HASIL DAN PEMBAHASAN. terletak di propinsi Jawa Barat. Batas wilayah kelurahan Cipageran yaitu :
|
|
- Djaja Lesmono
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 42 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Wilayah Penelitian Keadaan Fisik Wilayah Penelitian Kelurahan Cipageran berada di kecamatan Cimahi Utara kota Cimahi yang terletak di propinsi Jawa Barat. Batas wilayah kelurahan Cipageran yaitu : Sebelah Utara Sebelah Selatan Sebelah Barat Sebelah Timur : Desa Jambudipa : Kelurahan Padasuka : Desa Tanimulya : Kelurahan Citeureup Kondisi Geografis kelurahan Cipageran berada diatas permukaan laut sekitar meter dengan banyak curah hujan 500 mm/th. Kelurahan Cipageran ini termasuk daratan tinggi yang memiliki suhu udara rata-rata 30 o C. Kelurahan Cipageran memiliki luas wilayah sekitar 594,32 hektar. Luas wilayah tersebut diperuntukan sebagai jalan 1,00 hektar, tanah bengkok 4,93 hektar, bangunan umum 5,20 hektar, empang 1,00 hektar, pemukiman 311,70 hektar, perkuburan 5,34 hektar, perkantoran 2,1 hektar, tanah wakaf 3,7 hektar, tanah sawah (irigasi) 22,20 hektar, perladangan 10,4 hektar, tegalan 226,74 hektar. Kelurahan Cipageran ini menjadi kelurahan terluas dibanding kelurahan lainnya (Cibabat, Citeureup dan Pasirkaliki) Keadaan Penduduk
2 43 Berdasarkan data kelurahan Cipageran hingga 2014 penduduknya berjumlah orang yang terdiri dari orang laki laki dan orang perempuan dengan jumlah kepala keluarga KK. Komposisi ini menunjukan bahwa jumlah laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan. Faktor utama penyebab adanya pertumbuhan jumlah populasi yaitu umur panjang, penurunan kematian, peningkatan kelahiran, pengaruh budaya, imigrasi dan emigrasi. Penurunan tingkat kematian karena kemajuan medis memungkinkan banyak penyakit yang dapat disembuhkan, angka kematian bayi sangat rendah dan kasus kematian saat melahirkan sering berkurang. Kenaikan tingkat kelahiran dipengaruh oleh pernikahan dini yang meningkatkan kemungkinan memiliki anak lebih banyak. Pengaruh budaya memupuk kepercayaan bahwa menikah pada usia tertentu atau memiliki sejumlah anak dianggap ideal. Adapun jumlah penduduk menurut usia tercantum pada Tabel 3. Tabel 3. Kependudukan Kelurahan Cipageran menurut usia Tingkat Pendidikan Formal dan Non-formal Penduduk Secara umum pendidikan formal di kelurahan Cipageran yaitu sekolah dasar No Usia Jumlah Penduduk Pesentase (tahun) (orang) , , , , ,88 6 > ,53 Jumlah ,00 sebesar 31,09 %, SMP/SLTP pun sekitar 23,74% dan SMA/SLTA sekitar 23,02%.
3 44 Selain mengikuti pendidikan formal ada juga yang mengikuti pendidikan khusus. Pendidikan merupakan hal yang penting untuk kemajuan seseorang, dari tingkat pendidikan dapat mempengaruhi status mulai dari status sosial, status ekonomi. Lulusan sekolah dasar biasanya memiliki kesempatan atau peluang bekerja lebih sedikit. Yang akhirnya berpengaruh pada perekonomian keluarga (penghasilan yang kurang terpenuhi). Adapun penggolongan jumlah penduduk menurut tingkat pendidikan yang tertera pada Tabel 4. Tabel 4. Keadaan penduduk menurut pendidikan No. Tingkat pendidikan Jumlah penduduk Persentase (orang) 1 Taman kanak-kanak ,91 2 Sekolah Dasar ,09 3 SMP/SLTP ,74 4 SMA/SLTA ,02 5 Akademi/D1/D ,30 6 Sarjana 681 1,67 Lulusan pendidikan khusus 7 Pondok pesantren ,81 8 Madrasah 871 2,14 9 Pendidikan keagamaan 192 0,47 10 Sekolah luar biasa 81 0,20 11 Kursus/ keterampilan 663 1,63 12 Tidak mengikuti pendidikan ,02 formal/non-formal Jumlah , Mata pencaharian penduduk Penduduk kelurahan Cipageran memiliki mata pencaharian yang bervariasi salah satunya 10,41% sebagai swasta. Pada Tabel 4. Masyarakat Cipageran berpendidikan dikisaran lulusan sekolah dasar yang akan mempengaruhi mata
4 45 pencaharian. Apabila masyarakat Cipageran memiliki keinginan untuk bekerja di perusahaan atau di kantor yang lebih besar masyarakat Cipageran harus memiliki pendidikan yang sesuai permintaan perusahaan atau kantor tersebut, selain itu ketertarikan masyarakat Cipageran bermata pencaharian swasta. Data mengenai mata pencaharian penduduk kelurahan Cipageran dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Mata Pencaharian Penduduk Kelurahan Cipageran No. Mata pencaharian Jumlah Persentase (orang) 1 Pegawai negeri sipil ,00 2 ABRI 382 0,94 3 Swasta ,40 4 Wirausaha/pedagang ,90 5 Tani ,49 6 Pertukangan 245 0,60 7 Buruh tani ,93 8 Pensiunan ,60 9 Pemulung 3 0,01 10 Jasa 271 0,67 11 Tidak memiliki mata ,46 pencaharian* Jumlah ,00 Keterangan * : masih bersekolah atau tidak bekerja 4.2 Identitas Responden Umur Responden Umur merupakan salah satu aspek yang berhubungan dengan kemampuan seseorang dalam menerima sesuatu yang baru. Di masa produktif, secara umum semakin bertambahnya umur maka aktivitas akan semakin meningkat yang tergantung juga pada jenis pekerjaan yang dilakukan. Kekuatan fisik seseorang untuk
5 46 melakukan aktivitas sangat erat dengan umur karena bila umur seseorang melewati masa produktif, maka semakin menurun kekuatan fisiknya sehingga produktivitasnya pun menurun dan pendapatan pun ikut menurun. Oleh karena itu umur dapat menunjang produktivitas seseorang dan usaha. Umur responden dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Umur Responden No. Umur Jumlah (orang) Persentase 1 Kurang dari , , , , ,67 6 Lebih dari ,33 Jumlah ,00 Tabel 6 menunjukan 36,67% merupakan peternak yang berumur tahun. Dengan umur tersebut peternak dapat melaksanakan kegiatan dengan baik. Pada umur tahun juga memiliki peranan dalam beternak. Dengan ini peternak mendapatkan generasi penerus untuk beternak. Selain memiliki generasi penerus, ketetarikan responden berusia muda untuk beternak juga menjadi faktor pendukung. Produktivitas seseorang dalam bekerja sangat dipengaruhi oleh umur. Umumnya seseorang yang berada pada umur produktif akan mampu melakukan kegiatan lebih banyak daripada seseorang yang termasuk umur non produktif. Secara umum, rata-rata umur responden di ketiga kelompok masih berada pada kelompok usia produktif untuk bekerja. Artinya secara fisik responden masih memiliki potensi yang besar untuk mengerjakan prosedur pemerahan dengan baik dan benar.
6 47 Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan masyarakat, seseorang yang lebih dewasa lebih dipercaya dari orang yang belum tinggi kedewasaannya. Hal ini dilihat dari pengalaman dan kematangan. Namun umur yang lebih muda akan lebih mudah dan baik dalam pemahaman pengetahuan dan keterampilannya dibandingkan dengan umur yang lebih tua. Umur juga berhubungan dengan kemampuan seseorang dalam menerima sesuatu yang baru. Usia muda adalah saat dimana hidup penuh dinamis, kritis dan sealu ingin tahu hal-hal baru. Wiraatmadja (1973) dalam hal ini menyatakan bahwa golongan pelopor umumnya berumur setengah baya (40 tahun), namun memiliki tingkat pendidikan dan ekonomi yang baik, golongan pengetrap awal berumur tahun, pengetrap akhir berumur tahun dan golongan penolak lebih dari 50 tahun Tingkat Pendidikan Formal Responden Tingkat pendidikan formal merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi penerapan prosedur pemerahan. Orang yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi diharapkan melakukan pemerahan sesuai dengan prosedur. Tingkat pendidikan juga diperlukan untuk mendapatkan informasi. Tingkat pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga perilaku seseorang akan pola hidup terutama dalam memotivasi untuk sikap berperan serta dalam pembangunan (Nursalam, 2003). Tingkat pendidikan secara rinci dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Tingkat Pendidikan Formal Responden
7 48 No. Pendidikan Jumlah (Orang) Persentase 1 SD 27 90,00 2 SMP/SLTP 3 10,00 Jumlah ,00 Tabel 7 menunjukkan bahwa 90% orang responden menempuh jenjang sekolah dasar (SD) dan 10% responden (3 orang) yang menempuh jenjang sekolah menengah pertama (SMP). Rendahnya tingkat pendidikan formal menjadi salah satu kendala responden untuk tidak melanjutkan ke jenjang berikutnya. Wirdahayati (2010) menyatakan bahwa peternak yang berpendidikan rendah biasanya lebih sulit menerima inovasi baru yang berkaitan dengan usaha ternak, dan cenderung menekuni pekerjaan yang biasa dilakukan oleh orang tuanya. Sementara peternak yang memiiki pendidikan sekolah menengah pertama dapat mengelola dengan baik peternakannya dan sudah dapat dikatakan mengikuti prosedur pemerahan. Tingkat pendidikan formal yang ditempuh oleh responden dapat diseimbangkan dengan pendidikan non-formal. Responden dapat mengikuti pendidikan non-formal yang diselenggarakan oleh Pemerintah Kota Cimahi agar menunjang pendidikan formal. Pendidikan non-formal meliputi penyuluhan pemeliharaan ternak (sapi perah), penyuluhan formulasi ransum, penyuluhan perbedaan pakan yang baik atau buruk, penyuluhan memerah sapi perah yang baik, penyuluhan cara mengolah hasil produksi ternak. Pada tahun 2015 penyuluhan diadakan sebulan sekali dari pemerintahan kota Cimahi Pengalaman Beternak
8 49 Menurut Edwina, dkk (2006) semakin lama seseorang memiliki pengalaman beternak akan semakin mudah peternak mengatasi kesulitan-kesulitan yang dialaminya. Pengalaman beternak berkaitan dengan baik buruknya peternak dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi. Pengalaman beternak juga merupakan interaksi antara lama kegiatan dan tingkat keterampilan sehingga akan mempengaruhi pengalaman dalam usaha ternak yang dilakukan. Pengalaman beternak responden dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Pengalaman Beternak Responden No Lama Beternak (Tahun) Jumlah (Orang) Persentase 1 Kurang dari , , , ,33 5 Lebih dari ,00 Jumlah ,00 Tabel 8 menunjukan bahwa 66,67 % responden memiliki pengalaman sekitar 5-10 tahun berarti peternak memulai beternak sekitar umur 40 tahun jika diambil dari lama beternak yang 10 tahun dan umur peternak yang 50 tahun. Pada awalnya
9 50 peternak hanya mulai bertani belum beternak. Dengan harapannya semakin lama peternak beternak sapi perah maka semakin banyak pula pengalaman yang dapat dipelajari dan dikuasai. Pengalaman peternak beternak sapi perah menunjukan bahwa peternak belum menguasai dan memahami pemeliharaan ternak terutama prosedur pemerahan. Dengan semakin lama beternak seharusnya peternak memiliki pengetahuan dan sikap yang baik dalam pemeliharaan ternak khsususnya pada prosedur pemerahan. Soeharsono, dkk (2010) mengatakan bahwa semakin lama pengalaman peternak membudidayakan ternak, memungkinkan untuk lebih banyak belajar dari pengalaman, sehingga dapat dengan mudah menerima inovasi teknologi yang berkaitan dengan usaha ternak menuju perubahan yang baik secara individu dan kelompok Kepemilikan Ternak Peternak belum melakukan seleksi calon bibit. Peternak mengawinkan ternaknya dengan cara alami atau IB, kemudian setelah pedet lahir dan disapih maka induk atau pedet salah satunya akan dijual. Hal ini merupakan salah satu faktor penyebab kepemilikan ternak yang cenderung tetap. Berbagai hambatan untuk meningkatkan populasi sapi dapat diidentifikasi yaitu bibit, pakan, penyakit dan lahan yang sempit (Soekartawi, 2002). Jumlah kepemilikan responden dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Rekapitulasi jumlah kepemilikan ternak sapi perah responden No Kepemilikan ternak (ekor) Jumlah (orang) Persentase
10 , , ,33 Jumlah ,00 Tabel 9 menunjukan bahwa 50% atau 15 responden ini memiliki ternak sekitar 4-6 ekor. Menurut responden memiliki banyak ternak juga sangat berpengaruh pada pemeliharaannya dan jumlah pakan yang akan diberi, lahan yang tidak memadai dengan ini kebutuhan dan pendapatan juga yang didapatkan responden tidak seimbang kemudian ternak yang terkena penyakit dijual ke penjagalan atau dipotong. Sedangkan menurut Soekartawi (1988) Jumlah kepemilikan ternak mempengaruhi persepsi seseorang terhadap inovasi. Peternak yang mempunyai jumlah ternak relatif banyak akan memiliki pendapatan relatif tinggi, relatif berpandangan positif maju dan mempunyai wawasan luas. Artinya, responden ratarata memiliki ternak berskala usaha sedang yang memungkinkan mendapatkan penghasilan yang sedang pula namun tetap berpandangan postif terhadap perubahan tetapi tidak terlalu skeptis terhadap perubahan baru yang ada disekitar. 4.3 Pengetahuan dan Sikap Peternak Pengetahuan peternak tentang penerapan prosedur pemerahan Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui. Pengetahuan responden di kelurahan Cipageran dapat dilihat pada Tabel 10. Pengetahuan juga disamaartikan dengan aspek koginitif. Aspek kognitif pada penelitian ini berupa pengetahuan peternak dengan penerapan prosedur pemerahan yaitu pengetahuan peternak tentang tujuan pemerahan, pengetahuan peternak tentang tahapan pemerahan, pengetahuan
11 52 peternak tentang sebelum pemerahan, pengetahuan peternak tentang pelaksanaan pemerahan, pengetahuan peternak tentang setelah pemerahan, Tabel 10. Rekapitulasi penilaian tingkat pengetahuan peternak tentang penerapan prosedur pemerahan. No. Tingkat pengetahuan peternak tentang prosedur pemerahan Tinggi Sedang Rendah 1 Tujuan pemerahan 3,33 26,67 70,00 2 Tahapan pemerahan 10,00 53, Persiapan pemerahan 3,33 73,33 23,33 4 Pelaksanaan pemerahan 16,67 66,67 16,67 5 Penyelesaian pemerahan 10,00 60,00 30,00 Rekapitulasi tingkat pengetahuan peternak tentang prosedur pemerahan 23,33 76,67 - Pengetahuan peternak merupakan hasil dari tahu melalui panca indera. Peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh dari pendidikan formal saja, namun dari pendidikan non-formal pun bisa mendapatkan pengetahuan. Pengetahuan peternak bisa didapat dengan 2 cara yaitu melalui cara tradisional dan modern. Responden mendapatkan pengetahuan melalui cara tradisional berupa pengalaman pribadi. Pengalaman pribadi responden merupakan pengalaman yang didapatkan orang tua atau keluarga secara turun temurun. Pengetahuan juga disamaartikan dengan aspek kognitif yaitu mengetahui, memahami, mengaplikasikan, menganalisis, mensintesiskan, mengevaluasi. Tingkat Pengetahuan peternak tentang proses pemerahan 76,67% dikategorikan sedang. Pengetahuan tentang proses pemerahan yang dimiliki peternak cukup sesuai, seluruh pertanyaan yang dijawab oleh peternak dapat disampaikan walaupun rata-rata pendidikan peternak sekolah dasar dan umur
12 53 peternak sekitar ini menunjukan bahwa penyuluhan yang disampaikan oleh pemerintah kota Cimahi tersampaikan dan dapat diketahui oleh peternak. Pengetahuan dipengaruhi oleh pendidikan formal. Pengetahuan sangat erat hubungannya dengan pendidikan, dimana diharapkan bahwa dengan pendidikan yang tinggi, maka orang tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya. Akan tetapi perlu ditekankan, bahwa bukan berarti seseorang yang berpendidikan rendah mutlak berpengetahuan rendah pula. Hal ini mengingat bahwa peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh melalui pendidikan non-formal. Pengetahuan seseorang tentang sesuatu objek mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan negatif. Kedua aspek ini akan menentukan sikap seseorang, semakin banyak aspek positif dan objek yang diketahui, maka akan menimbulkan sikap makin positif terhadap objek tertentu (Wawan dan Dewi, 2010) Pengetahuan peternak tentang tujuan pemerahan 70% dikategorikan rendah ini dikarenakan peternak melakukan pemerahan sapi perah belum bertujuan untuk mendapatkan jumlah susu yang maksimal dari ambingnya (Williamson dkk, 1993), mengeluarkan air susu sapi perah, menjaga kesehatan ambing, menjaga kualitas susu ternak dan mendapatkan susu yang ASUH (Arif dkk, 2013) melainkan untuk kebutuhan sehari-hari (ekonomi keluarga). Peternak belum mengetahui secara jelas bahwa memerah susu sapi perah bukan hanya untuk ekonomi saja tetapi dapat berpengaruh untuk kesehatan ternak juga. Di dalam tubuh sapi, air susu dibuat oleh kelenjar susu di dalam ambing. Apabila air susu sapi perah tidak dikeluarkan ternak pun menjadi sakit.
13 54 Pengetahuan peternak tentang tahapan pemerahan 53,33% dikategorikan sedang, peternak sebagian besar sudah mengetahui tahapan yang dilakukan untuk memenuhi prosedur pemerahan, yaitu persiapan pemerahan, pelaksanaan pemerahan, dan setelah pemerahan. Pada saat dilakukan wawancara peternak menjelaskan secara berurutan namun dengan tidak menggunakan istilah yang ada pada kuisioner. Peternak sudah mengetahui tahapan-tahapan yang dilakukan dan tahapan yang selalu dilakukan adalah tahapan persiapan pemerahan. Sesuai dengan pendapat Syarief dan Sumoprastowo (1984) bahwa pemerahan dibagi menjadi tiga tahapan yaitu pra pemerahan, pelaksanaan pemerahan dan pasca pemerahan. Pengetahuan peternak tentang persiapan pemerahan dikategorikan sedang (73,33%) ini menunjukan bahwa responden rata-rata sudah mengetahui dan memiliki pengetahuan tentang persiapan pemerahan dilihat dari kebersihan kandangnya, peralatan pemerahannya, kebersihan ternaknya, dan kebersihan peternaknya itu sendiri. Dari segi kebersihan kandang responden mengetahui bahwa pentingnya membersihkan kandang terutama lantai sebelum memerah itu dapat mencegah penyakit namun responden masih belum mengetahui tentang peralatan yang baik dan standar untuk wadah penampungan susu yang baik dan benar. Responden hanya mengatakan untuk menampung susu yang terpenting semua peralatan bersih dan tidak bocor namun berdasarkan Surat Keputusan Direktorat Jendral Peternakan nomor 17 tahun 1983, selain kandang harus bersih, wadah penampungan susu harus juga memenuhi standar seperti kedap air, terbuat dari bahan yang tidak berkarat (stainless, alumunium), tidak mengelupas, tidak bereaksi dengan susu dan tidak mengubah warna karena apabila wadah penampungan susu tidak memenuhi standar dapat
14 55 menurunkan kualitas susu dan menyebabkan tumbuhnya bakteri. Ini ditimbulkan dari sudut-sudut bagian dalam peralatan susu yang lancip akan sulit dibersihkan dengan sikat sehingga sisa-sisa susu dapat menempel. 10% dari responden sudah mengetahui bahwa pentingnya memperhatikan kebersihan diri sebelum memerah itu juga dapat mempengaruhi kesehatan ternaknya juga, apabila kuku pemerah panjang, telapak tangan pemerah kotor ternak berpengaruh terhadap kebersihan susu dan kesehatan ternak (dilihat dari jawaban kuisioner). Hal ini sesuai dengan pendapat Muljana (1985) yang menyatakan bahwa sebelum pemerahan dimulai sapi yang akan diperah dibersihkan dari segala kotoran, tempat dan peralatan telah disediakan dan dalam keadaan yang bersih. Pengetahuan peternak tentang pelaksanaan pemerahan 66,67% dikategorikan sedang. Ini menunjukkan bahwa sebagian responden sudah mengetahui tujuan kebersihan ambing dan puting, peralatan untuk membersihkan ambing dan puting, tujuan pemerahan awal, cara pemerahan awal, teknik pemerahan dan tujuan akhir pemerahan. Namun diantara pengetahuan tersebut beberapa responden masih kurang mengetahui mengenai pembersihan ambing dan puting dengan air hangat itu bertujuan selain untuk ambing dan puting menjadi bersih juga untuk merangsang pengeluaran susu, dengan mengusapkan benda hangat pada ambing akan merangsang otak untuk mengeluarkan hormon oksitosin. Cara pemerahan awal peternak tidak mengetahui harus mengeluarkan 3-4 pancaran dari setiap puting, peternak hanya mengetahui harus diperiksa tiap puting saja tanpa memperhatikan pancaran yang dikeluarkan. Pada teknik pemerahan peternak tidak mengetahui bahasa asing atau istilah dari teknik-teknik tersebut. Peternak hanya mengatakan bahwa teknik
15 56 pemerahan itu menggunakan seluruh jari, dijepit dengan kedua jari dan ditarik. Pemerahan dengan seluruh tangan (whole hand), pemerahan dengan memijat puting antara ibu jari (knevelen), pemerahan dengan menarik puting antara ibu jari dan jari telunjuk (stripping). Pengetahuan peternak tentang penyelesaian pemerahan 60% dikategorikan sedang. Yang termasuk dalam pengetahuan penyelesaian pemerahan yaitu cara penyucihamaan puting, manfaat dari penyucihamaan puting dan manfaat mencatat produksi harian. Dengan melakukan penyucihamaan yang baik dan benar seperti melakukan pengosongan susu pada puting, membersihkan puting dari vaselin, melakukan dipping dan menggunakan spray dapat mencegah terjadinya mastitis, mencegah masuknya bakteri dan hinggapan lalat. (Sudono, 1999). Dari 30 responden hanya beberapa yang sudah mengatakan bahwa cara penyucihamaan itu harus menggunakan spraying dan dipping agar tidak ada bakteri dan timbulnya penyakit. Responden yang mengetahui hal tersebut merupakan responden lulusan SMP dan responden yang selalu mengikuti penyuluhan dari pemerintah kota Cimahi. Pencatatan produksi dikalangan peternak juga sudah diketahui agar dapat melihat perkembangan dari ternaknya itu sendiri. Pengetahuan responden mengenai prosedur pemerahan dilakukan menurut kebiasaan sehari-hari tanpa adanya inovasi baru untuk mendapatkan hasil yang lebih baik. Dengan ini pengetahuan yang dimiliki oleh responden mengenai prosedur pemerahan dapat dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal mulai dari umur, pendidikan dan pekerjaannya lalu faktor eksternal didapatkan dari informasi yang disampaikan, sosial budaya dan lingkungan.
16 Sikap Peternak Terhadap Penerapan Prosedur Pemerahan. Menurut Saifuddin (1988) sikap dapat dikatakan sebagai respon seseorang. Sikap peternak terhadap prosedur pemerahan ini dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Rekapitulasi penilaian sikap peternak terhadap prosedur pemerahan No. Sikap peternak tentang prosedur pemerahan Tinggi Sedang Rendah 1 Tujuan Pemerahan 100, Tahapan Pemerahan 93,33 6,67-3 Persiapan Pemerahan 96,67 3,33-4 Pelaksanaan Pemerahan 76,67 23,33-5 Penyelesaian Pemerahan 93,33 6,67 - Rekapitulasi sikap peternak dengan prosedur 100, pemerahan Sikap bukan merupakan suatu tindakan atau aktifitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap peternak terhadap prosedur pemerahan 100% dikategorikan tinggi. Ini dikarenakan peternak memahami dengan prosedur pemerahan yang baik, namun sikap bukan berarti tindakan yang dilakukan. Peternak menyetujui memahami dengan tujuan pemerahan, tahapan pemerahan persiapan pemerahan, pelaksanaan pemerahan dan penyelesaian pemerahan tetapi belum tentu peternak melakukannya. Tiga kompenen pokok pada sikap itu ada kepercayaan (keyakinan), ide, konsep, kehidupan emosional, evaluasi terhadap suatu objek, kecenderungan untuk bertindak (tend to behave). Ketiga komponen ini secara
17 58 bersamaan membentuk sikap seorang peternak secara utuh (total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini pengetahuan, pikiran, keyakinan dan emosi memegang peranan yang penting. Sikap juga memiliki beberapa tingkatan antara lain tingkat pertama berupa penerimaan dengan menerima peternak memahami prosedur pemerahan dengan baik. Tingkat kedua yaitu merespon (responding) yang artinya memberi jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan karena dengan suatu usaha untuk menjawab suatu pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari prosedur pemerahan yang dilakukan benar atau salah berarti orang menerima ide tersebut. Tingkat ketiga yaitu menghargai (valving) yang artinya peternak mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan tentang prosedur pemerahan bisa dikatakan sebagai menghargai. Tingkat yang keempat yaitu bertanggung jawab (responsible) yang artinya bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko. Jika diihat dari sikap peternak terhadap prosedur pemerahan sudah mencapai 100% berarti peternak sudah mau memahami prosedur pemerahan yang akhirnya akan menerima, merespon, menghargai dan bertanggung jawab dengan melakukan prosedur pemerahan. Sikap peternak terhadap tujuan pemerahan 100% dikategorikan tinggi. Responden menunjukan sikap memahami dari tujuan pemerahan. Peternak memahami tujuan pemerahan dengan baik. Peternak akan mendapatkan banyak keuntungan untuk dirinya sendiri apabila peternak menjaga kesehatan ambing ternak, memproduksi air susu sapi yang sedang laktasi dan menjaga kualitas susu sapi. Dari sikap peternak yang memahami hal tersebut peternak akan mendapatkan harga jual
18 59 susu yang tinggi dan ternak harus sehat, maka dari itu peternak dapat memberikan konsumen air susu yang aman sehat utuh dan halal. Apabila air susu yang didapatkan dari peternak itu tidak memenuhi standar kualitas yang sesuai akan merugikan diri peternak sendiri karena tidak mendapatkan harga yang tinggi dari koperasi atau IPS. Selain peternak harus memahami dan menyetujui peternak juga harus menyadari bahwa hal tersebut harus dilaksanakan. Sikap peternak terhadap tahapan pemerahan 93,33% dikategorikan tinggi. Responden menyetujui melakukan tahapan pemerahan secara berurutan baik dan benar. Responden sudah mau mengerjakan prosedur pemerahan dimulai dari persiapan, pelaksanaan dan penyelesaian pemerahan. Sikap itu merupakan keadaan dalam diri manusia yang menggerakkan untuk bertindak menyertai seseorang dalam keadaan keadaan tertentu dalam menghadapi objek dan terbentuk berdasarkan pengalaman-pengalaman. Peternak juga telah memahami bahwa tahapan pemerahan harus dilaksanakan dengan benar dan secara berurutan. Sikap peternak terhadap persiapan pemerahan 96,67% dikategorikan tinggi. Responden memahami bahwa persiapan pemerahan dimulai dari kebersihan kandang, peralatan pemerahan, peralatan kandang, pemerah dan lingkungan sekitarnya juga harus mendukung. Dengan ini responden memiliki sikap menyetujui bahwa semua persiapan pemerahan tersebut harus dilaksanakan dengan baik dan bersih. Hampir seluruh responden memiliki rasa antusiasme dalam persiapan pemerahan. Dengan memiliki rasa antusiasme responden akan mengerjakan seluruh persiapan pemerahan. Berdasarkan data yang didapatkan responden kurang menyetujui dan memahami bahwa pemerah harus memperhatikan kebersihan diri sebelum pemerahan, responden
19 60 mengatakan bahwa tidak harus menggunakan baju yang bersih pada saat pemerahan asalkan ternaknya sudah bersih dan tangan pemerah pun bersih, namun jika dilihat dari penggunaan pakaian yang terdapat kotoran pun juga dapat menimbulkan pencemaran pada susu. Sikap peternak terhadap pelaksanaan pemerahan 76,67% dikategorikan tinggi. Ini menyatakan bahwa responden melakukan pelaksanaan pemerahan harus mengikuti prosedur pemerahan yang sesuai. Dalam pelaksanaan pemerahan sikap yang ditunjukkan oleh peternak lebih rendah dibandingkan persiapan pemerahan. Sikap dalam pelaksanaan pemerahan yaitu sikap pembersihan puting ambing dengan menggunakan lap bersih, air hangat mendahulukan pembersihan puting dan ambing, memeriksa setiap puting sebelum pemerahan, menggunakan media gelap, melakukan pemerahan awal, menggunakan teknik, melakukan pemerahan akhir. Sikap pelaksanaan pemerahaan yang kurang mendapatkan perhatian dari peternak antara lain, mendahulukan pembersihan puting kemudian ambing dan menggunakan air hangat. Responden kurang menyetujui bahwa peternak harus mendahulukan puting kemudian ambing karena responden tidak memperhatikan hal tersebut, responden melakukan pembersihan puting ambing secara acak keseluruhan, ini dikarenakan responden memiliki beberapa sapi perah, jadi responden kurang memperhatikan. Apabila responden melakukan pembersihan ambing dahulu baru puting atau secara acak dan akan merangsang pengeluaran hormon oksitosin terlalu dini. Biasanya responden menggunakan air hangat untuk sapi yang habis melahirkan bukan untuk sapi yang sedang laktasi.
20 61 Sikap peternak terhadap penyelesaian pemerahan 93,33% dikategorikan tinggi. Dengan ini menyatakan bahwa responden menyetujui dan melakukan penyelesaian setiap kali akan memerah. Sikap peternak terhadap penyelesaian antara lain penyucihamaan setelah pemerahan, menyaring susu hasil pemerahan dan mencatat hasil produksi susu harian. Dilihat dari data yang sudah diperoleh penyaringan susu hasil pemerahan yang kurang disetujui oleh responden karena peternak sudah menganggap bahwa susu yang diperahnya sudah bersih terlihat dari kasat mata. Apabila bila tidak dilakukan penyaringan dapat terkontaminasi oleh bulu bulu halus dari sapi perah itu sendiri. Responden dalam penyucihamaan sudah menyetujui tetapi responden hanya menggunakan air seadanya. Responden menyetujui dan memahami namun belum melakukannya Tindakan Peternak Terhadap Penerapan Prosedur Pemerahan Penerapan merupakan sebuah tindakan yang dilakukan baik secara individu maupun kelompok dengan maksud untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan. Tindakan peternak terhadap penerapan prosedur pemerahan bervariasi. Tindakan peternak terhadap penerapan prosedur pemerahan dapat dilihat pada Tabel 12 sebagai berikut.
21 62 Tabel 12. Rekapitulasi penilaian tindakan peternak terhadap penerapan prosedur pemerahan. No. Tindakan peternak terhadap Tinggi Sedang Rendah 1 Persiapan pemerahan 20,00 80,00-2 Pelaksanaan pemerahan 73,33 26,67-3 Penyelesaian pemerahan 63,33 36,67 - Rekapitulasi tindakan peternak terhadap penerapan prosedur pemerahan 13,33 86,67 - Tindakan peternak terhadap penerapan prosedur pemerahan 86,67% dikategorikan sedang. Peternak melakukan pemerahan agar peternak dapat memenuhi kehidupan sehari-hari. Tindakan peternak ini didapatkan dari pelatihan yang diadakan pada tahun 2015 oleh pemerintah kota Cimahi. Peternak sudah melakukan pemerahan dengan cukup baik namun belum mendekati sempurna yang artinya seluruh prosedur belum dilaksanakan. Ini karena adanya beberapa faktor seperti keterbatasan materi, sebagai kebiasaan, agar waktu cepat selesai dan lain-lain. Tindakan peternak terhadap persiapan pemerahan 80% termasuk kategori sedang dari persiapan pemerahan tindakan yang jarang dilakukan yaitu pemerah dalam keadaan bersih ini merupakan salah satu faktor pendukung tumbuhnya bakteri pemerah harus menyiapkan diri sebelum memerah karena apabila pemerah memiliki kuku yang panjang akan melukai ambing dan puting, kebersihan telapak tangan juga berpengaruh terhadap kebersihan dan kesehatan susu. Tangan yang kotor atau tangan yang tidak dibersihkan akan mengandung kuman. Bakteri yang banyak terdapat dalam tangan yang tidak dibersihkan yaitu Staphylococcus aureus. Seluruh responden melakukan pembersihan sapi yang kotor dengan cara dimandikan,
22 63 seharusnya sapi yang akan diperah lebih baik tidak dimandikan atau dimandikan setelah pemerahan. Jika ternak hendak diperah dan kondisinya kotor, ternak tersebut dapat dimandikan dengan syarat : hanya membersihkan bagian yang kotor saja dan ambing tidak ikut dibersihkan kecuali kondisi sangat kotor. Tindakan peternak terhadap pelaksanaan pemerahan 73,33% termasuk kategori tinggi dengan arti peternak sudah banyak melakukan pelaksaanan pemerahan sesuai dengan pedoman prosedur pemerahan, namun pada penggunaan teknik full hand pada pemerahan merupakan tindakan yang jarang dilakukan dikarenakan responden merasa lelah apabila menggunakan teknik full hand, waktu yang ditempuh untuk pemerahan lama sedangkan menurut pendapat Arif dkk (2013) menggunakan teknik full hand memiliki keuntungan seperti puting tidak menjadi panjang puting tidak mudah lecet, dapat memproduksi susu lebih banyak, tidak perlu menggunakan vaselin sehingga puting lebih mudah disucihamakan dengan desinfektan, dan dapat terhindar dari penularan penyakit. Puting dahulu baru ambing juga jarang dilakukan oleh peternak. Peternak mengetahui bahwa harus mendahulukan puting namun tidak dilakukan pada saat pelaksanaan pemerahannya. Lama pemerahan juga sangat jarang diperhatikan oleh responden. Responden menghabiskan waktu menit untuk memerah sapi perah. Tindakan peternak terhadap penyelesiaan pemerahan 63,33% termasuk kategori tinggi. Pada tindakan penyelesaian ini pendinginan susu hasil pemerahan juga jarang dilakukan karena susu hasil pemerahan ini langsung disetorkan pada mobil dari penampung. Responden menunggu mobil pengangkut susu di ruang terbuka atau di depan rumah masing-masing, tidak menutup wadah penampung susu
23 64 dan tidak juga mendinginkan susu hasil perahannya. Ini akan memberikan peluang kepada mikroba untuk berkembang biak dan susu akan menjadi cepat rusak. Strategi untuk menghadapi kendala ini susu bisa didinginkan dalam waktu 2 jam dengan suhu susu segar harus mencapai 2-4 derajat celcius, mempersingkat waktu tempuh dengan ini waktu pemerahan dan pengumpulan harus singkat maksimum 30 menit, dan menghindari semaksimal mungkin mengangkut susu segar yang belum didinginkan (susu panas). Idealnya prosedur pemerahan dilaksanakan sesuai dengan tahapan secara berurutan yang terdiri dari tiga tahapan yaitu persiapan pemerahan, pelaksanaan pemerahan dan penyelesaian pemerahan. Pada Tabel 13. Tindakan prosedur pemerahan yang harus dilaksanakan dan rekapitulasi tindakan prosedur pemerahan yang dilakukan oleh responden. Tabel 13. Tindakan peternak terhadap prosedur pemerahan yang harus dilaksanakan dan rekapitulasi tindakan peternak terhadap prosedur pemerahan yang dilakukan oleh responden. No Tindakan Peternak terhadap Prosedur Pemerahan yang harus dilaksanakan Persiapan Pemerahan 1. Peternak membersihkan kandang. 2. Peternak menyiapkan peralatan pemerahan yang sudah bersih 3. Peternak membersihkan sapi yang kotor Rekapitulasi Tindakan Peternak terhadap Prosedur pemerahan yang dilakukan responden (30 orang responden) Persiapan Pemerahan Responden 100% sudah melakukan pembersihan kandang, penyiapan peralatan dan pembersihan sapi yang kotor dengan ini responden sudah mengetahui, memahami dan melakukan prosedur pemerahan.
24 65 4. Pemerah dalam keadaan bersih 80% responden sudah memerah dalam keadaan bersih dan 20% responden menganggap bahwa menggunakan baju seadanya (baju yang habis dipakai bertani) tidak akan mempengaruhi pemerahan Pelaksanaan Pemerahan 5. Peternak membersihkan ambing dan puting dengan satu lap satu sapi 6. Peternak membersihkan ambing dan puting menggunakan air hangat. 7. Peternak mendahulukan puting dahulu baru ambing 8. Peternak memeriksa susu dari tiap puting 9. Peternak menggunakan media gelap untuk memeriksa kondisi susu sebelum perahan 10. Peternak menggunakan metode whole / fullhand Pelaksanaan Pemerahan 53,33% responden membersihkan ambing dan puting dengan menggunakan satu lap satu sapi dan 46,67% tidak menggunakan satu lap satu sapi dikarenakan menurut responden agar lebih cepat 40% responden menggunakan air hangat saat pelaksanaan pembersihan ambing dan puting dan 60% tidak melakukan pembersihan ambing dan puting menggunakan air hangat secara rutin hanya pada saat sapi perah setelah melahirkan agar merangsang pengeluaran air susu untuk pedet dan menghemat air. 36,67% responden mendahulukan puting dahulu baru ambing dan 63,33% melakukan secara acak 96,67% responden melakukan pemeriksaan tiap puting 1-3 pancaran saja. 100% responden melakukan pemeriksaan menggunakan media gelap ke lantai atau ke dalam ember lalu dibuang. Namun responden jarang yang memeriksa ke bagian tangan. Hanya 3,33% responden menggunakan metode wholelhand dan 96,67% responden menggunakan metode stripping hand, ini dikarenakan menggunakan metode wholehand responden merasa mudah pegal dan belum terbiasa
25 Peternak tidak menggunakan vaselin 12. Peternak menggunakan ember khusus untuk pemerahan 13. Peternak mendahulukan ambing yang sehat 14. Peternak memerah sapi sakit pada akhir pemerahan 15. Peternak memerah dalam waktu 7 menit 16. Peternak tidak memberi pakan selama pemerahan 17. Peternak tidak melakukan kegiatan lain di kandang selain pemerahan 18. Peternak menghabiskan susu dari setiap ambing dan puting yang diperah 19. Peternak memisahkan susu hasil pemerahan sapi yang sedang diobati dengan 6,67% responden tidak menggunakan vaselin. Yang digunakan adalah mentega sebagai pengganti vaselin dan 93,33% menggunakan vaselin karena menggunakan stripping method agar tidak panas saat pemerahan 10% responden sudah menggunakan ember khusus saat pemerahan dan sisanya tidak menggunakan ember khusus menggunakan ember seadanya 100% responden sudah melaksanakan mendahulukan ambing yang sehat karena biasanya peternak mendiamkan ambing yang sakit terlebih dahulu. 90% responden sudah memerah sapi yang sakit pada akhir pemerahan karena responden sudah mengetahui bahwa akan terjadi pencemaran untuk susu yang lain apabila susu yang sakit diperah pertama. 26,67% responden sudah memerah dalam waktu 7 menit. Dan 73,33% memerah sekitar menit sampai benar-benar optimal. 76,67% responden tidak memberikan pakan pada saat pemerahan, pakan diberikan sebelum dan sesudah pemerahan lalu 23,33% responden memberikan pakan pada saat pemerahan. 100% responden tidak ada yang melakukan kegiatan lain selain pemerahan karena peternak mengurus sapi perah sendiri jadi dilakukan secara berurutan. 100% responden menghabiskan susu dari setiap puting yang telah diperah dengan cara mengurut dari ambing dan mengurut putingnya saja 100% responden memisahkan susu hasil pemerahan sapi perah dan ikut disetorkan juga.
26 67 antibiotik. Penyelesian Pemerahan 20. Peternak memberikan desinfektan pada setiap puting 21. Peternak mencatat produksi susu tiap sapi. 22. Peternak menyaring susu hasil pemerahan. 23. Peternak mendinginkan susu hasil pemerahan 24. Peternak membawa susu ke TPK dengan milkcan stainless atau alumunium tertutup 25. Peternak mencuci peralatan yang sudah digunakan Penyelesaian Pemerahan 6,67% responden sudah memberikan desinfektan untuk setiap puting yaitu menggunakan dipping dan 93,33% hanya mengusap menggunakan air bersih saja. 43,33% responden sudah ada yang mencatat produksi susu tiap sapi, responden melakukan pencatatan produksi susu pagi dan sore. 33,33% responden sudah melakukan penyaringan dengan berbagai kain seperti kain kasa, kain kerudung, kain kaos yang tipis, kain lap. Tidak ada responden yang melakukan pendinginan susu karena responden langsung membawa susu hasil pemerahan ke mobil pengangkut susu. 43,33% responden sudah membawa susu menggunakan milkcan ke mobil pengangkut bukan ke TPK. Responden memiliki milkcan adanya bantuan dari pemerintahan untuk setiap kelompok dan sisanya masih mengadakan arisan untuk mendapatkan milkcan tersebut. Responden membawa susu menggunakan ember yang telah digunakan pada saat pemerahan. 70% responden sudah mencuci peralatan namun tidak menggunakan desinfektan melainkan menggunakan sabun ekonomi atau sunlight saja Dari 25 tindakan peternak terhadap penerapan prosedur pemerahan, tingkat penerapan prosedur pemerahan 86,67% dikategorikan sedang dengan ini tindakan yang dilakukan oleh responden cukup sesuai mengikuti prosedur pemerahan. Dari 25 tindakan yang jarang dilakukan oleh peternak antara lain menggunakan metode full
27 68 hhand, tidak menggunakan vaseline, menggunakan ember khusus untuk pemerahan, lama pemerahan selama 7 menit, memberikan desinfektan pada tiap puting, mencatat produksi susu, menyaring susu dan mendinginkan susu Rekapitulasi Tingkat Pengetahuan (Kognisi), Sikap (Afeksi) dan Penerapan Prosedur pemerahan (Psikomotorik). Rekapitulasi penilaian dari masing-masing aspek yaitu tingkat pengetahuan peternak (kognisi), sikap peternak (afeksi) dan penerapan prosedur pemerahan (psikomotorik). Dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Rekapitulasi penilaian pada masing-masing aspek (tingkat pengetahuan peternak, sikap peternak sapi perah dan penerapan prosedur pemerahan). No. Rekapitulasi penilaian masingmasing aspek. 1 Rekapitulasi nilai tingkat pengetahuan peternak sapi perah (Kognisi) 2 Rekapitulasi nilai tingkat sikap peternak sapi perah (Afeksi) 3 Rekapitulasi nilai tingkat penerapan prosedur pemerahan. (Psikomotorik) Tinggi Sedang Rendah 23,33 76, ,33 86,67
28 69 Dari hasil rekapitulasi masing-masing aspek menunjukkan hasil yang jelas bahwa pengetahuan termasuk kategori sedang, sikap termasuk kategori tinggi dan penerapan termasuk kategori sedang. Aspek pengetahuan ini memiliki nilai persentasi yang paling rendah dibandingkan dengan yang lain. Nilai ini dapat diartikan bahwa peternak sudah harus memiliki pengetahuan tentang prosedur pemerahan karena sudah didapatkan dari penyuluhan walaupun nilai pengetahuan paling rendah diantara ketiganya tetapi peternak sudah memahami bahwa pentingnya mengikuti prosedur pemerahan akan berpengaruh terhadap kualitas susu ternak tersebut Rekapitulasi penilaian tingkat pengetahuan dan sikap peternak dengan penerapan prosedur pemerahan. Tingkat pengetahuan dan sikap peternak merupakan variabel bebas dari penelitian ini dan variabel terikat yaitu penerapan prosedur pemerahan (tindakan). Dari tingkat pengetahuan dan sikap peternak terhadap prosedur pemerahan ini 76,67% dikategorikan tinggi, artinya responden sudah mengetahui dan memahami tentang tujuan pemerahan, tahapan pemerahan, persiapan pemerahan, pelaksanaan pemerahan, dan penyelesaian pemerahan. Responden sudah memiliki banyak pengetahuan dikarenakan banyaknya informasi yang disampaikan mulai dari pemerintahan kota, penyuluhan-penyuluhan, bahkan pada zaman ini sudah dapat dikatakan mudah mendapatkan pengetahuan melalui media massa dan sikap juga merupakan kesiapan untuk beraksi dari pengetahuan yang diperoleh dari lingkungannya. Tabel 15. Rekapitulasi penilaian tingkat pengetahuan dan sikap peternak sapi perah dengan penerapan prosedur pemerahan.
29 70 No. Rekapitulasi penilaian Tinggi Sedang Rendah 1 Tingkat pengetahuan dan sikap 76,67 23,33 - peternak terhadap prosedur pemerahan (variabel bebas) 2 Tingkat penerapan prosedur 13,33 86,67 pemerahan (variabel terikat) Penerapan merupakan sebuah tindakan mempraktikkan hasil dari yang diketahui untuk suatu kegunaan atau tujuan khusus. Namun pada tindakan penerapan prosedur pemerahan mendapatkan persentase 86,67% yang dikategorikan sedang, artinya responden tidak menerapkan 11 dari 25 prosedur pemerahan yaitu pendinginan susu, penggunaan metode fullhand/ wholehand, tidak menggunakan vaselin, pemberian desinfektan pada puting, penggunaan ember khusus pemerahan, pemerahan dalam waktu 7 menit, penyarngan susu hasil pemerahan, pendahuluan puting kemudian ambing, pembersihan ambing dan puting dengan air hangat, pengangkutan susu dengan milkcan/alumunium tertutup dan pencatatan produksi susu harian. Seharusnya penerapan responden pada prosedur pemerahan itu dikategorikan tinggi sama dengan pengetahuan dan sikap peternak yang dikategorikan tinggi juga. Adanya faktor yang menjadikan tindakan responden pada prosedur pemerahan tidak sama dengan pengetahuan dan sikap responden pada prosedur pemerahan yaitu lingkungan sekitar, ketersediaan bahan-bahannya, waktu, tenaga kerja, biaya dan kebutuhan untuk mencukupi sehari-hari pun harus dijalani yang mengakibatkan tingkat penerapannya pun sedang Hubungan antara tingkat pengetahuan dan sikap peternak dengan penerapan prosedur pemerahan.
30 71 Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan korelasi rank Spearman (rs) hubungan antara tingkat pengetahuan dan sikap peternak dengan penerapan prosedur pemerahan menghasilkan koefisien korelasi sebesar 0,348. Menguji signifikan rs dapat diketahui thitung yang didapat sebesar 1,965 dari ttabel diperoleh data bahwa untuk N = 28 (df= N-2= 30-2= 28) pada taraf nyata 5% diperoleh nilai ttabel adalah 2,048 sehingga terlihat thitung < ttabel hal ini berarti Ho diterima dan dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang cukup berarti antara tingkat pengetahuan, sikap peternak dengan penerapan prosedur pemerahan. Berdasarkan aturan Guilford (1998) hubungan kedua variabel dengan rs = 0,348 berada pada kisaran 0,20 rs 0,40 yang artinya hubungan kedua variabel tersebut dikategorikan lemah. Hubungan antara pengetahuan dan sikap peternak dengan penerapan prosedur pemerahan hanya 34,8% dari kedua variabel tersebut. Ini disebabkan oleh responden banyak yang mengetahui pengetahuan kemudian responden menyetujui sikap yang dilakukan namun dalam tindakan responden belum mampu memenuhinya dikarenakan responden melihat dari kondisi yang ada disekitar dan kebutuhan dari responden. Dengan ini faktor eksternal yang merupakan pengalaman pribadi, infomasi, dan sosial budaya (kebiasaan) juga dapat mempengaruhi, dan 65,2% merupakan faktor lain yang tidak diteliti oleh peneliti.
HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP PETERNAK SAPI PERAH DENGAN PENERAPAN PROSEDUR PEMERAHAN
HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP PETERNAK SAPI PERAH DENGAN PENERAPAN PROSEDUR PEMERAHAN (Kasus di Peternakan Sapi Perah Kelurahan Cipageran, Kecamatan Cimahi Utara, Kota Cimahi, Provinsi
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel susu, air dan peralatan berasal dari tujuh peternak dari Kawasan Usaha Peternakan Rakyat (Kunak), yang berlokasi di Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor. Total sampel susu
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. (1) Sebelah Utara: Kabupaten Purwakarta dan Subang. (2) Sebelah Timur: Kabupaten Sumedang dan Garut
24 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Wilayah Penelitian 4.2.1. Keadaan Geografi dan Topografi Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU) terletak di Kecamatan Lembang, 15 km sebelah utara Kota
Lebih terperinciAlat Pemerahan Peralatan dalam pemerahan maupun alat penampungan susu harus terbuat dari bahan yang anti karat, tahan lama, dan mudah dibersihkan. Bah
TEKNIK PEMERAHAN DAN PENANGANAN SUSU SAPIPERAH G. Suheri Balai Penelitian Ternak, Ciawi-Bogor PENDAHULUAN Perkembangan dalam pemeliharaan sapi perah pada akhir-akhir ini cukup pesat dibandingkan tahun-tahun
Lebih terperinciKAJIAN KEPUSTAKAAN. 2.1 Pengetahuan Peternak. Pengetahuan merupakan keseluruhan gagasan, ide, konsep, pemahaman dan
8 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Pengetahuan Peternak Pengetahuan merupakan keseluruhan gagasan, ide, konsep, pemahaman dan pemikiran manusia setelah melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Susu merupakan salah satu bahan pangan yang penting bagi pemenuhan
1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Susu merupakan salah satu bahan pangan yang penting bagi pemenuhan gizi masyarakat. Susu sangat berperan sebagai asupan untuk kesehatan, kecerdasan dan pertumbuhan manusia.
Lebih terperinciLampiran 1 Kuisioner Peternak Pemasok Susu Segar
LAMPIRAN 47 Lampiran 1 Kuisioner Peternak Pemasok Susu Segar KUISIONER PETERNAK SAPI PERAH Wilayah Kabupaten : Kecamatan : Tanggal Wawancara : Nama Enumerator : I.Identitas Peternak 1. Nama Pemilik : 2.
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
14 HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel susu yang digunakan adalah sampel susu kuartir yang berasal dari Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) yang berlokasi di Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor. Total sampel yang
Lebih terperinciKAJIAN KEPUSTAKAAN. menghasilkan susu. Terdapat beberapa bangsa sapi perah yaitu Ayrshire,
8 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Sapi Perah Sapi perah adalah suatu jenis sapi yang dipelihara dengan tujuan untuk menghasilkan susu. Terdapat beberapa bangsa sapi perah yaitu Ayrshire, Guernsey, Jersey dan
Lebih terperinciIV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian Keadaan umum daerah penelitian meliputi, keadaan administratif daerah,
35 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian Keadaan umum daerah penelitian meliputi, keadaan administratif daerah, tata guna lahan, dan mata pencaharian penduduk. Keadaan umum didapat
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
24 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Peternak Karakteristik peternak pemasok susu segar industri keju yang digambarkan dalam penelitian ini meliputi pendidikan, lama beternak, umur, dan pengalaman penyuluhan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Malabar, Gunung Papandayan, dan Gunung Tilu, dengan ketinggian antara 1000-
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Wilayah Penelitian 4.1.1 Wilayah Kerja KPBS Pangalengan Wilayah kerja KPBS dikelilingi oleh tiga buah gunung, yaitu Gunung Malabar, Gunung Papandayan, dan Gunung
Lebih terperinciV. GAMBARAN UMUM. administratif terletak di Kecamatan Junrejo, Kota Batu, Provinsi Jawa Timur.
V. GAMBARAN UMUM 5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Berdasarkan Data Potensi Desa/ Kelurahan (2007), Desa Tlekung secara administratif terletak di Kecamatan Junrejo, Kota Batu, Provinsi Jawa Timur. Desa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Susu merupakan bahan makanan yang diperoleh dari hasil seleksi
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Susu merupakan bahan makanan yang diperoleh dari hasil seleksi keseluruhan oleh sel sekresi kelenjar susu yang didapat melalui pemerahan yang lengkap dari satu atau lebih
Lebih terperinciBAB XII PEMERAHAN TERNAK RIMINANSIA
SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TERNAK RIMUNANSIA BAB XII PEMERAHAN TERNAK RIMINANSIA KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA
Lebih terperinciIII OBJEK DAN METODE PENELITIAN. yang tergabung pada TPK Cibodas yang berada di Desa Cibodas, Kecamatan
19 III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Dalam penelitian ini yang dijadikan objek adalah peternak sapi perah yang tergabung pada TPK Cibodas yang berada di Desa Cibodas, Kecamatan Lembang,
Lebih terperinciV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Karakteristik Wilayah Lokasi yang dipilih untuk penelitian ini adalah Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor. Desa Gunung Malang merupakan salah
Lebih terperinciV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Keadaan Geografi Wilayah Tempat Pelayanan Koperasi (TPK) Cibedug, yang terdiri dari Kampung Nyalindung, Babakan dan Cibedug, merupakan bagian dari wilayah Desa Cikole.
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Kawasan peternakan sapi perah rakyat Kebon Pedes berada di Kelurahan Kebon Pedes Kecamatan Tanah Sareal Kota Bogor dengan jarak tempuh ke pusat pemerintahan kota
Lebih terperinciKAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Usaha Ternak Sapi Perah
II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Usaha Ternak Sapi Perah Perkembangan peternakan sapi perah di Indonesia tidak terlepas dari sejarah perkembangannya dan kebijakan pemerintah sejak zaman Hindia Belanda. Usaha
Lebih terperinciJURNAL KESEHATAN MASYARAKAT, Volume 1, Nomor 2, Tahun 2012, Halaman Online di
HUBUNGAN HIGIENE DAN SANITASI PEMERAHAN SUSU SAPI DENGAN Total plate count PADA SUSU SAPI DI PETERNAKAN SAPI PERAH DESA MANGGIS KABUPATEN BOYOLALI Dewik wijiastutik *) Alumnus FKM UNDIP, **) Dosen Bagian
Lebih terperinciIV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. dijangkau dan terhubung dengan daerah-daerah lain di sekitarnya oleh jalur transportasi
24 IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak Geografis Desa Kepuharjo yang berada sekitar 7 Km arah Utara Kecamatan Cangkringan dan 27 Km arah timur laut ibukota Sleman memiliki aksesibilitas baik, mudah
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Umur responden petani mina padi yaitu berkaitan dengan kemampuan
V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Petani Mina Padi 1. Umur Umur responden petani mina padi yaitu berkaitan dengan kemampuan berfikir petani dalam melaksanakan usaha taninya, hal tersebut juga berkaitan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah Menurut Yusdja (2005), usaha sapi perah sudah berkembang sejak tahun 1960 ditandai dengan pembangunan usaha-usaha swasta dalam peternakan sapi perah
Lebih terperinciV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN. Kondisi umum Desa Kalisari meliputi kondisi fisik daerah dan kondisi
V. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Kondisi Umum Desa Kalisari Kondisi umum Desa Kalisari meliputi kondisi fisik daerah dan kondisi sosial ekonomi masyarakat. Kondisi sosial ekonomi masyarakat meliputi
Lebih terperinciBAB II KONDISI DESA BELIK KECAMATAN BELIK KABUPATEN PEMALANG. melakukan berbagai bidang termasuk bidang sosial.
18 BAB II KONDISI DESA BELIK KECAMATAN BELIK KABUPATEN PEMALANG A. Keadaan Geografis 1. Letak, Batas, dan Luas Wilayah Letak geografis yaitu letak suatu wilayah atau tempat dipermukaan bumi yang berkenaan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. profil Desa Sukanegara, Kecamatan Carita, Kabupaten Pandeglang tahun 2016.
26 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Daerah Penelitian Keadaan umum daerah penelitian meliputi, keadaan administratif daerah, tata guna lahan, dan mata pencaharian penduduk. Keadaan umum didapat
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. mengkaji hubungan higiene dan sanitasi berbagai lingkungan peternakan dan
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Bab ini menguraikan hasil penelitian dan pembahasan tentang penilaian higiene dan sanitasi tempat peternakan sapi dan tempat pemerahan susu sapi segar, jumlah bakteri Coliform
Lebih terperinciV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN
V KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN 5.1. Gambaran Umum Kecamatan Kebon Pedes, Kabupaten Sukabumi Gambaran umum Kecamatan Kebon Pedes, Kabupaten Sukabumi dalam penelitian ini dihat
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian Administratif Daerah
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian 4.1.1 Administratif Daerah Desa Cilembu merupakan desa yang terletak di Kecamatan Pamulihan, Kabupaten Sumedang yang memiliki luas wilayah sebesar
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perkandangan merupakan segala aspek fisik yang berkaitan dengan
2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Manajemen Perkandangan Perkandangan merupakan segala aspek fisik yang berkaitan dengan kandang dan sarana maupun prasarana yang bersifat sebagai penunjang kelengkapan dalam
Lebih terperinciPETA SOSIAL KELURAHAN CIPAGERAN
35 PETA SOSIAL KELURAHAN CIPAGERAN Lokasi Kelurahan Cipageran merupakan salah satu kelurahan yang berada di Kecamatan Cimahi Utara Kota Cimahi. Adapun orbitasi, jarak dan waktu tempuh dengan pusat-pusat
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. Metode Penelitian
17 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian pada bulan Juni 2011 sampai Januari 2012 bertempat di Kabupaten Sukabumi. Metode Penelitian Populasi studi Populasi studi dalam penelitian ini
Lebih terperinciV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Letak dan Keadaan Geografi Daerah Penelitian Desa Perbawati merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Batas-batas
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kecamatan Wonosari merupakan salah satu dari 7 kecamatan yang ada di
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Wilayah Penelitian Kecamatan Wonosari merupakan salah satu dari 7 kecamatan yang ada di Kabupaten Boalemo, Di lihat dari letak geografisnya, Kecamatan Wonosari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ambing merupakan alat penghasil susu pada sapi yang dilengkapi suatu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ambing merupakan alat penghasil susu pada sapi yang dilengkapi suatu saluran ke bagian luar yang disebut puting. Pada puting ini akan mengeluarkan susu sewaktu diperah.
Lebih terperinciMENGELOLA KOMPOSISI AIR SUSU
MENANGANI AIR SUSU MENGELOLA KOMPOSISI AIR SUSU Air susu mengandung zat-zat gizi yg sangat cocok utk perkembangbiakan bakteri penyebab kerusakan air susu. Proses produksi yg tdk hygienes, penanganan yg
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Sapi Friesian Holstein (FH)
TINJAUAN PUSTAKA Sapi Friesian Holstein (FH) Sapi perah FH berasal dari Belanda dengan ciri-ciri khas yaitu warna bulu hitam dengan bercak-bercak putih pada umumnya, namun ada yang berwarna coklat ataupun
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
Kriteria aspek higiene dan sanitasi terdiri dari 7 pernyataan. Total nilai aspek ini berjumlah 7. Penilaian mengenai aspek higiene dan sanitasi yaitu: Aspek dinilai buruk jika nilai < 3 Aspek dinilai cukup
Lebih terperinciV. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. 5.1 Karakteristik Wilayah dan Sosial Ekonomi Masyarakat Letak dan Kondisi Geografis Lokasi Penelitian
V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN 5.1 Karakteristik Wilayah dan Sosial Ekonomi Masyarakat 5.1.1 Letak dan Kondisi Geografis Lokasi Penelitian Kecamatan Cisurupan terletak kurang lebih 18 Km dari Ibu Kota Kabupaten
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
38 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Penelitian 1) Usahatani Karet Usahatani karet yang ada di Desa Retok merupakan usaha keluarga yang dikelola oleh orang-orang dalam keluarga tersebut. Dalam
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Lokasi Penelitian 4.1.1 Kabupaten Subang Kabupaten Subang adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Jawa Barat terletak di antara 107 o 31 107 0 54 Bujur Timur dan
Lebih terperinciEVALUASI KONDISI PERKANDANGAN DAN TATALAKSANA PEMERAHAN PADA PETERNAKAN SAPI PERAH RAKYAT DI KPSBU LEMBANG
EVALUASI KONDISI PERKANDANGAN DAN TATALAKSANA PEMERAHAN PADA PETERNAKAN SAPI PERAH RAKYAT DI KPSBU LEMBANG EVALUATION OF HOUSING CONDITION AND MILKING PROCEDURES ON DAIRY FARMER GROUP IN KPSBU LEMBANG
Lebih terperinciV. GAMBARAN UMUM. Desa Lulut secara administratif terletak di Kecamatan Klapanunggal,
V. GAMBARAN UMUM 5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Desa Lulut secara administratif terletak di Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa ini berbatasan dengan Desa Bantarjati
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Agung Kabupaten OKU Selatan Sumatera Selatan. Posisi Desa Merpang
42 IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Desa Merpang. Letak Geografis Desa Merpang merupakan daerah perbukitan yang terletak di Kecamatan Runjung Agung Kabupaten OKU Selatan Sumatera Selatan. Posisi
Lebih terperinciHUBUNGAN PERSEPSI PETERNAK TERHADAP SIFAT INOVASI KARPET KANDANG DENGAN LAJU ADOPSI PADA PETERNAKAN SAPI PERAH RAKYAT
HUBUNGAN PERSEPSI PETERNAK TERHADAP SIFAT INOVASI KARPET KANDANG DENGAN LAJU ADOPSI PADA PETERNAKAN SAPI PERAH RAKYAT (Kasus pada peternakan sapi perah anggota KPSBU di TPK Ciater, Kabupaten Subang) SKRIPSI
Lebih terperinciV. GAMBARAN UMUM WILAYAH
V. GAMBARAN UMUM WILAYAH 5.1. Karakteristik Wilayah Kabupaten Brebes merupakan salah satu dari tiga puluh lima daerah otonom di Propinsi Jawa Tengah yang terletak di sepanjang pantai utara Pulau Jawa.
Lebih terperinciHUBUNGAN PERILAKU KOMUNIKASI IBU RUMAH TANGGA DENGAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN INOVASI PENGGEMUKAN SAPI POTONG DI KECAMATAN DANAU TELUK KOTA JAMBI
Volume 11, Nomor 1, Hal. 31-37 ISSN 0852-8349 Januari - Juni 2009 HUBUNGAN PERILAKU KOMUNIKASI IBU RUMAH TANGGA DENGAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN INOVASI PENGGEMUKAN SAPI POTONG DI KECAMATAN DANAU TELUK KOTA
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Deskripsi Faktor-Faktor Yang berhubungan dengan Partisipasi Petani dalam Kebijakan Optimalisasi dan Pemeliharaan JITUT 5.1.1 Umur (X 1 ) Berdasarkan hasil penelitian terhadap
Lebih terperinciANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING. seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan, dan tenaga
VI. ANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING A. Ketersediaan Input Dalam mengusahakan ternak sapi ada beberapa input yang harus dipenuhi seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan,
Lebih terperinciBAB VIII PENGAMBILAN KEPUTUSAN INOVASI PRIMA TANI OLEH PETANI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGANNYA
59 BAB VIII PENGAMBILAN KEPUTUSAN INOVASI PRIMA TANI OLEH PETANI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGANNYA 8.1 Pengambilan Keputusan Inovasi Prima Tani oleh Petani Pengambilan keputusan inovasi Prima
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. Data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah:
40 III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data 3.1.1. Jenis Data Data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah: Data primer, adalah pengumpulan data yang dilakukan dengan cara observasi atau
Lebih terperinciKAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari
II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Karakteristik Sapi perah Sapi perah (Bos sp.) merupakan ternak penghasil susu yang sangat dominan dibanding ternak perah lainnya dan sangat besar kontribusinya dalam memenuhi
Lebih terperinciV GAMBARAN UMUM DESA CIMANGGIS
V GAMBARAN UMUM DESA CIMANGGIS 5.1. Karakteristik Wilayah Kabupaten Bogor memiliki kuas wilayah 299.428,15 hektar yang terbagi dari 40 kecamatan. 40 kecamatan dibagi menjadi tiga wilayah yaitu wilayah
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Teknik Budidaya Ikan Nila, Bawal, dan Udang Galah
V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Teknik Budidaya Ikan Nila, Bawal, dan Udang Galah 1. Persiapan kolam Di Desa Sendangtirto, seluruh petani pembudidaya ikan menggunakan kolam tanah biasa. Jenis kolam ini memiliki
Lebih terperinciBAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
18 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Desa Gorowong Desa Gorowong merupakan salah satu desa yang termasuk dalam Kecamatan Parung Panjang, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Metro. Kelurahan Karangrejo pertama kali dibuka pada zaman pemerintahan
IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Sejarah Berdirinya Kelurahan Karangrejo Karangrejo adalah salah satu Kelurahan di Kecamatan Metro Utara Kota Metro. Kelurahan Karangrejo pertama kali dibuka pada
Lebih terperinciV GAMBARAN UMUM USAHA
V GAMBARAN UMUM USAHA 5.1. Gambaran Umum KUD Giri Tani 5.1.1. Sejarah dan Perkembangan KUD Giri Tani KUD Giri Tani didirikan pada tanggal 26 maret 1973 oleh Alm. H. Dulbari, yang menjabat sebagai Kepala
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Desa Sukajaya merupakan salah satu desa sentra produksi susu di Kecamatan
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Desa Sukajaya merupakan salah satu desa sentra produksi susu di Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat. Desa Sukajaya mempunyai luas 3.090,68 Ha dan jumlah penduduk
Lebih terperinciII KAJIAN KEPUSTAKAAN
II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Komunikasi Interpersonal Secara umum komunikasi interpersonal atau antar pribadi dapat diartikan sebagai suatu proses pertukaran makna antara orang-orang yang saling berkomunikasi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. karakteristik ibu menyusui, teknik menyusui dan waktu menyusui. Menurut WHO/UNICEF Tahun 2004 menyusui adalah suatu cara yang
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Untuk Menyusui Tinjauan tentang menyusui meliputi definisi menyusui, manfaat menyusui, karakteristik ibu menyusui, teknik menyusui dan waktu menyusui. 2.1.1 Definisi
Lebih terperinciV. GAMBARAN UMUM Gambaran Lokasi Penelitian
V. GAMBARAN UMUM 5.1. Gambaran Lokasi Penelitian 5.1.1. Letak dan Keadaan Alam Kecamatan Babelan adalah kecamatan yang terletak di bagian utara Kebupaten Bekasi yang mempunyai garis pantai sepanjang 1,5
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Kelurahan Kayubulan Kecamatan Limboto terbentuk/lahir sejak tahun 1928 yang
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Gambaran Umum Kelurahan Kayubulan Kelurahan Kayubulan Kecamatan Limboto terbentuk/lahir sejak tahun 1928 yang pada saat
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN SUBYEK PENELITIAN
IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN SUBYEK PENELITIAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Letak Geografis Letak geografis Kelurahan Way Urang dan Desa Hara Banjar Manis dapat dilihat pada tabel berikut:
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kecamatan Bangun Rejo merupakan salah satu kecamatan yang terdapat di
IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak Geografis dan Luas Wilayah Kecamatan Bangun Rejo merupakan salah satu kecamatan yang terdapat di Kabupaten Lampung Tengah. Kecamatan Bangun Rejo merupakan pemekaran
Lebih terperinciV. PROFIL PETERNAK SAPI DESA SRIGADING. responden memberikan gambaran secara umum tentang keadaan dan latar
V. PROFIL PETERNAK SAPI DESA SRIGADING A. Karakteristik Responden Responden dalam penelitian ini adalah peternak yang mengusahakan anakan ternak sapi dengan jumlah kepemilikan sapi betina minimal 2 ekor.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Deskripsi Wilayah 1. Profil Dusun Bruno 1 a. Deskripsi Wilayah. Hasil survey ini merupakan pengamatan langsung di lapangan untuk
A. Deskripsi Wilayah 1. Profil Dusun Bruno 1 a. Deskripsi Wilayah BAB I PENDAHULUAN Hasil survey ini merupakan pengamatan langsung di lapangan untuk mengetahui lokasi sesungguhnya dari dusun Bruno 1. Hasil
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. pemerintahan dalam memberikan pelayanan publiknya wilayah ini dibagi kedalam
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Wilayah Penelitian Desa Mekarjaya merupakan salah satu dari 13 (tiga belas desa) yang berada di Kecamatan Bungbulang. Kecamatan Bungbulang merupakan salah satu
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi 4.1.1 Keadaan Geografis Desa Oluhuta Utara merupakan salah satu Desa yang berada di Kecamatan Kabila, Kabupaten Bone Bolango, Provinsi Gorontalo. Luas
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Bandung Barat Provinsi Jawa Barat dengan luas wilayah 124,00 ha.
39 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Wilayah Penelitian 4.1.1 Keadaan Fisik Wilayah Penelitian Desa Buminagara merupakan sebuah desa di Kecamatan Sindangkerta Kabupaten Bandung Barat Provinsi Jawa
Lebih terperinciBAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Desa Banjar termasuk salah satu wilayah di Kecamatan Banjar Kabupaten
BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1 Letak Geografis Desa Banjar termasuk salah satu wilayah di Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng dengan jarak kurang lebih 18 km dari ibu kota Kabupaten Buleleng
Lebih terperinciKEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Desa Kebonagung merupakan salah satu dari 8 (delapan) desa yang
IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Geografis 1. Keadaan topografi dan letak wilayah Desa Kebonagung merupakan salah satu dari 8 (delapan) desa yang terdapat di Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul,
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tentang partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program wajib belajar sembilan
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Semua data yang telah berhasil dikumpulkan oleh peneliti selama melakukan penelitian akan disajikan pada bab ini. Data tersebut merupakan data tentang partisipasi
Lebih terperinciBAB II KONDISI WILAYAH DESA SEMPOR. membuat sungai dari sebelah barat (Sungai Sampan), sedang yang muda
31 BAB II KONDISI WILAYAH DESA SEMPOR A. Sejarah Desa Sempor Pada jaman dahulu kala ada dua orang putra Eyang Kebrok, namanya belum diketahui mendapat perintah untuk membuat sungai. Putra yang tua membuat
Lebih terperinciV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Letak dan Keadaan Geografi Daerah Penelitian Desa Pulorejo merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Ngoro, Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Batas-batas
Lebih terperinciV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan
V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN 5.1. Lokasi dan Topografi Kabupaten Donggala memiliki 21 kecamatan dan 278 desa, dengan luas wilayah 10 471.71 kilometerpersegi. Wilayah ini
Lebih terperinciMATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Desa Cibeureum Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor pada Bulan Maret sampai Agustus. Pemilihan daerah Desa Cibeureum sebagai tempat penelitian
Lebih terperinciGAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Letak Geografis dan Topografi Daerah Penelitian
60 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak Geografis dan Topografi Daerah Penelitian Daerah penelitian terletak di Desa Fajar Asri Kecamatan Seputih Agung Kabupaten Lampung Tengah. Desa Fajar Asri
Lebih terperinciLampiran 1 Hasil Pengujian sampel susu menggunakan metode Breed dan uji. Breed (jumlah sel somatis/ml) No Kuartir IPB-1
LAMPIRAN 25 26 Lampiran 1 Hasil Pengujian sampel susu menggunakan metode Breed dan uji mastitis IPB-1 No Kuartir IPB-1 Breed (jumlah sel somatis/ml) 1 Kanan depan 1+ 400 000 2 kanan belakang - 440 000
Lebih terperinciHubungan Perilaku Komunikasi Interpersonal...Muhammad Fauzi
HUBUNGAN PERILAKU KOMUNIKASI INTERPERSONAL DENGAN TINGKAT PEMENUHAN KEBUTUHAN INFORMASI PETERNAK DALAM BETERNAK SAPI PERAH (Kasus Pada Kelompok Peternak Sapi Perah TPK Desa Cibodas Kecamatan Lembang Kabupaten
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Populasi Kambing Kambing sangat digemari oleh masyarakat untuk diternakkan karena ukuran tubuhnya yang tidak terlalu besar, perawatannya mudah, cepat berkembang biak, jumlah anak
Lebih terperinciBAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Profil Kelurahan Mulyaharja 4.1.1. Keadaan Umum Kelurahan Mulyaharja Kelurahan Mulyaharja terletak di Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor, Propinsi Jawa Barat.
Lebih terperinciGAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Jogonayan merupakan salah satu desa dari 16 desa yang ada di Kecamatan
IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Keadaan Wilayah Desa Jogonayan 1. Kondisi Geografis dan Administrasi Jogonayan merupakan salah satu desa dari 16 desa yang ada di Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang.
Lebih terperinciLampiran 1. Kuesioner karakteristik peternak I. KARAKTERISTIK PETERNAK 1. Umur (ke ulang tahun terdekat) : tahun 2. Jenis kelamin (pilih salah satu) :
LAMPIRAN 46 47 Lampiran 1. Kuesioner karakteristik peternak I. KARAKTERISTIK PETERNAK 1. Umur (ke ulang tahun terdekat) : tahun 2. Jenis kelamin (pilih salah satu) : Laki-laki Perempuan 3. Pendidikan formal
Lebih terperinciHASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
41 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Wilayah Penelitian Kecamatan Gandus terletak di Kota Palembang Provinsi Sumatera Selatan. Kecamatan Gandus merupakan salah satu kawasan agropolitan di mana
Lebih terperinciIV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Kondisi Geografis Daerah Penelitian. Kecamatan Rumbai merupakan salah satu Kecamatan di ibukota
IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Kondisi Geografis Daerah Penelitian Kecamatan Rumbai merupakan salah satu Kecamatan di ibukota Pekanbaru yang dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah
Lebih terperinciIV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. secara geografis terletak antara 101º20 6 BT dan 1º55 49 LU-2º1 34 LU, dengan
18 IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Letak dan Keadaan Geografis Kelurahan Lubuk Gaung adalah salah satu kelurahan yang terletak di Kecamatan Sungai Sembilan Kota Dumai Provinsi Riau. Kelurahan Lubuk
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah berada di Kecamatan
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Daerah Penelitian Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah berada di Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. KUNAK didirikan berdasarkan keputusan presiden
Lebih terperinciHubungan Motif dengan Kinerja Peternak Sapi Perah... Farninda Ranisya S
HUBUNGAN MOTIF BETERNAK DENGAN KINERJA PETERNAK SAPI PERAH (Kasus di Kelurahan Cipageran, Kecamatan Cimahi Utara, Kota Cimahi) THE CORRELATION OF MOTIVE DAIRY FARMING AND PERFORMANCE OF DAIRY FARMERS (A
Lebih terperinciV. GAMBARAN UMUM. Cisaat berdasarkan kelompok umur dapat dilihat pada Tabel 4.
V. GAMBARAN UMUM 5.1. Kondisi Umum Lokasi Penelitian Desa Cisaat terletak di Kecamatan Cisaat, Kabupaten Sukabumi dengan luas wilayah 125.625 Ha. Desa Cisaat berbatasan dengan Jalan Raya Cisaat di sebelah
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Tempat Penelitian Desa Sumber Makmur yang terletak di Kecamatan Banjar Margo, Kabupaten Tulang Bawang, Provinsi Lampung memiliki luas daerah 889 ha. Iklim
Lebih terperinciKEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Purworejo yang terdiri dari 49 desa.luas wilayah Kecamatan Pituruh yaitu 7681
IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak Geografis Kecamatan Pituruh merupakan salah satu dari 16 Kecamatan di Kabupaten Purworejo yang terdiri dari 49 desa.luas wilayah Kecamatan Pituruh yaitu 7681.
Lebih terperinciJURNAL GEOGRAFI Geografi dan Pengajarannya ISSN Volume 14, Nomor 1, Juni 2016
JURNAL GEOGRAFI Geografi dan Pengajarannya ISSN 1412-6982 Volume 14, Nomor 1, Juni 2016 FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP PRODUKTIVITAS SUSU SAPI PERAH DI DESA GEGER KECAMATAN SENDANG KABUPATEN TULUNGAGUNG
Lebih terperinciLampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :......
LAMPIRAN 50 Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama :... 2. Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :... 4. Pendidikan Terakhir :.. 5. Mata Pencaharian a. Petani/peternak
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Tempat Penelitian 4.1.1. Sejarah UPTD BPPTD Margawati Garut Unit Pelaksana Teknis Dinas Balai Pengembangan Perbibitan Ternak Domba atau disingkat UPTD BPPTD yaitu
Lebih terperinci1 III METODE PENELITIAN. (Koperasi Peternakan Sapi Bandung Utara) Jabar yang telah mengikuti program
18 1 III METODE PENELITIAN 1.1 Obyek Penelitian Obyek dari penelitian ini adalah peternak sapi perah anggota KPSBU (Koperasi Peternakan Sapi Bandung Utara) Jabar yang telah mengikuti program pembinaan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya.
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Identitas Petani Petani Padi Organik Mitra Usaha Tani
V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identitas Petani Petani Padi Organik Mitra Usaha Tani Identitas petani merupakan suatu tanda pengenal yang dimiliki petani untuk dapat diketahui latar belakangnya. Identitas
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH)
TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Perah Usaha peternakan sapi perah di Indonesia diklasifikasikan berdasarkan skala usahanya yaitu perusahaan peternakan sapi perah dan peternakan sapi perah rakyat (Sudono,
Lebih terperinciIII. METODOLOGI PENELITIAN. Daerah penelitian ditentukan secara secara sengaja (purposive sampling), yaitu
III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Penentuan Daerah Penelitian Daerah penelitian ditentukan secara secara sengaja (purposive sampling), yaitu Desa Parbuluan I Kecamatan Parbuluan Kabupaten Dairi, dengan pertimbangan
Lebih terperinci