HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN"

Transkripsi

1 IV. HAIL DAN PEMBAHAAN 4. PENELITIAN PENDAHULUAN Penelitian pendahuluan ini dilakukan untuk mengamati kegiatan-kegiatan dan pola kerja dari aktivitas pemetikan teh. Penelitian pendahuluan ini bertujuan untuk menyesuaikan metode pengambilan data yang cocok dengan mengamati aktivitas pemetikan teh, cara pemetikan teh, lama bekerja, dan lain-lain. Pemetik teh melakukan pemetikan secara manual. etiap harinya, pemetik memulai pekerjaannya dari pukul WIB. Untuk sampai ke lokasi pemetikan, para pemetik harus jalan terlebih dahulu dengan kondisi jalan yang naik-turun. etelah tiba di tempat pemetikan, para pemetik istirahat terlebih dahulu dan kadang-kadang para pemetik tersebut sarapan di kebun sebelum bekerja. Disela-sela waktu istirahat tersebut, pemetik mempersiapkan diri untuk memulai bekerja, yaitu dengan memakai sarung tangan, plastik, dan celemek. elanjutnya, para pemetik memulai untuk memetik pucuk teh. Pucuk-pucuk teh yang sudah dipetik tersebut diletakkan terlebih dahulu ke dalam carangka. Pemetik membutuhkan waktu 30 menit sampai jam hingga carangka dirasa penuh dan berat. etelah carangka penuh, pucuk-pucuk tersebut dipindahkan ke dalam waring. Lalu pemetik melanjutkan kembali aktivitas pemetikannya. Waring tersebut dapat terisi penuh apabila sudah 4-5 kali diisi. Pucuk-pucuk yang di dalam waring itulah yang nantinya akan ditimbang. Penimbangan dilakukan dua kali yaitu pada pukul.00 WIB dan 4.00 WIB. Kemudian pucuk-pucuk tersebut diangkut oleh truk ke pabrik. atu siklus aktivitas pemetikan tehdisajikan pada Gambar 0. Melihat pola kerja di atas maka pengukuran beban kerja dimulai dari rumah subjek hingga aktivitas pemetikan di kebun. Data istirahat rendah subjek dapat diperoleh saat subjek masih di rumah, karena jika sudah di kebun maka denyut jantung sudah dipengaruhi oleh aktivitas jalan pada sebelumnya. Di rumah, subjek melakukan step test sebelum memulai aktivitasnya. Di kebun, subjek istirahat terlebih dahulu sekaligus melakukan persiapan sebelum kerja. Namun, aktivitas sarapan di kebun ditiadakan karena subjek sudah disarankan untuk makan (dua) jam sebelum pengukuran dimulai. Pengukuran beban kerja dilakukan 3 (tiga) kali ulangan dengan masing-masing ulangan selama 30 menit. Waktu kerja saat pengukuran tersebut dipilih berdasarkan waktu ketika carangka sudah cukup penuh oleh pucuk-pucuk teh. Pengukuran beban kerja ini hanya dilakukan pada pagi hari, yaitu pada penimbangan pertama. Pucuk-pucuk yang diperoleh selama pengukuran ditimbang untuk mengetahui berat pucuk (kuantitas) dari masing-masing subjek.

2 . Jalan ke kebun. Persiapan kerja 3. Memetik teh 4. Meletakkan pucuk ke carangka 5. Carangka penuh 6. Pucuk dipindahkan ke waring 7. Penimbangan di kebun 8. Pucuk dipindahkan ke truk Gambar 0. Aktivitas pemetikan teh 3

3 Lokasi pemetikan berbeda setiap harinya tergantung dari kondisi pucuk-pucuknya. Lokasi pemetikan ditentukan oleh mandor petik. Oleh karena itu, sangat sulit untuk melakukan pengukuran denyut jantung subjek pada elevasi dan kondisi pucuk yang sama, sehingga pada saat pengukuran, subjek diminta untuk melakukan pemetikan pada daerah yang tidak terlalu ekstrim agar setiap subjek berada pada kondisi lahan yang hampir sama. elain pengukuran denyut jantung, pengukuran produktivitas juga dilakukan untuk mengetahui pengaruh energi yang dikeluarkan dengan output yang dihasilkan. Berdasarkan peraturan dari perusahaan, bahwa produktivitas seorang pemetik dapat dilihat dari berat pucuk yang dihasilkan (kuantitas) dan kualitas pucuk berdasarkan analisa pucuk yang dilakukan pabrik. Parameter kuantitas dapat dilihat dari basic yield yang ditentukan perusahaan. etiap bulannya basic yield itu berbedabeda tergantung dari keadaan pucuk dan lingkungan. edangkan parameter kualitas dapat dilihat dari analisa pucuk. Perusahaan telah memiliki indeks penilaian berdasarkan analisa pucuk yang dilakukan pabrik (Lampiran ). Perusahaan melakukan analisa pucuk dengan mengambil sampel kg dari masing-masing Withering Trough (WT) lalu pucuk tersebut diambil lagi 00 gram. Pucuk yang 00 gram itulah yang kemudian dipisah-pisahkan berdasarkan jenis pucuknya. Pucuk-pucuk yang sudah dipisahkan berdasarkan jenisnya tersebut ditimbang untuk dihitung persentasenya. Analisa pucuk yang dilakukan untuk masing-masing subjek pun dapat dilakukan dengan mengacu dari prosedur yang dilakukan perusahaan. Namun, perbedaannya adalah pada jumlah sampel yang diambil. Pada penelitian ini, sampel diambil sebanyak 500 gram sesuai dengan teori teknik sampling. 4. KALIBRAI UBJEK PENELITIAN (METODE TEP TET) Pengukuran denyut jantung menggunakan alat Heart Rate Monitor (HRM) yang dipasang tepat di dada menyentuh kulit agar detak jantung dapat terdeteksi dan terukur, dan kemudian secara otomatis akan diterima sekaligus disimpan oleh Data Receiver and Memory (perekam) yang berupa jam tangan yang dipakai di pergelangan tangan. Hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan HRM adalah pemasangan sensor di dada yang harus benar-benar menempel dan Data Receiver and Memory yang digunakan pada pergelangan tangan harus diletakkan agak ke atas agar datanya tidak bias. Jika pemasangan HRM yang sudah tepat ditandai dengan berkedipnya lambang jantung pada bagian perekam. ebelum melakukan pengukuran denyut jantung, subjek terlebih dahulu diukur tinggi dan berat badannya. Hasil pengukuran dimensi tubuh digunakan untuk menghitung luas permukaan tubuh subjek agar dapat diketahui nilai BME dari pendekatan volume oksigen pada tubuh yang diperoleh dari tabel konversi BME ekuivalen VO berdasarkan luas permukaan tubuh (Tabel 3). Perhitungan luas permukaan tubuh dan penentuan nilai BME dapat dilihat pada Lampiran 3. Nilai BME untuk semua subjek disajikan pada Tabel 4. 4

4 Tabel 4. Data dimensi tubuh subjek ubjek Usia (tahun) Tinggi Badan (cm) Berat Badan (kg) Luas Permukaan Tubuh (m ) VO (L) F F F F M M M M BME (kkal/menit) Contoh perhitungan luas permukaan tubuh dan BME untuk subjek F3 adalah : H 55 cm ; W 53 A H 0.75 W 0.45 kg A (55) (53) m VO = 88 [Tabel 3] ( ) BME kkal/menit 000 Kalibrasi denyut jantung perlu dilakukan pada masing-masing subjek untuk mengetahui korelasi antara denyut jantung dengan peningkatan beban kerja. emua kegiatan step test dilakukan pada bangku dengan ketinggian yang sama, yaitu setinggi 7 cm. tep test dilakukan dengan 4 frekuensi, yaitu 5 siklus/menit, 0 siklus/menit, 5 siklus/menit, dan 30 siklus/menit, dimana satu siklus terdiri dari empat langkah kaki ketika naik-turun bangku. Pengaturan langkah kaki agar sesuai siklus dapat menggunakan alat bantu digital metronome. Bunyi yang dikeluarkan oleh digital metronome diatur sebanyak empat kali frekuensi yang akan digunakan. Grafik pengukuran denyut jantung dengan metode step test untuk subjek F3 dan M disajikan pada Gambar. Grafik denyut jantung dengan metode step test untuk subjek yang lain terdapat pada Lampiran 3. Kedua grafik pada Gambar menunjukkan bahwa pada awal pengukuran (istirahat awal), denyut jantung subjek terlihat naik-turun tidak beraturan, artinya denyut jantung tersebut kurang stabil. Hal ini disebabkan oleh penyesuaian subjek dengan pengukuran dan alat ukur yang digunakan. elain itu, pada step test pertama pun (5 siklus/menit) denyut jantung masih kurang stabil, hal ini dikarenakan subjek juga masih mengalami penyesuaian terhadap langkah kaki dan bunyi digital metronome saat melakukan step test. Namun, seiring berjalannya waktu pengukuran, denyut jantung sudah mulai stabil dan dengan pola yang diharapkan. Gambar menunjukkan bahwa denyut jantung meningkat sesuai dengan peningkatan frekuensi step test. Denyut jantung yang meningkat tersebut menggambarkan bahwa beban kerja subjek meningkat seiring dengan meningkatnya frekuensi step test. Pada grafik juga terlihat bahwa denyut jantung F3 lebih besar daripada M. elain itu, pola perubahan denyut jantung pada subjek F3 lebih terlihat jelas, artinya setiap perubahan frekuensi step test dapat mengakibatkan perubahan denyut jantung yang cukup tinggi. 5

5 denyut jantung (denyut/menit) HR step test F3 R T R T R3 T3 R4 T4 R waktu (menit) Denyut jantung (denyut/menit) HR step test M R T R T R3 T3 R4 T4 R Waktu (menit) Gambar. Grafik denyut jantung subjek F3 dan M pada saat kalibrasi step test 6

6 Denyut jantung (denyut/menit) HR step test M3 R T R T R3 T3 R4 T4 R Waktu (menit) Gambar. Grafik denyut jantung subjek M3 pada saat kalibrasi step test Keterangan Gambar dan : R : Rest T : tep test 5 siklus/menit R : Rest T : tep test 0 siklus/menit R3 : Rest 3 T3 : tep test 5 siklus/menit R4 : Rest 4 T4 : tep test 30 siklus/menit R5 : Rest 5 7

7 Namun, pada subjek M3 ada beberapa data yang tidak terdeteksi, yaitu yang bernilai 0, seperti terlihat pada Gambar. Hal ini terjadi disebabkan oleh adanya kesalahan alat saat pengukuran berlangsung. Alat yang tidak bisa membaca denyut jantung sementara tersebut terjadi karena bagian sensor yang kurang terpasang dengan baik atau bagian perekamnya yang bergeser. Kesalahan yang disebabkan oleh alat pun terjadi pada F (Lampiran 4). Nilai denyut jantung (HR) yang digunakan untuk perhitungan nilai IRHR (Increase Ratio of Heart Rate) adalah nilai dari hasil rata-rata data denyut jantung minimal selama 30 detik atau 6 buah data yang dianggap stabil. ecara umum, data yang diambil tidak boleh data pada menit-menit awal dan menit-menit akhir. Nilai HRwork diambil dengan merata-ratakan data pada menit ke-3 (aerob) pada masing-masing step test, karena pada menit ke- dan ke- terjadi proses anaerob pada subjek. HRrest dipilih data yang rendah dan konstan. Berikut ini adalah contoh perhitungan data HR dan IRHR untuk subjek F3 pada step test (5 siklus/menit) : HRrest ( ) = 3 HRrest = HRwork ( ) = 0 = IRHRwork = Pengukuran denyut jantung saat istirahat itu dilakukan selama 0 menit karena diharapkan memperoleh nilai denyut jantung terendah seseorang ketika tidak melakukan kerja. etiap pergantian frekuensi step test pun subjek diminta untuk istirahat selama 0 menit untuk mengembalikan kondisi denyut jantung ke keadaan rendah meskipun tidak serendah pada saat istirahat awal karena istirahat kedua dan seterusnya sudah dipengaruhi oleh beban kerja sebelumnya. Oleh sebab itu, nilai HRrest yang digunakan sebagai pembanding dari nilai HRwork adalah nilai HRrest yang pertama dimana terdapat nilai HR terendah seseorang. Nilai IRHR step test dari masing-masing subjek dapat diperoleh dengan membandingkan nilai HRwork terhadap HRrest. Data IRHR step test semua subjek dapat dilihat pada Tabel 5. elain nilai IRHR step test, nilai WEC T (Work Energy Cost) yang merupakan laju konsumsi energi subjek saat melakukan kerja juga perlu dihitung. Nilai WEC T dapat dipengaruhi oleh berat badan dari subjek, tinggi bangku step test, dan frekuensi step test. Kalibrasi step test ini menghasilkan empat buah data WEC T untuk masing-masing subjek. Contoh perhitungan WEC T untuk subjek F3 adalah sebagai berikut : w g h f WEC T.00 kkal/menit w g h f WEC T.37 kkal/menit w g h f WEC T 3.67 kkal/menit w g h f WEC T 4.00 kkal/menit

8 Nilai IRHR T dan WEC T tersebut dimasukkan ke dalam grafik yang akan membentuk garis linier, yang berfungsi menghasilkan suatu persamaan daya yang berbeda pada masing-masing subjek. Persamaan daya tersebut yaitu Y = ax + b, dimana Y merupakan nilai IRHR dan X merupakan nilai WEC T. Grafik hubungan antara IRHR T dan WEC T untuk subjek F3 dan M dapat dilihat pada Gambar 3 dan grafik untuk subjek lainnya dapat dilihat pada Lampiran 4. IRHR,50,00,50,00 0,50 F3 y = 0,5993x + 0,966 R² = 0,995 0,00 0,00 0,50,00,50,00,50 WEC (kkal/menit) IRHR,00,50,00 0,50 M y = 0,477x +,009 R² = 0,98 0,00 0,00 0,50,00,50,00 WEC (kkal/menit) Gambar 3. Grafik hubungan IRHR T dan WEC T pada subjek F3 dan M Perbedaan nilai kenaikan IRHR terhadap beban kerja dapat dilihat dari nilai slope yang berbeda-beda dari setiap subjek, semakin curam kemiringannya maka semakin besar perubahan nilai IRHR terhadap tingkat beban kerja (WEC T ), begitu pula sebaliknya. Nilai b yang dihasilkan umumnya akan mendekati angka (satu). Hal ini menunjukkan nilai laju denyut jantung subjek saat tidak bekerja sama dengan atau mendekati laju denyut jantung saat dalam kondisi istirahat. Data keseluruhan IRHR T dan WEC T disajikan pada Tabel 5. Data persamaan daya yang terbentuk dari hubungan IRHR T dan WEC T dapat dilihat pada Tabel 6. 9

9 Tabel 5. Data IRHR T dan WEC T HR (steptest) IRHR ubjek T [Y] WEC T (kkal/menit) [X] Rest T T T3 T4 Rest T T T3 T4 Rest T T T3 T4 F F F F M * M M M * Keterangan : * Data tidak digunakan untuk persamaan daya Tabel 6. Data persamaan daya hubungan IRHR T dan WEC T ubjek Persamaan kalibrasi (Y = IRHR; X = WEC) R F Y = 0.3X F Y = 0.668X F3 Y = 0.599X F4 Y = 0.73X M Y = 0.854X M Y = 0.47X M3 Y = 0.437X M4 Y = 0.59X

10 Masing-masing subjek memiliki persamaan yang berbeda-beda tergantung kemampuan fisiologisnya. ecara umum, nilai a (slope) subjek laki-laki lebih tinggi dibandingkan subjek perempuan. Hal ini menunjukkan bahwa laki-laki lebih memiliki tingkat sensitifitas yang tinggi terhadap pekerjaannya dibandingkan perempuan. Pada kondisi beban kerja yang sama, laki-laki memiliki tingkat kejerihan yang lebih tinggi. Nilai a tertinggi pada subjek perempuan dimiliki oleh subjek F, artinya ketika F memiliki IRHR maksimal sebesar.87, tetapi tingkat beban kerja maksimalnya.3 kkal/menit. Nilai a terendah untuk subjek perempuan dimiliki oleh subjek F4. Jika dilihat di Tabel 5, F4 memiliki tingkat beban kerja yang cukup tinggi yaitu.38 kkal/menit namun IRHR dari F4 hanya sekitar.64. Pada subjek laki-laki, M memiliki nilai a tertinggi dan M memiliki nilai a terendah. ubjek M memiliki tingkat beban kerja maksimal sebesar. kkal/menit dengan nilai IRHR yang tinggi yaitu.95 sedangkan subjek M memiliki tingkat beban kerja maksimal sebesar.78 kkal/menit dengan nilai IRHR sebesar.70. Pada kondisi ini, subjek dengan slope rendah lebih baik karena tingkat kejerihan yang dirasakan pada kondisi beban kerja yang sama akan lebih kecil dibandingkan dengan subjek yang memiliki slope tinggi. Pada Tabel 5 terlihat bahwa ada beberapa data yang tidak digunakan untuk menghitung persamaan daya seperti data yang dimiliki M dan M4. tep test pertama yang dilakukan M memiliki HR yang lebih tinggi dibandingkan step test kedua. elain itu, pada M4 pun, step test keempat yang dilakukan memiliki nilai HR yang sama dengan step test ketiga. Padahal, seharusnya nilai IRHR akan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya tingkat beban kerja. Kesalahan tersebut terjadi disebabkan oleh subjek yang belum bisa menyesuaikan langkah kaki dengan bunyi digital metronome. Hal itulah yang menjadi pertimbangan untuk tidak menggunakan data step test pertama M dan data step test keempat M4 dalam penentuan persamaan daya. elain itu, jika data-data yang aneh tersebut tetap dimasukkan ke dalam penentuan persamaan daya, maka nilai R dari kedua subjek tersebut akan rendah. Koefisien determinasi (R ) digunakan untuk mengukur besarnya kontribusi X terhadap variansi/keragaman. Koefisien determinasi juga dapat diartikan sebagai koefisien korelasi linier sebagai ukuran hubungan linier antara dua peubah acak X dan Y. Pada hasil hubungan korelasi antara WEC T dan IRHR T diperoleh titik-titik yang menggerombol mengikuti sebuah garis lurus dengan kemiringan positif. Hal ini menunjukkan bahwa ada korelasi positif yang tinggi antara WEC T dan IRHR T. Nilai dari koefisien determinasi tersebut adalah berkisar dari nol sampai dengan satu (0<r<). Jika semakin tinggi nilai koefisiennya atau mendekati, maka akan semakin besar persentase nilainilai Y di antara keragamannya yang dapat dijelaskan oleh hubungan liniernya dengan variabel X. Pada kasus ini, M memiliki nilai R yang paling tinggi setelah data step test yang pertama dihapuskan, hal ini mengindikasikan bahwa dengan tidak menggunakan data tersebut terlihat bahwa 99.% di antara keragaman dalam nilai-nilai IRHR T M dapat dijelaskan oleh hubungan liniernya dengan WEC T sedangkan sisanya 0.8% dijelaskan oleh faktor lain yang tidak dimasukkan ke dalam model PENGUKURAN BEBAN KERJA AAT AKTIVITA PEMETIKAN TEH Pada penelitian ini, subjek yang digunakan adalah 4 (empat) orang laki-laki dan 4 (orang) perempuan. Hal ini dilakukan untuk membandingkan tingkat energi yang dikeluarkan oleh laki-laki dan perempuan. ubjek-subjek tersebut dipilih secara acak baik oleh mandor maupun pilihan sendiri. Aktivitas yang dilakukan subjek adalah memetik pucuk-pucuk teh secara manual, artinya subjek memetik teh dengan menggunakan tangan dan tanpa alat bantu. Pengukuran dilakukan pada pagi hari yaitu pada pukul WIB sampai dengan WIB. Keadaan cuaca pada saat pengukuran berubah-ubah, pada pukul WIB cuaca masih berkabut sedikit, namun pada pukul WIB keadaan cuaca sudah mulai panas. Hal ini terjadi pada setiap subjek sehingga dapat 3

11 dikatakan bahwa subjek berada pada kondisi yang hampir sama sehingga pengaruhnya untuk subjek diperkirakan sama. Pada saat pengukuran beban kerja fisik, parameter yang digunakan adalah waktu bekerja (aktivitas pemetikan teh). Hal ini dilakukan karena sangat sulit untuk menggunakan parameter luas lahan atau berat pucuk yang dihasilkan. Waktu yang digunakan pada masing-masing kerja yaitu selama 30 menit, dan diselingi dengan istirahat selama 0 menit. ebelum melakukan aktivitas pemetikan teh, setiap subjek dikondisikan untuk istirahat selama 0 menit untuk mengetahui nilai denyut jantung saat istirahat. etelah itu, subjek melakukan step test dengan frekuensi 5 siklus/menit selama 5 menit. tep test tersebut berfungsi sebagai kontrol terhadap kondisi denyut jantung subjek. Aktivitas istirahat dan step test tersebut dilakukan di rumah agar didapat nilai denyut jantung yang terendah (saat istirahat) dan belum terpengaruh oleh kegiatan sebelumnya. etiap subjek harus berjalan terlebih dahulu ke kebun dengan jarak dan kondisi jalan yang berbeda-beda. Kondisi jalan yang berbeda itulah yang menyebabkan nilai WEC yang berbeda-beda juga untuk setiap subjek. Tabel 7. Data IRHR dan WEC saat jalan ke kebun ubjek IRHR WEC jalan (kkal/menit) F F F3.63. F4 - - M M.54.9 M M Pada Tabel 7 terlihat bahwa secara umum nilai WEC jalan perempuan kkal/menit sedangkan WEC jalan subjek laki-laki kkal/menit. Namun, nilai WEC saat jalan untuk subjek M diperoleh sangat tinggi, yaitu.9 kkal/menit karena saat jalan ke kebun subjek M harus melewati kondisi jalan yang sangat menanjak untuk sampai ke lokasi pemetikan. Kondisi lahan yang seperti itu dapat menguras tenaga dan menaikkan denyut jantung dari subjek itu sendiri, sehingga untuk meminimalisir kondisi yang dapat menguras tenaga tersebut, maka perusahaan menyediakan kendaraan (truk) bagi para pemetik perempuan. Fasilitas ini hanya digunakan untuk tujuan lokasi yang cukup jauh dari rumah pemetik, seperti yang dilakukan oleh subjek F4. Ketika pengukuran berlangsung, lokasi pemetikan untuk subjek F4 agak jauh dari rumah subjek sehingga F4 memutuskan naik truk. Hal itulah yang menyebabkan data HR jalan untuk subjek F4 tidak ada. etiap subjek memiliki waktu yang berbeda-beda untuk menuju ke lokasi pemetikan. ubjek F dan F membutuhkan waktu menit untuk berjalan, subjek F3 menghabiskan waktu menit untuk sampai ke lokasi pemetikan, sementara M menghabiskan waktu yang tidak jauh berbeda dengan F3 yaitu selama 0 menit, subjek M hanya membutuhkan waktu 8 menit, dan subjek M4 jalan ke kebun selama 6 menit. ubjek yang paling lama menghabiskan waktu jalan yaitu M3, kurang lebih selama 7 menit, hal ini dikarenakan rumah M3 yang sangat jauh dari lokasi pemetikan saat itu. Namun, nilai WEC untuk subjek M3 tidak terlalu tinggi karena M3 menempuh jalan yang menurun sehingga tidak terlalu menguras energi. 3

12 etelah subjek tiba di lokasi pemetikan, subjek dikondisikan istirahat agar terjadi proses recovery sebelum aktivitas utama dilakukan. Berdasarkan hasil pengukuran yang dilakukan, diperoleh laju denyut jantung dan energi yang dikeluarkan dari setiap subjek berbeda-beda. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan karakteristik setiap orang dalam menerima suatu beban kerja. Pengukuran denyut jantung saat kerja ini dilakukan selama 30 menit dengan diselingi istirahat selama 0 menit pada setiap ulangan untuk memulihkan kembali kondisi fisik subjek dan pola denyut jantung subjek hampir mendekati keadaan awal. ebelum memulai pemetikan, sebagian subjek melakukan persiapan di kebun seperti menggunakan sarung tangan dan celemek. Namun, tidak semua pemetik melakukan hal itu karena bisa saja pemetik sudah menggunakan peralatan tersebut dari sejak di rumah. Grafik data pengukuran denyut jantung saat aktivitas pemetikan subjek F3 dan M disajikan pada Gambar 4 dan 8, sedangkan untuk grafik lainnya dapat dilihat pada Lampiran 5. Jika dilihat pada Gambar 4, titik maksimum denyut jantung pada setiap pengulangan tidak jauh berbeda (pada selang yang tidak terlalu besar). Denyut jantung mulai naik saat subjek mulai bekerja namun seiring berjalannya waktu denyut jantung saat bekerja mulai relatif stabil. etiap pengulangan pengukuran denyut jantung terdapat perbedaan nilai denyut jantung dalam satu unit kerja yang sama. Pada gambar 4, terlihat bahwa subjek F3 pada pengulangan pertama memiliki grafik denyut jantung yang lebih tinggi dibandingkan grafik pada pengulangan kedua dan ketiga. Hal ini menandakan bahwa subjek pada pengukuran awal masih menyesuaikan dengan keadaan dan pekerjaannya namun saat pengukuran selanjutnya sudah mulai bisa stabil karena subjek sudah mulai terbiasa dengan kondisi lingkungan saat pengukuran berlangsung. Berdasarkan hasil pengamatan, pola denyut jantung subjek M cenderung lebih stabil dibandingkan pola denyut jantung F3. Tetapi, nilai denyut jantung subjek M saat bekerja hampir sama dengan saat istirahat bahkan nilai denyut jantung istirahat disela-sela aktivitas pemetikan pun jauh berbeda dengan denyut jantung istirahat awal. Hal ini menandakan bahwa subjek M membutuhkan waktu yang cukup lama untuk memulihkan kembali denyut jantungnya seperti semula. elain itu, subjek M merokok saat pengukuran dilakukan. Aktivitas merokok juga dapat sangat mempengaruhi denyut jantung subjek. Ketika istirahat subjek seharusnya dikondisikan tidak menerima beban kerja apapun, namun sangat sulit untuk mengontrol subjek sehingga hal tersebut tidak bisa dihindari. Kesalahan yang terjadi pada saat kalibrasi step test juga terjadi pada pengukuran beban kerja saat aktivitas pemetikan teh. Kenaikan dan penurunan data yang terlalu ekstrim seperti pada Gambar 5 disebabkan oleh kesalahan perekaman data. 33

13 denyut jantung (denyut/menit) HR kerja F3 R T P jalan R W R3 W R4 W3 R Waktu (menit) denyut jantung (denyut/menit) HR kerja M 40 R T jalan R P W R3 W R4 W3 R Waktu (menit) Gambar 4. Grafik data pengukuran denyut jantung saat aktivitas pemetikan subjek F3 dan M 34

14 denyut jantung (denyut/menit) HR kerja M3 40 R T P Jalan R W R3 W J R4 W3 R Waktu (menit) Gambar 5. Grafik Grafik data pengukuran denyut jantung saat aktivitas pemetikan subjek M3 Keterangan Gambar 4 dan 5 : R : Rest T : tep test (5 siklus/menit) P : Persiapan Jalan : Jalan ke kebun R : Rest W : Work (memetik I) R3 : Rest 3 W : Work (memetik II) J : Jalan pindah kebun R4 : Rest 4 W3 : Work 3 (memetik III) R5 : Rest 5 35

15 Nilai HRwork didapatkan dengan merata-ratakan nilai denyut jantung ketika subjek melakukan aktivitas pemetikan teh. ementara nilai HRrest diperoleh dari data denyut jantung istirahat awal dimana nilainya masih rendah. Pengambilan data denyut jantung untuk HRrest dan HRwork setelah menit ke-3 dan diambil minimal 6 data denyut jantung. Nilai IRHR untuk masing-masing subjek dapat diperoleh dengan membandingkan nilai HRwork terhadap HRrest. Contoh perhitungan nilai HR dan IRHR untuk subjek F3 adalah sebagai berikut : HRrest ( ) = HRrest = HRwork ( ) = 4 = IRHRwork = Nilai IRHR dari setiap subjek dapat dilihat pada Tabel 8. Klasifikasi tingkat beban kerja berdasarkan nilai IRHR untuk masing-masing subjek dapat mengacu dari Tabel. Klasifikasi tingkat beban kerja kualitatif tersebut dapat dilihat pada Tabel 9. Nilai IRHR pada Tabel 9 diperoleh dengan merata-ratakan ketiga nilai HRwork dari tiga kali pengulangan. Dari data hasil rata-rata tersebut terlihat bahwa nilai IRHR laki-laki cenderung lebih besar daripada perempuan. ubjek laki-laki diklasifikasikan pada kategori ringan hingga sedang sedangkan seluruh subjek perempuan diklasifikasikan pada kategori ringan. ubjek laki-laki yang termasuk dalam kategori sedang adalah subjek M, M, dan M4. Heart Rate (HR) secara ergonomika merupakan indikator psychophisiology. Oleh karena itu, denyut jantung dapat mengindikasikan beban fisik dan psikologis. Pada saat subjek termasuk klasifikasi kerja ringan maka faktor non fisik lebih besar pengaruhnya terhadap denyut jantung, begitu pula sebaliknya. Hal ini bisa terlihat dari variasi subjek perempuan yang lebih tinggi dibandingkan subjek laki-laki sehingga dapat mengindikasikan adanya beban psikologis yang besar pada subjek perempuan. elain itu, laju denyut jantung saat bekerja dapat dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal dapat berasal dari lingkungan kerja sedangkan faktor internal bisa disebabkan oleh beban pikiran dari subjek itu sendiri seperti memiliki masalah, tingkat konsentrasi, dan keseriusan. 36

16 Tabel 8. Nilai IRHR saat aktivitas pemetikan teh HR (work) IRHR ubjek Rest T(5) Jalan W W W3 T(5) Jalan W W W3 F F F F M M M M Tabel 9. Klasifikasi tingkat beban kerja kualitatif berdasarkan nilai IRHR ubjek IRHR (work) Tingkat beban kerja F. Ringan F.40 Ringan F3.50 Ringan F4.38 Ringan M.7 edang M.60 edang M3.35 Ringan M4.69 edang 37

17 Nilai WEC saat aktivitas pemetikan teh untuk setiap subjek akan didapatkan dengan memasukkan nilai IRHR sebagai nilai Y ke dalam persamaan daya hubungan IRHR T dan WEC T. elain mendapatkan nilai WEC, nilai TEC (Total Energy Cost) yang merupakan total konsumsi energi yang diperlukan subjek untuk metabolisme tubuh dan bekerja juga bisa didapat. Nilai TEC merupakan hasil penjumlahan dari WEC dan BME. Konsumsi energi setiap individu berbeda-beda sesuai dengan karakteristik tubuh masing-masing subjek, sehingga nilai TEC perlu dinormalisasi, yaitu dengan membagi nilai TEC dengan berat badan subjek sehingga diperoleh nilai TEC (kkal/menit.kg). Nilai TEC ini menunjukkan besarnya konsumsi energi setiap individu dalam menerima beban per satuan waktu dan per satuan berat badan. Contoh perhitungan WEC, TEC, dan TEC untuk subjek F3 adalah sebagai berikut : IRHR =.50 Y = ax + b Y = 0.599X (.50) = 0.599X X = X = X = 0.89 kkal/menit ehingga, nilai WEC adalah 0.89 kkal/menit. TEC = BME + WEC TEC = TEC =.784 kkal/menit.784 TEC = kkal / kg. menit kal / kg. menit 53 Nilai WEC, TEC, BME, dan TEC pada saat aktivitas pemetikan teh disajikan pada Tabel 0. Tabel 0. Nilai konsumsi energi aktivitas pemetikan teh ubjek IRHR (work) WEC (kkal/menit) BME (kkal/menit) TEC (kkal/menit) TEC' (kal/kg.menit) F F F F Rata-rata M M M M Rata-rata emua subjek melakukan pekerjaan yang relatif sama, akan tetapi terdapat perbedaan respon fisiologis tiap subjek. Ada faktor yang mempengaruhi perbedaan tersebut di antaranya karakteristik seseorang, kemampuan fisiologis (kemampuan cardio-vaskuler/jantung dan serat otot) serta pengaruh lingkungan fisik (suhu dan kelembaban). Hasil analisis konsumsi energi (Total Energy Cost) menunjukkan bahwa rata-rata TEC untuk subjek laki-laki adalah ± kal/kg.menit, sedangkan rata-rata TEC subjek perempuan adalah ± 3.93 kal/kg.menit. Dari nilai tersebut 38

18 dapat diketahui bahwa nilai TEC laki-laki lebih besar dibandingkan perempuan. Artinya, laki-laki lebih banyak mengkonsumsi energi untuk kerja pemetikan teh per satuan waktu dibandingkan subjek perempuan. Grafik nilai TEC rata-rata dapat dilihat pada Gambar 6. TEC' rata-rata TEC' rata-rata (kal/kg.menit) F Jenis Kelamin M Gambar 6. Data TEC rata-rata Pada Tabel 0, terlihat bahwa subjek M memiliki TEC yang paling tinggi di antara semua subjek. edangkan di antara perempuan, nilai TEC terbesar di antara subjek perempuan dimiliki oleh F dengan nilai IRHR yang tidak jauh berbeda dan bukan yang tertinggi. Hal tersebut dipengaruhi oleh perbedaan persamaan daya yang dimiliki masing-masing subjek dari hasil kalibrasi step test. ubjek F memiliki nilai a yang tertinggi, yaitu sebesar 0.668, sehingga berpengaruh terhadap peningkatan nilai WEC yang kemudian berpengaruh pula pada nilai TEC. Pada subjek laki-laki, nilai a tertinggi dimiliki oleh M (0.854) tapi nilai TEC yang dimiliki oleh M adalah paling rendah. Hal ini disebabkan oleh nilai IRHR saat kalibrasi step test yang dimiliki M adalah sekitar.70, hampir sama dengan IRHR saat aktivitas pemetikan, sehingga menghasilkan nilai WEC yang tidak jauh berbeda dengan step test. Penyesuaian setiap subjek terhadap suatu pekerjaan memerlukan waktu dan cara yang berbedabeda. Berdasarkan data yang diperoleh, berat badan setiap subjek berbanding terbalik dengan nilai IRHR. Jika berat badan subjek tinggi maka nilai IRHR akan menjadi rendah. ebagai contoh, subjek F4 memiliki berat badan 63 kg tetapi nilai IRHR yang dihasilkan sebesar.38. ebaliknya, subjek F yang memiliki berat badan 34.5 kg tetapi nilai IRHR yang dihasilkan sebesar.40. Berat badan subjek juga akan mempengaruhi nilai BME dari masing-masing subjek. Nilai BME dan berat badan berbanding lurus. Lalu, nilai TEC juga secara tidak langsung dipengaruhi oleh berat badan subjek. emakin besar berat badan subjek maka nilai TEC subjek tersebut akan besar pula, seperti subjek F4. Meskipun nilai IRHR subjek F4 termasuk kecil namun nilai TEC subjek F4 paling besar dibandingakan subjek lainnya. Hal itu terjadi karena ada pengaruh BME yang dimiliki oleh subjek F4. Namun, berbeda dengan nilai TEC yang merupakan normalisasi dari nilai TEC, nilai TEC subjek F4 termasuk rendah. Hal itu menunjukkan bahwa jika berat badan yang besar maka nilai konsumsi energi (per satuan waktu dan berat badan) akan kecil, sebaliknya, jika berat badan kecil maka nilai konsumsi energi akan besar. 39

19 4.4 PRODUKTIVITA Pada penelitian ini, nilai produktivitas dibutuhkan untuk mengetahui pengaruh konsumsi energi terhadap output yang dihasilkan. Nilai produktivitas yang dicari adalah baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Cara pengambilan data untuk mengetahui nilai produktivitas pada penelitian ini mengadopsi dari cara yang ditetapkan oleh perusahaan. Perusahaan menggunakan parameter berat pucuk dan analisa pucuk untuk mengetahui output dari masing-masing pekerja. Pucuk-pucuk yang dipetik oleh para pemetik ada berbagai jenis, di antaranya P+, P+, P+3, P+4, P+5, B+M, B+M, B+3M, B+4M, B+5M, daun tua, dan rusak. Jenis-jenis petikan pun ada tiga macam, yaitu petikan halus, petikan medium, dan petikan kasar. Perusahaan memiliki dua analisa untuk melihat kualitas pucuk yang dihasilkan, yaitu analisa petik dan analisa pucuk. Analisa petik digunakan untuk menilai ketepatan pelaksanaan kebijakan pemetikan dan kondisi tanaman, antara lain menilai kondisi tanaman, yaitu tanaman yang kurang sehat ditandai dengan banyaknya persentase pucuk burung. elain itu, analisa petik juga bisa digunakan untuk menilai ketepatan pelaksanaan pemetikan, baik daur petik maupun cara pemetikannya. Daur pemetikan yang panjang akan tampak dalam analisa persentase pucuk kasar seperti P+4 dan burung tua, sedangkan daur petik yang pendek akan tampak pada persentase pucuk halus seperti P+, P+m. Analisa pucuk bertujuan untuk mengevaluasi jenis petikan dan mutu pucuk yang merupakan dasar pendugaan mutu hasil olahan disamping untuk dasar penentuan upah. Kriteria pucuk yang dikehendaki untuk analisa pucuk adalah P+, P+3, B+M, B+M, dan B+3M. Berdasarkan kegunaan tersebut, analisa pucuk lebih cocok untuk dijadikan parameter output para subjek pada penelitian ini (Arsip PTPN VIII Kebun Gunung Mas). Perusahaan memiliki standar-standar tertentu untuk setiap pucuk yang dihasilkan. Perusahaan menetapkan berat pucuk yang dihasilkan berbeda-beda untuk setiap bulannya tergantung dari cuaca, iklim, kondisi tanaman, dan lingkungan. tandar untuk berat pucuk sering disebut basic yield. Basic yield pemetikan secara manual ditentukan secara umum, yaitu sebesar kg. Perhitungan analisa pucuk pada penelitian ini dilakukan pada bulan April, sehingga basic yield yang digunakan adalah 40 kg. edangkan analisa pucuk setiap bulannya sama karena standarnya sudah ditentukan oleh perusahaan pusat (Lampiran ). Pada penelitian ini, berat pucuk didapatkan dari hasil petik para subjek selama pengukuran beban kerja berlangsung, sedangkan analisa pucuk dilakukan tiga kali pengulangan seperti pengulangan pengukuran beban kerja. Data kuantitas dan kualitas pucuk yang dihasilkan subjek selama pengukuran berlangsung dapat dilihat pada Tabel. Berdasarkan Tabel, terlihat bahwa setiap subjek menghasilkan berat pucuk yang berbedabeda. Hasil analisis berat pucuk pada subjek laki-laki dan perempuan menunjukkan bahwa berat pucuk rata-rata untuk perempuan sebesar 8.83 kg/jam sedangkan untuk laki-laki sebesar 8.50 kg/jam. Data tersebut menunjukkan bahwa volume pucuk yang dihasilkan perempuan lebih besar dibandingkan laki-laki. ubjek F3 menghasilkan berat pucuk yang sangat besar bahkan nilainya sangat jauh dibandingkan data-data subjek lainnya, yaitu sebesar 3.33 kg/jam. Hal ini disebabkan oleh ketersediaan pucuk yang banyak saat pengukuran subjek F3 dilakukan dan usia dari subjek F3 pun yang masih termasuk muda sehingga masih memiliki kecepatan yang tinggi. Namun, subjek F memiliki volume yang terendah dibandingkan subjek perempuan lainnya. Hal ini dikarenakan ketersediaan pucuk saat itu sedang sedikit dan bisa juga dipengaruhi oleh sifat dari subjek F yang terlihat lamban saat beraktivitas. Kuantitas yang dihasilkan para subjek laki-laki relatif sama yaitu sekitar 7-0 kg/jam. Meskipun subjek-subjek laki-laki berada pada lahan yang berbeda-beda tapi subjek-subjek tersebut dapat menghasilkan berat pucuk yang hampir seragam. ubjek laki-laki yang menghasilkan berat pucuk terbesar adalah subjek M dan subjek yang menghasilkan berat pucuk terendah adalah subjek M3. 40

20 Tabel. Data kuantitas dan kualitas pucuk yang dihasilkan subjek selama pengukuran berlangsung ubjek F 5.33 F 9.33 Gross yield (kg/jam) F F M 0.00 M 8.00 M M Kualitas (%) Ulangan P+ B+M P+ P+3 B+M P+4 P+5 B+5M D.Tua B+3M B+4M Rusak

21 etiap subjek tidak selalu menghasilkan keduabelas jenis pucuk teh tersebut. Jenis pucuk yang paling sering dihasilkan oleh para subjek adalah pucuk burung terutama B+M, B+M, B+3M, dan B+4M. elain itu, para subjek juga masih menghasilkan pucuk yang rusak. Pucuk rusak adalah pucuk yang tidak utuh dan biasanya terjadi karena material handling. Berdasarkan Tabel, seluruh subjek menghasilkan pucuk rusak yang cukup banyak. Pucuk-pucuk tersebut akan tetap diolah di pabrik namun nantinya akan mempengaruhi kualitas bubuk teh yang akan dihasilkan. Oleh karena itu, untuk menjaga kualitas bubuk teh, perusahaan memiliki kebijakan kepada para pemetik untuk menghasilkan analisa pucuk yang tinggi, yaitu sebesar 70%. Namun, tidak semua pemetik dapat menghasilkan analisa pucuk lebih besar dari 70%. Penjumlahan persentase pucuk P+, P+3, B+M, B+M, dan B+3M maka akan menhasilkan besarnya persentase analisa pucuk untuk masing-masing subjek. Analisa pucuk dilakukan sebanyak tiga kali ulangan untuk masing-masing subjek, sehingga ketiga data analisa pucuk pada masing-masing subjek tersebut dirata-ratakan untuk dikonversi menjadi indeks kualitas. Pengkonversian persentase analisa pucuk dapat menggunakan Lampiran. Contoh perhitungan persentase analisa pucuk beserta pengkonversiannya untuk subjek F3 adalah sebagai berikut : Ulangan I = = 44.% Ulangan II = = 6.4% Ulangan III = = 59.6% Rata-rata = 55.07% 3 Berdasarkan Lampiran, nilai 55.07% memiliki indeks 0.6. Data persentase analisa pucuk disajikan pada Tabel. Tabel. Data persentase analisa pucuk ubjek % Ancuk I II III Rata-rata Indeks F F F F M M M M Berdasarkan informasi yang diperoleh dari perusahaan bahwa para pemetik diharapkan seorang perempuan karena dirasa memiliki ketelitian yang lebih tinggi daripada laki-laki sehingga dapat menghasilkan pucuk yang baik. Namun, Tabel justru memperlihatkan kenyataan yang sebaliknya. Indeks kualitas yang diperoleh laki-laki lebih tinggi dibandingkan perempuan. ebagian besar subjek laki-laki dapat menghasilkan analisa pucuk lebih dari 70% seperti yang diharapkan pihak perusahaaan, hanya ada satu subjek yang menghasilkan analisa pucuk di bawah 70%, yaitu subjek M. Faktor yang dapat mempengaruhi rendahnya kualitas yang dihasilkan oleh M adalah sifat dari subjek M itu sendiri yang terlihat kurang peduli dengan kualitas yang dihasilkan, subjek M hanya memperhitungkan berat pucuk yang dihasilkan. Hal ini terbukti dengan besarnya volume pucuk subjek M jika dibandingkan subjek lainnya. Kualitas pucuk tidak terlalu dipengaruhi oleh ketersediaan pucuk di lahan saat itu, karena 4

22 pada saat pengukuran berlangsung, subjek M dan subjek M4 berada pada lahan yang hampir sama baik elevasi maupun ketersediaan pucuk. Namun, subjek M4 dapat menghasilkan kualitas pucuk sekitar 70.7% dengan indeks.00, sedangkan subjek perempuan cenderung hanya mampu menghasilkan analisa pucuk kurang dari 70%, hanya subjek F4 yang berhasil meraih analisa pucuk lebih dari 70%, yaitu tepatnya 76.40%. alah satu faktor yang mempengaruhi rendahnya kualitas yang dihasilkan subjek perempuan adalah kurangnya konsentrasi subjek perempuan saat aktivitas pemetikan berlangsung. Hal ini terlihat dari seringnya subjek mengobrol dengan pekerja lainnya. Aktivitas yang dilakukan pemetik selain memetik teh akan mengurangi konsentarsi pemetik sehingga pemetik cenderung mengambil pucuk dengan asal dan akhirnya menghasilkan pucuk yang kurang baik. Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas pucuk secara keseluruhan antara lain sifat subjektif dari individu-individu itu sendiri, ketersediaan pucuk, tingkat konsentrasi, dan kecepatan tangan. Faktor ketersediaan pucuk memang tidak bisa dihindari karena setiap subjek tidak mungkin melakukan suatu aktivitas pada lokasi yang sama sehingga perlu adanya suatu tindakan untuk mengeliminir perbedaan ketersediaan pucuk tersebut. Cara yang bisa dilakukan adalah dengan menghitung kuantitas (gross yield). Kuantitas ini diungkan dengan nilai kualitas (indeks) sehingga menghasilkan nilai produk bersih. Nilai produk bersih inilah yang digunakan sebagai nilai produktivitas subjek karena subjek dengan jumlah pucuk yang banyak belum tentu memiliki indeks yang tinggi, begitu pula sebaliknya. Idealnya, seorang pemetik dapat menghasilkan analisa pucuk yang tinggi dengan berat pucuk yang banyak pula karena dengan begitu para karyawan tersebut akan mendapatkan gaji yang besar pula sesuai dengan kebijakan perusahaan. Pada penelitian ini akan dilihat output subjek secara keseluruhan sehingga perlu mengkalikan antara gross yield dan kualitas pucuk yang telah dikonversi kedalam indeks. ebelumnya, gross yield yang satuannya kg/jam dirubah terlebih dahulu menjadi gram/menit agar lebih mudah untuk membandingkannya dengan konsumsi energi. Nilai produk bersih (Y ) itulah yang akan digunakan untuk parameter penilaian kualitas subjek. elain itu, rata-rata pucuk rusak juga dapat menjadi parameter kualitas masing-masing subjek karena dengan jumlah berat pucuk yang besar tidak menutup kemungkinan banyak pucuk yang rusak. Data nilai Y dan rata-rata persentase pucuk rusak disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Data kualitas, kuantitas dan rata-rata persentase pucuk rusak ubjek indeks Gross Yield (gram/menit) Y' (gram/menit) rata-rata %pucuk rusak F F F F Rata-rata M M M M Rata-rata

23 Berdasarkan Tabel 3, terlihat bahwa subjek M memiliki nilai Y yang paling terendah dibandingkan subjek laki-laki lainnya padahal secara gross yield subjek M mendapatkan nilai yang tertinggi. Hal ini menunjukkan bahwa nilai indeks kualitas subjek sangat berpengaruh terhadap kualitas pucuk subjek secara keseluruhan. elain itu, rata-rata persentase pucuk rusak subjek M pun sangat tinggi yaitu mencapai 0.3% dari total berat pucuk yang dihasilkan. Bertolak belakang dengan M, subjek M justru mampu menghasilkan Y yang paling tinggi meskipun nilai gross yield tidak tertinggi. Hal ini dipengaruhi oleh nilai indeks subjek M yang terbesar di antara subjek laki-laki lainnya dan ratarata persentase pucuk rusaknya pun terendah, yaitu 0.40%. Namun, tidak selamanya indeks terendah menghasilkan nilai Y yang terendah pula, sebagai contoh subjek F3 yang mendapatkan nilai Y sebesar 35.4 gram/menit padahal nilai indeksnya hanya 0.6. Hal ini bisa terjadi karena ketersediaan pucuk saat pngukuran F3 melimpah sehingga gross yield yang dihasilkan pun sangat tinggi, dan hal tersebut sangat membantu untuk menaikkan nilai kualitas keseluruhan. ecara umum, kualitas terbaik adalah subjek F4 dengan nilai Y gram/menit dan rata-rata persentase pucuk rusak terendah sebesar 0.40%. 4.5 ANALII BEBAN KERJA FIIK Analisis beban kerja fisik dilakukan untuk mengetahui korelasi antara konsumsi energi suatu individu dengan output yang dihasilkan. Pada penelitian ini, dilakukan perbandingan antara subjek lakilaki dan perempuan dari beberapa parameter yang diukur, yaitu IRHR, TEC, gross yield, dan indeks kualitas. ubjek IRHR Tabel 4. Data semua parameter subjek perempuan dan laki-laki TEC' (kal/kg.menit) Indeks Gross yield (gram/menit) Y' (gram/menit) Rata-rata %pucuk rusak F F F F Rata-rata.37± ± ± ± ±46..34±.5 M M M M Rata-rata.587± ± ± ± ± ±4.589 Berdasarkan Tabel 4, nilai IRHR rata-rata laki-laki lebih tinggi daripada perempuan. ebanding dengan IRHR, nilai rata-rata TEC laki-laki pun lebih besar dibandingkan perempuan. Nilai IRHR atau denyut jantung individu sangat dipengaruhi oleh physical load dan mental load sementara nilai TEC dapat dipengaruhi oleh physical load saja. Contoh physical load adalah beban dari berat badan individu itu sendiri sedangkan contoh mental load adalah beban pikiran individu. Beban mental/pikiran itulah yang sangat sulit untuk dihindari bagi para subjek sehingga sangat berpengaruh terhadap nilai IRHR. 44

24 Beban mental individu tidak hanya mengenai perasaan atau emosi individu saat itu, tetapi beban mental juga dapat dipengaruhi karena adanya pemikiran lebih (konsentrasi tinggi) saat aktivitas kerja. Pada penilitian ini, mental load berpengaruh terhadap indeks kualitas subjek. karena setiap subjek perlu berkonsentrasi tinggi untuk menghasilkan pucuk-pucuk teh yang berkualitas. Hal tersebut dapat terlihat dari korelasi antara IRHR dan indeks kualitas pucuk. ubjek laki-laki yang memiliki nilai ratarata IRHR tinggi dapat memperoleh indeks kualitas pucuk yang tinggi pula. Hal ini menunjukan suatu hal yang baru karena biasanya perempuan dikatakan lebih teliti dibandingkan laki-laki dan dianggap bisa mendapatkan kualitas pucuk yang baik, namun dari hasil pengukuran, terlihat justru sebaliknya. elain itu, indeks kualitas juga dapat berkorelasi dengan persentase pucuk rusak. Berdasarkan hasil rata-rata persentase pucuk rusak terlihat bahwa subjek laki-laki memiliki persentase lebih tinggi dibandingkan perempuan. Tetapi, 5% dari subjek laki-laki atau sekitar orang dari subjek laki-laki memiliki data yang jauh berbeda dengan subjek laki-laki lainnya. Nilai pencilan yang dimiliki oleh subjek laki-laki itu sangat mempengaruhi nilai rata-rata dari subjek laki-laki itu sendiri. tandar deviasi dari data subjek laki-laki pun tinggi, dapat mencapai edangkan perempuan memiliki standar deviasi yang rendah, yaitu sebesar.. Hal tersebut menandakan bahwa dengan adanya nilai pencilan tersebut dapat mempengaruhi keragaman data yang didapat. Parameter output lain yang dapat berkorelasi dengan tingkat konsumsi energi adalah berat pucuk teh yang dipetik atau bisa disebut dengan gross yield. Konsumsi energi subjek perempuan yang lebih rendah dibandingkan laki-laki mampu menghasilkan gross yield yang lebih tinggi. Tetapi, 5% dari subjek perempuan atau orang dari subjek perempuan termasuk dalam data pencilan. ama seperti halnya indeks, nilai pencilan pada subjek perempuan juga sangat mempengaruhi standar deviasinya, yaitu dapat mencapai Namun, gross yield yang besar belum tentu menghasilkan kualitas yang bagus juga. Itulah sebabnya perlu dicari Y untuk mengungkan antara kualitas dan kuantitasnya. ehingga jika dihubungkan dengan konsumsi energi maka akan terlihat bahwa semakin tinggi konsumsi energinya maka akan semakin besar juga nilai Y (ungan kuantitas dan kualitas). Meskipun dari data kuantitas terdapat pencilan tetapi pada nilai y tidak ada pencilan. Hal ini menandakan bahwa dengan gross yield yang sangat tinggi, belum tentu menghasilkan indeks yang sangat tinggi pula, sehingga dapat mengakibatkan nilai Y menurun. Berdasarkan data, konsumsi energi sebanding dengan output kerja yang dihasilkan. ubjek laki-laki memiliki konsumsi energi yang lebih tinggi dibandingkan perempuan, hal tersebut diimbangi dengan output yang baik pula. M dapat menghasilkan pucuk teh terbanyak yaitu 67 gram/menit dengan tenaga yang paling kecil di antara subjek laki-laki. Gross yield yang besar tersebut ternyata tidak diimbangin dengan kualitas yang besar pula. Hal ini menyebabkan nilai Y yang dimiliki M tetap terendah yaitu 05.. Bahkan persentase pucuk rusaknya pun bisa mencapai 0.3%. Ada banyak faktor yang menyebabkan keadaan tersebut terjadi di antaranya sifat subjektif dari M yang terlihat cuek dan cara pengambilan pucuk teh yang terlihat kasar, sehingga banyak pucuk teh yang tidak terambil dengan baik. Tenaga yang dikeluarkan F cukup rendah dan hal tersebut dapat berpengaruh pada kinerja F yang tergolong rendah pula. Hal ini terlihat dari gross yield yang dihasilkan oleh F hanya sekitar 89 gram/menit. Namun, kelebihan dari F ini adalah memiliki indeks kualitas yang lumayan baik yaitu sekitar 0.7 atau setara dengan 60% pucuk medium. Rata-rata persentase pucuk yang rusak pun termasuk rendah yaitu hanya sekitar 0.60%. Keadaan-keadaan tersebut dapat memperlihatkan bahwa F masih memiliki kualitas pucuk yang baik. Nilai gross yield yang rendah dapat disebabkan oleh sifat subjek yang tidak gesit dan kondisi pucuk di lahan yang memang persediaannya sedikit. ubjek F mengeluarkan tenaga paling besar di antara subjek perempuan lainnya, yaitu mencapai kal/kg.menit. Namun, indeks kualitas pucuknya paling rendah yaitu 0.60 atau setara dengan 54% 45

25 tetapi gross yield mencapai 56 gram/menit sehingga nilai Y adalah Begitu pula dengan %pucuk rusaknya paling besar, yaitu 3.07%. Berdasarkan data-data tersebut terlihat bahwa F mengeluarkan tenaga yang besar untuk mendapatkan hasil yang cukup besar. Hasilnya memang tidak sebesar F3 karena F memiliki umur yang lebih tua dibandingkan dengan F3 sehingga F memiliki keterbatasan. Faktor usialah yang juga mempengaruhi kualitas pucuk yang dihasilkan oleh F. Umur yang sudah lebih dari 50 tahun dapat menyebabkan ketelitian yang semakin menurun. F3 memiliki gross yield yang sangat tinggi yaitu sebesar gram/menit. Namun, kelemahan dari F3 ini adalah kualitas yang dihasilkan hanya 55% atau indeksnya 0.6. Indeks tersebut terendah dibandingkan subjek perempuan yang lain. Gross yield yang tinggi menunjukkan bahwa F3 memiliki kecepatan yang tinggi saat memetik tetapi energi yang dikeluarkan tidak terlalu tinggi dibandingkan subjek yang lain. Hal ini didukung oleh umur F3 yang masih muda yaitu 34 tahun dan pucuk yang melimpah saat proses pemetikan berlangsung. Kualitas yang rendah diperoleh F3 bisa dipengaruhi oleh pengalaman F3 yang masih rendah yaitu baru 8 tahun bekerja sebagai pemetik teh. ubjek F4 mengkonsumsi energi yang hampir sama dengan subjek F3, namun F4 hanya mampu mendapatkan gross yield sebesar gram/menit. Kelebihan dari F4 adalah indeks kualitas yang dimilikinya tinggi mencapai.38 atau setara dengan 76%. Berdasarkan keputusan perusahaan, persentase yang lebih dari 7% akan mendapatkan reward. Berarti dengan kualitas yang diperoleh F4 tersebut sudah bisa dikatakan bahwa kualitasnya sangat bagus. ehingga meskipun nilai gross yieldnya tidak terlalu tinggi tapi F4 memperoleh Y yang paling tinggi di antara subjek perempuan lainnya. elain itu, nilai %pucuk rusaknya pun sedikit, yaitu hanya 0.40%. Hal ini menunjukkan bahwa F4 lebih mengutamakan kualitas. elain itu, umur F4 yang lebih tua dibandingkan F3, menyebabkan F4 kurang cepat untuk mendapatkan pucuk yang banyak. Kualitas yang tinggi yang diperoleh F4 juga bisa disebabkan oleh tingginya konsentrasi F4 saat memetik karena ketika pengukuran berlangsung F4 jarang sekali terlihat saling berbicara dengan pemetik yang lain, dan F4 juga termasuk orang yang rapi, telaten, dan teliti. Kualitas yang paling bagus juga diperoleh oleh M. Indeks kualitasnya bisa mencapai.4 atau setara dengan 74%. M mengeluarkan tenaga kal/kg.menit untuk mendapatkan 33 gram pucuk/menit. Dengan gross yield yang tidak terlalu tinggi dibandingkan subjek laki-laki yang lain, M berhasil mendapatkan nilai Y yang paling tinggi di antara subjek laki-laki lainnya. Hal ini dibantu oleh nilai indeks M yang paling tinggi dan %pucuk rusaknya yang paling rendang. Itu berarti menunjukan M juga masih mengutamakan kualitas. Keadaan tersebut sebanding dengan energi yang dikeluarkan oleh M. Energi M yang tinggi juga dipengaruhi oleh kondisi lahan saat memetik. elanjutnya, M4 mengeluarkan energi yang tidak jauh berbeda dengan M. Nilai produk bersihnya pun sedikit lebih rendah dibandingkan M4. Namun, indeks kualitas dari M4 sangat jauh berbeda dengan M. M4 hanya mampu mendapatkan indeks kualitas.00 atau setara dengan 70%. Tapi kualitas tersebut sudah bisa dibilang kualitas bagus, karena perusahaan menargetkan kualitas pucuk di atas 65%. elain itu, %pucuk rusaknya punmasih bisa dikatakan rendah yaitu 0.67%. Keadaan tersebut sangat bagus, karena untuk seorang pemula seperti M4 yang baru tahun bekerja, sudah dapat menghasilkan kualitas yang baik. Hal ini didukung pula dengan ketersediaan pucuk yang banyak sehingga memungkinkan M4 untuk menghasilkan pucuk yang banyak pula. Energi besar yang dikeluarkan oleh M4 bisa dipengaruhi juga oleh faktor umur dari M yang sudah mencapai 60 tahun. M3 mengeluarkan tenaga kal/kg.menit untuk menghasilkan gram pucuk/menit. Kualitasnya pun cukup tinggi yaitu 73% atau setara dengan indeks. sehingga M3 mendapatkan nilai Y sebesar dan %pucuk rusaknya pun sekitar.0%. Jika dilihat dari umur M3 yang sudah 50 tahun, maka hasil yang diperoleh bisa dikatakan baik, karena kualitas sudah melebihi target kualitas yang ditentukan perusahaan. Untuk gross yieldnya sendiri memang paling rendah dibandingkan dengan 46

METODE PENELITIAN A. WAKTU DAN LOKASI PENELITIAN B. ALAT DAN PERLENGKAPAN

METODE PENELITIAN A. WAKTU DAN LOKASI PENELITIAN B. ALAT DAN PERLENGKAPAN III. METODE PENELITIAN A. WAKTU DAN LOKASI PENELITIAN Kegiatan penelitian ini dilaksanakan mulai bulan November 2010 sampai dengan Januari 2011 di Areal Pesawahan di Desa Cibeureum, Kecamatan Darmaga,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI A. Tempat dan Waktu B. Peralatan dan Perlengkapan

III. METODOLOGI A. Tempat dan Waktu B. Peralatan dan Perlengkapan III. METODOLOGI A. Tempat dan Waktu Pengambilan data untuk penelitian ini dilakukan di lahan kering Leuwikopo, Bogor. Pengambilan data penelitian dimulai tanggal 29 April 2009 sampai 10 Juni 2009. B. Peralatan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. WAKTU DAN LOKASI PENELITIAN Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli hingga bulan Oktober 2010 yang berlokasi di areal persawahan Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

Lebih terperinci

METODOLOGI IV. 4.1 Deskripsi Kegiatan. 4.2 Metode Kerja Aspek Umun

METODOLOGI IV. 4.1 Deskripsi Kegiatan. 4.2 Metode Kerja Aspek Umun IV. METODOLOGI 4.1 Deskripsi Kegiatan Kegiatan magang dilakukan di PT. TMMIN selama 4 bulan, dimulai dari tanggal 21 Maret 2011 sampai dengan 20 Juli 2010. Waktu pelaksanaannya mengikuti jam kerja karyawan,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Tahapan penelitian disajikan pada gambar dibawah ini. Mulai. Identifikasi masalah

METODE PENELITIAN. Tahapan penelitian disajikan pada gambar dibawah ini. Mulai. Identifikasi masalah III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Kegiatan penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Desember 2010 sampai dengan Maret 2011 di Bengkel Daud Teknik, Cibereum, Bogor. B. Tahapan Penelitian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Spesifikasi Cultivator Mesin pertanian yang digunakan adalah cultivator Yanmar tipe Te 550 n. Daya rata - rata motor penggerak bensin pada cultivator ini sebesar 3.5 hp (putaran

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Data yang akan diambil dalam penelitian ini yaitu data denyut jantung pada saat kalibrasi, denyut jantung pada saat bekerja, dan output kerja. Semuanya akan dibahas pada sub bab-sub

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. SPESIFIKASI MESIN PELUBANG TANAH Sebelum menguji kinerja mesin pelubang tanah ini, perlu diketahui spesifikasi dan detail dari mesin. Mesin pelubang tanah untuk menanam sengon

Lebih terperinci

. II. TINJAUAN PUSTAKA

. II. TINJAUAN PUSTAKA . II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengolahan Tanah Pengolahan tanah adalah suatu usaha untuk memperbaiki dan meningkatkan produktivitas tanah dengan memecah partikel menjadi lebih kecil sehingga memudahkan akar

Lebih terperinci

Analisis Beban Kerja pada Proses Penggilingan Padi, Studi Komparasi antara Penggilingan Padi Skala Kecil dan Besar

Analisis Beban Kerja pada Proses Penggilingan Padi, Studi Komparasi antara Penggilingan Padi Skala Kecil dan Besar Analisis Beban Kerja pada Proses Penggilingan Padi, Studi Komparasi antara Penggilingan Padi Skala Kecil dan Besar 1) Atiqotun Fitriyah, 2) Sam Herodian 1), 2) Laboratorium Ergonomika, Departeman Teknik

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN Sumber : Openshaw (2006) dalam Rahmawan (2011) Gambar 12 Macam-macam selang gerakan pada saat menajak III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di lahan rawa lebak Desa

Lebih terperinci

ANALISIS BEBAN KERJA PADA PEMBUATAN GULUDAN DI LAHAN KERING

ANALISIS BEBAN KERJA PADA PEMBUATAN GULUDAN DI LAHAN KERING SKRIPSI ANALISIS BEBAN KERJA PADA PEMBUATAN GULUDAN DI LAHAN KERING (Studi Kasus : Analisis Komparatif Kerja Manual dengan Cangkul dan Mekanis dengan Walking-type Cultivator) Oleh : LOVITA F14052709 2009

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 49 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengamatan Kondisi Lingkungan Wilayah Kecamatan Bogor Barat Kelurahan Situ Gede memiliki kondisi geografis yang berbatasan dengan wilayah sebagai berikut : - Sebelah Utara berbatasan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengukuran Beban Kerja Pengukuran beban kerja meliputi dua hal yaitu beban kerja kuatitatif dan beban kerja kualitatif. Beban kerja kuantitatif diperlukan untuk mengetahui

Lebih terperinci

ANALISIS BEBAN KERJA PADA PROSES PENGEPRASAN TANAMAN TEBU (SACCHARUM OFFICINARUM L.) LAHAN KERING DENGAN MENGGUNAKAN TRAKTOR TANGAN ABSTRACT

ANALISIS BEBAN KERJA PADA PROSES PENGEPRASAN TANAMAN TEBU (SACCHARUM OFFICINARUM L.) LAHAN KERING DENGAN MENGGUNAKAN TRAKTOR TANGAN ABSTRACT ANALISIS BEBAN KERJA PADA PROSES PENGEPRASAN TANAMAN TEBU (SACCHARUM OFFICINARUM L.) LAHAN KERING DENGAN MENGGUNAKAN TRAKTOR TANGAN Andriani Lubis 1), Syafriandi 1), dan Tinton Tonika 2) 1) Prodi Teknik

Lebih terperinci

PEMBAHASAN Sistem Petikan

PEMBAHASAN Sistem Petikan PEMBAHASAN Sistem Petikan Sistem petikan yang dilaksanakan perkebunan akan menentukan kualitas pucuk, jumlah produksi, menentukan waktu petikan selanjutnya dan mempengaruhi kelangsungan hidup tanaman itu

Lebih terperinci

ANALISIS BEBAN KERJA PADA AKTIVITAS PEMETIKAN TEH SECARA MANUAL DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA VIII KEBUN GUNUNG MAS, CISARUA, BOGOR, JAWA BARAT SKRIPSI

ANALISIS BEBAN KERJA PADA AKTIVITAS PEMETIKAN TEH SECARA MANUAL DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA VIII KEBUN GUNUNG MAS, CISARUA, BOGOR, JAWA BARAT SKRIPSI ANALISIS BEBAN KERJA PADA AKTIVITAS PEMETIKAN TEH SECARA MANUAL DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA VIII KEBUN GUNUNG MAS, CISARUA, BOGOR, JAWA BARAT SKRIPSI HENNI HELMAYANTI F14070050 MAYOR TEKNIK PERTANIAN DEPARTEMEN

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS

BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS 4.1 Pembahasan Praktikum kali ini dimana melakukan pengukuran kerja fisiologi tentang kerja dinamis. Pengukuran dilakukan seluruh anggota badan seperti pergerakan anggota

Lebih terperinci

PEMBAHASAN Tinggi Bidang Petik

PEMBAHASAN Tinggi Bidang Petik PEMBAHASAN Tinggi Bidang Petik Tinggi bidang petik tanaman teh adalah salah satu hal yang penting dalam menunjang pelaksanaan kegiatan pemetikan. Kenaikan bidang petik setiap tahunnya berkisar antara 10-15

Lebih terperinci

PEMBAHASAN Potensi Pucuk

PEMBAHASAN Potensi Pucuk 52 PEMBAHASAN Potensi Pucuk Hasil tanaman teh adalah kuncup dan daun muda yang biasa disebut pucuk. Pengambilan pucuk yang sudah memenuhi ketentuan dan berada pada bidang petik disebut pemetikan. Ketentuan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TEH Tanaman teh (Camelia sinensis) diklasifikasikan sebagai berikut (Tuminah 2004) : Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Sub Kelas : Dialypetalae

Lebih terperinci

PERANCANGAN TATA KERJA BAGIAN KUPAS-PERIKSA DALAM PROSES PENGOLAHAN UBI JALAR DI PT GALIH ESTETIKA INDONESIA NORISA ADHI TINA

PERANCANGAN TATA KERJA BAGIAN KUPAS-PERIKSA DALAM PROSES PENGOLAHAN UBI JALAR DI PT GALIH ESTETIKA INDONESIA NORISA ADHI TINA PERANCANGAN TATA KERJA BAGIAN KUPAS-PERIKSA DALAM PROSES PENGOLAHAN UBI JALAR DI PT GALIH ESTETIKA INDONESIA NORISA ADHI TINA DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISA

BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISA BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISA 4.1 Pembahasan Praktikum kali ini dilakukan pengukuran kerja fisiologi tentang kerja statis. Pengukuran ini dilakukan pada anggota badan yaitu tangan dan kaki yang diberi

Lebih terperinci

tenaga kerja yang sesuai dengan jenis pekerjaannya (Suma mur, 2014). organisasi atau pemegang jabatan dalam jangka waktu tertentu.

tenaga kerja yang sesuai dengan jenis pekerjaannya (Suma mur, 2014). organisasi atau pemegang jabatan dalam jangka waktu tertentu. 1. Beban Kerja a. Pengertian Beban Kerja Beban kerja adalah keadaan pekerja dimana dihadapkan pada tugas yang harus diselesaikan pada waktu tertentu. Beban kerja adalah beban yang ditanggung tenaga kerja

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 29 METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Maret Juni 2009 di lahan petani, Kelurahan Situgede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor, Jawa Barat. Peralatan dan Instrumen

Lebih terperinci

Gambar 7 Langkah-langkah penelitian

Gambar 7 Langkah-langkah penelitian 24 3 METODE PENELITIAN Pada berbagai penelitian sudah ditemukan getaran berpengaruh terhadap performansi manusia, namun sejauh apa pengaruhnya belum diketahui. Penelitian ini menganalisa efek akselarasi

Lebih terperinci

Konsumsi energi berdasarkan kapasitas oksigen terukur

Konsumsi energi berdasarkan kapasitas oksigen terukur Konsumsi energi berdasarkan kapasitas oksigen terukur Konsumsi energi dapat diukur secara tidak langsung dengan mengukur konsumsi oksigen. Jika satu liter oksigen dikonsumsi oleh tubuh, maka tubuh akan

Lebih terperinci

ANALISIS BEBAN KERJA PADA PROSES PRODUKSI DI PABRIK KELAPA SAWIT PT. ANEKA INTI PERSADA, MINAMAS PLANTATION, TELUK SIAK ESTATE, RIAU.

ANALISIS BEBAN KERJA PADA PROSES PRODUKSI DI PABRIK KELAPA SAWIT PT. ANEKA INTI PERSADA, MINAMAS PLANTATION, TELUK SIAK ESTATE, RIAU. ANALISIS BEBAN KERJA PADA PROSES PRODUKSI DI PABRIK KELAPA SAWIT PT. ANEKA INTI PERSADA, MINAMAS PLANTATION, TELUK SIAK ESTATE, RIAU. Oleh : MUHAMMAD FAZRIANSYAH F14104106 2008 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Teh

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Teh TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Teh Tanaman teh dengan nama latin Camellia sinensis, merupakan salah satu tanaman perdu berdaun hijau (evergreen shrub). Tanaman teh berasal dari daerah pegunungan di Assam,

Lebih terperinci

Faal Kerja (Fisiologis) Nurjannah

Faal Kerja (Fisiologis) Nurjannah Faal Kerja (Fisiologis) Nurjannah Kerja Bekerja adalah suatu kegiatan manusia merubah keadaan-keadaan tertentu dari alam lingkungan yang ditujukan untuk mempertahankan dan memelihara kelangsungan hidupnya

Lebih terperinci

METODE MAGANG Tempat dan Waktu Metode Pelaksanaan

METODE MAGANG Tempat dan Waktu Metode Pelaksanaan 0 METODE MAGANG Tempat dan Waktu Kegiatan magang dilaksanakan di Unit Perkebunan Tambi PT Tambi, Wonosobo, Jawa Tengah selama kurang lebih empat bulan. Waktu magang dimulai dari bulan Maret hingga Juli

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS

BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS 4.1 Pembahasan Pengambilan data dari pengukuran fisiologis dalam aktivitas dengan menggunakan running belt dilakukan oleh satu orang operator dimana operator tersebut melakukan

Lebih terperinci

ANALISIS BEBAN KERJA DAN OPTIMASI TATA LAKSANA KERJA PADA AKTIVITAS PEMANENAN KELAPA SAWIT DI PT. SARI LEMBAH SUBUR, RIAU NIWAYAN DESI PURWANTINI

ANALISIS BEBAN KERJA DAN OPTIMASI TATA LAKSANA KERJA PADA AKTIVITAS PEMANENAN KELAPA SAWIT DI PT. SARI LEMBAH SUBUR, RIAU NIWAYAN DESI PURWANTINI ANALISIS BEBAN KERJA DAN OPTIMASI TATA LAKSANA KERJA PADA AKTIVITAS PEMANENAN KELAPA SAWIT DI PT. SARI LEMBAH SUBUR, RIAU NIWAYAN DESI PURWANTINI DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. Analisis Hasil Petikan

PEMBAHASAN. Analisis Hasil Petikan 46 PEMBAHASAN Analisis Hasil Petikan Analisis hasil petikan merupakan suatu langkah untuk mengetahui cara maupun hasil pelaksanaan pemetikan pada suatu waktu, sebab pada pucuk yang telah dipetik perlu

Lebih terperinci

METODE MAGANG Tempat dan Waktu Metode Pelaksanaan

METODE MAGANG Tempat dan Waktu Metode Pelaksanaan METODE MAGANG 10 Tempat dan Waktu Kegiatan magang dilaksanakan di Unit Perkebunan Bedakah, PT Tambi, Wonosobo, Jawa Tengah, mulai tanggal 1 Maret 3 Juli 2010. Metode Pelaksanaan Kegiatan magang dilaksanakan

Lebih terperinci

MODUL I PENGUKURAN FISIOLOGI KERJA

MODUL I PENGUKURAN FISIOLOGI KERJA MODUL I PENGUKURAN FISIOLOGI KERJA 1. Prosedur Praktikum Dalam menjalankan kegiatan praktikum ini, terdapat beberapa prosedur berikut: a. Alat dan bahan yang diperlukan dipersiapkan. b. Sebelum memulai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas HASIL DAN PEMBAHASAN Suhu dan Kelembaban Ruangan Rata-rata suhu dan kelembaban ruangan selama penelitian pada pagi hari 22,4 0 C dan 78,6%, siang hari 27,4 0 C dan 55%, sore hari 25 0 C dan 75%. Hasil

Lebih terperinci

FISIOLOGI KERJA (II) Teknik industri 2015

FISIOLOGI KERJA (II) Teknik industri 2015 FISIOLOGI KERJA (II) hanna.udinus@gmail.com Teknik industri 2015 Proses Metabolisme Proses metabolisme menghasilkan panas & energi untuk kerja lewat sistem otot manusia. Unit/satuan yang digunakan : 1

Lebih terperinci

KONSUMSI ENERGI KERJA PERTEMUAN #4 TKT TAUFIQUR RACHMAN ERGONOMI DAN PERANCANGAN SISTEM KERJA

KONSUMSI ENERGI KERJA PERTEMUAN #4 TKT TAUFIQUR RACHMAN ERGONOMI DAN PERANCANGAN SISTEM KERJA KONSUMSI ENERGI KERJA PERTEMUAN #4 TKT207 ERGONOMI DAN PERANCANGAN SISTEM KERJA 6623 TAUFIQUR RACHMAN PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS ESA UNGGUL KEMAMPUAN AKHIR YANG DIHARAPKAN

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. Analisis Petik. Tabel 7. Jenis Petikan Hasil Analisis Petik Bulan Maret - Mei 2011

PEMBAHASAN. Analisis Petik. Tabel 7. Jenis Petikan Hasil Analisis Petik Bulan Maret - Mei 2011 PEMBAHASAN Analisis Petik Analisis petik merupakan cara yang dilakukan untuk memisahkan pucuk berdasarkan rumus petiknya yang dinyatakan dalam persen. Tujuan dari analisis petik yaitu menilai kondisi kebun

Lebih terperinci

ANALISIS BEBAN DAN KAPASITAS KERJA PADA PROSES PRODUKSI NANAS KALENG DI PT GGP LAMPUNG TENGAH MUHAMMAD RIZKI

ANALISIS BEBAN DAN KAPASITAS KERJA PADA PROSES PRODUKSI NANAS KALENG DI PT GGP LAMPUNG TENGAH MUHAMMAD RIZKI ANALISIS BEBAN DAN KAPASITAS KERJA PADA PROSES PRODUKSI NANAS KALENG DI PT GGP LAMPUNG TENGAH MUHAMMAD RIZKI DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Tanaman Teh Morfologi Tanaman Teh Syarat Tumbuh

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Tanaman Teh Morfologi Tanaman Teh Syarat Tumbuh 3 TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Tanaman Teh Teh termasuk famili Transtromiceae dan terdiri atas dua tipe subspesies dari Camellia sinensis yaitu Camellia sinensis var. Assamica dan Camellia sinensis var.

Lebih terperinci

ANALISIS PENGUKURAN BEBAN KERJA FISIK DENGAN METODE FISIOLOGI

ANALISIS PENGUKURAN BEBAN KERJA FISIK DENGAN METODE FISIOLOGI ANALISIS PENGUKURAN BEBAN KERJA FISIK DENGAN METODE FISIOLOGI A. DESKRIPSI Menurut Tayyari dan Smith (1997) fisiologi kerja sebagai ilmu yang mempelajari tentang fungsi-fungsi organ tubuh manusia yang

Lebih terperinci

ANALISIS WAKTU BAKU DAN BEBAN KERJA UNTUK OPTIMASI JUMLAH DAN DISTRIBUSI PEKERJA PADA PRODUKSI BUAH KALENG

ANALISIS WAKTU BAKU DAN BEBAN KERJA UNTUK OPTIMASI JUMLAH DAN DISTRIBUSI PEKERJA PADA PRODUKSI BUAH KALENG ANALISIS WAKTU BAKU DAN BEBAN KERJA UNTUK OPTIMASI JUMLAH DAN DISTRIBUSI PEKERJA PADA PRODUKSI BUAH KALENG (Studi Kasus : Produksi Nanas dan Tropical Fruit Salad Kaleng) ARNAL NOVISTIARA SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

PENGUKURAN KERJA FISIOLOGIS

PENGUKURAN KERJA FISIOLOGIS PENGUKURAN KERJA FISIOLOGIS TEKNIK TATA CARA KERJA PROGRAM KEAHLIAN PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN PRODUKSI MANUFAKTUR/JASA LOGO Pengukuran konsumsi energi Kemampuan manusia utk melaksanakan kegiatan tergantung

Lebih terperinci

AGROTECHNO Volume 1, Nomor 1, April 2016, hal. 1-11

AGROTECHNO Volume 1, Nomor 1, April 2016, hal. 1-11 AGOTECHNO Analisis Pemanenan Padi Menggunakan Sabit terhadap Beban Kerja Fisik Petani ice Harvester Analysis Using a Sickle to the Farmer s Physical Workload Andriani Lubis 1, M. Dhafir 1, TM. ahmat Hidayat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan industri pada masa kini telah berada pada masa perkembangan yang sangat pesat. Hal ini bisa dilihat dari begitu banyaknya perusahaan ataupun industri-industri

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Fisiologi Fisiologi dari kata Yunani physis = 'alam' dan logos = 'cerita', adalah ilmu yang mempelajari fungsi mekanik, fisik, dan biokimia dari makhluk hidup. Menurut

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. KARAKTERISTIK PENGERINGAN LAPISAN TIPIS SINGKONG 4.1.1. Perubahan Kadar Air Terhadap Waktu Proses pengeringan lapisan tipis irisan singkong dilakukan mulai dari kisaran kadar

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Fisiologi Menurut Wikipedia Indonesia, fisiologi dari kata Yunani physis = 'alam' dan logos = 'cerita', adalah ilmu yang mempelajari fungsi mekanik, fisik, dan biokimia

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Penggunaan bejana berjungkit sebagai alat pengukuran memiliki kelebihan tersendiri dibandingkan pengggunaan alat pengkuran konvensional. Kelebihan alat ini memberikan kemudahan

Lebih terperinci

111. METODE PENELITIAN. Subjek penelitian ini adalah tenaga penyarad. Penelitian ini dilaksanakan di Hutan Alam PT. Yos Raya Tiniber yang

111. METODE PENELITIAN. Subjek penelitian ini adalah tenaga penyarad. Penelitian ini dilaksanakan di Hutan Alam PT. Yos Raya Tiniber yang 111. METODE PENELITIAN A. Subjek Penelitian Subjek penelitian ini adalah tenaga penyarad dengan kualifikasi tidak mengalami cacat fisik dan tergolong usia produktif. B. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahun Teh hitam menjadi salah satu komoditas perkebunan yang

BAB I PENDAHULUAN. tahun Teh hitam menjadi salah satu komoditas perkebunan yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Teh hitam merupakan salah satu komoditas yang dikenal masyarakat sejak tahun 1860. Teh hitam menjadi salah satu komoditas perkebunan yang menghasilkan devisa non migas

Lebih terperinci

Mitos Sixpack Orang menghabiskan uang jutaan setiap tahun untuk mendapatkan tubuh ideal. Sekarang ini terdapat sekitar 200 lebih alat-alat latihan untuk perut. Sebagian alat-alat ini tidak berguna sama

Lebih terperinci

POKOK BAHASAN IX IX. PENGGUNAAN ENERGI MEKANIK PADA TERNAK KERJA. Mengetahui proses metabolisme dan dinamika fisiologi pada ternak kerja

POKOK BAHASAN IX IX. PENGGUNAAN ENERGI MEKANIK PADA TERNAK KERJA. Mengetahui proses metabolisme dan dinamika fisiologi pada ternak kerja Tatap muka ke : 13 POKOK BAHASAN IX IX. PENGGUNAAN ENERGI MEKANIK PADA TERNAK KERJA Tujuan Instruksional Umum : Memberikan pengetahuan tentang penggunaan energi mekanik yang dihasilkan dari proses metabolisme

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KONSUMSI ENERGI PADA PROSES PEMINDAHAN BAHAN SECARA MANUAL

PERBANDINGAN KONSUMSI ENERGI PADA PROSES PEMINDAHAN BAHAN SECARA MANUAL PERBANDINGAN KONSUMSI ENERGI PADA PROSES PEMINDAHAN BAHAN SECARA MANUAL Otong Andi Juhandi (30402785) Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri Universitas Gunadarma Kontak Person : Otong Andi

Lebih terperinci

Suharjana FIK UNY Suharjana FIK UNY

Suharjana FIK UNY Suharjana FIK UNY Latihan aerobik bertujuan untuk memperbaiki kinerja aerobik dan anaerobik. Kinerja aerobik dan anaerobik ini dapat dicapai melalui konsumsi oksigen maksimum (VO2Max) Endurance training merupakan model

Lebih terperinci

DI PG BUNGAMAYANG MILIK PTPN VII (PERSERO), LAMPUNG

DI PG BUNGAMAYANG MILIK PTPN VII (PERSERO), LAMPUNG ANALISIS BEBAN KERJA PADA KEGIATAN TEBANG DAN MUAT TEBU SECARA MANUAL DI PG BUNGAMAYANG MILIK PTPN VII (PERSERO), LAMPUNG LUDY CATUR IRAWAN P14104066 2008 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Desa Karyawangi, Kecamatan Parongpong, Kabupaten Bandung Barat, Provinsi Jawa

HASIL DAN PEMBAHASAN. Desa Karyawangi, Kecamatan Parongpong, Kabupaten Bandung Barat, Provinsi Jawa IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Lokasi Penelitian Detaseman Kavaleri Berkuda (Denkavkud) berada di Jalan Kolonel Masturi, Desa Karyawangi, Kecamatan Parongpong, Kabupaten Bandung Barat, Provinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sekarang ini, perkembangan teknologi sangat pesat sehingga timbul istilah gaya hidup digital. Manusia cenderung melakukan aktivitasnya secara mobile. Individu memanfaatkan

Lebih terperinci

ANALISIS BEBAN KERJA PADA PROSES PRODUKSI DI PABRIK KELAPA SAWIT PT. ANEKA INTI PERSADA, MINAMAS PLANTATION, TELUK SIAK ESTATE, RIAU.

ANALISIS BEBAN KERJA PADA PROSES PRODUKSI DI PABRIK KELAPA SAWIT PT. ANEKA INTI PERSADA, MINAMAS PLANTATION, TELUK SIAK ESTATE, RIAU. ANALISIS BEBAN KERJA PADA PROSES PRODUKSI DI PABRIK KELAPA SAWIT PT. ANEKA INTI PERSADA, MINAMAS PLANTATION, TELUK SIAK ESTATE, RIAU. Oleh : MUHAMMAD FAZRIANSYAH F14104106 2008 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Jika dalam suatu organisasi atau perusahan telah diterapkan sistem kerja yang baik dengan diperhatikannya faktor-faktor kerja serta segi-segi ergonomis,tentunya perusahaan tersebut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Purbowati, 2009). Domba lokal jantan mempunyai tanduk yang kecil, sedangkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Purbowati, 2009). Domba lokal jantan mempunyai tanduk yang kecil, sedangkan 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Ekor Tipis Domba Ekor Tipis (DET) merupakan domba asli Indonesia dan dikenal sebagai domba lokal atau domba kampung karena ukuran tubuhnya yang kecil, warnanya bermacam-macam,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Analisis Deskriptif Tinggi Pundak dan Panjang badan dengan panjang langkah Trot kuda delman.

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Analisis Deskriptif Tinggi Pundak dan Panjang badan dengan panjang langkah Trot kuda delman. IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Analisis Deskriptif Tinggi Pundak dan Panjang badan dengan panjang langkah Trot kuda delman. Tabel 2. Hasil analisis Tinggi Pundak dan Panjang Badan dengan panjang langkah

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. RADIASI MATAHARI DAN SH DARA DI DALAM RMAH TANAMAN Radiasi matahari mempunyai nilai fluktuatif setiap waktu, tetapi akan meningkat dan mencapai nilai maksimumnya pada siang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 3.1 Toyota Business Practice (TBP)

TINJAUAN PUSTAKA. 3.1 Toyota Business Practice (TBP) III. TINJAUAN PUSTAKA 3.1 Toyota Business Practice (TBP) Saat sekarang ini, anggota Toyota berasal dari seluruh dunia dengan perbedaan budaya, sehingga untuk menyatukan semua anggota dibuat Toyota Way.

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. (suhu manual) dianalisis menggunakan analisis regresi linear. Dari analisis

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. (suhu manual) dianalisis menggunakan analisis regresi linear. Dari analisis 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Koreksi Suhu Koreksi suhu udara antara data MOTIWALI dengan suhu udara sebenarnya (suhu manual) dianalisis menggunakan analisis regresi linear. Dari analisis tersebut dihasilkan

Lebih terperinci

I.1 Latar Belakang. (Sumber: Badan Pusat Statistik) Sumber : Annual Report PTPN VIII Tahun Tabel I. 1 Perkembangan Ekspor Teh di Indonesia

I.1 Latar Belakang. (Sumber: Badan Pusat Statistik) Sumber : Annual Report PTPN VIII Tahun Tabel I. 1 Perkembangan Ekspor Teh di Indonesia BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Teh merupakan salah satu minuman yang banyak dikonsumsi atau diminati setelah air mineral, teh sebagai minuman dapat meningkatkan kesehatan manusia karena mengandung

Lebih terperinci

BAB 4 DATA DAN PEMBAHASAN

BAB 4 DATA DAN PEMBAHASAN BAB 4 DATA DAN PEMBAHASAN Dalam pengujian indeks alir lelehan polipropilena dilakukan dengan memakai 3 variabel massa sampel dan 3 variabel waktu pemanasan awal, di mana setiap variabel ( waktu pemanasan

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu

3 METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu 3 METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Ide penelitian dimulai dengan kunjungan pada 2 industri gula nasional baik swasta maupun perusahaan milik pemerintah, yaitu di PT. Gula Putih Mataram (PT GPM) dan

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. Tipe Pangkasan

PEMBAHASAN. Tipe Pangkasan 8 PEMBAHASAN Tanaman teh dibudidayakan untuk mendapatkan hasil produksi dalam bentuk daun (vegetatif). Fase vegetatif harus dipertahankan selama mungkin untuk mendapatkan hasil produksi yang tinggi dan

Lebih terperinci

PERILAKU AKTIVITAS BIAYA

PERILAKU AKTIVITAS BIAYA PERILAKU AKTIVITAS BIAYA 1 A. Konsep Perilaku Akuntan manajemen harus mampu untuk mengevaluasi setiap jenis biaya untuk bisa menentukan fungsi biaya (cost function) yang menjelaskan perilaku biaya. Perilaku

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3 II. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2011 bertempat di Laboratorium Teknik Produksi dan Manajemen Akuakultur, pengambilan data penunjang dilaksanakan

Lebih terperinci

Kegiatan Belajar -6. Modul 4: Konsumsi Energi. Ir. MUH. ARIF LATAR, MSc. Modul-4, data M Arief Latar

Kegiatan Belajar -6. Modul 4: Konsumsi Energi. Ir. MUH. ARIF LATAR, MSc. Modul-4, data M Arief Latar Kegiatan Belajar -6 Modul 4: Konsumsi Energi Ir. MUH. ARIF LATAR, MSc Modul-4, data M Arief Latar 1 I. PENDAHULUAN Modul-4, data M Arief Latar 2 Pengantar Jenis pekerjaan yang menggunakan kekuatan otot

Lebih terperinci

ANALISIS BEBAN DAN KAPASITAS KERJA PADA AKTIVITAS PEMANENAN KELAPA SAWIT SECARA MANUAL DI PT. ASTRA AGRO LESTARI IRVAN ANGGIT PRADITA

ANALISIS BEBAN DAN KAPASITAS KERJA PADA AKTIVITAS PEMANENAN KELAPA SAWIT SECARA MANUAL DI PT. ASTRA AGRO LESTARI IRVAN ANGGIT PRADITA ANALISIS BEBAN DAN KAPASITAS KERJA PADA AKTIVITAS PEMANENAN KELAPA SAWIT SECARA MANUAL DI PT. ASTRA AGRO LESTARI IRVAN ANGGIT PRADITA TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Tahun 2014

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Tahun 2014 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat pelaksanaan penelitian yaitu di Kabupaten Pati, untuk wilayah dataran rendah berada di Kecamatan Jakenan dan Winong sedangkan untuk wilayah

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Citra Digital Interpretasi dilakukan dengan pembuatan area contoh (training set) berdasarkan pengamatan visual terhadap karakteristik objek dari citra Landsat. Untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kelelahan 1. Pengertian Lelah Beberapa ahli mendefinisikan kelelahan kerja adalah : a. Kelelahan kerja ditandai oleh adanya perasaan lelah, output dan kondisi psikologis yang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Termal Kayu Meranti (Shorea Leprosula Miq.) Karakteristik termal menunjukkan pengaruh perlakuan suhu pada bahan (Welty,1950). Dengan mengetahui karakteristik termal

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 50 HASIL DAN PEMBAHASAN Produktivitas Kebun Air sangat diperlukan tanaman untuk melarutkan unsur-unsur hara dalam tanah dan mendistribusikannya keseluruh bagian tanaman agar tanaman dapat tumbuh secara

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Tujuan dari penelitian yang akan dilakukan adalah untuk mengetahui tingkat pendapatan usahatani tomat dan faktor-faktor produksi yang mempengaruhi

Lebih terperinci

Organisasi Kerja. Solichul HA. BAKRI Ergonomi untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Produktivitas ISBN:

Organisasi Kerja. Solichul HA. BAKRI Ergonomi untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Produktivitas ISBN: Organisasi Kerja Solichul HA. BAKRI Ergonomi untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Produktivitas ISBN: 979-98339-0-6 Organisasi Kerja Organisasi kerja terutama menyangkut waktu kerja; waktu istirahat;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1-1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. 1-1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk hidup yang diciptakan dengan tubuh yang memiliki bagian dengan fungsinya masing-masing untuk menunjang kehidupan. Tubuh manusia juga

Lebih terperinci

PENGGUNAAN AERASI AIR MANCUR (FOINTAIN) DI KOLAM UNTUK PERTUMBUHAN IKAN NILA GIFT(Oreochromis niloticus)

PENGGUNAAN AERASI AIR MANCUR (FOINTAIN) DI KOLAM UNTUK PERTUMBUHAN IKAN NILA GIFT(Oreochromis niloticus) PENGGUNAAN AERASI AIR MANCUR (FOINTAIN) DI KOLAM UNTUK PERTUMBUHAN IKAN NILA GIFT(Oreochromis niloticus) Rukmini Fakultas Perikanan dan Kelautan UNLAM Banjarbaru Email rukmini_bp@yahoo.com ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hardware Sistem Kendali Pada ISD Pada penelitian ini dibuat sistem pengendalian berbasis PC seperti skema yang terdapat pada Gambar 7 di atas. Pada sistem pengendalian ini

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN PRAKTIKUM PENGINDERAAN DAN INFORMASI (DISPLAY) KELAS 2ID05

LAPORAN PENDAHULUAN PRAKTIKUM PENGINDERAAN DAN INFORMASI (DISPLAY) KELAS 2ID05 PENGINDERAAN DAN INFORMASI (DISPLAY) 1. Sebutkan hal-hal yang harus diperhatikan dalam pembuatan display! (min 6) 2. Jelaskan kelebihan dan kekurangan dari analog display dan digital display! 3. Apa yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Rataan, Simpangan Baku dan Koefisien Keragaman pada Domba Ekor Gemuk dan Domba Ekor Tipis pada Kelompok Umur I 0.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Rataan, Simpangan Baku dan Koefisien Keragaman pada Domba Ekor Gemuk dan Domba Ekor Tipis pada Kelompok Umur I 0. HASIL DAN PEMBAHASAN Ukuran-ukuran Tubuh pada Domba Ekor Gemuk dan Domba Ekor Tipis Penggunaan ukuran-ukuran tubuh dilakukan berdasarkan ukuran yang umum pada ternak, yaitu sifat kuantitatif untuk dapat

Lebih terperinci

5 EFEK GETARAN MEKANIK DAN ARAH GETARAN TERHADAP MANUSIA

5 EFEK GETARAN MEKANIK DAN ARAH GETARAN TERHADAP MANUSIA 41 5 EFEK GETARAN MEKANIK DAN ARAH GETARAN TERHADAP MANUSIA Pengaruh getaran terhadap manusia diteliti pada empat variabel yaitu kelelahan, energi kerja, waktu respon, dan ketidaknyamanan. Untuk pengolahan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. kaca, dan air. Suhu merupakan faktor eksternal yang akan mempengaruhi

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. kaca, dan air. Suhu merupakan faktor eksternal yang akan mempengaruhi 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Uji Coba Lapang Paremeter suhu yang diukur pada penelitian ini meliputi suhu lingkungan, kaca, dan air. Suhu merupakan faktor eksternal yang akan mempengaruhi produktivitas

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kelinci lokal dengan

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kelinci lokal dengan III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3. Bahan Penelitian 3.. Ternak Percobaan Ternak yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kelinci lokal dengan bobot badan 300-900 gram per ekor sebanyak 40 ekor (34 ekor

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Pelet Daun Indigofera sp. Pelet daun Indigofera sp. yang dihasilkan pada penelitian tahap pertama memiliki ukuran pelet 3, 5 dan 8 mm. Berdasarkan hasil pengamatan

Lebih terperinci

VI RISIKO PRODUKSI SAYURAN ORGANIK

VI RISIKO PRODUKSI SAYURAN ORGANIK VI RISIKO PRODUKSI SAYURAN ORGANIK 6.1. Analisis Risiko Produksi Risiko produksi menyebabkan tingkat produktivitas tanaman sayuran organik mengalami fluktuasi. Hal tersebut menunjukkan bahwa perusahaan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN Semua mekanisme yang telah berhasil dirancang kemudian dirangkai menjadi satu dengan sistem kontrol. Sistem kontrol yang digunakan berupa sistem kontrol loop tertutup yang menjadikan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. (a) (b) (c)

HASIL DAN PEMBAHASAN. (a) (b) (c) 5 b. Analisis data daya tahan dengan metode semiparametrik, yaitu menggunakan regresi hazard proporsional. Analisis ini digunakan untuk melihat pengaruh peubah penjelas terhadap peubah respon secara simultan.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS. VO2max dianggap sebagai indikator terbaik dari ketahanan aerobik.

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS. VO2max dianggap sebagai indikator terbaik dari ketahanan aerobik. 1 BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat VO2max Burns (2000:2) VO2max adalah jumlah maksimal oksigen yang dapat dikonsumsi selama aktivitas fisik yang intens sampai akhirnya terjadi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pembuatan Lot Benih

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pembuatan Lot Benih HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Lot Benih Pembuatan lot benih dilakukan untuk memperoleh beragam tingkat vigor yang berbeda. Lot benih didapat dengan perlakuan penderaan terhadap benih jagung melalui Metode

Lebih terperinci

MODUL 9 KEBUTUHAN ZAT GIZI DAN JUMLAH KALORI YANG DIPERLUKAN OLEH ATLET

MODUL 9 KEBUTUHAN ZAT GIZI DAN JUMLAH KALORI YANG DIPERLUKAN OLEH ATLET MODUL 9 KEBUTUHAN ZAT GIZI DAN JUMLAH KALORI YANG DIPERLUKAN OLEH ATLET Pendahuluan Prestasi olahraga yang tinggi perlu terus menerus dipertahankan dan ditingkatkan lagi. Salah satu faktor yang penting

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Gambar 2 Sistematika pengambilan contoh. Pemilihan SDN Kebon Kopi 2 Bogor. Purposive. siswa kelas 5 & 6. Siswa laki-laki (n=27)

METODE PENELITIAN. Gambar 2 Sistematika pengambilan contoh. Pemilihan SDN Kebon Kopi 2 Bogor. Purposive. siswa kelas 5 & 6. Siswa laki-laki (n=27) METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah case study. Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Dasar Negeri Kebon Kopi 2, Kota Bogor. Penentuan lokasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Terjadinya proses absorpsi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu tekanan absorbat, suhu absorbat, dan interaksi potensial antara absorbat dan absorban (Nishio Ambarita, 2008).

Lebih terperinci

ANALISIS BEBAN KERJA OPERATOR MESIN PEMOTONG BATU BESAR (SIRKEL 160 CM) DENGAN MENGGUNAKAN METODE 10 DENYUT

ANALISIS BEBAN KERJA OPERATOR MESIN PEMOTONG BATU BESAR (SIRKEL 160 CM) DENGAN MENGGUNAKAN METODE 10 DENYUT Jurnal Ilmiah Teknik Industri, Vol. 11, No. 2, Des 2012 ISSN 1412-6869 ANALISIS BEBAN KERJA OPERATOR MESIN PEMOTONG BATU BESAR (SIRKEL 160 CM) DENGAN MENGGUNAKAN METODE 10 DENYUT Andriyanto 1 dan Choirul

Lebih terperinci