HASIL DAN PEMBAHASAN
|
|
- Hadian Agusalim
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 24 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Peternak Karakteristik peternak pemasok susu segar industri keju yang digambarkan dalam penelitian ini meliputi pendidikan, lama beternak, umur, dan pengalaman penyuluhan yang pernah didapatkan (Tabel 2). Tabel 2 Karakteristik peternak di peternakan sapi perah pemasok susu segar industri keju Variabel Jumlah (%) Pendidikan terakhir SD 4 40 SMP 3 30 SMA 0 0 PT 3 30 Lama beternak 1-5 tahun tahun 2 20 >10 tahun 4 40 Mendapatkan pelatihan Ya 5 50 Tidak 5 50 Umur <30 tahun tahun 8 80 >50 tahun 1 10 Selama pengambilan kuesioner terdapat 10 peternak sebagai responden. Hampir sebagian responden (40%) berpendidikan sekolah dasar (SD). Para peternak yang memiliki tingkat pendidikan rendah kemungkinan besar usaha peternakan yang dimiliki bersifat turun temurun, dan peternakan sapi perah merupakan usaha utama yang dimiliki. Pendidikan merupakan hal yang penting dalam pengelolaan peternakan, karena berperan dalam pola berpikir, kemampuan belajar, dan taraf intelektual (Juliani 2011). Peternak yang memiliki tingkatan ilmu lebih tinggi dapat mengajarkan dan memberikan contoh kepada peternak yang memiliki latar pendidikan yang lebih rendah. Pada umumnya, semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka proporsi tindakan baik dari responden akan semakin tinggi, namun pendidikan bukan menjadi faktor utama dalam
2 25 meningkatkan produktivitas sapi perah, karena peternak yang berpendidikan tinggi belum tentu menggunakan ilmunya dalam hal pemeliharaan ternak. Pengalaman beternak merupakan lamanya waktu peternak melakukan usaha peternakan. Hanya sekitar 20% responden beternak selama 5-10 tahun. Peternak baru (1-5 tahun) merupakan peternak yang melanjutkan usaha peternakan keluarga. Pengalaman beternak merupakan hal yang sangat penting, karena salah satu faktor yang dapat menentukan keberhasilan usaha sapi perah adalah pengalaman beternak. Pengalaman beternak dapat mempengaruhi kemampuan kerja seorang peternak. Peternak yang sudah berpengalaman dapat mengatasi dengan baik masalah-masalah dalam peternakan (Juliani 2011). Pelatihan dan penyuluhan dalam peningkatan produktivitas sapi perah sangat bermanfaat. Sebagian besar (50%) peternak tidak pernah mendapatkan penyuluhan atau pelatihan mengenai manajemen peternakan yang baik dan benar. Penyuluhan dan pelatihan sangat berpengaruh terhadap kemajuan usaha peternakan. Peternak yang tidak mempunyai pengetahuan serta wawasan yang memadai dalam memahami permasalahan, memikirkan pemecahannya, atau memilih pemecahan masalah yang paling tepat untuk mencapai tujuan mereka, dapat teratasi dengan mengikuti penyuluhan dan pelatihan. Penyuluhan yang didapatkan oleh peternak diharapkan dapat menambah ilmu mengenai tata laksana pemeliharaan yang baik dan benar, dan peran pemerintah sangat diperlukan dalam hal ini. Menurut Achjadi (1985) kegiatan penyuluhan melalui tatap muka langsung dengan peternak di lapangan diharapkan dapat mengurangi kesenjangan komunikasi yang timbul sehubungan dengan pemeliharaan ternak, kasus penyakit ternak, sistem informasi dan lain sebagainya. Rentang umur responden dalam penelitian ini dikategorikan menjadi tiga kelompok yaitu <30 tahun, tahun, dan >50 tahun. Dari hasil pengamatan dapat dinyatakan bahwa umumnya peternak sapi perah yang diamati memiliki usia produktif (90%) berada pada usia di bawah 50 tahun. Havighurst (1974) yang diacu dalam Nurliana (1999) menyatakan bahwa terdapat periode sensitif dari umur seseorang untuk belajar pada umur tertentu. Hal ini menunjukkan adanya kaitan antara umur seseorang dengan kemampuan intelektualnya karena umur seseorang berkaitan erat dengan wawasan yang dimiliki.
3 26 Manajemen Pemeliharaan Sapi Perah Keberhasilan usaha peternakan sapi perah sangat bergantung dari keterpaduan langkah terutama di bidang pembibitan (breeding), pakan (feeding), dan tata laksana (management). Manajemen peternakan sapi perah terdiri dari manajemen pemeliharaan, manajemen kandang, manajemen kesehatan, manajemen pemerahan pasca panen, manajemen reproduksi, dan manajemen pemasaran (Nurdin 2011). Dalam penelitian ini hanya dibahas mengenai praktik manajemen pemeliharaan yang terdiri atas sanitasi kandang dan lingkungan, sanitasi air dan peralatan pemerahan, tata laksana pemerahan, serta manajemen kesehatan ternak. Sanitasi Kandang dan Lingkungan Aspek sanitasi kandang dan lingkungan yang diamati meliputi frekuensi pembersihan alas kandang, frekuensi pembersihan halaman sekitar kandang, jarak pembuangan limbah dari kandang, dan penanganan kotoran ternak (Tabel 3). Tabel 3 Kondisi sanitasi kandang dan lingkungan di peternakan sapi perah pemasok susu segar industri keju Variabel Jumlah (%) Frekuensi pembersihan alas kandang dua kali per hari Frekuensi pembersihan halaman sekitar kandang Setiap hari 1 10 Dua hari sekali 4 40 Satu minggu sekali 1 10 Satu bulan sekali 4 40 Jarak pembuangan limbah dari kandang (<15 meter) Penanganan kotoran ternak (open dumping) Kondisi sanitasi peternakan dapat mencerminkan manajemen pemeliharaan dan cara peternak menjaga kebersihan kandang. Pada Tabel 3 dapat diketahui bahwa seluruh responden (100%) membersihkan alas kandang dua kali sehari. Mayoritas (40%) peternak membersihkan halaman kandang tiap dua hari sekali dan satu bulan sekali. Dibanding dengan ternak yang lain, sapi perah memerlukan tingkat kebersihan dan sanitasi yang lebih tinggi, karena susu mudah sekali
4 27 menyerap bau. Disamping itu, kandang yang kotor juga merupakan sarana yang sangat baik untuk perkembangan bakteri yang dapat menyebabkan penyakit, mikroorganisme dari kandang yang kotor dapat mengontaminasi susu melalui udara, dan feses. Alasan tersebut yang mendasari bahwa kandang dan lingkungan sekitarnya harus selalu bersih agar susu yang diproduksi mempunyai kualitas yang baik pula (Sunarko et al. 2009). Kandang yang bersih membuat sapi nyaman, dan peternak betah bekerja di kandang (Budi et al. 2006). Tempat pembuangan limbah juga berperan terhadap timbulnya penyakit pada sapi perah, misalnya mastitis. Seluruh responden (100%) membuang limbah tidak jauh dari kandang peternakannya (<15 meter). Limbah peternakan berupa kotoran ternak langsung disalurkan ke ladang yang digunakan sebagai pupuk kandang untuk budidaya rumput gajah, dan terletak tidak jauh dari kandang. Jarak yang terlalu dekat antara tempat pembuangan limbah dengan kandang akan menyebabkan lingkungan kandang menjadi kotor, dan dapat menimbulkan pencemaran lingkungan. Hal ini akan menyebabkan bakteri tumbuh subur dan bermigrasi ke kandang sehingga setiap saat dapat menimbulkan kejadian mastitis subklinis. Tumpukan limbah peternakan akibat kondisi saluran pembuangan yang tidak baik atau tidak lancar akan menyebabkan gangguan terhadap lingkungan antara lain berupa bau busuk dan berkembangnya serangga (Sudarwanto 1999 diacu dalam Winata 2011). Berdasarkan data pada Tabel 3 dapat diketahui bahwa seluruh peternak (100%) membuang kotoran ternak dengan menimbunnya di atas permukaan tanah atau open dumping. Penanganan kotoran yang buruk dapat meningkatkan terjadinya mastitis (radang ambing), hal ini disebabkan oleh lingkungan sekitar kandang menjadi kotor sehingga mikroorganisme-mikroorganisme patogen tumbuh subur dan dapat bermigrasi ke kandang dan menginfeksi sapi perah. Menurut Sutarti et al. (2003) dengan tempat pembuangan limbah yang baik, maka sapi yang terkena mastitis 0.52 kali lebih kecil dibandingkan yang kotor. Tata Laksana Pemerahan Tata laksana pemerahan merupakan salah satu faktor yang ikut menentukan variasi produksi susu. Tata laksana pemerahan yang baik dapat meningkatkan
5 28 produksi susu yang dihasilkan. Tata laksana pemerahan sapi perah di peternakan sapi perah pemasok susu segar industri keju tersaji dalam Tabel 4. Tabel 4 Manajemen pemerahan sapi perah di peternakan sapi perah pemasok susu segar industri keju Variabel Jumlah (%) Periode pemandian sapi sebelum diperah (dua kali sehari) Membersihkan ambing sebelum diperah Cara membersihkan ambing Tidak dilap 5 50 Kadang-kadang 5 50 Melakukan Teat dipping setelah pemerahan 1 10 Teknik pemerahan Strip hand 3 30 Whole hand 2 20 Kombinasi 5 50 Menggunakan pelicin saat pemerahan 9 90 Urutan pemerahan Acak 8 80 Sehat ke sakit 2 20 Seluruh responden (100%) memandikan sapinya dua kali sehari sebelum diperah. Kebiasaan memandikan sapi dua kali sehari akan merangsang produksi susu. Sapi yang dimandikan dua kali sehari akan menghasilkan susu lebih banyak dari yang dimandikan satu kali atau yang tidak dimandikan sama sekali (Sudarwanto 1999 diacu dalam Winata 2011). Kotoran-kotoran yang berasal dari alas kandang, tanah, feses, epitel yang telah gugur, dan kotoran-kotoran lainnya biasa melekat pada tubuh sapi. Selama proses pemerahan kotoran-kotoran tersebut dapat jatuh dari perut, ekor, lipat paha, dan ambing sapi ke dalam ember susu. Kotoran-kotoran semacam ini biasanya mengandung banyak bakteri dan tentu saja akan mengotori sekaligus mencemari susu. Menurut Hunderson (1971) yang diacu dalam Hartono (1992) sebaiknya sapi dimandikan sekurang-kurangnya sekali dalam sehari.
6 29 Sebanyak 100% peternak membersihkan ambing sebelum diperah, namun sebagian responden (50%) membersihkan ambing tanpa dilap. Puting sapi yang dibersihkan sebelum dan setelah diperah akan mencegah kejadian mastitis subklinis dibandingkan dengan yang tidak dibersihkan. Menurut Hunderson (1971) yang diacu dalam Hartono (1992) susu yang dihasilkan dari ambing yang bersih dan puting yang dicuci dengan antiseptik serta dikeringkan akan menghasilkan mikroorganisme sebesar cfu/ml, tetapi bila ambing tidak dicuci akan ada mikroorganisme sebesar cfu/ml. Ambing dapat dibersihkan menggunakan larutan NaClO dengan konsentrasi ppm dan pada konsentrasi ini susu tidak terkontaminsasi bau dari larutan. Umumnya (90%) peternak tidak melakukan teat dipping setelah pemerahan. Membersihkan ambing sebelum pemerahan, pemeriksaan pancaran sekresi pertama, membersihkan puting sebelum pemerahan dan melakukan terapi kering kandang merupakan usaha dalam mengendalikan mastitis subklinis selain dengan melakukan teat dipping (Sudarwanto 1999 diacu dalam Winata 2011). Seluruh responden (100%) memerah dengan tangan, sebanyak 20% peternak menggunakan metode whole hand, 30% peternak menggunakan metode strip hand, dan 50% peternak menggunakan metode kombinasi antara strip hand dan whole hand. Teknik pemerahan whole hand dapat menghasilkan susu lebih banyak, mengurangi pencemaran mikroorganisme, dan mengurangi perlukaan puting. Perlukaan puting merupakan predisposisi terjadinya mastitis (Sudarwanto 1998). Menurut Sunarko et al. (2009) ada dua cara pemerahan menggunakan tangan yang biasa digunakan, tergantung ukuran pada kondisi puting besar atau puting kecil dan pendek. 1. Pemerahan dengan seluruh jari tangan (whole hand) Biasanya dilakukan pada ambing yang mempunyai bentuk puting panjang dan besar. Pemerahan dilakukan dengan cara puting dipegang antara ibu jari dengan jari telunjuk pada pangkal puting menekan dan meremas pada bagian atas, sedangkan ketiga jari yang lain meremas bagian tubuh puting secara berurutan, hingga susu memancar keluar dan dilakukan sampai susu dalam ambing habis.
7 30 2. Pemerahan dengan dua jari sambil menarik puting (strip methode) Cara ini sering dilakukan pada sapi-sapi yang mempunyai bentuk puting kecil yaitu dilakukan dengan memijat puting oleh ibu jari dan jari telunjuk pada pangkal puting dan diurutkan ke arah ujung puting sampai susu memancar keluar. Berdasarkan kedua metode tersebut, maka pemerahan dengan seluruh jari tangan adalah yang terbaik. Pemerahan dengan cara ini mudah untuk dilakukan dan tidak merusak bentuk puting, tidak perlu menggunakan minyak untuk memperlicin pemerahan. Kebanyakan peternak lebih menyukai teknik strip methode dengan alasan lebih nyaman dan mudah dalam pengerjaannya, namun cara ini lebih sering menimbulkan perlukaan ambing yang dapat berdampak terjadinya mastitis. Sebanyak 90% responden menggunakan bahan pelicin pada saat memerah, dan 10% responden tidak menggunakan bahan pelicin pada saat memerah. Hampir seluruh peternak menggunakan vaselin atau mentega dengan alasan untuk mempermudah pemerahan. Penggunaan vaselin sebagai alat pelicin dan digunakan secara bersama-sama untuk semua sapi pada peternakan merupakan faktor predisposisi munculnya mastitis subklinis, selain itu vaselin atau pelicin merupakan sumber kontaminasi khususnya cendawan. Hidayat et al. (2002), yang diacu dalam Akilah (2008) menjelaskan selama pemerahan jangan menggunakan vaselin karena vaselin akan menutupi permukaan puting, bila terus menerus menggunakan pelicin (vaselin), penularan penyakit sulit dihindari. Delapan puluh persen (80%) responden melakukan pemerahan susu secara acak, sedangkan 20% responden memerah susu dari sapi sehat ke sapi yang sakit. Pemerahan yang baik adalah memerah sapi dari yang sehat ke sakit, agar tidak terjadi infeksi silang dari sapi sakit ke sehat yang menyebabkan sapi sehat menjadi sakit. Sebelum pemerahan perlu melakukan pembersihkan kandang, memandikan sapi, membersihkan ambing dan penyediaan sarana pemerahan. Setelah kegiatan tersebut dilakukan pemerahan awal yaitu dengan mengeluarkan 1-2 pancaran susu untuk mengetahui adanya perubahan pada susu dan merangsang pengeluaran susu. Pemerahan harus dilaksanakan dua kali sehari untuk mencegah mastitis, setelah selesai memerah puting pada ternak harus langsung disucihamakan dengan
8 31 menggunakan larutan disinfektan. Kemudian susu disaring dari ember pemerahan ke milkcan untuk membersihkan susu dari bulu atau kotoran yang masuk kedalam susu (DITJENNAK 2012). Manajemen Kesehatan Manajemen kesehatan yang baik sangat mempengaruhi kesehatan sapi perah. Manajemen kesehatan sapi perah di peternakan pemasok susu segar industri keju tersaji dalam Tabel 5. Tabel 5 Manajemen kesehatan dan pemeliharaan sapi perah di peternakan sapi perah pemasok susu segar industri keju Variabel Jumlah (%) Memisahkan sapi yang sedang sakit 2 20 Memisahkan sapi yang sedang bunting 1 10 Memisahkan sapi yang baru datang 1 10 Kepadatan ternak (Baik) Manajemen kesehatan sapi perah termasuk faktor yang sangat berkaitan dengan kejadian penyakit pada peternakan sapi perah. Mayoritas (80%) responden tidak melakukan pemisahan sapi yang sedang sakit. Sapi yang sedang sakit biasanya akan diobati oleh paramedis atau dokter hewan, namun kebanyakan peternak mengobati sendiri dengan ilmu yang telah didapat secara turun-temurun. Menurut Tim Penyuluh (2000) menyatakan bahwa pengendalian penyakit perlu dilakukan dengan vaksinasi secarta berkala, pemisahan dan pengobatan bagi sapi yang sakit, agar sapi yang sehat tidak tertulari mikroorganisme dari sapi yang sakit. Sembilan puluh persen (90%) responden tidak memisahkan sapi yang sedang bunting dengan sapi tidak bunting. Pemisahan sapi yang sedang bunting dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya keguguran. Menurut Gunawan et al. (2011) tindakan pencegahan terhadap keguguran antara lain: 1. Pengelolaan sapi dengan pemisahan kandang per individu. 2. Hindari lantai kandang yang licin.
9 32 3. Hindari sapi bunting makan pakan beracun atau pakan berkadar estrogen tinggi. 4. Dilakukan vaksinasi terutama pada sapi berumur 4-6 bulan. Sapi yang baru datang hendaknya dikarantina pada suatu kandang terpisah, dengan tujuan untuk memonitor adanya gejala penyakit tertentu yang tidak diketahui pada saat proses pembelian. Hampir semua (90%) responden tidak melakukan pemisahan sapi yang baru datang. Hal ini memungkinkan terjadinya perpindahan penyakit dari sapi baru ke sapi lama atau sebaliknya. Seluruh responden (100%) kepadatan ternaknya baik. Populasi sapi dalam satu kandang yang terlalu padat (overcrowding) meningkatkan tingkat kontaminasi dan mempengaruhi tingkat kebersihan kandang secara umum. Bakteri koliform sebagai salah satu dari penyebab diare yang paling umum membutuhkan feses untuk memperpanjang siklus perkembangbiakannya. Kepadatan populasi sapi dalam satu kandang yang tinggi mempermudah proses infeksi oleh bakteri koliform (Wibowo 1992). Sanitasi Peralatan Pemerahan dan Air Air memegang peranan penting dalam mewujudkan sanitasi peternakan yaitu untuk minum, mandi, dan mencuci, maka diperlukan air bersih dan sehat dalam jumlah cukup. Air yang digunakan untuk mencuci peralatan, minum dan mandi sapi berasal dari sumur bor dan disalurkan melalui pipa paralon ke kandang. Di kandang, air ditampung pada bak penampung yang terbuat dari plastik. Gambaran sanitasi peralatan pemerahan dan air tersaji pada Tabel 6. Tabel 6 Sanitasi peralatan dan air di peternakan sapi perah pemasok susu segar industri keju Variabel Jumlah (%) Sumber Air (Sumur) Kecukupan air Tersedia terus menerus 6 60 Kurang 4 40 Frekuensi pembersihan tempat pakan dan minum Setiap hari 2 20 Dua hari sekali 5 50 Dua kali per hari 3 30 Membersihkan peralatan tanpa sabun 7 70 Membersihkan peralatan tanpa disinfektan 9 90
10 33 Seratus persen (100%) responden menyatakan bahwa air yang digunakan untuk pemeliharaan sapi perah berasal dari sumur. Sebanyak 60% responden memiliki kecukupan air terus menerus, dan 40% responden kecukupan airnya kurang. Sapi perah yang sedang laktasi memerlukan tingkat kebersihan yang lebih baik agar susu yang dihasilkan mempunyai kualitas yang baik pula. Terutama pada waktu akan mengadakan pemerahan, kandang dan peralatan harus dibersihkan terlebih dahulu sebab susu mudah sekali menyerap bau-bauan dan terkontaminasi oleh mikroorganisme. Alasan ini yang menyebabkan diperlukan air yang cukup banyak untuk penyediaan air minum, memandikan sapi, membersihkan kandang dan peralatan pemerahan (Sunarko et al. 2009). Sebagian (50%) responden membersihkan tempat pakan dan tempat minum setiap dua hari sekali. Kebersihan tempat pakan dan minum juga dapat mempengaruhi tingkat pencemaran mikroorganisme penyebab penyakit pada sapi perah, hal ini disebabkan oleh mikroorganisme dapat tumbuh subur pada daerah yang tidak bersih, dan menyebar sangat cepat. Sebaiknya pembersihan tempat pakan dan minum dilakukan dua kali sehari, untuk mencegah berkembangnya mikroorganisme patogen. Seluruh responden (100%) membersihkan peralatan perah setiap hari. Mayoritas (70%) responden tidak menggunakan sabun dalam membersihkan peralatan perah. Kebersihan peralatan yang dipakai khususnya ember penampung hasil perahan sangat mempengaruhi kebersihan dan kesehatan susu. Peralatan yang kotor akan mencemari susu sehingga mempercepat proses pembusukan, dan susu menjadi asam atau rusak. Dengan demikian ember untuk menampung susu harus benar-benar bersih dan higienis (Handayani & Purwanti 2010). Sebanyak 90% responden tidak menggunakan disinfektan dalam membersihkan peralatan perah. Peternak di lapangan kebanyakan tidak pernah menggunakan disinfektan, hal ini disebabkan pemikiran peternak tentang residu yang dihasilkannya atau bau disinfektan yang akan mencemari susu. Disinfektan dapat digunakan untuk membunuh mikroorganisme pada benda mati.
11 34 Tingkat Pengetahuan Responden Pengetahuan mengenai mastitis subklinis dapat digunakan untuk mengetahui manajemen pemeliharaan (sanitasi air dan peralatan, sanitasi kandang, kesehatan dan pemeliharaan hewan, serta pemerahan susu) yang dilakukan oleh peternak, hal ini disebabkan oleh mastitis subklinis biasanya sangat dipengaruhi oleh manajemen pemeliharaan. Hasil pengamatan memperlihatkan bahwa responden yang memiliki indeks pengetahuan mastitis subklinis tergolong baik (skor %), yakni 40%. Sedangkan responden yang memiliki indeks pengetahuan cukup (skor 56-78%), dan kurang (skor <56%) masing-masing sebesar 20%, dan 40% (Tabel 7). Tabel 7 Pengetahuan responden terhadap mastitis Indeks pengetahuan Jarak skor Jumlah (%) Baik % 4 40 Cukup 56-78% 2 20 Kurang <56% 4 40 Pengetahuan peternak tentang manajemen pemeliharaan sapi perah merupakan bagian yang penting untuk menghasilkan produksi susu yang tinggi. Peternak rakyat umumnya memelihara sapi perah berdasarkan pengetahuan dari orang tuanya, penyuluhan dari dinas terkait dan informasi dari koperasi atau dengan cara memperhatikan pemeliharaan yang dilakukan oleh sesama peternak. Pengetahuan, sikap dan praktik seharusnya berjalan sinergis karena terbentuknya perilaku baru akan dimulai dari pengetahuan yang selanjutnya akan menimbulkan respon batin dalam bentuk sikap dan akan dibuktikan dengan adanya tindakan atau praktik agar hasil dan tujuan menjadi optimal sesuai yang diharapkan. Akan tetapi, pengetahuan dan sikap tidak selalu akan diikuti oleh adanya tindakan atau praktik (Notoatmodjo 2007). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa seluruh responden mengetahui tentang mastitis, namun tidak semua responden mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan mastitis. Oleh karena itu sangat diperlukan penyuluhan disertai peragaan tentang faktor-faktor yang menyebabkan mastitis, misalnya cara
12 35 membersihkan peralatan pemerahan, penanganan susu setelah diperah, dan pengetahuan mengenai kesehatan masyarakat veteriner. Praktik Manajemen Pemeliharaan Praktik manajemen pemeliharaan yang diamati dalam penelitian kali ini adalah sanitasi kandang dan lingkungan, sanitasi air dan peralatan pemerahan, tatalaksana pemerahan, serta manajemen kesehatan. Hasil pengamatan memperlihatkan bahwa responden yang memiliki praktik manajemen pemeliharaan tergolong baik (skor >49), yakni 10%. Sedangkan responden yang memiliki praktik manajemen pemeliharaan cukup (skor 42-48), dan kurang (skor <41) masing-masing sebesar 30%, dan 60% (Tabel 8). Tabel 8 Praktik manajemen pemeliharaan Tingkat praktik Skor Jumlah (%) Baik > Cukup Kurang < Berdasarkan pengamatan dapat diketahui bahwa mayoritas praktik manajemen pemeliharaan responden tergolong kurang. Hal ini dapat disebabkan oleh peternak kurang memperhatikan mengenai manajemen pemeliharaan yang baik dan benar, meliputi sanitasi kandang dan lingkungan, sanitasi air dan peralatan pemerahan, tata laksana pemerahan, serta manajemen kesehatan. Hasil Uji Mastitis Subklinis dengan Metode Tidak Langsung IPB-1 Mastitis Salah satu ancaman penyakit yang menghambat populasi dan produktivitas ternak sapi di Indonesia adalah mastitis. Mastitis adalah peradangan jaringan interna ambing atau mamae, mastitis dibagi menjadi subklinis dan klinis, mastitis subklinis ditandai dengan kenaikan jumlah sel somatis (> /ml) (Lukman et al. 2009). Kondisi tersebut menyebabkan kerugian yang sangat besar bagi peternak yang berupa penurunan produksi susu, penurunan kualitas susu, kematian sapi, adanya residu antibiotik pada susu, dan meningkatnya biaya pengobatan dan tenaga kerja.
13 36 Berdasarkan uji mastitis subklinis yang dilakukan seluruh responden (100%) ternaknya positif terkena mastitis subklinis. Hal ini dapat diakibatkan karena mayoritas responden praktik manajemen pemeliharaan (sanitasi kandang dan lingkungan, sanitasi air dan peralatan pemerahan, manajemen kesehatan, serta manajemen pemerahan) yang dimiliki tergolong buruk. Menurut Winarso (2008) ada tiga faktor utama penyebab terjadinya mastitis yang dikenal sebagai tiga biosistem yaitu ternak sapi (bangsa sapi, sifat herediter, kepekaan individu ternak), lingkungan (pengelolaan oleh manusia, pakan, dan iklim), dan agen penyebab (misalnya bakteri), serta pemerahan yang tidak tuntas. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa seluruh peternak melakukan pembuangan kotoran open dumping, pembuangan limbah yang dilakukan secara open dumping berisiko menimbulkan mastitis subklinis, karena lingkungan kandang menjadi kotor sehingga mikroorganisme akan menjadi tumbuh subur dan dapat bermigrasi ke kandang. Hal tersebut juga memungkinkan terjadinya kontaminasi pada air yang digunakan untuk membersihkan ambing, sehingga mikroorganisme penyebab mastitis dapat menyebar ke semua populasi sapi yang ada di kandang. Menurut Sutarti et al. (2003) sumber air berasosiasi positif terhadap kejadian mastitis subklinis, artinya semakin baik kualitas air yang digunakan maka risiko terkena mastitis subklinis akan semakin kecil. Sumber air yang digunakan oleh peternak (100%) berasal dari sumur, kandungan mikroorganisme air sumur lebih sedikit daripada air sungai karena telah melewati proses peresapan oleh tanah yang dapat mengurangi kontaminasi mikroorganisme. Kejadian mastitis subklinis yang tinggi kemungkinan disebabkan akibat ketersediaan air yang kurang, sehingga kebutuhan air untuk memandikan sapi, mencuci ambing, dan mencuci peralatan pemerahan sangat terbatas. Kualitas susu yang dihasilkan dipengaruhi oleh kesehatan ternak. Sapi perah yang menderita penyakit menular dapat memindahkan penyakitnya ke manusia melalui susu. Oleh karena itu, tata laksana yang baik sangat diperlukan untuk mencegah hal tersebut. Kasus mastitis subklinis dapat dicegah dengan melakukan terapi kering kandang, namun dari hasil observasi diperoleh informasi tidak semua sapi dilakukan terapi kering kandang. Hal ini berarti pada kebuntingan tujuh bulan
14 37 ke atas sapi tidak diberikan antibiotik atau pengobatan pada masa kering kandang, dan hal ini sangat berisiko menimbulkan mastitis subklinis. Manajemen pemerahan yang dilakukan secara tidak benar akan mengakibatkan jumlah susu yang keluar berkurang, dan bila pemerahan dilakukan tidak sampai habis akan berakibat ambing mudah mengalami peradangan (mastitis). Hasil observasi yang dilakukan di lapangan memperlihatkan mayoritas peternak tidak membersihkan wadah penampung susu dengan disinfektan dan peralatan susu hanya dibersihkan dengan air. Hal ini dapat menyebabkan peningkatan kejadian mastitis karena mikroorganisme patogen dapat tumbuh subur. Penggunaan pelicin juga merupakan predisposisi terjadinya mastitis. Hidayat et al. (2002), yang diacu dalam Akilah (2008) menjelaskan selama pemerahan tidak diperbolehkan menggunakan vaselin karena vaselin akan menutupi permukaan puting, bila terus menerus menggunakan pelicin (vaselin), penularan penyakit sulit dihindari. Responden dalam penelitian ini merupakan peternak pemasok susu segar industri keju, sehingga apabila sapi terkena mastitis subklinis akan menyebabkan terjadinya penurunan kualitas dan kuantitas susu. Hal ini berdampak terhadap produksi keju yang dihasilkan. Rendahnya kualitas susu pada umumnya disebabkan oleh tingginya jumlah bakteri terutama bakteri patogen. Jumlah bakteri yang meningkat dapat disebabkan oleh faktor sanitasi lingkungan yang buruk, peralatan yang kurang bersih, kandang yang kotor, dan higiene pemerahan yang buruk. Susu yang berasal dari sapi mastitis subklinis akan mengalami perubahan fisik. Perubahan yang terjadi pada susunan susu tersebut dapat menyebabkan pecahnya susu saat dipanaskan atau rasa susu menyingkir (tidak normal) (Lukman et al. 2009). Banyak penelitian telah dikembangkan untuk mengetahui dampak mastitis subklinis terhadap kualitas susu dan produk olahannya seperti keju. Menurut Klei et al. (1998) diacu dalam Mazal et al. (2007) hasil keju yang diperoleh dengan susu positif mastitis subklinis menjadi berkurang kualitasnya. Sampai saat ini belum ditemukan penelitian yang dapat menentukan secara tepat berapa jumlah sel somatis yang dapat menyebabkan perubahan pada keju. Jumlah sel somatis yang tinggi menyebabkan penurunan jumlah kasein yang
15 38 merupakan bahan utama keju. Jumlah sel somatis yang tinggi juga dapat menyebabkan penurunan usia susu dan peningkatan kelembaban keju. Setiap kenaikan jumlah sel somatis/ml akan memiliki dampak negatif pada keju (NMC 1991). Menurut Barbano et al. (1991) peningkatan jumlah sel somatis dapat menyebabkan peningkatan waktu koagulasi keju dan penurunan tingkat kekerasan keju. Dari beberapa pendapat ini dapat disimpulkan bahwa mastitis subklinis yang ditandai dengan peningkatan jumlah sel somatis dapat menyebabkan penurunan kualitas keju. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Praktik Manajemen Pemeliharaan Pada bagian ini akan dibahas kekuatan hubungan atau korelasi antara karakteristik responden (umur, pendidikan, lama beternak, pengalaman mendapatkan penyuluhan atau pelatihan) dan pengetahuan mengenai mastitis subklinis terhadap praktik manajemen pemeliharaan. Tabel 9 Faktor-faktor yang mempengaruhi praktik manajemen pemeliharaan dari peternak Peubah Karakteristik peternak Umur Pendidikan Lama beternak Pengalaman mendapatkan penyuluhan atau pelatihan Pengetahuan Keterangan: * )nyata pada taraf (α<0.05) Koefisien korelasi * * Para peternak umumnya kurang memiliki bekal mengenai praktik manajemen pemeliharaan yang baik dan benar sehingga berpengaruh buruk terhadap usaha pengembangan ternak. Peternak harus dapat menggabungkan kemampuan tata laksana yang baik, besarnya peternakan, sapi-sapi yang berproduksi tinggi, pemakaian peralatan yang tepat, tanah yang subur untuk hijauan dan pemasaran yang baik untuk meningkatkan usaha peternakan yang dimiliki.
16 39 Pada Tabel 9 dapat diketahui bahwa umur tidak berhubungan dengan praktik manajemen pemeliharaan. Hasil ini bertentangan dengan pendapat Havighurst (1974) yang diacu dalam Nurliana (1999) menyatakan bahwa terdapat periode sensitif dari umur seseorang untuk belajar pada umur tertentu. Hal ini menunjukkan adanya kaitan antara umur seseorang dengan kemampuan intelektualnya karena umur seseorang berkaitan erat dengan wawasan yang dimiliki. Pada penelitian ini tidak terdapat hubungan antara umur dengan praktik manajemen pemeliharaan, hal ini disebabkan peternak dengan usia muda yang seharusnya lebih dapat menerima informasi lebih banyak, namun peternak tidak pernah mendapatkan penyuluhan dan pelatihan sehingga informasi tidak didapatkan, dan lebih berpedoman terhadap pengetahuan yang diberikan secara turun-temurun. Hal ini menyebabkan kemampuan praktik manajemen pemeliharaan yang dimiliki masih kurang. Hasil penelitian ini menunjukkan tidak ada hubungan antara pendidikan dengan praktik manajemen pemeliharaan. Dengan kata lain, pendidikan yang dimiliki oleh peternak sebagai responden bukan merupakan variabel diskriminatif yang dapat menunjukkan perbedaan praktik manajemen pemeliharaan antara individu. Menurut Lionberger (1960) diacu dalam Nurliana (1999) hubungan antara jumlah tahun sekolah dan adopsi praktik peternakan ada secara tidak langsung, kecuali pada kasus dimana seseorang mempelajari khusus tentang praktik baru tersebut di sekolah. Pendidikan responden tidak berhubungan nyata dengan praktik manajemen pemeliharaan karena pendidikan yang dimiliki tidak berkaitan dengan manajemen pemeliharaan, atau para peternak yang berpendidikan rendah lebih banyak memiliki pengalaman dan pengetahuan mengenai praktik manajemen pemeliharaan yang baik dan benar atau sebaliknya. Lama beternak responden dikategorikan menjadi tiga kelompok yaitu rendah (1-5 tahun), sedang (5-10 tahun), dan tinggi (>10 tahun). Hasil penelitian memperlihatkan terdapat korelasi positif yang signifikan antara lama beternak responden dengan praktik manajemen pemeliharaan. Dengan demikian, terdapat kecenderungan bahwa semakin lama responden beternak, maka praktik manajemen pemeliharaan yang dimiliki oleh peternak akan semakin tinggi pula. Hal ini seperti yang dikemukakan Mosher (1981) diacu dalam Nurlina dan Alim
17 40 (2009) bahwa manusia dapat belajar dari pengalamannya, demikian pula peternak dapat belajar dari pengalaman beternak pada masa yang lalu. Dalam konteks penelitian ini, pengalaman dapat menjadi media proses pembelajaran yang efektif dalam menumbuhkan praktik manajemen pemeliharaan. Penyuluhan merupakan suatu sistem pendidikan non formal yang ditunjukkan dengan cara-cara mencapai sesuatu dengan memuaskan. Terdapat korelasi signifikan antara pengalaman mendapatkan penyuluhan dan pelatihan dengan praktik manajemen pemeliharaan sapi perah dalam penelitian ini. Dengan kata lain, semakin banyak penyuluhan yang pernah diikuti responden semakin baik praktik manajemen pemeliharaan sapi perah. Penyuluhan dapat merubah perilaku (pengetahuan, sikap, dan praktik) seseorang untuk menghadapi permasalahan yang ada, sehingga dengan adanya penyuluhan dan pelatihan diharapkan dapat menambah pengetahuan peternak mengenai manajemen peternakan yang baik dan benar dan menerapkannya dalam kehidupan nyata untuk meningkatkan produktivitas ternak (Sembada 2012). Penelitian ini memperoleh data bahwa pengetahuan dan praktik manajemen pemeliharaan tidak berhubungan nyata. Peternak umumnya memiliki pengetahuan yang cukup memadai mengenai syarat-syarat pemerahan yang baik, meliputi pemeriksaan terhadap penyakit, kesehatan ternak, kebersihan sapi yang akan diperah, namun dalam sehari-hari kebanyakan kegiatan pemerahan tidak sesuai dengan faktanya. Peternak mengetahui tentang mastitis subklinis dan cara pengendaliannya, namun dalam kehidupan nyata faktor-faktor yang dapat menyebabkan mastitis subklinis tidak dihindari sehingga kasus mastitis subklinis tetap tinggi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
14 HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel susu yang digunakan adalah sampel susu kuartir yang berasal dari Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) yang berlokasi di Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor. Total sampel yang
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. Metode Penelitian
17 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian pada bulan Juni 2011 sampai Januari 2012 bertempat di Kabupaten Sukabumi. Metode Penelitian Populasi studi Populasi studi dalam penelitian ini
Lebih terperinciLampiran 1 Kuisioner Peternak Pemasok Susu Segar
LAMPIRAN 47 Lampiran 1 Kuisioner Peternak Pemasok Susu Segar KUISIONER PETERNAK SAPI PERAH Wilayah Kabupaten : Kecamatan : Tanggal Wawancara : Nama Enumerator : I.Identitas Peternak 1. Nama Pemilik : 2.
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel susu, air dan peralatan berasal dari tujuh peternak dari Kawasan Usaha Peternakan Rakyat (Kunak), yang berlokasi di Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor. Total sampel susu
Lebih terperinciLampiran 1 Hasil Pengujian sampel susu menggunakan metode Breed dan uji. Breed (jumlah sel somatis/ml) No Kuartir IPB-1
LAMPIRAN 25 26 Lampiran 1 Hasil Pengujian sampel susu menggunakan metode Breed dan uji mastitis IPB-1 No Kuartir IPB-1 Breed (jumlah sel somatis/ml) 1 Kanan depan 1+ 400 000 2 kanan belakang - 440 000
Lebih terperinciKAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Usaha Ternak Sapi Perah
II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Usaha Ternak Sapi Perah Perkembangan peternakan sapi perah di Indonesia tidak terlepas dari sejarah perkembangannya dan kebijakan pemerintah sejak zaman Hindia Belanda. Usaha
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Hayati et al., 2010). Tanaman ini dapat tumbuh hingga mencapai tinggi 5-10
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Potensi Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi Linn) Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi Linn) merupakan salah satu jenis tanaman yang sering digunakan sebagai obat tradisional.
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang. kelenjar susu mamalia. Susu memiliki banyak fungsi dan manfaat.
PENDAHULUAN Latar Belakang Susu adalah cairan bergizi berwarna putih yang dihasilkan oleh kelenjar susu mamalia. Susu memiliki banyak fungsi dan manfaat. Seseorang pada umur produktif, susu dapat membantu
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
Kriteria aspek higiene dan sanitasi terdiri dari 7 pernyataan. Total nilai aspek ini berjumlah 7. Penilaian mengenai aspek higiene dan sanitasi yaitu: Aspek dinilai buruk jika nilai < 3 Aspek dinilai cukup
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Sifat Umum Susu
TINJAUAN PUSTAKA Sifat Umum Susu Susu adalah sekresi yang dihasilkan oleh mammae atau ambing hewan mamalia termasuk manusia dan merupakan makanan pertama bagi bayi manusia dan hewan sejak lahir (Lukman
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Data-data cemaran mikrobia pada produk susu mentah sudah ada dari
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Data-data cemaran mikrobia pada produk susu mentah sudah ada dari kelompok peternakan yakni Budiarso, 2001 Tingkat cemaran rata-rata Coliform yang mengkontaminasi susu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Susu merupakan salah satu sumber protein yang baik dikonsumsi oleh
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Susu merupakan salah satu sumber protein yang baik dikonsumsi oleh manusia, baik dalam bentuk segar maupun sudah diproses dalam bentuk produk. Susu adalah bahan pangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Salmonella sp merupakan salah satu bakteri patogen yang dapat menimbulkan
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Salmonella merupakan salah satu anggota dari famili Enterobacteriaceae. Salmonella sp merupakan salah satu bakteri patogen yang dapat menimbulkan penyakit yang disebut
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
8 media violet red bile agar (VRB). Sebanyak 1 ml contoh dipindahkan dari pengenceran 10 0 ke dalam larutan 9 ml BPW 0.1% untuk didapatkan pengenceran 10-1. Pengenceran 10-2, 10-3, 10-4, 10-5 dan 10-6
Lebih terperinciJURNAL KESEHATAN MASYARAKAT, Volume 1, Nomor 2, Tahun 2012, Halaman Online di
HUBUNGAN HIGIENE DAN SANITASI PEMERAHAN SUSU SAPI DENGAN Total plate count PADA SUSU SAPI DI PETERNAKAN SAPI PERAH DESA MANGGIS KABUPATEN BOYOLALI Dewik wijiastutik *) Alumnus FKM UNDIP, **) Dosen Bagian
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. A. Sapi perah (Peranakan Friesian Holstein)
4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sapi perah (Peranakan Friesian Holstein) Sapi perah yang umum digunakan sebagai ternak penghasil susu di Indonesia adalah sapi Peranakan Friesian Holstein (PFH). Sapi PFH merupakan
Lebih terperinciMENGELOLA KOMPOSISI AIR SUSU
MENANGANI AIR SUSU MENGELOLA KOMPOSISI AIR SUSU Air susu mengandung zat-zat gizi yg sangat cocok utk perkembangbiakan bakteri penyebab kerusakan air susu. Proses produksi yg tdk hygienes, penanganan yg
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. mengkaji hubungan higiene dan sanitasi berbagai lingkungan peternakan dan
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Bab ini menguraikan hasil penelitian dan pembahasan tentang penilaian higiene dan sanitasi tempat peternakan sapi dan tempat pemerahan susu sapi segar, jumlah bakteri Coliform
Lebih terperinciAlat Pemerahan Peralatan dalam pemerahan maupun alat penampungan susu harus terbuat dari bahan yang anti karat, tahan lama, dan mudah dibersihkan. Bah
TEKNIK PEMERAHAN DAN PENANGANAN SUSU SAPIPERAH G. Suheri Balai Penelitian Ternak, Ciawi-Bogor PENDAHULUAN Perkembangan dalam pemeliharaan sapi perah pada akhir-akhir ini cukup pesat dibandingkan tahun-tahun
Lebih terperinciPEMBAHASAN Jumlah dan Komposisi Sel Somatik pada Kelompok Kontrol
30 PEMBAHASAN Jumlah dan Komposisi Sel Somatik pada Kelompok Kontrol Sel somatik merupakan kumpulan sel yang terdiri atas kelompok sel leukosit dan runtuhan sel epitel. Sel somatik dapat ditemukan dalam
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Anatomi dan Fisiologi Ambing
4 TINJAUAN PUSTAKA Anatomi dan Fisiologi Ambing Kelenjar mamaria atau ambing pada sapi letaknya di daerah inguinal yang terdiri dari empat perempatan kuartir. Setiap kuartir memiliki satu puting, keempat
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Kawasan peternakan sapi perah rakyat Kebon Pedes berada di Kelurahan Kebon Pedes Kecamatan Tanah Sareal Kota Bogor dengan jarak tempuh ke pusat pemerintahan kota
Lebih terperinciARTIKEL PENELITIAN HUBUNGAN KONDISI SANITASI DASAR RUMAH DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS REMBANG 2
ARTIKEL PENELITIAN HUBUNGAN KONDISI SANITASI DASAR RUMAH DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS REMBANG 2 Lintang Sekar Langit lintangsekar96@gmail.com Peminatan Kesehatan Lingkungan,
Lebih terperinciKAJIAN KEPUSTAKAAN. menghasilkan susu. Terdapat beberapa bangsa sapi perah yaitu Ayrshire,
8 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Sapi Perah Sapi perah adalah suatu jenis sapi yang dipelihara dengan tujuan untuk menghasilkan susu. Terdapat beberapa bangsa sapi perah yaitu Ayrshire, Guernsey, Jersey dan
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi susu dipengaruhi beberapa faktor utama yang salah satunya adalah penyakit. Penyakit pada sapi perah yang masih menjadi ancaman para peternak adalah penyakit mastitis yang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perkandangan merupakan segala aspek fisik yang berkaitan dengan
2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Manajemen Perkandangan Perkandangan merupakan segala aspek fisik yang berkaitan dengan kandang dan sarana maupun prasarana yang bersifat sebagai penunjang kelengkapan dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Susu merupakan bahan makanan yang diperoleh dari hasil seleksi
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Susu merupakan bahan makanan yang diperoleh dari hasil seleksi keseluruhan oleh sel sekresi kelenjar susu yang didapat melalui pemerahan yang lengkap dari satu atau lebih
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. baik sekali untuk diminum. Hasil olahan susu bisa juga berbentuk mentega, keju,
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Susu adalah suatu sekresi kelenjar susu dari sapi yang sedang laktasi, atau ternak lain yang sedang laktasi, yang diperoleh dari pemerahan secara sempurna (tidak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ambing merupakan alat penghasil susu pada sapi yang dilengkapi suatu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ambing merupakan alat penghasil susu pada sapi yang dilengkapi suatu saluran ke bagian luar yang disebut puting. Pada puting ini akan mengeluarkan susu sewaktu diperah.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan mineral yang tinggi dan sangat penting bagi manusia, baik dalam bentuk segar
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Susu merupakan minuman dengan kandungan protein, karbohidrat, lemak dan mineral yang tinggi dan sangat penting bagi manusia, baik dalam bentuk segar maupun yang sudah
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. terletak di propinsi Jawa Barat. Batas wilayah kelurahan Cipageran yaitu :
42 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Wilayah Penelitian 4.1.1 Keadaan Fisik Wilayah Penelitian Kelurahan Cipageran berada di kecamatan Cimahi Utara kota Cimahi yang terletak di propinsi Jawa Barat.
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. (1) Sebelah Utara: Kabupaten Purwakarta dan Subang. (2) Sebelah Timur: Kabupaten Sumedang dan Garut
24 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Wilayah Penelitian 4.2.1. Keadaan Geografi dan Topografi Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU) terletak di Kecamatan Lembang, 15 km sebelah utara Kota
Lebih terperinciHUBUNGAN KONDISI FASILITAS SANITASI DASAR DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN DIARE DI KECAMATAN SEMARANG UTARA KOTA SEMARANG.
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT, Volume 1, Nomor 2, Tahun 2012, Halaman 922-933 Online di http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm HUBUNGAN KONDISI FASILITAS SANITASI DASAR DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dari protein, karbohidrat, lemak, dan mineral sehingga merupakan salah satu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Susu adalah bahan pangan dengan kandungan gizi lengkap yaitu terdiri dari protein, karbohidrat, lemak, dan mineral sehingga merupakan salah satu bahan pangan yang penting
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
25 HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel susu berasal dari 5 kabupaten yaitu Bogor, Bandung, Cianjur, Sumedang dan Tasikmalaya. Lima sampel kandang diambil dari setiap kabupaten sehingga jumlah keseluruhan sampel
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Yani dan Purwanto (2006) dan Atabany et al. (2008), sapi Fries Holland
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Ternak perah merupakan ternak yang mempunyai prinsip fisik sebagai penghasil susu yang berasal dari sekresi fisiologis kelenjar susu dengan kualitas dan kuantitas
Lebih terperinciHUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE DIDUGA AKIBAT INFEKSI DI DESA GONDOSULI KECAMATAN BULU KABUPATEN TEMANGGUNG
Volume, Nomor, Tahun 0, Halaman 535-54 Online di http://ejournals.undip.ac.id/index.php/jkm HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE DIDUGA AKIBAT INFEKSI DI DESA GONDOSULI KECAMATAN BULU KABUPATEN
Lebih terperinciPENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Susu merupakan salah satu bahan pangan yang penting bagi pemenuhan
1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Susu merupakan salah satu bahan pangan yang penting bagi pemenuhan gizi masyarakat. Susu sangat berperan sebagai asupan untuk kesehatan, kecerdasan dan pertumbuhan manusia.
Lebih terperinciKAJIAN KEPUSTAKAAN. 2.1 Pengetahuan Peternak. Pengetahuan merupakan keseluruhan gagasan, ide, konsep, pemahaman dan
8 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Pengetahuan Peternak Pengetahuan merupakan keseluruhan gagasan, ide, konsep, pemahaman dan pemikiran manusia setelah melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Malabar, Gunung Papandayan, dan Gunung Tilu, dengan ketinggian antara 1000-
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Wilayah Penelitian 4.1.1 Wilayah Kerja KPBS Pangalengan Wilayah kerja KPBS dikelilingi oleh tiga buah gunung, yaitu Gunung Malabar, Gunung Papandayan, dan Gunung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Escherichia coli yang merupakan salah satu bakteri patogen. Strain E. coli yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit ginjal dan usus pada manusia sangat erat kaitanya dengan bakteri Escherichia coli yang merupakan salah satu bakteri patogen. Strain E. coli yang bersifat zoonosis
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. laktasi atau mendekati kering kandang (Ramelan, 2001). Produksi susu sapi perah
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Produksi Susu Produksi susu yang fluktuatif selama sapi laktasi hal ini disebabkan kemampuan sel-sel epitel kelenjar ambing yang memproduksi susu sudah menurun bahkan beberapa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kecil. Pengelolaan sapi perah rakyat pada kenyataannya masih bersifat tradisional.
BAB I PENDAHULUAN. A. LATAR BELAKANG Sebagian besar peternak sapi perah di Indonesia masih merupakan peternak kecil. Pengelolaan sapi perah rakyat pada kenyataannya masih bersifat tradisional. Cara beternak
Lebih terperinciKEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS ESA UNGGUL FAKULTAS ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI ILMU GIZI
Lampiran 1 KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS ESA UNGGUL FAKULTAS ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI ILMU GIZI KUESIONER PENELITIAN HUBUNGAN KARAKTERISTIK RESPONDEN, PENGETAHUAN, LINGKUNGAN, PELATIHAN
Lebih terperinciIV. ANALISIS DAN SINTESIS
IV. ANALISIS DAN SINTESIS 4.1. Analisis Masalah 4.1.1. Industri Pengolahan Susu (IPS) Industri Pengolahan Susu (IPS) merupakan asosiasi produsen susu besar di Indonesia, terdiri atas PT Nestle Indonesia,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 2012). Sapi berasal dari famili Bovida, seperti halnya bison, banteng, kerbau
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sapi merupakan hewan ternak yang menghasilkan daging, susu, tenaga kerja dan kebutuhan lainnya. Sapi menghasilkan sekitar 50% kebutuhan daging di dunia, 95% kebutuhan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi Linn.) Daun Belimbing Wuluh mengandung flavonoid, saponin dan tanin yang
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi Linn.) Daun Belimbing Wuluh mengandung flavonoid, saponin dan tanin yang diduga memiliki khasiat sebagai antioksidan, antibakteri dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan telah lama dimanfaatkan sebagai sumber protein yang cukup penting bagi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Susu merupakan salah satu bahan alami yang mempunyai nilai gizi tinggi dan telah lama dimanfaatkan sebagai sumber protein yang cukup penting bagi manusia. Pada umumnya
Lebih terperinciPENDAHULUAN. produksi yang dihasilkan oleh peternak rakyat rendah. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012), produksi susu dalam negeri hanya
1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan sapi perah di Indonesia, 90% merupakan peternakan sapi perah rakyat dengan kepemilikan kecil dan pengelolaan usaha yang masih tradisional. Pemeliharaan yang
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. rumah responden beralaskan tanah. Hasil wawancara awal, 364
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Karakteristik Responden Berdasarkan hasil observasi lingkungan ditemukan 80% rumah responden beralaskan tanah. Hasil wawancara awal, 364
Lebih terperinciPENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan merupakan salah satu subsektor yang berkembang paling pesat di negara-negara berkembang. Ternak seringkali dijadikan sebagai aset non lahan terbesar dalam
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. mengandung sejumlah mikroba yang bermanfaat, serta memiliki rasa dan bau
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Susu yang baru keluar dari kelenjar mamae melalui proses pemerahan merupakan suatu sumber bahan pangan yang murni, segar, higienis, bergizi, serta mengandung sejumlah
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Desa Sukajaya merupakan salah satu desa sentra produksi susu di Kecamatan
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Desa Sukajaya merupakan salah satu desa sentra produksi susu di Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat. Desa Sukajaya mempunyai luas 3.090,68 Ha dan jumlah penduduk
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Instalasi Karantina Hewan
TINJAUAN PUSTAKA Instalasi Karantina Hewan Instalasi karantina hewan (IKH) adalah bangunan berikut peralatan, lahan dan sarana pendukung lainnya yang diperlukan sebagai tempat pelaksanaan tindakan karantina
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Gambaran Wilayah Kerja KSU Tandangsari. Tanjungsari No. 50, Desa Jatisari, Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Sumedang.
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Wilayah Kerja KSU Tandangsari Koperasi Serba Usaha (KSU) Tandangsari berlokasi di Komplek Pasar Tanjungsari No. 50, Desa Jatisari, Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gorontalo. Terdiri dari 18 Kecamatan, 191 Desa, dan 14 Kelurahan. Letak
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Wilayah Penelitian Kabupaten Gorontalo memiliki letak yang sangat strategis sebagai pusat akses lintas daerah karena posisinya berada di titik tengah wilayah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan tentang gizi mendorong orang untuk mendapatkan bahan pangan yang sehat dan berkualitas agar dapat diandalkan untuk meningkatkan dan memenuhi
Lebih terperinciPEMBUATAN PUPUK ORGANIK
PELATIHAN TEKNIS BUDIDAYA KEDELAI BAGI PENYULUH PERTANIAN DAN BABINSA PEMBUATAN PUPUK ORGANIK BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN PUSAT PELATIHAN PERTANIAN 2015 Sesi : PEMBUATAN PUPUK ORGANIK
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut data BPS Kabupaten Buleleng, (2014), Kabupaten Buleleng
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Geografis Kecamatan Busungbiu Menurut data BPS Kabupaten Buleleng, (2014), Kabupaten Buleleng memiliki letak geografis antara 114-115 Bujur Timur dan 8 03-9 23 Lintang
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa
Lebih terperinciIII OBJEK DAN METODE PENELITIAN. yang tergabung pada TPK Cibodas yang berada di Desa Cibodas, Kecamatan
19 III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Dalam penelitian ini yang dijadikan objek adalah peternak sapi perah yang tergabung pada TPK Cibodas yang berada di Desa Cibodas, Kecamatan Lembang,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Untuk memenuhi kebutuhan protein hewani, salah satu bahan pangan asal ternak yang dapat digunakan adalah susu. Susu merupakan bahan makanan yang istimewa bagi manusia
Lebih terperincidisusun oleh: Willyan Djaja
disusun oleh: Willyan Djaja 28 I PENDAHULUAN Salah satu bagian dari lingkungan adalah tatalaksana pemeliharaan. Peternak sebaiknya memperhatikan cara pemeliharaan agar memperoleh hasil yang diinginkan.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. tercemar kapan dan dimana saja sepanjang penanganannya tidak memperhatikan
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bakteri Patogen dalam Susu Susu merupakan media pertumbuhan yang sangat baik bagi bakteri dan dapat menjadi sarana potensial bagi penyebaran bakteri patogen yang mudah tercemar
Lebih terperinciKAJIAN KEPUSTAKAAN. Ternak perah merupakan ternak yang mempunyai fungsi sebagai penghasil
9 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Peternakan Sapi Perah Ternak perah merupakan ternak yang mempunyai fungsi sebagai penghasil susu. Susu didefinisikan sebagai sekresi fisiologis dari kelenjar ambing. di antara
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.214, 2012 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN HIDUP. Peternakan. Kesehatan. Veteriner. Hewan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5356) PERATURAN PEMERINTAH
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein Peternakan Sapi Perah
TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein Sapi perah Fries Holland (FH) merupakan bangsa sapi perah yang banyak dipelihara di Indonesia. Bangsa sapi ini bisa berwarna putih dan hitam ataupun merah
Lebih terperinciIV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian Keadaan umum daerah penelitian meliputi, keadaan administratif daerah,
35 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian Keadaan umum daerah penelitian meliputi, keadaan administratif daerah, tata guna lahan, dan mata pencaharian penduduk. Keadaan umum didapat
Lebih terperinciII KAJIAN KEPUSTAKAAN
II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Komunikasi Interpersonal Secara umum komunikasi interpersonal atau antar pribadi dapat diartikan sebagai suatu proses pertukaran makna antara orang-orang yang saling berkomunikasi
Lebih terperinciPada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering. Alat yang digunakan dipilih dengan
Pada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering. Alat yang digunakan dipilih dengan tepat untuk mengurangi terbawanya bahan atau tanah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. dimanfaatkan sebagai produk utama (Sutarto dan Sutarto, 1998). Produktivitas
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Sapi perah merupakan sapi yang dapat menghasilkan susu yang dimanfaatkan sebagai produk utama (Sutarto dan Sutarto, 1998). Produktivitas susu sapi perah dipengaruhi
Lebih terperinciLampiran 1 Kuesioner Tatalaksana Kesehatan Peternakan Sapi Perah Rakyat di KTTSP Baru Sireum Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor
Lampiran 1 Kuesioner Tatalaksana Kesehatan Peternakan Sapi Perah Rakyat di KTTSP Baru Sireum Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor 19 No. Kuesioner : Enumerator : Tanggal : Waktu : PERNYATAAN PERSETUJUAN Nama
Lebih terperinciLAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA POUCOWPANTS TEMAN SETIA PENELITI ILMU NUTRISI DALAM PENGUMPULAN FESES BIDANG KEGIATAN : PKM-KARSA CIPTA
LAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA POUCOWPANTS TEMAN SETIA PENELITI ILMU NUTRISI DALAM PENGUMPULAN FESES BIDANG KEGIATAN : PKM-KARSA CIPTA Diusulkan oleh: Lukman Maulana D24110082 2011 Chressya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bersih, cakupan pemenuhan air bersih bagi masyarakat baik di desa maupun
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air adalah materi essensial didalam kehidupan. Tidak satupun makhluk hidup di dunia ini yang tidak memerlukan dan tidak mengandung air. Sel hidup, baik tumbuhan maupun
Lebih terperinciANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING. seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan, dan tenaga
VI. ANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING A. Ketersediaan Input Dalam mengusahakan ternak sapi ada beberapa input yang harus dipenuhi seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan,
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah berada di Kecamatan
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Daerah Penelitian Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah berada di Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. KUNAK didirikan berdasarkan keputusan presiden
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Lemak (%)
TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein (FH) Bangsa sapi perah Fries Holland berasal dari North Holland dan West Friesland yaitu dua propinsi yang ada di Belanda. Kedua propinsi tersebut merupakan
Lebih terperinci1) Pencarian dan sewa lahan yang digunakan untuk tempat penggemukan sapi. BAB V RENCANA AKSI. 5.1 Kegiatan
BAB V RENCANA AKSI 5.1 Kegiatan Untuk dapat mulai menjalankan bisnis penggemukan agar mendapatkan hasil yang sesuai dengan yang diharapkan, disusun rencana aksi sebagai acuan dalam melakukan kegiatan sekaligus
Lebih terperinciBERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 9 TAHUN 2007 SERI E.5 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 7 TAHUN 2007
2 Menimbang : BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 9 TAHUN 2007 SERI E.5 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PEMELIHARAAN UNGGAS DI PEMUKIMAN MASYARAKAT BUPATI CIREBON a. bahwa
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Sapi Friesian Holstein (FH)
TINJAUAN PUSTAKA Sapi Friesian Holstein (FH) Sapi perah FH berasal dari Belanda dengan ciri-ciri khas yaitu warna bulu hitam dengan bercak-bercak putih pada umumnya, namun ada yang berwarna coklat ataupun
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat
Lebih terperinciStudi Sanitasi Dan Pemeriksaan Angka Kuman Pada Usapan Peralatan Makan Di Rumah Makan Kompleks Pasar Sentral Kota Gorontalo Tahun 2012
Studi Sanitasi Dan Pemeriksaan Angka Kuman Pada Usapan Peralatan Makan Di Rumah Makan Kompleks Pasar Sentral Kota Gorontalo Tahun 2012 Febriyani Bobihu, 811408025 Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA...
DAFTAR ISI PERNYATAAN... i ABSTRAK... ii KATA PENGANTAR... iv UCAPAN TERIMAKASIH... v DAFTAR ISI..... vii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR LAMPIRAN... xiii BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar
Lebih terperinciBAB XII PEMERAHAN TERNAK RIMINANSIA
SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TERNAK RIMUNANSIA BAB XII PEMERAHAN TERNAK RIMINANSIA KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA
Lebih terperinciKAJIAN KEPUSTAKAAN. dimulai dengan pengimporan sapi-sapi bangsa Ayrshire, Jersey, Milking
10 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Usahaternak Sapi Perah Ternak perah merupakan ternak yang mempunyai fungsi prinsip sebagai penghasil susu. Susu merupakan sekresi fisiologis dari kelenjar susu yang merupakan
Lebih terperinciPEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN PEMBIBITAN BABI TAHUN 2012 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK
PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN PEMBIBITAN BABI TAHUN 2012 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2012 KATA PENGANTAR Pengembangan pembibitan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. gizi yang tinggi seperti protein, lemak, mineral dan beberapa vitamin lainnya
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Susu Susu merupakan salah satu pangan asal ternak yang memiliki kandungan gizi yang tinggi seperti protein, lemak, mineral dan beberapa vitamin lainnya (Suwito dan Andriani,
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. oleh makhluk lain misalnya hewan dan tumbuhan. Bagi manusia, air diperlukan untuk
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air sangat diperlukan oleh tubuh manusia seperti halnya udara dan makanan. Tanpa air, manusia tidak akan bisa bertahan hidup lama. Selain berguna untuk manusia, air
Lebih terperinciHIGIENE DAN SANITASI SARANA PP - IRT
HIGIENE DAN SANITASI SARANA PP - IRT BAHAYA BIOLOGIS BAHAYA KIMIA AMANKAN PANGAN dan BEBASKAN PRODUK dari BAHAN BERBAHAYA BAHAYA FISIK BEBAS BAHAYA Pendahuluan Sanitasi : pencegahan penyakit dengan menghilangkan/mengatur
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang. bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia. Peningkatan kebutuhan
PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan akan daging dan susu semakin meningkat seiring bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia. Peningkatan kebutuhan akan daging dan susu memberikan dampak positif pada
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Susu
HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Susu Masa laktasi adalah masa sapi sedang menghasilkan susu, yakni selama 10 bulan antara saat beranak hingga masa kering kandang. Biasanya peternak akan mengoptimalkan reproduksi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Infeksi cacing merupakan salah satu penyakit yang paling umum tersebar dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi cacing merupakan salah satu penyakit yang paling umum tersebar dan menjangkiti banyak manusia di seluruh dunia. Sampai saat ini penyakit kecacingan masih tetap
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan WHO (World Health Organisation) pada tahun 2014,
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Tuberkulosis adalah penyakit menular yang ditularkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis, merupakan penyebab kematian terutama di negaranegara berkembang di seluruh
Lebih terperinciSanitasi Penyedia Makanan
Bab 6 Sanitasi Penyediaan Makanan Sanitasi Penyedia Makanan Sanitasi Jasa Boga Sanitasi Rumah Makan & Restoran Sanitasi Hotel Sanitasi Rumah Sakit Sanitasi Transportasi Penggolongan Jasa Boga Jasa boga
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE. Metode Penelitian
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di peternakan Kunak, Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor. Sampel diuji di laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner, Departemen
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.995, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMTAN. Penyediaan dan Peredaran Susu. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/PERMENTAN/PK.450/7/2017 TENTANG PENYEDIAAN DAN PEREDARAN SUSU
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian Administratif Daerah
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian 4.1.1 Administratif Daerah Desa Cilembu merupakan desa yang terletak di Kecamatan Pamulihan, Kabupaten Sumedang yang memiliki luas wilayah sebesar
Lebih terperinciLEMBAR KUESIONER UNTUK PENJAMAH MAKANAN LAPAS KELAS IIA BINJAI. Jenis Kelamin : 1.Laki-laki 2. Perempuan
LAMPIRAN 1 LEMBAR KUESIONER UNTUK PENJAMAH MAKANAN LAPAS KELAS IIA BINJAI A. IDENTITAS PEKERJA Nama Alamat Usia :... :... :. Tahun Jenis Kelamin : 1.Laki-laki 2. Perempuan Status Perkawinan : 1.Kawin 2.
Lebih terperinci