VI. STRUKTUR PEREKONOMIAN DAN ANGKA PENGGANDA SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "VI. STRUKTUR PEREKONOMIAN DAN ANGKA PENGGANDA SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI"

Transkripsi

1 157 VI. STRUKTUR PEREKONOMIAN DAN ANGKA PENGGANDA SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI Salah satu kelebihan Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) adalah mampu menjelaskan dengan lengkap tiga aktivitas distribusi pendapatan dan pengeluaran sekaligus dalam satu kerangka dasar yakni distribusi pendapatan dan pengeluaran faktor-faktor produksi, rumah tangga dan sektor produksi. Karena ketiganya memuat unsur pendapatan dan pengeluaran, atau dalam bahasa akuntansi dikatakan debet dan kredit, akhirnya ketiga distribusi pendapatan tersebut biasa disebut juga masing-masing neraca faktor produksi, neraca institusi dan neraca komoditi. Tiga neraca ini dalam kerangka dasar SNSE merupakan faktor endogen yang akan dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang masuk dalam sistem. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhinya dikatakan sebagai faktor eksogen yang tersusun dalam neraca eksogen meliputi sisi penerimaan yakni subsidi, Pertambahan Modal Tetap Bruto (PMTB) dan ekspor, serta sisi pengeluaran yakni margin perdagangan dan pengangkutan, tabungan, pajak dan impor. Beranjak kepada bentuk kerangka dasar SNSE tersebut, berikut ini akan diuraikan dan dijelaskan struktur pendapatan dan pengeluaran masing-masing aktivitas neraca yang terbagi atas struktur nilai tambah, rumah tangga dan sektorsektor produksi. Selain itu untuk melihat seberapa besar peranan dari sektorsektor produksi dalam perekonomian Indonesia juga dipaparkan nilai-nilai multiplier atau angka pengganda dari setiap sektor produksi yang mencakup multiplier nilai tambah, multiplier rumah tangga, multiplier produksi dan multiplier total output.

2 Struktur Nilai Tambah Dalam konteks makroekonomi, salah satu ultimate goal yang ingin dicapai dalam pembangunan ekonomi suatu negara adalah mengejar pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Oleh karena pertumbuhan ekonomi sangat dibutuhkan sebagai sumber peningkatan standar hidup (standar of living) penduduk yang jumlahnya terus meningkat. Para ahli ekonomi beranggapan bahwa apabila pertumbuhan ekonomi lebih cepat dibandingkan pertumbuhan penduduk, maka tingkat kesejahteraan penduduk akan meningkat. Sebaliknya jika pertumbuhan penduduk yang lebih cepat dibandingkan pertumbuhan ekonomi, maka tingkat kesejahteraan penduduk akan terdistorsi menjadi lebih rendah dari tingkat semula. Seandainya pertumbuhan ekonomi tersebut diukur berdasarkan pendekatan nilai tambah produksi, dimana secara agregat produksi tersebut dapat dibagi atas tiga kelompok sektor, akan dapat diketahui sektor-sektor mana yang paling berperan terhadap pertumbuhan ekonomi suatu negara, apakah sektor primer, sekunder atau tersier. Lazimnya di negara-negara yang sudah maju, pertumbuhan ekonominya lebih banyak dipacu oleh sektor-sektor sekunder dan tersier, sedangkan di negara-negara sedang berkembang yang menjadi pemicu pertumbuhan ekonomi adalah sektor-sektor primer dan sekunder. Sebagai contoh di Indonesia yang termasuk dalam negara sedang berkembang, berdasarkan kajian Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) tahun 2008 terlihat bahwa kontribusi sektor sekunder yakni sektor industri pengolahan terhadap penciptaan nilai tambah atau Produk Domestik Bruto (PDB) sangat menonjol mencapai persen, yang kemudian disusul oleh sektor-sektor primer yaitu sektor pertanian dan pertambangan masing-masing sebanyak persen dan persen.

3 159 Dengan demikian, kedua kelompok sektor ini (sekunder dan primer) menguasai pangsa PDB Indonesia kurang lebih sekitar persen, sisanya persen diberikan oleh sektor-sektor tersier dimana yang paling besar adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran yaitu persen, perhatikan Tabel 22. Tabel 22. Struktur Ekonomi Indonesia Berdasarkan Kajian Sistem Neraca Sosial Ekonomi Tahun 2008 Sektor Nilai % Pertanian Pertanian tanaman pangan Pertanian tanaman lainnya Peternakan dan hasil-hasilnya Kehutanan dan perburuan Perikanan Pertambangan dan penggalian Industri pengolahan Industri makanan, minuman dan tembakau Industri pemintalan, tekstil, pakaian dan kulit Industri kayu & barang dari kayu Industri kimia, hasil dari tanah liat, semen Industri pupuk anorganik Industri pupuk organik Industri lainnya Listrik, gas dan air bersih Konstruksi Konstruksi jalan dan jembatan Konstruksi irigasi Konstruksi lainnya Perdagangan, restoran dan hotel Angkutan, komunikasi, js penunjang angkt & pgudangn Keuangan, real estate & js perusahaan Jasa-jasa lain Sumber : SNSE Tahun 2008 (data diolah) Total PDB Adapun yang menjadi motor penggerak pembangunan sektor industri selama ini adalah industri makanan, minuman dan tembakau yang mampu

4 160 memberi kontribusi paling besar terhadap PDB Indonesia dibandingkan sektorsektor industri lainnya yakni sebesar 7.19 persen. Industri pupuk yang menjadi fokus pembahasan dalam studi kali ini hanya mampu memberi andil terhadap penciptaan PDB sebesar 1.64 persen, kalah jauh dibandingkan dengan industri pemintalan, tekstil, pakaian dan kulit yang mencapai 2.04 persen dari total PDB. Sementara untuk sektor pertanian yang paling besar adalah sektor tanaman pangan sebanyak 7.40 persen, menyusul sektor tanaman lainnya (perkebunan) sebesar 2.26 persen dan sektor perikanan sebesar 2.70 persen. Dalam penyajian SNSE, nilai tambah atau PDB yang dihasilkan oleh suatu sektor produksi dapat didisagregasi menjadi tiga komponen besar meliputi pengeluaran upah tenaga kerja, modal dan pajak tak langsung. Melalui ketiga komponen tersebut dapat diamati aliran pendapatan yang dihasilkan oleh suatu sektor produksi terdistribusi kemana saja, apakah rumah tangga pemilik tenaga kerja, rumah tangga pemilik modal, atau pemerintah sebagai penerima pajak. Dengan mengamati hal tersebut dapat ditelusuri distribusi pendapatan nilai tambah yang diciptakan oleh suatu sektor produksi. Berdasarkan kajian distribusi pendapatan nilai tambah yang disajikan dalam Tabel 23, tergambarkan dengan jelas bahwa sebagian besar sektor pertanian memberikan nilai tambahnya kepada faktor tenaga kerja dengan rata-rata persen per sektor dari total nilai tambah yang diciptakan, sisanya persen mengalir ke faktor modal dan 2.42 persen ke faktor pajak tak langsung. Adapun sektor pertanian yang paling banyak mengalokasikan nilai tambah terhadap tenaga kerja adalah sektor tanaman pangan sebesar persen dan pertanian lainnya (perkebunan) sebesar persen dari total nilai tambah yang diciptakan.

5 161 Tabel 23. Distribusi Pendapatan Nilai Tambah Berdasarkan Kajian Sistem Neraca Sosial Ekonomi Tahun 2008 (%) Sektor Produksi Tenaga kerja pert Produksi Operator Alt Angk Tenaga Kerja Tata usaha, penjualan, jasa-jasa Kepemim pprofesio na, teknisi Modal Pajak Tdk Langsg Total Pertanian tanaman pangan Pertanian tanaman lainnya Peternakan dan hasil-hasilnya Kehutanan dan perburuan Perikanan Tambg batubara, bijih lg migas&pns bumi Pertambangan dan penggalian lainnya Industri makanan, minuman dan tembakau Industri pemintalan, tekstil, pakaian&kulit Industri kayu & barang dari kayu Industri kertas, perctk, alt angk & brg lgm Industri kimia, hasil dari tanah liat, semen Industri pupuk anorganik Industri pupuk organik Listrik, gas dan air bersih Konstruksi jalan dan jembatan Konstruksi irigasi Konstruksi lainnya Perdagangan, restoran dan hotel Angkt, komnks, js pnjng angk& pergdg Bank dan asuransi Real estate dan jasa perusahaan Pemerinth&perthn, pendk, keseht, film dll Jasa perseorgn, rt & js lainnya Sumber : SNSE Tahun 2008 (data diolah) Di kelompok industri, sektor yang mampu memberi nilai tambah paling besar terhadap tenaga kerja adalah industri kimia, hasil dari tanah liat, semen, serta industri pupuk organik, masing-masing sebesar persen dan persen dari total nilai tambah yang dihasilkan. Ini berarti kedua sektor industri tersebut terindikasi merupakan sektor-sektor yang padat karya. Sedangkan sektorsektor industri lainnya merupakan padat modal seperti (1) industri makanan, minuman dan tembakau, (2) industri pemintalan, tekstil, pakaian dan kulit,

6 162 (3) industri kayu dan barang dari kayu, (4) industri kertas, percetakan, alat angkutan dan barang dari logam, dan (5) industri pupuk anorganik. Kelima sektor industri ini rata-rata mengucurkan pendapatan untuk faktor modal sekitar persen per sektor dari masing-masing total nilai tambah yang dihasilkan. Jika diamati secara terpisah pada faktor modal saja, terlihat bahwa ada dua sektor yang paling dominan menghasilkan nilai tambah modal yakni sektor penambangan batubara, bijih logam, minyak, gas dan panas bumi, serta sektor real estate dan jasa perusahaan. Kedua sektor ini mengalokasikan untuk pendapatan modal dari total nilai tambah yang dihasilkan sebanyak persen untuk sektor sektor penambangan batubara, bijih logam, minyak, gas dan panas bumi, dan sebesar persen pada sektor real estate dan jasa perusahaan. Hanya ada satu sektor produksi yang mampu membagikan nilai tambah pajak di atas 20 persen yakni sektor industri makanan, minuman dan tembakau (sebesar persen). Sementara sektor-sektor lainnya mengalokasikan nilai tambah pajak tidak lebih dari 7 persen, dimana sektor produksi yang paling rendah mendistribusikan nilai tambah pajak dari total nilai tambahnya adalah sektor pertanian tanaman pangan sebesar 1.06 persen, dan sektor industri kimia, hasil dari tanah liat dan semen sebesar 0.74 persen. Mengamati seluruh struktur dan alokasi nilai tambah yang diuraikan di atas maka dapat digeneralisasikan bahwa struktur perekonomian Indonesia berdasarkan kajian SNSE tahun 2008 lebih dominan pada sektor industri dengan kontribusinya kurang lebih persen dari total nilai tambah dalam perekonomian (lihat Tabel 21). Sedangkan untuk pendistribusiannya, secara rata-

7 163 rata distribusi pendapatan nilai tambah lebih banyak kepada faktor modal mencapai persen per sektor Struktur Pendapatan dan Pengeluaran Rumah Tangga Perilaku rumah tangga dalam aktivitas ekonomi dapat diamati dari dua sisi yang berbeda. Pertama, rumah tangga sebagai pemilik tenaga kerja dan modal akan berperilaku sebagai produsen yang menawarkan jam kerja, modal dan lahan yang dimiliki kepada lembaga ekonomi yang bersifat profit atau nonprofit oriented dan public service. Rumah tangga akan memperoleh pendapatan yang berasal dari upah, tingkat bunga dan sewa berdasarkan jam kerja, modal dan lahan yang ditawarkan. Selain itu, sumber pendapatan lainnya yang diperoleh rumah tangga adalah transfer payment dimana untuk hal ini rumah tangga tidak berperilaku sebagai produsen namun sebagai penerima transfer saja. Sumbersumber pendapatan transfer payment ini diantaranya transfer antar institusi dan luar negeri. Kedua, dalam memenuhi kebutuhan hidupnya rumah tangga akan menjadi konsumen yang mengkonsumsi segala jenis barang dan jasa sesuai dengan tingkat kebutuhannya masing-masing, dimana untuk hal itu rumah tangga akan menyisihkan seluruh pendapatannya untuk membiayai pengeluaran dalam rangka pemenuhan kebutuhan hidup. Pengeluaran rumah tangga bukan hanya untuk pemenuhan kebutuhan barang dan jasa yang lintas sektor, namun juga mencakup pengeluaran untuk tabungan, pajak dan transfer payment. Secara riil tingkat kesejahteraan rumah tangga dapat diukur dengan mengamati seberapa besar perbandingan antara pendapatan yang diterima dengan pengeluarannya. Andaikan rasio perbandingan antara pendapatan dengan pengeluaran lebih besar dari satu ini berarti rumah tangga memperoleh surplus

8 164 dan dikatakan tingkat kesejahteraannya tinggi. Sebaliknya jika rasio perbandingan lebih kecil dari satu berarti rumah tangga dalam keadaan defisit sehingga dikatakan tingkat kesejahteraannya rendah. Dalam terminologi SNSE, besarnya rasio perbandingan antara pendapatan dan pengeluaran rumah tangga adalah satu, artinya jumlah pendapatan sama dengan jumlah pengeluaran, sesuai dengan asas keseimbangan yang dianut dalam model SNSE. Kelompok rumah tangga pada SNSE 2008 yang dianalisa dalam studi kali ini didisagregasi ke dalam 8 kelompok meliputi (1) buruh tani, (2) pengusaha tani lahan sempit, (3) pengusaha tani lahan sedang, (4) pengusaha tani lahan luas, (5) RT desa golongan rendah, (6) RT desa golongan atas, (7) RT kota golongan rendah, dan (8) RT kota golongan atas. Oleh karena itu, kajian mengenai struktur pendapatan dan pengeluaran rumah tangga akan dibagi ke dalam 8 kelompok rumah tangga tersebut sebagaimana yang dijelaskan dalam ulasan berikut ini. Pada Tabel 24, bila diperhatikan dari sumbernya, rata-rata rumah tangga memperoleh pendapatan yang lebih banyak berasal dari penawaran tenaga kerja nonpertanian, kurang lebih mencapai Rp juta per kelompok rumah tangga atau persen dari total pendapatan yang diterima. Setelah tenaga kerja nonpertanian, sumber pendapatan rumah tangga lainnya yang dominan adalah kapital (kepemilikan modal) dengan rata-rata jumlah pendapatan sekitar Rp juta per kelompok rumah tangga atau persen. Sesudah tenaga kerja nonpertanian dan kapital, pendapatan yang berasal dari tenaga kerja pertanian menjadi tumpuan rumah tangga berikutnya dengan rata-rata perolehan pendapatan berkisar Rp juta per kelompok rumah tangga atau persen dari total pendapatan yang diterima rumah tangga. Pendapatan yang

9 165 berasal dari transfer antar rumah tangga tampaknya menjadi sumber pendapatan rumah tangga yang paling kecil. Dimana setiap kelompok rumah tangga rata-rata memperoleh pendapatan dari transfer antar rumah tangga hanya sekitar Rp juta atau sebesar 1.35 persen dari total pendapatan yang diterima. Tabel 24. Struktur Pendapatan Rumah tangga Berdasarkan SNSE Tahun 2008 Faktor Produksi Transfer Pendapatan Sektor Prouksi Tenaga Kerja Pertanian Non Pertanian Kapital RT Lain Swasta Pemrth ROW Total Nilai Pendapatan Rumah Tangga (dalam juta rupiah) Buruh tani Pengusaha tani lahan sempit Pengusaha tani lahan sedang Pengusaha tani lahan luas RT desa golongan rendah RT desa golongan atas RT kota golongan rendah RT kota golongan atas Rata-rata Proporsi Pendapatan Rumah Tangga (dalam %) Buruh tani Pengusaha tani lahan sempit Pengusaha tani lahan sedang Pengusaha tani lahan luas RT desa golongan rendah RT desa golongan atas RT kota golongan rendah RT kota golongan atas Rata-rata Sumber : SNSE Tahun 2008 (data diolah) Seandainya pengamatan sekarang dialihkan ke masing-masing kelompok rumah tangga, tercermin dalam Tabel 24 bahwa ada perbedaan sumber pendapatan yang cukup mencolok diantara masing-masing rumah tangga. Kelompok rumah tangga buruh tani dan pengusaha tani lahan sempit (petani gurem) lebih mengandalkan faktor tenaga kerja pertanian sebagai sumber

10 166 pendapatan rumah tangga, rata-rata proporsinya sekitar persen dari total pendapatan yang diterima masing-masing rumah tangga tersebut. Sedangkan pada rumah tangga pengusaha tani lahan sedang, rumah tangga desa golongan rendah, rumah tangga desa golongan atas, dan rumah tangga kota golongan rendah, seluruhnya mengandalkan faktor tenaga kerja nonpertanian sebagai sumber pendapatan untuk menunjang kebutuhan hidup rumah tangga. Secara merata masing-masing kelompok rumah tangga yang tergolong menengah ke atas di desa dan kota ini memproporsikan pendapatan dari tenaga kerja nonpertanian sekitar persen dari total pendapatan yang diterima rumah tangga. Terakhir untuk rumah tangga pengusaha tani lahan luas dan rumah tangga kota golongan atas menempatkan kapital (modal) sebagai sumber pendapatan utamanya, kurang lebih persen untuk masing-masing kelompok rumah tangga tersebut. Belum adanya jaminan pendapatan oleh pemerintah kepada masyarakat yang diatur dengan undang-undang menyebabkan transfer payment dari pemerintah sedikit dirasakan oleh rumah tangga. Berdasarkan kajian SNSE 2008 hanya ada dua kelompok rumah tangga yang mendapat cukup banyak transfer payment dari pemerintah yakni rumah tangga buruh tani dan petani gurem masing-masing sebesar Rp juta dan Rp juta, atau dari total pendapatan yang diterima rumah tangga masing-masing proporsinya sebesar persen dan persen. Sedangkan untuk rumah tangga lainnya, kontribusi dari transfer payment pemerintah terhadap total pendapatan rumah tangga tidak lebih dari 7 persen, berkisar diantara 1.33 persen persen. Menurut hukum Bennett (Suyatno, 2009) bahwa the starchy staple ratio declines as houshold income increase as the consumer diversifies the food

11 167 consumption bundle to include higher-priced calories (persentase bahan pangan pokok berpati dalam konsumsi pangan rumah tangga semakin berkurang dengan meningkatnya pendapatan rumah tangga dan cenderung beralih pada pangan yang berenergi mahal). Hukum Bannet ini sepertinya kurang begitu tepat digunakan untuk menjelaskan perilaku konsumsi yang dikaji secara agregat, bukan orang per orang. Sebagaimana yang dipaparkan pada Tabel 25, apabila pola konsumsi masyarakat diamati per kelompok rumah tangga terindikasi bahwa persentase pengeluaran konsumsi pangan rumah tangga lebih banyak pada komoditi hasil sektor industri makanan, minuman dan tembakau. Baik itu pada rumah tangga buruh tani, petani gurem, rumah tangga golongan rendah di desa dan kota maupun rumah tangga petani lahan luas, rumah tangga golongan atas di desa dan kota, proporsi pengeluaran untuk komoditi pangan yang berasal dari industri makanan, minuman dan tembakau selalu lebih tinggi dibandingkan komoditi pertanian (tanaman pangan, peternakan dan perikanan). Proporsi pengeluaran konsumsi pangan untuk komoditi yang dihasilkan oleh industri makanan, minuman dan tembakau pada setiap kelompok rumah tangga rata-rata mencapai persen, sedangkan untuk komoditi pangan yang dihasilkan sektor pertanian sebesar persen. Fenomena di atas akan semakin jelas apabila dilihat pada visualisasi berikut ini yang memotret proporsi pengeluaran konsumsi dari setiap rumah tangga hanya pada kelompok pangan saja yang dibagi atas dua kelompok yakni kelompok pangan yang dihasilkan oleh sektor pertanian (tanaman pangan, peternakan dan perikanan) dan sektor industri makanan, minuman dan tembakau.

12 Tabel 25. Struktur Pengeluaran Rumah Tangga Berdasarkan SNSE Tahun 2008 (%) Desa Kota Sektor Buruh Tani Lahan Sempit Pengusaha Tani Lahan Sedang Lahan Luas RT Gol Rendah RT Gol Atas RT Gol Rendah Rumah tangga Lainnya Institusi Perusahaan Pemerintah Pertanian tanaman pangan Pertanian tanaman lainnya Peternakan dan hasil-hasilnya Kehutanan dan perburuan Perikanan Pertambangan & penggalian Komoditi Industri makanan, minuman dan tembakau Pupuk anorganik Industri lain Listrik, gas dan air bersih Perdagangan, restoran dan hotel Angkt, komnks, js pnjng angk & pergdg Bank dan asuransi Jasa-jasa lainnya Tabungan Luar negeri Total persentase pengeluaran Total nilai pengeluaran (juta rupiah) Sumber : SNSE Tahun 2008 (data diolah) RT Gol Atas

13 ,44 50,54 53,67 51,29 56, ,77 45,56 49,46 46,33 48,71 44,67 43,22 40, I II III IV V VI VII VIII Tanaman pangan, perikanan dan peternakan Industri makanan, minuman dan tembakau Gambar 30. Keterangan : I II III IV V VI VII VIII Proporsi Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga untuk Komoditi Pangan Hasil Pertanian dan Industri Dirinci Menurut Kelompok Rumah Tangga Buruh Tani Pengusaha Tani Lahan Sempit Pengusaha Tani Lahan Sedang Pengusaha Tani Lahan Luas RT Gol Rendah Di Desa RT Gol Atas Di Desa RT Gol Rendah Di Kota RT Gol Atas Di Kota Gambar 30 di atas semakin mempertegas temuan sebelumnya bahwa tidak ada perbedaan pola konsumsi pangan yang signifikan diantara kelompok rumah tangga. Seluruh rumah tangga terlihat menempatkan pengeluaran untuk konsumsi pangan yang dihasilkan oleh sektor industri makanan, minuman dan tembakau yang lebih banyak dibandingkan komoditi pangan yang dihasilkan oleh sektor pertanian. Mulai dari buruh tani hingga rumah tangga golongan atas di kota memporsikan pengeluaran konsumsi pangan untuk komoditi hasil industri lebih dari 50 persen, rata-rata sekitar persen per rumah tangga. Sisanya persen untuk pengeluaran konsumsi komoditi pangan hasil pertanian.

14 170 Beda halnya kalau pola konsumsi rumah tangga yang disajikan dalam SNSE 2008 ditelusuri dengan menggunakan Hukum Engel (Suyatno, 2009) yang menyebutkan : the proportion of a family s budget devoted to food declines as the familiy s income increase (persentase pengeluaran rumah tangga yang dibelanjakan untuk pangan akan semakin berkurang dengan meningkatnya pendapatan) ,54 49,35 63,99 71,55 61,82 67, ,46 50,65 36,01 28,45 38,18 29,73 32,60 26,00 0 I II III IV V VI VII VIII Pangan NonPangan Gambar 31. Proporsi Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga untuk Komoditi Pangan dan Nonpangan Dirinci Menurut Kelompok Rumah Tangga Keterangan : I Buruh Tani II Pengusaha Tani Lahan Sempit III Pengusaha Tani Lahan Sedang IV Pengusaha Tani Lahan Luas V RT Gol Rendah Di Desa VI RT Gol Atas Di Desa VII RT Gol Rendah Di Kota VIII RT Gol Atas Di Kota Bila diperhatikan pada Gambar 31 di atas, terlihat jelas ada kesesuaian antara Hukum Engel dengan pola konsumsi rumah tangga yang dipotret oleh SNSE Terdapat kecenderungan bahwa semakin tinggi status rumah tangga

15 171 semakin tinggi juga proporsi pengeluaran konsumsi untuk komoditi nonpangan, sedangkan untuk komoditi pangan semakin rendah. Dalam Gambar 31 tersebut, proporsi pengeluaran konsumsi pangan pada kelompok rumah tangga buruh tani dan petani gurem (pemilik lahan sempit) terlihat lebih tinggi dibandingkan untuk konsumsi nonpangan, yakni persen untuk konsumsi pangan, sebesar persen untuk nonpangan. Sedangkan pada rumah tangga petani gurem, proporsinya relatif sama yakni persen untuk konsumsi pangan, dan persen untuk konsumsi nonpangan. Selanjutnya, ketika diamati pada kelompok rumah tangga yang statusnya lebih tinggi satu tingkat dibandingkan buruh tani dan petani gurem, yaitu rumah tangga tani dengan luas lahan sedang, pola konsumsinya mulai keliatan berubah. Oleh karena untuk rumah tangga ini kebutuhan nonpangan menjadi lebih tinggi dibandingkan kebutuhan pangan dengan proporsi pengeluarannya masing-masing persen untuk pangan dan persen untuk nonpangan. Perubahannya semakin mencolok jika dilihat pada kelompok rumah tangga tani dengan lahan luas, dimana proporsi pengeluaran konsumsi untuk pangan hanya sebesar persen, sedangkan untuk nonpangan mencapai persen. Fenomena yang sama juga terlihat pada kelompok rumah tangga bukan petani di desa maupun di kota, dimana saat status rumah tangga naik satu tingkat, cenderung pola konsumsinya akan bertambah banyak untuk komoditi nonpangan dan mengurangi konsumsi pangan. Berdasarkan pola konsumsi rumah tangga di atas, kemudian merujuk pada Hukum Engel, maka dapat dikatakan bahwa : (1) rumah tangga buruh tani dan petani gurem dapat dikelompokkan menjadi rumah tangga yang berpendapatan

16 172 rendah, oleh karena proporsi pengeluaran konsumsi untuk pangan lebih besar dibandingkan nonpangan, rata-rata sekitar persen untuk pangan dan persen untuk nonpangan, (2) rumah tangga petani dengan luas lahan sedang, rumah tangga bukan petani golongan rendah desa dan kota dapat dimasukkan sebagai rumah tangga yang berpendapatan sedang oleh karena proporsi pengeluaran untuk konsumsi nonpangan sudah terlihat lebih tinggi dibandingkan konsumsi pangan, namun persentasenya masih lebih kecil dibandingkan kelompok rumah tangga di atasnya satu tingkat. Pada rumah tangga berpendapatan sedang ini, proporsi pengeluaran untuk konsumsi pangan kurang lebih sebesar persen, dan untuk nonpangan sebesar persen, terakhir (3) rumah tangga petani dengan lahan luas, rumah tangga golongan atas di desa dan kota, dapat dikelompokkan sebagai rumah tangga yang berpendapatan tinggi, yang diindikatorkan dengan proporsi pengeluaran rumah tangganya untuk konsumsi pangan hanya sebesar persen, dan untuk konsumsi nonpangan sebesar persen. Gambaran yang lebih jelas mengenai pola konsumsi ketiga kelompok rumah tangga ini dapat dilihat sebagai berikut ,19 64,78 72, ,81 35,22 27,56 RT Pend Rendah RT Pend Sedang RT Pend Tinggi Pangan NonPangan Gambar 32. Proporsi Pengeluaran Konsumsi Pangan dan Nonpangan pada Rumah Tangga Berpendapatan Rendah, Sedang dan Tinggi

17 Struktur Penerimaan dan Pengeluaran Produksi Dalam akun SNSE tahun 2008, sektor produksi dibagi menjadi 24 sektor yang terdiri atas sektor pertanian sebanyak lima subsektor, sektor pertambangan dan penggalian sebanyak dua subsektor, sektor industri pengolahan sebanyak tujuh subsektor, dan sektor jasa-jasa sebanyak 10 subsektor, untuk lebih jelasnya lihat Tabel 26 berikut. Tabel 26. Struktur Output Perekonomian Dirinci Menurut Sektor-Sektor Produksi Berdasarkan SNSE Tahun 2008 Sektor Produksi Nilai Persentase Pertanian tanaman pangan Pertanian tanaman lainnya Peternakan dan hasil-hasilnya Kehutanan dan perburuan Perikanan Tambg batubara, bijih lg migas & pns bumi Pertambangan dan penggalian lainnya Industri makanan, minuman dan tembakau Industri pemintalan, tekstil, pakaian dan kulit Industri kayu & barang dari kayu Industri kertas, perctk, alt angk & brg lgm Industri kimia, hasil dari tanah liat, semen Industri pupuk anorganik Industri pupuk organik Listrik, gas dan air bersih Konstruksi jalan dan jembatan Konstruksi irigasi Konstruksi lainnya Perdagangan, restoran dan hotel Angkt, komnks, js penunjang angk & pergudangn Bank dan asuransi Real estate dan jasa perusahaan Pemerinth&perthn, pendk, keseht, film & lain Jasa perseorangan, rumah tangga dan jasa lainnya Total Output Sumber : SNSE Tahun 2008 (data diolah)

18 174 Apabila diamati pada total penerimaan output secara sektoral, tampak jelas sektor industri dan jasa mendominasi pangsa output. Kedua kelompok sektor ini kurang lebih menguasai persen pangsa output dalam perekonomian nasional, dimana sektor industri mempunyai kontribusi sebanyak persen, dan sektor jasa sebanyak persen. Penyumbang terbesar dari sektor industri adalah industri kertas, percetakan, alat angkutan dan barang dari logam yaitu sebesar persen dari total output penerimaan produksi, sedangkan sektor jasa yang paling besar adalah perdagangan, hotel dan restoran sebesar persen. Sektor lain yang cukup besar kontribusinya terhadap total output perekonomian adalah sektor industri makanan, minuman dan tembakau sebesar 9.96 persen dan sektor konstruksi lainnya sebesar 9.19 persen. Adapun sektor pupuk, sampai saat ini andilnya dalam menciptakan output perekonomian masih sangat rendah hanya 1.42 persen yang terbagi atas pupuk anorganik sebanyak 1.40 persen dan pupuk organik sebanyak 0.02 persen. Asas keseimbangan yang digunakan dalam struktur SNSE menggambarkan bahwa pendapatan (output) sama dengan pengeluaran (input), oleh karenanya ketika membahas nilai output, seperti yang dijelaskan dalam Tabel 25, itu berarti menjelaskan nilai input juga. Perbedaan diantara keduanya dapat dipotret pada masing-masing sumbernya. Jika mengamati sumber-sumber pendapatan produksi maka yang akan ditelusuri adalah pendapatan yang berasal dari institusi, antar produksi, Pertambahan Modal Tetap Bruto (PMTB), subsidi dan ekspor. Sementara itu jika mengkaji sumber-sumber pengeluaran produksi, ada enam hal yang perlu diamati yakni pengeluaran untuk tenaga kerja, modal, input antara, margin perdagangan dan pengangkutan, pembayaran pajak dan

19 175 impor bahan baku. Sumber-sumber pendapatan produksi dapat dilihat jelas pada Tabel 27, sedangkan struktur pengeluaran produksi disajikan pada Tabel 27. Tabel 27. Sumber Pendapatan Sektor Produksi Berdasarkan SNSE Tahun 2008 (%) Sektor Produksi Institusi Produksi Margin PMTB Subsidi Ekspor Total Pertanian tanaman pangan Pertanian tanaman lainnya Peternakan dan hasil-hasilnya Kehutanan dan perburuan Perikanan Tambg batubara, bijih lg migas & pns bumi Pertambangan dan penggalian lainnya Industri makanan, minuman dan tembakau Industri pemintalan, tekstil, pakaian dan kulit Industri kayu & barang dari kayu Industri kertas, perctk, alt angk & brg lgm Industri kimia, hasil dari tanah liat, semen Industri pupuk anorganik Industri pupuk organik Listrik, gas dan air bersih Konstruksi jalan dan jembatan Konstruksi irigasi Konstruksi lainnya Perdagangan, restoran dan hotel Angkt, komnks, js pnjg angk & pergudg Bank dan asuransi Real estate dan jasa perusahaan Pemerinth&perthn, pendk, keseht, film & lain Jasa perseorangan, rumah tangga dan js lain Rata-rata Sumber : SNSE Tahun 2008 (data diolah) Penerimaan atau pendapatan dari seluruh sektor produksi terlihat paling banyak berasal dari penjualan output antara, kurang lebih andilnya mencapai persen per sektor (lihat Tabel 27 dan Gambar 33), dimana yang paling tinggi mengandalkan pendapatannya dari penjualan output antara adalah sektor kehutanan dan perburuan sebesar persen dari total pendapatan yang

20 176 diperoleh, sektor pertambangan dan penggalian lainnya sebesar persen, sektor industri kimia, hasil dari tanah liat, dan semen sebesar persen, sektor industri pupuk organik sebesar persen, dan sektor bank dan asuransi sebesar persen. Dapat dikatakan bahwa kelima sektor produksi ini adalah sektorsektor yang sangat domestic oriented dan penyangga keberlanjutan produksi pada sektor-sektor yang lain oleh karena hampir seluruh outputnya hanya untuk memenuhi kebutuhan atau permintaan domestik. Gambar 33. Sumber-Sumber Pendapatan Sektor Produksi Berdasarkan SNSE 2008 Keadaan yang berbeda pada sektor Industri pemintalan, tekstil, pakaian dan kulit, serta sektor industri pupuk anorganik. Kedua sektor ini memprioritaskan penjualan output ke pasar ekspor daripada pasar domestik. Seperti yang disajikan dalam Tabel 27, kontribusi ekspor terhadap pendapatan produksi sektor Industri pemintalan, tekstil, pakaian dan kulit adalah sebesar persen yang terlihat lebih tinggi 2.81 persen dibandingkan pendapatan dari pasar domestik (penjualan

21 177 output antara). Sedangkan untuk indutri pupuk anorganik, proporsi pendapatan ekspornya sekitar persen yang jauh lebih tinggi persen dibandingkan pendapatan yang berasal dari pasar domestik (penjualan output antara). Sumber pendapatan berikutnya yang juga dominan dalam komposisi pendapatan sektor-sektor produksi adalah pendapatan yang diperoleh dari konsumsi institusi (rumah tangga, perusahaan dan pemerintah), di sini rata-rata kontribusi institusi dalam struktur pendapatan sektor produksi adalah persen per sektor. Ada tiga sektor yang mengandalkan konsumsi dari institusi ini sebagai sumber pendapatan utamanya. Ketiga sektor yang dimaksud adalah sektor perikanan sebesar persen dari total pendapatan, sektor industri makanan, minuman dan tembakau sebesar persen, serta sektor pemerintahan, pertahanan, pendidikan, kesehatan, film dan jasa sosial lainnya sebesar persen. Hanya ada dua sektor produksi yang memposisikan transfer pendapatan yang berasal dari subsidi paling besar dalam struktur pendapatannya dibandingkan sektor-sektor lainnya. Sektor yang dimaksud adalah sektor industri pupuk organik yang memposisikan transfer pendapatan dari subsidi sebanyak persen, dan sektor listrik, gas dan air bersih sebesar persen. Sedangkan untuk sektorsektor lainnya, proporsi pendapatan dari subsidi tidak lebih dari 3.5 persen. Sektor-sektor produksi seperti konstruksi irigasi dan konstruksi lainnya, serta sektor perdagangan, restoran dan hotel, ketiganya dapat dikatakan sebagai sektor yang sangat produktif, oleh karena pendapatannya lebih banyak ditunjang oleh investasi atau PMTB (Pertambahan Modal Tetap Bruto). Dalam komposisi pendapatan sektor konstruksi irigasi, proporsi pendapatan dari investasi mencapai

22 persen, sedangkan untuk sektor konstruksi lainnya sebanyak persen, dan terakhir pada sektor perdagangan, restoran dan hotel sebanyak persen. Dilihat dari pemakaian input, sebagian besar sektor produksi lebih banyak mengeluarkan biaya untuk pemakaian input tenaga kerja dan modal, jika di jumlahkan keduanya rata-rata mencapai persen dari total pengeluaran masing-masing sektor produksi, perhatikan Tabel 28 dan Gambar 34. Tabel 28. Struktur Pengeluaran Input Produksi Secara Sektoral Berdasarkan SNSE Tahun 2008 (%) Sektor Produksi Tenaga Kerja Modal Input Antara Margin Pajak Impor Total Pertanian tanaman pangan Pertanian tanaman lainnya Peternakan dan hasil-hasilnya Kehutanan dan perburuan Perikanan Tambg batubara, bijih lg migas & pns bumi Pertambangan dan penggalian lainnya Industri makanan, minuman dan tembakau Industri pemintalan, tekstil, pakaian dan kulit Industri kayu & barang dari kayu Industri kertas, perctk, alt angk & brg lgm Industri kimia, hasil dari tanah liat, semen Industri pupuk anorganik Industri pupuk organik Listrik, gas dan air bersih Konstruksi jalan dan jembatan Konstruksi irigasi Konstruksi lainnya Perdagangan, restoran dan hotel Angkt, komnks, js penunjang angk & pergudangn Bank dan asuransi Real estate dan jasa perusahaan Pemerinth&perthn, pendk, keseht, film & lain Jasa perseorangan, rumah tangga dan jasa lainnya Rata-rata Sumber : SNSE Tahun 2008 (data diolah)

23 179 Gambar 34. Struktur Pengeluaran Sektor-Sektor Produksi Berdasarkan SNSE 2008 Sesudah faktor produksi tenaga kerja dan modal, komponen pengeluaran berikutnya yang besar dalam pembiayaan produksi adalah pembelian input antara (bahan baku). Proporsinya dalam total pengeluaran sektor produksi mencapai persen per sektor. Selanjutnya untuk komponen impor, margin perdagangan dan pengangkutan, serta pajak, proporsinya masing-masing secara berurutan 6.60 persen, 4.81 persen dan 2.11 persen. Jika diamati secara sektoral, terdapat 10 sektor yang paling banyak mengeluarkan biaya untuk penggunaan faktor tenaga kerja dan modal hingga lebih dari 50 persen dalam struktur pengeluaran produksinya yakni (1) sektor pertanian tanaman pangan sebesar persen, (2) sektor pertanian tanaman lainnya sebesar persen, (3) sektor kehutanan dan perburuan sebesar persen, (4) sektor perikanan sebesar persen, (5) sektor penambangan batu bara, bijih logam, minyak, gas dan panas bumi sebesar persen, (6) sektor pertambangan dan penggalian lainnya sebesar persen, (7) sektor industri pupuk anorganik sebesar persen, (8) sektor industri pupuk organik sebesar

24 persen, (9) sektor bank dan asuransi sebesar sebesar persen, (10) sektor real estate dan jasa perusahaan sebesar persen dan (11) sektor jasa perseorangan, rumah tangga dan jasa lainnya sebesar persen. Dimana hampir semua sektor pertanian merupakan sektor-sektor produksi yang padat karya karena proporsi pengeluaran faktor tenaga kerja lebih besar dari modal, sektor tersebut adalah (1) pertanian tanaman pangan, (2) pertanian lainnya dan (3) peternakan. Sedangkan di sektor industri yang padat karya adalah (1) industri pupuk organik dan (2) industri kimia, hasil dari tanah liat dan semen. Pada sektor jasa adalah (1) sektor perdagangan, hotel dan restoran, (2) sektor pemerintahan, pertahanan, pendidikan, kesehatan, film dan jasa sosial lainnya, serta (3) sektor jasa perseorangan, rumah tangga dan jasa lainnya. Pada sektor-sektor yang padat karya ini, perbandingan antara pengeluaran tenaga kerja dengan modal adalah sekitar 1.5 : 1 juta rupiah. Adapun untuk sektor-sektor produksi yang paling banyak mengeluarkan biayanya untuk pembelian input antara (bahan baku) adalah (1) sektor peternakan, (2) sektor industri makanan, minuman dan tembakau, (3) sektor industri pemintalan, tekstil, pakaian dan kulit, (4) sektor industri kayu dan barang dari kayu, (5) sektor listrik, gas dan air bersih, (6) konstruksi jalan dan jembatan, (7) konstruksi irigasi, dan (8) konstruksi lainnya. Rata-rata proporsi pengeluaran untuk input antara pada setiap sektor tersebut mencapai persen dari total pengeluarannya, dimana yang paling banyak pengeluarannya adalah sektor industri kayu dan barang dari kayu, serta sektor listrik, gas dan air bersih. Dalam struktur impor secara sektoral, satu-satunya sektor produksi yang dipotret oleh SNSE 2008 paling boros mengeluarkan devisa adalah sektor industri

25 181 kertas, percetakan, alat angkutan dan barang dari logam dengan nilainya sebesar Rp juta atau sekitar persen dari total impor. Dimana dalam struktur pengeluarannya, komponen impor ini bisa mencapai persen (lihat Tabel 5.7), jauh lebih tinggi dibandingkan pengeluaran untuk tenaga kerja dan modal. Berdasarkan fakta-fakta tersebut dapat diindikasikan lebih awal bahwa industri kertas, percetakan, alat angkutan dan barang dari logam merupakan sektor produksi yang sedikit memiliki local content sehingga sulit diharapkan untuk menjadi lokomotif perekonomian yang mampu menggerakkan sektor-sektor domestik. Dari 5 komponen biaya produksi yang berhasil direkam oleh SNSE 2008, biaya untuk pajak tidak langsung adalah yang paling rendah. Kontribusinya dalam struktur pengeluaran produksi rata-rata hanya sebesar Adapun sektor produksi yang paling banyak mengeluarkan biaya untuk pajak adalah industri makanan, minuman dan tembakau, kurang lebih Rp juta atau sekitar persen dari total pajak yang dibayar oleh seluruh sektor produksi. Setelah itu yang cukup besar juga kontribusinya terhadap pembayaran pajak adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran yakni sebesar persen, dan yang terakhir adalah sektor industri kertas, percetakan, alat angkutan dan barang dari logam sebesar persen. Sektor-sektor yang lain rata-rata mempunyai kontribusi di bawah 5 persen. Industri pupuk anorganik, meskipun pembayaran pajaknya lebih rendah dibandingkan industri makanan, minuman dan tembakau, namun dalam struktur pengeluarannya, proporsi biaya untuk pajak ini cukup tinggi yakni 7.04 persen dari total pengeluaran sektor tersebut. Persentase ini adalah yang paling tinggi dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya. Artinya beban pajak dalam

26 182 struktur biaya industri pupuk anorganik menjadi paling tinggi dibandingkan beban pajak pada sektor-sektor produksi yang lain Analisis Angka Pengganda Sistem Neraca Sosial Ekonomi Dalam pembahasan sebelumnya telah dijelaskan bahwa dari kerangka dasar SNSE dapat diturunkan suatu model angka pengganda yaitu: Y 1 = [ I A] X dimana = [ I A] 1 M a. Dalam hal ini M a adalah angka pengganda, yang menunjukkan pengaruh perubahan dari neraca eksogen pada sebuah sektor terhadap sektor lainnya setelah melalui keseluruhan sistem. Dampak perubahan tersebut dicerminkan oleh peningkatan produksi atau output sektor-sektor ekonomi yang dapat dilakukan melalui peningkatan investasi atau Pertambahan Modal Tetap Bruto (PMTB), peningkatan pengeluaran pemerintah melalui subsidi, atau peningkatan ekspor luar negeri. Dalam pembahasan kali ini akan dianalisis dampak pengganda secara sektoral terhadap beberapa indikator makroekonomi seperti nilai tambah, rumah tangga, total output produksi, dan sebagainya. Perekonomian Indonesia jika dikaji berdasarkan angka pengganda SNSE 2008 dapat dikatakan sangat tergantung kepada 11 sektor yang mempunyai angka pengganda total paling besar. Sektor-sektor ini mampu memberi dampak pengganda sebesar hingga atau jika dibulatkan rata-rata mempunyai angka pengganda sebesar 7. Dari ke-11 sektor tersebut tiga diantaranya yang paling tinggi mempunyai dampak pengganda dalam perekonomian Indonesia adalah (1) sektor perdagangan, restoran dan hotel, (2) sektor konstruksi irigasi, dan (2) sektor bank dan asuransi, dengan nilai

27 183 Tabel 29. Dampak Pengganda Sektoral Berdasarkan Multiplier SNSE 2008 Sektor Produksi T. Krj Modal RT Persh Pemrth Prod Total Pertanian tanaman pangan Pertanian tanaman lainnya Peternakan dan hasil-hasilnya Kehutanan dan perburuan Perikanan Tambg batubara, bijih lg migas & pns bumi Pertambangan dan penggalian lainnya Industri makanan, minuman dan tembakau Industri pemintalan, tekstil, pakaian dan kulit Industri kayu & barang dari kayu Industri kertas, perctk, alt angk & brg lgm Industri kimia, hasil dari tanah liat, semen Industri pupuk anorganik Industri pupuk organik Listrik, gas dan air bersih Konstruksi jalan dan jembatan Konstruksi irigasi Konstruksi lainnya Perdagangan, restoran dan hotel Angkt, komnks, js penunjang angk & pergudangn Bank dan asuransi Real estate dan jasa perusahaan Pemerinth&perthn, pendk, keseht, film & lain Jasa perseorangan, rumah tangga dan jasa lainnya Sumber : SNSE Tahun 2008 (data diolah) Penggandanya masing-masing sebesar , dan Angka pengganda sebesar pada sektor perdagangan, restoran dan hotel menunjukkan bahwa jika ada dana stimulus, misalkan subsidi sebesar 1 milyar rupiah pada sektor perdagangan, restoran dan hotel maka total pendapatan output dalam perekonomian Indonesia akan meningkat sebanyak milyar rupiah.

28 184 Dimana dampak tersebut akan dibagikan kepada peningkatan pendapatan tenaga kerja sebanyak milyar rupiah, pendapatan modal sebanyak milyar rupiah, pendapatan rumah tangga sebanyak milyar rupiah, pendapatan perusahaan sebanyak milyar rupiah, pendapatan pemerintah sebanyak , dan pendapatan sektor-sektor produksi sebanyak milyar rupiah. Dengan demikian dampak pengganda sektor perdagangan, hotel dan restoran dalam perekonomian akan lebih banyak diterima oleh pendapatan produksi yang terjadi karena adanya keterkaitan penggunaan input antara oleh sektor tersebut dengan output produksi pada sektor-sektor lain. Setelah itu, dampak pengganda dari sektor perdagangan, hotel dan restoran juga banyak terdistribusi ke pendapatan rumah tangga yang diperoleh dari hasil kepemilikan tenaga kerja dan modal yang digunakan dalam proses produksi sektor perdagangan, hotel dan restoran ini. Sedangkan untuk pendapatan perusahaan dan pemerintah, dampak yang diterima sangat kecil. Pendistribusian dampak berganda seperti yang terjadi pada sektor perdagangan, hotel dan restoran di atas, juga terlihat sama kondisinya untuk sektor-sektor yang lain, dimana dampak pengganda dari suatu sektor akan lebih banyak diserap lebih dahulu oleh aktivitas produksi, kemudian ke rumah tangga melalui faktor-faktor produksi, dan terakhir yang paling kecil masuk ke pendapatan perusahaan dan pemerintah. Untuk lebih jelas melihat bagaimana pendistribusian dampak berganda dari sektor-sektor produksi tersebut berikut ini dipaparkan alokasi dari angka pengganda kepada masing-masing neraca aktivitas secara proporsional sebagaimana yang disajikan pada Tabel 30.

29 185 Tabel 30. Alokasi Dampak Pengganda Sektor Produksi dalam Neraca Aktivitas Secara Proporsional (%) Sektor Produksi T. Krj Modal RT Persh Pemrth Prod Total Pertanian tanaman pangan Pertanian tanaman lainnya Peternakan dan hasil-hasilnya Kehutanan dan perburuan Perikanan Tambg batubara, bijih lg migas & pns bumi Pertambangan dan penggalian lainnya Industri makanan, minuman dan tembakau Industri pemintalan, tekstil, pakaian dan kulit Industri kayu & barang dari kayu Industri kertas, perctk, alt angk & brg lgm Industri kimia, hasil dari tanah liat, semen Industri pupuk anorganik Industri pupuk organik Listrik, gas dan air bersih Konstruksi jalan dan jembatan Konstruksi irigasi Konstruksi lainnya Perdagangan, restoran dan hotel Angkt, komnks, js penunjang angk & pergudgn Bank dan asuransi Real estate dan jasa perusahaan Pemerinth&perthn, pendk, keseht, film & lain Jasa perseorangan, rumah tangga dan js lainnya Sumber : SNSE Tahun 2008 (data diolah) Pada Tabel 30 di atas terlihat jelas bahwa sebagian besar sektor yang masuk dalam kelompok sektor sekunder dan tersier mengalokasikan dampak bergandanya lebih dari 50 persen untuk pendapatan produksi. Contohnya, untuk sektor industri makanan, minuman dan tembakau, dari total dampak bergandanya sebesar (lihat Tabel 29), sekitar persen dipancarkan ke dalam tambahan pendapatan produksi. Sisanya persen didistribusikan ke aktivitas ekonomi lainnya yakni untuk tambahan pendapatan rumah tangga sebesar persen, tambahan pendapatan faktor tenaga kerja dan modal sebesar persen,

VII. PERANAN DAN DAMPAK KEBIJAKAN SUBSIDI PUPUK DALAM PEREKONOMIAN

VII. PERANAN DAN DAMPAK KEBIJAKAN SUBSIDI PUPUK DALAM PEREKONOMIAN VII. PERANAN DAN DAMPAK KEBIJAKAN SUBSIDI PUPUK DALAM PEREKONOMIAN 7.1. Peranan Langsung Sektor Pupuk Terhadap Nilai Tambah Dalam kerangka dasar SNSE 2008, nilai tambah perekonomian dibagi atas tiga bagian

Lebih terperinci

SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI INDONESIA TAHUN 2008 ISSN : 0216.6070 Nomor Publikasi : 07240.0904 Katalog BPS : 9503003 Ukuran Buku : 28 x 21 cm Jumlah Halaman : 94 halaman Naskah : Subdirektorat Konsolidasi

Lebih terperinci

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 65 V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 5.1. Gambaran Umum dan Hasil dari Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 Pada bab ini dijelaskan

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS HASIL PENELITIAN

BAB 4 ANALISIS HASIL PENELITIAN BAB 4 ANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini akan menganalisis dampak dari injeksi pengeluaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) pada sektor komunikasi terhadap perekonomian secara agregat melalui sektor-sektor

Lebih terperinci

VI. PERANAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN KABUPATEN SIAK

VI. PERANAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN KABUPATEN SIAK VI. PERANAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN KABUPATEN SIAK 6.1. Struktur Perekonomian Kabupaten Siak 6.1.1. Struktur PDB dan Jumlah Tenaga Kerja Dengan menggunakan tabel SAM Siak 2003

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor Alat analisis Input-Output (I-O) merupakan salah satu instrumen yang secara komprehensif dapat digunakan untuk

Lebih terperinci

VI. ANALISIS MULTIPLIER PEMBANGUNAN JALAN TERHADAP EKONOMI

VI. ANALISIS MULTIPLIER PEMBANGUNAN JALAN TERHADAP EKONOMI VI. ANALISIS MULTIPLIER PEMBANGUNAN JALAN TERHADAP EKONOMI 6.1. Analisis Multiplier Pembangunan Jalan Terhadap Pendapatan Faktor Produksi Pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan umumnya membutuhkan

Lebih terperinci

PDB per kapita atas dasar harga berlaku selama tahun 2011 mengalami peningkatan sebesar 13,8% (yoy) menjadi Rp30,8 juta atau US$ per tahun.

PDB per kapita atas dasar harga berlaku selama tahun 2011 mengalami peningkatan sebesar 13,8% (yoy) menjadi Rp30,8 juta atau US$ per tahun. Indonesia pada tahun 2011 tumbuh sebesar 6,5% (yoy), sedangkan pertumbuhan triwulan IV-2011 secara tahunan sebesar 6,5% (yoy) atau secara triwulanan turun 1,3% (qtq). PDB per kapita atas dasar harga berlaku

Lebih terperinci

V. STRUKTUR PEREKONOMIAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN PENGELUARAN RUMAHTANGGA

V. STRUKTUR PEREKONOMIAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN PENGELUARAN RUMAHTANGGA V. STRUKTUR PEREKONOMIAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN PENGELUARAN RUMAHTANGGA 5.1. Struktur Perkonomian Sektoral Struktur perekonomian merupakan suatu analisis yang dilakukan terhadap struktur Produk Domestik

Lebih terperinci

VII. ANALISIS MULTIPLIER SEKTORAL DAN EFEK TOTAL

VII. ANALISIS MULTIPLIER SEKTORAL DAN EFEK TOTAL VII. ANALISIS MULTIPLIER SEKTORAL DAN EFEK TOTAL 7.. Analisis Multiplier Output Dalam melakukan kegiatan produksi untuk menghasilkan output, sektor produksi selalu membutuhkan input, baik input primer

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR

GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR Pada bab ini dijelaskan mengenai gambaran umum SNSE Kabupaten Indragiri Hilir yang meliputi klasifikasi SNSE Kabupaten Indragiri

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 32/05/35/Th. XI, 6 Mei 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN I-2013 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur Triwulan I Tahun 2013 (y-on-y) mencapai 6,62

Lebih terperinci

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU 6.1. Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku Aktivitas atau kegiatan ekonomi suatu wilayah dikatakan mengalami kemajuan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor Industri merupakan salah satu sektor yang berperan penting dalam pembangunan nasional. Kontribusi sektor Industri terhadap pembangunan nasional setiap tahunnya

Lebih terperinci

Statistik KATA PENGANTAR

Statistik KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) menjadi sangat strategis, karena potensinya yang besar dalam menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat, dan sekaligus menjadi tumpuan sumber

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN I-2014 No. 32/05/35/Th. XIV, 5 Mei 2014 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur Triwulan I Tahun 2014 (y-on-y) mencapai 6,40

Lebih terperinci

IX. KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Hasil analisis angka pengganda (multiplier) meliputi value added multiplier

IX. KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Hasil analisis angka pengganda (multiplier) meliputi value added multiplier IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1. Kesimpulan 1. Hasil analisis angka pengganda (multiplier) meliputi value added multiplier (VM ), household induced income multiplier (HM), firm income multiplier (FM), other

Lebih terperinci

TABEL - IV.1 PERKEMBANGAN NILAI PRODUK DOMESTIK BRUTO (PDB) MENURUT SKALA USAHA ATAS DASAR HARGA KONSTAN 1993 TAHUN

TABEL - IV.1 PERKEMBANGAN NILAI PRODUK DOMESTIK BRUTO (PDB) MENURUT SKALA USAHA ATAS DASAR HARGA KONSTAN 1993 TAHUN TABEL - IV.1 PERKEMBANGAN NILAI PRODUK DOMESTIK BRUTO (PDB) MENURUT SKALA USAHA ATAS DASAR HARGA KONSTAN 1993 SKALA USAHA 1 Usaha Kecil (UK) 184.845.034 194.426.046 9.581.012 5,18 2 Usaha Menengah (UM)

Lebih terperinci

Statistik KATA PENGANTAR

Statistik KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) menjadi sangat strategis, karena potensinya yang besar dalam menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat, dan sekaligus menjadi tumpuan sumber

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2014 No.51/08/33/Th.VIII, 5 Agustus 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2014 Perekonomian Jawa Tengah yang diukur berdasarkan besaran PDRB atas dasar harga berlaku pada triwulan II tahun

Lebih terperinci

TABEL - VII.1 PERKEMBANGAN NILAI INVESTASI MENURUT SKALA USAHA ATAS DASAR HARGA KONSTAN 1993 TAHUN

TABEL - VII.1 PERKEMBANGAN NILAI INVESTASI MENURUT SKALA USAHA ATAS DASAR HARGA KONSTAN 1993 TAHUN TABEL - VII.1 PERKEMBANGAN NILAI INVESTASI MENURUT SKALA USAHA SKALA USAHA 1 Usaha Kecil (UK) 17.968.449 19.510.919 1.542.470 8,58 2 Usaha Menengah (UM) 23.077.246 25.199.311 2.122.065 9,20 Usaha Kecil

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH No. 11/02/72/Th. XVII. 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH Ekonomi Sulawesi Tengah pada tahun 2013 yang diukur dari persentase kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar

Lebih terperinci

Statistik Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Tahun

Statistik Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Tahun KATA PENGANTAR Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (U MKM) menjadi sangat strategis, karena potensinya yang besar dalam menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat, dan sekaligus menjadi tumpuan

Lebih terperinci

Produk Domestik Bruto (PDB)

Produk Domestik Bruto (PDB) Produk Domestik Bruto (PDB) Gross Domestic Product (GDP) Jumlah nilai produk berupa barang dan jasa yang dihasilkan oleh unitunit produksi di dalam batas wilayah suatu negara (domestik) selama satu tahun.

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2011

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2011 No.43/08/33/Th.V, 5 Agustus 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2011 PDRB Jawa Tengah pada triwulan II tahun 2011 meningkat sebesar 1,8 persen dibandingkan triwulan I tahun 2011 (q-to-q).

Lebih terperinci

BAB VI ANALISIS MULTIPLIER & DISTRIBUSI PENDAPATAN RUMAH TANGGA. Investasi infrastruktur transportasi di Provinsi Jawa Barat diharapkan

BAB VI ANALISIS MULTIPLIER & DISTRIBUSI PENDAPATAN RUMAH TANGGA. Investasi infrastruktur transportasi di Provinsi Jawa Barat diharapkan 138 BAB VI ANALISIS MULTIPLIER & DISTRIBUSI PENDAPATAN RUMAH TANGGA 6.1. Infrastruktur dan Kinerja perekonomian Investasi infrastruktur transportasi di Provinsi Jawa Barat diharapkan dapat meningkatkan

Lebih terperinci

Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007

Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007 Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007 TABEL INPUT OUTPUT Tabel Input-Output (Tabel I-O) merupakan uraian statistik dalam bentuk matriks yang menyajikan informasi tentang transaksi barang

Lebih terperinci

Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia

Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia Perekonomian Indonesia tahun 2004 yang diciptakan UKM berdasarkan besaran Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga berlaku mencapai Rp

Lebih terperinci

BOKS II : TELAAH KETERKAITAN EKONOMI PROPINSI DKI JAKARTA DAN BANTEN DENGAN PROPINSI LAIN PENDEKATAN INTERREGIONAL INPUT OUTPUT (IRIO)

BOKS II : TELAAH KETERKAITAN EKONOMI PROPINSI DKI JAKARTA DAN BANTEN DENGAN PROPINSI LAIN PENDEKATAN INTERREGIONAL INPUT OUTPUT (IRIO) BOKS II : TELAAH KETERKAITAN EKONOMI PROPINSI DKI JAKARTA DAN BANTEN DENGAN PROPINSI LAIN PENDEKATAN INTERREGIONAL INPUT OUTPUT (IRIO) IRIO memiliki kemampuan untuk melakukan beberapa analisa. Kemampuan

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN INFRASTRUKTUR JALAN, STRUKTUR PEREKONOMIAN DAN KETENAGAKERJAAN DI JAWA BARAT

BAB V GAMBARAN INFRASTRUKTUR JALAN, STRUKTUR PEREKONOMIAN DAN KETENAGAKERJAAN DI JAWA BARAT BAB V GAMBARAN INFRASTRUKTUR JALAN, STRUKTUR PEREKONOMIAN DAN KETENAGAKERJAAN DI JAWA BARAT 5.1. Peran Infrastruktur dalam Perekonomian Investasi infrastruktur transportasi dalam pembangunan ekonomi penting

Lebih terperinci

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional Dalam penerbitan buku tahun 2013 ruang lingkup penghitungan meliputi 9 sektor ekonomi, meliputi: 1. Sektor Pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perkembangan suatu perekonomian dari suatu periode ke periode. berikutnya. Dari satu periode ke periode lainnya kemampuan suatu negara

I. PENDAHULUAN. perkembangan suatu perekonomian dari suatu periode ke periode. berikutnya. Dari satu periode ke periode lainnya kemampuan suatu negara 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah perekonomian suatu negara dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi mengukur prestasi dari perkembangan suatu perekonomian dari

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH No. 06/02/72/Th. XIV. 7 Februari 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH Ekonomi Sulawesi Tengah tahun 2010 yang diukur dari kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan 2000

Lebih terperinci

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional Dalam penerbitan buku Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Tegal Tahun 2012 ruang lingkup penghitungan meliputi

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO Triwulan II-29 Perekonomian Indonesia secara tahunan (yoy) pada triwulan II- 29 tumbuh 4,%, lebih rendah dari pertumbuhan triwulan sebelumnya (4,4%). Sementara itu, perekonomian

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN III TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN III TAHUN 2014 No. 68/11/33/Th.VIII, 5 November 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN III TAHUN 2014 Perekonomian Jawa Tengah yang diukur berdasarkan besaran PDRB atas dasar harga berlaku pada triwulan III tahun

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TAHUN 2008

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TAHUN 2008 No.05/02/33/Th.III, 16 Februari 2009 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TAHUN 2008 PDRB Jawa Tengah triwulan IV/2008 menurun 3,7 persen dibandingkan dengan triwulan III/2007 (q-to-q), dan bila dibandingkan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten Banjarnegara Pada sub bab ini akan dijelaskan mengenai peranan ekonomi sektoral ditinjau dari struktur permintaan, penerimaan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 38 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan memilih lokasi Kota Cirebon. Hal tersebut karena Kota Cirebon merupakan salah satu kota tujuan wisata di Jawa

Lebih terperinci

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen)

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen) BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 13/02/35/Th. XII, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR I. PERTUMBUHAN DAN STRUKTUR EKONOMI MENURUT LAPANGAN USAHA Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN I-2014

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN I-2014 BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN No. 26/05/73/Th. VIII, 5 Mei 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN I-2014 PEREKONOMIAN SULAWESI SELATAN TRIWULAN I 2014 BERTUMBUH SEBESAR 8,03 PERSEN Perekonomian

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I-2010

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I-2010 BADAN PUSAT STATISTIK No. 31/05/Th. XIII, 10 Mei 2010 PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I-2010 EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I-2010 TUMBUH MENINGKAT 5,7 PERSEN Perekonomian Indonesia yang diukur berdasarkan

Lebih terperinci

Perkembangan Terakhir Sektor Industri Dan Inflasi KADIN INDONESIA

Perkembangan Terakhir Sektor Industri Dan Inflasi KADIN INDONESIA Perkembangan Terakhir Sektor Industri Dan Inflasi KADIN INDONESIA Mudrajad Kuncoro Juli 2008 Peranan Masing- Masing Cabang Industri Terhadap PDB Sektor Industri Tahun 1995-2008* No. Cabang Industri Persen

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. sektor, total permintaan Provinsi Jambi pada tahun 2007 adalah sebesar Rp 61,85

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. sektor, total permintaan Provinsi Jambi pada tahun 2007 adalah sebesar Rp 61,85 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Struktur Perekonomian Provinsi Jambi 5.1.1 Struktur Permintaan Berdasarkan tabel Input-Output Provinsi Jambi tahun 2007 klasifikasi 70 sektor, total permintaan Provinsi Jambi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi Suryana (2000 : 3), mengungkapkan pembangunan ekonomi adalah suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk suatu masyarakat

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI BENGKULU TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI BENGKULU TAHUN 2016 BPS PROVINSI BENGKULU No. 10/02/17/XI, 6 Februari 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI BENGKULU TAHUN 2016 EKONOMI BENGKULU TUMBUH 5,30 PERSEN, MENINGKAT DIBANDINGKAN TAHUN 2015 Perekonomian Provinsi Bengkulu

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Uraian dalam Bab ini menjelaskan hasil pengolahan data dan pembahasan terhadap 4 (empat) hal penting yang menjadi fokus dari penelitian ini, yaitu: (1) peranan sektor kehutanan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang masih memegang peranan dalam peningkatan perekonomian nasional. Selain itu, sebagian besar penduduk Indonesia masih menggantungkan

Lebih terperinci

DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT)

DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT) DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT) OLEH SRI MULYANI H14103087 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan indikator ekonomi makro yang dapat digunakan untuk melihat tingkat keberhasilan pembangunan ekonomi suatu daerah. Laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Majalengka

Lebih terperinci

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN PEREKONOMIAN KABUPATEN MANDAILING NATAL PROVINSI SUMATERA UTARA

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN PEREKONOMIAN KABUPATEN MANDAILING NATAL PROVINSI SUMATERA UTARA ANALISIS SEKTOR UNGGULAN PEREKONOMIAN KABUPATEN MANDAILING NATAL PROVINSI SUMATERA UTARA Andi Tabrani Pusat Pengkajian Kebijakan Peningkatan Daya Saing, BPPT, Jakarta Abstract Identification process for

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan proses transformasi yang dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan. Pembangunan ekonomi dilakukan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

M E T A D A T A INFORMASI DASAR. 1 Nama Data : Produk Domestik Bruto (PDB) 2 Penyelenggara. Departemen Statistik Ekonomi dan Moneter, : Statistik

M E T A D A T A INFORMASI DASAR. 1 Nama Data : Produk Domestik Bruto (PDB) 2 Penyelenggara. Departemen Statistik Ekonomi dan Moneter, : Statistik M E T A D A T A INFORMASI DASAR 1 Nama Data : Produk Domestik Bruto (PDB) 2 Penyelenggara Departemen Statistik Ekonomi dan Moneter, : Statistik Bank Indonesia 3 Alamat : Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta

Lebih terperinci

(1.42) (1.45) I II III IV I II III IV I II III IV I II * 2012** 2013***

(1.42) (1.45) I II III IV I II III IV I II III IV I II * 2012** 2013*** 8 6 4 2 5.99 6.29 6.81 6.45 6.52 6.49 6.50 6.29 6.36 6.16 5.81 6.11 6.035.81 3.40 2.69 2.04 2.76 3.37 1.70 1.50 2.82 3.18 1.42 2.61 0-2 (1.42) (1.42) (1.45) I II III IV I II III IV I II III IV I II 2010

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH No. 06/08/72/Th. XIV, 5 Agustus 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah yang diukur berdasarkan kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Lubuklinggau, September 2014 WALIKOTA LUBUKLINGGAU H. SN. PRANA PUTRA SOHE

KATA PENGANTAR. Lubuklinggau, September 2014 WALIKOTA LUBUKLINGGAU H. SN. PRANA PUTRA SOHE KATA PENGANTAR Buku Indikator Ekonomi Kota Lubuklinggau ini dirancang khusus bagi para pelajar, mahasiswa, akademisi, birokrat, dan masyarakat luas yang memerlukan data dan informasi dibidang perekonomian

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU

PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU No. 19/05/14/Th.XI, 10 Mei PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU Ekonomi Riau Tanpa Migas y-on-y Triwulan I Tahun sebesar 5,93 persen Ekonomi Riau dengan migas pada triwulan I tahun mengalami kontraksi sebesar 1,19

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya perekonomian nasional yang optimal. Inti dari tujuan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya perekonomian nasional yang optimal. Inti dari tujuan pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1. A 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator kemajuan ekonomi suatu negara. Semakin tinggi pertumbuhan ekonomi maka semakin baik pula perekonomian negara

Lebih terperinci

Keterangan * 2011 ** 2012 ***

Keterangan * 2011 ** 2012 *** Keterangan 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 * 2011 ** 2012 *** Produk Domestik Bruto (%, yoy) 3.64 4.50 4.78 5.03 5.69 5.50 6.35 6.01 4.63 6.22 6.49 6.23 Produk Nasional Bruto (%, yoy)

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA No. 27 / VIII / 16 Mei 2005 PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA PDB INDONESIA TRIWULAN I TAHUN 2005 TUMBUH 2,84 PERSEN PDB Indonesia pada triwulan I tahun 2005 meningkat sebesar 2,84 persen dibandingkan triwulan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO Tahun 27 Perekonomian Indonesia pada Tahun 27 tumbuh 6,32%, mencapai pertumbuhan tertinggi dalam lima tahun terakhir. Dari sisi produksi, semua sektor mengalami ekspansi

Lebih terperinci

IX. ANALISIS SIMULASI KEBIJAKAN

IX. ANALISIS SIMULASI KEBIJAKAN IX. ANALISIS SIMULASI KEBIJAKAN Simulasi kebijakan merupakan salah satu cara yang lazim dilakukan untuk mengambil suatu kebijakan umum (public policy). Dalam penelitian ini, dilakukan berberapa skenario

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN Bab ini akan menjelaskan metode yang digunakan pada penelitian ini dan tahapan-tahapan analisis pada penelitian ini. Diawali dengan penjelasan mengenai sumber data yang akan digunakan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan atas sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan atas sumber daya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan atas sumber daya alam yang melimpah. Kekayaan atas sumber daya air, sumber daya lahan, sumber daya hutan, sumber

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN I TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN I TAHUN 2014 No. 28/05/72/Thn XVII, 05 Mei 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN I TAHUN 2014 Perekonomian Sulawesi Tengah triwulan I-2014 mengalami kontraksi 4,57 persen jika dibandingkan dengan triwulan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN II 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN II 2013 No. 45/08/72/Th. XVI, 02 Agustus 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN II 2013 Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah yang diukur berdasarkan kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) pada

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I-2011

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I-2011 BADAN PUSAT STATISTIK No. 31/05/Th. XIV, 5 Mei 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I-2011 EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I-2011 TUMBUH 6,5 PERSEN Perekonomian Indonesia yang diukur berdasarkan besaran

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 29 III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian adalah data sekunder berupa Tabel Input-Output Indonesia tahun 2008 yang diklasifikasikan menjadi 10 sektor dan

Lebih terperinci

VI. ANALISIS DAMPAK INVESTASI, EKSPOR DAN SIMULASI KEBIJAKAN SEKTOR PERTAMBANGAN

VI. ANALISIS DAMPAK INVESTASI, EKSPOR DAN SIMULASI KEBIJAKAN SEKTOR PERTAMBANGAN VI. ANALISIS DAMPAK INVESTASI, EKSPOR DAN SIMULASI KEBIJAKAN SEKTOR PERTAMBANGAN 6.1. Dampak Kenaikan Investasi Sektor Pertambangan di Bagian ini akan menganalisis dampak dari peningkatan investasi pada

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA TENGAH

BPS PROVINSI JAWA TENGAH BPS PROVINSI JAWA TENGAH No.24/05/33/Th.IV, 10 Mei 2010 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN I TAHUN 2010 PDRB Jawa Tengah pada triwulan I tahun 2010 meningkat sebesar 6,5 persen dibandingkan triwulan

Lebih terperinci

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 /

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 / BAB IV TINJAUAN EKONOMI 2.1 STRUKTUR EKONOMI Produk domestik regional bruto atas dasar berlaku mencerminkan kemampuan sumber daya ekonomi yang dihasilkan oleh suatu daerah. Pada tahun 2013, kabupaten Lamandau

Lebih terperinci

BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN

BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN No. 63/11/73/Th. VIII, 5 November 2014 EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN III TUMBUH SEBESAR 6,06 PERSEN Perekonomian Sulawesi Selatan pada triwulan III tahun 2014 yang diukur

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II-2008

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II-2008 BADAN PUSAT STATISTIK No.43/08/Th. XI, 14 Agustus PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II- Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diukur berdasarkan kenaikan Produk Domestik Bruto (PDB) pada triwulan II-

Lebih terperinci

gula (31) dan industri rokok (34) memiliki tren pangsa output maupun tren permintaan antara yang negatif.

gula (31) dan industri rokok (34) memiliki tren pangsa output maupun tren permintaan antara yang negatif. 5. RANGKUMAN HASIL Dari hasil dan pembahasan dalam penelitian ini, dapat dirangkum beberapa poin penting sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu: 1. Deviasi hasil estimasi total output dengan data aktual

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N. sebagai sarana untuk memperlancar mobilisasi barang dan jasa serta sebagai

BAB I P E N D A H U L U A N. sebagai sarana untuk memperlancar mobilisasi barang dan jasa serta sebagai BAB I P E N D A H U L U A N 1.1 Latar Belakang Investasi infrastruktur transportasi dalam pembangunan ekonomi penting sebagai sarana untuk memperlancar mobilisasi barang dan jasa serta sebagai sarana untuk

Lebih terperinci

GROWTH (%) SHARE (%) JENIS PENGELUARAN 2011** 2012*** Q.1 Q.2 Q.3 Q.4 Q.1 Q.2 Q.3 Q.4 Q.1 Q.2 Q.3 Q.4 Q.1 Q.2 Q.3 Q.

GROWTH (%) SHARE (%) JENIS PENGELUARAN 2011** 2012*** Q.1 Q.2 Q.3 Q.4 Q.1 Q.2 Q.3 Q.4 Q.1 Q.2 Q.3 Q.4 Q.1 Q.2 Q.3 Q. Keterangan 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 * 2011 ** 2012 *** Produk Domestik Bruto (%, yoy) 3.64 4.50 4.78 5.03 5.69 5.50 6.35 6.01 4.63 6.22 6.49 6.23 Produk Nasional Bruto (%, yoy)

Lebih terperinci

INDIKATOR MAKRO EKONOMI KABUPATEN TEGAL

INDIKATOR MAKRO EKONOMI KABUPATEN TEGAL III. EKONOMI MAKRO KABUPATEN TEGAL TAHUN 2013 Pembangunan ekonomi merupakan suatu hal mendasar suatu daerah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi itu sendiri pada dasarnya

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. : 1. Metha Herwulan Ningrum 2. Ir. Wieta B. Komalasari, Msi 3. Sri Wahyuningsih, S.Si 4. Rinawati, SE 5. Yani Supriyati, SE. 2.

DAFTAR ISI. : 1. Metha Herwulan Ningrum 2. Ir. Wieta B. Komalasari, Msi 3. Sri Wahyuningsih, S.Si 4. Rinawati, SE 5. Yani Supriyati, SE. 2. DAFTAR ISI Halaman Penjelasan Umum...1 Perkembangan PDB Indonesia dan PDB Sektor Pertanian, Triwulan IV Tahun 2013 2014...5 Kontribusi Setiap Lapangan Usaha Terhadap PDB Indonesia, Triwulan IV Tahun 2013

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH No. 06/05/72/Thn XIV, 25 Mei 2011 PEREKONOMIAN SULAWESI TENGAH TRIWULAN I TAHUN 2011 MENGALAMI KONTRAKSI/TUMBUH MINUS 3,71 PERSEN Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN I TAHUN 2012

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN I TAHUN 2012 No. 27/05/72/Thn XV, 7 Mei 2012 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN I TAHUN 2012 Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah yang diukur dengan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 Nomor Katalog : 9302001.9416 Ukuran Buku : 14,80 cm x 21,00 cm Jumlah Halaman

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH BPS PROVINSI JAWA TENGAH No. 06 /11/33/Th.I, 15 Nopember 2007 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH PDRB JAWA TENGAH TRIWULAN III TH 2007 TUMBUH 0,7 PERSEN Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jawa Tengah pada

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH No.12/02/33/Th.VII, 5 Februari 2013 PERTUMBUHAN PDRB JAWA TENGAH TAHUN 2012 MENCAPAI 6,3 PERSEN Besaran PDRB Jawa Tengah pada tahun 2012 atas dasar harga berlaku mencapai

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK

BADAN PUSAT STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK No. 50/08/Th.XII, 10 Agustus 2009 PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II-2009 Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diukur berdasarkan kenaikan Produk Domestik Bruto (PDB) pada triwulan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO Tahun 28 Perekonomian Indonesia tahun 28 tumbuh 6,6%(yoy), mengalami perlambatan dibandingkan pertumbuhan tahun 27 (6,28%). Dari sisi produksi, pertumbuhan ekonomi didorong

Lebih terperinci

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA Ekonomi rakyat merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia dan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2008

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2008 No. 19/05/31/Th. X, 15 Mei 2008 PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2008 Perekonomian DKI Jakarta pada triwulan I tahun 2008 yang diukur berdasarkan PDRB atas dasar harga konstan 2000 menunjukkan

Lebih terperinci

Analisis Perkembangan Industri

Analisis Perkembangan Industri FEBRUARI 2017 Analisis Perkembangan Industri Pusat Data dan Informasi Februari 2017 Pendahuluan Pada tahun 2016 pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat sebesar 5,02%, lebih tinggi dari pertumbuhan tahun

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA TENGAH

BPS PROVINSI JAWA TENGAH BPS PROVINSI JAWA TENGAH No. 06/05/33/Th.III, 15 Mei 2009 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN I TAHUN 2009 PDRB JAWA TENGAH TRIWULAN I TH 2009 TUMBUH 5,5 PERSEN PDRB Jawa Tengah pada triwulan I tahun

Lebih terperinci

PERANAN PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN TATIEK KOERNIAWATI ANDAJANI, SP.MP.

PERANAN PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN TATIEK KOERNIAWATI ANDAJANI, SP.MP. PERANAN PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN TATIEK KOERNIAWATI ANDAJANI, SP.MP. TM2 MATERI PEMBELAJARAN PENDAHULUAN PERAN PERTANIAN SEBAGAI PRODUSEN BAHAN PANGAN DAN SERAT PERAN PERTANIAN SEBAGAI PRODUSEN BAHAN

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI BANTEN TRIWULAN II-2014

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI BANTEN TRIWULAN II-2014 No. 40/08/36/Th.VIII, 5 Agustus 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI BANTEN TRIWULAN II-2014 PDRB Banten triwulan II tahun 2014, secara quarter to quarter (q to q) mengalami pertumbuhan sebesar 2,17 persen,

Lebih terperinci

ESI TENGAH. sedangkan PDRB triliun. konstruksi minus. dan. relatif kecil yaitu. konsumsi rumah modal tetap. minus 5,62 persen.

ESI TENGAH. sedangkan PDRB triliun. konstruksi minus. dan. relatif kecil yaitu. konsumsi rumah modal tetap. minus 5,62 persen. No. N 28/05/72/Th. XVI, 6 Mei 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAW ESI TENGAH TRIWULAN I TAHUN 2013 Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah yang diukur dengan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN I- 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN I- 2013 No. 027/05/63/Th XVII, 6 Mei 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN I- 2013 Perekonomian Kalimantan Selatan triwulan 1-2013 dibandingkan triwulan 1- (yoy) tumbuh sebesar 5,56 persen, dengan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PDRB TRIWULAN II-2009 KALIMANTAN SELATAN

PERKEMBANGAN PDRB TRIWULAN II-2009 KALIMANTAN SELATAN No. 026/08/63/Th.XII, 10 Agustus 2009 PERKEMBANGAN PDRB TRIWULAN II-2009 KALIMANTAN SELATAN Pertumbuhan ekonomi triwulan II-2009 terhadap triwulan I-2009 (q to q) mencapai angka 16,68 persen. Pertumbuhan

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR

BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 31/05/35/Th. X, 7 Mei 2012 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN I-2012 Ekonomi Jawa Timur Triwulan I Tahun 2012 (c-to-c) mencapai 7,19 persen Ekonomi

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH BPS PROVINSI JAWA TENGAH No. 05/08/33/Th.III, 10 Agustus 2009 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH PDRB JAWA TENGAH TRIWULAN II TH 2009 TUMBUH 1,8 PERSEN Perekonomian Jawa Tengah yang diukur berdasarkan besaran

Lebih terperinci

Analisis Perkembangan Industri

Analisis Perkembangan Industri MARET 2017 Analisis Perkembangan Industri Pusat Data dan Informasi Maret 2017 Pertumbuhan Ekonomi Nasional Pertumbuhan ekonomi nasional, yang diukur berdasarkan PDB harga konstan 2010, pada triwulan IV

Lebih terperinci

PERAN SEKTOR AGROINDUSTRI DALAM PEREKONOMIAN NASIONAL DAN PENDAPATAN RUMAH TANGGA PERTANIAN. Sri Hery Susilowati 1

PERAN SEKTOR AGROINDUSTRI DALAM PEREKONOMIAN NASIONAL DAN PENDAPATAN RUMAH TANGGA PERTANIAN. Sri Hery Susilowati 1 PERAN SEKTOR AGROINDUSTRI DALAM PEREKONOMIAN NASIONAL DAN PENDAPATAN RUMAH TANGGA PERTANIAN Sri Hery Susilowati 1 ABSTRAK Penelitian bertujuan untuk menganalisis peran sektor agroindustri dalam perekonomian

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2013 No. 046/08/63/Th XVII, 2 Agustus 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2013 Ekonomi Kalimantan Selatan pada triwulan II-2013 tumbuh sebesar 13,92% (q to q) dan apabila dibandingkan dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya pembangunan ekonomi jangka panjang yang terencana dan dilaksanakan secara bertahap. Pembangunan adalah suatu

Lebih terperinci