RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 81/PUU-IX/2011

Transkripsi

1 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 81/PUU-IX/2011 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMILIHAN UMUM [PASAL 11 HURUF I, PASAL 85 HURUF I, PASAL 109 AYAT (4) HURUF C, HURUF D, HURUF E, AYAT (5), DAN AYAT (11)] TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 ACARA PEMERIKSAAN PENDAHULUAN (I) J A K A R T A RABU, 7 DESEMBER 2011

2 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 81/PUU-IX/2011 PERIHAL Pengujian Undang Undang Nomor 15 Tahun 2011 Tentang Penyelenggaraan Pemilihan Umum [Pasal 11 huruf i, Pasal 85 huruf i, Pasal 109 ayat (4) huruf c, huruf d, huruf e, ayat (5), dan ayat (11)] terhadap Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 PEMOHON Indonesia Parliamentary Centre (IPC) ACARA Pemeriksaan Pendahuluan (I) Rabu, 7 Desember 2011, Pukul WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat SUSUNAN PERSIDANGAN 1. M. Akil Mochtar (Ketua) 2. Hamdan Zoelva (Anggota) 3. Maria Farida Indrati (Anggota) Eddy Purwanto Panitera Pengganti 1

3 Pihak yang Hadir: A. Pemohon: 1) Hadar Gumay 2) Yudha Irlang 3) Erik Kurniawan 4) Lia Wulandari 5) Titik Anggraini 6) Wahyu Dinata 7) Pipit Apriani B. Kuasa Hukum Pemohon: 1) Veri Junaidi 2

4 SIDANG DIBUKA PUKUL 09:22 WIB 1. KETUA: M. AKIL MOCHTAR Sidang dalam Perkara Nomor 81/PUU-IX/2011 Pengujian Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 saya nyatakan dibuka dan terbuka untuk umum. KETUK PALU 3X Saudara Pemohon, hari ini adalah pemeriksaan pertama dalam Perkara Nomor 81 untuk tingkat Panel. Untuk itu, sebagaimana biasa saya persilakan untuk memperkenalkan dirinya terlebih dahulu, siapa yang hadir dan dihadirkan pada hari ini? Silakan. 2. KUASA HUKUM PEMOHON: VERI JUNAIDI Terima kasih, Yang Mulia. Assalamualaikum wr. wb. Saya Veri Junaidi sebagai Kuasa Hukum dalam permohonan Nomor 81, hadir juga dalam persidangan ini Pemohon, ada sebelah kanan saya Bapak Hadar Gumay, Ibu Yudha Irlang, di sebelah kiri ada Erik Kurniawan, di belakang ada Lia Wulandari, Titik Anggraini dari Perkumpulan Pemuda dan Demokrasi, ada Wahyu Dinata, dan ada Pipit Apriani sebagai Pemohon. Terima kasih, Yang Mulia. 3. KETUA: M. AKIL MOCHTAR Baiklah. Saudara Veri Junaidi, Saudara Advokat ya? 4. KUASA HUKUM PEMOHON: VERI JUNAIDI Bukan, Yang Mulia. 5. KETUA: M. AKIL MOCHTAR Bukan, tapi penerima kuasa ya? 6. KUASA HUKUM PEMOHON: VERI JUNAIDI Ya, Yang Mulia. 7. KETUA: M. AKIL MOCHTAR Baiklah. Maheswara tidak hadir? 3

5 8. KUASA HUKUM PEMOHON: VERI JUNAIDI Tidak hadir, Yang Mulia. 9. KETUA: M. AKIL MOCHTAR Wahyudi Jafar? 10. KUASA HUKUM PEMOHON: VERI JUNAIDI Tidak hadir. 11. KETUA: M. AKIL MOCHTAR Alvon Kurnia Palma? 12. KUASA HUKUM PEMOHON: VERI JUNAIDI Tidak hadir juga di persidangan hari ini. 13. KETUA: M. AKIL MOCHTAR Terima kuasa tapi enggak hadir di sidang, bagaimana? Kan ada kewajiban untuk penerima kuasa itu. Artinya walaupun prinsipalnya hadir, tapi kan penerima kuasa itu konsekuensi dari surat kuasa itu harus Saudara penuhi dan kewajiban menurut hukum ya? Jadi tolong diberitahu bahwa kewajiban mereka itu hadir. Yang kedua, kalau dia advokat, ya dia berpakaian advokat, melampirkan izinnya supaya kalau ada sesuatu hal yang berkaitan dengan pelaksanaan tugasnya itu, Mahkamah kan lebih gampang untuk melakukan pemantauan dan lain sebagainya. Baiklah. Hari ini permohonan sudah kita terima dan sudah kita baca. Untuk itu, saya persilakan kepada Pemohon atau siapa yang ditunjuk untuk memberikan penjelasan terhadap pokok-pokok permohonan Saudara ya. Bagaimana posisi para Pemohon ini, kemudian kedudukannya masing-masing, lalu apa makna dari pengujian ini, kenapa harus diuji pasal ini, kan begitu? Dalam uraianuraian yang singkat, walaupun lengkap sudah sudah tertulis di dalam permohonan yang Saudara buat. Tetapi kalau namanya penjelasan, itu kan lebih kepada kenapa secara filosofis maupun sosiologis harus di diuji Pasal 11 huruf i dan Pasal 85 huruf i, sepanjang frasa mengundurkan diri dari partai politik atau pada saat mendaftar sebagai calon. Nah, ini silakan Saudara berikan penjelasan. Cepat, singkat, dan tepat, kan gitu? Baik, terima kasih, silakan. 4

6 14. KUASA HUKUM PEMOHON: VERI JUNAIDI Terima kasih, Yang Mulia. Kami dalam permohonan Nomor 81 memohonkan pengujian terhadap Pasal 11 huruf i, sepanjang frasa mengundurkan diri dari keanggotaan partai politik dan frasa pada saat mendaftarkan sebagai calon. Pasal 85 huruf i, sepanjang frasa mengundurkan diri dari keanggotaan partai politik pada saat mendaftarkan sebagai mendaftarkan sebagai calon. Pasal 109 ayat (4) huruf c, huruf d, dan huruf e, sepanjang frasa empat orang tokoh masyarakat dalam hal jumlah utusan partai politik yang ada di DPR berjumlah ganjil atau dan frasa dalam hal jumlah utusan partai politik yang ada di DPR berjumlah genap. Ayat (5) dan ayat (11) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Bahwa dalam permohonan ini terdapat 23 Pemohon badan hukum atau lembaga yang secara kelembagaan, yakni lembaga yang memilih concern terhadap isu kepemiluan dan demokrasi dan 113 perseorangan, perseorangan warga Negara Indonesia yang memiliki hak pilih. Adapun legal standing Pemohon I sampai Pemohon XXIII adalah lembaga yang concern terhadap isu-isu kepemiluan dan demokrasi yang memiliki kepedulian dalam mewujudkan pemilu yang demokratis melalui berbagai kajian dan advokasi, sehingga pengajuan permohonan pengujian terhadap pasal a quo dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun tentang Penyelenggara Pemilu terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 harus dipandang sebagai perwujudan upaya membangun demokrasi melalui penegakan nilai-nilai konstitusional. Pemohon XXIV sampai Pemohon CXIII adalah perorangan warga Pemohon XXIV sampai Pemohon CXXXVI adalah perorangan warga Negara Indonesia yang memiiki hak pilih dalam pemilihan umum serta perseorangan yang memiliki aktifitas terkait kepemiluan yang mesti dijamin hak konstitusionalnya untuk difasilitasi secara adil dalam penyelenggara oleh penyelenggara pemilu yang mandiri. Adapun kerugian konstitusional. Yang pertama, Pemohon secara kelembagaan, yang pertama berkurangnya kualitas hasil pemilu yang jujur dan adil. Akibat penyelenggara pemilihan yang tidak independent dan mandiri, akan melemahkan perjuangan untuk mendorong pemilih yang demokratis melalui penyelenggara yang mandiri. Lahirnya sejumlah pasal, ayat, dan frasa Undang-Undang a quo telah sangat mengganggu dan menghambat aktifitas Pemohon sebagai subjek hukum yang concern terhadap dalam isu pemilu dan demokrasi di Indonesia yang berhak untuk berperan secara kelembagaan, guna memastikan terselenggaranya pemilu jujur dan adil oleh lembaga independent dan mandiri. Bahwa bentuk-bentuk kerugian konstitusional yang dialami atau potensial dialami oleh para Pemohon antara lain: 5

7 Tidak terfasilitasi pemenuhan hak pilih pemilih untuk mendapatkan pemilu yang jujur dan adil oleh lembaga independent dan mandiri. Tidak terpenuhinya kebutuhan pemilu untuk mendapatkan proses pemilu yang jujur dan adil oleh lembaga yang independent dan mandiri. Adapun alasan permohon permohonan pasal a quo bertentangan dengan Pasal 22E ayat (5) Perubahan Ketiga Undan- Undang Dasar Negara Re Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa pemilu diselenggarakan oleh sebuah komisi pemilihan umum yang bersifat nasional tetap dan mandiri. Makna mandiri dalam Pasal 22E ayat (5) Undang-Undang Dasar 1945 dapat dimaknai bukan dari partai politik. Pemaknaan demikian terlihat, baik dalam perdebatan penyusunan konstitusi, penafsiran teleologis, penafsiran historis atau sejarah hukum, prinsip-prinsip internasional penyelenggara pemilu, dan kecenderungan internasional tentang penyelenggara pemilu. Dari original intent atau perdebatan penyusunan undang-undang, sejak awal perdebatan konstitusi mengarahkan agar penyelenggara pemilu bersifat mandiri, nonpartisan, dan tidak berasal dari partai politik. Salah satu perdebatan yang muncul terlihat dari pandangan fraksi PDIP di DPR yang menyebutkan, Pemilu harus diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang independent dan anggotanya bukan anggota aktif partai politik peserta pemilu. Dari penafsiran teleologis yaitu tujuan dari pembentukan frasa dimaksud. Bahwa fungsi dan tujuan atau maksid maksud dari frasa mandiri adalah untuk melindungi independency atau impartial-itas penyelenggara pemilu dari konflik kepentingan yang timbul di kemudian hari oleh partai politik atau peserta pemilu dan lahir untuk menjaga agar di kemudian hari tidak muncul konflik kepentingan dalam diri penyelenggara pemilu antara memposisikan sebagai peserta pemilu dan penyelenggara sebagaimana pengalaman pemilu Dilihat dari penafsiran historis, maka klausul syarat bukan orang partai mengemuka dalam pembahasan Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar 1945, khususnya terkait dengan kelembagaan penyelenggara pemilu. Mengemukanya ketentuan syarat bukan orang partai dilatarbelakangi oleh sejarah penyelenggara pemilu 1999 yang hampir gagal karena sikap parsialitas penyelenggara pemilu dari perwakilan partai politik. Agenda terselubung pembentukan Undang-Undang Penyelenggara Pemilu. Bahwa kami menganggap ada agenda yang terselubung dalam penyusunan undang-undang ini. Dimuatnya frasa mengundurkan diri dari keanggotaan partai politik yakni pada saat mendaftarkan diri merupakan penyesatan dari pembentuk undangundang terhadap ketentuan Pasal 22E ayat (5) Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar 1945 yang menegaskan sifat kemandirian KPU. Pembentuk Undang-Undang yang didominasi oleh partai politik yang terwakili di DPR menyadari betul bahwa Pasal 22E ayat (5) Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar 1945 melarang anggota partai politk 6

8 menjadi penyelenggara pemilu. Itulah sebabnya para pembentuk undang-undang kemudian membuat klausul mengundurkan diri dari keanggotaan partai politik tanpa perlu adanya jeda waktu antara mengundurkan diri dari partai politik dan mendaftarkan diri sebagai anggota KPU, KPUD, atau Bawaslu dan Panwaslu. Pembentuk undangundang ingin mengesahkan bahwa syarat formal tidak menjadi anggota partai politik sudah terpenuhi dengan klausul tersebut. Penyiasatan tersebut jelas bertentangan dengan asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Udangan yang tidak lain merupakan pengejawatahan dari Pasal 22A Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar 1945 bahwa ketentuan lebih lanjut tentang tata cara pembentukan undang-undang diatur dengan undang-undang. Dalam permohonan hari ini kami mengajukan permohonan provisi bahwa Pasal 129 ayat (4) Ketentuan Peralihan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang penyelenggara pemilu menyebutkan bahwa tim seleksi anggota KPU dan Bawaslu harus sudah dibentuk paling lambat dua bulan setelah Undang-Undang ini diundangkan. Dengan demikian, mengingat Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 diundangkan pada tanggal 16 Oktober 2011, maka paling lambat tanggal 16 Desember 2011 panitia seleksi sudah harus terbentuk. Dengan demikian, pada tanggal tersebut panitia seleksi harus sudah melaksanakan tahapan seleksi. Bahwa agar tidak terjadi penerapan hukum yang didasarkan pada tafsir inkonstitusional tentang syarat keanggotaan KPU dan Bawaslu dalam proses seleksi, maka Pemohon meminta Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi untuk menerbitkan putusan sela yang menyatakan terlebih dahulu bahwa tim seleksi anggota KPU dan Bawaslu untuk menangguhkan pelaksanaan tahapan seleksi hingga MK menerbitkan putusan akhir dalam perka perkara a quo. Adapun pe. petitum dalam provisi. Yang pertama, menerima permohonan provisi Pemohon. Yang kedua, memerintahkan tim seleksi anggota KPU dan Bawaslu yang akan dibentuk oleh presiden berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 untuk menangguhkan pelaksanaan tahapan seleksi hingga MK menerbitkan putusan akhir dalam perkara a quo. Petitum: a. Menerima dan mengabulkan seluruh permohonan pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang diajukan para Pemohon. b. Menyatakan Pasal 11 huruf i dan Pasal 85 huruf i sepanjang frasa mengundurkan diri dari keanggotaan partai politik dan frasa pada saat mendaftarkan sebagai calon Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai sebagai berikut atau inkonstitusional bersyarat. Tidak pernah menjadi anggota partai politik yang dinyatakan dalam surat pernyataan yang sah atau 7

9 sekurang-kurangnya dalam jangka waktu 5 tahun, tidak lagi menjadi anggota partai politik yang dibuktikan dengan surat keterangan dari pengurus partai politik yang bersangkutan. c. Menyatakan Pasal 109 ayat (4) huruf c, huruf d, dan huruf e, sepanjang anak kalimat empat orang tokoh masyarakat dalam hal jumlah utusan partai politik yang ada di DPR berjumlah ganjil atau dan frasa dalam hal jumlah utusan partai politik yang ada di DPR berjumlah genap, ayat (5) dan ayat (11) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu bertentangan dengan Pasal 22I ayat (5) Undang-Undang Dasar Oleh karenanya, tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. d. Memerintahkan DPR, pemerintah dan/atau tim seleksi KPU dan Bawaslu yang akan dibentuk oleh pemerintah untuk melaksanakan tafsir Pasal 11 huruf i dan Pasal 18 huruf i, sepanjang frasa mengundurkan diri dari keanggotaan partai politik pada saat mendaftarkan sebagai calon sebagaimana ditentukan oleh Mahkamah Konstitusi yaitu tidak pernah menjadi anggota partai politik yang dinyatakan dalam surat pernyataan yang sah atau sekurang-kurangnya dalam jangka waktu 5 tahun tidak lagi menjadi anggota partai politik yang dibuktikan dengan surat keterangan dari pengurus partai politik yang bersangkutan. Apabila Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya, ex aequo et bono. Selanjutnya, dari Pemohon Prinsipal akan menambahkan, Yang Mulia. 15. KETUA: M. AKIL MOCHTAR Ya, silakan, singkat. 16. PEMOHON: HADAR GUMAY Terima kasih. Assalamualaikum wr. wb. Majelis Panel Hakim Mahkamah Konstitusi Yang Mulia, terima kasih atas kesempatannya, saya hanya ingin menambahkan beberapa hal. Yang pertama, kami yakini bahwa penyelenggaraan pemilu yang baik dalam artian bisa menyelenggarakan pemilu yang prosesnya credible yang bisa mendapat legitimasi, itu harus memenuhi sejumlah prinsipal. Yang pertama adalah kemandirian atau independensi, kemudian imparsialitas atau sifat-sifat nonpartisan. Yang ketiga, adanya integritas, kemudian transparan, selanjutnya adalah efisiensi dan efektivitas, kemudian service mindedness, artinya melayani kepada pihak-pihak yang terkait dan masyarakat, kemudian yang terakhir profesionalitas. Nah, dengan prinsip-prinsip ini kami yakini bahwa penyelenggaraan pemilu itu bisa berjalan dengan nilai yang berintegritas. Nah, oleh karena itu, kita bisa memahami di dalam perkembangannya di dunia bahwa penyelenggara-penyelenggara pemilu itu ada tiga pola dan arahnya memang lebih banyak kepada 8

10 penyelenggara pemilu yang diisi oleh orang-orang yang ahli, yang expert dan bukan berasal dari partai politik. Jadi, ini satu model dari penyelenggaraan pemilu yang kurang lebih ada di 44,5% negara di dunia, kemudian memang ada yang model perwakilan partai politik, model partisan yang ada di 18 negara atau 8,9%, dan yang ketiga model gabungannya yaitu ada di 37 negara. Nah, kami meyakini kalau penyelenggara pemilu kita yaitu calon-calon yang sekarang dibolehkan berasal dari partai politik, sekalipun harus mengundurkan diri pada saat pendaftaran baik itu untuk KPU, Bawaslu, dan bahkan perwakilan langsung di dalam dewan kehormatan penyelenggara pemilu, ini akan menyulitkan sekali mereka khususnya di dalam mengambil konsensus dan keputusan sehi... terutama yang terkait dengan kepentingan-kepentingan meraka yaitu tentu mereka-mereka yang ikut langsung di dalam pemilunya. Nah, kita sudah melihat sebetulnya bentuk atau pengalaman yang sangat nyata di tahun 1999, di mana penyelenggara pemilu kita model campuran yang didominasi oleh perwakilan-perwakilan partai politik dan pada saat itu sebetulnya kita... apa... hampir gagal menyelenggarakan pemilu karena banyak dari mereka yang menolak untuk menandatangani hasilnya. Dan menyadari hal ini, kemudian kita mengubah kan, Undang- Undang Pemilu pada saat itu, sehingga penyelenggara pemilu harus diganti padahal masa jabatannya belum berakhir melalui Undang- Undang Nomor 4 Tahun 2000 dan ini pun di... apa... dipahami oleh kita semua, sehingga kita melakukan... dalam melakukan amendemen konstitusi, kita memasukkan pasal tentang penyelenggara pemilu yang nasional, tetap, dan mandiri. Dan karena mandiri di situlah sebetulnya dimaksudkan bahwa penyelenggara pemilu haruslah mereka-mereka yang bukan berasal dari partai politik yang nantinya dalam menyelenggarakan pemilu bisa bersifat... bersikap netral dan nonpartisan. Nah, Majelis Hakim Yang Mulia, saya kira itulah sekadar tambahan yang kami ingin sampaikan kami sangat berharap betul bahwa permohonan kami ini dapat dikabulkan, sehingga ke depan betul-betul kita bisa mempunyai penyelenggara pemilu yang tidak hanya apa ahli, tetapi juga jauh dari sikap-sikap yang nonpartisan dan bisa bertindak secara independent. Saya kira itulah tambahan dari kami. Terima kasih. Wassalamualaikum wr. wb. 17. KETUA: M. AKIL MOCHTAR Baiklah, untuk me apa namanya setelah mendengar penjelasan setelah membaca dan mendengar penjelasan dari para Pemohon, saya persilakan kepada Anggota Panel untuk memberikan tanggapan, dimulai dari Prof. Maria, kalau ada, silakan. 9

11 18. HAKIM ANGGOTA: MARIA FARIDA INDRATI Saya tidak begitu banyak yang kan ini merupakan perbaikan yang lalu ya? Yang saya lihat oh, ya ya hanya ini apa di dalam petitumnya itu yang kemudian Anda minta untuk menyatakan inkonstitusional dengan rumusan yang seperti ini. Ini yang perlu ditanyakan kembali. Saya agak kalau rumusan ini nanti dirumuskan, berarti kita membuat sebaig seperti legislator, ya kan? Jadi yang bisanya sekarang di dalam Undang-Undang MK yang baru, itu diharapkan atau di ya di diminta supaya Mahkamah Konstitusi itu tidak membuat aturan-aturan baru. Kalau ini permohonan Anda dalam petitum ini dirumuskan, walaupun dengan inkonstitusionalitas atau inkonstitusional bersyarat, maka rumusan ini sama saja kita akan (suara tidak terdengar jelas), tapi nanti kita lihat lebih dahulu. Saya rasa dari permohonan ini, sudah tidak bermasalah secara sistematika tidak dan juga sudah mulai sudah diperbaiki. Kalau kemarin kan lebih seperti kayak proposal tesis ya semua ya. Jadi apa yang diminta itu tidak terlihat, sekarang sudah mulai terlihat. Ya saya rasa tidak ada permasalahan dari saya, Pak Akil. 19. KETUA: M. AKIL MOCHTAR Baik, terima kasih, Ibu Maria. Berikutnya Dr. Hamdan Zoelva Profesor juga, maaf, maaf. 20. HAKIM ANGGOTA: HAMDAN ZOELVA Saya mau coba lihat di apa namanya di amarnya saja di petitum. Secara umum permohonan sudah baik, petitumnya di apa di poin B itu. Ndak memang salah satu poin ini, poin yang kedua bisanya untuk petitum, jadi ini tidak lazim. Pertama harusnya dinyatakan dulu bertentangan dengan Undang-Undang Dasar, kemudian yang bertentangan itu dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Ya itu standar ya. Jadi ya harus dipisah, ya. Nah, ini tidak ada yang bertentangannya, langsung tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Dan di mana sumbernya, harus dinyatakan dulu tidak bertentangan, sehingga tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, gitu ya. Ini logika, logika yang menyambung, gitu. Itu di poin B. Di poin C, ini hanya dinyatakan bertentangan dengan Pasal 22I. Ketidakmiliki kekuatan hukum mengikat, ini enggak masalah, walaupun digabung. Artinya logika menyambung. Bertentangan dulu, baru kemudian tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Di poin D, poin D ini tafsir. Jadi juga ndak begini harusnya, jadi sama dengan di atas. Jadi bertentangan harus ada unsur bertentangan dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Itu sudah ada putusan itu sudah standar ya. Saya kira biasa praktik di sini, jadi biasanya, Bertentangan dengan Undang-Undang Dasar sepanjang 10

12 tidak dimaknai, misalnya begitu. Dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai bla bla bla gitu misalnya. Jadi standarlah, jadi banyak ini perkara-perkara di sini sudah standar, gitu. Tafsir Mahkamah itu disepanjang dimaknai itu. Jadi enggak perlu ditegaskan, harus tafsirnya begini, ndak begitu. Standar bunyi putusannya. Saya kira itu, jadi sempurnakan saja apa namanya di bagian petitumnya. Kalau bagian yang lain-lain, sudah cukup baik, terima kasih. 21. KETUA: M. AKIL MOCHTAR Baik, beberapa catatan yang perlu Saudara catat. Dari saya petitumnya memang harus diperbaiki, sebenarnya di huruf d itu memerintahkan DPR dan segala macam itu kan enggak ada itu ya? Artinya, kalau misalnya Saudara sudah menyatakan bahwa pasal itu bertentangan atau katakanlah tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak ditafsirkan itu, ya kan? Atau katakanlah apa namanya pasal itu bertentangan dengan Undang-Undang Dasar, sepanjang tidak dibaca atau tidak dimaknai, dia sudah final and binding, kan begitu? Tentu semua lembaga negara atau siapa pun, bukan hanya lembaga negara, semuanya itu taat kepada putusan itu. Oleh sebab itu, harus diumumkan dalam lembaran negara. Ini juga enggak minta Saudara di sini, betul kan? Ya, he eh, itu ditambah dong karena oleh sebab itu, putusan MK itu diumumkan dalam lembaran negara. Jadi eh maaf, Berita Negara, sorry. Jadi dia karena ini kan berkaitan dengan undang-undang, maka berubahlah bunyi undang-undang pasal itu, kan gitu? Maka tidak berlakulah undang-undang itu karena dia bertentangan dengan Undang-Undang Dasar, sehingga tidak punya kekuatan hukum mengikat. Itu kan pasti dulu, bertentangan dulu, tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Bertentangan sepanjang tidak dimaknai ini, ya kan? Konstitusional sepanjang dimaknai ini, kan begitu? Nah, itu soal redaksi silakanlah Saudara, banyak putusan-putusan yang berkaitan dengan konstitusional bersyarat itu, itu ya? Tapi kalau memerintahkan Pemerintah, DPR, untuk KPU, Bawaslu, itu kan seakan-akan sudah menjadi perkara norma konkret, gitu lho, padahal tidak ya. Nah, soal permohonan halaman 29, Saudara lihat dulu ya. Saudara kan meng-quote di sini, makna kata mandiri. Perdebatan ya, halaman 29, poin ke-31 itu. Bahwa sejak awal perdebatan Konstitusi mengarah agar penyelenggara pemilu bersifat mandiri, nonpartisan perdebatan terlihat dari pandangan Fraksi PDI- P di DPR. Itu betul di DPR, apa MPR? Karena Saudara mengutip dari Latar Belakang, Proses, dan Hasil Pembahasan , Buku V Pemilihan Umum Sekjen dan Pengadilan MK Setahu saya, ini perdebatan di Konstitusi kan? Kalau perdebatan di perubahan Konstitusi, itu Fraksi MPR. Walaupun kecil, tapi ini penting juga kan 11

13 karena kita bikin orang bilang, Memangnya DPR yang merubah Undang-Undang Dasar? Kan jadi berdebat-debat lagi kita. Itu perbaiki. Tapi Saudara lihat karena ini mengutip, apa betul DPR, apa memang MPR, gitu lho. Kalau memang betul di kutipan itu DPR, berarti memang DPR. Tapi setahu saya, itu perubahan Undang-Undang Dasar kan di MPR. Yang kedua, catatan dari saya, uraian bagus, struktur sudah okelah ya, cuma hubungan sebab-akibatnya masih belum kelihatan. Artinya begini, yang kurang kelihatan dari penjelasan Saudara pertama kerugian, gitu lho. dari para Pemohon ini. Atau kalau memang pasal itu ditafsirkan seperti itu, sehingga hilanglah apa yang menjadi potensi kerugian dari Saudara, itu kurang mendapat penjelasan menurut saya. Kan kan di sini kan ada warga negara, ada organisasi yang concern di bidang pemilu, ya toh? Semuanya punya tujuan, kenapa Saudara minta pasal ini dibatalkan? Karena dia berpotensi, atau memang potensi, atau memang merugikan hak-hak konstitusional Saudara sebagai Pemohon. Nah, dengan dikabulkannya permohonan ini, maka kerugian atau potensi kerugian itu menjadi tidak ada dan itu kan harus ada dalam penjelasan. Karena Saudara me me me memberi makna semua, baik mandiri, tentang ini, tentang itu. Oke, itu sudah sepanjang itu, tapi masih kurang terlihat menurut saya yang berkaitan dengan kerugian para Pemohon. Itu sedikit perlu dijelaskan juga. Kenapa sih kalau kalau penyelanggara pemilu itu ada partai politik, Saudara-Saudara rugi? Ma eh, bukan partai politik, orang yang apa namanya mengundurkan diri partai politik itu menjadi penyelenggara pemilu, Saudara rugi, kan kira-kira seperti itu. Kenapa rugi? Nah, kalau Saudara mengaitkan dengan asas mandiri itu, maka menurut saya yang perlu dijelaskan bahwa KPU sebagai penyelenggara Komisi Pemilihan Umum sebagai penyelenggara pemilu dan partai politik sebagai peserta pemilu. Hubungan kasualitas itu mesti ada, ya kan? Artinya itu yang saya katakan. Kalau misalnya mengundurkan diri dari partai politik, terus jadi Hakim MK, tidak secara langsung berkepentingan. Apa? Tapi dalam konteks penyelanggara yang Anda sudah gambarkan, Pasal 22E ayat (1) itu dikaitkan dengan kata mandiri, secara langsung bisa dibuktikan. Kenapa? Karena penyelenggara pemilu-peserta pemilu itu kan akan selalu berkolerasi. Di situlah nilai independency-nya bisa diragukan oleh Saudara. Sehingga kalau terjadi hal yang demikian, menurut saya itu merugikan kepentingan hak-hak konstitusional warga negara. Kan kira-kira seperti itulah. Itu mungkin sedikit perlu dijelaskan. Yang lain sudah, sudah okelah, tapi itu sedikit, menurut saya belum ada. Nah, yang kedua soal permintaan putusan profesi provisi. Profesi lain lagi, provisi. Memang Mahkamah sudah pernah ada yurisprudensi mengeluarkan Putusan Provisi itu, tapi memang juga harus dilihat kondisi-kondisi yang memang harus kita pertimbangkan. Oleh sebab itu, ini nanti kita laporkan dululah ke Pleno. Saya mengerti 12

14 juga, tapi Putusan Provisi itu kan tidak mungkin Mahkamah itu memerintahkan tim seleksi, enggak mungkin. Entar orang bilang ada seperti Tuhan juga Mahkamah ini, semuanya kan dia tapi sepanjang menangguhkan, misalnya norma atau pasal itu, ya, mungkin masih masuk akal. Kalau ditangguhkan berlakunya ketetapan apa bisa enggak saya masih lupa-lupa ingat untuk KPK dulu itu. Sepanjang misalnya ditangguhkan, artinya kan tidak menunggu sampai ada putusan. Artinya yang berkaitan dengan syarat itu kan menjadi menjadi harus dipatuhi juga oleh penyelenggara panitia kan? Otomatis juga menunda pekerjaan mereka. Tapi kalau secara langsung menunda, itu enggak mungkin menurut saya, enggak mungkin. Dan kita mencampuri urusan orang, gitu. Tapi, kalau menunda berlakunya norma itu, ya kan apa itu sepanja karena yang Saudara minta Putusan Provisi itu kan harus jelas juga. Kalau yang satu kan mengenai dewan kehormatannya kan? Tidak berkaitan dengan itu kan? Ke panitia penerima kan? Yang yang yang berkaitan dengan panitia penerimaan itu kan yang mengundurkan diri itu, gitu lho. Artinya makanya ada perbedaan. Kalau di sini kan Saudara minta tim seleksi anggota KPU Bawaslu akan dibentuk oleh presiden berdasarkan Undang-Undang untuk menanguhkan pelaksanaan tahapan seleksi, sehingga MK menerbitkan putusan akhir dalam perkara. Jadi, yang diminta itu ditangguhkan berlakunya norma sampai ada putusan akhir sepanjang menyangkut norma yang berkaitan dengan syarat calon, kan gitu. Otomatis kan itu tertunda juga mereka, kan gitu. Ya lebih haluslah, ya kan? Nah, lebih cepat lebih baik, bukan menyambung setelah orang lain, biar bergantung Saudara, kan karena ini ada urgensinya, ya, ada tenggang waktu 14 hari. Tidak harus 14 hari, besok Saudara perbaikan, mungkin lusa kita bisa sidang Panel kedua, istilahnya kan begitu. Karena ini akhir tahun, Anda juga mau liburan, apalagi saya, kan gitu. Kan itu. Walaupun liburannya di rumah, di kampung, kan lain soal. Tapi ini supaya lebih cepat, jangan nanti besok ngomong di Koran, Ini MK-nya lama, enggak menangani perkara kami, begitu diabaikan padahal ini penting. Pusing juga kita dengar. Padahal perkaranya belum kita periksa, kan gitu. Nah, kita kasih kesempatan dengan catatan itu tadi, mungkin diperdalam sedikit mengenai kerugian konstitusionalnya. Walaupun di legal standing Anda kan sudah ada sedikit ini, tapi di pokok permohonan itu, Seandainya dikabulkan permohonan ini, kerugian kami menjadi tidak ada atau potensi kerugian kami karena besok kalau kami menjadi anggota KPU, ndak ada lagi. Kan kira-kira seperti itu, ya. Saya kira cukup. Oh ya, ada tambahan sedikit, mungkin terinspirasi dengan pembicaraan saya. Pak Hamdan, silakan! 13

15 22. HAKIM ANGGOTA: HAMDAN ZOELVA Ya, saya kembali kepada petitum tadi. Poin b itu harus bersambung dengan poin d. Itu satu satu pasal rupanya setelah saya teliti kembali itu ayat. Jadi seperti tadi, satu, menyatakan bertentangan. Kemudian yang kedua, harusnya dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Kemudian yang poin c, saya ingin minta klarifikasi dulu, apakah yang dimaksud sepanjang anak kalimat empat orang tokoh masyarakat itu, itu sama persis dengan Pasal 109 ayat (4) huruf e yang dimohonkan? Ataukah apa maksudnya ini? Ataukah anak kalimat ini saja yang di luar titik... yang di dalam titik-titik ini ndak apa-apa? Yang ditulis ini saja yang dinyatakan bertentangan? Atau yang atau gimana maksudnya ini? 23. KUASA HUKUM PEMOHON: VERI JUNAIDI Ya, Yang Mulia. Jadi, yang dimohonkan yang kalimat yang tercantum. Jadi, selebihnya di luar yang dicantumkan itu tetap dianggap konstitusional. 24. HAKIM ANGGOTA: HAMDAN ZOELVA Yang titik-titik itu berarti? 25. KUASA HUKUM PEMOHON: VERI JUNAIDI Titik-titik tetap berlaku. 26. HAKIM ANGGOTA: HAMDAN ZOELVA Oh, tetap berlaku? 27. KUASA HUKUM PEMOHON: VERI JUNAIDI Ya, jadi maksudnya ini juga menyesuaikan dengan klausulklausul yang sebelumnya, kalau dewan kehormatan itu kan harus ganjil. Kalau kita tetap memberlakukan empat orang anggota dewan kehormatan, nanti akan berjumlah genap. 28. HAKIM ANGGOTA: HAMDAN ZOELVA Kalau begitu atau lima orang tokoh masyarakat, itu enggak apaapa ya? 14

16 29. KUASA HUKUM PEMOHON: VERI JUNAIDI Ya, Yang Mulia. 30. HAKIM ANGGOTA: HAMDAN ZOELVA Lima orang tokoh masyarakat itu tetap? 31. KUASA HUKUM PEMOHON: VERI JUNAIDI Ya. 32. HAKIM ANGGOTA: HAMDAN ZOELVA Oke, baik. Terima kasih. 33. KETUA: M. AKIL MOCHTAR Ya, kalau ada respon, kalau tidak ada, saya tutup sidang ini. Silakan. 34. KUASA HUKUM PEMOHON: VERI JUNAIDI Terima kasih, Yang Mulia, atas semua masukan dan saran dari Majelis Hakim. Kami dalam waktu yang sesegera mungkin untuk akan akan memperbaiki dengan poin-poin yang sudah diberikan. Saya kira itu, Yang Mulia, dari kami terima kasih atas sarannya. Assalamualaikum wr. wb. 35. KETUA: M. AKIL MOCHTAR Baik. Baiklah, dengan demikian Sidang Panel untuk Perkara Nomor 81 selesai dan kepada Saudara diberikan kesempatanlah, lebih cepat lebih baik. Lebih banyak, berkualitas lebih baik juga, kan gitu. Jadi supaya (suara tidak terdengar jelas) semua komprehensiflah istilahnya, komprehensif ya. 15

17 Dengan demikian, kita menunggu perbaikan yang tambahan dari Pemohon ya dan sidang dinyatakan selesai dan ditutup. KETUK PALU 3X SIDANG DITUTUP PUKUL 10:00 WIB Jakarta, 7 Desember 2011 Kepala Sub Bagian Pelayanan Risalah, Paiyo NIP Risalah persidangan ini adalah bentuk tertulis dari rekaman suara pada persidangan di Mahkamah Konstitusi, sehingga memungkinkan adanya kesalahan penulisan dari rekaman suara aslinya. 16