BAB V GAMBARAN INFRASTRUKTUR JALAN, STRUKTUR PEREKONOMIAN DAN KETENAGAKERJAAN DI JAWA BARAT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB V GAMBARAN INFRASTRUKTUR JALAN, STRUKTUR PEREKONOMIAN DAN KETENAGAKERJAAN DI JAWA BARAT"

Transkripsi

1 BAB V GAMBARAN INFRASTRUKTUR JALAN, STRUKTUR PEREKONOMIAN DAN KETENAGAKERJAAN DI JAWA BARAT 5.1. Peran Infrastruktur dalam Perekonomian Investasi infrastruktur transportasi dalam pembangunan ekonomi penting sebagai sarana untuk memperlancar mobilisasi barang dan jasa serta sebagai sarana untuk memperlancar hubungan antara wilayah terpencil dengan pusat-pusat pertumbuhan. Kelancaran arus barang dan jasa serta keterbukaan wilayah wilayah potensial dapat digunakan sebagai pendorong percepatan pertumbuhan ekonomi. Dengan infrastruktur transportasi yang baik, sumber daya manusia maupun kapital yang tersebar tersebut juga dapat dimanfaatkan dengan lebih baik. Efektifitas investasi infrastruktur transportasi untuk meningkatkan perekonomian dan memberikan manfaat bagi masyarakat tergantung kepada pemanfaatan sarana transportasi tersebut oleh produsen maupun konsumen serta sektor-sektor unggulan, sehingga mampu memberikan stimulus perekonomian seperti yang diharapkan. Dikeluarkannya berbagai kebijakan pemerintah seperti paket infrastruktur yang tertuang pada Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur sebagaimana telah diubah oleh Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2010, serta peningkatan anggaran stimulus fiskal pada bidang infrastruktur menunjukkan perhatian pemerintah yang sangat besar pada pembangunan infrastruktur (termasuk halnya infrastruktur transportasi). Perhatian pemerintah yang besar pada infrastruktur ini sangatlah relevan

2 115 mengingat beberapa temuan studi mengindikasikan pentingnya infrastruktur terkait dengan dampaknya terhadap perekonomian. Perluasan kewenangan yang diberikan kepada daerah dalam merencanakan dan mengalokasikan dana untuk membiayai berbagai kegiatan pembangunan, memberikan peluang yang lebih besar bagi setiap daerah untuk melaksanakan aktivitas pembangunan sesuai dengan potensi yang dimilikinya serta memilih sektorsektor ekonomi unggulan yang akan dikembangkan dalam rangka untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi di wilayahnya. Pertumbuhan ekonomi yang berbasis potensi sumber daya lokal pada berbagai daerah pada gilirannya akan menghasikan pertumbuhan ekonomi agregat yang tinggi di tingkat nasional. Provinsi Jawa Barat merupakan daerah ekonomi potensial yang memiliki berbagai keunggulan seperti halnya dari sisi letak geografis. Peningkatan alokasi anggaran untuk belanja infrastruktur transportasi diyakini akan menstimulasi peningkatan investasi baik berskala nasional maupun internasional. Letak geogragis Provinsi Jawa Barat yang berdekatan dengan ibu kota DKI Jakarta yang bertindak sebagai pusat pertumbuhan ekonomi Indonesia serta letak geografis Provinsi Jawa barat di pulau Jawa yang memiliki penduduk terbanyak merupakan potensi ekonomi besar yang dapat dimanfaatkan oleh Provinsi Jawa Barat. Penyediaan infrastruktur transportasi yang baik seperti halnya jalan, jembatan, pelabuhan dan lainnya diyakini dapat memicu limpahan (spill-over) investasi dari wilayah sekitarnya ke wilayah Jawa Barat dan pengembangan wilayah wilayah potensial terutama yang berada di wilayah bagian selatan Jawa Barat. Terkait dengan hal tersebut, pengembangan investasi infrastruktur transportasi harus didasari atas berbagai pertimbangan seperti halnya pertimbangan terhadap sektor ekonomi yang berkembang maupun pertimbangan kewilayahan. Pengembangan dengan

3 116 mempertimbangkan sektor ekonomi misalkan dengan melihat kepada sektor-sektor unggulan yang berkembang di Jawa Barat seperti halnya sektor industri dan sektor pertanian. Sedangkan dimensi kewilayahan diperhatikan agar pengembangan infrastruktur transportasi dapat menjangkau wilayah atau daerah terpencil (desa) yang potensial secara ekonomi untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi di wilayah tersebut, meningkatkan penyerapan tenaga kerja serta memperbaiki dan meningkatkan pendapatan di wilayah wilayah terpencil sehingga mampu memperbaiki pemerataan pendapatan dari berbagai golongan rumah tangga maupun dari segi kewilayahan. Secara garis besar, stimulus berupa investasi infrastruktur transportasi diharapkan menjadi stimulus pertumbuhan perekonomian daerah Jawa Barat Kondisi Infrastruktur Transportasi Jalan Menimbang pengalaman dari pentingnya pembangunan infrastruktur transportasi dalam peningkatan perekonomian suatu daerah, penyerapan tenaga kerja, serta peningkatan kesejahteraan masyarakat, maka fungsi infrastruktur transportasi jalan adalah sangat strategis dalam memperbaiki kinerja pembangunan, memperbaiki kesejahteraan masyarakat, mempengaruhi distribusi pendapatan masyarakat, serta mengurangi pengangguran. Keterlambatan dalam pembangunan investasi infrastruktur transportasi tersebut diduga akan sangat berdampak negatif kepada perekonomian, distribusi pendapatan serta penyerapan tenaga kerja. Berdasarkan data, kondisi infrastruktur transportasi berupa panjang jalan di wilayah Jawa Barat, sampai dengan akhir tahun 2010 adalah km (Tabel 5). Jumlah ini meningkat hanya 0.1% dibandingkan dengan panjang jalan Jawa Barat pada tahun 2009 yang berjumlah km. Sementara itu dapat diungkapkan pula bahwa panjang jalan pada tahun 2009 tersebut relatif lebih buruk jika dibandingkan

4 117 dengan panjang jalan pada tahun 2008 yang berjumlah km. Gambaran lengkap perubahan panjang jalan tersebut dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Perkembangan Panjang Jalan Menurut Tingkat Kewenangan Pemerintah, Tahun Panjang Jalan (km) Tingkat Kewenangan No. Pemerintah 1 Jalan Negara (18.4) (0) 2 Jalan Provinsi (2.7) (0) 3 Jalan Kabupaten (-1.6) (0.1) Jumlah (-0.3) (0.1) Sumber: BPS Jawa Barat, 2011 Keterangan: angka ( ) menunjukkan pertumbuhan dalam persen Secara umum kondisi infrastruktur yang tidak baik di Provinsi Jawa Barat terutama terjadi pada jalan kabupaten yang merupakan kewenangan pemerintah kabupaten/kota. Dari Tabel 5 juga dapat dilihat terjadi penurunan panjang jalan yang berada di bawah kewenangan pemerintah kabupaten sebesar minus 1.6% pada tahun 2009 dan terjadi peningkatan hanya 0.1% pada kategori jalan yang sama pada tahun Sementara itu perkembangan panjang jalan yang merupakan kewenangan pemerintah provinsi juga mengalami perubahan yang kurang menggembirakan. Setelah mengalami perkembangan pada tahun 2009 sebesar 2.7%, justru sama sekali tidak mengalami pertumbuhan pada tahun Kondisi ini diperparah dengan kondisi jalan yang semakin buruk, dimana kerusakan jalan tidak hanya terjadi diperkotaan (kotamadya) namun juga di pedesaan (kabupaten). Sebagai tambahan, berdasarkan data, kondisi jalan yang masih dalam keadaan baik di Provinsi Jawa Barat pada tahun 2009 adalah km, dan angka ini berkurang

5 118 menjadi hanya km pada tahun 2010 (Tabel 6). Di sisi lain dapat dipaparkan bahwa kondisi jalan yang rusak di Provinsi Jawa barat meningkat dari km pada tahun 2009, menjadi km pada akhir tahun Selain perkembangan panjang jalan yang tidak memadai dalam mendukung perekonomian Jawa Barat, kondisi ini diperburuk dengan kualitas jalan yang semakin memburuk sampai dengan tahun Kualitas jalan di Jawa Barat yang masih baik tahun 2009 sepanjang 8.895,5 km dan semakin sedikit menjadi 7.980,1 km pada tahun Sementara kondisi jalan dengan kualitas sedang pada tahun 2009 sebesar ,1 km menurun menjadi 5.342,8 km pada tahun Demikian pula kondisi jalan rusak meningkat dari km pada tahun 2009 menjadi 5.694,0 km pada tahun Tabel 6. Perkembangan Kondisi Jalan Menurut Kualitas dan Jenis Permukaan Jalan di Jawa Barat Tahun (km) Panjang Jalan (km) Kondisi Jalan (1) (2) (3) Panjang Jalan , ,8 A. Kualitas jalan a.1. Baik 8.895, ,1 a.2. Sedang 5.507, ,8 a.3. Rusak 5.199, ,0 a.4. Rusak berat 2.404, ,6 B. Jenis permukaan Jalan b.1. Aspal , ,3 b.2. Kerikil 2.722, ,0 b.3. Tanah 809,7 605,6 b.4. Tidak dirinci 50,7 328,03 Sumber: BPS Jawa Barat, 2011 Bahkan, panjang jalan yang mengalami rusak parah pada tahun 2009 yang tadinya adalah km, pada tahun 2010 menjadi lebih buruk lagi yaitu menjadi 2.819,6 km.

6 119 Kondisi jalan yang beraspal maupun jalan kerikil juga menunjukkan kondisi semakin buruk. Kondisi jalan beraspal pada tahun 2009 adalah sebesar ,8 km menjadi ,3 km dan kondisi jalan kerikil juga semakin menyusut dari tahun 2009 yang sebesar 2.722,2 km berkurang menjadi 2.512,0 km 5.3. Struktur dan Kinerja Perekonomian Ekonomi Jawa Barat merupakan kekuatan ketiga terbesar setelah DKI Jakarta dan Jawa Timur. Sesuai dengan data statistik, peranan Provinsi Jawa Barat dalam penciptaan nilai tambah nasional adalah sebesar 14.7% dibawah DKI Jakarta (16.4%) dan Jawa Timur (14.8%). Keuntungan berupa lokasi yang terletak dekat dengan pusat perekonomian dan pemerintahan (DKI Jakarta) serta letak Provinsi Jawa Barat di pulau Jawa yang sangat padat penduduknya menjadikan Jawa Barat sebagai bagian penting bagi pusat pertumbuhan nasional. Dari segi struktur perekonomian, seperti terlihat pada Tabel 7, provinsi Jawa Barat dicirikan oleh tiga sektor utama sebagai mesin penggerak (engine power) roda perekonomian yakni masing masing sektor Industri, Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran serta Sektor Pertanian. Dari ketiga sektor tersebut tercatat hingga tahun 2010, sektor Industri memberikan kontribusi sebesar 37.7% dimana terutama berasal dari industri alat angkutan, mesin dan peralatannya serta industri tekstil, barang dari kulit dan alas kaki. Sementara itu, Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran mempunyai kontribusi sebesar 22.4% dan kontribusi Sektor Pertanian adalah sebesar 12.6%. Dibandingkan dengan sektor-sektor yang lain, kontribusi sektor Industri selama tahun terhadap total PDRB Jawa Barat berdasarkan harga berlaku memiliki persentase nilai yang terbesar yaitu 45% pada tahun 2007, namun kemudian turun

7 120 menjadi 37.7% pada tahun Kontribusi sektor perdagangan, hotel dan restoran kontribusinya tidak mencapai 20% pada tahun 2007, namun meningkat pada tahun 2010 menjadi 22.4%. Sebagai tambahan, kontribusi sektor pertanian berkisar 11% 12%. Meskipun Sektor Industri merupakan salah satu sektor penting dalam perekonomian Jawa Barat, namun peranannya didalam pembentukan nilai tambah menunjukkan penurunan dalam beberapa tahun terakhir. Peranan sektor industri Jawa Barat tahun 2007 sebesar 45.0% dan menurun menjadi hanya sebesar 37.7% pada tahun 2010 (Tabel 7). Penurunan tersebut terjadi pada seluruh jenis industri termasuk industri utama Jawa Barat yaitu industri alat angkutan, mesin dan peralatan serta industri tekstil, barang dari kulit dan alas kaki. Apabila deindustrialisasi dilihat hanya sebagai penurunan peranan sektor Industri dalam perekonomian, maka bisa dikatakan bahwa telah terjadi deindustrialisasi di Provinsi Jawa Barat seperti halnya gejala deindustrialisasi yang terjadi di Indonesia yang banyak diperkirakan para ahli (Priyarsono, 2010). Bertolak belakang dengan sektor industri, sektor yang menunjukkan peranan yang meningkat adalah sektor jasa jasa terutama sektor perdagangan, hotel dan restoran. Hal ini dapat dilihat dari perkembangan pasar retail terutama yang menjual produk dari industri tekstil dan pakaian jadi serta alas kaki mengalami perkembangan cukup pesat dalam beberapa tahun terakhir. Namun demikian patut disayangkan bahwa pertumbuhan sektor perdagangan tersebut banyak didominasi oleh produkproduk perdagangan impor, khususnya pakaian jadi dan alas kaki dari Cina. Sementara itu produk tekstil, pakaian jadi dan alas kaki di Jawa Barat menunjukkan peranan yang menurun dibandingkan dengan sektor lain.

8 121 Tabel 7. Perkembangan Pangsa PDRB Provinsi Jawa Barat, Berdasarkan Sektor Tahun Lapangan Usaha Pangsa (%) (1) (2) (3) (4) (5) 1. Pertanian Pertambangan & Penggalian Industri Pengolahan a. Industri Migas b. Industri Tanpa Migas **) Makanan, Minuman dan Tembakau Tekstil, Brg. Kulit & Alas kaki Brg. Kayu & Hasil Hutan lainnya Kertas dan Barang Cetakan Pupuk, Kimia & Brg. dari Karet Semen & Brg. Galian bukan logam Logam Dasar Besi & Baja Alat Angk., Mesin & Peralatannya Barang lainnya Listrik, Gas & Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel & Restoran Pengangkutan & Komunikasi Keuangan, Persewaan, & Js. Prsh Jasa-Jasa PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO Sumber: BPS Jawa Barat, Peranan sektor industri yang terus menunjukkan penurunan didukung oleh tren dari peran masing masing sektor dari tahun 2007 s/d tahun Gambaran pertumbuhan PDRB sektor atas dasar harga berlaku mengindikasikan bahwa semakin rendah pertumbuhan PDRB atas dasar harga berlaku suatu sektor dibandingkan dengan pertumbuhan sektor lainnya maka peranan sektor tersebut juga akan semakin

9 122 berkurang dalam perekonomian suatu daerah. Dengan demikian maka akan terjadi pergeseran peran sektor dan perubahan struktur ekonomi di daerah tersebut. Indikasi adanya perubahan peran sektor dan struktur ekonomi di Jawa Barat juga terlihat dalam beberapa tahun terakhir seperti yang terlihat pada Tabel 8. Sektor industri di Jawa Barat mengalami pertumbuhan dengan rata rata pertumbuhan hanya sekitar 5% dari tahun 2007 s/d tahun 2010 dibawah pertumbuhan perekonomian secara total (10.2%). Kinerja sub-sektor industri tekstil, pakaian jadi barang dari kulit dan alas kaki lebih buruk lagi dengan rata rata pertumbuhan PDRB atas dasar harga berlaku terkontraksi sebesar minus 0.1%. Gambaran perubahan tren peran sektoral di Jawa Barat juga mengindikasikan bahwa peran sektor jasa jasa menunjukkan peran yang semakin meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Sektor jasa jasa seperti perdagangan, hotel dan restoran tumbuh sangat signifikan di atas pertumbuhan rata-rata Jawa Barat yaitu sebesar 14.9%. Sektor jasa lainnya seperti jasa sosial, jasa perorangan, jasa kemasyarakatan menunjukkan trend rata rata pertumbuhan tertinggi dengan pertumbuhan sebesar 17.9%. Sementara sektor pertanian juga menunjukkan pertumbuhan yang berada diatas rata rata pertumbuhan Jawa Barat yaitu tumbuh rata rata sebesar 11.7%. Penurunan peranan sektor industri tentunya menjadi kekhawatiran bagi pemerintah di tingkat daerah maupun tingkat nasional. Sektor industri yang diharapkan dapat memberikan lapangan kerja bagi penduduk Jawa Barat justru mengalami kemunduran baik dalam peranannya dalam perekonomian maupun kinerja yang semakin menurun. Penurunan peranan yang terjadi dan berlangsung terus menerus dalam beberapa tahun terakhir ini perlu mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah. Pertumbuhan PDRB atas dasar harga berlaku sektor Industri yang sebesar 7.47% (rata-rata ) hanya menempatkan sektor Industri diatas

10 123 pertumbuhan sektor Pertambangan. Namun sembilan sektor lainnya tumbuh lebih tinggi dibandingkan sektor Industri, terutama sektor jasa-jasa seperti halnya Jasa Angkutan dan Komunikasi serta Jasa Lainnya. Secara umum dapat dikatakan bahwa kinerja pertumbuhan sektor industri masih lebih rendah dibandingkan dengan kinerja sektor jasa-jasa maupun sektor pertanian dalam kurun waktu tahun Tabel 8. PDRB Harga Berlaku dan Rata-Rata Pertumbuhan PDRB Provinsi Jawa Barat, Berdasarkan Sektor Tahun Jumlah (Milyar Rupiah) Lapangan Usaha pertum buhan (%) (1) (2) (3) (4) (5) (6) 1. Pertanian , , , , Pertambangan & Penggalian , , , , Industri Pengolahan , , , , a. Industri Migas , , , , b. Industri Tanpa Migas **) , , , , Makanan, Minuman dan Tembakau , , , , Tekstil, Brg. Kulit & Alas kaki , , , , Brg. Kayu & Hasil Hutan lainnya 2.664, , , , Kertas dan Barang Cetakan 4, , , , Pupuk, Kimia & Brg. dari Karet , , , , Semen & Brg. Galian bukan logam 4.792, , , , Logam Dasar Besi & Baja 1.596, , , , Alat Angk., Mesin & Peralatannya 9,858, , , , Barang lainnya 4.151, , , , Listrik, Gas & Air Bersih , , , , Bangunan , , , , Perdagangan, Hotel & Restoran , , , , Pengangkutan & Komunikasi , , , , Keuangan, Persewaan, & Js. Prsh , , , , Jasa-Jasa , , , , PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO Sumber: BPS Jawa Barat, 2011, diolah , , , ,

11 Ketenagakerjaan Kondisi ketenagakerjaan di Jawa Barat pada tahun 2008 sampai dengan tahun 2010 dapat dilihat pada Tabel 9. Dari keseluruhan angkatan kerja di Jawa Barat pada tahun 2010, yang berjumlah sekitar juta orang terdapat angkatan kerja yang bekerja sebesar orang dan sisanya termasuk ke dalam kategori penganggur berjumlah 1.95 juta orang (10.33%). Jumlah penganggur pada tahun 2010 tersebut lebih rendah dari jumlah penganggur pada tahun 2009 atau menurun dari tahun sebelumnya yang mencapai 2.08 juta orang (10.96%) seperti terlihat pada Tabel 9. Secara ekonomis, upaya untuk menurunkan jumlah pengangguran terbuka melalui peningkatan pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa Barat masih belum mampu mengurangi jumlah pengangguran yang ada. Secara umum kemampuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa Barat masih terbatas. Sebagai tambahan, kemampuan menciptakan lapangan kerja di Provinsi Jawa Barat juga relatif kecil dan bahkan terdapat kecenderungan mengalami penurunan. Tabel 9. Penduduk Berumur 15 Tahun Keatas Menurut Jenis Kegiatan Utama, TPAK dan Tingkat Pengangguran di Provinsi Jawa Barat Jenis Kegiatan Utama I. Angkatan Kerja (orang) Bekerja Penganggur II. Bukan Angkatan Kerja Jumlah I. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja/TPAK (%) II. Tingkat Pengangguran (%) Sumber: BPS Jawa Barat, 2011 Secara teoritis, meningkatnya pertumbuhan ekonomi akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja, dengan asumsi terjadi peningkatan investasi. Sementara itu di dalam prakteknya dapat dikatakan bahwa pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa

12 125 Barat dalam beberapa tahun terakhir ini cenderung didorong oleh peningkatan permintaan domestik, khususnya pada konsumsi akhir. Investasi sendiri cenderung tidak meningkat dan bahkan dalam beberapa tahun sebelumnya mengalami penurunan. Dengan demikian, meskipun perekonomian telah meningkat namun penciptaan lapangan kerja dapat dikatakan masih sangat lambat. Gambaran persentase pertumbuhan angkatan kerja dan bukan angkatan kerja Jawa Barat, tahun dapat diihat pada tabel 10. Tabel 10. Pertumbuhan Angkatan Kerja dan Bukan Angkatan Kerja Jawa Barat, Tahun Pertumbuhan (%) Jenis Kegiatan Utama I. Angkatan Kerja Bekerja Penganggur II. Bukan Angkatan Kerja Jumlah Sumber: BPS Jawa Barat, 2011, diolah Berdasarkan pada hasil analisis, selama tahun 2010, penyerapan tenaga kerja di provinsi Jawa Barat adalah juta orang, dimana diserap oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran 24.83%; sektor pertanian sebesar 23.4%; sektor industri sebesar 20.00% dan sektor jasa lainnya 15.68%. Dari Tabel 11 dapat dilihat bahwa sektor listrik, gas dan air menyerap tenaga kerja dalam persentase terkecil (0.35%). Perkembangan pangsa penyerapan tenaga kerja sektor pertanian selama periode menunjukkan penurunan, sementara itu pada periode yang sama

13 126 pangsa penyerapan tenaga kerja sektor industri justru mengalami kenaikan. Kenaikan pangsa penyerapan tenaga kerja yang mengalami kenaikan sangat signifikan juga terjadi pada sektor jasa lainnya, yaitu sebesar 9.11% pada tahun 2007 menjadi 15.68% pada tahun Temuan lain menunjukkan adanya penurunan pangsa penyerapan tenaga kerja sektor perdagangan, hotel dan restoran selama kurun waktu Dengan perbaikan infrastruktur transportasi diharapkan sektor Industri dan sektor-sektor unggulan lainnya dapat berperan kembali sebagai engine of growth perekonomian Jawa Barat, terutama bagi industri kecil dan menengah yang mengandalkan keunggulan komparatif yang berbasiskan sumberdaya domestik. Namun demikian fakta yang terjadi beberapa tahun terakhir di Provinsi Jawa Barat adalah bahwa investasi infrastruktur transportasi, khususnya investasi infrastruktur jalan justru semakin memburuk. Padahal infrastruktur jalan merupakan unsur penting yang digunakan untuk memacu pertumbuhan sektor-sektor. Tabel 11. Perkembangan Pangsa penyerapan tenaga Kerja Menurut Sektor Pangsa (%) No. Sektor Pertanian Pertambangan Industri Listrik, Gas dan Air Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restoran Angkutan dan Komunikasi Keuangan, Real Estate, Jasa Perusahaan Jasa Lainnya Jumlah Sumber: BPS (berbagai tahun terbitan) Pembangunan ekonomi pada dasarnya dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Upaya tersebut dapat dicapai antara lain dengan

14 127 memberikan lapangan kerja yang cukup bagi masyarakat. Pembangunan sektor-sektor unggulan yang berkembang di Jawa Barat merupakan salah satu alternatif yang dapat ditempuh untuk menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat. Sementara itu, investasi infrastruktur transportasi berdasarkan pengalaman empiris dapat menjadi salahsatu pemicu untuk mendukung perkembangan ekonomi. Investasi melalui pembentukan modal akan mempengaruhi kesejahteraan ekonomi suatu bangsa. Lebih jauh lagi, investasi dalam bentuk infrastruktur transportasi jalan sangat diperlukan untuk memperlancar proses distribusi barang dan jasa serta mendukung proses produksi seperti halnya memperlancar arus bahan baku dari sumbernya ke pabrik-pabrik pengolahnya. Melalui penyediaan infrastruktur transportasi yang memadai, kelancaran distribusi barang yang diproduksi dan output barang dan jasa di suatu wilayah dapat ditingkatkan dan kemudian dapat menjadi sumber pendapatan bagi tenaga kerja yang bekerja pada sektor-sektor ekonomi. Untuk menghasilkan output yang lebih besar, dapat dilakukan dengan peningkatan jumlah faktor produksi (tenaga kerja dan non tenaga kerja). Kebutuhan akan faktor produksi tenaga kerja atau non tenaga kerja bergantung pada jenis investasi yang akan dilakukan, apakah investasi yang bersifat labour intensive atau capital intensive. Dengan demikian investasi tidak hanya dimanfaatkan untuk meningkatkan produksi, melainkan juga dimanfaatkan untuk memberikan kesempatan kerja bagi masyarakat. Dalam kerangka SNSE, balas jasa terhadap tenaga kerja dan non tenaga kerja berupa upah/gaji dan keuntungan yang diterima oleh masing-masing faktor produksi. Adanya kesempatan kerja akan membuka peluang bagi masyarakat untuk meningkatkan pendapatannya. Dalam perhitungan elastisitas kesempatan kerja (E) terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), persentase laju pertumbuhan PDRB (r) merupakan variabel

15 128 bebas dan persentase perubahan kesempatan kerja (l) merupakan variabel tak bebas, atau dapat dirumuskan bahwa elastisitas kesempatan kerja (E) adalah laju pertumbuhan kesempatan kerja (l) dibagi dengan laju pertumbuhan PDRB (r) (Simanjuntak,1998). Selanjutnya, untuk memperkirakan tambahan tenaga kerja yang tercipta berdasarkan kenaikan pertumbuhan ekonomi digunakan rumus: l = E x r dimana: l tk = laju pertumbuhan penyerapan tenaga kerja r ntb = laju pertumbuhan PDRB Tabel 12 menunjukkan gambaran tentang elastisitas tenaga kerja terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) masing-masing sektor di Provinsi Jawa Barat selama periode tahun Tingkat elastisitas kesempatan kerja dapat dilihat dari perbandingan antara persentase perubahan penyerapan tenaga kerja dengan persentase perubahan Produk Domestik Regional Bruto. Pada Periode , nilai elastisitas tenaga kerja Provinsi Jawa Barat adalah sebesar 0.85, yang berarti bahwa setiap peningkatan 1% pertumbuhan ekonomi (PDRB) Jawa Barat membutuhkan tambahan tenaga kerja sebesar 0.85%. Penurunan kesempatan kerja di sektor pertanian dan pertambangan menyebabkan elastisitas penyerapan tenaga kerja terhadap kenaikan PDRB sektor pertanian dan pertambangan tersebut negatif. Elastisitas tenaga kerja sektor pertanian dan pertambangan pada tahun masing masing sebesar minus 1.17 dan minus Elastisitas tenaga kerja sebesar minus 0.81 bermakna bahwa meskipun nilai tambah sektor pertambangan meningkat 2.99%, namun akan menyebabkan berkurangnya kesempatan kerja sebesar 2.34%.

16 129 Tabel 12. Elastisitas Tenaga Kerja Jawa Barat l tk r ntb Elastisitas (E tk ) 1 Pertanian Pertambangan Industri ,20 4 Listrik, Gas dan Air ,76 5 Bangunan ,17 6 Perdagangan ,02 7 Angkutan ,52 8 Keuangan ,07 9 Jasa Lainnya Jumlah Sumber: BPS Jawa Barat, 2011 Selain itu, pertumbuhan sektor pertambangan yang semakin menurun dapat diakibatkan karena pertambangan merupakan sumberdaya yang tidak dapat diperbaharui sehingga hasilnya semakin menurun walaupun ada peningkatan investasi. Penurunan hasil mengakibatkan sumbangannya terhadap pendapatan nasional dan juga terhadap penghasilan masyarakat yang bekerja di sektor pertambangan semakin menurun, dan lebih jauh lagi mendorong pekerja untuk bermigrasi ke sektor lain yang dianggap lebih baik. Demikian pula yang terjadi di sektor pertanian. Sektor yang menarik pencari kerja jika dilihat dari penyerapan tenaga kerjanya adalah sektor jasa lainnya dan industri. Sektor industri meskipun mengalami perlambatan dalam penciptaan nilai tambah namun mengalami peningkatan dalam penyerapan tenaga kerja pada kurun waktu

17 Pendapatan dan Pengeluaran Rumah tangga Penduduk Miskin Ekonomi Jawa Barat memiliki laju pertumbuhan ekonomi yang terus meningkat. Namun demikian, jumlah penduduk miskin di Jawa Barat masih relatif besar jika dibandingkan dengan provinsi provinsi lain di Indonesia. Menurut data (BPS Jawa Barat, 2011), jumlah penduduk miskin di Provinsi Jawa barat pada tahun 2010 adalah sebesar jiwa (Tabel 13). Jumlah tersebut menempatkan Provinsi Jawa Barat sebagai provinsi urutan ketiga di Indonesia yang memiliki tingkat kemiskinan terbesar, setelah Provinsi Jawa Timur ( jiwa) dan Provinsi Jawa Tengah ( jiwa). Kondisi laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi dengan tidak diikuti dengan penyediaan lapangan kerja menyebabkan tingkat kemiskinan bertambah dan menciptakan paradoks antara pertumbuhan dan kemiskinan. Padahal secara teoritis laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi menunjukkan semakin banyaknya output yang di hasilkan dan tentunya ini mengindikasikan semakin banyaknya orang yang bekerja, sehingga meningkatkan kemakmuran masyarakat. Dengan demikian laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi seharusnya juga akan mengurangi kemiskinan. Tabel 13. Jumlah Penduduk Miskin Jawa Barat, Tahun Jumlah (orang) Persentase (%) (1) (2) (3) Sumber: BPS Jawa Barat, 2011 Ada beberapa hal yang perlu dicermati berkaitan dengan permasalahan kemiskinan ini. Pertama, terdapat pertumbuhan ekonomi yang tinggi di Provinsi Jawa Barat belum ditopang dengan sektor-sektor yang memiliki elastisitas lapangan kerja

18 131 yang tinggi sehingga berdampak kepada pengangguran dan akhirnya akan menimbulkan masalah kemiskinan. Pertumbuhan ekonomi seperti ini umumnya memberikan pemihakan pada sektor-sektor tertentu sehingga mempersempit peluang berkembangnya sektor lain, yang pada akhirnya akan berakibat pada berkurangnya jenis lapangan kerja yang tersedia. Kedua, laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak dibarengi dengan tersedianya sarana dan prasarana infrastruktur transportasi yang mendukung kegiatan produksi dan kelancaran arus distribusi barang dan jasa dari produsen ke konsumen, sehingga pembangunan di Provinsi Jawa Barat hanya berkonsentrasi pada beberapa wilayah, terutama wilayah yang berbatasan dengan DKI Jakarta. Kondisi ini mengakibatkan laju pertumbuhan ekonomi tidak mampu mengatasi masalah kemiskinan khususnya bagi masyarakat yang berada di wilayah terpencil. Padahal melalui laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi diharapkan mampu mengurangi kemiskinan. Paradoks antara pertumbuhan ekonomi, tingkat pengangguran dan kemiskinan di atas mencerminkan bahwa tingginya tingkat pertumbuhan ekonomi masih bersifat semu (belum berkualitas). Padahal laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi merupakan syarat keharusan (necessary condition) bagi pengurangan kemiskinan. Disamping itu masih terdapat syarat lain yang belum dipenuhi di dalam pertumbuhan ekonomi ini yakni syarat kecukupan (sufficient condition). Laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi mestinya menjadi modal untuk mengurangi kemiskinan. Untuk itu kebijakan pemerintah ke depan harus diarahkan agar pertumbuhan ekonomi yang tinggi harus merata di setiap daerah dan dapat dinikmati oleh setiap golongan rumah tangga, termasuk golongan rumah tangga miskin (growth with equity). Salah satu cara untuk mencapai kondisi diatas adalah melalui perbaikan dan pemerataan infrastruktur transportasi di seluruh wilayah di Jawa Barat.

19 Pendapatan dan Pengeluaran Rumah tangga. Penggolongan rumah tangga dalam penelitian ini dibedakan atas rumah tangga pertanian, rumah tangga industri dan rumah tangga selain pertanian dan industri yaitu mereka yang bekerja di sektor pertambangan, listrik, gas dan air minum, perdagangan, hotel dan restoran serta jasa jasa lainnya. Sementara itu, rumah tangga pertanian dibedakan atas buruh tani dan petani yang memiliki tanah pertanian. Sedangkan rumah tangga industri dan rumah tangga non pertanian dan industri dikelompokkan lagi menjadi rumah tangga golongan rendah di desa dan kota, rumah tangga bukan angkatan kerja di desa dan di kota serta rumah tangga golongan atas di desa dan di kota. Sebagai tambahan, yang dimaksud dengan rumah tangga golongan rendah adalah rumah tangga yang kepala rumah tangganya bekerja sebagai buruh, pekerja kasar atau pekerja manual. Sementara itu, rumah tangga bukan angkatan kerja adalah rumah tangga dengan kepala rumah tangga penerima pendapatan seperti pensiunan, pemilik modal (tabungan, deposito, saham dsb). Sebagai tambahan, rumah tangga golongan atas adalah rumah tangga dengan kepala rumah tangga sebagai manajer, pekerja professional, ketatalaksanaan (supervisor) dan pekerjaan sejenis. Karakteristik rumah tangga di Jawa Barat berdasarkan data jumlah penduduk dan rumah tangga yang merupakan tabel satelit dari SNSE Jawa Barat, merupakan rumah tangga non-pertanian. Sektor Pertanian yang berkontribusi sebesar 12% pada tahun 2010, dan merupakan sektor dimana bergantung sekitar 8.43 juta penduduk dari total penduduk Jawa Barat yang sebesar juta atau sebanyak 2.18 juta rumah tangga. Sementara rumah tangga yang bergantung kepada sektor non pertanian seperti industri sebesar 9.83 juta penduduk atau 2.01 juta rumah tangga dan rumah tangga yang bergantung kepada sektor jasa jasa (selain pertanian dan industri)

20 133 merupakan yang terbesar yaitu sebanyak juta penduduk atau sebanyak 5.41 juta rumah tangga (Tabel 14). Tabel 14. Struktur Rumah tangga Jawa Barat, Tahun 2010 Kelompok RT Jumlah Penduduk (juta orang) Jumlah Rumah tangga (juta RT) RT pertanian Buruh pertanian Pengusaha Pertanian RT industri RT Golongan Bawah Desa Bukan Angkatan Kerja Kota RT Golongan Atas RT Golongan Bawah Bukan Angkatan Kerja RT Golongan Atas Rt selain pertanian dan industri RT Golongan Bawah Desa Bukan Angkatan Kerja Kota RT Golongan Atas RT Golongan Bawah Bukan Angkatan Kerja RT Golongan Atas JUMLAH Sumber: BPS Jawa Barat, 2011 Daya tarik ekonomis dari sektor non pertanian mendorong penduduk beralih dari sektor pertanian kepada sektor non pertanian. Pendapatan berupa upah dan gaji sektor non pertanian yang lebih besar mendorong mereka untuk beralih profesi dari petani menjadi pekerja pabrik, pedagang atau pekerja sektor restoran, jasa keuangan dan sebagainya.

21 Sumber Pendapatan Rumah tangga Pendapatan rumah tangga bersumber dari pendapatan faktorial dan transfer. Pendapatan faktorial (factorial income) terdiri dari; (1) pendapatan yang bersumber dari balas jasa faktor produksi tenaga kerja, (2) pendapatan yang bersumber dari balas jasa bukan tenaga kerja (modal) termasuk imputasi sewa rumah yang ditempati sendiri, pendapatan dari usaha setelah dikurangi dengan biaya tenaga kerja dsb. Sedangkan pendapatan transfer meliputi; (1) tansfer yang bersumber dari rumah tangga lain, (2) transfer dari perusahaan berupa bantuan sosial, tansfer dari pemerintah seperti bantuan sosial termasuk bantuan operasional sekolah (BOS) bantuan kesehatan (Jamkesmas, dsb) serta (3) transfer/bantuan dari luar negeri termasuk halnya yang berasal dari luar wilayah Jawa Barat. Hasil estimasi dari SNSE Jawa Barat diketahui bahwa rata-rata pendapatan per kapita penduduk Jawa Barat adalah sebesar Rp juta pertahun per orang. Sebagian besar dari total pendapatan tersebut berasal dari kegiatan bekerja sebagai buruh, karyawan atau pekerja keluarga sehingga menghasilkan pendapatan berupa upah dan gaji sebesar rata rata Rp juta per penduduk. Pendapatan terbesar adalah rumah tangga golongan atas di sektor industri dengan pendapatan rata-rata juta per orang per tahun. Rumah tangga golongan rendah di kota yang bekerja di sektor selain pertanian dan selain industri menerima pendapatan per kapita terendah dibandingkan dengan golongan rumah tangga lain dalam kerangka SNSE Jawa Barat yaitu sebesar Rp 3.98 juta perkapita. Secara rata-rata penduduk yang bekerja di sektor industri memperoleh pendapatan paling besar dibandingkan dengan golongan rumah tangga lain. Penerima pendapatan terendah di sektor industri adalah rumah tangga golongan rendah dengan rata-rata pendapatan per kapita sebesar Rp 3.63 juta

22 135 sementara penerima pendapatan tertinggi di sektor industri adalah rumah tangga golongan atas yaitu sebesar Rp juta (Tabel 15). Sebagian besar pendapatan rumah tangga di Jawa barat adalah pendapatan dari upah dan gaji yaitu secara rata-rata sebesar 75.0% dari total pendapatan, pendapatan dari kapital (bunga, deviden, sewa dsb) sebesar 24.1% dan sisanya merupakan pendapatan dari transfer baik dari rumah tangga, pemerintah, perusahaan maupun dari transfer luar negeri yaitu 0.9% (Tabel 15). Pendapatan rumah tangga industri juga memiliki ketergantungan pendapatan yang berasal upah dan gaji sebagai kompensasi jasa tenaga kerja yang bekerja di sektor industri dengan persentase sebesar 75% sampai dengan 90.5% (bagi rumah tangga BAK) dari total pendapatan rumah tangga. Rumah tangga pertanian tidak terlalu berharap dari upah pertanian mengingat tingkat upah di sektor pertanian relatif lebih rendah dibandingkan dengan tingkat upah di sektor lainnya seperti halnya upah pada sektor industri. Sekitar 85% pendapatan rumah tangga pertanian berasal dari upah dan gaji Struktur Pengeluaran Rumah tangga. Struktur pengeluaran rumah tangga dapat menggambarkan kemampuan rumah tangga dalam meningkatkan pendapatannya. Semakin rendah persentase konsumsi akhir semakin besar tabungan, yang pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan kapital dari tabungan. Dari data Tabel 16 dapat diketahui bahwa rata rata lebih dari 80% pendapatan digunakan untuk konsumsi akhir. Bahkan untuk rumah tangga golongan rendah baik yang bekerja di sektor industri maupun diluar sektor industri dan pertanian mengkonsumsi lebih dari 90% dari total pendapatannya terutama buruh tani yang mengkonsumsi 96.5% dari total pendapatannya. Sulit bagi rumah tangga dengan struktur pendapatan seperti buruh tani tersebut atau rumah tangga golongan rendah di

23 136 sektor industri dan di kota dengan konsumsi sebesar 92.1% untuk meningkatkan pendapatannya kecuali ada campur tangan langsung pemerintah melalui bantuan pendidikan, kesehatan atau program cash transfer seperti halnya bantuan langsung tunai (BLT).

24 137 Besarnya konsumsi rumah tangga berhubungan linear dengan tingkat tabungan rumah tangga. Semakin besar konsumsi akhir semakin rendah tabungan rumah tangga. Rumah tangga golongan atas baik di sektor industri dan sektor jasa-jasa mempunyai tingkat tabungan (saving rate) relatif tinggi dibandingkan dengan golongan rumah tangga lain. Rumah tangga golongan atas di sektor jasa-jasa mempunyai tabungan sebesar 27.7% baik di desa maupun di kota. Sementara tabungan rumah tangga golongan atas di sektor industri di kota sebesar 20.7% dan di desa 18.8% (Tabel 16).

25 Tabel 16. Pangsa Pendapatan dan Pengeluaran Terhadap Total Pendapa Jawa Barat, 2010 (persen Jumlah Pertanian Buruh Pengus aha Pertani an RT Golonga n Bawah Bukan Angkata n Kerja RT Golonga n Atas RT Golong an Bawah Bukan Angkatan Kerja Jumlah Penduduk (juta orang) 43,02 5,48 2,95 2,17 1,28 0,64 3,00 1,95 Jumlah Rumah tangga (juta rt) 9,61 1,48 0,70 0,38 0,28 0,15 0,53 0,45 Desa Industri Kota 1. Upah dan gaji 75,0 85,6 86,2 85,9 75,2 86,6 89,7 90,5 2. Pendapatan kapital 24,1 12,2 13,1 12,2 23,7 13,1 10,0 9,3 3. Penerimaan transfer dari : 0,9 2,2 0,7 1,9 1,1 0,3 0,3 0,1 - RT 0,7 2,1 0,6 1,7 0,5 0,0 0,2 0,0 - Perusahaan 0,1 0,0 0,1 0,1 0,2 0,0 0,0 0,1 - Pemerintah 0,1 0,0 0,0 0,0 0,4 0,2 0,1 0,0 - Luar Negeri 0,1 0,0 0,0 0,0 0,0 0,1 0,0 0,0 4. Jumlah pendapatan 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 5. Pembayaran pajak langsung 0,1 0,0 0,1 0,1 0,2 0,0 0,0 0,1 6. Pendapatan RT setelah pajak 99,9 100,0 99,9 99,9 99,8 100,0 100,0 99,9 7. Pembayaran transfer ke : 0,7 0,7 0,4 0,5 1,0 0,4 0,6 0,5 - RT 0,7 0,7 0,4 0,5 0,9 0,4 0,6 0,5 - Perusahaan 0,0 0,0 0,0 0,0 0,1 0,0 0,0 0,0 - Luar Negeri 0,0 0,0 0,0 0,0 0,1 0,0 0,0 0,0 8. Pendapatan Disposabel 99,2 99,2 99,5 99,4 98,8 99,5 99,4 99,5 9. Pengeluaran konsumsi 81,6 96,5 84,6 91,3 91,2 80,8 92,1 90,4 10. Tabungan 17,6 2,7 14,9 8,1 7,6 18,8 7,3 9,1 Sumber: SNSE Jawa barat 2010 diolah

26 atan Menurut Golongan Rumah Tangga n) Pangsa (%) Bukan Pertanian Desa Bukan Industri Kota RT Golongan Atas RT Golongan Bawah Bukan Angkatan Kerja RT Golongan Atas RT Golongan Bawah Bukan Angkatan Kerja RT Golongan Atas 0,80 7,28 4,98 3, ,23 1,41 1,08 0, ,3 45,4 27,2 55, ,1 54,0 68,0 44, ,6 0,6 4,8 0, ,5 0,1 4,3 0, ,1 0,2 0,2 0, ,0 0,2 0,2 0, ,0 0,0 0,1 0, ,0 100,0 100,0 100, ,1 0,2 0,2 0, ,9 99,8 99,8 99, ,3 1,2 1,1 0, ,3 1,1 1,1 0, ,0 0,0 0,0 0, ,0 0,0 0,0 0, ,6 98,6 98,7 99, ,9 82,4 90,0 71, ,7 16,2 8,7 27,

BAB I P E N D A H U L U A N. sebagai sarana untuk memperlancar mobilisasi barang dan jasa serta sebagai

BAB I P E N D A H U L U A N. sebagai sarana untuk memperlancar mobilisasi barang dan jasa serta sebagai BAB I P E N D A H U L U A N 1.1 Latar Belakang Investasi infrastruktur transportasi dalam pembangunan ekonomi penting sebagai sarana untuk memperlancar mobilisasi barang dan jasa serta sebagai sarana untuk

Lebih terperinci

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 65 V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 5.1. Gambaran Umum dan Hasil dari Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 Pada bab ini dijelaskan

Lebih terperinci

SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI INDONESIA TAHUN 2008 ISSN : 0216.6070 Nomor Publikasi : 07240.0904 Katalog BPS : 9503003 Ukuran Buku : 28 x 21 cm Jumlah Halaman : 94 halaman Naskah : Subdirektorat Konsolidasi

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR

GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR Pada bab ini dijelaskan mengenai gambaran umum SNSE Kabupaten Indragiri Hilir yang meliputi klasifikasi SNSE Kabupaten Indragiri

Lebih terperinci

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional Dalam penerbitan buku Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Tegal Tahun 2012 ruang lingkup penghitungan meliputi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perkembangan suatu perekonomian dari suatu periode ke periode. berikutnya. Dari satu periode ke periode lainnya kemampuan suatu negara

I. PENDAHULUAN. perkembangan suatu perekonomian dari suatu periode ke periode. berikutnya. Dari satu periode ke periode lainnya kemampuan suatu negara 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah perekonomian suatu negara dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi mengukur prestasi dari perkembangan suatu perekonomian dari

Lebih terperinci

V. STRUKTUR PEREKONOMIAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN PENGELUARAN RUMAHTANGGA

V. STRUKTUR PEREKONOMIAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN PENGELUARAN RUMAHTANGGA V. STRUKTUR PEREKONOMIAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN PENGELUARAN RUMAHTANGGA 5.1. Struktur Perkonomian Sektoral Struktur perekonomian merupakan suatu analisis yang dilakukan terhadap struktur Produk Domestik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya perekonomian nasional yang optimal. Inti dari tujuan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya perekonomian nasional yang optimal. Inti dari tujuan pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1. A 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator kemajuan ekonomi suatu negara. Semakin tinggi pertumbuhan ekonomi maka semakin baik pula perekonomian negara

Lebih terperinci

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen)

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen) BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 13/02/35/Th. XII, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR I. PERTUMBUHAN DAN STRUKTUR EKONOMI MENURUT LAPANGAN USAHA Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur

Lebih terperinci

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional Dalam penerbitan buku tahun 2013 ruang lingkup penghitungan meliputi 9 sektor ekonomi, meliputi: 1. Sektor Pertanian

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor Alat analisis Input-Output (I-O) merupakan salah satu instrumen yang secara komprehensif dapat digunakan untuk

Lebih terperinci

PDB per kapita atas dasar harga berlaku selama tahun 2011 mengalami peningkatan sebesar 13,8% (yoy) menjadi Rp30,8 juta atau US$ per tahun.

PDB per kapita atas dasar harga berlaku selama tahun 2011 mengalami peningkatan sebesar 13,8% (yoy) menjadi Rp30,8 juta atau US$ per tahun. Indonesia pada tahun 2011 tumbuh sebesar 6,5% (yoy), sedangkan pertumbuhan triwulan IV-2011 secara tahunan sebesar 6,5% (yoy) atau secara triwulanan turun 1,3% (qtq). PDB per kapita atas dasar harga berlaku

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Lubuklinggau, September 2014 WALIKOTA LUBUKLINGGAU H. SN. PRANA PUTRA SOHE

KATA PENGANTAR. Lubuklinggau, September 2014 WALIKOTA LUBUKLINGGAU H. SN. PRANA PUTRA SOHE KATA PENGANTAR Buku Indikator Ekonomi Kota Lubuklinggau ini dirancang khusus bagi para pelajar, mahasiswa, akademisi, birokrat, dan masyarakat luas yang memerlukan data dan informasi dibidang perekonomian

Lebih terperinci

TABEL - VII.1 PERKEMBANGAN NILAI INVESTASI MENURUT SKALA USAHA ATAS DASAR HARGA KONSTAN 1993 TAHUN

TABEL - VII.1 PERKEMBANGAN NILAI INVESTASI MENURUT SKALA USAHA ATAS DASAR HARGA KONSTAN 1993 TAHUN TABEL - VII.1 PERKEMBANGAN NILAI INVESTASI MENURUT SKALA USAHA SKALA USAHA 1 Usaha Kecil (UK) 17.968.449 19.510.919 1.542.470 8,58 2 Usaha Menengah (UM) 23.077.246 25.199.311 2.122.065 9,20 Usaha Kecil

Lebih terperinci

INDIKATOR MAKRO EKONOMI KABUPATEN TEGAL

INDIKATOR MAKRO EKONOMI KABUPATEN TEGAL III. EKONOMI MAKRO KABUPATEN TEGAL TAHUN 2013 Pembangunan ekonomi merupakan suatu hal mendasar suatu daerah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi itu sendiri pada dasarnya

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS HASIL PENELITIAN

BAB 4 ANALISIS HASIL PENELITIAN BAB 4 ANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini akan menganalisis dampak dari injeksi pengeluaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) pada sektor komunikasi terhadap perekonomian secara agregat melalui sektor-sektor

Lebih terperinci

Perkembangan Terakhir Sektor Industri Dan Inflasi KADIN INDONESIA

Perkembangan Terakhir Sektor Industri Dan Inflasi KADIN INDONESIA Perkembangan Terakhir Sektor Industri Dan Inflasi KADIN INDONESIA Mudrajad Kuncoro Juli 2008 Peranan Masing- Masing Cabang Industri Terhadap PDB Sektor Industri Tahun 1995-2008* No. Cabang Industri Persen

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN I-2014

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN I-2014 BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN No. 26/05/73/Th. VIII, 5 Mei 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN I-2014 PEREKONOMIAN SULAWESI SELATAN TRIWULAN I 2014 BERTUMBUH SEBESAR 8,03 PERSEN Perekonomian

Lebih terperinci

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN MALUKU UTARA

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN MALUKU UTARA VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN MALUKU UTARA 6.1. Perkembangan Peranan dan Pertumbuhan Ekonomi Sektoral Maluku Utara Kemajuan perekonomian daerah antara lain diukur dengan: pertumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan proses transformasi yang dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan. Pembangunan ekonomi dilakukan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

TABEL - IV.1 PERKEMBANGAN NILAI PRODUK DOMESTIK BRUTO (PDB) MENURUT SKALA USAHA ATAS DASAR HARGA KONSTAN 1993 TAHUN

TABEL - IV.1 PERKEMBANGAN NILAI PRODUK DOMESTIK BRUTO (PDB) MENURUT SKALA USAHA ATAS DASAR HARGA KONSTAN 1993 TAHUN TABEL - IV.1 PERKEMBANGAN NILAI PRODUK DOMESTIK BRUTO (PDB) MENURUT SKALA USAHA ATAS DASAR HARGA KONSTAN 1993 SKALA USAHA 1 Usaha Kecil (UK) 184.845.034 194.426.046 9.581.012 5,18 2 Usaha Menengah (UM)

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pendapatan regional adalah tingkat (besarnya) pendapatan masyarakat pada

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pendapatan regional adalah tingkat (besarnya) pendapatan masyarakat pada 9 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep dan Definsi Pendapatan regional adalah tingkat (besarnya) pendapatan masyarakat pada wilayah analisis. Tingkat pendapatan dapat diukur dari total pendapatan wilayah

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 32/05/35/Th. XI, 6 Mei 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN I-2013 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur Triwulan I Tahun 2013 (y-on-y) mencapai 6,62

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi Kalimantan Timur dan berbatasan langsung dengan Negara Bagian Sarawak, Malaysia. Kabupaten Malinau

Lebih terperinci

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 /

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 / BAB IV TINJAUAN EKONOMI 2.1 STRUKTUR EKONOMI Produk domestik regional bruto atas dasar berlaku mencerminkan kemampuan sumber daya ekonomi yang dihasilkan oleh suatu daerah. Pada tahun 2013, kabupaten Lamandau

Lebih terperinci

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU 6.1. Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku Aktivitas atau kegiatan ekonomi suatu wilayah dikatakan mengalami kemajuan,

Lebih terperinci

VII. ANALISIS MULTIPLIER SEKTORAL DAN EFEK TOTAL

VII. ANALISIS MULTIPLIER SEKTORAL DAN EFEK TOTAL VII. ANALISIS MULTIPLIER SEKTORAL DAN EFEK TOTAL 7.. Analisis Multiplier Output Dalam melakukan kegiatan produksi untuk menghasilkan output, sektor produksi selalu membutuhkan input, baik input primer

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang.

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang. Gouws (2005) menyatakan perluasan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Uraian dalam Bab ini menjelaskan hasil pengolahan data dan pembahasan terhadap 4 (empat) hal penting yang menjadi fokus dari penelitian ini, yaitu: (1) peranan sektor kehutanan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indikator keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara terletak pada

I. PENDAHULUAN. Indikator keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara terletak pada I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indikator keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara terletak pada pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan peningkatan kesempatan kerja. Pendekatan pertumbuhan ekonomi banyak

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN I-2014 No. 32/05/35/Th. XIV, 5 Mei 2014 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur Triwulan I Tahun 2014 (y-on-y) mencapai 6,40

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pendapatan rata-rata masyarakat pada wilayah tersebut. Dalam menghitung

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pendapatan rata-rata masyarakat pada wilayah tersebut. Dalam menghitung BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep dan Definsi Pendapatan regional adalah tingkat (besarnya) pendapatan masyarakat pada wilayah analisis. Tingkat pendapatan dapat diukur dari total pendapatan wilayah maupun

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur Provinsi Kalimantan Timur terletak pada 113 0 44-119 0 00 BT dan 4 0 24 LU-2 0 25 LS. Kalimantan Timur merupakan

Lebih terperinci

VI. PERANAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN KABUPATEN SIAK

VI. PERANAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN KABUPATEN SIAK VI. PERANAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN KABUPATEN SIAK 6.1. Struktur Perekonomian Kabupaten Siak 6.1.1. Struktur PDB dan Jumlah Tenaga Kerja Dengan menggunakan tabel SAM Siak 2003

Lebih terperinci

VI. ANALISIS MULTIPLIER PEMBANGUNAN JALAN TERHADAP EKONOMI

VI. ANALISIS MULTIPLIER PEMBANGUNAN JALAN TERHADAP EKONOMI VI. ANALISIS MULTIPLIER PEMBANGUNAN JALAN TERHADAP EKONOMI 6.1. Analisis Multiplier Pembangunan Jalan Terhadap Pendapatan Faktor Produksi Pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan umumnya membutuhkan

Lebih terperinci

Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia

Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia Perekonomian Indonesia tahun 2004 yang diciptakan UKM berdasarkan besaran Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga berlaku mencapai Rp

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas (Irawan dan Suparmoko 2002: 5). pusat. Pemanfaatan sumber daya sendiri perlu dioptimalkan agar dapat

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas (Irawan dan Suparmoko 2002: 5). pusat. Pemanfaatan sumber daya sendiri perlu dioptimalkan agar dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan laju dari pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh suatu negara untuk memperkuat proses perekonomian menuju perubahan yang diupayakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat bertambah sehingga akan meningkatkan kemakmuran masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat bertambah sehingga akan meningkatkan kemakmuran masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi merupakan perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat bertambah sehingga akan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2008

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2008 No. 19/05/31/Th. X, 15 Mei 2008 PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2008 Perekonomian DKI Jakarta pada triwulan I tahun 2008 yang diukur berdasarkan PDRB atas dasar harga konstan 2000 menunjukkan

Lebih terperinci

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA Ekonomi rakyat merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia dan

Lebih terperinci

Produk Domestik Bruto (PDB)

Produk Domestik Bruto (PDB) Produk Domestik Bruto (PDB) Gross Domestic Product (GDP) Jumlah nilai produk berupa barang dan jasa yang dihasilkan oleh unitunit produksi di dalam batas wilayah suatu negara (domestik) selama satu tahun.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki peran penting bagi perekonomian nasional. Berdasarkan sisi perekonomian secara makro, Jawa Barat memiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor Industri merupakan salah satu sektor yang berperan penting dalam pembangunan nasional. Kontribusi sektor Industri terhadap pembangunan nasional setiap tahunnya

Lebih terperinci

DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT)

DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT) DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT) OLEH SRI MULYANI H14103087 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN

Lebih terperinci

GROWTH (%) SHARE (%) JENIS PENGELUARAN 2011** 2012*** Q.1 Q.2 Q.3 Q.4 Q.1 Q.2 Q.3 Q.4 Q.1 Q.2 Q.3 Q.4 Q.1 Q.2 Q.3 Q.

GROWTH (%) SHARE (%) JENIS PENGELUARAN 2011** 2012*** Q.1 Q.2 Q.3 Q.4 Q.1 Q.2 Q.3 Q.4 Q.1 Q.2 Q.3 Q.4 Q.1 Q.2 Q.3 Q. Keterangan 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 * 2011 ** 2012 *** Produk Domestik Bruto (%, yoy) 3.64 4.50 4.78 5.03 5.69 5.50 6.35 6.01 4.63 6.22 6.49 6.23 Produk Nasional Bruto (%, yoy)

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007 BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007 4.1. Gambaran Umum awa Barat adalah provinsi dengan wilayah yang sangat luas dengan jumlah penduduk sangat besar yakni sekitar 40 Juta orang. Dengan posisi

Lebih terperinci

Keterangan * 2011 ** 2012 ***

Keterangan * 2011 ** 2012 *** Keterangan 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 * 2011 ** 2012 *** Produk Domestik Bruto (%, yoy) 3.64 4.50 4.78 5.03 5.69 5.50 6.35 6.01 4.63 6.22 6.49 6.23 Produk Nasional Bruto (%, yoy)

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2006

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2006 BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2006 4.1. Gambaran Umum inerja perekonomian Jawa Barat pada tahun ini nampaknya relatif semakin membaik, hal ini terlihat dari laju pertumbuhan ekonomi Jawa

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2014 SEBESAR -2,98 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2014 SEBESAR -2,98 PERSEN 2 BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 48/08/34/Th.XVI, 5 Agustus 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2014 SEBESAR -2,98 PERSEN Kinerja pertumbuhan ekonomi Daerah Istimewa

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH No. 11/02/72/Th. XVII. 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH Ekonomi Sulawesi Tengah pada tahun 2013 yang diukur dari persentase kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar

Lebih terperinci

Tabel PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan 2000 di Kecamatan Ngadirejo Tahun (Juta Rupiah)

Tabel PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan 2000 di Kecamatan Ngadirejo Tahun (Juta Rupiah) 3.14. KECAMATAN NGADIREJO 3.14.1. PDRB Kecamatan Ngadirejo Besarnya Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kecamatan Ngadirejo selama lima tahun terakhir dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 3.14.1

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang menyebabkan GNP perkapita (Gross National Product) atau pendapatan

I. PENDAHULUAN. yang menyebabkan GNP perkapita (Gross National Product) atau pendapatan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum pembangunan ekonomi di definisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan GNP perkapita (Gross National Product) atau pendapatan masyarakat meningkat dalam periode

Lebih terperinci

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 11/02/34/Th.XVI, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN SEBESAR 5,40 PERSEN Kinerja perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) selama tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan teknologi dan serta iklim perekonomian dunia.

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan teknologi dan serta iklim perekonomian dunia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hakekatnya pertumbuhan ekonomi mempunyai tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pertumbuhan ekonomi suatu daerah merupakan salah satu usaha daerah untuk

Lebih terperinci

Statistik KATA PENGANTAR

Statistik KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) menjadi sangat strategis, karena potensinya yang besar dalam menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat, dan sekaligus menjadi tumpuan sumber

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Pulau Jawa merupakan salah satu bagian dari lima pulau besar di

IV. GAMBARAN UMUM. Pulau Jawa merupakan salah satu bagian dari lima pulau besar di 51 IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Kondisi Geografis dan Administratif Pulau Jawa merupakan salah satu bagian dari lima pulau besar di Indonesia, yang terletak di bagian Selatan Nusantara yang dikenal sebagai negara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih dikenal dengan istilah otonomi daerah sebagai salah satu wujud perubahan fundamental terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator penting untuk menganalisis pembangunan ekonomi yang terjadi disuatu Negara yang diukur dari perbedaan PDB tahun

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2007

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2007 BPS PROVINSI D.K.I. JAKARTA PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2007 No. 17/05/31/Th.IX, 15 MEI 2007 Perekonomian DKI Jakarta pada triwulan I tahun 2007 yang diukur berdasarkan PDRB atas dasar

Lebih terperinci

VI. STRUKTUR PEREKONOMIAN DAN ANGKA PENGGANDA SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI

VI. STRUKTUR PEREKONOMIAN DAN ANGKA PENGGANDA SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI 157 VI. STRUKTUR PEREKONOMIAN DAN ANGKA PENGGANDA SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI Salah satu kelebihan Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) adalah mampu menjelaskan dengan lengkap tiga aktivitas distribusi

Lebih terperinci

SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA

SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA TRIWULAN IV-2008 Sebagai dampak dari krisis keuangan global, kegiatan dunia usaha pada triwulan IV-2008 mengalami penurunan yang tercermin dari Saldo Bersih Tertimbang (SBT)

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah 35 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Provinsi Lampung Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah Provinsi Lampung adalah 3,46 juta km 2 (1,81 persen dari

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2013 SEBESAR -3,30 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2013 SEBESAR -3,30 PERSEN BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2013 SEBESAR -3,30 PERSEN No. 44/08/34/Th. XV, 2 Agustus 2013 Pertumbuhan ekonomi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI UTARA DARI SISI PDRB SEKTORAL TAHUN 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI UTARA DARI SISI PDRB SEKTORAL TAHUN 2013 BPS KABUPATEN TAPANULI UTARA No. 08/07/1205/Th. VI, 06 Oktober 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI UTARA DARI SISI PDRB SEKTORAL TAHUN 2013 Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Tapanuli Utara yang diukur

Lebih terperinci

Analisis Pendapatan Regional Kabupaten Pulau Morotai 2013

Analisis Pendapatan Regional Kabupaten Pulau Morotai 2013 i ANALISIS PENDAPATAN REGIONAL KABUPATEN PULAU MOROTAI 2013 ii KATA PENGANTAR Puji syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas terbitnya publikasi Analisis Pendapatan Regional Kabupaten Pulau Morotai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mengimbangi pertambahan angkatan kerja yang masuk ke pasar kerja. memungkinkan berlangsungnya pertumbuhan ekonomi secara terus-menerus

I. PENDAHULUAN. mengimbangi pertambahan angkatan kerja yang masuk ke pasar kerja. memungkinkan berlangsungnya pertumbuhan ekonomi secara terus-menerus 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bidang ketenagakerjaan merupakan salah satu hal yang sangat esensial dalam usaha memajukan perekonomian bangsa. Usaha yang dimaksud dalam bidang ini adalah penyediaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi dalam periode jangka panjang mengikuti

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi dalam periode jangka panjang mengikuti BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi dalam periode jangka panjang mengikuti pertumbuhan pendapatan perkapita, akan membawa suatu perubahan mendasar dalam struktur ekonomi, dari ekonomi

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO Triwulan II-29 Perekonomian Indonesia secara tahunan (yoy) pada triwulan II- 29 tumbuh 4,%, lebih rendah dari pertumbuhan triwulan sebelumnya (4,4%). Sementara itu, perekonomian

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan

I.PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan I.PENDAHULUAN A.Latar Belakang Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan ekonomi, hal ini disebabkan karena terjadinya keterbelakangan ekonomi. Pembangunan di bidang ekonomi

Lebih terperinci

Potensi Kerentanan Ekonomi DKI Jakarta Menghadapi Krisis Keuangan Global 1

Potensi Kerentanan Ekonomi DKI Jakarta Menghadapi Krisis Keuangan Global 1 Boks I Potensi Kerentanan Ekonomi DKI Jakarta Menghadapi Krisis Keuangan Global 1 Gambaran Umum Perkembangan ekonomi Indonesia saat ini menghadapi risiko yang meningkat seiring masih berlangsungnya krisis

Lebih terperinci

(1.42) (1.45) I II III IV I II III IV I II III IV I II * 2012** 2013***

(1.42) (1.45) I II III IV I II III IV I II III IV I II * 2012** 2013*** 8 6 4 2 5.99 6.29 6.81 6.45 6.52 6.49 6.50 6.29 6.36 6.16 5.81 6.11 6.035.81 3.40 2.69 2.04 2.76 3.37 1.70 1.50 2.82 3.18 1.42 2.61 0-2 (1.42) (1.42) (1.45) I II III IV I II III IV I II III IV I II 2010

Lebih terperinci

KINERJA PEREKONOMIAN SULAWESI SELATAN TRIWULAN II 2014

KINERJA PEREKONOMIAN SULAWESI SELATAN TRIWULAN II 2014 BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN No. 46/08/73/Th. VIII, 5 Agustus 2014 KINERJA PEREKONOMIAN SULAWESI SELATAN TRIWULAN II 2014 Perekonomian Sulawesi Selatan pada triwulan II tahun 2014 yang dihitung berdasarkan

Lebih terperinci

M E T A D A T A INFORMASI DASAR. 1 Nama Data : Produk Domestik Bruto (PDB) 2 Penyelenggara. Departemen Statistik Ekonomi dan Moneter, : Statistik

M E T A D A T A INFORMASI DASAR. 1 Nama Data : Produk Domestik Bruto (PDB) 2 Penyelenggara. Departemen Statistik Ekonomi dan Moneter, : Statistik M E T A D A T A INFORMASI DASAR 1 Nama Data : Produk Domestik Bruto (PDB) 2 Penyelenggara Departemen Statistik Ekonomi dan Moneter, : Statistik Bank Indonesia 3 Alamat : Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta

Lebih terperinci

BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN

BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN No. 11/02/73/Th. VIII, 5 Februari 2014 EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN IV 2013 BERKONTRAKSI SEBESAR 3,99 PERSEN Kinerja perekonomian Sulawesi Selatan pada triwulan IV tahun

Lebih terperinci

Tinjauan Perekonomian Berdasarkan PDRB Menurut Pengeluaran

Tinjauan Perekonomian Berdasarkan PDRB Menurut Pengeluaran Berdasarkan PDRB Menurut Pengeluaran Nilai konsumsi rumah tangga perkapita Aceh meningkat sebesar 3,17 juta rupiah selama kurun waktu lima tahun, dari 12,87 juta rupiah di tahun 2011 menjadi 16,04 juta

Lebih terperinci

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB.SUBANG TAHUN 2013

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB.SUBANG TAHUN 2013 BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB.SUBANG TAHUN 2013 4.1.Gambaran Umum Geliat pembangunan di Kabupaten Subang terus berkembang di semua sektor. Kemudahan investor dalam menanamkan modalnya di Kabupaten Subang

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO Tahun 28 Perekonomian Indonesia tahun 28 tumbuh 6,6%(yoy), mengalami perlambatan dibandingkan pertumbuhan tahun 27 (6,28%). Dari sisi produksi, pertumbuhan ekonomi didorong

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA 4.1. Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua Provinsi Papua terletak antara 2 25-9 Lintang Selatan dan 130-141 Bujur Timur. Provinsi Papua yang memiliki luas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2007

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2007 BPS PROVINSI DKI JAKARTA No. 40/11/31/Th. IX, 15 November 2007 PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2007 Perekonomian DKI Jakarta pada triwulan III tahun 2007 yang diukur berdasarkan PDRB

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KABUPATEN TULUNGAGUNG

IV. GAMBARAN UMUM KABUPATEN TULUNGAGUNG IV. GAMBARAN UMUM KABUPATEN TULUNGAGUNG 4.1. Indikator Kependudukan Kependudukan merupakan suatu permasalahan yang harus diperhatikan dalam proses pembangunan yang mencakup antara lain mengenai distribusi,

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2007 SEBESAR -0,03 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2007 SEBESAR -0,03 PERSEN BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 25/11/34/Th. IX, 15 November 2007 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2007 SEBESAR -0,03 PERSEN Pertumbuhan ekonomi Provinsi Daerah Istimewa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional dalam rangka

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional dalam rangka I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional dalam rangka pencapaian tujuan dan sasaran pembangunan yang disesuaikan dengan potensi dan permasalahan pembangunan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang masih memegang peranan dalam peningkatan perekonomian nasional. Selain itu, sebagian besar penduduk Indonesia masih menggantungkan

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan 4 GAMBARAN UMUM 4.1 Kinerja Fiskal Daerah Kinerja fiskal yang dibahas dalam penelitian ini adalah tentang penerimaan dan pengeluaran pemerintah daerah, yang digambarkan dalam APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota

Lebih terperinci

A. Proyeksi Pertumbuhan Penduduk. Pertumbuhan Penduduk

A. Proyeksi Pertumbuhan Penduduk. Pertumbuhan Penduduk Perspektif Kabupaten Berau selama 5 tahun ke depan didasarkan pada kondisi objektif saat ini dan masa lalu yang diprediksi menurut asumsi cetiris paribus. Prediksi dilakukan terhadap indikator-indikator

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. setiap negara yang ada di dunia untuk berlomba lomba meningkatkan daya

I. PENDAHULUAN. setiap negara yang ada di dunia untuk berlomba lomba meningkatkan daya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berkembangnya perekonomian dunia pada era globalisasi seperti saat ini memacu setiap negara yang ada di dunia untuk berlomba lomba meningkatkan daya saing. Salah satu upaya

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH Nilai (Rp) BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH Penyusunan kerangka ekonomi daerah dalam RKPD ditujukan untuk memberikan gambaran kondisi perekonomian daerah Kabupaten Lebak pada tahun 2006, perkiraan kondisi

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2007

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2007 BPS PROVINSI DKI JAKARTA No. 30/08/31/Th.IX, 15 AGUSTUS 2007 PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2007 Perekonomian DKI Jakarta pada triwulan II tahun 2007 yang diukur berdasarkan PDRB atas

Lebih terperinci

BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN

BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN No. 63/11/73/Th. VIII, 5 November 2014 EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN III TUMBUH SEBESAR 6,06 PERSEN Perekonomian Sulawesi Selatan pada triwulan III tahun 2014 yang diukur

Lebih terperinci

PEREKONOMIAN DAERAH KOTA BATAM

PEREKONOMIAN DAERAH KOTA BATAM PEREKONOMIAN DAERAH KOTA BATAM Konsentrasi pembangunan perekonomian Kota Batam diarahkan pada bidang industri, perdagangan, alih kapal dan pariwisata. Akibat krisis ekonomi dunia pada awal tahun 1997 pertumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. jangka panjang (Sukirno, 2006). Pembangunan ekonomi juga didefinisikan

I. PENDAHULUAN. jangka panjang (Sukirno, 2006). Pembangunan ekonomi juga didefinisikan I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Pembangunan ekonomi pada umumnya didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk suatu wilayah meningkat dalam jangka panjang (Sukirno,

Lebih terperinci

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB. SUBANG TAHUN 2012

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB. SUBANG TAHUN 2012 BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB. SUBANG TAHUN 2012 4.1.Gambaran Umum Geliat pembangunan di Kabupaten Subang terus berkembang di semua sektor. Kemudahan investor dalam menanamkan modalnya di Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi ialah untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi ialah untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Pemerataan pembangunan ekonomi merupakan hasil yang diharapkan oleh seluruh masyarakat bagi sebuah negara. Hal ini mengingat bahwa tujuan dari pembangunan

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 Nomor Katalog : 9302001.9416 Ukuran Buku : 14,80 cm x 21,00 cm Jumlah Halaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam proses pembangunan, khususnya di negara-negara berkembang. Hal ini

I. PENDAHULUAN. dalam proses pembangunan, khususnya di negara-negara berkembang. Hal ini I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ketenagakerjaan merupakan salah satu aspek yang sangat menonjol dalam proses pembangunan, khususnya di negara-negara berkembang. Hal ini disebabkan masalah ketenagakerjaan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN III TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN III TAHUN 2014 No. 68/11/33/Th.VIII, 5 November 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN III TAHUN 2014 Perekonomian Jawa Tengah yang diukur berdasarkan besaran PDRB atas dasar harga berlaku pada triwulan III tahun

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur 57 IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta Provinsi DKI Jakarta merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 7 meter diatas permukaan laut dan terletak antara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan antar daerah. Pelaksanaan pembangunan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2013 No. 09/02/31/Th. XVI, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2013 Secara total, perekonomian DKI Jakarta pada triwulan IV/2013 yang diukur berdasarkan PDRB atas dasar harga konstan

Lebih terperinci