ini semakin berkembang di berbagai bidang. Penggunaan metode Monte Carlo membutuhkan sejumlah besar angka acak sehingga seiring dengan berkembangnya metode ini, berkembang pula pseudorandom number generator yang ternyata lebih efektif digunakan daripada tabel angka acak yang terlah sebelumnya sering digunakan untuk pengambilan sampel statistik. Berikut ini hasil analisis model yang dibangun menggunakan metode Monte Carlo menggunakan software Powersim Studio8.

40 PDRB (Juta Rupiah) ,000, ,000, ,000, ,000,000 PDRB_TOTAL_1 (90 Percentile, First) PDRB_TOTAL_1 (75 Percentile, First) PDRB_TOTAL_1 (Average, First) PDRB_TOTAL_1 (50 Percentile, First) PDRB_TOTAL_1 (10 Percentile, First) 50,000,000 2,005 2,006 2,007 2,008 2,009 2,010 2,011 2,012 2,013 2,014 2,015 2,016 2,017 2,018 2,019 2,020 2,021 2,022 2,023 2,024 2,025 2,026 2,027 2,028 2,029 2,030 2,031 2,032 2,033 2,034 2,035 2,036 2,037 2,038 2,039 Tahun Gambar 28. Sensitivitas PDRB Total terhadap perubahan harga timah Grafik menunjukkan bahwa PDRB Total mempunyai sensitifitas terhadap harga timah, artinya sampai dengan tahun 2032, perubahan harga timah akan mempengaruhi PDRB Provinsi Bangka Belitung. PDRB Sektor yang mempunyai sensitivitas paling tinggi terhadap perubahan harga timah adalah tentu saja PDRB Timah, karena harga timah sangat menentukan produktivitas timah, sebab timah merupakan komoditas ekspor yang sangat terpengaruh perubahan harga timah dunia. Ketika harga tinggi, maka kecenderungannya adalah produksi timah lebih banyak dibandingkan ketika harga rendah, begitu pula sebaliknya jika harga timah rendah, maka kecenderungannya adalah produksi timah lebih sedikit.

41 PDRB Jasa (juta rupiah) PDRB Timah (juta rupiah) ,000,000 30,000,000 PDRB_TIMAH_1 (90 Percentile) PDRB_TIMAH_1 (75 Percentile) PDRB_TIMAH_1 (Average) 20,000,000 PDRB_TIMAH_1 (50 Percentile) PDRB_TIMAH_1 (10 Percentile) 10,000, ,005 2,010 2,015 2,020 2,025 2,030 2,035 2,040 Gambar 29. Sensitivitas PDRB Timah terhadap perubahan harga timah 50,000,000 40,000,000 PDRB_JASA_1 (90 Percentile) 30,000,000 PDRB_JASA_1 (75 Percentile) PDRB_JASA_1 (Average) PDRB_JASA_1 (50 Percentile) PDRB_JASA_1 (10 Percentile) 20,000,000 10,000,000 2,005 2,010 2,015 2,020 2,025 2,030 2,035 2,040 Gambar 30. Sensitivitas PDRB jasa terhadap perubahan harga timah Sektor berikutnya yang mempunyai sensitivitas cukup tinggi terhadap perubahan harga timah adalah sektor jasa. Ini menunjukkan bahwa sektor jasa mempunyai kaitan yang cukup erat dengan keberadaan tambang timah. Keberadaan pertambangan timah di Provinsi Bangka Belitung telah mendorong berkembangnya sektor jasa. Sektor jasa mempunyai keterkaitan yang tinggi dengan sektor timah. Karenanya terlihat bahwa PDRB Jasa lebih sensitif terhadap perubahan harga timah dibandingkan sektor pertanian dan industri

42 PDRB Industri (juta rupiah) PDRB Pertanian (juta rupiah) ,000,000 40,000,000 30,000,000 PDRB_PERTANIAN_1 (90 Percentile) PDRB_PERTANIAN_1 (75 Percentile) PDRB_PERTANIAN_1 (Average) PDRB_PERTANIAN_1 (50 Percentile) PDRB_PERTANIAN_1 (10 Percentile) 20,000,000 10,000,000 2,005 2,010 2,015 2,020 2,025 2,030 2,035 2,040 Gambar 31. Sensitivitas PDRB Pertanian terhadap perubahan harga timah 100,000,000 50,000,000 PDRB_INDUSTRI_1 (90 Percentile) PDRB_INDUSTRI_1 (75 Percentile) PDRB_INDUSTRI_1 (Average) PDRB_INDUSTRI_1 (50 Percentile) PDRB_INDUSTRI_1 (10 Percentile) 0 2,005 2,010 2,015 2,020 2,025 2,030 2,035 2,040 Gambar 32. Sensitivitas PDRB Industri terhadap perubahan harga timah Dari hasil simulai ternyata ketika timah habis, tidak serta merta sektor lain mengalami peningkatan dari segi PDRB. Misalnya sektor pertanian ataupun sektor industri manufaktur yang diharapkan menjadi pengganti sektor timah tidak mengalami peningkatan yang besar. Hal ini dimungkinkan terjadi karena proses alih investasi dari sektor timah ke sektor pertanian tidak terjadi dengan baik. Kehilangan PDRB dari sektor timah tidak serta merta menaikkan PDRB sektor pertanian. Selain itu, adanya kehilangan investasi dari timah yang dipindahkan ke sektor pertanian memerlukan waktu untuk dalam kegiatan produksinya agar mendapatkan peningkatan nilai PDRB sektor pertananian dan insutri. Karena itu

43 175 kebijakan yang harus ditempuh adalah meningkatkan pengembangan pertanian sebelum timah habis. Demikian juga untuk sektor lainnya. Gambar 33. Sensitivitas PDRB Perdagangan terhadap perubahan harga timah Pemilihan Sektor Pengganti Timah Hasil analisis menunjukkan bahwa sektor yang bisa mengganti peran timah dalam struktur perekonomian Provinsi Kepulauan Bangka Belitung adalah sektor Pertanian dan Industri pengolahan. Hal ini bisa dilihat dari analsisis diskriptif maupun pemodelan menggunakan sistem dinamik. Dibanding sektor yang lain, sektor pertanian dan sektor industri pengolahan mempunyai skor yang lebih tinggi dalam penentuan sektor unggulan (lihat tabel 20). Dari analisis data transformasi perekonomian dan ketenagakerjaan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung menunjukkan bahwa sektor pertanian merupakan sektor substitusi, ketika sektor timah mengalami penurunan. Sektor pertanian yang mempunyai output yang tinggi adalah sektor perkebunan, dengan nilai output sebesar Rp juta rupiah, disusul sub sektor perikanan dan tanaman bahan makanan lainnya sebesar Rp. 253,159 juta rupiah. Sub sektor pertanian yang paling kecil nilai outputnya adalah sub sektor peternakan dan hasil-hasilnya yaitu sebesar Rp. 32,853 juta rupiah.

44 176 Tabel 24. Nilai Output Sub Sektor Pertanian Prov. Babel Kode Sub Sektor Pertanian Output (juta) 1 Padi 50,501 2 Tanaman bahan makanan lainnya 253,159 3 Tanaman perkebunan 571,103 4 Peternakan dan hasil-hasilnya 32,853 5 Kehutanan 69,485 6 Perikanan 320,257 Sumber : Olah data IRIO 2005 Bappenas. Sektor industri pengolahan, yang menonjol di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung adalah Industri dasar besi dan baja dan logam dasar bukan besi disusul industri kelapa sawit. Tabel 25. Nilai Output Sub Sektor Industri Pengolahan Prov. Babel Kode Sub Sektor Industri Pengolahan Output (juta) % 10 Industri kelapa sawit 666, Industri pengolahan hasil laut 32, Industri makanan minuman 11, Industri tekstil dan produk tekstil Industri alas kaki 0-15 Industri barang kayu, rotan dan bambu 228, Industri pulp dan kertas 2, Industri karet dan barang dari karet 35, Industri petrokimia 6, Industri semen 0-20 Industri dasar besi dan baja dan logam dasar bukan besi 965, Industri barang dari logam 2, Industri mesin listrik dan peralatan listrik 0-23 Industri alat angkutan dan perbaikannya 45, Industri lainnya 230, ,226, Sumber : Olah data IRIO 2005 Bappenas. Hasil simulasi menggunakan model sistem dinamik, menunjukkan bahwa walaupun sektor pertanian merupakan sektor unggulan dibandingkan sektor lainnya, tetapi kemampuan untuk meningkatkan nilai PDRB pengganti timah berjalan kurang cepat, ini terbukti dari hasil simulasi dengan meningkatkan investasi sebesar 60% setelah tambang timah habis, kemampuan pertanian untuk meningkatkan nilai PDRB nya relatif lambat.

45 PDRB (000 RUPIAH) 177 PDRB 60,000,000 40,000,000 PDRB_DAGANG_1 PDRB_INDUSTRI_1 PDRB_JASA_1 PDRB_PERTANIAN_1 PDRB_TAMBANG_1 PDRB_TIMAH_1 20,000, ,005 2,010 2,015 2,020 2,025 2,030 2,035 2,040 TAHUN Gambar 34. Peningkatan investasi pertanian sebesar 60% setelah cadangan timah habis. Dengan demikian, maka, jika opsi pengembangan pertanian dipilih sebagai opsi pengganti ekonomi timah, maka pengembangan pertanian harus dilakukan jauh sebelum cadangan timah habis. Jika opsi ini dipilih, maka ketika tambang timah habis, maka sektor pertanian sudah mampu menopang perekonomian Provinsi Bangka Belitung. Hal ini akan semakin kuat jika didukung oleh pengembangan sektor industri pengolah hasil pertanian Analisis Potensi Pengembangan Pertanian Hasil Analisis menunjukkan bahwa pertanian merupakan sektor yang layak dikembangkan sebagai sektor ekonomi pengganti timah. Untuk mengetahui peluang pengembangan sektor pertanian di Provinsi Bangka Belitung perlu diketahui kesesuaian lahan dan ketersediaan lahan untuk pengembangan komoditas pertanian serta revitalisasi komoditas pertanian yang prospektif dikembangkan di Provinsi Bangka Belitung Kesesuaian Lahan untuk Pengembangan Komoditas Pertanian. Analisis kesesuaian lahan menggunakan data landsystem, untuk mengetahui lahan yang mempunyai kecocokan untuk dikembangkan komoditas pertanian tertentu. Untuk menentukan suatu lahan dapat dipergunakan untuk pengembangan pertanian dilakukan overlay beberapa jenis peta yaitu : (1) Peta Kawasan Hutan dan Perairan, untuk menentukan lahan yang berada di kawasan APL (Alokasi

46 178 Penggunaan Lain), (2) Peta Penggunaan Lahan, untuk menentukan kawasan pertanian, (3) Peta Landsystem, untuk menentukan kesesuaian lahan untuk komoditas pertanian tertentu. Gambar 35. Peta Kawasan Hutan dan Perairan Provinsi Kep. Bangka Belitung Berdasarkan peta Kawasan hutan dan Perairan, Provinsi Kep. Bangka Belitung hanya memiliki kawasan Hutan Lindung, Hutan Produksi dan APL (Alokasi Penggunaan Lain). Dengan demikian, daerah yang dapat dipergunakan untuk kegiatan non kehutanan adalah kawasan APL. Karenanya, pengembangan komoditas pertanian di Provinsi Kep. Bangka Belitung hanya dapat dilakukan pada kawasan APL. Sedangkan berdasarkan peta sistem lahan, sebagian besar wilayah Prov. Kep. Bangka Belitung adalah dataran. Jika kedua peta ini ditumpang tindihkan maka akan diperoleh data kawasan di daerah dataran yang boleh dikelola untuk kegiatan pertanian. Sedangkan dari peta penutupan lahan yang diperoleh dari analisis citra Landsat TM tahun 2006, diketahui tutupan lahan yang ada di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Terlihat bahwa lahan pertanian lahan kering mendominasi pola penutupan lahan di Provinsi Bangka Belitung. Selain itu terlihat beberapa kawasan telah dikembangkan perkebunan.

47 179 Berdasarkan analisis output sektor pertanian pada Tabel 24, sub sektor perkebunan merupakan sub sektor yang paling besar nilai outputnya dibanding dengan sub sektor lainnya. Salah satu komoditas pertanian yang sudah berkembang dan sangat terkenal dari Provinsi Bangka Belitung adalah Lada. Gambar 36 Peta Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Lada Bagi masyarakat Bangka Belitung, lada merupakan salah satu komoditi unggulan yang memiliki rasa dan aroma yang khusus, yang tidak dimiliki oleh lada dari wilayah lain di dunia. Bahkan lada putih dengan merk dagang Muntok White Pepper dikenal sebagai salah satu lada terbaik di dunia sejak jaman Belanda. Perkembangan perkebunan lada di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung telah mengalami kemunduran. Hal ini terlihat dari luas arealnya yang terus berkurang dari ,79 hektar pada tahun 2002 menjadi hektar pada tahun 2008 atau berkurang sekitar 46,8 persen selama periode Diperkirakan areal tersebut akan terus berkurang bila tidak dilakukan upaya penanganan secara khusus. Demikian halnya produksi dari ton pada tahun 2002 menjadi ton pada tahun 2008 atau menurun 60,6 persen. Angka ini

48 180 hanya 21 persen dari total produksi pada masa kejayaannya pada tahun 1987, yaitu sekitar Ton. Selain itu, produktivitasnya juga semakin rendah, yaitu sekitar 800 hingga kilogram per hektar, yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan produktivitas pada tahun 1987 yang bisa mencapai 2,1 ton per hektar. Meskipun perkebunan lada di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung telah mengalami kemunduran, namun saat ini komoditi tersebut kembali menjadi sangat penting, mengingat deposit timah semakin berkurang sehingga petani mulai memperhatikan kembali pertanaman lada dalam menopang ekonomi keluarganya. Tabel 26 Potensi Pengembangan Lada Prov. Bangka Belitung NO NAMA DAERAH LUAS LAHAN 1 Kabupaten Bangka Lahan yang sudah Digunakan (Ha): Status Lahan: Perkebunan Rakyat 2 Kabupaten Bangka Barat Lahan yang sudah Digunakan (Ha): Status Lahan: Perkebunan Rakyat 3 Kabupaten Bangka Selatan Lahan yang sudah Digunakan (Ha): Status Lahan: Perkebunan Rakyat 4 Kabupaten Bangka Tengah Lahan yang sudah Digunakan (Ha): Status Lahan: Perkebunan Rakyat 5 Kabupaten Belitung Lahan yang sudah Digunakan (Ha): Status Lahan: Perkebunan Rakyat 6 Kabupaten Belitung Timur Lahan yang sudah Digunakan (Ha): Status Lahan: Perkebunan Rakyat Sumber : Statistik Perkebunan Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung juga layak dikembangkan tanaman karet, menurut peta kesesuaian lahan untuk tanaman karet. Berdasarkan data Statistik Perkebunan Indonesia , lahan yang sudah digunakan untuk perkebunan karet seluas Ha, dengan status lahan perkebunan rakyat. Kabupaten yang memiliki perkebunan karet rakyat terluas adalah Kabupaten Bangka disusul Bangka Barat, dan yang paling kecil adalah Kabupaten Belitung.

49 181 Gambar 37. Peta Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Karet Tabel 27 Potensi Pengembangan Karet Prov. Bangka Belitung NO NAMA DAERAH LUAS LAHAN 1 Kabupaten Bangka Lahan yang sudah Digunakan (Ha): Kabupaten Bangka Barat Lahan yang sudah Digunakan (Ha): Kabupaten Bangka Selatan Lahan yang sudah Digunakan (Ha): Kabupaten Bangka Tengah Lahan yang sudah Digunakan (Ha): Kabupaten Belitung Lahan yang sudah Digunakan (Ha): Kabupaten Belitung Timur Lahan yang sudah Digunakan (Ha): 353 Sumber : Statistik Perkebunan Indonesia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung juga memiliki potensi untuk pengembangan kelapa sawit. Kelapa sawit sebagai salah satu komoditas perkebunan yang strategis merupakan sesuatu yang relatif baru bagi bagi masyarakat Bangka Belitung. Maraknya penanaman kelapa sawit di Bangka Belitung dimulai setelah

50 182 era kejayaan komoditas lada berakhir sekitar tahun 1990-an. Pada saat itu kelapa sawit dengan cepat menjadi primadona bagi sektor perkebunan. Gambar 38. Peta Kesesuaian Lahan untuk Kelapa Sawit. Lahan yang sudah digunakan untuk perkebunan kelapa sawit sebesar , luas areal perkebunan rakyat sebesar ha, dan perkebunan swasta sebesar ha. Jumlah produksi kelapa sawit perkebunan rakyat 2009 sebesar ton, perkebunan swasta 2009 sebesar ton, jumlah produksi perkebunan rakyat sebesar ton (angka sementara 2010), perkebunan swasta sebesar ton (angka sementara 2010). Tabel 28 Potensi Pengembangan Kelapa Sawit Prov. Bangka Belitung NO NAMA DAERAH LUAS LAHAN 1 Kabupaten Bangka Lahan yang sudah Digunakan (Ha): Kabupaten Bangka Barat Lahan yang sudah Digunakan (Ha): Kabupaten Bangka Selatan Lahan yang sudah Digunakan (Ha): Kabupaten Bangka Tengah Lahan yang sudah Digunakan (Ha): Kabupaten Belitung Lahan yang sudah Digunakan (Ha): Kabupaten Belitung Timur Lahan yang sudah Digunakan (Ha): Sumber : Statistik Perkebunan Indonesia

51 183 Gambar 39. Peta Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Kakao Kepulauan Bangka Belitung juga memiliki potensi untuk pengembangan tanaman kakao, tetapi potensi ini belum dimanfaatkan secara optimal. Berdasarkan data Statistik Perkebunan Indonesia Departemen Pertanian Direktorat Jenderal Perkebunan, produksi kakao di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung mencapai 981 ton pada tahun Tabel 29 Potensi Pengembangan Kakao Prov. Bangka Belitung NO NAMA DAERAH LUAS LAHAN 1 Kabupaten Bangka Lahan yang sudah Digunakan (Ha): Kabupaten Bangka Barat Lahan yang sudah Digunakan (Ha): 11 3 Kabupaten Bangka Selatan Lahan yang sudah Digunakan (Ha): 22 4 Kabupaten Bangka Tengah Lahan yang sudah Digunakan (Ha): 62 5 Kabupaten Belitung Timur Lahan yang sudah Digunakan (Ha): 37 Sumber : Statistik Perkebunan Indonesia

52 Ketersediaan Lahan Pertanian Seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan perkembangan struktur perekonomian, kebutuhan lahan untuk kegiatan nonpertanian cenderung terus meningkat. Kecenderungan tersebut menyebabkan alih fungsi lahan pertanian sulit dihindari. Di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, alih fungsi lahan pertanian yang terjadi adalah dari pertanian ke pertambangan timah, terutama yang dilakukan oleh pertambangan timah ilegal. Untuk mengetahui potensi ketersediaan lahan dalam pengembangan pertanian, diperlukan informasi mengenai luas dan keberadaan lahan. Pengembangan pertanian antara lain dilakukan dengan perluasan areal (ekstensifikasi) pertanian untuk meningkatkan produksi. Untuk optimalisasi pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya lahan maka informasi dan data yang akurat tentang potensi, keragaan, ketersediaan, dan kebutuhan terhadap sumberdaya lahan sangat penting. Untuk analisis ini dipergunakan Atlas yang berisi Data Ketersediaan Lahan untuk Pengembangan Pertanian Indonesia yang diterbitkan oleh Badan Litbang Pertanian. Atlas Ketersediaan Lahan untuk Pengembangan Pertanian Indonesia merupakan himpunan peta-peta ketersediaan lahan pada masing-masing provinsi yang berisikan informasi wilayah-wilayah potensial tersedia untuk pengembangan komoditas pertanian tanaman semusim pada lahan basah (rawa dan non rawa), tanaman semusim lahan kering, dan tanaman tahunan pada lahan kering. Peta ini merupakan kompilasi dan korelasi hasil-hasil penelitian pada berbagai skala pemetaan sumberdaya lahan pertanian yang dilakukan selama lebih kurang 20 tahun oleh para peneliti Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian (sebelumnya bernama Pusat Penelitian Tanah/Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat). Peta ini disusun berdasarkan peta potensi lahan yang ditumpangtindihkan (overlay) dengan peta penggunaan lahan (existing land use) masingmasing provinsi. Ketersediaan lahan pertanian untuk Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dapat dilihat pada peta berikut (Gambar 40).

53 185 Sumber : Badan Litbang Pertanian Gambar 40. Peta Ketersediaan Lahan Pertanian Prov. Kep. Bangka Belitung Berdasarkan peta tersebut, diketahui bahwa 89,7 % atau 225,470 Ha merupakan areal yang tersedia untuk pengembangan tanaman tahunan, sedangkan sisanya sebesar 10,3 % atau tersedia untuk pengembangan tanaman padi. Artinya, lahan pertanian di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung sebagian besar adalah merupakan lahan yang layak untuk pengembangan tanaman tahunan (perkebunan) Revitalisasi Komoditas Pertanian Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, Revitalisasi berarti proses, cara, dan perbuatan menghidupkan kembali suatu hal yang sebelumnya kurang terberdaya. Sebenarnya revitalisasi berarti menjadikan sesuatu atau perbuatan menjadi vital. Sedangkan kata vital mempunyai arti sangat penting atau perlu sekali (untuk kehidupan dan sebagainya). Pengertian melalui bahasa lainnya revitalisasi bisa berarti proses, cara, dan atau perbuatan untuk menghidupkan atau menggiatkan kembali berbagai program kegiatan apapun. Atau lebih jelas revitalisasi itu adalah membangkitkan kembali vitalitas. Jadi, pengertian revitalisasi ini secara umum

BOKS II : TELAAH KETERKAITAN EKONOMI PROPINSI DKI JAKARTA DAN BANTEN DENGAN PROPINSI LAIN PENDEKATAN INTERREGIONAL INPUT OUTPUT (IRIO)

BOKS II : TELAAH KETERKAITAN EKONOMI PROPINSI DKI JAKARTA DAN BANTEN DENGAN PROPINSI LAIN PENDEKATAN INTERREGIONAL INPUT OUTPUT (IRIO) BOKS II : TELAAH KETERKAITAN EKONOMI PROPINSI DKI JAKARTA DAN BANTEN DENGAN PROPINSI LAIN PENDEKATAN INTERREGIONAL INPUT OUTPUT (IRIO) IRIO memiliki kemampuan untuk melakukan beberapa analisa. Kemampuan

Lebih terperinci

Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007

Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007 Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007 TABEL INPUT OUTPUT Tabel Input-Output (Tabel I-O) merupakan uraian statistik dalam bentuk matriks yang menyajikan informasi tentang transaksi barang

Lebih terperinci

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU 6.1. Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku Aktivitas atau kegiatan ekonomi suatu wilayah dikatakan mengalami kemajuan,

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor Alat analisis Input-Output (I-O) merupakan salah satu instrumen yang secara komprehensif dapat digunakan untuk

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten Banjarnegara Pada sub bab ini akan dijelaskan mengenai peranan ekonomi sektoral ditinjau dari struktur permintaan, penerimaan

Lebih terperinci

TABEL 1 LAJU PERTUMBUHAN PDRB MENURUT LAPANGAN USAHA (Persentase) Triw I 2011 Triw II Semester I 2011 LAPANGAN USAHA

TABEL 1 LAJU PERTUMBUHAN PDRB MENURUT LAPANGAN USAHA (Persentase) Triw I 2011 Triw II Semester I 2011 LAPANGAN USAHA No. 01/08/53/TH.XIV, 5 AGUSTUS PERTUMBUHAN EKONOMI NTT TRIWULAN II TUMBUH 5,21 PERSEN Pertumbuhan ekonomi NTT yang diukur berdasarkan kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) pada triwulan II tahun

Lebih terperinci

Kata Pengantar KATA PENGANTAR Nesparnas 2014 (Buku 2)

Kata Pengantar KATA PENGANTAR Nesparnas 2014 (Buku 2) Kata Pengantar KATA PENGANTAR Buku 2 Neraca Satelit Pariwisata Nasional (Nesparnas) ini disusun untuk melengkapi buku 1 Nesparnas, terutama dalam hal penyajian data yang lebih lengkap dan terperinci. Tersedianya

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI BISNIS DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN TRIWULAN I-2013

INDEKS TENDENSI BISNIS DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN TRIWULAN I-2013 BADAN PUSAT STATISTIK No. 34/05/Th. XVI, 6 Mei 2013 INDEKS TENDENSI BISNIS DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN TRIWULAN I-2013 KONDISI BISNIS DAN EKONOMI KONSUMEN MENINGKAT A. INDEKS TENDENSI BISNIS A. Penjelasan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. sektor, total permintaan Provinsi Jambi pada tahun 2007 adalah sebesar Rp 61,85

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. sektor, total permintaan Provinsi Jambi pada tahun 2007 adalah sebesar Rp 61,85 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Struktur Perekonomian Provinsi Jambi 5.1.1 Struktur Permintaan Berdasarkan tabel Input-Output Provinsi Jambi tahun 2007 klasifikasi 70 sektor, total permintaan Provinsi Jambi

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Uraian dalam Bab ini menjelaskan hasil pengolahan data dan pembahasan terhadap 4 (empat) hal penting yang menjadi fokus dari penelitian ini, yaitu: (1) peranan sektor kehutanan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kata Pengantar

KATA PENGANTAR. Kata Pengantar Kata Pengantar KATA PENGANTAR Buku 2 Neraca Satelit Pariwisata Nasional (Nesparnas) ini disusun untuk melengkapi buku 1 Nesparnas, terutama dalam hal penyajian data yang lebih lengkap dan terperinci. Tersedianya

Lebih terperinci

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 65 V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 5.1. Gambaran Umum dan Hasil dari Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 Pada bab ini dijelaskan

Lebih terperinci

V. PERAN SEKTOR PERTAMBANGAN BATUBARA PADA PEREKONOMIAN

V. PERAN SEKTOR PERTAMBANGAN BATUBARA PADA PEREKONOMIAN V. PERAN SEKTOR PERTAMBANGAN BATUBARA PADA PEREKONOMIAN 5.1. Posisi Pertambangan Batubara Indonesia dalam Pasar Global Seiring dengan semakin meningkatnya harga bahan bakar minyak bumi (BBM) dan semakin

Lebih terperinci

V. MEMBANGUN DATA DASAR

V. MEMBANGUN DATA DASAR V. MEMBANGUN DATA DASAR Sudah dikemukakan sebelumnya, di bagian metodologi bahwa sumber data utama yang digunakan dalam studi ini dalam rangka membangun Model CGE-Investasi Regional (CGE-IR) adalah Tabel

Lebih terperinci

V. STRUKTUR PEREKONOMIAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN PENGELUARAN RUMAHTANGGA

V. STRUKTUR PEREKONOMIAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN PENGELUARAN RUMAHTANGGA V. STRUKTUR PEREKONOMIAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN PENGELUARAN RUMAHTANGGA 5.1. Struktur Perkonomian Sektoral Struktur perekonomian merupakan suatu analisis yang dilakukan terhadap struktur Produk Domestik

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan 4 GAMBARAN UMUM 4.1 Kinerja Fiskal Daerah Kinerja fiskal yang dibahas dalam penelitian ini adalah tentang penerimaan dan pengeluaran pemerintah daerah, yang digambarkan dalam APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor Industri merupakan salah satu sektor yang berperan penting dalam pembangunan nasional. Kontribusi sektor Industri terhadap pembangunan nasional setiap tahunnya

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KALIMANTAN TENGAH. 07 November 2016

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KALIMANTAN TENGAH. 07 November 2016 BADAN PUSAT STATISTIK 07 November 2016 Berita Resmi Statistik Pertumbuhan Ekonomi Kalimantan Tengah (Produk Domestik Regional Bruto) Indeks Tendensi Konsumen 7 November 2016 BADAN PUSAT STATISTIK Pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara. Hubungan keduanya dijelaskan dalam Hukum Okun yang menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara. Hubungan keduanya dijelaskan dalam Hukum Okun yang menunjukkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengangguran merupakan satu dari banyak permasalahan yang terjadi di seluruh negara di dunia, terutama di negara berkembang seperti Indonesia. Hal ini terjadi karena

Lebih terperinci

VI. ANALISIS DAMPAK INVESTASI, EKSPOR DAN SIMULASI KEBIJAKAN SEKTOR PERTAMBANGAN

VI. ANALISIS DAMPAK INVESTASI, EKSPOR DAN SIMULASI KEBIJAKAN SEKTOR PERTAMBANGAN VI. ANALISIS DAMPAK INVESTASI, EKSPOR DAN SIMULASI KEBIJAKAN SEKTOR PERTAMBANGAN 6.1. Dampak Kenaikan Investasi Sektor Pertambangan di Bagian ini akan menganalisis dampak dari peningkatan investasi pada

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di wilayah Pulau Kalimantan didasarkan pada beberapa pertimbangan, yaitu: Pulau Kalimantan sangat kaya akan sumberdaya alam

Lebih terperinci

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional Dalam penerbitan buku Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Tegal Tahun 2012 ruang lingkup penghitungan meliputi

Lebih terperinci

VI. ANALISIS MULTIPLIER PEMBANGUNAN JALAN TERHADAP EKONOMI

VI. ANALISIS MULTIPLIER PEMBANGUNAN JALAN TERHADAP EKONOMI VI. ANALISIS MULTIPLIER PEMBANGUNAN JALAN TERHADAP EKONOMI 6.1. Analisis Multiplier Pembangunan Jalan Terhadap Pendapatan Faktor Produksi Pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan umumnya membutuhkan

Lebih terperinci

WORKSHOP (MOBILITAS PESERTA DIDIK)

WORKSHOP (MOBILITAS PESERTA DIDIK) WORKSHOP (MOBILITAS PESERTA DIDIK) KONSEP 1 Masyarakat Anak Pendidikan Masyarakat Pendidikan Anak Pendekatan Sektor Multisektoral Multisektoral Peserta Didik Pendidikan Peserta Didik Sektoral Diagram Venn:

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN I-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN II-2016

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN I-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN II-2016 BPS PROVINSI LAMPUNG No. 10/05/18/Th. VI, 4 Mei 2016 INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN I-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN II-2016 INDEKS TENDENSI KONSUMEN LAMPUNG TRIWULAN I-2016 SEBESAR 101,55

Lebih terperinci

SINKRONISASI PERENCANAAN PEMBANGUNAN YANG BERBASIS DATA

SINKRONISASI PERENCANAAN PEMBANGUNAN YANG BERBASIS DATA SINKRONISASI PERENCANAAN PEMBANGUNAN YANG BERBASIS DATA Dr. Slamet Sutomo Deputi Kepala Badan Pusat Statistik Bidang Neraca dan Analisis Statistik BPS-Statistik Statistik Indonesia Forum Kepala Bappeda

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan proses transformasi yang dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan. Pembangunan ekonomi dilakukan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN III-2015 DAN PERKIRAAN TRIWULAN IV-2015

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN III-2015 DAN PERKIRAAN TRIWULAN IV-2015 BPS PROVINSI LAMPUNG No. 10/11/18.Th.V, 5 November 2015 INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN III-2015 DAN PERKIRAAN TRIWULAN IV-2015 INDEKS TENDENSI KONSUMEN LAMPUNG TRIWULAN III-2015 SEBESAR

Lebih terperinci

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 11/02/34/Th.XVI, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN SEBESAR 5,40 PERSEN Kinerja perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) selama tahun

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR

GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR Pada bab ini dijelaskan mengenai gambaran umum SNSE Kabupaten Indragiri Hilir yang meliputi klasifikasi SNSE Kabupaten Indragiri

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI BISNIS DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN TRIWULAN I-2015

INDEKS TENDENSI BISNIS DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN TRIWULAN I-2015 BADAN PUSAT STATISTIK No. 46/05/Th. XVIII, 5 Mei 2015 INDEKS TENDENSI BISNIS DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN TRIWULAN I-2015 KONDISI BISNIS MENURUN NAMUN KONDISI EKONOMI KONSUMEN SEDIKIT MENINGKAT A. INDEKS

Lebih terperinci

Sektor * 2010** 3,26 3,45 3,79 2,82 2,72 3,36 3,47 4,83 3,98 2,86 2. Pertambangan dan Penggalian

Sektor * 2010** 3,26 3,45 3,79 2,82 2,72 3,36 3,47 4,83 3,98 2,86 2. Pertambangan dan Penggalian Sektor 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009* 2010** (1) (2) (3) (3) (4) (4) (5) (5) (6) (6) (7) 1. Pertanian, Peternakan, Kehutanan Dan Perikanan 3,26 3,45 3,79 2,82 2,72 3,36 3,47 4,83 3,98 2,86

Lebih terperinci

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional Dalam penerbitan buku tahun 2013 ruang lingkup penghitungan meliputi 9 sektor ekonomi, meliputi: 1. Sektor Pertanian

Lebih terperinci

gula (31) dan industri rokok (34) memiliki tren pangsa output maupun tren permintaan antara yang negatif.

gula (31) dan industri rokok (34) memiliki tren pangsa output maupun tren permintaan antara yang negatif. 5. RANGKUMAN HASIL Dari hasil dan pembahasan dalam penelitian ini, dapat dirangkum beberapa poin penting sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu: 1. Deviasi hasil estimasi total output dengan data aktual

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang masih memegang peranan dalam peningkatan perekonomian nasional. Selain itu, sebagian besar penduduk Indonesia masih menggantungkan

Lebih terperinci

VIII. PROSPEK PERMINTAAN PRODUK IKAN

VIII. PROSPEK PERMINTAAN PRODUK IKAN 185 VIII. PROSPEK PERMINTAAN PRODUK IKAN Ketersediaan produk perikanan secara berkelanjutan sangat diperlukan dalam usaha mendukung ketahanan pangan. Ketersediaan yang dimaksud adalah kondisi tersedianya

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN Hal-hal yang akan diuraikan dalam pembahasan dibagi dalam tiga bagian yakni bagian (1) penelaahan terhadap perekonomian Kabupaten Karo secara makro, yang dibahas adalah mengenai

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN IV-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN I-2017

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN IV-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN I-2017 BPS PROVINSI LAMPUNG No. 10/02/18 TAHUN VII, 6 Februari 2017 INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN IV-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN I-2017 INDEKS TENDENSI KONSUMEN LAMPUNG TRIWULAN IV-2016 SEBESAR

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU

PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU No. 24/05/14/Th.XV, 5 Mei 2014 PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU Ekonomi Riau termasuk migas pada triwulan I tahun 2014, yang diukur dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan 2000, mengalami

Lebih terperinci

5. HASIL DAN PEMBAHASAN

5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Simulasi Model Pertumbuhan kegiatan kepariwisataan di Indonesia yang dikaitkan dengan adanya liberalisasi perdagangan, dalam penelitian ini, dianalisis dengan menggunakan model

Lebih terperinci

BPS PROVINSI MALUKU PERTUMBUHAN EKONOMI MALUKU PDRB MALUKU TRIWULAN IV TAHUN 2013 TUMBUH POSITIF SEBESAR 5,97 PERSEN

BPS PROVINSI MALUKU PERTUMBUHAN EKONOMI MALUKU PDRB MALUKU TRIWULAN IV TAHUN 2013 TUMBUH POSITIF SEBESAR 5,97 PERSEN BPS PROVINSI MALUKU No. 01/05/81/Th.XV, 05 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI MALUKU PDRB MALUKU TRIWULAN IV TAHUN 2013 TUMBUH POSITIF SEBESAR 5,97 PERSEN PDRB Maluku pada triwulan IV tahun 2013 bertumbuh

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN I-2017 DAN PERKIRAAN TRIWULAN II-2017

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN I-2017 DAN PERKIRAAN TRIWULAN II-2017 BPS PROVINSI LAMPUNG No. 10/05/18/Th. VII, 5 Mei 2017 INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN I-2017 DAN PERKIRAAN TRIWULAN II-2017 INDEKS TENDENSI KONSUMEN LAMPUNG TRIWULAN I-2017 SEBESAR 101,81

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN I-2014 No. 32/05/35/Th. XIV, 5 Mei 2014 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur Triwulan I Tahun 2014 (y-on-y) mencapai 6,40

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perekonomian Kota Cirebon Berdasarkan Struktur Permintaan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perekonomian Kota Cirebon Berdasarkan Struktur Permintaan 60 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Peranan Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perekonomian Kota Cirebon Berdasarkan Struktur Permintaan Alat analisis Input-Output (I-O) merupakan salah satu instrumen yang

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2013 SEBESAR -3,30 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2013 SEBESAR -3,30 PERSEN BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2013 SEBESAR -3,30 PERSEN No. 44/08/34/Th. XV, 2 Agustus 2013 Pertumbuhan ekonomi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada

Lebih terperinci

KETERKAITAN ANTARSEKTOR PADA PEREKONOMIAN JAWA TIMUR

KETERKAITAN ANTARSEKTOR PADA PEREKONOMIAN JAWA TIMUR KETERKAITAN ANTARSEKTOR PADA PEREKONOMIAN JAWA TIMUR Keterkaitan Sektor Hulu dan Sektor Hilir Hasil dari analisis dengan menggunakan PCA menunjukkan sektor-sektor perekonomian pada bagian hulu dan sektor-sektor

Lebih terperinci

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI SULAWESI BARAT (Indikator Makro)

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI SULAWESI BARAT (Indikator Makro) POTRET PENDIDIKAN PROVINSI SULAWESI BARAT (Indikator Makro) Pusat Data dan Statistik Pendidikan - Kebudayaan Kemendikbud Jakarta, 2015 DAFTAR ISI A. Dua Konsep Pembahasan B. Potret IPM 2013 1. Nasional

Lebih terperinci

Produk Domestik Bruto (PDB)

Produk Domestik Bruto (PDB) Produk Domestik Bruto (PDB) Gross Domestic Product (GDP) Jumlah nilai produk berupa barang dan jasa yang dihasilkan oleh unitunit produksi di dalam batas wilayah suatu negara (domestik) selama satu tahun.

Lebih terperinci

SEKTOR-SEKTOR UNGGULAN PENOPANG PEREKONOMIAN BANGKA BELITUNG

SEKTOR-SEKTOR UNGGULAN PENOPANG PEREKONOMIAN BANGKA BELITUNG Suplemen 4. Sektor-Sektor Unggulan Penopang Perekonomian Bangka Belitung Suplemen 4 SEKTOR-SEKTOR UNGGULAN PENOPANG PEREKONOMIAN BANGKA BELITUNG Salah satu metode dalam mengetahui sektor ekonomi unggulan

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG 2008 2011 NOMOR KATALOG : 9302008.1114 UKURAN BUKU JUMLAH HALAMAN : 21,00 X 28,50 CM : 78 HALAMAN + XIII NASKAH : - SUB BAGIAN TATA USAHA - SEKSI STATISTIK SOSIAL

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengumpulan Data Data yang berhasil dikumpulkan dan akan digunakan pada penelitian ini merupakan data statistik yang diperoleh dari a. Biro Pusat Statistik (BPS)

Lebih terperinci

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH (Indikator Makro)

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH (Indikator Makro) POTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH (Indikator Makro) Pusat Data dan Statistik Pendidikan - Kebudayaan Setjen, Kemendikbud Jakarta, 2015 DAFTAR ISI A. Dua Konsep Pembahasan B. Potret IPM 2013 1. Nasional

Lebih terperinci

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN MALUKU UTARA

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN MALUKU UTARA VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN MALUKU UTARA 6.1. Perkembangan Peranan dan Pertumbuhan Ekonomi Sektoral Maluku Utara Kemajuan perekonomian daerah antara lain diukur dengan: pertumbuhan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. deskriptif analitik. Penelitian ini tidak menguji hipotesis atau tidak menggunakan

III. METODE PENELITIAN. deskriptif analitik. Penelitian ini tidak menguji hipotesis atau tidak menggunakan III. METODE PENELITIAN Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitik. Penelitian ini tidak menguji hipotesis atau tidak menggunakan hipotesis, melainkan hanya mendeskripsikan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU

PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU No. 19/05/14/Th.XI, 10 Mei PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU Ekonomi Riau Tanpa Migas y-on-y Triwulan I Tahun sebesar 5,93 persen Ekonomi Riau dengan migas pada triwulan I tahun mengalami kontraksi sebesar 1,19

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur 57 IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta Provinsi DKI Jakarta merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 7 meter diatas permukaan laut dan terletak antara

Lebih terperinci

TABEL - VII.1 PERKEMBANGAN NILAI INVESTASI MENURUT SKALA USAHA ATAS DASAR HARGA KONSTAN 1993 TAHUN

TABEL - VII.1 PERKEMBANGAN NILAI INVESTASI MENURUT SKALA USAHA ATAS DASAR HARGA KONSTAN 1993 TAHUN TABEL - VII.1 PERKEMBANGAN NILAI INVESTASI MENURUT SKALA USAHA SKALA USAHA 1 Usaha Kecil (UK) 17.968.449 19.510.919 1.542.470 8,58 2 Usaha Menengah (UM) 23.077.246 25.199.311 2.122.065 9,20 Usaha Kecil

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU

PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU No. 38/08/14/Th.XIV, 2 Agustus 2013 PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU Ekonomi Riau Tanpa Migas Triwulan II Tahun 2013 mencapai 2,68 persen Ekonomi Riau termasuk migas pada triwulan II tahun 2013, yang diukur dari

Lebih terperinci

DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT)

DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT) DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT) OLEH SRI MULYANI H14103087 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN

Lebih terperinci

5. PROFIL KINERJA FISKAL, PEREKONOMIAN, DAN KEMISKINAN SEKTORAL DAERAH DI INDONESIA

5. PROFIL KINERJA FISKAL, PEREKONOMIAN, DAN KEMISKINAN SEKTORAL DAERAH DI INDONESIA 86 5. PROFIL KINERJA FISKAL, PEREKONOMIAN, DAN KEMISKINAN SEKTORAL DAERAH DI INDONESIA Profil kinerja fiskal, perekonomian, dan kemiskinan sektoral daerah pada bagian ini dianalisis secara deskriptif berdasarkan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TRIWULAN IV TAHUN 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TRIWULAN IV TAHUN 2013 BPS PROVINSI LAMPUNG No.06/02/18/Th.XIV, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TRIWULAN IV TAHUN 2013 EKONOMI LAMPUNG TUMBUH 5,97 PERSEN SELAMA TAHUN 2013 Sebagai dasar perencanaan pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN II-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN III-2016

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN II-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN III-2016 BPS PROVINSI LAMPUNG No. 10/08/18/Th. VI, 5 Agustus 2016 INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN II-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN III-2016 INDEKS TENDENSI KONSUMEN LAMPUNG TRIWULAN II-2016 SEBESAR

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH No. 06/02/72/Th. XIV. 7 Februari 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH Ekonomi Sulawesi Tengah tahun 2010 yang diukur dari kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan 2000

Lebih terperinci

Assalamu alaikum Wr. Wb.

Assalamu alaikum Wr. Wb. Sambutan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia Assalamu alaikum Wr. Wb. Sebuah kebijakan akan lebih menyentuh pada persoalan yang ada apabila dalam proses penyusunannya

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 Nomor Katalog : 9302001.9416 Ukuran Buku : 14,80 cm x 21,00 cm Jumlah Halaman

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 32/05/35/Th. XI, 6 Mei 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN I-2013 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur Triwulan I Tahun 2013 (y-on-y) mencapai 6,62

Lebih terperinci

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 /

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 / BAB IV TINJAUAN EKONOMI 2.1 STRUKTUR EKONOMI Produk domestik regional bruto atas dasar berlaku mencerminkan kemampuan sumber daya ekonomi yang dihasilkan oleh suatu daerah. Pada tahun 2013, kabupaten Lamandau

Lebih terperinci

DAFTAR ISI BUKU III RPJMN TAHUN PEMBANGUNAN BERDIMENSI KEWILAYAHAN : MEMPERKUAT SINERGI ANTARA PUSAT-DAERAH DAN ANTARDAERAH

DAFTAR ISI BUKU III RPJMN TAHUN PEMBANGUNAN BERDIMENSI KEWILAYAHAN : MEMPERKUAT SINERGI ANTARA PUSAT-DAERAH DAN ANTARDAERAH DAFTAR ISI BUKU III RPJMN TAHUN 2010-2014 PEMBANGUNAN BERDIMENSI KEWILAYAHAN : MEMPERKUAT SINERGI ANTARA PUSAT-DAERAH DAN ANTARDAERAH BAB.I ARAH KEBIJAKAN NASIONAL PENGEMBANGAN WILAYAH 2010-2014 1.1 Pendahuluan...

Lebih terperinci

SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI INDONESIA TAHUN 2008 ISSN : 0216.6070 Nomor Publikasi : 07240.0904 Katalog BPS : 9503003 Ukuran Buku : 28 x 21 cm Jumlah Halaman : 94 halaman Naskah : Subdirektorat Konsolidasi

Lebih terperinci

TUGAS MODEL EKONOMI Dosen : Dr. Djoni Hartono

TUGAS MODEL EKONOMI Dosen : Dr. Djoni Hartono UNIVERSITAS INDONESIA TUGAS MODEL EKONOMI Dosen : Dr. Djoni Hartono NAMA Sunaryo NPM 0906584134 I Made Ambara NPM 0906583825 Kiki Anggraeni NPM 090xxxxxxx Widarto Susilo NPM 0906584191 M. Indarto NPM 0906583913

Lebih terperinci

AKSES PELAYANAN KESEHATAN. Website:

AKSES PELAYANAN KESEHATAN. Website: AKSES PELAYANAN KESEHATAN Tujuan Mengetahui akses pelayanan kesehatan terdekat oleh rumah tangga dilihat dari : 1. Keberadaan fasilitas kesehatan 2. Moda transportasi 3. Waktu tempuh 4. Biaya transportasi

Lebih terperinci

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA Ekonomi rakyat merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia dan

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT PEREKONOMIAN KALIMANTAN BARAT PERTUMBUHAN PDRB TAHUN 2013 MENCAPAI 6,08 PERSEN No. 11/02/61/Th. XVII, 5 Februari 2014 Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tahun

Lebih terperinci

Tinjauan Perekonomian Berdasarkan PDRB Menurut Pengeluaran

Tinjauan Perekonomian Berdasarkan PDRB Menurut Pengeluaran Berdasarkan PDRB Menurut Pengeluaran Nilai konsumsi rumah tangga perkapita Aceh meningkat sebesar 3,17 juta rupiah selama kurun waktu lima tahun, dari 12,87 juta rupiah di tahun 2011 menjadi 16,04 juta

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN III-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN IV-2016

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN III-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN IV-2016 BPS PROVINSI LAMPUNG No. 10/11/18/Th. VI, 7 November 2016 INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN III-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN IV-2016 INDEKS TENDENSI KONSUMEN LAMPUNG TRIWULAN III-2016 SEBESAR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya pembangunan ekonomi jangka panjang yang terencana dan dilaksanakan secara bertahap. Pembangunan adalah suatu

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN IV-2016

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN IV-2016 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI PAPUA INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN A. Penjelasan Umum No. 11/02/94/Th. VII, 6 Februari 2017 Indeks Tendensi Konsumen (ITK) adalah indikator perkembangan

Lebih terperinci

TABEL - IV.1 PERKEMBANGAN NILAI PRODUK DOMESTIK BRUTO (PDB) MENURUT SKALA USAHA ATAS DASAR HARGA KONSTAN 1993 TAHUN

TABEL - IV.1 PERKEMBANGAN NILAI PRODUK DOMESTIK BRUTO (PDB) MENURUT SKALA USAHA ATAS DASAR HARGA KONSTAN 1993 TAHUN TABEL - IV.1 PERKEMBANGAN NILAI PRODUK DOMESTIK BRUTO (PDB) MENURUT SKALA USAHA ATAS DASAR HARGA KONSTAN 1993 SKALA USAHA 1 Usaha Kecil (UK) 184.845.034 194.426.046 9.581.012 5,18 2 Usaha Menengah (UM)

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I-2010

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I-2010 BADAN PUSAT STATISTIK No. 31/05/Th. XIII, 10 Mei 2010 PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I-2010 EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I-2010 TUMBUH MENINGKAT 5,7 PERSEN Perekonomian Indonesia yang diukur berdasarkan

Lebih terperinci

DAMPAK INVESTASI SWASTA YANG TERCATAT DI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN JAWA TENGAH (ANALISIS INPUT-OUTPUT)

DAMPAK INVESTASI SWASTA YANG TERCATAT DI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN JAWA TENGAH (ANALISIS INPUT-OUTPUT) DIPONEGORO JOURNAL OF ECONOMICS Volume 2, Nomor 3, Tahun 2013, Halaman 1-9 http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jme DAMPAK INVESTASI SWASTA YANG TERCATAT DI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN JAWA

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN I-2017

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN I-2017 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI PAPUA INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN I-2017 A. Penjelasan Umum 1. Indeks Tendensi Konsumen (ITK) I-2017 No. 27/05/94/Th. VII, 5 Mei 2017 Indeks Tendensi

Lebih terperinci

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU (Indikator Makro)

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU (Indikator Makro) POTRET PENDIDIKAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU (Indikator Makro) Pusat Data dan Statistik Pendidikan - Kebudayaan Setjen, Kemendikbud Jakarta, 2015 DAFTAR ISI A. Dua Konsep Pembahasan B. Potret IPM 2013 1.

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN AGUSTUS 2016

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN AGUSTUS 2016 No. 50/09/63/Th.XIX, 1 September 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN AGUSTUS 2016 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN AGUSTUS 2016 TURUN 0,49

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN MEI 2017

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN MEI 2017 NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN MEI TURUN 0,06 PERSEN Pada Mei NTP Kalimantan Selatan tercatat 96,67 atau turun 0,06 persen dibanding NTP April yang mencapai 96,73. Turunnya NTP ini disebabkan indeks harga

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN APRIL 2016

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN APRIL 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN APRIL A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI No. 24/05/63/Th.XIX, 2 Mei NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN APRIL TURUN 0,14 PERSEN Pada NTP Kalimantan

Lebih terperinci

Sumber : Tabel I-O Kota Tarakan Updating 2007, Data diolah

Sumber : Tabel I-O Kota Tarakan Updating 2007, Data diolah 48 V. DUKUNGAN ANGGARAN DALAM OPTIMALISASI KINERJA PEMBANGUNAN BERBASIS SEKTOR UNGGULAN 5.1. Unggulan Kota Tarakan 5.1.1. Struktur Total Output Output merupakan nilai produksi barang maupun jasa yang dihasilkan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN SEPTEMBER 2016

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN SEPTEMBER 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN SEPTEMBER 2016 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN SEPTEMBER 2016 NAIK 0,66 PERSEN No. 54/10/63/Th.XIX, 3 Oktober

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JUNI 2017

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JUNI 2017 NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN JUNI SEBESAR 96,06 ATAU TURUN 0,64 PERSEN Pada Juni NTP Kalimantan Selatan tercatat 96,06 atau turun 0,64 persen dibanding NTP Mei yang mencapai 96,67. Turunnya NTP ini disebabkan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN MARET 2017

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN MARET 2017 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN MARET A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN MARET TURUN 1,20 PERSEN No. 20/04/63/Th.XXI, 3 April Pada Maret NTP

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN III TAHUN 2009

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN III TAHUN 2009 BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU No.145/11/21/Th.IV, 10 November 2009 PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN III TAHUN 2009 PDRB KEPRI TRIWULAN III TAHUN 2009 TUMBUH 1,90 PERSEN PDRB Kepri pada triwulan

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN

INDEKS TENDENSI KONSUMEN No. 10/02/91 Th. VI, 6 Februari 2012 INDEKS TENDENSI KONSUMEN A. Penjelasan Umum Indeks Tendensi Konsumen (ITK) adalah indikator perkembangan ekonomi terkini yang dihasilkan Badan Pusat Statistik melalui

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kode Sektor Sektor Eknonomi

Lampiran 1. Kode Sektor Sektor Eknonomi 263 Lampiran 1. Kode Sektor Sektor Eknonomi Kode Nama Sektor 1 Padi 2 Jagung 3 Ubi Kayu 4 Ubi-Ubian Lainnya 5 Kacang-kacangan 6 Sayuran dataran ttinggi 7 Sayuran dataran rendah 8 Jeruk 9 Pisang 10 Buah-buahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sumber daya alam tidak diragukan lagi Indonesia memiliki kekayaan alam yang

BAB 1 PENDAHULUAN. sumber daya alam tidak diragukan lagi Indonesia memiliki kekayaan alam yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki potensi sumber daya yang sangat besar baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia, untuk sumber daya alam tidak

Lebih terperinci

PERANAN SEKTOR PARIWISATA TERHADAP PEREKONOMIAN DAERAH DI INDONESIA (ANALISIS INTERREGIONAL INPUT-OUTPUT) ABSTRACT

PERANAN SEKTOR PARIWISATA TERHADAP PEREKONOMIAN DAERAH DI INDONESIA (ANALISIS INTERREGIONAL INPUT-OUTPUT) ABSTRACT PERANAN SEKTOR PARIWISATA TERHADAP PEREKONOMIAN DAERAH DI INDONESIA (ANALISIS INTERREGIONAL INPUT-OUTPUT) Wisnu Yudananto 1 Sutyastie S. Remi 2 dan Bagdja Muljarijadi 3 1 Mahasiswa MET - Universitas Padjajaran

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TAHUN 2016 BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No.11/02/34/Th.XIX, 6 Februari 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TAHUN 2016 EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN 2016 TUMBUH 5,05 PERSEN LEBIH TINGGI DIBANDING TAHUN

Lebih terperinci

PDB per kapita atas dasar harga berlaku selama tahun 2011 mengalami peningkatan sebesar 13,8% (yoy) menjadi Rp30,8 juta atau US$ per tahun.

PDB per kapita atas dasar harga berlaku selama tahun 2011 mengalami peningkatan sebesar 13,8% (yoy) menjadi Rp30,8 juta atau US$ per tahun. Indonesia pada tahun 2011 tumbuh sebesar 6,5% (yoy), sedangkan pertumbuhan triwulan IV-2011 secara tahunan sebesar 6,5% (yoy) atau secara triwulanan turun 1,3% (qtq). PDB per kapita atas dasar harga berlaku

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN III 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN III 2014 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPULAUAN RIAU No. 79/11/21/Th.IX, 5 November PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN III PDRB KEPULAUAN RIAU TRIWULAN III TUMBUH 6,15 PERSEN (c to c) PDRB Kepulauan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan adalah data sekunder yang sebagian besar berasal

III. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan adalah data sekunder yang sebagian besar berasal 39 III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan adalah data sekunder yang sebagian besar berasal dari Tabel Input-Output Kota Bontang Tahun 2010 klasifikasi 46 sektor yang diagregasikan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN FEBRUARI 2016

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN FEBRUARI 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN FEBRUARI A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI No. 15/03/63/Th.XIX, 1 Maret NILAI TUKAR PETANI (NTP) BULAN FEBRUARI TURUN 0,22 PERSEN Pada NTP

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) PROVINSI PAPUA BULAN FEBRUARI 2014

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) PROVINSI PAPUA BULAN FEBRUARI 2014 No. 14 / 03 / 94 / Th. VII, 2 Maret 2015 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) PROVINSI PAPUA BULAN FEBRUARI 2014 Nilai Tukar Petani Papua pada Februari 2015 sebesar 97,12 atau mengalami kenaikan 0,32

Lebih terperinci