MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 34/PUU-IX/2011

Transkripsi

1 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 34/PUU-IX/2011 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG KEHUTANAN TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 ACARA MENDENGARKAN JAWABAN DARI PEMERINTAH (III) J A K A R T A SELASA, 26 JULI 2011

2 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 34/PUU-IX/2011 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan [Pasal 4 ayat (2) huruf b] terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 PEMOHON Maskur Anang bin Kemas Anang Muhamad ACARA Mendengarkan Jawaban dari Pemerintah (III) Selasa, 26 Juli 2011, Pukul WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat SUSUNAN PERSIDANGAN 1) Moh. Mahfud MD 2) Harjono 3) Muhammad Alim 4) Maria Farida Indrati 5) M. Akil Mochtar 6) Hamdan Zoelva 7) Ahmad Fadlil Sumadi 8) Anwar Usman (Ketua) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) Luthfi Widadgo Eddyono Panitera Pengganti i

3 Pihak yang Hadir: A. Pemohon: Maskur Anang bin Kemas Anang Muhamad B. Kuasa Hukum Pemohon: 1) H. M. Ali Darma Utama 2) Ferry Anka Suganda C. Pemerintah: 1) Mualimin Abdi (Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia) 2) Heni Susila Wardaya (Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia) 3) Suparji (Kementerian Kehutanan) 4) Budi Irianto (Kementerian Kehutanan) 5) Gunardo Agung Prasetyo (Kementerian Kehutanan) 6) Abimanyu Pramudya (Kementerian Kehutanan) 7) Hadiyanto (Kementerian Kehutanan) 8) Afrudian Rutoyifi (Kementerian Kehutanan) 9) Liana (Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia) 10) Toni Prasetyo (Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia) ii

4 SIDANG DIBUKA PUKUL WIB 1. KETUA: MOH. MAHFUD MD Sidang Mahkamah Konstitusi untuk mendengar keterangan Pemerintah dan DPR, atau mendengar Saksi atau Ahli kalau ada yang diajukan oleh para Pemohon dan Pemerintah, dalam Perkara Pengujian Undang-Undang dengan Nomor Perkara 34/PUU-IX/2011 dinyatakan dibuka dan terbuka untuk umum. KETUK PALU 3X Saudara, minta maaf, jadi tertungga, tertunda, karena ada rapat penting yang tidak bisa ditunda, sehingga sidang ini tertunda setengah jam. Saya persilakan Pemohon perkenalkan diri dulu. 2. KUASA HUKUM PEMOHON: H. M. ALI DARMA UTAMA Bismillaahirrahmaanirrahiim, Assalamualaikum wr. wb. Mahkamah Yang Mulia, pada persidangan hari ini hadir Prinsipal H. Maskur Anang di sebelah kanan saya, didampingi oleh kami Pengacara, H. M. Ali Darma Utama dan Ferry Anka Sugandar. Kami siap mendengarkan keterangan dari Yang Terhormat Pemerintah Republik Indonesia dan Yang Terhormat Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Dan untuk sidang hari ini, kami dari Pemohon belum bisa menghadirkan Saksi atau Saksi Ahli, bilamana yang, Mahkamah Yang Mulia berkenan, kami akan hadirkan di sidang yang akan datang. Terima kasih, Yang Mulia. 3. KETUA: MOH. MAHFUD MD Ya, baik, nanti bisa dikomunikasikan dengan Kepaniteraan. Kemudian Pemerintah, silakan. 4. PEMERINTAH: MUALIMIN ABDI Terima kasih, Yang Mulia. Assalamualaikum wr. wb. Pemerintah hadir sesuai dengan kuasa Presiden dari Instansi atau Menteri atau Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dan 1

5 Kementerian Kehutanan. Saya akan bacakan Yang Mulia dari yang paling sebelah kanan, Pak Supardi dari Kementerian Kehutanan, saya sendiri Mualimin Abdi dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, sebelah kiri saya Dr. Budi Irianto dari Kementerian Kehutanan, kemudian sebelah kirinya Agung Gunardo, S.H., M.H. Gunardo ya? Gunardo Agung, S.H., M.Hum., C.N. dari Kementerian Kehutanan yang sekaligus nanti akan membacakan opening statement Pemerintah. Kemudian di sebelahnya lagi ada Pak Abimanyu Pramudya dari Kementerian Kehutanan, kemudian di sebelahnya lagi ada Pak Suparji dari Kementerian Kehutanan. Kemudian di belakang, Yang Mulia, ada Mas Hadiyanto, ada Drs. Afrudian Rutoyifi dari Kementerian Kehutanan, dan ada Heni Susila Wardaya dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Ibu Liana dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, dan Toni Prasetyo dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Terima kasih, Yang Mulia. 5. KETUA: MOH. MAHFUD MD Baik, DPR tidak hadir, ada surat resmi bahwa mereka itu, bahwa Kuasa Hukum DPR tidak dapat hadir karena bertepatan dengan reses masa persidangan. Baik, untuk itu sekarang kita akan mendengar keterangan tunggal dari Pemerintah, dipersilakan, siapa yang mewakili maju ke podium, ya. 6. PEMERINTAH: GUNARDO AGUNG PRASETYO Assalamualaikum wr. wb. Salam sejahtera bagi kita semua. Yang Mulia, pada kesempatan pagi ini sidang yang mulia kami akan menyampaikan opening statement Pemerintah atas permohonan pengujian Pasal 4 ayat (2) huruf b dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Yang Terhormat Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia di Jakarta. Dengan hormat, yang bertanda tangan di bawah ini nama Patrialis Akbar, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI. Kemudian yang kedua, Zulkifli Hasan, Menteri Kehutanan Republik Indonesia. Dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama Presiden Republik Indonesia berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 6 Juli 2011 menyampaikan opening statement atas Permohonan Pengujian Undang- Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang, terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang dimohonkan oleh Saudara Maskur Anang, bertempat tinggal di Kota Jambi sebagai berikut. Pokok Permohonan. a. Bahwa Pemohon mengajukan permohonan uji materi, materiil terhadap Pasal 4 ayat (2) huruf b dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan karena dianggap 2

6 bertentangan dengan ketentuan Pasal 28A, Pasal 28D ayat (1), Pasal 28G ayat (1), dan Pasal 28H ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun b. Bahwa menurut Pemohon, Pasal 4 ayat (2) huruf b dan ayat (3) undang-undang a quo bisa dipastikan akan, dipastikan Pemohon akan terhalang haknya untuk mengelola lahan perkebunan sawitnya yang haknya, hak pengelolaannya sesuai dengan: 1. Izin lokasi perkebunan PT. Ricky Mas Jaya, Nomor 042/BPN/II/1995, tanggal 15 Februari 1995, seluas lebih kurang 5000 hektare. 2. Keputusan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Batanghari, Nomor 86/BPN-VIII/1996 tentang Pemberian Izin Lokasi untuk keperluan perkebunan, perkebunan kelapa sawit, PT. Ricky Mas Jaya, tanggal 21 Agustus 1996, seluas lebih kurang 5200 hektare. 3. Rekomendasi usaha perkebunan kelapa sawit dari Gubernur Jambi, Nomor /5308/V/Bappeda, tanggal 31 Juli Izin usaha perkebunan dari Menteri Pertanian, Nomor HK 350/E5.860/10.96, tanggal 10 Oktober 1996 tentang Persetujuan Prinsip Usaha Perkebunan Kelapa Sawit PT. Ricky Mas Jaya, seluas lebih kurang hektare. c. Bahwa menurut Pemohon, Ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) undang-undang a quo dianggap bertentangan dengan ketentuan Pasal 28A, Pasal 28D ayat (1), Pasal 28G ayat (1), dan Pasal 28H ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun d. Bahwa menurut Pemohon, terjadinya kerugian tersebut sebagai akibat adanya alih fungsi lahan yang dianggap telah terjadi rekayasa, rekayasa lahan perkebunan milik Pemohon, yaitu dengan terbitnya Surat Menteri Kehutanan Nomor 1198/Menhut-IV/1997, tanggal 7 Oktober 1997, Keputusan Kementerian Kehutanan Nomor SK 277/Menhut-II/2004, tanggal 2 Agustus 2004, dan Nomor SK 346/Menhut-II/2004, tanggal 10 September e. Bahwa selain kerugian konstitusional telah menyebabkan kerugian lain yaitu Pemohon dipenjara selama 7 bulan, berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Sengeti, tanggal 22 Februari 2011 juncto penetapan Pengadilan Negeri Jambi tanggal 28 Februari 2011, dan Putusan Pengadilan Tinggi Jambi tanggal 26 April Kedudukan hukum (legal standing) Pemohon. Dalam seluruh uraiannya Pemohon tidak menjelaskan kedudukan hukumnya, apakah sebagai perseorangan warga negara Indonesia ataukah sebagai badan hukum privat, mengingat Pemohon mendalilkan sebagai pemilik PT. Ricky Mas Jaya, PT. Ricky Mas Rizki Putra, dan PT. Ricky Kurniawan Kerta Persada, yang arealnya diubah fungsi menjadi kawasan hutan oleh Menteri Kehutanan. Pemohon juga tidak menjelaskan kedudukannya 3

7 apakah sebagai komisaris, direksi, atau kedudukan lain yang dapat bertindak di dalam atau di luar perusahaan tersebut. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka kedudukan hukum Pemohon adalah tidak jelas (kabur) dan tidak memenuhi kualifikasi sebagaimana disyaratkan dalam Ketentuan Pasal 51 ayat (1) Undang- Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun Selanjutnya, Pemohon juga menjelaskan adanya hak dan/atau kewenangan konstitusional yang dirugikan atas berlakunya ketentuan yang dimohonkan tersebut di atas. Pemohon hanya menyebutkan, kami ulang, selanjutnya Pemohon juga tidak menjelaskan adanya hak atau, dan/atau wewenang konstitusional yang dirugikan atas berlakunya ketentuan yang dimohonkan tersebut di atas. Pemohon hanya menyebutkan pasal-pasal dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu Pasal 28A, Pasal 28D ayat (1), Pasal 28G ayat (1), dan 28H ayat (4), tanpa memerinci dan menguraikan adanya hak atau kewenangan konstitusional yang diberikan. Dengan perkataan lain, Pemohon tidak dapat mengkonstruksikan secara tegas kerugian konstitusional yang dialami oleh Pemohon. Lebih lanjut, Pemerintah akan menguraikan sebagai berikut; 1. Pemohon mendalilkan bahwa timbulnya kerugian diakibatkan adanya peralihan fungsi lahan perkebunan milik Ricky Mas Jaya, Ricky Mas, Ricky Kurniawan Kerta Persada, dan PT. Ricky Mas Rizki Putra oleh Pemerintah dengan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 1198/Menhut-II/1997 tentang penambahan areal HTI PT. Wira Karya Sakti. Surat Menteri Kehutanan Nomor SK 277/Menhut-II/2004 tentang Penunjukan Areal Penggunaan Lain seluas lebih kurang hektar yang terletak di Provinsi Jambi menjadi hutan produksi tetap, dan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK 346/Menhut-II/2004, serta Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 421/Kpts-II/1989 tentang Penunjukan Kawasan Hutan di wilayah Provinsi Daerah Tingkat 1 Jambi seluas hektar. 2. Quod non benar. Keputusan a quo berada pada domain kewenangan pejabat tata usaha negara, sehingga tidak terdapat hubungan sebab akibat antara kerugian yang dialami oleh Pemohon dengan ketentuan yang dimohonkan untuk diuji. 3. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, mestinya upaya hukum yang dilakukan oleh Pemohon adalah melalui lembaga peradilan lain, yaitu PTUN atau Pengadilan Negeri. Jikalau pun benar terdapat anggapan adanya kerugian Pemohon, maka akan disampaikan penjelasan sebagai berikut. 1. Dalam Surat Menteri Kehutanan Nomor 1198/Menhut-IV/1997 tanggal 7 Oktober 1997, Menteri Kehutanan telah menginstruksikan kepada PT. Wira Karya Sakti agar segera menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang terjadi terkait 4

8 dengan persetujuan prinsip percadangan areal hutan tanaman industri. 2. Berdasarkan akta Notaris Nani Wardiyanialis, S.H., notaris di Jambi Nomor 22, tanggal 11 Oktober , tanggal 11 Oktober 1999, Pemohon telah melakukan perjanjian pengalihan lahan kepada PT. Wira Karya Sakti seluas hektare yang ditindaklanjuti dengan perjanjian pembayaran uang sebesar Rp ,00 sesuai akta notarsi Nomor 23, tanggal 11 Oktober Berdasarkan akta Notaris Nani Wardiyanialis, S.H., notaris di Jambi Nomor 24, tanggal 11 Oktober 1999, Pemohon telah melakukan perjanjian pengalihan lahan kepada PT. Wira Karya Sakti seluas hektare, yang ditindaklanjuti dengan perjanjian pembayaran uang sebesar Rp ,00 sesuai akta notaris Nomor 25 tanggal 11 Oktober Ak..., berdasarkan Akta Notaris Nani Wardiyanialis, S.H., notaris di Jambi Nomor 26, tanggal 11 Oktober 1999, Pemohon telah melakukan perjanjian pengalihan lahan kepada PT. Wira Karya Sakti seluas hektare yang ditindaklanjuti dengan perjanjian pembayaran uang sebesar Rp ,00, sesuai Akta Nomor 27 tanggal 11 Oktober Bahwa lahan yang diperjanjikan tersebut telah diukur dan ditata batas sesuai Akta Notaris Nomor 44, 45, 46, masing-masing tanggal 14 Desember 1999, yang pada intinya Pemohon dan PT. Wira Karya Sakti menyatakan bahwa peta yang dikeluarkan oleh instansi terkait, sesuai berita acara uji petik dan penataan batas izin lokasi perkebunan PT. Ricky Mas Jaya, PT. Ricky Mas Rizky Putra, dan PT. Ricky Kurniawan Kerta Persada tanggal 30 November 1999 adalah menjadi dasar penentuan batas lahan yang dimaksud dalam perjanjian penyerahan atau pengalihan areal lahan tanggal 11 Oktober 1999, Nomor 22, 24, dan Nomor 26 tersebut. Berdasarkan fakta-fakta tersebut di atas, jelas tidak terdapat lagi kerugian yang diderita oleh Pemohon yang diakibatkan pengalihan fungsi areal penggunaan lain seluas ± hektare menjadi kawasan hutan, yang kemudian dijadikan penambahan areal hutan tanaman industri PT. Wira Karya Sakti. III. Penjelasan Pemerintah Atas Materi Yang Dimohonkan Untuk Diuji. a. Latar belakang. Berdasarkan ketentuan Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, penguasaan hutan oleh negara tersebut, memberikan wewenang kepada Pemerintah untuk: 5

9 1. Mengatur dan mengurus segala sesuatu yang berkaitan dengan hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan. 2. Menentapkan status wilayah tertentu sebagai kawasan hutan, atau kawasan hutan sebagai bukan kawasan hutan. Sedangkan untuk penunjukan wilayah tertentu secara parsial menjadi kawasan hutan, sesuai Pasal 18 ayat (3) PP a quo dipersyaratkan, mohon maaf, mohon maaf, kelewatan.., tiga. 3. Mengatur dan menetapkan hubungan-hubungan hukum antara orang dengan hutan, serta mengatur perbuatan-perbuatan hukum mengenai kehutanan. Penjabaran dari kewenangan-kewenangan tersebut, Pemerintah mempunyai wewenang untuk melakukan perencanaan kehutanan, pengelolaan, penelitian dan pengembangan, pendidikan dan latihan, penyuluhan kehutanan, dan pengawasan. Khusus terhadap kewenangan sebagaimana dimaksud Pasal 4 ayat (2) huruf b undang-undang a quo, maka melahirkan kewenangan Pemerintah untuk menetapkan wilayah tertentu (bukan kawasan hutan menjadi kawasan hutan dan menetapkan kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan). Adanya ketentuan tersebut di atas dimaksudkan untuk menampung adanya dinamika pembangunan, baik di luar sektor kehutanan maupun di dalam sektor kehutanan sendiri. Di sisi lain, tidak menutup kemungkinan adanya penetapan wilayah tertentu menjadi kawasan hutan. Pengaturan lebih lanjut mengenai penetapan wilayah tertentu menjadi kawasan hutan atau kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan, dimana dalam Pasal 18 ayat (1) PP tersebut mengatur bahwa penunjukan kawasan hutan meliputi wilayah provinsi, wilayah tertentu secara parsial. Penunjukan kawasan hutan wilayah provinsi dilakukan oleh menteri dengan memperhatikan rencanan tata ruang wilayah provinsi dan/atau pemaduserasian tata guna hutan kesepakatan dengan RTRWP. Sedangkan untuk penunjukan wilayah tertentu secara parsial menjadi kawasan hutan sesuai dengan Pasal 18 ayat (3) PP a quo, dipersyaratkan adanya usulan atau rekomendasi gubernur dan/atau bupati atau walikota, dan secara teknis dapat dihutankan. Berdasarkan ketentuan tersebu, tersebut, maka penerbitan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: SK 277/Menhut/II/2004 a quo, dilakukan setelah memperoleh rekomendasi dari Gubernur Jambi dan telah diselesaikan permasalahannya dengan Pemohon sesuai Akta Notaris Nomor 22, 23, 24, 25, dan 26, serta 27, masing-masing tanggal 11 Oktober Berdasarkan penjelasan tersebut di atas, maka perubahan status areal penggunaan lain menjadi kawasan hutan a quo sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan telah selesai. Selanjutnya, anggapan Pemohon yang menyatakan bahwa ketentuan Pasal 4 ayat (2) huruf b dan ayat (3) undang-undang a quo 6

10 yang dianggap tidak memperhatikan hak-hak atas tanah dapat disampaikan penjelasan sebagai berikut. 1. Bahwa ketentuan Pasal 4 ayat (3) undang-undang a quo menentukan bahwa penguasaan hutan oleh negara tetap memperhatikan hak masyarakat hukum adat sepanjang kenyataannya masih ada dan di, diakui keberadaannya, serta tidak bertentangan dengan kepentingan nasional. Di samping itu penguasaan hutan oleh negara, Pemerintah juga memperhatikan adanya hak-hak atas tanah yang ada, yang hal demikian ditentukan, ditentukan dalam penjelasan umum undangundang a quo yang menyatakan, Untuk mengantis, mengantisipasi perkembangan aspirasi masyarakat, maka undang, maka dalam undang-undang ini, hutan Indonesia digolongkan ke dalam hutan negara dan hutan hak. Berdasarkan ketentuan tersebut, maka jelas bahwa dalam penguasaan hutan oleh negara, undang-undang a quo telah mengatur penghormatan atas hak-hak masyarakat hukum adat maupun hak-hak atas tanah yang dimiliki oleh masyarakat. 2. Selanjutnya dalam rangka menampung hak-hak atas lahan atau tanah masyarakat yang berada di wilayah tertentu yang akan ditetapkan sebagai kawasan hutan, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2004, diselesaikan oleh panitia tata batas. Berdasarakan uraian tersebut di atas, penguasaan hutan oleh negara berdasar, berdasarkan ketentuan Pasal 4 ayat (2) huruf b dan ayat (3) undang-undang a quo, telah memperhatikan hak-hak masyarakat hukum adat yang telah ada atau hak-hak atas tanah menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agararia. Terhadap dalil adanya kerugian Pemohon yang didide, yang diderita akibat ditahan berdasarkan putusan dari badan peradilan umum, menurut Pemerintah bukan merupakan kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional sebagaimana dimaksud Pasal 51 Undang- Undang Nomor 24 Tahun 2003, sebagaimana dirubah dengan Undang- Undang Nomor 8 Tahun 2011, tetapi terkait dengan perbuatan pidana yang dilakukan oleh Pemohon, yaitu dengan sengaja menggerakkan orang lain untuk melakukan perusakan barang milik orang lain. Kesimpulan, berdasarkan penjelasan tersebut di atas, Pemerintah mohon kepada Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia dapat memberi putusan sebagai berikut. 1. Menyatakan bahwa Pemohon tidak mempunyai kedudukan hukum standing atau legal standing yang jelas. 2. Menolak permohonan pengujian Pemohon seluruhnya atau setidaktidaknya menyatakan permohonan pengujian Pemohon tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard). 3. Menerima keterangan Pemerintah secara keseluruhan. 4. Menyatakan ketentuan Pasal 4 ayat (2) huruf b dan ayat (3) Undang- Undang 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan tidak bertentangan 7

11 dengan ketentuan Pasal 28A, Pasal 28D ayat (1), Pasal 28G ayat (1), dan Pasal 28H ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Atas perhatian Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia kami mengucapkan terima kasih. Kuasa Hukum Pemerintah Republik Indonesia, tertanda Menteri Kehutanan dan Menteri Hukum dan HAM RI. Terima kasih, wassalamualaikum wr. wb. 7. KETUA: MOH. MAHFUD MD Baik, demikian keterangan Pemerintah. Apakah dari Majelis Hakim ada yang mau mendalami atau menunggu sidang berikut? Pak Hakim Harjono. 8. HAKIM ANGGOTA: HARJONO Pertanyaan saya kepada Pemohon ini, ya, kalau itu nanti akan saya tanyakan pada kesempatan berikutnya, karena tidak dijelaskan di dalam permohonan ini. Apakah Pemohon sudah mendapatkan hak guna usaha sampai saat sekarang? Sudah? 9. KUASA HUKUM PEMOHON: H. M. ALI DARMA UTAMA Yang Mulia, mungkin akan, Prinsipal akan menjelaskan langsung, Yang Mulia. 10. HAKIM ANGGOTA: HARJONO Ya. 11. PEMOHON: MASKUR ANANG BIN KEMAS ANANG MUHAMAD Assalamualaikum wr. wb. 12. HAKIM ANGGOTA: HARJONO Waalaikumsalam. 13. PEMOHON: MASKUR ANANG BIN KEMAS ANANG MUHAMAD Terima kasih, Yang Mulia. Sebagian lahan ini sudah ada hak guna usaha. 8

12 14. HAKIM ANGGOTA: HARJONO He em. 15. PEMOHON: MASKUR ANANG BIN KEMAS ANANG MUHAMAD Sebagiannya ada hak milik, yang ada faktanya, dan ada pembaharuan izin lokasi diberikan oleh Pemerintah. Sementara itu dulu, nanti akan kami ( ) 16. HAKIM ANGGOTA: HARJONO Nanti diurutkan, ya! 17. PEMOHON: MASKUR ANANG BIN KEMAS ANANG MUHAMAD Ya. 18. HAKIM ANGGOTA: HARJONO Perolehan hak-haknya apa, kemudian pengalihan peruntukan untuk apa. 19. PEMOHON: MASKUR ANANG BIN KEMAS ANANG MUHAMAD Ya, ya. 20. HAKIM ANGGOTA: HARJONO Karena yang pertama kali itu masuknya kebun karet itu. 21. PEMOHON: MASKUR ANANG BIN KEMAS ANANG MUHAMAD Ya. 22. HAKIM ANGGOTA: HARJONO Ya kan? 23. PEMOHON: MASKUR ANANG BIN KEMAS ANANG MUHAMAD Ya, ada semua faktanya, Pak. 24. HAKIM ANGGOTA: HARJONO Oke, ya, terima kasih. 9

13 25. KETUA: MOH. MAHFUD MD Mungkin Pak Akil? Cukup? Pemohon, ada yang mau ditanyakan? 26. KUASA HUKUM PEMOHON: H. M. ALI DARMA UTAMA Cukup, Yang Mulia. 27. KETUA: MOH. MAHFUD MD Cukup, baik. Kalau begitu, sidang berikutnya itu akan dibuka kalau Pemohon mau mengajukan Saksi atau Ahli. Ya, sehingga penjelasan dari Pemerintah ini sudah cukup jelas, kecuali kalau Bapak dari Pemohon mau minta dibuka sidang lagi. Oleh sebab itu, dalam waktu seminggu ke depan, ini tanggal 26, eh, ya 26. Jadi, Bapak tanggal 2 paling lambat itu sudah mendaftarkan kalau mau menghadirkan ahli. Kalau tanggal 2 tidak mendaftarkan Ahli atau Saksi, berarti menganggap pemeriksaan ini cukup, sehingga jadwal sidang berikutnya adalah pengucapan putusan, ya. Dan untuk itu kalau memang pengucapan putusan, maka tentu baik Pemerintah maupun Pemohon, paling lambat tanggal 9 menyampaikan kesimpulan, kesimpulan dari keseluruhan jalannya sidang ini. Baik, kalau begitu kami akan sahkan dulu Pemohon mengajukan 40 lembar alat bukti, P-1 sampai dengan P-41. Yang pertama, Undang- Undang Nomor 41 dan yang terakhir Surat Kasubdin Penataan Kawasan Hutan Dinas Kehutanan, dan seterusnya. Cukup, ya? Ada tambahan lagi tidak? 41 ini atau cukup? 28. KUASA HUKUM PEMOHON: H. M. ALI DARMA UTAMA Cukup, Yang Mulia. 29. KETUA: MOH. MAHFUD MD Baik, kalau cukup, bukti P-4, eh, P-1 sampai P-41 dinyatakan sah. KETUK PALU 1x 10

14 Baik, sidang dinyatakan selesai dan ditutup. KETUK PALU 3X SIDANG DITUTUP PUKUL WIB Jakarta, 26 Juli 2011 Kepala Sub Bagian Pelayanan Risalah, t.t.d. Paiyo NIP Risalah persidangan ini adalah bentuk tertulis dari rekaman suara pada persidangan di Mahkamah Konstitusi, sehingga memungkinkan adanya kesalahan penulisan dari rekaman suara aslinya. 11